BUDAYA REWANG DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

advertisement
BUDAYA REWANG DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI EKONOMI
Pengkajian Budaya Rewang Menggunakan Konsep Resiprositas pada Masyarakat Sidareja
Kecamatan Kaligondang Purbalingga
Oleh Siti Mukhaya
3401413127
Antropologi merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji kehidupan manusia
beserta budaya dan tingkah lakunya. Dalam kehidupan manusian berkaitan dengan
kebudayaannya tentunya manusia tidak terlepas dari yang namanya interaksi. Interaksi sendiri
merupakan proses sosial antar manusia. Interaksi ini kemudian membentuk kehidupan sosial
yang nantinya menjadi dasar dalam sistem sosial di dalam struktur kehidupan manusia tersebut.
Adanya suatu sistem di dalam kehidupan antar manusia mengakibatkan antara individu
dalam sistem tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan membentuk suatu sisitem saling
ketergantungan. Ketergantungan antara manusia itu memunculkan suatu sikap dan perasaan
untuk saling membutuhkan dan saling memenuhi antara kebutuhan diantara mereka. Alasan
inilah yang membuat manusia berpikir bahwa suatu kebutuhan diantara mereka tidak akan
terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Dalam term tertentu, manusia diidentikan sebagai makhluk
social dimana statemen ini secara langsung melanggengkan adanya hubungan saling
membutuhkan antara satu individu dengan individu lainnya, satu kelompok dengan kelompok
lainnya
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia menciptakan suatu sistem yang dinamakan
sebagai sistem ekonomi. Sistem ekonomi berkaitan erat dengan sistem mata pencaharian hidup.
Dalam kelanjutan sistem ekonomi ini manusia tidak terlepas dari saling memberi dan saling
menerima satu dengan yang lainnya. Seorang petani yang mempunyai banyak hasil pertanian
tidak akan dapat menikmati hasil pertaniannya jika tidak ada bantuan dari seorang pembuat
cangkul, pembuat pakaian ( sandang) dan pembuat pupuk. Hasil pertaniannya dapat dijadikan
sebagai alat tukar ( goods of change) dengan barang non pertanian tersebut. Sistem pertukaran
seperti ini merupakan hal yang biasa pada zamannya. Pertukaran ini disebut sisitem pertukaran
tanpa uang / barter ( goods change by goods). Sedangkan dalam bidang antropologi fenomena
seperti ini disebut dengan resiprositas ( reciprocity).
Secara sederhana resiprositas dapat diartikan sebagai suatu cara atau mekanisme yang
terjadi dalam sistem perdagangan yang terdapat di pedesaan ( dalam masyarakat tradisional)
masyarakat peralihan dari tradisional ke modern ( peasent) dan dalam masyarakat industri
sekalipun. Dalam sistem resiprositas alat tukar yang digunakan bukan berupa uang ( alat tukar
yang sah dan diakui) melainkan dengan alat tukar berupa barang antar barang / barang dengan
emas yang mana sistem pertukaran semacam ini sudah membudaya dan sudah merupakan tradisi
yang diikat dengan suatu sistem adat dan perjanjian adat. Rsiprositas secara demikian adalah
bentuk atau pola resiprositas yang bersifat kedaerahan. Penempatan bentuk resiprositas sendiri
akan berbeda antara satu tempat dengan tempat lain, karena resiprositas dalam konteks ini sangat
terkait dengan system kebudayaan pada derah tertentu. Bisa saja antara satu desa dengan desa
lain yang bersebelahan berbeda, karena sekali lagi, bentuk resiprositas akan terkait erat dengan
kebudayaan setempat.
Terjadinya resiprositas diakibatkan adanya suatu proses timbal balik antara individu ,
individu dengan kelompok dan kelompok kelompok antar kelompok yang ada di dalam lapisan
masyarakat.menurut. Polanyi menambahkan bahwa dasarnya dalam melakukan proses timbal
balik (resiprositas) mereka mempunyai beberapa dasar sebagai landasan mereka dalam
melakukan proses resipositas.landasan yang dimadsud Polanyi yakni dengan menunjukkan
karakteristik dan ciri-ciri dan hubungan dari pelaku resiprositas. Polanyi menyimpulkan bahwa
tanpa adanya hubungan, baik hubungan simetris antar kelompok atau antar individu, maka
resiprositas cenderung tidak akan berlangsung dan terjadi. Atau dalam bahasa praktis kita dapat
menyebut dengan bentuk resiprositas negativ. Disebut negativ karena hanya berjalan satu arah,
tidak ada respon balik atas pihak yang berlawanan.
