BAB2 LANDASAN TEORI 2.1. Pemasaran Jasa 2.1.1. Defmisi

advertisement
BAB2
LANDASAN TEORI
2.1. Pemasaran Jasa
2.1.1. Defmisi Pemasaran
Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
manusia dan masyarakat (Kotler dan Keller, 2007).
Definisi pemasaran telah berkembang pesat sekali dari dulu sampai sekarang
yang dirumuskan sebagai berikut (Kertajaya, 2002):
a. Pemasaran adalah menghubungkan penjual dengan pembeli potensial.
b. Pemasaran adalah menjual barang, dan barang tersebut tidak kembali ke prang yang
menjualnya.
c. Pemasaran adalah memberikan sebuah standar kehidupan.
2.1.2. Defmisi Jasa
Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak
kepada pihak laiunya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat
pemilikan sesuatu. Produksinya dapat atau tidak dapat dipertalikan dengan suatu produk
fisik (Kotler dan Keller, 2007).
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Contohnya bengkel reparasi, kursus,
lembaga pendidikan, jasa
transportasi, dan lain-lain (Tjiptono, 2005).
telekomunikasi,
12
Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
sesuatu (Kotler & Keller, 2007).
Services are those separately identifiable, essentially intangible activities that
provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a product or
another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods.
However, when such use is required, there is no transfer of the title (permanent
ownership)
to these tangible goods.
Artinya Jasa
adalah
sesuatu yang
dapat
diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk menemui kebutuhan.
Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak (Stanton,
1981).
"Broad definition is one that defines services "include all economic activities
whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the
time it is produced, and provides added value in form (such as convenience,amusement,
timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first
purchaser". Artinya jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk
dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti
kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud (Valarie A Zeithaml dan
Mary Jo Bitner, 2000).
Lovelock, Patterson & Walker (2004) mengemukakan perspektif "service"
sebagai sebuah sistem. Dalam perspektif ini, setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah
sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasi jasa (service operations), di
13
mana masukan (input) diproses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan; dan (2)
14
penyampaian jasa (service delivery), di mana elemen-elemen produk jasa tersebut
dirakit, dirampungkan dan disampaikan kepada pelanggan.
Tjiptono & Chandra (2007) mendaftar beberapa beberapa defmisi berbeda untuk
istilah "service" Gasa). Definisi-definisi tersebut meliputi:
a. Sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan public, diorganisasikan oleh
pemerintah atau perusahaan swasta, contohnya jasa ambulans, bus, dan telepon.
b. Organisasi atau
perusahaan
melakukan sesuatu bagi
yang
menyediakan sesuatu kepada publik
atau
pemerintah, contohnya prison service, civil service,
diplomatic service, fire service, health service, secret service, security service dan
social service.
c.
Bisnis yang pekeJjaannya berupa melakukan sesuatu bagi pelanggan tetapi tidak
mengbasilkan barang.
PekeJjaan-pekeJjaan seperti itu
meliputi jasa
fmancial,
perbankan, dan asuransi.
Keanekaragaman makna dalam hal pemakaian istilah service juga dijumpai
dalam
literatur manajemen. Kendati demikian, secara garis besar
konsep "service" mangacu pada tiga lingkup defmisi
utama:
secara garis besar
industri, output
atau
penawaran, dan proses (Johns, 1999). Dalam konteks industri, istilah jasa digunakan
untuk menggambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti
transportasi, finansial, perdagangan rite!, personal services, kesehatan, pendidikan, dan
layanan publik.
2.1.2.1. Karakteristik Jasa
15
Berbagai riset dan literatur manajemen dan pemasaran jasa mengungkap bahwa
16
pada
strategi mengelola dan
dinamakan
paradigma
memasarkannya. Keempat karakteristik utama
IHIP:
Intangibility,
Heterogenity,
tersebut
Inseparability,
dan
Inperishability (Lovelock dan Gummesson, 2004).
a. Tak Berwujud (Intangibility}
Jasa berbeda dengan
barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat,
material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman,
proses, kineija (performance), atau usaha (Berry, 1980). Bila barang dapat dimiliki,
maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-ownership).
Walaupun sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung dengan produk fisik
(contohnya, sepeda motor, bus, kapal, dan pesawat dalam jasa transportasi), esensi
dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh pihak tertentu
kepada pihak laiunya.
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar, atau diraba sebelulm dibeli atau dikonsumsi. Konsep intangible ini sendiri
memiliki dua pengertian (Berry, 1980):
1. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasakan; dan
2. Sesuatu yang tidak mudah didefmisikan, dirumuskan atau dipahami secara
rohaniah.
Intangibility dapat pula dibedakan menjadi 3 dimensi (Laroche, Bergeron dan
Gautaland, 2001):
1. Physical intangibility (tingkat materialitas produk ataujasa tertentu);
2. Mental intangibility (tingkat kesulitan dalam mendefinisikan, memformulasikan
17
atau memeahami produk atau jasa tertentu secara jelas dan akurat); dan
18
3. Generality
(seberapa
general
dan
atau
spesiflk
seorang
konsumen
mempersiapkan produk, seperti aksesibilitas versus inaccessibility pada panca
indera, abstractness versus concretness, dan generality versus specificity).
b. Keanekarupaan (Heterogenity/Variability/Inconsistency)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standarized output,
artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada saiapa,
kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi. Sebagai contoh, dua orang yang datang
ke salon yang sama dan meminta model rambut yang sama tidak akan mendapatkan
basil yang 100% identik (kecuali kalau keduanya minta rambuitnya dibuat pelontos).
Pengalaman berlibur ke sebuah objek wisata tertentn (contohnya, Sydney Oprah
House dan Pantai Kuta) akan bervariasi antar kesempatan berbeda. Hal semacam ini
teljadi
karena
jasa
melibatkan
unsur manusia
dalam proses
produksi
dan
konsumsinya. Berbeda dengan mesin, orang biasanya tidak bisa diprediksi dan
cenderung tidak konsisteu dalam hal sikap dan perilakunya.
c. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability)
Jasa tidak dapata dipisahkan dari pemberi jasa itn, baik pemberi jasa itu
adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan pada rak-rak penjualan dan
dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan. Jasa memerlukan kehadiran pemberi
jasa.
Pembedahan memerlukan
kehadiran
dokter bedah
berikut
peralatannya;
pembuktian atas ketepatan catatan-catatan sebuah perusahaan menuntut kehadiran
suatu auditor.
Barang
biasanya
diproduksi
terlebih
dahulu,
kemudian
dijual,
baru
dikonsurnsi.
19
Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu baru kemudian
20
merupakan salah satu contohnya. Dokter gigi tidak dapat memproduksi jasanya
tanpa kehadiran pasien. Selain harir secara fisik dan mental, pasien bersangkutan
juga
berperan sebagai
menjawab
co-producer dalam
pertanyaan-pertanyaan
dokter
proses
dan
operasi
menjelaskan
jasa,
gejala
dengan
jalan
sakit
atau
kebutuhan spesiflknya.
Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam
pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi basil (outcome) dari jasa bersangkutan.
Dalam hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang
menyampaikanjasa (contact-personnel) merupakan unsur kritis.
d. Tidak Dapat Tahan Lama (Perisflability)
Perishability berarti jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak
dapat
disimpan untuk
pemakaian ulang
di waktu
datang, dijual
kembali, atau
dikembalikan (Edgett dan Parkinson, 1993; Zeithaml dan Bitner, 2003). Kursi
pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien
ditempat praktik dokter umum akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa
disimpan.
2.1.2.2. Klasifikasi Jasa
a. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Interaksi/Kontak Penyedia Jasa dikaitkan
dengan Tingkat lntensitas Karyawan
Apabila
dikaitkan
dengan
tingkat
intensitas
karyawan,
klasifikasi
berdasarkan tingkat interaksilkontak penyedia jasa dan pelanggan ini dapat diperinci
21
menjadi 4 tipe (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 1994):
22
2. Service shop
3. Mass service
4. Professional service
Pada Gambar 2.1, jasa dikategorikan
signifikan
mempengarubi
karakteristik
berdasarkan dua dimensi yang secara
proses
penyampaian
jasa.
Dimensi
vertikalnya adalab tingkat intensitas tenaga kerja, yang didefmisikan sebagai rasio
antara biaya tenaga kerja dengan biaya modal. Sedangkan
mengukur
variabel
tingkat interaksi dan customization pelanggan.
pemasaran
yang
menggambarkan
dimensi horizontal
Customization adalab
kemampuan
pelanggan
untuk
mempengarubi secara personal sifat jasa yang disampaikan. Interaksi yang minim
antara pelanggan
dan penyedia
jasa
te!jadi
manakala
jasa yang ditawarkan
cenderung lebih terstandarisasi ketimbang tercustomized. Sebagai contoh, jaringan
restaurant siap saji seperti Me Donald's dan KFC yang menunya sudab baku akan
membutuhkan tingkat interaksi yang relatif rendah antara pelanggan dan staff
layanan
pelanggan. Sebaliknya, seorang
dokter dan pasieunya perlu berinteraksi
secara intensif dalam tahap diaguosis dan penyembuhan agar dapat mencapai basil
yang memuaskan.
Keempat
kuadran
pada
Gambar
2.1
diberi
nama · sesuai
dengan
karakteristiknya berdasarkan dna dimensi relevan. Service factories menyediakan
jasa yang terstandarisasi dengan
investasi
modal tinggi, seperti halnya line-flow
manufacturing plants pada industri manufaktur. Service shops memungkinkan lebih
banyak servcice customization, tetapi investasi modalnya tinggi, sehingga mirip
23
intensif tenaga kerja, sedangkan dalam profesionnal services, para pelanggan akan
mendapatkan perhatian secara personal.
.. ..
,2
.. ""
'C'
@'
."..
.<=
"'
J"l!'
Service Factory
> Penerbangan
> Angkutan
>Hotel
> Resort dan Rekreasl
Mass Service
2
.E
'8:
>
g> ;= >
;=
>
>
Penjualan eceran
Penjualan grosir
Sekolah
Perbankan ritel
Rendah
Service Shop
> Rumah sakit
> Reparasi mobil
> Jasa reparasi lainnya
Professional Service
> Dokter
> Pengacara
>Akuntan
>Arsitek
Tlnggl
Tlngkat lnteraksi dan Customization
Gambar 2.1 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Tingkat Intensitas Tenaga Kerja dan
Tingkat lnteraksi & Customization
Sumber: Fitzsimmons & Fitzsimmons (1994)
b. Klasifikasi Jasa berdasarkan Sudut Pandang Konsumen
Jasa dapat pula diklasiflkasikan berdasarkan
sudut pandang konsumen
menjadi dua kategori utama (Fitzsimmons & Sullivan, 1982):
1. For consumer
(facilitating
services), yaitu jasa yang dimanfaatkan sebagai
sarana atau media untuk mencapai tujuan tertentu. Kategori
ini meliputi:
transportasi (pesawat terbang, kapal, bus, truk, kereta api, taksi, andong, dan
sepeda motor); komunikasi (TV, radio, telepon,jacsimile, dan Internet); finansial
(asuransi, pegadaian, pasar modal, anjak piutang, dan bank); akomodasi (seperti
hotel dan restoran); dan rekreasi (bioskop dan taman wisata).
2. To consumer (human services), yaitu jasa yang ditujukan kepada konsumen.
Kategori ini terbagi atas dua kelompok. Pertama, people processing, baik yang
24
X/Rontgen), maupun involuntary (seperti klinik diagnosis dan pengadilan anakanak
nakal).
Kedua,
people
changing
meliputi
yang
bersifat
voluntary
(contohnya perguruan tinggi dan tempat ibadah) dan involuntary (seperti rumah
sakit dan penjara).
c. Klasifikasi Berdasarkan Penerima Jasa dan Sifat Tindakan Jasa
Lovelock, Patterson &
Walker (2004) mengelompokkan proses Jasa
berdasarkan dua dimensi utama: penerima jasa dan sifat tindakan jasa. Gambar 2.2
menunjukkan empat tipe jasa berdasarkan kriteria tersebut:
1. People-Processing Services
Dalam tipe ini, tangible actions ditujukan pada tubuh manusia, contohnya
jasa transportasi, tukang pijat, salon kecantikan, dan operasi bedah. Pelanggan
harus hadir secara fisik, karena pelanggan menjadi bagian dari proses produksi
yang berlangsung secara simultan dengan proses konsumsi. Dalam konteks ini,
pelanggan harus mendatangi tempat jasa disediakan atau sebaliknya penyedia
jasa harus mendatangi lokasi pelanggan.
2. Possession-Processing Services
Tipe ini berkenaan dengan melakukan sesuatu atas produk fisik untuk
meningkatkan nilainya bagi pelanggan. Contohnya, reparasi kendaraan bermotor,
mengantarkan
kiriman
paket,
merawat
dan membersihkan
kantor,
dan
seterusnya. Dalam hal ini, objek kepemilikan yang membutuhkan pernrosesan
jasa harus ada, sementara pelanggan tidak harus hadir secara fisik dalam proses
penyampaian jasa.
20
3. Mental-Stimulus Processing Services
Tipe ini beruipa intangible actions yang ditujukan pada benak atau
pikiran orang, misalnya jasa siaran televisi, event olahragra, pentas musik, teater,
dan jasa pendidikan. Dalam kasus
ini, pelanggan harus hadir secara mental,
namun bisa berlokasi di fasilitas jasa spesifik maupun di lokasi jarak jauh yang
terhubung denganjaringan telekomunikasi.
4. Information Processing Services
Tipe ini berupa intangible actions yang ditujukan pada intangible assets
dan
terdiri
atas
pengumpulan,
interpretasi,
dan
pengiriman
data
untukmenciptakan nilai tambah, contohnya perbaukan, jasa konsultasi, akuntansi,
dan pendidikan. Keterlibatan pelanggan dalam produksi jasa semacam ini bisa
ditekan
hingga
telekomunikasi.
minimum,
misalnya
dengan
menggunakan
teknologi
21
Jasa dltujukan pada barang
dan benda flslk lalnnya:
Jasa dltujukan pada
tubuh manusla:
> Perawatan kesehatan
> Transportasi penumpang
.!!! >Salon kecantlkan
> Fitness centres
> Resaturant & bar
> Fisioterapi
-:«
,
> Jasa Pemakaman
c
.1'1
"
t
..
..,
c
Jasa ditujukan pada
plkiran manusla:
F
;m
en
> Transportasi/Angkutan Barang
> Perbaikan dan Perawatan Peralatan lndustrl
> Pergudangan & Penyimpanan
> Binatu
> DistribusiRite!
> Landscaping & Lawn-mowing
"
> Periklanan & Public Relations
>SenI & Hiburan
.!!! >Radio & TV
l!! > Konsultasi Manajemen
.s; > Pendidikan
> Jasa Jnformasl
> Psikoterapi
Jasa ditujukan pada
aset tak berwujud:
> Perbankan
>Jasa Bantuan Hukum
>Akuntansl
>Jasa Riset
>Asuransi
> Pemrosesan & Transmisi data
> Pemrograman Komputer
Manusia
Benda
Penerima Jasa
Gambar 2.2 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Penerima Jasa dan Sifat Tindakan Jasa
Sumber: Lovelock, Patterson & Walker (2004)
d. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Relasi Dengan Pelanggan
Gronroos (2000}, menggunakan sifat relasi dengan pelanggan sebagai dasar
pengelompokkanjasa ke dalam duajenis:
1. Continously rendered services
Continously rendered services bercirikan aliran interaksi terus-menerus
antara pelanggan dan penyedia jasa, contohnya jasa perbankan, jasa keamanan,
konsultan bisnis, dan sejenisnya.
2. Discrete transaction services
Discrete transaction services biasanya hanya
mencakup interaksi yang
sangat terbatas dan cenderung berlangsung singkat, seperti jasa salon kecantikan,
22
mutually exclusive, karena banyak di antaranya yang saling berkaitan dan babkan
overlap. Faktor terpenting yang perlu dipahami adalah jasa sangata bervariasi,
tergantung kriteria dan konteks klasifikasi yang digunakan.
2.1.3. Sifat-Sifat Khusus dari Pemasaran Jasa
Industri jasa sangat beraneka ragam bentuknya. Sektor pemerintah memberikan
jasa-jasa berupa pengad.ilan, penyediaan lapangan kerja, penempatan tenaga kerja,
rumah
sakit,
Iembaga-lebaga kredit,
angkatan bersenjata,
kepolisian, pemadam
kebakaran, kantor pos, badan pembuat undang-undang, sekolah-sekolah dan masih
banyak lagi. Sektor sosial swasta menyediakan jasa-jasa seperti museum (di indonesia,
umunmya museum dikelola oleh pihak pemerintah), yayasan amal, yayasan yatim piatu,
gereja, masjid, sekolah-sekolah (mulai dari taman kanak-kanak babkan kelompok
bermain sampai dengan perguruan tinggi), rumah sakit, dan alin-lain. Sebagian (cukup
besar) dari sektor bisnis menawarkan jasa-jasa penerbangan, bank, hotel, asuransi,
konsultansi, banutan hukum, pengobatan, hiburan, real estate, periklanan, penelitian,
usaha eceran, usaha grosiran, dan lain-lain.
2.1.3.1. Menyesuaikan Dengan Selera Konsumen
Gejala
Buyer's
market dimana pembeli berkuasa memperlihatkan suasana
pasaran jasa pada saat ini. Pengusaha penerbangan Garuda, Mandala, Pelita Air Services
berlomba meningkatkan servis terhadap penumpang, layanan cepat, diberi koran, rokok,
coklat, makan, serta pelayanan lainnya di atas pesawatnya. Dan masih banyak lagi cara
23
servisnya terhadap konsumen, dan terutama mereka harus memperhatikan apa selera
konsumen masa kini.
Kualitas Jasa
menyediakan jasa,
yang
ditawarkan tidak
menurut istilah
dapat
Richard Chase
dipisahkan dari
mutu
(1978) disebut "High
yang
Contact"
(kontak tinggi). Pada usaha jasa yang memakai banyak tenaga orang, harus diberikan
perhatian kbusus terhadap mutu peuampilan orang tersebut.
2.1.3.2. Keberhasilan Pemasaran Jasa Dipengaruhi Oleh Jumlah Pendapatan
Penduduk
Kenyataannya makin maju sebuah negara, makin banyak permintaan akan jasa.
Hal ini sehubungan dengan hierarki kebutuhan manusia mula-mula hanya mambutuhkan
terpenuhinya kebutuhan fisik, seperti makanan, minuman, pakaian, kemudian menginjak
kepada kebutuhan yang lebih abstrak, yaitu kebutuhan akan jasa. Ernest Engle juga
mengemukakan bahwa makin
tinggi
penghasilan sseseorang, maka
makin
banyak
persentase yang dibelanjakan untuk keperluan rekreasi dalam arti meningkat permintaan
akanjasa.
2.1.3.3. Pada Pemasaran Jasa Tidak Ada Pelaksanaan Fungsi Penyimpanan
Jasa diproduksi bersamaan dengan waktu konsumsi, jadsi tidak adsa jasa yang
tidak dapat disimpan. Jika tempat duduk dalam bus yang berangkat dari Bandung ke
Jakarta tidak terisi, maka berarti suatu kerugian bagi pengusaha bus. Tempat duduk yang
lowong tersebut tidak dapat dijual besok karena besok ada lagi kegiatan pemasaran baru.
24
2.1.3.4. Mutu Jasa Dipengaruhi Oleh Benda Berwujud (Perlengkapannya)
Jasa sifatnya tidak berwujud, karena itn kousumen akan memperhatikan benda
berwujud
yang
memberi
layanan
sebagai patokan terhadap knalitas jasa
yang
ditawarkan.
2.1.3.5. Saluran Distribusi Dalam Marketing Jasa Tidak Begitu Penting
Mengenai saluran distribusi dalam
marketing jasa tidak merupakan hal yang
penting karena pada umurnnya dalam marketing jasa perantara tidak eligunakan. Tetapi
ada tipe jasa tertentu dimana agen-agen, perantara-perantara dapat eligunakan; misalnya
dalam perdagangan saham obligasi, angkutan dan sebagainya melalui biro penyaluran.
