BAB2 LANDASAN TEORI 2.1. Pemasaran Jasa 2.1.1. Defmisi Pemasaran Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat (Kotler dan Keller, 2007). Definisi pemasaran telah berkembang pesat sekali dari dulu sampai sekarang yang dirumuskan sebagai berikut (Kertajaya, 2002): a. Pemasaran adalah menghubungkan penjual dengan pembeli potensial. b. Pemasaran adalah menjual barang, dan barang tersebut tidak kembali ke prang yang menjualnya. c. Pemasaran adalah memberikan sebuah standar kehidupan. 2.1.2. Defmisi Jasa Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak laiunya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu. Produksinya dapat atau tidak dapat dipertalikan dengan suatu produk fisik (Kotler dan Keller, 2007). Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya bengkel reparasi, kursus, lembaga pendidikan, jasa transportasi, dan lain-lain (Tjiptono, 2005). telekomunikasi, 12 Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu (Kotler & Keller, 2007). Services are those separately identifiable, essentially intangible activities that provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However, when such use is required, there is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods. Artinya Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk menemui kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak (Stanton, 1981). "Broad definition is one that defines services "include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in form (such as convenience,amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser". Artinya jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud (Valarie A Zeithaml dan Mary Jo Bitner, 2000). Lovelock, Patterson & Walker (2004) mengemukakan perspektif "service" sebagai sebuah sistem. Dalam perspektif ini, setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasi jasa (service operations), di 13 mana masukan (input) diproses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan; dan (2) 14 penyampaian jasa (service delivery), di mana elemen-elemen produk jasa tersebut dirakit, dirampungkan dan disampaikan kepada pelanggan. Tjiptono & Chandra (2007) mendaftar beberapa beberapa defmisi berbeda untuk istilah "service" Gasa). Definisi-definisi tersebut meliputi: a. Sistem yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan public, diorganisasikan oleh pemerintah atau perusahaan swasta, contohnya jasa ambulans, bus, dan telepon. b. Organisasi atau perusahaan melakukan sesuatu bagi yang menyediakan sesuatu kepada publik atau pemerintah, contohnya prison service, civil service, diplomatic service, fire service, health service, secret service, security service dan social service. c. Bisnis yang pekeJjaannya berupa melakukan sesuatu bagi pelanggan tetapi tidak mengbasilkan barang. PekeJjaan-pekeJjaan seperti itu meliputi jasa fmancial, perbankan, dan asuransi. Keanekaragaman makna dalam hal pemakaian istilah service juga dijumpai dalam literatur manajemen. Kendati demikian, secara garis besar konsep "service" mangacu pada tiga lingkup defmisi utama: secara garis besar industri, output atau penawaran, dan proses (Johns, 1999). Dalam konteks industri, istilah jasa digunakan untuk menggambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, perdagangan rite!, personal services, kesehatan, pendidikan, dan layanan publik. 2.1.2.1. Karakteristik Jasa 15 Berbagai riset dan literatur manajemen dan pemasaran jasa mengungkap bahwa 16 pada strategi mengelola dan dinamakan paradigma memasarkannya. Keempat karakteristik utama IHIP: Intangibility, Heterogenity, tersebut Inseparability, dan Inperishability (Lovelock dan Gummesson, 2004). a. Tak Berwujud (Intangibility} Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kineija (performance), atau usaha (Berry, 1980). Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-ownership). Walaupun sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung dengan produk fisik (contohnya, sepeda motor, bus, kapal, dan pesawat dalam jasa transportasi), esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh pihak tertentu kepada pihak laiunya. Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelulm dibeli atau dikonsumsi. Konsep intangible ini sendiri memiliki dua pengertian (Berry, 1980): 1. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasakan; dan 2. Sesuatu yang tidak mudah didefmisikan, dirumuskan atau dipahami secara rohaniah. Intangibility dapat pula dibedakan menjadi 3 dimensi (Laroche, Bergeron dan Gautaland, 2001): 1. Physical intangibility (tingkat materialitas produk ataujasa tertentu); 2. Mental intangibility (tingkat kesulitan dalam mendefinisikan, memformulasikan 17 atau memeahami produk atau jasa tertentu secara jelas dan akurat); dan 18 3. Generality (seberapa general dan atau spesiflk seorang konsumen mempersiapkan produk, seperti aksesibilitas versus inaccessibility pada panca indera, abstractness versus concretness, dan generality versus specificity). b. Keanekarupaan (Heterogenity/Variability/Inconsistency) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada saiapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi. Sebagai contoh, dua orang yang datang ke salon yang sama dan meminta model rambut yang sama tidak akan mendapatkan basil yang 100% identik (kecuali kalau keduanya minta rambuitnya dibuat pelontos). Pengalaman berlibur ke sebuah objek wisata tertentn (contohnya, Sydney Oprah House dan Pantai Kuta) akan bervariasi antar kesempatan berbeda. Hal semacam ini teljadi karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya. Berbeda dengan mesin, orang biasanya tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisteu dalam hal sikap dan perilakunya. c. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability) Jasa tidak dapata dipisahkan dari pemberi jasa itn, baik pemberi jasa itu adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan pada rak-rak penjualan dan dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan. Jasa memerlukan kehadiran pemberi jasa. Pembedahan memerlukan kehadiran dokter bedah berikut peralatannya; pembuktian atas ketepatan catatan-catatan sebuah perusahaan menuntut kehadiran suatu auditor. Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsurnsi. 19 Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu baru kemudian 20 merupakan salah satu contohnya. Dokter gigi tidak dapat memproduksi jasanya tanpa kehadiran pasien. Selain harir secara fisik dan mental, pasien bersangkutan juga berperan sebagai menjawab co-producer dalam pertanyaan-pertanyaan dokter proses dan operasi menjelaskan jasa, gejala dengan jalan sakit atau kebutuhan spesiflknya. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi basil (outcome) dari jasa bersangkutan. Dalam hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikanjasa (contact-personnel) merupakan unsur kritis. d. Tidak Dapat Tahan Lama (Perisflability) Perishability berarti jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali, atau dikembalikan (Edgett dan Parkinson, 1993; Zeithaml dan Bitner, 2003). Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien ditempat praktik dokter umum akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. 2.1.2.2. Klasifikasi Jasa a. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Interaksi/Kontak Penyedia Jasa dikaitkan dengan Tingkat lntensitas Karyawan Apabila dikaitkan dengan tingkat intensitas karyawan, klasifikasi berdasarkan tingkat interaksilkontak penyedia jasa dan pelanggan ini dapat diperinci 21 menjadi 4 tipe (Fitzsimmons & Fitzsimmons, 1994): 22 2. Service shop 3. Mass service 4. Professional service Pada Gambar 2.1, jasa dikategorikan signifikan mempengarubi karakteristik berdasarkan dua dimensi yang secara proses penyampaian jasa. Dimensi vertikalnya adalab tingkat intensitas tenaga kerja, yang didefmisikan sebagai rasio antara biaya tenaga kerja dengan biaya modal. Sedangkan mengukur variabel tingkat interaksi dan customization pelanggan. pemasaran yang menggambarkan dimensi horizontal Customization adalab kemampuan pelanggan untuk mempengarubi secara personal sifat jasa yang disampaikan. Interaksi yang minim antara pelanggan dan penyedia jasa te!jadi manakala jasa yang ditawarkan cenderung lebih terstandarisasi ketimbang tercustomized. Sebagai contoh, jaringan restaurant siap saji seperti Me Donald's dan KFC yang menunya sudab baku akan membutuhkan tingkat interaksi yang relatif rendah antara pelanggan dan staff layanan pelanggan. Sebaliknya, seorang dokter dan pasieunya perlu berinteraksi secara intensif dalam tahap diaguosis dan penyembuhan agar dapat mencapai basil yang memuaskan. Keempat kuadran pada Gambar 2.1 diberi nama · sesuai dengan karakteristiknya berdasarkan dna dimensi relevan. Service factories menyediakan jasa yang terstandarisasi dengan investasi modal tinggi, seperti halnya line-flow manufacturing plants pada industri manufaktur. Service shops memungkinkan lebih banyak servcice customization, tetapi investasi modalnya tinggi, sehingga mirip 23 intensif tenaga kerja, sedangkan dalam profesionnal services, para pelanggan akan mendapatkan perhatian secara personal. .. .. ,2 .. "" 'C' @' .".. .<= "' J"l!' Service Factory > Penerbangan > Angkutan >Hotel > Resort dan Rekreasl Mass Service 2 .E '8: > g> ;= > ;= > > Penjualan eceran Penjualan grosir Sekolah Perbankan ritel Rendah Service Shop > Rumah sakit > Reparasi mobil > Jasa reparasi lainnya Professional Service > Dokter > Pengacara >Akuntan >Arsitek Tlnggl Tlngkat lnteraksi dan Customization Gambar 2.1 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Tingkat Intensitas Tenaga Kerja dan Tingkat lnteraksi & Customization Sumber: Fitzsimmons & Fitzsimmons (1994) b. Klasifikasi Jasa berdasarkan Sudut Pandang Konsumen Jasa dapat pula diklasiflkasikan berdasarkan sudut pandang konsumen menjadi dua kategori utama (Fitzsimmons & Sullivan, 1982): 1. For consumer (facilitating services), yaitu jasa yang dimanfaatkan sebagai sarana atau media untuk mencapai tujuan tertentu. Kategori ini meliputi: transportasi (pesawat terbang, kapal, bus, truk, kereta api, taksi, andong, dan sepeda motor); komunikasi (TV, radio, telepon,jacsimile, dan Internet); finansial (asuransi, pegadaian, pasar modal, anjak piutang, dan bank); akomodasi (seperti hotel dan restoran); dan rekreasi (bioskop dan taman wisata). 2. To consumer (human services), yaitu jasa yang ditujukan kepada konsumen. Kategori ini terbagi atas dua kelompok. Pertama, people processing, baik yang 24 X/Rontgen), maupun involuntary (seperti klinik diagnosis dan pengadilan anakanak nakal). Kedua, people changing meliputi yang bersifat voluntary (contohnya perguruan tinggi dan tempat ibadah) dan involuntary (seperti rumah sakit dan penjara). c. Klasifikasi Berdasarkan Penerima Jasa dan Sifat Tindakan Jasa Lovelock, Patterson & Walker (2004) mengelompokkan proses Jasa berdasarkan dua dimensi utama: penerima jasa dan sifat tindakan jasa. Gambar 2.2 menunjukkan empat tipe jasa berdasarkan kriteria tersebut: 1. People-Processing Services Dalam tipe ini, tangible actions ditujukan pada tubuh manusia, contohnya jasa transportasi, tukang pijat, salon kecantikan, dan operasi bedah. Pelanggan harus hadir secara fisik, karena pelanggan menjadi bagian dari proses produksi yang berlangsung secara simultan dengan proses konsumsi. Dalam konteks ini, pelanggan harus mendatangi tempat jasa disediakan atau sebaliknya penyedia jasa harus mendatangi lokasi pelanggan. 2. Possession-Processing Services Tipe ini berkenaan dengan melakukan sesuatu atas produk fisik untuk meningkatkan nilainya bagi pelanggan. Contohnya, reparasi kendaraan bermotor, mengantarkan kiriman paket, merawat dan membersihkan kantor, dan seterusnya. Dalam hal ini, objek kepemilikan yang membutuhkan pernrosesan jasa harus ada, sementara pelanggan tidak harus hadir secara fisik dalam proses penyampaian jasa. 20 3. Mental-Stimulus Processing Services Tipe ini beruipa intangible actions yang ditujukan pada benak atau pikiran orang, misalnya jasa siaran televisi, event olahragra, pentas musik, teater, dan jasa pendidikan. Dalam kasus ini, pelanggan harus hadir secara mental, namun bisa berlokasi di fasilitas jasa spesifik maupun di lokasi jarak jauh yang terhubung denganjaringan telekomunikasi. 4. Information Processing Services Tipe ini berupa intangible actions yang ditujukan pada intangible assets dan terdiri atas pengumpulan, interpretasi, dan pengiriman data untukmenciptakan nilai tambah, contohnya perbaukan, jasa konsultasi, akuntansi, dan pendidikan. Keterlibatan pelanggan dalam produksi jasa semacam ini bisa ditekan hingga telekomunikasi. minimum, misalnya dengan menggunakan teknologi 21 Jasa dltujukan pada barang dan benda flslk lalnnya: Jasa dltujukan pada tubuh manusla: > Perawatan kesehatan > Transportasi penumpang .!!! >Salon kecantlkan > Fitness centres > Resaturant & bar > Fisioterapi -:« , > Jasa Pemakaman c .1'1 " t .. .., c Jasa ditujukan pada plkiran manusla: F ;m en > Transportasi/Angkutan Barang > Perbaikan dan Perawatan Peralatan lndustrl > Pergudangan & Penyimpanan > Binatu > DistribusiRite! > Landscaping & Lawn-mowing " > Periklanan & Public Relations >SenI & Hiburan .!!! >Radio & TV l!! > Konsultasi Manajemen .s; > Pendidikan > Jasa Jnformasl > Psikoterapi Jasa ditujukan pada aset tak berwujud: > Perbankan >Jasa Bantuan Hukum >Akuntansl >Jasa Riset >Asuransi > Pemrosesan & Transmisi data > Pemrograman Komputer Manusia Benda Penerima Jasa Gambar 2.2 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Penerima Jasa dan Sifat Tindakan Jasa Sumber: Lovelock, Patterson & Walker (2004) d. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Relasi Dengan Pelanggan Gronroos (2000}, menggunakan sifat relasi dengan pelanggan sebagai dasar pengelompokkanjasa ke dalam duajenis: 1. Continously rendered services Continously rendered services bercirikan aliran interaksi terus-menerus antara pelanggan dan penyedia jasa, contohnya jasa perbankan, jasa keamanan, konsultan bisnis, dan sejenisnya. 2. Discrete transaction services Discrete transaction services biasanya hanya mencakup interaksi yang sangat terbatas dan cenderung berlangsung singkat, seperti jasa salon kecantikan, 22 mutually exclusive, karena banyak di antaranya yang saling berkaitan dan babkan overlap. Faktor terpenting yang perlu dipahami adalah jasa sangata bervariasi, tergantung kriteria dan konteks klasifikasi yang digunakan. 2.1.3. Sifat-Sifat Khusus dari Pemasaran Jasa Industri jasa sangat beraneka ragam bentuknya. Sektor pemerintah memberikan jasa-jasa berupa pengad.ilan, penyediaan lapangan kerja, penempatan tenaga kerja, rumah sakit, Iembaga-lebaga kredit, angkatan bersenjata, kepolisian, pemadam kebakaran, kantor pos, badan pembuat undang-undang, sekolah-sekolah dan masih banyak lagi. Sektor sosial swasta menyediakan jasa-jasa seperti museum (di indonesia, umunmya museum dikelola oleh pihak pemerintah), yayasan amal, yayasan yatim piatu, gereja, masjid, sekolah-sekolah (mulai dari taman kanak-kanak babkan kelompok bermain sampai dengan perguruan tinggi), rumah sakit, dan alin-lain. Sebagian (cukup besar) dari sektor bisnis menawarkan jasa-jasa penerbangan, bank, hotel, asuransi, konsultansi, banutan hukum, pengobatan, hiburan, real estate, periklanan, penelitian, usaha eceran, usaha grosiran, dan lain-lain. 2.1.3.1. Menyesuaikan Dengan Selera Konsumen Gejala Buyer's market dimana pembeli berkuasa memperlihatkan suasana pasaran jasa pada saat ini. Pengusaha penerbangan Garuda, Mandala, Pelita Air Services berlomba meningkatkan servis terhadap penumpang, layanan cepat, diberi koran, rokok, coklat, makan, serta pelayanan lainnya di atas pesawatnya. Dan masih banyak lagi cara 23 servisnya terhadap konsumen, dan terutama mereka harus memperhatikan apa selera konsumen masa kini. Kualitas Jasa menyediakan jasa, yang ditawarkan tidak menurut istilah dapat Richard Chase dipisahkan dari mutu (1978) disebut "High yang Contact" (kontak tinggi). Pada usaha jasa yang memakai banyak tenaga orang, harus diberikan perhatian kbusus terhadap mutu peuampilan orang tersebut. 2.1.3.2. Keberhasilan Pemasaran Jasa Dipengaruhi Oleh Jumlah Pendapatan Penduduk Kenyataannya makin maju sebuah negara, makin banyak permintaan akan jasa. Hal ini sehubungan dengan hierarki kebutuhan manusia mula-mula hanya mambutuhkan terpenuhinya kebutuhan fisik, seperti makanan, minuman, pakaian, kemudian menginjak kepada kebutuhan yang lebih abstrak, yaitu kebutuhan akan jasa. Ernest Engle juga mengemukakan bahwa makin tinggi penghasilan sseseorang, maka makin banyak persentase yang dibelanjakan untuk keperluan rekreasi dalam arti meningkat permintaan akanjasa. 2.1.3.3. Pada Pemasaran Jasa Tidak Ada Pelaksanaan Fungsi Penyimpanan Jasa diproduksi bersamaan dengan waktu konsumsi, jadsi tidak adsa jasa yang tidak dapat disimpan. Jika tempat duduk dalam bus yang berangkat dari Bandung ke Jakarta tidak terisi, maka berarti suatu kerugian bagi pengusaha bus. Tempat duduk yang lowong tersebut tidak dapat dijual besok karena besok ada lagi kegiatan pemasaran baru. 24 2.1.3.4. Mutu Jasa Dipengaruhi Oleh Benda Berwujud (Perlengkapannya) Jasa sifatnya tidak berwujud, karena itn kousumen akan memperhatikan benda berwujud yang memberi layanan sebagai patokan terhadap knalitas jasa yang ditawarkan. 2.1.3.5. Saluran Distribusi Dalam Marketing Jasa Tidak Begitu Penting Mengenai saluran distribusi dalam marketing jasa tidak merupakan hal yang penting karena pada umurnnya dalam marketing jasa perantara tidak eligunakan. Tetapi ada tipe jasa tertentu dimana agen-agen, perantara-perantara dapat eligunakan; misalnya dalam perdagangan saham obligasi, angkutan dan sebagainya melalui biro penyaluran. 2.1.3.6. Beberapa Problema Pemasaran Dan Harga Jasa Kebutuhan terhadap pelayanan dokter-dokter spesialis sangat terasa eli daerah kota daripada eli pedesaan. Di kampung orang cukup mengandalkan tenaga mantri kesehatan atau dukun. Makin maju rakyat desa makin meningkat kebutuhaunya akan pelayanan kesehatan, mereka mulai membutuhkan tenaga dokter umum dan spesialis. Faktor tingkat penelidikan masyarakat juga mempunyai peranan penting. Misalnya bank menawarkan jasa seperti tabungan masyarakat, tapi masyarakat sendiri belum mengerti apa manfaatnya menabung, baik buat dirinya sendiri maupun manfaat untuk kepentingan pembangunan. 