TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa. Aspek keamanan apabila tidak diperhatikan, maka makanan dapat berbalik mejadi sumber penyakit dan kematian. Telah banyak dilaporkan kasus kesakitan dan kematian akibat makanan (Sulaeman 1995). Keamanan pangan dalam UU RI No. 7 tahun 1996 tentang pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Bahanbahan berbahaya yang mungkin mencemari makanan dapat berupa bahaya biologis seperti bakteri, virus, kapang, parasit, dan protozoa. Makanan merupakan media yang baik untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, makanan merupakan media perantara yang baik bagi penularan penyakit. Keamanan pangan menurut Join FAO/WHO Expert Committe of Food Safety adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas penyakit, sehat, dan baik untuk konsumsi manusia. Sedangkan menurut Codex 1997 menjelaskan pengertian keamanan pangan sebagai jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika dipersiapkan dan/atau dimakan menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki. Makna keamanan pangan di Indonesia tidak cukup hanya diartikan sebagai bebas dari tiga macam cemaran, tapi juga harus bebas dari cemaran yang dapat menyebabkan pangan menjadi tidak halal yang dapat mengganggu ketenangan batiniah (Sulaeman dan Syarief 2007). Menururt Hariyadi (2007) keamanan pangan adalah syarat bagi pangan yang bermutu dan bergizi baik. Tidak ada artinya berbicara cita rasa dan nilai gizi, ataupun mutu dan sifat fungsional yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor 4 penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Hartoko 2010). Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali (Hartoko 2010). Industri jasa boga (food service industry) adalah sektor yang banyak berkembang karena kebutuhan akan pangan siap santap, meningkatnya jumlah orang “makan di luar” dan perubahan gaya hidup. Di sisi lain, industri jasaboga adalah juga penyumbang terbesar kasus‐kasus keracunan pangan di Indonesia ataupun di negara lain seperti Amerika Serikat. Dari beberapa hasil survei ditemukan beberapa faktor penyebab terjadinya keracunan pangan siap santap yang dihasilkan oleh industri jasa boga antara lain: higiene dan sanitasi yang buruk, pemanasan yang tidak cukup, kontaminasi silang, pendinginan yang lambat, pemanasan kembali yang tidak memadai dan lain-lain. Untuk itu diperlukan suatu sistem manajemen mutu dan keamanan yang menjamin dihasilkannya pangan yang aman (Seafast IPB 2010). Dalam memproduksi pangan dikenal konsep “from farm to table” yang intinya menyatakan bahwa untuk menghasilkan pangan yang aman diperlukan pengendalian yang baik sejak produksi bahan baku sampai dengan pangan siap dikonsumsi di meja konsumen. Sebagai fondasi, kaidah‐kaidah “good practices” umumnya diaplikasikan pada seluruh rantai pangan. Keamanan bahan pangan harus diperhatikan mulai dari tahap budi daya hingga pangan tersebut siap disantap. Penerapan sistem keamanan pangan pada setiap tahap produksi harus dilakukan dengan baik agar pangan yang dikonsumsi benar-benar aman. Pada tahap budi daya perlu diterapkan Good Farming Practices (GFP), selanjutnya pada tahap pascapanen dilakukan Good Handling Practices (GHP). Begitu pula pada tahap pengolahan, penerapan Good Manufacture Practices (GMP) sangat diperlukan, dan pada tahap distribusi harus diterapkan Good Distribution Practices (GDP) agar produk pertanian maupun makanan sampai ke konsumen dalam keadaan aman. Di Indonesia, tahapantahapan tersebut telah dilaksanakan oleh industri pengolahan pangan berskala besar. Namun, untuk industri skala rumah tangga, tahapan-tahapan tersebut 5 belum dilaksanakan. Apabila sistem atau peraturan tentang sanitasi dan higiene bahan pangan telah diterapkan dengan baik maka peraturan tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan praktek budi daya maupun pengolahan pangan untuk meningkatkan keamanan pangan (Djaafar 2007). Penyelenggaraan Makanan Komersial Penyelenggaraan makanan komersial berbeda dengan penyelenggaraan makanan institusi. Ciri-cirinya adalah: 1) Berorientasi pada laba, 2) Kualitas dan cita rasa diperhatikan, 3) Tidak menggunakan master menu, 4) Harga lebih mahal. Penggolongan pelayanan makanan secara komersial dapat digolongkan menjadi (Karyantina 2007) : a. Dilakukan secara tetap di suatu tempat, misalnya restoran, kantin, kafetaria. b. Tidak dilakukan secara tetap di suatu tempat, misalnya usaha jasa boga. Usaha jasa boga dapat melayani penyediaan makanan untuk keperluan