2.1.3.6. Beberapa Problema Pemasaran Dan Harga Jasa
Kebutuhan terhadap pelayanan dokter-dokter spesialis sangat terasa eli daerah
kota
daripada eli pedesaan. Di kampung orang cukup
mengandalkan tenaga mantri
kesehatan atau dukun. Makin maju rakyat desa makin meningkat kebutuhaunya akan
pelayanan kesehatan, mereka mulai membutuhkan tenaga dokter umum dan spesialis.
Faktor tingkat penelidikan masyarakat juga mempunyai peranan penting. Misalnya bank
menawarkan jasa seperti tabungan masyarakat, tapi masyarakat sendiri belum mengerti
apa manfaatnya menabung, baik buat dirinya sendiri maupun manfaat untuk kepentingan
pembangunan.
25
2.2. Kualitas Jasa Pendidikan
2.2.1. Defmisi Kualitas
The American Society of Quality Control mendefinisikan kualitas (quality)
sebagai totalitas fitur
dan
karakterist:ik
produk atau jasa
yang
mempengaruhi
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau disiratkan. Ini benarbenar
merupakan definisi kualitas yang
beqmsat pada
pelanggan. Definisi ini
mengesankan bahwa satu perusahaan telah memberikan kualitas apabila produk dan
jasanya telah memenuhi atau melebihi keinginan, persyaratan, dan harapan pelanggan
(Kotler & Armstrong, 1999).
Mutu/Kualitas dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang
memuaskan dan
melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan (Sallis, 2006).
Kata 'kualitas' mengandung banyak definisi dan makua. Orang yang berbeda
akan
mengartikannya secara berlainan. Beberapa contoh
definisi yang
kerapkali
dijumpai antara lain (Tjiptono, 2005):
a. Kesesuaian dengan persyaratan/tuututan,
b. Kecocokan untuk pemakaian,
c. Perbaikan/penyempurnaan berkelanjutan,
d. Bebas dari kerusakan!cacat, Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan
set:iap saat,
e. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal,
f.
Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Kualitas merupakan topik yang hangat di dunia bisnis dan akademik. Namun
26
demikian, istilah tersebut memerlukan tanggapan secara hati-hati dan perlu mendapat
27
adalah kualitas barang danjasa yang dihasilkan. Produk danjasa yang berkualitas adalah
produk danjasa yang sesuai dengan apa yang diingiukan konsumennya. Oleh karena itu,
organisasi/perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui
kebutuhan dan keinginannya (Ariani, 2003).
Ada banyak sekali defmisi dan pengertian kualitas, yang sebenamya definisi atau
pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Berikut
beberapa pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain:
a. Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatuya (Juran, 1962).
b.
Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery,
reliability, maintainability, dan cost effictiveness (Crosby, 1979).
c.
Kualitas barns bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa
mendatang (Deming, 1982).
d. Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi
marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, di mana produk dan jasa
tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan
(Feigenbaum, 1991).
e.
Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang
menunjukkan nilai produk tersebut (Scherkenbach, 1991).
f. Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada
waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan (Elliot, 1993).
g.
Kualitas adalah suatu kondisi dinarnis yang berkaitan dengan produk, pelayanan,
28
orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan
29
h. Kualitas
adalah
keseluruhan ciri
dan
karakteristik produk
atau jasa
yang
kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas
maupnn tersamar. Istilah kebutuban diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum
dalam kontrak
maupnn criteria-kriteria yang harus didefmisikan terlebih dahulu
(Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 198402-1991)).
Kualitas
memerlukan suatu proses perbaikan
yang terus-menerus (continous
improvement process) yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi,
dan tujuan kinerja nasional. Konsep kualitas harus menyeluruh, baik produk maupun
prosesnya. Kualitas produk meliputi kualitas bahan baku danbarang jadi, sedangkan
kualitas proses meliputi kualitas segala sesuatu yang berhubungan dengan proses
produksi
perusahaan
manufaktur
dan proses penyediaan jasa atau pelayanan bagi
perusahaan jasa. Kualitas harus dibangun sejak awal, dari penerimaan input hingga
perusahaan
menghasilkan output bagi pelanggannya. Setiap tahapan dalam proses
produksi maupun proses penyediaan jasa atau pelayanan juga harus berorientasi pada
kualitas tersebut. Hal ini disebabkan setiap tahapan proses mempunyai pelanggan. Hal
ini berarti pelanggan suatu proses adalah proses selanjutnya, dan pemasok suatu proses
adalah proses sebelumnya (Ariani, 2003).
2.2.2. Perspektif Kualitas
Menurut Garvin (1988), perspektif kualitas bisa diklasifikasikan dalam lima
kelompok transcendental approach, product-based approach, user-based approach,
30
manufacturing-based approach, dan value-based approach. Kelima macam perspektif
31
inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diinterpretasikan secara berbeda oleh
masing-masing individu dalam konteks yang berlainan.
2.2.2.1. TranscendentalApproaclt
Dalam ancangan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu
yang bisa dirasakan atau diketahui, namun sukar didefinisikan, dirumuskan atau
dioperasionalisasiakan. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar
memahami kualitas melalni pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali
(repeated exposure). Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya
seni musik, seni drama, seni tari dan seni rupa. Orang awam kadangkala sulit memahami
kualitas sebuah lukisan, puisi, lagu atau film yang dipuji oleh para kritikus dan pengamat
seni. Demikian pula halnya, tidak sedikit pemirsa acara "Indonesian Jdof'
atau
"American Idof' yang kebingungan memahami criteria penilaian para juri terhadap
penampilan setiap kontestan. Dalam konteks organisasi pemasaran, perspektif ini sulit
digunakan
sebagai
produksi/operasi,
dan
dasar
manajemen
pelayanan.
Kendati
kualitas
nntuk
demikian,
memanfaatkan sejumlah kriteria transcendental dalam
fungsi
perencanaan,
organisasi pemasaran
bisa
komunikasi pemasarannya,
misalnya pesan-pesan ikla seperti "tempat berbelanja yang menyenangkan" (pusat
perbelanjaan), "elegan" (mobil), "kecantikan alami" (kosmetik), "kepribadian yang
menawan" (kursus kepribadian), "kelembutan dan kehalusan kulit" (sabnn mandi dan
body lotion), dan seterusnya.
32
2.2.2.2. Product-based Approacll
Ancangan ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlal1 beberapa unsur atau atribut yang dimiliki
produk. Contoh atribut spesifik untuk sebuail sepeda motor misahlya harga, konsumsi
BBM, kecepatan, ketersediaan fitur spesifik (contohnya rem cakram, kualpot racing, dan
lain-lain), ketersediaan pililian wama sepeda motor, dan seterusnya. Karena perspektif
ini sangat objektif, maka kelemallannya adalah tidak bisa menjelaskan perbedaan dalam
selera, kebutuhan, dan preferensi individual (atau ballkan segmen pasar tertentu).
2.2.2.3. Used-based Approacll
Ancangan ini didasdarkan pada pemikiran ballwa kualitas tergantung pada orang
yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk yang berkualitas paling
tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif dan demand-oriented ini juga menyatakan
ballwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-masing yang
berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalall sama dengan kepuasan
maksimum yang dirasakannya. Produk yang dinilai berkualitas baik oelh individu
tertentu belum tentu dinilai sanm oleh orang lain.
2.2.2.4. Manufacturing-based Approacll
Perspektif ini bersifat supply-based dan lebili berfokus pada praktik-praktik
33
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian
34
bisnis jasa, kualitas berdasarkan perspektif
ini cenderung bersifat operations-driven.
Ancangan semacarn ini menekankan penyesuaian spesiftkasi produksi dan operasi yang
disusun
secara
internal,
yang
sering
dipicu oleh keinginan
untuk meningkatkan
produktivitas dan menekan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar
yang
ditetapkan
perusahaan, bukan
konsumen
yang membeli
dan menggunakan
produk/jasa.
2.2.2.5. Value-based Approach
Ancangan ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price).
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai affordable excellence. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga
produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang peling bernilai.
Akan tetapi, yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (bestbuy).
2.2.3. Kualitas Pada lndustri Jasa
Banyak sekali perbedaan antara industri manufaktur dengan industri jasa yang
menurut
Gaspersz
(1997), karakteristik unik dari suatu industri jasa/pelayanan yang
sekaligus membedakaunya dari barang antara lain:
a. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output).
b. Pelayanan merupakan output varia bel, tidak standar.
c. Pelayanan tidak dapat disimpan dalarn persediaan, tetapi dapat dikonsumsi dalarn
35
produksi.
36
e. Pelanggan sekaligus merupakan input nbagi proses pelayanan yang diterimanya.
f.
Keterampilan personil "diserahkan" atau "diberikan" secara langsung kepada
pelanggan.
g. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal.
h. Membutnhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan
pelayanan.
1.
Perus3haan jasa pada umumnya bersifat padat karya.
j.
Fasilitas pelayanan berada dekat Iokasi pelanggan.
k. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif.
I.
Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.
m. Option penetapan harga Iebih rumit.
Pengukuran kualitas untuk produk fisik tidak sama dengan industri jasa.
Walaupun demikian, ada beberapa dimensi yang digunakan dalam mengukur kualitas
suatu industri jasa. Menurut Garvin (1996), dimensi kualitas pada industri jasa antara
lain sebagai berikut.
a. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima jasa dengan
pemberi jasa.
b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.
d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jas
atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan pemakai jasa.
e.
Tangibles, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus dapat
37
diukur atau dibuat standarnya.
38
f.
Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasaa
dalam memenuhijanji para penerimajasa.
g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan
penerimajasa.
h. Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan
setiap orang dalam pemsahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa.
i.
Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak atau pelanggan
atau penerima jasa.
J.
Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam
hubungan
personil.
2.2.4. Jasa Pendidikan
Dewasa ini jasa pendidikan memegang peranan vital dalam mengembangkan
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, akan tetapi minat dan perhatian pada
aspek knalitas jasa
pendidikan bisa dikatakan bam
berkembang dalam
satu dekade
terakhir. keberhasilan jasa pendidikan ditentukan dalam memberikan pelayanan yang
berknalitas
kepada
para
pengguna
jasa
pendidikan
tersebut
(siswa
atau
mahasiswa/peserta didik). Jasa pendidikan mempakan jasa yang bersifat kompleks
karena bersifat padat
karya dan padat modal. Artinya dibutuhkan banyak tenaga
kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena
membutuhkan infi:astmktur (peralatan) yang Iengkap dan harganya cuknp mahal
(ltttp:/lharisetiyanto.wordpress.com/2009/01/3l/pengertian-jasa-pendidikan!).
39
2.2.5. Kualitas Pendidikan Karakter
Karakter adalah motivasi batiniah untuk melakukan
yang benar, berapa pun
harga yang hams dibayar. Setiap orang di muka bumi ini memiliki kesempatan yang
setara untuk membangun karakternya dengan mengembangkan kualitas-kualitas seperti
kejujuran,
kesabaran,
berdasarkan
dan kesetiaan.
Bila
kita
mengambil
keputusan
sehari-hari
kualitas-kualitas ini, Anda akan memperoleh manfaat yang praktis dan
sekaligus kekal (International Association of Character Cities, 2006).
2.2.5.1. Kualitas Karakter lnisiatif
a. Definisi Kualitas Karakter lnisiatif
Inisiatif adalah mengenali dan melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa
hams disuruh melakukannya (Character Training Institute, 2006).
Kata
inisiatif
berasal
dari
bahasa
Perancis
initier, yang
berarti
"memperkenalkan", dan bahasa latin initiare, yang berarti "memulai". Kedua kata
ini akar katanya dari kata bahasa Latin inire, yang berarti "pergi". Inisiatif selalu
mencakup memulai sesuatu seperti perjalanan, tugas, bertemu orang bern untuk
pertama kali. Namun, inisiatif juga mencakup melihat segala sesuatu sampai pada
akhirnya. Memulai sesuatu tanpa menyelesaikannya bukanlah inisiatif. Meskipun
inisiatif sering meliputi ide yang bam, kegagalan mewujudkan ide itu sama saja tidak
berarti. Banyak orang memiliki ide dan niat yang baik, namun orang yang
berinisiatif akan melakukannya dan mengubalmya dari gagasan menjadi tindakan
(Character Training Institute, 2006).
40
b. Konsep Karakter Inisiatif
Inisiatif yang sesungguhnya mengandung empat bagian. Inisiatif:
1. Mengenali suatu kebutuhan
2. Memikul tangguug jawab
untuk
melakukan sesuatu sehubungan dengan
kebutuhan itu
3. Menetapkan suatu penyelesaian
4. Melakukan penyelesaian itu sampai akhir
Sayanguya inisiatif menjadi rusak hila salah satu dari keempat aspek ini
gaga!. Beberapa orang mengenali adanya kebutuhan, namun tidak mau memikul
tangguug jawab untuk memenuhinya. Ada yang mau memikul tangguug jawab,
namun tidak tahu harus memulai dari mana. Yanglain punya jalan keluar yang Juar
biasa, namun tidak melakukannya sampai selesai. Inisiatif melihat persoalan sejak
awal hingga akhir.
5 lndikator i willl''saya akan" Karakter Inisiatif (Cl1aracter Training
Institute, 2006):
1. Melakukan apa yang benar tanpa harus d.isuruh terlebih dahulu
2. Tidak menunda sampai besok apa yang dapat saya kerjakan hari ini
3. Menunjang keberhasilan seluruh tim
4. Menjad.i bagian dari penyelesaian masalah, bukannya bagian dari masalah
5. Mengupayakan cara-cara untuk menolong orang lain
41
2.2.5.2. Kualitas Karakter Tanggung Jawab
a. Definisi Kualitas Karakter Tanggung Jawab
Tanggung Jawab adalah memahami dan melakukan apa yang sepatutnya saya
Iakukan (Character Training Institute,2006).
Kata bahasa lnggris responsible (bertanggung jawab) berasal dari dua akar
kata bahasa Latin: responsum, yang berarti "suatu jawaban, balasan"; dan spondere,
yang
berarti
"berjanji".
Jadi,
konsep
di balik
pertanggungjawaban
adalah
memberikan tanggapan seperti yang telah dijanjikan. Pribadi yang bertanggung
jawab memperoleh kepercayaan dan dipercayakan memikul tanggung jawab yang
lebih besar, sewaktu mereka menepati janji.
Reputasi sebagai orang yang
bertanggung jawab ini sama pentingnya dengan sukses finansial bagi seorang
pengnsaha, atau prestasi akademis bagi seorang siswa atau guru (Character Training
Institute,2006).
b. Konsep Karakter Tanggung Jawab
Tanggung jawab tidak terbatas pada kata-kata tertentu yang dipakai untuk
menyampaikan suatu tugas. Konsepnya melampaui kata-kata yang kita ucapkan,
namun juga mencakup harapan yang terkandung di dalarnnya. Misalnya, bila disuruh
mengecat, orang yang bertanggung jawab juga memahami harapan terkait yang tidak
diucapkan, seperti menyiapkan kain lap, memasang papan "cat basah", merapikan
garis batas pengecatan, merapikan kembali ruangan sesudah selesai, dan hal-hal apa
saja yang berkaitan dengan tngas itu.
Karena tanggung jawab menuntut pengetahuan akan banyak harapan yang
42
tidak temcapkan, guru yang efektif menyadari bahwa tanggung jawab mengajar juga
43
menuntut baik motivasi untuk menepati janji maupun pengetabuan untuk memehami
apa yang dijanjikan seseorang sewaktu ia berkata "Aku akan mengecat kamar".
Menginginkan tanggung jawab
tanpa
mengetabui bagaimana menjadi
bertanggung jawab tentulah tidak bermanfaat, sama seperti orang yang tabu apa yang
mesti dia lakukan, namun menolak melakukaunya.
5 Indikator i wiUf'saya akan" Karakter Tanggung Jawab (Citaracter
Training Institute, 2006):
I. Menepati janji saya
2. Tidak berdalih
3. Melakukan semua pekerjaan saya sebaik-baiknya
4. Membereskan persoalan sewaktu saya berbuat salah
5. Memahami togas saya dan melakukaunya
2.2.5.3. Kualitas Karakter Pengendalian Diri (Penguasaan Diri)
a. Definisi Kualitas Karakter Pengendalian Diri
Pengendalian Diri adalah menolak keinginan saya sendiri dan melakukan apa
yang benar (Character Training Institute, 2006).
Kata bahasa Inggris self "diri" berasal dari akar kata bahasa Anglo-Sakson
seolf. Diri ini mengacu pada segala sesuatu yang merupakan bagian dari keberadaan
dan identitas seseorang. Diri meliputi tubuh
fisik, tindakan, pikiran, gagasan,
kehendak dan keputusan kita. Kata control "penguasaan" berasal dari frasa Latin
contra rotua berarti "berlawanan arab". Ini menunjukkan kemampuan dan kekuatan
44
untuk melawan aliran peristiwa. Mengendalikan berarti bergerak berlawanan dengan
45
dari kemampuannya meugarahkan kapalnya melawan angina. Dalam pengertian
yang sesnngguhnya, penguasaan diri adalah kemampuan nntuk berkata "Tidak" dan
kepada keinginan-keinginan yang sesuka hati (Character Training Institute, 2006).
b. Konsep Karakter Pengendalian Diri
Mengendalikan pikiran, tindakan, sikap dan perasaan adalah dasar pengendalian
diri. Orang barns menjaga keseimbangan yang sehat antara pikiran (gagasan),
kehendak (keputnsan) dan emosi (perasaan).
Ujian pengendalian diri yang sesnngguhnya tidak bersifat eksternal, melainkan
internal. Sewaktn berada dalam tekanan, penguasaan diri menolak nntuk frustasi.
Saat reputasi kita dipertanyakan, penguasaan menolak nntuk menjadi pahit dan
marah. Sewaktn disakiti, penguasaan diri segera "mendinginkan" suasana: dan
menolak nntuk membalas dendam.
Dalam setiap kesempatan, penguasaan diri menyadari bahwa ada cara yang !ebih
baik nntuk menangani suatn sitnasi daripada hanya mengandalkan pikiran atau
emosi. Penguasaan diri memungkinkan orang nntuk menolak cara-cara yang tidak
efektif dalam menghadapi keadaan dan untuk memilih tindakan yang lebih positif.
5 lndikator i willl''saya akan" Karakter Pengendalian Diri (Character
Training Institute, 2006):
1. Tidak bertindak sesuka hati
2. Tidak menyamakan keingiuan dengan hak
3. Menetapkan batasan bagi diri saya sendiri
4. Melihat kemarahan sebagai tanda adanya sesuatn yang tidak heres
46
5. Menjauhi hal-hal yang tidak benar
47
2.2.5.4. Kualitas Karakter Penuh Perhatian
a. Definisi Kualitas Karakter Penuh Perhatian
Penuh Perhatian adalah menunjukkan penghargaan pada seseorang dengan
jalan memberikan perhatian penuh pada apa yang dikatakaunya (Character Training
Institute, 2006).
Kata memperhatikan (bahasa Inggris: attentive) berasal dari bahasa Latin ad
tendo, yang artinya "merentangkan". Seperti seekor kuda yang mengarahkan daun
telinganya atau seekor burung yang mencondongkan kepalanya untuk mendengarkan
sesuatu. Seorang anak mengarahkan perhatiaunya dengan menghadapkan wajalmya
pada pembicara. Sikap penuh perhatian merupakan usaha yang dilakukan secara
sadar dan melibatkan seluruh organ tubuh, untuk dapat memperhatikan secara
sempurna (Character Training Institute, 2006).
b. Konsep Karakter Penuh Perhatian
Sikap penuh perhatian serupa dengan serupa dengan kesiagaan, konsentrasi,
dan bertindak bijaksana. Namun
ada baiknya kita
pelajari perbedaan antara
ketiganya serta bagaimana ketiganya saling menyeimbangkan.
1. Kesiagaan adalah senantiasa waspada terhadap keadaan sekeliling. Jika seorang
pejalan kaki
memberi
perhatian
penuh
pada
tanda
penyeberangan saat
menyeberang, namun tidak waspada terhadap Ialu Iintas yang Iewat, ia akan
memperoleh bencana.
2. Konsentrasi adalah
menggunakan semua
panca
indra
untuk
memperoleh
sebanyak mungkin informasi. Jika dengan satu indra saja seseorang tidak dapat
48
memperoleh cukup
informasi, ia akan
bersikap penuh
perhatian dengan
49
3.