25 2.2. Kualitas Jasa Pendidikan 2.2.1. Defmisi Kualitas The American Society of Quality Control mendefinisikan kualitas (quality) sebagai totalitas fitur dan karakterist:ik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau disiratkan. Ini benarbenar merupakan definisi kualitas yang beqmsat pada pelanggan. Definisi ini mengesankan bahwa satu perusahaan telah memberikan kualitas apabila produk dan jasanya telah memenuhi atau melebihi keinginan, persyaratan, dan harapan pelanggan (Kotler & Armstrong, 1999). Mutu/Kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan (Sallis, 2006). Kata 'kualitas' mengandung banyak definisi dan makua. Orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan. Beberapa contoh definisi yang kerapkali dijumpai antara lain (Tjiptono, 2005): a. Kesesuaian dengan persyaratan/tuututan, b. Kecocokan untuk pemakaian, c. Perbaikan/penyempurnaan berkelanjutan, d. Bebas dari kerusakan!cacat, Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan set:iap saat, e. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, f. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Kualitas merupakan topik yang hangat di dunia bisnis dan akademik. Namun 26 demikian, istilah tersebut memerlukan tanggapan secara hati-hati dan perlu mendapat 27 adalah kualitas barang danjasa yang dihasilkan. Produk danjasa yang berkualitas adalah produk danjasa yang sesuai dengan apa yang diingiukan konsumennya. Oleh karena itu, organisasi/perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya (Ariani, 2003). Ada banyak sekali defmisi dan pengertian kualitas, yang sebenamya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Berikut beberapa pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain: a. Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatuya (Juran, 1962). b. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effictiveness (Crosby, 1979). c. Kualitas barns bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang (Deming, 1982). d. Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, di mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan (Feigenbaum, 1991). e. Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut (Scherkenbach, 1991). f. Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan (Elliot, 1993). g. Kualitas adalah suatu kondisi dinarnis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, 28 orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan 29 h. Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupnn tersamar. Istilah kebutuban diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupnn criteria-kriteria yang harus didefmisikan terlebih dahulu (Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 198402-1991)). Kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang terus-menerus (continous improvement process) yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi, dan tujuan kinerja nasional. Konsep kualitas harus menyeluruh, baik produk maupun prosesnya. Kualitas produk meliputi kualitas bahan baku danbarang jadi, sedangkan kualitas proses meliputi kualitas segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi perusahaan manufaktur dan proses penyediaan jasa atau pelayanan bagi perusahaan jasa. Kualitas harus dibangun sejak awal, dari penerimaan input hingga perusahaan menghasilkan output bagi pelanggannya. Setiap tahapan dalam proses produksi maupun proses penyediaan jasa atau pelayanan juga harus berorientasi pada kualitas tersebut. Hal ini disebabkan setiap tahapan proses mempunyai pelanggan. Hal ini berarti pelanggan suatu proses adalah proses selanjutnya, dan pemasok suatu proses adalah proses sebelumnya (Ariani, 2003). 2.2.2. Perspektif Kualitas Menurut Garvin (1988), perspektif kualitas bisa diklasifikasikan dalam lima kelompok transcendental approach, product-based approach, user-based approach, 30 manufacturing-based approach, dan value-based approach. Kelima macam perspektif 31 inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diinterpretasikan secara berbeda oleh masing-masing individu dalam konteks yang berlainan. 2.2.2.1. TranscendentalApproaclt Dalam ancangan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang bisa dirasakan atau diketahui, namun sukar didefinisikan, dirumuskan atau dioperasionalisasiakan. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalni pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali (repeated exposure). Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari dan seni rupa. Orang awam kadangkala sulit memahami kualitas sebuah lukisan, puisi, lagu atau film yang dipuji oleh para kritikus dan pengamat seni. Demikian pula halnya, tidak sedikit pemirsa acara "Indonesian Jdof' atau "American Idof' yang kebingungan memahami criteria penilaian para juri terhadap penampilan setiap kontestan. Dalam konteks organisasi pemasaran, perspektif ini sulit digunakan sebagai produksi/operasi, dan dasar manajemen pelayanan. Kendati kualitas nntuk demikian, memanfaatkan sejumlah kriteria transcendental dalam fungsi perencanaan, organisasi pemasaran bisa komunikasi pemasarannya, misalnya pesan-pesan ikla seperti "tempat berbelanja yang menyenangkan" (pusat perbelanjaan), "elegan" (mobil), "kecantikan alami" (kosmetik), "kepribadian yang menawan" (kursus kepribadian), "kelembutan dan kehalusan kulit" (sabnn mandi dan body lotion), dan seterusnya. 32 2.2.2.2. Product-based Approacll Ancangan ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlal1 beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Contoh atribut spesifik untuk sebuail sepeda motor misahlya harga, konsumsi BBM, kecepatan, ketersediaan fitur spesifik (contohnya rem cakram, kualpot racing, dan lain-lain), ketersediaan pililian wama sepeda motor, dan seterusnya. Karena perspektif ini sangat objektif, maka kelemallannya adalah tidak bisa menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual (atau ballkan segmen pasar tertentu). 2.2.2.3. Used-based Approacll Ancangan ini didasdarkan pada pemikiran ballwa kualitas tergantung pada orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif dan demand-oriented ini juga menyatakan ballwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalall sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. Produk yang dinilai berkualitas baik oelh individu tertentu belum tentu dinilai sanm oleh orang lain. 2.2.2.4. Manufacturing-based Approacll Perspektif ini bersifat supply-based dan lebili berfokus pada praktik-praktik 33 perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian 34 bisnis jasa, kualitas berdasarkan perspektif ini cenderung bersifat operations-driven. Ancangan semacarn ini menekankan penyesuaian spesiftkasi produksi dan operasi yang disusun secara internal, yang sering dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang membeli dan menggunakan produk/jasa. 2.2.2.5. Value-based Approach Ancangan ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price). Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang peling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (bestbuy). 2.2.3. Kualitas Pada lndustri Jasa Banyak sekali perbedaan antara industri manufaktur dengan industri jasa yang menurut Gaspersz (1997), karakteristik unik dari suatu industri jasa/pelayanan yang sekaligus membedakaunya dari barang antara lain: a. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output). b. Pelayanan merupakan output varia bel, tidak standar. c. Pelayanan tidak dapat disimpan dalarn persediaan, tetapi dapat dikonsumsi dalarn 35 produksi. 36 e. Pelanggan sekaligus merupakan input nbagi proses pelayanan yang diterimanya. f. Keterampilan personil "diserahkan" atau "diberikan" secara langsung kepada pelanggan. g. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal. h. Membutnhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan. 1. Perus3haan jasa pada umumnya bersifat padat karya. j. Fasilitas pelayanan berada dekat Iokasi pelanggan. k. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif. I. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses. m. Option penetapan harga Iebih rumit. Pengukuran kualitas untuk produk fisik tidak sama dengan industri jasa. Walaupun demikian, ada beberapa dimensi yang digunakan dalam mengukur kualitas suatu industri jasa. Menurut Garvin (1996), dimensi kualitas pada industri jasa antara lain sebagai berikut. a. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima jasa dengan pemberi jasa. b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa. c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan. d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jas atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan pemakai jasa. e. Tangibles, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus dapat 37 diukur atau dibuat standarnya. 38 f. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasaa dalam memenuhijanji para penerimajasa. g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerimajasa. h. Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang dalam pemsahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa. i. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak atau pelanggan atau penerima jasa. J. Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam hubungan personil. 2.2.4. Jasa Pendidikan Dewasa ini jasa pendidikan memegang peranan vital dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, akan tetapi minat dan perhatian pada aspek knalitas jasa pendidikan bisa dikatakan bam berkembang dalam satu dekade terakhir. keberhasilan jasa pendidikan ditentukan dalam memberikan pelayanan yang berknalitas kepada para pengguna jasa pendidikan tersebut (siswa atau mahasiswa/peserta didik). Jasa pendidikan mempakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infi:astmktur (peralatan) yang Iengkap dan harganya cuknp mahal (ltttp:/lharisetiyanto.wordpress.com/2009/01/3l/pengertian-jasa-pendidikan!). 39 2.2.5. Kualitas Pendidikan Karakter Karakter adalah motivasi batiniah untuk melakukan yang benar, berapa pun harga yang hams dibayar. Setiap orang di muka bumi ini memiliki kesempatan yang setara untuk membangun karakternya dengan mengembangkan kualitas-kualitas seperti kejujuran, kesabaran, berdasarkan dan kesetiaan. Bila kita mengambil keputusan sehari-hari kualitas-kualitas ini, Anda akan memperoleh manfaat yang praktis dan sekaligus kekal (International Association of Character Cities, 2006). 2.2.5.1. Kualitas Karakter lnisiatif a. Definisi Kualitas Karakter lnisiatif Inisiatif adalah mengenali dan melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa hams disuruh melakukannya (Character Training Institute, 2006). Kata inisiatif berasal dari bahasa Perancis initier, yang berarti "memperkenalkan", dan bahasa latin initiare, yang berarti "memulai". Kedua kata ini akar katanya dari kata bahasa Latin inire, yang berarti "pergi". Inisiatif selalu mencakup memulai sesuatu seperti perjalanan, tugas, bertemu orang bern untuk pertama kali. Namun, inisiatif juga mencakup melihat segala sesuatu sampai pada akhirnya. Memulai sesuatu tanpa menyelesaikannya bukanlah inisiatif. Meskipun inisiatif sering meliputi ide yang bam, kegagalan mewujudkan ide itu sama saja tidak berarti. Banyak orang memiliki ide dan niat yang baik, namun orang yang berinisiatif akan melakukannya dan mengubalmya dari gagasan menjadi tindakan (Character Training Institute, 2006). 40 b. Konsep Karakter Inisiatif Inisiatif yang sesungguhnya mengandung empat bagian. Inisiatif: 1. Mengenali suatu kebutuhan 2. Memikul tangguug jawab untuk melakukan sesuatu sehubungan dengan kebutuhan itu 3. Menetapkan suatu penyelesaian 4. Melakukan penyelesaian itu sampai akhir Sayanguya inisiatif menjadi rusak hila salah satu dari keempat aspek ini gaga!. Beberapa orang mengenali adanya kebutuhan, namun tidak mau memikul tangguug jawab untuk memenuhinya. Ada yang mau memikul tangguug jawab, namun tidak tahu harus memulai dari mana. Yanglain punya jalan keluar yang Juar biasa, namun tidak melakukannya sampai selesai. Inisiatif melihat persoalan sejak awal hingga akhir. 5 lndikator i willl''saya akan" Karakter Inisiatif (Cl1aracter Training Institute, 2006): 1. Melakukan apa yang benar tanpa harus d.isuruh terlebih dahulu 2. Tidak menunda sampai besok apa yang dapat saya kerjakan hari ini 3. Menunjang keberhasilan seluruh tim 4. Menjad.i bagian dari penyelesaian masalah, bukannya bagian dari masalah 5. Mengupayakan cara-cara untuk menolong orang lain 41 2.2.5.2. Kualitas Karakter Tanggung Jawab a. Definisi Kualitas Karakter Tanggung Jawab Tanggung Jawab adalah memahami dan melakukan apa yang sepatutnya saya Iakukan (Character Training Institute,2006). Kata bahasa lnggris responsible (bertanggung jawab) berasal dari dua akar kata bahasa Latin: responsum, yang berarti "suatu jawaban, balasan"; dan spondere, yang berarti "berjanji". Jadi, konsep di balik pertanggungjawaban adalah memberikan tanggapan seperti yang telah dijanjikan. Pribadi yang bertanggung jawab memperoleh kepercayaan dan dipercayakan memikul tanggung jawab yang lebih besar, sewaktu mereka menepati janji. Reputasi sebagai orang yang bertanggung jawab ini sama pentingnya dengan sukses finansial bagi seorang pengnsaha, atau prestasi akademis bagi seorang siswa atau guru (Character Training Institute,2006). b. Konsep Karakter Tanggung Jawab Tanggung jawab tidak terbatas pada kata-kata tertentu yang dipakai untuk menyampaikan suatu tugas. Konsepnya melampaui kata-kata yang kita ucapkan, namun juga mencakup harapan yang terkandung di dalarnnya. Misalnya, bila disuruh mengecat, orang yang bertanggung jawab juga memahami harapan terkait yang tidak diucapkan, seperti menyiapkan kain lap, memasang papan "cat basah", merapikan garis batas pengecatan, merapikan kembali ruangan sesudah selesai, dan hal-hal apa saja yang berkaitan dengan tngas itu. Karena tanggung jawab menuntut pengetahuan akan banyak harapan yang 42 tidak temcapkan, guru yang efektif menyadari bahwa tanggung jawab mengajar juga 43 menuntut baik motivasi untuk menepati janji maupun pengetabuan untuk memehami apa yang dijanjikan seseorang sewaktu ia berkata "Aku akan mengecat kamar". Menginginkan tanggung jawab tanpa mengetabui bagaimana menjadi bertanggung jawab tentulah tidak bermanfaat, sama seperti orang yang tabu apa yang mesti dia lakukan, namun menolak melakukaunya. 5 Indikator i wiUf'saya akan" Karakter Tanggung Jawab (Citaracter Training Institute, 2006): I. Menepati janji saya 2. Tidak berdalih 3. Melakukan semua pekerjaan saya sebaik-baiknya 4. Membereskan persoalan sewaktu saya berbuat salah 5. Memahami togas saya dan melakukaunya 2.2.5.3. Kualitas Karakter Pengendalian Diri (Penguasaan Diri) a. Definisi Kualitas Karakter Pengendalian Diri Pengendalian Diri adalah menolak keinginan saya sendiri dan melakukan apa yang benar (Character Training Institute, 2006). Kata bahasa Inggris self "diri" berasal dari akar kata bahasa Anglo-Sakson seolf. Diri ini mengacu pada segala sesuatu yang merupakan bagian dari keberadaan dan identitas seseorang. Diri meliputi tubuh fisik, tindakan, pikiran, gagasan, kehendak dan keputusan kita. Kata control "penguasaan" berasal dari frasa Latin contra rotua berarti "berlawanan arab". Ini menunjukkan kemampuan dan kekuatan 44 untuk melawan aliran peristiwa. Mengendalikan berarti bergerak berlawanan dengan 45 dari kemampuannya meugarahkan kapalnya melawan angina. Dalam pengertian yang sesnngguhnya, penguasaan diri adalah kemampuan nntuk berkata "Tidak" dan kepada keinginan-keinginan yang sesuka hati (Character Training Institute, 2006). b. Konsep Karakter Pengendalian Diri Mengendalikan pikiran, tindakan, sikap dan perasaan adalah dasar pengendalian diri. Orang barns menjaga keseimbangan yang sehat antara pikiran (gagasan), kehendak (keputnsan) dan emosi (perasaan). Ujian pengendalian diri yang sesnngguhnya tidak bersifat eksternal, melainkan internal. Sewaktn berada dalam tekanan, penguasaan diri menolak nntuk frustasi. Saat reputasi kita dipertanyakan, penguasaan menolak nntuk menjadi pahit dan marah. Sewaktn disakiti, penguasaan diri segera "mendinginkan" suasana: dan menolak nntuk membalas dendam. Dalam setiap kesempatan, penguasaan diri menyadari bahwa ada cara yang !ebih baik nntuk menangani suatn sitnasi daripada hanya mengandalkan pikiran atau emosi. Penguasaan diri memungkinkan orang nntuk menolak cara-cara yang tidak efektif dalam menghadapi keadaan dan untuk memilih tindakan yang lebih positif. 5 lndikator i willl''saya akan" Karakter Pengendalian Diri (Character Training Institute, 2006): 1. Tidak bertindak sesuka hati 2. Tidak menyamakan keingiuan dengan hak 3. Menetapkan batasan bagi diri saya sendiri 4. Melihat kemarahan sebagai tanda adanya sesuatn yang tidak heres 46 5. Menjauhi hal-hal yang tidak benar 47 2.2.5.4. Kualitas Karakter Penuh Perhatian a. Definisi Kualitas Karakter Penuh Perhatian Penuh Perhatian adalah menunjukkan penghargaan pada seseorang dengan jalan memberikan perhatian penuh pada apa yang dikatakaunya (Character Training Institute, 2006). Kata memperhatikan (bahasa Inggris: attentive) berasal dari bahasa Latin ad tendo, yang artinya "merentangkan". Seperti seekor kuda yang mengarahkan daun telinganya atau seekor burung yang mencondongkan kepalanya untuk mendengarkan sesuatu. Seorang anak mengarahkan perhatiaunya dengan menghadapkan wajalmya pada pembicara. Sikap penuh perhatian merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan melibatkan seluruh organ tubuh, untuk dapat memperhatikan secara sempurna (Character Training Institute, 2006). b. Konsep Karakter Penuh Perhatian Sikap penuh perhatian serupa dengan serupa dengan kesiagaan, konsentrasi, dan bertindak bijaksana. Namun ada baiknya kita pelajari perbedaan antara ketiganya serta bagaimana ketiganya saling menyeimbangkan. 1. Kesiagaan adalah senantiasa waspada terhadap keadaan sekeliling. Jika seorang pejalan kaki memberi perhatian penuh pada tanda penyeberangan saat menyeberang, namun tidak waspada terhadap Ialu Iintas yang Iewat, ia akan memperoleh bencana. 