Hubungan simetris yang dimaksud ini yakni adanya hubungan sosial, dalam hubungan
sosial tersebut masing-masing pihak dan kelompok menempatkan diri dalam suatu kedudukan
dan peranan yang sama saat proses pertukaran (resiprositas) berlangsung. Bentuk –bentuk
resiprositas ini sangat nyata berlaku dalam kehidupan masyarakat yang masih tadisional.
Tradisional yang dimadsud yakni bahwa masyarakat yang ada masih memegang teguh ajaran
adat istiadat dan nilai serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakt tersebut. Hal ini sesuai
dengan prinsip resiprositas menjadi ciri sistem ekonomi masyarakat sederhana dan petani
tradisional. Resiprositas sudah menjadi bagian dan bahkan menjadi “kebudayaan” tersendiri
dalam masyarakat. Masyarakat tradisonal cenderung memiliki tingkat resiprositas yang tinggi.
Kegiatan ekonomi non-pasar berupa resiprositas sampai saat ini masih dapat ditemukan
dalam tipe masyarakat baik kota, desa, industri, tradisional atau kesukuan (tribal) dalam bentuk
yang berbeda-beda. Pada masyarakat pedesaan khususnya di desa sidareja dikenal dengan
istilah rewang yang dapat dijadikan contoh bentuk resiprositas.
Rewang adalah kegiatan membantu tetangga ketika tetangga tersebut sedang
melaksanakan hajatan atau acara keluarga seperti selamatan, kenduri, khitanan (sunatan) atau
pernikahan. Biasanya para tetangga mempunyai kesadaran sosial untuk membantu orang yang
berhajat tadi. Biasanya beberapa orang yang rumahnya berdekatan dengan si empunya hajat akan
berdatangan ke rumahnya untuk membantu memasak atau membuat kue beberapa hari sebelum
hari H. Tetangga yang rewang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Untuk para laki-laki
membantu menata perabotan (menata kursi, meja, menebangi pohon), untuk para wanitanya
membantu memasak, membuat kue dan lain sebagainya. Jadi secara lebih spesifik, rewang yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah rewang dalam bentuk non materiil. Karena beberapa daerah
ada yang mengkategorikan rewang sebagai bentuk kegiatan membantu dalam bentuk material
maupun non material. Dalam bentuk material adalah pemberian sembako, bahan mentah yang
diguakan sebagai bahan olahan untuk dijadikan jamuan bagi para tamu. Seangkan dalam bentuk
non material adalah berupa bantuan dalam bentuk tenaga. Jadi, dalam konteks ini, rewang yang
dijadikan focus adalah rewang yang berupa kegiatan membantu dalam bentuk tenaga.
Rewang lebih lanjut dapat digolongkan ke dalam resiprositas umum. Hal ini dikarenakan
dalam rewang terdapat beberapa unsur yang masuk dalam karakteristik resiprositas umum
1. Pertama, motif rewang bersifat moralis karena berdasar pada kewajiban, keterikatan jiwa
dan menjaga solidaritas sosial. Jika ada salah satu tetangga yang tidak rewang maka akan
merasa bersalah karena tidak bisa melaksanakan kewajiban sosialnya, selain itu akan
timbul rasa sungkan pada tetangganya yang memiliki hajat. Secara tidak langsung dan
bahkan sudah tersistem, ketika ada sanak famili atau tetangga yang memiliki hajat,
mereka akan berbondong membantu (meskipun dalam beberapa kasus biasanya empu
yang berhajat nembungi terlebih dahulu kepada saudara atau tetangga untuk ikut serta
membantu hajat yang sedang dilaksanakan). Selain itu ketentuan membalas jasa hanya
pada waktu tetangga memiliki hajat.