Bertindak bijaksana adalah menghindari kata-kata, tindakan serta sikap yang
dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Hal ini sangat penting untuk
mengenali orang-orang yang perlu diperhatikan maupun yang tidak seharusnya
diberi perhatian.
Sikap penuh perhatian menyatakan konsentrasi melalui panca indra kita
(pengelihatan, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan pendengaran) dan merupakan
"kunci"
untuk mengumpulkan informasi. Hal
ini juga
berhubungan dengan
keseriusan pikiran saat menganalisis informasi yang diterima melalui indra-indra
tersebut. Mendengarkan permintaan guru, pengarahan dari atasan, melakukan dalam
pekeljaan, sekolah, maupun kehidupan sehari-hari, semua melibatkan sikap penuh
perhatian.
Sikap penuh perhatian juga
berarti menanggapi ucapan-ucapan orang lain
dengan cara menunjukkan penghargaan terhadap pribadinya. Hal
ini
meliputi
bertanya dan bersikap benar-benar tertarik. Sikap penuh perhatian adalah dasar untuk
menunjukkan kepekaan kepada orang lain
5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Penuh Perhatian (Citaracter
Training Institute, 2006):
1. Menatap orang yang sedang berbicara pada saya
2. Bertanya jika saya tidak mengerti
3. Duduk maupun berdiri dengan tegak
4.
Tidak berusaha mencari perhatian bagi diri saya sendiri
5. Tidak memalingkan mata, telinga, tangan, kaki, dan mulut saya jika sedang
50
memperhatikan seseorang
51
2.2.5.5. Kualitas Karakter Kejujuran
a. Defmisi Kualitas Karakter Kejujuran
Kejujuran adalah memperoleh kepercayaan dengan
melaporkan fakta yang
benar (Character Training Institute, 2006).
Kejujuran (trnthfolness) diambil dari kata Inggris kuno, "treowe" sehingga
lahir kata "trne" (benar), "trnsf' (percaya), "trnce" (setujulsepakat) dan "throth"
(adil). Kata "trnthfolness" (kejujuran) itu sendiri diambil dari kata "treowth" yang
berartijelas (firm), pasti (solid) atau teguh (steadfast). Jujur adalah prinsip universal
dalam kehidupan yang tidak akan pemah berubah (Character Training Institute,
2006).
b. Konsep Karakter Kejujuran
Fakta-fakta yang ada dapat berubah, tetapi kebenaran tidak pemah berubah.
Contohnya, anak kadal
berwama hijau, tetapi ketika kadal bertumbuh menjadi
bunglon, kulitnya dapat berubah menjadi coklat Guga merupakan kebenaran). Fakta
mengenai sifat seekor bunglon adalah kulitnya dapat bembah-ubah sesuai dengan
lingkungan yang
ia tempati. Prinsip mengenai sifat
asli bunglon merupakan
kebenaran. Penjehnaan dari sifat asli tersebut merupakan fakta kebenaran.
Seorang pemimpin, hams
selalu
mengatakan kejujuran. Karena kejujuran
lebih dari sekedar kata-kata, maka sangat gampang menipu seseorang dengan tidak
berkata apa-apa, tanpa nada suara, ekspresi maupun bahasa tnbuh.
Keinginan untuk selah! mengatakan kebenaran adalah satu-satunya dasar
untuk berdiri teguh dalam kehidupan ini.
Mengubah standar-standar kejujuran
52
dengan trend-trend yang
berlaku
akan mengakibatkan ketidakstabilan dalam
53
5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Kejujuran (Character Training
Institltte, 2006):
1. Mengatakan yang sebenamya
2. Mendorong orang lain untuk mengatakan yang sebenamya
3. Tidak berlaku curang atau menipu
4. Mengakui setiap kesalahan yang saya lakukan
5. Tidak berusaha membuat hal yang salah menjadi benar
2.2.5.6. Kualitas Karakter Ketaatan
a. Definisi Kualitas Karakter Ketaatan
Ketaatan adalah dengan segera dan senang hati melaksanakan perintah dari
orang lain yang bertanggung jawab atas kita (Character Training Institute, 2006).
Ketaatan (bahasa Inggris : Obidience) berasal dari bahasa Latin ob dan audio
yang berarti "Mendengar". Ketaatan sangat bertentangan dengan "Kekerasan hati"
dimana seseorang menolak untuk mendengar atau menuruti perintah/arahan yang
diterimanya. Seseorang yang keras hati hanya mau mendengar dan melakukan apa
kata hatinya tanpa mau mendengar perintah/arahan atasaunya (Character Training
Institute, 2006).
b. Konsep Karakter Ketaatan
Atasan kita adalah orang yang bertanggung jawab atas diri kita. Seperti orang
tua bertanggung jawab atas anak-anaknya, guru atas murid-muridnya, direktur atas
karyawaunya, pemerintah atas warga negaranya atau pelatih atas timnya. Ketaatan
54
kepada atasan membawa perlindungan dengan berada di bawah kekuasaan dan
55
Ketidaktaatan biasanya tercermin dari sikap "Saya tidak barus mengikuti
perintah itn" atau "Bagaimana bisa dia memerintahkan hal seperti itn?" atau
"Kenapa saya barus melakukan perintah itn?" Ketaatan yang sejati adalah kerelaan
mengorbankan kesenangan
pribadi kita untnk memenubi perintah yang diberikan
kepada kita.
Ketaatan bukan hanya ditnnjukkan dengan mengerjakan serangkaian tngas
sulit. Mengerjakan tngas
dengan
keluban
merupakan
cerminan
ketidaktaatan,
meskipun keluban tersebut tidak diutarakan atau ditnnjukkan dengan suka hati
sewaktn mengerjakan tngas.
5 Indikator i willl''saya akan" Karakter Ketaatan (Citaracter Training
Institute, 2006):
l. Mematnlri perintah atasan dengan segera
2. Melakukaunya dengan senang bati
3. Melaksanakan dan menyelesaikan perintah tersebut
4. Tidak mengelub
5. Melakukan lebih dari yang diharapkan
2.2.5.7. Kualitas Karakter Disiplin
a. Defmisi Kualitas Karakter Disiplin
Disiplin adalah memperkenalkan remaja kepada peratnran dan konsekuensi
(Kosasih,
2008).
peraturan
kepada
Bedanya
anak-anak
peraturan
adalah
yang
cara
diterapkan
kepada
remaja
memperkenalkaunya. Remaja
dengan
barus
56
mendapat pengertian yang Iogis pada setiap peraturan yang dikenakan kepadanya
57
agar ia bersedia mematuhinya dan mendapatkan manfaat dari disiplin
yang
dipatuhinya.
b. Proses Disiplin ·
Proses disiplin adalah dengan menetapkan peraturan, membuat batasanbatasan, petunjuk
,menentukan
cara
kriteris
melakukan
keberhasilan
dengan
atau
benar
(kaitkan dengan
kegagalan,
ciptakan
waktu),
konsekuensi-
konsekuensi, pemberian 'hadiah', penyelesaian masalah (Kosasih, 2008).
I. Peraturan dan Tujuan
Peraturan yang
disosialisasikan dengan
harus
jelas
dipatuhi harus
sampai
anak
dimengerti dengan
mengerti tujuan
benar
dan
dari peraturan
tersebut. Anak perlu mendapat penjelasan yang logis mengapa harus dilakukan,
bagaimana
melakukannya,
kapan
melakukannya,
di
mana
ia
harus
melakukannya, dan kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan hasilnya.
2. Batasan Pelaksanaan
Beri batasan pada peraturan yang dibuat dengan petunjuk konkrit apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh. Batasan ini dapat ditambah dan dikurangi
sejalan dengan kemampuan remaja untuk
memmjukkan tanggung jawab
atas
tindakannya.
3. Cara Melakukan
Petunjuk praktis
bagaimana menaati
peraturan dengan
melakukan
melakukan agar berhasil mengikuti peraturan dan berhasil mencapai tujuannya.
4. Kriteria Keberhasilan
58
Kriteria keberhasilan harus diberikan untuk menjadi panduan mengukur
44
5. Konsekuensi-konsekuensi
Akibat atau basil perbuatan yang akan meteka terima hila mereka
melakukan sesuai
dengan
peraturan
atau
tidak
Pemberlakuan konsekuensi
dilandasi
kesabaran,
sesuar dengan
peraturan.
iman,
dan
kasih,
tega
(empowered by faith not by foar or anger).
6. Hadiah (Virtues Within)
'Hadiah' yang berupa pengakuan positif ini bukan berupa pujian pada
prestasi atau penampilan yang baik tetapi merupakan
keberadaan diri anak yang
tampil pada kualitas dirinya. Hadiah ini membantu remaja mengenali identitas
diri yang positif.
7. Evaluasi dan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dihasilkan lewat diskusi, adakan kesepakatan yang
sesuai dengan peraturan. Beri kesempatan dengan batas waktu.Konsekuensi yang
diberlakukann
harus
jelas
dan
terbatas
luas
lingkupnya
· dan
waktu
pemberlakuannya.
2.2.5.8. Kualitas Karakter Tahu Berterima Kasih
a. Definisi Kualitas Karakter Tahu Berterima Kasih
Tahu Berterima Kasih adalah Menyatakan kepada
perkataan dan tindakan betapa berjasanya
orang lain melalui
mereka bagi hidup saya (Character
Training Institute, 2006).
Sikap berterimakasih (bahasa Inggris: Gratefulness) berasal dari bahasa Latin
gratus, yang artinya bebas; siap; sigap; bersedia; tidak menunda. Seseorang yang
45
berjasa bagi kehidupannya. Seseorang yang berterima kasih mempunyai kebebasan,
siap, sigap, bersedia, dan tidak menunda-nunda untuk secara terbuka menunjukkan
penghargaan kepada mereka yang layak menerimanya (Character Training Institute,
2006).
b. Konsep Karakter Tahu Berterima Kasih
Berterima kasih tidak bergantung pada keadaan seseorang, namun merupakan
keputusan hati.
Seseorang yang
berterima kasih
memandang jauh
ke
depan
melampaui kondisinya dan memusatkan diri pada pelajaran apa yang dapat diperoleh
dalam tiap situasi.
Bagian dari sikap berterima kasih adalah menyadari bahwa segala sesuatu
yang dimiliki seseorang merupakan sumbangan dari orang lain. Lebih lanjut, sikap
ini senantiasa berupaya menghormati mereka yang
bertanggung jawab
atas
keberhasilan orang itu. Sikap ini bukanlah usaha "membayar kembali" kepada orang
lain atas apa yang telah mereka lakukan, namun untuk menunjukkan penghargaan.
Banyak orang merasa berterima kasih atas segala yang mereka terima, namun tidak
pernah menyatakan penghargaan mereka. Sebaliknya, orang yang sungguh-sungguh
berterima kasih
dengan
menyadari sumbangsih orang lain dan melakukan tindakan nyata
menunjukkan penghargaannya. Berterima kasih
bukanlah suatu
kondisi
berpikir yang pasif, namun suatu ekspresi aktif.
Kita semua memperoleh sumbangan waktu, tenaga, dan sumber daya yang
tak
terhitung banyaknya dari
masyarakat,
dan
banyak
lagi,
orang
lain.
Orang
tua, guru, ternan,
semuanya merupakan bagian
tetangga,
penting
bagi
46
perkembangan diri tiap individu.
47
5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Tabu Berterima Kasih
(Character Training Institute, 2006):
1. Menunjukkan pada orang tua dan guru bahwa saya menghargai mereka
2. Menuliskan pesan-pesan "Terima Kasih"
3. Menjaga barang-barang saya dengan baik
4. Merasa puas dengan apa yang saya miliki
5. Menghitung kebaikan-kebaikan yang saya terima
2.2.5.9. Kualitas Karakter Peduli
a. Definisi Kualitas Karakter Peduli
Peduli adalah melakukan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang
mendalam (International Association of Character Cities, 2006).
b. Konsep Karakter Kepedulian
1. Menyadari kebutuhan satu
sama
lain
akan
kasih
dan
perhatian, serta
merencanakan sarana dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan itu
2. Mengenali kebutuhan satu sama lain akan penghormatan serta mendengarkan
ide-ide mereka dengan pikiran terbuka
3. Berusaha memahami pergumulan orang lain menurut sudut pandang dan
pengalaman orang itu sendiri
4. Bersedia menghentikan aktivitas yang dapat mengecewakan atau menyakiti satu
sama lain
c. Manfaat Kepedulian
48
1. Kesan yang baik
49
Orang yang dengan tekun mengusahakan kesejahteraan orang lain akan
menerima pengakuan dan
kesan
yang
baik
dari
mereka yang mengamati
tindakan-tindakannya yang tidak egois
2. Persahabatan
Keterlibatan di dalam kehidupan satu sama lain akan memperdalam taraf
keintiman dan persahabatan di antara kedua pihak
5 lndikator i willf'saya akan" Karakter Peduli (International Association
of Cllaracter Cities, 2006):
1. Berhenti agar bisa menolong
2. Mendengarkan saat orang lain ingin berbicara
3. Memberikan kemampuan yang saya miliki untuk menolong mereka yang
memerlukan
4. Mencari pemecahan yang berdampak langgeng
5. Menghibur orang lain tanpa mempertimbangkan ras, jenis kelamin, agama, umur,
atau kebangsaannya
2.2.5.10. Kualitas Karakter Kerajinan
a. Definisi Kualitas Karakter Kerajinan
Kerajinan adalah menggunakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan tugas
yang dipercayakan dengan segenap hati (International
Cities, 2006).
b. Konsep Karakter Kerajinan
Association of Character
50
1. Menginvestasikan waktu dan tenaga untuk menetapkan visi dan tujuan
48
2. Menolong menyusun rencana dan menetapkan prioritas bagi tugas mingguan
yang perlu diselesaikan
3. Menyusun jadwal harian agar waktun dapat digunakan sebijak mungkin
4. Berupaya sebaik mungkin menolong anggota keluarga menyelesaikan tanggung
jawab mereka sama seperti ketika kita menyelesaikan tanggung jawab kita
sendiri
c. Manfaat Kerajinan
1. Arah
Orang
yang
tekun
memiliki
visi bagi kehidupan
menggunakan setiap momen dan kesempatan
mereka;
mereka
yang tersedia untuk mencapai
tujuannya. Tidak seperti pemalas yang terus-menerus bingung mau melakukan
apa, orang yang tekun sanggup melihat jalan yang hendak ditempuhnya secara
jelas tanpa kebingungan
2. Kenaikan Jabatan
Orang yang tekun dalam mempraktikkan kecakapan dan talentanya tidak
akan kekurangan kesempatan dan posisi yang diharapkan
5 Indikator i willf'saya akan" Kerajinan (International Association of
Character Cities, 2006):
1. Menyelesaikan proyek saya
2. Melakukan pekeijaan dengan benar
3. Mematuhi petunjuk
4. Memusatkan perhatian pada pekerjaan saya
49
5. Tidak bermalas-malasan
50
2.2.5.11. Kualitas Karakter Hormat
a. Definisi Kualitas Karakter Hormat
Hormat adalah menghargai para pemimpin karena otoritas lebih tinggi yang
mereka miliki (International Association of Character Cities, 2006).
b. Konsep Karakter Hormat
I. Berbicara secara positif
tentang orang tua, majikan, pejabat pemerintah, dan
petugas penegak hukum
2.
Menunjukkan hormat
kepada otoritas dengan
berdiri
tegak,
menatap mata,
menyebutkan gelar mereka dengan semestinya, dan berperilaku santun
3.
Anak-anak menghargai orang tua dengan menelepon bila tidak bisa pulang pada
waktunya, meminta izin, menatap mata, serta tidak berbicara sekenanya atau
berdiri seenaknya
c. Manfaat Karakter Hormat
I. Hormat
Sikap penghormatan pada otoritas akan menarik perhatiannya. Ia akan
menaruh minat pada kehidupan si bawahan yang penuh hormat ini serta dengan
sukacita memberikan penghormatan, dan juga tanggung jawab tambahan pada
gilirannya
2. Pujian
Orang lain akan memperhatikan perilaku santun yang akan ditunjukkan
seseorang; orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi akan memuji orang ini di
depan orang lain.
51
5 Indikator i willf'saya akan"
Karakter
Hormat
(International
52
1. Bersikap penuh perhatian kepada para pemimpinku
2. Menunjukkan kesetiaan pada otoritas yang berada di atasku
3. Hanya menyatakan hal yang benar
4. Taat dengan penuh sukacita
5. Memberi tempat pada mereka yang lebih tua atau berkedudukan terhormat
2.3. Kepuasan Pelanggan
2.3.1. Def"misi Kepuasan Pelanggan
Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan suka atau
kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara persepsi atas kinerja produk
dengan
harapanya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan merupakan
fungsi kineJja yang dipersepsikan dengan harapan. Banyak perusahaan memfokuskan
pada kepuasaan tinggi karena para konsmnen yang kepuasannya hanya terbatas mudah
untuk berubah pikiran apabila mendapat tawaran yang lebih baik. Bagi konsmnen yang
mempunyai kepuasan tinggi lebih sukar untuk mengubah pikirannya. Dengan kepuasan
yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional terhadap merek tertentu bukan hanya
kesukaan! preferensi rasional.
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin "satis" (cukup baik,
memadai) dan "facio" (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai
"upaya pemenuhan sesuatu" atau
"membuat sesuatu memadai". Oxford Advanced
Leamer's Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai "the goodfoeling that
you have when you achieved something or when something that you wanted to happen
53
does happen"; "the act offoljilling a need or desire"; dan "an acceptable why of dealing
54
sederhana, namun begitu dikaitkan dengan konteks manajemen dan perilaku konsnmen,
istilah
ini menjadi begitu kompleks. Bahkan, Oliver
(1997) dalam bnkunya berjudul
"Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer" menyatakan bahwa semua
orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta mendefinisikaunya, kelihataunya
tak seorangpun tabu.
Dalam kajian literatur kepuasan pelanggan yang dilaknkan Giese dan Cote
(2000), mereka mengidentifikasi 20 definisi yang diacu dalam riset kepuasan pelanggan
selama periode waktu 30 tahun. Meskipun definisi-definisi tersebut bervariasi (bahkan
beberapa diantaranya saling tidak
konsisten satu
sama
Jain), kedua
pakar
dari
Washington State University ini menemnkan kesamaan dalam hal tiga komponen utama:
a. Kepuasan pelanggan merupakan respons (emosional atau kognitif);
b. Respons tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi, prodnk, pengalaman
konsumsi, dan seterusnya);
c. Respons teljadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan prodnk
ataujasa, berdasarkan pengalaman aknmulatif, dan lain-lain).
Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen: respons menyangkut
fokus tertentu yang ditentnkan pada waktu tertentu.
Berdasdarkan kajian
personal, Giese
literatur, data
wawancara kelompok, dan
dan Cote (2000) mengajnkan rerangka definisional untnk
wawancara
menyusun
definisi kepuasan pelanggan yang sifatnya spesifik untnk konteks tertentu. Rerangka
tersebtu bnkanlah defmisi generik
untnk
istilah kepuasan. Menurut mereka, defmisi
kepuasan tidak bisa Jepas dari chameleon effects, artinya interpretasi terhadap sebuah
definisi sangat bervariasi antar
individu dan antar
situasi. Di
dalam
55
rerangka
56
menjabarkan komponen-komponen spesifik yang diperlukan dalam merumuskan defmisi
keupasan, dan menguraikan proses menyusun defmisi
yang spesifik kontekstual dan
dapat dibandingkan antar studi atau riset. Berdasarkan kerangka definisional tersebut,
kepuasan pelanggan adalab:
a.
Rangkuman berbagai intensitas respons afektif. Tipe respons afektif dan tingkat
intensitas yang mungkin dialami pelanggan harus didefinisikan secara eksplisit oleh
peneliti, tergantung pada konteks penelitiarmya.
b. Dalam waktu penentuan spesifik dan durasi terbatas. Peneliti harus menentukan
waktu
penentuan
yang
paling
relevan dengan masalah penelitiarmya dan
mengidentifikasi kemungkinan durasi respous tersebut.
c. Yang ditujukan bagi aspek penting dalam pemerolehan dan atau konsumsi produk.