2. Konsentrasi adalah menggunakan semua panca indra untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi. Jika dengan satu indra saja seseorang tidak dapat 48 memperoleh cukup informasi, ia akan bersikap penuh perhatian dengan 49 3. Bertindak bijaksana adalah menghindari kata-kata, tindakan serta sikap yang dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Hal ini sangat penting untuk mengenali orang-orang yang perlu diperhatikan maupun yang tidak seharusnya diberi perhatian. Sikap penuh perhatian menyatakan konsentrasi melalui panca indra kita (pengelihatan, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan pendengaran) dan merupakan "kunci" untuk mengumpulkan informasi. Hal ini juga berhubungan dengan keseriusan pikiran saat menganalisis informasi yang diterima melalui indra-indra tersebut. Mendengarkan permintaan guru, pengarahan dari atasan, melakukan dalam pekeljaan, sekolah, maupun kehidupan sehari-hari, semua melibatkan sikap penuh perhatian. Sikap penuh perhatian juga berarti menanggapi ucapan-ucapan orang lain dengan cara menunjukkan penghargaan terhadap pribadinya. Hal ini meliputi bertanya dan bersikap benar-benar tertarik. Sikap penuh perhatian adalah dasar untuk menunjukkan kepekaan kepada orang lain 5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Penuh Perhatian (Citaracter Training Institute, 2006): 1. Menatap orang yang sedang berbicara pada saya 2. Bertanya jika saya tidak mengerti 3. Duduk maupun berdiri dengan tegak 4. Tidak berusaha mencari perhatian bagi diri saya sendiri 5. Tidak memalingkan mata, telinga, tangan, kaki, dan mulut saya jika sedang 50 memperhatikan seseorang 51 2.2.5.5. Kualitas Karakter Kejujuran a. Defmisi Kualitas Karakter Kejujuran Kejujuran adalah memperoleh kepercayaan dengan melaporkan fakta yang benar (Character Training Institute, 2006). Kejujuran (trnthfolness) diambil dari kata Inggris kuno, "treowe" sehingga lahir kata "trne" (benar), "trnsf' (percaya), "trnce" (setujulsepakat) dan "throth" (adil). Kata "trnthfolness" (kejujuran) itu sendiri diambil dari kata "treowth" yang berartijelas (firm), pasti (solid) atau teguh (steadfast). Jujur adalah prinsip universal dalam kehidupan yang tidak akan pemah berubah (Character Training Institute, 2006). b. Konsep Karakter Kejujuran Fakta-fakta yang ada dapat berubah, tetapi kebenaran tidak pemah berubah. Contohnya, anak kadal berwama hijau, tetapi ketika kadal bertumbuh menjadi bunglon, kulitnya dapat berubah menjadi coklat Guga merupakan kebenaran). Fakta mengenai sifat seekor bunglon adalah kulitnya dapat bembah-ubah sesuai dengan lingkungan yang ia tempati. Prinsip mengenai sifat asli bunglon merupakan kebenaran. Penjehnaan dari sifat asli tersebut merupakan fakta kebenaran. Seorang pemimpin, hams selalu mengatakan kejujuran. Karena kejujuran lebih dari sekedar kata-kata, maka sangat gampang menipu seseorang dengan tidak berkata apa-apa, tanpa nada suara, ekspresi maupun bahasa tnbuh. Keinginan untuk selah! mengatakan kebenaran adalah satu-satunya dasar untuk berdiri teguh dalam kehidupan ini. Mengubah standar-standar kejujuran 52 dengan trend-trend yang berlaku akan mengakibatkan ketidakstabilan dalam 53 5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Kejujuran (Character Training Institltte, 2006): 1. Mengatakan yang sebenamya 2. Mendorong orang lain untuk mengatakan yang sebenamya 3. Tidak berlaku curang atau menipu 4. Mengakui setiap kesalahan yang saya lakukan 5. Tidak berusaha membuat hal yang salah menjadi benar 2.2.5.6. Kualitas Karakter Ketaatan a. Definisi Kualitas Karakter Ketaatan Ketaatan adalah dengan segera dan senang hati melaksanakan perintah dari orang lain yang bertanggung jawab atas kita (Character Training Institute, 2006). Ketaatan (bahasa Inggris : Obidience) berasal dari bahasa Latin ob dan audio yang berarti "Mendengar". Ketaatan sangat bertentangan dengan "Kekerasan hati" dimana seseorang menolak untuk mendengar atau menuruti perintah/arahan yang diterimanya. Seseorang yang keras hati hanya mau mendengar dan melakukan apa kata hatinya tanpa mau mendengar perintah/arahan atasaunya (Character Training Institute, 2006). b. Konsep Karakter Ketaatan Atasan kita adalah orang yang bertanggung jawab atas diri kita. Seperti orang tua bertanggung jawab atas anak-anaknya, guru atas murid-muridnya, direktur atas karyawaunya, pemerintah atas warga negaranya atau pelatih atas timnya. Ketaatan 54 kepada atasan membawa perlindungan dengan berada di bawah kekuasaan dan 55 Ketidaktaatan biasanya tercermin dari sikap "Saya tidak barus mengikuti perintah itn" atau "Bagaimana bisa dia memerintahkan hal seperti itn?" atau "Kenapa saya barus melakukan perintah itn?" Ketaatan yang sejati adalah kerelaan mengorbankan kesenangan pribadi kita untnk memenubi perintah yang diberikan kepada kita. Ketaatan bukan hanya ditnnjukkan dengan mengerjakan serangkaian tngas sulit. Mengerjakan tngas dengan keluban merupakan cerminan ketidaktaatan, meskipun keluban tersebut tidak diutarakan atau ditnnjukkan dengan suka hati sewaktn mengerjakan tngas. 5 Indikator i willl''saya akan" Karakter Ketaatan (Citaracter Training Institute, 2006): l. Mematnlri perintah atasan dengan segera 2. Melakukaunya dengan senang bati 3. Melaksanakan dan menyelesaikan perintah tersebut 4. Tidak mengelub 5. Melakukan lebih dari yang diharapkan 2.2.5.7. Kualitas Karakter Disiplin a. Defmisi Kualitas Karakter Disiplin Disiplin adalah memperkenalkan remaja kepada peratnran dan konsekuensi (Kosasih, 2008). peraturan kepada Bedanya anak-anak peraturan adalah yang cara diterapkan kepada remaja memperkenalkaunya. Remaja dengan barus 56 mendapat pengertian yang Iogis pada setiap peraturan yang dikenakan kepadanya 57 agar ia bersedia mematuhinya dan mendapatkan manfaat dari disiplin yang dipatuhinya. b. Proses Disiplin · Proses disiplin adalah dengan menetapkan peraturan, membuat batasanbatasan, petunjuk ,menentukan cara kriteris melakukan keberhasilan dengan atau benar (kaitkan dengan kegagalan, ciptakan waktu), konsekuensi- konsekuensi, pemberian 'hadiah', penyelesaian masalah (Kosasih, 2008). I. Peraturan dan Tujuan Peraturan yang disosialisasikan dengan harus jelas dipatuhi harus sampai anak dimengerti dengan mengerti tujuan benar dan dari peraturan tersebut. Anak perlu mendapat penjelasan yang logis mengapa harus dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan melakukannya, di mana ia harus melakukannya, dan kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan hasilnya. 2. Batasan Pelaksanaan Beri batasan pada peraturan yang dibuat dengan petunjuk konkrit apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Batasan ini dapat ditambah dan dikurangi sejalan dengan kemampuan remaja untuk memmjukkan tanggung jawab atas tindakannya. 3. Cara Melakukan Petunjuk praktis bagaimana menaati peraturan dengan melakukan melakukan agar berhasil mengikuti peraturan dan berhasil mencapai tujuannya. 4. Kriteria Keberhasilan 58 Kriteria keberhasilan harus diberikan untuk menjadi panduan mengukur 44 5. Konsekuensi-konsekuensi Akibat atau basil perbuatan yang akan meteka terima hila mereka melakukan sesuai dengan peraturan atau tidak Pemberlakuan konsekuensi dilandasi kesabaran, sesuar dengan peraturan. iman, dan kasih, tega (empowered by faith not by foar or anger). 6. Hadiah (Virtues Within) 'Hadiah' yang berupa pengakuan positif ini bukan berupa pujian pada prestasi atau penampilan yang baik tetapi merupakan keberadaan diri anak yang tampil pada kualitas dirinya. Hadiah ini membantu remaja mengenali identitas diri yang positif. 7. Evaluasi dan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dihasilkan lewat diskusi, adakan kesepakatan yang sesuai dengan peraturan. Beri kesempatan dengan batas waktu.Konsekuensi yang diberlakukann harus jelas dan terbatas luas lingkupnya · dan waktu pemberlakuannya. 2.2.5.8. Kualitas Karakter Tahu Berterima Kasih a. Definisi Kualitas Karakter Tahu Berterima Kasih Tahu Berterima Kasih adalah Menyatakan kepada perkataan dan tindakan betapa berjasanya orang lain melalui mereka bagi hidup saya (Character Training Institute, 2006). Sikap berterimakasih (bahasa Inggris: Gratefulness) berasal dari bahasa Latin gratus, yang artinya bebas; siap; sigap; bersedia; tidak menunda. Seseorang yang 45 berjasa bagi kehidupannya. Seseorang yang berterima kasih mempunyai kebebasan, siap, sigap, bersedia, dan tidak menunda-nunda untuk secara terbuka menunjukkan penghargaan kepada mereka yang layak menerimanya (Character Training Institute, 2006). b. Konsep Karakter Tahu Berterima Kasih Berterima kasih tidak bergantung pada keadaan seseorang, namun merupakan keputusan hati. Seseorang yang berterima kasih memandang jauh ke depan melampaui kondisinya dan memusatkan diri pada pelajaran apa yang dapat diperoleh dalam tiap situasi. Bagian dari sikap berterima kasih adalah menyadari bahwa segala sesuatu yang dimiliki seseorang merupakan sumbangan dari orang lain. Lebih lanjut, sikap ini senantiasa berupaya menghormati mereka yang bertanggung jawab atas keberhasilan orang itu. Sikap ini bukanlah usaha "membayar kembali" kepada orang lain atas apa yang telah mereka lakukan, namun untuk menunjukkan penghargaan. Banyak orang merasa berterima kasih atas segala yang mereka terima, namun tidak pernah menyatakan penghargaan mereka. Sebaliknya, orang yang sungguh-sungguh berterima kasih dengan menyadari sumbangsih orang lain dan melakukan tindakan nyata menunjukkan penghargaannya. Berterima kasih bukanlah suatu kondisi berpikir yang pasif, namun suatu ekspresi aktif. Kita semua memperoleh sumbangan waktu, tenaga, dan sumber daya yang tak terhitung banyaknya dari masyarakat, dan banyak lagi, orang lain. Orang tua, guru, ternan, semuanya merupakan bagian tetangga, penting bagi 46 perkembangan diri tiap individu. 47 5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Tabu Berterima Kasih (Character Training Institute, 2006): 1. Menunjukkan pada orang tua dan guru bahwa saya menghargai mereka 2. Menuliskan pesan-pesan "Terima Kasih" 3. Menjaga barang-barang saya dengan baik 4. Merasa puas dengan apa yang saya miliki 5. Menghitung kebaikan-kebaikan yang saya terima 2.2.5.9. Kualitas Karakter Peduli a. Definisi Kualitas Karakter Peduli Peduli adalah melakukan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam (International Association of Character Cities, 2006). b. Konsep Karakter Kepedulian 1. Menyadari kebutuhan satu sama lain akan kasih dan perhatian, serta merencanakan sarana dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan itu 2. Mengenali kebutuhan satu sama lain akan penghormatan serta mendengarkan ide-ide mereka dengan pikiran terbuka 3. Berusaha memahami pergumulan orang lain menurut sudut pandang dan pengalaman orang itu sendiri 4. Bersedia menghentikan aktivitas yang dapat mengecewakan atau menyakiti satu sama lain c. Manfaat Kepedulian 48 1. Kesan yang baik 49 Orang yang dengan tekun mengusahakan kesejahteraan orang lain akan menerima pengakuan dan kesan yang baik dari mereka yang mengamati tindakan-tindakannya yang tidak egois 2. Persahabatan Keterlibatan di dalam kehidupan satu sama lain akan memperdalam taraf keintiman dan persahabatan di antara kedua pihak 5 lndikator i willf'saya akan" Karakter Peduli (International Association of Cllaracter Cities, 2006): 1. Berhenti agar bisa menolong 2. Mendengarkan saat orang lain ingin berbicara 3. Memberikan kemampuan yang saya miliki untuk menolong mereka yang memerlukan 4. Mencari pemecahan yang berdampak langgeng 5. Menghibur orang lain tanpa mempertimbangkan ras, jenis kelamin, agama, umur, atau kebangsaannya 2.2.5.10. Kualitas Karakter Kerajinan a. Definisi Kualitas Karakter Kerajinan Kerajinan adalah menggunakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan tugas yang dipercayakan dengan segenap hati (International Cities, 2006). b. Konsep Karakter Kerajinan Association of Character 50 1. Menginvestasikan waktu dan tenaga untuk menetapkan visi dan tujuan 48 2. Menolong menyusun rencana dan menetapkan prioritas bagi tugas mingguan yang perlu diselesaikan 3. Menyusun jadwal harian agar waktun dapat digunakan sebijak mungkin 4. Berupaya sebaik mungkin menolong anggota keluarga menyelesaikan tanggung jawab mereka sama seperti ketika kita menyelesaikan tanggung jawab kita sendiri c. Manfaat Kerajinan 1. Arah Orang yang tekun memiliki visi bagi kehidupan menggunakan setiap momen dan kesempatan mereka; mereka yang tersedia untuk mencapai tujuannya. Tidak seperti pemalas yang terus-menerus bingung mau melakukan apa, orang yang tekun sanggup melihat jalan yang hendak ditempuhnya secara jelas tanpa kebingungan 2. Kenaikan Jabatan Orang yang tekun dalam mempraktikkan kecakapan dan talentanya tidak akan kekurangan kesempatan dan posisi yang diharapkan 5 Indikator i willf'saya akan" Kerajinan (International Association of Character Cities, 2006): 1. Menyelesaikan proyek saya 2. Melakukan pekeijaan dengan benar 3. Mematuhi petunjuk 4. Memusatkan perhatian pada pekerjaan saya 49 5. Tidak bermalas-malasan 50 2.2.5.11. Kualitas Karakter Hormat a. Definisi Kualitas Karakter Hormat Hormat adalah menghargai para pemimpin karena otoritas lebih tinggi yang mereka miliki (International Association of Character Cities, 2006). b. Konsep Karakter Hormat I. Berbicara secara positif tentang orang tua, majikan, pejabat pemerintah, dan petugas penegak hukum 2. Menunjukkan hormat kepada otoritas dengan berdiri tegak, menatap mata, menyebutkan gelar mereka dengan semestinya, dan berperilaku santun 3. Anak-anak menghargai orang tua dengan menelepon bila tidak bisa pulang pada waktunya, meminta izin, menatap mata, serta tidak berbicara sekenanya atau berdiri seenaknya c. Manfaat Karakter Hormat I. Hormat Sikap penghormatan pada otoritas akan menarik perhatiannya. Ia akan menaruh minat pada kehidupan si bawahan yang penuh hormat ini serta dengan sukacita memberikan penghormatan, dan juga tanggung jawab tambahan pada gilirannya 2. Pujian Orang lain akan memperhatikan perilaku santun yang akan ditunjukkan seseorang; orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi akan memuji orang ini di depan orang lain. 51 5 Indikator i willf'saya akan" Karakter Hormat (International 52 1. Bersikap penuh perhatian kepada para pemimpinku 2. Menunjukkan kesetiaan pada otoritas yang berada di atasku 3. Hanya menyatakan hal yang benar 4. Taat dengan penuh sukacita 5. Memberi tempat pada mereka yang lebih tua atau berkedudukan terhormat 2.3. Kepuasan Pelanggan 2.3.1. Def"misi Kepuasan Pelanggan Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan suka atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara persepsi atas kinerja produk dengan harapanya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan merupakan fungsi kineJja yang dipersepsikan dengan harapan. Banyak perusahaan memfokuskan pada kepuasaan tinggi karena para konsmnen yang kepuasannya hanya terbatas mudah untuk berubah pikiran apabila mendapat tawaran yang lebih baik. Bagi konsmnen yang mempunyai kepuasan tinggi lebih sukar untuk mengubah pikirannya. Dengan kepuasan yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional terhadap merek tertentu bukan hanya kesukaan! preferensi rasional. Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin "satis" (cukup baik, memadai) dan "facio" (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai "upaya pemenuhan sesuatu" atau "membuat sesuatu memadai". Oxford Advanced Leamer's Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai "the goodfoeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen 53 does happen"; "the act offoljilling a need or desire"; dan "an acceptable why of dealing 54 sederhana, namun begitu dikaitkan dengan konteks manajemen dan perilaku konsnmen, istilah ini menjadi begitu kompleks. Bahkan, Oliver (1997) dalam bnkunya berjudul "Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer" menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta mendefinisikaunya, kelihataunya tak seorangpun tabu. Dalam kajian literatur kepuasan pelanggan yang dilaknkan Giese dan Cote (2000), mereka mengidentifikasi 20 definisi yang diacu dalam riset kepuasan pelanggan selama periode waktu 30 tahun. Meskipun definisi-definisi tersebut bervariasi (bahkan beberapa diantaranya saling tidak konsisten satu sama Jain), kedua pakar dari Washington State University ini menemnkan kesamaan dalam hal tiga komponen utama: a. Kepuasan pelanggan merupakan respons (emosional atau kognitif); b. Respons tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi, prodnk, pengalaman konsumsi, dan seterusnya); c. Respons teljadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan prodnk ataujasa, berdasarkan pengalaman aknmulatif, dan lain-lain). Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen: respons menyangkut fokus tertentu yang ditentnkan pada waktu tertentu. Berdasdarkan kajian personal, Giese literatur, data wawancara kelompok, dan dan Cote (2000) mengajnkan rerangka definisional untnk wawancara menyusun definisi kepuasan pelanggan yang sifatnya spesifik untnk konteks tertentu. Rerangka tersebtu bnkanlah defmisi generik untnk istilah kepuasan. Menurut mereka, defmisi kepuasan tidak bisa Jepas dari chameleon effects, artinya interpretasi terhadap sebuah definisi sangat bervariasi antar individu dan antar situasi. Di dalam 55 rerangka 56 menjabarkan komponen-komponen spesifik yang diperlukan dalam merumuskan defmisi keupasan, dan menguraikan proses menyusun defmisi yang spesifik kontekstual dan dapat dibandingkan antar studi atau riset. Berdasarkan kerangka definisional tersebut, kepuasan pelanggan adalab: a. Rangkuman berbagai intensitas respons afektif. Tipe respons afektif dan tingkat intensitas yang mungkin dialami pelanggan harus didefinisikan secara eksplisit oleh peneliti, tergantung pada konteks penelitiarmya. b. Dalam waktu penentuan spesifik dan durasi terbatas. Peneliti harus menentukan waktu penentuan yang paling relevan dengan masalah penelitiarmya dan mengidentifikasi kemungkinan durasi respous tersebut. c. Yang ditujukan bagi aspek penting dalam pemerolehan dan atau konsumsi produk. Peneliti harus mengidentifikasi fokus riset berdasarkan pertanayaan riset atau masalab manajerial yang dihadapi. Fokus ini bisa luas maupun sempit cakuparmya dalam hal isu atau aktivitas pemerolehan atau konsumsi produk. Rerangka definisional yang dikemukakan Giese dan Cote (2000) ini sangat bermanfaat sebagai pedoman atau panduan bagi para peneliti yang ingin melakukan studi kepuasan pelanggan. Selama ini riset kepuasan pelanggan banyak dikritik dalam hal minimnya standarisasi defmisi dan metodologi (Patterson dan Wilson, 1992), dan ambiguitas serta ketidakjelasan konsep (Teas dan Palau, 1997). 