CSL Semester 4

advertisement
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM
HEMATOIMUNOLOGI
dr. Dina Tri Amalia, dr. Anggi Setiorini
A.
TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Hematoimunologi
B.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit hematoimunologi dengan
baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan
permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami
responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
 Mahasiswa dapat melakukan cross check
 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa
dapat
mencatat
hasil
anamnesis
dengan
jelas
serta
menyimpulkan hasil anamnesis.
C.
ALAT DAN BAHAN
1
CSL Semester 4
D.
Edisi Kedua

Pasien Simulasi

Meja dan kursi periksa
SKENARIO
Seorang pasien perempuan berumur 15 tahun, datang ke praktek anda dengan
keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang sejak 2
minggu yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
E.
DASAR TEORI
Anamnesis
adalah
pemeriksaan
yang
dilakukan
dengan
wawancara.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai
autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan
pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di dalam
alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekaman
medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.
Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana
yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan
pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang tepat
pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan spesifik
sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan
keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan
kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi
dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal
dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena
pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka
lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.
2
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit
hematoimunologi, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit hematoimunologi:
1. Gejala sistemik, berupa:
- Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
- Demam tinggi 380C selama ±1minggu tanpa sebab yang jelas
- Keringat malam
- Pembesaran kelenjar getah bening
2. Anemia. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
 Gejala umum anemia.
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinitus), mata berkunangkunang, kaki terasa dingin sesak napas, dan dispepsia.
 Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini khas untuk masing-masing
jenis anemia. Sebagai contoh:

anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (koilonychia)

anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12

anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali

anemia aplastik : perdarahan dan tanda – tanda infeksi
 Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala
akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan
warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala
penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat
penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.
3
CSL Semester 4
Edisi Kedua
3. Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)
F.
PROSEDUR
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam
keluarga, dan riwayat pribadi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.
Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika,
maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang
dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga
diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:

Nama lengkap pasien

Umur atau tanggal lahir

Jenis kelamin

Golongan darah

Alamat

Pendidikan

Pekerjaan

Suku bangsa

Agama.
Dalam penyakit hematoimunologi, anamnesis mengenai usia, jenis kelamin,
ketinggian tempat tinggal penting untung ditanyakan. Karena hal – hal tersebut
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kadar hemoglobin dan
eritrosit suatu pasien.
4
CSL Semester 4
Edisi Kedua
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang
membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan
dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang
hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama
tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini
terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat
mengemukakan esensi masalah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai
pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul
dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat
diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan
penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang
diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi
melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam
mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa,
bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak
sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas
sesuatu yang kurang jelas.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data
sebagai berikut:
1.
Waktu dan lama keluhan berlangsung
2.
Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang
3.
Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah
5
CSL Semester 4
4.
Edisi Kedua
Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5.
Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6.
Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan
7.
Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8.
Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
Berikut adalah beberapa faktor resiko penyakit hematoimunologi antara lain:
 Riwayat penggunaan obat (misalnya : fenilbutazon, senyawa sulfur,
antikonvulsan, NSAID, dll)
 Riwayat terpapar bahan-bahan toksik seperti radiasi, obat-obatan atau
senyawa kimia tertentu (ex : benzena)
 Asupan nutrisi tidak adekuat : vegetarian, diet yang tidak seimbang
(sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi),
makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging,dll.
 Keperluan yang meningkat : kehamilan, bayi, prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan, keganasan peningkatan hematopoiesis
(anemia hemolitik kronik), hemolisis, dan lain sebagainya
 Malabsorbsi : akibat neoplasma, obat-obatan (fenitoin, kolkisin,
neomisin, dll), enteritis, gastrektomi, dan lain sebagainya.
 Adanya perdarahan menahun yang dapat berasal dari:

saluran cerna : akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, infeksi cacing tambang dll

saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia

saluran kemih : hematuria

saluran napas : hempotoe
6
CSL Semester 4
9.
Edisi Kedua
Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara
dan diagnosis diferensial.
4. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan
makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, kontrasepsi, transfusi,
kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai
pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau
penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat
kehamilan dan kelahiran.
6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan
pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol,
dan penyalahgunaan obat-obat terlarang (Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat
perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Anamnesis juga
7
CSL Semester 4
Edisi Kedua
mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya,
sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan
sebagainya.
Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien
juga penting ditanyakan.
Pasien dengan asupan nutrisi yang tidak mencukupi seperti seseorang yang
sedang menjalani diet ketat, vegetarian, ataupun peminum alkohol, memiliki
resiko terjadinya defisiensi kobalamin dan asam folat. Hal ini menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik.
G.
DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II.
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
H.
TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan
penyakit yang berhubungan dengan sistem hematoimunologi seperti
anemia, alergi obat, reaksi hipersensitivitas, kejadian ikutan paska
imunisasi (KIPI), dll.
I.
CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT TERKAIT SISTEM
HEMATOIMUNOLOGI
No
1
2
3
Prosedur/ Aspek Latihan
Umpan Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
Mengucapkan salam pada awal wawancara
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
8
CSL Semester 4
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Edisi Kedua
Informed

menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang
benar tentang sakit pasien
Consent

Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis
jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu
ditanyakan), golongan darah, alamat lengkap, pekerjaan, agama
dan suku bangsa
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi
tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat
anamnesis berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
a. Menanyakan keluhan utama
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang
 waktu dan lama
 sifat
 lokalisasi dan penyebaran
 hubungan dengan waktu dan aktifitas
 keluhan yang mendahului dan menyertai serangan
 keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
 faktor resiko dan pencetus serangan
 riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
 perkembangan penyakit
 upaya pengobatan & hasilnya
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat
penyakit yang pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat
operasi, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat -obatan
yang pernah diminum, riwayat transfusi, riwyat imunisasi, dan
riwayat pemeriksaan medis yang pernah dilakukan
sebelumnya).
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi
dalam keluarga)
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan
obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum,
aktifitas, anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggal
pasien)
ITEM PENALARAN KLINIS
9
CSL Semester 4
13
14
15
16
17
18
Edisi Kedua
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap
apa yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
Mencatat semua hasil anamnesis
Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
10
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan Limfe/ Kelenjar Getah Bening (KGB)
dr. Fajriani Damhuri
1.
2.
3.
Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan limfe/ kelenjar getah bening (KGB)
Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan kelenjar getah bening
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening
Level Kompetensi
Keterampilan
Palpasi kelenjar limfe
4.
5.
Level Of Expexcted Ability
-1- -2- -3- -4-
Alat dan Bahan
1. Model seluruh badan
2. Alkohol gliserin
3. Tissue
Skenario
Seorang anak usia 7 tahun datang dengan keluhan lemas dan pucat. Keluahan
sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan demam yang
tidak teralu tinggi, nafsu makan berkurang yang menyebabkan berat badan
berkurang. Keluhan mual dirasakan dan merasa perut terdapat benjolan. Pasien
juga mengeluhkan sering memar bila terbentur sesuatu. Bial menggosok gigi
pasien mengeluhkan gusi sering berdarah. Pasien juga mersakan ada benjolan d
leher, ketiak, dan selangkangan. Pasien belum pernah berobat. Keluhan serupa
tidak ada pada keluarga pasien
11
CSL Semester 4
6.
Edisi Kedua
Dasar teori / Rujukan
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh
kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah),
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa
yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat
penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang
melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi
KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Gambar 1. Kelenjar getah bening kepala dan leher
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada
antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel
pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar
getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari
penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit,
12
CSL Semester 4
Edisi Kedua
sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil)
untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya)
sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada
lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
Saluran Limfe
Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan batang saluran
kanan. Ductus thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di
depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax
menyimpang ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena
besar di sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu.
Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian
yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari
sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan
isinya
ke
dalam
vena
yang
berada
di
sebelah
bawah
kanan
leher.
Sewaktu suatu infeksi pembuluh limfe dan kelenjar dapat meradang, yang tampak pada
pembengkakan kelenjar yang sakit atau lipat paha dalam hal sebuah jari tangan atau jari
kaki terkena infeksi.
13
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 2. Aliran limfe (sumber : www.australiancolonhealth.com)
Fungsi
1.
Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
2.
Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.
3.
Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah.
Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.
4.
Kelenjar
limfe
menyaring
dan
menghancurkan
mikroorganisme
untuk
menghindarkan penyebaran organism itu dari tempat masuknya ke dalam
jaringan, ke bagian lain tubuh.
14
CSL Semester 4
5.
Edisi Kedua
Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk
melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi.
7. Prosedur
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening :
1.
Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari oksipital,
posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular, submental,
superficial servical, deep servikal, posterior servikal, supraklavikular, axillary,
dan inguinal. Pemeriksaan dengan menngunakan tiga jari.
2.
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
 Ukuran : normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat
paha >1,5cm dikatakan abnormal)
 Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
 Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada
proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan
 Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis,
keganasan.
3.
Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya, atau
keras biasanya menandakan keganasan
15
CSL Semester 4
Edisi Kedua
8. Daftar Pustaka
Anonim. 2007. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2007/2008. Clinical Skill’s
Laboratory. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Lymphatic Drainage in Body. Akses from :
http://www.australiancolonhealth.com.2Fmanual-lymphatic-drainage.
9. Evaluasi
CHECK LIST PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Prosedur/ Aspek Latihan
Umpan Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
Mengucapkan salam pada awal wawancara
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
Informed

menjelaskan kepentingan pemeriksaan fisik guna mengetahui
tentang sakit pasien
Consent

Meminta waktu & ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik
ITEM PROSEDURAL
Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari
oksipital, posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular,
submental, superficial servical, deep servikal, posterior servikal,
supraklavikular, axillary, dan inguinal. Pemeriksaan dengan
menngunakan tiga jari.
Catat ukuran, jumlah, mobilitas, nyeri tekan, dan konsistensi bila teraba
perbesaran kelenjar
Bila besar ukuran kurang dari 5 mm, terpisah, dapat digerakkan, dan
tidak hangat biasanya normal pada area kepala
Pada area servikal dan inguinal, nodul berukuran 1 cm normal pada
anak sampai usia 12 tahun
Bila terdapat nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau
proses perdarahan
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan pada
proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadnya abses
Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan
bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat diakibtakan karena
tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
16
CSL Semester 4
13
14
15
16
Edisi Kedua
Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya,
atau keras biasanya menandakan keganasan
ITEM PROFESIONALISME
Cuci tangan WHO
Melakukan dengan penuh percaya diri
Melakukan dengan kesalahan minimal
17
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM
GENITOURINARIA
dr. Dina Tri Amalia, dr. Fajriani Damhuri
A.
TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Genitourinaria
B.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit genitourinaria dengan baik
dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan
permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami
responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
 Mahasiswa dapat melakukan cross check
 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.
C.
ALAT DAN BAHAN
 Pasien Simulasi
 Meja dan kursi periksa
D.
SKENARIO
Seorang pasien laki - laki berumur 67 tahun, datang ke praktek anda dengan susah
buang air kecil sejak 1 bulan terakhir. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
18
CSL Semester 4
E.
Edisi Kedua
DASAR TEORI
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau
dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain,
yang disebut sebagai alloanamnesis.
Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana
yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan
pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan
keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan
kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi
dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal
dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena
pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka
lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.
Dalam penyakit genitourinaria, pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan :
(1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal
(malaise, pucat) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis dan (2) lokal
(urologi) antara lain nyeri akibat kelainan urogenital, keluhan miksi, disfungsi seksual,
atau infertilitas.
Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit
genitourinaria, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit tersebut:
a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu
sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat
organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri lokal pada kelainan ginjal dapat
dirasakan di daerah sudut kostovertebra dan nyeri akibat kolik ureter yang
dirasakan hingga ke daerah inguinal, testis, dan ke tungkai bawah. Di bidang
urologi banyak dijumpai bermacam-macam nyeri yang dikeluhkan oleh pasien
sewaktu datang ke tempat praktek, yaitu:
 Nyeri ginjal : akibat regangan kapsul ginjal yang terjadi karena
pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi saluran kemih
yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor ginjal.
19
CSL Semester 4





Edisi Kedua
Nyeri kolik : akibat spasme otot polos ureter karena gerakan
peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, dan lainnya. Nyeri
terasa sangat sakit, hilang timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter.
Pertama-tama dirasakan di daerah sudut kostovertebra kemudian menjalar
ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah
kemaluan. Tidak jarang nyeri kolik diikuti dengan keluhan pada organ
pencernaan seperti mual dan muntah
Nyeri vesika : dirasakan di daerah suprasimfisis. Terjadi akibat
overdistensi buli-buli yang mengalami retensi urine atau terdapat
inflamasi pad buli-buli. Inflamasi buli dirasakan sebagai perasaan kurang
nyaman di daerah suprapubik. Nyeri muncul ketika buli terisi penuh dan
nyeri berkurang pada saat selesai miksi. Tidak jarang pasien sistitis
merasa nyeri yang sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi
dan kadang kala disertai dengan hematuri.
Nyeri prostat : umumnya disebabkan inflamasi yang mengakibatkan
edema kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri akibat
inflamasi ini sulit untuk ditentukan tetapi pada umumnya dapat dirasakan
pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral, atau nyeri rektum.
Sering diikuti dengan keluhan miksi berupa frekuensi, disuria, bahkan
retensi urine.
Nyeri testis / epididimis : nyeri pada daerah kantong skrotum dapat
berasal dari nyeri akibat kelainan di kantong skrotum (nyeri primer) atau
nyeri (refered pain) yang berasal dari organ di luar kantong skrotum.
Nyeri testis dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan
dengan nyeri karena kelainan organ abdominal. Begitu pula nyeri akibat
inflamasi pada ginjal dan inguinal, seringkali dirasakan di daerah
skrotum. Nyeri tumpul di sekitar testis dapat disebabkan karena varikokel,
hidrokel, maupun tumor testis.
Nyeri penis : dirasakan pada daerah penis yang sedang tidak ereksi
(flaksid) biasanya merupakan referred pain dari inflamasi pada mukosa
buli-buli atau uretra, yang terutama dirasakan pada meatus uretra
eksternum. Selain itu parafimosis dan keradangan pada prepusium
maupun glans penis memberikan rasa nyeri yang terasa pada ujung penis.
Nyeri yang terjadi pada saat ereksi mungkin akibat penyakit Peyronie
atau priapismus.
20
CSL Semester 4
Edisi Kedua
b. Keluhan miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi Lower urinary
tract symptoms (LUTS) dan inkontinentia urine. LUTS menjadi keluhan kirakira 40 % orang tua. Gejalanya dibagi menjadi 2 yaitu gejala iritatif dan gejala
obstruksi. Gejala LUTS dapat kita jumpai pada penyakit Benign Prostattic
Hyperplasia (BPH), kelemahan otot detrusor, infeksi saluran kencing (ISK),
prostatitis, batu pada saluran kencing, keganasan prostat atau keganasan bulubuli, penyakit neurologik (multiple sklerosis, spinal cord injury, cauda equina
syndrome).
Berikut akan dijelaskan keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi, yaitu:
Keluhan iritasi meliputi:
 Urgensi: rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Akibat
hiperititabilitas dan hiperaktivitas buli karena inflamasi, terdapat benda
asing di dalam buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan
buli nerogen.
 Frekuensi atau polakisuria : frekuensi berkemih lebih dari normal. Setiap
hari orang normal rata – rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan
volume kurang lebih 300 ml setiap miksi. Akibat poliuria atau karena
kapasitas buli yang menurun sehingga sewaktu buli terisi pada volume
yang belum mencapai kapasitasnya, rangsangan miksi sudah terjadi.
 Nokturia : polakisuria yang terjadi pada malam hari. Pada pasien usia tua
tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam hari karena
kegagalan ginjal melakukan konsentrasi (pemekatan urine).
 Disuria : nyeri saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada
buli-buli atau uretra. Sering nyeri dirasakan paling sakit di sekitar meatus
uretra eksternus. Disuria yang terjadi di awal miksi biasanya berasal dari
kelainan utetra dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada
buli-buli.
Keluhan obstruksi meliputi:
 Hesitansi : awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali pasien
harus mengejan untuk memulai miksi.
 Pancaran keluarnya urine lemah, tidak jauh dan kecil (bahkan urine jatuh
di dekat kaki pasien)
 Intermitensi : di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti kemudian
memancar lagi / miksi terputus-putus
21
CSL Semester 4


Edisi Kedua
Terminal dribbling : miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa
urine di dalam buli (BAK tidak puas) dengan masih keluar tetesan –
tetesan urine
Enuresis : ketidakmampuan menahan miksi
Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan miksi
yang keluar dari buli –buli baik disadari maupun tidak disadari.
c. Keluhan perubahan warna urine

Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam
urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge atau
perdarahan uretra yaitu keluar darah dari meatus uretra eksterna tanpa
melalui proses miksi. Porsi hematuria yang keluar perlu diperhatikan
apakah terjadi pada saat awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses
miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Dengan
memperhatikan porsi hematuria yang keluar dapat diperkirakan asal
perdarahan. Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada
saluran kemih tetapi mulai dari infeksi hingga keganasan saluran kemih.
 Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih tercampur dengan udara. Keadaan ini dapat
terjadi karena terdapat fistula antara buli dengan usus, atau terdapat
proses fermentasi glukosa menjadi gas CO2 di dalam urine seperti pada
pasien diabetes melitus.
 Hematospermia/hemospermia : didapatkannya darah di dalam cairan
ejakulat (semen). Biasanya dialami oleh pasien pubertas dan paling
banyak usia 30-40 tahun.
 Cloudy urine : urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat akibat dari
suatu infeksi saluran kemih. Keluarnya cairan dari uretra pada laki-laki
adalah yang paling banyak menimbulkan keluhan urologi. Oranisme
penyebab yang paling sering adalah Neisseria gonorrhoeaea atau
Chlamydia trachomatis. Cairan yang keluar disertai rasa terbakar saat
miksi atau rasa gatal pada uretra.
Selain akibat infeksi, pasien juga sering mengeluhkan urine yang
berwarna keruh, tetapi ini lebih sering terjadi karena alkalin, yang
22
CSL Semester 4
Edisi Kedua
menyebabkan presipitasi fosfat. Urinalisis yang tepat akan
memperlihatanya penyebab dari kekeruhan tersebut.
Pergerakan aliran limfatik atau chyle, ditandai pada pasien dengan urine
putih susu. Hal tersebut menujukkan sistem fistula limfatik-urinari.
Sebagian besar disebabkan oleh obstruksi kelenjar limfe ginjal, dengan
pecahnya forniceal dan rembesan. Filariasis, trauma, tuberkulosa, dan
tumor retroperitoneal dapat menyebabkan masalah ini.
d. Massa
Pasien mungkin memberitahu adanya massa yang terlihat dan teraba pada perut
bagian atas yang mungkin menunjukkan tumor ginjal, hidronefrosis, atau
polikistik ginjal. Pembesaran kelenjar limfe pada leher mungkin menunjukkan
adanya metastase tumor dari prostat atau testis. Benjolan pada selangkangan
dapat menandakan adanya penyebaran tumor dari penis atau limfadenitis,
chancroid, sifilis, atau limfogranuloma venerum. Keluhan massa pada skrotum
dan isinya meliputi buah zakar membesar, terdapat bentukan berkelok kelok
seperti cacing di dalam kantong (varikokel), atau buah zakar yang tidak berada
di dalam kantong skrotum (kriptorkismus). Pembesaran pada buah zakar
mungkin disebabkan oleh tumor testis, hidrokel, spermatokel, hematokel atau
hernia skrotalis.
e. Keluhan disfungsi seksual: meliputi libido menurun, kekuatan ereksi menurun,
disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd (air mani tidak keluar pada saat ejakulasi),
tidak pernah merasakan orgasmus atau ejakulasi dini.
f. Luka yang terdapat pada glans penis atau leher penis mungkin menunjukkan
adanya luka sifilis, chancroid, herpes simpleks, atau karsinoma sel skuamosa.
Tampak kelainan berupa kutil pada penis.
F.
PROSEDUR
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam
keluarga, dan riwayat pribadi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
23
CSL Semester 4
Edisi Kedua
memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data
penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:

Nama lengkap pasien

Umur atau tanggal lahir

Jenis kelamin

Alamat

Pendidikan

Pekerjaan

Suku bangsa

Agama.
Usia dan jenis kelamin penting ditanyakan untuk kerentanan penyakit yang
berkaitan dengan usia dan jenis kelamin tertentu, contohnya BPH. Riwayat
pekerjaan juga penting untuk menganalisis risiko penyakit. Misalnya supir,
mempunyai risiko terkena penyakit batu karena duduk secara statis dan dalam
waktu yang lama.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang
membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan
dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang
hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama
tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini
terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat
mengemukakan esensi masalah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai
pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul
dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat
diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan
penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang
diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi
melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam
mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa,
24
CSL Semester 4
Edisi Kedua
bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak
sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas
sesuatu yang kurang jelas.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai
berikut:
1. Waktu dan lama keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah
4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan
7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)
12. Apabila ada gejala LUTS tanyakan gejala iritatif dan gejala obstruksi.
Gejala obstruksi : Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran
miksi lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas,
menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan menahan
miksi (enuresis). Gejala iritatif : frekuensi (meningkatnya frekuensi
miksi), nokturi (meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi
(sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil), disuria (nyeri
saat miksi).
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara
dan diagnosis diferensial.
25
CSL Semester 4
Edisi Kedua
4. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan
makanan. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka
harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau
penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat
kehamilan dan kelahiran.
6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok,
minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba).
Merokok juga bisa menjadi faktor risiko BPH. Nokturia dapat terjadi tanpa
adanya penyakit pada orang yang minum dalam jumlah cairan yang berlebihan
di malam hari, minum kopi dan minuman beralkohol.
Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus
ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila mencurigai terjadi infeksi
saluran kencing. Diet sehari-hari bagaimana, bila mencurigai batu ginjal kita
dapat memperkirakan jenis batu tersebut. Aktifitas dan olahraga juga
ditanyakan untuk faktor risiko penyakit batu.
G.
DAFTAR PUSTAKA
 Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Anonim.2007.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung
 Datta, Mirpuri.2003.Crassh Course Renal and Urinary Systems.London
 Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar- Dasar Urologi Edisi Kedua. CV.Sagung
seto : Jakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II.
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
H.
TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan
penyakit yang berhubungan dengan sistem genitourinaria misalnya BPH,
26
CSL Semester 4
Edisi Kedua
infeksi saluran kemih, GNAPS, batu saluran kemih, gonorhoe, tumor buli-buli,
ca prostat, dll.
2) Anamnesis yang telah dibuat akan menjadi sumber latihan anamnesis pada
pertemuan kedua
I.
CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT
BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM GENITOURINARIA
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Prosedur/ Aspek Latihan
YANG
Umpan
Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
Mengucapkan salam pada awal wawancara
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
Informed

menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar
tentang sakit pasien
Consent

Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika
diperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan),
alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi tidak harus
berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis
berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
a. Menanyakan keluhan utama
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang
 waktu dan lama
 sifat
 lokalisasi dan penyebaran
 hubungan dengan waktu dan aktifitas
 keluhan yang mendahului dan menyertai serangan
 keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
 faktor resiko dan pencetus serangan
 riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
 perkembangan penyakit
 upaya pengobatan & hasilnya
Apabila ada keluhan mikturisi, tanyakan gejala :
 Gejala obstruksi :
27
CSL Semester 4
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Edisi Kedua
Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran miksi
lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas,
menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan
menahan miksi (enuresis).
 Gejala iritatif :
Frekuensi
(meningkatnya
frekuensi
miksi),
nokturi
(meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi
(sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil),
disuria (nyeri saat miksi).
 Perubahan warna urine : berdarah, berawan, atau bening
 Pernah keluar batu atau tidak
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit
yang pernah di derita sebelumnya, adakah riwayat operasi, riwayat
trauma, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat-obatan yang
pernah dikonsumsi
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam
keluarga)
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat
terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, aktifitas dan
olahraga. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan
seksualnya harus ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila
mencurigai terjadi infeksi saluran kencing.
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa
yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau
pertanyaan yang kurang jelas).
Mencatat semua hasil anamnesis
Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi, serta menghormati
pasien.
Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
28
CSL Semester 4
Edisi Kedua
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM UROGENITAL PRIA, COLOK DUBUR DAN
PENGAMBIILAN SPESIMEN URETRA
dr. Hanna Mutiara. dr. Exsa Hadibrata, dr. Dina TA, dr. Anggi S
A.
Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan fisik sistem urogenital pria, pemeriksaan colok dubur
dan pengambilan spesimen uretra
B.
Tujuan
Setelah mempelajari CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan:
 persiapan sebelum melakukan pemeriksaan fisik urogenital pria
 pemeriksaan fisik ginjal
 pemeriksaan fisik suprapubik
 pemeriksaan fisik penis
 fisik skrotum dan isinya
 pemeriksaan colok dubur
 pengambilan spesimen uretra
C.
Level Kompetensi
No
1
2
3
4
Jenis Kompetensi
Inspection of penis
Inspection and palpation of scrotum
Palpation of penis, testes, epididymis spermatic duct
Transillumination of scrotum
Level Kompetensi
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
5
Palpation (abdominal wall, kidney, colon, liver, spleen,
aorta, rigidity)
1
2
3
4
6
7
Rectal Examination
Palpation Of Prostate
1
1
2
2
3
3
4
4
8
Milking urethra
1
2
3
4
29
CSL Semester 4
D.
Edisi Kedua
Alat dan Bahan
1.
Handscoen
2.
Manekin genitalia pria
3.
Senter
4.
Handscoen
5.
Jelly
6.
Manekin Prostat
7.
Sabun cair
8.
Air mengalir
9.
Larutan antiseptik
10. Lap atau tissue
11. Tempat sampah medis
12. Kaca objek
13. Swab steril
14. Kassa steril
15. Label, alat tulis, spidol
E.
Skenario
Saat Anda sedang jaga di klinik Unila, datanglah pasien untuk berobat
dengan anda. Pasien pertama, laki-laki, 70 tahun, mengeluh susah BAB sejak 1
minggu yang lalu. Anda lalu melakukan pemeriksaan fisik sistem urogenita pria
dan colok dubur untuk menegakkan diagnosa pada pasien ini. Pasien kedua, lakilaki berusia 35 tahun datang dengan keluhan BAK bernanah sejak 2 hari yang lalu.
Anda lalu melakukakan prosedur pengambilan spesimen uretra dengan metode
milking untuk menegakkan diagnosa.
30
CSL Semester 4
F.
Edisi Kedua
Dasar Teori
PEMERIKSAAN UROGENITALIA PRIA
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan
pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan
manifestasi penyakit umum (sistemik) atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan
menderita penyakit lain. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan
ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena
penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada
hubungannya dengan karsinoma testis. Semua keadaan di atas mengharuskan dokter
untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi
harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli, genitalia
eksterna dan pemeriksaan neurologi.
1.
Pemeriksaan ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus
diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu
mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitonium.
Palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua
tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kostovertebra untuk mengangkat ginjal ke
atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
Gambar 1. Palpasi bimanual ginjal
31
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan
tulang vertebra). Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal,
mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
2. Pemeriksaan buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli yang terisi penuh dari
suatu retensi urune. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas
buli-buli.
3. Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya
kelainan pada penis/uretra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia,
kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis,
fistel uretro kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat
menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah
vebtral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Jaringan keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu
penyakit pyrone.
4.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada
saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptokosmus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang
terdapat pada isi skrotum, dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari
32
CSL Semester 4
Edisi Kedua
skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang berarti
cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif.
5.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan untu mencari kemungkinan adanya
kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia.
Seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan
penyebab buli-buli nerogen.
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi
pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit dan
menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh
karena itu perlu dijelaskan teelebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan ini. Pada
pemiriksaan colok dubur dinilai :
a.
Tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus
b.
Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum
c.
Menilai prostat.
Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara merasakan jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis
atau klitoris.
Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur
33
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 2. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral
decubitus, c & d. Posisi knee chest, e & f posisi membeungkuk
Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu
juga diperiksa colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat
kelamin wanita, antara lain : massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli.
Indikasi dilakukannya colok dubur antara lain
a.
Retentio urine
b.
Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling)
c.
Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher)
Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba
elastis seperti karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada carcinoma teraba
benjolan seperti batu dan bernodul-nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis
akut kelenjar membesar dan terba lunak, tegang dan sangat sensitif terhadap tekanan
(nyeri tekan).
PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA (METODE MILKING)
Pasien laki-laki yang datang dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri
pada saat buang air kecil agar diperiksa dahulu ada tidaknya duh tubuh. Bilamana tidak
34
CSL Semester 4
Edisi Kedua
tampak duh tubuh agar dilakukan teknik milking. Teknik milking merupakan suatu cara
pengambilan spesimen/ sekret uretra dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai
dari pangkal penis ke arah muara uretra. Setelah itu baru dilakukan pengolesan duh
tubuh pada objek glass untuk dilakukan pemeriksaan. Bila duh tubuh masih belum
terlihat setelah dilakukan teknik milking, maka pasien dianjurkan untuk tidak kencing
sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa. Dalam pelaksanaan prosedur milking
sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Sebelum
melakukan pengambilan spesimen duh tubuh uretra, lakukan dahulu pemeriksaan fisik
terhadap pasien. Kemudian beri penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan.
 Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus
selalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan
sesudah memeriksa.
 Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan
genitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruh
pakaiannya secara bertahap).
 Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.
 Hal – hal yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik yaitu:
 Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah skrotum
 Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain
 Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan
sekitarnya.
 Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjar
getah bening setempat (regional)
 Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan
pemeriksaan.
 Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih
selama 1 jam (3 jam lebih baik) sebelum pemeriksaan.
G.
PROSEDUR
1.
Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2.
Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan
fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan
jaminan pada pasien atau keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan
35
CSL Semester 4
Edisi Kedua
fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien tentang hak pasien atau keluarganya
misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik.
3.
Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4.
Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan
dilakukan di tempat ruangan yang tenang dan cahaya yang cukup terang.
Perawat sebaiknya mendamping dokter selama pemeriksaan. Pemeriksa berdiri
di samping kanan pasien.
5.
Pemeriksaan Perut
A. Pemeriksaan regio costo-vertebralis
Pemeriksaan dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan biasa
dilakukan adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position), dilihat
dari depan dan belakang
Inspeksi :
Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores), benjolan di
RCV/lateral abdomen yg ikut gerak nafas(tumor).
Palpasi :
a. Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-vertebralis dan satu tangan
didepan
dinding perut. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan
ekspirasi. Ginjal kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada
inspirasi maksimal.
b.Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal
Perkusi
a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dinding perut). Lihat
perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness) dinding lateral
abdomen.(perdarahan pd kasus trauma ginjal)
b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidak berubah dgn
perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah sesuai dengan
perubahan posisi
36
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Auskultasi
Pemeriksaan dengan steteskop : terdengar suara bising (systolic bruit) bila
ada stenosis atau aneurysma arteri renalis
Transilluminasi
Terutama anak< 1thn dgn massa besar di supra pubis atau RCV Gunakan
senter pada sisi massa di kamar gelap.
Tes transluminasi (+) → kista ginjal atau hydronefrosis dgn cairan
transparant. Transluminasi tes (+) seperti pada hydrocele
B. Pemeriksaan Supra Pubik
Inspeksi :
Normal : kosong atau volume < 150 cc → tidak teraba/terlihat
a.
Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan
umbilikus → buli-buli penuh
b.
Benjolan tidak teratur di supra pubis --> tumor buli-buli
besar
Palpasi
a. Nyeri tekan supra pubis → sistitis
b.Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma teraba di supra
pubis
c. Urin sisa yg banyak → teraba dengan colok dubur
bimanual
Perkusi
a. Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi.
b. Pekak (dullness) di supra pubis → isi buli-buli > 150 cc atau atau kista
ovarium pada wanita
37
CSL Semester 4
Edisi Kedua
6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna Pria
A. Penis
Inspeksi :
a. Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
b. Apakah sudah disirkumsisi atau belum. Bila belum
perhatikalah preputium
 Preputium terlalu panjang, biasa pd hipospadia → dorsal hood.
 Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tdk dapat
dapat ditarik ke belakang melewati glans penis→ phymosis.
 Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona
glandis dan tidak segera direposisi kembali → paraphymosis
38
CSL Semester 4
Edisi Kedua
https://online.epocrates.com
c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ;
 Glans penis
Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2), Radang
glans penis : balanitis
 Meatus uretra
o
irritasi kronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat
o
Condyloma acuminata = verruca acuminata
o
Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra :
Nanah (urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum,
batu, tumor urethra)
o
Sulcus coronarius
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer),
tumor (ca. penis), Condylomata acuminata
 Letak meatus uretra
39
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Hipospadia ada 3 tipe : Anterior, middle, dan posterior
Epispadia:
urethra
meatus
terletak
di
dorsum penis.
Fistel urethra  akibat peri urethritis atau trauma.
 Hypoplasia of the penis (micro penis) adalah penis yang tidak
berkembang (tetap kecil)
 Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral
(chordae)
Palpasi :
Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta
urethra.
o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans
penis atau sulcus caronarius.
o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra.
o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
40
CSL Semester 4
Edisi Kedua
B. Skrotum & Isinya
Inspeksi
a.
Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
b.
Lihat abses, fistel, udema, ganggren (skrotum tegang, kemerahan, nyeri,
panas, mengkilap, hilang rasa, basah → ganggren, ca srotum
c.
Lihat pembesaran scrotum :
 Orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum udem, merah.
 Ca testis: skrotum besar berbenjol, tak ada tanda radang & tdk nyeri.
 Hydrocele testicularis: kantong hydrocele seolah-olah mengelilingi
testis sehingga testis tidak dapat diraba.
 Hydrocele funicularis : kantong hydrocele berada di funikulus, yaitu
terletak di sebelah kranial testis.
 Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam
rongga abdomen ketika berbaring.
 Varicocele: gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok
sepanjang skrotum, menghilang bila berbaring.
 Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan
ada bekas trauma
 Torsi testis : testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis kontralateral.
Palpasi
a.
Raba jumlah testis, monorchidism / anorchidism, kriptokismus
uni/bilateral.
 Testis teraba keras sekali tidak nyeri tekan → seminoma
 Hydrocele → testis tdk teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+)
 Hernia skrotalis → teraba usus/massa dr skrotum sampai kanalis
inguinalis.
41
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Varicocele → seperti meraba cacing dlm kantung yang berada di
sebelah cranial testis (big of worm).
 Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri. Jika dilakukan elevasi
(pengangkatan) testis, pada epididimitis akut nyeri akan berkurang,
sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada. (Prehn's sign).
b.
Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum.
Tidak teraba → agenesis vas deferens
Transluminasi
Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan
sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif.
7. Pemeriksaan Colok Dubur
A.
Persiapan
i. Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat, lakukan
ii. Kateterisasi. Atur posisi penderita dengan posisi lithotomi, kemudian
pasang sarung tangan dan oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan
dengan lubricant.
B.
Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong
(otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti
tanda inflamasi, sinus pilonidal, fistula ani, prolaps rectum dan
hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal
(perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani
eksterna.
C.
Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum,
sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai adanya massa atau
tekanan pada daerah rectum kemudian pertahankan bagian ventral
telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum.
42
CSL Semester 4
Edisi Kedua
D.
Doronglah telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang
memisahkan 2 kelenjar prostat, teruskan sampai mencapai bagian
teratas prostat (pole atas) saat alur median menghilang. Bila telunjuk
diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat dicapai vesica
seminalis yang dalam keadaan normal tidak teraba.
E.
Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul), konsistensinya
(kenyal, keras, halus), bentuknya, ukurannya (normal, membesar,
atrofi), sensitifitas terhadap tekanan (nyeri atau tidak), mobilitas atau
terfiksasi.
F.
Setelah selesai, keluarkan jari dan berilah pasien tissue untuk
membersihkan dirinya.
8. Pengambilan Spesimen Uretra Metode Milking
1)
2)
Senyum, salam dan sapa
Memberi tahu dan menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan. Lakukan informed consent.
3) Menyiapkan alat dan bahan
4) Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label
5) Cuci tangan WHO
6) Menggunakan handschoen sebelum melakukan tindakan
7) Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ
genitalnya dan diminta untuk tidur terlentang.
8) Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal.
9) Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang
dibasahi air garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam
tempat sampah medis.
10) Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien.
11) Bila terdapat duh tubuh uretra, maka pelan-pelan masukkanlah swab steril
ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab
1800 searah jarum jam. Kemudian sambil memutar, tarik keluar swab
secara perlahan-lahan.
12) Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang
sudah disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering.
43
CSL Semester 4
Edisi Kedua
13) Bila tidak tampak duh tubuh, dapat dilakukan teknik milking terlebih
dahulu dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai dari pangkal
penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan sekretnya. Bila masih
belum terlihat, dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam
sebelum diperiksa.
14) Minta pasien untuk memakai celananya kembali.
15) Sampel siap diperiksa.
16) Lepas handschoen, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO
kembali.
H.
Daftar Pustaka
a. Purnomo B, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi. FK Unibraw : CV Sagung
Seto.
b. Emil A, Tanagho et all. Smith’s General Urology 16th Edition. Mc Graw-Hill,
2004
c. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7th
edition.McGraw-Hill, 2000
d. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5th
edition, Elsevier, 2006
e. https://online.epocrates.com/data_dx/reg/765/img/765-2-iline.gif
Ceklist Pemeriksaan
No
I
1
2
II
3
A
A.1
4
5
6
7
8
A.2
9
10
11
Aspek Penilaian
Umpan
Balik
INTERPERSONAL
Senyum, salam dan sapa
Informed consent
PROSEDURAL
Persiapan alat, cuci tangan WHO, pasang handscoen
PEMERIKSAAN PERUT
Pemeriksaan regio costovertebralis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Transluminasi
Pemeriksaan Suprapubis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
44
CSL Semester 4
Edisi Kedua
B
PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA
B.1
Pemeriksaan Penis
13
Inspeksi
14
Palpasi
B.2
Pemeriksaan Skrotum dan Isinya
15
Inspeksi
16
Palpasi
17
Transluminasi
C
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
18
Mintalah pasien mengosongkan kandung kencing
19
Persiapan alat, cuci tangan, pasang handscoen
20
Posisikan pasien dalam posisi litotomi
21
Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan
apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul,
fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi
Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
22
23
24
25
26
27
28
D
Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan
mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter
ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah
vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat
bertemu (terasa)
Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan
dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat
tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica).
Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada
posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)
Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
1) Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate,
2) Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam
rectum,
3) Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut,
4) Simetris atau tidak,
5) Berbenjol-benjol atau tidak,
6) Terfiksir atau tidak,
7) Nyeri tekan atau tidak,
8) Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan
periksalah apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan
Melepas sarung tangan, cuci tangan
PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA
45
CSL Semester 4
29
Persiapan alat dan bahan
30
Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label
31
Cuci tangan WHO
32
Menggunakan handschoon sebelum melakukan tindakan.
Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ
genitalnya dan diminta untuk tidur terlentang.
Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal.
Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang dibasahi air
garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam tempat sampah
medis.
Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien.
Bila terdapat duh tubuh uretra, masukkan swab steril ke dalam orifisium
uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab 1800 searah jarum jam.
Kemudian sambil memutar, tarik keluar swab secara perlahan.
Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang
sudah disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering.
Bila tidak tampak duh tubuh, dilakukan teknik milking dengan cara mengurut
uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan
sekretnya. Bila masih belum terlihat, pasien dianjurkan untuk tidak kencing
sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa.
Minta pasien untuk memakai celananya kembali
33
34
35
36
37
38
39
40
41
43
Sampel siap diperiksa.
Lepas handscoon, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO
kembali.
PROFESIONALISME
Tunjukkan sikap percaya diri
44
Tunjukkan sikap menghormati pasien
45
Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
42
III
Edisi Kedua
46
CSL Semester 4
Edisi Kedua
PEMASANGAN dan PELEPASAN KATETER URETRA
SERTA PROSEDUR PUNKSI SUPRAPUBIK
dr. Oktadoni Saputra, dr. Johan Salim
1.
Tema Pembelajaran
a.Keterampilan pemasangan dan pelepasan kateter uretra menetap dengan
menggunakan kateter Foley
b. Keterampilan prosedur punksi suprapubik
2.
Level Kompetensi
No
1
2
3
4
3.
Jenis Kompetensi
Urethral catheterization in male
Urethral catheterization in female
Clean intermitten chatheterization (Neuropathic blader)
Suprapubic punction
1
1
1
1
Level Kompetensi
2
3
2
3
2
3
2
3
4
4
4
4
Tujuan

Mahasiswa mampu memasang kateter uretra melalui prosedur yang baik
dan benar

Mahasiswa mampu melepas kateter uretra melalui prosedur yang baik dan
benar

4.
Mahasiswa mampu melakukan punksi suprapubik
Alat dan Bahan
a. Kateter Foley sesuai ukuran
b. Urine bag steril
c. Pinset anatomis steril
d. Bengkok/ nierbecken
e. Mangkok kecil (com)
f. Sarung tangan steril
g. Xylocaine gel (jelly/zat pelicin)
47
CSL Semester 4
Edisi Kedua
h. Duk (kain berlubang) steril
i. Spuit steril 5 cc/ 10 cc @ 1 buah
j. Aquadest 1 flash
k. Desinfektan (povidon iodine)
l. Kassa steril
m. Plester
n. Spuit 10 cc atau spinal needle 16 F. 10cm untuk dewas, 4 cm untuk anak
o. anastesi local ( 10 ml 1% lidocain)
5.
Skenario
“ Retensio Urine”
Seorang kakek usia 65 tahun, datang ke UGD dengan keluhan ―Retensio
Urine‖. Dari anamnesis didapatkan gejala Obstruktif {hesitancy, intermittency,
pancaran urine kecil dan melemah, perasaan tidak puas (tersisa) setelah kencing,
double voiding (terasa ingin kencing lagi dalam waktu < 2 jam setelah kencing
sebelumnya), straining dan post-void dribbling} dan gejala Irritative (urgency,
frequency, dan nocturia). Pada pemeriksaan didapatkan bulging dan nyeri tekan
pada region suprapubik. Anda memikirkan kemungkinan retensio urine e.c Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)/Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) kemudian
melakukan prosedur pemasangan kateter uretra dan Skoring IPSS untuk
tatalaksana lebih lanjut serta merencakan prosedur punksi suprapubik apabila
prosedur pertama gagal.
6.
Dasar Teori
KATETER URETRA
Kateter uretra merupakan suatu alat kesehatan berbentuk pipa terbuat dari
bahan lunak (lateks, silicon) maupun bahan keras (logam) yang digunakan untuk
mengeluarkan air kencing dari kandung kencing untuk berbagai tujuan.
48
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Tujuan pemasangan kateter uretra dapat berupa tujuan diagnostic maupun
terapetik. Lama pemasanganpun dapat bersifat sesaat/ sementara artinya setelah air
kencing dikeluarkan, kateter langsung dicabut, sebagai contoh kateter jenis logam.
Namun dapat pula kateter dipasang relative menetap untuk beberapa hari (Dauer
Catheter), sehingga perlu alat untuk memfiksasi agar kateter tidak lepas. Antara lain
dengan balon pada ujung kateter yang dapat dikembangkan seperti pada kateter Foley.
Pada kateter ini ada dua lubang/ saluran, saluran pertama yang lebih besar untuk
mengeluarkan air kencing, saluran kedua lebih kecil untuk memasukkan udara/ air
untuk mengisi balon di ujung kateter tersebut. Dalam CSL ini yang akan dibicarakan
hanyalah kateter menetap (Dauer Catheter) dengan menggunakan kateter Foley
Disamping itu dikenal pula kateter tiga jalur (―Three Way Catheter‖) yang
digunakan untuk irigasi kandung kencing. Saluran pertama untuk memasukkan cairan
irigasi, saluran kedua untuk mengeluarkan air kencing dan saluran ketiga untuk
memasukkan cairan/udara untuk mengembangkan balon kateter.
Gambar 1. Macam-macam kateter uretra
Prinsip Pemasangan Kateter Uretra

Gentle
• Lubrikasi yang adekuat

Sterilitas
• Gunakan kateter ukuran sesuai/kecil
49
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Ukuran Kateter
Skala yang dipakai adalah Franch (F) dimana 1 Fr = 0,33 mm atau 1 mm = 3
Fr. Pada dewasa yang sering dipakai adalah 16 F atau 18 F. Kateter 18 Fr artinya
diameter luarnya 6 mm
Indikasi dan Kontraindikasi
Kateter uretra digunakan untuk mengeluarkan air kencing dari kandung
kencing dengan tujuan baik diagnostik maupun terpetik. Beberapa contoh yang
memerlukan pemasangan kateter uretra menetap seperti adanya retensi urin baik akut
maupun kronis, monitoring ―urine output” pada operasi-operasi besar dan pasien kritis,
serta resusitasi cairan pada pasien shock hipovolemik dan dehidrasi. Sedangkan
pemasangan kateter uretra sesaat misalnya pada pengosongan kandung kencing pada
wanita yang mau melahirkan, tindakan diagnostic untuk mengetahui residu urine setelah
kencing sepuas-puasnya pada pasien yang dicurigai adanya retensi urin serta untuk
mengambil sampel urin guna pemeriksaan laboratorium tertentu.
Kateter uretra tidak boleh dipasang pada penderita trauma yang dicurigai
adanya cedera uretra yang ditandai antara lain keluarnya darah dari orifisium uretra
eksternum, hematom yang luas daerah perineal serta adanya perubahan letak prostat
pada colok dubur. Pemasangan kateter pada keadaan ini ditakutkan akan memperparah
cidera.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Hal-hal yan g perlu diperhatikan sebelum dan selama pemasangan dan pelepasan kateter
antara lain :
1. Prosedur asepsis dan antiseptik
Prosedur asepsis harus dilakukan mulai dari kesterilan alat, mencuci tangan,
memasang sarung tangan serta proses pemasangan kateternya sendiri. Hal ini
dimaksudkan selain untuk melindungi tenaga medis yang melakukan juga untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial terhadap pasien. Penanganan limbahpun harus
50
CSL Semester 4
Edisi Kedua
diperhatikan seperti halnya membuang sampah medis, sampah tajam ataupun sampah
biasa baik itu sisa plastic kateter, kasa, sarung tanagn, urin, dll harus pada tempatnya
yang sesuai untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
2. Lubrikasi
Lubrikasi yang adekuat merupakan salah satu prinsip dalam pemasangan
kateter uretra. Lubrikasi sangat diperlukan, selain untuk mempermudah tindakan,
mencegah terjadinya cedera mukosa yang kemudian dapat menyebabkan stricture uretra
juga dapat mengembangkan uretra itu sendiri khususnya pada laki-laki. Untuk laki-laki,
digunakan jeli 5-10 cc yang dimasukkan kedalam uretra dengan spuit tanpa jarum.
Sedangkan untuk wanita karena uretranya pendek, lubrikasi cukup dioleskan pada
kateter saja. Untuk saat ini dipasaran sudah tersedia jeli yang juga mengandung bahan
anestetika local yang dapat mengurangi rasa nyeri saat pemasangan kateter.
3. Keamanan
Keamanan harus diperhatikan baik pada pemasangan maupun pelepasan
kateter. Kateter uretra dianjurkan dipasang oleh dokter atau tenaga medis terlatih
dibawah pengawasan dokter. Memasukkan kateter juga harus perlahan-lahan untuk
mencegah cedera pada mukosa uretra. Mengembangkan balon keteter harus tepat
setelah kateter masuk kandung kencing. Tidak dibenarkan mengembangkan balon
sebelum ujung kateter masuk ke kandung kencing karena hal ini dapat menyebabkan
rupture uretra. Begitu juga sebaliknya, melepas kateterpun harus dipastikan balon
kateter sudah benar-benar kemps/ dikosongkan dari air atau udara. Pemasangan kateter
logam masih seringa dilakukan pada wanita di bagian kebidanan, namun pada laki-laki
sudah jarang sekali digunakan dan akan sangat berbeda cara pemasangannya dengan
kateter lunak seperti Foley kateter.
51
CSL Semester 4
Edisi Kedua
4. Anatomi Urethra
a. Uretra laki-laki
Gambar 2. Organ Genitalia Maskulina
(Sumber : Bate's guide to physical
examination)
Sebelum memasang kateter harus dipastikan tenaga medis yang memasang
mengetahui seluk beluk dan anatomi uretra khususnya. Berikut adalah gambar anatomi
organ genital luar laki-laki dalam potongan melintang.
Uretra laki-laki berbentuk pipa dengan panjang 17-22,5 cm yang dilapisi oleh
mukosa serta sebagai saluran pengeluaran urin yang telah ditampung dari vesika
urinaria dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orifisium uretra internum yang
barada pada cervix vesicae, masuk melewati prostat menembus diafragma urogenitale
(trigonum urogenital) berlanjut berjalan didalam korpus cavernosum urethrae dan
berakhir di muara luar ujung penis (orifisium urethrae eksternum).
Berdasarkan tempat yang dilewati, uretra laki-laki dibagi menjadi 3 bagian;
pars prostatica, pars membranosa dan pars spongiosa urethrae dengan panjang masingmasing berurutan kira-kira 3-4 cm, 1 cm dan 12-18 cm.
b. Uretra wanita
Pipa saluran ini mempunyai panjang 3-4 cm yang hanya berfungsi untuk
pengeluaran urin. Dimulai dari orificium urethrae internum dengan m. spinchter vesicae
dan berakhir pada ostium urethrae eksternum yang bermuara di sebelah ventrocaudal
dari vestibulum vaginae di linea mediana.
52
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 3. Organa Genitalia Feminina
(Sumber : Bate's guide to physical examination)
Saluran uretra perempuan pada posisi tidur (supinasi) mempunyai kedudukan
mendekati sudut lurus dari vestibulum vagina eke vesica urinaria. Berikut gambar
penampang melintang organ genital wanita.
Gambar 4. Organa Genitalia Feminina (tampak samping)
(Sumber : Bate's guide to physical examination)
53
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Komplikasi Pemasangan Kateter

Striktur uretra
• Bakterial Shock

Ruptur uretra
• Pendarahan

Perforasi buli-buli
• Balon pecah atau tidak bisa
dikempeskan
PUNKSI SUPRAPUBIK
Punksi supra pubis biasanya dilakukan untuk pengambilan contoh urine agar
tidak terkontaminasi, disamping itu dapat juga digunakan sebagai diversi urine
sementara waktu bila pasien retensi dan pemasangan kateter uretra gagal sedang kan
sarana maupun prasarana untuk melakukan sistostomi terbuka atau dengan trokar tidak
ada apalagi tersedianya set perkutan sistostomi..Walaupun tidak begitu menyakitkan
tetapi tidak menyenangkan bagi pasien. Sebelum melakukan punksi pasien harus
banyak minum dulu agar buli-bulinya penuh.Biasanya pada laki-laki teraba puncak bulibulinya yang penuh karena tonus ototnya relatif lebih kuat, sedangkan pada wanita
kadang walaupun sudah penuh buli-bulinya masih tidak teraba. Punksi supra pubis
biasanya dilakukan pada garis tengah diantara umbilikus dan simpisis pubis, punksinya
kira-kira 2 inci diatas simpisis. Punksi buli tidak dilakukan pada tumor buli, kontracted
bladder dan hematuri yang belum jelas sebabnya.
Gambar 4. Punksi Suprapubik
54
CSL Semester 4
7.
Edisi Kedua
Prosedur
TUGAS : mahasiswa diberikan tugas untuk mencari dan melihat video cara
pemasangan kateter uretra pada wanita, dan diberikan kepada PJ blok CSL pada
pertemuan ke-2.
1. Pemasangan Kateter Uretra Menetap
a. Evaluasi awal

Cek indikasi dan kontraindikasi tindakan pemasangan kateter terhadap pasien

Tentukan apakah kateter akan digunakan secara intermiten atau kontinu
b. Persiapan Pasien

Lakukan informed consent
o
Senyum, Salam, Sapa
o
Perkenalkan diri dan bina sambung rasa dengan pasien
o
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, tujuan/akibat jika tidak
dilakukan, prosedur singkat pemasangan, efek samping/resiko yang akan
dirasakan, serta instruksi yang diperlukan untuk pasien
o

Minta persetujuan tindakan
Posisikan pasien tidur terlentang dan rileks (posisi litotomi untuk pasien
wanita)
c. Persiapan Alat, Bahan dan Operator
o
Meja tindakan yang dilapisi kain steril
o
Sarung tangan steril; pastikan ukuran yang sesuai
o
Duk lubang steril
o
Mangkok (com) yang diisi dengan disinfektan (povidon iodine)
o
Aquadest/ larutan NaCl fisiologis
o
Kassa steril
o
Jelly/zat pelican yang mengandung bahan anestesi local
o
Spuit steril 5/10 cc @ 1 buah :
55
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Spuit 5 cc diisi jelly steril (Xylocaine)
 Spuit 10 cc diisi aquadest untuk mengembangkan balon fiksasi
(jumlah sesuai dengan keterangan pada kateter)
o
Tang desinfeksi atau klem anatomis steril
o
Kateter yang telah dipilih jenis dan ukuran sesuai dengan diameter
urethra, dikeluarkan dari bungkusnya secara steril dan diletakkan
ditempat alat steril
o
Bukalah plastic Urinal bag steril dan jatuhkan pada meja perlatan
o
Latakkan bengkok/container di bawah perineum pasien
o
Salep antiseptic dan plester

Cuci tangan dengan prosedur asepsis

Memakai sarung tangan dengan benar (skin to skin, glove to glove)

Isilah spuit 5 cc dengan jelly yang mengandung anestetika local (Xylocaine
gel)3-5 cc

Isilah spuit 10 cc dengan aquadest

Cek apakah balon kateter masih berfungsi dengan baik dan tidak bocor dengan
menggunakan spuit yang diisi aquadest kemudian dihisap kembali

Urinal bag pastikan dalam kondisi tertutup  digantungkan di bagian bawah
(lebih rendah) pada bed pasien
d. Prosedur Desinfeksi & Lubrikasi

Desinfeksi sekitar orifisium urethra eksternum. Glans penis dan sekitarnya
pada laki-laki dengan prinsip central ke perifer serta vulva dan sekitarnya
secara anterior ke posterior dan langsung di buang tiap satu kali olesan pada
wanita

Tutup dengan duk lubang steril

Tangan kiri memegang penis (sesuai posisi anatomis) atau membuka vulva
pada wanita
56
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Tangan kanan menyuntikkan jeli ke dalam uretra (pada laki-laki) atau
mengoles jeli pada kateter (untuk wanita)
e. Pemasangan

Masukkan kateter ke dalam uretra secara pelan-pelan/gentle (bisa dipegang
langsung atau dengan pinset anatomis) sampai ujungnya diperkirakan masuk
kedalam vesika urinaria yang ditandai dengan keluarnya urin melalui kateter
kemudian ditampung melalui bengkok/container. (Bila belum tampak urin
keluar, coba dibilas dengan beberapa cc aquadest kedalam vesika melalui
lubang kateter lurus. Bila urin tampak keluar baru dilakukan pengembangan
balon fiksasi kateter. Jangan mengembangkan balon bila belum tampak urin
keluar.

Kembangkan balon kateter dengan mengisi aquadest dengan volume sesuai
dengan yang tertera pada kateter melalui lubang kateter cabang.

Pastikan kateter sudah terfiksasi dengan baik dengan cara setelah balon
dikembangkan, tarik pelan-pelan kateter sampai terasa tahanan agar balon
fiksasi tepat berada dileher kandung kencing

Pada tempat masuknya kateter, diberi salep antiseptic/antibiotic lalu ditutup
kasa steril dan diplester
f. Fiksasi dan Dokumentasi dan Profesionalisme

Penis dan kateter diarahkan ke lateral dan difiksasi dengan plester didaerah
inguinal agar posisi kateter lebih cocok dengan bentuk anatomi uretra, untuk
menghindari nekrosis akibat tekanan lengkung kateter pada sisi uretra

Ujung kateter (lubang yang lurus) dihubungkan dengan urinal bag steril lalu
ditempatkan sedemikian rupa sehingga posisi selalu lebih rendah dari penderita
serta salurannya tidak tertekuk.