Peneliti harus
mengidentifikasi fokus riset
berdasarkan pertanayaan riset
atau
masalab manajerial yang dihadapi. Fokus ini bisa luas maupun sempit cakuparmya
dalam hal isu atau aktivitas pemerolehan atau konsumsi produk.
Rerangka definisional yang dikemukakan Giese
dan Cote (2000) ini sangat
bermanfaat sebagai pedoman atau panduan bagi para peneliti yang ingin melakukan
studi kepuasan pelanggan. Selama ini riset kepuasan pelanggan banyak dikritik dalam
hal minimnya standarisasi defmisi dan metodologi (Patterson dan Wilson, 1992), dan
ambiguitas serta ketidakjelasan konsep (Teas dan Palau, 1997).
57
2.3.1.1. Defmisi Ekspektasi Pelanggan
Ekspektasi pelanggan didefinisikan secara berbeda-beda oleh sejumlah peneliti.
Ekspektasi
Pra-Pembelian
l
Diskonfirmasi
, Ekspektasi
Persepsi Kinerja
Pumabeli
H l
v
Kepuasan j
J
Gambar 2.3 Model Diskonfirmasi Ekspektasi
Sumber: Teas & Palan (1997)
Dalam rangka model diskonf'mnasi ekspektasi (libat Gambar 2.3), Teas & Palau
(1997) mengidentifikasi setidaknya 7 macam konsep ekspektasi: predictive (Oliver,
1980); ideal (Tse & Wilton, 1988); equitable (Tse & Wilton; 1988); deserved (Leichty
& Churchill, 1979; Miller, 1977); experience-based norms (Woodruff, Cadotte &
Jenkins,
1983); desired (Bolfing & Woodruff, 1988); dan
minimum tolerable
expectations (Miller, 1977). Santos & Boote (2003) bahkan memaparkan 9 tipe
ekspektasi pelanggan yang disusun dalam hierarki ekspektasi (libat Gambar 2.4).
Kendati demikian, konsep ekspektasi yang
tampaknya masib
mendominasi aplikasi
model diskonfmnasi ekspektasi adalah predictive expectations. Berdasarkan model ini,
ekspektasi berfungsi sebagai standar perbandingan. Kinerja produk atau jasa pada
berbagai atribut atau dimensi relevan dibandingkan dengan ekspektasi. Perbandingan
tersebut akan
menghasilkan reaksi konsumen terhadap produk/jasa dalam
bentuk
keupasan atau persepsi kualitas. Sebagai gambaran, beberapa macam definisi ekspektasi
konsumen yang banyak dijumpai dalam literatur meliputi:
a. ''Probabilitas yang ditentukan pelanggan untuk terjadinya event positif dan negatif
58
bila konsumen menunjukkan perilakn tertentu" (Oliver, 1981).
59
b. ''Ekspektasi seorang tidak hanya mencakup probabilitas terjadinya basil (outcome)
tertentu, namunjuga evaluasi terhadap basil bersangk.utan" (Oliver, 1980).
c. ''Keyakinan konsumen bahwa sebuah produk memiliki atribut-atribut tertentu yang
diinginkan" (Erevelles & Leavitt, 1992).
d.
''Ekspektasi mencakup antisipasi terhadap seberapa baik sebuah
produk bakal
berkinerja pada sejumlah atribut-atribut penting" (Swan & Trawick, 1981).
e.
''Ekspektasi merupakan prediksi terhadap sifatlkarakteristik dan tingkat kinelja yang
bakal diterima pengguna produk" (Woodruff, Cadotte & Jenkins, 1983).
f.
''Keyakinan atau
prediksi terhadap kemungkinan atribut atau kinerja produk"
(Olshavsky & Spreng, 1989).
g.
''Keyakinan konsumen terhadap tingkat atribut yang
dimiliki sebuah produk"
(LaTour & Peat, 1977).
h. "Apa yang
diyakini pembeli individual akan
altematif penyedia jasa
didapatkannya menyangk.ut kinerja
berdasarkan pemrosesannya terhadap sumber-sumber
informasi yang tersedia" (Andreson & Chambers, 1985).
1.
''Kalkulasi probabilitas indifferen yang dilakukan konsumen yang menghasilkan
gambaran mengenai apa yang akan teljadi" (Liechty & Churchill, 1979).
j.
"Ekspektasi ideal adalah tingkat atribut sempurna atau utilitas maksimum" (Teas,
1993).
60
IdeaI
i
Positive
Disconfirmation
Normative (should)
Zone of
Tolerance
Desired (want)
.
Predicted (will)
Deserved
Negative
Disconfirmation
Minimum tolerable
(adequate)
Simple
Confirmation
Intolerable
------- _ J
.
Worst imaginable
Gambar 2.4 Hierarki Ekspektasi Pelanggan
Sumber: Santos & Boote (2003)
2.3.1.2. Defmisi Perceived Actual Performance
Dalam
literatur kepuasan pelanggan dan kualitas jasa, perceived peiformance
didefinisikan secara relatif seragam sebagai keyakinan mengenai jasa yang dialami
(beliefs about experienced service). Spreng, MacKenzie & Olshavsky (1996), misalnya,
mendefinisikannya sebagai "keyakinan menyangkut atribut produk, tingkat atribut, atau
basil". Oliver (1997) merumuskannya sebagai "persepsi terhadap jumlah atribut produk
atau jasa
dari
hasil
yang
diterima". Kendati demikian, pengukuran perceived
peiformance masih menjadi topik kontroversial. Sejumlah pakar berargumen bahwa
ukuran perceived peiformance rancu atau tumpang tindih dengan konstruk lainnya,
61
para
peneliti
dan manajer. Dalam berbagai model
kepuasan pelanggan, perceived
performance kadangkala ditempatkan sebagai anteseden diskonfumasi, kadangkala
sebagai anteseden langsung untuk kepuasan (lihat lagi Gambar 2.3).
Menurut Spreng (1999), konsep perceived peiformance bisa dipilah menjadi dua
macam. Pertama, perceptual
peiformance,
yakni
"the
evaluationless
cognitive
registering of the product attributes, level of attributes, or outcomes; these are beliefS,
which are the subjective probabilities that the aspect in question is associate with the
producf'. Defmisi ini mirip dengan definisi oliver (1997) dan Spreng, MacKenzie &
Olshavsky (1996). Kedua, evaluative peiformance, yaitu "an evaluative judgement of
product attributes or the product outcomes that is made by assessing the ability of the
product to meet one 's needs or desires". Hasil pengujian terhadap kedua ukuran
perceived performance ini menunjukkan bahwa evaluative performance merupakan
ukuran altematif untuk kepuasan atribut (Spreng, 1999). Secara umum, Spreng (1999)
merekomendasikan agar evaluative performance hanya
digunakan sebagai ukuran
kepuasan pada level atribut sedangkan perceptual peiformance digunakan berbarengan
dengan standar pembanding tertentu, seperti kineija ideal atau kinerja yang diinginkan
konsumen.
2.3.2. Model Kepuasan Pelanggan
Menurut
Schnaars
(1991),
pada
menciptakan para pelanggan yang puas.
dasamya
tujuan
sebuah bisnis
adalah
Sejalan dengan itu, berbagai upaya telah
dilakukan untuk menyusun rerangka teoretikal guna menjelasakan determinan, proses
62
pembentukan, dan konsekuensi kepuasan pelanggan (Yi, 1990). Secara garis besar, riset-
57
riset kepuasan pelanggan didasarkan pada tiga teori utama: contrast theory, assimilation
theory, dan assimilation-contrast theory (Chiou, 1999).
Contrast theory berasumsi bahwa
konsumen akan
membandingkan kineija
produk aktual dengan ekspektasi pra-pembelian. Apabila kinerja aktuallebih besar atau
sama dengan
ekspektasi, maka
pelanggan akan puas. Sebaliknya, jika kinerja aktual
lebih rendah dibandingkan ekspektasi, maka konsumen akan tidak puas.
Assimilation theory menyatakan bahwa evaluasi puma beli merupakan fungsi
positif dari ekspektasi konsumen pra-pembelian. Karena proses diskonfirmasi secara
psikologis tidak enak
dilakukan, konsumen cenderung secara perseptual mendistorsi
perbedaan antara ekspektasi dan kinerjanya ke arab ekspektasi awal. Dengan kata lain,
penyimpangan
dari
ekspektasinya
cenderung
akan
diterima
oleh
konsumen
bersangkutan.
Assimilation-contrast theory berpegangan bahwa
teijadinya efek
asimilasi
(assimilation effect) atau efek kontras (contrast effect) merupakan fungsi dari tingkat
kesenjangan
antara
kesenjangannya besar,
kinerja
yang
diharapkan
dan
konsumen akan memperbesar gap
kineija
akatual.
Apabila
tersebut, sehingga produk
dipersiapkan jauh lebih bagus/buruk dibandingkan kenyataannya (sebagaimana halnya
contrast theory). Namun, jika kesenjangaunya tidak terlampau besar, assimilation theory
yang berlaku. Dengan kata lain, jika rentang deviasi yang bisa diterima (acceptable
deviations) dilewati, maka
kesenjangan antara ekspektasi dan kineija akan
menjadi
signifikan dan disitulah efek kontras berlaku.
Di antara
berbagai macam variasi
teori yang ada, sejauh
ini paradigma
diskonfirmasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan dijadikan acuan
58
& Olshavsky, 1996; Tse
kepuasan/ketidakpuasan
& Wilton, 1988). Paradigma ini
purnabeli
ditentukan
oleh
evaluasi
menegasikan bahwa
konsumen
terhadap
perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding lainnya) dan persepsi
terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk. Secara skematis, paradigma
diskonfirmasi bisa diilustrasikan dalam Gambar 2.5.
> Pengalaman
> Rekomendasigethok tuiar
> Komunikasi pemasaran
> Pengetahuan atas merek-merek pesaing
Perceived
Ekspektasi
Performance
(E)
(P)
Proses
Perbandingan
Diskonfirmasl
Negatif
Konfirmasi
Diskonfirmasi
Positif
Gambar 2.5 Paradigma Diskonfirmasi
Sumber: Patterson (1993)
Dalam kaitannya dengan paradigma diskonfirmasi, sejauh ini rnasih terdapat
perdebatan mengenai karakteristik kepuasan: apakah kepuasan merupakan basil dari
simple confirmation (perceived performance sama dengan ekspektasi) ataukah basil dari
59
Oliver (1977) pertama kali mendefmisikan paradigma diskonfmnasi, ia menyatakan
bahwa konsumen akan puas hila persepsinya sesuai dengan ekspektasi (konfirmasi
tercapai). Hunt (1991) dan Patterson (1993) sepakat dengan perspektif ini.
Pendapat Jain dikemukakan Erevelles & Leavitt (1992), Santos & Boote (2003)
mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif purnabeli (lihat Gambar 2.6):
a. Delight
b. Kepuasan (Indiferen Positif)
c. Acceptance (Indiferen Negatif)
d. Ketidakpuasan
Ekspeektasl/
Persamaan
Cognition
Performance
SltuaslAfektlf
AP > EP
Diskonfirmasi Positif
Delight
AP>EP
Diskonflrmasi Positif
Kepuasan
AP=EP
Simple Confirmation
Delight/acceptance/
kepuasan/ketidakpuasan
AP<EP
Diskonflrmasl Negatlf
Acceptance
AP<EP
DiskonfirmasiNegatif
Ketidakpuasan
Positive
ZOI
Indifference
Negative
.......•..l. rJ!ff. r !'. ---······
Gambar 2.6 Empat Keadaan AfektifPurnabeli
Sumber: Santos & Boote {2003)
Catalan: AP =Perceived Actual Peiformance; EP =Expected Peiformance; ZOI =Zone of Difference.
Kepuasan dan acceptance berada eli dalam zone of indifference antara konfirmasi
dan diskonfirmasi.
Acceptance (indiferen negatif) bisa teljadi manakala kinerja produk/jasa yang
dipersepsikan pelangan berada di antara predicted expectation dan minimum tolerable
expectation, sedangkan kepuasan (indiferen positif) bisa teljadi apabila perceived
60
itu, kondisi afektif delight dan ketidakpuasan terjadi di luar zone of ind!fference. Delight
bakal terjadi jika perceived performance lebih besar daripada desired expectation,
sedangkan ketidakpuasan teijadi bila perceived performance di bawah tingkat minimum
tolerable expectation. Tabel 2.1 merangkum keterkaitan antara keempat keadaan afektif
dengan hierarki ekspektasi.
Tabel 2.1 Keadaan Afektif dan Hierarki Ekspektasi
Kondisi Afektif
Delight
Kepuasan
Acceptance
Ketidakpuasan
Def"misi Kondisi Afektif Dalam Hal BatasBatas Ekspektasinya
Di antara ideal dan desired
Di antara desired dan predicted
Di antara predicted dan minimum tolerable
Di antara minimum tolerable dan worst
ima inable
Zone of Indifference
Di luar
Didalam
Didalam
Di luar
Sumber: Santos & Boote (2003)
2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapametode yang bisa dipergunakan setiap pemsahaan untuk mengukur
dan
memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler, et a!. (2004)
mengidentiflkasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem keluhan
dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survei kepuasan pelanggan.
2.3.3.1. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap
organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya
guna
menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang
digunakan bisa bempa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang
61
langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus
bebas pulsa, websites, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode
ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan,
sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini bersifat pasif,
karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau
pendapat. Oleh karenanya, sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan melalui cara ini semata. Tidak semua pelanggan yang
tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok
dan tidak akan membeli produk atau menggunakan jasa perusabaan tersebut lagi.
Berbagai riset menunjukkan bahwa 25% dari total pembelian konsmnen diwarnai
ketidakpuasan, namun
kurang dari
5
%
pelanggan yag
tidak
puas
bersedia
melakukankomplain-kebanyakan eli antaranya langsung berganti pemasok (Kotler, et al.,
2004).
2.3.3.2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara
dengan
pura
memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalab
mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-
sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan
berinteraksi dengan staf
penyedia jasa
dan
pesaing. Mereka diminta
menggunakan produk/jasa perusahaan.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuantemuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing.
62
perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab
pertanyaan pelanggan dan menangani setap keluhan.
2.3.3.3. Lost Customer Analysis
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa
hal
itu terjadi dan supaya dapat
mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja
yang diperlukan, tetapi
pemantauan
customer loss rate juga penting, di mana peningkatan customer loss rate menunjukkan
kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggaunya. Hanya saja kesulitan penerapan
metode ini adalah
pacta mengidentifikasi dan
mengkontak mantan pelanggan yang
bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
2.3.3.4. Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar
riset
kepuasan pelanggan dilakukan dengan
menggunakan
metode survei (McNeal & Lamb, dikutip dalam Peterson & Wilson, 1992), baik survei
melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei,
perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan
juga memberikan kesan positif
bahwa
perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggaunya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya:
a. Directly Reprted Satisfaction
63
Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan
63
dilakukan Soderlund (2003) menunjukkan bahwa dua
ukuran kepuasan, yaitu
Current Customer Satisfaction (CCS) dan Anticipated Customer Satisfaction (ACS),
berkaitan erat dan tidak berbeda secara signifikan, meskipun CCS lebih bagus
dibandingkan ACS dalam menjelaskan minat berperilaku di masa datang.
b.
Derived Satisfaction
Setidaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama,
yaitu:
1. Tingkat harapan atau
ekspektasi pelanggan terhadap kineJja produk atau
pemsahaan pada atribut-atribut relevan, dan
2. Persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau pemsahaan bersangkutan
(perceived performance).
c. Problem Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang
mereka hadapi berkaitan dengan produk atau
jasa pemsahaan dan
saran-saran
perbaikan. Kemudian pemsahaan akan melakukan analisis konten (content analysis)
terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk mengidentiflkasi bidangbidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak !anjut segera.
d. Importance-Performance Analysis
Teknik ini dikemukakan pertama kali oleh Martilla & James (1977) dalam
artikel mereka "Importance-Performance Analysis" yang dipublikasikan di Journal
of Marketing. Dalam teknik ini,
responden
diminta untuk
menilai tingkat
kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kineija pemsahaan (perceived
performance) pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat
64
Performance Matrix. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam
mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik,
di mana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total.
Selain itn, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentn yang perlu
dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya. Kendati demikian,
batas
antara "tingkat kepentingan tinggi" dan "tingkat kepentingan rendah" serta
"tingkat kinerja tinggi" dan "tingkat kinerja rendah" relatif
arbitrary, tergantung
konteks riset bersangkutan (Martilla & James, 1977).
2.3.4. Pelanggan Dalam Jasa Pendidikan
Kita telah mendefinisikan institnsi pendidikan sebagai pemberi jasa. Jasa-jasa ini
meliputi pemberi beasiswa, penilaian dan bimbingan bagi para pelajar, para orang tua,
dan para sponsor mereka. Para pelanggan terdiri dari bermacam-macam golongan dan
perlu diidentifikasi. Jika tujuan mutulkualitas adalah memenuhi kebutnhan-kebutnhan
pelanggan, maka hal penting yang perlu diperjelas adalah kebutnhan dan keinginan siapa
yang hams dipenuhi?
Di tingkat inilah pentingnya membicarakan gagasan tentang 'pelanggan' dalam
konteks pendidikan. Pelanggan digunakan sebagai istilah untuk kedua bentuk istilah di
atas dan terpisahkan ke dalam beberapa jenis. 'Pelanggan utama' yaitn pelajar yang
secara langsung menerima jasa, 'pelanggan kedua' yaitu orang tua, gubemur atau
sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung secara individu maupun institnsi,
dan "pelanggan ketiga" yaitn pihak yang memiliki peran penting, meskipun tak
Iangsung, seperti pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Keragaman pelanggan
65
mereka pada
keinginan para
pelanggan
dan
mengembangkan mekanisme untuk
merespon mereka. Hal penting tmtuk didefmisikan secara jelas adalah sifat jasa yang
diberikan oleh institusi kepada pelangganya (Sallis, 2006).
Perbedaan juga perlu dibuat antara pelanggan eksternal dan internal dalam
institusi pendidikan. Ketiika fokus utama dari sekolah, perguman tinggi atau universitas
adalah pelanggan eksternalnya (pelajar, orang tua, dan lain-lain) penting untuk diingat
bahwa setiap
orang
yang
bekeJja
dalam
rnasing-masing institusi tersebut turut
memberikanjasa bagi para kolega mereka (pelanggan internal).
Pendidikan
(Nilai tambah yang diberikan
pada pelajar)
=
Jasa
Pelajar
=
Pelanggan atau Klien Ekstemal Utama
Orang tua/Kepala Daerah/
Sponsor
=
Pelanggan Eksternal Kedua
Pemerintah/Masyarakat/
Bursa Ke a
=
Pelanggan Eksternal Ketiga
Guru/Staf
=
Pelanggan lntemal
Gambar 2.7 Pelanggan Pendidikan
Sumber: Sallis (2006)
2.3.5. Kepuasan Orang Tua Pada Sekolah Tunas Bangsa Gunung Sahari
Berdasarkan Hasil konsultasi dan wawancara dengan Kadiv. Kerohanian, Staff
Kerohanian, Staff HRD, & beberapa orang tua murid Sekolah Tunas Bangsa yang
didapat dari pengalaman keluhan dan saran
dikaitkan dengan karakter terapan
yang pernah didengar dan dialarni
serta
yang diajarkan secara langsung di Sekolah Tunas
Bangsa selama kegiatan sharing values dan kegiatan belajar mengajar setiap hari, maka
67
2. Melakukan apa yang d.iminta dengan segera
3. Minta maaf jika berbuat salah
2.4. Brand Image Perusahaan
2.4.1. Defmisi Merek (Brand)
Konsep merek dan produk berbeda. Menurut Aaker dan Joachimstahler (2000)
produk meliputi karakteristik cakupan fungsi produk, atribut produk, kualitas atau nilainilai, kegunaan serta manfaat fungsional. Merek memiliki karakteristik yang lebih luas
daripada produk yaitu citra pengguna produk, country of origin, asosiasi perusahaan,
brand personality, simbol-simbol dan hubungan merek/pelanggan. Selain tu merek juga
dapat menghantarkan manfaat tambahan seperti
manfaat ekspresi diri pengguna dan
manfaat emosional.
