rancangan keputusan presiden republik

advertisement
www.hukumonline.com
RANCANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .....
TENTANG
PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PRIMER
SETEMPAT DI WILAYAH YANG TIDAK ATAU BELUM MENERAPKAN KOMPETISI
Menimbang:
a.
bahwa permintaan kebutuhan tenaga listrik meningkat dengan pesat seiring dengan
perkembangan ekonomi nasional, namun belum dapat diimbangi oleh kebutuhan
pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik, sehingga terjadi krisis penyediaan
tenaga listrik di berbagai wilayah di Indonesia yang segera perlu mendapat
penanggulangan;
b.
bahwa sumber energi setempat sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal
untuk pembangkitan tenaga listrik baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan umum;
c.
bahwa menimbang hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu adanya pengaturan melalui
Keputusan Presiden tentang pembangunan pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang
memanfaatkan sumber energi primer setempat sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) Undangundang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Mengingat:
1.
Pasal 4, ayat (1) Undang-undang Dasar 1945
2.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 TLN
3839)
3.
Undang-undang No. 20 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94 TLN
4226)
4.
Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1992
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG
MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PRIMER SETEMPAT DI WILAYAH YANG TIDAK ATAU
BELUM MENERAPKAN KOMPETISI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagalistrikan.
2.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang
ketenagalistrikan.
3.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut sebagai BUMN adalah Badan
Usaha yang oleh Pemerintah diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut sebagai BUMD adalah
Badan Usaha yang oleh Pemerintah Daerah diserahi tugas untuk melaksanakan usaha
ketenagalistrikan.
Swasta adalah Badan Hukum yang didirikan dan berdasarkan hukum di Indonesia yang
berusaha di bidang ketenagalistrikan.
Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
kopersasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kebersamaan yang lingkup
usahanya di bidang ketenagalistrikan.
Perusahaan Utilitas adalah Badan Usaha yang dapat berbentuk BUMN, BUMD, Swasta
dan Koperasi yang kegiatan usahanya melayani penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum.
Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan
dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tidak termasuk listrik yang dipakai
untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.
Rencana Penyediaan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut sebagai RPTL adalah
suatu rencana penyediaan tenaga listrik dari badan usaha selaku Pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik yang memiliki wilayah usaha.
Penjualan Tenaga Listrik adalah suatu kegiatan penjualan tenaga listrik kepada
konsumen.
Jaringan Transmisi Nasional yang selanjutnya disebut sebagai JTN adalah jaringan
transmisi tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan/atau ultra tinggi untuk menyalurkan tenaga
listrik bagi kepentingan umum yang ditetapkan Pemerintah sebagai jaringan transmisi
nasional.
Pasal 2
Pembangunan dan pengusahaan sarana penyediaan tenaga listrik yang instalasi tenaga
listriknya terhubung baik secara langsung maupun tidak langsung dengan JTN wajib mendapat
izin dari Menteri.
BAB II
KEAMANAN PASOKAN TENAGA LISTRIK
Pasal 3
Guna menjamin keamanan pasokan tenaga listrik, pengusahaan pembangkitan tenaga listrik
wajib memprioritaskan pemanfaatan sumber energi primer setempat sebagai bahan bakar.
BAB III
JENIS PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI
PRIMER SETEMPAT
Pasal 4
Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi primer setempat sebagaimana
dimaksud Pasal 3 antara lain meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang
batubara, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Dendrothermal (PLTU Dendrothermal), Pembangkit
Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang memanfaatkan gas marginal, Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang memanfaatkan sampah kota.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
BAB IV
PELAKSANAAN USAHA PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
Pasal 5
Usaha pembangkitan tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi primer setempat dapat
dilakukan oleh BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi.
Pasal 6
Tenaga listrik yang dihasilkan dari usaha pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud
Pasal 5 dapat dijual kepada Perusahaan Utilitas setempat.
Pasal 7
Perusahaan Utilitas sebagaimana dimaksud Pasal 6 dapat membeli tenaga listrik dari usaha
pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 5 berdasarkan RPTL-nya.
Pasal 8
Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dapat dilakukan melalui tender
atau tanpa tender dan disesuaikan dengan kondisi setempat.
Pasal 9
Dalam hal pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 dilakukan tanpa
tender, maka harga pembelian tenaga listrik tidak diperkenankan melebihi biaya pembangkitan
Perusahaan Utilitas setempat dan harus setara dengan harga jual tenaga listrik pembangkit lain
yang sejenis.
BAB V
PROYEK KETENAGALISTRIKAN YANG MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PRIMER
SETEMPAT.
Pasal 10
Badan Usaha yang memanfaatkan sumber energi primer setempat untuk pembangkitan tenaga
listrik sebagaimana dimaksud Pasal 5 mengajukan usulan usaha pembangkitan tenaga listrik
kepada Perusahaan Utilitas setempat dengan melampirkan:
a.
lokasi proyek;
b.
jenis dan kapasitas pembangkit tenaga listrik;
c.
jenis energi primer setempat yang digunakan;
d.
rencana pembangunan;
e.
rencana pendanaan;
f.
rencana pengoperasian;
g.
gambar, peta dan dokumen lain
Pasal 11
Perusahaan Utilitas setempat sebagaimana dimaksud Pasal 10 wajib memberikan tanggapan
atas usulan Badan Usaha dalam waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak diterimanya usulan
tersebut dengan memperhatikan RPTL-nya.
