BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Tanaman Kakao
Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004), tanaman
kakao diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Malvales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
Varietas
: Lindak
Berdasarkan klasifikasi kakao di atas, maka secara morfologi tanaman
kakao dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Akar
Perkembangan akar pohon kakao berbeda-beda sesuai dengan keadaan
tanahnya. Tanah yang air tanahnya tinggi, terutama pada lereng-lereng gunung,
akar tunggangnya akan tumbuh panjang dan akar-akar lateral menembus sangat
dalam ke tanah. Sebaliknya, pada tanah liat yang air tanahnya tinggi untuk waktu
yang lama dalam tiap tahunnya, akar tunggang akan tumbuh tidak begitu dalam
3
sedang akar lateral berkembang dekat tanah. Tebal zone perakaran yang baik
antara 30 – 50 cm dalam tanah. Pada tanah ringan akar tunggang akan dapat
mencapai beberapa meter panjangnya, kalau pada tanah yang akan sangat liat akar
tunggang akan lebih pendek dan akar lateral lebih meluas dan banyak (Muljana,
2001).
b. Batang
Batang tanaman kakao sama seperti batang tumbuhan berkayu umumnya
keras dan umurnya relatif panjang. Pada permukaan batang yang tua terdapat
lubang-lubang kecil yang disebut lentisel. Kulit kayu yang agak tebal merupakan
ciri khas batang yang sudah tua. Sama halnya seperti akar, penampang melintang
batang tanaman kakao terdiri atas bagian-bagian dari luar ke dalam, yaitu
epidermis, korteks dan stele (silinder pusat). Tumbuhan kakao mempunyai batang
yang bercabang-cabang, memiliki cambium vascular sehingga dapat mengalami
pertumbuhan sekunder (Tim Bina Karya Tani, 2008).
c. Daun
Pohon kakao ini mempunyai daun yang sederhana sekali pada batang
kakao. Cabang orthotrop rumus daun 3/8 dan pada cabang lateral dengan rumus
daun ½ . Daun-daun yang muda sangat bervariasi, sedangkan warnanya
tergantung varietas tanaman. Missal hijau pucat, atau kemerah-merahan dan
sampai pada merah tua. Daun-daun muda dilindungi oleh stipula pada basis dari
tangkainya yang segera akan runtuh jika daun-daun telah dewasa. Daun-daun
yang telah dewasa akan berwarna hijau dan panjangnya kurang lebih 30 cm
dengan lebar 7,5 cm. Tangkai daunnya pendek dan dilengkapi dengan 2
4
artilkulasi. Artikulasi ini memungkinkan daun mengadakan gerakan sehingga
permukaan yang sebelah atas dapat menghadap kearah datangnya sinar matahari.
Permukaan daun licin, sedang daun rata dan pucat meruncing (Muljana, 2001).
d. Bunga
Tanaman kako bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G (5). Artinya,
bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota,
10 tangkai sari dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri sari 5 tangkai sari
tetapi hanya 1 lingkaran yang fertile, dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao
berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang
sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap ku ltivar. Tangkai
bunga kecil tetapi panjang (1 – 1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 – 8 mm,
terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw)
dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis,
fleksibel, dan berwarna putih (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
e. Buah dan Biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau agak putih jika sudah
masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna
merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur
dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario
5
alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya
kasar. Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit buha pada umumnya halus
(rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam
bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm,
bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan
buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa
biji disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya
menempal pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe
criollo dan ungu untuk tipe forastero. Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa)
yang berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat
penghambat perkecambahan. Disebelah dalam daging buah terdapat kulit biji
(testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak
memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat
perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang
terlambat dipanen karena daging buahnya telah kering. Saat berkecambah,
hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas
permukaan tanah. Fase ini disebut fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan
membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan tumbuhnya
empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap
ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu
6
ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodic dengan interval waktu
tertentu (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004)
2.2 Syarat Tumbuh
a. Iklim
Semua tanaman kakao dalam keadaan aslinya adalah pohon-pohon yang
terdapat dalam hutan tropis, masalah kelembaban dan temperatur agak menonjol
pengaruhnya. Dengan demikian dapat kita simpulkan kalau pohon kakao
memerlukan tempat-tempat yang lembab dan panas. Batas-batas geografis dalam
menanam kakao adalah 200 Lintang Utara dan 200 Lintang Selatan dari garis
khatulistiwa. Akan tetapi kalau untuk usaha yang akan memberikan keuntungan,
daerah tanam yang paling baik dan cocok adalah antara 10o Lintang Utara dan 100
Lintang Selatan (Muljana, 2001)
Hampir setiap perkebunan kakao diusahakan di daerah-daerah dataran
rendah. Demikian juga Indonesia, semua perkebunan kakao terletak di datarandataran rendah ataupun di lereng-lereng gunung dengan ketinggian 500 m dari
permukaan laut. Pohon kakao membutuhkan temperatur rata-rata setahun 250C
dengan temperatur harian rata-rata terdingin tidak kurang dari 150C. Di Indonesia
pohon kakao akan dapat tumbuh subur di daerah yang curah hujannya lebih dari
3.000 mm, atau pada daerah yang curah hujannya 1.700 mm (Muljana, 2001).
