CSL Semester 4 Edisi Kedua ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM HEMATOIMUNOLOGI dr. Dina Tri Amalia, dr. Anggi Setiorini A. TEMA : Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Hematoimunologi B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan instruksional umum Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit hematoimunologi dengan baik dan benar 2. Tujuan instruksional khusus Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi Mahasiswa dapat melakukan cross check Mahasiswa dapat bersikap netral Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis. C. ALAT DAN BAHAN 1 CSL Semester 4 D. Edisi Kedua Pasien Simulasi Meja dan kursi periksa SKENARIO Seorang pasien perempuan berumur 15 tahun, datang ke praktek anda dengan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang sejak 2 minggu yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut. E. DASAR TEORI Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekaman medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang tepat pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan spesifik sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat. Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan. 2 CSL Semester 4 Edisi Kedua Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit hematoimunologi, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit hematoimunologi: 1. Gejala sistemik, berupa: - Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan - Demam tinggi 380C selama ±1minggu tanpa sebab yang jelas - Keringat malam - Pembesaran kelenjar getah bening 2. Anemia. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu: Gejala umum anemia. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinitus), mata berkunangkunang, kaki terasa dingin sesak napas, dan dispepsia. Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini khas untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh: anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia) anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12 anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali anemia aplastik : perdarahan dan tanda – tanda infeksi Gejala penyakit dasar Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid. 3 CSL Semester 4 Edisi Kedua 3. Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring) F. PROSEDUR Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi. 1. Identitas Pasien Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya. Identitas meliputi: Nama lengkap pasien Umur atau tanggal lahir Jenis kelamin Golongan darah Alamat Pendidikan Pekerjaan Suku bangsa Agama. Dalam penyakit hematoimunologi, anamnesis mengenai usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal penting untung ditanyakan. Karena hal – hal tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kadar hemoglobin dan eritrosit suatu pasien. 4 CSL Semester 4 Edisi Kedua 2. Keluhan Utama Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi masalah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa, bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas. Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut: 1. Waktu dan lama keluhan berlangsung 2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang 3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah 5 CSL Semester 4 4. Edisi Kedua Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu 5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat. 6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan 7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang 8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan. Berikut adalah beberapa faktor resiko penyakit hematoimunologi antara lain: Riwayat penggunaan obat (misalnya : fenilbutazon, senyawa sulfur, antikonvulsan, NSAID, dll) Riwayat terpapar bahan-bahan toksik seperti radiasi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu (ex : benzena) Asupan nutrisi tidak adekuat : vegetarian, diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi), makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging,dll. Keperluan yang meningkat : kehamilan, bayi, prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, keganasan peningkatan hematopoiesis (anemia hemolitik kronik), hemolisis, dan lain sebagainya Malabsorbsi : akibat neoplasma, obat-obatan (fenitoin, kolkisin, neomisin, dll), enteritis, gastrektomi, dan lain sebagainya. Adanya perdarahan menahun yang dapat berasal dari: saluran cerna : akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, infeksi cacing tambang dll saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia saluran kemih : hematuria saluran napas : hempotoe 6 CSL Semester 4 9. Edisi Kedua Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama 10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa 11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial. 4. Riwayat penyakit dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya. 5. Riwayat penyakit dalam keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran. 6. Riwayat pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang (Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Anamnesis juga 7 CSL Semester 4 Edisi Kedua mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan. Pasien dengan asupan nutrisi yang tidak mencukupi seperti seseorang yang sedang menjalani diet ketat, vegetarian, ataupun peminum alkohol, memiliki resiko terjadinya defisiensi kobalamin dan asam folat. Hal ini menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. G. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II. Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta H. TUGAS MAHASISWA 1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan penyakit yang berhubungan dengan sistem hematoimunologi seperti anemia, alergi obat, reaksi hipersensitivitas, kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI), dll. I. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT TERKAIT SISTEM HEMATOIMUNOLOGI No 1 2 3 Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN Mengucapkan salam pada awal wawancara Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri 8 CSL Semester 4 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Edisi Kedua Informed menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien Consent Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan ITEM PROSEDURAL Menanyakan identitas pasien : Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), golongan darah, alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang a. Menanyakan keluhan utama Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang waktu dan lama sifat lokalisasi dan penyebaran hubungan dengan waktu dan aktifitas keluhan yang mendahului dan menyertai serangan keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang faktor resiko dan pencetus serangan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama perkembangan penyakit upaya pengobatan & hasilnya Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat operasi, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat -obatan yang pernah diminum, riwayat transfusi, riwyat imunisasi, dan riwayat pemeriksaan medis yang pernah dilakukan sebelumnya). Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga (riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga) Menggali informasi tentang riwayat Pribadi (riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, aktifitas, anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggal pasien) ITEM PENALARAN KLINIS 9 CSL Semester 4 13 14 15 16 17 18 Edisi Kedua Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). Mencatat semua hasil anamnesis Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik 10 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan Limfe/ Kelenjar Getah Bening (KGB) dr. Fajriani Damhuri 1. 2. 3. Tema Pembelajaran Keterampilan pemeriksaan limfe/ kelenjar getah bening (KGB) Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan kelenjar getah bening 2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening Level Kompetensi Keterampilan Palpasi kelenjar limfe 4. 5. Level Of Expexcted Ability -1- -2- -3- -4- Alat dan Bahan 1. Model seluruh badan 2. Alkohol gliserin 3. Tissue Skenario Seorang anak usia 7 tahun datang dengan keluhan lemas dan pucat. Keluahan sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan demam yang tidak teralu tinggi, nafsu makan berkurang yang menyebabkan berat badan berkurang. Keluhan mual dirasakan dan merasa perut terdapat benjolan. Pasien juga mengeluhkan sering memar bila terbentur sesuatu. Bial menggosok gigi pasien mengeluhkan gusi sering berdarah. Pasien juga mersakan ada benjolan d leher, ketiak, dan selangkangan. Pasien belum pernah berobat. Keluhan serupa tidak ada pada keluarga pasien 11 CSL Semester 4 6. Edisi Kedua Dasar teori / Rujukan Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Gambar 1. Kelenjar getah bening kepala dan leher Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, 12 CSL Semester 4 Edisi Kedua sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB. Saluran Limfe Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan batang saluran kanan. Ductus thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax menyimpang ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena besar di sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu. Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan). Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher. Sewaktu suatu infeksi pembuluh limfe dan kelenjar dapat meradang, yang tampak pada pembengkakan kelenjar yang sakit atau lipat paha dalam hal sebuah jari tangan atau jari kaki terkena infeksi. 13 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 2. Aliran limfe (sumber : www.australiancolonhealth.com) Fungsi 1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah. 2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah. 3. Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah. Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal. 4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan penyebaran organism itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian lain tubuh. 14 CSL Semester 4 5. Edisi Kedua Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi. 7. Prosedur Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening : 1. Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari oksipital, posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular, submental, superficial servical, deep servikal, posterior servikal, supraklavikular, axillary, dan inguinal. Pemeriksaan dengan menngunakan tiga jari. 2. KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal. Ukuran : normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal) Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan. 3. Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya, atau keras biasanya menandakan keganasan 15 CSL Semester 4 Edisi Kedua 8. Daftar Pustaka Anonim. 2007. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2007/2008. Clinical Skill’s Laboratory. Universitas Padjadjaran. Bandung. Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill. Lymphatic Drainage in Body. Akses from : http://www.australiancolonhealth.com.2Fmanual-lymphatic-drainage. 9. Evaluasi CHECK LIST PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN Mengucapkan salam pada awal wawancara Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri Informed menjelaskan kepentingan pemeriksaan fisik guna mengetahui tentang sakit pasien Consent Meminta waktu & ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik ITEM PROSEDURAL Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari oksipital, posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular, submental, superficial servical, deep servikal, posterior servikal, supraklavikular, axillary, dan inguinal. Pemeriksaan dengan menngunakan tiga jari. Catat ukuran, jumlah, mobilitas, nyeri tekan, dan konsistensi bila teraba perbesaran kelenjar Bila besar ukuran kurang dari 5 mm, terpisah, dapat digerakkan, dan tidak hangat biasanya normal pada area kepala Pada area servikal dan inguinal, nodul berukuran 1 cm normal pada anak sampai usia 12 tahun Bila terdapat nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan pada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadnya abses Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat diakibtakan karena tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan. 16 CSL Semester 4 13 14 15 16 Edisi Kedua Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya, atau keras biasanya menandakan keganasan ITEM PROFESIONALISME Cuci tangan WHO Melakukan dengan penuh percaya diri Melakukan dengan kesalahan minimal 17 CSL Semester 4 Edisi Kedua ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM GENITOURINARIA dr. Dina Tri Amalia, dr. Fajriani Damhuri A. TEMA : Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Genitourinaria B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan instruksional umum Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit genitourinaria dengan baik dan benar 2. Tujuan instruksional khusus Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi Mahasiswa dapat melakukan cross check Mahasiswa dapat bersikap netral Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis. C. ALAT DAN BAHAN Pasien Simulasi Meja dan kursi periksa D. SKENARIO Seorang pasien laki - laki berumur 67 tahun, datang ke praktek anda dengan susah buang air kecil sejak 1 bulan terakhir. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut. 18 CSL Semester 4 E. Edisi Kedua DASAR TEORI Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan. Dalam penyakit genitourinaria, pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan : (1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malaise, pucat) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis dan (2) lokal (urologi) antara lain nyeri akibat kelainan urogenital, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit genitourinaria, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit tersebut: a. Nyeri Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri lokal pada kelainan ginjal dapat dirasakan di daerah sudut kostovertebra dan nyeri akibat kolik ureter yang dirasakan hingga ke daerah inguinal, testis, dan ke tungkai bawah. Di bidang urologi banyak dijumpai bermacam-macam nyeri yang dikeluhkan oleh pasien sewaktu datang ke tempat praktek, yaitu: Nyeri ginjal : akibat regangan kapsul ginjal yang terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor ginjal. 19 CSL Semester 4 Edisi Kedua Nyeri kolik : akibat spasme otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, dan lainnya. Nyeri terasa sangat sakit, hilang timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter. Pertama-tama dirasakan di daerah sudut kostovertebra kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Tidak jarang nyeri kolik diikuti dengan keluhan pada organ pencernaan seperti mual dan muntah Nyeri vesika : dirasakan di daerah suprasimfisis. Terjadi akibat overdistensi buli-buli yang mengalami retensi urine atau terdapat inflamasi pad buli-buli. Inflamasi buli dirasakan sebagai perasaan kurang nyaman di daerah suprapubik. Nyeri muncul ketika buli terisi penuh dan nyeri berkurang pada saat selesai miksi. Tidak jarang pasien sistitis merasa nyeri yang sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang kala disertai dengan hematuri. Nyeri prostat : umumnya disebabkan inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk ditentukan tetapi pada umumnya dapat dirasakan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral, atau nyeri rektum. Sering diikuti dengan keluhan miksi berupa frekuensi, disuria, bahkan retensi urine. Nyeri testis / epididimis : nyeri pada daerah kantong skrotum dapat berasal dari nyeri akibat kelainan di kantong skrotum (nyeri primer) atau nyeri (refered pain) yang berasal dari organ di luar kantong skrotum. Nyeri testis dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ abdominal. Begitu pula nyeri akibat inflamasi pada ginjal dan inguinal, seringkali dirasakan di daerah skrotum. Nyeri tumpul di sekitar testis dapat disebabkan karena varikokel, hidrokel, maupun tumor testis. Nyeri penis : dirasakan pada daerah penis yang sedang tidak ereksi (flaksid) biasanya merupakan referred pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra, yang terutama dirasakan pada meatus uretra eksternum. Selain itu parafimosis dan keradangan pada prepusium maupun glans penis memberikan rasa nyeri yang terasa pada ujung penis. Nyeri yang terjadi pada saat ereksi mungkin akibat penyakit Peyronie atau priapismus. 20 CSL Semester 4 Edisi Kedua b. Keluhan miksi Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi Lower urinary tract symptoms (LUTS) dan inkontinentia urine. LUTS menjadi keluhan kirakira 40 % orang tua. Gejalanya dibagi menjadi 2 yaitu gejala iritatif dan gejala obstruksi. Gejala LUTS dapat kita jumpai pada penyakit Benign Prostattic Hyperplasia (BPH), kelemahan otot detrusor, infeksi saluran kencing (ISK), prostatitis, batu pada saluran kencing, keganasan prostat atau keganasan bulubuli, penyakit neurologik (multiple sklerosis, spinal cord injury, cauda equina syndrome). Berikut akan dijelaskan keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi, yaitu: Keluhan iritasi meliputi: Urgensi: rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Akibat hiperititabilitas dan hiperaktivitas buli karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli nerogen. Frekuensi atau polakisuria : frekuensi berkemih lebih dari normal. Setiap hari orang normal rata – rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi. Akibat poliuria atau karena kapasitas buli yang menurun sehingga sewaktu buli terisi pada volume yang belum mencapai kapasitasnya, rangsangan miksi sudah terjadi. Nokturia : polakisuria yang terjadi pada malam hari. Pada pasien usia tua tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam hari karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi (pemekatan urine). Disuria : nyeri saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-buli atau uretra. Sering nyeri dirasakan paling sakit di sekitar meatus uretra eksternus. Disuria yang terjadi di awal miksi biasanya berasal dari kelainan utetra dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada buli-buli. Keluhan obstruksi meliputi: Hesitansi : awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Pancaran keluarnya urine lemah, tidak jauh dan kecil (bahkan urine jatuh di dekat kaki pasien) Intermitensi : di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti kemudian memancar lagi / miksi terputus-putus 21 CSL Semester 4 Edisi Kedua Terminal dribbling : miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli (BAK tidak puas) dengan masih keluar tetesan – tetesan urine Enuresis : ketidakmampuan menahan miksi Inkontinensia urine Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan miksi yang keluar dari buli –buli baik disadari maupun tidak disadari. c. Keluhan perubahan warna urine Hematuria Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge atau perdarahan uretra yaitu keluar darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi. Porsi hematuria yang keluar perlu diperhatikan apakah terjadi pada saat awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Dengan memperhatikan porsi hematuria yang keluar dapat diperkirakan asal perdarahan. Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih tetapi mulai dari infeksi hingga keganasan saluran kemih. Pneumaturia Pneumaturia adalah berkemih tercampur dengan udara. Keadaan ini dapat terjadi karena terdapat fistula antara buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas CO2 di dalam urine seperti pada pasien diabetes melitus. Hematospermia/hemospermia : didapatkannya darah di dalam cairan ejakulat (semen). Biasanya dialami oleh pasien pubertas dan paling banyak usia 30-40 tahun. Cloudy urine : urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat akibat dari suatu infeksi saluran kemih. Keluarnya cairan dari uretra pada laki-laki adalah yang paling banyak menimbulkan keluhan urologi. Oranisme penyebab yang paling sering adalah Neisseria gonorrhoeaea atau Chlamydia trachomatis. Cairan yang keluar disertai rasa terbakar saat miksi atau rasa gatal pada uretra. Selain akibat infeksi, pasien juga sering mengeluhkan urine yang berwarna keruh, tetapi ini lebih sering terjadi karena alkalin, yang 22 CSL Semester 4 Edisi Kedua menyebabkan presipitasi fosfat. Urinalisis yang tepat akan memperlihatanya penyebab dari kekeruhan tersebut. Pergerakan aliran limfatik atau chyle, ditandai pada pasien dengan urine putih susu. Hal tersebut menujukkan sistem fistula limfatik-urinari. Sebagian besar disebabkan oleh obstruksi kelenjar limfe ginjal, dengan pecahnya forniceal dan rembesan. Filariasis, trauma, tuberkulosa, dan tumor retroperitoneal dapat menyebabkan masalah ini. d. Massa Pasien mungkin memberitahu adanya massa yang terlihat dan teraba pada perut bagian atas yang mungkin menunjukkan tumor ginjal, hidronefrosis, atau polikistik ginjal. Pembesaran kelenjar limfe pada leher mungkin menunjukkan adanya metastase tumor dari prostat atau testis. Benjolan pada selangkangan dapat menandakan adanya penyebaran tumor dari penis atau limfadenitis, chancroid, sifilis, atau limfogranuloma venerum. Keluhan massa pada skrotum dan isinya meliputi buah zakar membesar, terdapat bentukan berkelok kelok seperti cacing di dalam kantong (varikokel), atau buah zakar yang tidak berada di dalam kantong skrotum (kriptorkismus). Pembesaran pada buah zakar mungkin disebabkan oleh tumor testis, hidrokel, spermatokel, hematokel atau hernia skrotalis. e. Keluhan disfungsi seksual: meliputi libido menurun, kekuatan ereksi menurun, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd (air mani tidak keluar pada saat ejakulasi), tidak pernah merasakan orgasmus atau ejakulasi dini. f. Luka yang terdapat pada glans penis atau leher penis mungkin menunjukkan adanya luka sifilis, chancroid, herpes simpleks, atau karsinoma sel skuamosa. Tampak kelainan berupa kutil pada penis. F. PROSEDUR Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi. 1. Identitas Pasien Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah 23 CSL Semester 4 Edisi Kedua memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya. Identitas meliputi: Nama lengkap pasien Umur atau tanggal lahir Jenis kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Suku bangsa Agama. Usia dan jenis kelamin penting ditanyakan untuk kerentanan penyakit yang berkaitan dengan usia dan jenis kelamin tertentu, contohnya BPH. Riwayat pekerjaan juga penting untuk menganalisis risiko penyakit. Misalnya supir, mempunyai risiko terkena penyakit batu karena duduk secara statis dan dalam waktu yang lama. 2. Keluhan Utama Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi masalah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa, 24 CSL Semester 4 Edisi Kedua bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas. Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut: 1. Waktu dan lama keluhan berlangsung 2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang 3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah 4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu 5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat. 6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan 7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang 8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan. 9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama 10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa 11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) 12. Apabila ada gejala LUTS tanyakan gejala iritatif dan gejala obstruksi. Gejala obstruksi : Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas, menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan menahan miksi (enuresis). Gejala iritatif : frekuensi (meningkatnya frekuensi miksi), nokturi (meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi (sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil), disuria (nyeri saat miksi). Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial. 25 CSL Semester 4 Edisi Kedua 4. Riwayat penyakit dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya. 5. Riwayat penyakit dalam keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran. 6. Riwayat pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba). Merokok juga bisa menjadi faktor risiko BPH. Nokturia dapat terjadi tanpa adanya penyakit pada orang yang minum dalam jumlah cairan yang berlebihan di malam hari, minum kopi dan minuman beralkohol. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila mencurigai terjadi infeksi saluran kencing. Diet sehari-hari bagaimana, bila mencurigai batu ginjal kita dapat memperkirakan jenis batu tersebut. Aktifitas dan olahraga juga ditanyakan untuk faktor risiko penyakit batu. G. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta Anonim.2007.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung Datta, Mirpuri.2003.Crassh Course Renal and Urinary Systems.London Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar- Dasar Urologi Edisi Kedua. CV.Sagung seto : Jakarta Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II. Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta H. TUGAS MAHASISWA 1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan penyakit yang berhubungan dengan sistem genitourinaria misalnya BPH, 26 CSL Semester 4 Edisi Kedua infeksi saluran kemih, GNAPS, batu saluran kemih, gonorhoe, tumor buli-buli, ca prostat, dll. 2) Anamnesis yang telah dibuat akan menjadi sumber latihan anamnesis pada pertemuan kedua I. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM GENITOURINARIA N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Prosedur/ Aspek Latihan YANG Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN Mengucapkan salam pada awal wawancara Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri Informed menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien Consent Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan ITEM PROSEDURAL Menanyakan identitas pasien : Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang a. Menanyakan keluhan utama Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang waktu dan lama sifat lokalisasi dan penyebaran hubungan dengan waktu dan aktifitas keluhan yang mendahului dan menyertai serangan keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang faktor resiko dan pencetus serangan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama perkembangan penyakit upaya pengobatan & hasilnya Apabila ada keluhan mikturisi, tanyakan gejala : Gejala obstruksi : 27 CSL Semester 4 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Edisi Kedua Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas, menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan menahan miksi (enuresis). Gejala iritatif : Frekuensi (meningkatnya frekuensi miksi), nokturi (meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi (sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil), disuria (nyeri saat miksi). Perubahan warna urine : berdarah, berawan, atau bening Pernah keluar batu atau tidak Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang pernah di derita sebelumnya, adakah riwayat operasi, riwayat trauma, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga (riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga) Menggali informasi tentang riwayat Pribadi (riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, aktifitas dan olahraga. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila mencurigai terjadi infeksi saluran kencing. ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). Mencatat semua hasil anamnesis Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi, serta menghormati pasien. Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik 28 CSL Semester 4 Edisi Kedua PEMERIKSAAN FISIK SISTEM UROGENITAL PRIA, COLOK DUBUR DAN PENGAMBIILAN SPESIMEN URETRA dr. Hanna Mutiara. dr. Exsa Hadibrata, dr. Dina TA, dr. Anggi S A. Tema Pembelajaran Keterampilan pemeriksaan fisik sistem urogenital pria, pemeriksaan colok dubur dan pengambilan spesimen uretra B. Tujuan Setelah mempelajari CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan: persiapan sebelum melakukan pemeriksaan fisik urogenital pria pemeriksaan fisik ginjal pemeriksaan fisik suprapubik pemeriksaan fisik penis fisik skrotum dan isinya pemeriksaan colok dubur pengambilan spesimen uretra C. Level Kompetensi No 1 2 3 4 Jenis Kompetensi Inspection of penis Inspection and palpation of scrotum Palpation of penis, testes, epididymis spermatic duct Transillumination of scrotum Level Kompetensi 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 Palpation (abdominal wall, kidney, colon, liver, spleen, aorta, rigidity) 1 2 3 4 6 7 Rectal Examination Palpation Of Prostate 1 1 2 2 3 3 4 4 8 Milking urethra 1 2 3 4 29 CSL Semester 4 D. Edisi Kedua Alat dan Bahan 1. Handscoen 2. Manekin genitalia pria 3. Senter 4. Handscoen 5. Jelly 6. Manekin Prostat 7. Sabun cair 8. Air mengalir 9. Larutan antiseptik 10. Lap atau tissue 11. Tempat sampah medis 12. Kaca objek 13. Swab steril 14. Kassa steril 15. Label, alat tulis, spidol E. Skenario Saat Anda sedang jaga di klinik Unila, datanglah pasien untuk berobat dengan anda. Pasien pertama, laki-laki, 70 tahun, mengeluh susah BAB sejak 1 minggu yang lalu. Anda lalu melakukan pemeriksaan fisik sistem urogenita pria dan colok dubur untuk menegakkan diagnosa pada pasien ini. Pasien kedua, lakilaki berusia 35 tahun datang dengan keluhan BAK bernanah sejak 2 hari yang lalu. Anda lalu melakukakan prosedur pengambilan spesimen uretra dengan metode milking untuk menegakkan diagnosa. 30 CSL Semester 4 F. Edisi Kedua Dasar Teori PEMERIKSAAN UROGENITALIA PRIA Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik) atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada hubungannya dengan karsinoma testis. Semua keadaan di atas mengharuskan dokter untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli, genitalia eksterna dan pemeriksaan neurologi. 1. Pemeriksaan ginjal Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitonium. Palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kostovertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Gambar 1. Palpasi bimanual ginjal 31 CSL Semester 4 Edisi Kedua Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. 2. Pemeriksaan buli-buli Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urune. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli. 3. Pemeriksaan genitalia eksterna Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/uretra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretro kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah vebtral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit pyrone. 4. Pemeriksaan skrotum dan isinya Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptokosmus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari 32 CSL Semester 4 Edisi Kedua skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif. 5. Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan neurologi ditujukan untu mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia. Seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab buli-buli nerogen. PEMERIKSAAN COLOK DUBUR Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan teelebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan ini. Pada pemiriksaan colok dubur dinilai : a. Tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus b. Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum c. Menilai prostat. Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara merasakan jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris. Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur 33 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 2. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral decubitus, c & d. Posisi knee chest, e & f posisi membeungkuk Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain : massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli. Indikasi dilakukannya colok dubur antara lain a. Retentio urine b. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling) c. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher) Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis seperti karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada carcinoma teraba benjolan seperti batu dan bernodul-nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar membesar dan terba lunak, tegang dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan). PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA (METODE MILKING) Pasien laki-laki yang datang dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri pada saat buang air kecil agar diperiksa dahulu ada tidaknya duh tubuh. Bilamana tidak 34 CSL Semester 4 Edisi Kedua tampak duh tubuh agar dilakukan teknik milking. Teknik milking merupakan suatu cara pengambilan spesimen/ sekret uretra dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra. Setelah itu baru dilakukan pengolesan duh tubuh pada objek glass untuk dilakukan pemeriksaan. Bila duh tubuh masih belum terlihat setelah dilakukan teknik milking, maka pasien dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa. Dalam pelaksanaan prosedur milking sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Sebelum melakukan pengambilan spesimen duh tubuh uretra, lakukan dahulu pemeriksaan fisik terhadap pasien. Kemudian beri penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan. Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa. Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruh pakaiannya secara bertahap). Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri. Hal – hal yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik yaitu: Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah skrotum Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya. Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjar getah bening setempat (regional) Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan. Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik) sebelum pemeriksaan. G. PROSEDUR 1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya. 2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan 35 CSL Semester 4 Edisi Kedua fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik. 3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent) 4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di tempat ruangan yang tenang dan cahaya yang cukup terang. Perawat sebaiknya mendamping dokter selama pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien. 5. Pemeriksaan Perut A. Pemeriksaan regio costo-vertebralis Pemeriksaan dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan biasa dilakukan adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position), dilihat dari depan dan belakang Inspeksi : Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores), benjolan di RCV/lateral abdomen yg ikut gerak nafas(tumor). Palpasi : a. Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-vertebralis dan satu tangan didepan dinding perut. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi. Ginjal kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada inspirasi maksimal. b.Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal Perkusi a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dinding perut). Lihat perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness) dinding lateral abdomen.(perdarahan pd kasus trauma ginjal) b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidak berubah dgn perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah sesuai dengan perubahan posisi 36 CSL Semester 4 Edisi Kedua Auskultasi Pemeriksaan dengan steteskop : terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada stenosis atau aneurysma arteri renalis Transilluminasi Terutama anak< 1thn dgn massa besar di supra pubis atau RCV Gunakan senter pada sisi massa di kamar gelap. Tes transluminasi (+) → kista ginjal atau hydronefrosis dgn cairan transparant. Transluminasi tes (+) seperti pada hydrocele B. Pemeriksaan Supra Pubik Inspeksi : Normal : kosong atau volume < 150 cc → tidak teraba/terlihat a. Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan umbilikus → buli-buli penuh b. Benjolan tidak teratur di supra pubis --> tumor buli-buli besar Palpasi a. Nyeri tekan supra pubis → sistitis b.Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma teraba di supra pubis c. Urin sisa yg banyak → teraba dengan colok dubur bimanual Perkusi a. Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi. b. Pekak (dullness) di supra pubis → isi buli-buli > 150 cc atau atau kista ovarium pada wanita 37 CSL Semester 4 Edisi Kedua 6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna Pria A. Penis Inspeksi : a. Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal b. Apakah sudah disirkumsisi atau belum. Bila belum perhatikalah preputium Preputium terlalu panjang, biasa pd hipospadia → dorsal hood. Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tdk dapat dapat ditarik ke belakang melewati glans penis→ phymosis. Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan tidak segera direposisi kembali → paraphymosis 38 CSL Semester 4 Edisi Kedua https://online.epocrates.com c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ; Glans penis Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2), Radang glans penis : balanitis Meatus uretra o irritasi kronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat o Condyloma acuminata = verruca acuminata o Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra : Nanah (urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor urethra) o Sulcus coronarius Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis), Condylomata acuminata Letak meatus uretra 39 CSL Semester 4 Edisi Kedua Hipospadia ada 3 tipe : Anterior, middle, dan posterior Epispadia: urethra meatus terletak di dorsum penis. Fistel urethra akibat peri urethritis atau trauma. Hypoplasia of the penis (micro penis) adalah penis yang tidak berkembang (tetap kecil) Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral (chordae) Palpasi : Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra. o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau sulcus caronarius. o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra. o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis 40 CSL Semester 4 Edisi Kedua B. Skrotum & Isinya Inspeksi a. Normal : kanan lebih tinggi dari kiri b. Lihat abses, fistel, udema, ganggren (skrotum tegang, kemerahan, nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa, basah → ganggren, ca srotum c. Lihat pembesaran scrotum : Orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum udem, merah. Ca testis: skrotum besar berbenjol, tak ada tanda radang & tdk nyeri. Hydrocele testicularis: kantong hydrocele seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba. Hydrocele funicularis : kantong hydrocele berada di funikulus, yaitu terletak di sebelah kranial testis. Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga abdomen ketika berbaring. Varicocele: gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang skrotum, menghilang bila berbaring. Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan ada bekas trauma Torsi testis : testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis kontralateral. Palpasi a. Raba jumlah testis, monorchidism / anorchidism, kriptokismus uni/bilateral. Testis teraba keras sekali tidak nyeri tekan → seminoma Hydrocele → testis tdk teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+) Hernia skrotalis → teraba usus/massa dr skrotum sampai kanalis inguinalis. 41 CSL Semester 4 Edisi Kedua Varicocele → seperti meraba cacing dlm kantung yang berada di sebelah cranial testis (big of worm). Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut nyeri akan berkurang, sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada. (Prehn's sign). b. Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum. Tidak teraba → agenesis vas deferens Transluminasi Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif. 7. Pemeriksaan Colok Dubur A. Persiapan i. Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat, lakukan ii. Kateterisasi. Atur posisi penderita dengan posisi lithotomi, kemudian pasang sarung tangan dan oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant. B. Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong (otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal, fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani eksterna. C. Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum, sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum. 42 CSL Semester 4 Edisi Kedua D. Doronglah telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang memisahkan 2 kelenjar prostat, teruskan sampai mencapai bagian teratas prostat (pole atas) saat alur median menghilang. Bila telunjuk diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat dicapai vesica seminalis yang dalam keadaan normal tidak teraba. E. Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul), konsistensinya (kenyal, keras, halus), bentuknya, ukurannya (normal, membesar, atrofi), sensitifitas terhadap tekanan (nyeri atau tidak), mobilitas atau terfiksasi. F. Setelah selesai, keluarkan jari dan berilah pasien tissue untuk membersihkan dirinya. 8. Pengambilan Spesimen Uretra Metode Milking 1) 2) Senyum, salam dan sapa Memberi tahu dan menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Lakukan informed consent. 3) Menyiapkan alat dan bahan 4) Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label 5) Cuci tangan WHO 6) Menggunakan handschoen sebelum melakukan tindakan 7) Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan diminta untuk tidur terlentang. 8) Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal. 9) Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang dibasahi air garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam tempat sampah medis. 10) Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien. 11) Bila terdapat duh tubuh uretra, maka pelan-pelan masukkanlah swab steril ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab 1800 searah jarum jam. Kemudian sambil memutar, tarik keluar swab secara perlahan-lahan. 12) Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering. 43 CSL Semester 4 Edisi Kedua 13) Bila tidak tampak duh tubuh, dapat dilakukan teknik milking terlebih dahulu dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan sekretnya. Bila masih belum terlihat, dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa. 14) Minta pasien untuk memakai celananya kembali. 15) Sampel siap diperiksa. 16) Lepas handschoen, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO kembali. H. Daftar Pustaka a. Purnomo B, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi. FK Unibraw : CV Sagung Seto. b. Emil A, Tanagho et all. Smith’s General Urology 16th Edition. Mc Graw-Hill, 2004 c. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7th edition.McGraw-Hill, 2000 d. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5th edition, Elsevier, 2006 e. https://online.epocrates.com/data_dx/reg/765/img/765-2-iline.gif Ceklist Pemeriksaan No I 1 2 II 3 A A.1 4 5 6 7 8 A.2 9 10 11 Aspek Penilaian Umpan Balik INTERPERSONAL Senyum, salam dan sapa Informed consent PROSEDURAL Persiapan alat, cuci tangan WHO, pasang handscoen PEMERIKSAAN PERUT Pemeriksaan regio costovertebralis Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Transluminasi Pemeriksaan Suprapubis Inspeksi Palpasi Perkusi 44 CSL Semester 4 Edisi Kedua B PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA B.1 Pemeriksaan Penis 13 Inspeksi 14 Palpasi B.2 Pemeriksaan Skrotum dan Isinya 15 Inspeksi 16 Palpasi 17 Transluminasi C PEMERIKSAAN COLOK DUBUR 18 Mintalah pasien mengosongkan kandung kencing 19 Persiapan alat, cuci tangan, pasang handscoen 20 Posisikan pasien dalam posisi litotomi 21 Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul, fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant 22 23 24 25 26 27 28 D Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat bertemu (terasa) Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica). Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.) Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut: 1) Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate, 2) Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam rectum, 3) Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut, 4) Simetris atau tidak, 5) Berbenjol-benjol atau tidak, 6) Terfiksir atau tidak, 7) Nyeri tekan atau tidak, 8) Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan Melepas sarung tangan, cuci tangan PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA 45 CSL Semester 4 29 Persiapan alat dan bahan 30 Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label 31 Cuci tangan WHO 32 Menggunakan handschoon sebelum melakukan tindakan. Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan diminta untuk tidur terlentang. Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal. Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang dibasahi air garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam tempat sampah medis. Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien. Bila terdapat duh tubuh uretra, masukkan swab steril ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab 1800 searah jarum jam. Kemudian sambil memutar, tarik keluar swab secara perlahan. Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering. Bila tidak tampak duh tubuh, dilakukan teknik milking dengan cara mengurut uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan sekretnya. Bila masih belum terlihat, pasien dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa. Minta pasien untuk memakai celananya kembali 33 34 35 36 37 38 39 40 41 43 Sampel siap diperiksa. Lepas handscoon, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO kembali. PROFESIONALISME Tunjukkan sikap percaya diri 44 Tunjukkan sikap menghormati pasien 45 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record 42 III Edisi Kedua 46 CSL Semester 4 Edisi Kedua PEMASANGAN dan PELEPASAN KATETER URETRA SERTA PROSEDUR PUNKSI SUPRAPUBIK dr. Oktadoni Saputra, dr. Johan Salim 1. Tema Pembelajaran a.Keterampilan pemasangan dan pelepasan kateter uretra menetap dengan menggunakan kateter Foley b. Keterampilan prosedur punksi suprapubik 2. Level Kompetensi No 1 2 3 4 3. Jenis Kompetensi Urethral catheterization in male Urethral catheterization in female Clean intermitten chatheterization (Neuropathic blader) Suprapubic punction 1 1 1 1 Level Kompetensi 2 3 2 3 2 3 2 3 4 4 4 4 Tujuan Mahasiswa mampu memasang kateter uretra melalui prosedur yang baik dan benar Mahasiswa mampu melepas kateter uretra melalui prosedur yang baik dan benar 4. Mahasiswa mampu melakukan punksi suprapubik Alat dan Bahan a. Kateter Foley sesuai ukuran b. Urine bag steril c. Pinset anatomis steril d. Bengkok/ nierbecken e. Mangkok kecil (com) f. Sarung tangan steril g. Xylocaine gel (jelly/zat pelicin) 47 CSL Semester 4 Edisi Kedua h. Duk (kain berlubang) steril i. Spuit steril 5 cc/ 10 cc @ 1 buah j. Aquadest 1 flash k. Desinfektan (povidon iodine) l. Kassa steril m. Plester n. Spuit 10 cc atau spinal needle 16 F. 10cm untuk dewas, 4 cm untuk anak o. anastesi local ( 10 ml 1% lidocain) 5. Skenario “ Retensio Urine” Seorang kakek usia 65 tahun, datang ke UGD dengan keluhan ―Retensio Urine‖. Dari anamnesis didapatkan gejala Obstruktif {hesitancy, intermittency, pancaran urine kecil dan melemah, perasaan tidak puas (tersisa) setelah kencing, double voiding (terasa ingin kencing lagi dalam waktu < 2 jam setelah kencing sebelumnya), straining dan post-void dribbling} dan gejala Irritative (urgency, frequency, dan nocturia). Pada pemeriksaan didapatkan bulging dan nyeri tekan pada region suprapubik. Anda memikirkan kemungkinan retensio urine e.c Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)/Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) kemudian melakukan prosedur pemasangan kateter uretra dan Skoring IPSS untuk tatalaksana lebih lanjut serta merencakan prosedur punksi suprapubik apabila prosedur pertama gagal. 6. Dasar Teori KATETER URETRA Kateter uretra merupakan suatu alat kesehatan berbentuk pipa terbuat dari bahan lunak (lateks, silicon) maupun bahan keras (logam) yang digunakan untuk mengeluarkan air kencing dari kandung kencing untuk berbagai tujuan. 48 CSL Semester 4 Edisi Kedua Tujuan pemasangan kateter uretra dapat berupa tujuan diagnostic maupun terapetik. Lama pemasanganpun dapat bersifat sesaat/ sementara artinya setelah air kencing dikeluarkan, kateter langsung dicabut, sebagai contoh kateter jenis logam. Namun dapat pula kateter dipasang relative menetap untuk beberapa hari (Dauer Catheter), sehingga perlu alat untuk memfiksasi agar kateter tidak lepas. Antara lain dengan balon pada ujung kateter yang dapat dikembangkan seperti pada kateter Foley. Pada kateter ini ada dua lubang/ saluran, saluran pertama yang lebih besar untuk mengeluarkan air kencing, saluran kedua lebih kecil untuk memasukkan udara/ air untuk mengisi balon di ujung kateter tersebut. Dalam CSL ini yang akan dibicarakan hanyalah kateter menetap (Dauer Catheter) dengan menggunakan kateter Foley Disamping itu dikenal pula kateter tiga jalur (―Three Way Catheter‖) yang digunakan untuk irigasi kandung kencing. Saluran pertama untuk memasukkan cairan irigasi, saluran kedua untuk mengeluarkan air kencing dan saluran ketiga untuk memasukkan cairan/udara untuk mengembangkan balon kateter. Gambar 1. Macam-macam kateter uretra Prinsip Pemasangan Kateter Uretra Gentle • Lubrikasi yang adekuat Sterilitas • Gunakan kateter ukuran sesuai/kecil 49 CSL Semester 4 Edisi Kedua Ukuran Kateter Skala yang dipakai adalah Franch (F) dimana 1 Fr = 0,33 mm atau 1 mm = 3 Fr. Pada dewasa yang sering dipakai adalah 16 F atau 18 F. Kateter 18 Fr artinya diameter luarnya 6 mm Indikasi dan Kontraindikasi Kateter uretra digunakan untuk mengeluarkan air kencing dari kandung kencing dengan tujuan baik diagnostik maupun terpetik. Beberapa contoh yang memerlukan pemasangan kateter uretra menetap seperti adanya retensi urin baik akut maupun kronis, monitoring ―urine output” pada operasi-operasi besar dan pasien kritis, serta resusitasi cairan pada pasien shock hipovolemik dan dehidrasi. Sedangkan pemasangan kateter uretra sesaat misalnya pada pengosongan kandung kencing pada wanita yang mau melahirkan, tindakan diagnostic untuk mengetahui residu urine setelah kencing sepuas-puasnya pada pasien yang dicurigai adanya retensi urin serta untuk mengambil sampel urin guna pemeriksaan laboratorium tertentu. Kateter uretra tidak boleh dipasang pada penderita trauma yang dicurigai adanya cedera uretra yang ditandai antara lain keluarnya darah dari orifisium uretra eksternum, hematom yang luas daerah perineal serta adanya perubahan letak prostat pada colok dubur. Pemasangan kateter pada keadaan ini ditakutkan akan memperparah cidera. Hal-hal yang perlu diperhatikan Hal-hal yan g perlu diperhatikan sebelum dan selama pemasangan dan pelepasan kateter antara lain : 1. Prosedur asepsis dan antiseptik Prosedur asepsis harus dilakukan mulai dari kesterilan alat, mencuci tangan, memasang sarung tangan serta proses pemasangan kateternya sendiri. Hal ini dimaksudkan selain untuk melindungi tenaga medis yang melakukan juga untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial terhadap pasien. Penanganan limbahpun harus 50 CSL Semester 4 Edisi Kedua diperhatikan seperti halnya membuang sampah medis, sampah tajam ataupun sampah biasa baik itu sisa plastic kateter, kasa, sarung tanagn, urin, dll harus pada tempatnya yang sesuai untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. 2. Lubrikasi Lubrikasi yang adekuat merupakan salah satu prinsip dalam pemasangan kateter uretra. Lubrikasi sangat diperlukan, selain untuk mempermudah tindakan, mencegah terjadinya cedera mukosa yang kemudian dapat menyebabkan stricture uretra juga dapat mengembangkan uretra itu sendiri khususnya pada laki-laki. Untuk laki-laki, digunakan jeli 5-10 cc yang dimasukkan kedalam uretra dengan spuit tanpa jarum. Sedangkan untuk wanita karena uretranya pendek, lubrikasi cukup dioleskan pada kateter saja. Untuk saat ini dipasaran sudah tersedia jeli yang juga mengandung bahan anestetika local yang dapat mengurangi rasa nyeri saat pemasangan kateter. 3. Keamanan Keamanan harus diperhatikan baik pada pemasangan maupun pelepasan kateter. Kateter uretra dianjurkan dipasang oleh dokter atau tenaga medis terlatih dibawah pengawasan dokter. Memasukkan kateter juga harus perlahan-lahan untuk mencegah cedera pada mukosa uretra. Mengembangkan balon keteter harus tepat setelah kateter masuk kandung kencing. Tidak dibenarkan mengembangkan balon sebelum ujung kateter masuk ke kandung kencing karena hal ini dapat menyebabkan rupture uretra. Begitu juga sebaliknya, melepas kateterpun harus dipastikan balon kateter sudah benar-benar kemps/ dikosongkan dari air atau udara. Pemasangan kateter logam masih seringa dilakukan pada wanita di bagian kebidanan, namun pada laki-laki sudah jarang sekali digunakan dan akan sangat berbeda cara pemasangannya dengan kateter lunak seperti Foley kateter. 51 CSL Semester 4 Edisi Kedua 4. Anatomi Urethra a. Uretra laki-laki Gambar 2. Organ Genitalia Maskulina (Sumber : Bate's guide to physical examination) Sebelum memasang kateter harus dipastikan tenaga medis yang memasang mengetahui seluk beluk dan anatomi uretra khususnya. Berikut adalah gambar anatomi organ genital luar laki-laki dalam potongan melintang. Uretra laki-laki berbentuk pipa dengan panjang 17-22,5 cm yang dilapisi oleh mukosa serta sebagai saluran pengeluaran urin yang telah ditampung dari vesika urinaria dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orifisium uretra internum yang barada pada cervix vesicae, masuk melewati prostat menembus diafragma urogenitale (trigonum urogenital) berlanjut berjalan didalam korpus cavernosum urethrae dan berakhir di muara luar ujung penis (orifisium urethrae eksternum). Berdasarkan tempat yang dilewati, uretra laki-laki dibagi menjadi 3 bagian; pars prostatica, pars membranosa dan pars spongiosa urethrae dengan panjang masingmasing berurutan kira-kira 3-4 cm, 1 cm dan 12-18 cm. b. Uretra wanita Pipa saluran ini mempunyai panjang 3-4 cm yang hanya berfungsi untuk pengeluaran urin. Dimulai dari orificium urethrae internum dengan m. spinchter vesicae dan berakhir pada ostium urethrae eksternum yang bermuara di sebelah ventrocaudal dari vestibulum vaginae di linea mediana. 52 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 3. Organa Genitalia Feminina (Sumber : Bate's guide to physical examination) Saluran uretra perempuan pada posisi tidur (supinasi) mempunyai kedudukan mendekati sudut lurus dari vestibulum vagina eke vesica urinaria. Berikut gambar penampang melintang organ genital wanita. Gambar 4. Organa Genitalia Feminina (tampak samping) (Sumber : Bate's guide to physical examination) 53 CSL Semester 4 Edisi Kedua Komplikasi Pemasangan Kateter Striktur uretra • Bakterial Shock Ruptur uretra • Pendarahan Perforasi buli-buli • Balon pecah atau tidak bisa dikempeskan PUNKSI SUPRAPUBIK Punksi supra pubis biasanya dilakukan untuk pengambilan contoh urine agar tidak terkontaminasi, disamping itu dapat juga digunakan sebagai diversi urine sementara waktu bila pasien retensi dan pemasangan kateter uretra gagal sedang kan sarana maupun prasarana untuk melakukan sistostomi terbuka atau dengan trokar tidak ada apalagi tersedianya set perkutan sistostomi..Walaupun tidak begitu menyakitkan tetapi tidak menyenangkan bagi pasien. Sebelum melakukan punksi pasien harus banyak minum dulu agar buli-bulinya penuh.Biasanya pada laki-laki teraba puncak bulibulinya yang penuh karena tonus ototnya relatif lebih kuat, sedangkan pada wanita kadang walaupun sudah penuh buli-bulinya masih tidak teraba. Punksi supra pubis biasanya dilakukan pada garis tengah diantara umbilikus dan simpisis pubis, punksinya kira-kira 2 inci diatas simpisis. Punksi buli tidak dilakukan pada tumor buli, kontracted bladder dan hematuri yang belum jelas sebabnya. Gambar 4. Punksi Suprapubik 54 CSL Semester 4 7. Edisi Kedua Prosedur TUGAS : mahasiswa diberikan tugas untuk mencari dan melihat video cara pemasangan kateter uretra pada wanita, dan diberikan kepada PJ blok CSL pada pertemuan ke-2. 1. Pemasangan Kateter Uretra Menetap a. Evaluasi awal Cek indikasi dan kontraindikasi tindakan pemasangan kateter terhadap pasien Tentukan apakah kateter akan digunakan secara intermiten atau kontinu b. Persiapan Pasien Lakukan informed consent o Senyum, Salam, Sapa o Perkenalkan diri dan bina sambung rasa dengan pasien o Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, tujuan/akibat jika tidak dilakukan, prosedur singkat pemasangan, efek samping/resiko yang akan dirasakan, serta instruksi yang diperlukan untuk pasien o Minta persetujuan tindakan Posisikan pasien tidur terlentang dan rileks (posisi litotomi untuk pasien wanita) c. Persiapan Alat, Bahan dan Operator o Meja tindakan yang dilapisi kain steril o Sarung tangan steril; pastikan ukuran yang sesuai o Duk lubang steril o Mangkok (com) yang diisi dengan disinfektan (povidon iodine) o Aquadest/ larutan NaCl fisiologis o Kassa steril o Jelly/zat pelican yang mengandung bahan anestesi local o Spuit steril 5/10 cc @ 1 buah : 55 CSL Semester 4 Edisi Kedua Spuit 5 cc diisi jelly steril (Xylocaine) Spuit 10 cc diisi aquadest untuk mengembangkan balon fiksasi (jumlah sesuai dengan keterangan pada kateter) o Tang desinfeksi atau klem anatomis steril o Kateter yang telah dipilih jenis dan ukuran sesuai dengan diameter urethra, dikeluarkan dari bungkusnya secara steril dan diletakkan ditempat alat steril o Bukalah plastic Urinal bag steril dan jatuhkan pada meja perlatan o Latakkan bengkok/container di bawah perineum pasien o Salep antiseptic dan plester Cuci tangan dengan prosedur asepsis Memakai sarung tangan dengan benar (skin to skin, glove to glove) Isilah spuit 5 cc dengan jelly yang mengandung anestetika local (Xylocaine gel)3-5 cc Isilah spuit 10 cc dengan aquadest Cek apakah balon kateter masih berfungsi dengan baik dan tidak bocor dengan menggunakan spuit yang diisi aquadest kemudian dihisap kembali Urinal bag pastikan dalam kondisi tertutup digantungkan di bagian bawah (lebih rendah) pada bed pasien d. Prosedur Desinfeksi & Lubrikasi Desinfeksi sekitar orifisium urethra eksternum. Glans penis dan sekitarnya pada laki-laki dengan prinsip central ke perifer serta vulva dan sekitarnya secara anterior ke posterior dan langsung di buang tiap satu kali olesan pada wanita Tutup dengan duk lubang steril Tangan kiri memegang penis (sesuai posisi anatomis) atau membuka vulva pada wanita 56 CSL Semester 4 Edisi Kedua Tangan kanan menyuntikkan jeli ke dalam uretra (pada laki-laki) atau mengoles jeli pada kateter (untuk wanita) e. Pemasangan Masukkan kateter ke dalam uretra secara pelan-pelan/gentle (bisa dipegang langsung atau dengan pinset anatomis) sampai ujungnya diperkirakan masuk kedalam vesika urinaria yang ditandai dengan keluarnya urin melalui kateter kemudian ditampung melalui bengkok/container. (Bila belum tampak urin keluar, coba dibilas dengan beberapa cc aquadest kedalam vesika melalui lubang kateter lurus. Bila urin tampak keluar baru dilakukan pengembangan balon fiksasi kateter. Jangan mengembangkan balon bila belum tampak urin keluar. Kembangkan balon kateter dengan mengisi aquadest dengan volume sesuai dengan yang tertera pada kateter melalui lubang kateter cabang. Pastikan kateter sudah terfiksasi dengan baik dengan cara setelah balon dikembangkan, tarik pelan-pelan kateter sampai terasa tahanan agar balon fiksasi tepat berada dileher kandung kencing Pada tempat masuknya kateter, diberi salep antiseptic/antibiotic lalu ditutup kasa steril dan diplester f. Fiksasi dan Dokumentasi dan Profesionalisme Penis dan kateter diarahkan ke lateral dan difiksasi dengan plester didaerah inguinal agar posisi kateter lebih cocok dengan bentuk anatomi uretra, untuk menghindari nekrosis akibat tekanan lengkung kateter pada sisi uretra Ujung kateter (lubang yang lurus) dihubungkan dengan urinal bag steril lalu ditempatkan sedemikian rupa sehingga posisi selalu lebih rendah dari penderita serta salurannya tidak tertekuk. Bersihkan semua alat dan bahan habis pakai serta Cuci tangan kembali dengan antiseptic melalui prosedur WHO Lengkapi lembar Rekam Medik pasien. Tuliskan hal-hal sebagai berikut : 57 CSL Semester 4 Edisi Kedua o Tanggal dan waktu pemasangan kateter o Jenis dan ukuran kateter o Spesimen yang diambil (apabila dilakukan) o Jumlah urin o Warna dan kekeruhan urine o Respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan o Nama dokter yang bertugas dan tanda tangan Jelaskan bahwa prosedur pemasangan telah selesai, hal-hal yang harus diperhatikan ataupun dilakukan oleh pasien selanjutnya serta tutup tindakan prosedural secara baik 2. Teknik pelepasan kateter uretra terpasang Persiapan pasien (informed consent, memposisikan pasien dan meminta pasien rileks dan menarik nafas saat pelepasan kateter) Persiapan alat dan bahan (sama seperti pemasangan kateter) Cuci tangan sesuai prosedur aseptik Memakai sarung tangan dengan benar Melakukan desinfeksi pada orifisium uretra eksternum dan melepas fiksasinya dari paha Melepaskan sambungan kateter dengan pipa urinal bag dan menampung sisa urin yang keluar dari kateter pada bengkok Menyedot cairan dalam balon kateter dengan spuit dan dipastikan benar-benar telah habis Menarik kateter secara pelan-pelan sambil memberi perintah pasien menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan adanya kesakitan Menaruh kateter tercabut pada bengkok Mengoles lagi muara orifisium uretra eksternum dengan antiseptik dan memberitahukan pasien pelepasan kateter sudah selesai. 58 CSL Semester 4 Edisi Kedua Cuci tangan kembali, melengkapi rekam medis dan menutup prosedural pencabutan kepada pasien 3. PUNKSI SUPRAPUBIK a) Operator mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu pada air kran mengalir b) Operator memakai hand schoen secara aseptik. c) Lakukan desinfeksi secukupnya dengan memakai bahan anti septik yang tidakmenimbulkan iritasi pada kulit antara simpisis dengan umbilikus. d) Lalu daerah yang akan dipunksi ditutupi dengan doek steril. e) Pada garis tengah , anatesi kulit sekitar 5cm, pada anak tidak lebih dari setengahnya di atas simpisis pubis. Langkah ini merupakan pilihan pada pasien anak, mengingat langkah berikutnya akan menimbulkan rasa nyeri f) Dilakukan punksi dg spuit atau spinal needle( garis tengah antara simpisis pubis dan umbilikus,biasanya 2 inci diatas simpisis pubis) tegak lurus dengan daerah punksi terus didorong masuk kebuli-buli ditandai dengan keluarnya urine dari lubang jarum. Biasanya jarum akan menyentuh veika setelah terdorong sepanjang 5 cm pada orang dewasa g) Kemudian dilakukan aspirasi melalui jarum. Jika belum didapatka urin , dorong lagi jarum, sambil mengaspirasi . 8. Daftar Pustaka Emil A. Tanagho, MD & Jack W. McAninch, MD, FACS. 2008. Smith‘s General Urology. 17th Edition. A Lange Medical Book. Mc-Graw Hill. New York. USA Anonim, 2011. Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) FK UI. 11-13 Maret 2011. Unit CME-CPD FK UI. Jakarta. Indonesia 59 CSL Semester 4 Edisi Kedua Check List Pemasangan Kateter Uretra (Foley Catheter) Menetap dan Punksi Suprapubik No Aspek Penilaian 1 2 3 INTERPERSONAL Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa dengan pasien Tanyakan dan pastikan indikasi/kontraindikasi pemasangan kateter Lakukan Informed consent dengan lengkap, baik dan benar 4 5 PROSEDUR PEMASANGAN KATETER Posisikan pasien tidur terlentang dan rileks Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Umpan Balik Cuci tangan dengan prosedur asepsis Pakailah sarung tangan dengan benar (prinsip skin to skin, gloves to gloves) Isilah spuit 5 cc dengan jelly yang mengandung anestetika local (Xylocaine gel) 3-5 cc Isilah spuit 10 cc dengan aquadest Cek apakah balon kateter masih berfungsi dengan baik dan tidak bocor dengan menggunakan spuit yang diisi aquadest kemudian dihisap kembali Urinal bag pastikan dalam kondisi tertutup kemudian diletakkan/ digantungkan di bagian bawah (lebih rendah) pada bed pasien Desinfeksi sekitar orifisium urethra eksternum dengan cara yang benar Tutup dengan duk lubang steril Tangan kiri memegang penis (sesuai posisi anatomis) atau membuka vulva pada wanita Tangan kanan menyuntikkan jeli ke dalam uretra (pada laki-laki) atau mengoles jeli pada kateter (untuk wanita) Memasukkan kateter ke dalam uretra secara smooth and gentle Memastikan ujung kateter masuk kedalam vesika urinaria yang ditandai dengan keluarnya urin melalui kateter (ditampung melalui bengkok) Kembangkan balon kateter dengan mengisi aquadest yang volumenya sesuai dengan bacaan pada kateter Setelah balon dikembangkan, tarik pelan-pelan kateter agar balon fiksasi tepat berada dileher kandung kencing Pada tempat masuknya kateter, diberi salep antiseptik/antibiotic Penis dan kateter diarahkan ke lateral dan difiksasi dengan plester didaerah inguinal Ujung kateter (lubang yang lurus) dihubungkan dengan urinal bag steril lalu ditempatkan sedemikian rupa sehingga posisi selalu lebih rendah dari pasien serta salurannya tidak tertekuk. Bersihkan semua alat dan bahan habis pakai serta Cuci tangan kembali dengan antiseptic melalui prosedur WHO 60 CSL Semester 4 25 26 27 28 29 Lengkapi lembar Rekam Medik pasien Jelaskan bahwa prosedur pemasangan telah selesai, hal-hal yang harus diperhatikan ataupun dilakukan oleh pasien selanjutnya serta tutup tindakan prosedural secara baik Persiapan alat dan bahan (sama seperti pemasangan kateter) Cuci tangan sesuai prosedur aseptic Memakai sarung tangan dengan benar 38 39 40 41 42 43 Melakukan desinfeksi pada orifisium uretra eksternum dan melepas fiksasinya dari paha Melepaskan sambungan kateter dengan pipa urinal bag dan menampung sisa urin yang keluar dari kateter pada bengkok Menyedot cairan dalam balon kateter dengan spuit dan dipastikan benarbenar telah habis Menarik kateter secara pelan-pelan sambil memberi perintah pasien menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan adanya kesakitan Menaruh kateter tercabut pada bengkok Mengoles lagi muara orifisium uretra eksternum dengan antiseptik dan memberitahukan pasien pelepasan kateter sudah selesai. Cuci tangan kembali, melengkapi rekam medis dan menutup prosedural pencabutan kepada pasien PROSEDUR PUNKSI SUPRAPUBIK Persiapan Alat Cuci Tangan WHO Memakai sarung tangan dengan benar Tindakan aseptik dan antiseptik Melakukan tindakan anastesi Melakuakan punksi suprapubis secara benar dan sistematis Merapikan bahan yang digunakan dan cuci tangan 44 45 PROFESIONALISME Percaya diri Minimal error dan bekerja dengan memperhatikan kaidah sterilitas 30 31 32 33 34 35 36 37 Edisi Kedua 61 CSL Semester 4 Edisi Kedua SIRKUMSISI dr. Oktadoni Saputra 1) Tema Pembelajaran Keterampilan prosedural Sirkumsisi 2) Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan prosedur sirkumsisi dengan baik dan benar meliputi : 1. Evaluasi indikasi dan kontraindikasi 2. Informed consent tepat, baik dan benar 3. Prinsip asepsis dan antisepsis 4. Anesthesia yang tepat dan adekuat 5. Preputium release dan pembersihan smegma 6. Dorsumsisi 7. Sirkumsisi 8. Frenuloplasty 9. Wound closure dan dressing 3) Level Kompetensi No 1 2 Jenis Kompetensi Circumcision Dorsumcircumcision 1 1 Level Kompetensi 2 4 3 2 4 3 4) Alat dan Bahan Alat-alat bedah minor meliputi : o Gunting jaringan 1 buah o Klem arteri lurus minimal 3 buah o Klem arteri bengkok 1 buah o Mosquito (klem arteri bengkok/kecil) 1 buah 62 CSL Semester 4 Edisi Kedua o Pinset anatomis 1 buah Alat dan bahan anestesi o Spuit 3 cc o Jarum ukuran 23 G/ 27 G o Lidokaine (pehacaine/tanpa campuran adrenaline) Duk steril (berlubang di tangahnya) Sarung tangan steril sesuai ukuran Com betadine Larutan antiseptic (povidone iodine 10% dan alcohol 70%) dan lar. sublimat Alat & bahan habis pakai untuk penjahitan & dressing luka o Jarum jahit kulit (cutting) kecil 3/8 lingkaran (traumatic/nontraumatic) o Benang jahit (plain catgut/vicryl) ukuran 3.0 o Needle Holder (pemegang jarum) o Kassa steril o Supratule/ salep antibiotik 5) Skenario Seorang anak laki-laki kelas 5 SD diantar oleh kedua orang tuanya ke puskesmas tempat saudara bekerja karena ingin disunat. Sang anak malu sering diejek teman-temannya karena belum sunat. Sang ibu juga menceritakan bahwa sang anak sering mengalami bengkak dan sakit di ujung kemaluannya. Dari pemeriksaan anda mendapatkan phimosis tanpa disertai adanya tandatanda balanitis. Anda menanyakan hal-hal menyangkut kontraindikasi sirkumsisi dan merencanakan prosedur sirkumsisi pada sang anak. 63 CSL Semester 4 Edisi Kedua 6) Dasar Teori a. Pengertian Sirkumsisi adalah tindakan bedah untuk membuang sebagian atau seluruh preputium penis yaitu bagian kulit yang menutupi glans penis untuk tujuan tertentu. b. c. Indikasi Kepercayaan/agama Budaya/ sosiokultural/ keinginan pasien/orang tua pasien Medis : • Fimosis • Parafimosis • Infeksi berulang pada preputium/balanitis Kontra indikasi Absolute : Kelainan/anomaly pada penis: o Hypospadias, epispadias o Chordae, curved penis o Concealed or buried penis o Micropenis o Webbed penis Prematuritas pada neonatus Ambiguous genitalia Relatif : Hemofilia (pada penderita hemophilia, sirkumsisi tetap bisa dilakukan dengan pemberian kofaktor VIII dan IX secara intra vena, 1 jam sebelum sampai dengan 1-21 jam sesudah tindakan) 64 CSL Semester 4 d. Edisi Kedua Manfaat dan Resiko Keuntungan sirkumsisi adalah terjaganya hygiene penis serta mencegah/mengurangi resiko timbulnya Infeksi genito-urinary systems (UTI), Kanker Penis, Balanoposthitis, transmisi HIV< HPV, Herves Simplek II serta akibat jamur (Dermatosis) Resiko tindakan = komplikasi bedah namun jarang terjadi (0,2-0,6% dan biasanya sifatnya ringan). e. Sejarah, prinsip dan jenis-jenis teknik sirkumsisi Sirkumsisi sudah sejak lama dikenal sejak zaman mesir kuno. Terus berkembang, namun prinsip-prinsipnya tetap bertahan. Sebuah sirkumsisi yang baik memenuhi syart sebagai berikut : Teknik Aseptic Pembuangan preputium secara adequat Hemostasis Kosmetik Beberapa alat yang dikembangkan dan dipakai untuk keperluan sirkumsisi diantaranya adalah Gomco Clamp, kelebihan alat ini bisa dipakai untuk sirkumsisi pada bayi yang baru lahir sekalipun tetapi kekurangannya diperlukan alat khusus yang belum tentu tersedia secara bebas di pasaran . Gambar 1. Gomco Clamp Alat terbaru yang sedang banyak diapakai di pasaran adalah Smart klamp®. Alat ini diapakai untuk sirkumsisi dengan tetap memperhatikan prosedur-prosedur 65 CSL Semester 4 Edisi Kedua sirkumsisi yang lain seperti : A dan antisepsis, anestesi, memaparkan glans, memasang tube diatas glans, mengembalikan prputium, mengklamp preputium, memotong preputium dan meninggalkan klamp selama beberapa hari sampai terjadi penyembuhan. Kelebihan alat ini adalah meminimalisasi perdarahan serta estetika yang baik namun memerlukan alat khusus dan harganya masih cukup mahal. Berikut ini adalah gambar adalah cara pemasangan smart klamp Gambar 2. Cara Pemasangan Smart Klamp Ada beberapa teknik yang juga banyak digunakan dalam sirkumsisi. Diantaranya adalah teknik Dorsal Slit (Cutting). Kelebihan teknik ini adalah pelaksanaan tindakan yang cepat dilakukan namun teknik ini sangat berisiko mengenai glans yang tak terlindungi. Teknik ini dapat dilakukan dengan bantuan Klamp Mogen atau atau divariasi dengan menggunakan panduan forsep klem arteri lurus atau bengkok. Pada teknik ini walaupun cepat, tetap saja pembuangan preputium tetap tidak adekuat diikuti dengan jejas yang terbentuk bekas pengkleman di bawah glans. Variasi dari teknik ini dikenal dengan teknik ―Guillotine‖ 66 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 3. Mogen Clamp & Teknik Guillotine (Forceps guided) Variasi yang lain lagi adalah dengan melakukan dorsumsisi kemudian sirkumsisi melingkari preputium sekaligus atau dikenal dengan ―The free-hand circumcision‖. Pada teknik ini, risiko terpotongnya glans minimal tetapi teknik cukup sulit dilakukan serta kesulitan untuk melakukan kontrol perdarahan. Gambar 4. Teknik The free-hand circumcision f. Teknik Sirkumsisi dengan Dorsumsisi dan Frenuloplasty Dari berbagai macam teknik tersebut, teknik dasar yang dan diajarkan dalam CSL ini adalah teknik sirkumsisi dengan dorsumsisi (pemotongan bagian dorsal dari preputium) dan frenuloplasty (menyisakan bagian frenulum yng cukup adekuat 67 CSL Semester 4 Edisi Kedua bagian frenulum ini daerah yang persarafannya yang banyak dan diyakini mempunyai peranan dalam proses orgasme saat kopulasi). Kelebihan teknik ini sebagai berikut : Visualisasi baik Presisi tepat Kontrol perdarahan cukup mudah Hampir tidak ada tresiko terpotongnya glans Kosmetik baik Walaupun demikian, kekurangan teknik ini adalah membutuhkan waktu tindakan yang lebih lama. Adapun prosedur tindakan sirkumsisi ini dapat dilihat pada bagian prosedur. 7) Prosedur a) Evaluasi indikasi dan kontraindikasi Pastikan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi Tanyakan kemungkinan kontra indikasi; hipospadia, balanitis, gangguan perdarahan, riw. alergi obat/bahan anestetika b) Informed consent tepat, baik dan benar Jelaskan prosedur sirkumsisi yang akan dilakukan, pilihan teknik dan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, resiko dan efek samping tindakan/prosedur sirkumsisi Minta persetujuan tindakan secara tertulis kepada orang tua anak Binalah sambung rasa dengan anak yang akan disunat. Dalam hal ini, penting dilakukan hubungan dr-pasien yang baik dengan anak serta menciptakan kondisi yang menguatkan mental sang anak dan tidak membuat anak takut. Ajarkan hal-hal yang perlu dilakukan atau dihindari oleh sang anak dan berikan support yang baik. 68 CSL Semester 4 c) Edisi Kedua Persiapan Mulailah dengan mencuci tangan dengan sabun dan antiseptic secara WHO kemudian keringkan dengan handuk/lap pribadi Tanyakan/ mintalah jika anak ingin kencing dan membersihkan daerah genitalnya. Cek dan persiapkan kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan. Patahkan obat anestetika local, bukalah plastic spuit, jarum dan benang jahit yang akan dipakai dan jatuhkan ketempat alat bedah minor yang steril. Persiapkan plester dan kassa yang diperlukan, serta tuangkan betadine/ bahan antiseptic pada kom yang akan dipakai. Pasanglah sarung tangan steril secara aseptic pada tangan dominan, masukkan bahan obat kedalam spuit dengan metode steril (sarung tangan sebelah) dan lanjutkan memasang handschoen steril yang sebelahnya. Gantilah jarum spuit dengan jarum dengan ukuran yang lebih kecil missal 27 Gaus. d) Prinsip asepsis dan antisepsis Lakukan asepsis dan antisepsis daerah pembedahan dengan povidone iodine. Mulailah dari daerah glans atau preputium jika fimosis. Teruskan ke korpus penis, scrotum dan daerah perineum secara sentral perifer. Tindakan dapat diulangi beberapa kali sampai dirasa cukup. Daerah atas bisa mencapai simphisis pubis bagian bawah sampai ke perineum. Terakhir, ulangi prosedur dengan menggunakan alcohol 70% atau saline fisiologis untuk menghilangkan sisa lemak atau membersihkan warna povidone iodine dan mencegah perlengketan. e) Pasanglah kain doek steril Anesthesia yang tepat dan adekuat 69 CSL Semester 4 Edisi Kedua Lakukan anestesi blok (ring block) pada nervus dorsalis penis tepat pada pangkal penis atas dengan menginjeksikan jarum pada garis medial dibawah smphysis pubis secara tegak lurus sampai menembus fascia buck (seperti menembus kertas), yakinkan dan beri support anak untuk lebih kooperatif. Aspirasi sebelum melakukan suntikan, jika tidak teraspirasi darah, injeksikan lidokain sekitar 1-2 cc tergantung besar kecilnya penis. Tarik jarum tanpa mengeluarkannya kemudian arahkan ke kanan dan kekiri secara bergantian, aspirasi dan injeksikan masing-masing ± 0,5 cc untuk setiap sisi Tambahkan anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis masing-masing 0,5 cc untuk setiap sisi f) Preputium release dan pembersihan smegma Cek apakah anestesi sudah optimal dengan melakukan jepitan di daerah frenulum Buka glans penis sampai sulcus corona penis terpapar. Jika terdapat fimosis/ perlengketan buka secara tumpul preputium dengan mosquito serta bersihkan secara tumpul dengan klem atau kassa steril kering sampai glans dan corona penis terpapar. Jika banayak terdapat smegma, bersihkan dengan larutan sublimat Gambar 5. pembersihan glans penis 70 CSL Semester 4 Edisi Kedua g) Dorsumsisi Dengan klem arteri lurus tentukan dosal preputium (jam 12) dengan menarik arah yang berlawanan dari frenulum. Pasangkan klem arteri sampai ± 2 mm didepan corona penis. Jepit/klem sesaat ±30 detik untuk mengurangi perdarahan dan sebagai penanda dorsumsisi Guntinglah dengan gunting jaringan tepat pada alur yang terbentuk tersebut Gambar 6. Dorsumsisi h) Sirkumsisi Lanjutkan pemotongan preputium secara melingkar masing-masing sisi dengan cara sebagai berikut : o Klem dengan klem arteri lurus pada tempat dorsumsisi (jam 12) sebagai jepitan kendali o Identifikasi daerah frenulum dan klem dengan klem arteri lurus (sekitar 30 detik) pada daerah frenulum salah satu sisi membentuk huruf V kemudian gunting dengan gunting jaringan o Lanjutkan mengklem secara melingkar ke arah jam 12 tadi dengan klem arteri bengkok beberapa saat dan lakukan pengguntingan. o Lakukan 2 urutan prosedur di atas pada sisi sebelahnya. Di daerah frenulum, guntingan mengarah ke depan seperti huruf V untuk menyisakan bagian frenulum yang cukup untuk dilakukan frenuloplasty. Pastikan dilakukan pengkleman terlebih dahulu sebelum melakukan pengguntingan 71 CSL Semester 4 i) Edisi Kedua Frenuloplasty Jepit bagian frenulum (jam 6) yang tersisa tadi sesuai dengan ukuran yang cukup untuk frenuloplasty Lakukan penjahitan daerah frenulum dengan jahitan angka 8 atau angka 0 Potong sisa frenulum yang berlebih, pastikan sisa mukosa di daerah frenulum ±0,5 cm dan seimbang j) Wound closure Lakukan control perdarahan dengan melakukan ligasi pada vena. Jika sudah tidak didapatkan perdarahan, lakukan penjahitan mukosa dengan kulit satu persatu untuk setiap sisi sampai seluruh bagian tertutup. Jika dirasakan jahitan sudah cukup, bersihkan daerah operasi dengan povidone iodine k) Dressing dan penutupan Luka Berikan salep antibiotic/kloramfenikol atau dibalut dengan supratule pada tempat jahitan Balut dengan kassa mengarah ke atas seperti pita sebagaimana terlihat pada gambar : 8) Daftar Pustaka Saleh, F. 2011. Circumcision. Materi Dry Workshop Circumcision. Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) FK UI. 11-13 Maret 2011. Unit CME-CPD FK UI. Jakarta. Indonesia 72 CSL Semester 4 Edisi Kedua Emil A. Tanagho, MD & Jack W. McAninch, MD, FACS. 2008. Smith’s General Urology. 17th Edition. A Lange Medical Book. Mc-Graw Hill. New York. USA Mansjoer, Arif. Et al. 2005.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta. Cek List Sirkumsisi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Aspek Penilaian Umpan Balik INTERPERSONAL Senyum, Salam, Sapa Membina Sambung Rasa, Hub. Dr-Pasien dan mensupport anak Mengevaluasi indikasi dan kontraindikasi Informed (prosedur sirkumsisi, pilihan teknik dan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, resiko dan efek samping tindakan/ prosedur sirkumsisi) Consent PROSEDURAL Persiapan Mencuci tangan dengan sabun dan antiseptic secara WHO Cek kelengkapan alat Patahkan obat anestetika local, bukalah plastic spuit, jarum dan benang jahit yang akan dipakai dan jatuhkan ketempat alat bedah minor yang steril. Persiapkan plester dan kassa yang diperlukan, serta tuangkan betadine/ bahan antiseptic pada kom yang akan dipakai. Pasanglah sarung tangan steril secara aseptic Masukkan bahan obat kedalam spuit secara aseptic dan mengganti jarum spuit Asepsis dan Antisepsis Lakukan sterilisasi medan operasi secara sentral perifer Pasang Duk Steril Anesthesia Injeksikan jarum pada garis medial dibawah smphysis pubis secara tegak lurus sampai menembus fascia buck Aspirasi sebelum melakukan suntikan, jika tidak teraspirasi darah, injeksikan lidokain sekitar 1-2 cc Tarik jarum tanpa mengeluarkannya kemudian arahkan ke kanan dan kekiri secara bergantian, aspirasi dan injeksikan masing-masing ± 0,5 cc untuk setiap sisi Tambahkan anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis masingmasing 0,5 cc untuk setiap sisi Preputium release dan pembersihan smegma Cek apakah anestesi sudah optimal dengan melakukan jepitan di daerah 73 CSL Semester 4 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Edisi Kedua frenulum Buka secara tumpul glans penis sampai sulcus corona penis terpapar. Jika banayak terdapat smegma, bersihkan dengan larutan sublimat Dorsumsisi Jepit dorsal preputium (jam 12) dengan klem arteri lurus sampai ± 2 mm didepan corona penis. Jepit/klem sesaat ±30 detik untuk mengurangi perdarahan dan sebagai penanda dorsumsisi Guntinglah dengan gunting jaringan tepat pada alur yang terbentuk tersebut Sirkumsisi Jepit (30 detik) daerah frenulum satu sisi membentuk huruf V lanjutkan dengan pemotongan Teruskan penjepitan melingkar ke arah jam 12 dengan klem arteri bengkok lanjutkan dengan pemotongan Lakukan kedua tindakan di atas untuk sisi sebelahnya Frenuloplasty Jepit bagian frenulum (arah jam 6) Lakukan penjahitan daerah frenulum dengan jahitan angka 8 atau angka 0 Potong sisa frenulum yang berlebih, pastikan sisa mukosa di daerah frenulum ±0,5 cm dan seimbang Hecting dan Penjahitan Luka Lakukan control perdarahan dengan melakukan ligasi pada vena. Lakukan penjahitan mukosa dengan kulit satu persatu untuk setiap sisi sampai seluruh bagian tertutup Bersihkan daerah operasi dengan povidone iodine Dressing dan Pembalutan Luka Berikan salep antibiotic/kloramfenikol atau dibalut dengan supratule pada tempat jahitan Tutup luka dengan kassa steril seperti pita dan diplester/fiksasi PROFESIONALISME Percaya diri, Minimal error Bekerja dengan memperhatikan kaidah sterilitas 74 CSL Semester 4 Edisi Kedua ANAMNESIS GINEKOLOGI Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H A. TEMA Keterampilan anamnesis ginekologi (kandungan) B. TUJUAN Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan latihan keterampilan anamnesis ginekologi mahasiswa mampu melaksanakan anamnesa pada wanita dengan keluhan ginekologi Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi secara umum, terutama melakukan anamnesis ginekologi dengan baik. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis. Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana C. ALAT DAN BAHAN a. Medical record kandungan b. Alat tulis D. SKENARIO Nn. A berusia 22 tahun, datang dengan keluhan perdarahan haid yang berlangsung selama 20 hari dengan jumlah darah haid 2x lipat dari biasanya. Hal ini telah dialami selama 3 bulan terakhir. Lakukanlah anamnesis ginekologi kepada pasien. 75 CSL Semester 4 Edisi Kedua E. DASAR TEORI Ginekologi (secara harfiah berarti "ilmu mengenai wanita") adalah cabang ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita (rahim, vagina dan ovarium). Gangguan ginekologi meliputi gangguan haid, perdarahan uterus abnormal, keputihan, endometriosis, penyakit radang panggul, bartolinitis, mioma uteri, tumor ovarium neoplastik jinak, infertilitas, menopause dan lain sebagainya. Masalah ginekologis bisa timbul dengan berbagai gejala, di antaranya: Menstruasi banyak (menoragia) Tidak menstruasi (amenore) Sekret vagina Nyeri suprapubik Perdarahan per vaginam Masalah kontrasepsi Nyeri saat berhubungan seksual (dispareuni) Hal-hal terkait anamnesis ginekologi: 1. Keluhan utama pasien datang dan lamanya diderita 2. Tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT) 3. Data tentang siklus menstruasi dan menstruasi terakhir; regularitas dan panjang siklus, lama, banyaknya dan bentuk darah menstruasi 4. Riwayat dismenorhea, Umur Menarche 5. Ada tidaknya perdarahan intermenstrual, Ada tidaknya pengeluaran discharge : jenis, warna, banyaknya, bau dan saat keluarnya, Ada tidaknya pruritus/ gatal pada vulva 6. Keluhan di daerah abdomen : Pembesaran, lokasiny, rasa tidak enak atau sakit 7. Riwayat dan lama perkawinan 8. Data tentang riwayat kehamilan dan persalinan 9. Keluhan yang berhubungan dengan coitus : libido, dispareunia dan orgasmus 76 CSL Semester 4 Edisi Kedua 10. Riwayat pembedahan pada perut atau pembedahan ginekologis 11. Hal-hal yang berhubungan dengan BAB dan BAK 12. Keluhan-keluhan sistemik atau keluhan yang menyangkut sistem lain 13. Riwayat penyakit medik dan genetik dalam keluarga F. PROSEDUR 1) Identitas Pasien Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Unsur-unsur yang terdapat pada identitas pasien adalah: 2) Keluhan Utama Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah.Bahkan untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien diminta untuk menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik.Untuk itu kita perlu mengetahui : a. Keadaan pasien pada saat keluhan terjadi, termasuk kegiatan pasien, gangguan kesehatan yang dialami, dan setiap obat yang dia minum pada dan atau sekitar saat itu. 77 CSL Semester 4 b. Edisi Kedua Tanyakan apakah keluhan yang dialami pasien ini bersifat sementara, kronis, berulang, atau terus-menerus.Tanyakan pula apakah keluhan tersebut terkait dengan siklus menstruasi. c. Galilah informasi, apakah keluhan ini pertama kali terjadi atau sudah pernah dialami sebelumnya. d. Tanyakan karakteristik masalah, dan gejala yang terkait. Untuk kasus nyeri, gali informasi tentang lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya (misalnya, tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang memperburuk, faktor yang meringankan, dan apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain. Untuk kasus perdarahan, gali informasi mencakup frekuensi, intensitas, dan durasi aliran, dan apakah pasien mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang melayang e. Tanyakan sampai sejauh mana keluhan tersebut mengganggu aktivitas keseharian pasien. f. Apakah pasien pernahmendapatkan pengobatan untuk keluhan seperti ini sebelumnya? Jika pernah, tanyakan kepada pasien untuk meminta menceritakan pengobatan sebelumnya atau rekam medisnya. g. Tanyakan pada pasien mengapa pasien baru berkonsultasi tentang masalahnya pada saat ini. Apakah keluhan yang dirasakan pasien berubah atau bertambah parah. 4. Riwayat Menstruasi a. Kapan haid pertama (menarche). Pubertas pada wanita merupakan tanda awal matangnya organ reproduksi dan mencakup serangkaian peristiwa yang terjadi selama 2-4 tahun termasuk peningkatan tinggi badan, perkembangan payudara, tumbuhnya rambut kemaluan (pubarche atau adrenarche), dan onset menstruasi pertama kali (menarche). Umur rata-rata menarche adalah 12-13 tahun, dengan rentang 9-17 tahun. Awalnya, siklus menstruasi biasanya anovulasi dan menstruasi terjadi pada interval yang tidak teratur. 78 CSL Semester 4 Edisi Kedua b. Periode menstruasi terakhir atau HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) c. Pola menstruasi dan gejala-gejala yang terkait 1) Lama Siklus. Lama siklus dihitung sejak hari pertama dari satu periode menstruasi sampai hari pertama periode menstruasi berikutnya. Panjang siklus rata-rata adalah 28 hari. 2) Durasi aliran menstruasi. Menstruasi biasanya berlangsung selama 3-5 hari, dengan kisaran 1-7 hari. Durasi aliran menstruasi yang dialami oleh wanita pengguna kontrasepsi oral seringkali lebih pendek dari periode menstruasi spontan. 3) Jumlah darah yang keluar. Hilangnya darah rata-rata selama periode menstruasi adalah 30 mL, dengan kisaran 10 sampai 80 mL.. Metode kontrasepsi dapat mempengaruhi jumlah aliran. Jumlah darah yang keluar biasanya lebih sedikit pada pasien pengguna kontrasepsi oral. Pasien yang menggunakan kontrasepsi dalam Rahim, jumlah darah yang keluar biasanya lebih banyak. 4) Munculnya gejala molimina (premenstrual). Gejala sering dilaporkan termasuk nyeri payudara, distensi abdomen, berat badan, nafsu makan meningkat, lekas marah, dan suasana hati yang labil. 5) Munculnya nyeri yang berhubungan dengan menstruasi. Sakit perut atau punggung bawah pada saat menstruasi (dismenore) adalah umum. Rasa sakit biasanya dimulai dalam beberapa jam setelah onset menstruasi dan reda pada hari kedua aliran. 6) Pendarahan tambahan (Spotting/bercak). 5. Perimenopuse/menopause a) Pola Menstruasi. Pada akhir siklus reproduksi wanita, interval intermenstrual biasanya menjadi sulit diprediksi. Seringkali interval yang lebih pendek dan kemudian menjadi lebih bervariasi. Menopause didefinisikan sebagai tidak 79 CSL Semester 4 Edisi Kedua adanya menstruasi selama 1 tahun. Pendarahan yang terjadi setelah fase ini biasanya merupakan pendarahan yang abnormal. Usia rata-rata pada penghentian menstruasi adalah 51 tahun, dengan kisaran dari 40 tahun ke 50an. b) Gejala yang berhubungan. Beberapa gejala yang muncul berhubungan dengan perubahan hormonal yang terjadi sekitar waktu menopause. Gejala vasomotor, termasuk hot flushes dan berkeringat di malam hari, sering dilaporkan. Ingatan yang melemah, gangguan tidur, dan sakit di leher, bahu, dan punggung memiliki prevalensi yang sama. Vagina yang kering dan kesulitan mendapatkan gairah seksual. c) Terapi penggantian hormon. Dalam rangka untuk mengevaluasi pola perdarahan pasien perimenopause atau menopause dan gejala yang berhubungan, penting bagi kita untuk mengetahui apakah pasienmenggunakan terapi penggantian hormone dari regimen estrogen, atau estrogen dan progesterone. Selain itu, penting untuk mengetahui sediaan pbat pengganti hormone tersebut, apakah berbentuk herbal, tablet, atau bahan olahan kedelai. 6. Kontrasepsi a) Metode kontrasepsi saat ini. Jika pasien premenopause dan aktif secara seksual dengan laki-laki, penting untuk bertanya tentang metode kontrasepsi saat ini, apakah ia puas dengan metode ini atau ada keinginan untuk menggantinya b) Metode kontrasepsi sebelumnya yang pernah digunakan. Sebuah daftar metode kontrasepsi masa lalu harus diperoleh, termasuk kapan digunakannya, komplikasi yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, dan mengapa pasien menghentikan penggunaannya. 80 CSL Semester 4 Edisi Kedua 7. Sitologi Cerviks dan vagina. Tanggal dan hasil terbaru pemeriksaan Pap Smear harus ditanyakan. Penting untuk ditanyakan pada pasien, apakah ia pernah mempunyai riwayat hasil smear yang abnormal, jika iya, pengobatan apa yang dilakukan dan bagaimana caranya. Pertanyaan ini juga dapat membantu kita untuk mengetahui sudah seberapa sering pasien melakukan pemeriksaan sitology cerviks dan vagina. 8. Riwayat Infeksi Tanyakan mengenai riwayat penyakit menular seksual dan cara penanganannya. Riwayat mengalami vulvo-vaginitis atau bacterial vaginosis Riwayat salphingo-oophorotis (Pelvic Inflamatory Desease) 9. Riwayat Kesuburan Penting untuk mengetahui riwayat kesuburan sebelumnya.Tanyakan apakah ada gangguan fertilitas sebelumnya.Bila ada, tanyakan riwayat kesuburannya, sebelum dan sesudah terapi. 10. Riwayat Aktivitas Seksual Galilah informasi mengenai aktivitas seksual pasien dan berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya mengenai masalah ini, mulai dari libido sampai pengalaman nyeri saat berhubungan. Hal lain yang perlu di gali adalah mengenai riwayat kekerasan dan penyerangan seksual bila ada indikasi. 11. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Pasien harus ditanya tentang semua kehamilan dan hasilnya masing-masing, dengan memperhatikan apakah kehamilannya itu intrauterin atau ektopik. 81 CSL Semester 4 Edisi Kedua Jika kehamilan berakhir dengan aborsi, penting untuk mengetahui apakah secara spontan atau diinduksi, dan apakah dilatasi cerviks dan kuretase dilakukan. Penatalaksanaan terhadap kehamilan juga mola harus ditanyakan. Untuk kehamilan yang berlangsung lebih dari 20 minggu, harus ditanyakan usia kehamilan saat melahirkan, carapersalinan, jenis anestesi untuk persalinan, berat janin saat melahirkan, komplikasi ibu, janin, atau neonatal, dan apakah anak tersebut saat ini masih hidup. Tanyakan tentang riwayat infeksi bakteri streptokokus grup B (GBS) pada kehamilan sebelumnya atau pada anak yang dilahirkan. 12. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien diminta untuk menyebutkan penyaki-penyakit apa yang pernah ia derita, dan penyakit-penyait yang masih ia alami hingga saat ini, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan masalah gineologi, serta riwayat opname sebelumnya. 13. Riwayat Pembedahan Sebelumnya Pasien harus diminta untuk menyebutkan apa saja tindakan bedah yang pernah ia alami sebelumnya baik dibidang ginekologi ataupun non-ginekologi, tanggal perlakuan dan komplikasi-komplikasi apa saja yang pernah dirasakan paska pembedahan. 14. Tanyakan Riwayat Konsumsi Obat-Obatan Dan Alergi 82 CSL Semester 4 Edisi Kedua 15. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit-penyait yang dialami oleh anggota keluarga harus ditanyakan, termasuk kanker, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, osteoporosis, dan gangguan herediter lainnya. 16. Aspek Sosial Aspek relevan dari riwayat sosial pasien termasuk statusn perkawinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaannya. 17. Anamnesis yang berkaitan Sistem Ginekologi a. Abdomino-pelvic i. Gejala Ginekologi 1) Pendarahan Uterus Abnormal. Tinjauan ginekologi termasuk menstruasi sedikit (amenore), interval intermenstrual pendek atau panjang (polymenorrhea atau oligomenore), berlebihan atau menstruasi berkepanjangan (menoragia), dan pendarahan intermenstrual (metrorrhagia). Pasien pascamenopause harus ditanya tentang adanya pendarahan (pendarahan pascamenopause). Semua wanita harus ditanya tentang perdarahan postcoital. 2) Nyeri Panggul. Tanyakan apakah nyeri panggul bersamaan dengan siklus menstruasi atau tidak. Modus, onset, tingkat keparahan, karateristik, lokasi, radiasi, durasi, factor yang memperburuk keadaan dan yang memperingan keadaan. Tanyakan pula apakah ada nyeri saat berhubungan (dyspareunia). Karena organ reproduksi dekat dengan saluran kemih dan pencernan maka keluhan pada bagian tersebut dapat mirip ataupun berhubungan satu sama lain. 3) Gejala prolaps rahim atau vagina. Pasien dengan prolaps saluran genital (prolaps uteri, sistokel atau cystourethrocele, atau rectocele) mungkin menyadari adanya jaringan yang menonjol di introitus. Pasien dengan sistokel atau cystourethrocele dapat mengalami inkontinensia. Pasien dengan rectocele 83 CSL Semester 4 Edisi Kedua dapat mengalami sembelit dan mungkin perlu menekan perineum agar bisa buang air besar. 4) Vaginal Dicharge. Pasien harus ditanya tentang perubahan atau peningkatan cairan vagina, dan jika ada, apakah disertai gatal di sekitar vulvo-vagina, rasa terbakar dan bau tidak wajar. 5) Vagina kering. Kekeringan atau penurunan lubrikasi vagina dapat dikeluhkan ketika tingkat estrogen rendah seperti pada saat postpartum danpada saat menopause. Atau difiirkan adanya kemungkinan sindrom Sjögren. 6) Lesi vulva. Karakteristik lesi harus ditanyakan mulai dari perjalanan pertumbuhan lesi, hingga besar dan dalam lesi. Dan apakah sudah menjadi suatu lesi yang ulseratif. 7) Vulva terasa gatal atau terbakar. Pasien harus ditanya tentang gejala gatal di vulva dan rasa terbakar, yang mungkin menjadi gejala vulvo-vaginitis, dermatitis kontak, atau vestibulitis. Gejala ini juga dapat berhubungan dengan kondisi seperti lichen simpleks, lichen sclerosus et atrophicus, neoplasia intraepitel vulva, dan karsinoma vulva. 8) Disfungsi seksual. Gejala disfungsi seksual pada organ ginekologidapat dibagi menjadi beberapa kategori seperti :kelainan gairah (libido menurun), nyeri dengan hubungan seksual (dispareunia), dan ketidakmampuan untuk mencapai orgasme (anorgasmia). ii. Gejala-Gejala Saluran Kencing. a) Gejala infeksi saluran kemih meliputi disuria, frekuensi kencing, urgensi kemih, dan hematuria. b) Gejala urolithiasis termasuk nyeri panggul dan hematuria. c) Inkontinensia Urin. Inkontinensia urin dapat dialami dengan berbagai kondisi, termasuk infeksi saluran kemih, kelainan kongenital, vesiko-atau fistula uretero-vagina, sistokel atau cystourethrocele, ketidakstabilan detrusor, dan berbagai kondisi neurologis. Penting diketahui kapan inkontinensia terjadi 84 CSL Semester 4 Edisi Kedua (terus menerus, dengan kegiatan seperti batuk, bersin, atau berjalan, dalam perjalanan ke kamar mandi, atau dengan rangsangan seperti menyalakan air atau mendengar gemerincing kunci). d) Retensi Urin. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin mungkin disebabkan oleh kompresi uretra (misalnya, oleh leiomyoma atau edema periurethral) atau terjadi setelah prosedur bedah panggul. Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap juga dapat terjadi pada pasien dengan sistokel. iii. Gejala-Gejala Gastrointestinal Pasien harus ditanya tentang gejala mual,muntah, konstipasi, diare berdarah, dengan atau tanpa tinja, nyeri buang air besar dengan, dan inkontinensia tinja atau flatus. Pasien dengan Irritable Bowel Syndromesering mengeluhkan konstipasi atau bahkan diare yang berhubungan dengan kram perut.Inkontinensia tinja atau flatus dapat dikeluhkan setelah luka pada sfingter anal selama persalinan, atau pada fistula anal atau rektovaginal. b. Payudara. Pasien harus ditanya tentang adanya massa pada payudara, nyeri, dan riwayat biopsi payudara. Ketika diketahui terdapat massa, tanyakan sudah berapa lama munculnya, dan apakah ukurannya berubah sesuai siklus menstruasi. Discharge payudara harus ditanyakan apakah pada satu sisi atau dua sisi, dan juga warna dischare payudaranya. Galaktorea (keluarnya airsusu) dapat unilateral atau bilateral, dan kemungkinan terjadi pada hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, dan dengan penggunaan obat-obatan tertentu, termasuk kontrasepsi oral. Discharge berdarah unilateral biasanya terjadi pada intraductal papilloma. Sebuah Discharge kehijauan unilateral dapat terjadi pada ektasia duktal.Nyeri ringan pada saat menstruasi adalah hal yang wajar, hal ini terkait dengan proses hormonal. Nyeri lebih lama atau berat dapat dikaitkan dengan adanya perubahan fibrokistik pada payudara. 85 CSL Semester 4 Edisi Kedua 18. Riwayat Pemeliharaan Kesehatan dan Kebiasaan Sehari-hari. Sebuah riwayat kebiasaan kesehatan umum harus diperoleh, termasuk penilaian dari penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, dan penggunaan narkoba. Penting untuk ditanyakan padapasien tentang dietnya, termasuk asupan kalsium, asupan asam folat, dan apakah iaolahraga secara teratur. Riwayat pemeliharaan kesehatan juga mencakup riwayat imunisasi terhadap penyakit menular seperti rubella dan varicella, high risk human papillomavirus (HPV), hepatitis B, tetanus, difteri, pertusis, pneumokokus, dan influenza. G. DAFTAR PUSTAKA H. Bowdler, N; Elson, M. 2008. The Gynecologic History and Examination.Glob. libr. women's med.,(ISSN: 1756-2228) 2008; DOI 10.3843/GLOWM.1000. Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga. Jakarta. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. TUGAS MAHASISWA 1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan ginekologi seperti keputihan (fluor albus), dismenorea, menorhagia, metroragia, polimenorhagia, PUD, dll 2) Hasil anamnesis yang telah dibuat akan dijadikan bahan latihan pada pertemuan kedua I. CEKLIS ANAMNESIS GINEKOLOGI No 1 2 3 4 Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN Mengucapkan salam pada awal wawancara Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri Informed consent ITEM PROSEDURAL 86 CSL Semester 4 5 6 7 8 9 Edisi Kedua Menanyakan Identitas Pasien Menanyakan keluhan utama dan tambahan Menanyakan riwayat penyakit sekarang KU pasien sekarang keluhan baru (pertama kali) atau lama keluhan bersifat kronis, berulang atau terus menerus karakteristik masalah yang terkait misal : - nyeri (lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya (misalnya, tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang memperburuk, faktor yang meringankan, dan apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain) - pendarahan (warna, segar atau tidak, frekuensi, intensitas, dan durasi aliran, dan apakah pasien mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang melayang) - benjolan (warna, bentuk, simetris atau tidaknya, batas, sesuai warna sekitar, panas, nyeri, bisa digerakkan, dan lainnya) mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak pengobatan sebelumnya dan hasilnya Menanyakan riwayat menstruasi haid pertama (menarche) Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT) Pola Menstruasi dan gejala yang terkait Khusus pasien Perimenopause/menopause Pola menstruasi Gejala/keluhan yang berhubungan (hot flushes, berkeringat malam hari, ingatan melemah, gangguan tidur, vagina kering dan libido menurun) Adakah terapi penggantian homon Menanyakan riwayat Kontrasepsi 10 Menanyakan riwayat Infeksi Ginekologis 11 Menanyakan riwayat Sitologi Cerviks dan Vagina (Pap Smear) 12 13 14 riksaan yang abnormal Menggali informasi tentang riwayat Kesuburan (gangguan fertilitas dan penanganannya), dan Riwayat aktivitas Seksual (penurunan libido ataupun masalah Menggali informasi tentang riwayat Kehamilan dan persalinan intraunterin/ektopik 87 CSL Semester 4 15 Edisi Kedua Menggali informasi tentang riwayat penyakit dahulu, adanya tindakan pembedahan terdahulu, konsumsi obat-obatan dan alergibaik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan masalah ginekologi Menanyakan riwayat pemeliharaan kesehatan dan kebiasaan seharihari. 16 17 18 19 20 21 22 23 aksin HPV) Menggali informasi mengenai aspek sosial pasien dan keluarganya. ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). Mencatat semua hasil anamnesis Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik 88 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan Ginekologi Oleh : dr. Oktadoni Saputra, M.Med.Ed; dr. Dian Isti Angraini, M.P.H; dr. Fajriani D 1. Tema Pembelajaran Keterampilan pemeriksaan ginekologi 2. Tujuan 1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita 2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina dan serviks 3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina, serviks, korpus uteri dan ovarium 4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita, palpasi kantung douglas, uterus dan adneksa 5) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal 3.Level Kompetensi Keterampilan Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita Pemeriksaan spekulum : inspeksi vagina dan serviks Pemeriksaan bimanual : palpasi vagina, serviks, korpus uteri dan ovarium Pemeriksaan rektal wanita : palpasi kantung douglas, uterus dan adneksa Pemeriksaan rektovaginal Level Kompetensi -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- 4.Alat dan Bahan Model panggul (bisa untuk RT) Spekulum Graves Kateter logam / nelaton Kapas dan larutan antiseptik Meja Instrumen Ranjang periksa ginekolog Lampu sorot Sarung tangan steril (DTT) Apron (Celemek Plastik) Sabun dan Air bersih Handuk bersih dan kering Gambar Speculum graves dalam berbagai ukuran 89 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5.Skenario Keputihan Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal, pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear. 6.Dasar teori / Rujukan Seperti pemeriksaan fisik lainnya, maka pengamatan dilakukan sejak pasien masuk ke ruang periksa. Keadaan umum, sikap, dan kesadaran pasien harus diamati dengan cermat. Kemudian dilakukan pemeriksaan lainnya termasuk thorax dan abdomen. Pada kasus obgyn biasanya juga dilakukan pemeriksaan payudara sebagai berikut : Secara inspeksi, pada pengamatan payudara harus diperhatikan bentuknya, besarnya, simetrik atau tidaknya, permukaan kulitnya (hiperpigmentasi atau peau d’orange), gambaran venosa, adanya ulkus dan keadaan aerola serta papilla mama (hiperpigmentasu, retraksi). Palpasi payudara dengan cara berikut: Pasien berada dalam posisi duduk dan lengan ada di samping badan. Pasien diminta mengangkat salah satu lengannya dan diamati secara visual sekali lagi. Dilakukan palpasi payudara dengan posisi tangan pemeriksa : a. Tangan pemeriksa menyangga payudara pada aksila (ibu jari kearah bawah), dilakukan perabaan bagian payudara diantara ibu jari dan jari tangan yang lain kearah medial. b. Tangan pemeriksa di antara dua payudara dan digerakkan melingkar menekan tulang iga c. Perabaan lebih tinggi kearah aksila dan dan meraba ke bawah kea rah iga. Tangan pemeriksa menyangga bagian bawah payudara, diraba bagian payudara di antara ibu jari dan jari yang lain. Pada palpasi diperhatikan adanya nodul atau masa pada payudara, dan dicatat ukurannya, konsistensinya, mudah digerakkan atau tidak, apakah ada sakit tekan atau sakit pergerakan, dan apakah terfiksasi dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan Pelvik Pemeriksaan pelvic biasanya menimbulkan ketegangan pada pasien. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan pendekatan yang baik pada pasien, agar pasien bisa bekerja sama pada waktu diperiksa. 90 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan pelvic dikerjakan pada pasien yang berada dalam posisi litotomi. Pasien diminta merebahkan sepenuhnya punggungnya secara santai (agar dinding perut kendor), dan meletakkan dua kaki pada penyangga kaki (foot-rest) secara santai (agar otot-otot daerah pelvic kendor), sedemikian rupa sehingga perineum ada tepat ditepi meja periksa. Pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dengan ukuran yang sesuai. Cara memakai sarung tangan harus mengikuti prosedur aseptik. Sebelum melakukan pemeriksaan harus dilakukan toilet vulva dan vagina. Prosedur antiseptik ini dilakukan dengan kasa atau kapas steril yang direndam dalam desinfektan yang tidak mengiritasi (misalnya : larutan Lysol). Kapas steril tersebut disapukan pada vulva sampai sekitar perineum dari arah medial ke lateral atau sentral ke perifer, dan penyapuan daerah anus harus dilakukan paling akhir. 7.Prosedur A. ANAMNESIS GINEKOLOGI (dibahas pada materi sebelumnya) B. PEMERIKSAAN PELVIK 1. Inspeksi Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya daerah vulva, dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan atau hygiene daerah genital secara umum atau adanya kelainan yang mencolok. Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah : 1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau feminin) dan kelainan pada folikel rambut pubes 2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus, leukoplakia, tumor) 3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak) 4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor) 5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan, pembengkakan, atau penonjolan) 6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi, pemendekan karena sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior (utuh atau sudah rupture) 7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang vagina) 91 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 8. Anatomi genitalia eksterna wanita 2. Inspekulo Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya dilakukan pada pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Ada berbagai macam speculum, tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum Graves dan speculum Sims. Spekulum Sims Spekulum Graves Gambar 4. Spekulum Graves & Sims Gambar 9. Spekulum Sims (kiri) dan Spekulum Graves (kanan) Pemeriksaan dengan speculum Sims akan mendapatkan visualisasi yang lebih baik, tetapi harus dilakukan dengan kedua tangan. Hanya satu tangan yang diperlukan untuk memegang speculum Graves dan mempertahankan pada posisinya, sehingga tangan yang satu bisa bebas melakukan tindakan, misalnya membersihkan rongga vagina. Penggunaan speculum Sims pada keadaan tertentu memerlukan seorang yang membantu memegang sendok speculum. 92 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 10. Cara Memegang Spekulum Graves (Sumber : Bate's guide to physical examination) Cara pemasangan spekulum Graves 1. Labium majus disibakkan ke kanan kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri. 2. Tangan kanan memegang spekulum Graves yang sudah disterilkan secara miring, sedemikian rupa sehingga daun spekulum pada posisi kiri-kanan. (Apabila akan mengambil sediaan sitologik, maka spekulum tidak perlu dilumuri dengan lubrikan atau dibasahi dengan desinfektan) 3. Spekulum dimasukkan kedalam liang vagina secara halus dan perlahan, dalam kedudukan kedua daun spekulum tertutup. (Perhatikan arah dari spekulum yang harus sejajar dengan sumbu panjang vagina) 4. Setelah kira-kira 2/3 daun spekulum masuk ke vagina, pegangan spekulum diputar secara perlahan-lahan 90 derajat hingga sendok spekulum pada posisi atas-bawah, dan secara perlahan-lahan daun spekulum dibuka. 5. Setelah bisa memvisualisasikan serviks, maka daun spekulum dimasukkan sepenuhnya ke vagina, sehingga daun spekulum mencapai forniks anterior dan posterior kemudian spekulum dikunci. 93 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 11. Cara Pemasangan Spekulum Graves (Sumber : Bate's guide to physical examination) Cara Pemasangan Spekulum Sims 1. Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labium majus dengan cara seperti di atas dan tangan kanan memegang daun spekulum yang bawah. 2. Daun spekulum yang bawah dimasukkan ke vagina secara perlahan-lahan dalam posisi miring. 3. Setelah daun spekulum mencapai 2/3 panjang vagina, daun spekulum diputar 90 derajat ke bawah dan daun spekulum dimasukkan sepenuhnya hingga mencapai forniks posterior. 4. Selanjutnya, tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah yang sudah terpasang, sedangkan tangan kanan memegang daun spekulum atas. 5. Daun spekulum atas dimasukkan ke vagina secara mendatar, hingga mencapai forniks anterior. Jika akan melakukan tindakan, maka pembantu diminta memegang daun spekulum atas dan tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah. 94 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan jelas. Apabila visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi discharge, maka vagina dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya discharge harus diamati lebih jelas dan dicatat perihal banyaknya, jenis atau konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil tampak dengan jelas, serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi, pertumbuhan polips serta tumor. Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati dinding vagina. Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya ptekie, varises, granulasi, ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya tumor. C. Pemeriksaan Bimanual Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara: 1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa dengan lubrikan atau desinfektan 2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan pemeriksa masuk ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara perlahan-lahan dan sehalus mungkin) 3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik 4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan organ mana yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa terbalik tergantung kebiasaan pemeriksa) 5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus, adneksa atau parametrium, dan keseluruhan rongga panggul. 6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah luar genital (vulva dan sekitarnya). 7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut dan tidak boleh ada yang terlewatkan. Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain: Vagina Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini) Ketegangan (kuatnya) dinding vagina Ada tidaknya sistokel atau rektokel Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula) Penonjolan fornix & cavum Douglasi Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum) 95 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 12. Pemeriksaan Bimanual (Sumber : Bate's guide to physical examination) Serviks Uteri Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor) Besar dan bentuk serviks uteri Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar) Kanalis servikalis terbuka atau tertutup Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah pergerakan, slinger pain) Uterus Bentuk uterus Ukuran atau dimensi uterus Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi, sinistro, dekstroposisi) Konsistensi (kenyal, padat) Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol) Mobilitas uterus Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi) Ada tidaknya kelainan bawaan Parametrium Strutur adneksa ( tuba, ovarium) Ruang di parametrium (longgar, memendek) Ada tidaknya sakit pada perabaan Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan dengan alat sekitarnya)/ Adanya infiltrasi keganasan Seperti halnya pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan bimanual hanya boleh dilakukan pada wanita yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Perabaan uterus sulit dilakukan pada kasus: 96 CSL Semester 4 Edisi Kedua Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan uterus tak dapat berlangsung secara baik. Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan. Vesika urinaria yang terlampau penuh. Perabaan adneksa dan parametrium: Pemeriksaan adneksa dan parametrium baru dapat dilakukan bila palpasi uterus sudah dapat dilakukan dengan baik. Dalam keadaan normal, tuba falopii dan ovarium tak dapat diraba. Tuba falopii dan ovarium hanya dapat diraba dari luar pada pasien kurus atau pada tumor ovarium / kelainan tuba ( hidrosalphynx) yang cukup besar. E. Pemeriksaan Lain dan Tambahan Pemeriksaan rektal (rectal toucher) pada wanita Pemeriksaan lain yang dikerjakan pada pemeriksaan ginekologi seperti pemeriksaan rektal dan rektovaginal. Pada wanita yang belum menikah atau belum melakukan hubungan seksual, maka pemeriksaan bimanual tidak dilakukan melaui vagina melainkan secara rektal (rectal toucher). Rectal toucher , dikerjakan pada : Virgin Pasien yang mengaku ―belum pernah bersetubuh‖ Kelainan bawaan (atresia himenalis atau atresia vaginalis) Hymen rigidus dan vaginismus Wanita diatas usia 50 tahun Pemeriksaan RT pada wanita bisa dilakukan untuk menilai keadaan himen seseorang untuk mengetahui apakah seorang wanita memang masih virgin atau tidak. Pada pemeriksaan RT wanita, posisi yang dianjurkan adalah berbaring miring atau posisi Sim‘s dan posisi litotomi. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rektal, tangan luar diletakkan di atas sympisis. Pada pemeriksaan RT wanita ini dilakukan untu menilai sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen. Palpasi serviks 97 CSL Semester 4 Edisi Kedua uterus melalui dinding rektal anterior. Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan dapat digerakkan. Gambar 13. Pemeriksaan rektal wanita Gambar 14. Tipe-tipe Himen (Selaput Dara) Recto vaginal toucher : Pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menilai septum rektovaginal dan dilakukan pada wanita yang sudah menikah. 98 CSL Semester 4 Edisi Kedua Prosedur pemeriksaan rektovaginal yaitu: Masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina, minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan otot anus Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri pada daerah permukaan uterus dan rektum Keluarkan jari secara perlahan-lahan Gambar 15. Pemeriksaan rektovaginal Pemeriksaan rectovaginal dikerjakan untuk menilai keadaan septum rectovaginalis. Penebalan dinding vagina dan infiltrasi karsiona rektum lebih mudah ditentukan dengan pemeriksaan rectovaginal. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb: a. Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum. b. Litothomy position Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal. c. Knee-chest position 99 CSL Semester 4 Edisi Kedua Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien. d. Standing elbow-knee position Posisi ini jarang digunakan. Pemeriksaan tambahan yang kadang dilakukan beserta pemeriksaan ginekologik, antara lain adalah : Pap‘s smear (usapan Papanicolau) IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini keganasan serviks Uji Fern (uji daun pakis) untuk deteksi ovulasi Uji schiller untuk keganasan serviks dan vagina Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik/ Vaginal Swab Sondase rongga rahim Perasat Acosta-Scizon Pungsi Douglas (Kuldosenstesis) Biopsi (vagina, serviks, endometrium) Kolposkopi Histeroskopi 8.Daftar Pustaka Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill Professional. Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams & Wilikns. Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I 100 CSL Semester 4 Edisi Kedua Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008. Didownload dari : http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d i%20Indonesia.pdf Szilagy, PG. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill. Wilopo, S. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkiakr/files/CaCervic-texfinal.pdf 9.Evaluasi Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Ginekologi No Prosedur/langkah klinik yang dinilai I 1 2 3 II Item Interaksi Dokter Pasien Senyum, Salam, Sapa Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi) Informed Consent (Meminta persetujuan lisan) Item Prosedural INSPEKULO Periksa alat dan bahan yang diperlukan Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja) Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas cincin, jam dsb. Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis Pasang duk steril Lakukan simulasi kateterisasi Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva Pilih spekulum dan atur sekrupnya Oles spekulum dengan lubrikan atau desinfektan Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang benar Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum Kunci kedudukan speKulum Catt : Jika ingin melakukan Pap Smear atau IVA langsung ke check list pap smear atau IVA Lakukan simulasi membersihkan rongga vagina dengan desinfektan Periksa serviks uteri dan orifisium uteri eksternum Amati dinding vagina dengan memutar spekulum 90° ke kiri dan ke kanan PEMERIKSAAN BIMANUAL Simulasi mengusap tangan dengan lubrikan/ desinfektan Berdiri, mengambil sikap tangan kanan di vulva & tangan kiri di suprapubik Lakukan colok dengan cara penetrasi dan arah yang sesuai 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Umpan Balik 101 CSL Semester 4 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Edisi Kedua Nilai dinding vagina, fornises, serviks (tidak ada nyeri goyang pada serviks), keadaan uterus (ukuran), adneksa dan parametrium (tidak teraba tumor dan parametrium tidak kaku/keras) PEMERIKSAAN REKTAL WANITA Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‘s) atau litotomi, dengan sudah membuka celana dalam Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant Masukkan jari telunjuk ke dalam rektal, tangan luar diletakkan di atas sympisis Nilailah sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan, lihat di sarung tangan apakah ada darah, feses, lendir dll PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‘s) atau litotomi, dengan sudah membuka celana dalam Lakukan tindakan asepsis pada vulva Oleskan jari tengah yang bersarung tangan dengan lubricant Buka labia mayor, masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina, minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan otot anus Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri pada daerah permukaan uterus dan rektum Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan III. Item Penalaran Klinis Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks uteri pada pemeriksan inspekulo) Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan interpretasi klinisnya Laporkan hasil pemeriksaan rektal wanita Laporkan hasil pemeriksaan rektovaginal IV. Item Profesionalisme Percaya diri Bersihkan alat-alat dan menyimpannya 102 CSL Semester 4 Edisi Kedua PROSEDUR SWAB VAGINA, PAP’S SMEAR DAN IVA dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, M.P.H, dr. Fajriani D 1.Tema Pembelajaran Keterampilan pemeriksaan Pap Smear dan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). 2.Tujuan A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Pap Smear B. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat dan mengintepretasikan hasilnya 3.Level Kompetensi Keterampilan Melakukan swab vagina Duh (discharge) genital: bau, pH, pemeriksaan dengan pewarnaan Gram, salin, dan KOH Melakukan Pap‘s smear Melakukan IVA Level Of Expexcted Ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- 4.Alat dan Bahan a) Model panggul b) Spekulum Graves c) Kateter logam / nelaton d) Kapas dan larutan antiseptik e) Meja Instrumen f) Ranjang periksa ginekolog g) Lampu sorot h) Sarung tangan steril (DTT) i) Apron (Celemek Plastik) j) Sabun dan Air bersih k) Handuk bersih dan kering l) Spatula ayre m) Cytobrush n) Objek glass o) Alkohol 96% p) Larutan asam asetat 3%-5% q) Cotton bud r) Lidi kapas steril s) Tabung reaksi yang ditutup kapas berlemak t) Larutan garam fisiologis 103 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5.Skenario Keputihan Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal, pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear. 6.Dasar teori / Rujukan A.SWAB VAGINA Swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Tujuan dilakukan swab vagina : 1) Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu mengalami discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina. 2) Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Swab vagina dilakukan pada : 1. Wanita yang mengalami infeksi berulang. Misalnya, keputihan yang berulang. 2. Wanita yang mengalami radang panggul yang tak kunjung sembuh. 3. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada ibu yang sedang hamil, terutama yang kerapkali mengalami kontraksi. Contoh penyakit yang merupakan indikasi dilakukan swab vagina yaitu : 1) Fluor Albus Fluor albus adalah keluarnya cairan atau lendir putih kekuningan pada permukaan vulva. Gejala ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada wanita, yaitu rasa gatal, panas dan lecet di daerah vulva vaginalis, kadang-kadang sampai terjadi edema. Penyebab gejala ini adalah protozoa, biasanya Trichomonas vaginalis. Di samping itu dapat disebabkan oleh jamur, umumnya Candida albicans. Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah portio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Fluor albus fisiologik ditemukan pada: a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari. Di sini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. 104 CSL Semester 4 Edisi Kedua b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor albus di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya. c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer. e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri. Sedang fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh: a. Vaginosis bakterialis b. Infeksi 1) Bakteri: Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae 2) Jamur: Candida albicans 3) Protozoa: Trichomonas vaginalis 4) Virus: Virus Herpes dan Human Papilloma Virus 2 c. Iritasi 1) Sperma, pelicin, atau kondom 2) Sabun cuci dan pelembut pakaian 3) Deodorant dan sabun 4) Cairan antiseptik untuk mandi 5) Pembersih vagina 6) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat 7) Kertas tisu toilet yang berwarna d. Tumor atau jaringan abnormal lain e. Fistula f. Benda asing g. Radiasi h. Penyebab lain 1) Psikologi: Volvovaginitis psikosomatik 2) Tidak diketahui: “Desquamative inflammatory vaginitis” Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, dan penggunaan pil KB. Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, 105 CSL Semester 4 Edisi Kedua glikogen, pH vagina, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, Lactobacillus (Döderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8 – 4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain 2) Vaginosis bakterialis Vaginosis bakterialis merupakan kondisi vagina yang sering dialami oleh wanita usia reproduktif. Vaginosis bakterialis mempunyai mikrobiologi yang kompleks; dua organisme, Gardnerella vaginalis dan spesies Mobiluncus, adalah spesies yang paling dikaitkan dengan proses penyakit (Brooks, 2007). Nama lain dari vaginosis bakterialis adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan anaerobic vaginosis. Faktor risikonya adalah hubungan seksual pertama pada usia muda, perokok, pasangan seksual yang banyak, penggunaan alat kontrasepsi intrauterin, pembersih vagina, ras, dan aktivitas homoseks diperkirakan menjadi faktor resiko vaginosis bakterialis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi Lactobacillus yang berkhasiat menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita normal dijumpai koloni strain Lactobacillus yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis bakterialis terjadi penurunan jumlah populasi Lactobacillus secara menyeluruh, sementara populasi yang masih tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu karena adanya dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis. Poliamin asal bakteri bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Kumpulan eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH alkalis, Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells. Pada wanita dengan vaginosis bakterialis, keluhan berupa adanya duh tubuh vagina ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih menusuk setelah senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada pemeriksaan terdapat adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, berbau, dan jarang berbusa. Gejala peradangan umumnya tidak ada 106 CSL Semester 4 Edisi Kedua B.PAP SMEAR 1. Definisi Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara tidak sengaja mengamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil dari pasien kanker serviks. Penggunaan materi seluler dari serviks dan vagina untuk diagnosis kanker serviks ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1928 dan selanjutnya tehnik pengumpulan sel-sel dari vagina mengalami perbaikan dari penghapusan vagina, spatula ayre, dan cytobrush. Apabila hasil pap smear abnormal, perlu dipastikan melalui pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi. Pap smear merupakan prosedur atau pemeriksaan sitologis yang dilakukan untuk skrining perubahan sel, lesi pre kanker atau kanker pada leher rahim dengan metode usapan (smear) lendir leher rahim pada objek gelas yang kemudian diperiksa secara mikroskopik 2. Alat dan Bahan Alat-alat pemeriksaan Ginekologi Spatula ayre {suatu alat yang terbuat dari kayu atau plastik dengan ujung tertentu untuk mengusap lendir serviks (ektoserviks dan endoservik)} Cytobrush Objek gelas (kaca preparat) Gambar 13. Alat-alat Pap smear 3. Prosedur 1. Langkah pertama sama dengan langkah pada pemeriksaan ginekologi sampai ke pemasangan spekulum. Pada pemeriksaan pap smear, spekulum tidak diolesi dengan jelly maupun antiseptik. 107 CSL Semester 4 Edisi Kedua 2. Setelah spekulum dimasukkan tampilkan porsio cervik (bagian servik yang menonjol ke arah vagina berbentuk bulat dengan muara orificium uteri externum di bagian tengahnya), kunci spekulum dan pegang dengan tangan kiri. 3. Amati dan deskripsikan keadaan serviks (ingat jangan mengoleskan antiseptik pada daerah porsio ini) 4. Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek di muara ostium uteri eksterna (ektoservik) (regio Squamo-Columner Junction) dan putar 360° searah jarum jam 5. Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas 6. Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke dalam kanalis servikalis (endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360°) 7. Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya pada tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah sebaliknya. 8. Lepaskan spekulum dan taruh pada tempat yang telah disediakan 9. Sediaan difiksasi dengan etil alkohol 95% ± selama 30 menit kemudian keringkan di udara terbuka 10. Lepaskan sarung tangan dan letakkan dalam larutan desinfektan 11. Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan handuk 12. Beri label sediaan, masukkan dalam bahan pembawa dan kirim ke laboratorium Gambar 14. Prosedur Pap smear 4. Hasil Adapun hasil pemeriksaan sitologi dari pap smear dinyatakan dengan klasifikasi menurut WHO, klasifikasi lain menurut sistem papanicolaou, sistem bethesda dan sistem NIS. Secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : 108 CSL Semester 4 Edisi Kedua Sitologi Sistem Papanicolaou Klas I Klas II Klas III Klas III Klas III Klas IV Histologi Sistem WHO Sistem Bethesda Klasifikasi NIS Normal Dalam batas normal Perubahan reaktif atau perubahan reparatif : ASCUS Low-grade SILa High-grade SIL High-grade SIL High-grade SIL - Atipik - Displasia ringan NIS-1 Displasia sedang NIS-2 Displasia berat NIS-3 Karsinoma in situ NIS-3 Karsinoma sel Karsinoma sel Klas V Karsinoma sel skuamosa skuamosa invasif skuamosa Klas V Adenokarsinoma Adenokarsinoma Adenokarsinoma a = Termasuk perubahan yang disebabkan oleh infeksi HPV ASCUS = Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance SIL = Squamous Intraepithelial Lesion; NIS = Neoplasia Intraepithelial Tabel 1. Klasifikasi Lesi Pre Kanker (hasil pap smear) Gambar 15. Klasifikasi lesi pra kanker (hasil pap smear) 109 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 16. Hasil Pemeriksaan PAP SMEAR (staging derajat lesi prekanker) 110 CSL Semester 4 Edisi Kedua C. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 1. Definisi : Merupakan metode terbaru untuk screening keganasan dan lesi prakanker pada serviks dengan menggunakan asam asetat melalui metode pengamatan langsung. Pemeriksaan IVA pertamakali diperkenalkan oleh Hinselman ( 1925 ) dengan cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3%. Adanya tampilan ‖ bercak putih ‖ setelah pulasan asam asetat kemungkinan diakibatkan lesi prakanker serviks. Cara ini kemudian dikembangkan oleh WHO sejak tahun 1990 di India, Thailand dan Zimbabwe. Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes Pap adalah tidak memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan.Data terkini menunjukan bahwa pemeriksaan IVA paling tidak sama efektifnya dengan tes Pap. 2. Sensitivitas & spesifisitas Di Indonesia, Hanafi,et al (2003) dalam Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 5966 menyatakan Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas 99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9% 3. Keuntungan/kelebihan Tehnik ini mudah, murah dan praktis Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan dan dokter umum disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan sangat sederhana Interpretasi hasil cepat dan mudah Sensitivitas dan spesifisitas baik untuk mendeteksi lesi prekanker 4. Alat & Bahan Larutan asam asetat 3%-5% Cotton bud Alat2 pemeriksaan ginekologi Lampu penerangan secukupnya 5. Prosedur Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pemeriksaan ginekologi dengan inspekulo sebelum pemeriksaan bimanual (periksa dalam) Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks Amati perubahan warna yang terjadi (setelah 20 detik) 111 CSL Semester 4 Edisi Kedua 6. Hasil & Intepretasi Pengamatan dapat dilakukan dengan mata telanjang ataupun dengan pembesaran gineskopi (magnifikansi) Hasil dinyatakan positif jika pulasan akan tampak bercak warna putih yang disebut aceto white epithelium (WE) pada regio SCJ Hasil dinyatakan negatif jika tidak tampak lesi keputihan (acetowhite) pada pulasan regio SCJ atau bercak keputihan jauh/tidak berhubungan dengan regio SCJ Dicurigai keganasan jika tampak lesi ulseratif, cauliflower-like (seperti bunga kol) disertai bercak perdarahan atau mudah berdarah jika disentuh (Negatif) (Positif) Dicurigai Kanker Gambar 17. Hasil Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam asetat 112 CSL Semester 4 Edisi Kedua Daftar Pustaka Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill Professional. Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams & Wilikns. Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008. Didownload dari : http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d i%20Indonesia.pdf Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill. Wilopo, Siswanto A. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkiakr/files/CaCervic-texfinal.pdf Evaluasi Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Pap Smear dan IVA No I 1 2 3 II 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik Item Interaksi Dokter Pasien Senyum, Salam, Sapa Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi) Informed Consent (Meminta persetujuan lisan) Item Prosedural INSPEKULO Periksa alat dan bahan yang diperlukan Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja) Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas cincin, jam dsb. Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis Pasang duk steril Lakukan simulasi kateterisasi 113 CSL Semester 4 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 Edisi Kedua Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva Pilih spekulum dan atur sekrupnya Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang benar Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum Kunci kedudukan speKulum SWAB VAGINA Oleskan lidi kapas steril pada bagian vagina dan atau serviks Masukkan lidi kapas steril pada tabung reaksi atau tempat khusus Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik) Kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan gram, kultur, dll PEMERIKSAAN PAP SMEAR Amati dan deskripsikan keadaan serviks Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek kedalam ostium uteri eksterna (ektoservik) (regio Squamo-Columner Junction) dan putar 360° searah jarum jam Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke muara kanalis servikalis (endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360°) Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya pada tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah sebaliknya Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik) Fikasasi dan beri label pada sediaan dan kirim ke laboratorium PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks (dengan menggunakan lidi kapas) Amati perubahan warna yang terjadi pada SCJ (setelah 20 detik) III. Item Penalaran Klinis Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks uteri pada pemeriksan inspekulo) Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan interpretasi klinisnya IV. Item Profesionalisme Percaya diri Bersihkan alat-alat dan menyimpannya 114 CSL Semester 4 Edisi Kedua KONSELING KONTRASEPSI Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H. A. Tema Keterampilan komunikasi interpersonal (KIP) atau konseling kontrasepsi. B. Tujuan Mahasiswa mampu melakukan konseling kontrasepsi C. Level Kompetensi Keterampilan/ Skills Konseling kontrasepsi Level Of Expected Ability -1- -2- -3- -4- D. Alat dan Bahan Alat kontrasepsi (IUD, implan, dll) Leaflet kontrasepsi E. Skenario Ketika anda sedang bertugas di poliklinik FK Unila, datanglah Ny. S, 35 tahun, didampingi oleh suaminya. Pasangan suami istri ini telah memiliki anak 3 dan anak ke-3 berumur 2 bulan. Ny. S berkeinginan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Tetapi masih bingung mau memakai apa. Anda sebagai dokter lalu melakukan konseling kontrasepsi. F. 1. Dasar Teori Definisi Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang 115 CSL Semester 4 Edisi Kedua mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien. Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran. Menurut BKKBN, konseling ber-KB merupakan proses pertukaran informasi tentang KB dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi klien. 2. Tujuan Konseling kontrasepsi Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal: a. Menyampaikan informasi dan pilihan pola reproduksi b. Memilih metode KB yang diyakini c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif d. Memulai dan melanjutkan KB e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia. 3. Fungsi Konseling o Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan. 116 CSL Semester 4 Edisi Kedua o Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, social, cultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan. o Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling. o Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat. 4. Prinsip Konseling KB Prinsip konseling KB meliputi : Percaya diri / confidentiality, Tidak memaksa / voluntary choice, Informed consent, Hak klien / clien‘t rights , Kewenangan / empowerment. 5. Keuntungan Konseling KB Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah: Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. Membangun rasa saling percaya. Mengormati hak klien dan petugas. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. 117 CSL Semester 4 Edisi Kedua Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. Hak Pasien Pasien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut : Terjaga harga diri dan martabatnya. Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan. Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan. Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik. Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan. Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan. 6. Proses Konseling KB dan Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal dalam pelayanan kesehatan menggunakan : a) Motivasi Motivasi pada pasien KB meliputi: Berfokus untuk mewujudkan permintaan Bukan pada kebutuhan individu klien Menggunakan komunikasi satu arah Menggunakan komunikasi individu,kelompok atau massa. b) Edukasi / pendidikan Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan sebagai berikut : Menyediakan seluruh informasi metode yang tersedia Menyediakan informasi terkini dan isu Menggunakan komunikasi satu arah atau dua arah Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. c) Konseling Konseling KB antara lain: 118 CSL Semester 4 7. Edisi Kedua Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan Menjadi pendengar aktif Menjamin klien penuh informasi Membantu klien membuat pilihan sendiri. Peran Konselor KB Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada pelayanan keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang konselor adalah sebagai berikut: Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang berbagai metode kontrasepsi yang tersedia. Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan Persetujuan Tindakan Medik. Ciri Konselor Efektif : Memperlakukan klien dengan baik. Berinteraksi positif dalam posisi seimbang. Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta tidak berlebihan. Mampu menjelaskan berbagai mekanisme dan ketersediaan metode kontrasepsi. Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang sesuai dengan kondisinya. 8. Perubahan pada konseling akseptor KB Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan alat kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi. Perubahan fisiologis yang sering terjadi adalah akibat dari efek samping penggunaan alat kontrasepsi 119 CSL Semester 4 Edisi Kedua tersebut. Misalnya pusing, BB bertambah, timbul flek-flek di wajah, gangguan menstruasi, keputihan, gangguan libido, dll. Adapun perubahan psikologis yang dialami adalah kecemasan atau ketakutan akan keluhan-keluhan yang terjadi, kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi. Pelaksanaan komunikasi bagi akseptor KB yaitu terfokus pada KIE efek samping kontrasepsi dan cara mengatasinya, cara kerja dan penggunaan alat kontrasepsi. 9. Konseling dan persetujuan tindakan medik Maksud dari konseling dan persetujuan tindakan medik adalah untuk mengenali kebutuhan klien, membantu klien membuat pilihan yang sesuai dan memahami tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih. 10. Langkah-Langkah Konseling KB Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut: SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempatyang nyamanserta terjamin privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang diperoleh. T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien. U : Uraian kepada klien mengenai dan pilihannya dan diberi tahu apa pilihan kontrasepsi, bantu klien pada jenis kontrasepsi yang diingini. 120 CSL Semester 4 Edisi Kedua TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan. J : Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya. U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan. Dalam melakukan konseling kontrasepsi/ KB, BKKBN menganjuran menggunakan alat bantu pengambilan keputusan ber-KB (ABPK). ABPK mempunyai fungsi sebagai berikut: Membantu pengambilan keputusan metode KB Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB Alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan) Menyediakan referensi/info teknis Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas Gambar 1. Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) 121 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 2. Anjuran Penggunaan Kontrasepsi G.Prosedur 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya. Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya dan yang diinginkan Berikan informasi mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi, keuntungan dan kerugiannya, pilihan yang bisa digunakan pasien, serta gambaran kontrasepsi yang diinginkan pasien. Bantulah pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan pilihan pasien. Bila berbeda berikan lagi informasi yang dibutuhkan pasien. Beri dukungan pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang akan diagunakan. Bila sudah ditentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan, berikan penjelasan mengenai cara pemakaiannya. Rencanakan kunjungan ulang kapan pasien akan dilakukan pemasangan alat kontrasepsi, pemberian alat kontrasepsi atau pemilihan jenis kontrasepsi bila pada pertemuan ini belum ditetapkan pilihan jenis kontrasepsi. 122 CSL Semester 4 Edisi Kedua H.Daftar Pustaka Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendreal PP & PL. Jakarta. Google photo search. www.google.com. Ceklis Latihan Konseling KB/ kontrasepsi No I 1 2 II 3 Aspek Penilaian INTERPERSONAL Senyum, salam dan sapa Informed consent PROSEDURAL Persiapan alat bantu 24 KONSELING KONTRASEPSI Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya Tanyakan kepada pasien mengenai pengalaman menggunakan kontrasepsi Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diinginkannya Jelaskan mengenai jenis-jenis kontrasepsi (keuntungan dan kerugian) Jelaskan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien Mendorong pasien untuk memilih kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan keinginan pasien Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan keinginannya dan mengajukan pertanyaan Meminta pasien menentukan jenis kontrasepsi pilihannya Memberikan penjelasan bagaimana cara menggunakan, melakukan atau memasang jenis kontrasepsi yang sudah dipilih Rencanakan kunjungan ulang untuk pemeriksaan lebih lanjut, pemasangan atau pemberian informasi lainnya ATAU pemilihan jenis kontrasepsi lagi apabila pada kunjungan pertama ini belum ditentukan pilihan kontrasepsinya. PROFESIONALISME Tunjukkan sikap percaya diri 25 Tunjukkan sikap menghormati pasien 26 Tutup, memberikan salam serta catat hasil konseling 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 III Umpan Balik 123 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Dwita Oktaria A. Tema pembelajaran Keterampilan prosedural Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ IUD B. Level Kompetensi Keterampilan/ Skills Advise about contraception Insertion I.U.D Level of expected ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- C. Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan IUD 2. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan IUD D. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Alat dan Bahan AKDR/IUD Copper-T 380 A Inserter & Plunger IUD Model Uterus Model Panggul Spekulum Sonde Uterus Tenakulum Pean Lampu Periksa Sarung Tangan steril Kain Lubang Steril Gunting bengkok Kom berisi desinfektan Kassa steril Klem arteri panjang Gambar 18 & 19. Alat-alat Pemasangan IUD dan Jenis-jenis IUD/AKDR 124 CSL Semester 4 Edisi Kedua E. Skenario AKDR Ny. Ayudi, usia 28 tahun, P4A0 datang ke praktek saudara untuk berkonsultasi tentang metode KB. Ny. Ayudi ingin menggunakan KB AKDR dikarenakan belum ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi. Anda kemudian melakukan konseling KB serta menjelaskan jenis-jenis AKDR yang mungkin dapat dipergunakan dan melakukan pemasangan AKDR pada Ny. Ayudi F. Dasar Teori/ Rujukan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR, IUD, Intra-Uterine Devices) adalah suatu alat yang dimasukkan ke dalam rongga rahim dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Jenis AKDR, antara lain : (1) AKDR Copper-Releasing (Copper T 380A, Nova T, Multiload 375) (2) AKDR Progestin-Releasing (Progestasert, LevoBova/LNG-20, Mirena) Pemilihan AKDR yang akan digunakan tergantung hal berikut ini: 1. AKDR yang dipasang harus mempunyai efektivitas kontraseptif yang tinggi dan angka kegagalan serta efek samping yang rendah 2. Prinsip yang penting adalah AKDR harus yang mudah dipasang, tetapi tidak bisa lepas sendiri (ekspulsi). 3. Ukuran AKDR harus sesuai dengan besarnya rahim. 4. Riwayat pemakaian AKDR jenis tertentu sebelumnya Menurunkan motilitas sperma melalui kavum uteri Mengentalkan lendir atau mukus serviks Kelebihan : 125 CSL Semester 4 Edisi Kedua Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,81 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama penggunaan (Copper T 380A) Segera efektif dan efek sampingnya sedikit Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika menggunakan Copper T 380A) Tidak mengganggu proses sanggama Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas Tidak mengganggu produksi ASI Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu kembali ke klinik jika tak ada masalah Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih Tidak mahal (CuT380A) Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung progestin) Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin) Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert) Keterbatasan: Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan PMS sebelum pakai Insersi dan pencabutan dilakukan oleh petugas terlatih Perlu deteksi benang AKDR (setelah menstruasi) jika terjadi kram, perdarahan bercak atau nyeri Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan pertama (terutama CuT) Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat insersi AKDR Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya Progestasert) Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut dengan infertilitas bila pasangannya risiko tinggi PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS) AKDR sesuai untuk wanita usia reproduksi yang: Ingin kontrasepsi efektifitas dan jangka panjang Sedang memberikan ASI Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI Pascakeguguran Risiko rendah terhadap PMS Pelupa/tidak ingat untuk minum pil setiap hari Tidak suka/tidak boleh pakai kontrasepsi hormon Membutuhkan kontrasepsi darurat Kontraindikasi pada wanita: Hamil (diketahui atau dicurigai) Dengan perdarahan per vaginam yang sebabnya belum diketahui atau diduga mempunyai masalah ginekologis yang serius Mengidap PID (riwayat atau sedang) 126 CSL Semester 4 Edisi Kedua Mengeluarkan cairan seperti pus (nanah) dan akut Mengalami gangguan bentuk atau anomali kavum uteri Mengidap penyakit trophoblast yang berbahaya Mengidap Tuberkulosis Pelvik Mengidap kanker ginekologik Dengan infeksi saluran genital yang aktif (mis: vaginitis, servisitis) Waktu pemasangan AKDR: Setiap saat selama 7 hari pertama menstruasi atau dalam siklus berjalan bila diyakini klien tidak hamil Pascapersalinan (segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 sampai 6 minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA) Pascakeguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama tidak ada komplikasi infeksi/radang panggul Efek samping & Komplikasi IUD dengan tembaga: o Darah haid lebih banyak o Perdarahan tidak teratur atau hebat o Spasme menstruasi o Dismenore/kram haid yang lebih dari biasanya IUD dengan progestin: o Amenore atau perdarahan bercak (spotting Benang hilang Risiko infeksi panggul (hingga 20 hari pasca-insersi) Perforasi uterus (jarang terjadi) Ekspulsi spontan Kehamilan ektopik Abortus spontan Gangguan/rasa tak nyaman akibat benang saat sanggama Petunjuk bagi klien pasca pemasangan AKDR: AKDR segera efektif setelah terpasang baik. AKDR mungkin terekspulsi spontan, khususnya dalam bulan-bulan pertama pemasangan. Perdarahan atau bercak dapat terjadi dalam beberapa hari pertama pascainsersi. Perubahan pola haid tergantung dari jenis AKDR yang digunakan AKDR dapat dilepas setiap saat klien menginginkannya. Cukup aman dan memberi efek kontraseptif 5-10 tahun (tergantung jenis AKDR yang digunakan) AKDR tidak melindungi klien PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS Kembali lagi untuk periksa ulang setelah menstruasi pertama pasca pemasangan atau 4 hingga 6 minggu setelah pemasangan. 127 CSL Semester 4 G. Edisi Kedua Selama bulan pertama setelah pemasangan, periksa keadaan benang beberapa kali, khususnya setelah menstruasi selesai. Periksa keadaan benang setelah bulan pertama, hanya jika Anda mengalami: Kram di perut bawah, Perdarahan bercak diantara haid atau pasca-sanggama Sakit/ nyeri setelah hubungan seksual (atau jika pasangan mengalami rasa tidak nyaman selama sanggama). Kembali ke petugas bila: Benang hilang atau tidak dapat dirasakan Terasa batang AKDR Melepas AKDR, atau Terlambat haid PROSEDUR 1. PEMASANGAN AKDR: Konseling Pra Pemasangan 1. Senyum, salam dan sapa 2. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR 3. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait dengan AKDR 4. Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak ada masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR Riwayat kesehatan reproduksi: • Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid • Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir • Riwayat kehamilan ektopik • Nyeri yang hebat setiap haid • Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30) • Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS) atau infeksi panggul • Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi) • Kanker serviks 5. Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan. 6. Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien Pemeriksaan panggul 7. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia dengan menggunakan sabun dan air. 8. Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih. 128 CSL Semester 4 Edisi Kedua 9. Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan 10. Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di daerah supra pubik 11. Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul 12. Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks 13. Pakai sarung tangan DTT 14. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah steril atau DTT 15. Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna 16. Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina 17. Masukkan spekulum vagina 18. Lakukan pemeriksaan inspekulo: • Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina • Inspeksi serviks 19. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan 20. Lakukan pemeriksaan bimanual: • Pastikan gerakan serviks bebas • Tentukan besar dan posisi uterus • Pastikan tidak ada kehamilan • Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa 21. Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi): • Kesulitan menentukan besar uterus retroversi • Adanya tumor pada Kavum Douglasi 22. Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka secara terbalik dan rendam dalam klorin Tindakan pra pemasangan 23. Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan. 24. Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya: • Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang • Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda tidak steril • Letakkan kemasan pada tempat yang datar • Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR • Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke pangkal lengan sehingga lengan akan melipat • Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung inserter dari bawah lipatan lengan • Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan lengan 129 CSL Semester 4 Edisi Kedua AKDR yang sudah terlipat tersebut ke dalam tabung inserter Prosedur pemasangan AKDRGambar 20. Cara Kerja IUD Cu-380 A Sumber: Slide Pelatihan 25. Pakai sarung tangan DTT yang baruContraception Technological Update, 2012 26. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks 27. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali 28. Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama) 29. Masukkan sonde uterus dengan teknik ―tidak menyentuh‖ (no touch technique) yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalam kavum uteri dengan sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina ataupun bibir spekulum 30. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde 31. Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan 32. Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong. 33. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar lengan AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa adanya tahanan. 34. Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan 35. Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal yaitu menarik keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong 130 CSL Semester 4 Edisi Kedua 36. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan 37. Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 34 cm Gambar 21. Cara memasukkan lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya 38. Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah terkontaminasi 39. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5% 40. Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik 41. Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5% Tindakan pascapemasangan 42. Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi 43. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan 44. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam dalam klorin 0,5% 45. Cuci tangan dengan air dan sabun 46. Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum memperbolehkan klien pulang Konseling pascapemasangan 47. Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus dilakukan 48. Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping 49. Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol 50. Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun 131 CSL Semester 4 Edisi Kedua 51. Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut 52. Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan 53. Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien 2. PENCABUTAN AKDR: Konseling pra pencabutan 1. Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda 2. Tanyakan tujuan dari kunjungannya 3. Tanyakan apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan jawab semua pertanyaannya 4. Tanyakan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya) 5. Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses pencabutan dan setelah pencabutan Tindakan pra pencabutan 6. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci area genitalia dengan menggunakan sabun dan air 7. Bantu klien naik ke meja pemeriksaan 8. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih 9. Pakai sarung tangan DTT yang baru 10. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam wadah steril atau DTT Prosedur pencabutan 11. Lakukan pemeriksaan bimanual: • Pastikan gerakan serviks bebas • Tentukan besar dan posisi uterus • Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa 12. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks 13. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali 14. Jepit benang yang dekat serviks dengan klem 15. Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR 16. Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5% 17. Keluarkan spekulum dengan hati-hati Tindakan pasca pencabutan 18. Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi 19. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan. 132 CSL Semester 4 Edisi Kedua 20. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin tersebut. 21. Cuci tangan dengan air dan sabun 22. Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang Konseling pasca pencabutan 23. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah (misalnya perdarahan yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul) 24. Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telahdiberikan 25. Jawab semua pertanyaan klien 26. Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan risiko keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin tetap mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya 27. Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai 28. Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR H. Daftar Pustaka Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini (Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Anonim, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta. I. Evaluasi Cek List Latihan Pemasangan AKDR/IUD pada Model Uterus No Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik I Item Interaksi Dokter Pasien Konseling Pra Pemasangan 1 Senyum, salam dan sapa 2 Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait 3 dengan AKDR Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak ada masalah 4 kesehatan untuk menggunakan AKDR 133 CSL Semester 4 Edisi Kedua Riwayat kesehatan reproduksi: • Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid • Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir • Riwayat kehamilan ektopik • Nyeri yang hebat setiap haid • Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30) • Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS) atau infeksi panggul • Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi) • Kanker serviks Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan jelaskan apa yang 5 akan dilakukan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan. 6 Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien Pemeriksaan Panggul Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia 7 dengan menggunakan sabun dan air. 8 Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih. 9 Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di 10 daerah supra pubik 11 Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul 12 Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks 13 Pakai sarung tangan DTT Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah steril 14 atau DTT 15 Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna 16 Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina 17 Masukkan spekulum vagina Lakukan pemeriksaan inspekulo: 18 • Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina • Inspeksi serviks Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula 19 dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan Lakukan pemeriksaan bimanual: • Pastikan gerakan serviks bebas 20 • Tentukan besar dan posisi uterus • Pastikan tidak ada kehamilan • Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi): 21 • Kesulitan menentukan besar uterus retroversi • Adanya tumor pada Kavum Douglasi Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka 22 secara terbalik dan rendam dalam klorin Tindakan pra pemasangan Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses 23 pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan. Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya: • Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang • Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda tidak steril 24 • Letakkan kemasan pada tempat yang datar • Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR 134 CSL Semester 4 Edisi Kedua • Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke pangkal lengan sehingga lengan akan melipat • Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung inserter dari bawah lipatan lengan • Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan lengan AKDR II Item Prosedural 25 Pakai sarung tangan DTT yang baru 26 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks 27 Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali 28 Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama) 29 Masukkan sonde uterus dengan teknik ―tidak menyentuh‖ (no touch technique) 30 Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam 31 kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak steril, 32 hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar lengan AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung 33 inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa adanya tahanan. 34 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal yaitu menarik 35 keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks sampai 36 leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 3-4 37 cm 38 Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah terkontaminasi 39 Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5% Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan 40 dengan kasa selama 30-60 detik 41 Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5% Tindakan Pasca Pemasangan Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 42 menit untuk dekontaminasi Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke 43 tempat yang sudah disediakan Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 44 0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam dalam klorin 0,5% 45 Cuci tangan dengan air dan sabun III Item Profesionalisme Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum 46 memperbolehkan klien pulang Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus 47 dilakukan 48 Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping 49 Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol 50 Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun 135 CSL Semester 4 51 52 53 54 Edisi Kedua Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan kavum uteri) Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien Percaya diri, minimal error Cek List Latihan Pencabutan AKDR/IUD pada Model Uterus No Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik Item Interaksi Dokter Pasien Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda Tanyakan tujuan dari kunjungannya, apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan 2 tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya) Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses 3 pencabutan dan setelah pencabutan 4 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan) Tindakan Pra Pencabutan Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci area genitalia 5 dengan menggunakan sabun dan air Bantu klien naik ke meja pemeriksaan 6 Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih 7 Pakai sarung tangan DTT yang baru 8 Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam wadah steril atau 9 DTT Prosedur Pencabutan II Lakukan pemeriksaan bimanual: • Pastikan gerakan serviks bebas 10 • Tentukan besar dan posisi uterus • Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks 11 Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3kali 12 Jepit benang yang dekat serviks dengan klem 13 Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR 14 Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5% 15 Keluarkan spekulum dengan hati-hati 16 Tindakan Pasca Pencabutan Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 17 untuk dekontaminasi Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke 18 tempat yang sudah disediakan. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, 19 kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin tersebut. Cuci tangan dengan air dan sabun 20 Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang 21 Konseling Pasca Pencabutan I 1 136 CSL Semester 4 22 23 24 III 27 28 Edisi Kedua Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah (misalnya perdarahan yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul) Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan risiko keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin tetap mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai Item Profesionalisme Percaya diri Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR 137 CSL Semester 4 Edisi Kedua PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IMPLANT Oleh : dr. Oktadoni Saputra A. Tema Pembelajaran Keterampilan Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi implan ini merupakan salah satu keterampilan klinis yang diharapkan agar mahasiswa mampu melakukan prosedural pemasangan dan pencabutan implan secara baik dan benar kepada para akseptor Keluarga Berencana. B. Tujuan Pemasangan Implan Mahasiswa mampu mempersiapkan pemasangan implan Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan implan Mampu menempatkan kembali alat-alat sesudah dipakai Pencabutan implan Mahasiswa mampu mempersiapkan pencabutan implan Mampu melaksanakan pencabutan implan C. Level Kompetensi No 1 Kompetensi Pemasangan dan Pencabutan Implan D. Alat dan Bahan 1. Implan 1 set (implan 2) 2. Trokar 3. Spuit dan Jarum Injeksi 4. Pisau Bedah/ bisturi 5. Needle holder/ Naldbudle 6. Klem Kocher 7. Klem Pean dan klem U Level Kompetensi SKDI Target Capaian 4 4 8. Kain Lubang/ Duk Steril 9. Sarung tangan steril 10. Kasa steril 11. Betadine 12. Lidokain 13. Verban 14. Model Lengan 138 CSL Semester 4 Edisi Kedua Sumber: slide pelatihan CTU Gambar 1. Alat Kontrasepsi Implant dan lokasi Pemasangannya E. Skenario Ny. Implan, usia 30 tahun, P 4A0 datang ke praktek saudara untuk berkonsultasi tentang metode KB. Setelah anda memberikaan konseling mengenai alat kontrasepsi, Ny. Implan ingin menggunakan KB Susuk dikarenakan belum ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi dan menolak untuk dipasang IUD karena takut efek sampingnya setelah mendengar cerita dari teman-temannya. Anda kemudian menjelaskan lebih mendalami tentang implan dan melakukan pemasangannya pada Ny. Implan. F. Dasar teori / Rujukan Susuk KB (implan) adalah suatu alat kontrasepsi hormonal yang dimasukkan dibawah kulit (AKBK). Merk dagang dari implant yang dahulu banyak digunakan di Indonesia ialah Norplant. Alat ini berupa 6 buah tabung silastik berdiameter 2,4 mm dan panjang 34 mm, yang masing-masing mengandung 36 mg levonorgestrel. Setiap hari 30 µg hormone tersebut dilepaskan oleh tabung-tabung silastik tersebut dan jumlah tersebut sesuai dengan dosis pemakaian pil (kontrasepsi) mini. Norplant berdaya kerja kontrasespsi selama 5 tahun. Sesudah 5 tahun, Norplant akan dicabut dan kalau masih diperlukan bisa dipasang yang baru. Saat ini Norplant sudah jarang ditemukan di pasaran dan sudah tersedia implan yang hanya terdiri 2 tabung silastik saja dengan merk dagang Norplant-2. Ada juga implanon™ yang terdiri 1 tabung silastik dengan daya kerja selama 3 tahun, jenis susuk lain yang sedang dikembangkan adalah Capronor, yang mempunyai daya aktif selama setahun, tetapi tidak memerlukan pencabutan. Implant 2 merupakan alat kontrasepsi yang sekarang paling banyak digunakan. Alat ini berupa 2 kapsul 43 mm diameter 2,5 mm berisi 75 mg levonorgestrel per kapsul dengan masa kerja 3 tahun, mekanisme kerja sama dengan Implan-6 dan profile hormon dalam serum dan efek samping tidak berbeda jauh. pemerintah saat ini malalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 139 CSL Semester 4 Edisi Kedua (BKKBN) sedang menggalakkan pemasangan implan 2 plus dan implant 2 fin yang terdiri dari satu paket alat pemasangan implant dan sudah tersedia di pasaran atau di sarana kesehatan milik pemerintah. Indikasi kontra pemasangan susuk KB adalah seperti indikasi kontra kontrasepsi progestrogen lainnya, yaitu didapatkan atau dicurigai ada kehamilan, penyakit hati yang akut, ikterus, perdarahan uterus abnormal yang tidak diketahui penyebabnya, penyakit tromboembolik atau tromboflebitis, penyakit vaskuler otak atau kelainan pembuluh darah koroner jantung, dan keganasan payudara. Indikasi kontra yang lain adalah menyangkut adanya kelainan-kelainan pada kulit yang dipasangi misalnya adanya peradangan (abses) dan sikatriks. Saat pemasangan yang terbaik dilakukan pada saat menstruasi dan dapat juga dilakukan 5-7 hari sesudah menstruasi selesai, agar terhindar dari resiko kehamilan. Pascapersalinan (3-4 minggu), bila tidak menyusukan bayinya, Pascakeguguran (segera atau dalam 7 hari pertama), atau yang sedang menyusukan bayinya secara eksklusif ( di pasang lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan sebelum 6 bulan pascapersalinan). Alat yang digunakan adalah Trokar dan set bedah minor yang lain. Alat yang digunakan harus steril dan dengan prosedur yang aseptik. Trokar adalah piranti utama untuk pemasangan susuk KB, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti jarum dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter tabung silastik dan didalamnya dilengkapi dengan suatu pendorong. Adapun prosedur pemasangan dan pencabutan dapat dilihat pada item prosedural berikut. Sumber: slide pelatihan CTU Gambar 2. Implan-2, Implan-2 plus dan Implan-6(norplant) 140 CSL Semester 4 G. Edisi Kedua Prosedur 1. Pemasangan Implan Ketrampilan Klinik Dan Konseling Memasang Implan-2 Konseling Pra Pemasangan 5. Sapa klien dengan ramah dan hangat 6. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan Implan 2 7. Pastikan klien calon pengguna yang sesuai untuk Implan 2 8. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait dengan Implan 2 9. Jelaskan proses dan apa yang dirasakan klien selama dan setelah pemasangan Implan 2 Pemasangan Kapsul Implan-2 Persiapan 10. Pastikan klien telah mencuci lengan atasnya sebersih mungkin 11. Tentukan tempat pemasangan implan di lengan atas 12. Beri tanda pada tempat pemasangan 13. Pastikan ketersediaan instrumen steril/DTT dan Implan-2 Tindakan pra pemasangan 14. Cuci dan keringkan tangan petugas 15. Pakai sarung tangan steril/DTT 16. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik 17. Pasang kain penutup steril/DTT di tempat pemasangan Implan-2 Pemasangan kapsul Implan-2 18. Suntikkan anestesi lokal secara intrakutan 19. Lanjutkan dengan anestesi subdermal di tempat insisi dan alur pemasangan implan-2 (masing-masing 1 cc) 20. Uji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit 21. Buat insisi 2 mm dengan ujung bisturi/skalpel hingga subdermal 22. Masukkan ujung trokar melalui luka insisi hingga mencapai subdermal kemudian ungkit dan dorong sejajar kulit hingga tanda 1 (trokar) berada di luka insisi 23. Keluarkan pendorong dan masukkan kapsul ke dalam trokar 24. Masukkan pendorong, dorong kapsul ke ujung trokar 25. Tahan pendorong di tempatnya, kemudian tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul 1 di subdermal 26. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga tanda 2 mencapai luka insisi 27. Arahkan ujung trokar ke samping kapsul pertama, kemudian dorong trokar (mengikuti alur kaki segitiga terbalik) hingga tanda 1 mencapai luka insisi 141 CSL Semester 4 Edisi Kedua 28. Tarik pendorong keluar, masukkan kapsul kedua dan dorong dengan pendorong ke ujung trokar hingga terasa tahanan 29. Tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul 2 di subdermal 30. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga keluar seluruhnya melalui luka 31. Periksa kembali kedua kapsul telah terpasang di subdermal pada posisi yang telah direncanakan Tindakan pasca pemasangan 32. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid 33. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan Implan-2 34. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik 35. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya 36. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin 37. Cuci dan keringkan tangan petugas Konseling pasca pemasangan 38. Gambar posisi kapsul dan buat catatan khusus di rekam medik 39. Jelaskan pada klien cara merawat luka dan kondisi yang membuat klien harus datang ke klinik 40. Jelaskan bahwa klien dapat datang ke klinik untuk konsultasi, kontrol dan mencabut Implan-2 41. Observasi klien selama 5 menit sebelum ia pulang 2. Pencabutan Implan Ketrampilan Klinik Dan Konseling Pencabutan Implan-2 Konseling Pra Pencabutan 1. Sapa klien dengan ramah dan hangat 2. Tanyakan alasan klien untuk mencabut Implan-2 dan rencana KB selanjutnya 3. Jelaskan proses pencabutan Implan-2 dan rencana pasang ulang atau kondisi setelah pencabutan Tindakan pencabutan implan-2 Persiapan 4. Pastikan klien telah mencuci lengannya sebersih mungkin 5. Atur posisi lengan, tentukan lokasi kapsul dan tempat insisi 6. Pastikan ketersediaan instrumen steril atau DTT Tindakan pra pencabutan 7. Cuci dan keringkan tangan 8. Pakai sarung tangan steril atau DTT 9. Usapkan larutan antiseptik di area insisi dan pasang doek steril 142 CSL Semester 4 Edisi Kedua A. Pencabutan kapsul dengan Teknik Dorong dan Jepit a. Suntikkan anestesi intrakutan dan subdermal (bawah kapsul) b. Uji efek anestesi dan lakukan 2-3 mm pada kulit c. Dorong kapsul ke luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan klem lengkung (mosquito) d. Bersihkan ujung kapsul (bebaskan dari jaringan ikat) sehingga dapat dijepit dengan pinset/pean d. Keluarkan kapsul dari lapisan subdermal dan letakkan di dalam wadah yang tersedia. e. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua B. Pencabutan dengan Teknik Hand Pop Out a. Suntikkan anestesi (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan subdermal (di bawah ¼ ujung kapsul) b. Uji efek anestesi dan lakukan insisi 2-3 mm pada kulit c. Dorong kapsul hingga mencuat dari luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan klem mosquito/pean lengkung d. Tarik kapsul ke luar dari luka insisi, bersihkan ujung kapsul (dari jaringan ikat) sehingga dapat dijepit dengan pinset/pean e. Tarik ujung kapsul untuk mengeluarkannya dari lapisan subdermal dan letakkan kapsul pada tempatnya f. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua C. Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik a. Lakukan anestesi lokal di tempat insisi dan subdermal di bawah ujung kapsul dan lakukan uji efek anestesi b. Tentukan lokasi dan lakukan insisi pada kulit untuk menjepit batang kapsul dengan klem ‗U‘ atau klem fiksasi c. Angkat klem ‗U‘ dan presentasikan ujung kapsul sehingga dapat dilakukan pembebasan jaringan ikat di bagian tersebut d. Bersihkan dan dorong jaringan ikat pembungkus kapsul dan jepit ujung kapsul dengan klem diseksi e. Tarik keluar ujung kapsul hingga seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan dan letakkan kapsul tersebut pada mangkok f. Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua Tindakan pasca pencabutan 10. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid 11. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan kapsul 12. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik 13. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya 14. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin 15. Cuci dan keringkan tangan petugas 143 CSL Semester 4 Edisi Kedua Konseling pasca pencabutan 16. Jelaskan cara merawat luka dan jadwal kontrol 17. Jelaskan kondisi yang menyebabkan klien harus kembali ke klinik 18. Beri penjelasan terkait dengan pasang ulang atau rencana reproduksi atau pilihan alat kontrasepsi lainnya 19. Observasi selama 5 menit sebelum klien pulang H. Daftar Pustaka Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini (Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Anonim, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta. Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill Professional. Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams & Wilikns. Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill. Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008. Didownload dari : http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d i%20Indonesia.pdf 144 CSL Semester 4 Edisi Kedua Evaluasi a. Check List Penilaian Keterampilan Pemasangan Implan pada Model No I 1 2 3 II 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik Item Interaksi Dokter Pasien Senyum, Salam, Sapa Ajak Bicara (jelaskan prosedur yang akan dilakukan & anamnesis secukupnya tentang indikasi dan kontra indikasi pemasangan implan serta menanyakan pasien apakah ia sudah mencuci lengan atas kiri) Informed Consent (Meminta persetujuan lisan/tertulis) Item Prosedural Periksa alat dan bahan yang diperlukan, buka peralatan steril dari kemasannya letakkan pada wadah yang steril, pastikan jumlah kapsul lengkap 2 buah. Persilakan klien berbaring dengan tenang, sambil menempatkan lengan kiri atas dengan bagian volar menghadap ke atas dan siku di fleksikan 90⁰ Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas dengan mengukur 8 cm diatas lipatan siku, beri tanda pada tempat pemasangan dengan pola kaki segi tiga terbalik untuk memasang dua kapul implan 2(40cm) Cuci kedua tangan dengan sabun dan keringkan Pakai sarung tangan secara aseptic Lakukan preparasi kulit daerah pemasangan dengan mengusap dengan antiseptik gerakan melingkar kearah luar diameter 10-15 cm Pasang kain lobang steril Lakukan penyuntikan anestesi lokal pada daerah yang akan di insisi 0,3cc secara intradermal dan pada jalur kapsul 1 dan 2 secara sub dermal masing-masing 0,8cc, uji efek anestesinya Buat insisi dangkal 2mm dengan skapel atau ujung bisturi hingga mencapai lapisan subdermal Lakukan simulasi memasukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi 45⁰ hingga mncapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar permukaan kulit Ungkit kulit, dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 pada trokar tepat berasda pada luka insisi, keluarkan pendorong Lakukan simulasi memasukkan kapsul pada trokar dengan cara yang benar, masukkan kembeli pendorong dan tekan kapsul kearah ujung trokar sampai terasa ada tahanan Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan dan tarik trokar keluar sampai mencapai pangkal pendorong, sambil manahan kapsul dibawah kulit tarik trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 2(pada trokar) terlihat pada insisi Belokkan trokar ke arah jalur kapsuk kedua, dorong trokar sampai pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi, selanjutnya sama dengan pemasangan kapsul pertama Periksa seluruh kapsul yang telah tertanam dengan benar, kapsul tidak boleh terlalu dekat dengan luka insisi. Lepas trokar dan menempatkannya di tempatnya Periksa seluruh luka irisan, sambil melakukan hemostosis dengan menekan luka insisi Bersihkan kulit dan sekitarnya dari bercak pendarahan Lepaskan kain lobang dan menempatkannya pada tempatnya Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband Lepas sarung tangan dan menempatkannya pada tempatnya, serta rapikan semua 145 CSL Semester 4 Edisi Kedua peralatan Item Penalaran Klinis Pastikan kapsul telah terpasang dengan benar serta mampu menghentikan perdarahan (hemostasis) Item Profesionalisme Terangkan obat-obatan yang harus diminum, ingatkan kembali akseptor tentang metode implan ( masa kerja, efek samping dll) Berikan nasehat untuk perawatan luka setelah pemasangan implan Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan III 25 IV 26 27 28 B. Check List Penilaian Keterampilan Pencabutan Implan Teknik U Klasik No I 1 2 3 II 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 III 24 Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik Item Interaksi Dokter Pasien Senyum, Salam, Sapa Jelaskan prosedur yang akan dilakukan (informed), anamnesis singkat kapan implan dipasang, dan tanyakan apakah pasien sudah mencuci lengan atas kiri Meminta persetujuan lisan/ tertulis (Consent ) Item Prosedural Periksa alat dan bahan yang diperlukan Persilakan klien berbaring dg tenang, sambil menempatkan lengan kiri dengan bagian volar menghadap ke atas, siku di fleksikan 90⁰ Raba kapsul untuk menentukan lokasi tempat insisi guna mencabut kapsul perhitungkan jarak yang sama dari ujung akhir semua kapsul Cuci kedua tangan dengan desinfektan Pakai sarung tangan secara aseptic Usap tempat pemasangan dengan antiseptik gerakan memutar radi dalam keluar diameter 10-15cm Pasang kain lobang steril Lakukan simulasi penentuan irisan kulit diantara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3mm dari ujung kapsul dekat siku Lakukan injeksi anestetika lokal (0,3cc) intrakutan pada tempat insisi dan 0,8cc subdermal dibawah ujung kapsul (1/4 panjang kapsul) Lakukan simulasi irisan vertikal pada kulit sekitar 3 mm Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi menggunakan klem U dan pastikan mencakup sebagian diameter kapsul Angkat klem U untuk mempresentasikan ujung kapsul dengan baik, kemudian tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul Bebaskan dan mengangkat kapsul dengan klem fiksasi sampai semua implant terangkat, lakukan juga pada kapsul kedua Pastikan seluruh kapsul yang tertanam sudah terangkat semua Periksa luka Irisan pada kulit Lakukan simulasi penghentian darah Lepaskan kain lobang dan buang pada tempatnya Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband Bersihkan kulit sekitar luka dari bercak darah Lepas sarung tangan dan buang pada tempatnya Item Penalaran Klinis Pastikan kapsul silastik yang tertanam sudah terangkat semua serta mampu menghentikan perdarahan (hemostasis) 146 CSL Semester 4 IV 25 26 27 28 Edisi Kedua Item Profesionalisme Tunjukkan semua kapsul yang telah terangkat kepada akseptor Tuliskan resep dan menerangkan obat-obatan yang harus diminum Berikan nasehat untuk perawatan luka Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan 147 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan Fisik Payudara dan Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H. A.Tema - Pemeriksaan Fisik Payudara - Keterampilan melatih pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) B.Tujuan Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik payudara : inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan ketiak Mahasiswa mampu melatih pemeriksaan SADARI C.Level Kompetensi Keterampilan/ Skills Pemeriksaan Fisik Payudara Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) Level Of Expected Ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- D.Alat dan Bahan Manekin wanita utuh (payudara) Selimut Alkohol gliserin spray Cermin dinding 148 CSL Semester 4 Edisi Kedua E.Skenario Nn. Sadariana berusia 41 tahun, datang ke praktek Anda dengan keluhan benjolan di payudara kanan sebesar kelereng. Dari anamnesis didapatkan bahwa kakak kandungnya 1 tahun yang lalu meninggal dunia karena penyakit kanker payudara. Setelah melakukan anamnesis secara lengkap, Anda lalu meminta ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik payudara dan merencakan untuk memperagakan serta melatih cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). F.Dasar Teori Anatomi Payudara (Mammae) Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium. Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker maupun penyebaran (metastase) kanker payudara. Setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang disebut areola mammae. Pada areola mammae, terdapat tonjolan-tonjolan halus yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya. 149 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 1. Anatomi Payudara Pemeriksaan Fisik Payudara Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada daerah torakal yang terletak secara bilateral pada dinding anterior diantara spasium interkostalis kedua sampai keenam atau ketujuh yang mengandung jaringan glandula labulus, jaringan fibrosa stroma, dan jaringan adiposa dengan cara di inspeksi dan di palpasi. Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda. Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu: a. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant) b. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant) c. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant) d. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant) e. Regio puting susu (nipple) 150 CSL Semester 4 Edisi Kedua Ekor aksillar (the axillary tail) dari jaringan payudara terletak sampai lipatan aksilla anterior. Alternatif lainnya, temuan dapat dilokasikan berpedoman dengan arah jarum jam (misalnya arah jam 3), dan jaraknya dinyatakan dalam satuan sentimeter dari puting susu. Gambar 2.Topografi Payudara Teknik pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan payudara sebaiknya dilakukan pada ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan pasien, dengan didampingi oleh perawat wanita. Inspeksi menyeluruh pada payudara dilihat dari empat sudut pandang yaitu : 1) Lengan pada posisinya (arms at sides) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d‘ orange). Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal. Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening). Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge). 151 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 3. Inspeksi Payudara arms at sides 2) Lengan yang diangkat ke atas (arms over head) - Perhatikan ada tidaknya pelekukan ke dalam (dimpling), atau penonjolan pada daerah aksila yang tidak terlihat pada posisi arms at side, mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke atas (arms over head). Gambar 4. Inspeksi Payudara arms over head 3) Tangan menekan melawan pinggul (hands pressed against hips) Mintalah pasien menekankan tangan pada pinggulnya (hands pressed against hips), dan amatilah kontour payudara dengan seksama. 152 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 5. Inspeksi Payudara hands pressed against hips 4) Bersandar ke depan pada kursi (leaning forward) Merupakan posisi yang dianjurkan, bila ukuran payudara sangat besar, atau berbentuk pendulum. Mintalah pasien bersandar ke depan (leaning forward), dengan disangga oleh bagian belakang kursi, sehingga payudara tergantung bebas dari dinding dada. Gambar 6. Inspeksi Payudara leaning forward Palpasi payudara dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis sampai linea aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of 153 CSL Semester 4 Edisi Kedua breast), dan ketiak (aksila). Pemeriksaan palpasi payudara dapat memakan waktu 5-10 menit untuk masing-masing payudara. Ketika melakukan palpasi payudara, gunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa. Palpasi dilakukan secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral atas dan subareola, yang merupakan tempat tersering ditemukannya lesi. Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih dahulu. Gambar 7. Titik dan Garis Pedoman Palpasi dan Jari yang Digunakan Untuk Palpasi Payudara Terdapat 3 pola pemeriksaan palpasi payudara yaitu : Pola vertikal (vertical strip pattern). Pola melingkar (sirkular / konsentris). Pola seperti jari-jari roda (radier pattern), dengan puting susu sebagai pusatnya. Palpasi dilakukan dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai dalam, atau melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan. Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang 154 CSL Semester 4 Edisi Kedua jauh lebih dalam pada payudara yang besar. Pemeriksaan palpasi haruslah meliputi keseluruhan payudara, termasuk bagian perifer, ekor (tail), maupun aksila. Gambar 8. Palpasi Payudara vertical strip pattern Gambar 9. Palpasi Payudara radier pattern Gambar 10. Palpasi Payudara circular pattern 155 CSL Semester 4 Edisi Kedua Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan palpasi payudara: a) Konsistensi jaringan. Konsistensi payudara bervariasi tergantung pada struktur jaringan kelenjar dan lemak (soft fat). Payudara normal berkonsistensi kenyal. Payudara yang berukuran besar, konsistensi akan terasa lebih lunak, sebaliknya pada payudara yang kecil, konsistensinya umumnya lebih kenyal. b) Pelembekan c) Nodul. Palpasi secara hati-hati terhadap adanya benjolan ataupun massa yang secara kualitatif berbeda, atau lebih besar daripada jaringan payudara, dan tidak ditemukan pada palpasi payudara yang normal. Adanya massa atau nodul, merupakan pertanda adanya perubahan patologik yang memerlukan pemeriksaan lanjutan, seperti mammogram, aspirasi, ataupun biopsi. Bila menemukan massa atau nodul saat mempalpasi payudara, lakukanlah penilaian, dan deskripsikan karakteristik dari nodul tersebut. Deskripsi karakteristik nodul : 1. Lokasi : dapat dengan sistem kuadran atau arah jarum jam, atau dinyatakan dalam satuan jarak (dalam sentimeter) dari puting susu. 2. Ukuran : dalam milimeter. 3. Bentuk : melingkar, atau kistik, seperti cakram, atau ireguler bentuknya. 4. Konsistensi : kenyal, lunak, atau keras 5. Batas : berbatas tegas, atau tidak 6. Permukaan : licin/ rata atau berbenjol-benjol. 156 CSL Semester 4 7. Edisi Kedua Mobilitas : dengan hubungannya terhadap kulit, fasia pektoralis, dan dinding dada. Gerakkan secara lembut massa, dan nilai apakah massa dapat digerakkan (mobile) atau tidak dapat digerakkan atau terfiksir 8. Nyeri tekan, dan permukaan kulit payudara yang teraba hangat pada palpasi, menandakan adanya proses inflamasi, atau infeksi pada payudara (mastitis). 9. Fluktuasi. Lakukan palpasi pada nodul yang dicurigai sebagai abses, dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kanan pemeriksa. Bila terdapat abses, akan terasa adanya fluktuasi. Pemeriksaan area terakhir untuk palpasi payudara adalah pemeriksaan areola dan puting susu. Palpasi daerah areola dan puting susu, dilakukan dengan menggunakan bagian volar sebelah distal ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa. Palpasi dilakukan pada masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah bagaimana elastisitasnya. Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut. Discharge dapat berupa air susu, nanah, atau darah. Discharge berupa darah merupakan suatu pertanda adanya proses keganasan pada payudara. Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang merupakan salah satu pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu. Gambar 11. Palpasi Payudara Areola dan puting susu 157 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan payudara biasanya juga dibarengi dengan pemeriksaan aksila (ketiak). Pemeriksaan ketiak dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Daerah aksila biasanya diperiksa dalam posisi berbaring, alternatif lain adalah posisi duduk. a) Inspeksi. Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar getah bening. b) Palpasi Untuk mempalpasi daerah aksila (contoh sebelah kiri), mintalah pasien untuk rileks, kemudian lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding dada. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta ukurannya. Gambar 12. Pemeriksaan Aksila Pemeriksaan Payudara Laki-Laki 158 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan payudara pada laki-laki jarang dilakukan, tetapi kadang menjadi begitu penting. Inspeksi dilakukan terutama pada daerah puting susu dan areola untuk melihat nodul, pembengkakan, atau ulserasi. Lakukan juga palpasi pada daerah areola dan jaringan payudara, untuk menemukan ada tidaknya nodul. Jika payudara pria tampak membesar, harus dapat dibedakan antara pembesaran jaringan lemak (soft fatty enlargement) pada obesitas, dengan pembesaran kelenjar, yang disebut dengan ginekomastia. Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) adalah pemeriksaan/ perabaan sendiri untuk menemukan timbulnya benjolan abnormal pada payudara, yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya. Tujuan dilakukannya skrining kanker payudara adalah untuk deteksi dini. Wanita yang melakukan SADARI menunjukan tumor yang kecil dan masih pada stadium awal, hal ini memberikan prognosis yang baik. SADARI hanya untuk mendeteksi dini adanya ketidak normalan pada payudara, tidak untuk mencegah kanker payudara. Sebagian wanita berfikir untuk apa melakukan SADARI, apalagi yang masih berusia dibawah 30 tahun, kebanyakan berangapan bahwa kasus kanker payudara jarang ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Dengan melakukan SADARI sejak dini akan membantu deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk sembuh lebih besar. Mayo Fundation for Medical Education and Research (2005) mengemukakan bahwa beberapa penelitian memang menunjukan SADARI tidak menurunkan angka kematian akibat kanker payudara, namun kombinasi antara SADARI dan mamografi masih dibutuhkan untuk menurunkan resiko kematian akibat kanker payudara. 159 CSL Semester 4 Edisi Kedua Keunggulan SADARI adalah dapat menemukan tumor/benjolan payudara pada saat stadium awal, penemuan awal benjolan dipakai sebagai rujukan melakukan mamografi untuk mendeteksi interval kanker, mendeteksi benjolan yang tidak terlihat saat melakukan mamografi dan menurunkan kematian akibat kanker payudara. SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia 20 tahun, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan. SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna. Wanita sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika wanita menjadi familiar terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa penemuanya adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. Wanita yang belum menopouse sebaiknya melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan hormonal meningkatkan kelembutan dan pembengkakan pada payudara sebelum menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu setelah menstruasi. Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut. SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap kaca dan berbaring, dilakukan pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis. Menurut Depkes RI (2009), cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat dilakukan dengan cara: 1) Melihat perubahan payudara di hadapan cermin (Gambar 13). 160 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 13. SADARI dengan Melihat Payudara a. Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak). b. Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan. Gambar 14. SADARI dengan Mengangkat Kedua Tangan c. Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya (Gambar 14). 161 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 15. SADARI dengan Tangan di Samping d. Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara. Gambar 16. SADARI dengan Berkacak Pinggang e. Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla (Gambar 16). 2) Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring (Gambar 17). 162 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 17. SADARI dengan Posisi Berbaring a.Dimulai dari payudara kanan b.Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut dengan meletakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk menaikkan bagian yang akan diperiksa. c. Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala. d.Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan. e.Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. 3) Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran (Gambar 18). Gambar 18. SADARI dengan Vertical Strip 163 CSL Semester 4 Edisi Kedua a. Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian ketiak. b. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. c. Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara. d. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk. 4) Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran (Gambar 19). Gambar 19. SADARI secara Pemutaran a. Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar. b. Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. c. Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara. d. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae. 164 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5) Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara (Gambar 20). Gambar 20. SADARI dengan Memeriksa Puting Susu Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan abnormal dari puting payudara. 6) Memeriksa Ketiak (Gambar 21). Gambar 21. SADARI dengan Memeriksa Ketiak Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba benjolan abnormal atau tidak. 165 CSL Semester 4 Edisi Kedua Contoh Langkah SADARI lainnya 166 CSL Semester 4 Edisi Kedua G.Prosedur 1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya. 2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik. 3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent) 4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di tempat ruangan yang tertutup, tenang dan cahaya yang cukup terang serta ditemani oleh seorang perawat wanita. 5. Pemeriksaan Fisik Payudara A. Inspeksi 1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at sides), lengan diangkat ke atas (arms over head), tangan menekan melawan pinggul (hands pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada kursi (leaning forward). 2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange). 3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal. 4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening). 5) Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke 167 CSL Semester 4 Edisi Kedua bawah permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge) B. Palpasi 1) Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa. 2) Palpasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis sampai linea aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan ketiak (aksila). 3) Lakukanlah palpasi secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral atas dan subareola, yang merupakan tempat tersering ditemukannya lesi. 4) Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih dahulu. 5) Palpasi dilakukan dengan 3 pola yaitu pola vertikal (vertical strip pattern), pola melingkar (sirkular / konsentris) dan pola seperti jarijari roda (radier pattern) dengan puting susu sebagai pusatnya, serta palpasi areola dan puting susu 6) Lakukan palpasi dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai dalam, atau melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan. 7) Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang jauh lebih dalam pada payudara yang besar. 6. Pemeriksaan Aksila a) Inspeksi Melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar getah bening b) Palpasi 168 CSL Semester 4 Edisi Kedua Untuk memeriksa aksila kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding dada. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta ukurannya. 7. Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). A. Melihat perubahan payudara di hadapan cermin 1) Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak). 2) Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan. 3) Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya. 4) Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara. 169 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5) Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla. B. Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring 1) Dimulai dari payudara kanan 2) Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut dengan meletakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk menaikkan bagian yang akan diperiksa. 3) Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala. 4) Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan. 5) Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. C. Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran 1) Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian ketiak. 2) Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. 3) Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara. 4) Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk. D. Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran 170 CSL Semester 4 Edisi Kedua 1) Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar. 2) Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. 3) Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara. 4) Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae. E. Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara. Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan abnormal dari puting payudara. F. Memeriksa Ketiak. Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba benjolan abnormal atau tidak. H.Daftar Pustaka Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendreal PP & PL. Jakarta. Google photo search. www.google.com. G. Ceklis Latihan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) No I 1 2 II 3 4 Aspek Penilaian Umpan Balik INTERPERSONAL Senyum, salam dan sapa Informed consent PROSEDURAL Persiapan alat, pai\sien dan cuci tangan WHO PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA A. INSPEKSI 1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at 171 CSL Semester 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Edisi Kedua sides), lengan diangkat ke atas (arms over head), tangan menekan melawan pinggul (hands pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada kursi (leaning forward). 2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange). 3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal. 4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening). Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge) B. PALPASI Palpasi Payudara Vetical Strip Pattern a. Mintalah kepada pasien untuk berbaring dalam posisi supinasi, dan mengangkat lengan dan meletakkan tangannya pada dahi, dengan bahu menekan tempat tidur, atau meja pemeriksaan. Posisi ini akan membuat bagian lateral payudara menjadi datar. b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa (dapat menggunakan satu, atau dua tangan). c. Mulailah palpasi pada daerah aksilla, kemudian palpasi dengan arah garis lurus ke bawah, hingga linea inframammary (bra line). Pastikan daerah ekor dari payudara (tail of breast) terpalpasi dengan baik. d.Kemudian pindahkan jari sedikit ke medial, dan palpasilah secara vertikal ke arah atas, dari dada (bra line) menuju klavikula. e.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, ke arah medial, hingga ke puting susu payudara yang diperiksa. f.Untuk memeriksa bagian medial dari payudara, mintalah pasien agar berbaring dengan bahu menekan pada tempat tidur, atau meja pemeriksaan, mintalah pasien menempatkan tangannya pada leher, dan mengangkat sikunya setentang dengan bahu. Posisi ini akan membuat bagian medial payudara menjadi datar. g.Palpasilah dengan arah garis lurus, dari puting susu terus ke bawah, hingga linea inframammary (bra line), kemudian palpasi kembali ke atas ke arah klavikula. h.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, sampai ke linea midsternalis. Palpasi Payudara Circular Pattern a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan tangannya di atas kepala. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien. 172 CSL Semester 4 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Edisi Kedua b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan diperiksa. c.Mulailah palpasi dari daerah areola secara melingkar, dari sisi sebelah dalam ke arah luar, (atau dari daerah luar ke arah dalam) secara sistematis, dan meliputi seluruh kuadran dari payudara. Palpasi Payudara Radial Pattern a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan tangannya di atas kepala. b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan diperiksa. c.Mulailah palpasi dari daerah puting susu, secara radier (seperti jari-jari), dengan arah menuju ke posisi angka-angka pada jam, kembali ke puting susu, dan ke arah angka jam berikutnya, sehingga seluruh kuadran payudara terpalpasi. d.Lakukan penilaian yang meliputi konsistensi jaringan, ada tidaknya pelembekan, serta ada atau tidaknya nodul. Bila terdapat nodul, deskripsikan dimana lokasinya, ukuran, bentuk, konsistensi, batas, dan mobilitasnya. e.Bila menemukan adanya massa, atau nodul selama ini, tanyakan kepada pasien, apakah pasien pernah menemukan nodul atau massa ini, sebelum pemeriksaan payudara dilakukan. C. PEMERIKSAAN AREOLA DAN PUTING SUSU a.Palpasilah masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah bagaimana elastisitasnya. b.Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut. c.Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang merupakan salah satu pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu. PEMERIKSAAN AKSILA/ KETIAK a.Inspeksi. Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar getah bening. b.Palpasi Palpasi aksila tangan kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding dada. c. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta ukurannya. MELATIH PEMERIKSAAN SADARI 173 CSL Semester 4 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 Edisi Kedua Melihat perubahan payudara di hadapan cermin a.Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak). b.Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan. c.Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya. d.Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara. e.Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla Melihat perubahan payudara di hadapan cermin Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak). Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan. Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya. Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara. Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla. Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian ketiak. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk. Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar. Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. 174 CSL Semester 4 51 Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae. Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara. Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan abnormal dari puting payudara. Memeriksa Ketiak. Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba benjolan abnormal atau tidak. PROFESIONALISME Tunjukkan sikap percaya diri 52 Tunjukkan sikap menghormati pasien 53 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record 47 48 49 50 III Edisi Kedua 175 CSL Semester 4 Edisi Kedua ANAMNESIS OBSTETRI Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H A. TEMA Keterampilan anamnesis obstetri B. TUJUAN Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan pelatihan ketrampilan Anamnesis Obstetrik mahasiswa mampu melaksanakan anamnesa pada ibu hamil . Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dilakukannya anamnesis obstetri yang merupakan bagian dari antenatal care Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan antenatal secara umum, terutama melakukan anamnesis obstetri dengan baik. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis. Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana C. ALAT DAN BAHAN 1. Medical record kebidanan dan kandungan 2. Alat tulis D. SKENARIO Ny. S berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke klinik Anda dengan tujuan ingin memeriksa kehamilan. Anda lalu merencanakan melakukan anamnesis dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan antenatal care. 176 CSL Semester 4 Edisi Kedua E. DASAR TEORI Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial di dalam keluarga. Jarang seorang ahli medik terlatih yang begitu terlibat dalam kondisi yang biasanya sehat dan normal. Mereka menghadapi suatu tugas yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam rencana menyambut anggota keluarga baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana setiap kondisi yang tidak normal. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran. Bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah. Sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/ asuhan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan untuk mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Tujuan asuhan antenatal Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi 177 CSL Semester 4 Edisi Kedua Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal Kebijakan program Kunjungan antenatal sebaikr.ya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan Satu kali pada triwulan pertama Satu kali pada triwulan kedua Dua kali pada triwulan ketiga Pelayanan asuhan standar minimal termasuk "7T" (Timbang) berat badan Ukur (Tekanan) darah Ukur (Tinggi) fundus uteri Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan Tes terhadap Penyakit Menular Seksual Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan WHO: Birth Planning Danger Signs Emergency Preparedness Social Support 178 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. Kebijakan teknis Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut: Mengupayakan kehamilan yang sehat Melakukan deteksi dini kompikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan Persiapan persalinan yang bersih dan aman Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi Pemberian vitamin Zat Besi Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSOa 320 mg (zat besi 60 mg) dan Asam Folat 500 pg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan. Imunisasi TT Antigen TT1 TT2 TT3 TT4 TT5 Interval (selang waktu minimal) Pada kunjungan antenatal pertama 4 minggu setelah TT1 6 bulan setelah TT2 1 tahun setelah TT3 1 tahun setelah TT4 Lama perlindungan 3 tahun* 5 tahun 10 tahun 25 tahun/ seumur hidup % perlindungan 80 95 99 99 179 CSL Semester 4 Edisi Kedua Keterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS(Wanita Usia Subur) tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum). Keluhan Obstetri Keluhan obstetri yang menyebabkan pasien datang ke pusat kesehatan berupa: a) Berkaitan dengan kehamilan b) Komplikasi hamil muda c) Perdarahan d) Gestosis; pre-eklampsia/ eklampsia e) Pecahnya ketuban f) Inpartu : mules-mules, keluar darah lendir g) Penyakit infeksi yang menyertai kehamilan PENILAIAN KLINIK Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada pemeriksaan 6 minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi. Penentuan usia kehamilan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan dari hari pertama siklus haid (HPHT) dengan menggunakan rumus Naegele dengan syarat menstruasi haruslah teratur setiap 28 hari dan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Rumus Naegele adalah cara standar perhitungan tanggal jatuh tempo untuk kehamilan. Hal ini dinamai Franz Karl Naegele (1778-1851), dokter kandungan Jerman yang merancang aturan ini. Aturan ini memperkirakan tanggal taksiran persalinan (TP), berdasarkan HPHT dengan cara menambahkan tahun satu, mengurangkan tiga pada bulan dan menambahkan tujuh pada hari untuk tanggal tersebut . Hal ini mendekati dengan rata-rata kehamilan manusia normal yang berlangsung selama 40 minggu (280 180 CSL Semester 4 Edisi Kedua hari) dari HPHT, atau 38 minggu (266 hari) dari tanggal pembuahan. Kriteria tertentu harus diikuti untuk menerapkan aturan Naegele, yaitu: 1. Sebelumnya 12 siklus harus teratur dan siklus 28-30 hari; 2. Ke-12 siklus sebelumnya tidak boleh dengan menggunakan pil kontrasepsi oral. 3. Periode menstruasi terakhir harus normal, yaitu perdarahan haid durasi 3-5 hari dan rata-rata jumlah pad berubah per hari adalah 3 Anamnesis yang harus diperhatikan untuk menilai kondisi kehamilan pada pasien adalah: Riwayat kehamilan ini Usia ibu hamil Hari pertama haid terakhir, siklus haid Perdarahan pervaginam Keputihan Mual dan muntah Masalah/kelainan pada kehamilan sekarang Pemakaian obatobat (termasuk jamu-jamuan) Riwayat obstetri lalu Jumlah kehamilan Jumlah persalinan Jumlah persalinan cukup bulan Jumlah persalinan premature Jumlah anak hidup Jumlah keguguran Jumlah aborsi Perdarahan pada kehamilan, persalinan, nifas terdahlu Adanya hipertensi dalam kehamilan pada kehamilan terdahulu Berat bayi < 2,5 kg atau berat abyi > 4 kg Adanya masalahmasalah selama kehamilan, persalinan, nifas terdahulu Riwayat penyakit Riwayat sosial ekonomi - Jantung - status perkawinan - tekanan darah tinggi- respon ibu dan - diabetes melitus keluarga terhadap -TBC kehamilan -pernah operasi - jumlah keluarga - alergi obat/makanan di rumah yang - ginjal membantu - asma - siapa pembuat - epilepsi keputusan dalam - penyakit hati keluarga -pernah kecelakaan - kebiasaan makan dan minum -kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan dan alkohol - kehidupan seksual - pekerjaan dan aktivitas seharihari - pilihan tempat untuk melahirkan - pendidikan - penghasilan 181 CSL Semester 4 Edisi Kedua Wanita hamil bisa melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau karena perdarahan per vaginam, persalinan, hipertensi atau nyeri. Hal-hal yang biasanya ditanyakan dalam anamnesis obstetrik sama saja dengan anamnesis lain pada umumnya. Hal-hal yang berbeda misalnya adalah adalah: 1) Riwayat kehamilan sekarang Kapan hari pertama menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus menstruasi berlangsung? Sudah berapa bulan kehamilannya? Pernahkah ada perdarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih, atau masalah selama kehamilan? Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien (misalnya mual, muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi dalam berkemih)? 2) Riwayat obstetrik dahulu Rincian lengkap mengenai kehamilan sebelumnya (paritas = jumlah persalinan bayi yang potensial untuk lahir hidup; graviditas = jumlah kehamilan) di antaranya kehamilan, cara persalinan, komplikasi pada ibu atau bayi, kesulitan saat menyusui, berat lahir, jenis kelamin, nama, keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran, dan riwayat ginekologis dahulu. Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung, murmur, diabetes, hipertensi, anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi kardiorespiratorius. 3) Pemeriksaan obstetrik Dibahas lebih lanjut dalam pemeriksaan ANC F. PROSEDUR 1) Identitas a. Nama, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku, Alamat b. Nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat 2) Keluhan utama dan tambahan 182 CSL Semester 4 Edisi Kedua a. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu b. Lamanya mengalami gangguan tersebut 3) Riwayat pasien sekarang 4) Riwayat haid a. Umur haid pertama, siklus, lamanya, banyaknya b. Hari pertama haid terakhir (HPHT) c. Usia kehamilan dan taksiran persalinan ( rumus naegele: tanggal HPHT di tambah 7 dan bulan dikurangi 3) 5) Riwayat obstetrik No Tgl/Bln/Thn Persalinan Jenis Kelamin Berat Badan Usia Anak Jenis Persalinan Penolong Keterangan 6) Riwayat Penyakit a. Penyakit dahulu : • DM, infeksi saluran kemih • Penyakit jantung • Tekanan darah tinggi • Infeksi virus berbahaya • TBC • Ginjal • Asma • Epilepsi • Penyakit hati • Alergi obat atau makanan tertentu • Pernah mendapat transfusi darah dan indikasi tindakan tersebut • Inkompabilitas resus • Paparan sinar –X/ rontgen • Pernah kecelakaan 183 CSL Semester 4 Edisi Kedua b. Penyakit dalam keluarga : Diabetes mellitus, hipertensi atau hamil kembar Kelainan bawaan 7) Riwayat Operasi/ pembedahan • Dilatase dan kuretase • Reparasi vagina • Seksio sesaria • Serviks incompetence • Operasi non-ginecologi 8) Riwayat KB/ kontrasepsi 9) Riwayat antenatal a.Selama hamil diperiksa dimana dan oleh siapa b.Keluhan dan kelainan c.Imunisasi G. DAFTAR PUSTAKA Adriaansz, 2010. Asuhan Anternatal, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga. Jakarta. Manuaba, IBG. 2004. Panduan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi edisi 2. PT EGC. Jakarta. H. TUGAS MAHASISWA 1) Masing-masing mahasiwa membuat anamnesis pasien obstetrik CEKLIS ANAMNESIS OBSTETRI No 1 2 3 4 Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN Mengucapkan salam pada awal wawancara Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri Informed consent 184 CSL Semester 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Edisi Kedua ITEM PROSEDURAL Menanyakan Identitas Pasien Menanyakan keluhan utama dan tambahan Menanyakan riwayat pasien sekarang Menanyakan riwayat haid Menanyakan obstetrik Menanyakan riwayat penyakit dahulu Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga Menanyakan riwayat operasi/ pembedahan Menanyakan riwayat KB/ kontrasepsi Menanyakan riwayat ANC ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). Mencatat semua hasil anamnesis Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik 185 CSL Semester 4 Edisi Kedua ANTENATAL CARE (ANC) Oleh : dr. Oktadoni Saputra A. Tema Pembelajaran Keterampilan Pemeriksaan Fisik Antenatal Care (ANC) B. Tujuan Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan informed consent ANC Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Timbang dan Tensi pada ANC Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold I dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold II dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold III dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold IV dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan Laennec secara baik dan benar Mahasiswa mampu mengintepretasikan hasil pemeriksaan ANC Mahasiswa mampu melakukan konseling kehamilan, rencana terapi, tatalaksana lanjutan pada ibu hamil C. Level Kompetensi No 1 2 3 4 5 Keterampilan Attending pregnant women Inspection of abdomen of pregnant woman Palpation : fundal height, Leopold‘s manoeuvre, external assessment of position Assessment of fetal heart rate Pregnancy test, urine Level of expected ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- D. Alat dan Bahan Manekin Pregnancy Meteran gulung Stetoskop monoaural Laenec Timbangan Tensimeter/ Sphygmomanometer & Stetoskop Meja, Kursi dan Bed Periksa dan alat tulis 186 CSL Semester 4 Edisi Kedua E. Skenario Amenorheae Pada tanggal 5 April 2010, Ny. Ame, usia 22 tahun, G 1P0A0 memeriksakan kehamilannya ke praktek dokter umum. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 29 Juni 2009. Ny. Ame merasa kehamilannya lebih kecil dari bulan sebelumnya. Gerakan janin dirasakan sama seperti sebelumnya. Kadang-kadang perut Ny.Ame kencang sebentar tetapi kemudian menghilang lagi. Kencang-kencang teratur belum dirasakan. Bloody show yang dipesankan oleh dokter saat kontrol sebelumnya juga belum ada. Ny. Ame takut terjadi apa-apa dengan bayinya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan Leopold, DJJ dan menyarankan Ny.Ame untuk kontrol setiap minggu. F. Dasar teori / Rujukan Definisi Antenatal Care (ANC)/Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Istilah lain asuhan antenatal/ pre natal. Tujuan pemeriksaan antenatal adalah agar setiap kehamilan yang diinginkan dapat mencapai persalinan dengan bayi dan ibu yang sehat dan selamat. Secara rinci, tujuan Asuhan Antenatal adalah sebagai berikut : 1) Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat. 2) Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi. 3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis melalui 4 maneuver yang dibuat oleh Leopold dan Sporlin (1985). Pemeriksaan Obstetrik Leopold biasa dilakukan pada kunjungan antenatal wanita hamil terutama pada kehamilan trimester 2 dan 3 ataupun mulai kehamilan 28 minggu. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan a) Satu kali pada triwulan pertama. b) Satu kali pada triwulan kedua. c) Dua kali pada triwulan ketiga. Jadwal pemeriksaan ANC yang baik berdasarkan usia kehamilan dari HPHT : a) Sampai 28 minggu : 4 minggu sekali b) 28 - 36 minggu : 2 minggu sekali c) Di atas 36 minggu : 1 minggu sekali KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif. Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk "7T" : a) (Timbang) berat badan. b) Ukur (Tekanan) darah. 187 CSL Semester 4 Edisi Kedua c) Ukur (Tinggi) fundus uteri. d) Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap e) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan f) Tes terhadap penyakit Menular Seksual. g) Temu Wicara dalam rangka persiapan rujukan Catt : Beberapa literature Cuma menyebutkan 5T (lima yang teratas a-e) tetapi jika memungkinkan dan fasilitas memadai dilakukan sampai dengan 7T. Sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya dijelaskan prosedur pemeriksaan, tujuan atau hasil yang diharapkan, serta menjelaskan bahwa pemeriksaan ini kadangkadang menimbulkan perasaan khawatir atau tidak anak tetapi tidak akan membahayakan bayi yang ada dalam kandungan. Dalam rangkaian pemerikisaan antenatal ini, terutama dilakukan Pemeriksaan Obstetrik Leopold yaitu Pemeriksaan yang dilakukan dengan palpasi abdominal kedua tangan pada uterus gravidus yang dilanjutkan dengan Pemeriksaan Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan stetoskop monoaural laenec Pada pemeriksaan Leopold, wanita hamil yang diperiksa diminta berbaring telentang dengan bahu dan kepala sedikit lebih tinggi (memakai bantal) dan pemeriksa berada di sebelah kanan yang diperiksa. Kemudian ibu diminta menekuk tungkai pada pangkal paha dan lutut sehingga bagian abdomen dalam posisi yang rileks. Pastikan saat pemeriksaan uterus tidak sedang berkontraksi. Suhu tangan pemeriksa hendaknya disesuaikan dengan suhu tubuh wanita hamil yang diperiksa, dengan maksud supaya dinding perut wanita tersebut tidak tiba-tiba menjadi kontraktil. Posisi bayi di dalam rahim diperkirakan melalui inspeksi dan palpasi pad abdomen ibu hamil, dengan beberapa pertanyaan penuntun yang kita pikirkan : 1. Apakah letak janin memanjang, melintang atau oblique? 2. Apakah presentasi janin? 3. Dimana bagian punggung janin? 4. Dimana bagian kecil/ekstrimitas janin? 5. Bagian janin apa yang berada di fundus? 6. Apakah janin sudah masuk panggul? 7. Berapa tinggi fundus uteri pada abdomen ibu? 8. Berapa perkiraan berat janin? Cara Pemeriksaan menurut Leopold dibagi dalam 4 tahap. Pada pemeriksaan menurut Leeopold I, II dan III, pemeriksa menghadap ke arah muka wanita yang diperiksa sedangkan pada pemeriksaan Leopold IV pemeriksa menghadap ke arah kaki wanita tersebut. Adapun sistematika pemeriksaan ANC sebagai berikut. G. Prosedur 1) Senyum, Salam, Sapa 2) Anamnesis Hal yang ditanyakan sama dengan prosedur anamnesis yang lain (identitas, dst) kemudian ditambah dengan menanyakan : 188 CSL Semester 4 Edisi Kedua 3) 4) 5) 6) 7) Riw. Kehamilan sekarang (Tanda/gejala kehamilan, HPHT, taksiran hari persalinan dengan rumus Naegele (H +7, Bln -3, Thn +1), Riw ANC sebelumnya dan keluhan apakah terkait dengan kehamilan atau tidak Riw khusus Obs-Gyn; status obstetric/hamil,melahirkan,aborsi (GxPxAx), Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan / persalinan sebelumnya seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan sebagainya. Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir jika masih ingat. Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya. Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak. Informed Consent Perlu diinformasikan tentang ANC, tujuan dan berapa kali kunjungan yang dianjurkan, pemeriksaan yang dilakukan saat kunjungan termasuk tentang pemeriksaan Leopold (tujuan pemeriksaan Leopold, menjelaskan pemeriksaan tidak berbahaya bagi ibu dan janin) kemudian meminta izin secara lisan kepada sang ibu. Note : informed consent, dilakukan pada awal melakukan ANC, dan setiap memasuki pemeriksaan Leopold Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa Pemeriksaan Tensi Sama dengan CSL Vital Sign Pemeriksaan Timbang Berat Badan Sama dengan penimbangan pada CSL Antropometri/ General survey Pemeriksaan Obstetrik Leopold Pemeriksaan Obstetrik Leopold ada 4; Leopold I, II, III dan IV dengan rincian sebagai berikut: a) Pemeriksaan Leopold I Maksud pemeriksaan Leopold I adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri (untuk memperkirakan usia kehamilan) serta menentukan bagian janin yang terletak pada fundus uteri. Adapun cara pemeriksaan Leopold 1 sebagai berikut: 1. Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian dalam diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu 2. 3. Inspeksi. Perhatikan kontur rahim pada kulit abdomen Kemudian letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong 189 CSL Semester 4 4. 5. Edisi Kedua uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi uterus bawah dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan di bagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi tepi atas simfisis) Kemudian dengan meteran gulung ukur jarak dari symphisis pubis ke fundus uteri (tinggi fundus uteri/ TFU) Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian. Bokong bayi akan memberikan sensasi besar, tidak begitu bulat dan lunak sedangkan jika kepala akan teraba keras, bulat lebih mudah digerakkan dan ada ballotemen. b) Pemeriksaan Leopold II Leopold II untuk menentukan bagian janin yang terletak pada bagian lateral kanan dan kiri (untuk menentukan letak punggung janin sebagai patokan lokasi menilai DJJ) dan menentukan situs bayi (memanjang, melintang atau oblik). Adapun langkahlangkah pemeriksaan Leopold II adalah sebagai berikut : 1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu 2. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama. 3. Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan kiri dan kanan mulai dari bagian atas. Kemudian geser ke arah bawah dan rasakan adanya bagian-bagian janin. 4. Bagian yang rata dan memanjang adalah punggung janin sedangkan bagianbagian yang kecil adalah ekstremitas janin. c) Pemeriksaan Leopold III Tujuan dari pemeriksaan leopold III adalah untuk menentukan bagian janin yang terletak di bagian terbawah atau dekat simfisis pubis. 1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap ibu 2. Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu. 3. Tekan secara lembut secara bersamaan/bergantian untuk menentukan bagian terbawah janin. 4. Bagian yang keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala, sedangkan tonjolan yang lunak kurang simetris adalah bokong. d) Pemeriksaan Leopold IV Pemeriksaan leopold IV merupakan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan hasil dari pemeriksaan leopold III. Tujuannya adalah apakah bagian terbawah 190 CSL Semester 4 Edisi Kedua janin sudah memasuki pintu atas panggul atau belum, dan bila sudah masuk PAP, berapa bagian yang telah masuk atau melewati PAP. 1. Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus 2. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis. 3. Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang meraba dinding bawah uterus. Perhatikan sudut yang dibentuk. (Konvergen = V kepala belum masuk PAP, Divergen = >< kepala sudah masuk PAP) 4. Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi) 5. Fiksasi bagian terbawah janin, kearah pintu atas panggul kemudian letakkan jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis sehingga bisa diperkirakan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk ke dalam pintu atas panggul. Bila belum masuk, teraba balotemen kepala. Gambar 1. Pemeriksaan Obstetrik Leopold I, II, III dan IV Pada Pemeriksaan tersebut di atas mungkin terdapat keganjilan, misalnya terdapat penonjolan kepala di atas simfisis. Mungkin pula terdapat kepala janin lain pada gemelli. Hendaknya ditentukan pula letak janin dalam uterus. Letak yang ideal adalah memanjang dengan kepala di bawah (presentasi kepala) dan dengan sikap badan fleksi (dagu dekat dengan dada sedangkan badan membongkok). Kemudian setelah diagnosis ditegakkan, pengobatan dan nasehat dapat diberikan. 8) Pemeriksaan Auskultasi Denyut Jantung Janin Pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ) dilakukan dengan menggunakan stetoskop monoaural laenec. Pemeriksaan dilakukan setelah Pemeriksaan Obstetrik 191 CSL Semester 4 Edisi Kedua Leopold saat relaksasi uterus (setelah HIS). Normalnya 120-160 kali per menit. Prosedur pemeriksaan sebagai berikut : a) Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding perut ibu kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan tangan kiri, kemudian tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi punggung bayi (bagian yang memanjang dan merata) b) Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi c) Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung kurang jelas (upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum). Apabila dinding perut cukup tebal sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi jantung bayi, pindahkan ujung stetoskop pada dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar 3 cm dibawah umbilikus (sub-umbilikus) d) Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 5 detik, sebanyak 3 kali pemeriksaan, dengan interval 5 detik di antara masing-masing perhitungan e) Jumlahkan hasil pemeriksaan 1,2 dan 3 kemudian dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan frekuensi denyut jantung bayi per menit. (perhatikan perbedaan jumlah masing-masing perhitungan untuk menilai irama atau keteraturan bunyi jantung) 9) Penutup Akhiri kunjungan antenatal dengan memberikan konseling kehamilan berupa hasil pemeriksaan (keadaan ibu, janin dan kehamilannya), rencana tindak lanjut (apa yang harus dilakukan ibu hamil) dan terapi jika ada. Jangan lupa mengingatkan kapan bumil harus control kembali, mencatat semua data pada rekam medik dan mengakhiri dan menutup pemeriksaan dengan baik. H. Daftar Pustaka Berek, Jonathan. S, 2002. Novak‘s Gynecology. 13 th edition. Lippincott Williams & Wilkins Cunningham, F. Gary. Et al. 2001. Williams‘ Obstetric 21st edition. The McGraw Hill Companies. Anonim. Catatan Kuliah (CAKUL) Obgyn FKUI - Pemeriksaan Obstetri dan Asuhan Antenatal Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta 192 CSL Semester 4 Edisi Kedua Check List Latihan Antenatal Care (ANC) No Prosedur/langkah klinik yang dinilai I. Item Interaksi Dokter Pasien 1 Senyum, Salam, Sapa 2 Anamnesis singkat 3 Jelaskan prosedur,tujuan dan hasil yang diharapkan (Informed) ketika akan memulai ANC, setiap pemeriksaan Leopold 4 Meminta persetujuan lisan (Consent) II. Item Prosedural 5 Memposisikan model (Persilahkan ibu berbaring, sisihkan pakaian, menekuk kaki serta menutup paha dan kaki ibu dengan selimut) 6 Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir kemudian keringkan dengan handuk pribadi (Simulasi) 7 Pemeriksa berada di sisi kanan ibu Leopold 1 8 Memposisikan ibu dengan lutut fleksi dan menghadap ke kepala ibu Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian fundus uteri, menyebutkan 9 bagian janin apa yang dipalpasi serta mengukur tinggi fundus uteri 10 11 12 13 14 15 16 Umpan Balik Leopold 2: Menghadap bagian kepala ibu. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama. Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) dari atas ke arah bawah, rasakan serta sebutkan bagian janin yang dipalpasi. {Bagian yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian yang kecil (ekstrimitas)}. Leopold 3: Melakukan pemeriksaan leopold 3 dengan benar, menentukan dan menyebutkan bagian terbawah janin (Bagian yang keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala, sedangkan tonjolan yang lunak kurang simetris adalah bokong) Leopold 4: Menghadap ke bagian kaki ibu Melakukan pemeriksaan leopold 4 secara benar, temukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang meraba dinding bawah uterus. (Perhatikan dan sebut hasilnya sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan, konvergen atau divergen) Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi) Fiksasi bagian terbawah janin kearah pintu atas panggul kemudian letakkan jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul. (Sebutkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah masuk panggul.) 193 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan Auskultasi DJJ dengan Stetoskop monoaural Laennec 17 Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding perut ibu kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan tangan kiri, kemudian tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi punggung bayi (bagian yang memanjang dan merata) 18 Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi 19 Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung kurang jelas (upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum). Apabila dinding perut cukup tebal sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi jantung bayi, pindahkan ujung stetoskop pada dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar 3 cm dibawah umbilikus (sub-umbilikus) 20 Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 5 detik, sebanyak 3 kali pemeriksaan, dengan interval 5 detik di antara masing-masing perhitungan 21 Jumlahkan hasil pemeriksaan 1,2 dan 3 kemudian dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan frekuensi denyut jantung bayi per menit. III. Item Penalaran Klinis 22 Simpulkan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, posisi,letak dan presentasi janin, janin sudah masuk panggul belum serta seberapa jauh bagian terbawah janin masuk panggul, artinya secara klinis, memberikan saran dan rencana selanjutnya sesuai dengan keadaan klinis pasien 23 Simpulkan hasil pemeriksaan DJJ (frekuensi, irama, arti secara klinis serta rencana tindak lanjut) IV. Item Profesionalisme 24 Tunjukkan sikap percaya diri 25 Tunjukkan sikap menghormati pasien 26 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record 194 CSL Semester 4 Edisi Kedua Asuhan Persalinan Normal (APN) I : Kala I & Kala II Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, MPH A. Tema Pembelajaran Keterampilan Prosedural Asuhan Persalinan Normal (APN) : Kala I dan II B. Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan APN Memilih dan memeriksa alat dan bahan yang diperlukan termasuk menyalakan lampu Simulasi memberikan salam dan melakukan anamnesis seperlunya Mempersiapkan klien (model) dalam posisi litotomi Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas cincin, jam, dsb. Memakai sarung tangan secara aseptik 2. Mampu Melakukan prosedur APN Kala I dan II Melakukan manajemen kala 1 meliputi pemeriksaan abdomen (leopold) dan pemeriksaan dalam Melakukan manajemen kala 2 meliputi memimpin meneran, melahirkan kepala, bahu dan tubuh bayi C. Level Kompetensi Keterampilan : Normal Delivery Attending woman in labour Obstetric examination (assessment of cervix, dilatation, membranes, presentation of fetus, descent) Level Kompetensi -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- D. Alat dan Bahan 1. Manekin Persalinan 2. Partus Set steril berisi : Sarung tangan steril : 2 pasang Gunting Siebold (tali pusat) : 1 Gunting episiotomi : 1 Klem arteri (klem Kelly) : 2 Klem Tali Pusat : 2 Kocher setengah : 1 Benang DTT/ Klem tali pusat : 1 Kassa steril secukupnya Gambar 2. Partus Set Kain duk steril : 4 Spuit 5 cc berisi lidokain 1 %, spuit 3 cc, 1 cc masing-masing : 1 Benang jahit luka episiotomy 195 CSL Semester 4 Edisi Kedua Medikamentosa : oksitosin, ergometrin, Vit K Mahasiswa wajib hapal dan tahu PARTUS SET 3. Peralatan lain : Lampu sorot Stetoskop dan Tensimeter Stetoskop Monoaural (Laenec/ Pinard) Oksigen dalam regulator Bahan antiseptik (khlorheksidn, povidon iodine 10%,klorin 5%) Kateter (nelaton, foley) Bengkok, baskom besar Tempat sampah (medis, non-medis, sampah tajam) Alat Pelindung Diri (APD) ; Hat, Google, Masker, Celemek plastik, Sepatu Boots 4. Perlengkapan pribadi ibu & bayi 5. Set resusitasi bayi Penghisap lendir, spatula lidah, ambu bag 1 set Meja bersih, popok & selimut bayi, kain bersih: 2 Medikamentosa E. Skenario MP (Melahirkan Pertama) Tanggal 1 april 2009, Ny. Ame, 25 tahun, G1P0A0, HPHT 1 juli 2008 datang ke rumah sakit dengan his yang teratur dan makin sering. Bloody show (+). Dari PL didapatkan: KU baik, Vital sign( TD 130/80mmhg, nadi 88x/menit, RR 20x/m,T 37 oC), janin tunggal, denyut jantung janin masih baik. Dilakukan evaluasi servik , didapatkan pembukaan 4 cm, letak kepala, presentasi belakang kepala. Setelah sekitar 6 jam, sang ibu terlihat mulai mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka. Dilakukan PD dengan hasil pembukaan sudah lengkap. Pimpin persalinan dengan prosedur Asuhan Persalinan Normal. F. Dasar teori / Rujukan A. Definisi Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir biasa. Delivery adalah momentum kelahiran janin sejak kala II 5 benang merah dalam APN : 1) Pengambilan Keputusan Klinik 2) Sayang ibu dan sayang bayi 3) Pencegahan Infeksi 4) Dokumentasi 196 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5) Rujukan B. Kala persalinan Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu; 1) Kala I : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10cm (Dilatasi servik) 2) Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir (Pengeluaran janin) 3) Kala III: waktu uintuk pelepasan dan pengeluaran plasenta 4) Kala IV: mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam Kala I In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lender bercampur darah (bloody shows), karena serviks mulai dilatasi dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis sevikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka. Selainitu juga terjadi His (kontraksi rahim) yang makin teratur. His yang adekuat saat in partu antara lain : Lama kontraksi 30-50 menit Simetri Dominasi fundus Relaksasi optimal Interval 2-4 menit Intensitas cukup Kala I dibagi 2 fase; 1. Fase laten, dimana dilatasi serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3cm. 2. Fase aktif, mulai dari pembukaan 4 cm sampai 10 cm (lengkap). Kala II Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kirakira 2-3menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa meneran. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau BAB, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his meneran yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala III dan IV Kala ini akan dibicarakan khusus pada keterampilan CSL selanjutnya. G. Prosedur 1. Anamnesis Identifikasi pasien Keluhan utama pasien datang 197 CSL Semester 4 Edisi Kedua Tanda-tanda in partu (bloody show, HIS teratur dan makin sering) Tanda-tanda kehamilan resiko tinggi : Usia : < 16 tahun/ > 35 tahun Interval terlalu dekat/jauh : < 2 athun/ > 10 tahun Paritas > P4 Grande Multi Riw. Obstetri buruk ; Sectio Caesaria (SC), Premture 2x, Abortus 3x, Forcep, Ekstraksi vakum, Perdarahan Post Partum, dll Tinggi Badan (TB) < 145 cm Penyakit obstetri : penyakit yang timbul secara langsung karena kehamilannya Penyulit Medis : Paru (TBC,Asma), SLE, Kelainan hematologi, CVD, SSP (Epilepsi), Ginjal (SN,GNA), Diabetes Mellitus, dll Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT/ Last Menstrual Period) Taksiran Persalinan Riwayat Penyakit (sebelum dan selama kehamilan) termasuk alergi Riwayat Persalinan (Paritas) 2. Persiapan ibu Periksa umum; vital sigan Kosongkan kandung kemih Ganti pakaian yang longgar 3. Menolong/ Memimpin persalinan normal a. Kala I Periksa Luar: Tentukan tinggi fundus uteri dan letak janin dengan leopold Menentukan penurunan bagian terbawah janin dengan bidang Hodge Memantau denyut jantung janin, normal 120-180x/menit Menilai kontraksi uterus, frekuensi his dan lamanya Periksa Dalam Tentukan konsistensi dan pendataran serviks (termasuk kondisi jalan lahir) dgn bishop score Mengukur besarnya pembukaan, 1-10cm atau jari Menilai selaput ketuban, apakah masih intake atau tidak Menentukan presentasi janin dan seberapa jauh bagian terbawah telah melalui jalan lahir Menentukan denominator b. Kala II Apabila pembukaan telah lengkap maka akan terlihat perineum menonjol, vulva dan sfingter ani membuka, tampak bagian kepala janin di bukaan introitus vagina 198 CSL Semester 4 Edisi Kedua Setelah pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran apabila timbul dorongan spontan untuk melakukan hal itu Tiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Tahan perineum dgn tangan kanan beralaskan kain kassa atau doek steril agar tidak terjadi ruptur perinea Lahirkan kepala dengan perasat Rietgen: bila perineum meregang dan menipis, tangan kiri menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan menahan perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan yang melalui kulit perineum dicoba mengait dagu janin dan ditekan kearah simfisis pelan-pelan. Secara berturut-turut lahirlah ubun-ubun kecil di bawah simfisis sebagai hipomochlion, ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu. (Gambar 2. Crowning Kepala Janin pada Kala II) Usap muka janin dan periksa kalau ada lilitan tali pusat, kepala kemudian akan melakukan putaran paksi luar (restitusi) kearah dimana punggung janin berada. Pegang kepala janin dengan kedua tangan secara biparietal, Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala kearah anus (bawah) Lahirkan bahu belakang dengan menarik pelan-pelan kearah simfisis (atas) Lahirkan badan , bokong dan kaki dengan melakukan Sangga-Susur Letakkan bayi dengan kepala lebih rendah, hisap lender dengan penghisap lender Klem tali pusat pada 2 tempat 5 dan 10 cm dari umbilicus, gunting di antaranya. Ujung talipusat bayi di ikat kuat dengan tali atau klem plastic sehingga tidak ada perdarahan. Metode mengikat = ―buku ketemu buku‖ Hangatkan bayi, keringkan, buang popok basah, selimuti dengan popok kering, pasang topi dan letakkan diantara kedua payudara ibu untuk IMD jika APGAR baik Awasi lagi uterus untuk memastikan tidak ada bayi lagi/kembar Beritahu ibu dan lakukan Injeksi oksitosin 1 ampul , siapkan klem untuk Kala III 199 CSL Semester 4 Edisi Kedua H. Daftar Pustaka Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta. I. Evaluasi Cek list Penilaian Prosedur Asuhan Persalinan Normal KEGIATAN Umpan Balik I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA 1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya. Perineum menonjol. Vulva-vagina dan sfingter anal membuka. II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN 2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm di atas tubuh bayi Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set. 3. Pakai apron plastik. 4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk yang bersih dan kering. 5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan dipergunakan untuk periksa dalam. 6. Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril) (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik). III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN BAIK 7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT. 200 CSL Semester 4 Edisi Kedua Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang. Buang kapas atau kassa pemberih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutN KLORIN 0,5% langkah #9 8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap, Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi. 9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. 10. Pastikan Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit). Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada Partograf IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES BIMBINGAN MENERAN 11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada. b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan member semangat pada ibu untuk meneran secara benar 12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran ( bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman) 13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan yang kuat untuk meneran : 1. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif 2. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai 3. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam jangka waktu yang lama) 4. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi 5. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu 6. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum) 7. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai 8. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran 201 CSL Semester 4 Edisi Kedua (multigravida) 14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam waktu 60 menit V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI 15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm 16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu 17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan 18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI Lahirnya Kepala 19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal. 20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi 21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahiran Bahu 22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. Lahirnya Badan dan Tungkai 23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku ke sebelah atas. 24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya). VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR 25. Lakukan penilaian (selintas) APGAR Score Apakah bayi cukup bulan? Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekoneum Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan Apakah bayi bergerak dengan aktif Bila salah satu jawaban adalah ―TIDAK‖ lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir (melihat penuntun berikutnya). Bila semua jawaban adalah ―YA‖ lanjut ke 26 26. Keringkan tubuh bayi 202 CSL Semester 4 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Edisi Kedua Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering Biarkan bayi diatas perut ibunya Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar terus berkontraksi baik Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit I.M (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. Pemotongan dan pengikatan tali pusat Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dua klem tersebut Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya Lepaskan klem dan masukkam dalam wadah yang telah disediakan Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/ perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi 203 CSL Semester 4 Edisi Kedua Manajemen Aktif Kala III, Kala IV, Manual Plasenta dan Kompresi Bimanual Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Exsa Hadibrata A. Tema Keterampilan Prosedural Manajemen Aktif Kala III, Manual Plasenta, Kompresi Bimanual dan Kala IV B. Tujuan Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Manajemen Aktif Kala III, Manual Plasenta, Kompresi Bimanual dan Kala IV (tujuan/ kegunaan, manfaat, indikasi dan komplikasi) Mahasiswa mampu melakukan procedural Manajemen Aktif Kala III Mahasiswa mampu melakukan procedural Manual Plasenta Mahasiswa mampu melakukan procedural Kompresi Bimanual Mahasiswa mampu melakukan procedural Kala IV C. Level Kompetensi Keterampilan/ Skills Delivery of placenta Examination of placenta and umbilical cord Postpartum : examination fundal height, placenta: loose/ retained Manual removal of placenta Episiotomy Clamp cord/separation of placenta Record APGAR Measure/estimate loss of blood, after delivery Level Of Expected Ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- D.Alat dan Bahan Sama dengan peralatan pada APN, ditambah : Sarung Tangan Panjang Peralatan Infus Analgetik-sedatif E. Skenario Saat sedang bertugas jaga di sebuah RS, anda mendapat konsul dari kamar bersalin seorang Grandemultigravida umur 38 tahun hamil anak ke 6. Saat anda datang pasien sedang dalam kala III dan plasenta belum lahir sudah lebih dari 15 menit. Anda 204 CSL Semester 4 Edisi Kedua melakukan Manajemen aktif kala III, Peregangan Tali PUsar Terkendali dan dorongan dorso-kranial uterus setelah diberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, kateterisasi uretra dan stimulasi papilla mammae. Karena jaringan yang rapuh, tali pusar putus anda melakukan manual plasenta. Setelah plasenta lahir, anda melakukan kompresi bimanual eksternal dan internal karena adanya indikasi atonia uterus. F.Dasar Teori Kala III Setelah bayi lahir, kontraksi uterus istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya. Kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 510menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Pengeluaran palsenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 200cc. Terjadinya pelepasan plasenta diakibatkan kontraksi rahim. Kontraksi rahim akan mengurangi area plasenta, karena uterus bertambah kecil dan dindingnya bertambah tebal beberapa cm. kontraksi akan menyebabkan bagian yang lemah dan longgar dari plasenta pada dinding uterus terlepas, mula-mula sebagian kemudian seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri. Pengumpulan darah di belakang plasenta juga membantu pelepasan plasenta yang dikenal dengan retroplasental hematoma. Cara lepasnya plasenta: 1. Menurut schultze: lepasnya seperti kita menutup payung (paling sering sekitar 80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang mendorong plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya. 2. Menurut Duncan: lepasnya plasenta mulai dari pinggir. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Perasat-perasat untuk mengetahui lepasanya plasenta: 1. Perasat Kustner: letakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis; tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk=belum lepas, diam atau maju+sudah lepas 2. Perasat Klein: sewaktu ada his, fundus uteri kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali+ belum lepas, diam atau turun+ sudah lepas 3. Perasat Strassman: tegangkan tali pusat an ketok pada fundus uteri, bila tali pusat bergetar = belum lepas. Proses persalinan Kala III bisa berjalan secara sendiri/fisiologis, mengingat kematian akibat perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri dan retensio plasenta masih cukup tinggi sehingga disarankan dengan Manajemen Aktif Kala III : Manajemen Aktif Kala III meliputi : Pemberian uterotonika sebelum plasenta lahir; oksitosin 10 Unit i.m 205 CSL Semester 4 Edisi Kedua Penegangan Talipusat Terkendali ( Controlled Cord Traction ) Masase uterus setelah placenta lahir Kala IV Adalah kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum Manual Plasenta Suatu tindakan procedural untuk mengeluarkan plasenta secara manual dengan memasukkan tangan secara manual ke dalam cavum uteri. Indikasi manual plasenta adalah retensio plasenta yaitu tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro, 1999 & Abdul Bari S, 2001:178) Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan miometrium. Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta dibedakan menjadi : Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta akreta parsial : vili khorialis tumbuh menembus desidua endometrium sebagian sampai ke miometrium. Plasenta akreta, implantasi vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. (Gambar 3. Lokasi Implantasi Plasenta dan manifestasi klinisnya) Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga miometriun Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim Penyebab Retensio Plasenta antara lain : His kurang kuat Plasenta sukar terlepas karena : plasenta adhesive Kriteria Diagnosis Retensio Plasenta : Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir Uterus tdk berkontraksi dengan baik 206 CSL Semester 4 Edisi Kedua Kadang disertai putusnya tali pusat akibat traksi yang berlebihan Perdarahan segera dari jalan lahir, tetapi kadang ada yang tanpa disertai perdarahan Tatalaksana untuk retensio plasenta adalah dengan manual plasenta, adapun prosedur dapat dilihat pada bagian prosedur : Kompresi Bimanual Adalah tindakan procedural dengan melakukan kompresi (tekanan) dengan kedua tangan baik dari dalam maupun luar untuk penanganan perdarahan post partum biasanya akibat Atonia uteri, yaitu keadaan dimana tonus/kontraksi uterus lemah/tidak ada. Perdarahan Post Partum adalah Perdarahan 500 ml atau lebih setelah selesainya kala III persalinan. PPP bukanlah diagnosis melainkan gejala yang harus dicari etiologinya. Penyebab perdarahan post partum ada 4T : Tonus ; atonia uteri Tissue ; retensio plasenta/ jaringan sisa plasenta Trauma ; robekan jalan lahir Thrombin ; gangguan perdarahan Perdarahan Post partum dibagi 2 : PPP Dini/awal (early); atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, gangguan perdarahan PPP Lanjut (late); 6-10 hari PP; Retensi sisa plasenta, infeksi, involusi abnormal, episiotomy, perdarahan dari kanalis servikalis Penanganan atonia uteri : a) Umum : Kenali faktor resiko Polihidramnion; Kehamilan kembar; Makrosomia; Persalinan lama; Persalinan terlalu cepat; Persalinan dengan induksi; Infeksi intrapartum‘ Paritas tinggi Tegakkan Diagnosis Kerja Pasang Infus, berikan uterotonika Pastikan plasenta lahir lengkap Bila perlu trnasfusi darah Uji pembekuan darah b) Spesifik : Kompresi Bimanual Interna Kompresi Bimanual Eksterna Kompresi Aorta abdominalis c) Di Rumah Sakit : Pemasangan tampon katether 207 CSL Semester 4 Edisi Kedua Ligasi arteri uterina dan ovarika Histerektomi Prosedur pelaksanaan kompresi bimanual pada atonia uteri dapat dilihat pada bagian prosedur Membedakan beberapa diagnosis kerja penyebab perdarahan post partum : Diagnosis Gejala dan Tanda Penyulit Kerja Darah Segar setelah bayi lahir. Kontraksi uterus baik Plasenta keluar lengkap Kontraksi uterus (-)/ lembek Perdarahan segera setelah anak lahir Plasenta belum lahir ≥ 30 menit Perdarahan segera Subinvolusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan uterus Perdarahan lokhia mukopurulen dan berbau Uterus tak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat Plasenta/ sebagian kulit ketuban tidak lengkap Perdarahan segera Pucat Lemah Menggigil Syok Bekuan darah di serviks Tali pusat putus oleh karena traksi berlebihan Anemia Demam Syok neurogenik Pucat dan limbung Robekan Jalan Lahir Atonia Uteri Retensio plasenta Metritis Inversio uteri Sisa Plasenta G.Prosedur Kala III Suntikkan oksitosin pada paha ibu Lahirkan plasenta dengan cara PTT (Peregangan Tali Pusar Terkendali) Berdiri disamping ibu Letakkan telapak tangan (alas dengan kain) yang lain, pada segmen bawah rahim atau dinding uterus di suprasimfisis 208 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan uterus ke dorsokranial Pindahkan jepitan semula tali pusat ke titik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem penjepit tsb Ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan (jangan lakukan pemaksaan) Lahirkan plasenta mengikuti jalan lahir seperti melahirkan bayi Saat plasenta mulai terlihat di introitus vagina, putar plasenta searah jarum jam secara perlahan supaya tidak ada bagian plasenta yang terputus Periksa/cek kelengkapan plasenta sambil tangan kiri melakukan masase uterus Kala IV Kontraksi uterus; baik atau tidak dengan palpasi, lakukan massage Perdarahan: ada atau tidak, banyaknya Kosongkan kandung kemih Luka-luka; kalau ada, jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban Keadaan Umum ibu , vital sign tiap 15 menit dalam 1 jam pertama kemudian tiap 30 menit untuk 1jam berikutnya Keadaan Umum bayi (Apgar Score) Manual Plasenta Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent) Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi Pasang Infus pada pasien Lakukan cuci tangan secara aseptic Pakai sarung tangan dengan prosedur aseptic Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube) Lakukan kateterisasi Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan kanan Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT) dengan satu tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar karena dapat putus. Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri tepi bawah tali pusar (lihat gambar diatas) sampai ke pangkal perlekatan tali pusar.(Jika implantasi plasenta di korpus sebelah kanan/sulit dijangkau dengan tangan kanan, keluarkann dan ulangi lagi prosedur seperti diatas dengan tangan yang berkebalikan. Sekali masuk cavum uteri sebisa mungkin harus mendapatkan plasenta tidak dengan berkali-kali). 209 CSL Semester 4 1. PTT Menemukan tempat implantasi Edisi Kedua 2. Menyusuri tali [pusar) 3. (Gambar 4. Manual Plasenta) Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang fundus uteri. Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan secara obstetric menjadi datar seperti memberi salam, jari-jari tangan merapat, temukan tepi plasenta bagian bawah. Perluas perlepasan plasenta. Geser tangan kekanan dan kiri, sambil digeserkan keatas (kranial ibu) hingga semua perlekatan terlepas dari dinding uterus, curigai adanya plasenta akreta jika plasenta sulit dilepaskan. Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara keseluruhan plasenta kemudian tarik plasenta secara hatihati dengan tangan kanan pada waktu uterus berkontraksi. Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke arah dorso-kranial Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pastikan tidak ada robekan pada plasenta dan selaput plasenta. Berikan uterotonika. Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2 mg IM untuk membantu kontraksi uterus. Perhatikan keadaan umum ibu saat diberikan suntikan Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik (bulat dank eras) 210 CSL Semester 4 Edisi Kedua Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV), Metronidazol 500 mg per oral Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15 menit pada ja m pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek kontraksi uterus Kompresi Bimanual Interna Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien. Menjelaskan tujuan tindakan Kompresi Bimanual Interna. Meminta persetujuan tindakan. Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan. Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu. Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh. Letakkan kepalan tangan menekan dinding anterior uterus (korpus anterior), sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus (korpus posterior) ke arah kepalan tangan dalam. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Evaluasi hasil kompresi bimanual internal: o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi. o kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan. Gambar 5. Kompresi Bimanual 211 CSL Semester 4 Edisi Kedua H. Daftar Pustaka Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 vol 2. Jakarta. EGC, 2008; 1170-1171 JNPK-KR. Asuhan Pesalinan Normal –Asuhan Esensial Persalinan. Edisi Revisi. Cetakan ke-3. Jakarta. JNPK-KR, 2007; 128-130 Cunningham, Gary. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta. EGC, 2006; 707-708 Santoso, Budi Iman. Slide Kuliah : Perdarahan Post Partum. Diupload 20 april 2009. Didownload pada 15 maret 2011 pukul 11.08 dari : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b2077c4740ec9d1e8066b09eaab0 9990e2e98506.pdf Anonim, Materi pelatihan : Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Di download pada 15 maret 2011 pukul 11.11 dari : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/963c07503f3b5a28b95eabe77806 959c7cf0282a.pdf I. Evaluasi Cek List Latihan Kala III, Kala IV VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA Umpan Balik 34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva. 35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat. 36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu. Mengeluarkan plasenta 37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak 10-15 cm dari vulva dan lahirkan plasenta Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat: 1 Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM 2 Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh 3 Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan 4 Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya 5 Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila 212 CSL Semester 4 Edisi Kedua terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual 38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan pada wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal. Rangsangan taktil (masase) uterus 39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase. IX. MENILAI PERDARAHAN 40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus 41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN 42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam 43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit didada ibu paling sedikit 1 jam Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu 44. Setelah satu jam lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotika salep mata pencegahan dan vitamin K1 1 mg intramuskular dipaha kiri anterolateral 45. Setelah satu jam pemberian Vit K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B dipaha kanan anterolateral Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bias disusukan Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu Evaluasi 46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk mentalaksana atonia uteri 213 CSL Semester 4 Edisi Kedua 47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi 48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah 49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan 50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali / menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5 ºC) Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi diresusitasi dan segera merujuk ke rumah sakit Jika bayi bernafas terlalu cepat, segera rujuk Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan kulit ke kulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan selimut Kebersihan dan Keamanan 51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas perlatan setelah didekontaminasi 52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai 53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering 54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk member ibu minuman dan makanan yang diinginkannya 55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5% 56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir Dokumentasi 58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV Cek List Latihan Manual Plasenta MANUAL PLASENTA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Umpan Balik Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent) Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong. Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi. Pasang infus pada pasien. Lakukan cuci tangan dan pakai sarung tangan dengan prosedur aseptik. Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube) Lakukan kateterisasi. Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan kanan. Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT) dengan satu tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar karena dapat putus. 214 CSL Semester 4 Edisi Kedua 10. Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri tepi bawah tali pusar 11. Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang fundus uteri 12. Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan secara obstetric menjadi datar seperti memberi salam, jari-jari tangan merapat, temukan tepi plasenta bagian bawah 13. Perluas perlepasan plasenta. 14. Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara keseluruhan plasenta kemudian tarik plasenta secara hati-hati dengan tangan kanan pada waktu uterus berkontraksi. 15. Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke arah dorso-kranial. 16. Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. 17. Berikan uterotonika Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2 mg IM untuk membantu kontraksi uterus. Perhatikan keadaan umum ibu saat diberikan suntikan. 18. Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir 19. Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan 20. Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik (bulat dan keras) 21. Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV), Metronidazol 500 mg per oral 22. Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek kontraksi uterus Cek List Latihan Kompresi Bimanual KOMPRESI BIMANUAL 1. 1. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Umpan Balik Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien. Jelaskan tujuan tindakan Kompresi Bimanual. Mintalah persetujuan tindakan. Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Keringkan tangan dengan handuk bersih pribadi. Pasang sarung tangan secara aseptik. Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu. Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang 215 CSL Semester 4 Edisi Kedua memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh. Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior uterus 10. Telapak tangan lain (kiri) pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam. 11. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. 12. Evaluasi hasil kompresi bimanual internal: o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi o Kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan 9. 216 CSL Semester 4 Edisi Kedua PARTOGRAF dr. Dian Isti Angraini, M.P.H. A. Tema Keterampilan mengisi partograf. B. Tujuan Mahasiswa mampu mendokumentasikan keadaan persalinan pasien dalam lembar partograf C. Level Kompetensi Keterampilan/ Skills Level Of Expected Ability Partograf -1- -2- -3- -4- D. Alat dan Bahan Lembar/ form partograf Alat tulis E. Skenario Pada saat Anda sedang jaga klinik, datanglah pasien, Ny. W, 27 tahun, G1P0A0 hamil 40 minggu datang dengan keluhan keluar darah lendir sejak 4 jam yang lalu. Ketika Anda melakukan VT, didapatkan pembukaan 2 jari. 4 jam kemudian ternyata pembukaan sudah 3 cm. 10 jam kemudian pasien melahirkan bayi laki-laki. Catatlah keadaan persalinan ibu dalam lembar partograf. F. Dasar Teori Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah: 217 CSL Semester 4 Edisi Kedua Mencatat hasil obeservasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kenmungkinan terjadinya partus lama. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medis ibu bersalin dan bayi baru lahir. Penggunaan partograf merupakan Indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Secara rutin oleh semua tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran. Kontraindikasi dari partograf tidak boleh digunakan untuk memantau persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti; plasenta previa, panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama, APN mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan deteksi dini. Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam manjemen persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%) menjadi (3,4%). Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%), dan lahir mati intrapartum dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal tanpa komplikasi mengalami perbaikan, kejadian bedah sesaria turun dari (6,2%) menjadi (4,5%). Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka. Partograf APN dapat digunakan: a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. 218 CSL Semester 4 Edisi Kedua b) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain). c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (dokter spesialis obstetrik, bidan, dokter umum, PPDS obgin dan mahasiswa kedokteran). Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi : A.Informasi tentang ibu Identitas pasien; nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada bagian atas partograf secara teliti. B. Kondisi janin (1) DJJ. Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus; (2) Warna dan adanya air ketuban, Penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan lambang-lambang seperti berikut: (a) U jika ketuban utuh atau belum pecah; (b) J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih; 219 CSL Semester 4 Edisi Kedua (c) M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium; (d) D jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah; (e) K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau "kering"; (3) Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan lambanglambang berikut ini: (a) 0 jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi; (b) 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan; (c) 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan; (d) 3 jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan. Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. C. Kemajuan persalinan Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin. Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan persalinan meliputi: (1) Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus. 220 CSL Semester 4 Edisi Kedua (2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 05, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "--" pada garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus. (3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan terjadi laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. D. Pencatatan jam dan waktu, meliputi: (1) Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan; (2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. E. Kontraksi uterus (1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit Kontraksi uterus dicatat pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. (2) lama kontraksi (dalam detik) 221 CSL Semester 4 Edisi Kedua Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan simbol: ░ bila kontraksi lamanya kurang dari 20 detik; bila kontraksi lamanya 20 menit sampai dengan 40 detik; ▓ bila kontraksi lamanya lebih dari 40 detik. E. Mencatat obat-obatan dan cairan yang diberikan Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV) yang diberikan dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktu. a. Oksitosin Untuk setiap pemberian oksitosin drip, bidan harus mendokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan dalam satuan tetesan per menit (atas kolaborasi dokter), b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV. F. Kondisi ibu Ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan ibu, meliputi: (1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dicurigai adanya penyulit menggunakan simbol titik (•). Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit menggunakan simbol pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2 jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya infeksi dalam kotak yang sesuai. (2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan 222 CSL Semester 4 Edisi Kedua kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin. G. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup: 1) jumlah cairan per oral yang diberikan; 2) keluhan sakit kepala atau pengelihatan kabur; 3) konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin) 4) persiapan sebelum melakukan rujukan; 5) upaya rujukan. G. Prosedur i. Persiapan alat yang dibutuhkan ii. Mencatat data tentang ibu : nama, umur, gravida, para, abortus, no catatan medik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban iii. Mencatat kondisi janin : DJJ, warna dan air ketuban, serta molase kepala janin iv. Mencatat kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, serta garis waspada dan garis bertindak v. Mencatat jam dan waktu : waktu mulainya fase aktif persalinan, serta waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian vi. Mencatat Kontraksi uterus : frekuensi kontraksi dalam 10 menit, serta lamanya kontraksi (dalam detik) vii. Mencatat Obat-obatan dan cairan yang digunakan : oksitosin, serta obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan viii. Mencatat Kondisi ibu : nadi, tekanan darah dan suhu tubuh, serta urin (volume, aseton atau protein) 223 CSL Semester 4 ix. Edisi Kedua Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (rujukan, dll) H.Daftar Pustaka JNPK-KR Depkes RI. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Revisi 5. Depkes RI. Jakarta. I.TUGAS MAHASISWA Masing-masing mahasiswa mengerjakan atau membuat partograf sesuai dengan skenario yang diberikan J.Ceklis Dokumentasi PARTOGRAF No I 1 II 2 Informed consent 3 4 5 6 7 8 9 10 III PENGISIAN LEMBAR PARTOGRAF Mencatat informasi tentang ibu Mencatat kondisi janin Mencatat kemajuan persalinan Mencatat jam dan waktu Mencatat kontraksi uterus Mencatat obat dan cairan yang diberikan Mencatat kondisi ibu Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya PROFESIONALISME Tunjukkan sikap percaya diri 11 Aspek Penilaian INTERPERSONAL Umpan Balik PROSEDURAL Persiapan alat 224 CSL Semester 4 Edisi Kedua ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NIFAS dr. Fajriani Damhuri A. TEMA : Keterampilan Komunikasi Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Nifas B. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu melakukan anamnesis nifas dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan nifas dengan benar C. ALAT DAN BAHAN Pasien simulasi Meja dan kursi periksa Alat tulis D. SKENARIO Seorang pasien perempuan P1A0 berumur 25 tahun, datang ke praktek Anda untuk kontrol paska melahirkan seminggu yang lalu. E. Dasar Teori Masa nifas atau yang juga dikenal sebagai masa puerperium adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Periode 6 minggu pasca persalinan, disebut juga masa involusi (periode di mana sistem reproduksi wanita postpartum kembali kepada keadaannya seperti sebelum hamil). Di masyarakat Indonesia, masa nifas (puerperium) berlangsung kurang lebih selama 40 hari. Pada masa nifas (peurperium) akan terjadi perubahan pada tubuh, dia antaranya adalah : 225 CSL Semester 4 Edisi Kedua 1. Involusi Uterus Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placental site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas. Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat keras karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Pada awal setelah placenta keluar, ukuran uterus sekitar 1 jari di bawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari, uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba lagi dari luar. Setelah 6 minggu tercapai lagi ukurannya yang normal. Involusi terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil yang diakibatkan oleh pengeluaran sitoplasma yang berlebihan. 2. Involusi Tempat Placenta Setelah persalinan, tempat placenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. 3. Perubahan Pembuluh Darah Rahim Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang menduga bahwa pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil. 4. Perubahan Pada Cervix dan Vagina Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervicalis. 226 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5. Saluran Kencing Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hiperemia. Kadangkadang edema dari trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudahnya masih tinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam waktu 2 minggu. 6. Laktasi Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak radial dan terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu. Saluran-saluran halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke puting susu di mana masing-masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan colostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae. Masalah yang dapat timbul pada masa nifas anatar lain demam lebih dari 38oC pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama postpartum. Demam ini biasanya disebabkan infeksi nifas. Nadi yang cepat terdapat pada ibu yang nerveus, yang banyak kehilangan darah, atau mengalami persalinan yang sulit. His pengiring (royan) terutama terasa oleh multipara, karena rahimnya berkontraksi dan berelaksasi, yang menimbulkan perasaan nyeri. His pengiring terutama terasa waktu menyusukan anaknya. Biasanya setelah 48 jam postpartum tidak seberapa mengganggu lagi. Primipara kurang diganggu oleh his pengiring, karena uterusnya dalam kontraksi dan retraksi yang tonis. 227 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gangguan psikologis pasca melahirkan perlu diwaspadai, yang disebut dengan baby blue syndrome maupun depresi. Gejala yang dapat terlihat seperti kehilangan minta, lemas, murung, nafsu makan hilang, sering merasa cemas berlebihan terutama untuk bayinya, keinginan menyakiti diri sendiri. Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang dinamakan lochia. Lochia tidak lain dari pada sekret luka yang berasal dari luka dalam rahim terutama luka placenta. Maka sifat lochia berubah seperti sekret luka menurut tingkat penyembuhan luka. Pada 2 hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer, yang disebut lochia serosa, dan pada hari ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochia alba. Warna ini disebabkan karena banyak leukosit terdapat di dalamnya. Lochia berbau amis dan lochia yang berbau busuk menandakan infeksi. Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa placenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retrofleksio uteri. Pada proses miksi harus diperhatikan karena ditakutkan terjadi retensio urin postpartum yang disebabkan karena tekanan intra abdominal berkurang, otot-otot perut masih lemah, edema dari uretra, dinding kandung kencing kurang sensitif. Pada defekasi juga diperhatikan harus diberi tindakan bila penderita hari ketiga belum juga buang air besar. Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan port d‘entree dan dapat menimbulkan mastitis. Air susu yang menjadi kering merupakan kerak dan dapat merangsang kulit sehingga timbul eczema, maka sebaiknya puting susu dibersihkan dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi. Masa postpartum merupakan saat yang paling baik untuk menawarkan kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling tinggi. Oleh karena pil dapat mempengaruhi sekresi air susu biasanya ditawarkan IUD, injeksi, atau sterilisasi. 228 CSL Semester 4 Edisi Kedua F. PROSEDURAL Senyum, salam, sapa dan melakukan informed consent Anamnesis Nifas 1) Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap, pekerjaan, agama, dan suku bangsa 2) Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang Menanyakan keluhan utama 3) Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan, penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas 4) Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat, penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak 5) Menanyakan frekuensi BAB dan BAK 6) Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya 7) Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu, bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet) 8) Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak 9) Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran Pemeriksaan Nifas 1) Pemeriksaan tanda-tanda vital 2) Pemeriksaan kepala : anemis atau tidak 3) Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI), pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan. 4) Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh 5) Pemeriksaan genitalia : Perineum ( apakah ada edema dan hematoma) Memeriksa luka jahitan episiotomy 229 CSL Semester 4 Edisi Kedua Kebersihan daerah perineum Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya) 6) Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises. G.DAFTAR PUSTAKA Cunningham, T Gary, Williams Obstetrics 22nd Edition.2005.USA.McGrawHill Companies,Inc Sastrawinata, et all. editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi 2.2003.Jakarta EGC Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta Anonim.2006.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung Cek List Anamnesis dan Pemeriksaan Nifas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Prosedur/Aspek Penilaian Umpan Balik ITEM INTERAKSI DOKTER PASIEN Senyum, salam dan sapa Mempersilakan duduk berhadapan Memperkenalkan diri Informed Menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien Consent Meminta waktu dan izin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan ITEM PROSEDURAL ANAMNESIS NIFAS Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap, pekerjaan, agama, dan suku bangsa Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang Menanyakan keluhan utama Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan, penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat, penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak 230 CSL Semester 4 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Edisi Kedua Menanyakan frekuensi BAB dan BAK Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu, bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet) Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran PEMERIKSAAN NIFAS Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (Tensi, Nadi, Respirasi, Suhu) Pemeriksaan Kepala : Konjungtiva apakah anemis atau tidak Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI), pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan. Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh. Pemeriksaan genitalia : a. Perineum ( apakah ada edema dan hematoma) b. Memeriksa luka jahitan episiotomy c. Kebersihan daerah perineum d. Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya) Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises. Pemeriksaan fisik telah selesai persilakan kembali pasien duduk di meja konsultasi 23 ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas) Mencatat semua hasil anamnesis 24 Menyimpulkan dan menginterpretasi hasil anamnesis 25 Tunjukkan sikap percaya diri 26 Tunjukkan sikap menghormati pasien 27 Mengakhiri anamnesis dengan sikap baik 28 Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedural 22 ITEM PROFESIONALISME 231 CSL Semester 4 Edisi Kedua RESUSITASI NEONATUS (BAYI BARU LAHIR) Oleh : dr. Oktadoni Saputra, DR.dr. Prambudi Rukmono, SpA(K) A. Tema Pembelajaran Keterampilan Prosedur Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (Neonatus) B. Tujuan a. Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu melakukan prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir pada model b. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mampu melakukan penilaian awal (initial assessment) pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi Mahasiswa mampu melakukan persiapan resusitasi bayi baru lahir meliputi persiapan keluarga pasien (informed consent), persiapan alat dan tempat resusitasi, persiapan diri penolong Mahasiswa mampu melakukan prosedur langkah awal resusitasi dengan runtut dan benar. Mahasiswa mampu melakukan prosedur ventilasi tekanan positif (VTP) dengan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur pijat jantung bayi dengan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur evaluasi serta mengambil keputusan klinik dengan baik dan benar Mahasiswa mampu melakukan prosedur pasca resusitasi C. Level Kompetensi Keterampilan Therapeutic skills, examinations and operation of the child Intubation Resuscitation Accident and emergency in Surgery : Skills List Mouth-to-mouth/ nose resuscitation Mask ventilation Level of expected Ability -1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4- D. Alat dan Bahan Manekin infant crisis manekin Set resusitasi (Ambu bag/ balon-sungkup dengan atau tanpa reservoir) Kain kering dan bersih 3 Meja resusitasi Lampu penghangat Alat penghisap lender bayi (Suction De Lee) Sarung tangan steril 232 CSL Semester 4 Edisi Kedua Set Dekontaminasi; larutan klorin 0,5%, larutan DTT Lembar rekam medis Spuit injeksi 3 cc Adrenaline injeksi 1 Ampul (1:10.000-konsentrasi 0,1mg/ml) Volume ekspander ; NaCl 0,9% Tabung oksigen, regulator dan selang penghubungnya E. Skenario Ny. Risti G1P0A0 melahirkan anak pertama, ketuban sudah pecah sejak 12 jam SMRS. Bayi lahir di bidan per vaginam, bayi tidak menangis, nafas megap-megap. Anda dokter jaga yang bertugas di rumah sakit tersebut dimintai bantuan oleh Bidan tersebut untuk resusitasi bayi baru lahir. F. Dasar Teori 1. Latar Belakang Secara global di dunia, penyebab kematian bayi baru lahir antara lain Infeksi (32%), Asfiksia (29%), Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)/prematuritas (24%), Cacat Bawaan (10%) serta lain-lain (5%). Asfiksia menjadi penyebab kematian terbanyak ke 2 didunia. Diperkirakan 3% (3,6 juta) dari 120 juta BBL mengalami asfiksia dan sekitar 1 juta diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia asfiksia juga menjadi penyebab kematian bayi terbanyak kedua setelah BBLR. Asfiksia seyogyanya bisa ditekan jika tenaga kesehatan yang membantu persalinan dapat menatalaksananya dengan tepat dan benar. Resusitasi pada bayi baru lahir seharusnya sudah harus diketahui oleh tenaga kesehatan yang membantu persalinan termasuk dokter umum. Bahkan di luar negeri Resusitasi kardiopulmonal tidak hanya diwajibkan bagi tenaga kesehatan bahkan tenaga non-kesehatanpun yang bertugas di pelayanan publik harus mengetahuinya. Asfiksia pada bayi baru lahir merupakan suatu kegawatdaruratan medis. Kadang kala dapat diprediksi sebelum kelahiran namun tidak jarang ditemukan setelah kelahiran bayi. Kegagalan sirkulasi dalam waktu 3-4 menit dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak yang akhirnya berujung pada kematian. ―Time saving is life saving‖, Waktu adalah nyawa. Oleh karena itu, resusitasi yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa sang bayi. 2. Pengertian Resusitasi merupakan suatu prosedur kegawatdaruratan medis yang dilakukan untuk mencegah suatu episode henti nafas (respiratory arrest) dan/atau henti jantung (cardiac arrest) yang dapat menyebabkan kematian biologis untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan/atau sirkulasi tersebut sehingga memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali. Istilah lain resusitasi antara lain : reanimasi, Resusitasi Jantung Paru (RJP), Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO), Resusitasi kardiopulmonal (RKP). 233 CSL Semester 4 Edisi Kedua Bayi Baru Lahir (newborn) adalah bayi yang baru dilahirkan sampai dengan beberapa jam setelah kelahiran, Neonatus (periode neonatal) adalah bayi yang berumur 1-28 hari dan Bayi (Infant) adalah Bayi dari umur 1 bulan (28 hari) sampai dengan 1 tahun. Resusitasi Bayi Baru Lahir adalah Resusitasi yang dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami kesulitan/kegagalan bernafas (asfiksia). Istilah lain juga dikenaal sebagai resusitasi neonatus. 3. Indikasi A. Ventilasi Tekanan Positif (VTP) 1. Apnea; Grasping Respiration Pada bayi baru lahir, indikasi tersering resusitasi adalah akibat asfiksia. Asfiksia merupakan kegagalan untuk memulai & melanjutkan pernafasan pada BBL sehingga Bayi tidak bernafas secara spontan & teratur. Bayi biasanya tidak menangis, tidak bergerak aktif dan kulit bayi terlihat kebiruan (sianosis). Pada awal kelahiran sirkulasi bayi masih mengandung O2 dari sirkulasi maternal, namun dalam beberapa menit jika bayi tidak bernafas atau bernafas tidak adekuat (megap-megap) maka akan terjadi terjadi kegagalan sirkulasi. Dalam 3-4 menit kegagalan sirkulasi dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan akhirnya menyebabkan kematian. Jika bayi tidak bernafas (apnea)/bernafas megap-megap (grasping respiration) kenali sebagai suatu gejala asfiksia sehingga memerlukan resusitasi dengan segera. 2. Denyut Jantung < 100 kali per menit Pada bayi dengan denyut jantung (DJ) < 100 kali per menit juga langsung dilakukan ventilasi. Yang digunakan adalah Ambu bag/balon-sungkup dengan atau tanpa reservoir. 3. Sianosis yang menetap setelah pemberian oksigen aliran bebas Jika bayi bernafas, DJ>100 tetapi sianosis dianjurkan memberikan oksigen aliran bebas. Tetapi jika masih menetap setelah diobservasi ±90 detik maka lakukan VTP. (Selengkapnya lihat prosedur/tabel skema resusitasi BBL) B. Kompresi Dada Kompresi dada tidak selalu dilakukan dalam prosedur resusitasi jika ventilasi dapat dilakukan dengan baik. Kompresi dada dilakukan jika : • Denyut Jantung Bayi < 60 kali permenit (setelah minimal 30 detik (1 siklus) ventilasi yang adekuat) • Denyut Jantung Bayi 60-80 kali per menit tetapi tidak ada peningkatan 4. Tujuan Resusitasi Tujuan dilakukan resusitasi adalah untuk mencapai ventilasi adekuat, O 2 dan Curah Jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung, dan alat vital lainnya sehingga mencegah kegagalan respirasi dan atau sirkulasi, serta kematian biologis. 234 CSL Semester 4 5. Edisi Kedua Fase-fase Resusitasi Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya : 1.FASE I : Bantuan/Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) Yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari : • A (Airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka. • B (Breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. • C (Circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru. 2.FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support) Yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan : • D (Drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan. • E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes. • F (Fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. 