kantin dan kafetaria, maupun penyediaan makanan untuk keluarga atau perorangan. Faktor yang mendorong perkembangan penyelenggaraan makananan komersial adalah (Karyantina 2007) : a. Timbulnya kesadaran dan keyakinan para pengusaha industri bahwa pelayanan makanan bagi karyawan akan meningkatkan produktivitas kerja. b. Berbagai kemajuan sebagai hasil pembangunan telah membuka kesempatan bagi para wanita untuk memperoleh pekerjaan diluar rumah. c. Lokasi tempat bekerja yang jauh dari tempat pemukiman dan berbagai hambatan transportasi tidak memungkinkan pulang kerumah untuk makan. d. Pada masa lalu bila seseorang mengadakan perhelatan, penyediaan makanan kebiasaan dilakukan secara tersebut sudah bergotong memudar, royong. mereka Namun sekarang sekarang lebih mengandalkan industri jasa boga. Di Indonesia, dengan semakin berkembangnya pembangunan dan pusatpusat industri, menuntut orang untuk bekerja lebih keras agar memperoleh penghasilan yang lebih banyak, bahkan wanitapun dituntut untuk bekerja. 6 Adanya fenomena seperti itu, membuat para pekerja tidak mempunyai waktu luang untuk menyiapkan makanan, sehingga mereka menyerahkan tanggung jawab tentang makanan kepada jasa boga. Hal tersebut yang mendorong berkembangnya industri jasa boga di kota-kota besar (Karyantina 2007). Pada tahap awal usaha jasa boga biasanya dimulai dari usaha rumah tangga yang menyediakan keperluan makanan dalam penyelenggaraan perayaan di tingkat RT atau RW, atau menyediakan makanan bagi sekelompok mahasiswa atau karyawan yang kost disekitar rumah. Dengan bertambahnya pelanggan, maka usaha jasa boga kemudian berkembang menjadi usaha yang dikelola secara profesional (Karyantina 2007). Pengetahuan Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut (Anonim 2007). Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya (Anonim 2007): Pendidikan Pendidikan” adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Media Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. Keterpaparan informasi Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang 7 menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi sendiri mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, database . Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Sikap Sikap mencerminkan suka tidaknya seseorang terhadap kategori benda, orang atau situasi tertentu. Kerapkali sikap berasal dari pengalaman kita sendiri atau pengalaman orang lain yang dekat dengan kita. Sikap dapat membuat kita tertarik pada sejumlah hal atau membuat kita menjauhi hal tersebut. Kadangkadang sikap terbentuk berdasarkan pengalaman yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat dapat membentuk sikapnya tanpa memahami keseluruhan situasi. Masyarakat mungkin tidak ingin mengubah cara pengolahan makanan yang tradisional kendati cara tersebut terbukti tidak aman. Beberapa penjamah makanan mungkin tidak senang jika diajarkan cara bagaimana mengolah makanan secara higienis (Hartono 2006). Sikap gizi merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan untuk bertindak dalam pengolahan pangan jajanan yang memperhatikan kandungan gizi, serta keamanan pangan agar menghasilkan pangan jajanan yang aman. Sikap seseorang sangat menentukan bagaimana tindakan orang tersebut. Jika sikap seseorang terhadap suatu hal dapat diketahui, maka dapat diduga bentuk tindakan apa yang akan dilakukan oleh orang itu. Tidak tertutup kemungkinan bahwa tindakan yang dilaksanakan tidak sejalan dengan sikap yang telah diambilnya (Taryoto 1991). Praktek Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Praktek terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses 8 selanjutnya mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya ia akan melaksanakan dan mempraktekkan apa yang sudah diketahuinya (Notoatmodjo 2003). Hasil penelitian Fatima tahun 2002 tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penjamah makanan terhadap aspek keamanan pangan diusaha catering menunjukkan bahwa tindakkan keamanan pangan penjamah sebagian besar (63,2%) dalam kategori sedang. Praktek penjaja dalam penggunaan air cucian yang berulangkali, penggunaan peralatan yang kurang bersih, kontaminasi, penggunaan bahan tambahan non pangan, bahkan penggunaan air mentah untuk komponen bahan siap makan merupakan hal yang biasa bagi sebagian besar penjual makanan jajanan Hygiene dan Sanitasi Makanan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan (Prabu 2008). Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya (Prabu 2008) : 1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki 2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. 3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness). Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk 9 melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan / pemborosan makanan. Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu (Prabu 2008): Keadaan bahan makanan Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telur, makanan dalam kaleng, buah, dan lain sebagainya. Baham makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya. Cara penyimpanan bahan makanan Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan rumah sakit perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut: Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari 10 lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin. Proses pengolahan Pada proses / cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: a. Tempat pengolahan makanan Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi. b. Tenaga pengolah makanan / Penjamah Makanan Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadan sehat dan terampil. c. Cara pengolahan makanan Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice). Cara pengangkutan makanan yang telah masak Pengangkutan makan dari tempat pengolahan ke tempat penyajian atau penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 600C atau tetap dingin 40C. Cara penyimpanan makanan masak 11 Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C. Cara penyajian makanan masak Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya. Fasilitas Sanitasi Agar penjamah makanan bertindak positif dan menerapkan prinsip hygiene dan sanitasi makanan maka perlu didukung dengan adanya fasilitas sanitasi yang baik dan mencukupi diantaranya (Depkes RI 2003) : 1. Air Bersih a. Harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang berlaku. b. Jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia pada setiap tempat kegiatan. 2. Air Limbah a. Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemaran. b. Saluran air limbah dari dapur harus dilengkapi perangkap lemak 3. Toilet a. Letak tidak berhubungan langsung (terpisah) dengan dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu dan gudang makanan. b. Di dalam toilet harus tersedia jamban c. Toilet untuk wanita terpisah dengan toilet untuk pria d. Toilet untuk tenaga kerja terpisah dengan toilet untuk pengunjung e. Harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup f. Jamban harus dibuat dengan tipe leher angsa 4. Tempat Sampah a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat. 12 b. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan c. Tersedia pada setiap tempat / ruang yang memproduksi sampah d. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan atau restoran 5. Tempat Cuci Tangan a. Jumlah tempat cuci tangan untuk tamu disesuaikan dengan kapasitas tempat duduk. b. Tersedia tempat cuci tangan khusus karyawan. c. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu atau karyawan. d. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air yang mengalir. 6. Tempat mencuci Peralatan a. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. b. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas suhu 400 C-800 C dan iar dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm 2) c. Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah. d. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari tiga bak yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas. 7. Tempat Pencuci Bahan Makanan a. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. b. Bahan makanan dicuci dengan air mengalir atau air yang mengandung larutan Kalium Permanganat 0,02%. c. Tempat pencucian dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah. 8. Fasilitas Penyimpanan Pakaian (Locker) Karyawan a. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat. b. Jumlah locker disesuaikan dengan jumlah karyawan. c. Locker ditempatkan diruangan yang terpisah dengan dapur dan gudang. d. Locker untuk pria dan wanita dibuat terpisah. 13 9. Peralatan Pencegahan Masuknya Serangga dan Tikus a. Tempat penyimpanan air bersih harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya tikus dan serangga termasuk juga nyamuk Aedes aegypti serta Albopictos. b. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus. c. Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat sehingga tidak dapat dimasuki serangga. Mikroorganisme Menurut Fardiaz (1992), mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan atau kebusukan makanan adalah mikroorganisme yang dapat memecah komponen-komponen yang ada dalam makanan menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana sehingga menimbulkan perubahan cita rasa makanan tersebut. Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai indikator sanitasi dalam pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang umum terdapat di dalam kotoran manusia maupun hewan. Adanya mikroorganisme indikator didalam suatu makanan menunjukkan terjadinya cemaran kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik selama persiapan maupun pengolahannya. Penyakit akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi pangan, umumnya disebut dengan keracunan. Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan. Umumnya bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki (Info POM 2008). Keracunan pangan oleh bakteri dapat berupa intoksifikasi atau infeksi. Intoksifikasi disebabkan oleh adanya toksin bakteri yang terbentuk didalam makanan pada saat bakteri bermultiplikasi. Sedangkan keracunan pangan berupa infeksi, disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui 14 makanan yang terkontaminasi dan tubuh memberikan reaksi terhadap bakteri tersebut (Info POM 2008). Untuk mengetahui bahwa pangan sudah tercemar, dapat dilihat secara fisik dari tekstur makanan tersebut. Namun banyak makanan terutama yang sudah melewati suatu proses pengolahan, tetap mempunyai tekstur yang masih baik tetapi mengandung suatu cemaran seperti bakteri patogen, yang disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai. Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang / jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb) (Info POM 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya (Info POM 2008). Puckett (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah jenis makanan, pH, suhu, waktu, oksigen serta kelembaban (Aw). Mikroba lebih suka tumbuh terutama pada makanan kaya protein (seperti daging, susu, telur), bawang putih dan campuran minyak, sayuran kaleng, buah dan sayur yang tidak dicuci, serta makanan dengan kadar air tinggi. Mikroba paling suka lingkungan yang netral dengan pH 7,0 tetapi mampu tumbuh dalam makanan yang memiliki kisaran pH 4,6-9,0. Mikroba tumbuh paling cepat dalam makanan dengan suhu 16 0 C – 490C, pada suhu antara 50C – 600C mikroorganisme tumbuh subur dan berkembang biak dengan jumlah besar dalam waktu singkat. Untuk pertumbuhannya mikroba juga membutuhkan oksigen serta air. Forsythe dan Hayes (1998) menyatakan adanya substansi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Makanan mengandung berbagai zat gizi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, yang terjadi secara alami baik 15 dihasilkan oleh pertumbuhan mikroba itu sendiri atau ditambahkan dari luar. Zat penghambat yang terakumulasi dalam produk akibat pertumbuhan mikroba, misalnya asam. Sebagai contoh, Laktobasilus dapat memecah karbohidrat dan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan turunnya pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Bahan kimia dapat ditambahkan dengan sengaja pada makanan selama proses pengolahan untuk mengontrol pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan. Misalnya penambahan sorbat ke dalam roti adalah untuk mengontrol pertumbuhan jamur. Sedangkan sulphur dioksida digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam anggur, bir dan jus buah serta produk daging. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada makanan (Puckett 2004), seperti : -180C s/d 00C, merupakan suhu beku yang dapat menghentikan pertumbuhan bakteri, tetapi dapat memungkinkan beberapa bakteri untuk bertahan hidup 00C s/d 40C, merupakan suhu dingin yang dapat menyebabkan pertumbuhan beberapa bakteri penyebab pembusukan 40C s/d 160C, pada suhu ini bisa terjadi pertumbuhan bakteri penyebab keracunan makanan 160C s/d 490C, merupakan zona bahaya. Suhu pada zona ini memungkinkan pertumbuhan pesat bakteri dan produksi racun oleh beberapa bakteri 490C s/d 600C, pada suhu ini memungkinkan bakteri untuk tumbuh dan bartahan hidup 600C s/d 740C, merupakan warning temperature. Pada suhu ini bisa saja dicegah pertumbuhan bakteri, meskipun untuk beberapa jenis bakteri masih dapat bertahan hidup 740C s/d 1000C, suhu yang digunakan untuk pemasakan dan bisa mematikan bakteri. Waktu yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri menurun dengan meningkatnya suhu 16