bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Mekanika kuantum mulanya disusun atas dua buah pemikiran yang terkesan
berbeda, yaitu mekanika gelombang Schrödinger dan mekanika matriks dari Heisenberg. Kemudian, von Neumann secara rigor berhasil membuktikan ekuivalensi
dari kedua pemikiran tersebut, dan berhasil menurunkan swanilai energi dari atom
hidrogen dengan menggunakan ruang Hilbert. Kemudian dalam bukunya, di mana
formalisme ruang Hilbert untuk mekanika kuantum diberikan secara elegan, von Neumann juga menyertakan suatu permasalahan mengenai pengukuran mekanika kuantum. Secara spesifik, dalam penyelesaian dari permasalahan tersebut, von Neumann
juga menyertakan suatu bagian yang bersifat layaknya tafsiran. Pada bagian tersebut,
von Neumann memperkenalkan “pengamat”, yaitu suatu sistem yang memiliki kesadaran sebagai sesuatu yang memunculkan berbagai fenomena kuantum, misalnya
kaitan antara peluang dengan hasil-hasil pengukuran. Bagian yang bersifat layaknya tafsiran tersebut kemudian disebut sebagai tafsiran dasar dari mekanika kuantum.
Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah diperkenalkannya dua buah proses
dari mekanika kuantum [Von Neumann, 1932], yaitu
1. Proses 1. Perubahan diskontinyu yang disebabkan oleh suatu pengukuran, yang
mana keadaan awal |ψi akan berubah menjadi swakeadaan |φj i dengan peluang
|hφj |ψi|2
2. Proses 2. Proses deterministik, yang kontinyu, yang berperilaku menurut persamaan Schrödinger.
Banyak fisikawan yang menolak tafsiran yang diberikan oleh von Neumann
tersebut. Berikutnya, muncul berbagai tafsiran berbeda yang diberikan oleh fisikawanfisikawan yang lain untuk menjelaskan permasalahan pengukuran yang diberikan oleh
von Neumann. Dalam tafsiran Von Neumann, kesadaran dari pengamatlah yang meruntuhkan fungsi gelombang (yaitu munculnya proses 1) [Jaeger, 2009]. Sebagai
contoh, dalam permasalahan kucing Schrödinger, menurut Von Neumann kucing berada dalam keadaan hidup dan mati sekaligus sebelum seorang pengamat mengamati
kotak di mana kucing tersebut berada. Ketika pengamat membuka kotak, pada saat
1
2
itulah fungsi gelombang dari kucing runtuh. Pengamat akan mendapati bahwa kucing
berada pada keadaan hidup atau mati, namun tidak keduanya sekaligus. Tafsiran semacam ini akan menemui masalah ketika terdapat lebih dari satu pengamat (misalnya
kucing diganti dengan manusia) atau tidak ada pengamat sama sekali [Everett, 1957].
Tafsiran kedua yang selama bertahun-tahun menjadi aliran paling utama, adalah tafsiran yang diberikan oleh Niels Bohr. Solusi dari permasalahan pengukuran
menurut Bohr adalah bahwa alat ukur adalah suatu objek yang berukuran makroskopis sehingga berperilaku sesuai dengan mekanika klasik [Omnés, 1994]. Sehingga
tidak mungkin menyematkan vektor ruang Hilbert pada alat ukur. Menurutnya, batas
makroskopis dan mikroskopis tidak tetap, dan berubah-ubah sesuai dengan keinginan
pengamat.