Merek atau cap ialah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu
barang/jasa tertentu yang dapat
berupa kata-kata, gambar
atau kombinasi keduanya
(Alma, 2007).
Brand adalah ide, kata, desain gratis dan suaralbunyi yang mensimbolisasikan
produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk danjasa tersebut (Janita, 2005).
Brand dapat d.isebut "pelabelan". Brand dapat membantu penjualan. Brand
berkaitan dengan
d.iyakini tidak
kepercayaan konsumen terhadap suatu
saja
dapat
produk
memenuhi kebutuhan mereka, tetapi
dan layanan, yang
daat
memberikan
kepuasan yang lebih baik dan terjamin (Kennedy & Soemanagara, 2009).
Kotler dan Armstrong (1999) juga Keller (2001) berpendapat bahwa merek
68
adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya, yang
69
sekaligus sebagai diferensiasi produk. Sementara Keegan et al. (1995) berpendapat
bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang
mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan
tertentu. Definisi Keegan et a!. Lebih bersifat psikologis.
Dan Herman (2003) dari Herman Strategic Consulting menyatukan kedua
pandangan di atas dalam satu definisi menjadi:
"A brand is the anticipation of consumers feel, toward a spesijic benefit toward about to
be derived from an identified source (a product, a service, and so forth) often associated
with a standardized set of symbolic representations (name, logo, amblem, color, tagline,
image, etc)".
Berbagai defmisi merek eli atas menekankan bahwa merek erat kaitannya dengan
alam pikir manusia. Alam pikir manusia meliputi semua yang eksis dalam pikiran
konsumen terhadap merek
seperti perasaan, pengalaman, citra, persepsi, keyakinan,
sikap sehingga dapat dikatakan merek adalah sesuatu yang sifatnya immaterial. Merek
merubah atau mentransformasi hal yang sifatnya tangible menjadi sesuatu yang bernilai.
Proses transformasi ini sepenuhnya menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan
atau menghentikannya.
Merek menurut Rangkuti (2009) dapat dibagi dalam pengertian lainnya seperti:
a. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan
misalnya, pepsodent, BMW, Toyota, dan sebagainya.
b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali
namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus.
70
c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek
yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang
istimewa.
d. Copyright (Hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undangundang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau
karya seni.
Jadi merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature,
manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan
kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada snatu produk hendaknya tidak hanya
merupakan snatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:
a. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung
dalam suatu merek. Contohnya, BMW seri 7 merupakan merek mobil yang
dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual
mahal serta dipakai oleh para senior eksekutif perusahaan multinasional.
b. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut
menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Atribut "aman" dapat
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu mengganti berbagai
fungsi rem serta halon pelindung baik dari depan maupun dari samping kiri dan
71
kanan. Manfaat fungsional ini dapat juga diterjemahkan ke dalam manfaat emosional
72
Selaili itu atribut-atribut laili juga harus dapat diterjemahkan menjadi manfaat yang
dapat langsung dirasakan oleh konsumen.
c. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki
nilai tinggi
akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga
dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
d. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman
yang
terorganisasi dengan baik,
mamiliki cara kerja
yang efisien, dan
selalu
menghasilkan produk yang berknalitas tinggi.
e. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi
diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercennin
bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
f.
Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya
para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan
mereknya. Misalnya, untuk menggambarkan orang yang sukses selalu menggunakan
BMWseri7.
2.4.2. Manfaat Merek
Merek memberi banyak manfaat bagi
konsumen diantaranya membantu
73
konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk.
71
Konsueman lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk taupe
merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa.
Merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan manfaat
emosional
(Aaker
kemampuan fungsi
& Joachimstahler, 2000).
produk
Manfaat
fungsional
mengacu
yang ditatwarkan. Sedangkan manfaat emosional
pada
adalah
kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses
pembelian atau selama konsumsi.
Manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis
(Heggelson & Suphelen, 2004). Manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologi yang
akan diperoleh konsumen ketika ia menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut
akan mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen pada konsumen lain. Ketika
konsumenmenggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut
artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus karakteristik
merek itu sendiri. Manfaat yang diinginkan konsumen akan mempengaruhi pilihan
mereknya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Manfaat
Fungsional
Merek
Harga
Manfaat
Simbolis
Manfaat
Emosional
Pilihan
Konsumen
72
Merek bertumpu pada pemabaman psikologis konsumen. Bagaimana konsumen
berpikir dan bertindak. Carl Jung dalam karyanya menunjukkan babwa terdapat 4 fungsi
dari alam pikir yaitu pemikiran, perasaan, sensasi, dan intuisi. Pemasar dapat meletakkan
strategi mereknya berdasarkan 4 hal tersebut sebagai keunggulan (Temporal, 2002).
a. Pemikiran
rasionalitas dan logika.
Bagian "berpikir" dalam otak kita berhubungan dengan
Seringkali disebtu sebagai aktivitas otak kiri. Kegiatan rasional seperti analisa,
berhitung terjadi disini. Bagi sejumlab konsumen rasionalitas dan logika dapat
menjadi perayu yang kuat karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan pembelian.
b. Perasaan
Perasaan juga
merupakan
konsumen. Melalui iklan
alat
dan
yang
dapat
digunakan untuk
aktivitas promosi untuk
mempengaruhi
menstimulasi perasaan
konsumen. Perasaan diatur oleh otak kanan yang biasanya berhubungan dengan
emosi, rasa babagia, rasa taknt, marab atau sedih bahkan cinta.
c. Sensasi
Sensasi berkaitan erat
dengan sentuhan, rasa,
suara,
bau,
dan pengelihatan.
Semuanya merupakan fungsi otak kanan. Pemasar dapat menstimulasi sensasi ini
melalui aktivitas promosi seperti penyediaan tester.
d. Intuisi
Intuisi dapat dikatakan sebagai
penyimpangan dari rasionalitas dan logika dan
seringkali muncul sebagai tindakan impulsif.
73
Bagi pemasar, tantangan
dalam membangun merek yang kuat adalah dengan
memastikan bahwa konsumen mendapatkan pengalaman yang tepat dengan produk dan
jasa agar hasrat, pemikiran, perasaan, citra, keyakinan, persepsi, dan opini mereka
terhubung dengan merek.
2.4.3.Merek Sebagai Sebuah Perusahaan
Menurut Goodyear (1996), untuk memahami proses perkembangan suatu merek
diperlukan 6 tahap perkembangan, pada tahap ke-5 merek memiliki identitas sebagai
sebuah perusahaan.
Iklan merek pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih
bersifat interaktif, sehingga
pelanggan
dapat dengan mudah menghubungi merek.
Karena merek tersebut merupakan wakil perusahaan sehingga merek
semua direksi dan karyawan
memiliki
persepsi
=
perusahaan,
yang sama tentang merek yang
dimilikinya. Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah terintegrasi ke semua lini
kegiatan operasional, sehingganinformasi mengalir secara lancar baik dari manajemen
ke pelanggan maupun sebaliknya, dari pelanggan ke manajemen. Contohnya, Microsoft
software di mana pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui
internet dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya perusahaan dapat menginformasikan
produknya kepada pelanggan kapan saja.
2.4.4. Def"misi Merek & Persepsi (Brand Image)
Brand Image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori
74
konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut (Keller, 1993). Dapat juga diakatakan
75
subyektif dan emosi pribadinya. Oleh karena itu dalam konsep ini persepsi konsumen
menjadi lebih penting daripada keadaan sesungguhnya (Dobni & Zinkhan, 1990).
Brand image menurut Ferrinadewi (2008) terdiri dari 2 komponen yaitu brand
association atau
asosiasi merek
dan favorability, strength dan uniqueness of brand
association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan merek seperti digambarkan pada
Gambar2.9.
Brand Recognition
Jenis Asosiasi
Brand
Favorability
Asosiasi Brand
Kekuatan
Asoslasi Brand
Keunlkan
Asosiasi Brand
Gambar 2.9 Dimensi Brand Knowledge
Sumber:Ferrinadewi (2008)
Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk, manfaat
produk dan keseluruhan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Konsumen dapat
membuat asosiasi berdasarkan atribut yang berkaitan dengan produk misalkan harga dan
kemasan atau atribut yang berhubungan dengan produk misalkan warna, ukuran, desain,
dan fitu-fitur lain. Asosiasi juga dapat diciptakan berdasarkan manfaat produk misalkan
75
simbolik (Toyota kijang adalah kendaraan yang mencerminkan nasionalisme, membeli
kendaraan ini berarti
menjadi warga
negara yang
cinta
pada
negaranya), atau
berdasarkan rnanfaat experiential atau pengalaman (Toyota kijang merek
yang
mudah
digunakan, dirawat dan
awet
kendaraan
mesinnya, sehingga konsumen akan
merasakan kenyamanan dan keamanan).
Sikap positif lfavorability) dan keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 hal dalam
benak konsumen yaitu Ferrinadewi (2008):
a. Adanya keinginan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginaunya
b. Adanya keyakinan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginaunya
c. Keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan
dibandingkan merek laiunya.
Kekuatan asosiasi merek ditentukan dari pengalaman langsung dari konsumen
dengan merek, pesan-pesan yang sifatuya non-komersial maupun sifatuya komersial.
Pada
awalnya, asosiasi merek
konsumen pada
merek
terbentuk dari kombinasi antara kuantitas perhatian
dan ketika
kensumen menemukan relevansi juga konsistensi
antara konsep dirinya dengan merek.
Seringkali konsep ini menjadi lebih luas adanya store image, product image, dan
corporate image. Menurut Stem eta!., (2001) terdapat beberapa aspek yang membuat
brand image rnanjadi begitu bervariasi yaitu:
a. Dimana letak
citra/image artinya apakah citra tersebut berada
dalam
benak
konsumen atau memang pada objekuya.
b. Sifat alaminya artinya apakah citra tersebut mengacu pada proses, bentuk atau
76
sebuah transaksi.
77
c.
Jumlahnya artinya berapa banyak dimensi yang membentuk citra sebagai contoh,
brand image dan store image memiliki persamaan letak citranya artinya kedua
konsep ini mengacu pada letak citra ada pada obyeknya dan ada pada benak
konsumen, tetapi berbeda dengan corporate image karena letak citranya ada pada
objeknya sajs bukan dalam benak konsumen.
Sebuah biro riset (www.benchmarkreasearch.co.uk) berpendapat bahwa konsep
brand image tardapat 3 komponen penting yaitu brand association, brand values, &
brand positioning.
a. Brand Association
Meruipakan tindakan konsumen untuk
membuat asosiasi berdasarkan
pengetahuan mereka akan merek baik itu pengetahuan yang sifatnya faktual maupun
yang bersumber dari pengalaman dan emosi.
Menurut David
A.
Aaker
(1991), brand association
mencerminkan
pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan
kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis,
dan Jain-Jain.
Nilai mendasar sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan asosiasinya,
dengan kata lain merupakan makna merek tersebut bagi khalayak. Asosiasi-asosiasi
menjadi pijakan
dalam
keputusan-keputusan pembelian
dan loyalitas merek.
Menurut Simamora (2001), asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi perusahaan
dan para pelanggannya juga dapat digunakan untuk:
I. Membantu memproses I menyusun informasi
78
Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan akta dan
79
asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi elanggan dan bisa mempengaruhi
pengingatan kembali atas informasi ersebut, terutama saat mengambil keputusan.
Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi mengenai fakta-fakta.
2. Membedakan I memposisikan merek
Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk
membedakan dan memisahkan suatu merek dengan merek yang lain. Asosiasiasosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah
merek
sudah
dalam
kondisi yang
mapan (dalam kaitaunya dengan para
kompetitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertetu atau untuk
suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan kesulitan untuk menyerang.
3. Membangkitakan alasan untuk membeli
Banyak asosiasi merek, membutuhkan berbagai atribut produk atau
manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan
spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi ini
merupakan Iandasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa
asosiasi juga
mempengaruhi keputusan pembelian dengan
cara
memberikan
kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut.
4. Menciptakan sikap/perasaan positif
Beberapa asosiasi mampu merangasang suatu
akhirnya merembet ke
merek
yang
perasaan positif yang
bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu
menciptakan perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah
pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.
80
5. Memberikan landasan bagi perluasan
81
Suatu asosiasi bisa menghasilkan suatu landasan bagi suatu perusahaan
dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah
produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan
tersebut.
b. Brand Value
Adalah tindakan konsumen dalam
memilih merek. Seringkali tindakan
konsumen ini lebih karena persepsi mereka pada karakteristik merek dikaitkan
dengan nilai-nilai yang mereka yakini.
c. Brand Positioning
Merupakan persepsi konsumen akan
kualitas (keunggulan) merek yang
nantinya persepsi ini akan digunakan oleh konsumen dalam evaluasi altematif merek
yang akan dipilih.
2.4.5. Citra (Image) Terhadap Lembaga
Para konsumen membeli sesuatu, bukan hanya sekedar membutuhkan barang itu,
akan tetapi ada sesuatu yang lain yang diharapkannya. Sesuatu yang alin itu sesuai
dengan citra yang terbentuk dalam dirinya. Oleh sebab itu penting sekali organisasi
memberi informasi kepada publik agar
menyatakan bahwa "The
dapat membentuk citra
yang
baik.
Levitt
marketing imagination is the starting point of success in
marketing".
Istilah image inimulai popular sejak tahun 1950-a, yang dikemukakan dalam
berbagai konteks seperti image terhadap organisasi, image terhadap perusahaan, image
82
nasional, image terhadap merek atau brand image, image publik, self-image dan
83
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi image (Alma, 2007):
a. "An image is the sum of beliefS, ideas, and impressions that a person has of an
objecf' (Kotler, 1982). Image ia1ah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap
sesuatu.
b. "Image is the sum of beliefS ideas, and impressions that a person has of an agency or
of its program, facility or personel. It may be formally defmed as the mental
construct developed by an individual on the basis of a few selected impressions
among the flood of total impressions" (Crompton, 1986).
c. "Image is a set of beliefs that person s associate with. An image is acquired through
experience" (H"\ldd1eston, 1985).
d. "Image is an interpretation, a set of inference, and reactions, it is a symbol because
it is not the object it self, but refers to it and stands for it. In addition to the physical
reality of product, brand and organization, the image includes its meanings, the
beliefs, attitudes, and feelings that have come to be attached to it" (Levy, 1978).
.e. "Image is the impression, fteling, the conception which the public has of a company,
a conditionally created impression of an object, person or organization. Artinya
citra adalah
merupakan kesan,
impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada
publik mengenai perusahaan, mengenai suatu obyek, orang atau lembaga".
Citra ini tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra
ini adalah kesan yang dipero1eh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang
tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan
operasioualnya, yang mempunyai Iandasan utama pada segi layanan.
84
2.4.5.1. Mirror Image
Suatu perusahaan atau organisasi harus mampu melihat sendiri bagaimana image
yang mereka tampilkan dalam melayani publiknya. Lembaga harus dapat mengevaluasi
penampilan mereka apakah sudah maksimal dalam memberi layanan atau masih dapat
ditingkatkan lagi, ini disebut mirror image.
2.4.5.2. Multiple Image
Adakalanya anggota masyarakat memiliki berbagai image terhadap perusahaan,
misalnya ada yang sudah
merasa puas, bagus, dan ada yang merasa masih banyak
kekurangan dan perlu diperbaiki. Ada yang merasa puas untuk sebagian layanan, dan
tidak merasa puas dengan sektor layanan lain. Ini dinamakan multiple image.
2.4.5.3. Current Image
Bagaimana citra terhadap perusahaan pada ummnnya ini dinamakan current
image. Current image ini perlu diketahui oleh seluruh karyawan perusahaan, sehingga di
mana ada kemungkinan image umum ini dapat diperbaiki.
Jadi image ini dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami
oleh seseorang terhadap sesuatu, sehinggan akhirnya dipakai sebagai pertimbangan
untuk
mengambil keputusan, karena image dianggap mewakili totalitas pengetahuan
seseorang terhadap sesuatu. Lembaga pendidikan dan juga lembaga non-profit lainnya,
mencari dana yang diperlukan untuk menjalankan organisasi. Danaini diperoleh dari
orang-orang yang berhubungan dengan organisasi. Oleh sebab itu agar dana lebih mudah
85
mengalir, maka perlu dibentuk image yang baik terhadap organisasi. Masalah image ini
86
dengan apa yang dialami oleh orang lain. Disinilah perlunya organisasi hams setiap saat
memberi informasi yang diperlukan oleh publik.
Image terhadap suatu perguruan tinggi, terbentuk berdasarkanbanyak unsur yang
berkumpul dalam bentuk komponen. Komponen-komponen ini antara lain yang sudah
diteliti
ialah:
"Academic reputation, campus appearance, cost, personal attention,
location, distance from home,
graduate and professional school preparation, career
placement, social activities, program of study and size" (Huddleston, 1982).
Jadi
banyak komponen yang
akhirnya membentuk image, yaitu
reputasi
akademis atau mutu akademik dari suatu perguruan tinggi, penampilan kampus, biaya,
lokasi, jarak dari rumah tempat tinggal, kemungkinan karir masa depan, kegiatan sosial
dari lembaga dan sebagainya.
2.4.6. Brand Image dan Strategi Pemasaran
a.
Pemasar harus terlebih dahulu mendefinisikansecara jelas brand personality nya agar
sesuai
dengan kepribadian konsumeunya. Adanya kesesuaian ini menandakan
konsumen telah mengasosiasikan merek seperti pribadinya sendiri. Asosiasi yang
kuat ini akan mendorong terciptanya citra merek yang positif.
b.
Pemasar hams mengupayakan agar tercipta persepsi bahwa merek yang mereka
tawarkan sesuai dengan nilai-nilai diyakini oleh
konsumen dalam
keputusan
pembeliannya melalui strategi komunikasinya. Dalam iklan yang dipakai atau alat
komunikasi laiunya, Pemasar hams menekankan pada nilai konsumen yang mereka
utamakan sehingga tercipta asosiasi yang dekat.
87
c.
Pemasar dapat melakukan image analysis yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi bagaimana asosiasi konsumen terhadap merek Beberapa langkah yang
dapat dilakukan Pemasar dalam melakukan image analysis:
I. Mengidentifikasikan segala asosiasi yang mungkin telah dilakukan konsumen
dalam benak mereka. Konsumen dapat melakukan interview sederhana atau
dalam focus group tentang apa yang konsumen pikirkan tentang suatu produk.
Misalkan untuk merek Toyota, asosiasi konsumen adalah negara Jepang, mobil
berkualitas, harga teljangkau, berpengalaman.
2. Langkah kedua, manghitung seberapa kuat hubungan antara merek yang diteliti
dengan asosiasi konsumen. Misalkan konsumen diminta mengurutkan asosiasiasosiasi mereka terhadap Toyota mulai dari yang paling berhubungan hingga
tidak berhubungan dengan merek.
3. Selanjutuya, Pemasar hams menyimpulkan dari langkah kedua di atas menjadi
sebuah pemyataan yang mencitrakan merek secara psikologis.
2.5. Komunikasi Pemasaran Word of Mout/1
2.5.1. Defmisi Komunikasi Pemasaran Word of Mouth
Dalam masyarakat, model word of mouth sudah sejak lama digunakan misaluya
kita dengar ungkapan gethok tular (bahasa Jawa) yan gprinsipnya agar berita,
pemberitahuan, undangan, dan informasi lainnya disampaikan secara meluas dari mulut
ke mulut secara lisan. Dalam dunia bisns model word of mouth marketing merupakan
bagian dari upaya mengantarkan/menyampaikan pesan bisnis kepaada konsumen
88
khususnya target pasar agar mereka dapat mengetahui keunggulan produk di tengah
89
Word of Mouth (komunikasi gethok tular) menurut Tjiptono dan Chandra (2007)
merupakan pemyataan (secara personal maupun non-personal) yang disampaikan oleh
orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada pelanggan. Word of Mouth biasanya
lebih kredibel dan efektif, karena yang menyampaikannya adalah orang-orang yang
dapat dipercayai pelanggan, di antaranya para ahli, ternan, keluarga, rekan kerja, dan
publisitas media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai
referensi, karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belurn dibelinya
atau belum dirasakannya sendiri.