Bersihkan semua alat dan bahan habis pakai serta

Cuci tangan kembali dengan antiseptic melalui prosedur WHO

Lengkapi lembar Rekam Medik pasien. Tuliskan hal-hal sebagai berikut :
57
CSL Semester 4

Edisi Kedua
o
Tanggal dan waktu pemasangan kateter
o
Jenis dan ukuran kateter
o
Spesimen yang diambil (apabila dilakukan)
o
Jumlah urin
o
Warna dan kekeruhan urine
o
Respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
o
Nama dokter yang bertugas dan tanda tangan
Jelaskan bahwa prosedur pemasangan telah selesai, hal-hal yang harus
diperhatikan ataupun dilakukan oleh pasien selanjutnya serta tutup tindakan
prosedural secara baik
2. Teknik pelepasan kateter uretra terpasang

Persiapan pasien (informed consent, memposisikan pasien dan meminta pasien
rileks dan menarik nafas saat pelepasan kateter)

Persiapan alat dan bahan (sama seperti pemasangan kateter)

Cuci tangan sesuai prosedur aseptik

Memakai sarung tangan dengan benar

Melakukan desinfeksi pada orifisium uretra eksternum dan melepas fiksasinya
dari paha

Melepaskan sambungan kateter dengan pipa urinal bag dan menampung sisa
urin yang keluar dari kateter pada bengkok

Menyedot cairan dalam balon kateter dengan spuit dan dipastikan benar-benar
telah habis

Menarik kateter secara pelan-pelan sambil memberi perintah pasien menarik
nafas dalam-dalam dan memperhatikan adanya kesakitan

Menaruh kateter tercabut pada bengkok

Mengoles lagi muara orifisium uretra eksternum dengan antiseptik dan
memberitahukan pasien pelepasan kateter sudah selesai.
58
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Cuci tangan kembali, melengkapi rekam medis dan menutup prosedural
pencabutan kepada pasien
3. PUNKSI SUPRAPUBIK
a) Operator mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu pada air kran mengalir
b) Operator memakai hand schoen secara aseptik.
c) Lakukan desinfeksi secukupnya dengan memakai bahan anti septik yang
tidakmenimbulkan iritasi pada kulit antara simpisis dengan umbilikus.
d) Lalu daerah yang akan dipunksi ditutupi dengan doek steril.
e) Pada garis tengah , anatesi kulit sekitar 5cm, pada anak tidak lebih dari
setengahnya di atas simpisis pubis. Langkah ini merupakan pilihan pada pasien
anak, mengingat langkah berikutnya akan menimbulkan rasa nyeri
f) Dilakukan punksi dg spuit atau spinal needle( garis tengah antara simpisis
pubis dan umbilikus,biasanya 2 inci diatas simpisis pubis) tegak lurus dengan
daerah punksi terus didorong masuk kebuli-buli ditandai dengan keluarnya
urine dari lubang jarum. Biasanya jarum akan menyentuh veika setelah
terdorong sepanjang 5 cm pada orang dewasa
g) Kemudian dilakukan aspirasi melalui jarum. Jika belum didapatka urin ,
dorong lagi jarum, sambil mengaspirasi .
8.
Daftar Pustaka


Emil A. Tanagho, MD & Jack W. McAninch, MD, FACS. 2008. Smith‘s
General Urology. 17th Edition. A Lange Medical Book. Mc-Graw Hill. New
York. USA
Anonim, 2011. Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) FK
UI. 11-13 Maret 2011. Unit CME-CPD FK UI. Jakarta. Indonesia
59
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Check List Pemasangan Kateter Uretra (Foley Catheter) Menetap dan Punksi
Suprapubik
No
Aspek Penilaian
1
2
3
INTERPERSONAL
Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa dengan pasien
Tanyakan dan pastikan indikasi/kontraindikasi pemasangan kateter
Lakukan Informed consent dengan lengkap, baik dan benar
4
5
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER
Posisikan pasien tidur terlentang dan rileks
Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Umpan Balik
Cuci tangan dengan prosedur asepsis
Pakailah sarung tangan dengan benar (prinsip skin to skin, gloves to gloves)
Isilah spuit 5 cc dengan jelly yang mengandung anestetika local (Xylocaine
gel) 3-5 cc
Isilah spuit 10 cc dengan aquadest
Cek apakah balon kateter masih berfungsi dengan baik dan tidak bocor
dengan menggunakan spuit yang diisi aquadest kemudian dihisap kembali
Urinal bag pastikan dalam kondisi tertutup kemudian diletakkan/
digantungkan di bagian bawah (lebih rendah) pada bed pasien
Desinfeksi sekitar orifisium urethra eksternum dengan cara yang benar
Tutup dengan duk lubang steril
Tangan kiri memegang penis (sesuai posisi anatomis) atau membuka vulva
pada wanita
Tangan kanan menyuntikkan jeli ke dalam uretra (pada laki-laki) atau
mengoles jeli pada kateter (untuk wanita)
Memasukkan kateter ke dalam uretra secara smooth and gentle
Memastikan ujung kateter masuk kedalam vesika urinaria yang ditandai
dengan keluarnya urin melalui kateter (ditampung melalui bengkok)
Kembangkan balon kateter dengan mengisi aquadest yang volumenya sesuai
dengan bacaan pada kateter
Setelah balon dikembangkan, tarik pelan-pelan kateter agar balon fiksasi tepat
berada dileher kandung kencing
Pada tempat masuknya kateter, diberi salep antiseptik/antibiotic
Penis dan kateter diarahkan ke lateral dan difiksasi dengan plester didaerah
inguinal
Ujung kateter (lubang yang lurus) dihubungkan dengan urinal bag steril lalu
ditempatkan sedemikian rupa sehingga posisi selalu lebih rendah dari pasien
serta salurannya tidak tertekuk.
Bersihkan semua alat dan bahan habis pakai serta
Cuci tangan kembali dengan antiseptic melalui prosedur WHO
60
CSL Semester 4
25
26
27
28
29
Lengkapi lembar Rekam Medik pasien
Jelaskan bahwa prosedur pemasangan telah selesai, hal-hal yang harus
diperhatikan ataupun dilakukan oleh pasien selanjutnya serta tutup tindakan
prosedural secara baik
Persiapan alat dan bahan (sama seperti pemasangan kateter)
Cuci tangan sesuai prosedur aseptic
Memakai sarung tangan dengan benar
38
39
40
41
42
43
Melakukan desinfeksi pada orifisium uretra eksternum dan melepas
fiksasinya dari paha
Melepaskan sambungan kateter dengan pipa urinal bag dan menampung sisa
urin yang keluar dari kateter pada bengkok
Menyedot cairan dalam balon kateter dengan spuit dan dipastikan benarbenar telah habis
Menarik kateter secara pelan-pelan sambil memberi perintah pasien menarik
nafas dalam-dalam dan memperhatikan adanya kesakitan
Menaruh kateter tercabut pada bengkok
Mengoles lagi muara orifisium uretra eksternum dengan antiseptik dan
memberitahukan pasien pelepasan kateter sudah selesai.
Cuci tangan kembali, melengkapi rekam medis dan menutup prosedural
pencabutan kepada pasien
PROSEDUR PUNKSI SUPRAPUBIK
Persiapan Alat
Cuci Tangan WHO
Memakai sarung tangan dengan benar
Tindakan aseptik dan antiseptik
Melakukan tindakan anastesi
Melakuakan punksi suprapubis secara benar dan sistematis
Merapikan bahan yang digunakan dan cuci tangan
44
45
PROFESIONALISME
Percaya diri
Minimal error dan bekerja dengan memperhatikan kaidah sterilitas
30
31
32
33
34
35
36
37
Edisi Kedua
61
CSL Semester 4
Edisi Kedua
SIRKUMSISI
dr. Oktadoni Saputra
1) Tema Pembelajaran
Keterampilan prosedural Sirkumsisi
2) Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan prosedur sirkumsisi dengan baik dan benar
meliputi :
1.
Evaluasi indikasi dan kontraindikasi
2.
Informed consent tepat, baik dan benar
3.
Prinsip asepsis dan antisepsis
4.
Anesthesia yang tepat dan adekuat
5.
Preputium release dan pembersihan smegma
6.
Dorsumsisi
7.
Sirkumsisi
8.
Frenuloplasty
9.
Wound closure dan dressing
3) Level Kompetensi
No
1
2
Jenis Kompetensi
Circumcision
Dorsumcircumcision
1
1
Level Kompetensi
2
4
3
2
4
3
4) Alat dan Bahan

Alat-alat bedah minor meliputi :
o
Gunting jaringan 1 buah
o
Klem arteri lurus minimal 3 buah
o
Klem arteri bengkok 1 buah
o
Mosquito (klem arteri bengkok/kecil) 1 buah
62
CSL Semester 4
Edisi Kedua
o

Pinset anatomis 1 buah
Alat dan bahan anestesi
o
Spuit 3 cc
o
Jarum ukuran 23 G/ 27 G
o
Lidokaine (pehacaine/tanpa campuran adrenaline)

Duk steril (berlubang di tangahnya)

Sarung tangan steril sesuai ukuran

Com betadine

Larutan antiseptic (povidone iodine 10% dan alcohol 70%) dan lar.
sublimat

Alat & bahan habis pakai untuk penjahitan & dressing luka
o
Jarum jahit kulit (cutting) kecil 3/8 lingkaran (traumatic/nontraumatic)
o
Benang jahit (plain catgut/vicryl) ukuran 3.0
o
Needle Holder (pemegang jarum)
o
Kassa steril
o
Supratule/ salep antibiotik
5) Skenario
Seorang anak laki-laki kelas 5 SD diantar oleh kedua orang tuanya ke
puskesmas tempat saudara bekerja karena ingin disunat. Sang anak malu sering
diejek teman-temannya karena belum sunat. Sang ibu juga menceritakan
bahwa sang anak sering mengalami bengkak dan sakit di ujung kemaluannya.
Dari pemeriksaan anda mendapatkan phimosis tanpa disertai adanya tandatanda balanitis. Anda menanyakan hal-hal menyangkut kontraindikasi
sirkumsisi dan merencanakan prosedur sirkumsisi pada sang anak.
63
CSL Semester 4
Edisi Kedua
6) Dasar Teori
a.
Pengertian
Sirkumsisi adalah tindakan bedah untuk membuang sebagian atau
seluruh preputium penis yaitu bagian kulit yang menutupi glans penis untuk
tujuan tertentu.
b.
c.
Indikasi

Kepercayaan/agama

Budaya/ sosiokultural/ keinginan pasien/orang tua pasien

Medis :
•
Fimosis
•
Parafimosis
•
Infeksi berulang pada preputium/balanitis
Kontra indikasi
Absolute :

Kelainan/anomaly pada penis:
o
Hypospadias, epispadias
o
Chordae, curved penis
o
Concealed or buried penis
o
Micropenis
o
Webbed penis

Prematuritas pada neonatus

Ambiguous genitalia
Relatif :

Hemofilia (pada penderita hemophilia, sirkumsisi tetap bisa dilakukan
dengan pemberian kofaktor VIII dan IX secara intra vena, 1 jam sebelum
sampai dengan 1-21 jam sesudah tindakan)
64
CSL Semester 4
d.
Edisi Kedua
Manfaat dan Resiko

Keuntungan
sirkumsisi
adalah
terjaganya
hygiene
penis
serta
mencegah/mengurangi resiko timbulnya Infeksi genito-urinary systems
(UTI), Kanker Penis, Balanoposthitis, transmisi HIV< HPV, Herves
Simplek II serta akibat jamur (Dermatosis)

Resiko tindakan = komplikasi bedah namun jarang terjadi (0,2-0,6% dan
biasanya sifatnya ringan).
e.
Sejarah, prinsip dan jenis-jenis teknik sirkumsisi
Sirkumsisi sudah sejak lama dikenal sejak zaman mesir kuno. Terus
berkembang, namun prinsip-prinsipnya tetap bertahan. Sebuah sirkumsisi yang baik
memenuhi syart sebagai berikut :

Teknik Aseptic

Pembuangan preputium secara adequat

Hemostasis

Kosmetik
Beberapa alat yang dikembangkan dan dipakai untuk keperluan sirkumsisi diantaranya
adalah Gomco Clamp, kelebihan alat ini bisa dipakai untuk sirkumsisi pada bayi yang
baru lahir sekalipun tetapi kekurangannya diperlukan alat khusus yang belum tentu
tersedia
secara
bebas
di
pasaran .
Gambar 1. Gomco Clamp
Alat terbaru yang sedang banyak diapakai di pasaran adalah Smart klamp®.
Alat ini diapakai untuk sirkumsisi dengan tetap memperhatikan prosedur-prosedur
65
CSL Semester 4
Edisi Kedua
sirkumsisi yang lain seperti : A dan antisepsis, anestesi, memaparkan glans, memasang
tube diatas glans, mengembalikan prputium, mengklamp preputium, memotong
preputium dan meninggalkan klamp selama beberapa hari sampai terjadi penyembuhan.
Kelebihan alat ini adalah meminimalisasi perdarahan serta estetika yang baik namun
memerlukan alat khusus dan harganya masih cukup mahal.
Berikut ini adalah gambar adalah cara pemasangan smart klamp
Gambar 2. Cara Pemasangan Smart Klamp
Ada beberapa teknik yang juga banyak digunakan dalam sirkumsisi.
Diantaranya adalah teknik Dorsal Slit (Cutting). Kelebihan teknik ini adalah
pelaksanaan tindakan yang cepat dilakukan namun teknik ini sangat berisiko mengenai
glans yang tak terlindungi. Teknik ini dapat dilakukan dengan bantuan Klamp Mogen
atau atau divariasi dengan menggunakan panduan forsep klem arteri lurus atau bengkok.
Pada teknik ini walaupun cepat, tetap saja pembuangan preputium tetap tidak adekuat
diikuti dengan jejas yang terbentuk bekas pengkleman di bawah glans. Variasi dari
teknik ini dikenal dengan teknik ―Guillotine‖
66
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 3. Mogen Clamp & Teknik Guillotine (Forceps guided)
Variasi yang lain lagi adalah dengan melakukan dorsumsisi kemudian
sirkumsisi melingkari preputium sekaligus atau dikenal dengan ―The free-hand
circumcision‖. Pada teknik ini, risiko terpotongnya glans minimal tetapi teknik cukup
sulit dilakukan serta kesulitan untuk melakukan kontrol perdarahan.
Gambar 4. Teknik The free-hand circumcision
f. Teknik Sirkumsisi dengan Dorsumsisi dan Frenuloplasty
Dari berbagai macam teknik tersebut, teknik dasar yang dan diajarkan dalam
CSL ini adalah teknik sirkumsisi dengan dorsumsisi (pemotongan bagian dorsal dari
preputium) dan frenuloplasty (menyisakan bagian frenulum yng cukup adekuat 
67
CSL Semester 4
Edisi Kedua
bagian frenulum ini daerah yang persarafannya yang banyak dan diyakini mempunyai
peranan dalam proses orgasme saat kopulasi). Kelebihan teknik ini sebagai berikut :

Visualisasi baik

Presisi tepat

Kontrol perdarahan cukup mudah

Hampir tidak ada tresiko terpotongnya glans

Kosmetik baik
Walaupun demikian, kekurangan teknik ini adalah membutuhkan waktu
tindakan yang lebih lama. Adapun prosedur tindakan sirkumsisi ini dapat dilihat pada
bagian prosedur.
7) Prosedur
a) Evaluasi indikasi dan kontraindikasi

Pastikan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi

Tanyakan kemungkinan kontra indikasi; hipospadia, balanitis, gangguan
perdarahan, riw. alergi obat/bahan anestetika
b) Informed consent tepat, baik dan benar

Jelaskan prosedur sirkumsisi yang akan dilakukan, pilihan teknik dan yang
akan dilakukan, tujuan, manfaat, resiko dan efek samping tindakan/prosedur
sirkumsisi

Minta persetujuan tindakan secara tertulis kepada orang tua anak

Binalah sambung rasa dengan anak yang akan disunat. Dalam hal ini, penting
dilakukan hubungan dr-pasien yang baik dengan anak serta menciptakan
kondisi yang menguatkan mental sang anak dan tidak membuat anak takut.
Ajarkan hal-hal yang perlu dilakukan atau dihindari oleh sang anak dan berikan
support yang baik.
68
CSL Semester 4
c)
Edisi Kedua
Persiapan

Mulailah dengan mencuci tangan dengan sabun dan antiseptic secara WHO
kemudian keringkan dengan handuk/lap pribadi

Tanyakan/ mintalah jika anak ingin kencing dan membersihkan daerah
genitalnya.

Cek dan persiapkan kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan. Patahkan
obat anestetika local, bukalah plastic spuit, jarum dan benang jahit yang akan
dipakai dan jatuhkan ketempat alat bedah minor yang steril. Persiapkan plester
dan kassa yang diperlukan, serta tuangkan betadine/ bahan antiseptic pada kom
yang akan dipakai.

Pasanglah sarung tangan steril secara aseptic pada tangan dominan, masukkan
bahan obat kedalam spuit dengan metode steril (sarung tangan sebelah) dan
lanjutkan memasang handschoen steril yang sebelahnya. Gantilah jarum spuit
dengan jarum dengan ukuran yang lebih kecil missal 27 Gaus.
d) Prinsip asepsis dan antisepsis

Lakukan asepsis dan antisepsis daerah pembedahan dengan povidone iodine.
Mulailah dari daerah glans atau preputium jika fimosis. Teruskan ke korpus
penis, scrotum dan daerah perineum secara sentral perifer. Tindakan dapat
diulangi beberapa kali sampai dirasa cukup. Daerah atas bisa mencapai
simphisis pubis bagian bawah sampai ke perineum. Terakhir, ulangi prosedur
dengan menggunakan alcohol 70% atau saline fisiologis untuk menghilangkan
sisa lemak atau membersihkan warna povidone iodine dan mencegah
perlengketan.

e)
Pasanglah kain doek steril
Anesthesia yang tepat dan adekuat
69
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Lakukan anestesi blok (ring block) pada nervus dorsalis penis tepat pada
pangkal penis atas dengan menginjeksikan jarum pada garis medial dibawah
smphysis pubis secara tegak lurus sampai menembus fascia buck (seperti
menembus kertas), yakinkan dan beri support anak untuk lebih kooperatif.

Aspirasi sebelum melakukan suntikan, jika tidak teraspirasi darah, injeksikan
lidokain sekitar 1-2 cc tergantung besar kecilnya penis.

Tarik jarum tanpa mengeluarkannya kemudian arahkan ke kanan dan kekiri
secara bergantian, aspirasi dan injeksikan masing-masing ± 0,5 cc untuk setiap
sisi

Tambahkan anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis masing-masing
0,5 cc untuk setiap sisi
f)
Preputium release dan pembersihan smegma

Cek apakah anestesi sudah optimal dengan melakukan jepitan di daerah
frenulum

Buka glans penis sampai sulcus corona penis terpapar.

Jika terdapat fimosis/ perlengketan buka secara tumpul preputium dengan
mosquito serta bersihkan secara tumpul dengan klem atau kassa steril kering
sampai glans dan corona penis terpapar. Jika banayak terdapat smegma,
bersihkan dengan larutan sublimat
Gambar 5. pembersihan glans penis
70
CSL Semester 4
Edisi Kedua
g) Dorsumsisi

Dengan klem arteri lurus tentukan dosal preputium (jam 12) dengan menarik
arah yang berlawanan dari frenulum. Pasangkan klem arteri sampai ± 2 mm
didepan corona penis.

Jepit/klem sesaat ±30 detik untuk mengurangi perdarahan dan sebagai penanda
dorsumsisi

Guntinglah dengan gunting jaringan tepat pada alur yang terbentuk tersebut
Gambar 6. Dorsumsisi
h) Sirkumsisi

Lanjutkan pemotongan preputium secara melingkar masing-masing sisi dengan
cara sebagai berikut :
o
Klem dengan klem arteri lurus pada tempat dorsumsisi (jam 12) sebagai
jepitan kendali
o
Identifikasi daerah frenulum dan klem dengan klem arteri lurus (sekitar
30 detik) pada daerah frenulum salah satu sisi membentuk huruf V
kemudian gunting dengan gunting jaringan
o
Lanjutkan mengklem secara melingkar ke arah jam 12 tadi dengan klem
arteri bengkok beberapa saat dan lakukan pengguntingan.
o

Lakukan 2 urutan prosedur di atas pada sisi sebelahnya.
Di daerah frenulum, guntingan mengarah ke depan seperti huruf V untuk
menyisakan bagian frenulum yang cukup untuk dilakukan frenuloplasty.

Pastikan
dilakukan
pengkleman
terlebih
dahulu
sebelum
melakukan
pengguntingan
71
CSL Semester 4
i)
Edisi Kedua
Frenuloplasty

Jepit bagian frenulum (jam 6) yang tersisa tadi sesuai dengan ukuran yang
cukup untuk frenuloplasty

Lakukan penjahitan daerah frenulum dengan jahitan angka 8 atau angka 0

Potong sisa frenulum yang berlebih, pastikan sisa mukosa di daerah frenulum
±0,5 cm dan seimbang
j)
Wound closure

Lakukan control perdarahan dengan melakukan ligasi pada vena.

Jika sudah tidak didapatkan perdarahan, lakukan penjahitan mukosa dengan
kulit satu persatu untuk setiap sisi sampai seluruh bagian tertutup.

Jika dirasakan jahitan sudah cukup, bersihkan daerah operasi dengan povidone
iodine
k) Dressing dan penutupan Luka

Berikan salep antibiotic/kloramfenikol atau dibalut dengan supratule pada
tempat jahitan

Balut dengan kassa mengarah ke atas seperti pita sebagaimana terlihat pada
gambar :
8) Daftar Pustaka

Saleh, F. 2011. Circumcision. Materi Dry Workshop Circumcision. Kursus
Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) FK UI. 11-13 Maret 2011.
Unit CME-CPD FK UI. Jakarta. Indonesia
72
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Emil A. Tanagho, MD & Jack W. McAninch, MD, FACS. 2008. Smith’s
General Urology. 17th Edition. A Lange Medical Book. Mc-Graw Hill. New
York. USA

Mansjoer, Arif. Et al. 2005.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2.
Media Aesculapius. FKUI. Jakarta.
Cek List Sirkumsisi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Aspek Penilaian
Umpan Balik
INTERPERSONAL
Senyum, Salam, Sapa
Membina Sambung Rasa, Hub. Dr-Pasien dan mensupport anak
Mengevaluasi indikasi dan kontraindikasi
Informed (prosedur sirkumsisi, pilihan teknik dan yang akan dilakukan,
tujuan, manfaat, resiko dan efek samping tindakan/ prosedur sirkumsisi)
Consent
PROSEDURAL
Persiapan
Mencuci tangan dengan sabun dan antiseptic secara WHO
Cek kelengkapan alat
Patahkan obat anestetika local, bukalah plastic spuit, jarum dan benang
jahit yang akan dipakai dan jatuhkan ketempat alat bedah minor yang
steril. Persiapkan plester dan kassa yang diperlukan, serta tuangkan
betadine/ bahan antiseptic pada kom yang akan dipakai.
Pasanglah sarung tangan steril secara aseptic
Masukkan bahan obat kedalam spuit secara aseptic dan mengganti jarum
spuit
Asepsis dan Antisepsis
Lakukan sterilisasi medan operasi secara sentral perifer
Pasang Duk Steril
Anesthesia
Injeksikan jarum pada garis medial dibawah smphysis pubis secara tegak
lurus sampai menembus fascia buck
Aspirasi sebelum melakukan suntikan, jika tidak teraspirasi darah,
injeksikan lidokain sekitar 1-2 cc
Tarik jarum tanpa mengeluarkannya kemudian arahkan ke kanan dan
kekiri secara bergantian, aspirasi dan injeksikan masing-masing ± 0,5 cc
untuk setiap sisi
Tambahkan anestesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis masingmasing 0,5 cc untuk setiap sisi
Preputium release dan pembersihan smegma
Cek apakah anestesi sudah optimal dengan melakukan jepitan di daerah
73
CSL Semester 4
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Edisi Kedua
frenulum
Buka secara tumpul glans penis sampai sulcus corona penis terpapar.
Jika banayak terdapat smegma, bersihkan dengan larutan sublimat
Dorsumsisi
Jepit dorsal preputium (jam 12) dengan klem arteri lurus sampai ± 2 mm
didepan corona penis.
Jepit/klem sesaat ±30 detik untuk mengurangi perdarahan dan sebagai
penanda dorsumsisi
Guntinglah dengan gunting jaringan tepat pada alur yang terbentuk
tersebut
Sirkumsisi
Jepit (30 detik) daerah frenulum satu sisi membentuk huruf V lanjutkan
dengan pemotongan
Teruskan penjepitan melingkar ke arah jam 12 dengan klem arteri
bengkok lanjutkan dengan pemotongan
Lakukan kedua tindakan di atas untuk sisi sebelahnya
Frenuloplasty
Jepit bagian frenulum (arah jam 6)
Lakukan penjahitan daerah frenulum dengan jahitan angka 8 atau angka
0
Potong sisa frenulum yang berlebih, pastikan sisa mukosa di daerah
frenulum ±0,5 cm dan seimbang
Hecting dan Penjahitan Luka
Lakukan control perdarahan dengan melakukan ligasi pada vena.
Lakukan penjahitan mukosa dengan kulit satu persatu untuk setiap sisi
sampai seluruh bagian tertutup
Bersihkan daerah operasi dengan povidone iodine
Dressing dan Pembalutan Luka
Berikan salep antibiotic/kloramfenikol atau dibalut dengan supratule
pada tempat jahitan
Tutup luka dengan kassa steril seperti pita dan diplester/fiksasi
PROFESIONALISME
Percaya diri, Minimal error
Bekerja dengan memperhatikan kaidah sterilitas
74
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANAMNESIS GINEKOLOGI
Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H
A. TEMA
Keterampilan anamnesis ginekologi (kandungan)
B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan latihan keterampilan anamnesis ginekologi mahasiswa mampu
melaksanakan anamnesa pada wanita dengan keluhan ginekologi
Tujuan Instruksional Khusus :
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi secara umum,
terutama melakukan anamnesis ginekologi dengan baik.
 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
 Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana
C. ALAT DAN BAHAN
a. Medical record kandungan
b. Alat tulis
D. SKENARIO
Nn. A berusia 22 tahun, datang dengan keluhan perdarahan haid yang berlangsung
selama 20 hari dengan jumlah darah haid 2x lipat dari biasanya. Hal ini telah dialami
selama 3 bulan terakhir. Lakukanlah anamnesis ginekologi kepada pasien.
75
CSL Semester 4
Edisi Kedua
E. DASAR TEORI
Ginekologi (secara harfiah berarti "ilmu mengenai wanita") adalah cabang
ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita
(rahim, vagina dan ovarium). Gangguan ginekologi meliputi gangguan haid, perdarahan
uterus abnormal, keputihan, endometriosis, penyakit radang panggul, bartolinitis,
mioma uteri, tumor ovarium neoplastik jinak, infertilitas, menopause dan lain
sebagainya.
Masalah ginekologis bisa timbul dengan berbagai gejala, di antaranya:

Menstruasi banyak (menoragia)

Tidak menstruasi (amenore)

Sekret vagina

Nyeri suprapubik

Perdarahan per vaginam

Masalah kontrasepsi

Nyeri saat berhubungan seksual (dispareuni)
Hal-hal terkait anamnesis ginekologi:
1. Keluhan utama pasien datang dan lamanya diderita
2. Tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT)
3. Data tentang siklus menstruasi dan menstruasi terakhir; regularitas dan panjang
siklus, lama, banyaknya dan bentuk darah menstruasi
4. Riwayat dismenorhea, Umur Menarche
5. Ada tidaknya perdarahan intermenstrual, Ada tidaknya pengeluaran discharge :
jenis, warna, banyaknya, bau dan saat keluarnya, Ada tidaknya pruritus/ gatal pada
vulva
6. Keluhan di daerah abdomen : Pembesaran, lokasiny, rasa tidak enak atau sakit
7. Riwayat dan lama perkawinan
8. Data tentang riwayat kehamilan dan persalinan
9. Keluhan yang berhubungan dengan coitus : libido, dispareunia dan orgasmus
76
CSL Semester 4
Edisi Kedua
10. Riwayat pembedahan pada perut atau pembedahan ginekologis
11. Hal-hal yang berhubungan dengan BAB dan BAK
12. Keluhan-keluhan sistemik atau keluhan yang menyangkut sistem lain
13. Riwayat penyakit medik dan genetik dalam keluarga
F. PROSEDUR
1) Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum.
Unsur-unsur yang terdapat pada identitas pasien adalah:
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah.Bahkan
untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diminta untuk menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya
sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan
mengajukan pertanyaan yang spesifik.Untuk itu kita perlu mengetahui :
a.
Keadaan pasien pada saat keluhan terjadi, termasuk kegiatan pasien, gangguan
kesehatan yang dialami, dan setiap obat yang dia minum pada dan atau sekitar
saat itu.
77
CSL Semester 4
b.
Edisi Kedua
Tanyakan apakah keluhan yang dialami pasien ini bersifat sementara, kronis,
berulang, atau terus-menerus.Tanyakan pula apakah keluhan tersebut terkait
dengan siklus menstruasi.
c.
Galilah informasi, apakah keluhan ini pertama kali terjadi atau sudah pernah
dialami sebelumnya.
d.
Tanyakan karakteristik masalah, dan gejala yang terkait. Untuk kasus nyeri,
gali informasi tentang lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya (misalnya,
tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang memperburuk, faktor yang
meringankan, dan apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain. Untuk kasus
perdarahan, gali informasi mencakup frekuensi, intensitas, dan durasi aliran,
dan apakah pasien mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang melayang
e.
Tanyakan sampai sejauh mana keluhan tersebut mengganggu aktivitas
keseharian pasien.
f.
Apakah pasien pernahmendapatkan pengobatan untuk keluhan seperti ini
sebelumnya?
Jika
pernah,
tanyakan
kepada
pasien
untuk
meminta
menceritakan pengobatan sebelumnya atau rekam medisnya.
g.
Tanyakan pada pasien mengapa pasien baru berkonsultasi tentang masalahnya
pada saat ini. Apakah keluhan yang dirasakan pasien berubah atau bertambah
parah.
4. Riwayat Menstruasi
a.
Kapan haid pertama (menarche). Pubertas pada wanita merupakan tanda awal
matangnya organ reproduksi dan mencakup serangkaian peristiwa yang terjadi
selama 2-4 tahun termasuk peningkatan tinggi badan, perkembangan payudara,
tumbuhnya rambut kemaluan (pubarche atau adrenarche), dan onset menstruasi
pertama kali (menarche). Umur rata-rata menarche adalah 12-13 tahun, dengan
rentang 9-17 tahun. Awalnya, siklus menstruasi biasanya anovulasi dan
menstruasi terjadi pada interval yang tidak teratur.
78
CSL Semester 4
Edisi Kedua
b.
Periode menstruasi terakhir atau HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)
c.
Pola menstruasi dan gejala-gejala yang terkait
1) Lama Siklus. Lama siklus dihitung sejak hari pertama dari satu periode
menstruasi sampai hari pertama periode menstruasi berikutnya. Panjang
siklus rata-rata adalah 28 hari.
2) Durasi aliran menstruasi. Menstruasi biasanya berlangsung selama 3-5
hari, dengan kisaran 1-7 hari. Durasi aliran menstruasi yang dialami oleh
wanita pengguna kontrasepsi oral seringkali lebih pendek dari periode
menstruasi spontan.
3) Jumlah darah yang keluar. Hilangnya darah rata-rata selama periode
menstruasi adalah 30 mL, dengan kisaran 10 sampai 80 mL.. Metode
kontrasepsi dapat mempengaruhi jumlah aliran. Jumlah darah yang keluar
biasanya lebih sedikit pada pasien pengguna kontrasepsi oral. Pasien yang
menggunakan kontrasepsi dalam Rahim, jumlah darah yang keluar
biasanya lebih banyak.
4) Munculnya gejala molimina (premenstrual). Gejala sering dilaporkan
termasuk nyeri payudara, distensi abdomen, berat badan, nafsu makan
meningkat, lekas marah, dan suasana hati yang labil.
5) Munculnya nyeri yang berhubungan dengan menstruasi. Sakit perut atau
punggung bawah pada saat menstruasi (dismenore) adalah umum. Rasa
sakit biasanya dimulai dalam beberapa jam setelah onset menstruasi dan
reda pada hari kedua aliran.
6) Pendarahan tambahan (Spotting/bercak).
5. Perimenopuse/menopause
a)
Pola Menstruasi. Pada akhir siklus reproduksi wanita, interval intermenstrual
biasanya menjadi sulit diprediksi. Seringkali interval yang lebih pendek dan
kemudian menjadi lebih bervariasi. Menopause didefinisikan sebagai tidak
79
CSL Semester 4
Edisi Kedua
adanya menstruasi selama 1 tahun. Pendarahan yang terjadi setelah fase ini
biasanya merupakan pendarahan yang abnormal. Usia rata-rata pada
penghentian menstruasi adalah 51 tahun, dengan kisaran dari 40 tahun ke 50an.
b) Gejala yang berhubungan. Beberapa gejala yang muncul berhubungan dengan
perubahan hormonal yang terjadi sekitar waktu menopause. Gejala vasomotor,
termasuk hot flushes dan berkeringat di malam hari, sering dilaporkan. Ingatan
yang melemah, gangguan tidur, dan sakit di leher, bahu, dan punggung
memiliki prevalensi yang sama. Vagina yang kering dan kesulitan
mendapatkan gairah seksual.
c)
Terapi penggantian hormon. Dalam rangka untuk mengevaluasi pola
perdarahan pasien perimenopause atau menopause dan gejala yang
berhubungan, penting bagi kita untuk mengetahui apakah pasienmenggunakan
terapi penggantian hormone dari regimen estrogen, atau estrogen dan
progesterone. Selain itu, penting untuk mengetahui sediaan pbat pengganti
hormone tersebut, apakah berbentuk herbal, tablet, atau bahan olahan kedelai.
6. Kontrasepsi
a)
Metode kontrasepsi saat ini. Jika pasien premenopause dan aktif secara seksual
dengan laki-laki, penting untuk bertanya tentang metode kontrasepsi saat ini,
apakah ia puas dengan metode ini atau ada keinginan untuk menggantinya
b) Metode kontrasepsi sebelumnya yang pernah digunakan. Sebuah daftar metode
kontrasepsi masa lalu harus diperoleh, termasuk kapan digunakannya,
komplikasi yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, dan mengapa
pasien menghentikan penggunaannya.
80
CSL Semester 4
Edisi Kedua
7. Sitologi Cerviks dan vagina.