2. Kedua, balas jasa rewang terjadi dalam periodisasi yang lama, tetangga yang pernah
rewang akan menunggu balas jasa rewang tetangga yang dulu pernah dibantu, begitu pula
sebaliknya. Sehingga rewang secara tidak langsung menumbuhkan pola ketergantungan
atas yang pernah dibantu rewang dan si perewang itu sendiri. Akan terjadi sistem yang
dalam jangka panjang antar satu dengan yang lainnya bukan lagi sebatas memberi dan
menerima, namun menjadi sistem moril, menjadi tanggungan moril dalam tiap anggota
masyarakat.
3. Ketiga, hubungan antar tetangga di desa terjalin secara lebih personal meskipun biasanya
tidak mempunyai hubungan darah. Pada masyarakat pedesaan pola hubungan yang terjadi
adalah paguyuban, dimana solidaritas yang terjadi sangat erat, pola hubungan yang
informal dan terjadi secara intens. Beberapa penyebab ini terjadi karena mereka sering
berinteraksi langsung, bangunan rumah tidak terhalang pagar mati, sering bertukar
makanan dan komunikasi verbal lain.
Resiprositas umum di sidareja menjadi kebenaran yang tidak boleh dilanggar. Hal ini
berarti jika ada tetangga yang tidak bisa rewang atau membalas jasa rewang yang pernah
diterima maka gunjingan atau omongan dari tetangga sekitar akan memainkan fungsi kontrol
sosialnya dalam masyarakat tersebut. Namun, yang perlu dijadikan catatan tidak ada sanksi
hukum jika seseorang tidak dapat melakukan timbal balik dengan baik dalam resiprositas umum
ini. Karena secara struktur masyarakat, kekuatan sanksi yang berlaku masih bersifat tradisional.
Namun bukan berarti sanksi yang tidak memiliki kekuatan hukum tersebut tidak memiliki
dampak yang berarti, justru sanksi social (yang berasal dari masyarakat) akan memberi efek yang
lebih besar karena secara kolektif, anggota yang melanggar tradisi akan mendapat sanksi berupa
labelling, dimana masyarakat akan mamandang orang yang bersangkutan sebagai sosok
pelanggar (deviant) yang wajib dijauhi atau bahkan terkadang terkena caci maki.
Fenomena seperti ini menggambarkan dengan jelas bahwa resiprositas umum mengalami
transformasi pola. Jasa yang disumbangkan dalam rewang sudah dihargai tidak hanya dengan
balas jasa tapi juga dengan materi berupa uang. Adanya transformasi pola itu tentu disebabkan
masuknya pengaruh pasar (uang) dalam masyarakat pedesaan. Masyarakat sudah mengenal
budaya materi berupa uang. Pengaruh uang menjadi tangan rahasia (invisible hand) yang tidak
disadari pengaruhnya oleh masyarakat. Uang menjadi hal yang paling krusial dalam kehidupan
saat ini. Sehingga rasa empati pembalas jasa seperti rewang juga dirupakan uang. Meskipun
faktor uang tidak secara drastis mengubah pola tapi terdapat beberapa karakteristik resiprositas
umum yang bergeser dari sebelumnya. Dengan kondisi yang sedemikian rupa, masyarakat
lambat laun akan terpola bahwa segala sesuatu harus dibendakan, dalam artian yang menjadi
tolak ukur atas pemberian dan penerimaan tadi berupa uang ataupun barang seharga sama atas
apa yag teah diberikan.
Aktivitas tolong menolong, memang merupakan salah satu kegiatan sosial yang sangat
penting di sidareja. Sepanjang upacara lingkaran hidup manusia seperti kelahiran, sunatan,
perkawinan dan kematian, para tetangga, kerabat dan teman datang untuk membantu. Dengan
demikian beban sosial, ekonomis dan psikologis yang mereka tanggung akan menjadi lebih
ringan. Pada saat yang lain, mereka yang telah menerima sumbangan akan mengembalikannya
kepada mereka yang pernah membantu. Bantuan yang diberikan dapat berupa tenaga, uang
maupun barang-barang kebutuhan sehari-hari, terutama yang akan digunakan dalam acara
tersebut. Kebiasaan untuk saling membantu diantara warga masyarakat telah memunculkan
proses tukar menukar dalam bentuk uang, barang dan tenaga.