Word
of mouth adalah
tindakan konsumen memberikan informasi kepada
konsumen lain dari seseorang kepada orang lain (antarpribadi) nonkomersial baik merek,
prodnk, maupun jasa. Word of mouth marketing adalah upaya memberikan alasan agar
orang berbicara tentang merek,
produk
maupun jasa dan membuat berlangsungknya
pembicaraan itu lebih mudah. Word of mouth menjadi media yang paling kuat dalam
mengkomunikasikan produk atau jasa kepada dna atau lebih konsumen. Dalam word of
mouth, konsumenlah yang memutuskan tentang sesuatu yang sangat berharga untuk
dibicarakan. Perusahaan (CEO, marketer, usahawan dan selumh mitra intemallainnya)
hams bekeija keras untuk dapat memposisikan produk sdemikian mpa agar semua
konsumen merasa bal1wa produk itu berharga untuk didiskusikan dan kemudian mereka
merekomendasikan kepada orang lain.
Pelayanan pada
dasarnya bersifat
experiential
dan
lebih
sulit
mengevaluasinya sebelum teljadi transaksi pembelian. Karakteristik jasa (tidak
untuk
dapat
diraba, heterogen, dan tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dan konsumsi)
90
memaksa konsumen untuk lebih menempatkan kepercayaan pada pendapat orang lain
91
diterima ketika mengkonsumsi jasa pad umumnya terlihat lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pembelian barang-barang (Rust et a!., 1995; Wirtz & Chew, 2002), sehingga
konsumen lebih senang mengandalkan Word of Mouth untuk membuat keputusan
pembelian.
Word of Mouth tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan. Karena Word of Mouth
dilakukan oleh konsumen dengan sukarela atau tanpa mendapatkan imbalan. Berusaha
membnat-buat Word of Mouth sangat tidak etis dan dapat memberikan efek yang Iebih
buruk Iagi, usaha tersebut dapat merusak brand dan merusak reputasi perusahaan.
Minat
mengarahkan
mereferensi (Word
manajemen
of Mouth)
hubungan
merupakan
pelanggan
penilaian
untuk
tetap
yang
bersifat
mencapai
target
penjualaunya. Mengembangkan minat mereferensi maka perusahaan Iebih mempunyai
peluang
untuk
mengejar
dan
mengharapkan keuntungan
atas
hubungan
antara
perusahaan dengan konsumennya. Minat mereferensi (Word of Mouth) memainkan
peran
yang sangat penting
dalam meningkatkan kinerja perusahaan sebagaimana
menciptakan kepnasan pelanggan yang knat.
Dodds et a!. (199 I), menyatakan bahwa rekomendasi dari seseorang pada proses
pembelian
sangatlah penting karena dapat mempengaruhi seseorang untuk jadi atau
tidaknya proses pembellian. Komunikasi Word of Mouth mampunyai pengaruh yang
knat terhadap
perilaku pembelian, dan mempengaruhi penilaian jangka pendek atau
jangka panjang (Bone, 1995; Herr eta!., 1991).
Komunikasi
Word
of Mouth
adalah
keknatan
yang
sangat
knat
untuk
mempengaruhi keputusan pembelian di masa depan, klmsusnya ketika akan memilil1 jasa
92
dengan resiko tinggi (Sheth, Mithal & Newman,
1999). Gagasan dalam perilakn
93
pembentukan
sikap
dan perilaku
konsnmen
(Harrison-Walker,
200I).
Terdapat
penelitian yang mengungkapkan fakta bahwa Word of Mouth mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap pilihan konsnmen, terutama
sekali
pada
bidang jasa
dimana
pengalaman setelah pembelian masih kurang (East, Hammond, Lomax & Robinson,
2005). Keaveney (I995) dalam East et al. (2005), telah meneliti bahwa setengah dari
pengguna jasa adalah hasil dari Word of Mouth positif atau rekomendasi. Komunikasi
Word of Mouth berpengaruh positifterhadap keputusan pembelian telah dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Voyer (2000).
Indikator Word of Mouth berdasar dari penelitian Harrison-Walker (200I) dan
Brown (2005) yaitu:
a. Frekuensi komunikasi.
b. Kesenangan menceritakan pengalaman.
c. Meyakinkan orang lain.
d. Kesenangan merekomendasikan kepada orang lain
e. Kesenangan memberikan informasi kepada orang lain.
Pelanggan yang telah memiliki pengalaman unik tentang produk, jasa, dan merek
dari perusahaan tertentu ini, cenderung akan memasukkan produk, jasa, dan merek itu ke
dalam
daftar
agenda
percakapan.
Mereka
secara
mengungkapkannya kepada orang lain secara lisan (word
sadar
atau
tanpa
sadar
of mouth) dalam berbagai
kesempatan.
Produk (quality, branded, value) yang excellence dapat mendorong kuatnya
mutual dialogue, pass effect, knowledge diffusion, dan cause and effect (Hasan, 20I 0):
94
a. Mutual dialogue: Konsumen yang memiliki pengalaman unik tentang produk secara
95
dengannya. Proses perbincangan Jisan ini bukan suatu solidaritas melainkan sebagai
sebuah kebanggaan atas interaksi dan pengalaman yang pemah mereka alami tentang
produk.
b. Pass along effect: Konsumen umumnya suka menjawab, suka memperluas dialog
mereka, mereka juga memiliki kecenderungan ketika mendengar sebuah kata yang
baik, mereka cenderung mengklaim sebagai sebuah pengalamannya sendiri dengan
tekanan kata yang menarik. Pengalaman inilah kemudian sering menjadi efek yang
terns beijalan antarkonsumen dalam sepanjang kehidupan mereka.
c. Knowledge diffosion: Wor of mouth memiliki efek ganda, tidak hanya sebagai
penyebaran tawaran produk, tetapi juga sebagai media penyebaran pengetahuan
kepada orang lain. Terutama jika word of mouth ini jatuh pada konsumen atau orang
yang suka berperan sebagai teacher, advisor atau orang yang mempunyai rasa ingin
tahu yang kuat.
d. Cause and effect: Cara yang paling mudah untuk menciptakan efek yang beijenjang
dalam memprakarsai kegiatan pemasaran dalam memengaruhi perhatian konsumen
untuk terlibat dalam perbincangan produk.
2.5.2. Alasan memilih Word of Mout/1 Marketing
Beberapa alasan yangmembuat WoM dapat menjadi sumber informasi yang kuat
dalam mempengaruhi keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Hasan, 2010):
a.
WoM adalah sumber informasi yang independent dan jujur (ketika informasi datang
dsari seorang ternan itu lebih kredibel karena tidak ada association dari orang
96
dengan perusahaan atau produk).
87
b.
WoM
sangat kuat karena memberikan manfaat kepada yang bertanya dengan
pengalaman langsung tentang produk melalui pengalaman ternan dan kerabat.
Sebagai contoh, bayangkan bahwa seseorang ingin mengunjungi obyek wisata di
Bali. Sebelum
menginvestasikan waktu
dan
uang
ke
dalam perjalanan,
ia
mengumpulkan informasi dari ternan atau kenalan yang mengunjungi tempat-tempat
tersebut untuk mendapatkan gambaran obyek yang lebih realistis tentang apa yang
diharapkan dari tujuan.
c.
WoM
disesuaikan dengan orang-orang yang tertarik di dalamnya, seseorang tidak
akan bergabung dengan percakapan, kecuali mereka tertarik pada topik diskusi.
d. WoM menghasilkan media iklan informal.
e. WoM dapat mulai dari satu sumber tergantung bagaimana kekuatan influencer dan
jaringan sosial itu menyebar dengan cepat dan secara luas kepada orang lain.
f.
WoM tidak dibatasi oleh ruang atau kendala lainnya seperti ikatan sosial, waktu,
keluarga atau hambatan fisik
lainnya. Internet engurangi, bahkan melebihi batas-
batas komunikasi antara orang-orang (misalnya online chat room).
Hasil validasi riset Nielsen (di Amerika Serikat) terhadap perusahaan yang
menggunakan word of mouth marketing menyimpulkan bahwa kepercayaan konsumen
terbentuk dari rekomendasi konsumen lain
(keluarga, ternan, tetangga, dan
kerabat)
merupakan bentuk periklanan yang paling efektif bagi keputusan pembelian.
Dengan menggunakan lima variabel, riset tahun 2009 di Yogyakarta (Tabel 2.2)
menunjukkan bahwa rekomendasi sebuah produk lewat jaringan sosial konsumen (orang
yang pernah menggunakan produk ataujasa) terbukti bahwa word ofmouth merupakan
88
media periklanan yang peling terpercaya dan menduduki tingkat efektivitas yang paling
89
tinggi dibanding media lainnya dalam membentuk keputusan pembelian konsmnen
Indonesia.
Tabel2.2 Tingkat Kepercayaan dan Pembelian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Sumber Informasi
Rekomendasi konsmnen
Suratkabar
Opini konsmnen
Brand Websites
Televisi
Majalah
Radio
Brand Sponsor
Email
Iklan sebelmn film
Search Engine Ads
Online Banner Ads
Mobile Phone Ads
Pembelian
Tinl{kat Kepercayaan
Indonesia
AS
78%
79%
63%
61%
60%
65%
56%
56%
54%
49%
3%
49%
38%
34%
18%
26%
18%
67%
68%
Sumber: Nze/sen (2007), Hasan (2010)
Sukses dari mulut ke mulut, pemasar menyadari bahwa ini bukan tentang cara
mengontrol pesan, tetapi berusaha
untuk
memastikan bahwa pesan-pesan yang
disebarkan oleh sumber yang paling terpercaya adalah positif dan konsisten dengan apa
yang perusabaan katakan tentang dirinya sendiri.
Dengan 1900 unit analisis dalam model persamaan structural peran dominan
pengetahuan konsmnen, kualitas layanan, kepuasan, kepercayaan, dan word of mouth
dalam membangun niat pembelian (Tabel 2.3) secara statistik sangat signifikan (to >
2,33, p < 0,1). Strategi word of mouth terbukti sangat bermanfaat karena teridentifikasi
sebagai faktor yang kuat dalam pembelian industri jasa (industri keuangan, perhotelan,
89
Tabel2.3 Hasil Analisis Model Persamaan Struktural
Independent Variable
Indikator
Pengetahuan Pelanggan
Kualitas Pelayanan
Kep_uasan Pelanggan
Kepercayaan
Word of Mouth
Dependent Variable
Niat Membeli
R'
R
3
3
.80
.77
2
2
2
.93
.80
.98
.68
.63
.60
.74
.84
Sumber: Hasan (2010)
Temuan lain dalam segmen geografis, face to face WoM (63%), telepon (17%).
Ini menunjukkan bahwa perbincangan atau kecakapan lisan secaraface to face mengenai
produk atkan merek perusahaan memainkan peran yang sangat penting dalam WoM.
Kecuali itu, sebuah survey yang didanai oleh Priceline.com, dilakukan oleh Opinion
Research
Corporation International of Princeton, New
Jersey,
menemukan bahwa
pelanggan yang puas akan memberi tahu pengalaman-pengalaman mereka kepada orang
lain 6 orang (1996), II orang (1999), dan 12 orang lain (2000) ketika mereka puas
terhadap produk dan layanan perusahaan.
Statistik menunjukkan bahwa orang yang terlibat dalam WoM 3,5 milliar setiap
hari dan 2,5 milliar di antaranya adalah percakapan face to face, lainnya 630 juta
percakapan melalui telepon on/ tne.
Tingkat signif"Ikansi semakin tinggi ketika seorang konsumen berbicara positif
tentang suatu merek, marketer memperoleh dampak yang sangat kuat jauh melampaui
dampak iklan televisi yang boros itu, dan peningkatan kredibilitas melalui rekomendasi
WoM. Kecuali itu, pengaruh signifikan WoM marketing dalam (Hasan, 2010):
a. Peningkatan pendapatan dan pangsa pasar.
90
c. Peningkatan loyalitas pelanggan.
d. Peningkatan profitabilitas.
e. Peningkatan harga saham, nilai pemegang saham, dan nilai penjnalan.
f
Peningkatan kemampuan untuk memobi!isasi organisasi dan memfokuskan kegiatan.
g. Peningkatan kemampuan untuk memperluas kategori produk dan layanan barn.
h. Meningkatkan kemampuan untuk menarik dan mempertahaukan pegawai yang
berknalitas tinggi.
Hasil riset lain menunjukkan bahwa efek iklan secara lisan sangat luar biasa di
pasar masa kini, misalnya saja:
a. 95% konsumen kehilangan kepercayaan pada periklanan konvensional (Mckinsey &
Co.).
b. Lebih dari 90% pelanggan menyebutkan bahwa WoM sebagai sumber gagasan yang
terbaik tentang produk danjasa (Mckinsey & Co.).
c. 78% konsumen Jebih percaya kepada ternan ketika mereka ingin melakukan
pembelian (Nielsen).
d. 80% pelanggan percaya bahwa WoM sebagai sumber informasi yang Jebih baik dari
yang lain (Forrester).
e. 47% responden mencari gagasan Jebih percaya pada jejaring sosial
(social
networking).
f.
45% responden mencari tempat penjualan dan potongan harga produk dari jejaring
sosial.
g. 22% responden menyatakan akan membaca tinjauan ulang produk melalni blog.
Walaupun efek yang
dihasilkan WoM
91
sangat signifikan terhadap tingkat
92
pertimbangan penuh pada penggunaan WoM sebagai salah satu strategi marketing
mereka.
2.5.3. Filosofi Word of Mout/1 Marketing
Word of mouth marketing adalah sebuah percakapan yang di desain secara online
maupun offline memiliki multiple effect, non-hierarchi, horizontal dan
mutasional
(Hasan, 2010).
Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek aktual
dan orang-orang (rekomender) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat lain (offline)
untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau
antusiasme mereka tentang suatu produk.
Alasan yang begitu kuat dalam WoM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat
ditemukan dengan ratusan pesan lain
dalam folder konvensional perusahaan. Filosofi
dasar word of mouth marketing ini adalah (Hasan, 2010):
a. Keberlanjutan suara pelanggan, bukan suara perusahaan!owner/marketer.
b.
Alami, asli, proses jujur bukan buatan dan juga manipulasi.
c.
Konsumen mencari sumber informasi bukan perusahaan!owner!marketer.
d. Konsumen berbicara tentang produk, layanan, atau merek dan mereka telah memiliki
pengalaman.
2.5.4. Teknik Word of Moutll Marketing
Sejumlah teknik word of mouth marketing yang diarahkan untuk mendorong
orang berbicara satu sama lain tentang produk atau jasa adalah sebagai berikut (Hasan,
93
2010):
92
a.
Buzz Marketing: Menggunakan high profile berita untuk mendapatkan orang untuk
berbicara tentang merek.
b.
Viral Marketing: Menciptakan masukan pesan informatif yang dirancang untuk
dapat diteruskan dalam model eksponensial, melalni e-mail misalnya.
c.
Community Marketing: Pembentukan atau mendukung ceruk komunitas yang
mungkin untuk
kipas
klub,
berbagi kepentingan tentang merek
dan forum diskusi); providing alat,
(seperti kelompok pengguna,
konten, dan informasi untuk
dukungan komunitas tersebut
d.
Grassroots Marketing: Pengorganisasian dan memotivasi relawan untuk engage
pribadi atau jangkauan lokal.
e. Evangelist Marketing: Merekrut pendukung baru, advokasi, atau relawan yang
didorong untuk mengambil peran leadership dalam menyebarkan pesan secara aktif.
f. Influencer Marketing: Mengidentifikasi masyarakat dan pendapat kunci leaders yang
cenderung berbicara tentang produk dan memiliki kemampuan untuk influence
pendapat orang lain.
g. Street Marketing: Menjangkau dan berinteraksi dengan konsumen secara langstmgtatap muka di suatu tempat secara berkala.
h. Stealth - Undercover Marketing: Gerakan marketing di bawah ambang sadar,
misalnya menggunakan seorang aktor untuk menyebarkan pesan positif
dari satu
brand kepada publik.
i. Cause Marketing: Pendukung begitu - menyebabkan keuangan untuk mendapatkan
rasa hormat
dan support dari orang-orang yang merasa sangat tahu tentang
penyebabnya.
93
J. Product Seeding: Meletakkan yang benar produk ke tangan kanan di waktu yang
tepat, menyediakan informasi atau sampel untuk individu berpengaruh.
k. Conversation Creation: Menarik atau menyenangkan iklan, email, manangkap frase,
hiburan, atau promosi dirancang untuk memulai aktivitas mulut.
I. Brand Slogging: Menciptakan blog dan berpartisipasi dalam blogging, dalam
semangat terbuka, trans -orang tua komunikasi; berbagi informasi nilai.
m. Referral Programs: Membuat alat yang memungkinkan pelanggan puas melihat
ternan-ternan mereka.
2.6. Minat Penggunaan Jasa Vlang (Repurclzasing)
Keputusan pembelian dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda untuk setiap
individu. Faktor tersebut adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi kecil,
keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap, kepercayaan dan konsep diri. Keinginan
untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin membeli produk yang
dilihatuya (Howard & Shay, 1998). Proses membeli (buying process) akan melalui lima
tahapan, yaitu:
a. Pemenuhan kebutuhan (need),
b. Pemilihan kebutuhan (recognition),
c. Proses mencari barang (search),
d. Proses evaluasi (evaluation), dan
e. Pengambilan keputusan (decision).
Menurut Cobb-Walgren, Ruble, dan Donthu (1995) niat beli merupakan suatu .
pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian suatu produk
94
membeli biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti dorongan dan pertimbanganpertimbangan tertentu (Dodds, Monroe, dan Grewal, 1991).
Dodds, Monroe,
dan Grewal
(1991)
mengemukakan bahwa
niat
.beli
didefmisikan sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk berminat membeli suatu
produk tertentu yang dilihatuya. Menurut Dodds, Monroe, dan Grewal (1991), jika
seseorang menginginkan produk dan merasa tertarik
untuk memiliki produk tersebut
maka mereka berusaha untuk membeli produk tersebut, selain itu faktor yang lainnya
adalah rekomendasi dari pihak lain sangatlah penting karena dapat mempengaruhi
seseorang untuk
terjadinya proses pembelian. Minat
membeli merupakan dorongan
konsumen untuk
melakukan pembelian atau dorongan yang dimiliki oleh
seseorang
untuk melakukan pembelian ulang. Niat beli yang terdapat pada diri seseorang untuk
melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh sikap maupun variabellainnya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan ada variabel niat ini adalah:
a. Niat dianggap sebagai penangkap atau perantara faktor-faktor motivasional yang
mempunyai dampak pada suatu perilaku.
b. Niat menunjukkan seberapa kuat seseorang berani mencoba.
c. Niat juga menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk
dilakukan.
d. Niat adalah yang paling dekat berhubungan dengan perilaku selanjutnya.
Pelanggan yang berkomitmen memiliki keterkaitan emosional terhadap merek
atau perusahaan yang ditujunya. Pada umnrnnya pelanggan mengekspresikan komitmen
mereka dengan kepercayaan dan kesukaan terhadap merek tersebut serta kepercayaan
95
terhadap perusahaannya. Konsumen yang berkomitmen tidak ingin mencari informasi
96
berpindah ke merek pesaing. Meskipun mereka membeli merek pesaing, tetapi setelah
penawaran promosi berakhir, seperti diskon, mereka akan kembali ke merek semula.
Perpindahan
sementara tersebut hanya
bersifat
memanfaatkan keuntungan yang
ditawarkan oleh merek lain. Minat beli ulang merupakan dorongan konsumen untuk
melakukan pembelian
atau
dorongan yang
dimiliki seseorang untuk
melakukan
pembelian ulang. Minat beli ulang merupakan bagian dari perilaku pembelian dimana
didalam konteks minat
beli ulang tersebut terdapat konsep loyalitas (Soderlund dan
Vilgon, 1999).
Selain itu, pelanggan yang memiliki komitmen pada umumnya lebih mudah
menerima perluasan lini produk bam
yang
ditawarkan oleh
perusahaan tersebut.