Tanggal dan hasil terbaru pemeriksaan Pap Smear harus ditanyakan. Penting
untuk ditanyakan pada pasien, apakah ia pernah mempunyai riwayat hasil
smear yang abnormal, jika iya, pengobatan apa yang dilakukan dan bagaimana
caranya. Pertanyaan ini juga dapat membantu kita untuk mengetahui sudah
seberapa sering pasien melakukan pemeriksaan sitology cerviks dan vagina.
8. Riwayat Infeksi
Tanyakan
mengenai
riwayat
penyakit
menular
seksual
dan
cara
penanganannya.
Riwayat mengalami vulvo-vaginitis atau bacterial vaginosis
Riwayat salphingo-oophorotis (Pelvic Inflamatory Desease)
9. Riwayat Kesuburan
 Penting untuk mengetahui riwayat kesuburan sebelumnya.Tanyakan apakah
ada gangguan fertilitas sebelumnya.Bila ada, tanyakan riwayat kesuburannya,
sebelum dan sesudah terapi.
10. Riwayat Aktivitas Seksual
Galilah informasi mengenai aktivitas seksual pasien dan berikan kesempatan
pada pasien untuk bertanya mengenai masalah ini, mulai dari libido sampai
pengalaman nyeri saat berhubungan. Hal lain yang perlu di gali adalah
mengenai riwayat kekerasan dan penyerangan seksual bila ada indikasi.
11. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien harus ditanya tentang semua kehamilan dan hasilnya masing-masing,
dengan memperhatikan apakah kehamilannya itu intrauterin atau ektopik.
81
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Jika kehamilan berakhir dengan aborsi, penting untuk mengetahui apakah
secara spontan atau diinduksi, dan apakah dilatasi cerviks dan kuretase
dilakukan.
Penatalaksanaan terhadap kehamilan juga mola harus ditanyakan. Untuk
kehamilan yang berlangsung lebih dari 20 minggu, harus ditanyakan usia
kehamilan saat melahirkan, carapersalinan, jenis anestesi untuk persalinan,
berat janin saat melahirkan, komplikasi ibu, janin, atau neonatal, dan apakah
anak tersebut saat ini masih hidup.
Tanyakan tentang riwayat infeksi bakteri streptokokus grup B (GBS) pada
kehamilan sebelumnya atau pada anak yang dilahirkan.
12. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien diminta untuk menyebutkan penyaki-penyakit apa yang pernah ia
derita, dan penyakit-penyait yang masih ia alami hingga saat ini, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan masalah gineologi, serta
riwayat opname sebelumnya.
13. Riwayat Pembedahan Sebelumnya

Pasien harus diminta untuk menyebutkan apa saja tindakan bedah yang pernah
ia alami sebelumnya baik dibidang ginekologi ataupun non-ginekologi, tanggal
perlakuan dan komplikasi-komplikasi apa saja yang pernah dirasakan paska
pembedahan.
14. Tanyakan Riwayat Konsumsi Obat-Obatan Dan Alergi
82
CSL Semester 4
Edisi Kedua
15. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit-penyait yang dialami oleh anggota keluarga harus ditanyakan,
termasuk kanker, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia,
osteoporosis, dan gangguan herediter lainnya.
16. Aspek Sosial
Aspek relevan dari riwayat sosial pasien termasuk statusn perkawinan, tingkat
pendidikan, dan pekerjaannya.
17. Anamnesis yang berkaitan Sistem Ginekologi
a. Abdomino-pelvic
i. Gejala Ginekologi
1) Pendarahan Uterus Abnormal. Tinjauan ginekologi termasuk menstruasi
sedikit (amenore), interval intermenstrual pendek atau panjang (polymenorrhea
atau oligomenore), berlebihan atau menstruasi berkepanjangan (menoragia),
dan pendarahan intermenstrual (metrorrhagia). Pasien pascamenopause harus
ditanya tentang adanya pendarahan (pendarahan pascamenopause). Semua
wanita harus ditanya tentang perdarahan postcoital.
2) Nyeri Panggul. Tanyakan apakah nyeri panggul bersamaan dengan siklus
menstruasi atau tidak. Modus, onset, tingkat keparahan, karateristik, lokasi,
radiasi, durasi, factor yang memperburuk keadaan dan yang memperingan
keadaan. Tanyakan pula apakah ada nyeri saat berhubungan (dyspareunia).
Karena organ reproduksi dekat dengan saluran kemih dan pencernan maka
keluhan pada bagian tersebut dapat mirip ataupun berhubungan satu sama lain.
3) Gejala prolaps rahim atau vagina. Pasien dengan prolaps saluran genital
(prolaps uteri, sistokel atau cystourethrocele, atau rectocele) mungkin
menyadari adanya jaringan yang menonjol di introitus. Pasien dengan sistokel
atau cystourethrocele dapat mengalami inkontinensia. Pasien dengan rectocele
83
CSL Semester 4
Edisi Kedua
dapat mengalami sembelit dan mungkin perlu menekan perineum agar bisa
buang air besar.
4) Vaginal Dicharge. Pasien harus ditanya tentang perubahan atau peningkatan
cairan vagina, dan jika ada, apakah disertai gatal di sekitar vulvo-vagina, rasa
terbakar dan bau tidak wajar.
5) Vagina kering. Kekeringan atau penurunan lubrikasi vagina dapat dikeluhkan
ketika tingkat estrogen rendah seperti pada saat postpartum danpada saat
menopause. Atau difiirkan adanya kemungkinan sindrom Sjögren.
6) Lesi vulva. Karakteristik lesi harus ditanyakan mulai dari perjalanan
pertumbuhan lesi, hingga besar dan dalam lesi. Dan apakah sudah menjadi
suatu lesi yang ulseratif.
7) Vulva terasa gatal atau terbakar. Pasien harus ditanya tentang gejala gatal di
vulva dan rasa terbakar, yang mungkin menjadi gejala vulvo-vaginitis,
dermatitis kontak, atau vestibulitis. Gejala ini juga dapat berhubungan dengan
kondisi seperti lichen simpleks, lichen sclerosus et atrophicus, neoplasia
intraepitel vulva, dan karsinoma vulva.
8) Disfungsi seksual. Gejala disfungsi seksual pada organ ginekologidapat dibagi
menjadi beberapa kategori seperti :kelainan gairah (libido menurun), nyeri
dengan hubungan seksual (dispareunia), dan ketidakmampuan untuk mencapai
orgasme (anorgasmia).
ii. Gejala-Gejala Saluran Kencing.
a)
Gejala infeksi saluran kemih meliputi disuria, frekuensi kencing, urgensi
kemih, dan hematuria.
b) Gejala urolithiasis termasuk nyeri panggul dan hematuria.
c)
Inkontinensia Urin. Inkontinensia urin dapat dialami dengan berbagai kondisi,
termasuk infeksi saluran kemih, kelainan kongenital, vesiko-atau fistula
uretero-vagina, sistokel atau cystourethrocele, ketidakstabilan detrusor, dan
berbagai kondisi neurologis. Penting diketahui kapan inkontinensia terjadi
84
CSL Semester 4
Edisi Kedua
(terus menerus, dengan kegiatan seperti batuk, bersin, atau berjalan, dalam
perjalanan ke kamar mandi, atau dengan rangsangan seperti menyalakan air
atau mendengar gemerincing kunci).
d) Retensi Urin. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin mungkin disebabkan
oleh kompresi uretra (misalnya, oleh leiomyoma atau edema periurethral) atau
terjadi setelah prosedur bedah panggul. Pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap juga dapat terjadi pada pasien dengan sistokel.
iii. Gejala-Gejala Gastrointestinal
Pasien harus ditanya tentang gejala mual,muntah, konstipasi, diare berdarah,
dengan atau tanpa tinja, nyeri buang air besar dengan, dan inkontinensia tinja atau
flatus. Pasien dengan Irritable Bowel Syndromesering mengeluhkan konstipasi
atau bahkan diare yang berhubungan dengan kram perut.Inkontinensia tinja atau
flatus dapat dikeluhkan setelah luka pada sfingter anal selama persalinan, atau
pada fistula anal atau rektovaginal.
b. Payudara.
Pasien harus ditanya tentang adanya massa pada payudara, nyeri, dan riwayat
biopsi payudara. Ketika diketahui terdapat massa, tanyakan sudah berapa lama
munculnya, dan apakah ukurannya berubah sesuai siklus menstruasi. Discharge
payudara harus ditanyakan apakah pada satu sisi atau dua sisi, dan juga warna dischare
payudaranya. Galaktorea (keluarnya airsusu) dapat unilateral atau bilateral, dan
kemungkinan terjadi pada hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, dan dengan penggunaan
obat-obatan tertentu, termasuk kontrasepsi oral. Discharge berdarah unilateral biasanya
terjadi pada intraductal papilloma. Sebuah Discharge kehijauan unilateral dapat terjadi
pada ektasia duktal.Nyeri ringan pada saat menstruasi adalah hal yang wajar, hal ini
terkait dengan proses hormonal. Nyeri lebih lama atau berat dapat dikaitkan dengan
adanya perubahan fibrokistik pada payudara.
85
CSL Semester 4
Edisi Kedua
18. Riwayat Pemeliharaan Kesehatan dan Kebiasaan Sehari-hari.
Sebuah riwayat kebiasaan kesehatan umum harus diperoleh, termasuk penilaian dari
penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, dan penggunaan narkoba. Penting untuk
ditanyakan padapasien tentang dietnya, termasuk asupan kalsium, asupan asam folat,
dan apakah iaolahraga secara teratur. Riwayat pemeliharaan kesehatan juga
mencakup riwayat imunisasi terhadap penyakit menular seperti rubella dan varicella,
high risk human papillomavirus (HPV), hepatitis B, tetanus, difteri, pertusis,
pneumokokus, dan influenza.
G.
DAFTAR PUSTAKA



H.
Bowdler, N; Elson, M. 2008. The Gynecologic History and
Examination.Glob. libr. women's med.,(ISSN: 1756-2228) 2008; DOI
10.3843/GLOWM.1000.
Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan
ginekologi seperti keputihan (fluor albus),
dismenorea, menorhagia,
metroragia, polimenorhagia, PUD, dll
2) Hasil anamnesis yang telah dibuat akan dijadikan bahan latihan pada
pertemuan kedua
I.
CEKLIS ANAMNESIS GINEKOLOGI
No
1
2
3
4
Prosedur/ Aspek Latihan
Umpan
Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
Mengucapkan salam pada awal wawancara
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
Informed consent
ITEM PROSEDURAL
86
CSL Semester 4
5
6
7
8
9
Edisi Kedua
Menanyakan Identitas Pasien
Menanyakan keluhan utama dan tambahan
Menanyakan riwayat penyakit sekarang
KU pasien sekarang
keluhan baru (pertama kali) atau lama
keluhan bersifat kronis, berulang atau terus menerus
karakteristik masalah yang terkait misal :
- nyeri (lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya
(misalnya, tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang
memperburuk, faktor yang meringankan, dan apakah
rasa sakit menjalar ke lokasi lain)
- pendarahan (warna, segar atau tidak, frekuensi,
intensitas, dan durasi aliran, dan apakah pasien
mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang
melayang)
- benjolan (warna, bentuk, simetris atau tidaknya, batas,
sesuai warna sekitar, panas, nyeri, bisa digerakkan, dan
lainnya)
mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak
pengobatan sebelumnya dan hasilnya
Menanyakan riwayat menstruasi

haid pertama (menarche)

Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT)

Pola Menstruasi dan gejala yang terkait
Khusus pasien Perimenopause/menopause
 Pola menstruasi
 Gejala/keluhan yang berhubungan (hot flushes, berkeringat malam
hari, ingatan melemah, gangguan tidur, vagina kering dan libido
menurun)
 Adakah terapi penggantian homon
Menanyakan riwayat Kontrasepsi
10
Menanyakan riwayat Infeksi Ginekologis
11
Menanyakan riwayat Sitologi Cerviks dan Vagina (Pap Smear)
12
13
14
riksaan yang abnormal
Menggali informasi tentang riwayat Kesuburan (gangguan fertilitas
dan penanganannya), dan Riwayat aktivitas Seksual (penurunan
libido ataupun masalah
Menggali informasi tentang riwayat Kehamilan dan persalinan
intraunterin/ektopik
87
CSL Semester 4
15
Edisi Kedua
Menggali informasi tentang riwayat penyakit dahulu, adanya
tindakan pembedahan terdahulu, konsumsi obat-obatan dan
alergibaik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan
masalah ginekologi
Menanyakan riwayat pemeliharaan kesehatan dan kebiasaan seharihari.
16
17
18
19
20
21
22
23
aksin HPV)
Menggali informasi mengenai aspek sosial pasien dan keluarganya.
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa
yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau
pertanyaan yang kurang jelas).
Mencatat semua hasil anamnesis
Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
88
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan Ginekologi
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, M.Med.Ed; dr. Dian Isti Angraini, M.P.H; dr. Fajriani D
1. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan ginekologi
2. Tujuan
1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina
dan serviks
3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina,
serviks, korpus uteri dan ovarium
4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita,
palpasi kantung douglas, uterus dan adneksa
5) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal
3.Level Kompetensi
Keterampilan
Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
Pemeriksaan spekulum : inspeksi vagina dan serviks
Pemeriksaan bimanual : palpasi vagina, serviks, korpus
uteri dan ovarium
Pemeriksaan rektal wanita : palpasi kantung douglas,
uterus dan adneksa
Pemeriksaan rektovaginal
Level Kompetensi
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
4.Alat dan Bahan
 Model panggul (bisa untuk RT)
 Spekulum Graves
 Kateter logam / nelaton
 Kapas dan larutan antiseptik
 Meja Instrumen
 Ranjang periksa ginekolog
 Lampu sorot
 Sarung tangan steril (DTT)
 Apron (Celemek Plastik)
 Sabun dan Air bersih
 Handuk bersih dan kering
Gambar Speculum graves dalam
berbagai ukuran
89
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5.Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan
dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak
encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan
belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal,
pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek
darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan
Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.
6.Dasar teori / Rujukan
Seperti pemeriksaan fisik lainnya, maka pengamatan dilakukan sejak pasien
masuk ke ruang periksa. Keadaan umum, sikap, dan kesadaran pasien harus diamati
dengan cermat. Kemudian dilakukan pemeriksaan lainnya termasuk thorax dan
abdomen. Pada kasus obgyn biasanya juga dilakukan pemeriksaan payudara sebagai
berikut :
Secara inspeksi, pada pengamatan payudara harus diperhatikan bentuknya,
besarnya, simetrik atau tidaknya, permukaan kulitnya (hiperpigmentasi atau peau
d’orange), gambaran venosa, adanya ulkus dan keadaan aerola serta papilla mama
(hiperpigmentasu, retraksi). Palpasi payudara dengan cara berikut:
Pasien berada dalam posisi duduk dan lengan ada di samping badan. Pasien
diminta mengangkat salah satu lengannya dan diamati secara visual sekali lagi.
Dilakukan palpasi payudara dengan posisi tangan pemeriksa :
a. Tangan pemeriksa menyangga payudara pada aksila (ibu jari kearah bawah),
dilakukan perabaan bagian payudara diantara ibu jari dan jari tangan yang lain
kearah medial.
b. Tangan pemeriksa di antara dua payudara dan digerakkan melingkar menekan
tulang iga
c. Perabaan lebih tinggi kearah aksila dan dan meraba ke bawah kea rah iga. Tangan
pemeriksa menyangga bagian bawah payudara, diraba bagian payudara di antara
ibu jari dan jari yang lain.
Pada palpasi diperhatikan adanya nodul atau masa pada payudara, dan dicatat
ukurannya, konsistensinya, mudah digerakkan atau tidak, apakah ada sakit tekan atau
sakit pergerakan, dan apakah terfiksasi dengan jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan Pelvik
Pemeriksaan pelvic biasanya menimbulkan ketegangan pada pasien. Sebelum
dilakukan pemeriksaan harus dilakukan pendekatan yang baik pada pasien, agar pasien
bisa bekerja sama pada waktu diperiksa.
90
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan pelvic dikerjakan pada pasien yang berada dalam posisi litotomi.
Pasien diminta merebahkan sepenuhnya punggungnya secara santai (agar dinding perut
kendor), dan meletakkan dua kaki pada penyangga kaki (foot-rest) secara santai (agar
otot-otot daerah pelvic kendor), sedemikian rupa sehingga perineum ada tepat ditepi
meja periksa.
Pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dengan ukuran yang sesuai. Cara
memakai sarung tangan harus mengikuti prosedur aseptik. Sebelum melakukan
pemeriksaan harus dilakukan toilet vulva dan vagina. Prosedur antiseptik ini dilakukan
dengan kasa atau kapas steril yang direndam dalam desinfektan yang tidak mengiritasi
(misalnya : larutan Lysol). Kapas steril tersebut disapukan pada vulva sampai sekitar
perineum dari arah medial ke lateral atau sentral ke perifer, dan penyapuan daerah anus
harus dilakukan paling akhir.
7.Prosedur
A. ANAMNESIS GINEKOLOGI (dibahas pada materi sebelumnya)
B. PEMERIKSAAN PELVIK
1. Inspeksi
Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya
daerah vulva, dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan
atau hygiene daerah genital secara umum atau adanya kelainan yang mencolok.
Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah :
1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau
feminin) dan kelainan pada folikel rambut pubes
2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus,
leukoplakia, tumor)
3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak)
4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor)
5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan,
pembengkakan, atau penonjolan)
6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi,
pemendekan karena sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior
(utuh atau sudah rupture)
7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang
vagina)
91
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 8. Anatomi genitalia eksterna wanita
2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya
dilakukan pada pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual.
Ada berbagai macam speculum, tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum
Graves dan speculum
Sims.
Spekulum
Sims
Spekulum
Graves
Gambar 4.
Spekulum Graves
& Sims
Gambar 9. Spekulum Sims (kiri) dan Spekulum Graves (kanan)
Pemeriksaan dengan speculum Sims akan mendapatkan visualisasi yang lebih
baik, tetapi harus dilakukan dengan kedua tangan. Hanya satu tangan yang diperlukan
untuk memegang speculum Graves dan mempertahankan pada posisinya, sehingga
tangan yang satu bisa bebas melakukan tindakan, misalnya membersihkan rongga
vagina. Penggunaan speculum Sims pada keadaan tertentu memerlukan seorang yang
membantu memegang sendok speculum.
92
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 10. Cara Memegang Spekulum Graves
(Sumber : Bate's guide to physical examination)
Cara pemasangan spekulum Graves
1. Labium majus disibakkan ke kanan kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kiri.
2. Tangan kanan memegang spekulum Graves yang sudah disterilkan secara miring,
sedemikian rupa sehingga daun spekulum pada posisi kiri-kanan. (Apabila akan
mengambil sediaan sitologik, maka spekulum tidak perlu dilumuri dengan lubrikan
atau dibasahi dengan desinfektan)
3. Spekulum dimasukkan kedalam liang vagina secara halus dan perlahan, dalam
kedudukan kedua daun spekulum tertutup. (Perhatikan arah dari spekulum yang
harus sejajar dengan sumbu panjang vagina)
4. Setelah kira-kira 2/3 daun spekulum masuk ke vagina, pegangan spekulum diputar
secara perlahan-lahan 90 derajat hingga sendok spekulum pada posisi atas-bawah,
dan secara perlahan-lahan daun spekulum dibuka.
5. Setelah bisa memvisualisasikan serviks, maka daun spekulum dimasukkan
sepenuhnya ke vagina, sehingga daun spekulum mencapai forniks anterior dan
posterior kemudian spekulum dikunci.
93
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 11. Cara Pemasangan Spekulum Graves
(Sumber : Bate's guide to physical examination)
Cara Pemasangan Spekulum Sims
1. Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labium majus dengan cara seperti di atas dan
tangan kanan memegang daun spekulum yang bawah.
2. Daun spekulum yang bawah dimasukkan ke vagina secara perlahan-lahan dalam
posisi miring.
3. Setelah daun spekulum mencapai 2/3 panjang vagina, daun spekulum diputar 90
derajat ke bawah dan daun spekulum dimasukkan sepenuhnya hingga mencapai
forniks posterior.
4. Selanjutnya, tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah yang sudah
terpasang, sedangkan tangan kanan memegang daun spekulum atas.
5. Daun spekulum atas dimasukkan ke vagina secara mendatar, hingga mencapai
forniks anterior. Jika akan melakukan tindakan, maka pembantu diminta
memegang daun spekulum atas dan tangan kiri pemeriksa memegang daun
spekulum bawah.
94
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan
jelas. Apabila visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi
discharge, maka vagina dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya
discharge harus diamati lebih jelas dan dicatat perihal banyaknya, jenis atau
konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil tampak dengan jelas,
serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan
adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi,
pertumbuhan polips serta tumor.
Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati
dinding vagina. Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya
ptekie, varises, granulasi, ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya
dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya tumor.
C. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara:
1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa
dengan lubrikan atau desinfektan
2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan
pemeriksa masuk ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara
perlahan-lahan dan sehalus mungkin)
3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik
4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan
organ mana yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa
terbalik tergantung kebiasaan pemeriksa)
5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus,
adneksa atau parametrium, dan keseluruhan rongga panggul.
6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah
luar genital (vulva dan sekitarnya).
7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut
dan tidak boleh ada yang terlewatkan.
Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain:
Vagina
 Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini)
 Ketegangan (kuatnya) dinding vagina
 Ada tidaknya sistokel atau rektokel
 Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)
 Penonjolan fornix & cavum Douglasi
 Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum)
95
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 12. Pemeriksaan Bimanual
(Sumber : Bate's guide to physical examination)
Serviks Uteri
 Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
 Besar dan bentuk serviks uteri
 Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)
 Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
 Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah
pergerakan, slinger pain)
Uterus
 Bentuk uterus
 Ukuran atau dimensi uterus
 Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi,
sinistro, dekstroposisi)
 Konsistensi (kenyal, padat)
 Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)
 Mobilitas uterus
 Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
 Ada tidaknya kelainan bawaan
Parametrium
 Strutur adneksa ( tuba, ovarium)
 Ruang di parametrium (longgar, memendek)
 Ada tidaknya sakit pada perabaan
 Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi,
mobilitas, hubungan dengan alat sekitarnya)/
 Adanya infiltrasi keganasan
Seperti halnya pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan bimanual hanya boleh
dilakukan pada wanita yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual.
Perabaan uterus sulit dilakukan pada kasus:
96
CSL Semester 4



Edisi Kedua
Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan
uterus tak dapat berlangsung secara baik.
Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan.
Vesika urinaria yang terlampau penuh.
Perabaan adneksa dan parametrium:
 Pemeriksaan adneksa dan parametrium baru dapat dilakukan bila palpasi uterus
sudah dapat dilakukan dengan baik.
 Dalam keadaan normal, tuba falopii dan ovarium tak dapat diraba.

Tuba falopii dan ovarium hanya dapat diraba dari luar pada pasien kurus atau
pada tumor ovarium / kelainan tuba ( hidrosalphynx) yang cukup besar.
E. Pemeriksaan Lain dan Tambahan
Pemeriksaan rektal (rectal toucher) pada wanita
Pemeriksaan lain yang dikerjakan pada pemeriksaan ginekologi seperti
pemeriksaan rektal dan rektovaginal. Pada wanita yang belum menikah atau belum
melakukan hubungan seksual, maka pemeriksaan bimanual tidak dilakukan melaui
vagina melainkan secara rektal (rectal toucher). Rectal toucher , dikerjakan pada :

Virgin

Pasien yang mengaku ―belum pernah bersetubuh‖

Kelainan bawaan (atresia himenalis atau atresia vaginalis)

Hymen rigidus dan vaginismus

Wanita diatas usia 50 tahun
Pemeriksaan RT pada wanita bisa dilakukan untuk menilai keadaan himen
seseorang untuk mengetahui apakah seorang wanita memang masih virgin atau tidak.
Pada pemeriksaan RT wanita, posisi yang dianjurkan adalah berbaring miring atau
posisi Sim‘s dan posisi litotomi. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rektal,
tangan luar diletakkan di atas sympisis. Pada pemeriksaan RT wanita ini dilakukan untu
menilai sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen. Palpasi serviks
97
CSL Semester 4
Edisi Kedua
uterus melalui dinding rektal anterior. Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan
dapat digerakkan.
Gambar 13. Pemeriksaan rektal wanita
Gambar 14. Tipe-tipe Himen (Selaput Dara)
Recto vaginal toucher :
Pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menilai septum rektovaginal
dan dilakukan pada wanita yang sudah menikah.
98
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Prosedur pemeriksaan rektovaginal yaitu:

Masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan jari telunjuk ke
dalam vagina, minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan
otot anus

Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri
pada daerah permukaan uterus dan rektum

Keluarkan jari secara perlahan-lahan
Gambar 15. Pemeriksaan rektovaginal
Pemeriksaan
rectovaginal
dikerjakan untuk menilai keadaan septum
rectovaginalis. Penebalan dinding vagina dan infiltrasi karsiona rektum lebih mudah
ditentukan dengan pemeriksaan rectovaginal. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih
posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan
palpasi anal kanal dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan
peritoneum.
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
99
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
Pemeriksaan
tambahan
yang
kadang
dilakukan
beserta
pemeriksaan
ginekologik, antara lain adalah :

Pap‘s smear (usapan Papanicolau)

IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini keganasan serviks

Uji Fern (uji daun pakis) untuk deteksi ovulasi

Uji schiller untuk keganasan serviks dan vagina

Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik/ Vaginal Swab

Sondase rongga rahim

Perasat Acosta-Scizon

Pungsi Douglas (Kuldosenstesis)

Biopsi (vagina, serviks, endometrium)