BAB VI
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
PERIZINAN
Pasal 12
Apabila usulan sebagaimana dimaksud Pasal 10 dapat diterima Perusahaan Utilitas setempat
baik secara teknis maupun administratif, maka Badan Usaha dapat mengajukan permohonan
Izin Prinsip kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Ketua Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pasal 13
Menteri menerbitkan Izin Prinsip bagi calon Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik,
paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Menteri menerima permohonan Izin
Prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 12.
Pasal 14
Badan Usaha sebagai calon Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik setelah
menerima Izin Prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 13 melaksanakan:
a.
Studi kelayakan yang meliputi aspek teknis, ekonomis dan financial serta menyelesaikan
izin lain yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu pembangunan proyek serta
menyampaikan laporan tertulis mengenai hasilnya kepada Perusahaan Utilitas setempat
paling lambat dalam jangka waktu 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari.
b.
Studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pembangunan proyek dan
menyampaikan hasilnya kepada Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dalam waktu
sebagaimana dimaksud pada butir a.
Pasal 15
Perusahaan Utilitas setempat melakukan evaluasi laporan hasil studi kelayakan sebagaimana
dimaksud Pasal 14 dan harus sudah selesai dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah
laporan tersebut dikirim secara lengkap, dan selanjutnya menyampaikan hasil evaluasi kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal paling lambat dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah
selesai evaluasi.
Pasal 16
Evaluasi hasil studi AMDAL dilakukan oleh AMDAL KLH untuk mendapatkan persetujuan KLH
paling lambat dalam jangka waktu 75 (tujuh puluh lima) hari diluar waktu yang diperlukan untuk
penyempurnaan atau perbaikan setiap dokumen studi AMDAL.
Pasal 17
Perusahaan Utilitas setempat melakukan negosiasi dengan calon Pemegang Izin Prinsip paling
lambat 15 (lima belas) hari setelah Menteri menerbitkan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud
Pasal 13.
Pasal 18
Negosiasi antara Perusahan Utilitas setempat dan Badan Usaha sebagai calon Pemegang Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat
180 (seratus delapan puluh) hari.
Pasal 19
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Perusahaan Utilitas setempat wajib menyampaikan laporan tertulis hasil negosiasi
sebagaimana dimaksud Pasal 18 kepada Menteri melalui Direktur Jenderal paling lambat dalam
jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah negosiasi selesai.
Pasal 20
Menteri menetapkan harga jual tenaga listrik atas hasil negosiasi setelah diteliti oleh Direktur
Jenderal paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan
Direktorat Jenderal.
Pasal 21
Perusahaan Utilitas setempat dan Badan Usaha sebagai calon Pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik menandatangani kontrak jual beli tenaga listrik setelah menerima
penetapan Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 20.
Pasal 22
Menteri menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik setelah ada kontrak jual beli tenaga
listrik sebagaimana dimaksud Pasal 21.
Pasal 23
Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud Pasal 22
menyampaikan jadwal pelaksanaan pembangunan secara terinci kepada Perusahaan Utilitas
setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal paling lambat dalam jangka waktu 60
(enampuluh) hari setelah dikeluarkannya Izin Prinsip.
Pasal 24
Pembangunan proyek oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik harus sudah
dimulai pelaksanaannya paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah Menteri
memberikan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 13 dan harus diselesaikan dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan dalam Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Pasal 25
Izin prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 13 berlaku untuk jangka waktu 1(satu) tahun dan
dapat diperpanjang 1(satu) kali disertai dengan alasan-alasan secara tertulis.
Pasal 26
Perpanjangan Izin Prinsip sebagai mana dimaksud Pasal 25 dapat dipertimbangkan apabila
terdapat hambatan dalam pelaksanaan Pembangunan yang di luar kesalahan calon Pemegang
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan/atau terjado force majeure yang meliputi kebakaran,
pemogokan, kekacauan di lokasi proyek, tindakan musuh negara, peperangan, blokade, huru
hara, epidemic, tanah longsor, gempa bumi, badai, halilintar, banjir, kekacauan di masyarakat
dan ledakan dahsyat.
Pasal 27
Pemegang Izin Prinsip menyampaikan permohonan perpanjangan waktu paling lambat 60(
enam puluh) hari sebelum batas akhir masa berlakunya Izin Prinsip atau menyampaikan
laporan dalam jangka waktu 7(tujuh) hari setelah terjadi force majeure sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 28
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(1)
(2)
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berlaku untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) Tahun
terhitung mulai sarana penyediaan tenaga listrik dioperasikan secara komersial dan
dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana ayat (1) berakhir masa berlakunya,
karena habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang atau dibatalkan.