57 2.3.1.1. Defmisi Ekspektasi Pelanggan Ekspektasi pelanggan didefinisikan secara berbeda-beda oleh sejumlah peneliti. Ekspektasi Pra-Pembelian l Diskonfirmasi , Ekspektasi Persepsi Kinerja Pumabeli H l v Kepuasan j J Gambar 2.3 Model Diskonfirmasi Ekspektasi Sumber: Teas & Palan (1997) Dalam rangka model diskonf'mnasi ekspektasi (libat Gambar 2.3), Teas & Palau (1997) mengidentifikasi setidaknya 7 macam konsep ekspektasi: predictive (Oliver, 1980); ideal (Tse & Wilton, 1988); equitable (Tse & Wilton; 1988); deserved (Leichty & Churchill, 1979; Miller, 1977); experience-based norms (Woodruff, Cadotte & Jenkins, 1983); desired (Bolfing & Woodruff, 1988); dan minimum tolerable expectations (Miller, 1977). Santos & Boote (2003) bahkan memaparkan 9 tipe ekspektasi pelanggan yang disusun dalam hierarki ekspektasi (libat Gambar 2.4). Kendati demikian, konsep ekspektasi yang tampaknya masib mendominasi aplikasi model diskonfmnasi ekspektasi adalah predictive expectations. Berdasarkan model ini, ekspektasi berfungsi sebagai standar perbandingan. Kinerja produk atau jasa pada berbagai atribut atau dimensi relevan dibandingkan dengan ekspektasi. Perbandingan tersebut akan menghasilkan reaksi konsumen terhadap produk/jasa dalam bentuk keupasan atau persepsi kualitas. Sebagai gambaran, beberapa macam definisi ekspektasi konsumen yang banyak dijumpai dalam literatur meliputi: a. ''Probabilitas yang ditentukan pelanggan untuk terjadinya event positif dan negatif 58 bila konsumen menunjukkan perilakn tertentu" (Oliver, 1981). 59 b. ''Ekspektasi seorang tidak hanya mencakup probabilitas terjadinya basil (outcome) tertentu, namunjuga evaluasi terhadap basil bersangk.utan" (Oliver, 1980). c. ''Keyakinan konsumen bahwa sebuah produk memiliki atribut-atribut tertentu yang diinginkan" (Erevelles & Leavitt, 1992). d. ''Ekspektasi mencakup antisipasi terhadap seberapa baik sebuah produk bakal berkinerja pada sejumlah atribut-atribut penting" (Swan & Trawick, 1981). e. ''Ekspektasi merupakan prediksi terhadap sifatlkarakteristik dan tingkat kinelja yang bakal diterima pengguna produk" (Woodruff, Cadotte & Jenkins, 1983). f. ''Keyakinan atau prediksi terhadap kemungkinan atribut atau kinerja produk" (Olshavsky & Spreng, 1989). g. ''Keyakinan konsumen terhadap tingkat atribut yang dimiliki sebuah produk" (LaTour & Peat, 1977). h. "Apa yang diyakini pembeli individual akan altematif penyedia jasa didapatkannya menyangk.ut kinerja berdasarkan pemrosesannya terhadap sumber-sumber informasi yang tersedia" (Andreson & Chambers, 1985). 1. ''Kalkulasi probabilitas indifferen yang dilakukan konsumen yang menghasilkan gambaran mengenai apa yang akan teljadi" (Liechty & Churchill, 1979). j. "Ekspektasi ideal adalah tingkat atribut sempurna atau utilitas maksimum" (Teas, 1993). 60 IdeaI i Positive Disconfirmation Normative (should) Zone of Tolerance Desired (want) . Predicted (will) Deserved Negative Disconfirmation Minimum tolerable (adequate) Simple Confirmation Intolerable ------- _ J . Worst imaginable Gambar 2.4 Hierarki Ekspektasi Pelanggan Sumber: Santos & Boote (2003) 2.3.1.2. Defmisi Perceived Actual Performance Dalam literatur kepuasan pelanggan dan kualitas jasa, perceived peiformance didefinisikan secara relatif seragam sebagai keyakinan mengenai jasa yang dialami (beliefs about experienced service). Spreng, MacKenzie & Olshavsky (1996), misalnya, mendefinisikannya sebagai "keyakinan menyangkut atribut produk, tingkat atribut, atau basil". Oliver (1997) merumuskannya sebagai "persepsi terhadap jumlah atribut produk atau jasa dari hasil yang diterima". Kendati demikian, pengukuran perceived peiformance masih menjadi topik kontroversial. Sejumlah pakar berargumen bahwa ukuran perceived peiformance rancu atau tumpang tindih dengan konstruk lainnya, 61 para peneliti dan manajer. Dalam berbagai model kepuasan pelanggan, perceived performance kadangkala ditempatkan sebagai anteseden diskonfumasi, kadangkala sebagai anteseden langsung untuk kepuasan (lihat lagi Gambar 2.3). Menurut Spreng (1999), konsep perceived peiformance bisa dipilah menjadi dua macam. Pertama, perceptual peiformance, yakni "the evaluationless cognitive registering of the product attributes, level of attributes, or outcomes; these are beliefS, which are the subjective probabilities that the aspect in question is associate with the producf'. Defmisi ini mirip dengan definisi oliver (1997) dan Spreng, MacKenzie & Olshavsky (1996). Kedua, evaluative peiformance, yaitu "an evaluative judgement of product attributes or the product outcomes that is made by assessing the ability of the product to meet one 's needs or desires". Hasil pengujian terhadap kedua ukuran perceived performance ini menunjukkan bahwa evaluative performance merupakan ukuran altematif untuk kepuasan atribut (Spreng, 1999). Secara umum, Spreng (1999) merekomendasikan agar evaluative performance hanya digunakan sebagai ukuran kepuasan pada level atribut sedangkan perceptual peiformance digunakan berbarengan dengan standar pembanding tertentu, seperti kineija ideal atau kinerja yang diinginkan konsumen. 2.3.2. Model Kepuasan Pelanggan Menurut Schnaars (1991), pada menciptakan para pelanggan yang puas. dasamya tujuan sebuah bisnis adalah Sejalan dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun rerangka teoretikal guna menjelasakan determinan, proses 62 pembentukan, dan konsekuensi kepuasan pelanggan (Yi, 1990). Secara garis besar, riset- 57 riset kepuasan pelanggan didasarkan pada tiga teori utama: contrast theory, assimilation theory, dan assimilation-contrast theory (Chiou, 1999). Contrast theory berasumsi bahwa konsumen akan membandingkan kineija produk aktual dengan ekspektasi pra-pembelian. Apabila kinerja aktuallebih besar atau sama dengan ekspektasi, maka pelanggan akan puas. Sebaliknya, jika kinerja aktual lebih rendah dibandingkan ekspektasi, maka konsumen akan tidak puas. Assimilation theory menyatakan bahwa evaluasi puma beli merupakan fungsi positif dari ekspektasi konsumen pra-pembelian. Karena proses diskonfirmasi secara psikologis tidak enak dilakukan, konsumen cenderung secara perseptual mendistorsi perbedaan antara ekspektasi dan kinerjanya ke arab ekspektasi awal. Dengan kata lain, penyimpangan dari ekspektasinya cenderung akan diterima oleh konsumen bersangkutan. Assimilation-contrast theory berpegangan bahwa teijadinya efek asimilasi (assimilation effect) atau efek kontras (contrast effect) merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kesenjangannya besar, kinerja yang diharapkan dan konsumen akan memperbesar gap kineija akatual. Apabila tersebut, sehingga produk dipersiapkan jauh lebih bagus/buruk dibandingkan kenyataannya (sebagaimana halnya contrast theory). Namun, jika kesenjangaunya tidak terlampau besar, assimilation theory yang berlaku. Dengan kata lain, jika rentang deviasi yang bisa diterima (acceptable deviations) dilewati, maka kesenjangan antara ekspektasi dan kineija akan menjadi signifikan dan disitulah efek kontras berlaku. Di antara berbagai macam variasi teori yang ada, sejauh ini paradigma diskonfirmasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan dijadikan acuan 58 & Olshavsky, 1996; Tse kepuasan/ketidakpuasan & Wilton, 1988). Paradigma ini purnabeli ditentukan oleh evaluasi menegasikan bahwa konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding lainnya) dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk. Secara skematis, paradigma diskonfirmasi bisa diilustrasikan dalam Gambar 2.5. > Pengalaman > Rekomendasigethok tuiar > Komunikasi pemasaran > Pengetahuan atas merek-merek pesaing Perceived Ekspektasi Performance (E) (P) Proses Perbandingan Diskonfirmasl Negatif Konfirmasi Diskonfirmasi Positif Gambar 2.5 Paradigma Diskonfirmasi Sumber: Patterson (1993) Dalam kaitannya dengan paradigma diskonfirmasi, sejauh ini rnasih terdapat perdebatan mengenai karakteristik kepuasan: apakah kepuasan merupakan basil dari simple confirmation (perceived performance sama dengan ekspektasi) ataukah basil dari 59 Oliver (1977) pertama kali mendefmisikan paradigma diskonfmnasi, ia menyatakan bahwa konsumen akan puas hila persepsinya sesuai dengan ekspektasi (konfirmasi tercapai). Hunt (1991) dan Patterson (1993) sepakat dengan perspektif ini. Pendapat Jain dikemukakan Erevelles & Leavitt (1992), Santos & Boote (2003) mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif purnabeli (lihat Gambar 2.6): a. Delight b. Kepuasan (Indiferen Positif) c. Acceptance (Indiferen Negatif) d. Ketidakpuasan Ekspeektasl/ Persamaan Cognition Performance SltuaslAfektlf AP > EP Diskonfirmasi Positif Delight AP>EP Diskonflrmasi Positif Kepuasan AP=EP Simple Confirmation Delight/acceptance/ kepuasan/ketidakpuasan AP<EP Diskonflrmasl Negatlf Acceptance AP<EP DiskonfirmasiNegatif Ketidakpuasan Positive ZOI Indifference Negative .......•..l. rJ!ff. r !'. ---······ Gambar 2.6 Empat Keadaan AfektifPurnabeli Sumber: Santos & Boote {2003) Catalan: AP =Perceived Actual Peiformance; EP =Expected Peiformance; ZOI =Zone of Difference. Kepuasan dan acceptance berada eli dalam zone of indifference antara konfirmasi dan diskonfirmasi. Acceptance (indiferen negatif) bisa teljadi manakala kinerja produk/jasa yang dipersepsikan pelangan berada di antara predicted expectation dan minimum tolerable expectation, sedangkan kepuasan (indiferen positif) bisa teljadi apabila perceived 60 itu, kondisi afektif delight dan ketidakpuasan terjadi di luar zone of ind!fference. Delight bakal terjadi jika perceived performance lebih besar daripada desired expectation, sedangkan ketidakpuasan teijadi bila perceived performance di bawah tingkat minimum tolerable expectation. Tabel 2.1 merangkum keterkaitan antara keempat keadaan afektif dengan hierarki ekspektasi. Tabel 2.1 Keadaan Afektif dan Hierarki Ekspektasi Kondisi Afektif Delight Kepuasan Acceptance Ketidakpuasan Def"misi Kondisi Afektif Dalam Hal BatasBatas Ekspektasinya Di antara ideal dan desired Di antara desired dan predicted Di antara predicted dan minimum tolerable Di antara minimum tolerable dan worst ima inable Zone of Indifference Di luar Didalam Didalam Di luar Sumber: Santos & Boote (2003) 2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Ada beberapametode yang bisa dipergunakan setiap pemsahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler, et a!. (2004) mengidentiflkasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survei kepuasan pelanggan. 2.3.3.1. Sistem Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa bempa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang 61 langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau pendapat. Oleh karenanya, sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan melalui cara ini semata. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli produk atau menggunakan jasa perusabaan tersebut lagi. Berbagai riset menunjukkan bahwa 25% dari total pembelian konsmnen diwarnai ketidakpuasan, namun kurang dari 5 % pelanggan yag tidak puas bersedia melakukankomplain-kebanyakan eli antaranya langsung berganti pemasok (Kotler, et al., 2004). 2.3.3.2. Ghost Shopping (Mystery Shopping) Salah satu cara dengan pura memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalab mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura- sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan pesaing. Mereka diminta menggunakan produk/jasa perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuantemuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. 62 perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setap keluhan. 2.3.3.3. Lost Customer Analysis Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, di mana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggaunya. Hanya saja kesulitan penerapan metode ini adalah pacta mengidentifikasi dan mengkontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. 2.3.3.4. Survei Kepuasan Pelanggan Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei (McNeal & Lamb, dikutip dalam Peterson & Wilson, 1992), baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggaunya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya: a. Directly Reprted Satisfaction 63 Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan 63 dilakukan Soderlund (2003) menunjukkan bahwa dua ukuran kepuasan, yaitu Current Customer Satisfaction (CCS) dan Anticipated Customer Satisfaction (ACS), berkaitan erat dan tidak berbeda secara signifikan, meskipun CCS lebih bagus dibandingkan ACS dalam menjelaskan minat berperilaku di masa datang. b. Derived Satisfaction Setidaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu: 1. Tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kineJja produk atau pemsahaan pada atribut-atribut relevan, dan 2. Persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau pemsahaan bersangkutan (perceived performance). c. Problem Analysis Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa pemsahaan dan saran-saran perbaikan. Kemudian pemsahaan akan melakukan analisis konten (content analysis) terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk mengidentiflkasi bidangbidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak !anjut segera. d. Importance-Performance Analysis Teknik ini dikemukakan pertama kali oleh Martilla & James (1977) dalam artikel mereka "Importance-Performance Analysis" yang dipublikasikan di Journal of Marketing. Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kineija pemsahaan (perceived performance) pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat 64 Performance Matrix. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik, di mana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total. Selain itn, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentn yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya. Kendati demikian, batas antara "tingkat kepentingan tinggi" dan "tingkat kepentingan rendah" serta "tingkat kinerja tinggi" dan "tingkat kinerja rendah" relatif arbitrary, tergantung konteks riset bersangkutan (Martilla & James, 1977). 2.3.4. Pelanggan Dalam Jasa Pendidikan Kita telah mendefinisikan institnsi pendidikan sebagai pemberi jasa. Jasa-jasa ini meliputi pemberi beasiswa, penilaian dan bimbingan bagi para pelajar, para orang tua, dan para sponsor mereka. Para pelanggan terdiri dari bermacam-macam golongan dan perlu diidentifikasi. Jika tujuan mutulkualitas adalah memenuhi kebutnhan-kebutnhan pelanggan, maka hal penting yang perlu diperjelas adalah kebutnhan dan keinginan siapa yang hams dipenuhi? Di tingkat inilah pentingnya membicarakan gagasan tentang 'pelanggan' dalam konteks pendidikan. Pelanggan digunakan sebagai istilah untuk kedua bentuk istilah di atas dan terpisahkan ke dalam beberapa jenis. 'Pelanggan utama' yaitn pelajar yang secara langsung menerima jasa, 'pelanggan kedua' yaitu orang tua, gubemur atau sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung secara individu maupun institnsi, dan "pelanggan ketiga" yaitn pihak yang memiliki peran penting, meskipun tak Iangsung, seperti pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Keragaman pelanggan 65 mereka pada keinginan para pelanggan dan mengembangkan mekanisme untuk merespon mereka. Hal penting tmtuk didefmisikan secara jelas adalah sifat jasa yang diberikan oleh institusi kepada pelangganya (Sallis, 2006). Perbedaan juga perlu dibuat antara pelanggan eksternal dan internal dalam institusi pendidikan. Ketiika fokus utama dari sekolah, perguman tinggi atau universitas adalah pelanggan eksternalnya (pelajar, orang tua, dan lain-lain) penting untuk diingat bahwa setiap orang yang bekeJja dalam rnasing-masing institusi tersebut turut memberikanjasa bagi para kolega mereka (pelanggan internal). Pendidikan (Nilai tambah yang diberikan pada pelajar) = Jasa Pelajar = Pelanggan atau Klien Ekstemal Utama Orang tua/Kepala Daerah/ Sponsor = Pelanggan Eksternal Kedua Pemerintah/Masyarakat/ Bursa Ke a = Pelanggan Eksternal Ketiga Guru/Staf = Pelanggan lntemal Gambar 2.7 Pelanggan Pendidikan Sumber: Sallis (2006) 2.3.5. Kepuasan Orang Tua Pada Sekolah Tunas Bangsa Gunung Sahari Berdasarkan Hasil konsultasi dan wawancara dengan Kadiv. Kerohanian, Staff Kerohanian, Staff HRD, & beberapa orang tua murid Sekolah Tunas Bangsa yang didapat dari pengalaman keluhan dan saran dikaitkan dengan karakter terapan yang pernah didengar dan dialarni serta yang diajarkan secara langsung di Sekolah Tunas Bangsa selama kegiatan sharing values dan kegiatan belajar mengajar setiap hari, maka 67 2. Melakukan apa yang d.iminta dengan segera 3. Minta maaf jika berbuat salah 2.4. Brand Image Perusahaan 2.4.1. Defmisi Merek (Brand) Konsep merek dan produk berbeda. Menurut Aaker dan Joachimstahler (2000) produk meliputi karakteristik cakupan fungsi produk, atribut produk, kualitas atau nilainilai, kegunaan serta manfaat fungsional. Merek memiliki karakteristik yang lebih luas daripada produk yaitu citra pengguna produk, country of origin, asosiasi perusahaan, brand personality, simbol-simbol dan hubungan merek/pelanggan. Selain tu merek juga dapat menghantarkan manfaat tambahan seperti manfaat ekspresi diri pengguna dan manfaat emosional. Merek atau cap ialah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya (Alma, 2007). Brand adalah ide, kata, desain gratis dan suaralbunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk danjasa tersebut (Janita, 2005). Brand dapat d.isebut "pelabelan". Brand dapat membantu penjualan. Brand berkaitan dengan d.iyakini tidak kepercayaan konsumen terhadap suatu saja dapat produk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dan layanan, yang daat memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin (Kennedy & Soemanagara, 2009). Kotler dan Armstrong (1999) juga Keller (2001) berpendapat bahwa merek 68 adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya, yang 69 sekaligus sebagai diferensiasi produk. Sementara Keegan et al. (1995) berpendapat bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu. Definisi Keegan et a!. Lebih bersifat psikologis. Dan Herman (2003) dari Herman Strategic Consulting menyatukan kedua pandangan di atas dalam satu definisi menjadi: "A brand is the anticipation of consumers feel, toward a spesijic benefit toward about to be derived from an identified source (a product, a service, and so forth) often associated with a standardized set of symbolic representations (name, logo, amblem, color, tagline, image, etc)". Berbagai defmisi merek eli atas menekankan bahwa merek erat kaitannya dengan alam pikir manusia. Alam pikir manusia meliputi semua yang eksis dalam pikiran konsumen terhadap merek seperti perasaan, pengalaman, citra, persepsi, keyakinan, sikap sehingga dapat dikatakan merek adalah sesuatu yang sifatnya immaterial. Merek merubah atau mentransformasi hal yang sifatnya tangible menjadi sesuatu yang bernilai. Proses transformasi ini sepenuhnya menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan atau menghentikannya. Merek menurut Rangkuti (2009) dapat dibagi dalam pengertian lainnya seperti: a. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan misalnya, pepsodent, BMW, Toyota, dan sebagainya. b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. 70 c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. d. Copyright (Hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undangundang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni. Jadi merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada snatu produk hendaknya tidak hanya merupakan snatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu: a. Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contohnya, BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual mahal serta dipakai oleh para senior eksekutif perusahaan multinasional. b. Manfaat Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Atribut "aman" dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu mengganti berbagai fungsi rem serta halon pelindung baik dari depan maupun dari samping kiri dan 71 kanan. Manfaat fungsional ini dapat juga diterjemahkan ke dalam manfaat emosional 72 Selaili itu atribut-atribut laili juga harus dapat diterjemahkan menjadi manfaat yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen. c. Nilai Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. d. Budaya Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, mamiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berknalitas tinggi. e. Kepribadian Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercennin bersamaan dengan merek yang ia gunakan. f. Pemakai Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya. Misalnya, untuk menggambarkan orang yang sukses selalu menggunakan BMWseri7. 2.4.2. Manfaat Merek Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen diantaranya membantu 73 konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. 71 Konsueman lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk taupe merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa. Merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan manfaat emosional (Aaker kemampuan fungsi & Joachimstahler, 2000). produk Manfaat fungsional mengacu yang ditatwarkan. Sedangkan manfaat emosional pada adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama konsumsi. Manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis (Heggelson & Suphelen, 2004). Manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologi yang akan diperoleh konsumen ketika ia menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen pada konsumen lain. Ketika konsumenmenggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri. Manfaat yang diinginkan konsumen akan mempengaruhi pilihan mereknya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8. Manfaat Fungsional Merek Harga Manfaat Simbolis Manfaat Emosional Pilihan Konsumen 72 Merek bertumpu pada pemabaman psikologis konsumen. Bagaimana konsumen berpikir dan bertindak. Carl Jung dalam karyanya menunjukkan babwa terdapat 4 fungsi dari alam pikir yaitu pemikiran, perasaan, sensasi, dan intuisi. Pemasar dapat meletakkan strategi mereknya berdasarkan 4 hal tersebut sebagai keunggulan (Temporal, 2002). a. Pemikiran rasionalitas dan logika. Bagian "berpikir" dalam otak kita berhubungan dengan Seringkali disebtu sebagai aktivitas otak kiri. Kegiatan rasional seperti analisa, berhitung terjadi disini. Bagi sejumlab konsumen rasionalitas dan logika dapat menjadi perayu yang kuat karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian. b. Perasaan Perasaan juga merupakan konsumen. Melalui iklan alat dan yang dapat digunakan untuk aktivitas promosi untuk mempengaruhi menstimulasi perasaan konsumen. Perasaan diatur oleh otak kanan yang biasanya berhubungan dengan emosi, rasa babagia, rasa taknt, marab atau sedih bahkan cinta. c. Sensasi Sensasi berkaitan erat dengan sentuhan, rasa, suara, bau, dan pengelihatan. Semuanya merupakan fungsi otak kanan. Pemasar dapat menstimulasi sensasi ini melalui aktivitas promosi seperti penyediaan tester. d. Intuisi Intuisi dapat dikatakan sebagai penyimpangan dari rasionalitas dan logika dan seringkali muncul sebagai tindakan impulsif. 73 Bagi pemasar, tantangan dalam membangun merek yang kuat adalah dengan memastikan bahwa konsumen mendapatkan pengalaman yang tepat dengan produk dan jasa agar hasrat, pemikiran, perasaan, citra, keyakinan, persepsi, dan opini mereka terhubung dengan merek. 2.4.3.Merek Sebagai Sebuah Perusahaan Menurut Goodyear (1996), untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan 6 tahap perkembangan, pada tahap ke-5 merek memiliki identitas sebagai sebuah perusahaan. Iklan merek pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek. Karena merek tersebut merupakan wakil perusahaan sehingga merek semua direksi dan karyawan memiliki persepsi = perusahaan, yang sama tentang merek yang dimilikinya. Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah terintegrasi ke semua lini kegiatan operasional, sehingganinformasi mengalir secara lancar baik dari manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya, dari pelanggan ke manajemen. Contohnya, Microsoft software di mana pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui internet dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya perusahaan dapat menginformasikan produknya kepada pelanggan kapan saja. 2.4.4. Def"misi Merek & Persepsi (Brand Image) Brand Image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori 74 konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut (Keller, 1993). Dapat juga diakatakan 75 subyektif dan emosi pribadinya. Oleh karena itu dalam konsep ini persepsi konsumen menjadi lebih penting daripada keadaan sesungguhnya (Dobni & Zinkhan, 1990). Brand image menurut Ferrinadewi (2008) terdiri dari 2 komponen yaitu brand association atau asosiasi merek dan favorability, strength dan uniqueness of brand association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan merek seperti digambarkan pada Gambar2.9. Brand Recognition Jenis Asosiasi Brand Favorability Asosiasi Brand Kekuatan Asoslasi Brand Keunlkan Asosiasi Brand Gambar 2.9 Dimensi Brand Knowledge Sumber:Ferrinadewi (2008) Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk, manfaat produk dan keseluruhan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Konsumen dapat membuat asosiasi berdasarkan atribut yang berkaitan dengan produk misalkan harga dan kemasan atau atribut yang berhubungan dengan produk misalkan warna, ukuran, desain, dan fitu-fitur lain. Asosiasi juga dapat diciptakan berdasarkan manfaat produk misalkan 75 simbolik (Toyota kijang adalah kendaraan yang mencerminkan nasionalisme, membeli kendaraan ini berarti menjadi warga negara yang cinta pada negaranya), atau berdasarkan rnanfaat experiential atau pengalaman (Toyota kijang merek yang mudah digunakan, dirawat dan awet kendaraan mesinnya, sehingga konsumen akan merasakan kenyamanan dan keamanan). Sikap positif lfavorability) dan keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 hal dalam benak konsumen yaitu Ferrinadewi (2008): a. Adanya keinginan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginaunya b. Adanya keyakinan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginaunya c. Keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan merek laiunya. Kekuatan asosiasi merek ditentukan dari pengalaman langsung dari konsumen dengan merek, pesan-pesan yang sifatuya non-komersial maupun sifatuya komersial. Pada awalnya, asosiasi merek konsumen pada merek terbentuk dari kombinasi antara kuantitas perhatian dan ketika kensumen menemukan relevansi juga konsistensi antara konsep dirinya dengan merek. Seringkali konsep ini menjadi lebih luas adanya store image, product image, dan corporate image. Menurut Stem eta!., (2001) terdapat beberapa aspek yang membuat brand image rnanjadi begitu bervariasi yaitu: a. Dimana letak citra/image artinya apakah citra tersebut berada dalam benak konsumen atau memang pada objekuya. b. Sifat alaminya artinya apakah citra tersebut mengacu pada proses, bentuk atau 76 sebuah transaksi. 77 c. Jumlahnya artinya berapa banyak dimensi yang membentuk citra sebagai contoh, brand image dan store image memiliki persamaan letak citranya artinya kedua konsep ini mengacu pada letak citra ada pada obyeknya dan ada pada benak konsumen, tetapi berbeda dengan corporate image karena letak citranya ada pada objeknya sajs bukan dalam benak konsumen. Sebuah biro riset (www.benchmarkreasearch.co.uk) berpendapat bahwa konsep brand image tardapat 3 komponen penting yaitu brand association, brand values, & brand positioning. a. Brand Association Meruipakan tindakan konsumen untuk membuat asosiasi berdasarkan pengetahuan mereka akan merek baik itu pengetahuan yang sifatnya faktual maupun yang bersumber dari pengalaman dan emosi. Menurut David A. Aaker (1991), brand association mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan Jain-Jain. Nilai mendasar sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan asosiasinya, dengan kata lain merupakan makna merek tersebut bagi khalayak. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam keputusan-keputusan pembelian dan loyalitas merek. Menurut Simamora (2001), asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi perusahaan dan para pelanggannya juga dapat digunakan untuk: I. Membantu memproses I menyusun informasi 78 Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan akta dan 79 asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi elanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi ersebut, terutama saat mengambil keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi mengenai fakta-fakta. 2. Membedakan I memposisikan merek Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk membedakan dan memisahkan suatu merek dengan merek yang lain. Asosiasiasosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam kondisi yang mapan (dalam kaitaunya dengan para kompetitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertetu atau untuk suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan kesulitan untuk menyerang. 3. Membangkitakan alasan untuk membeli Banyak asosiasi merek, membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi ini merupakan Iandasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa asosiasi juga mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut. 4. Menciptakan sikap/perasaan positif Beberapa asosiasi mampu merangasang suatu akhirnya merembet ke merek yang perasaan positif yang bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu menciptakan perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain. 80 5. Memberikan landasan bagi perluasan 81 Suatu asosiasi bisa menghasilkan suatu landasan bagi suatu perusahaan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. b. Brand Value Adalah tindakan konsumen dalam memilih merek. Seringkali tindakan konsumen ini lebih karena persepsi mereka pada karakteristik merek dikaitkan dengan nilai-nilai yang mereka yakini. c. Brand Positioning Merupakan persepsi konsumen akan kualitas (keunggulan) merek yang nantinya persepsi ini akan digunakan oleh konsumen dalam evaluasi altematif merek yang akan dipilih. 2.4.5. Citra (Image) Terhadap Lembaga Para konsumen membeli sesuatu, bukan hanya sekedar membutuhkan barang itu, akan tetapi ada sesuatu yang lain yang diharapkannya. Sesuatu yang alin itu sesuai dengan citra yang terbentuk dalam dirinya. Oleh sebab itu penting sekali organisasi memberi informasi kepada publik agar menyatakan bahwa "The dapat membentuk citra yang baik. Levitt marketing imagination is the starting point of success in marketing". Istilah image inimulai popular sejak tahun 1950-a, yang dikemukakan dalam berbagai konteks seperti image terhadap organisasi, image terhadap perusahaan, image 82 nasional, image terhadap merek atau brand image, image publik, self-image dan 83 Berikut ini dikemukakan beberapa definisi image (Alma, 2007): a. "An image is the sum of beliefS, ideas, and impressions that a person has of an objecf' (Kotler, 1982). Image ia1ah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap sesuatu. b. "Image is the sum of beliefS ideas, and impressions that a person has of an agency or of its program, facility or personel. It may be formally defmed as the mental construct developed by an individual on the basis of a few selected impressions among the flood of total impressions" (Crompton, 1986). c. "Image is a set of beliefs that person s associate with. An image is acquired through experience" (H"\ldd1eston, 1985). d. "Image is an interpretation, a set of inference, and reactions, it is a symbol because it is not the object it self, but refers to it and stands for it. In addition to the physical reality of product, brand and organization, the image includes its meanings, the beliefs, attitudes, and feelings that have come to be attached to it" (Levy, 1978). .e. "Image is the impression, fteling, the conception which the public has of a company, a conditionally created impression of an object, person or organization. Artinya citra adalah merupakan kesan, impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai suatu obyek, orang atau lembaga". Citra ini tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra ini adalah kesan yang dipero1eh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasioualnya, yang mempunyai Iandasan utama pada segi layanan. 84 2.4.5.1. Mirror Image Suatu perusahaan atau organisasi harus mampu melihat sendiri bagaimana image yang mereka tampilkan dalam melayani publiknya. Lembaga harus dapat mengevaluasi penampilan mereka apakah sudah maksimal dalam memberi layanan atau masih dapat ditingkatkan lagi, ini disebut mirror image. 2.4.5.2. Multiple Image Adakalanya anggota masyarakat memiliki berbagai image terhadap perusahaan, misalnya ada yang sudah merasa puas, bagus, dan ada yang merasa masih banyak kekurangan dan perlu diperbaiki. Ada yang merasa puas untuk sebagian layanan, dan tidak merasa puas dengan sektor layanan lain. Ini dinamakan multiple image. 2.4.5.3. Current Image Bagaimana citra terhadap perusahaan pada ummnnya ini dinamakan current image. Current image ini perlu diketahui oleh seluruh karyawan perusahaan, sehingga di mana ada kemungkinan image umum ini dapat diperbaiki. Jadi image ini dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap sesuatu, sehinggan akhirnya dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan, karena image dianggap mewakili totalitas pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Lembaga pendidikan dan juga lembaga non-profit lainnya, mencari dana yang diperlukan untuk menjalankan organisasi. Danaini diperoleh dari orang-orang yang berhubungan dengan organisasi. Oleh sebab itu agar dana lebih mudah 85 mengalir, maka perlu dibentuk image yang baik terhadap organisasi. Masalah image ini 86 dengan apa yang dialami oleh orang lain. Disinilah perlunya organisasi hams setiap saat memberi informasi yang diperlukan oleh publik. Image terhadap suatu perguruan tinggi, terbentuk berdasarkanbanyak unsur yang berkumpul dalam bentuk komponen. Komponen-komponen ini antara lain yang sudah diteliti ialah: "Academic reputation, campus appearance, cost, personal attention, location, distance from home, graduate and professional school preparation, career placement, social activities, program of study and size" (Huddleston, 1982). Jadi banyak komponen yang akhirnya membentuk image, yaitu reputasi akademis atau mutu akademik dari suatu perguruan tinggi, penampilan kampus, biaya, lokasi, jarak dari rumah tempat tinggal, kemungkinan karir masa depan, kegiatan sosial dari lembaga dan sebagainya. 2.4.6. Brand Image dan Strategi Pemasaran a. Pemasar harus terlebih dahulu mendefinisikansecara jelas brand personality nya agar sesuai dengan kepribadian konsumeunya. Adanya kesesuaian ini menandakan konsumen telah mengasosiasikan merek seperti pribadinya sendiri. Asosiasi yang kuat ini akan mendorong terciptanya citra merek yang positif. b. Pemasar hams mengupayakan agar tercipta persepsi bahwa merek yang mereka tawarkan sesuai dengan nilai-nilai diyakini oleh konsumen dalam keputusan pembeliannya melalui strategi komunikasinya. Dalam iklan yang dipakai atau alat komunikasi laiunya, Pemasar hams menekankan pada nilai konsumen yang mereka utamakan sehingga tercipta asosiasi yang dekat. 87 c. Pemasar dapat melakukan image analysis yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi bagaimana asosiasi konsumen terhadap merek Beberapa langkah yang dapat dilakukan Pemasar dalam melakukan image analysis: I. Mengidentifikasikan segala asosiasi yang mungkin telah dilakukan konsumen dalam benak mereka. Konsumen dapat melakukan interview sederhana atau dalam focus group tentang apa yang konsumen pikirkan tentang suatu produk. Misalkan untuk merek Toyota, asosiasi konsumen adalah negara Jepang, mobil berkualitas, harga teljangkau, berpengalaman. 2. Langkah kedua, manghitung seberapa kuat hubungan antara merek yang diteliti dengan asosiasi konsumen. Misalkan konsumen diminta mengurutkan asosiasiasosiasi mereka terhadap Toyota mulai dari yang paling berhubungan hingga tidak berhubungan dengan merek. 3. Selanjutuya, Pemasar hams menyimpulkan dari langkah kedua di atas menjadi sebuah pemyataan yang mencitrakan merek secara psikologis. 