Potensi Antibakteri Kitosan sebagai Pengawet Alami pada Tahu

advertisement
PENDANULUAN
Semakin meningkatnya dampak negatif
yang timbul terhadap kesehatan akibat bahan
kimia yang digunakan sebagai pengawet
makanan telah mendorong banyak pibak untuk
mencari altematif bahan pengawet yang lebih
sebat. Beberapa jenis bahan alami yang
berpotensi sebagai pengawet telah diteliti,
namun masih sangat sedikit yang layak
dipergunakan karena sebagian besar bahan
alternatif tersebut dapat menyebahkan
terjadiuya perubahan bau dan rasa pada
makanan (Mustafa 2006). Salah satu baban
alami yang dapat diiarapkan sebagai pengawet
alternatif yang potensial adalah kitosan
(Shahidi er al. 1999).
Kitosan merupakan biopoliier alami
kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang
banyak terdapat pada serangga, crustaceae, dan
fungi (Sanford & Hutchings 1987; Bastaman
1989). Diperkimkan lebih dari 1 0 ~ - 1 0 'ton
~
kitosan diproduksi di alam tiap tahun (Peter
1997). Sebagai negara maritim, Indonesia
sangat berpotensi menghasilkan kitin dan
produk turunannya. Hal ini sejalan dengan
munculnya udang sebagai salah satu komoditas
primadona dalam indusbi pengolahan hasil
perikanan sejak diresmikannya program
peningkatan devisa nonmigas terutama dari
suhsektor perikanan. Limbah cangkang
rajungan di Cirebon berkisar 10 ton perhari
yang berasal dari sekumngnya 20 industri
kecil. Selain limbah udang, data statistika lain
menunjukkan snatu negara yang memiliki
industri
pengolahan
kerang
dapat
menghasilkan limbah sekitar 56.200 ton
(Meidina 2005). Limbah yang mengandung
kitin
tersebut
nienimbulkan
masalah
lingkungan karena tidak diolah dengan baik
Kitosan diperkenalkan pada tahun 1859
oleh Rouget (Steinbuchel & Rhee 2005),
namun kegiatan penelitian terhadap kitosan
baru diintensifkan pada 1970-an oleh Riccanlo
Muvarelli (Seid 2007). Penelitian kitosan
mengalami perkembangan sebingga diketahui
bahwa kitosan berpotensi sebagai penguat
warna dan perekat serat kertas, antimikrob,
antiviral, pengikat lipid, dan berperan dalam
percepatan regenerasi tnlang (Zheng & Zbu
2003; Nagia ef al. 2006; Wawro et al. 2006;
Yudhanto 2007; Muvarelli 1990). Potensipotensi tersebut telah banyak diaplikasikan
secara luas ke berbagai bidang industri.
Di bidang pangan, kitosan dimanfaatkan
sebagai edible coating (pelapis) pada makanan
dan buah segar sehingga proses pembusukan
dapat dikurangi (Nadarajah 2005; Vargas et al.
2006). Penelitian Simpson et al. (1997) juga
menunjukkan udang segar mentah yang
dicelupkan ke dalam larutan kitosan 1% dan
2% bertahan 4 hari lebih lama dibandingkan
udang tanpa kitosan. Dengan melihat potensi
besar kitosan sebagai'pengawet produk pangan
maka perlu dilakukan penelitian terhadap
produk pangan lain (Tharanathan & Kittur
2003).
Tahu merupakan mdkanan yang tinggi
kadar air dan protein sebiugga dikategorikan
sebagai produk yang mudah busuk atan high
perishable food (Shurtleff & Aoyagi 1979).
Kadar protein yang tinggi pada tahu
merupakan media yang baik untuk
pertumbultan jasad renik pembusuk seperti
bakteri. Tekstur tabu yang halns dan lembut,
jnga membuat produlc paugan ini mudab
bancur. Oleb karena itu, produsen tabu
menambabkan bahan pengawet untuk
memperpanjang masa simpan tahu (Sutanti
1989; Saputm 2006). Umumnya, bahan
pengawet yang digunakan adalah jenis sintetis,
seperti formalin. Pen-gpnaan pengawet sintetis
ini dapat berakibat bur& terhadap kesehatan.
Oleb sebab itu, penulis mengembangkan
apliasi pengawet alami kitosati pada tahu.
Penelitian ini hertujuan ~nengujipoteusi
kitosan sebagai antibakteri &an mendapatkan
konsentrasi optimal kitosar~ yang dapat
diynakan untuk memperpanjang masa simpan
tahu. Hipotesis penelitian ini adalah kitosan
memiliki sifat mtihaktzri yang berpotensi
sebagai pengawet alami. Hasil penelitian ini
diiarapkan dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai potensi kitosan sebagai
pengawet bahan pangan sebingga dapat
menggantikan pengawet sinletis.
Kitwan
Kitosan merupakan senyawa t m n a n kitin.
Struktur kednanya dihedakan oleh gugus asetil
pada C2 subunit beksosa (Gamhar 1). Kitosan
diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu
demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi, dan
pemutihan. Demineralisasi dilakukan dengan
larutan asam encer bertujuan menghilangkan
mineral yang terkandung dalan~bahan baku.
Deproteinasi dilakukan dengan basa encer
untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang
masih terdapat dalam baban baku. Pemutihan
dimaksudkan u ~ t u k mengbilangkan warna
sehingga dipeimleh kitosan yang putih
(Hardjito 2006).
Download