Tafsiran ketiga diberikan oleh Einstein. Menurutnya, ada sebuah parameter
tersembunyi dari fungsi gelombang, yang menyebabkan hasil eksperimen terlihat
acak. Mudahnya, vektor ruang Hilbert tidak cukup digunakan untuk menjelaskan
keadaan dari suatu sistem. Karena adanya struktur tambahan tersebut, maka permasalahan pengukuran dapat diselesaikan. Namun telah dibuktikan oleh John Bell bahwa
keberadaan parameter tersembunyi yang lokal (maksudnya interaksi merambat paling
cepat sebesar kecepatan cahaya), tidak konsisten dengan mekanika kuantum yang ada
(yang sudah diuji kemampuan prediksinya) [Griffiths, 2005]. Sehingga kemungkinan
yang tersisa adalah keberadaan parameter tersembunyi yang non-lokal. Hingga saat
ini, masih ada banyak fisikawan yang berusaha mengembangkan pemikiran mengenai parameter tersembunyi ini, baik dengan mengubah keadaan yang disematkan pada
suatu sistem (mekanika Bohmian), maupun dengan mengubah dinamika dari sistem
tersebut (proses Ghirardi-Rimini-Weber)[Wallace, 2012].
Tafsiran keempat dari permasalahan tersebut diberikan oleh Hugh Everett dalam disertasinya di bawah bimbingan J. A. Wheeler [Byrne, 2007]. Jawaban dari
permasalahan tersebut dinamakan sebagai teori fungsi gelombang semesta dari mekanika kuantum (atau bisa juga tafsiran Everett, teori keadaan relatif, atau fungsi gelombang semesta saja). Inti dari tafsiran ini adalah, bahwa yang masalah pengukuran
pada dasarnya bukanlah suatu masalah. Everett menekankan bahwa formalisme standar (vektor ruang Hilbert dan evolusi uniter seperti persamaan Schrödinger) mekanika kuantum tidak perlu diubah. Tidak perlu ada tambahan postulat pada mekanika
kuantum, semisal keberadaan pengamat maupun keberadaan parameter tersembunyi.
Ditekankan juga bahwa mekanika kuantum berlaku pada segala macam sistem yang
ada, baik yang berukuran mikroskopik maupun makroskopik. Alasan mengapa hasil
3
dari permasalahan pengukuran bertentangan dengan pengamatan sehari-hari, menurut Everett disebabkan oleh subjektivitas suatu pengamatan, yakni pengamat sendiri
juga tunduk pada mekanika kuantum. Namun pada tafsiran yang diberikannya, diperlukan keberadaan dari “pengamat-pengamat” dan “dunia-dunia” yang bercabang,
dan tidak pernah dapat diamati melalui eksperimen. Karenanya, pada waktu awal dikemukakannya tafsiran tersebut, tidak banyak fisikawan yang menanggapinya secara
serius.
Namun saat ini, banyak fisikawan (dan juga filsuf), yang mempertimbangkan tafsiran ini secara serius [Tegmark, 2010]. Bahkan menurut Bub, tafsiran ini kini
sedang dalam perjalanan menuju tafsiran orthodoks yang baru. Hal tersebut sepengetahuan penulis disebabkan tafsiran ini adalah satu-satunya tafsiran mengenai mekanika kuantum (tanpa ada formalisme tambahan semisal mekanika Bohmian) yang
menempatkan “pengamat” (suatu istilah yang belum didefinisikan) sebagai sesuatu
yang objektif [Jaeger, 2009]. Hal itu akan sangat berguna ketika seorang ilmuwan
menyusun teori mengenai asal muasal alam semesta di mana pengamat dalam konteks sehari-hari, yakni manusia, belum ada.
Dalam skripsi ini, akan dilakukan kajian mengenai teori fungsi gelombang semesta yang pertama kali dituliskan oleh Everett dalam disertasinya. Telaah mengenai
teori fungsi gelombang semesta akan dibatasi pada versi asli dari teori ini, meskipun
ada beberapa versi yang lebih baru yang berbeda dalam teori ini. Perubahan itu terutama ada pada bagian ontologi dari teori ini (apakah hal yang paling dasar adalah
dunia, atau kesadaran, atau fungsi gelombang) dan bagaimana peluang pada mekanika kuantum dapat dipahami. Namun akan disertakan juga suatu mekanisme yang
pada masa Everett belum dikenal, yang dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana fenomena klasik dapat diperoleh dengan menggunakan mekanika kuantum.
