ISSN: 2085.2754 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR (Telaah Pustaka) Oleh REJO *(Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta ABSTRAK Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, Fraktur yang diklasifikasikan berdasarkan pada patahnya integritas kulit, lokasi, bentuk patahan dan status kelurusan, Nyeri, Kehilangan fungsi, Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak, Perubahan warna dan memar. Perawatan frakrur harus dilakukan dengan tepat karena dapat berakibat perubahan bentuk, infeksi yang bisa berlanjut amputasi. A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan ( Grace dan Boerly, 2007 : 85). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Suratun, 2008 : 148 ). Patah tulang ( fraktur ) adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan ( Oswari, 2005 : 144 ). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada yang utuh ( Reeves, 2001 : 248 ). 4. Retak tak-komplit, hanya sebagian dari tulang yang rusak. B. Klasifikasi Fraktur yang diklasifikasikan berdasarkan pada patahnya integritas kulit, lokasi, bentuk patahan dan status kelurusan : 1. Closed fracture ( simple fraktur ),fraktur yang tertutup karena integritas kulit masih utuh atau tetap tak berubah. 2. Open fracture ( compound fraktur ), fraktur terbuka karena integritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit. 3. Complete fracture, retak atau patah tulang yang luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang. C. Etiologi Beberapa penyebab fraktur adalah sebagai berikut : 1. Kekerasan langsung. Kekerasan langsung menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat benturan. Patah tulang demikian sering bersifat patah terbuka, dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat kekerasan.yang patah. Yang patah Asuhan Keperawatan pada….. Terdapat beberapa tipe fraktur yang berat : 1. Oblique, fraktur yang memiliki arah miring. 2. Spiral, fraktur meluas yang mengelilingi tulang. 3. Transverse, fraktur luas yang melintang dari tulang. 4. Segmental, terdapat segmen tulang yang retak dan ada yang terlepas. 5. Comminuted, mencakup beberapa fragmen ( Reeves, 2001 : 249 ). 41 biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan. Misalnya, bila seseorang jatuh dari tempat yang tinggi dengan tumit, terjadi pula patah pada tulang tibia dan kemungkinan pula patah pada tulang paha dan tulang belakang. 3. Kekerasan akibat tarikan otot. Patah akibat tarikan ototagk jarang terjadi. Contoh patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patela dan olekranom, karena otot trisep dan biseps mendadak berkontraksi ( Oswari, 2005 : 147 ). D. Manifestasi Klinis 1. Nyeri. 2. Kehilangan fungsi. 3. Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak. 4. Perubahan warna dan memar (Grace dan Borley, 2007 : 85 ) E. Patofisiologi Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau dalam keadaan patologis. Pada anak-anak tulang lebih lentur karena proses klasifikasi belum sempurna. Sebaliknya pada orang tua, terutama pada wanita menopause tulang lebih lemah karena proses penuaan. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja dapat menyebabkan patah tulang ( Oswari, 2005 : 144 ). Biasanya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang diabsorbsinya. Fraktur pada tulang dapat menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan ke otot dan sendi terganggu, dislokasi sendi, ruptor tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah ( Suratun, dkk, 2006 : 148 ). Pathway bisa dilihat di halaman 46 JK eM-U, Volume IV, No.13, 2012: 41 – 46 F. Komplikasi 1. Komplikasi awal a. Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. b. Emboli lemak, dapat terjadi 2472 jam. c. Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan. d. Infeksi dan tromboemboli. e. Koagulopati intravaskuler diseminata. 2. Komplikasi lanjutan a. Mal-union/non-union. b. Nekrosis avaskuler tulang. c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna ( Suratun, dkk., 2006 : 150-152 ). G. Data Penunjang 1. Radiografi pada dua bidang ( cari lusensi dan diskontinuitas pada korteks tulang ). 2. Tomografi, CT scan, MRI ( jarang ). 3. USG dan scan tulang dengan radioisotope. Scan tulang terutama berguna ketika radiografi/CT scan memberikan hasil negative pada kecurigaan fraktur secara klinis ( Grace dan Borley, 2007 : 85 ). H. Penatalaksanaan 1. Fraktur reduction a. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya. b. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien. 42 Peralatan traksi : 1) Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek. 2) Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang. Reaksi emosional, citra tubuh, dan system pendukung. 8. Pemeriksaan diagnostic. Rontgen untuk mengetahui lokasi dan luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram, pemindaian tulang, darah lengkap, kreatinin dan pemeriksaan laboratorium lengkap untuk persiapan operasi. 9. Pola kebiasaan sehari-hari atau hobi (Suratun, 2006 : 152-155 ). 2. Fraktur imobilisasi a. Pembalutan ( gips ) b. Eksternal fiksasi c. Internal fiksasi d. Pemilihan fraksi 3. Fraktur terbuka a. Pembedahan debridement dan irigrasi. b. Imunisasi tetanus. c. Terapi antibiotic prophylactic. d. Immonilisasi ( Smeltzer,2001 dalam Cinehel,2012 ). I. Fokus Pengkajian 1. Biodata. 2. Keluhan utama. Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gannguan sensori. 3. Riwayat perkembangan. 