Kolposkopi

Histeroskopi
8.Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
100
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload
dari
:
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
Szilagy, PG. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, S. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for
Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince
Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkiakr/files/CaCervic-texfinal.pdf
9.Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Ginekologi
No
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
I
1
2
3
II
Item Interaksi Dokter Pasien
Senyum, Salam, Sapa
Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
Item Prosedural
INSPEKULO
Periksa alat dan bahan yang diperlukan
Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi
Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas cincin,
jam dsb.
Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic
Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis
Pasang duk steril
Lakukan simulasi kateterisasi
Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva
Pilih spekulum dan atur sekrupnya
Oles spekulum dengan lubrikan atau desinfektan
Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar
Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang benar
Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum
Kunci kedudukan speKulum
Catt : Jika ingin melakukan Pap Smear atau IVA langsung ke check list pap
smear atau IVA
Lakukan simulasi membersihkan rongga vagina dengan desinfektan
Periksa serviks uteri dan orifisium uteri eksternum
Amati dinding vagina dengan memutar spekulum 90° ke kiri dan ke kanan
PEMERIKSAAN BIMANUAL
Simulasi mengusap tangan dengan lubrikan/ desinfektan
Berdiri, mengambil sikap tangan kanan di vulva & tangan kiri di suprapubik
Lakukan colok dengan cara penetrasi dan arah yang sesuai
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Umpan Balik
101
CSL Semester 4
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Edisi Kedua
Nilai dinding vagina, fornises, serviks (tidak ada nyeri goyang pada serviks),
keadaan uterus (ukuran), adneksa dan parametrium (tidak teraba tumor dan
parametrium tidak kaku/keras)
PEMERIKSAAN REKTAL WANITA
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‘s) atau litotomi, dengan
sudah membuka celana dalam
Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
Masukkan jari telunjuk ke dalam rektal, tangan luar diletakkan di atas sympisis
Nilailah sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen
Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan, lihat di sarung tangan
apakah ada darah, feses, lendir dll
PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim‘s) atau litotomi, dengan
sudah membuka celana dalam
Lakukan tindakan asepsis pada vulva
Oleskan jari tengah yang bersarung tangan dengan lubricant
Buka labia mayor, masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan
jari telunjuk ke dalam vagina, minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk
merelaksasikan otot anus
Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri
pada daerah permukaan uterus dan rektum
Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks uteri pada
pemeriksan inspekulo)
Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan interpretasi klinisnya
Laporkan hasil pemeriksaan rektal wanita
Laporkan hasil pemeriksaan rektovaginal
IV. Item Profesionalisme
Percaya diri
Bersihkan alat-alat dan menyimpannya
102
CSL Semester 4
Edisi Kedua
PROSEDUR SWAB VAGINA, PAP’S SMEAR DAN IVA
dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, M.P.H, dr. Fajriani D
1.Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan Pap Smear dan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA).
2.Tujuan
A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Pap Smear
B. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat dan mengintepretasikan hasilnya
3.Level Kompetensi
Keterampilan
Melakukan swab vagina
Duh (discharge) genital: bau, pH, pemeriksaan dengan
pewarnaan Gram, salin, dan KOH
Melakukan Pap‘s smear
Melakukan IVA
Level Of Expexcted Ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
4.Alat dan Bahan
a) Model panggul
b) Spekulum Graves
c) Kateter logam / nelaton
d) Kapas dan larutan antiseptik
e) Meja Instrumen
f) Ranjang periksa ginekolog
g) Lampu sorot
h) Sarung tangan steril (DTT)
i) Apron (Celemek Plastik)
j) Sabun dan Air bersih
k) Handuk bersih dan kering
l) Spatula ayre
m) Cytobrush
n) Objek glass
o) Alkohol 96%
p) Larutan asam asetat 3%-5%
q) Cotton bud
r) Lidi kapas steril
s) Tabung reaksi yang ditutup kapas berlemak
t) Larutan garam fisiologis
103
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5.Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan
dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak
encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan
belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal,
pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek
darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan
Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.
6.Dasar teori / Rujukan
A.SWAB VAGINA
Swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti
lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Tujuan dilakukan swab
vagina :
1) Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu
mengalami discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina.
2) Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan
menggunakan bantuan bawah mikroskop.
Swab vagina dilakukan pada :
1. Wanita yang mengalami infeksi berulang. Misalnya, keputihan yang berulang.
2. Wanita yang mengalami radang panggul yang tak kunjung sembuh.
3. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada ibu yang sedang hamil, terutama yang
kerapkali mengalami kontraksi.
Contoh penyakit yang merupakan indikasi dilakukan swab vagina yaitu :
1) Fluor Albus
Fluor albus adalah keluarnya cairan atau lendir putih kekuningan pada
permukaan vulva. Gejala ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada
wanita, yaitu rasa gatal, panas dan lecet di daerah vulva vaginalis, kadang-kadang
sampai terjadi edema. Penyebab gejala ini adalah protozoa, biasanya Trichomonas
vaginalis. Di samping itu dapat disebabkan oleh jamur, umumnya Candida albicans.
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah
portio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior
vagina. Fluor albus fisiologik ditemukan pada:
a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari. Di sini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
104
CSL Semester 4
Edisi Kedua
b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor
albus di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada
orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada
wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri.
Sedang fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:
a. Vaginosis bakterialis
b. Infeksi
1) Bakteri: Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae
2) Jamur: Candida albicans
3) Protozoa: Trichomonas vaginalis
4) Virus: Virus Herpes dan Human Papilloma Virus 2
c. Iritasi
1) Sperma, pelicin, atau kondom
2) Sabun cuci dan pelembut pakaian
3) Deodorant dan sabun
4) Cairan antiseptik untuk mandi
5) Pembersih vagina
6) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
7) Kertas tisu toilet yang berwarna
d. Tumor atau jaringan abnormal lain
e. Fistula
f. Benda asing
g. Radiasi
h. Penyebab lain
1) Psikologi: Volvovaginitis psikosomatik
2) Tidak diketahui: “Desquamative inflammatory vaginitis”
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina
bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan
penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi
normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina
yang terlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, dan penggunaan pil KB.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
105
CSL Semester 4
Edisi Kedua
glikogen, pH vagina, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus
menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi
dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, Lactobacillus (Döderlein) dan
produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8 – 4,5
dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain
2) Vaginosis bakterialis
Vaginosis bakterialis merupakan kondisi vagina yang sering dialami oleh
wanita usia reproduktif. Vaginosis bakterialis mempunyai mikrobiologi yang
kompleks; dua organisme, Gardnerella vaginalis dan spesies Mobiluncus, adalah
spesies yang paling dikaitkan dengan proses penyakit (Brooks, 2007). Nama lain
dari vaginosis bakterialis adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis,
Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan
anaerobic vaginosis.
Faktor risikonya adalah hubungan seksual pertama pada usia muda,
perokok, pasangan seksual yang banyak, penggunaan alat kontrasepsi intrauterin,
pembersih vagina, ras, dan aktivitas homoseks diperkirakan menjadi faktor resiko
vaginosis bakterialis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara
berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan
hilangnya dominasi Lactobacillus yang berkhasiat menghambat pertumbuhan
kuman lain. Pada wanita normal dijumpai koloni strain Lactobacillus yang mampu
memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis bakterialis terjadi
penurunan jumlah populasi Lactobacillus secara menyeluruh, sementara populasi
yang masih tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.
Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh
kuman anaerob juga bertambah, yaitu karena adanya dekarboksilase mikrobial.
Senyawa amin dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan
menimbulkan bau amis. Poliamin asal bakteri bersamaan dengan asam organik yang
terdapat dalam vagina bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina.
Kumpulan eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH alkalis,
Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan
membentuk clue cells.
Pada wanita dengan vaginosis bakterialis, keluhan berupa adanya duh
tubuh vagina ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih
menusuk setelah senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul
rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan
dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada
pemeriksaan terdapat adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen,
berbau, dan jarang berbusa. Gejala peradangan umumnya tidak ada
106
CSL Semester 4
Edisi Kedua
B.PAP SMEAR
1. Definisi
Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara tidak
sengaja mengamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil dari pasien
kanker serviks. Penggunaan materi seluler dari serviks dan vagina untuk diagnosis
kanker serviks ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1928 dan selanjutnya tehnik
pengumpulan sel-sel dari vagina mengalami perbaikan dari penghapusan vagina,
spatula ayre, dan cytobrush. Apabila hasil pap smear abnormal, perlu dipastikan
melalui pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi.
Pap smear merupakan prosedur atau pemeriksaan sitologis yang dilakukan
untuk skrining perubahan sel, lesi pre kanker atau kanker pada leher rahim dengan
metode usapan (smear) lendir leher rahim pada objek gelas yang kemudian diperiksa
secara mikroskopik
2. Alat dan Bahan
 Alat-alat pemeriksaan Ginekologi
 Spatula ayre {suatu alat yang terbuat dari kayu atau plastik dengan ujung
tertentu untuk mengusap lendir serviks (ektoserviks dan endoservik)}
 Cytobrush
 Objek gelas (kaca preparat)
Gambar 13. Alat-alat Pap smear
3. Prosedur
1. Langkah pertama sama dengan langkah pada pemeriksaan ginekologi sampai
ke pemasangan spekulum. Pada pemeriksaan pap smear, spekulum tidak
diolesi dengan jelly maupun antiseptik.
107
CSL Semester 4
Edisi Kedua
2.
Setelah spekulum dimasukkan tampilkan porsio cervik (bagian servik yang
menonjol ke arah vagina berbentuk bulat dengan muara orificium uteri
externum di bagian tengahnya), kunci spekulum dan pegang dengan tangan
kiri.
3. Amati dan deskripsikan keadaan serviks (ingat jangan mengoleskan antiseptik
pada daerah porsio ini)
4. Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek di muara
ostium uteri eksterna (ektoservik) (regio Squamo-Columner Junction) dan
putar 360° searah jarum jam
5. Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas
6. Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke dalam kanalis servikalis
(endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360°)
7. Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya pada
tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah
sebaliknya.
8. Lepaskan spekulum dan taruh pada tempat yang telah disediakan
9. Sediaan difiksasi dengan etil alkohol 95% ± selama 30 menit kemudian
keringkan di udara terbuka
10. Lepaskan sarung tangan dan letakkan dalam larutan desinfektan
11. Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan
handuk
12. Beri label sediaan, masukkan dalam bahan pembawa dan kirim ke
laboratorium
Gambar 14. Prosedur Pap smear
4. Hasil
Adapun hasil pemeriksaan sitologi dari pap smear dinyatakan dengan
klasifikasi menurut WHO, klasifikasi lain menurut sistem papanicolaou, sistem
bethesda dan sistem NIS. Secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
108
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Sitologi
Sistem
Papanicolaou
Klas I
Klas II
Klas III
Klas III
Klas III
Klas IV
Histologi
Sistem WHO
Sistem Bethesda
Klasifikasi NIS
Normal
Dalam batas normal
Perubahan reaktif atau
perubahan reparatif :
ASCUS
Low-grade SILa
High-grade SIL
High-grade SIL
High-grade SIL
-
Atipik
-
Displasia ringan
NIS-1
Displasia sedang
NIS-2
Displasia berat
NIS-3
Karsinoma in situ
NIS-3
Karsinoma sel
Karsinoma sel
Klas V
Karsinoma sel skuamosa
skuamosa invasif
skuamosa
Klas V
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma
a
= Termasuk perubahan yang disebabkan oleh infeksi HPV
ASCUS = Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance
SIL = Squamous Intraepithelial Lesion; NIS = Neoplasia Intraepithelial
Tabel 1. Klasifikasi Lesi Pre Kanker (hasil pap smear)
Gambar 15. Klasifikasi lesi pra kanker (hasil pap smear)
109
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 16. Hasil Pemeriksaan PAP SMEAR (staging derajat lesi prekanker)
110
CSL Semester 4
Edisi Kedua
C. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
1. Definisi :
Merupakan metode terbaru untuk screening keganasan dan lesi prakanker pada
serviks dengan menggunakan asam asetat melalui metode pengamatan langsung.
Pemeriksaan IVA pertamakali diperkenalkan oleh Hinselman ( 1925 ) dengan
cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3%.
Adanya tampilan ‖ bercak putih ‖ setelah pulasan asam asetat kemungkinan diakibatkan
lesi prakanker serviks. Cara ini kemudian dikembangkan oleh WHO sejak tahun 1990 di
India, Thailand dan Zimbabwe.
Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes Pap adalah tidak
memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera
disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan.Data terkini menunjukan bahwa
pemeriksaan IVA paling tidak sama efektifnya dengan tes Pap.
2. Sensitivitas & spesifisitas
Di Indonesia, Hanafi,et al (2003) dalam Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 5966 menyatakan Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas
99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9%
3. Keuntungan/kelebihan
 Tehnik ini mudah, murah dan praktis
 Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan dan dokter umum disetiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu.
 Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan sangat sederhana
 Interpretasi hasil cepat dan mudah
 Sensitivitas dan spesifisitas baik untuk mendeteksi lesi prekanker
4. Alat & Bahan
 Larutan asam asetat 3%-5%
 Cotton bud
 Alat2 pemeriksaan ginekologi
 Lampu penerangan secukupnya
5. Prosedur
 Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pemeriksaan ginekologi dengan inspekulo
sebelum pemeriksaan bimanual (periksa dalam)
 Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam
asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks
 Amati perubahan warna yang terjadi (setelah 20 detik)
111
CSL Semester 4
Edisi Kedua
6. Hasil & Intepretasi
Pengamatan dapat dilakukan dengan mata telanjang ataupun dengan pembesaran
gineskopi (magnifikansi)
 Hasil dinyatakan positif jika pulasan akan tampak bercak warna putih yang
disebut aceto white epithelium (WE) pada regio SCJ
 Hasil dinyatakan negatif jika tidak tampak lesi keputihan (acetowhite) pada
pulasan regio SCJ atau bercak keputihan jauh/tidak berhubungan dengan regio
SCJ
 Dicurigai keganasan jika tampak lesi ulseratif, cauliflower-like (seperti bunga
kol) disertai bercak perdarahan atau mudah berdarah jika disentuh
(Negatif)
(Positif)
 Dicurigai Kanker
Gambar 17. Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Visual Asam asetat
112
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload
dari
:
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, Siswanto A. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center
for Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince
Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkiakr/files/CaCervic-texfinal.pdf
Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Pap Smear dan IVA
No
I
1
2
3
II
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Umpan Balik
Item Interaksi Dokter Pasien
Senyum, Salam, Sapa
Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
Item Prosedural
INSPEKULO
Periksa alat dan bahan yang diperlukan
Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi
Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas cincin, jam dsb.
Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic
Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege artis
Pasang duk steril
Lakukan simulasi kateterisasi
113
CSL Semester 4
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Edisi Kedua
Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva
Pilih spekulum dan atur sekrupnya
Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar
Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah yang benar
Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum
Kunci kedudukan speKulum
SWAB VAGINA
Oleskan lidi kapas steril pada bagian vagina dan atau serviks
Masukkan lidi kapas steril pada tabung reaksi atau tempat khusus
Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen
Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci
Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik)
Kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan gram, kultur, dll
PEMERIKSAAN PAP SMEAR
Amati dan deskripsikan keadaan serviks
Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek kedalam ostium
uteri eksterna (ektoservik) (regio Squamo-Columner Junction) dan putar 360° searah
jarum jam
Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas
Ambil sikat cyto brush, kemudian masukkan ke muara kanalis servikalis (endoserviks)
dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360°)
Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada object glass sebelumnya pada tempat yang
berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah sebaliknya
Cabut Spekulum sesudah mengendorkan sekrup pengunci
Letakkan spekulum ke tempat seharusnya (mangkok antiseptik)
Fikasasi dan beri label pada sediaan dan kirim ke laboratorium
PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT)
Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam asetat 3-5%
pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks (dengan menggunakan lidi
kapas)
Amati perubahan warna yang terjadi pada SCJ (setelah 20 detik)
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan serviks uteri pada pemeriksan
inspekulo)
Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan interpretasi klinisnya
IV. Item Profesionalisme
Percaya diri
Bersihkan alat-alat dan menyimpannya
114
CSL Semester 4
Edisi Kedua
KONSELING KONTRASEPSI
Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H.
A. Tema
Keterampilan komunikasi interpersonal (KIP) atau konseling kontrasepsi.
B. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan konseling kontrasepsi
C. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills
Konseling kontrasepsi
Level Of Expected Ability
-1- -2- -3- -4-
D. Alat dan Bahan

Alat kontrasepsi (IUD, implan, dll)

Leaflet kontrasepsi
E. Skenario
Ketika anda sedang bertugas di poliklinik FK Unila, datanglah Ny. S,
35 tahun, didampingi oleh suaminya. Pasangan suami istri ini telah memiliki
anak 3 dan anak ke-3 berumur 2 bulan. Ny. S berkeinginan untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Tetapi masih bingung mau memakai apa. Anda
sebagai dokter lalu melakukan konseling kontrasepsi.
F.
1.
Dasar Teori
Definisi
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap,
dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang
115
CSL Semester 4
Edisi Kedua
mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan
jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling merupakan
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah
yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang
mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta,
harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk
mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang
seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program
kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk
meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia
menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan
kelahiran. Menurut BKKBN, konseling ber-KB merupakan proses pertukaran
informasi tentang KB dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu
klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan
yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi klien.
2. Tujuan Konseling kontrasepsi
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
a. Menyampaikan informasi dan pilihan pola reproduksi
b. Memilih metode KB yang diyakini
c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif
d. Memulai dan melanjutkan KB
e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
3. Fungsi Konseling
o Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya
masalah kesehatan.
116
CSL Semester 4
Edisi Kedua
o Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk
membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, social, cultural,
dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.
o Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan
perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan
terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan
konseling.
o Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat.
4.
Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi :
Percaya diri / confidentiality,
Tidak memaksa / voluntary choice,
Informed consent,
Hak klien / clien‘t rights ,
Kewenangan / empowerment.
5.
Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya
adalah:

Klien
dapat
memilih
metode
kontrasepsi
yang
sesuai
dengan
kebutuhannya.

Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.

Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.

Membangun rasa saling percaya.

Mengormati hak klien dan petugas.

Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
117
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
Hak Pasien
Pasien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut :
Terjaga harga diri dan martabatnya.
Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan
dilaksanakan.
Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan.
Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan.
6.
Proses Konseling KB dan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam pelayanan kesehatan menggunakan :
a)
Motivasi
Motivasi pada pasien KB meliputi:

Berfokus untuk mewujudkan permintaan

Bukan pada kebutuhan individu klien

Menggunakan komunikasi satu arah

Menggunakan komunikasi individu,kelompok atau massa.
b) Edukasi / pendidikan
Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan
sebagai berikut :
Menyediakan seluruh informasi metode yang tersedia
Menyediakan informasi terkini dan isu
Menggunakan komunikasi satu arah atau dua arah
Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa
Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
c)
Konseling
Konseling KB antara lain:
118
CSL Semester 4
7.
Edisi Kedua

Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan

Menjadi pendengar aktif

Menjamin klien penuh informasi

Membantu klien membuat pilihan sendiri.
Peran Konselor KB
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada pelayanan
keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang konselor
adalah sebagai berikut:

Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat
pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.

Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang
berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.

Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
Ciri Konselor Efektif :
Memperlakukan klien dengan baik.
Berinteraksi positif dalam posisi seimbang.
Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta
tidak berlebihan.
Mampu menjelaskan berbagai mekanisme dan ketersediaan metode
kontrasepsi.
Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
8.
Perubahan pada konseling akseptor KB
Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun
psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi. Perubahan fisiologis yang
sering terjadi adalah akibat dari efek samping penggunaan alat kontrasepsi
119
CSL Semester 4
Edisi Kedua
tersebut. Misalnya pusing, BB bertambah, timbul flek-flek di wajah, gangguan
menstruasi, keputihan, gangguan libido, dll. Adapun perubahan psikologis yang
dialami adalah kecemasan atau ketakutan akan keluhan-keluhan yang terjadi,
kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi.
Pelaksanaan komunikasi bagi akseptor KB yaitu terfokus pada KIE efek
samping kontrasepsi dan cara mengatasinya, cara kerja dan penggunaan alat
kontrasepsi.
9.
Konseling dan persetujuan tindakan medik
Maksud dari konseling dan persetujuan tindakan medik adalah untuk mengenali
kebutuhan klien, membantu klien membuat pilihan yang sesuai dan memahami
tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih.
10. Langkah-Langkah Konseling KB
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru
hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci
SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara
berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan
klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:
SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempatyang nyamanserta terjamin
privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan
pelayanan apa yang diperoleh.
T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara
mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang
diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien.
U : Uraian kepada klien mengenai dan pilihannya dan diberi tahu apa pilihan
kontrasepsi, bantu klien pada jenis kontrasepsi yang diingini.
120
CSL Semester 4
Edisi Kedua
TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa
yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk
menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.
J : Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya.
U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien
akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi
jika dibutuhkan.
Dalam melakukan konseling kontrasepsi/ KB, BKKBN menganjuran
menggunakan alat bantu pengambilan keputusan ber-KB (ABPK). ABPK mempunyai
fungsi sebagai berikut:

Membantu pengambilan keputusan metode KB

Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB

Alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan)

Menyediakan referensi/info teknis
 Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru
bertugas
Gambar 1. Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK)
121
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 2. Anjuran Penggunaan Kontrasepsi
G.Prosedur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya dan yang
diinginkan
Berikan informasi mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi, keuntungan dan
kerugiannya, pilihan yang bisa digunakan pasien, serta gambaran kontrasepsi
yang diinginkan pasien.
Bantulah pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan
dan pilihan pasien. Bila berbeda berikan lagi informasi yang dibutuhkan
pasien. Beri dukungan pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang akan
diagunakan.
Bila sudah ditentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan, berikan
penjelasan mengenai cara pemakaiannya.
Rencanakan kunjungan ulang kapan pasien akan dilakukan pemasangan alat
kontrasepsi, pemberian alat kontrasepsi atau pemilihan jenis kontrasepsi bila
pada pertemuan ini belum ditetapkan pilihan jenis kontrasepsi.
122
CSL Semester 4
Edisi Kedua
H.Daftar Pustaka
 Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat
Jendreal PP & PL. Jakarta.
 Google photo search. www.google.com.
Ceklis Latihan Konseling KB/ kontrasepsi
No
I
1
2
II
3
Aspek Penilaian
INTERPERSONAL
Senyum, salam dan sapa
Informed consent
PROSEDURAL
Persiapan alat bantu
24
KONSELING KONTRASEPSI
Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya
Tanyakan kepada pasien mengenai pengalaman menggunakan kontrasepsi
Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diinginkannya
Jelaskan mengenai jenis-jenis kontrasepsi (keuntungan dan kerugian)
Jelaskan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien
Mendorong pasien untuk memilih kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan
keinginan pasien
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan keinginannya dan
mengajukan pertanyaan
Meminta pasien menentukan jenis kontrasepsi pilihannya
Memberikan penjelasan bagaimana cara menggunakan, melakukan atau
memasang jenis kontrasepsi yang sudah dipilih
Rencanakan kunjungan ulang untuk pemeriksaan lebih lanjut, pemasangan atau
pemberian informasi lainnya ATAU pemilihan jenis kontrasepsi lagi apabila
pada kunjungan pertama ini belum ditentukan pilihan kontrasepsinya.
PROFESIONALISME
Tunjukkan sikap percaya diri
25
Tunjukkan sikap menghormati pasien
26
Tutup, memberikan salam serta catat hasil konseling
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
III
Umpan Balik
123
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Dwita Oktaria
A. Tema pembelajaran
Keterampilan prosedural Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)/ IUD
B. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills
Advise about contraception
Insertion I.U.D
Level of expected ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan IUD
2. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan IUD
D.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Alat dan Bahan
AKDR/IUD Copper-T 380 A
Inserter & Plunger IUD
Model Uterus
Model Panggul
Spekulum
Sonde Uterus
Tenakulum
Pean
Lampu Periksa
Sarung Tangan steril
Kain Lubang Steril
Gunting bengkok
Kom berisi desinfektan
Kassa steril
Klem arteri panjang
Gambar 18 & 19. Alat-alat Pemasangan IUD dan Jenis-jenis IUD/AKDR
124
CSL Semester 4
Edisi Kedua
E. Skenario
AKDR
Ny. Ayudi, usia 28 tahun, P4A0 datang ke praktek saudara untuk berkonsultasi
tentang metode KB. Ny. Ayudi ingin menggunakan KB AKDR dikarenakan belum
ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi.
Anda kemudian melakukan konseling KB serta menjelaskan jenis-jenis AKDR yang
mungkin dapat dipergunakan dan melakukan pemasangan AKDR pada Ny. Ayudi
F. Dasar Teori/ Rujukan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR, IUD, Intra-Uterine Devices) adalah
suatu alat yang dimasukkan ke dalam rongga rahim dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Jenis AKDR, antara lain :
(1) AKDR Copper-Releasing (Copper T 380A, Nova T, Multiload 375)
(2) AKDR Progestin-Releasing (Progestasert, LevoBova/LNG-20, Mirena)
Pemilihan AKDR yang akan digunakan tergantung hal berikut ini:
1. AKDR yang dipasang harus mempunyai efektivitas kontraseptif yang tinggi
dan angka kegagalan serta efek samping yang rendah
2. Prinsip yang penting adalah AKDR harus yang mudah dipasang, tetapi tidak
bisa lepas sendiri (ekspulsi).
3. Ukuran AKDR harus sesuai dengan besarnya rahim.
4. Riwayat pemakaian AKDR jenis tertentu sebelumnya
Menurunkan motilitas
sperma melalui
kavum uteri
Mengentalkan lendir atau
mukus serviks
Kelebihan :
125
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,81 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama
penggunaan (Copper T 380A)
 Segera efektif dan efek sampingnya sedikit
 Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika menggunakan
Copper T 380A)
 Tidak mengganggu proses sanggama
 Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu kembali ke
klinik jika tak ada masalah
 Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih
 Tidak mahal (CuT380A)
 Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
 Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
 Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert)
Keterbatasan:
 Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan PMS sebelum pakai
 Insersi dan pencabutan dilakukan oleh petugas terlatih
 Perlu deteksi benang AKDR (setelah menstruasi) jika terjadi kram, perdarahan
bercak atau nyeri
 Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan
pertama (terutama CuT)
 Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan
 Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat insersi AKDR
 Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya Progestasert)
 Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut dengan infertilitas bila
pasangannya risiko tinggi PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS)
AKDR sesuai untuk wanita usia reproduksi yang:
 Ingin kontrasepsi efektifitas dan jangka panjang
 Sedang memberikan ASI
 Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI
 Pascakeguguran
 Risiko rendah terhadap PMS
 Pelupa/tidak ingat untuk minum pil setiap hari
 Tidak suka/tidak boleh pakai kontrasepsi hormon
 Membutuhkan kontrasepsi darurat

Kontraindikasi pada wanita:
 Hamil (diketahui atau dicurigai)
 Dengan perdarahan per vaginam yang sebabnya belum diketahui atau diduga
mempunyai masalah ginekologis yang serius
 Mengidap PID (riwayat atau sedang)
126
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Mengeluarkan cairan seperti pus (nanah) dan akut
 Mengalami gangguan bentuk atau anomali kavum uteri
 Mengidap penyakit trophoblast yang berbahaya
 Mengidap Tuberkulosis Pelvik
 Mengidap kanker ginekologik
 Dengan infeksi saluran genital yang aktif (mis: vaginitis, servisitis)
Waktu pemasangan AKDR:
 Setiap saat selama 7 hari pertama menstruasi atau dalam siklus berjalan bila
diyakini klien tidak hamil
 Pascapersalinan (segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau
setelah 4 sampai 6 minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA)
 Pascakeguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama tidak ada
komplikasi infeksi/radang panggul
Efek samping & Komplikasi
 IUD dengan tembaga:
o Darah haid lebih banyak
o Perdarahan tidak teratur atau hebat
o Spasme menstruasi
o Dismenore/kram haid yang lebih dari biasanya
 IUD dengan progestin:
o Amenore atau perdarahan bercak (spotting
 Benang hilang
 Risiko infeksi panggul (hingga 20 hari pasca-insersi)
 Perforasi uterus (jarang terjadi)
 Ekspulsi spontan
 Kehamilan ektopik
 Abortus spontan
 Gangguan/rasa tak nyaman akibat benang saat sanggama
Petunjuk bagi klien pasca pemasangan AKDR:
 AKDR segera efektif setelah terpasang baik.
 AKDR mungkin terekspulsi spontan, khususnya dalam bulan-bulan pertama
pemasangan.
 Perdarahan atau bercak dapat terjadi dalam beberapa hari pertama pascainsersi.
 Perubahan pola haid tergantung dari jenis AKDR yang digunakan
 AKDR dapat dilepas setiap saat klien menginginkannya.
 Cukup aman dan memberi efek kontraseptif 5-10 tahun (tergantung jenis
AKDR yang digunakan)
 AKDR tidak melindungi klien PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS
 Kembali lagi untuk periksa ulang setelah menstruasi pertama pasca
pemasangan atau 4 hingga 6 minggu setelah pemasangan.
127
CSL Semester 4



