4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat dan Mikrohabitat Habitat adalah suatu ruang atau tempat dimana suatu organisme dapat hidup dan berkembang baik secara optimal. Ruang atau tempat yang dimaksud diatas terdiri dari tempat kawin dan istrahat tempat bertelur dan tempat-tempat lainnya dimna suatu organisme melakukan segala aktivitas kehidupannya yang tercermin kedalam suatu daerah jelajahnya (Anonimous dalam Ngamel 1988). Kemampuan koeksistensi yang tidak sama pada setiap serangga yang hidup bersama-sama, menyebabkan pemisahan mikrohabitat serangga, sehingga menunjukkan kondisi habitat yang sesuai, bagian dari habitat yang merupakan lingkungan paling cocok dan paling akrab berhubungan dengan hewan dinamakan mikrohabitat, beberapa tipe habitat yaitu makrohabitat dan mikrohabitat. Secara umum, makrohabitat merujuk pada ciri khas dengan skala yang luas seperti zona asosiasi vegetasi yang biasanya disamakan dengan level pertama seleksi habitat sedangkan mikrohabitat adalah lingkungan yang paling cocok dan paling akrab hubungannya dengan hewan yang merupakan faktor penting dalam habitat. Hewan yang mendiami habitat itu akan terkonsentrasi ditempat-tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masingmasing, dalam habitat yang sama, dan menempati mikrohabitatnya sehingga interaksi spesies dengan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap perilaku spesies sebagai bentuk reaksi terhadap (perubahan) factor fisik dan biokimia lingkungan. Habitat di alam ini pada umumnya bersifat heterogen dan populasi 5 serangga-serangga yang mendiami habitat itu masing-masing akan terkonsentrasi di tempat-tempat dengan kondisi yang paling sesuai bagi pemenuhan persyaratan hidupnya. Kemampuan koeksistensi yang tidak sama pada setiap serangga yang hidup bersama-sama, menyebabkan pemisahan mikrohabitat serangga, sehingga menunjukkan kondisi habitat yang sesuai (Budiharsanto, 2006). Populasi beraneka jenis hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama mempunyai keserupaan pula dalam kisaran toleransinya terhadap beberapa faktor lingkungan dalam mikrohabitat. Batas antara mikrohabitat yang satu dengan yang lainnya tiap kali tidak nyata. Namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting dalam menentukan keanekaragaman jenis yang mempengaruhi habitat itu (Kramadibrata 1996 dalam Budiharsanto 2006). 2.2 Kepadatan populasi Populasi dapat didefenisikan sebagai kelompok individu sejenis berada ditempat dan waktu yang sama, serta dapat saling kawin untuk menghasilkan keturunan. Populasi dapat terdiri dari satu individu atau jutaan individu yang ditemukan dalam satu atau lebih individu yang terpisah. (Wilson et al dan Primack et al dalam pusparini, 2006). Suatu populasi dapat dinyatakan sebagai kelompok organisme terdiri atas satu spesies atau kelompok-kelompok organisme dan diantara individu-individu dalam kelompok dan saling bertukar informasi, atau materi genetik menempati suatu ruang tertentu dan berfungsi sebagai bagian dari komunitas biotis. (Riyantodkk,1995). Komunitas biotis itu sendiri merupakan suatu penyatuan populasi-populasi dan bersama-sama mengembangkan transformasi metabolisme dan didalam suatu habitat fisis tertentu, sehingga 6 komunitas ini berfungsi sebagai satuan tang terpadu.Suatu populasi mempunyai berbagai sifat, sifat-sifat ini merupakan ciri khas yang unik kelompok dan bukan merupakan ciri individu-individu anggotanya sifat tersebut antara lain, kerapatan/kepadatan. Kerapatan/kepadatan merupakan besarnya populasi dalam hubungannya dalam suatu unit atau ruangan umumnya dinyatakan dalam jumlah individu atau biomassa populasi per satuan area atau volume (Riyanto, dkk1985 dalam Ngamel 1988). Kerapatan atau kepadatan populasi dibedakan atas dua bentuk yaitu kepadatan kasar dan kepadatan ekologis .kepadatan kasar merupakan banyaknya individu (biomassa) yang terdapat dalam suatu ruang keseluruhan. Sedangkan kepadatan ekologis artinya banyaknya individu (biomassa) yang menempati satuan ruang dan benar-benar ditempati oleh populasi tersebut (Riyanto, 