2.5. Komunikasi Pemasaran Word of Mout/1 2.5.1. Defmisi Komunikasi Pemasaran Word of Mouth Dalam masyarakat, model word of mouth sudah sejak lama digunakan misaluya kita dengar ungkapan gethok tular (bahasa Jawa) yan gprinsipnya agar berita, pemberitahuan, undangan, dan informasi lainnya disampaikan secara meluas dari mulut ke mulut secara lisan. Dalam dunia bisns model word of mouth marketing merupakan bagian dari upaya mengantarkan/menyampaikan pesan bisnis kepaada konsumen 88 khususnya target pasar agar mereka dapat mengetahui keunggulan produk di tengah 89 Word of Mouth (komunikasi gethok tular) menurut Tjiptono dan Chandra (2007) merupakan pemyataan (secara personal maupun non-personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada pelanggan. Word of Mouth biasanya lebih kredibel dan efektif, karena yang menyampaikannya adalah orang-orang yang dapat dipercayai pelanggan, di antaranya para ahli, ternan, keluarga, rekan kerja, dan publisitas media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi, karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belurn dibelinya atau belum dirasakannya sendiri. Word of mouth adalah tindakan konsumen memberikan informasi kepada konsumen lain dari seseorang kepada orang lain (antarpribadi) nonkomersial baik merek, prodnk, maupun jasa. Word of mouth marketing adalah upaya memberikan alasan agar orang berbicara tentang merek, produk maupun jasa dan membuat berlangsungknya pembicaraan itu lebih mudah. Word of mouth menjadi media yang paling kuat dalam mengkomunikasikan produk atau jasa kepada dna atau lebih konsumen. Dalam word of mouth, konsumenlah yang memutuskan tentang sesuatu yang sangat berharga untuk dibicarakan. Perusahaan (CEO, marketer, usahawan dan selumh mitra intemallainnya) hams bekeija keras untuk dapat memposisikan produk sdemikian mpa agar semua konsumen merasa bal1wa produk itu berharga untuk didiskusikan dan kemudian mereka merekomendasikan kepada orang lain. Pelayanan pada dasarnya bersifat experiential dan lebih sulit mengevaluasinya sebelum teljadi transaksi pembelian. Karakteristik jasa (tidak untuk dapat diraba, heterogen, dan tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dan konsumsi) 90 memaksa konsumen untuk lebih menempatkan kepercayaan pada pendapat orang lain 91 diterima ketika mengkonsumsi jasa pad umumnya terlihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembelian barang-barang (Rust et a!., 1995; Wirtz & Chew, 2002), sehingga konsumen lebih senang mengandalkan Word of Mouth untuk membuat keputusan pembelian. Word of Mouth tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan. Karena Word of Mouth dilakukan oleh konsumen dengan sukarela atau tanpa mendapatkan imbalan. Berusaha membnat-buat Word of Mouth sangat tidak etis dan dapat memberikan efek yang Iebih buruk Iagi, usaha tersebut dapat merusak brand dan merusak reputasi perusahaan. Minat mengarahkan mereferensi (Word manajemen of Mouth) hubungan merupakan pelanggan penilaian untuk tetap yang bersifat mencapai target penjualaunya. Mengembangkan minat mereferensi maka perusahaan Iebih mempunyai peluang untuk mengejar dan mengharapkan keuntungan atas hubungan antara perusahaan dengan konsumennya. Minat mereferensi (Word of Mouth) memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan sebagaimana menciptakan kepnasan pelanggan yang knat. Dodds et a!. (199 I), menyatakan bahwa rekomendasi dari seseorang pada proses pembelian sangatlah penting karena dapat mempengaruhi seseorang untuk jadi atau tidaknya proses pembellian. Komunikasi Word of Mouth mampunyai pengaruh yang knat terhadap perilaku pembelian, dan mempengaruhi penilaian jangka pendek atau jangka panjang (Bone, 1995; Herr eta!., 1991). Komunikasi Word of Mouth adalah keknatan yang sangat knat untuk mempengaruhi keputusan pembelian di masa depan, klmsusnya ketika akan memilil1 jasa 92 dengan resiko tinggi (Sheth, Mithal & Newman, 1999). Gagasan dalam perilakn 93 pembentukan sikap dan perilaku konsnmen (Harrison-Walker, 200I). Terdapat penelitian yang mengungkapkan fakta bahwa Word of Mouth mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pilihan konsnmen, terutama sekali pada bidang jasa dimana pengalaman setelah pembelian masih kurang (East, Hammond, Lomax & Robinson, 2005). Keaveney (I995) dalam East et al. (2005), telah meneliti bahwa setengah dari pengguna jasa adalah hasil dari Word of Mouth positif atau rekomendasi. Komunikasi Word of Mouth berpengaruh positifterhadap keputusan pembelian telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Voyer (2000). Indikator Word of Mouth berdasar dari penelitian Harrison-Walker (200I) dan Brown (2005) yaitu: a. Frekuensi komunikasi. b. Kesenangan menceritakan pengalaman. c. Meyakinkan orang lain. d. Kesenangan merekomendasikan kepada orang lain e. Kesenangan memberikan informasi kepada orang lain. Pelanggan yang telah memiliki pengalaman unik tentang produk, jasa, dan merek dari perusahaan tertentu ini, cenderung akan memasukkan produk, jasa, dan merek itu ke dalam daftar agenda percakapan. Mereka secara mengungkapkannya kepada orang lain secara lisan (word sadar atau tanpa sadar of mouth) dalam berbagai kesempatan. Produk (quality, branded, value) yang excellence dapat mendorong kuatnya mutual dialogue, pass effect, knowledge diffusion, dan cause and effect (Hasan, 20I 0): 94 a. Mutual dialogue: Konsumen yang memiliki pengalaman unik tentang produk secara 95 dengannya. Proses perbincangan Jisan ini bukan suatu solidaritas melainkan sebagai sebuah kebanggaan atas interaksi dan pengalaman yang pemah mereka alami tentang produk. b. Pass along effect: Konsumen umumnya suka menjawab, suka memperluas dialog mereka, mereka juga memiliki kecenderungan ketika mendengar sebuah kata yang baik, mereka cenderung mengklaim sebagai sebuah pengalamannya sendiri dengan tekanan kata yang menarik. Pengalaman inilah kemudian sering menjadi efek yang terns beijalan antarkonsumen dalam sepanjang kehidupan mereka. c. Knowledge diffosion: Wor of mouth memiliki efek ganda, tidak hanya sebagai penyebaran tawaran produk, tetapi juga sebagai media penyebaran pengetahuan kepada orang lain. Terutama jika word of mouth ini jatuh pada konsumen atau orang yang suka berperan sebagai teacher, advisor atau orang yang mempunyai rasa ingin tahu yang kuat. d. Cause and effect: Cara yang paling mudah untuk menciptakan efek yang beijenjang dalam memprakarsai kegiatan pemasaran dalam memengaruhi perhatian konsumen untuk terlibat dalam perbincangan produk. 2.5.2. Alasan memilih Word of Mout/1 Marketing Beberapa alasan yangmembuat WoM dapat menjadi sumber informasi yang kuat dalam mempengaruhi keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Hasan, 2010): a. WoM adalah sumber informasi yang independent dan jujur (ketika informasi datang dsari seorang ternan itu lebih kredibel karena tidak ada association dari orang 96 dengan perusahaan atau produk). 87 b. WoM sangat kuat karena memberikan manfaat kepada yang bertanya dengan pengalaman langsung tentang produk melalui pengalaman ternan dan kerabat. Sebagai contoh, bayangkan bahwa seseorang ingin mengunjungi obyek wisata di Bali. Sebelum menginvestasikan waktu dan uang ke dalam perjalanan, ia mengumpulkan informasi dari ternan atau kenalan yang mengunjungi tempat-tempat tersebut untuk mendapatkan gambaran obyek yang lebih realistis tentang apa yang diharapkan dari tujuan. c. WoM disesuaikan dengan orang-orang yang tertarik di dalamnya, seseorang tidak akan bergabung dengan percakapan, kecuali mereka tertarik pada topik diskusi. d. WoM menghasilkan media iklan informal. e. WoM dapat mulai dari satu sumber tergantung bagaimana kekuatan influencer dan jaringan sosial itu menyebar dengan cepat dan secara luas kepada orang lain. f. WoM tidak dibatasi oleh ruang atau kendala lainnya seperti ikatan sosial, waktu, keluarga atau hambatan fisik lainnya. Internet engurangi, bahkan melebihi batas- batas komunikasi antara orang-orang (misalnya online chat room). Hasil validasi riset Nielsen (di Amerika Serikat) terhadap perusahaan yang menggunakan word of mouth marketing menyimpulkan bahwa kepercayaan konsumen terbentuk dari rekomendasi konsumen lain (keluarga, ternan, tetangga, dan kerabat) merupakan bentuk periklanan yang paling efektif bagi keputusan pembelian. Dengan menggunakan lima variabel, riset tahun 2009 di Yogyakarta (Tabel 2.2) menunjukkan bahwa rekomendasi sebuah produk lewat jaringan sosial konsumen (orang yang pernah menggunakan produk ataujasa) terbukti bahwa word ofmouth merupakan 88 media periklanan yang peling terpercaya dan menduduki tingkat efektivitas yang paling 89 tinggi dibanding media lainnya dalam membentuk keputusan pembelian konsmnen Indonesia. Tabel2.2 Tingkat Kepercayaan dan Pembelian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sumber Informasi Rekomendasi konsmnen Suratkabar Opini konsmnen Brand Websites Televisi Majalah Radio Brand Sponsor Email Iklan sebelmn film Search Engine Ads Online Banner Ads Mobile Phone Ads Pembelian Tinl{kat Kepercayaan Indonesia AS 78% 79% 63% 61% 60% 65% 56% 56% 54% 49% 3% 49% 38% 34% 18% 26% 18% 67% 68% Sumber: Nze/sen (2007), Hasan (2010) Sukses dari mulut ke mulut, pemasar menyadari bahwa ini bukan tentang cara mengontrol pesan, tetapi berusaha untuk memastikan bahwa pesan-pesan yang disebarkan oleh sumber yang paling terpercaya adalah positif dan konsisten dengan apa yang perusabaan katakan tentang dirinya sendiri. Dengan 1900 unit analisis dalam model persamaan structural peran dominan pengetahuan konsmnen, kualitas layanan, kepuasan, kepercayaan, dan word of mouth dalam membangun niat pembelian (Tabel 2.3) secara statistik sangat signifikan (to > 2,33, p < 0,1). Strategi word of mouth terbukti sangat bermanfaat karena teridentifikasi sebagai faktor yang kuat dalam pembelian industri jasa (industri keuangan, perhotelan, 89 Tabel2.3 Hasil Analisis Model Persamaan Struktural Independent Variable Indikator Pengetahuan Pelanggan Kualitas Pelayanan Kep_uasan Pelanggan Kepercayaan Word of Mouth Dependent Variable Niat Membeli R' R 3 3 .80 .77 2 2 2 .93 .80 .98 .68 .63 .60 .74 .84 Sumber: Hasan (2010) Temuan lain dalam segmen geografis, face to face WoM (63%), telepon (17%). Ini menunjukkan bahwa perbincangan atau kecakapan lisan secaraface to face mengenai produk atkan merek perusahaan memainkan peran yang sangat penting dalam WoM. Kecuali itu, sebuah survey yang didanai oleh Priceline.com, dilakukan oleh Opinion Research Corporation International of Princeton, New Jersey, menemukan bahwa pelanggan yang puas akan memberi tahu pengalaman-pengalaman mereka kepada orang lain 6 orang (1996), II orang (1999), dan 12 orang lain (2000) ketika mereka puas terhadap produk dan layanan perusahaan. Statistik menunjukkan bahwa orang yang terlibat dalam WoM 3,5 milliar setiap hari dan 2,5 milliar di antaranya adalah percakapan face to face, lainnya 630 juta percakapan melalui telepon on/ tne. Tingkat signif"Ikansi semakin tinggi ketika seorang konsumen berbicara positif tentang suatu merek, marketer memperoleh dampak yang sangat kuat jauh melampaui dampak iklan televisi yang boros itu, dan peningkatan kredibilitas melalui rekomendasi WoM. Kecuali itu, pengaruh signifikan WoM marketing dalam (Hasan, 2010): a. Peningkatan pendapatan dan pangsa pasar. 90 c. Peningkatan loyalitas pelanggan. d. Peningkatan profitabilitas. e. Peningkatan harga saham, nilai pemegang saham, dan nilai penjnalan. f Peningkatan kemampuan untuk memobi!isasi organisasi dan memfokuskan kegiatan. g. Peningkatan kemampuan untuk memperluas kategori produk dan layanan barn. h. Meningkatkan kemampuan untuk menarik dan mempertahaukan pegawai yang berknalitas tinggi. Hasil riset lain menunjukkan bahwa efek iklan secara lisan sangat luar biasa di pasar masa kini, misalnya saja: a. 95% konsumen kehilangan kepercayaan pada periklanan konvensional (Mckinsey & Co.). b. Lebih dari 90% pelanggan menyebutkan bahwa WoM sebagai sumber gagasan yang terbaik tentang produk danjasa (Mckinsey & Co.). c. 78% konsumen Jebih percaya kepada ternan ketika mereka ingin melakukan pembelian (Nielsen). d. 80% pelanggan percaya bahwa WoM sebagai sumber informasi yang Jebih baik dari yang lain (Forrester). e. 47% responden mencari gagasan Jebih percaya pada jejaring sosial (social networking). f. 45% responden mencari tempat penjualan dan potongan harga produk dari jejaring sosial. g. 22% responden menyatakan akan membaca tinjauan ulang produk melalni blog. Walaupun efek yang dihasilkan WoM 91 sangat signifikan terhadap tingkat 92 pertimbangan penuh pada penggunaan WoM sebagai salah satu strategi marketing mereka. 2.5.3. Filosofi Word of Mout/1 Marketing Word of mouth marketing adalah sebuah percakapan yang di desain secara online maupun offline memiliki multiple effect, non-hierarchi, horizontal dan mutasional (Hasan, 2010). Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek aktual dan orang-orang (rekomender) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat lain (offline) untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau antusiasme mereka tentang suatu produk. Alasan yang begitu kuat dalam WoM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat ditemukan dengan ratusan pesan lain dalam folder konvensional perusahaan. Filosofi dasar word of mouth marketing ini adalah (Hasan, 2010): a. Keberlanjutan suara pelanggan, bukan suara perusahaan!owner/marketer. b. Alami, asli, proses jujur bukan buatan dan juga manipulasi. c. Konsumen mencari sumber informasi bukan perusahaan!owner!marketer. d. Konsumen berbicara tentang produk, layanan, atau merek dan mereka telah memiliki pengalaman. 2.5.4. Teknik Word of Moutll Marketing Sejumlah teknik word of mouth marketing yang diarahkan untuk mendorong orang berbicara satu sama lain tentang produk atau jasa adalah sebagai berikut (Hasan, 93 2010): 92 a. Buzz Marketing: Menggunakan high profile berita untuk mendapatkan orang untuk berbicara tentang merek. b. Viral Marketing: Menciptakan masukan pesan informatif yang dirancang untuk dapat diteruskan dalam model eksponensial, melalni e-mail misalnya. c. Community Marketing: Pembentukan atau mendukung ceruk komunitas yang mungkin untuk kipas klub, berbagi kepentingan tentang merek dan forum diskusi); providing alat, (seperti kelompok pengguna, konten, dan informasi untuk dukungan komunitas tersebut d. Grassroots Marketing: Pengorganisasian dan memotivasi relawan untuk engage pribadi atau jangkauan lokal. e. Evangelist Marketing: Merekrut pendukung baru, advokasi, atau relawan yang didorong untuk mengambil peran leadership dalam menyebarkan pesan secara aktif. f. Influencer Marketing: Mengidentifikasi masyarakat dan pendapat kunci leaders yang cenderung berbicara tentang produk dan memiliki kemampuan untuk influence pendapat orang lain. g. Street Marketing: Menjangkau dan berinteraksi dengan konsumen secara langstmgtatap muka di suatu tempat secara berkala. h. Stealth - Undercover Marketing: Gerakan marketing di bawah ambang sadar, misalnya menggunakan seorang aktor untuk menyebarkan pesan positif dari satu brand kepada publik. i. Cause Marketing: Pendukung begitu - menyebabkan keuangan untuk mendapatkan rasa hormat dan support dari orang-orang yang merasa sangat tahu tentang penyebabnya. 93 J. Product Seeding: Meletakkan yang benar produk ke tangan kanan di waktu yang tepat, menyediakan informasi atau sampel untuk individu berpengaruh. k. Conversation Creation: Menarik atau menyenangkan iklan, email, manangkap frase, hiburan, atau promosi dirancang untuk memulai aktivitas mulut. I. Brand Slogging: Menciptakan blog dan berpartisipasi dalam blogging, dalam semangat terbuka, trans -orang tua komunikasi; berbagi informasi nilai. m. Referral Programs: Membuat alat yang memungkinkan pelanggan puas melihat ternan-ternan mereka. 2.6. Minat Penggunaan Jasa Vlang (Repurclzasing) Keputusan pembelian dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda untuk setiap individu. Faktor tersebut adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi kecil, keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap, kepercayaan dan konsep diri. Keinginan untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin membeli produk yang dilihatuya (Howard & Shay, 1998). Proses membeli (buying process) akan melalui lima tahapan, yaitu: a. Pemenuhan kebutuhan (need), b. Pemilihan kebutuhan (recognition), c. Proses mencari barang (search), d. Proses evaluasi (evaluation), dan e. Pengambilan keputusan (decision). Menurut Cobb-Walgren, Ruble, dan Donthu (1995) niat beli merupakan suatu . pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian suatu produk 94 membeli biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti dorongan dan pertimbanganpertimbangan tertentu (Dodds, Monroe, dan Grewal, 1991). Dodds, Monroe, dan Grewal (1991) mengemukakan bahwa niat .beli didefmisikan sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk berminat membeli suatu produk tertentu yang dilihatuya. Menurut Dodds, Monroe, dan Grewal (1991), jika seseorang menginginkan produk dan merasa tertarik untuk memiliki produk tersebut maka mereka berusaha untuk membeli produk tersebut, selain itu faktor yang lainnya adalah rekomendasi dari pihak lain sangatlah penting karena dapat mempengaruhi seseorang untuk terjadinya proses pembelian. Minat membeli merupakan dorongan konsumen untuk melakukan pembelian atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pembelian ulang. Niat beli yang terdapat pada diri seseorang untuk melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh sikap maupun variabellainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ada variabel niat ini adalah: a. Niat dianggap sebagai penangkap atau perantara faktor-faktor motivasional yang mempunyai dampak pada suatu perilaku. b. Niat menunjukkan seberapa kuat seseorang berani mencoba. c. Niat juga menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk dilakukan. d. Niat adalah yang paling dekat berhubungan dengan perilaku selanjutnya. Pelanggan yang berkomitmen memiliki keterkaitan emosional terhadap merek atau perusahaan yang ditujunya. Pada umnrnnya pelanggan mengekspresikan komitmen mereka dengan kepercayaan dan kesukaan terhadap merek tersebut serta kepercayaan 95 terhadap perusahaannya. Konsumen yang berkomitmen tidak ingin mencari informasi 96 berpindah ke merek pesaing. Meskipun mereka membeli merek pesaing, tetapi setelah penawaran promosi berakhir, seperti diskon, mereka akan kembali ke merek semula. Perpindahan sementara tersebut hanya bersifat memanfaatkan keuntungan yang ditawarkan oleh merek lain. Minat beli ulang merupakan dorongan konsumen untuk melakukan pembelian atau dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan pembelian ulang. Minat beli ulang merupakan bagian dari perilaku pembelian dimana didalam konteks minat beli ulang tersebut terdapat konsep loyalitas (Soderlund dan Vilgon, 1999). Selain itu, pelanggan yang memiliki komitmen pada umumnya lebih mudah menerima perluasan lini produk bam yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Kesesuaian antara performa dari produk atau jasa yang ditawarkan akan memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghasilkan minat konsumen untuk kembali di waktu yang akan datang. Konsumen yang menggunakaunya merasa puas dan menjadi pelanggan yang berkomitmen juga dapat menjadi sumber rekomendasi positif (positive word of mouth) bagi konsumen lainnya terhadap merek tersebut (Hawkins, Best, dan Coney, 1998; Athanassopoulos, Gounaris, dan Sehingga pelanggan yang berkomitmen sangat berperan dalam Stathakopoulos, 2000). pengembangan suatu merek. Proses evaluasi konsumen sangat menentukan tingkat motivasi pembelian ulang terhadap suatu merek. Motivasi tersebut akan menimbulkan keinginan pembelian ulang untuk memenuhi setiap kebutuhaunya atau meningkatkan jumlah pembeliaunya, dan menghasilkan komitmen untuk menggunakan kembali merek tersebut dimana keinginan itu berkaitan dengan psikologi konsumen (Hawkins, Best, dan Coney, 1998). 