G.
Edisi Kedua
Selama bulan pertama setelah pemasangan, periksa keadaan benang beberapa
kali, khususnya setelah menstruasi selesai.
Periksa keadaan benang setelah bulan pertama, hanya jika Anda mengalami:
 Kram di perut bawah,
 Perdarahan bercak diantara haid atau pasca-sanggama
 Sakit/ nyeri setelah hubungan seksual (atau jika pasangan mengalami
rasa tidak nyaman selama sanggama).
Kembali ke petugas bila:
 Benang hilang atau tidak dapat dirasakan
 Terasa batang AKDR
 Melepas AKDR, atau
 Terlambat haid
PROSEDUR
1. PEMASANGAN AKDR:
Konseling Pra Pemasangan
1. Senyum, salam dan sapa
2. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR
3. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait
dengan AKDR
4. Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak ada
masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR
Riwayat kesehatan reproduksi:
•
Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
•
Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
•
Riwayat kehamilan ektopik
•
Nyeri yang hebat setiap haid
•
Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
•
Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS) atau
infeksi panggul
•
Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
•
Kanker serviks
5. Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan jelaskan apa
yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan.
6. Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien
Pemeriksaan panggul
7. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia
dengan menggunakan sabun dan air.
8. Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
128
CSL Semester 4
Edisi Kedua
9. Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
10. Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di
daerah supra pubik
11. Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
12. Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13. Pakai sarung tangan DTT
14. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah
steril atau DTT
15. Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
16. Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina
17. Masukkan spekulum vagina
18. Lakukan pemeriksaan inspekulo:
• Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
• Inspeksi serviks
19. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula
dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan
20. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada kehamilan
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
21. Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
• Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
• Adanya tumor pada Kavum Douglasi
22. Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka
secara terbalik dan rendam dalam klorin
Tindakan pra pemasangan
23. Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat
proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan.
24. Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya:
• Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
• Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda
tidak steril
• Letakkan kemasan pada tempat yang datar
• Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
• Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke
pangkal lengan sehingga lengan akan melipat
• Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung
inserter dari bawah lipatan lengan
• Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan lengan
129
CSL Semester 4
Edisi Kedua
AKDR yang sudah terlipat tersebut ke dalam tabung inserter
Prosedur pemasangan AKDRGambar 20. Cara Kerja IUD Cu-380 A
Sumber:
Slide
Pelatihan
25. Pakai sarung tangan
DTT
yang
baruContraception Technological Update, 2012
26. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
27. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
28. Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama)
29. Masukkan sonde uterus dengan teknik ―tidak menyentuh‖ (no touch technique)
yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalam kavum uteri dengan sekali masuk
tanpa menyentuh dinding vagina ataupun bibir spekulum
30. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
31. Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam
kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian
buka seluruh plastik penutup kemasan
32. Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak
steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.
33. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar lengan
AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung
inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa
adanya tahanan.
34. Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
35. Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal yaitu menarik
keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan
pendorong
130
CSL Semester 4
Edisi Kedua
36. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks
sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan
37. Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 34 cm
Gambar 21. Cara memasukkan lengan AKDR Copper T
380A di dalam kemasan sterilnya
38. Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah terkontaminasi
39. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%
40. Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan
dengan kasa selama 30-60 detik
41. Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%
Tindakan pascapemasangan
42. Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi
43. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai)
ke tempat yang sudah disediakan
44. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam
dalam klorin 0,5%
45. Cuci tangan dengan air dan sabun
46. Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum
memperbolehkan klien pulang
Konseling pascapemasangan
47. Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus
dilakukan
48. Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping
49. Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
50. Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun
131
CSL Semester 4
Edisi Kedua
51. Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan
konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut
52. Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan
53. Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien
2. PENCABUTAN AKDR:
Konseling pra pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
2. Tanyakan tujuan dari kunjungannya
3. Tanyakan apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan jawab semua
pertanyaannya
4. Tanyakan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak
kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
5. Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat
proses pencabutan dan setelah pencabutan
Tindakan pra pencabutan
6. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci area
genitalia dengan menggunakan sabun dan air
7. Bantu klien naik ke meja pemeriksaan
8. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
9. Pakai sarung tangan DTT yang baru
10. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam wadah steril
atau DTT
Prosedur pencabutan
11. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
12. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
13. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
14. Jepit benang yang dekat serviks dengan klem
15. Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR
16. Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5%
17. Keluarkan spekulum dengan hati-hati
Tindakan pasca pencabutan
18. Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi
19. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai)
ke tempat yang sudah disediakan.
132
CSL Semester 4
Edisi Kedua
20. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin
tersebut.
21. Cuci tangan dengan air dan sabun
22. Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang
Konseling pasca pencabutan
23. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah (misalnya
perdarahan yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul)
24. Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telahdiberikan
25. Jawab semua pertanyaan klien
26. Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan risiko
keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin tetap mengatur
jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya
27. Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat
memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai
28. Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR
H. Daftar Pustaka
Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini
(Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Anonim, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN,
DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.
I. Evaluasi
Cek List Latihan Pemasangan AKDR/IUD pada Model Uterus
No
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Umpan
Balik
I
Item Interaksi Dokter Pasien
Konseling Pra Pemasangan
1
Senyum, salam dan sapa
2
Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR
Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran terkait
3
dengan AKDR
Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak ada masalah
4
kesehatan untuk menggunakan AKDR
133
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Riwayat kesehatan reproduksi:
• Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
• Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
• Riwayat kehamilan ektopik
• Nyeri yang hebat setiap haid
• Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
• Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS) atau
infeksi panggul
• Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
• Kanker serviks
Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan jelaskan apa yang
5
akan dilakukan dan persilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan.
6
Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien
Pemeriksaan Panggul
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia
7
dengan menggunakan sabun dan air.
8
Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
9
Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di
10
daerah supra pubik
11
Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
12
Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13
Pakai sarung tangan DTT
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah steril
14
atau DTT
15
Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
16
Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina
17
Masukkan spekulum vagina
Lakukan pemeriksaan inspekulo:
18
• Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
• Inspeksi serviks
Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula
19
dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan
Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
20
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada kehamilan
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
21
• Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
• Adanya tumor pada Kavum Douglasi
Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka
22
secara terbalik dan rendam dalam klorin
Tindakan pra pemasangan
Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses
23
pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk mengajukan
pertanyaan.
Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya:
• Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
• Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda tidak steril
24
• Letakkan kemasan pada tempat yang datar
• Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
134
CSL Semester 4
Edisi Kedua
• Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke pangkal
lengan sehingga lengan akan melipat
• Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung inserter
dari bawah lipatan lengan
• Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan lengan
AKDR
II
Item Prosedural
25
Pakai sarung tangan DTT yang baru
26
Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
27
Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
28
Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama)
29
Masukkan sonde uterus dengan teknik ―tidak menyentuh‖ (no touch technique)
30
Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam
31
kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian buka
seluruh plastik penutup kemasan
Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak steril,
32
hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.
Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal (sejajar lengan
AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung
33
inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa
adanya tahanan.
34
Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan
Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawal yaitu menarik
35
keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong
Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks sampai
36
leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan
Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang lebih 3-4
37
cm
38
Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah terkontaminasi
39
Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%
Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan
40
dengan kasa selama 30-60 detik
41
Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%
Tindakan Pasca Pemasangan
Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
42
menit untuk dekontaminasi
Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke
43
tempat yang sudah disediakan
Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
44
0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam dalam
klorin 0,5%
45
Cuci tangan dengan air dan sabun
III
Item Profesionalisme
Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum
46
memperbolehkan klien pulang
Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus
47
dilakukan
48
Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping
49
Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
50
Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun
135
CSL Semester 4
51
52
53
54
Edisi Kedua
Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan
konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut
Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan kavum uteri)
Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien
Percaya diri, minimal error
Cek List Latihan Pencabutan AKDR/IUD pada Model Uterus
No
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Umpan Balik
Item Interaksi Dokter Pasien
Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
Tanyakan tujuan dari kunjungannya, apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan
2
tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak kelahiran atau
ingin membatasi jumlah anaknya)
Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses
3
pencabutan dan setelah pencabutan
4
Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
Tindakan Pra Pencabutan
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci area genitalia
5
dengan menggunakan sabun dan air
Bantu klien naik ke meja pemeriksaan
6
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
7
Pakai sarung tangan DTT yang baru
8
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam wadah steril atau
9
DTT
Prosedur Pencabutan
II
Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
10
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
11
Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3kali
12
Jepit benang yang dekat serviks dengan klem
13
Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR
14
Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5%
15
Keluarkan spekulum dengan hati-hati
16
Tindakan Pasca Pencabutan
Rendam semua peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
17
untuk dekontaminasi
Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai) ke
18
tempat yang sudah disediakan.
Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
19
kemudian lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin tersebut.
Cuci tangan dengan air dan sabun
20
Amati selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang
21
Konseling Pasca Pencabutan
I
1
136
CSL Semester 4
22
23
24
III
27
28
Edisi Kedua
Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah (misalnya perdarahan
yang lama atau rasa nyeri pada perut/panggul)
Ulangi kembali keterangan tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan risiko
keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin tetap mengatur jarak
kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya
Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat memutuskan alat
kontrasepsi baru yang akan dipakai
Item Profesionalisme
Percaya diri
Buat rekam medik tentang pencabutan AKDR
137
CSL Semester 4
Edisi Kedua
PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IMPLANT
Oleh : dr. Oktadoni Saputra
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi implan ini
merupakan salah satu keterampilan klinis yang diharapkan agar mahasiswa mampu
melakukan prosedural pemasangan dan pencabutan implan secara baik dan benar
kepada para akseptor Keluarga Berencana.
B. Tujuan
Pemasangan Implan
 Mahasiswa mampu mempersiapkan pemasangan implan
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan implan
 Mampu menempatkan kembali alat-alat sesudah dipakai
Pencabutan implan
 Mahasiswa mampu mempersiapkan pencabutan implan
 Mampu melaksanakan pencabutan implan
C. Level Kompetensi
No
1
Kompetensi
Pemasangan dan Pencabutan Implan
D. Alat dan Bahan
1. Implan 1 set (implan 2)
2. Trokar
3. Spuit dan Jarum Injeksi
4. Pisau Bedah/ bisturi
5. Needle holder/ Naldbudle
6. Klem Kocher
7. Klem Pean dan klem U
Level Kompetensi
SKDI
Target Capaian
4
4
8. Kain Lubang/ Duk Steril
9. Sarung tangan steril
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Lidokain
13. Verban
14. Model Lengan
138
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Sumber: slide pelatihan CTU
Gambar 1. Alat Kontrasepsi Implant dan lokasi Pemasangannya
E. Skenario
Ny. Implan, usia 30 tahun, P 4A0 datang ke praktek saudara untuk
berkonsultasi tentang metode KB. Setelah anda memberikaan konseling mengenai
alat kontrasepsi, Ny. Implan ingin menggunakan KB Susuk dikarenakan belum
ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi
dan menolak untuk dipasang IUD karena takut efek sampingnya setelah mendengar
cerita dari teman-temannya. Anda kemudian menjelaskan lebih mendalami tentang
implan dan melakukan pemasangannya pada Ny. Implan.
F. Dasar teori / Rujukan
Susuk KB (implan) adalah suatu alat kontrasepsi hormonal yang
dimasukkan dibawah kulit (AKBK). Merk dagang dari implant yang dahulu banyak
digunakan di Indonesia ialah Norplant. Alat ini berupa 6 buah tabung silastik
berdiameter 2,4 mm dan panjang 34 mm, yang masing-masing mengandung 36 mg
levonorgestrel. Setiap hari 30 µg hormone tersebut dilepaskan oleh tabung-tabung
silastik tersebut dan jumlah tersebut sesuai dengan dosis pemakaian pil
(kontrasepsi) mini.
Norplant berdaya kerja kontrasespsi selama 5 tahun. Sesudah 5 tahun,
Norplant akan dicabut dan kalau masih diperlukan bisa dipasang yang baru. Saat ini
Norplant sudah jarang ditemukan di pasaran dan sudah tersedia implan yang hanya
terdiri 2 tabung silastik saja dengan merk dagang Norplant-2. Ada juga implanon™
yang terdiri 1 tabung silastik dengan daya kerja selama 3 tahun, jenis susuk lain
yang sedang dikembangkan adalah Capronor, yang mempunyai daya aktif selama
setahun, tetapi tidak memerlukan pencabutan.
Implant 2 merupakan alat kontrasepsi yang sekarang paling banyak
digunakan. Alat ini berupa 2 kapsul 43 mm diameter 2,5 mm berisi 75 mg
levonorgestrel per kapsul dengan masa kerja 3 tahun, mekanisme kerja sama
dengan Implan-6 dan profile hormon dalam serum dan efek samping tidak berbeda
jauh. pemerintah saat ini malalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
139
CSL Semester 4
Edisi Kedua
(BKKBN) sedang menggalakkan pemasangan implan 2 plus dan implant 2 fin yang
terdiri dari satu paket alat pemasangan implant dan sudah tersedia di pasaran atau
di sarana kesehatan milik pemerintah.
Indikasi kontra pemasangan susuk KB adalah seperti indikasi kontra
kontrasepsi progestrogen lainnya, yaitu didapatkan atau dicurigai ada kehamilan,
penyakit hati yang akut, ikterus, perdarahan uterus abnormal yang tidak diketahui
penyebabnya, penyakit tromboembolik atau tromboflebitis, penyakit vaskuler otak
atau kelainan pembuluh darah koroner jantung, dan keganasan payudara. Indikasi
kontra yang lain adalah menyangkut adanya kelainan-kelainan pada kulit yang
dipasangi misalnya adanya peradangan (abses) dan sikatriks.
Saat pemasangan yang terbaik dilakukan pada saat menstruasi dan dapat
juga dilakukan 5-7 hari sesudah menstruasi selesai, agar terhindar dari resiko
kehamilan. Pascapersalinan (3-4 minggu), bila tidak menyusukan bayinya,
Pascakeguguran (segera atau dalam 7 hari pertama), atau yang sedang menyusukan
bayinya secara eksklusif ( di pasang lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan
sebelum 6 bulan pascapersalinan).
Alat yang digunakan adalah Trokar dan set bedah minor yang lain. Alat
yang digunakan harus steril dan dengan prosedur yang aseptik. Trokar adalah
piranti utama untuk pemasangan susuk KB, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti
jarum dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter tabung silastik dan
didalamnya dilengkapi dengan suatu pendorong. Adapun prosedur pemasangan dan
pencabutan dapat dilihat pada item prosedural berikut.
Sumber: slide pelatihan CTU
Gambar 2. Implan-2, Implan-2 plus dan Implan-6(norplant)
140
CSL Semester 4
G.
Edisi Kedua
Prosedur
1. Pemasangan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Memasang Implan-2
Konseling Pra Pemasangan
5. Sapa klien dengan ramah dan hangat
6. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan Implan 2
7. Pastikan klien calon pengguna yang sesuai untuk Implan 2
8. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran
terkait dengan Implan 2
9. Jelaskan proses dan apa yang dirasakan klien selama dan setelah pemasangan
Implan 2
Pemasangan Kapsul Implan-2
Persiapan
10. Pastikan klien telah mencuci lengan atasnya sebersih mungkin
11. Tentukan tempat pemasangan implan di lengan atas
12. Beri tanda pada tempat pemasangan
13. Pastikan ketersediaan instrumen steril/DTT dan Implan-2
Tindakan pra pemasangan
14. Cuci dan keringkan tangan petugas
15. Pakai sarung tangan steril/DTT
16. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik
17. Pasang kain penutup steril/DTT di tempat pemasangan Implan-2
Pemasangan kapsul Implan-2
18. Suntikkan anestesi lokal secara intrakutan
19. Lanjutkan dengan anestesi subdermal di tempat insisi dan alur pemasangan
implan-2 (masing-masing 1 cc)
20. Uji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit
21. Buat insisi 2 mm dengan ujung bisturi/skalpel hingga subdermal
22. Masukkan ujung trokar melalui luka insisi hingga mencapai subdermal
kemudian ungkit dan dorong sejajar kulit hingga tanda 1 (trokar) berada di
luka insisi
23. Keluarkan pendorong dan masukkan kapsul ke dalam trokar
24. Masukkan pendorong, dorong kapsul ke ujung trokar
25. Tahan pendorong di tempatnya, kemudian tarik trokar ke arah pangkal
pendorong untuk menempatkan kapsul 1 di subdermal
26. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga
tanda 2 mencapai luka insisi
27. Arahkan ujung trokar ke samping kapsul pertama, kemudian dorong trokar
(mengikuti alur kaki segitiga terbalik) hingga tanda 1 mencapai luka insisi
141
CSL Semester 4
Edisi Kedua
28. Tarik pendorong keluar, masukkan kapsul kedua dan dorong dengan
pendorong ke ujung trokar hingga terasa tahanan
29. Tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul 2 di
subdermal
30. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga
keluar seluruhnya melalui luka
31. Periksa kembali kedua kapsul telah terpasang di subdermal pada posisi yang
telah direncanakan
Tindakan pasca pemasangan
32. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid
33. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan Implan-2
34. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik
35. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya
36. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin
37. Cuci dan keringkan tangan petugas
Konseling pasca pemasangan
38. Gambar posisi kapsul dan buat catatan khusus di rekam medik
39. Jelaskan pada klien cara merawat luka dan kondisi yang membuat klien harus
datang ke klinik
40. Jelaskan bahwa klien dapat datang ke klinik untuk konsultasi, kontrol dan
mencabut Implan-2
41. Observasi klien selama 5 menit sebelum ia pulang
2. Pencabutan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Pencabutan Implan-2
Konseling Pra Pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan hangat
2. Tanyakan alasan klien untuk mencabut Implan-2 dan rencana KB selanjutnya
3. Jelaskan proses pencabutan Implan-2 dan rencana pasang ulang atau kondisi
setelah pencabutan
Tindakan pencabutan implan-2
Persiapan
4. Pastikan klien telah mencuci lengannya sebersih mungkin
5. Atur posisi lengan, tentukan lokasi kapsul dan tempat insisi
6. Pastikan ketersediaan instrumen steril atau DTT
Tindakan pra pencabutan
7. Cuci dan keringkan tangan
8. Pakai sarung tangan steril atau DTT
9. Usapkan larutan antiseptik di area insisi dan pasang doek steril
142
CSL Semester 4
Edisi Kedua
A. Pencabutan kapsul dengan Teknik Dorong dan Jepit
a. Suntikkan anestesi intrakutan dan subdermal (bawah kapsul)
b. Uji efek anestesi dan lakukan 2-3 mm pada kulit
c. Dorong kapsul ke luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan klem lengkung
(mosquito) d. Bersihkan ujung kapsul (bebaskan dari jaringan ikat) sehingga
dapat dijepit dengan pinset/pean
d. Keluarkan kapsul dari lapisan subdermal dan letakkan di dalam wadah yang
tersedia.
e. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua
B. Pencabutan dengan Teknik Hand Pop Out
a. Suntikkan anestesi (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan subdermal (di bawah
¼ ujung kapsul)
b. Uji efek anestesi dan lakukan insisi 2-3 mm pada kulit
c. Dorong kapsul hingga mencuat dari luka insisi dan jepit ujung kaudal dengan
klem mosquito/pean lengkung
d. Tarik kapsul ke luar dari luka insisi, bersihkan ujung kapsul (dari jaringan ikat)
sehingga dapat dijepit dengan pinset/pean
e. Tarik ujung kapsul untuk mengeluarkannya dari lapisan subdermal dan
letakkan kapsul pada tempatnya
f. Lakukan langkah yang sama untuk mencabut kapsul kedua
C. Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik
a. Lakukan anestesi lokal di tempat insisi dan subdermal di bawah ujung kapsul
dan lakukan uji efek anestesi
b. Tentukan lokasi dan lakukan insisi pada kulit untuk menjepit batang kapsul
dengan klem ‗U‘ atau klem fiksasi
c. Angkat klem ‗U‘ dan presentasikan ujung kapsul sehingga dapat dilakukan
pembebasan jaringan ikat di bagian tersebut
d. Bersihkan dan dorong jaringan ikat pembungkus kapsul dan jepit ujung kapsul
dengan klem diseksi
e. Tarik keluar ujung kapsul hingga seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan dan
letakkan kapsul tersebut pada mangkok
f. Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua
Tindakan pasca pencabutan
10. Dekatkan ujung-ujung insisi, kemudian tutup dengan band-aid
11. Beri balutan tekan pada tempat insisi dan pemasangan kapsul
12. Lakukan dekontaminasi peralatan dan sampah medik
13. Buang peralatan dan bahan habis pakai ke tempatnya
14. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin
15. Cuci dan keringkan tangan petugas
143
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Konseling pasca pencabutan
16. Jelaskan cara merawat luka dan jadwal kontrol
17. Jelaskan kondisi yang menyebabkan klien harus kembali ke klinik
18. Beri penjelasan terkait dengan pasang ulang atau rencana reproduksi atau
pilihan alat kontrasepsi lainnya
19. Observasi selama 5 menit sebelum klien pulang
H. Daftar Pustaka
Adriaansz, George et al. 2011. Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini
(Contraception Technology Update). BKKBN Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Anonim, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI, BKKBN,
DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
144
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Evaluasi
a. Check List Penilaian Keterampilan Pemasangan Implan pada Model
No
I
1
2
3
II
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Umpan
Balik
Item Interaksi Dokter Pasien
Senyum, Salam, Sapa
Ajak Bicara (jelaskan prosedur yang akan dilakukan & anamnesis secukupnya
tentang indikasi dan kontra indikasi pemasangan implan serta menanyakan pasien
apakah ia sudah mencuci lengan atas kiri)
Informed Consent (Meminta persetujuan lisan/tertulis)
Item Prosedural
Periksa alat dan bahan yang diperlukan, buka peralatan steril dari kemasannya
letakkan pada wadah yang steril, pastikan jumlah kapsul lengkap 2 buah.
Persilakan klien berbaring dengan tenang, sambil menempatkan lengan kiri atas
dengan bagian volar menghadap ke atas dan siku di fleksikan 90⁰
Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas dengan mengukur 8
cm diatas lipatan siku, beri tanda pada tempat pemasangan dengan pola kaki segi
tiga terbalik untuk memasang dua kapul implan 2(40cm)
Cuci kedua tangan dengan sabun dan keringkan
Pakai sarung tangan secara aseptic
Lakukan preparasi kulit daerah pemasangan dengan mengusap dengan antiseptik
gerakan melingkar kearah luar diameter 10-15 cm
Pasang kain lobang steril
Lakukan penyuntikan anestesi lokal pada daerah yang akan di insisi 0,3cc secara
intradermal dan pada jalur kapsul 1 dan 2 secara sub dermal masing-masing 0,8cc,
uji efek anestesinya
Buat insisi dangkal 2mm dengan skapel atau ujung bisturi hingga mencapai lapisan
subdermal
Lakukan simulasi memasukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi 45⁰
hingga mncapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar permukaan kulit
Ungkit kulit, dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 pada trokar tepat
berasda pada luka insisi, keluarkan pendorong
Lakukan simulasi memasukkan kapsul pada trokar dengan cara yang benar,
masukkan kembeli pendorong dan tekan kapsul kearah ujung trokar sampai terasa
ada tahanan
Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan dan tarik trokar keluar sampai
mencapai pangkal pendorong, sambil manahan kapsul dibawah kulit tarik trokar dan
pendorongnya sampai batas tanda 2(pada trokar) terlihat pada insisi
Belokkan trokar ke arah jalur kapsuk kedua, dorong trokar sampai pendorongnya
hingga tanda 1 berada pada luka insisi, selanjutnya sama dengan pemasangan
kapsul pertama
Periksa seluruh kapsul yang telah tertanam dengan benar, kapsul tidak boleh terlalu
dekat dengan luka insisi.
Lepas trokar dan menempatkannya di tempatnya
Periksa seluruh luka irisan, sambil melakukan hemostosis dengan menekan luka
insisi
Bersihkan kulit dan sekitarnya dari bercak pendarahan
Lepaskan kain lobang dan menempatkannya pada tempatnya
Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband
Lepas sarung tangan dan menempatkannya pada tempatnya, serta rapikan semua
145
CSL Semester 4
Edisi Kedua
peralatan
Item Penalaran Klinis
Pastikan kapsul telah terpasang dengan benar serta mampu menghentikan
perdarahan (hemostasis)
Item Profesionalisme
Terangkan obat-obatan yang harus diminum, ingatkan kembali akseptor tentang
metode implan ( masa kerja, efek samping dll)
Berikan nasehat untuk perawatan luka setelah pemasangan implan
Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan
III
25
IV
26
27
28
B. Check List Penilaian Keterampilan Pencabutan Implan Teknik U Klasik
No
I
1
2
3
II
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
III
24
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Umpan
Balik
Item Interaksi Dokter Pasien
Senyum, Salam, Sapa
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan (informed), anamnesis singkat kapan
implan dipasang, dan tanyakan apakah pasien sudah mencuci lengan atas kiri
Meminta persetujuan lisan/ tertulis (Consent )
Item Prosedural
Periksa alat dan bahan yang diperlukan
Persilakan klien berbaring dg tenang, sambil menempatkan lengan kiri dengan
bagian volar menghadap ke atas, siku di fleksikan 90⁰
Raba kapsul untuk menentukan lokasi tempat insisi guna mencabut kapsul
perhitungkan jarak yang sama dari ujung akhir semua kapsul
Cuci kedua tangan dengan desinfektan
Pakai sarung tangan secara aseptic
Usap tempat pemasangan dengan antiseptik gerakan memutar radi dalam keluar
diameter 10-15cm
Pasang kain lobang steril
Lakukan simulasi penentuan irisan kulit diantara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3mm
dari ujung kapsul dekat siku
Lakukan injeksi anestetika lokal (0,3cc) intrakutan pada tempat insisi dan 0,8cc
subdermal dibawah ujung kapsul (1/4 panjang kapsul)
Lakukan simulasi irisan vertikal pada kulit sekitar 3 mm
Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi menggunakan klem U
dan pastikan mencakup sebagian diameter kapsul
Angkat klem U untuk mempresentasikan ujung kapsul dengan baik, kemudian
tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
Bebaskan dan mengangkat kapsul dengan klem fiksasi sampai semua implant
terangkat, lakukan juga pada kapsul kedua
Pastikan seluruh kapsul yang tertanam sudah terangkat semua
Periksa luka Irisan pada kulit
Lakukan simulasi penghentian darah
Lepaskan kain lobang dan buang pada tempatnya
Tutup luka dengan band-aid/plaster dan verband
Bersihkan kulit sekitar luka dari bercak darah
Lepas sarung tangan dan buang pada tempatnya
Item Penalaran Klinis
Pastikan kapsul silastik yang tertanam sudah terangkat semua serta mampu
menghentikan perdarahan (hemostasis)
146
CSL Semester 4
IV
25
26
27
28
Edisi Kedua
Item Profesionalisme
Tunjukkan semua kapsul yang telah terangkat kepada akseptor
Tuliskan resep dan menerangkan obat-obatan yang harus diminum
Berikan nasehat untuk perawatan luka
Lakukan pencatatan pada kartu yang telah disediakan
147
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan Fisik Payudara dan Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri
(SADARI)
Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H.
A.Tema
- Pemeriksaan Fisik Payudara
- Keterampilan melatih pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
B.Tujuan
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik payudara : inspeksi, palpasi,
dan pemeriksaan ketiak
 Mahasiswa mampu melatih pemeriksaan SADARI
C.Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills
Pemeriksaan Fisik Payudara
Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Level Of Expected Ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
D.Alat dan Bahan

Manekin wanita utuh (payudara)

Selimut

Alkohol gliserin spray

Cermin dinding
148
CSL Semester 4
Edisi Kedua
E.Skenario
Nn. Sadariana berusia 41 tahun, datang ke praktek Anda dengan keluhan
benjolan di payudara kanan sebesar kelereng. Dari anamnesis didapatkan bahwa kakak
kandungnya 1 tahun yang lalu meninggal dunia karena penyakit kanker payudara.
Setelah melakukan anamnesis secara lengkap, Anda lalu meminta ijin untuk melakukan
pemeriksaan fisik payudara dan merencakan untuk memperagakan serta melatih cara
pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
F.Dasar Teori
Anatomi Payudara (Mammae)
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai
iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki
oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan
membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak.
Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh
hormon-hormon ovarium.
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular
(kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu
(lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak
dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara
sering dikaitkan dengan timbulnya kanker maupun penyebaran (metastase) kanker
payudara.
Setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat pada
papilla mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang membesar tepat
sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit
yang berwarna lebih gelap yang disebut areola mammae. Pada areola mammae, terdapat
tonjolan-tonjolan halus yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya.
149
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 1. Anatomi Payudara
Pemeriksaan Fisik Payudara
Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak merupakan pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada daerah torakal yang terletak secara bilateral pada dinding anterior
diantara spasium interkostalis kedua sampai keenam atau ketujuh yang mengandung
jaringan glandula labulus, jaringan fibrosa stroma, dan jaringan adiposa dengan cara di
inspeksi dan di palpasi. Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan
di tempat yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa
bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau kerikil.
Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji yang besar.
Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda.
Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi
menjadi lima regio, yaitu:
a. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
b. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
c. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
d. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
e. Regio puting susu (nipple)
150
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Ekor aksillar (the axillary tail) dari jaringan payudara terletak sampai lipatan aksilla
anterior. Alternatif lainnya, temuan dapat dilokasikan berpedoman dengan arah jarum
jam (misalnya arah jam 3), dan jaraknya dinyatakan dalam satuan sentimeter dari puting
susu.
Gambar 2.Topografi Payudara
Teknik pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan
payudara sebaiknya dilakukan pada ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin
kerahasiaan pasien, dengan didampingi oleh perawat wanita. Inspeksi menyeluruh pada
payudara dilihat dari empat sudut pandang yaitu :
1) Lengan pada posisinya (arms at sides)
 Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau
adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk
(peau d‘ orange).
 Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan
ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal.
 Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan
ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening).
 Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda,
coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah
permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi,
atau ada tidaknya keluar sekret (discharge).
151
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 3. Inspeksi Payudara arms at sides
2) Lengan yang diangkat ke atas (arms over head)
-
Perhatikan ada tidaknya pelekukan ke dalam (dimpling), atau penonjolan
pada daerah aksila yang tidak terlihat pada posisi arms at side, mintalah
pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke atas (arms over head).
Gambar 4. Inspeksi Payudara arms over head
3) Tangan menekan melawan pinggul (hands pressed against hips)
 Mintalah pasien menekankan tangan pada pinggulnya (hands pressed
against hips), dan amatilah kontour payudara dengan seksama.
152
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 5. Inspeksi Payudara hands pressed against hips
4) Bersandar ke depan pada kursi (leaning forward)
 Merupakan posisi yang dianjurkan, bila ukuran payudara sangat besar, atau
berbentuk pendulum.
 Mintalah pasien bersandar ke depan (leaning forward), dengan disangga
oleh bagian belakang kursi, sehingga payudara tergantung bebas dari
dinding dada.
Gambar 6. Inspeksi Payudara leaning forward
Palpasi payudara dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang
membentang mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea
midsternalis sampai linea aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of
153
CSL Semester 4
Edisi Kedua
breast), dan ketiak (aksila). Pemeriksaan palpasi payudara dapat memakan waktu 5-10
menit untuk masing-masing payudara. Ketika melakukan palpasi payudara, gunakan
bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa. Palpasi dilakukan secara
sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral atas dan subareola, yang
merupakan tempat tersering ditemukannya lesi. Palpasi dimulai dari payudara yang
sehat terlebih dahulu.
Gambar 7. Titik dan Garis Pedoman Palpasi dan Jari yang Digunakan Untuk
Palpasi Payudara
Terdapat 3 pola pemeriksaan palpasi payudara yaitu :

Pola vertikal (vertical strip pattern).

Pola melingkar (sirkular / konsentris).

Pola seperti jari-jari roda (radier pattern), dengan puting susu sebagai
pusatnya.
Palpasi dilakukan dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai
dalam, atau melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan.
Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang
154
CSL Semester 4
Edisi Kedua
jauh lebih dalam pada payudara yang besar. Pemeriksaan palpasi haruslah meliputi
keseluruhan payudara, termasuk bagian perifer, ekor (tail), maupun aksila.
Gambar 8. Palpasi Payudara vertical strip pattern
Gambar 9. Palpasi Payudara radier pattern
Gambar 10. Palpasi Payudara circular pattern
155
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan palpasi payudara:
a) Konsistensi jaringan.

Konsistensi payudara bervariasi tergantung pada struktur jaringan kelenjar dan
lemak (soft fat).

Payudara normal berkonsistensi kenyal.

Payudara yang berukuran besar, konsistensi akan terasa lebih lunak, sebaliknya
pada payudara yang kecil, konsistensinya umumnya lebih kenyal.
b) Pelembekan
c) Nodul.

Palpasi secara hati-hati terhadap adanya benjolan ataupun massa yang secara
kualitatif berbeda, atau lebih besar daripada jaringan payudara, dan tidak
ditemukan pada palpasi payudara yang normal.

Adanya massa atau nodul, merupakan pertanda adanya perubahan patologik
yang memerlukan pemeriksaan lanjutan, seperti mammogram, aspirasi,
ataupun biopsi.

Bila menemukan massa atau nodul saat mempalpasi payudara, lakukanlah
penilaian, dan deskripsikan karakteristik dari nodul tersebut.

Deskripsi karakteristik nodul :
1.
Lokasi : dapat dengan sistem kuadran atau arah jarum jam, atau dinyatakan
dalam satuan jarak (dalam sentimeter) dari puting susu.
2.
Ukuran : dalam milimeter.
3.
Bentuk : melingkar, atau kistik, seperti cakram, atau ireguler bentuknya.
4.
Konsistensi : kenyal, lunak, atau keras
5.
Batas : berbatas tegas, atau tidak
6.
Permukaan : licin/ rata atau berbenjol-benjol.
156
CSL Semester 4
7.
Edisi Kedua
Mobilitas : dengan hubungannya terhadap kulit, fasia pektoralis, dan dinding
dada. Gerakkan secara lembut massa, dan
nilai apakah massa dapat
digerakkan (mobile) atau tidak dapat digerakkan atau terfiksir
8.
Nyeri tekan, dan permukaan kulit payudara yang teraba hangat pada palpasi,
menandakan adanya proses inflamasi, atau infeksi pada payudara (mastitis).
9.
Fluktuasi. Lakukan palpasi pada nodul yang dicurigai sebagai abses, dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kanan pemeriksa. Bila terdapat
abses, akan terasa adanya fluktuasi.
Pemeriksaan area terakhir untuk palpasi payudara adalah pemeriksaan areola
dan puting susu. Palpasi daerah areola dan puting susu, dilakukan dengan menggunakan
bagian volar sebelah distal ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa. Palpasi dilakukan pada
masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah bagaimana elastisitasnya.
Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu sedikit ditekan,
catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut. Discharge dapat berupa air
susu, nanah, atau darah. Discharge berupa darah merupakan suatu pertanda adanya
proses keganasan pada payudara. Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang
merupakan salah satu pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu.
Bila puting terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu.
Gambar 11. Palpasi Payudara Areola dan puting susu
157
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan payudara biasanya juga dibarengi dengan pemeriksaan aksila
(ketiak). Pemeriksaan ketiak dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Daerah aksila
biasanya diperiksa dalam posisi berbaring, alternatif lain adalah posisi duduk.
a) Inspeksi.
Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash, infeksi,
adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar getah bening.
b) Palpasi

Untuk mempalpasi daerah aksila (contoh sebelah kiri), mintalah pasien untuk
rileks, kemudian lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke arah
bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien dengan tangan
kiri pemeriksa.

Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam
dan ke atas hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai.

Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya,
tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba
kelenjar getah bening pada dinding dada.

Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta
ukurannya.
Gambar 12. Pemeriksaan Aksila
Pemeriksaan Payudara Laki-Laki
158
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Pemeriksaan payudara pada laki-laki jarang dilakukan, tetapi kadang menjadi
begitu penting.
 Inspeksi dilakukan terutama pada daerah puting susu dan areola untuk melihat
nodul, pembengkakan, atau ulserasi.
 Lakukan juga palpasi pada daerah areola dan jaringan payudara, untuk
menemukan ada tidaknya nodul.
 Jika payudara pria tampak membesar, harus dapat dibedakan antara
pembesaran jaringan lemak (soft fatty enlargement) pada obesitas, dengan
pembesaran kelenjar, yang disebut dengan ginekomastia.
Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri
SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) adalah pemeriksaan/ perabaan sendiri
untuk menemukan timbulnya benjolan abnormal pada payudara, yang dilakukan sebagai
deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah
dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya.
Tujuan dilakukannya skrining kanker payudara adalah untuk deteksi dini.
Wanita yang melakukan SADARI menunjukan tumor yang kecil dan masih pada
stadium awal, hal ini memberikan prognosis yang baik. SADARI hanya untuk
mendeteksi dini adanya ketidak normalan pada payudara, tidak untuk mencegah kanker
payudara. Sebagian wanita berfikir untuk apa melakukan SADARI, apalagi yang masih
berusia dibawah 30 tahun, kebanyakan berangapan bahwa kasus kanker payudara jarang
ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Dengan melakukan SADARI sejak dini akan
membantu deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk
sembuh lebih besar.
Mayo Fundation for Medical Education and Research (2005) mengemukakan
bahwa beberapa penelitian memang menunjukan SADARI tidak menurunkan angka
kematian akibat kanker payudara, namun kombinasi antara SADARI dan mamografi
masih dibutuhkan untuk menurunkan resiko kematian akibat kanker payudara.
159
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Keunggulan SADARI adalah dapat menemukan tumor/benjolan payudara pada saat
stadium awal, penemuan awal benjolan dipakai sebagai rujukan melakukan mamografi
untuk mendeteksi interval kanker, mendeteksi benjolan yang tidak terlihat saat
melakukan mamografi dan menurunkan kematian akibat kanker payudara.
SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia 20
tahun, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita
muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga
dianjurkan sebaiknya mulai melakukan. SADARI pada usia 20 tahun karena pada
umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna. Wanita
sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika wanita menjadi familiar
terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih
mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa
penemuanya adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. Wanita yang
belum menopouse sebaiknya melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan
hormonal meningkatkan kelembutan dan pembengkakan pada payudara sebelum
menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu setelah menstruasi.
Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan
sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut.
SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap kaca dan berbaring,
dilakukan pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis. Menurut Depkes RI
(2009), cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat dilakukan
dengan cara:
1)
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin (Gambar 13).
160
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 13. SADARI dengan Melihat Payudara
a.
Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak).
b.
Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting
susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan
cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
Gambar 14. SADARI dengan Mengangkat Kedua Tangan
c.
Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan
maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot
atau fascia dibawahnya (Gambar 14).
161
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 15. SADARI dengan Tangan di Samping
d.
Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada
payudara.
Gambar 16. SADARI dengan Berkacak Pinggang
e. Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau
tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla (Gambar 16).
2) Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring (Gambar 17).
162
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 17. SADARI dengan Posisi Berbaring
a.Dimulai dari payudara kanan
b.Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut dengan
meletakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah
kanan untuk menaikkan bagian yang akan diperiksa.
c. Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala.
d.Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan.
e.Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau
penebalan.
3) Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran (Gambar
18).
Gambar 18. SADARI dengan Vertical Strip
163
CSL Semester 4
Edisi Kedua
a. Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di
bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara
ke garis tengah bagian ketiak.
b. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar
dan tekan kuat untuk merasakan benjolan.
c. Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan
putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah
payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju
tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara.
d. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang ditunjuk.
4) Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran (Gambar 19).
Gambar 19. SADARI secara Pemutaran
a. Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
b. Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang
luar biasa.
c. Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting
payudara.
d. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali
dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.
164
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5) Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara (Gambar 20).
Gambar 20. SADARI dengan Memeriksa Puting Susu
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya
cairan abnormal dari puting payudara.
6) Memeriksa Ketiak (Gambar 21).
Gambar 21. SADARI dengan Memeriksa Ketiak
Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah
teraba benjolan abnormal atau tidak.
165
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Contoh Langkah SADARI lainnya
166
CSL Semester 4
Edisi Kedua
G.Prosedur
1.
Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2.
Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan
fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan
jaminan pada pasien atau keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan
fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien tentang hak pasien atau
keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik.
3.
Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4.
Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan
dilakukan di tempat ruangan yang tertutup, tenang dan cahaya yang cukup
terang serta ditemani oleh seorang perawat wanita.
5.
Pemeriksaan Fisik Payudara
A. Inspeksi
1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at sides),
lengan diangkat ke atas (arms over head), tangan menekan melawan
pinggul (hands pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada
kursi (leaning forward).
2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit,
atau adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit
jeruk (peau d’ orange).
3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran
payudara, dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal.
4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa,
lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening).
5) Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat
muda, coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke
167
CSL Semester 4
Edisi Kedua
bawah permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya
rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge)
B. Palpasi
1) Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari
kedua, tiga dan empat pemeriksa.
2) Palpasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang
membentang mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra
line), dari linea midsternalis sampai linea aksilaris posterior, serta
daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan ketiak (aksila).
3) Lakukanlah palpasi secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada
daerah lateral atas dan subareola, yang merupakan tempat tersering
ditemukannya lesi.
4) Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih dahulu.
5) Palpasi dilakukan dengan 3 pola yaitu pola vertikal (vertical strip
pattern), pola melingkar (sirkular / konsentris) dan pola seperti jarijari roda (radier pattern) dengan puting susu sebagai pusatnya, serta
palpasi areola dan puting susu
6) Lakukan palpasi dengan melakukan penekanan ringan, medium,
sampai dalam, atau melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada
setiap titik pemeriksaan.
7) Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai
jaringan yang jauh lebih dalam pada payudara yang besar.
6.
Pemeriksaan Aksila
a) Inspeksi
Melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa,
atau pembengkakan kelenjar getah bening
b) Palpasi
168
CSL Semester 4
Edisi Kedua

Untuk memeriksa aksila kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan
posisi tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan
tangan kiri pasien dengan tangan kiri pemeriksa.

Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk
menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak aksila
setinggi yang dapat dicapai.

Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis.
Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke
bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding
dada.

Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta
konsistensi serta ukurannya.
7.
Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI).
A. Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
1) Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara
(simetris atau tidak).
2) Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan
puting susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri
tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah
disamping badan.
3) Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala.
Dengan maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan
tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya.
4) Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan
dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat
perubahan pada payudara.
169
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5) Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak
pinggang atau tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk
menegangkan otot di daerah axilla.
B. Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring
1) Dimulai dari payudara kanan
2) Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua
lutut dengan meletakkan bantal atau handuk mandi yang telah
dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk menaikkan bagian
yang akan diperiksa.
3) Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala.
4) Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan.
5) Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang
benjolan atau penebalan.
C. Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran
1) Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari
tulang selangka di bagian atas ke batas bawah payudara, dan
garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian
ketiak.
2) Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak.
Kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan.
3) Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah
payudara dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap
tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang
lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang
selangka dengan memutar dan menekan payudara.
4) Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan
meliputi seluruh bagian yang ditunjuk.
D.
Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran
170
CSL Semester 4
Edisi Kedua
1) Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
2) Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan
benjolan yang luar biasa.
3) Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke
puting payudara.
4) Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan
sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah
areola mammae.
E.
Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara.
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat
adanya cairan abnormal dari puting payudara.
F.
Memeriksa Ketiak.
Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti,
apakah teraba benjolan abnormal atau tidak.
H.Daftar Pustaka
 Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendreal
PP & PL. Jakarta.
 Google photo search. www.google.com.
G.
Ceklis Latihan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
No
I
1
2
II
3
4
Aspek Penilaian
Umpan Balik
INTERPERSONAL
Senyum, salam dan sapa
Informed consent
PROSEDURAL
Persiapan alat, pai\sien dan cuci tangan WHO
PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA
A. INSPEKSI
1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at
171
CSL Semester 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Edisi Kedua
sides), lengan diangkat ke atas (arms over head), tangan
menekan melawan pinggul (hands pressed againt hips), dan
bersandar ke depan pada kursi (leaning forward).
2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan
kulit, atau adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak
seperti kulit jeruk (peau d’ orange).
3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran
payudara, dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan
normal.
4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti
massa, lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran
(flattening).
Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat
muda, coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau
depresi ke bawah permukaan areola), arah keluarnya puting
susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret
(discharge)
B. PALPASI
Palpasi Payudara Vetical Strip Pattern
a. Mintalah kepada pasien untuk berbaring dalam posisi supinasi, dan
mengangkat lengan dan meletakkan tangannya pada dahi, dengan bahu
menekan tempat tidur, atau meja pemeriksaan. Posisi ini akan
membuat bagian lateral payudara menjadi datar.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari
kedua, tiga dan empat pemeriksa (dapat menggunakan satu, atau dua
tangan).
c. Mulailah palpasi pada daerah aksilla, kemudian palpasi dengan arah
garis lurus ke bawah, hingga linea inframammary (bra line). Pastikan
daerah ekor dari payudara (tail of breast) terpalpasi dengan baik.
d.Kemudian pindahkan jari sedikit ke medial, dan palpasilah secara
vertikal ke arah atas, dari dada (bra line) menuju klavikula.
e.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, ke arah
medial, hingga ke puting susu payudara yang diperiksa.
f.Untuk memeriksa bagian medial dari payudara, mintalah pasien agar
berbaring dengan bahu menekan pada tempat tidur, atau meja
pemeriksaan, mintalah pasien menempatkan tangannya pada leher, dan
mengangkat sikunya setentang dengan bahu. Posisi ini akan membuat
bagian medial payudara menjadi datar.
g.Palpasilah dengan arah garis lurus, dari puting susu terus ke bawah,
hingga linea inframammary (bra line), kemudian palpasi kembali ke
atas ke arah klavikula.
h.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, sampai ke
linea midsternalis.
Palpasi Payudara Circular Pattern
a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan
tangannya di atas kepala. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
172
CSL Semester 4
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Edisi Kedua
b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang
akan diperiksa.
c.Mulailah palpasi dari daerah areola secara melingkar, dari sisi sebelah
dalam ke arah luar, (atau dari daerah luar ke arah dalam) secara
sistematis, dan meliputi seluruh kuadran dari payudara.
Palpasi Payudara Radial Pattern
a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan
meletakkan tangannya di atas kepala.
b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang
akan diperiksa.
c.Mulailah palpasi dari daerah puting susu, secara radier (seperti jari-jari),
dengan arah menuju ke posisi angka-angka pada jam, kembali ke
puting susu, dan ke arah angka jam berikutnya, sehingga seluruh
kuadran payudara terpalpasi.
d.Lakukan penilaian yang meliputi konsistensi jaringan, ada tidaknya
pelembekan, serta ada atau tidaknya nodul. Bila terdapat nodul,
deskripsikan dimana lokasinya, ukuran, bentuk, konsistensi, batas, dan
mobilitasnya.
e.Bila menemukan adanya massa, atau nodul selama ini, tanyakan kepada
pasien, apakah pasien pernah menemukan nodul atau massa ini,
sebelum pemeriksaan payudara dilakukan.
C. PEMERIKSAAN AREOLA DAN PUTING SUSU
a.Palpasilah masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah
bagaimana elastisitasnya.
b.Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu
sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan
tersebut.
c.Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang merupakan salah satu
pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila
puting terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang
puting susu.
PEMERIKSAAN AKSILA/ KETIAK
a.Inspeksi.
Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya
rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan
kelenjar getah bening.
b.Palpasi
Palpasi aksila tangan kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi
tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri
pasien dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan
kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga,
mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari
pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya,
tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat
meraba kelenjar getah bening pada dinding dada.
c. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi
serta ukurannya.
MELATIH PEMERIKSAAN SADARI
173
CSL Semester 4
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
Edisi Kedua
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
a.Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak).
b.Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting
susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan
cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
c.Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan
maksud untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot
atau fascia dibawahnya.
d.Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada
payudara.
e.Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau
tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak).
Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin,
posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau
fascia dibawahnya.
Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada
payudara.
Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau
tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla.
Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran
Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka
di bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua
payudara ke garis tengah bagian ketiak.
Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian
putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan.
Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan
putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah
payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas
menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara.
Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang ditunjuk.
Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran
Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang
luar biasa.
174
CSL Semester 4
51
Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting
payudara.
Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.
Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara.
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat
adanya cairan abnormal dari puting payudara.
Memeriksa Ketiak.
Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti,
apakah teraba benjolan abnormal atau tidak.
PROFESIONALISME
Tunjukkan sikap percaya diri
52
Tunjukkan sikap menghormati pasien
53
Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
47
48
49
50
III
Edisi Kedua
175
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANAMNESIS OBSTETRI
Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H
A. TEMA
Keterampilan anamnesis obstetri
B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan pelatihan ketrampilan Anamnesis Obstetrik mahasiswa
mampu melaksanakan anamnesa pada ibu hamil .
Tujuan Instruksional Khusus :
 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dilakukannya anamnesis obstetri
yang merupakan bagian dari antenatal care
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan antenatal secara umum,
terutama melakukan anamnesis obstetri dengan baik.
 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
 Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana
C. ALAT DAN BAHAN
1. Medical record kebidanan dan kandungan
2. Alat tulis
D. SKENARIO
Ny. S berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke klinik Anda
dengan tujuan ingin memeriksa kehamilan. Anda lalu merencanakan
melakukan anamnesis dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan antenatal
care.
176
CSL Semester 4
Edisi Kedua
E. DASAR TEORI
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan
dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan,
triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh
sampai 9 bulan.
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta
perubahan sosial di dalam keluarga. Jarang seorang ahli medik terlatih yang begitu
terlibat dalam kondisi yang biasanya sehat dan normal. Mereka menghadapi suatu tugas
yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam rencana
menyambut anggota keluarga baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal
yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana
setiap kondisi yang tidak normal. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan
normal dan menghasilkan kelahiran.
Bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi
masalah. Sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan
bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/ asuhan antenatal
merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal
dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan untuk
mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk
mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Tujuan asuhan antenatal
 Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi
177
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan
 Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
 Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif
 Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal
Kebijakan program
Kunjungan antenatal sebaikr.ya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
Satu kali pada triwulan pertama
Satu kali pada triwulan kedua
Dua kali pada triwulan ketiga
Pelayanan asuhan standar minimal termasuk "7T"
(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
Tes terhadap Penyakit Menular Seksual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
WHO:
Birth Planning
Danger Signs
Emergency Preparedness
Social Support
178
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan
profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi.
Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap
saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
 Mengupayakan kehamilan yang sehat
 Melakukan deteksi dini kompikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan
 Persiapan persalinan yang bersih dan aman
 Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi
Pemberian vitamin Zat Besi
Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa
mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSOa 320 mg (zat besi 60 mg) dan Asam Folat
500 pg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum
bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.
Imunisasi TT
Antigen
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
Interval
(selang waktu minimal)
Pada kunjungan antenatal
pertama
4 minggu setelah TT1
6 bulan setelah TT2
1 tahun setelah TT3
1 tahun setelah TT4
Lama perlindungan
3 tahun*
5 tahun
10 tahun
25 tahun/ seumur hidup
%
perlindungan
80
95
99
99
179
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Keterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS(Wanita Usia Subur) tersebut
melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum).
Keluhan Obstetri
Keluhan obstetri yang menyebabkan pasien datang ke pusat kesehatan berupa:
a)
Berkaitan dengan kehamilan
b) Komplikasi hamil muda
c)
Perdarahan
d) Gestosis; pre-eklampsia/ eklampsia
e)
Pecahnya ketuban
f)
Inpartu : mules-mules, keluar darah lendir
g) Penyakit infeksi yang menyertai kehamilan
PENILAIAN KLINIK
Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak
pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada
pemeriksaan 6 minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi.
Penentuan usia kehamilan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan dari hari
pertama siklus haid (HPHT) dengan menggunakan rumus Naegele dengan syarat
menstruasi haruslah teratur setiap 28 hari dan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
Rumus Naegele adalah cara standar perhitungan tanggal jatuh tempo untuk kehamilan.
Hal ini dinamai Franz Karl Naegele (1778-1851), dokter kandungan Jerman yang
merancang aturan ini. Aturan ini memperkirakan tanggal taksiran persalinan (TP),
berdasarkan HPHT dengan cara menambahkan tahun satu, mengurangkan tiga pada
bulan dan menambahkan tujuh pada hari untuk tanggal tersebut . Hal ini mendekati
dengan rata-rata kehamilan manusia normal yang berlangsung selama 40 minggu (280
180
CSL Semester 4
Edisi Kedua
hari) dari HPHT, atau 38 minggu (266 hari) dari tanggal pembuahan. Kriteria tertentu
harus diikuti untuk menerapkan aturan Naegele, yaitu:
1.
Sebelumnya 12 siklus harus teratur dan siklus 28-30 hari;
2.
Ke-12 siklus sebelumnya tidak boleh dengan menggunakan pil kontrasepsi oral.
3.
Periode menstruasi terakhir harus normal, yaitu perdarahan haid durasi 3-5 hari
dan rata-rata jumlah pad berubah per hari adalah 3
Anamnesis yang harus diperhatikan untuk menilai kondisi kehamilan pada pasien
adalah:
Riwayat kehamilan
ini
 Usia ibu hamil
 Hari pertama haid
terakhir, siklus haid
 Perdarahan
pervaginam
 Keputihan
 Mual dan muntah
 Masalah/kelainan
pada kehamilan
sekarang
 Pemakaian obatobat (termasuk
jamu-jamuan)
Riwayat obstetri lalu
 Jumlah kehamilan
 Jumlah persalinan
 Jumlah persalinan
cukup bulan
 Jumlah persalinan
premature
 Jumlah anak hidup
 Jumlah keguguran
 Jumlah aborsi
 Perdarahan pada
kehamilan,
persalinan, nifas
terdahlu
 Adanya hipertensi
dalam kehamilan
pada kehamilan
terdahulu
 Berat bayi < 2,5 kg
atau berat abyi > 4
kg
 Adanya masalahmasalah selama
kehamilan,
persalinan, nifas
terdahulu
Riwayat penyakit
Riwayat sosial
ekonomi
- Jantung
- status perkawinan
- tekanan darah tinggi- respon ibu dan
- diabetes melitus
keluarga terhadap
-TBC
kehamilan
-pernah operasi
- jumlah keluarga
- alergi obat/makanan di rumah yang
- ginjal
membantu
- asma
- siapa pembuat
- epilepsi
keputusan dalam
- penyakit hati
keluarga
-pernah kecelakaan - kebiasaan makan
dan minum
-kebiasaan
merokok,
menggunakan
obat-obatan dan
alkohol
- kehidupan seksual
- pekerjaan
dan
aktivitas seharihari
- pilihan tempat
untuk melahirkan
- pendidikan
- penghasilan
181
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Wanita hamil bisa melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau
karena perdarahan per vaginam, persalinan, hipertensi atau nyeri. Hal-hal yang biasanya
ditanyakan dalam anamnesis obstetrik sama saja dengan anamnesis lain pada umumnya.
Hal-hal yang berbeda misalnya adalah adalah:
1) Riwayat kehamilan sekarang
 Kapan hari pertama menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus
menstruasi berlangsung?
 Sudah berapa bulan kehamilannya?
 Pernahkah ada perdarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih,
atau masalah selama kehamilan?
 Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien (misalnya mual, muntah, nyeri
tekan payudara, frekuensi dalam berkemih)?
2) Riwayat obstetrik dahulu
Rincian lengkap mengenai kehamilan sebelumnya (paritas = jumlah persalinan bayi
yang potensial untuk lahir hidup; graviditas = jumlah kehamilan) di antaranya
kehamilan, cara persalinan, komplikasi pada ibu atau bayi, kesulitan saat menyusui,
berat lahir, jenis kelamin, nama, keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran, dan
riwayat ginekologis dahulu. Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung,
murmur, diabetes, hipertensi, anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi
kardiorespiratorius.
3) Pemeriksaan obstetrik
Dibahas lebih lanjut dalam pemeriksaan ANC
F. PROSEDUR
1) Identitas
a.
Nama, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku, Alamat
b.
Nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat
2) Keluhan utama dan tambahan
182
CSL Semester 4
Edisi Kedua
a. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu
b. Lamanya mengalami gangguan tersebut
3) Riwayat pasien sekarang
4) Riwayat haid
a.
Umur haid pertama, siklus, lamanya, banyaknya
b.
Hari pertama haid terakhir (HPHT)
c.
Usia kehamilan dan taksiran persalinan ( rumus naegele: tanggal
HPHT di tambah 7 dan bulan dikurangi 3)
5) Riwayat obstetrik
No
Tgl/Bln/Thn
Persalinan
Jenis
Kelamin
Berat
Badan
Usia
Anak
Jenis
Persalinan
Penolong
Keterangan
6) Riwayat Penyakit
a. Penyakit dahulu :
• DM, infeksi saluran kemih
• Penyakit jantung
• Tekanan darah tinggi
• Infeksi virus berbahaya
• TBC
• Ginjal
• Asma
• Epilepsi
• Penyakit hati
• Alergi obat atau makanan tertentu
• Pernah mendapat transfusi darah dan indikasi tindakan tersebut
• Inkompabilitas resus
• Paparan sinar –X/ rontgen
• Pernah kecelakaan
183
CSL Semester 4
Edisi Kedua
b. Penyakit dalam keluarga :
 Diabetes mellitus, hipertensi atau hamil kembar
 Kelainan bawaan
7) Riwayat Operasi/ pembedahan
• Dilatase dan kuretase
• Reparasi vagina
• Seksio sesaria
• Serviks incompetence
• Operasi non-ginecologi
8) Riwayat KB/ kontrasepsi
9) Riwayat antenatal
a.Selama hamil diperiksa dimana dan oleh siapa
b.Keluhan dan kelainan
c.Imunisasi
G. DAFTAR PUSTAKA
 Adriaansz, 2010. Asuhan Anternatal, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
 Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
 Manuaba, IBG. 2004. Panduan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi edisi 2. PT EGC. Jakarta.
H. TUGAS MAHASISWA
1)
Masing-masing mahasiwa membuat anamnesis pasien obstetrik
CEKLIS ANAMNESIS OBSTETRI
No
1
2
3
4
Prosedur/ Aspek Latihan
Umpan
Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
Mengucapkan salam pada awal wawancara
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
Informed consent
184
CSL Semester 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Edisi Kedua
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan Identitas Pasien
Menanyakan keluhan utama dan tambahan
Menanyakan riwayat pasien sekarang
Menanyakan riwayat haid
Menanyakan obstetrik
Menanyakan riwayat penyakit dahulu
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan riwayat operasi/ pembedahan
Menanyakan riwayat KB/ kontrasepsi
Menanyakan riwayat ANC
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa
yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau
pertanyaan yang kurang jelas).
Mencatat semua hasil anamnesis
Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
185
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANTENATAL CARE (ANC)
Oleh : dr. Oktadoni Saputra
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemeriksaan Fisik Antenatal Care (ANC)
B. Tujuan
 Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan informed consent ANC
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Timbang dan Tensi pada
ANC
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold I dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold II dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold III dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold IV dengan
baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Auskultasi Denyut
Jantung Janin (DJJ) dengan Laennec secara baik dan benar
 Mahasiswa mampu mengintepretasikan hasil pemeriksaan ANC
 Mahasiswa mampu melakukan konseling kehamilan, rencana terapi,
tatalaksana lanjutan pada ibu hamil
C. Level Kompetensi
No
1
2
3
4
5
Keterampilan
Attending pregnant women
Inspection of abdomen of pregnant woman
Palpation : fundal height, Leopold‘s
manoeuvre, external assessment of position
Assessment of fetal heart rate
Pregnancy test, urine
Level of expected ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
D. Alat dan Bahan
 Manekin Pregnancy
 Meteran gulung
 Stetoskop monoaural Laenec
 Timbangan
 Tensimeter/ Sphygmomanometer & Stetoskop
 Meja, Kursi dan Bed Periksa dan alat tulis
186
CSL Semester 4
Edisi Kedua
E. Skenario
Amenorheae
Pada tanggal 5 April 2010, Ny. Ame, usia 22 tahun, G 1P0A0 memeriksakan
kehamilannya ke praktek dokter umum. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 29
Juni 2009. Ny. Ame merasa kehamilannya lebih kecil dari bulan sebelumnya. Gerakan
janin dirasakan sama seperti sebelumnya. Kadang-kadang perut Ny.Ame kencang
sebentar tetapi kemudian menghilang lagi. Kencang-kencang teratur belum dirasakan.
Bloody show yang dipesankan oleh dokter saat kontrol sebelumnya juga belum ada. Ny.
Ame takut terjadi apa-apa dengan bayinya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
Leopold, DJJ dan menyarankan Ny.Ame untuk kontrol setiap minggu.
F. Dasar teori / Rujukan
Definisi Antenatal Care (ANC)/Asuhan antenatal adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Istilah
lain asuhan antenatal/ pre natal.
Tujuan pemeriksaan antenatal adalah agar setiap kehamilan yang diinginkan
dapat mencapai persalinan dengan bayi dan ibu yang sehat dan selamat. Secara rinci,
tujuan Asuhan Antenatal adalah sebagai berikut :
1) Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2) Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, pemeriksaan harus dilakukan secara
sistematis melalui 4 maneuver yang dibuat oleh Leopold dan Sporlin (1985).
Pemeriksaan Obstetrik Leopold biasa dilakukan pada kunjungan antenatal wanita hamil
terutama pada kehamilan trimester 2 dan 3 ataupun mulai kehamilan 28 minggu.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
a) Satu kali pada triwulan pertama.
b) Satu kali pada triwulan kedua.
c) Dua kali pada triwulan ketiga.
Jadwal pemeriksaan ANC yang baik berdasarkan usia kehamilan dari HPHT :
a) Sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
b) 28 - 36 minggu : 2 minggu sekali
c) Di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan
medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk "7T" :
a) (Timbang) berat badan.
b) Ukur (Tekanan) darah.
187
CSL Semester 4
Edisi Kedua
c) Ukur (Tinggi) fundus uteri.
d) Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
e) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f) Tes terhadap penyakit Menular Seksual.
g) Temu Wicara dalam rangka persiapan rujukan
Catt : Beberapa literature Cuma menyebutkan 5T (lima yang teratas a-e) tetapi jika
memungkinkan dan fasilitas memadai dilakukan sampai dengan 7T.
Sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya dijelaskan prosedur pemeriksaan,
tujuan atau hasil yang diharapkan, serta menjelaskan bahwa pemeriksaan ini kadangkadang menimbulkan perasaan khawatir atau tidak anak tetapi tidak akan
membahayakan bayi yang ada dalam kandungan.
Dalam rangkaian pemerikisaan antenatal ini, terutama dilakukan Pemeriksaan
Obstetrik Leopold yaitu Pemeriksaan yang dilakukan dengan palpasi abdominal kedua
tangan pada uterus gravidus yang dilanjutkan dengan Pemeriksaan Auskultasi Denyut
Jantung Janin (DJJ) dengan stetoskop monoaural laenec
Pada pemeriksaan Leopold, wanita hamil yang diperiksa diminta berbaring
telentang dengan bahu dan kepala sedikit lebih tinggi (memakai bantal) dan pemeriksa
berada di sebelah kanan yang diperiksa. Kemudian ibu diminta menekuk tungkai pada
pangkal paha dan lutut sehingga bagian abdomen dalam posisi yang rileks. Pastikan saat
pemeriksaan uterus tidak sedang berkontraksi. Suhu tangan pemeriksa hendaknya
disesuaikan dengan suhu tubuh wanita hamil yang diperiksa, dengan maksud supaya
dinding perut wanita tersebut tidak tiba-tiba menjadi kontraktil.
Posisi bayi di dalam rahim diperkirakan melalui inspeksi dan palpasi pad
abdomen ibu hamil, dengan beberapa pertanyaan penuntun yang kita pikirkan :
1. Apakah letak janin memanjang, melintang atau oblique?
2. Apakah presentasi janin?
3. Dimana bagian punggung janin?
4. Dimana bagian kecil/ekstrimitas janin?
5. Bagian janin apa yang berada di fundus?
6. Apakah janin sudah masuk panggul?
7. Berapa tinggi fundus uteri pada abdomen ibu?
8. Berapa perkiraan berat janin?
Cara Pemeriksaan menurut Leopold dibagi dalam 4 tahap. Pada pemeriksaan
menurut Leeopold I, II dan III, pemeriksa menghadap ke arah muka wanita yang
diperiksa sedangkan pada pemeriksaan Leopold IV pemeriksa menghadap ke arah kaki
wanita tersebut. Adapun sistematika pemeriksaan ANC sebagai berikut.
G. Prosedur
1) Senyum, Salam, Sapa
2) Anamnesis
Hal yang ditanyakan sama dengan prosedur anamnesis yang lain (identitas, dst)
kemudian ditambah dengan menanyakan :
188
CSL Semester 4
Edisi Kedua