b. Tanah
Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus
untuk dapat berproduksi dengan baik. Sama seperti tanaman budidaya lainnya,
tanaman kakao dapat berproduksi tinggi dan menguntungkan jika diusahakan pada
7
lahan pertanaman yang sesuai. Tanamana kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan
dan produksi kakao terpenuhi. Sifat-sifat kimia tanah yang perlu diperhatikan
adalah pH tanah (keasaman tanah antara 5,6 – 6,8), kadar zat organik, unsur hara,
kadar absorbs, dan kejenuhan basa. Sedangkan sifat-sifat fisik tanah yang perlu
diperhatikan adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan tanah, drainase, struktur,
dan konsistensi tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
pada jenis tanah latosol, podsolik merah-kuning dan andosol (Tim Bina Karya
Tani, 2008).

Tanah latosol dapat dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3 – 5,0 meter,
berwarna merah atau cokelat sampai kekuning-kuningan, teksturnya liat
dengan struktur remah, dan pH antara 4,5 – 6,5.

Tanah podsolik merah-kuning dikenal berwarna merah hingga kuning,
teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur, kandungan hara
rendah, dan pH tanahnya antara 3,5 – 5,0.

Tanah andosol dapat dikenal dengan solum yang tebal antara 1 – 3 meter,
berwarna hitam, kelabu sampai cokelat tua, teksturnya debu, lempung
berdebu, gembur, dan pH tanahnya antara 5,0 – 7,0.
2.3 Benih Kakao
Buah kakao umur 143 – 170 telah mencapai ukuran maksimal dan mulai
masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah yang semula berwarna
hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah yang berwarna
merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya pemasakan buah
8
tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya (Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia, 2004).
Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan
penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai berikut: ketika masak
fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %; viabilitas benih akan hilang
di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari 25%); sifat benih ini
tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi “Pada kadar air 4-15%,
peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup benih setengahnya.
Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 500C pada kisaran 0-500C dapat
menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan dalam penyimpanan
memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2004).
Pada benih kakao terdapat kulit ari, kulit ari merupakan lapisan luar sel.
Sebuah lapisan jaringan primer pada tanaman tingkat tinggi yang umumnya satu
sel tebal, sering cutinized di permukaan luarnya, dan kontinu dalam tanaman
muda kecuali melalui stomata. Epidermis memberikan perlindungan pada bagianbagian yang mendasari terhadap cedera mekanis dan pengeringan dan sebagian
besar diganti tanaman yang lebih tua, kecuali pada daun dan batang herba. Kulit
ari pada kakao merupakan lapisan tipis yang menyelimuti biji kakao dan
umumnya lapisan tipis ini berukuran putih. Kulit ari berperan untuk melindungi
biji kakao tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005).
9
Untuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generatif
dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan.
Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman
kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah
berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak
kadaluarsa. Jenis kakao yang dianjurkan untuk perbanyakan secara generatif
adalah benih kakao hibrida yang tanaman hibridanya telah teruji mempunyai
produktivitas tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit (Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia, 2004).
Perbanyakan vegetatif tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara
okulasi, stek, atau kultur jaringan. Perbanyakan vegetatif yang lazim dilakukan
adalah dengan cara okulasi karena penyetekan masih sulit dilakukan di tingkat
pekebun. Sementara itu, perbanyakan secara kultur jaringan masih dalam
penelitian. Okulasi dilakukan dengan menempelkan mata kayu pada kayu batang
bawah yang telah disayat kulit kayunya dengan ukuran tertentu, diikat, dan
dipelihara sampai menempel dengan sempurna walaupun tanpa ikatan lagi (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kakao
Pertumbuhan dan perkembangan sebagai fenotipe tanaman merupakan
interaksi antara faktor genetis tanaman dan lingkungannya. Oleh karena itu,
pertumbuhan dan perkembangan kakao ditentukan oleh sifat genetis bahan
tanamnya dan interaksinya dengan lingkungan tempat tumbuhnya (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
10
Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik
(polybag). Sebelum dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji
tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan
pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula
ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan
benih, maka benih tersebut akan berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah
pedederan, tetapi biji yang belum berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 –
3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah
kecambah yang keping bijinya belum terbuka, karena jika keping bijinya telah
membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah bercabangcabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan sering
mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004), agar bibit
tidak rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan
menyertakan pasir bedengan.