Kesesuaian antara performa dari produk atau jasa yang ditawarkan akan memberikan
kepuasan bagi konsumen dan menghasilkan minat konsumen untuk
kembali di waktu
yang akan datang. Konsumen yang
menggunakaunya
merasa puas dan menjadi
pelanggan yang berkomitmen juga dapat menjadi sumber
rekomendasi positif
(positive word of mouth) bagi konsumen lainnya terhadap merek tersebut (Hawkins,
Best, dan
Coney, 1998; Athanassopoulos, Gounaris, dan
Sehingga pelanggan yang berkomitmen sangat berperan dalam
Stathakopoulos, 2000).
pengembangan suatu
merek. Proses evaluasi konsumen sangat menentukan tingkat motivasi pembelian ulang
terhadap suatu merek. Motivasi tersebut akan menimbulkan keinginan pembelian ulang
untuk
memenuhi setiap kebutuhaunya atau meningkatkan jumlah pembeliaunya, dan
menghasilkan komitmen untuk menggunakan kembali merek tersebut dimana keinginan
itu berkaitan dengan psikologi konsumen (Hawkins, Best, dan Coney, 1998).
97
Proses evaluasi konsumen sangat menentukan tingkat motivasi pembelian ulang
97
b. Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus
utamanya adalah customer utility.
c. Profitabilitas merupakan basil dari hubungan antara penghasilan (income), biaya, dan
modal yang digunakan.
Perspektif tradisional sering hanya berfokus pada pencapaian produktivitas dan
profitabilitas dengan mengabaikan aspek kualitas. Hal ini bisa mengancam survivabilitas
jangka panjang perusahaan. Dalam konteks kompetisi global di era pasar bebas ini,
setiap perusahaan harus bersaing dengan para pesaing lokal dan global.
Peningkatan
intensitas kompetisi menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan dinamika
kebutuhan, keinginan dan preferensi pelanggan serta berusaha memenuhinya dengan
cara-cara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya. Perhatian setiap
perusahaan tidak lagi hanya terbatas pada produk (barang atau jasa yang dihasilkan)
senata, tetapi juga pada aspek proses, sumber daya manusia, dan lingkungan. Dengan
demikian, hanya perusahaan yang benar-beuar berkualitas yang dapat memenangkan
persaingan dalam pasar global.
Mutu/Kualitas dalam persepsi
diukur
dari
kepuasan
pelanggan
atau
pengguna, meningkatnya minat, harapan dan kepuasan pelanggan (Sallis, 2006).
Tjiptono dan Chandra (2007) menyatakan bahwa kualitas berkaitan erat
dengan
kepuasan
pelanggan.
Kualitas memberikan dorongan khusus bagi
para
pelaggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang
dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk
memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya,
perusahaan
dapat
meningkatkan
kepuasan
pelanggan,
di
mana
98
perusahaan
99
memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau
meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
2.7.2.
Hubungan Kualitas Jasa!Produk dengan Kepuasan Pelanggan dengan
Ekspektasi Pelanggan sebagai Standar Perbandingan
Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu hila produk atau
pelayanan penjual
tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Kotler dan
Keller, 2007).
Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan,
telah dicapai konsensus bahwa harapan pelanggan (customer expectation) memainkan
peran
penting sebagai standar perbandingan dalam
kepuasan. Menurut Olson &
Dover
(dikutip
mengevaluasi kualitas maupaun
dalam
Zeithaml,
et
al.,
1993),
harapanlekspetasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau
membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk
bersangkutan.
Kendati
demikian,
konseptualisasi
dan
operasionalisasi
harapan
pelanggan masih menjadi isu kontroversial, terutama menyangkut karakteristik standar
ekspektasi spesiftk, jumlah standar
konsumen mungkin saja
yang digunakan, dan sumber ekspektasi. Setiap
memiliki beberapa ekspektasi pra-konsumsi yang berbeda.
Selain itu, konsumen yang berbeda bisa pula menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda
untuk situasi yang berbeda.
Berdasarkan kajian mendalam terhadap Iiteratur kualitas jasa dan kepuasan
pelanggan, Santos & Boote (2003) mengidentiflkasi 56 definisi ekspektasi pelanggan.
100
Mereka mengklasiflkasikan definisi-defmisi tersebut ke dalam 9 kelompok yang disusun
101
dalam sebuah hierarki ekspektasi, dari yang tertinggi hingga terrendah (lihat lagi
Gambar 2.4).
2.7.2.1. Ideal Expectation
Yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik
yang diharapkan dapat diterima
konsumen. Menurut Miller (1977), ideal expectation mencerminkan 'wished for' level of
peiformance. Standar ideal identik dengan excellence, yakni standar sempurna yang
membentuk ekspektasi terbesar konsumen (Buttle, 1998).
2.7.2.2. Normative (slwuld) Expectation (Persuasion-Based Standard)
Yaitu tingkat kinerja yang dirasakan konsumen seharusnya mereka dapatkan dari
produk yang dikonsumsi (Parsuraman, et a!., 1985). Ekspektasi normatif lebih rendah
dibandingkan ekspektasi ideal,
karena
biasanya ekspektasi normative dibentuk oleh
pemasok atau penyedia jasa. Tipe ekspektasi semacam ini ditumbuhkan melalui sumbersumber yang bisa dikendalikan pemasar (contohnya, iklan, brosur, pamflet, poster, dan
personal selling),
karenanya sering pula
disebut persuasion-based standard atau
marketer supplied standard (Spreng, MacKenzie & Olshavsky, 1996).
2.7.2.3. Desired Expectation
Yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau jasa
tertentu (Swan & Trawick, 1980). Dengan kata lain, desired expectation mencermiukan
tingkat kinerja yang diinginkan atau diharapkan diterima pelanggan. Santos & Boote
102
(2003) menyatakan bahwa desired peiformance merupakan perpaduan antara apa yang
103
2.7.2.4. Predicted (will) Expectation (Experience-Based Norms)
Y aitu tingkat
kinerja yang
diantisipasi atau
diperkirakan konsumen akan
diterimanya, berdasarkan semna informasi yang diketabuinya. Tipe ekspektasi ini juga
bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin teijadi pada interaksi
berikutnya antara pelanggan dan perusabaan (Oliver, 1981; Zeithaml, et al., 1993).
Standar ini terbentuk berdasdarkan pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi kategori
produk atau jasa tertentn dan persepsi konsumen terhadap kineija produk tipikal.
Woodruff; Cadotte & Jenkins (1983)
menggunakan istilah experience-based norms
untuk tipe ekspektasi ini dengan dasar pemikiran babwa standar ini merefleksikan aspek
ideal dan realistik ekspektasi.
2.7.2.5.Deserved (won) Expectation (Equitable Expectation)
Yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya (Miller, 1977).
Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada service
encounter berikutnya, yakni pelayanan yang sudah selayaknya didapatkan pelanggan
(Bou1ding, et al,. 1993). Deserved expectation berkaitan erat dengan equity theory, yaitu
teori yang menyatakan babwa setiap individu akan menganalisis rasio input dan hasil
(outcome) yang
diperolehnya dibandingkan dengan rasio
input dan hasil
mitra
pertukarannya. Input bisa berupa informasi, usaba, dana, dan waktu yang dicurahkan
untuk merealisasikan pertukaran, sedangkan hasil mencakup manfaat dan kewajiban
(liabilities) yang didapatkan dari pertukaran, misalnya penghematan waktu, kinerja
produk atau jasa dan kompensasi tertentu yang diterima.
104
2.7.2.6. Adequate Expectation
Tingkat ekspektasi batas bawah (lower level) dalam ambang batas kinerja produk
ataujasa yang bisa diterima pelanggan (Zeithaml, et al., 1993).
2.7.2.7. Minimum Tolerable Expectation
Yaitu tingkat kinerja terrendah yang bisa diterima atau ditolerir konsumen
(Miller, 1977). Menurut Santos & Boote (2003}, minimum tolerable expectation mirip
dengan adequate expectation.
2.7.2.8. Intolerable Expectation
Yakni serangkaian ekspektasi menyangkut tingkat kinerja yang tidak bakal
ditolerir atau diterima pelanggan (Buttle, 1998). Standar ini bisa terbentuk sebagai hasil
komunikasi gethok tolar atau pengalaman pribadi yang tidak memuaskan, dimana
konsumen berharap bahwa memori buruk tersebut tidak akan pernah terulang lagi.
2.7.2.9. Worst Imaginable Expectation
Yaitu skenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan atau
terbentuk melalui kontak dengan media, seperti TV, radio, koran, atau internet. Melalui
eksposur media (misalnya liputan berita dan surat pembaca), konsumen mungkin saja
mengetahui pengalaman-pengalaman buruk orang lain berkenaan dengan kinerja produk,
jasa, atau perusahaan spesifik. Konsumen dan atau keluarga dan koleganya mungkin
belum pernah mengalami langsung pengalaman buruk seperti ini, namun mereka tahu
105
bahwa kasus-kasus buruk semacam itu memang ada dan bisa saja terjadi pada mereka.
106
tolerance. Menurut Zeithaml, et al. (1993), zone of tolerance mencenninkan sejauh
mana konsumen menyadari dan bersedia
Apabila
kinerja
jaksa
masuk
dalam
menerima heterogenitas kinelja
zone
of tolerance
maka
produk.
konsumen akan
memandangnya sebagai kinerja yang memuaskan.
2.8. Hubungan
Kualitas Jasa/Produk
dengan Citra Merek (Brand Image)
Perusabaan
2.8.1. Total Perceived Quality Model
Salah satu model kualitas jasa yang pertama kali dikembangkan adalah Total
Perceived Quality Model (Gronroos, 1984, 1990, 2000). Berdasarkan model ini, kualitas
suatu jasa yang dipersepsikan pelanggan terdiri atas dua dimensi utama (libat Gambar
2.10). Dimensi pertama, technical quality (outcome dimension) berkaitan dengan
kualitas ou1put jasa yang dipersepsikan pelanggan. Komponen ini dapat dijabarkan lagi
menjadi tiga tipe (Zeitl1aml, Parasuraman, Berry, 1990):
a. Search quality, yaitu komponen kualitas yang dapat diinspeksi atau dievaluasi
pelanggan sebelum dibeli
dan digunakan, misalnya harga dan usia kendaraan
bermotor (lewat STNK dan BPKB);
b.
Experience quality, yaitu komponen kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah dibeli dan atau dikonsumsi, contohnya ketepatan waktu, kecepatan layanan,
kelezatan masakan, dan kerapian basil cukur rambut; dan
c.
Credence quality, yaitu
komponen kualitas
yang
sukar
dievaluasi pelanggan
sekalipnn jasa telah dikonsumsi, misalnya kualitas operasi bedah syaraf.
107
Kualitas yang
Diharapkan
Kualitas
yang
Dialami
Totst: rceived QuSiity
> Komunikasi Pemasaran
> Penjualan
>Citra
> Komunikasi Won:! of Mouth
> Public Relations
> Kebutuhan dan Nilai-nilai Pelanggan
Citra
Kualitas Fungsional
Proses:
BAGAIMANA
Gambar 2.10 Total Perceived Quality Model
Sumber: Gronroos (2000)
Dimensi kedua, fimctional quality (process related dimension) berkaitan dengan
kualitas cara penyampaian jasa atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output
atau basil akhir jasa dari penyedia jasa kepada pelanggan.
aksesibilitas
mesin ATM sebuah bank, restoran
Contohnya meliputi
siap saji atau konsultan
bisnis;
penampilan dan perilaku pramusaji, teller bank, pemandu wisata, resepsionis hotel, atau
pramugari; serta cara para karyawan jasa melakukan tugas mereka serta tutur kata
mereka. Selain itu, jUnctional quality juga dipengaruhi kehadiran pelanggan lain yang
pada waktu bersamaan mengkonsumsi jasa yang sama atau serupa.
Selain itu, penyedia jasa sulit berlindung di balik nama merek atau distributor.
Dalam kebanyakan kasus, pelanggan bisa melihat dan mengetahui perusahaan, sumber
daya, dan caranya beroperasi. Oleh sebeb itu citra korporasi dan atau lokal (corporate
and/or local image) sangat penting dalam sebagian besar jasa. Faktor ini bisa
mempengaruhi persepsi terhadap kualitas secara signifikan melalui berbagai cara. Jika
108
terjadi sangat mungkin dimaafkan. Apabila kesalahan kerapkali terjadi, citra
positif
tersebut baka1 rusak. Sebaliknya jika citra organisasi negatif, maka dampak dari setiap
kesalahan kerapkali jauh lebih besar ketimbang bila citranya positif. Dalam kaitannya
dengan persepsi terhadap kualitas, citra
dapat
dipandang sebagai filter
yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas keseluruhan (Tjiptono & Chandra, 2007).
Gambar 2.10 menunjukkan keterkaitan antara pengalaman knalitas dengan
aktivitas pemasaran teradisional yang menghasilkan perceived service quality (Total
Perceived quality). Persepsi knalitas positif diperoleh apabila knalitas yang dialami
(experienced quality) sesuai dengan atau memenuhi harapan pelanggan (expected
quality). Bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi knalitas total (total
perceived quality) akan rendah, bahkan sekalipun knalitas yang dialami secara objektif
benar-benar baik. Kualitas yang diharapkan dipengarnhi sejumlah faktor, di antaranya
komunikasi pemasaran, komunikasi gthok
tular (word of mouth), citra (image)
korporasi!Iokal, harga, serta kebutuhan dan nilai pelanggan. Komunikasi pemasaran
meliputi periklanan, direct mail, Websites, komunikasi Internet, kampanye penjualan,
dan promosi penjualan, yang secara Jangsung berada
dalam kendali perusahaan.
Sementara itu faktor gethok tular (komunikasi word of mouth), citra, dan public
relations hanya dapat dikendalikan secara tidak Iangsung oleh perusahaan. Dampak
ekstemal bisa pula berpengaruh terhadap faktor-faktor ini, namun pada dasarnya ketiga
faktor ini merupakan fungsi dari kinerja masa lalu perusahaan, yang diduknng dengan
faktor lain seperti iklan. Di samping itu, kebutuhan pelanggan dan nilai-nilai yang
menentukan pilihan pelanggan juga mempengaruhi harapannya (Tjiptono & Chandra,
2007).
109
Apabila program kualitas yang ditopang dengan
aspek kualitas teknis dan
kualitas fungsional diterapkan, bisa saja Total Perceived Quality tetap rendah atau
babkan malah menurun kalau pada saat bersamaan perusahaan meluncurkan kampanye
iklan yang menjanjikan kinetja secara
kualitas total tidak hanya
berlebihan (over-promise). Tingkat persepsi
ditentukan oleh tingkat kualitas teknis
namunjustru tergantung pada
gap
antra
dan fungsional,
expected quality dan experienced quality.
Implikasinya, setiap program kualitas harus melibatkan setiap staf yang menangani
operasijasa, pemasaran ekstemal dan komunikasi pasar.
2.8.2. Gummeson 4Q Model of Offering Quality
Pada hakikatnya, model Gununesson dikembangkan dengan mengkombinasikan
Total Perceived Quality Model dan karakteristik kualitas pada sektor manufaktur. Model
ini mengasumsikan bahwa jasallayanan
dan barang fisik merupakan bagian
integral dari jasa yang ditawarkan. Oleh sebeb itu, model ini mengintegrasikan
elemen barang dan jasa, serta dimaksudkan untuk membantu pengembangan dan
pengelolaan kualitas, terlepas dari tipe penawaran intinya (barang fisik ataujasa).
Model Gummesson mencakup tiga variabel utama (Iihat Gambar 2.11):
a. Ekspektasi
b. Pengalaman
c. Citra (perusahaan dan merek)
110
Citra Perusahaan
dan Citra Merek
Ekspektasi
I
l
I
I
Pengalaman
PERSEPSIPELANGGAN
TERHADAP KUALITAS:
> Jangka pendek
> Jangka panjang
Kualitas Desain
I
Kualitas Produksi
dan Penyimpanan
H
Kualilas Relasional
I
I
I
Kualitas Teknis
I
Gambar 2.11 Gummeson 4Q Model of Offering Quality
Sumber: Gummeson (1993)
Menurut
model
ini,
persepsi
mempengaruhi citra perusahaan dan
pelanggan
citra
terhadap
kualitas
total
merek dalam benak pelanggan.
Sementara itu, model ini juga mengidentifJkasi empat konsep kualitas:
a. Kualitas desain
b. Kualitas produksi dan penyampaian produk
c. Kualitas relasional
d. Kualitas teknis
Dua konsep kualitas pertama merupakan sumber kualitas, sedangkan dua konsep
kualitas berikutnya mencerminkan basil dari produksi dan penyampaian barang, serta
proses jasa.
Kualitas
desain mengacu
pada seberapa
baik proses
pengembangan dan
perancangan kombinasi antara elemen jasa dan barang pada paket produk. Kesalahan
kualitas
desain bisa menyebabkan
kinerja yang buruk dan pengalaman
negatif
107
paket
produk dan
elemen-elemennya diproduksi dan disampaikan kepada pelangan,
dibandingkan dengan desainnya. Apabila ada masalah dalam produksi elemen barang
atau dalam proses jasa, atau jika penyampaian barang tidak memenuhi harapan, maka
akan timbul masalah kualitas.
Kualitas relasional berkenaan dengan persepsi pelanggan terhadap kualitas
selama
proses
jasa. ·Kualitas relasional
berkaitan erat
dengan
dimensi kualitas
fungsional pada Total Perceived Quality Model. Dalam konteks jasa, kualitas relasional
bisa diwujudkan melalui karyawan jasa yang empatik, penuh perhatian, dan customeroriented, serta
mampu
mendemonstrasikan kompetensi
dan
keterampilan dalam
melayani pelanggan. Dalam konteks manufaktur, kualitas relasional bisa
diciptakan
melalui customization produk fisik. Sementara itu, kualitas teknis mangacu ada manfaat
jangka pendek dan manfaat jangka panjang paket jasa.
Secara garis besar, model Gummesson merinci dimensi-dimensi penting
kualitas. Model ini menekankan bahwa masalah kualitas bisa dilacak hinga ke pabrik
atau back office (kualitas produksi) dan bahkan ke departemen riset dan pengembangan
(kualitas desain). Selain itu, model ini juga mencakup karakteristik spesifik elemen jasa .
dalam penawaran produk (kualitas penyampaian dan relasional) serta hasil jangka
panjangnya, di amna aspek ini tidak tercakup secara eksplisit dalam Total perceived
Quality Model.
2.9. Hubungan Kualitas Jasa dengan Komunikasi Word of Mout/1
Kualitas layanan adalah suatu yang mutlak agar sebuah usaha Words of Mouth
108
bllljalan dengan baik. Produsen dapat melakukan usaha Words of Mouth yang baik dengan
109
Selain itu, Babin, et al (2005) dalam studinya mengenai restoran di Korea, juga
menyebutkan bahwa kualitas layanan berpengarub positifbagi kinerja Words of Mouth.
2.10.Hubungan Kualitas Jasa dengan Minat Guna Jasa Ulang (Repurclrasing)
Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing adalah dengan peningkatan
kualitas layanan karena dengan kualitas layanan yang baik maka kepuasan pelanggan
akan tercapai. Tercapainya kepuasan pelanggan akan mempengaruhi perilaku konsumen
untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Hal ini berarti niat
pembelian ulang konsumen dipengaruhi oleh kualitas layanan dan kepuasan pelanggan,
sedangkan kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan merupakan penilaian
yang menyeluruh atas keunggulan suatu jasa (Sari, 2009).
Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Iacobbucci (1998) dan Eagly &
Chaiken (1993) yang mengemukakan mengenai kualitas jasa yang melihatnya lebih
dekat kepada sikap karena menyangkut penilaian menyeluruh atas pelayanan yang .
diterima oleh pelanggan. Penilaian ini berdasarkan pada berbagai penelitian yang
dilakukan, terutama
hubungarmya dengan kecenderungan
berperilaku
(behavior
intention) seperti re purchace intention, switching intention, advokasi dan price
sensitivity.
2.11. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Minat Menggunakan Jasa Ulang
Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan memengatuhi perilaku
110
konsumen selanjutnya. Jika puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi
111
pilihan merek mobil menunjukkan kore1asi yang tinggi antara perasaan sangat puas dan
merek terakhir yang dibeli serta niat membeli kembali merek tersebut. Sebuab survey
menunjukkan babwa 75 persen pembeli Toyota sangat puas dan sekitar 75 persen
pembeli bemiat membeli Toyota lagi; 35 persen
pembeli Chevrolet sangat puas dan
sekitar 35 persen pembeli bemiat membeli Chevrolet lagi.