1985 dalam Ngamel1988). Dalam praktek seringkali lebih penting mengetahui apakah suatu populasi bertambah atau berkurang daripada mengetahui jumlah populasi pada suatu saat. Dalam hal ini indeks dalam suatu relatif bermanfaat dalam hubungannya dengan waktu, misalnya jumlah belalang yang terlihat tiap jam, Jumlah relatif (abudancy relative ) masih sering berguna sebagai pengukur, jika kita ingin mengetahui tentang populasi berubah atau pada suatu saat keadaan dimana kepadatan absolut tidak dapat ditentukan. Terminologi banyak jarang atau umum masih sangat berguna jika kita hanya ingin membandingkan (Heddy dan Kurniati, 1994 dalam Ngamel, 1998). Natalitas adalah kemampuam suatu populasi untuk tumbuh. Natalitas biasa juga disebut “ birth rate “ yaitu produksi individu-individu baru suatu organisme. 7 Natalitas maksimum kadang disebut natalis mutlak atau fisiologis dapat dinyatakan sebagai banyaknya atau maksimum individu-individu baru, secara teoriris diproduksi dalam kondisi ideal (jadi tidak ada pembatas faktor-faktor ekologi). Untuk suatu poulasi tertentu nilai natalitas maksimum ini konstan. Natalitas ekologi (natalitas) menyatakan peningkatan populasi dalam kondisi lingkungan yang sebenarnya atau kondisi spesifik lingkungan. Jadi Tidak konstan untuk suatu populasi, tetapi bervariasi menurut komposisi lingkungan dan umur populasi serta kondisi fisik lingkungan (Ngamel, 1998). Mortalitas adalah angka kematian dalam populasi. Laju mortalitas yaitu laju laju kematian, dalam demografi diartikan sebagai jumlah individu yang mati pada satuan waktu. Mortalitas ekologi yaitu mortalitas nyata/realita, yaitu jumlah individu yang mati dalam keadaan lingkungan yang sebenarnya, harganya tidak tetap tergantung pada keadaan lingkungan. Mortalitas minimum teoritis adalah kehilangan individu dari populasi dalam keadaan lingkungan yang ideal dan harganya tetap (Ngamel, 1998). Populasi beraneka jenis hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama mempunyai keserupaan pula dalam kisaran toleransinya terhadap beberapa faktor lingkungan dalam mikrohabitat (Kramadibrata dalam Budiharsanto 2006). Kehadiran populasi serangga di suatu lahan pertanian dan penyebarannya (distribusinya) selalu berkaitan dengan habitat, Habitat suatu serangga adalah tempat serangga itu hidup atau tempat serangga untuk menemukan makanan (Odum, 1992 dalam Budiharsanto, 2006). Selain itu proses transformasi belalang 8 dari fase soliter menjadi fase gregarius dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantara lain adalah kepadatan populasi (Sudarsono, 2003). 2.3 Morfologi Belalang Belalang merupakan kelas insekta ordo Orthoptera yang memiliki ciri-ciri Antena pendek, pronotum tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas 3 buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan yang jantan. Sebagian besar berwarna abu-abu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cerah pada sayap belakang. Mempunyai alat suara berupa membran timpani yang terletak di ruas abdomen pertama. Aktif pada siang hari (Subiyanto, 1991 dalam Budiharsanto, 2006). Belalang lebih banyak menyerang bagian daun tanaman jagung sehingga mengakibatkan daun menjadi berlubang atau sebagian daun menjadi berkurang, akibatnya proses fotosintesis menjadi terhambat sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jagung (Fattah dan Hamkah, 2011). Apabila belalang menjadi berkelompok akan terjadi perubahan warna dari warna hijau dan berubah menjadi warna hitam dan kuning, badan juga berubah menjadi lebih pendek, dan belalang ini akan menghasilkan hormon yang menyebabkan berkumpul dalam suatu kawasan dan menggalakkan pembentukan kawanan, Kawanan belalang inilah yang dapat menghabiskan daun – daun tanaman sehingga tinggal tulang-tulang daun saja. Seekor betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur ini berwarna keputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah pada kedalaman sekitar 10 cm, Nimfa mengalami lima kali ganti kulit (lima instar) dengan stadium nimfa terjadi 9 selama 38 hari. Imago betina