Pemeliharaan pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan
pertumbuhan bibit yang sehat dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman,
pemupukan, penyemprotan insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan
yang disesuaikan dengan umur bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50%
pada saat bibit berumur 2 – 2,5 bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit
berumur 3 – 3,5 bulan. Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat
11
menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6
bulan dipembibitan siap untuk ditanam ke lapangan (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2004).
2.5
Perkecambahan
Perkecambahan
dan
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Perkecambahan benih merupakan suatu proses awal yang penting untuk
kehidupan tanaman yang diperbanyak dengan menggunakan benih, namun tidak
untuk tanaman yang diperbanyak melalui pembiakan vegetatif. Berbagai definisi
mengenai perkecambahan benih telah dikembangkan. Menurut fisiologiwan
benih, perkecambahan benih adalah berkembangnya struktur penting dari embrio
yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut dengan menembus kulit benih,
sedangkan menurut teknologiwan benih, perkecambahan benih adalah muncul dan
berkembangnya struktur penting dari embrio serta menunjukkan kemampuan
untuk berkembang menjadi tanaman normal pada keadaan alam yang
menguntungkan. Dari definisi tersebut tampak bahwa kondisi lingkungan tidak
hanya cukup untuk pertumbuhan awal dari benih, tetapi juga untuk perkembangan
kecambah selanjutnya. Penentuan kecambah yang normal dilakukan selama batas
periode pengujian perkecambahan menurut International Seed Testing Association
(ISTA) dan Association of Official Seed Analysis (AOSA) yang berbeda-beda
untuk masing-masing spesies (Tim Pengampu, 2011).
Secara umum ada dua faktor yang dapat mempengaruhi perkecambahan
suatu benih Tim Pengampu, 2011 menjelaskan, yaitu faktor dari benih itu sendiri
dan faktor lingkungan. Faktor dari benih itu sendiri meliputi :
12
a. Tingkat Kematangan
Daya berkecambah benih erat hubungannya dengan tingkat kematangan
benih. Daya berkecambah benih akan meningkat dengan bertambah matangnya
benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis
atau bobot kering maksimum tercapai. Sampai masak fisiologis tercapai,
perkecambahan maksimum (100 %) ini konstan, tetapi sesudah itu akan menurun
dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan yang tidak menguntungkan di
lapangan. Semakin keadaan di lapangan tidak menguntungkan maka semakin
cepat penurunan daya kecambah benih.
b. Ukuran
Ukuran benih meningkat sejak saat pembuahan sampai mencapai
maksimum pada kadar air benih cukup tinggi, 40 % pada sorgum dan 80 % pada
kapas. Ukuran maksimum ini terjadi sebelum benih mencapai masak fisiologis.
Setelah ukuran maksimum tercapai, ukuran benih sedikit berkurang karena benih
mengering. Dalam beberapa spesies, perubahan dalam ukuran benih tidak mudah
diamati. Sekam benih padi misalnya, mencapai ukuran penuh pada waktu
penyerbukan. Benih yang berkembang di dalam sekam tidak tampak sehingga
perubahan-perubahan dalam ukuran tidak teramati. Benih padi yang pramatang
atau matang karenanya berbeda bukan dalam ukuran keseluruhannya, tetapi dalam
ukuran butirannya. Benih padi pramasak mempunyai butiran yang belum
berkembang sempurna sehingga kurang padat. Dalam keadaan seperti ini tentunya
akan berpengaruh juga terhadap daya berkecambahnya.
13
c. Dormansi
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada
benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa
tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Perkecambahan
tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum
dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat
dipandang
sebagai
salah
satu
keuntungan
biologis
dari
benih
dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya,
baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam.
d. Suhu
Suhu bukan merupakan kebutuhan kritis seperti halnya air. Pengaruh suhu
terhadap perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal, yaitu
suhu minimum, optimum, dan maksimum dimana perkecambahan dapat terjadi.