Melalui kegiatan tersebut selain beban dapat diringankan, juga hubungan sosial diantara
warga komunitas terjalin dengan baik. Oleh karena itu, tolong menolong selain memiliki nilai
ekonomis dan sosial, di dalamnya juga terdapat nilai simbolis, sebagai wujud solidaritas sosial
masyarakat pedesaan Jawa (Koentjaraningrat, 1974). Melalui kegiatan semacam itulah penduduk
pedesaan mengembangkan nilai-nilai guyub, rukun dan selaras. Rewang sendiri merupakan suatu
symbol yang amat luhur bagi sebagian besar masyarakat jawa. Dengan rewang masyarakat
dipertemukan dalam satu kondisi saling meengkapi, saling membutuhkan, saling membantu, dan
yang lebih penting adalah mereka berkomunikasi secara langsung, bukan lewat via sms, telfon
internet dan lainnya. Hal tersebut menjadi salah satu symbol nyata bahwa hubungan yag terjadi
bersifat intim, bersifat kekeluargaan.
Beberapa tulisan klasik tentang kebudayaan Jawa, banyak mengemukakan bahwa
masyarakat pedesaan Jawa hidup dalam keharmonisan dan penuh dengan kegiatan tolong
menolong. Koentjaraningrat (1974) menjelaskan bahwa hubungan resiprositas sangat kuat di
pedesaan Jawa. Di daerah pedesaan Jawa, suatu rumah tangga pertama-tama harus menjaga
hubungan yang baik dengan tetangga sekitarnya, kemudian dengan keluarga-keluarga lain
sedukuh dan baru kemudian dengan keluarga lain yang tinggal di dukuh-dukuh lain. Artinya
adalah resiprositas diandasi oleh perasaan saling membutuhkan.
Penekanan hubungan baik dengan tetangga yang harus dipupuk pertama kali menandakan
bahwa peran dan fungsi tetangga sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Jalinan hubungan
baik itu bahkan harus mengalahkan hubungan baik dengan kerabat yang berada di tempat yang
lebih jauh. Sebagai wujud hubungan baik mereka nyatakan dengan berbagai cara bergotong
royong dan tolong menolong misalnya mengundang dan mengirimkan makanan apabila
mengadakan slametan, membawakan oleh-oleh kalau bepergian jauh, dan melakukan sambat
sinambat untuk pekerjaan-pekerjaan di sekitar rumah dan pertanian.
KESIMPULAN
Budaya rewang yang ada dalam masyarakat Sidareja merupakan salah satu bentuk
resiprositas yang dilandasi oleh sistem dan pola kekerabatan yang bersifat kekeluargaan. Dalam
artian bukan keluarga sedarah, namun keluarga yang dimaksudkan adalah mereka yang secara
intens melakukan hubungan social yang berasa kekeluargaan. Jadi, bukan hanya yang memiliki
hubungan darah saja yang dapat diakatakan sedulur, namun mereka yang secara intens
melakukan sosialisasi satu dengan lain sudah dianggap layaknya keluarga atau saudara sendiri.
Resiprositas yang terjadi dalam masyarakat Sidareja merupakan bentuk resiprositas
umum dimana setiap orang atau sekelomok oang yang memberi bantuan (berupa tenaga, waktu,
dan lainnya yang bukan dalam kategori material) akan dibalas ketika yang bersangkutan
memiliki hajat. Sistem ini sudah menjadi bagian tersediri bagi masyarakat karena hubungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional menjadikan rewang sebagai tanggung jawab moril
dari tiap anggota mayarkat itu sendiri.
Dalam perkembangannya, rsiprositas yang demikian mengalami perubahan makna,
dimana yang semula bantuan yang diberikan hanya berupa tenaga, waktu, dan sejenisnya yang
bukan bersifat materil, naun berubah menjadi bantuan berupa uang maupun barang dengan harga
sesui nominal uang tersebut.
Download