97 Proses evaluasi konsumen sangat menentukan tingkat motivasi pembelian ulang 97 b. Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility. c. Profitabilitas merupakan basil dari hubungan antara penghasilan (income), biaya, dan modal yang digunakan. Perspektif tradisional sering hanya berfokus pada pencapaian produktivitas dan profitabilitas dengan mengabaikan aspek kualitas. Hal ini bisa mengancam survivabilitas jangka panjang perusahaan. Dalam konteks kompetisi global di era pasar bebas ini, setiap perusahaan harus bersaing dengan para pesaing lokal dan global. Peningkatan intensitas kompetisi menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan dinamika kebutuhan, keinginan dan preferensi pelanggan serta berusaha memenuhinya dengan cara-cara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya. Perhatian setiap perusahaan tidak lagi hanya terbatas pada produk (barang atau jasa yang dihasilkan) senata, tetapi juga pada aspek proses, sumber daya manusia, dan lingkungan. Dengan demikian, hanya perusahaan yang benar-beuar berkualitas yang dapat memenangkan persaingan dalam pasar global. Mutu/Kualitas dalam persepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau pengguna, meningkatnya minat, harapan dan kepuasan pelanggan (Sallis, 2006). Tjiptono dan Chandra (2007) menyatakan bahwa kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelaggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, di mana 98 perusahaan 99 memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. 2.7.2. Hubungan Kualitas Jasa!Produk dengan Kepuasan Pelanggan dengan Ekspektasi Pelanggan sebagai Standar Perbandingan Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu hila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Kotler dan Keller, 2007). Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan, telah dicapai konsensus bahwa harapan pelanggan (customer expectation) memainkan peran penting sebagai standar perbandingan dalam kepuasan. Menurut Olson & Dover (dikutip mengevaluasi kualitas maupaun dalam Zeithaml, et al., 1993), harapanlekspetasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan. Kendati demikian, konseptualisasi dan operasionalisasi harapan pelanggan masih menjadi isu kontroversial, terutama menyangkut karakteristik standar ekspektasi spesiftk, jumlah standar konsumen mungkin saja yang digunakan, dan sumber ekspektasi. Setiap memiliki beberapa ekspektasi pra-konsumsi yang berbeda. Selain itu, konsumen yang berbeda bisa pula menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Berdasarkan kajian mendalam terhadap Iiteratur kualitas jasa dan kepuasan pelanggan, Santos & Boote (2003) mengidentiflkasi 56 definisi ekspektasi pelanggan. 100 Mereka mengklasiflkasikan definisi-defmisi tersebut ke dalam 9 kelompok yang disusun 101 dalam sebuah hierarki ekspektasi, dari yang tertinggi hingga terrendah (lihat lagi Gambar 2.4). 2.7.2.1. Ideal Expectation Yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen. Menurut Miller (1977), ideal expectation mencerminkan 'wished for' level of peiformance. Standar ideal identik dengan excellence, yakni standar sempurna yang membentuk ekspektasi terbesar konsumen (Buttle, 1998). 2.7.2.2. Normative (slwuld) Expectation (Persuasion-Based Standard) Yaitu tingkat kinerja yang dirasakan konsumen seharusnya mereka dapatkan dari produk yang dikonsumsi (Parsuraman, et a!., 1985). Ekspektasi normatif lebih rendah dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya ekspektasi normative dibentuk oleh pemasok atau penyedia jasa. Tipe ekspektasi semacam ini ditumbuhkan melalui sumbersumber yang bisa dikendalikan pemasar (contohnya, iklan, brosur, pamflet, poster, dan personal selling), karenanya sering pula disebut persuasion-based standard atau marketer supplied standard (Spreng, MacKenzie & Olshavsky, 1996). 2.7.2.3. Desired Expectation Yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau jasa tertentu (Swan & Trawick, 1980). Dengan kata lain, desired expectation mencermiukan tingkat kinerja yang diinginkan atau diharapkan diterima pelanggan. Santos & Boote 102 (2003) menyatakan bahwa desired peiformance merupakan perpaduan antara apa yang 103 2.7.2.4. Predicted (will) Expectation (Experience-Based Norms) Y aitu tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semna informasi yang diketabuinya. Tipe ekspektasi ini juga bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin teijadi pada interaksi berikutnya antara pelanggan dan perusabaan (Oliver, 1981; Zeithaml, et al., 1993). Standar ini terbentuk berdasdarkan pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi kategori produk atau jasa tertentn dan persepsi konsumen terhadap kineija produk tipikal. Woodruff; Cadotte & Jenkins (1983) menggunakan istilah experience-based norms untuk tipe ekspektasi ini dengan dasar pemikiran babwa standar ini merefleksikan aspek ideal dan realistik ekspektasi. 2.7.2.5.Deserved (won) Expectation (Equitable Expectation) Yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya (Miller, 1977). Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada service encounter berikutnya, yakni pelayanan yang sudah selayaknya didapatkan pelanggan (Bou1ding, et al,. 1993). Deserved expectation berkaitan erat dengan equity theory, yaitu teori yang menyatakan babwa setiap individu akan menganalisis rasio input dan hasil (outcome) yang diperolehnya dibandingkan dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Input bisa berupa informasi, usaba, dana, dan waktu yang dicurahkan untuk merealisasikan pertukaran, sedangkan hasil mencakup manfaat dan kewajiban (liabilities) yang didapatkan dari pertukaran, misalnya penghematan waktu, kinerja produk atau jasa dan kompensasi tertentu yang diterima. 104 2.7.2.6. Adequate Expectation Tingkat ekspektasi batas bawah (lower level) dalam ambang batas kinerja produk ataujasa yang bisa diterima pelanggan (Zeithaml, et al., 1993). 2.7.2.7. Minimum Tolerable Expectation Yaitu tingkat kinerja terrendah yang bisa diterima atau ditolerir konsumen (Miller, 1977). Menurut Santos & Boote (2003}, minimum tolerable expectation mirip dengan adequate expectation. 2.7.2.8. Intolerable Expectation Yakni serangkaian ekspektasi menyangkut tingkat kinerja yang tidak bakal ditolerir atau diterima pelanggan (Buttle, 1998). Standar ini bisa terbentuk sebagai hasil komunikasi gethok tolar atau pengalaman pribadi yang tidak memuaskan, dimana konsumen berharap bahwa memori buruk tersebut tidak akan pernah terulang lagi. 2.7.2.9. Worst Imaginable Expectation Yaitu skenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan atau terbentuk melalui kontak dengan media, seperti TV, radio, koran, atau internet. Melalui eksposur media (misalnya liputan berita dan surat pembaca), konsumen mungkin saja mengetahui pengalaman-pengalaman buruk orang lain berkenaan dengan kinerja produk, jasa, atau perusahaan spesifik. Konsumen dan atau keluarga dan koleganya mungkin belum pernah mengalami langsung pengalaman buruk seperti ini, namun mereka tahu 105 bahwa kasus-kasus buruk semacam itu memang ada dan bisa saja terjadi pada mereka. 106 tolerance. Menurut Zeithaml, et al. (1993), zone of tolerance mencenninkan sejauh mana konsumen menyadari dan bersedia Apabila kinerja jaksa masuk dalam menerima heterogenitas kinelja zone of tolerance maka produk. konsumen akan memandangnya sebagai kinerja yang memuaskan. 2.8. Hubungan Kualitas Jasa/Produk dengan Citra Merek (Brand Image) Perusabaan 2.8.1. Total Perceived Quality Model Salah satu model kualitas jasa yang pertama kali dikembangkan adalah Total Perceived Quality Model (Gronroos, 1984, 1990, 2000). Berdasarkan model ini, kualitas suatu jasa yang dipersepsikan pelanggan terdiri atas dua dimensi utama (libat Gambar 2.10). Dimensi pertama, technical quality (outcome dimension) berkaitan dengan kualitas ou1put jasa yang dipersepsikan pelanggan. Komponen ini dapat dijabarkan lagi menjadi tiga tipe (Zeitl1aml, Parasuraman, Berry, 1990): a. Search quality, yaitu komponen kualitas yang dapat diinspeksi atau dievaluasi pelanggan sebelum dibeli dan digunakan, misalnya harga dan usia kendaraan bermotor (lewat STNK dan BPKB); b. Experience quality, yaitu komponen kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah dibeli dan atau dikonsumsi, contohnya ketepatan waktu, kecepatan layanan, kelezatan masakan, dan kerapian basil cukur rambut; dan c. Credence quality, yaitu komponen kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan sekalipnn jasa telah dikonsumsi, misalnya kualitas operasi bedah syaraf. 107 Kualitas yang Diharapkan Kualitas yang Dialami Totst: rceived QuSiity > Komunikasi Pemasaran > Penjualan >Citra > Komunikasi Won:! of Mouth > Public Relations > Kebutuhan dan Nilai-nilai Pelanggan Citra Kualitas Fungsional Proses: BAGAIMANA Gambar 2.10 Total Perceived Quality Model Sumber: Gronroos (2000) Dimensi kedua, fimctional quality (process related dimension) berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau basil akhir jasa dari penyedia jasa kepada pelanggan. aksesibilitas mesin ATM sebuah bank, restoran Contohnya meliputi siap saji atau konsultan bisnis; penampilan dan perilaku pramusaji, teller bank, pemandu wisata, resepsionis hotel, atau pramugari; serta cara para karyawan jasa melakukan tugas mereka serta tutur kata mereka. Selain itu, jUnctional quality juga dipengaruhi kehadiran pelanggan lain yang pada waktu bersamaan mengkonsumsi jasa yang sama atau serupa. Selain itu, penyedia jasa sulit berlindung di balik nama merek atau distributor. Dalam kebanyakan kasus, pelanggan bisa melihat dan mengetahui perusahaan, sumber daya, dan caranya beroperasi. Oleh sebeb itu citra korporasi dan atau lokal (corporate and/or local image) sangat penting dalam sebagian besar jasa. Faktor ini bisa mempengaruhi persepsi terhadap kualitas secara signifikan melalui berbagai cara. Jika 108 terjadi sangat mungkin dimaafkan. Apabila kesalahan kerapkali terjadi, citra positif tersebut baka1 rusak. Sebaliknya jika citra organisasi negatif, maka dampak dari setiap kesalahan kerapkali jauh lebih besar ketimbang bila citranya positif. Dalam kaitannya dengan persepsi terhadap kualitas, citra dapat dipandang sebagai filter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas keseluruhan (Tjiptono & Chandra, 2007). Gambar 2.10 menunjukkan keterkaitan antara pengalaman knalitas dengan aktivitas pemasaran teradisional yang menghasilkan perceived service quality (Total Perceived quality). Persepsi knalitas positif diperoleh apabila knalitas yang dialami (experienced quality) sesuai dengan atau memenuhi harapan pelanggan (expected quality). Bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi knalitas total (total perceived quality) akan rendah, bahkan sekalipun knalitas yang dialami secara objektif benar-benar baik. Kualitas yang diharapkan dipengarnhi sejumlah faktor, di antaranya komunikasi pemasaran, komunikasi gthok tular (word of mouth), citra (image) korporasi!Iokal, harga, serta kebutuhan dan nilai pelanggan. Komunikasi pemasaran meliputi periklanan, direct mail, Websites, komunikasi Internet, kampanye penjualan, dan promosi penjualan, yang secara Jangsung berada dalam kendali perusahaan. Sementara itu faktor gethok tular (komunikasi word of mouth), citra, dan public relations hanya dapat dikendalikan secara tidak Iangsung oleh perusahaan. Dampak ekstemal bisa pula berpengaruh terhadap faktor-faktor ini, namun pada dasarnya ketiga faktor ini merupakan fungsi dari kinerja masa lalu perusahaan, yang diduknng dengan faktor lain seperti iklan. Di samping itu, kebutuhan pelanggan dan nilai-nilai yang menentukan pilihan pelanggan juga mempengaruhi harapannya (Tjiptono & Chandra, 2007). 109 Apabila program kualitas yang ditopang dengan aspek kualitas teknis dan kualitas fungsional diterapkan, bisa saja Total Perceived Quality tetap rendah atau babkan malah menurun kalau pada saat bersamaan perusahaan meluncurkan kampanye iklan yang menjanjikan kinetja secara kualitas total tidak hanya berlebihan (over-promise). Tingkat persepsi ditentukan oleh tingkat kualitas teknis namunjustru tergantung pada gap antra dan fungsional, expected quality dan experienced quality. Implikasinya, setiap program kualitas harus melibatkan setiap staf yang menangani operasijasa, pemasaran ekstemal dan komunikasi pasar. 2.8.2. Gummeson 4Q Model of Offering Quality Pada hakikatnya, model Gununesson dikembangkan dengan mengkombinasikan Total Perceived Quality Model dan karakteristik kualitas pada sektor manufaktur. Model ini mengasumsikan bahwa jasallayanan dan barang fisik merupakan bagian integral dari jasa yang ditawarkan. Oleh sebeb itu, model ini mengintegrasikan elemen barang dan jasa, serta dimaksudkan untuk membantu pengembangan dan pengelolaan kualitas, terlepas dari tipe penawaran intinya (barang fisik ataujasa). Model Gummesson mencakup tiga variabel utama (Iihat Gambar 2.11): a. Ekspektasi b. Pengalaman c. Citra (perusahaan dan merek) 110 Citra Perusahaan dan Citra Merek Ekspektasi I l I I Pengalaman PERSEPSIPELANGGAN TERHADAP KUALITAS: > Jangka pendek > Jangka panjang Kualitas Desain I Kualitas Produksi dan Penyimpanan H Kualilas Relasional I I I Kualitas Teknis I Gambar 2.11 Gummeson 4Q Model of Offering Quality Sumber: Gummeson (1993) Menurut model ini, persepsi mempengaruhi citra perusahaan dan pelanggan citra terhadap kualitas total merek dalam benak pelanggan. Sementara itu, model ini juga mengidentifJkasi empat konsep kualitas: a. Kualitas desain b. Kualitas produksi dan penyampaian produk c. Kualitas relasional d. Kualitas teknis Dua konsep kualitas pertama merupakan sumber kualitas, sedangkan dua konsep kualitas berikutnya mencerminkan basil dari produksi dan penyampaian barang, serta proses jasa. Kualitas desain mengacu pada seberapa baik proses pengembangan dan perancangan kombinasi antara elemen jasa dan barang pada paket produk. Kesalahan kualitas desain bisa menyebabkan kinerja yang buruk dan pengalaman negatif 107 paket produk dan elemen-elemennya diproduksi dan disampaikan kepada pelangan, dibandingkan dengan desainnya. Apabila ada masalah dalam produksi elemen barang atau dalam proses jasa, atau jika penyampaian barang tidak memenuhi harapan, maka akan timbul masalah kualitas. Kualitas relasional berkenaan dengan persepsi pelanggan terhadap kualitas selama proses jasa. ·Kualitas relasional berkaitan erat dengan dimensi kualitas fungsional pada Total Perceived Quality Model. Dalam konteks jasa, kualitas relasional bisa diwujudkan melalui karyawan jasa yang empatik, penuh perhatian, dan customeroriented, serta mampu mendemonstrasikan kompetensi dan keterampilan dalam melayani pelanggan. Dalam konteks manufaktur, kualitas relasional bisa diciptakan melalui customization produk fisik. Sementara itu, kualitas teknis mangacu ada manfaat jangka pendek dan manfaat jangka panjang paket jasa. Secara garis besar, model Gummesson merinci dimensi-dimensi penting kualitas. Model ini menekankan bahwa masalah kualitas bisa dilacak hinga ke pabrik atau back office (kualitas produksi) dan bahkan ke departemen riset dan pengembangan (kualitas desain). Selain itu, model ini juga mencakup karakteristik spesifik elemen jasa . dalam penawaran produk (kualitas penyampaian dan relasional) serta hasil jangka panjangnya, di amna aspek ini tidak tercakup secara eksplisit dalam Total perceived Quality Model. 2.9. Hubungan Kualitas Jasa dengan Komunikasi Word of Mout/1 Kualitas layanan adalah suatu yang mutlak agar sebuah usaha Words of Mouth 108 bllljalan dengan baik. Produsen dapat melakukan usaha Words of Mouth yang baik dengan 109 Selain itu, Babin, et al (2005) dalam studinya mengenai restoran di Korea, juga menyebutkan bahwa kualitas layanan berpengarub positifbagi kinerja Words of Mouth. 2.10.Hubungan Kualitas Jasa dengan Minat Guna Jasa Ulang (Repurclrasing) Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing adalah dengan peningkatan kualitas layanan karena dengan kualitas layanan yang baik maka kepuasan pelanggan akan tercapai. Tercapainya kepuasan pelanggan akan mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Hal ini berarti niat pembelian ulang konsumen dipengaruhi oleh kualitas layanan dan kepuasan pelanggan, sedangkan kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan merupakan penilaian yang menyeluruh atas keunggulan suatu jasa (Sari, 2009). Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Iacobbucci (1998) dan Eagly & Chaiken (1993) yang mengemukakan mengenai kualitas jasa yang melihatnya lebih dekat kepada sikap karena menyangkut penilaian menyeluruh atas pelayanan yang . diterima oleh pelanggan. Penilaian ini berdasarkan pada berbagai penelitian yang dilakukan, terutama hubungarmya dengan kecenderungan berperilaku (behavior intention) seperti re purchace intention, switching intention, advokasi dan price sensitivity. 2.11. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Minat Menggunakan Jasa Ulang Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan memengatuhi perilaku 110 konsumen selanjutnya. Jika puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi 111 pilihan merek mobil menunjukkan kore1asi yang tinggi antara perasaan sangat puas dan merek terakhir yang dibeli serta niat membeli kembali merek tersebut. Sebuab survey menunjukkan babwa 75 persen pembeli Toyota sangat puas dan sekitar 75 persen pembeli bemiat membeli Toyota lagi; 35 persen pembeli Chevrolet sangat puas dan sekitar 35 persen pembeli bemiat membeli Chevrolet lagi. Stauss & Neuhaus (1997) mempertanyakan asumsi mayoritas operasionalisasi dan pengukuran kepuasan pelanggan yang beranggapan babwa para pelanggan yang mengungkapkan tingkat kepuasan yang sama bakal memiliki pengalaman yang secara kualitatif identik dan mempunyai minat berperilaku yang sama (misalnya, loyalitas pembelian ulang). Mereka berargumen babwa kepuasan atau ketidakpuasan memiliki dimensi kualitatif. Maksudnya, dimungkinkan saja babwa sebuabjalaban yang diberikan pelanggan pada indeks kepuasan tertentu (contohnya, "sangat puas" pada skala 7-point Likert) berkaitan dengan berbagai komponen emosi, kognitif, dan minat berperilaku. Woodside (1989) dkk, kepuasan langganan serta keseluruhan dengan pelayanan merupakan suatu fungsi dari kualitas pelayanan seluruhnya dan keseluruhan kepuasan pelayanan dipengaruhi secara terpisab baik oleh kualitas pelayanan juga oleh kepuasan hidup. Dengan kepuasan pelanggan atas pelayanan secara keseluruhan, yang merupakan fungsi dari kualitas pelayanan akan membuat pelanggan benar-benar merasa puas dan pelanggan yang puas akan memunculkan keinginan untuk terns menjalin hubungan kemitraan (minat untuk membeli ulang). Keinginan tersebut akan muncul apabila teljadi persamaan persepsi antara pelanggan dengan pihak manajemen tentang berbagai faktor yang mempengaruhi kepuasan. 112 Kepuasan pelanggan penting bagi para pemasar karena merupakan determinan dari pembelian ulang (Bearden dan Tee!, 1983 dalam Woodside, Frey, dan Daly, 1989). Terdapat hubungan positif secara langsung antara kepuasan pelanggan dengan minat beli ulang yang didukung oleb hasil-hasil penelitian terhadap berbagai kategori produk dan jasa (Anderson dan Sullivan, 1993; Oliver, 1980; Swan dan Trawick, 1981). Dengan adanya kepuasan dari pelanggan, maka pelanggan akan memiliki minat untuk menggunakan kembali jasa dari provider yang sama (Cronin dan Taylor, 1992). Hasil-hasil mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan penelitian tersebut secara keseluruban pada layanan jasa berasosiasi kuat terhadap perilaku konsumen untuk menggunakan kembali jasa dari penyedia yang sama. Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang mereka kembangkan, Stauss & Neuhaus (1997) membdedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabililtas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable dissatisfaction, dan demanding dissatisfaction (Iihat Tabel 2.4). a. Demanding Customer Satisfaction Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi positif, terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan pengalaman positif di masa lalu, pelanggan dengan tipe keupasan ini berharap bahwa penyediajasa bakal mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat di masa depan. Selain itu, mereka bersedia meneruskan relasi yang memuaskan 113 penyediajasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring dengan meningkatnya tnntntan pelanggan. b. Stable Customer Satisfaction Pelanggan dalam tipe ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang demanding. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust dalamrelasi yang terbina saat ini. Mereka menginginkan segala sesuatnnya tetap sama. Berdasarkan pengalaman-pengalaman positif yang telah terbentnk hingga saat ini, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa. c. Resigned Customer Satisfaction Pelanggan dalam tipe ini juga merasa puas. Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan bahwa tidak realistis untnk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini cenderung pasif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam rangka menuntnt perbaikan situasi. d. Stable Customer Dissatisfaction Pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap kinerja penyedia jasa, namun mereka cenderung tidak melakukan apa-apa. Relasi mereka dengan penyedia jasa diwarnai emosi negatif dan asumsi bahwa ekspektasi mereka tidak bakal terpenuhi di masa datang. Mereka juga tidak melihat adanya peluang untnk perubahan atau perbaikan. e. Demanding Customer Dissatisfaction Tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku demanding. Pada 114 tingkat emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi. Hal ini 115 bersamaan, mereka juga merasa tidak perlu tetap loyal pada penyedia jasa. Berdasarkan pengalaman negatifnya, mereka tidak akan memilih penyedia jasa yang sama lagi eli kemuelian hari. Tabel2.4 Tipe-Tipe Kepuasan dan Ketidakpuasan Pelanggan Komponen Minat Berperilaku Tipe Kepuasan dan (Minat Untuk No. Ketidakpuasan Ekspektasi Emosi Memilih Penyedia Jasa Yang Sarna Laid?) Demanding Optimisme/ .... harus bisa Y a, karena hingga saat 1 satisfaction COY!fidence mengikuti ini mereka mampu perkembangan memenuhi ekspektasi kebutuhan saya eli saya yang terns meningkat. masadepan. Stable satisfaction Steadiness/ .... segala sesuatu Ya, karena hingga saat 2 ini semuanya trust harus sama seperti apa memenuhi harapan adanya. saya. Indifference! 3 Resigned .... saya tidak hisa Ya, karena penyedia satisfaction Resignation berharap lebih. jasa lain tidak lebih baik. Dissapointment/ .... saya berharap 4 Stable Tidak, tetapi saya tidak dissatisfaction Indecision lebih tapi apa bisa menyebutkan yang harus saya alasan spesifik. lakukan? 5 Demanding Protest! .... perlu banyak Tidak, karena meskipun dissatisfaction opposition perbaikan. saya telah melakukan berbagai upaya, mereka tidak menanggapi kebutuhan sava. Sumber: Stauss & Neuhaus (1997) Menurut Solomon (2003), konsumen yang puas terhadap barang dan jasa yang dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yangsama. 116 Model-model perceived service quality pada umumnya bersifat statis, meskipun faktor citra (image) memberikan nuansa model dinamis pada model tersebut. Kebanyakan model dan instrumen kualitas jasa lainnya juga cenderuug statis. Karena jasa merupakan proses dan secara inheren berorientasi pada relasi, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa persepsi pelanggan terhadap jasa berkembang dan berubah sepanjang waktu seiring dengan berlanjutnya relasi antara pelanggan dan penyedia jasa. Bahkan sekalipun hanya ada satu service encounter tnnggal, interaksi atau encounter tersebut merupakan proses yang terdiri atas serangkaian moments of truth dan persepsi kualitas berkembang secara dinamis selama proses interaksi tersebut berlangsung. Implikasinya, terjadi pergeseran fokus dari transaksi tnnggal ke dalam ancangan manajemen jasa yang pada gilirannya memicu berkembangnya upaya menyusun model dinamis yang bisa menjelaskan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Sebagai hasilnya, mulai banyak riset difokuskan pada konseptnalisasi dan pengukuran kualitas relasi (relationship quality), yatiu dinamika pembentukan kualitas jangka panjang dalam relasi pelanggan berkelanjutan (Gronroos, 2000). Kepuasan terhadap service encounter (episode) spesifik akan mempengaruhi perilaku masa datang pelanggan bersangkutan. Perilakunya akan tergantnng pada perasaannya dalam halloyalitas dan komitrnen pada perusahaan (Liljander & Strandvik, 1995). 2.12. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Komunikasi Word of Mout/1 Pelanggan yang puas cenderung menceritakan hal-hal yang baik tentang 117 merek tersebut kepada orang lain (komunikasi word of moudr). Para pemasar 118 mengatakan "Iklan kami yang terbaik adalah pelanggan yang puas" (Kotler & Keller, 2007). Menurut Tjiptono & Chandra (2007), keempat keadaan afektif (delight, kepuasan, acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan afektif, yaitu perilaku komplain dan complimenting behavior (lihat Gambar 2.12). Apabila sebuah produk atau pelanggan jasa besar daripada desired expectation dan berkinerja lebih bersangkutan deligllted, maka merasa complimenting bellavior (misalnya, rekomendasi gethok tular positif!Word of Moutll) mungkin terjadi. Jika produk atau jasa berkinerja di antara predicted expectation dan desired expectation, dan pelanggan merasa puas, complimenting behavior juga mungkin terjadi. Seiring dengan peningkatan diskonfinnasi positif, semakin besar pula intensitas complimenting behavior. -----11> Keadaan Afekllf Pumabell Kognl81 (Ek&pektasl} (Kepuasan/Kefidakpuasan) IdeaI T Normative (should) Dlskonfii'JT1a$l Sfmple Confirmation Delight Zone of Tolerance I / ( I 1 Dlskolnnaal • Minimum tolerabl (adequate) • lntolerabl 111/orst Imaginable Acceptance Negatlf 1 I.e--- r--- ----- Zone of Indifference r----> r TldakAda Tlndakan Komplain --- ---, I I I Menlngkatnya I t Ketldakpuasan Menlngkatnya lntensitas kompllmen v Kepuaean Predicted (wllI) I I Compliment / Positif Desired (want) r -11> ..,. 11ndakan Afektif (Perllaku Komplain dan Compliment} r-- -1·,.. lntensltas komplaln . Gambar 2.12 Model Konseptual Ekspektasi, Keadaan Afektif, Purnabeli dan I 119 Perilaku Afektif Sumber: Santos & Boote (2003) 120 Konsumen yang merasa puas dan menjadi pelanggan yang berkomitmen juga dapat menjadi sumber rekomendasi positif (positive word of mouth) bagi konsumen Iainnya terhadap merek tersebut (Hawkins, Best, dan Coney, 1998; Athanassopoulos, Gounaris, dan Stathakopoulos, 2000). Sebaliknya, perilaku komplain (misalnya, komunikasi gethok tular negatif, berhenti menjadi produk, mengeluh ke perusahaan, dan komplain ke pihak ketiga) mungkin terjadi manakala perceived peiformance sebuah barang atau jasa berada di antara minimum tolerable expectation dan worst imaginable expectation. Perilaku komplain juga mungkin terjadi jika perceived peiformance berada eli antara tingkat adequate expectation dan minimum tolerable expectation. Seiring dengan meningkatnya diskonfinnasi negatif, semakin besar pula intensitas komplain. Kennedy & Soemanagara (2009) menyatakan bahwa terdapat 4 tahap penting dalam promosi atau kampanye brand (brand recognition, brand preference, brand insistence, & lovely brand/brand satisfY), dimana pada tahap tertinggi brand yang ada!ah lovely brand atau brand satisfY, konsumen benar-benar merasa puas terhadap pengalaman yang dialami berulang-ulang dari penggunaan satu atau beberapa produk dalam brand yang sama. Kebulatan tekad yang mereka peroleh pada tahap brand insistence (tahap ketika konsumen mangambil kepuasan bulat untuk mengkonsumsi suatu produk untuk ke sekian kalinya, dimana konsumen lebih mengenal kelebihan produk ini daripada produk-produk lainnya, dan merasa aman untuk mengonsumsinya) membuat mereka yakin bahwa mereka akan selalu terpuaskan o!eh produk-produk itu. Produk yang telah menempatkan dirinya pada lovely brand memperoleh keuntungan 121 yang sangat besar, karena mereka menciptakan ']utaan sales". Pada tahap ini konsumen 122 saran penggunaan produk yang menurutnya paling baik (komunikasi word of mouth). Konsumen ini cukup banyak. Anda cukup bertanya pada setiap orang tentang produk apa yang paling mereka suka dan tiada bandingannya. Mereka akan menjawab satu merek atau brand tertentu dengan tegas dan bersemangat. Ketika konsumen puas, maka WOM positif akan tercipta dau mereka labih suka untuk memberikan rekomendasi pembelian kepada orang lain (Swan and Oliver, 1989). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wirts and Chew juga mendukung basil tersebut yaitu kepuasan secara signifikan berpengarub terhadap WOM dan keinginan untuk melakukan rekomendasi pembelian. Ketika konsumen puas maka mereka akan memberikan WOM positif dan merekomendasikan orang lain untuk melakukan pembelian. Sedangkan konsumen yang tidak puas, mereka akan melarang orang lain untuk melakukan pembelian. Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi basil kinerja, termasuk loyalitas dan komunikasi word of mouth atau minat mereferensikan. Oleh sebab itu, kepuasan pelanggan mendorong terciptanya komunikasi word of mouth (Thurau et a1 2002). Babin, Lee, Kim, dan Griffin (2005) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengarub positif terhadap minat WOM Kepuasan pelanggan berhubungan kuat secara positif terhadap WOM (Ranaweera dan Prabhu, 2003, Brown et al, 2005 dan Fullerton, 2005). 2.13. Hubungan Citra (Image) Pernsahaan Dengan Komunikasi Word of Mout/1 Marketing Secara konsepsional model word of mouth marketing (Gambar 2.13) dimulai dari persepsi image yang bagus di mata konsumen (Hasan, 2010). Oleh karena itu, word of mouth marketing baik secara konevensional (lisan) maupun dengan bantuan 123 akan pernah optimal baik dalam upaya mencari pelanggan baru maupun dalam menciptakan pembelian u1ang dalam jangka panjang. >DIRECT MAIL >E·MARKETJNG >EVENT MARKETING :>ACTIVATION MARKETING ONE TO ONE CUSTOMER REI..ATJONSHIP MARKETING Gambar 2.13 Kerangka Konseptual Word of Mouth Marketing Sumber: Hasan (2010) Citra atau image menjadi satu bagian penting untuk dijual bahkan sebagai self selling kepada caJon konsumen. Dalam literatur pemasaran dikena! sebagai berikut (Hasan, 2010): a. Citra merupakan seperangkat keyakinan, kepercayaan ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Citra menunjukkan bahwa reputasi atas persepsi kualitas berasosiasi dengan brand name. Di tingkat perusahaan, citra didefmisikan sebagai 'persepsi organisasi yang direfleksikan dalam memori pelanggan'. b. Citra, merupakan persepsi customer terhadap produk yang ditawarkan. Perusahaan perlu membuat identitas yang tegas, brand image yang kuat dan merancang 124 penetapan posisi untuk membentukfocal corporate dengan cara menyampaikan 125 pesan tungal WoM Marketing untuk memantapkan nilai dan kualitas produk, mengirimkan kekuatan pesan yang dapat membangkitkan emosi dan pikiran pelanggan atau caJon pembeli, berisi pesan yang memenuhi ekspektasi pelanggan!prospek. Kriteria ekspektasi positif atau negative inilah menjadi arus balik ifeedback) bagi perusahaan (unggul, baik, atau hancur). Jika WoM marketing mampu menimbulkan perasaan puas pada pelanggan, dan tidak mudah dikelirukan oleh pesan pesaing (karena brand dan reputasi unggul), maka WoM akan menular dengan melebihi kecepatan yang dapat owner/marketer pikirkan (lihat Gambar 2.14). r--···--------·--···j Corporate Reputation + Focal Corporate u l l /dentitiy 1 Agent 1 Bran d Image i / ' --WoM Marketing Feedback --I Customer/Prospect f---. Expectation Gambar 2.14 Dynamic Model Corporate Reputation dan Brand Image Sumber: Hasan (2010) c. Citra perusahaan diidentifikasi sebagai faktor penting dalam evaluasi keseluruhan perusahaan. Citra sebagai ftmgsi akumulasi dari pengalaman pembelian, kabanyakan organisasi menyediakan informasi melalui WoM advertising, direct marketing atau public relations untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang ada. Marketer harus mampu mengelola pesan pencitraan dan arus Word of Mouth yang terjadi. Manakala pesan pencitraan brand dan reputasi itu dapat menjadi lifeblood 119 mudah dicapai. Cara efektif dalam mendireksi arus pesan pencitraan ini dilakukan melalui promosi dari mulut ke mulut (Word of Mouth), sebaliknya sebagus apapun rancangan Word of Mouth akan sia-sia, dan sesering apapun membuka kegiatan grand opening, open-house dan sejenisnya untuk merangsang Word of Mouth dan penjualan tidak akan pemah bisa dicapai jika citra merek dan reputasi pemsahaan tergores oleh noda ketidakpercayaan konsumen terhadapnya. Brand dan repntasi yang unggul mendorong kesediaan orang memberi penjelasan kepada orang lain karena merasa mendapatkan manfaat yang baik dari produk atan jasa yang digunakan (Hasan, 2010). 2.14. Kerangka Berpikir Mengingat karakteristik Mengingat Mudah dalam membayangkan manfaat Keyakinan merekdapat memenuhi merek merek Kualitas karaktertanggungjawab Keinginan merek dapat memenuhi Mudah membedaka merek Kualitas karakter kejujuran Kualitas karakter ketaatan Kualitas karakter disiplin Student's Character Kualitas karakter kerajinan Kualltas karakter penguasaan diri Komunlkasi ------------+! Word of Quality (Q) Mouth (Y) Kualitas karakter penuh perhatian Kualitas karakter peduli Kuailtas karakterinisiatif Minat Guna Jasa Frekuensi Pembelian Komitmen Pelanggan r- UlangfRepurchasing (Z) Rekamendasi Positif Minat Transaksional Minat Preferensial Siswa memiliki kabiasaan yang baik Siswa memiliki Siswa memberi sikapyang baik respon yang Minat Eksploratif Gambar 2.15 Kerangka Berpikir Sumber: Hasil Pengolahan Data (2010) baik r 121 2.15. Hipotesis Menurut Sugiyono (2008), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan barn didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Ho : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel. Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan antar variabel. Berdasarkan dari rumusan masalah yang diajukan, tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang diambil adalah sebagai berikut: a. Uji Hipotesis Untuk T-1 Ho : Variabel Student's Character Quality (Q) tidak berpengaruh atau berkontribusi secara siguifikan terhadap variabel Brand Image (X1). Ha: Variabel Student's Character Quality (Q) berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Brand Image (X1). b. Uji Hipotesis Untuk T-2 Ho : Variabe1 Student 's Character Quality (Q) tidak berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction (Xz). Ha: Variabel Student's Character Quality (Q) berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction (Xz). 122 c. Uji Hipotesis Untuk T-3 Ho : Variabel Student's Character Quality (Q), Brand Image (XI), dan Customer Satisfaction (X2) tidak berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel Word of Mouth (Y). Ha : Variabel Student's Character Quality (Q), Brand Image (XI), dan Customer Satisfaction (X2) berpengaruh atau berkontnbusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel Word of Mouth (Y). d. Uji Hipotesis Untuk T-4 Ho : Variabel Student's Character Quality (Q) dan Customer Satisfaction (X2), tidak berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel Minat Guna Jasa Ulang!Repurchasing (Z). Ha : Variabel Student's Character Quality (Q) dan Customer Satisfaction (X2), berpengaruh atau berkontribusi secara simultan maupun parsial terhadap variabel Minat Guna Jasa Ulang!Repurchasing (Z).