3.FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support). • G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya. • H (Head) : Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. • I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikankejang G. PROSEDUR Prosedur resusitasi meliputi Persiapan, Resusitasi dan Post Resusitasi. Ventilasi efektif merupakan kunci keberhasilan tindakan resusitasi. 235 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 22. Diagram Alur Resusitasi Neonatal (Sumber : Resusitasi Neonatus, UKK Neonatologi IDAI, 2015) 236 CSL Semester 4 Edisi Kedua Adapun rincian prosedur dalam resusitasi BBL sebagai berikut: 1) Antisipasi kemungkinan bayi yang memerlukan Resusitasi Hal-hal yang memungkinkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir harus dapat kita kenali dan kita antisipasi. Adapun asfiksia dapat tejadi akibat faktor-faktor berikut : 1. Faktor Ibu : • Preeklampsia/Eklampsia, hipertensi kronik • Perdarahan pada trimester 2-3 • Pemakaian obat-obatan ; Lithium, Mg, α-blocker, Narkotik • Diabetes Mellitus • Penyakit kronis • Anemia • Partus lama/macet • Demam & infeksi maternal • Pembiusan yang lama • Riw. Kematian janin/ bayi sebelumnya 2. Faktor Janin • Kurang bulan • Janin Kembar • Kurang Bulan (<35 minggu) • Post matur (>42 minggu) • Inkompatibilitas golongan darah rhesus/ABO • Poli-/Oligohydramnion • Infeksi intaruterine • Kelainan bawaan (Anomali congenital) • Berkurangnya gerakan janin 3. Faktor selama atau sesudah persalinan • Persalinan Sulit • Air Ketuban bercampur mekoneum • Vakum, forsep ekstraksi • Lilitan Tali Pusat • Prolaps tali pusat • Perdarahan antepartum; Plasenta previa, vasa previa, abruptio plasenta • Pemakaian narkotika atau pembiusan umum misal pada operasi sesar 2) Persiapan a. Persiapan keluarga Sebelum melakukan pertolongan persalinan sebaiknya dibicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan. Serta penolong persalinan harus jeli mengantisipasi kemungkinan bayi yang memerlukan resusitasi seperti yang sudah dijelaskan 237 CSL Semester 4 Edisi Kedua sebelumnya. Untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang baik penolong dengan pasien sangat diperlukan untuk menggali anamnesis riwayat obstetric pasien. Lakukan Informed-consent pada ibu dan pihak keluarga, Beritahu dan jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa kemungkinan bayi mengalami masalah sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi, Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta mereka ikut membantu serta meminta persetujuan lisan. b. Persiapan tempat resusitasi : • Ruangan yang terang, hangat dan dilengkapi dengan jam dinding • Meja resusitasi yang datar rata dan keras • Pemancar panas atau lampu 60 watt yang berjarak 60 cm dari bayi • Kain bersih, kering, hangat 3 buah : o 1 untuk mengeringkan bayi kemudian dibuang o 1 alasnya kemudian untuk menyelimuti bayi o 1 yang terakhir untuk ganjal bahu saat memposisikan kepala sedikit ekstensi Gambar 23. Jenis-jenis sungkup ; anatomis dan bulat (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) Gambar 24. Meja Resusitasi (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) Gambar 25. Balon sungkup mengembang sendiri (self inflating bag) (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) c. Persiapan Peralatan Resusitasi Pastikan semua peralatan sudah tersedia dan siap pakai sebelum membantu persalinan. • Balon-Sungkup (dengan pengatur tekanan) o Mengembang sendiri o Tidak mengembang sendiri 238 CSL Semester 4 Edisi Kedua • Sungkup yang efektif disesuaikan dengan ukuran bayi. Jenis sungkup ada 2 ; sungkup bundar dan anatomis (lihat gambar sebelumnya. Sungkup harus menutupi mulut, hidung dan dagu serta tidak boleh bocor. Ukuran sungkup bayi : o Ukuran 1 = untuk bayi dengan berat normal o Ukuran 0 = untuk bayi dengan berat < 2500 gram • Alat penghisap lendir bayi; kateter De Lee atau suction kecil d. Persiapan Penolong Persiapan diri dimaksudkan untuk melindungi diri dari kemungkinan infeksi dengan cara : Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastic, sepatu tertutup); Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan; Cuci tangan menurut WHO dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alcohol dan gliserin; Keringkan dengan lap bersih; Selanjutnya gunakan sarung tangan DTT/ Steril sebelum menolong persalinan secara aseptic. 3) Penilaian Sepintas Bayi baru Lahir (Initial Assessment): Pastikan : Apakah bayi bernafas? Apakah bayi menangis? Apakah tonus baik (bayi bergerak aktif)? Jika jawaban “YA” lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir Perawatan Rutin : Pastikan bayi tetap hangat Keringkan bayi Lanjutkan observasi pernafasan, laju denyut jantung, dan tonus otot Jika jawaban “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir Langkah Awal 4) Langkah Awal Resusitasi (Initial Steps) Langkah awal resusitasi yang kesemuanya harus dilakukan dengan runtut dalam waktu 30 detik, meliputi : 1. Jaga Kehangatan bayi. Selimuti bayi dengan handuk/selimut kering yang diletakkan diatas perut ibu, bagian muka dan dada bayi tetap terbuka. Potong tali pusat dan Pindahkan ke meja resusitasi dengan pemancar panas yang telah ditentukan 2. Atur Posisi bayi. Letakkan bayi di tempat resusitasi. Posisi penolong di bagian kepala bayi. Posisikan kepala bayi kepala sedikit ekstensi dengan memasang dan mengatur kain ganjal bahu bayi yang telah disiapkan (Membuka airway=A) 239 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 26. Memposisikan Kepala bayi yang benar (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) 3. Bersihkan Jalan Nafas Hisap Lendir Bayi. Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir bayi menggunakan penghisap lender De Lee. Mulai dari mulut dulu baru hidung, pada mulut sedalam < 5 cm dan hidung bayi sedalam < 3 cm. Jika terdapat mekoneum, lihat bagan air ketuban bercampur mekoneum. Gunakan kateter penghisap 12 F atau 14 F. Catt : Ingat Mulut (Mouth) dulu baru Hidung (Nose) M dulu baru N Gambar 27. Cara menghisap lendir bayi 4. Keringkan dan Stimulasi (rangsang taktil). Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok-gosok dada, perut, punggung bayi sebagai rangsangan taktil untuk merangsang pernafasan. Ganti kain basah dengan kain yang bersih dan kering. Biarkan muka dan dada terbuka. Melakukan stimulasi/ rangsang taktil dengan cara Menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau Menggosok punggung, perut, dada atau ekstremitas bayi Tabel 4. Hal yang tidak dianjurkan untuk stimulasi bayi : No Tindakan Berbahaya Akibat Yang Bisa Terjadi 1 Menepuk punggung Perlukaan Patahtulang, pneumotoraks, distress napas, 2 Menekan rongga dada kematian 3 Menekankan paha keperut Pecahnya hati, limpa 4 Dilatasi sfingter ani Robeknya sfingter ani 5 Kompres dingin,panas Hipotermi, Hipertermi Menggoyang–goyang 6 Kerusakan Otak tubuh 240 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 28. Langkah Awal (initial step) & Stimulasi pada BBL (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) 5. Mereposisikan kepala bayi 6. Nilai bayi : Usaha Nafas, Laju Denyut Jantung (LDJ) dan Tonus Otot HASIL Bila bayi ―BERNAFAS SPONTAN” Nilai apakah ada distres pernafasan atau tidak Bila bayi : - “TIDAK BERNAFAS/ MEGAP-MEGAP DAN ATAU - LDJ < 100X/menit VENTILASI TEKANAN POSITIF (VTP) Pemantauan SpO2 241 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5) Ventilasi Jika setelah penilaian langkah awal bayi memerlukan ventilasi (lihat Indikasi VTP diatas) maka Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dilakukan dengan Ambu-bag jika bayi tidak bernafas atau Denyut Jantung < 100x/menit, Ventilasi dengan oksigen aliran bebas jika DJ > 100x/menit tetapi bayi sianosis. O2 mask held close to the baby’s face to give close to 100% O2 O2 delivered by tubing held in cupped hand over baby’s face Gambar 29. Cara memberikan oksigen aliran bebas (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) Frekuensi VTP Frekuensi Ventilasi 40-60 kali permenit. Atau 20 kali dalam 30 detik. Tekanan awal 3040 cm H2O. Irama memberikan pompaan pada VTP adalah 2 pompaan dalam 3 detik, sebagai berikut : Gambar 30. Frekuensi & Koordinasi (Irama) VTP dan Kompresi dada (Sumber : Resusitasi Bayi Baru Lahir untuk Bidan. 2009) Cara memegang dan posisi sungkup pada wajah adalah sebagai berikut : Gambar 31. Cara Memegang Sungkup dan posisi pemasangan sungkup pada wajah bayi (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) 242 CSL Semester 4 Edisi Kedua Hal-hal yang harus diperhatikan saat ventilasi: Pilih sungkup dengan ukuran yang sesuai dan Pasang sungkup karet dengan benar (menutupi hidung, mulut dan dagu bayi dengan rapat/tak ada kebocoran) Memastikan posisi kepala bayi tetap sedikit ekstensi Lakukan ventilasi percobaan dengan memperhatikan gerakan dinding dada. Lakukan 2 kali ventilasi dengan pompaan pada balon atau tiupan dengan tekanan 30-40 cmH2O o Tekan balon ambu-bag atau tiup pangkal tabung sungkup o Sisihkan pakaian/ kain yang menutupi dinding dada bayi o Naiknya dinding dada mencerminkan mengembangnya paru dan udara masuk dengan baik o Bila tidak mengembang koreksi kemungkinan kebocoran pada perlekatan sungkup, posisi kepala dan jalan nafas ataupun sumbatan jalan nafas oleh lender Ventilasi definitif lanjutan dilakukan dengan frekuensi 20 kali/ 30 detik Posisi penolong harus melihat ke dada bayi. Ventilasi yang efektif ditunjukkan dengan naiknya dinding dada bayi bilateral, bayi bernafas dan DJ adekuat >100x/menit dan warna kulit bayi merah muda. Gambar 32. posisi penolong dan Evaluasi pengembangan paru (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) 6) Evaluasi Evaluasi yang dilihat pada resusitasi bayi meliputi : Usaha Nafas, Denyut Jantung dan Warna Kulit. Setelah ventilasi 30 detik maka dilakukan evaluasi terhadap ketiga hal di atas. Jika setelah 30 detik pertama ventilasi bayi menangis kuat, tidak sianosis DJ> 100x/menit dan bergerak aktif maka hentikan VTP, selimuti bayi dan serahkan kepada ibunya untuk IMD dan perawatan observasi. Jika setelah 30 detik pertama bayi belum bernafas spontan atau megap-megap, DJ >100x/menit dan sianosis maka lanjutkan tindakan ventilasi JIKA SETELAH 30 DETIK LDJ TETAP < 100X/MENIT NILAI PENGEMBANGAN DADA Bila dada tidak mengembang adekuat evaluasi : Posisi kepala bayi 243 CSL Semester 4 Edisi Kedua Obstruksi jalan nafas Kebocoran sungkup Tekanan puncak inpirasi cukup atau tidak Bila dada mengembang adekuat namun LDJ < 60x/menit: VTP + kompresi dada (3 kompresi tiap 1 nafas) Pertimbangkan intubasi Evaluasi : LDJ dan usaha nafas tiap 60 detik 7) Kompresi dada/jantung Kompresi Jantung dan VTP dilakukan dengan 2 orang penolong. Kompresi dilakukan jika setelah penilaian terhadap ventilasi setelah 30 detik, Denyut Jantung (DJ) Bayi < 60x/menit, dan atau 60-80 kali per menit tetapi tidak ada perbaikan/peningkatan maka selain VTP berikan Kompresi dada (Pijat Jantung Luar) pada bayi. Ada 2 cara teknik melakukan kompresi jantung pada bayi : 1. Teknik 2 jari, dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah penolong 2. Teknik ibu jari. Dengan menggunakan kedua ibu jari tangan penolong sedangkan jari-jari lainnya melingkari dada menjadi alas penyangga resusitasi sebagaimana gambar berikut. Gambar 33. Teknik Melakukan VTP&Kompresi Dada BBL (Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006) Teknik pertama dapat dilakukan oleh satu penolong dengan posisi jari diletakkan dan tidak boleh diangkat dari lokasi kompresi dada, ventilasi diberikan dengan tiupan ke sungkup. Sedangkan pada anak yang lebih besar teknik kompresi dapat menggunakan satu tangan dengan menggunakan tumit salah satu telapak tangan atau dengan dua tangan seperti pada dewasa. Lokasi 1/3 bawah tulang sternum. Berbeda pada dewasa, posisi ventrikel bayi lebih tinggi. Frekuensi dan Irama Kompresi dada harus terkoordinasi dengan VTP sebagai berikut : Satu siklus terdiri dari 3 kompresi dada dan 1 VTP dilakukan selama 2 detik (Rasio 3:1). Sehingga dalam satu menit ada 30 kali ventilasi dan 90 kali pijat jantung 244 CSL Semester 4 Edisi Kedua Irama : Satu-Dua-Tiga-Pompa-Satu-Dua-Tiga-Pompa…dst. Satu Siklus (2 detik)… Satu Siklus (2 detik)… Evaluasi kembali setelah 30 detik Kompresi dan VTP efektif : Jika belum terjadi perbaikan ; bayi belum bernafas/megap-megap, Denyut Jantung (LDJ) < 60 kali permenit dan masih sianosis pertimbangkan pemberian obat dan cairan intravena berikan Epinefrin/Adrenalin konsentrasi 1:10.000 dengan dosis 0,01-0,03 mg/kgBB atau setara dengan 0,10,3mL/kgBB secara intra vena (i.v) atau endotrakeal. Kemudian lanjutkan VTP dan kompresi dada. Catatan : o Dosis Via endotracheal tube (ETT) lebih tinggi = 1 mL/kgBB dengan spuit 3 cc (Diberikan lebih awal sementara dosis iv dipersiapkan) o Dosis i.v = 0,1 mL/kg lewat Catheterisasi Vena Umbilicalis (spuit 1 ml diikuti 5 ml saline NaCl 0,9% bolus) (The New NRP Algorithm-canadian NRP-2006 Addendum) Pertimbangkan pemberian Volume ekspander jika BBL yang di resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis : pucat, perfusi buruk, nadi kecil dan lemah Capillary Refill Time > 2detik dan tidak ada respon dengan resusitasi. Cairan yang dipakai NaCl 0,9% dengan dosis 10ml/kgBB i.v 5-10 menit. Jika bayi belum bernafas spontan dan sianosis tetapi DJ > 60x/menit lakukan ventilasi saja dan selanjutnya lakukan penilaian seperti poin sebelumnya Jika bayi tidak bernafas dan telah di ventilasi lebih dari 2 menit siapkan rujukan sambil tetap melakukan VTP + kompresi dada, dan diselingi dengan pemberian adrenalin setiap 3-5 menit. Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernafas dan tidak ada denyut jantung (Resusitasi tidak berhasil). 8) Tindakan Pasca Resusitasi Bila Resusitasi berhasil (jika bayi sudah bernafas efektif, warna kulit merah muda, DJ>100x/menit Lakukan perawatan pasca resusitasi Bila perlu rujukan ; konseling untuk merujuk bayi beserta ibu dan keluarga, lanjutkan resusitasi, memantau tanda bahaya, mencegah hipotermi, memberikan Vitamin K, mencegah infeksi, membuat surat rujukan serta melakukan pencatatan dan pelaporan kasus 245 CSL Semester 4 Edisi Kedua Bila resusitasi tidak berhasil : melakukan konseling pada ibu dan keluarga, member petunjuk perawatan payudara serta melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Dekontaminasi seluruh peralatan H. DAFTAR PUSTAKA Anonim (Statewide Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program ), 2009. Neonatal resuscitation, Queensland Government. URL http://www.health.qld.gov.au/cpic/documents/mguide_NeonatResv4.pdf Anonim. 2006. The New NRP Algorithm. NRP 2006 – Western Canada Launch. Vancouver, BC. Didownload dari : http://www.rcpals.com/downloads/2007files/march/march18/Neonatal_Resus citation_update.ppt Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan KlinikKesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia Kattwinkel, J. 2006. Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. The American Academy of Paediatrics. Didownload dari : http://dc161.4shared.com/download/gB6K5IST/AAP_Neonatal_Resuscitaion _Text.pdf?tsid=20100817-072042-243637b9 Kosim, M. Sholeh. 2005. Buku Panduan : Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit Rujukan Dasar. MNH-JHPIEGOIDAI UKK Perinatologi-Depkes RI. Kukreja, Sudeep, M.D. 2005. Neonatal Resuscitation. Associate Director, NICU Children‘s Hospital of Orange County Orange, CA 92868 Lily Rundjan. 2006. Resusitasi Jantung Paru pada Neonatus. Divisi Neonatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta. Indonesia Lutfia Haksari, Ekawaty. 2009. Resusitasi Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Bagian Perinatologi FK-UGM-RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta. Murphy, Patti MD. FRCPC. 2007. NRP_2006_presentation : Department of Anesthesiology University of Ottawa. February 14 th, 2007. Didownload dari : http://www.ottawa-anesthesia.org/rounds/.ppt Pusponegoro, Hardiono D. et.al. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I 2004. : Asfiksia Neonatorum. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Saugstad, Ola Didrik. 2007. New guidelines for newborn resuscitation. Acta Pædiatrica 2007 96, pp. 333–337. Didownload dari : http://www.nacerlatinoamericano.org/_Archivos/_Menuprincipal/08_Guias/reanimaci%F3n%20neonatal.pdf Siahaan, Oloan SM. 1992. Resusitasi Jantung, Paru, dan Otak. Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992 hal 129-137 246 CSL Semester 4 I. Edisi Kedua Evaluasi Cek List OSCE CSL Resusitasi Neonatus No Aspek yang dinilai 1 2 Melakukan komunikasi interpersonal & informed-consent Melakukan persiapan alat, tempat resusitasi dan persiapan diri penolong dengan baik Melakukan penilaian sepintas (initial assessment) dengan benar Melakukan prosedur langkah awal dengan runtut, benar dan tepat waktu Menghisap Lendir Bayi dengan alat dan cara yang benar Mengeringkan dan Stimulasi (rangsang taktil ) pada bayi dengan benar serta mereposisikan kembali bayi dilanjutkan penilaian terhadap assesmen awal : nilai usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung bayi Memberikan ventilasi tekanan positif dengan benar Melakukan evaluasi terhadap usaha nafas, denyut jantung dan warna kulit Melakukan VTP dan Kompresi dada secara terkoordinasi dengan frekuensi dan irama yang benar Melakukan evaluasi kembali dan memberikan injeksi epinefrin per tracheal atau iv Melakukan tindakan pasca resusitasi secara dengan baik dan benar Melakukan prosedur resusitasi dengan professional 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umpan Balik Cek List Latihan Resusitasi Neonatus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aspek yang dinilai Umpan Balik Interaksi Dokter Pasien Melakukan Komunikasi interpersonal dengan keluarga pasien secara baik (senyum salam sapa) Beritahu dan jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayi mengalami masalah sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi (informed) Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini serta mintalah persetujuan lisan (consent) PERSIAPAN Melakukan persiapan dan pengecekan alat Ambubag set, sumber oksigen dan penghubung Mempersiapkan tempat resusitasi Meja resusitasi yang datar rata dan keras Menghidupkan lampu pemancar/ penghangat bayi Kain alas (2) dan ganjal bahu Persiapan penolong; memakai APD sudah dilakukan sebelum membantu persalinan Initial assessment Melakukan penilaian sepintas (initial assessment) dengan benar (Menyebutkan hal apa saja yang dinilai) LANGKAH AWAL Menjaga kehangatan bayi/termoregulasi Mengatur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi untuk membuka jalan nafas (Airway) 247 CSL Semester 4 10 11 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Edisi Kedua Menghisap Lendir Bayi dengan alat dan cara yang benar (Mulai dari mulut dulu baru hidung dengan kedalaman yang benar) Mengeringkan dan Stimulasi (rangsang taktil ) pada bayi dengan benar Mereposisikan kembali bayi Nnilai usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung bayi Ventilasi Tekanan Positif (VTP) Memberikan ventilasi tekanan positif percobaan (2x pompaan, memakai balon sungkup (Ambu bag) ukuran sesuai, cara memegang benar, posisi kepala bayi/model sedikit ekstensi, dada model mengembang saat dipompa) Mengevaluasi jika terjadi kebocoran pada pompa percobaan Meneruskan VTP dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik. EVALUASI Melakukan Evaluasi terhadap Usaha nafas, denyut Jantung dan warna kulit VTP + Kompresi Dada Bila bayi belum bernafas dan Denyut Jantung < 60x/menit, melanjutkan VTP dan Kompresi dada secara terkoordinasi dengan frekuensi dan irama yang benar atau Meneruskan ventilasi dada saja jika DJ>60x/menit Menilai lagi bayi : usaha nafas, denyut jantung warna kulit & Mengambil keputusan klinis dengan benar Epinephrine Bila DJ masih < 60x/menit berikan epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada bila DJ>60x/menit kompresi dada dihentikan VTP diteruskan Bayi tidak bernafas dan telah di ventilasi lebih dari 2 menit siapkan rujukan sambil tetap lakukan VTP dan kompresi dada, diselingi pemberian epinefrin setiap 3-5 menit. Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernafas dan tidak ada denyut jantung Tindakan Pasca Resusitasi Melakukan tindakan pasca resusitasi secara dengan baik dan benar Bila Resusitasi berhasil (jika bayi sudah bernafas efektif, warna kulit merah muda, DJ>100x/menit Lakukan perawatan pasca resusitasi Bila perlu rujukan ; konseling untuk merujuk bayi beserta ibu dan keluarga, lanjutkan resusitasi, memantau tanda bahaya, mencegah hipotermi, memberikan Vitamin K, mencegah infeksi, membuat surat rujukan serta melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Bila resusitasi tidak berhasil : melakukan konseling pada ibu dan keluarga, member petunjuk perawatan payudara serta melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Dekontaminasi seluruh peralatan Melepas handskoon dan cuci tangan menurut WHO Profesionalisme Melakukan prosedur resusitasi dengan professional 248 CSL Semester 4 Edisi Kedua INSISI ABSES BARTOLINI dr. Dian Isti Angraini, MPH A. TEMA Keterampilan prosedural insisi abses bartolini (marsupialisasi) B. TUJUAN - Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur insisi abses bartolini C. ALAT DAN BAHAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) Sarung tangan steril Larutan yodium Jarum 26G Spuit 5ml Lidocain ampul Scalpel 2 Hemostat kecil untuk memegang dinding kista Kassa steril 1 hemostat untuk memecah lokulasi Jarum dan benang absorbable 2-0 Needle holder Gunting D. SKENARIO Seorang wanita, berusia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri di daerah kemaluan. Nyeri dirasakan sangat berat dan mengganggu ketika berjalan dan duduk. Wanita tersebut mengatakan terdapat benjolan bernanah di bibir kiri alat kelaminnya. Setelah selesai anamnesis, Anda melakukan pemeriksaan fisik dan Anda mendiagnosa wanita tersebut menderita abses bartolini. Kemudian Anda merencanakan untuk melakukan tindakan marsupialisasi. E. DASAR TEORI Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan 249 CSL Semester 4 Edisi Kedua menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita. Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Gambar 1. Kista Bartolini Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar 250 CSL Semester 4 Edisi Kedua Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis. Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms eringkali asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial. Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut: Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral. Dispareunia Nyeri pada waktu berjalan dan duduk Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses) Tindakan penatalaksanaan abses bartolini salah satunya dengan melakukan insisi abses bartolini (marsupialisasi). Marsupialisasi merupakan suatu insisi vertikal pada bagian tengah kista. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista. Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %. F. PROSEDUR 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Tindakan sepsis-asepsis pada daerah yang akan dilakukan tindakan. Pemberian anestesi lokal. Dinding kista dijepit dengan menggunakan hemostat kecil Dilakukan insisi vertikal pada vestibular, melewati bagian tengah kista dan bagian luar cincin hymenal Insisi dibuat sepanjang 1,5cm-3cm, bergantung pada besarnya kista. Setelah dibuka, isi rongga akan keluar. Irigasi rongga denga larutan saline. Rusak lokulasi menggunakan hemostat. 251 CSL Semester 4 Edisi Kedua 9) Dinding kista dieversikan dan ditempelkan pada dinding mukosa vestibuler dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2-0 Gambar 2. Teknik Insisi Kista bartolini G. DAFTAR PUSTAKA 252 CSL Semester 4 Edisi Kedua RUPTUR PERINEUM, EPISIOTOMI DAN PENJAHITANNYA dr. Dian Isti Angraini, MPH A. TEMA Keterampilan prosedural episiotomi, ruptur perineum dan penjahitan luka B. TUJUAN - Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur ruptur perineum dan penjahitannya - Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur episiotomi dan penjahitannya C. ALAT DAN BAHAN D. SKENARIO Seorang wanita, berusia 38 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke klinik Unila dengan keluhan mules-mules dan keluar darah lendir. Dokter melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta segera mempersiapkan proses persalinan. Karena janin besar dan ibu adalah primigravida, maka Anda merencanakan melakukan episiotomi. E. DASAR TEORI RUPTUR PERINEUM Perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal. Segitiga urogenital Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial (dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superfisial transverse perineal (otot yang melintang contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter). Kelenjar bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya 253 CSL Semester 4 Edisi Kedua membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora. Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan belakang fasia membran perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan, karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama terletak juga otot cincin external uretra. Segitiga anal Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4 Badan perineal Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar. Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo rectalis, karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus. Anatomi anorektum Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneus / bawah kulit), superfisial (permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot penyambung yang membujur rektum. 254 CSL Semester 4 Edisi Kedua Gambar 1. Struktur Perineum Wanita Etiologi Ruptur Perineum Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana : ingan parut Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas. Klasifikasi Ruptur Perineum 1) Ruptur Perineum Spontan Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. 2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi) Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina. 255 CSL Semester 4 Edisi Kedua RUPTUR PERINEUM SPONTAN Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan: a) Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit. b) Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani. c) Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti : d) Tingkat IV :Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas. Gambar 2. Klasifikasi Ruptur Perineum 256 CSL Semester 4 Edisi Kedua EPISIOTOMI (RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA) Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Indikasi ibu antara lain adalah: a. Primigravida umumnya b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar d. Arkus pubis yang sempit Indikasi janin antara lain adalah: a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin. b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar. c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung. Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah: a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina. Jenis Episiotomi Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi yaitu: a. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: � perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. � sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum). b. Episiotomi mediolateralis Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 257 CSL Semester 4 Edisi Kedua cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris. c. Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita. d. Insisi Schuchardt. Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar. Gambar 1. Jenis Episiotomi Saat Melakukan Episiotomi Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis menganjurkan episiotomi dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan sebelum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko 258 CSL Semester 4 Edisi Kedua perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam. Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir, dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan. PENJAHITAN (REPAIR) RUPTUR PERINEUM DAN EPISIOTOMI Tujuan penjahitan/ repair : • Mendekatkan/merapatkan jaringan. • Menghentikan perdarahan (Hemostasis) Teknik menjahit robekan perineum 1) Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight). 2) Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan, terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus. 3) Tingkat III : Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia perektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan kromik catgut, sehingga bertemu kembali. Ujung- ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan kromik catgut sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. 4) Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka. Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai berikut: 1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik. 2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space. 3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi. 4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan. 259 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin. 6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum. 7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik. Gambar 2. Teknik Penjahitan Metode Konvensional Gambar 3. Teknik Penjahitan Kontinyu Non Locking F.PROSEDUR 1) Persiapan • Bantu ibu mengambil posisi litotomi. • Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu. • Hidupkan lampu sorot. 260 CSL Semester 4 Edisi Kedua • Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,kemudian memberikan anestesi lokal dan menjahit luka. • Cuci tangan WHO • Pakai sarung tangan steril. • Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan. • Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan. • Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan perineum ibu. • Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. • Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum. • Berikan anastesi lokal Anestesi Lokal Masukkan cairan lidokain ke dalam spuit Tusukkan seluruh jarum dari tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan kulit perineum ke arah perineum. Lakukan aspirasi untuk memeriksa adanya darah dari pembuluh darah yang tertusuk. Ulangi seluruh langkah 3 pada sisi lain dari luka. Masing-masing sisi luka akan memerlukan kira-kira 5 ml lidokain 1%. Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesia tersebut bekerja dan kemudian uji daerah yang di anastesia dengan cara dicubit dengan forceps atau disentuh dengan jarum yang tajam. Penjahitan laserasi Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas da teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler Tusukan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. 261 CSL Semester 4 Edisi Kedua Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam. Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rectum. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih aman. 262 CSL Semester 4 Edisi Kedua ULTRASONOGRAFI DALAM OBSTETRI dr. Fajriani Damhuri Ultrasonografi (USG) merupakan suatu metoda diagnostik dengan menggunakan gelombang ultrasonik, untuk mempelajaristruktrur jaringan berdasarkan gambaran ekho dari gelombang ultrasonik yang dipantulakan oleh jaringan. Pemeriksaan USG saat ini dipandang sebagai metoda pemeriksaan yang noninovasif, aman, praktis, dan hasilnya cukup akurat. Alat USG yang sekarang populer dan banyak beredar dipasaran umumnya dari jenis real time yang mempunyai kualitas resolusi yang cukup baik, bentuknya lebih kompak dan ringan, serta cara pengoperasiaannya lebih praktis. Fisika dasar gelombang Ultrasonik Pemahaman mengenai sifat fisik gelombang ultrasonik sangat diperlukan di dalam pemeriksaan USG, antara lain: 1) Untuk mengetahui prinsip kerja, cara pemakaian, dan cara pemeriksaan alat USG 2) Untuk membuat interpretasi gambaran USG, dan mengenal berbagai gambaran artefak yang ditmbulkan 3) Untuk memahami efek biologik dan segi keamanan dalam penggunaan alat diagnostik USG yang dewasa ini masih perlu dipantau. Gelombang ultrasonik sebetulnya merupakan gelombang suara, yang berbeda dalam hal frekuensinya, oleh karena itu sifat-sifat fisik gelombang suara akan berlaku juga bagi gelombang ultrasonik. Alat diagnostik USG menggunakan gelombang ultrasonik yang mempunyai frekuensi antara 1-10 MHz; sedangkan alat yang digunakan dalam bidang obstetri biasanya mempunyai frekuensi antara 3-5 MHz. Akhir-akhir ini dikenal pemeriksaan USG dengan menggunakan probe intravaginal yang mempunyai frekuensi 7.5 Mhz. Kecepatan gelombang suara di dalam suatu medium akan berbedadari medium lainnya. Perbedaan itu ditentukan oleh sifat akustik medium, yaitu densitas dan kekakuan dari medium. Kecepatan gelombang suara paling rendah di dalam udara(330m/det), dan paling tinggi di dalam tulang (4800m/det). Perangkat USG terdiri dari transducer, monitor, dan mesin USG.Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transducer. Monitor merupakan perangkat yang digunakan untuk menampilkan display hasil USG dan mengetahui arah dan gerakan jarum menuju sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan CPU dalam teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG menjadi gambar. 263 CSL Semester 4 Edisi Kedua Refleksi adalah mekanisme pemantulan intensitas gelombang suara oleh permukaan medium. Makin besar intensitasnya yang dipantulkan, akan semakin sedikit intensitasyang ditransmisikan ke dalam medium. Udara dan tulang merupakan medium yang memiliki daya reflektor sangat kuat, sehingga sulit dilalui gelombang suara. Cairan darah, dan berbagai jaringan lunakj tubuh memiliki daya reflektor yang lemah, sehingga mudah dilaui gelombang suara. Absorpsi merupakan mekanisme perubahan intensitas gelombang suara (energi mekanis) menjadi energi panas. Jaringan tulang memiliki daya absorpsi yang sangat kuat, sedangkan cairan /darah dan jaringan lunak tubuh mempunyai daya absorpsi yang lemah. a. b. Pemeriksaan ultrasonografi dalam obstetri JENIS PEMERIKSAAN USG USG 2 Dimensi Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan. USG 2D hanya menggunakan dimensi panjang dan lebar. Janin akan tampak samar-samar seperti bayangan tapi gerakannya terpantau pada layar monitor. Untuk pemeriksaan awal biasanya dokter menggunakan USG 2D. Jika ditemukan kelainan janin barulah digunakan USG 3D atau 4D. USG 2D saja sebetulnya sudah sangat memadai untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Kecuali dalam keadaan kelainan tertentu yang harus dilakukan pemeriksaan 4D, seperti dicurigai adanya kelainan bawaan kecil-kecil. Kalau yang besar2 seperti hidrosefalus (besar kepala), anensefali (nggak ada batok kepala), amelia (tidak ada anggota gerak) dll masih bisa 'dilihat' dengan USG 2 D. USG 3 Dimensi Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh 264 CSL Semester 4 Edisi Kedua janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar). c. USG 4 Dimensi Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat ―bergerak‖. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim. USG 4D adalah hasil penyempurnaan dari USG 3D. Menggunakan empat dimensi yakni lebar, panjang, kedalaman plus gerak (dimensi waktu). Sehingga hasilnya lebih detail dan akurat, karena bisa melihat bentuk janin secara yang nyata. Bahkan mancung atau peseknya hidung janin pun bisa diketahui. Alat ini dikembangkan pada tahun 1992 oleh seorang peneliti, Kazunori Baba dari Institute of Medical Electronics, Universitas Tokyo. d. USG Doppler Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi: 1) Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit). 2) Tonus (gerak janin). 3) Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm). 4) Doppler arteri umbilikalis. 265 CSL Semester 4 Edisi Kedua 5) Reaktivitas denyut jantung janin. Teknik pemeriksaan USG (transabdominal) 1. Posisi pasien dan pemeriksa, Pemeriksaan umumnya dilakukan pada pasien dalam posisi telentang. Alat USG ditempatkan di sebelah kanan pasien. Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien, duduk menghadap ke arah muka pasien dan layar monitor USG. 2. Persiapan, Pada keadaan tidak hamil atau trimester I, organ genetalia interna masih berada di dalam rongga pelvis, tertutup masa usus dan dilindungi oleh tulang pelvis. Setiap pemeriksaan USG pada kehamilan terimester I harus dilakukan dalam keadaan kandung kencing yang penuh. Pada kehamilan terimester II dan III uterus sudah cukup besar, sehingga keluar dari rongga pelvis dan mendesak masa usus ke arah kranial dan lateral, sehingga tidak menutupi uterus lagi. 3. Penggunaan bahan perangkai (coup[ling agent), Udara dapat menghalangi pemeriksaan USG, dapat dihilangkan dengan memberikan bahan perangkai, yaitu medium yang mudah dilalui gelombang ultrasonik. Indikasi pemeriksaan USG obstetri Indikasi tersebut antara lain: 1) Usia kehamilan yang tidak jelas 2) Tersangka kehamilan multipel 3) Perdarahan dalam kehamilan 4) Tersangka kematian mudigah/janin 5) Tersangka kehamilan ektopik 6) Tersangka kehamilan mola 7) Terdapat perbedaan tinggi fundus uteri dan dan lamanya amenorea 8) Presentasi janin yang tidak jelas 9) Tersangka pertumbuhan janin yang terlambat 10) Tersangka janin besar 11) Tersangka oligohidramnion/polihidramnion 12) Penentuan profil biofisik janin 13) Evaluasi letak dan keadaan plasenta 14) Adanya resiko atau tersangka cacat bawaan 15) Sebagai alat bantu dalam tindakan obstetrik 16) Tersangka kehamilan dengan IUD 17) Tersangka kehamilan dengan kelainan bentuk uterus 18) Tersangka kehamilan dengan tumor pelvik 19) Sebagai alat bantu dalam tindakan intervensi dalam kehamilan Kontraindikasi hingga saat ini tidak dikenal adanya kontraindikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan. 266 CSL Semester 4 Edisi Kedua Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I Kehamilan intrauterin Pada kehamilan 5 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 5-10 mm, struktur mudigah belum dapat dideteksi dengan USG. Pada kehamilan 6 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 15 mm, mudigah kadang-kadang dapat dideteksi, terutama dengan USG transvaginal. Pada kehamilan 7 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 25 mm, panjang mudigah mencapai 10 mm, struktur kepala dapat dibedakan dari badan. Pada kehamilan 8 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 30 mm, strutur mudigah dapat dilihat lebih jelas, panjangnya mencapai 1520 mm. Mulai kehamilan 9 minggu struktur mudigah makin bertambah jelas. Periode mudigah (embrio) berlangsung dari usia 5-10 minggu, dan setelah 10 minggu disebut janin (fetus). Pada kehamilan 12 minggu rongga korion dan kantong kuning telur tidak terlihat lagi. Kehamilan multipel Adanya kehamilan multipel secara dini dapat diketahui bila dijumpai lebih dari satu kantong gestasi. Dapat diketahui jelas mulai kehamila 6 minggu. Diagnosis passti kehamilan multipel hanya bisa ditegakkan dengan USG bila dijumpai lebih dari satu mudigah yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan, yaitu mulai kehamilan 7 minggu. Penentuan usia kehamilan 1. Diameter Kantong Gestasi (KG) Umumya terlihat setelah diameter mencapai 5 mm/lebih. Pengukuran diameter KG sebaiknya dilakukan dalam 3 dimensi, yaitu kraniokaudal(KK), jarak anteroposterior(AP), dan jarak transversal(T). Diameter rata-rata KG adalah: (KK+AP+T)/3 Salah satu cara penentuan usia kehamilan berdasarkan pengukuran diameter KG adalah: Usia kehamilan=diameter KG(cm)+2,543 Sebelum diameter KG mencapai 25 mm, usia kehamilan secara kasar dapat pula dihitung: Usia kehamilan(bari)= Diamater KG + 30 Penentuan usia ini cukup baik untuk usia samapai kehamilan 7 minggu. Setelah 7 minggu penentuan Usia Kehamilan sebaiknya didasarkan atas pengukuran biometri mudigah. 2. Jarak kepala bokong (crown-rump length;CRL) Ukuran jarakkepala- bokong (JKB) paling baik digunakan untuk menentukan usia kehamilan pada trimester I. Diusahakan agar mudigah/janin berada dalam sikap ekstensi, bila perlu mudigah/janin dirangsang dulu agar bergerak dengan cara perkusi dinding abdomen ibu. Pengukuran JKB untuk menentukan usia kehamilan sebaiknya tidak dilakukan lagi setelah kehamilan 12 minggu. 267 CSL Semester 4 Edisi Kedua 3. Diameter biparietal dan femur Penentuan usia kehamilan pada trimester I dapat juga didasarkan pada pengukuran diameter biparietal dan femur yaitu setelah usia kehamilan 9 minggu, dimana proses osifikasi telah mencangkup daerah kepala dan femur. REFERENSI Bone, E. 2001. Bioteknologi dan Bioetika. Kanisius. Yogyakarta. Rasad, Sjahriar. 2005. Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC http://atem.weblog.com/2008/12/Ultrasonografy-1.html http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/usg-ultra-sonography/ http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y =Cyberwoman%7C0%7C0%7C8%7C819 http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2008/5/18/kel2.html https://dwirahayu011.wordpress.com/2013/06/04/usg-ultrasonography/ 268