1.2
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang
akan dibahas dalam skripsi ini:
1. Bagaimana cara membuat mekanika kuantum bersifat objektif (yakni tanpa proses 1)?
2. Apa konsekuensi yang muncul dari mekanika kuantum yang objektif, yang tidak didapat pada mekanika kuantum standar?
4
1.3
Batasan Masalah
Dinamika sistem kuantum akan ditinjau dengan menggunakan evolusi uniter
berupa persamaan Schrödinger (nonrelativistik).
1.4
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, kajian teoretis ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menelaah ulang karya Hugh Everett mengenai mekanika kuantum dengan membuang proses 1 (wave function collapse) dalam permasalahan pengukuran.
2. Mengkaji konsekuensi-konsekuensi tafsiran fungsi gelombang semesta (yaitu
mekanika kuantum hanya dengan proses 2).
1.5
Manfaat Penelitian
Dengan mengacu pada tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kajian ini dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa mekanika kuantum bisa
disusun secara objektif, yakni tanpa melibatkan proses runtuhnya fungsi gelombang atau proses 2 yang diberikan oleh von Neumann.
2. Selain itu kajian ini juga dapat digunakan sebagai dasar suatu teori yang ditujukan untuk menjelaskan mengenai alam semesta mula-mula. Hal tersebut disebabkan karena tafsiran ini merupakan tafsiran yang menggambarkan prosesproses kuantum secara objektif, tanpa melibatkan pengamat.
1.6
Tinjauan Pustaka
Formalisme matematika dari mekanika kuantum pertama kali dirumuskan oleh
Von Neumann dalam bukunya Mathematische Grundlagen der Quantenmechanik
[Omnés, 1994]. Dalam buku itu juga dikumkakan mengenai masalah pengukuran
[Von Neumann, 1932]. Ada beberapa ilmuwan yang memberikan jawaban untuk permasalahan tersebut. Beberapa diantaranya diberikan oleh Bohr dengan prinsip complementarity [Primas, 1983], Von Neumann dengan kesadaran pengamat [Von Neumann, 1932], dan Einstein dengan hidden variable [Einstein, 1935]. Jawaban yang
5
paling banyak diterima adalah pemikiran Bohr dan Von Neumann [Jaeger, 2009].
Dua jawaban tersebut memunculkan konsep subjektivitas dari pengamatan, membuatnya tidak kompatibel dengan relativitas. Pada pertengahan dekade 1950, Wheeler
melakukan penelitian tentang pengkuantuman gravitasi [Byrne, 2010]. Untuk itu,
dibutuhkan formulasi mekanika kuantum yang bersifat objektif, yang kemudian penelitian tersebut dilakukan oleh Everett [Everett, 1957].
Pada tahun 1973, karya Everett yang tidak diedit diterbitkan pertama kali oleh
Princeton University Press dalam sebuah buku berjudul Many Worlds Interpretation
of Quantum Mechanics yang diedit oleh Bryce S. DeWitt dan Neill Graham [DeWitt,
1973]. Dalam buku tersebut, DeWitt dan Graham juga menyertakan artikel mereka
sendiri mengenai topik masalah pengukuran. Dalam karya mereka, mereka mengharuskan komitmen ontologis mengenai keberadaan “dunia-dunia” yang tidak dapat
diamati. Istilah Many Worlds Interpretation pertama kali diperkenalkan oleh DeWitt
dalam karyanya. Karya yang mirip dengan tambahan “interpretation basis” dituliskan
oleh David Deutsch pada tahun 1984 [Deutsch, 1984].
Setelah karya Deutsch tersebut, teori fungsi gelombang semesta dengan keberadaan “dunia-dunia” yang diusulkan DeWitt mulai ditinggalkan [Wallace, 2002].