Suhu minimum yaitu suhu terendah di mana perkecambahan dapat terjadi, suhu di
bawah suhu tersebut tidak memungkinkan perkecambahan terjadi. Suhu optimum
yaitu suhu di mana perkecambahan tertinggi dicapai pada periode terpendek. Suhu
maksimum yaitu suhu tertinggi di mana perkecambahan dapat terjadi, di atas suhu
tersebut tidak terjadi perkecambahan karena merupakan batas ambang kritis benih
tidak dapat hidup (mati).
14
e. Oksigen
Proses
respirasi
membutuhkan
oksigen.
Pada
umumnya
udara
mengandung 20 % oksigen, 0,03 % karbondioksida, dan 78 % nitrogen. Walaupun
komposisi gas di udara telah memenuhi syarat untuk perkecambahan hampir
seluruh spesies tanaman, tetapi ada beberapa benih yang tanggap terhadap
peningkatan konsentrasi oksigen. Bila konsentrasi oksigen kurang dari 20 %,
perkecambahan akan terhambat kecuali pada benih padi serta beberapa benih
tanaman air dan beberapa spesies rumput. Pengaruh gas karbondioksida terhadap
perkecambahan benih berbeda dengan oksigen. Hampir semua benih terhambat
perkecambahannya bila konsentrasi karbondioksida lebih dari 0,03 %. Untuk
beberapa spesies tertentu, peningkatan konsentrasi karbondioksida ruang simpan
dapat mempertahankan viabilitas benih.
f. Cahaya
Cahaya pada beberapa benih juga merupakan faktor pembatas untuk
perkecambahan. Namun pada hampir semua benih tanaman, perkecambahan sama
baiknya dengan cahaya maupun tanpa cahaya. Pada umumnya kualitas cahya
terbaik untuk perkecambahan benih yang dinyatakan dengan panjang gelombang
berkisar antara 660 nm – 700 nm, yaitu cahaya merah. Pada daerah yang lebih
tinggi dari 700 nm (daerah cahaya infra merah) perkecambahan tidak terjadi,
demikian pula pada daerah kurang dari 440 nm (daerah cahaya biru). Pengaruh
cahaya hanya terjadi pada benih yang lembab. Pada benih dengan kadar air
rendah, pengaruh cahaya relatif tidak ada terhadap perkecambahan. Hal ini
15
disebabkan karena fitokrom, yaitu pigmen penyerap cahaya, tidak aktif pada benih
berkadar air rendah.
g. Kulit Ari
Pada benih kakao terdapat kulit ari, kulit ari merupakan lapisan luar sel.
Sebuah lapisan jaringan primer pada tanaman tingkat tinggi yang umumnya satu
sel tebal, sering cutinized di permukaan luarnya, dan kontinu dalam tanaman
muda kecuali melalui stomata. Epidermis memberikan perlindungan pada bagianbagian yang mendasari terhadap cedera mekanis dan pengeringan dan sebagian
besar diganti tanaman yang lebih tua, kecuali pada daun dan batang herba. Kulit
ari pada kakao merupakan lapisan tipis yang menyelimuti biji kakao dan
umumnya lapisan tipis ini berukuran putih. Kulit ari berperan untuk melindungi
biji kakao tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2005).
2.6 Media Tumbuh Pembibitan Tanaman Kakao
Tanaman membutuhkan oksigen (udara), air dan hara-hara mineral untuk
tumbuh secara normal. Unsur-unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme
tanaman, disamping gas CO2 dan sinar matahari. Perakaran tanaman dapat
tumbuh dan berkembang didalam media apabila cukup oksigen. Metabolisme
tanaman dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor tumbuh yang diperlukan
tersedia dalam kondisi seimbang (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009).
Prioritas utama yang perlu diperhatikan untuk memperoleh pertumbuhan
bibit yang baik adalah ketersediaan tanah yang subur sebagai media tanam di
pembibitan. Standar umum tanah yang digunakan didalam pembibitan adalah
tanah lapisan atas (top soil) yang umumnya cukup subur dengan kandungan bahan
16
organik yang tinggi. Media tumbuh yang baik untuk pembibitan harus dapat
menyediakan air, oksigen dan unsur hara yang cukup optimal sesuai kebutuhan
tanaman selama pertumbuhan tanaman (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009).
Pembibitan dapat dikatakan mutlak perlu dalam budidaya kakao karena
beberapa alasan sebagai berikut (Erwiyono, 2005 dalam Tambunan 2009).:
1. Di tempat pembibitan, perawatan bahan tanaman dapat lebih sempurna
2. Dengan pembibitan, pembuatan benih dapat dilakukan setiap saat ada buah.
Jadi, tidak terikat oleh musim.
3. Menjamin mutu bahkan tanaman yang baik karena sortasi bibit mudah
dilakukan.
17
Download