BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kakao Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004), tanaman kakao diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Theobroma Spesies : Theobroma cacao L. Varietas : Lindak Berdasarkan klasifikasi kakao di atas, maka secara morfologi tanaman kakao dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Akar Perkembangan akar pohon kakao berbeda-beda sesuai dengan keadaan tanahnya. Tanah yang air tanahnya tinggi, terutama pada lereng-lereng gunung, akar tunggangnya akan tumbuh panjang dan akar-akar lateral menembus sangat dalam ke tanah. Sebaliknya, pada tanah liat yang air tanahnya tinggi untuk waktu yang lama dalam tiap tahunnya, akar tunggang akan tumbuh tidak begitu dalam 3 sedang akar lateral berkembang dekat tanah. Tebal zone perakaran yang baik antara 30 – 50 cm dalam tanah. Pada tanah ringan akar tunggang akan dapat mencapai beberapa meter panjangnya, kalau pada tanah yang akan sangat liat akar tunggang akan lebih pendek dan akar lateral lebih meluas dan banyak (Muljana, 2001). b. Batang Batang tanaman kakao sama seperti batang tumbuhan berkayu umumnya keras dan umurnya relatif panjang. Pada permukaan batang yang tua terdapat lubang-lubang kecil yang disebut lentisel. Kulit kayu yang agak tebal merupakan ciri khas batang yang sudah tua. Sama halnya seperti akar, penampang melintang batang tanaman kakao terdiri atas bagian-bagian dari luar ke dalam, yaitu epidermis, korteks dan stele (silinder pusat). Tumbuhan kakao mempunyai batang yang bercabang-cabang, memiliki cambium vascular sehingga dapat mengalami pertumbuhan sekunder (Tim Bina Karya Tani, 2008). c. Daun Pohon kakao ini mempunyai daun yang sederhana sekali pada batang kakao. Cabang orthotrop rumus daun 3/8 dan pada cabang lateral dengan rumus daun ½ . Daun-daun yang muda sangat bervariasi, sedangkan warnanya tergantung varietas tanaman. Missal hijau pucat, atau kemerah-merahan dan sampai pada merah tua. Daun-daun muda dilindungi oleh stipula pada basis dari tangkainya yang segera akan runtuh jika daun-daun telah dewasa. Daun-daun yang telah dewasa akan berwarna hijau dan panjangnya kurang lebih 30 cm dengan lebar 7,5 cm. Tangkai daunnya pendek dan dilengkapi dengan 2 4 artilkulasi. Artikulasi ini memungkinkan daun mengadakan gerakan sehingga permukaan yang sebelah atas dapat menghadap kearah datangnya sinar matahari. Permukaan daun licin, sedang daun rata dan pucat meruncing (Muljana, 2001). d. Bunga Tanaman kako bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G (5). Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri sari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertile, dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap ku ltivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1 – 1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 – 8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). e. Buah dan Biji Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario 5 alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit buha pada umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempal pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero. Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Disebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering. Saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu 6 ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodic dengan interval waktu tertentu (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004) 2.2 Syarat Tumbuh a. Iklim Semua tanaman kakao dalam keadaan aslinya adalah pohon-pohon yang terdapat dalam hutan tropis, masalah kelembaban dan temperatur agak menonjol pengaruhnya. Dengan demikian dapat kita simpulkan kalau pohon kakao memerlukan tempat-tempat yang lembab dan panas. Batas-batas geografis dalam menanam kakao adalah 200 Lintang Utara dan 200 Lintang Selatan dari garis khatulistiwa. Akan tetapi kalau untuk usaha yang akan memberikan keuntungan, daerah tanam yang paling baik dan cocok adalah antara 10o Lintang Utara dan 100 Lintang Selatan (Muljana, 2001) Hampir setiap perkebunan kakao diusahakan di daerah-daerah dataran rendah. Demikian juga Indonesia, semua perkebunan kakao terletak di datarandataran rendah ataupun di lereng-lereng gunung dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Pohon kakao membutuhkan temperatur rata-rata setahun 250C dengan temperatur harian rata-rata terdingin tidak kurang dari 150C. Di Indonesia pohon kakao akan dapat tumbuh subur di daerah yang curah hujannya lebih dari 3.000 mm, atau pada daerah yang curah hujannya 1.700 mm (Muljana, 2001). b. Tanah Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi dengan baik. Sama seperti tanaman budidaya lainnya, tanaman kakao dapat berproduksi tinggi dan menguntungkan jika diusahakan pada 7 lahan pertanaman yang sesuai. Tanamana kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Sifat-sifat kimia tanah yang perlu diperhatikan adalah pH tanah (keasaman tanah antara 5,6 – 6,8), kadar zat organik, unsur hara, kadar absorbs, dan kejenuhan basa. Sedangkan sifat-sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada jenis tanah latosol, podsolik merah-kuning dan andosol (Tim Bina Karya Tani, 2008). Tanah latosol dapat dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3 – 5,0 meter, berwarna merah atau cokelat sampai kekuning-kuningan, teksturnya liat dengan struktur remah, dan pH antara 4,5 – 6,5. Tanah podsolik merah-kuning dikenal berwarna merah hingga kuning, teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur, kandungan hara rendah, dan pH tanahnya antara 3,5 – 5,0. Tanah andosol dapat dikenal dengan solum yang tebal antara 1 – 3 meter, berwarna hitam, kelabu sampai cokelat tua, teksturnya debu, lempung berdebu, gembur, dan pH tanahnya antara 5,0 – 7,0. 2.3 Benih Kakao Buah kakao umur 143 – 170 telah mencapai ukuran maksimal dan mulai masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah yang semula berwarna hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah yang berwarna merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya pemasakan buah 8 tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai berikut: ketika masak fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %; viabilitas benih akan hilang di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari 25%); sifat benih ini tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi “Pada kadar air 4-15%, peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup benih setengahnya. Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 500C pada kisaran 0-500C dapat menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Pada benih kakao terdapat kulit ari, kulit ari merupakan lapisan luar sel. Sebuah lapisan jaringan primer pada tanaman tingkat tinggi yang umumnya satu sel tebal, sering cutinized di permukaan luarnya, dan kontinu dalam tanaman muda kecuali melalui stomata. Epidermis memberikan perlindungan pada bagianbagian yang mendasari terhadap cedera mekanis dan pengeringan dan sebagian besar diganti tanaman yang lebih tua, kecuali pada daun dan batang herba. Kulit ari pada kakao merupakan lapisan tipis yang menyelimuti biji kakao dan umumnya lapisan tipis ini berukuran putih. Kulit ari berperan untuk melindungi biji kakao tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005). 9 Untuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generatif dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan. Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak kadaluarsa. Jenis kakao yang dianjurkan untuk perbanyakan secara generatif adalah benih kakao hibrida yang tanaman hibridanya telah teruji mempunyai produktivitas tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Perbanyakan vegetatif tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara okulasi, stek, atau kultur jaringan. Perbanyakan vegetatif yang lazim dilakukan adalah dengan cara okulasi karena penyetekan masih sulit dilakukan di tingkat pekebun. Sementara itu, perbanyakan secara kultur jaringan masih dalam penelitian. Okulasi dilakukan dengan menempelkan mata kayu pada kayu batang bawah yang telah disayat kulit kayunya dengan ukuran tertentu, diikat, dan dipelihara sampai menempel dengan sempurna walaupun tanpa ikatan lagi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kakao Pertumbuhan dan perkembangan sebagai fenotipe tanaman merupakan interaksi antara faktor genetis tanaman dan lingkungannya. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan kakao ditentukan oleh sifat genetis bahan tanamnya dan interaksinya dengan lingkungan tempat tumbuhnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 10 Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik (polybag). Sebelum dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah pedederan, tetapi biji yang belum berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 – 3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah kecambah yang keping bijinya belum terbuka, karena jika keping bijinya telah membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah bercabangcabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004), agar bibit tidak rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan menyertakan pasir bedengan. Pemeliharaan pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang sehat dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan yang disesuaikan dengan umur bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50% pada saat bibit berumur 2 – 2,5 bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit berumur 3 – 3,5 bulan. Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat 11 menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6 bulan dipembibitan siap untuk ditanam ke lapangan (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 2.5 Perkecambahan Perkecambahan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan benih merupakan suatu proses awal yang penting untuk kehidupan tanaman yang diperbanyak dengan menggunakan benih, namun tidak untuk tanaman yang diperbanyak melalui pembiakan vegetatif. Berbagai definisi mengenai perkecambahan benih telah dikembangkan. Menurut fisiologiwan benih, perkecambahan benih adalah berkembangnya struktur penting dari embrio yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut dengan menembus kulit benih, sedangkan menurut teknologiwan benih, perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya struktur penting dari embrio serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada keadaan alam yang menguntungkan. Dari definisi tersebut tampak bahwa kondisi lingkungan tidak hanya cukup untuk pertumbuhan awal dari benih, tetapi juga untuk perkembangan kecambah selanjutnya. Penentuan kecambah yang normal dilakukan selama batas periode pengujian perkecambahan menurut International Seed Testing Association (ISTA) dan Association of Official Seed Analysis (AOSA) yang berbeda-beda untuk masing-masing spesies (Tim Pengampu, 2011). Secara umum ada dua faktor yang dapat mempengaruhi perkecambahan suatu benih Tim Pengampu, 2011 menjelaskan, yaitu faktor dari benih itu sendiri dan faktor lingkungan. Faktor dari benih itu sendiri meliputi : 12 a. Tingkat Kematangan Daya berkecambah benih erat hubungannya dengan tingkat kematangan benih. Daya berkecambah benih akan meningkat dengan bertambah matangnya benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau bobot kering maksimum tercapai. Sampai masak fisiologis tercapai, perkecambahan maksimum (100 %) ini konstan, tetapi sesudah itu akan menurun dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan yang tidak menguntungkan di lapangan. Semakin keadaan di lapangan tidak menguntungkan maka semakin cepat penurunan daya kecambah benih. b. Ukuran Ukuran benih meningkat sejak saat pembuahan sampai mencapai maksimum pada kadar air benih cukup tinggi, 40 % pada sorgum dan 80 % pada kapas. Ukuran maksimum ini terjadi sebelum benih mencapai masak fisiologis. Setelah ukuran maksimum tercapai, ukuran benih sedikit berkurang karena benih mengering. Dalam beberapa spesies, perubahan dalam ukuran benih tidak mudah diamati. Sekam benih padi misalnya, mencapai ukuran penuh pada waktu penyerbukan. Benih yang berkembang di dalam sekam tidak tampak sehingga perubahan-perubahan dalam ukuran tidak teramati. Benih padi yang pramatang atau matang karenanya berbeda bukan dalam ukuran keseluruhannya, tetapi dalam ukuran butirannya. Benih padi pramasak mempunyai butiran yang belum berkembang sempurna sehingga kurang padat. Dalam keadaan seperti ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap daya berkecambahnya. 13 c. Dormansi Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Perkecambahan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. d. Suhu Suhu bukan merupakan kebutuhan kritis seperti halnya air. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal, yaitu suhu minimum, optimum, dan maksimum dimana perkecambahan dapat terjadi. Suhu minimum yaitu suhu terendah di mana perkecambahan dapat terjadi, suhu di bawah suhu tersebut tidak memungkinkan perkecambahan terjadi. Suhu optimum yaitu suhu di mana perkecambahan tertinggi dicapai pada periode terpendek. Suhu maksimum yaitu suhu tertinggi di mana perkecambahan dapat terjadi, di atas suhu tersebut tidak terjadi perkecambahan karena merupakan batas ambang kritis benih tidak dapat hidup (mati). 14 e. Oksigen Proses respirasi membutuhkan oksigen. Pada umumnya udara mengandung 20 % oksigen, 0,03 % karbondioksida, dan 78 % nitrogen. Walaupun komposisi gas di udara telah memenuhi syarat untuk perkecambahan hampir seluruh spesies tanaman, tetapi ada beberapa benih yang tanggap terhadap peningkatan konsentrasi oksigen. Bila konsentrasi oksigen kurang dari 20 %, perkecambahan akan terhambat kecuali pada benih padi serta beberapa benih tanaman air dan beberapa spesies rumput. Pengaruh gas karbondioksida terhadap perkecambahan benih berbeda dengan oksigen. Hampir semua benih terhambat perkecambahannya bila konsentrasi karbondioksida lebih dari 0,03 %. Untuk beberapa spesies tertentu, peningkatan konsentrasi karbondioksida ruang simpan dapat mempertahankan viabilitas benih. f. Cahaya Cahaya pada beberapa benih juga merupakan faktor pembatas untuk perkecambahan. Namun pada hampir semua benih tanaman, perkecambahan sama baiknya dengan cahaya maupun tanpa cahaya. Pada umumnya kualitas cahya terbaik untuk perkecambahan benih yang dinyatakan dengan panjang gelombang berkisar antara 660 nm – 700 nm, yaitu cahaya merah. Pada daerah yang lebih tinggi dari 700 nm (daerah cahaya infra merah) perkecambahan tidak terjadi, demikian pula pada daerah kurang dari 440 nm (daerah cahaya biru). Pengaruh cahaya hanya terjadi pada benih yang lembab. Pada benih dengan kadar air rendah, pengaruh cahaya relatif tidak ada terhadap perkecambahan. Hal ini 15 disebabkan karena fitokrom, yaitu pigmen penyerap cahaya, tidak aktif pada benih berkadar air rendah. g. Kulit Ari Pada benih kakao terdapat kulit ari, kulit ari merupakan lapisan luar sel. Sebuah lapisan jaringan primer pada tanaman tingkat tinggi yang umumnya satu sel tebal, sering cutinized di permukaan luarnya, dan kontinu dalam tanaman muda kecuali melalui stomata. Epidermis memberikan perlindungan pada bagianbagian yang mendasari terhadap cedera mekanis dan pengeringan dan sebagian besar diganti tanaman yang lebih tua, kecuali pada daun dan batang herba. Kulit ari pada kakao merupakan lapisan tipis yang menyelimuti biji kakao dan umumnya lapisan tipis ini berukuran putih. Kulit ari berperan untuk melindungi biji kakao tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005). 2.6 Media Tumbuh Pembibitan Tanaman Kakao Tanaman membutuhkan oksigen (udara), air dan hara-hara mineral untuk tumbuh secara normal. Unsur-unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tanaman, disamping gas CO2 dan sinar matahari. Perakaran tanaman dapat tumbuh dan berkembang didalam media apabila cukup oksigen. Metabolisme tanaman dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor tumbuh yang diperlukan tersedia dalam kondisi seimbang (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009). Prioritas utama yang perlu diperhatikan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang baik adalah ketersediaan tanah yang subur sebagai media tanam di pembibitan. Standar umum tanah yang digunakan didalam pembibitan adalah tanah lapisan atas (top soil) yang umumnya cukup subur dengan kandungan bahan 16 organik yang tinggi. Media tumbuh yang baik untuk pembibitan harus dapat menyediakan air, oksigen dan unsur hara yang cukup optimal sesuai kebutuhan tanaman selama pertumbuhan tanaman (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009). Pembibitan dapat dikatakan mutlak perlu dalam budidaya kakao karena beberapa alasan sebagai berikut (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009).: 1. Di tempat pembibitan, perawatan bahan tanaman dapat lebih sempurna 2. Dengan pembibitan, pembuatan benih dapat dilakukan setiap saat ada buah. Jadi, tidak terikat oleh musim. 3. Menjamin mutu bahkan tanaman yang baik karena sortasi bibit mudah dilakukan. 17