Salah satu varian dari teori fungsi gelombang semesta diajukan oleh Albert dan Loewer [Albert, 1988] yang disebut sebagai “many minds interpretation”. Pemikiran ini
didukung oleh Lockwood, Donald, dan Sudberry [Wallace, 2002]. Versi dari teori
fungsi gelombang semesta yang dominan belakangan ini adalah versi yang menggunakan pendekatan decoherence. Versi ini didukung oleh Wallace, Saunders, Zurek,
Vaidman, dan juga Deutsch [Wallace, 2002].
Upaya terbaru dalam mengembangkan teori fungsi gelombang semesta adalah memahami peran peluang dalam teori ini. Deutsch mengklaim bahwa aturan Born
dapat diperoleh dengan menggunakan teori keputusan [Deutsch, 1999]. Peran peluang juga diteliti lebih lanjut oleh koleganya, Saunders [Saunders, 2010] dan Wallace
[Wallace, 2012] juga dengan menggunakan teori keputusan. Bantahan untuk klaim
yang dikemukakan oleh Deutsch diberikan oleh Barnum dkk [Barnum, 1999]. Sedangkan penelitian lanjut mengenai penggunaan teori keputusan untuk menjelaskan peluang pada teori fungsi gelombang semesta dilakukan oleh Price dan Hemmo,
masing-masing memiliki pandangan yang berbeda [Wallace, 2012].
Beberapa penerapan dari teori fungsi gelombang semesta ada pada kosmologi
dan komputasi kuantum. Penerapan fungsi gelombang semesta pada kosmologi beberapa diantaranya dilakukan oleh Gell-Mann dan Hartle [Gell-Mann, 1989], Aguirre
6
dan Tegmark [Aguirre, 2012], dan Bousso dan Susskind [Bousso, 2011]. Sedangkan
untuk komputasi kuantum, beberapa diantaranya dilakukan oleh Deutsch [Deutsch,
1985] dan Hewitt-Horsman [Hewitt-Horsman, 2009].
1.7
Metode Penelitian
Dalam pengerjaan skripsi, penulis menggunakan metode studi literatur. Literaturliteratur yang digunakan, dituliskan pada bab II dan III.
1.8
Sistematika Penelitian
Penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab, yang masing-masing bab
secara berurutan diperlukan sebagai dasar dari topik bab selanjutnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Bab I: Pendahuluan; bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
2. Bab II: Fondasi Matematika; pada bab 2 dijabarkan mengenai landasan matematika yang digunakan untuk menjabarkan bab 3. Landasan tersebut antara lain
teori peluang dalam bahasa ukuran, teori informasi klasik beserta turunannya,
dan mengenai pemurnian.
3. Bab III: Formulasi Fungsi Gelombang Semesta; pada bab 3 dijabarkan megenai mekanika kuantum, lebih spesifiknya mengenai sistem komposit (karena
akan ditinjau banyak sistem sekaligus), teori informasi klasik untuk mekanika kuantum, dan pengukuran dengan menggunakan sistem komposit dan teori
informasi. Permasalahan pengukuran yang menjadi latar berlakang dirumuskannya teori ini akan dibahas pada bagian ini. Bab ini juga merupakan bagian
operasional dari fungsi gelombang semesta.
4. Bab IV: Pengamatan; pada bab 4, akan dibahas mengenai jawaban dari permasalahan pengukuran yang ada pada bab sebelumnya, versi teori fungsi gelombang semesta. Dalam bab tersebut, akan dijabarkan bagaimana pengamat
masuk ke dalam formalisme mekanika kuantum.
7
5. Bab V: Konsekuensi dari Fungsi Gelombang Semesta; pada bab 5, akan dikaji
mengenai hasil-hasil yang didapat pada bab 4. Selain itu, akan dibahas pula
mengenai mekanisme yang menyebabkan mengapa hasil pengamatan seharihari berbeda dengan implikasi-implikasi dari mekanika kuantum. Kemudian,
akan dibahas bagaimana alam semesta ini dijelaskan dengan mekanika kuantum, yakni vektor ruang Hilbert dan transformasi uniter.
Download