yang memiliki warna coklat kekuning-kuningan siap meletakkan telur setelah lima sampai 20 hari bergantung temperatur. Seekor betina mampu menghasilkan enam sampai tujuh kantong telur dalam tanah dengan jumlah 40 butir per kantong. Imago betina hanya membutuhkan satu kali kawin untuk meletakkan telur-telurnya dalam kantong-kantong. Sementara imago jantan yang memiliki warna kuning mengkilap berkembang lebih cepat dibandingkan dengan betinanya. Lama hidup dewasa adalah 11 hari. Siklus hidup rata-rata 76 hari sehingga dalam setahun dapat menghasilkan empat sampai lima generasi di daerah tropis utamanya Asia Tenggara, sementara di daerah Subtropis serangga ini hanya menghasilkan satu generasi per tahun. Dalam kehidupan dan perkembangan koloni belalang dikenal mengalami tiga fase pertumbuhan populasi yaitu fase soliter, fase transien, dan fase gregaria.Pada fase soliter, belalang hidup sendiri-sendiri dan tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan tanaman. Pada fase gregaria belalang hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar, berpindah-pindah tempat dan menimbulkan kerusakan tanaman secara besarbesaran pula (Surtikanti, 2008). Gejala serangan belalang tidak spesfik tergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi dari spesies ini. Biasanya bagian tanaman pertama yang diserang adalah daun dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya berat. Selain itu, spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas (Adnan 2009 ). Belalang dapat menyerang tanaman jagung baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Pada kondisi lingkungan yang mendukung, 10 kehilangan hasil akibat serangan tersebut dapat mencapai 80% (Puslitbangtan dalam Budiharsanto, 2006). 2.4 Morfologi Jagung Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang.Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu. Menurut (Suprapto dalam Fachrawati, 2003) Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Monocotyledone : Graminae : Graminaceae : Zea : Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim yang terdiri dari bagian akar, batang, daun, bunga dan biji. a. Batang Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi 11 tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). b. Bunga Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman.Bunga betina, tongkol muncul dari axillary apices tajuk.Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman.Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. c. Tongkol dan biji Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot.Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil. 2.4.1 Syarat Pertumbuhan Jagung Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri denganlingkungan di luar daerah tersebut.Jagung tidak menuntut persyaratan 12 lingkunganyang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisitanah yang agak kering.Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendakibeberapa persyaratan (Muhadjir dalam Fachrawati, 2003). a. Iklim Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerahdaerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 LU hingga 040 LS. b. Curah Hujan Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. c. Penyinaran Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. d. Suhu Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 , akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada 13 musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. (Suprapto dalam Fachrawati, 2003). Menurut (Muhadjir dalam Bahar, 2009) Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap yaitu: a. Fase perkecambahan, 1-5 hari stelah bakal tanam muncul dipermukaan tanah. b. Fase pertumbuhan vegetatif, 5-59 hari setelah tanam, dimana fase ini terjadi perkembangan akar,daun dan batang baru, terutama saat awal pertumbuhan masa berbunga. c. Munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina, Fase generatif, 60-80 hari setelah tanam, diawali dengan munculnya bakal tongkol. fase reproduktif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga, buah dan biji. .