Pasal 29
Izin prinsip dan Izin Usaha Penyediaan tenaga Listrik dibatalkan oleh Menteri dalam hal-hal
sebagai berikut:
a.
Pemegang Izin Prinsip dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku; atau
b.
Pemegang Izin Prinsip dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tidak
mentaati petunjuk teknis dari Direktur Jenderal dalam pelaksanaan pembangunan dan
pengusahaan penyediaan tenaga listrik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pasal 30
Apabila akan menambah jumlah unit pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber
energi setempat atau kapasitas sarana penyediaan tenaga listrik yang telah tercantum dalam
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud Pasal 22, Pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik wajib mengajukan permohonan izin perubahan kapasitas kepada
Menteri melalui Direktur Jendral.
Pasal 31
Perubahan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik baru dapat diterbitkan oleh Menteri, apabila
tidak menggangu keandalan sistem tenaga listrik dari Perusahaan Utilitas setempat.
BAB VII
PENGALIHAN IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
Pasal 32
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik hanya dapat dialihkan kepada Badan Usaha lainnya
yang dinilai mampu untuk melanjutkan usaha penyediaan tenaga listrik dan tidak mengganggu
kelangsungan penyediaan tenaga listrik.
Pasal 33
Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga listrik wajib melaporkan rencana pengalihan Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik disertai alasan-alasan pengalihan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 34
Bersamaan dengan rencana pengalihan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Badan Usaha
penerima pengalihan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud Pasal 32
wajib mengajukan permohonan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik kepada Direktur
Jenderal.
Pasal 35
Direktur Jenderal melakukan evaluasi atas rencana pengalihan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik sebagaimana dimaksud Pasal 34 dan melaporkan hasilnya kepada Menteri dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 36
Menteri memberikan persetujuan pengalihan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik paling
lambat dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima laporan hasil evaluasi
pengalihan sebagaimana dimaksud Pasal 35 dari Direktur Jenderal.
BAB VIII
UJI OPERASI DAN SERTIFIKASI UJI OPERASI
Pasal 37
Sarana penyediaan tenaga listrik hanya dapat dioperasikan secara komersial setelah dilakukan
uji operasi (commissioning test) yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi yang terakreditasi.
Pasal 38
Biaya pelaksanaan uji operasi dibebankan kepada calon Pemegang Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik.
Pasal 39
Lembaga Sertifikasi memberikan Sertikat Uji Operasi (commissioning certificate) paling lambat
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah uji operasi sebagaimana dimaksud Pasal 37
berhasil dengan baik dan menyampaikan laporan tertulis kepada Menteri.
Pasal 40
Menteri mengeluarkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, selambatlambatnya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat Uji Operasi
(commissioning certificate).
BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 41
Pemegang Izin Prinsip dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berhak
melakukan usahanya sesuai dengan izin yang diberikan Menteri dan bertanggung jawab atas
segala akibat yang timbul dalam pelaksanaan izin tersebut.
Pasal 42
Pemegang Izin Prinsip dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik secara berkala
wajib memberikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal mengenai perkembangan
usahanya dengan menggunakan bentuk laporan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB X
PENGAWASAN
(1)
Pasal 43
Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemegang Izin Prinsip
dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(2)
(3)
Pengawasan sebagimana dimaksud ayat (1) meliputi pencapaian sasaran
pembangunan, keselamatan kerja, keselamatan umum, pengusahaan, kepentingan
konsumen, tercapainya standarisasi dibidang ketenagalistrikan, dan kelestarian
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan keselamatan kerja, keselamatan umum dan kepentingan
konsumen, Direktur Jenderal dapat melakukan tindakan pengamanan berdasarkan
peraturan yang berlaku.
BAB XI
PELAPORAN
(1)
(2)
Pasal 44
Pemegang Izin Prinsip menyampaikan laporan tahap pelaksanaan pembangunan proyek
secara tertulis kepada Direktur Jenderal setiap triwulan, yang meliputi aspek-aspek:
a.
kemajuan pelaksanaan proyek
b.
Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam negeri maupun tenaga kerja
asing
c.
hambatan-hambatan yang dihadapi
Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik wajib menyampaikan laporan
pengusahaan kepada Direktur Jenderal setiap bulan yang meliputi aspek-aspek:
a.
produksi tenaga listrik
b.
penjualan tenaga listrik kepada Perusahaan Utilitas setempat
c.
pemakaian bahan bakar
d.
keandalan tenaga listrik
e.
jumlah dan jenis gangguan
f.
pengendalian dampak lingkungan
g.
jumlah dan komposisi tenaga kerja (dilaporkan setiap akhir tahun)
BAB XII
SANKSI
Pasal 45
Pemegang Izin Prinsip dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Presiden ini dan peraturan-peraturan
lainnya di bidang ketenagalistrikan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini diatur oleh
Menteri.
Pasal 47
Keputusan Presiden ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Ditetapkan Di Jakarta
Pada Tanggal:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
MEGAWATI SUKARNOPUTRI
www.hukumonline.com
Download