4. Riwayat kesehatan masa lalu. Kelainan musculoskeletal ( jatuh, infeksi, trauma dan fraktur ), cara penanggulangan, dan penyakit ( diabetes militus ). 5. Riwayat kesehatan sekarang. Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul tiba-tiba/perlahan, lokasi, obat yang diminum dan cara penanggulangan. 6. Pemeriksaan fisik. Keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument ( kulit dan kuku ), kardiovaskuler ( hipertensi atau takikardia ), neurologis (spasme otot dan kebas/kesemutan ), keadaan ektremitas dan hematologi. 7. Riwayat psikososial. Asuhan Keperawatan pada….. J. Fokus Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot. Hasil yang diharapkan : a. Menyatakan nyeri hilang. b. Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat. c. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual. Intervensi keperawatan/rasional : Intervensi Evalusi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi. tinggikan dan dukung ektremitas yang terkena. Beri obat sebelum perawatan aktivitas. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif dan pasif Rasional Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan cidera. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri. Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi. Memperhatikan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan 43 cedera. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler. Hasil yang diharapkan : a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin. b. Mempertahan posisi fungsional. c. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh. d. Menunjukkan tehnik yang memampukan melakukan aktivitas. Intervensi keperawatan dan Rasional : Intervensi .kaji derajat mobilitas yang dihasilakan oleh cidera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi. Intruksikan/bantu pasien dalam rentang gerak aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/tangan yang sesuai. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin. Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing. Rasional Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual, memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot mempertahankan gerak sendi, dan mencegah kontraktur. Untuk mempertahankan posisi fungsional estremitas dan mencegah komplikasi. Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul. Hipotensi postural adalah masalah umum yang menyertai tirah baring lama dan memerlukan intervensi khusus. JK eM-U, Volume IV, No.13, 2012: 41 – 46 3. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan imobilisasi fisik. Hasil yang diharapkan : a. Menyatakan ketidaknyamanan hilang. b. Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi. c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi. Intervensi keperawatan dan rasional : Intervensi Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih. Kaji posisi cincin bebat pad alat traksi Oservasi potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah bebatan/gips. Lindungi gips dan kulit pada area perineal, berikan perawatn sering. Instruksikan pasien/orang terdekat untuk menghindari memasukkan objek ke dalam gips. 4. Risiko tinggi berhubungan invasive. Rasional Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat pemasangan gips, bebat atau traksi atau pembentukan edema yang membutuhakan intervensi medic lanjut. Posisi yang tak tepat dapat menyebabkan cidera kulit/kerusakan. Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrosis, dan kelumpuhan saraf. Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi oleh kontaminasi fekal. “sakit gesekan” menyebabkan jaringan. dapat cidera terhadap infeksi dengan prosedur 44 Hasil yang diharapkan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam. Intervensi keperawatan dan rasional : Intervensi Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protocol dan latihan mencuci tangan. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi dan perubahan warna. Kaji tonus otot, reflek tendon, dan kemampuan bicara. Lakukan isolasi prosedur kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang DAFTAR PUSTAKA Rasional Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi ( dapat menimbulkan infeksi tulang ) Dapat mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Tanda perkiraan gas gangrene. infeksi Reeves, Charlene J. dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang, dan disfagia menunjukkan tetanus. Adanya drainase purulen akan memerlukan Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Asuhan Keperawatan pada….. Grace, Pierce A. dan Boerly, Neil R. 2007. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta : Erlangga. Oswari, E. 2005. Bedah Perawatanya. Jakrta : FKUI. dan 45 Pathways Trauma langsung Trauma tidak langsung kondisi patologis fraktur Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri Peruahan jaringan sekitar Pergeseran frag tulang Laserasi kulit Spasme otot Kerusakan frakmen tulang Peningkatan tek. Kapiler Deformitas Kerusakan integritas kulit Putus vena/arteri gangguan fungsi Perdarahan gangguan mobilitas fisik Kehilangan volume cairan Pelepasan histamine Protein plasma hilang Tek.sumsum tlg. > tinggi dari kapiler Reaksi stress klien edema Melepaskan katekolamin Penekanan pemb.darah Memobilisasi asam lemak Penurunan perfusi jaringan Bergabung dg trombosit Emboli Syok hipovolemik JK eM-U, Volume IV, No.13, 2012: 41 – 46 Gangg. Perfusi jaringan Penyumbatan pembuluh darah 46