Stauss & Neuhaus (1997) mempertanyakan asumsi mayoritas operasionalisasi
dan pengukuran kepuasan pelanggan yang beranggapan babwa para pelanggan yang
mengungkapkan tingkat kepuasan yang sama bakal memiliki pengalaman yang secara
kualitatif identik dan mempunyai minat berperilaku yang sama (misalnya, loyalitas
pembelian ulang). Mereka berargumen babwa kepuasan atau ketidakpuasan memiliki
dimensi kualitatif. Maksudnya, dimungkinkan saja babwa sebuabjalaban yang diberikan
pelanggan pada indeks kepuasan tertentu (contohnya, "sangat puas" pada skala 7-point
Likert) berkaitan dengan berbagai komponen emosi, kognitif, dan minat berperilaku.
Woodside (1989) dkk, kepuasan langganan serta keseluruhan dengan pelayanan
merupakan suatu fungsi dari kualitas pelayanan seluruhnya dan keseluruhan kepuasan
pelayanan dipengaruhi secara terpisab baik oleh kualitas pelayanan juga oleh kepuasan
hidup. Dengan kepuasan pelanggan atas pelayanan secara keseluruhan, yang merupakan
fungsi dari kualitas pelayanan akan membuat pelanggan benar-benar merasa puas dan
pelanggan
yang puas
akan memunculkan keinginan
untuk terns menjalin
hubungan
kemitraan (minat untuk membeli ulang). Keinginan tersebut akan muncul apabila teljadi
persamaan persepsi antara pelanggan dengan pihak manajemen tentang berbagai faktor yang
mempengaruhi kepuasan.
112
Kepuasan pelanggan penting bagi para pemasar karena merupakan determinan dari
pembelian ulang (Bearden dan Tee!, 1983 dalam Woodside, Frey, dan Daly, 1989). Terdapat
hubungan positif secara langsung antara kepuasan pelanggan dengan minat beli ulang yang
didukung oleb hasil-hasil penelitian terhadap berbagai kategori produk dan jasa (Anderson
dan Sullivan, 1993; Oliver, 1980; Swan dan Trawick, 1981). Dengan adanya kepuasan dari
pelanggan, maka pelanggan akan memiliki minat untuk menggunakan kembali jasa dari
provider
yang
sama (Cronin
dan Taylor,
1992). Hasil-hasil
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan
penelitian
tersebut
secara keseluruban pada layanan jasa
berasosiasi kuat terhadap perilaku konsumen untuk menggunakan kembali jasa dari
penyedia yang sama.
Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang mereka kembangkan, Stauss &
Neuhaus (1997)
membdedakan tiga
tipe
kepuasan dan dua
tipe
ketidakpuasan
berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi
menyangkut kapabililtas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk
memilih lagi penyedia jasa bersangkutan.
Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan
tersebut adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable
dissatisfaction, dan demanding dissatisfaction (Iihat Tabel 2.4).
a. Demanding Customer Satisfaction
Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa
diwarnai
emosi
positif,
terutama
optimisme
dan
kepercayaan. Berdasarkan
pengalaman positif di masa lalu, pelanggan dengan tipe keupasan ini berharap bahwa
penyediajasa bakal mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat
di masa depan. Selain itu, mereka bersedia meneruskan relasi yang memuaskan
113
penyediajasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring dengan meningkatnya tnntntan
pelanggan.
b. Stable Customer Satisfaction
Pelanggan dalam tipe ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang
demanding. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust
dalamrelasi yang terbina saat ini. Mereka menginginkan segala sesuatnnya tetap
sama. Berdasarkan pengalaman-pengalaman positif yang telah terbentnk hingga saat
ini, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa.
c. Resigned Customer Satisfaction
Pelanggan
dalam tipe ini juga merasa puas. Namun, kepuasannya bukan
disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan bahwa
tidak realistis untnk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini cenderung pasif.
Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam rangka menuntnt perbaikan
situasi.
d. Stable Customer Dissatisfaction
Pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap kinerja penyedia jasa, namun
mereka cenderung tidak melakukan apa-apa. Relasi mereka dengan penyedia jasa
diwarnai emosi negatif dan asumsi bahwa ekspektasi mereka tidak bakal terpenuhi di
masa datang. Mereka juga tidak melihat adanya peluang untnk perubahan atau
perbaikan.
e. Demanding Customer Dissatisfaction
Tipe ini bercirikan
tingkat aspirasi aktif dan perilaku demanding. Pada
114
tingkat
emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes
dan oposisi.
Hal ini
115
bersamaan, mereka juga merasa tidak perlu tetap loyal pada penyedia jasa.
Berdasarkan pengalaman negatifnya, mereka tidak akan memilih penyedia jasa yang
sama lagi eli kemuelian hari.
Tabel2.4 Tipe-Tipe Kepuasan dan Ketidakpuasan Pelanggan
Komponen
Minat Berperilaku
Tipe Kepuasan dan
(Minat Untuk
No.
Ketidakpuasan
Ekspektasi
Emosi
Memilih Penyedia
Jasa Yang Sarna
Laid?)
Demanding
Optimisme/
.... harus bisa
Y a, karena hingga saat
1
satisfaction
COY!fidence
mengikuti
ini mereka mampu
perkembangan
memenuhi ekspektasi
kebutuhan saya eli saya yang terns
meningkat.
masadepan.
Stable satisfaction
Steadiness/
.... segala sesuatu Ya, karena hingga saat
2
ini semuanya
trust
harus sama
seperti apa
memenuhi harapan
adanya.
saya.
Indifference!
3
Resigned
.... saya tidak hisa Ya, karena penyedia
satisfaction
Resignation
berharap lebih.
jasa lain tidak lebih
baik.
Dissapointment/ .... saya berharap
4
Stable
Tidak, tetapi saya tidak
dissatisfaction
Indecision
lebih tapi apa
bisa menyebutkan
yang harus saya
alasan spesifik.
lakukan?
5
Demanding
Protest!
.... perlu banyak
Tidak, karena meskipun
dissatisfaction
opposition
perbaikan.
saya telah melakukan
berbagai upaya, mereka
tidak menanggapi
kebutuhan sava.
Sumber: Stauss & Neuhaus (1997)
Menurut Solomon (2003), konsumen yang puas terhadap barang dan jasa yang
dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen
yangsama.
116
Model-model perceived service quality pada umumnya bersifat statis, meskipun
faktor
citra
(image) memberikan nuansa model
dinamis pada
model tersebut.
Kebanyakan model dan instrumen kualitas jasa lainnya juga cenderuug statis. Karena
jasa merupakan proses dan secara inheren berorientasi pada relasi, maka konsekuensi
logisnya adalah bahwa persepsi pelanggan terhadap jasa berkembang dan berubah
sepanjang waktu seiring dengan berlanjutnya relasi antara pelanggan dan penyedia jasa.
Bahkan sekalipun hanya ada satu service encounter tnnggal, interaksi atau encounter
tersebut merupakan proses yang terdiri atas serangkaian moments of truth dan persepsi
kualitas berkembang secara dinamis selama proses interaksi tersebut berlangsung.
Implikasinya, terjadi pergeseran fokus dari transaksi tnnggal ke dalam ancangan
manajemen jasa yang pada gilirannya memicu berkembangnya upaya menyusun model
dinamis yang bisa menjelaskan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Sebagai
hasilnya, mulai banyak riset difokuskan pada konseptnalisasi dan pengukuran kualitas
relasi (relationship quality), yatiu dinamika pembentukan kualitas jangka panjang dalam
relasi pelanggan berkelanjutan (Gronroos, 2000).
Kepuasan terhadap service encounter (episode) spesifik akan
mempengaruhi
perilaku masa datang pelanggan bersangkutan. Perilakunya akan tergantnng pada
perasaannya dalam halloyalitas dan komitrnen pada perusahaan (Liljander & Strandvik,
1995).
2.12. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Komunikasi Word of Mout/1
Pelanggan yang puas cenderung menceritakan hal-hal yang baik tentang
117
merek tersebut kepada orang lain (komunikasi word of moudr). Para pemasar
118
mengatakan "Iklan kami yang terbaik adalah pelanggan yang puas" (Kotler & Keller,
2007).
Menurut
Tjiptono
& Chandra
(2007), keempat keadaan
afektif (delight,
kepuasan, acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan afektif, yaitu
perilaku komplain dan complimenting behavior (lihat Gambar 2.12). Apabila sebuah
produk atau
pelanggan
jasa
besar daripada desired expectation dan
berkinerja lebih
bersangkutan
deligllted, maka
merasa
complimenting bellavior
(misalnya, rekomendasi gethok tular positif!Word of Moutll) mungkin terjadi. Jika
produk atau jasa berkinerja di antara predicted expectation dan desired expectation, dan
pelanggan merasa puas, complimenting behavior juga mungkin terjadi. Seiring dengan
peningkatan
diskonfinnasi positif,
semakin besar pula intensitas
complimenting
behavior.
-----11> Keadaan Afekllf Pumabell
Kognl81
(Ek&pektasl}
(Kepuasan/Kefidakpuasan)
IdeaI
T
Normative (should)
Dlskonfii'JT1a$l
Sfmple
Confirmation
Delight
Zone of
Tolerance
I
/
(
I
1
Dlskolnnaal
•
Minimum tolerabl
(adequate)
•
lntolerabl
111/orst Imaginable
Acceptance
Negatlf
1
I.e--- r--- -----
Zone of
Indifference
r---->
r
TldakAda
Tlndakan
Komplain
---
---,
I
I
I
Menlngkatnya I
t
Ketldakpuasan
Menlngkatnya
lntensitas
kompllmen
v
Kepuaean
Predicted (wllI)
I
I
Compliment
/
Positif
Desired (want)
r -11>
..,. 11ndakan Afektif (Perllaku
Komplain dan Compliment}
r-- -1·,..
lntensltas
komplaln
.
Gambar 2.12 Model Konseptual Ekspektasi, Keadaan Afektif, Purnabeli dan
I
119
Perilaku Afektif
Sumber: Santos & Boote (2003)
120
Konsumen yang merasa puas dan
menjadi pelanggan yang berkomitmen
juga dapat menjadi sumber rekomendasi positif (positive word of mouth) bagi
konsumen Iainnya terhadap
merek tersebut (Hawkins, Best, dan Coney, 1998;
Athanassopoulos, Gounaris, dan Stathakopoulos, 2000).
Sebaliknya, perilaku komplain (misalnya, komunikasi
gethok tular negatif,
berhenti menjadi produk, mengeluh ke perusahaan, dan komplain ke pihak ketiga)
mungkin terjadi manakala perceived peiformance sebuah barang atau jasa berada di
antara minimum tolerable expectation dan worst imaginable expectation. Perilaku
komplain juga mungkin terjadi jika perceived peiformance berada eli antara tingkat
adequate expectation dan minimum tolerable expectation. Seiring dengan meningkatnya
diskonfinnasi negatif, semakin besar pula intensitas komplain.
Kennedy & Soemanagara (2009) menyatakan bahwa terdapat 4 tahap penting
dalam promosi atau kampanye brand (brand recognition, brand preference, brand
insistence, & lovely brand/brand satisfY), dimana pada tahap tertinggi brand yang ada!ah
lovely brand atau brand
satisfY,
konsumen
benar-benar
merasa puas terhadap
pengalaman yang dialami berulang-ulang dari penggunaan satu atau beberapa produk
dalam brand yang sama. Kebulatan tekad yang mereka peroleh pada tahap brand
insistence (tahap ketika konsumen mangambil kepuasan bulat untuk mengkonsumsi
suatu produk untuk ke sekian kalinya, dimana konsumen lebih mengenal kelebihan
produk ini daripada produk-produk lainnya, dan merasa aman untuk mengonsumsinya)
membuat mereka yakin bahwa mereka akan selalu terpuaskan o!eh produk-produk itu.
Produk yang telah menempatkan dirinya pada lovely brand memperoleh keuntungan
121
yang sangat besar, karena mereka menciptakan ']utaan sales". Pada tahap ini konsumen
122
saran penggunaan produk yang menurutnya paling baik (komunikasi word of mouth).
Konsumen ini cukup banyak. Anda cukup bertanya pada setiap orang tentang produk
apa yang paling mereka suka dan
tiada bandingannya. Mereka akan menjawab satu
merek atau brand tertentu dengan tegas dan bersemangat.
Ketika konsumen puas, maka WOM positif akan tercipta dau mereka labih
suka untuk memberikan rekomendasi pembelian kepada orang lain (Swan and Oliver,
1989). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wirts and Chew juga mendukung basil
tersebut yaitu kepuasan secara signifikan berpengarub terhadap WOM dan keinginan untuk
melakukan rekomendasi pembelian. Ketika konsumen puas maka mereka akan memberikan
WOM
positif dan merekomendasikan orang lain untuk melakukan pembelian. Sedangkan
konsumen yang tidak puas, mereka akan melarang orang lain untuk melakukan pembelian.
Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi basil
kinerja, termasuk loyalitas dan
komunikasi word of mouth atau minat mereferensikan. Oleh sebab itu, kepuasan pelanggan
mendorong terciptanya komunikasi word of mouth (Thurau et a1 2002). Babin, Lee, Kim,
dan Griffin (2005) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengarub positif terhadap
minat WOM Kepuasan pelanggan berhubungan kuat secara positif terhadap WOM
(Ranaweera dan Prabhu, 2003, Brown et al, 2005 dan Fullerton, 2005).
2.13. Hubungan Citra (Image) Pernsahaan Dengan Komunikasi Word of Mout/1
Marketing
Secara konsepsional model word of mouth marketing (Gambar 2.13) dimulai
dari persepsi image yang bagus di mata konsumen (Hasan, 2010). Oleh karena itu,
word of mouth marketing baik secara konevensional (lisan) maupun dengan bantuan
123
akan pernah optimal baik dalam upaya mencari pelanggan baru maupun dalam
menciptakan pembelian u1ang dalam jangka panjang.
>DIRECT MAIL
>E·MARKETJNG
>EVENT MARKETING
:>ACTIVATION MARKETING
ONE TO ONE CUSTOMER
REI..ATJONSHIP MARKETING
Gambar 2.13 Kerangka Konseptual Word of Mouth Marketing
Sumber: Hasan (2010)
Citra atau image menjadi satu bagian penting untuk dijual bahkan sebagai self
selling kepada caJon konsumen. Dalam literatur pemasaran dikena! sebagai berikut
(Hasan, 2010):
a.
Citra merupakan seperangkat keyakinan, kepercayaan ide, dan kesan yang dimiliki
oleh seseorang terhadap suatu objek. Citra menunjukkan bahwa reputasi atas
persepsi kualitas berasosiasi dengan brand name. Di tingkat perusahaan, citra
didefmisikan
sebagai
'persepsi
organisasi
yang
direfleksikan
dalam
memori
pelanggan'.
b.
Citra, merupakan persepsi customer terhadap produk yang ditawarkan. Perusahaan
perlu membuat identitas yang tegas, brand image yang kuat dan merancang
124
penetapan posisi untuk membentukfocal corporate dengan cara menyampaikan
125
pesan tungal WoM Marketing untuk memantapkan nilai dan kualitas produk,
mengirimkan kekuatan pesan yang dapat membangkitkan emosi dan pikiran
pelanggan atau caJon pembeli,
berisi pesan yang memenuhi ekspektasi
pelanggan!prospek. Kriteria ekspektasi positif atau negative inilah menjadi arus
balik ifeedback) bagi perusahaan (unggul, baik, atau hancur). Jika WoM marketing
mampu menimbulkan perasaan puas pada pelanggan, dan tidak mudah dikelirukan
oleh pesan pesaing (karena brand dan reputasi unggul), maka WoM akan menular
dengan melebihi kecepatan yang dapat owner/marketer pikirkan (lihat Gambar 2.14).
r--···--------·--···j
Corporate
Reputation
+
Focal Corporate
u l
l
/dentitiy
1 Agent 1
Bran d Image
i
/ ' --WoM Marketing
Feedback --I Customer/Prospect f---. Expectation
Gambar 2.14 Dynamic Model Corporate Reputation dan Brand Image
Sumber: Hasan (2010)
c.
Citra perusahaan diidentifikasi sebagai faktor penting dalam evaluasi keseluruhan
perusahaan. Citra sebagai ftmgsi akumulasi dari pengalaman pembelian, kabanyakan
organisasi menyediakan informasi melalui WoM advertising, direct marketing atau
public relations untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang
ada.
Marketer harus mampu mengelola pesan pencitraan dan arus Word of Mouth
yang terjadi. Manakala pesan pencitraan brand dan reputasi itu dapat menjadi lifeblood
119
mudah dicapai. Cara efektif dalam mendireksi arus pesan pencitraan ini dilakukan
melalui promosi dari mulut ke mulut (Word of Mouth), sebaliknya sebagus apapun
rancangan Word of Mouth akan sia-sia, dan sesering apapun membuka kegiatan grand
opening, open-house dan sejenisnya untuk merangsang Word of Mouth dan penjualan
tidak akan pemah bisa dicapai jika citra merek dan reputasi pemsahaan tergores oleh
noda ketidakpercayaan konsumen terhadapnya. Brand dan repntasi yang unggul
mendorong kesediaan orang memberi penjelasan kepada orang lain karena merasa
mendapatkan manfaat yang baik dari produk atan jasa yang digunakan (Hasan, 2010).
2.14. Kerangka Berpikir
Mengingat
karakteristik
Mengingat
Mudah dalam
membayangkan
manfaat
Keyakinan
merekdapat
memenuhi
merek
merek
Kualitas karaktertanggungjawab
Keinginan
merek dapat
memenuhi
Mudah
membedaka
merek
Kualitas karakter kejujuran
Kualitas karakter ketaatan
Kualitas karakter disiplin
Student's Character
Kualitas karakter kerajinan
Kualltas karakter penguasaan diri
Komunlkasi
------------+! Word of
Quality
(Q)
Mouth
(Y)
Kualitas karakter penuh perhatian
Kualitas karakter peduli
Kuailtas karakterinisiatif
Minat Guna Jasa
Frekuensi Pembelian
Komitmen Pelanggan
r-
UlangfRepurchasing
(Z)
Rekamendasi Positif
Minat Transaksional
Minat Preferensial
Siswa memiliki
kabiasaan
yang baik
Siswa memiliki
Siswa memberi
sikapyang
baik
respon yang
Minat Eksploratif
Gambar 2.15 Kerangka Berpikir
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2010)
baik
r
121
2.15. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan barn didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
jawaban yang
empirik.
Ho : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel.
Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan antar variabel.
Berdasarkan dari rumusan masalah yang diajukan, tujuan penelitian serta tinjauan
pustaka, maka kesimpulan sementara yang diambil adalah sebagai berikut:
a. Uji Hipotesis Untuk T-1
Ho : Variabel Student's Character Quality (Q) tidak berpengaruh atau berkontribusi
secara siguifikan terhadap variabel Brand Image (X1).
Ha: Variabel Student's Character Quality (Q) berpengaruh atau berkontribusi secara
signifikan terhadap variabel Brand Image (X1).
b. Uji Hipotesis Untuk T-2
Ho : Variabe1 Student 's Character Quality (Q) tidak berpengaruh atau berkontribusi
secara signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction (Xz).
Ha: Variabel Student's Character Quality (Q) berpengaruh atau berkontribusi secara
signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction (Xz).
122
c. Uji Hipotesis Untuk T-3
Ho : Variabel Student's Character Quality (Q), Brand Image (XI), dan Customer
Satisfaction (X2) tidak berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun
parsial terhadap variabel Word of Mouth (Y).
Ha : Variabel Student's Character Quality (Q), Brand Image (XI), dan Customer
Satisfaction (X2) berpengaruh atau berkontnbusi secara simultan maupun parsial
terhadap variabel Word of Mouth (Y).
d. Uji Hipotesis Untuk T-4
Ho : Variabel Student's Character Quality (Q) dan Customer Satisfaction (X2), tidak
berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel
Minat Guna Jasa Ulang!Repurchasing (Z).
Ha : Variabel Student's Character Quality (Q) dan Customer Satisfaction (X2),
berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel
Minat Guna Jasa Ulang!Repurchasing (Z).
Download