3)
4)
5)
6)
7)
Riw. Kehamilan sekarang (Tanda/gejala kehamilan, HPHT, taksiran
hari persalinan dengan rumus Naegele (H +7, Bln -3, Thn +1),
 Riw ANC sebelumnya dan keluhan apakah terkait dengan kehamilan
atau tidak
 Riw khusus Obs-Gyn; status obstetric/hamil,melahirkan,aborsi
(GxPxAx),
 Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan / persalinan sebelumnya
seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan
sebagainya.
 Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka
persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir jika masih
ingat.
 Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan
haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya.
 Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak.
Informed Consent
Perlu diinformasikan tentang ANC, tujuan dan berapa kali kunjungan yang
dianjurkan, pemeriksaan yang dilakukan saat kunjungan termasuk tentang
pemeriksaan Leopold (tujuan pemeriksaan Leopold, menjelaskan
pemeriksaan tidak berbahaya bagi ibu dan janin) kemudian meminta izin
secara lisan kepada sang ibu.
Note : informed consent, dilakukan pada awal melakukan ANC, dan setiap
memasuki pemeriksaan Leopold
Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa
Pemeriksaan Tensi
Sama dengan CSL Vital Sign
Pemeriksaan Timbang Berat Badan
Sama dengan penimbangan pada CSL Antropometri/ General survey
Pemeriksaan Obstetrik Leopold
Pemeriksaan Obstetrik Leopold ada 4; Leopold I, II, III dan IV dengan rincian
sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Leopold I
Maksud pemeriksaan Leopold I adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri
(untuk memperkirakan usia kehamilan) serta menentukan bagian janin yang terletak
pada fundus uteri. Adapun cara pemeriksaan Leopold 1 sebagai berikut:
1. Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian
dalam diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu
2.
3.
Inspeksi. Perhatikan kontur rahim pada kulit abdomen
Kemudian letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk
menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong
189
CSL Semester 4
4.
5.
Edisi Kedua
uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi uterus bawah dengan meletakkan ibu
jari dan telunjuk tangan kanan di bagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi
tepi atas simfisis)
Kemudian dengan meteran gulung ukur jarak dari symphisis pubis ke fundus
uteri (tinggi fundus uteri/ TFU)
Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan
secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.
Bokong bayi akan memberikan sensasi besar, tidak begitu bulat dan lunak
sedangkan jika kepala akan teraba keras, bulat lebih mudah digerakkan dan ada
ballotemen.
b) Pemeriksaan Leopold II
Leopold II untuk menentukan bagian janin yang terletak pada bagian lateral
kanan dan kiri (untuk menentukan letak punggung janin sebagai patokan lokasi menilai
DJJ) dan menentukan situs bayi (memanjang, melintang atau oblik). Adapun langkahlangkah pemeriksaan Leopold II adalah sebagai berikut :
1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap
ibu
2. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak
tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada
ketinggian yang sama.
3. Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan kiri dan
kanan mulai dari bagian atas. Kemudian geser ke arah bawah dan rasakan
adanya bagian-bagian janin.
4. Bagian yang rata dan memanjang adalah punggung janin sedangkan bagianbagian yang kecil adalah ekstremitas janin.
c) Pemeriksaan Leopold III
Tujuan dari pemeriksaan leopold III adalah untuk menentukan bagian
janin yang terletak di bagian terbawah atau dekat simfisis pubis.
1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap
ibu
2. Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak
tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu.
3. Tekan secara lembut secara bersamaan/bergantian untuk menentukan bagian
terbawah janin.
4. Bagian yang keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala, sedangkan
tonjolan yang lunak kurang simetris adalah bokong.
d) Pemeriksaan Leopold IV
Pemeriksaan leopold IV merupakan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
hasil dari pemeriksaan leopold III. Tujuannya adalah apakah bagian terbawah
190
CSL Semester 4
Edisi Kedua
janin sudah memasuki pintu atas panggul atau belum, dan bila sudah masuk PAP,
berapa bagian yang telah masuk atau melewati PAP.
1. Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus
2. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan
uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas
simfisis.
3. Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari
tangan yang meraba dinding bawah uterus. Perhatikan sudut yang dibentuk.
(Konvergen = V kepala belum masuk PAP, Divergen = >< kepala sudah
masuk PAP)
4. Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila
presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila
presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)
5. Fiksasi bagian terbawah janin, kearah pintu atas panggul kemudian letakkan
jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis sehingga bisa
diperkirakan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk ke dalam pintu atas
panggul. Bila belum masuk, teraba balotemen kepala.
Gambar 1. Pemeriksaan Obstetrik Leopold I, II, III dan IV
Pada Pemeriksaan tersebut di atas mungkin terdapat keganjilan, misalnya
terdapat penonjolan kepala di atas simfisis. Mungkin pula terdapat kepala janin lain
pada gemelli. Hendaknya ditentukan pula letak janin dalam uterus. Letak yang ideal
adalah memanjang dengan kepala di bawah (presentasi kepala) dan dengan sikap badan
fleksi (dagu dekat dengan dada sedangkan badan membongkok). Kemudian setelah
diagnosis ditegakkan, pengobatan dan nasehat dapat diberikan.
8) Pemeriksaan Auskultasi Denyut Jantung Janin
Pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ) dilakukan dengan menggunakan
stetoskop monoaural laenec. Pemeriksaan dilakukan setelah Pemeriksaan Obstetrik
191
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Leopold saat relaksasi uterus (setelah HIS). Normalnya 120-160 kali per menit.
Prosedur pemeriksaan sebagai berikut :
a) Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding perut ibu
kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan tangan kiri, kemudian
tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi punggung
bayi (bagian yang memanjang dan merata)
b) Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi
c) Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung kurang jelas
(upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum). Apabila dinding perut cukup
tebal sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi jantung bayi, pindahkan ujung
stetoskop pada dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar 3 cm dibawah
umbilikus (sub-umbilikus)
d) Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 5 detik, sebanyak 3 kali
pemeriksaan, dengan interval 5 detik di antara masing-masing perhitungan
e) Jumlahkan hasil pemeriksaan 1,2 dan 3 kemudian dikalikan dengan 4 untuk
mendapatkan frekuensi denyut jantung bayi per menit. (perhatikan perbedaan
jumlah masing-masing perhitungan untuk menilai irama atau keteraturan bunyi
jantung)
9) Penutup
Akhiri kunjungan antenatal dengan memberikan konseling kehamilan berupa
hasil pemeriksaan (keadaan ibu, janin dan kehamilannya), rencana tindak lanjut (apa
yang harus dilakukan ibu hamil) dan terapi jika ada. Jangan lupa mengingatkan kapan
bumil harus control kembali, mencatat semua data pada rekam medik dan mengakhiri
dan menutup pemeriksaan dengan baik.
H. Daftar Pustaka
Berek, Jonathan. S, 2002. Novak‘s Gynecology. 13 th edition. Lippincott
Williams & Wilkins
 Cunningham, F. Gary. Et al. 2001. Williams‘ Obstetric 21st edition. The
McGraw Hill Companies.
 Anonim. Catatan Kuliah (CAKUL) Obgyn FKUI - Pemeriksaan Obstetri dan
Asuhan Antenatal
 Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta

192
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Check List Latihan Antenatal Care (ANC)
No
Prosedur/langkah klinik yang dinilai
I. Item Interaksi Dokter Pasien
1
Senyum, Salam, Sapa
2
Anamnesis singkat
3
Jelaskan prosedur,tujuan dan hasil yang diharapkan (Informed) ketika
akan memulai ANC, setiap pemeriksaan Leopold
4
Meminta persetujuan lisan (Consent)
II. Item Prosedural
5
Memposisikan model (Persilahkan ibu berbaring, sisihkan pakaian,
menekuk kaki serta menutup paha dan kaki ibu dengan selimut)
6
Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir kemudian keringkan
dengan handuk pribadi (Simulasi)
7
Pemeriksa berada di sisi kanan ibu
Leopold 1
8
Memposisikan ibu dengan lutut fleksi dan menghadap ke kepala ibu
Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian fundus uteri, menyebutkan
9
bagian janin apa yang dipalpasi serta mengukur tinggi fundus uteri
10
11
12
13
14
15
16
Umpan Balik
Leopold 2:
Menghadap bagian kepala ibu. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding
perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri
ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama.
Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) dari atas ke arah bawah,
rasakan serta sebutkan bagian janin yang dipalpasi. {Bagian yang rata dan
memanjang (punggung) atau bagian-bagian yang kecil (ekstrimitas)}.
Leopold 3:
Melakukan pemeriksaan leopold 3 dengan benar, menentukan dan
menyebutkan bagian terbawah janin (Bagian yang keras, bulat dan hampir
homogen adalah kepala, sedangkan tonjolan yang lunak kurang simetris
adalah bokong)
Leopold 4:
Menghadap ke bagian kaki ibu
Melakukan pemeriksaan leopold 4 secara benar, temukan kedua ibu jari kiri
dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang meraba dinding
bawah uterus.
(Perhatikan dan sebut hasilnya sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan
kanan, konvergen atau divergen)
Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila
presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila
presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)
Fiksasi bagian terbawah janin kearah pintu atas panggul kemudian letakkan
jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis untuk menilai
seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul.
(Sebutkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah masuk panggul.)
193
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan Auskultasi DJJ dengan Stetoskop monoaural Laennec
17 Setelah pemeriksaan Leopold, angkat kedua tangan dari dinding perut ibu
kemudian ambil stetoskop monoaural laenec dengan tangan kiri, kemudian
tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu yang sesuai dengan posisi
punggung bayi (bagian yang memanjang dan merata)
18 Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi
19 Pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama bunyi jantung kurang jelas
(upayakan untuk mendapatkan puntum maksimum). Apabila dinding perut
cukup tebal sehingga sulit untuk mendengarkan bunyi jantung bayi,
pindahkan ujung stetoskop pada dinding perut yang relatif tipis yaitu sekitar
3 cm dibawah umbilikus (sub-umbilikus)
20 Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi selama 5 detik, sebanyak 3 kali
pemeriksaan, dengan interval 5 detik di antara masing-masing perhitungan
21 Jumlahkan hasil pemeriksaan 1,2 dan 3 kemudian dikalikan dengan 4 untuk
mendapatkan frekuensi denyut jantung bayi per menit.
III. Item Penalaran Klinis
22 Simpulkan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, posisi,letak dan presentasi
janin, janin sudah masuk panggul belum serta seberapa jauh bagian
terbawah janin masuk panggul, artinya secara klinis, memberikan saran dan
rencana selanjutnya sesuai dengan keadaan klinis pasien
23 Simpulkan hasil pemeriksaan DJJ (frekuensi, irama, arti secara klinis serta
rencana tindak lanjut)
IV. Item Profesionalisme
24 Tunjukkan sikap percaya diri
25 Tunjukkan sikap menghormati pasien
26 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
194
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Asuhan Persalinan Normal (APN) I : Kala I & Kala II
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Dian Isti Angraini, MPH
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Prosedural Asuhan Persalinan Normal (APN) : Kala I dan II
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan APN
 Memilih dan memeriksa alat dan bahan yang diperlukan termasuk
menyalakan lampu
 Simulasi memberikan salam dan melakukan anamnesis seperlunya
 Mempersiapkan klien (model) dalam posisi litotomi
 Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas
cincin, jam, dsb.
 Memakai sarung tangan secara aseptik
2. Mampu Melakukan prosedur APN Kala I dan II
 Melakukan manajemen kala 1 meliputi pemeriksaan abdomen (leopold) dan
pemeriksaan dalam
 Melakukan manajemen kala 2 meliputi memimpin meneran, melahirkan
kepala, bahu dan tubuh bayi
C. Level Kompetensi
Keterampilan : Normal Delivery
Attending woman in labour
Obstetric examination (assessment of cervix,
dilatation, membranes, presentation of fetus, descent)
Level Kompetensi
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
D. Alat dan Bahan
1. Manekin Persalinan
2. Partus Set steril berisi :
 Sarung tangan steril : 2 pasang
 Gunting Siebold (tali pusat) : 1
 Gunting episiotomi : 1
 Klem arteri (klem Kelly) : 2
 Klem Tali Pusat : 2
 Kocher setengah : 1
 Benang DTT/ Klem tali pusat : 1
 Kassa steril secukupnya
Gambar 2. Partus Set
 Kain duk steril : 4
 Spuit 5 cc berisi lidokain 1 %, spuit 3 cc, 1 cc masing-masing : 1
 Benang jahit luka episiotomy
195
CSL Semester 4
Edisi Kedua
 Medikamentosa : oksitosin, ergometrin, Vit K
 Mahasiswa wajib hapal dan tahu PARTUS SET
3. Peralatan lain :
 Lampu sorot
 Stetoskop dan Tensimeter
 Stetoskop Monoaural (Laenec/ Pinard)
 Oksigen dalam regulator
 Bahan antiseptik (khlorheksidn, povidon iodine 10%,klorin 5%)
 Kateter (nelaton, foley)
 Bengkok, baskom besar
 Tempat sampah (medis, non-medis, sampah tajam)
 Alat Pelindung Diri (APD) ; Hat, Google, Masker, Celemek plastik, Sepatu
Boots
4. Perlengkapan pribadi ibu & bayi
5. Set resusitasi bayi
 Penghisap lendir, spatula lidah, ambu bag 1 set
 Meja bersih, popok & selimut bayi, kain bersih: 2
 Medikamentosa
E. Skenario
MP (Melahirkan Pertama)
Tanggal 1 april 2009, Ny. Ame, 25 tahun, G1P0A0, HPHT 1 juli 2008 datang ke
rumah sakit dengan his yang teratur dan makin sering. Bloody show (+). Dari PL
didapatkan: KU baik, Vital sign( TD 130/80mmhg, nadi 88x/menit, RR 20x/m,T 37 oC),
janin tunggal, denyut jantung janin masih baik. Dilakukan evaluasi servik , didapatkan
pembukaan 4 cm, letak kepala, presentasi belakang kepala. Setelah sekitar 6 jam, sang
ibu terlihat mulai mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka. Dilakukan
PD dengan hasil pembukaan sudah lengkap. Pimpin persalinan dengan prosedur Asuhan
Persalinan Normal.
F. Dasar teori / Rujukan
A. Definisi
 Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang
viable melalui jalan lahir biasa.
 Delivery adalah momentum kelahiran janin sejak kala II
 5 benang merah dalam APN : 1) Pengambilan Keputusan Klinik
2) Sayang ibu dan sayang bayi
3) Pencegahan Infeksi
4) Dokumentasi
196
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5) Rujukan
B. Kala persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu;
1) Kala I : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap
10cm (Dilatasi servik)
2) Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah
kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir (Pengeluaran janin)
3) Kala III: waktu uintuk pelepasan dan pengeluaran plasenta
4) Kala IV: mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam
Kala I
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lender bercampur darah
(bloody shows), karena serviks mulai dilatasi dan mendatar. Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis sevikalis karena pergeseran ketika
serviks mendatar dan terbuka. Selainitu juga terjadi His (kontraksi rahim) yang makin
teratur. His yang adekuat saat in partu antara lain :
 Lama kontraksi 30-50 menit
 Simetri
 Dominasi fundus
 Relaksasi optimal
 Interval 2-4 menit
 Intensitas cukup
Kala I dibagi 2 fase;
1. Fase laten, dimana dilatasi serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3cm.
2. Fase aktif, mulai dari pembukaan 4 cm sampai 10 cm (lengkap).
Kala II
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kirakira 2-3menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa
meneran. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau BAB, dengan tanda
anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his meneran yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti
oleh seluruh badan janin.
Kala III dan IV
Kala ini akan dibicarakan khusus pada keterampilan CSL selanjutnya.
G. Prosedur
1. Anamnesis
 Identifikasi pasien
 Keluhan utama pasien datang
197
CSL Semester 4






Edisi Kedua
Tanda-tanda in partu (bloody show, HIS teratur dan makin sering)
Tanda-tanda kehamilan resiko tinggi :
 Usia : < 16 tahun/ > 35 tahun
 Interval terlalu dekat/jauh : < 2 athun/ > 10 tahun
 Paritas > P4  Grande Multi
 Riw. Obstetri buruk ; Sectio Caesaria (SC), Premture 2x, Abortus 3x,
Forcep, Ekstraksi vakum, Perdarahan Post Partum, dll
 Tinggi Badan (TB) < 145 cm
 Penyakit obstetri : penyakit yang timbul secara langsung karena
kehamilannya
 Penyulit Medis : Paru (TBC,Asma), SLE, Kelainan hematologi, CVD,
SSP (Epilepsi), Ginjal (SN,GNA), Diabetes Mellitus, dll
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT/ Last Menstrual Period)
Taksiran Persalinan
Riwayat Penyakit (sebelum dan selama kehamilan) termasuk alergi
Riwayat Persalinan (Paritas)
2. Persiapan ibu
 Periksa umum; vital sigan
 Kosongkan kandung kemih
 Ganti pakaian yang longgar
3. Menolong/ Memimpin persalinan normal
a. Kala I
Periksa Luar:
 Tentukan tinggi fundus uteri dan letak janin dengan leopold
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin dengan bidang Hodge
 Memantau denyut jantung janin, normal 120-180x/menit
 Menilai kontraksi uterus, frekuensi his dan lamanya
Periksa Dalam
 Tentukan konsistensi dan pendataran serviks (termasuk kondisi jalan lahir) dgn
bishop score
 Mengukur besarnya pembukaan, 1-10cm atau jari
 Menilai selaput ketuban, apakah masih intake atau tidak
 Menentukan presentasi janin dan seberapa jauh bagian terbawah telah melalui
jalan lahir
 Menentukan denominator
b. Kala II
 Apabila pembukaan telah lengkap maka akan terlihat perineum menonjol,
vulva dan sfingter ani membuka, tampak bagian kepala janin di bukaan
introitus vagina
198
CSL Semester 4



Edisi Kedua
Setelah pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran apabila timbul dorongan
spontan untuk melakukan hal itu
Tiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Tahan perineum
dgn tangan kanan beralaskan kain kassa atau doek steril agar tidak terjadi
ruptur perinea
Lahirkan kepala dengan perasat Rietgen: bila perineum meregang dan menipis,
tangan kiri menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan
menahan perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan yang melalui kulit
perineum dicoba mengait dagu janin dan ditekan kearah simfisis pelan-pelan.
Secara berturut-turut lahirlah ubun-ubun kecil di bawah simfisis sebagai
hipomochlion, ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu.
(Gambar 2. Crowning Kepala Janin pada Kala II)











Usap muka janin dan periksa kalau ada lilitan tali pusat, kepala kemudian akan
melakukan putaran paksi luar (restitusi) kearah dimana
punggung janin berada.
Pegang kepala janin dengan kedua tangan secara biparietal,
Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala kearah anus (bawah)
Lahirkan bahu belakang dengan menarik pelan-pelan kearah simfisis (atas)
Lahirkan badan , bokong dan kaki dengan melakukan Sangga-Susur
Letakkan bayi dengan kepala lebih rendah, hisap lender dengan penghisap
lender
Klem tali pusat pada 2 tempat 5 dan 10 cm dari umbilicus, gunting di
antaranya.
Ujung talipusat bayi di ikat kuat dengan tali atau klem plastic sehingga tidak
ada perdarahan. Metode mengikat = ―buku ketemu buku‖
Hangatkan bayi, keringkan, buang popok basah, selimuti dengan popok kering,
pasang topi dan letakkan diantara kedua payudara ibu untuk IMD jika APGAR
baik
Awasi lagi uterus untuk memastikan tidak ada bayi lagi/kembar
Beritahu ibu dan lakukan Injeksi oksitosin 1 ampul , siapkan klem untuk Kala
III
199
CSL Semester 4
Edisi Kedua
H. Daftar Pustaka
 Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan
Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera
Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
 Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.
I.
Evaluasi
Cek list Penilaian Prosedur Asuhan Persalinan Normal
KEGIATAN
Umpan Balik
I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.

Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau
vaginanya.

Perineum menonjol.

Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk resusitasi  tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3
handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm di atas tubuh bayi

Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal
bahu bayi

Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set.
3. Pakai apron plastik.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan dipergunakan untuk
periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril) (pastikan tidak terjadi kontaminasi
pada alat suntik).
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN
BAIK
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi
air DTT.
200
CSL Semester 4
Edisi Kedua

Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.

Buang kapas atau kassa pemberih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia.

Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutN KLORIN 0,5%  langkah #9
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap,

Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian
lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Pastikan Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit).

Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada Partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES
BIMBINGAN MENERAN
11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang
ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan member semangat pada ibu untuk meneran
secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran ( bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman)
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan yang
kuat untuk meneran :
1. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
2. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
3. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam jangka waktu yang lama)
4. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
5. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
6. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
7. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
8. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
201
CSL Semester 4
Edisi Kedua
(multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam waktu
60 menit
V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi
defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran
perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahiran Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakkan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku ke
sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu
jari dan jari-jari lainnya).
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian (selintas)  APGAR Score

Apakah bayi cukup bulan?

Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekoneum

Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan

Apakah bayi bergerak dengan aktif
Bila salah satu jawaban adalah ―TIDAK‖ lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia
bayi baru lahir (melihat penuntun berikutnya). Bila semua jawaban adalah ―YA‖
lanjut ke 26
26. Keringkan tubuh bayi
202
CSL Semester 4
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
Edisi Kedua
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering
Biarkan bayi diatas perut ibunya
Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal)
Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar terus berkontraksi baik
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit I.M
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin)
Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
Pemotongan dan pengikatan tali pusat

Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dua klem
tersebut

Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya

Lepaskan klem dan masukkam dalam wadah yang telah disediakan
Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di
dada/ perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala
bayi
203
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Manajemen Aktif Kala III, Kala IV, Manual Plasenta dan Kompresi Bimanual
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Exsa Hadibrata
A. Tema
Keterampilan Prosedural Manajemen Aktif Kala III, Manual Plasenta, Kompresi
Bimanual dan Kala IV
B. Tujuan
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Manajemen Aktif Kala III, Manual
Plasenta, Kompresi Bimanual dan Kala IV (tujuan/ kegunaan, manfaat, indikasi
dan komplikasi)
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Manajemen Aktif Kala III
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Manual Plasenta
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Kompresi Bimanual
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Kala IV
C. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills
Delivery of placenta
Examination of placenta and umbilical cord
Postpartum : examination fundal height, placenta: loose/
retained
Manual removal of placenta
Episiotomy
Clamp cord/separation of placenta
Record APGAR
Measure/estimate loss of blood, after delivery
Level Of Expected
Ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
D.Alat dan Bahan
Sama dengan peralatan pada APN, ditambah :
 Sarung Tangan Panjang
 Peralatan Infus
 Analgetik-sedatif
E. Skenario
Saat sedang bertugas jaga di sebuah RS, anda mendapat konsul dari kamar
bersalin seorang Grandemultigravida umur 38 tahun hamil anak ke 6. Saat anda datang
pasien sedang dalam kala III dan plasenta belum lahir sudah lebih dari 15 menit. Anda
204
CSL Semester 4
Edisi Kedua
melakukan Manajemen aktif kala III, Peregangan Tali PUsar Terkendali dan dorongan
dorso-kranial uterus setelah diberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, kateterisasi uretra
dan stimulasi papilla mammae. Karena jaringan yang rapuh, tali pusar putus anda
melakukan manual plasenta. Setelah plasenta lahir, anda melakukan kompresi bimanual
eksternal dan internal karena adanya indikasi atonia uterus.
F.Dasar Teori
Kala III
Setelah bayi lahir, kontraksi uterus istirahat sebentar. Uterus teraba keras
dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x
sebelumnya. Kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 510menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Pengeluaran palsenta
disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 200cc.
Terjadinya pelepasan plasenta diakibatkan kontraksi rahim. Kontraksi rahim
akan mengurangi area plasenta, karena uterus bertambah kecil dan dindingnya
bertambah tebal beberapa cm. kontraksi akan menyebabkan bagian yang lemah dan
longgar dari plasenta pada dinding uterus terlepas, mula-mula sebagian kemudian
seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri. Pengumpulan darah di belakang
plasenta juga membantu pelepasan plasenta yang dikenal dengan retroplasental
hematoma.
Cara lepasnya plasenta:
1. Menurut schultze: lepasnya seperti kita menutup payung (paling sering sekitar
80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental
hematoma yang mendorong plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian
seluruhnya.
2. Menurut Duncan: lepasnya plasenta mulai dari pinggir. Darah akan mengalir
keluar antara selaput ketuban.
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasanya plasenta:
1. Perasat Kustner: letakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis; tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk=belum lepas, diam atau maju+sudah
lepas
2. Perasat Klein: sewaktu ada his, fundus uteri kita dorong sedikit, bila tali pusat
kembali+ belum lepas, diam atau turun+ sudah lepas
3. Perasat Strassman: tegangkan tali pusat an ketok pada fundus uteri, bila tali pusat
bergetar = belum lepas.
Proses persalinan Kala III bisa berjalan secara sendiri/fisiologis, mengingat
kematian akibat perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri dan retensio plasenta
masih cukup tinggi sehingga disarankan dengan Manajemen Aktif Kala III :
Manajemen Aktif Kala III meliputi :
 Pemberian uterotonika sebelum plasenta lahir; oksitosin 10 Unit i.m
205
CSL Semester 4


Edisi Kedua
Penegangan Talipusat Terkendali ( Controlled Cord Traction )
Masase uterus setelah placenta lahir
Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum
Manual Plasenta
Suatu tindakan procedural untuk mengeluarkan plasenta secara manual dengan
memasukkan tangan secara manual ke dalam cavum uteri.
Indikasi manual plasenta adalah retensio plasenta yaitu tertahannya atau belum
lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro,
1999 & Abdul Bari S, 2001:178)
Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
miometrium. Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta dibedakan menjadi :
 Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
Kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta.
 Plasenta akreta parsial : vili khorialis tumbuh
menembus
desidua
endometrium
sebagian
sampai ke miometrium.
 Plasenta akreta, implantasi vili khorialis tumbuh lebih
dalam
dan
menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
(Gambar 3. Lokasi Implantasi Plasenta dan
manifestasi klinisnya)
 Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga miometriun
 Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim
Penyebab Retensio Plasenta antara lain :
 His kurang kuat
 Plasenta sukar terlepas karena : plasenta adhesive
Kriteria Diagnosis Retensio Plasenta :
 Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir
 Uterus tdk berkontraksi dengan baik
206
CSL Semester 4
Edisi Kedua


Kadang disertai putusnya tali pusat akibat traksi yang berlebihan
Perdarahan segera dari jalan lahir, tetapi kadang ada yang tanpa disertai
perdarahan
Tatalaksana untuk retensio plasenta adalah dengan manual plasenta, adapun
prosedur dapat dilihat pada bagian prosedur :
Kompresi Bimanual
Adalah tindakan procedural dengan melakukan kompresi (tekanan) dengan
kedua tangan baik dari dalam maupun luar untuk penanganan perdarahan post partum
biasanya akibat Atonia uteri, yaitu keadaan dimana tonus/kontraksi uterus lemah/tidak
ada.
Perdarahan Post Partum adalah Perdarahan 500 ml atau lebih setelah selesainya
kala III persalinan. PPP bukanlah diagnosis melainkan gejala yang harus dicari
etiologinya. Penyebab perdarahan post partum ada 4T :
 Tonus ; atonia uteri
 Tissue ; retensio plasenta/ jaringan sisa plasenta
 Trauma ; robekan jalan lahir
 Thrombin ; gangguan perdarahan
Perdarahan Post partum dibagi 2 :
 PPP Dini/awal (early); atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta,
gangguan perdarahan
 PPP Lanjut (late); 6-10 hari PP; Retensi sisa plasenta, infeksi, involusi
abnormal, episiotomy, perdarahan dari kanalis servikalis
Penanganan atonia uteri :
a) Umum :
 Kenali faktor resiko
Polihidramnion; Kehamilan kembar; Makrosomia; Persalinan lama; Persalinan
terlalu cepat; Persalinan dengan induksi; Infeksi intrapartum‘ Paritas tinggi
 Tegakkan Diagnosis Kerja
 Pasang Infus, berikan uterotonika
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Bila perlu trnasfusi darah
 Uji pembekuan darah
b)



Spesifik :
Kompresi Bimanual Interna
Kompresi Bimanual Eksterna
Kompresi Aorta abdominalis
c)

Di Rumah Sakit :
Pemasangan tampon katether
207
CSL Semester 4


Edisi Kedua
Ligasi arteri uterina dan ovarika
Histerektomi
Prosedur pelaksanaan kompresi bimanual pada atonia uteri dapat dilihat pada bagian
prosedur
Membedakan beberapa diagnosis kerja penyebab perdarahan post partum :
Diagnosis
Gejala dan Tanda
Penyulit
Kerja















Darah Segar setelah bayi lahir.
Kontraksi uterus baik
Plasenta keluar lengkap
Kontraksi uterus (-)/ lembek
Perdarahan segera setelah anak
lahir
Plasenta belum lahir ≥ 30
menit
Perdarahan segera
Subinvolusi uterus
Nyeri tekan perut bawah dan
uterus
Perdarahan lokhia
mukopurulen dan berbau
Uterus tak teraba
Lumen vagina terisi massa
Tampak tali pusat
Plasenta/ sebagian kulit
ketuban tidak lengkap
Perdarahan segera






Pucat
Lemah
Menggigil
Syok
Bekuan darah di
serviks
Tali pusat putus oleh
karena traksi
berlebihan


Anemia
Demam


Syok neurogenik
Pucat dan limbung
Robekan
Jalan Lahir
Atonia Uteri
Retensio
plasenta
Metritis
Inversio uteri
Sisa Plasenta
G.Prosedur
Kala III
 Suntikkan oksitosin pada paha ibu
 Lahirkan plasenta dengan cara PTT (Peregangan Tali Pusar Terkendali)
 Berdiri disamping ibu
 Letakkan telapak tangan (alas dengan kain) yang lain, pada segmen bawah
rahim atau dinding uterus di suprasimfisis
208
CSL Semester 4






Edisi Kedua
Pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan uterus ke
dorsokranial
Pindahkan jepitan semula tali pusat ke titik 5-20 cm dari vulva dan pegang
klem penjepit tsb
Ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan (jangan lakukan
pemaksaan)
Lahirkan plasenta mengikuti jalan lahir seperti melahirkan bayi
Saat plasenta mulai terlihat di introitus vagina, putar plasenta searah jarum jam
secara perlahan supaya tidak ada bagian plasenta yang terputus
Periksa/cek kelengkapan plasenta sambil tangan kiri melakukan masase uterus
Kala IV
 Kontraksi uterus; baik atau tidak dengan palpasi, lakukan massage
 Perdarahan: ada atau tidak, banyaknya
 Kosongkan kandung kemih
 Luka-luka; kalau ada, jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan
 Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
 Keadaan Umum ibu , vital sign tiap 15 menit dalam 1 jam pertama kemudian
tiap 30 menit untuk 1jam berikutnya
 Keadaan Umum bayi (Apgar Score)
Manual Plasenta
 Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent)
 Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong
 Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi
 Pasang Infus pada pasien
 Lakukan cuci tangan secara aseptic
 Pakai sarung tangan dengan prosedur aseptic
 Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube)
 Lakukan kateterisasi
 Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan kanan
 Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT) dengan satu
tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar karena dapat putus.
 Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri tepi
bawah tali pusar (lihat gambar diatas) sampai ke pangkal perlekatan tali
pusar.(Jika implantasi plasenta di korpus sebelah kanan/sulit dijangkau dengan
tangan kanan, keluarkann dan ulangi lagi prosedur seperti diatas dengan tangan
yang berkebalikan. Sekali masuk cavum uteri sebisa mungkin harus
mendapatkan plasenta tidak dengan berkali-kali).
209
CSL Semester 4
1. PTT
Menemukan tempat implantasi
Edisi Kedua
2. Menyusuri tali [pusar)
3.
(Gambar 4. Manual Plasenta)










Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang
fundus uteri.
Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan
secara obstetric menjadi datar seperti memberi salam,
jari-jari tangan merapat, temukan tepi plasenta bagian
bawah.
Perluas perlepasan plasenta. Geser tangan kekanan dan
kiri, sambil digeserkan keatas (kranial ibu) hingga semua
perlekatan terlepas dari dinding uterus, curigai adanya
plasenta akreta jika plasenta sulit dilepaskan.
Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara
keseluruhan plasenta kemudian tarik plasenta secara hatihati dengan tangan kanan pada waktu uterus berkontraksi.
Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan
uterus pada saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke
arah dorso-kranial
Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pastikan tidak
ada robekan pada plasenta dan selaput plasenta.
Berikan uterotonika. Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2
mg IM untuk membantu kontraksi uterus. Perhatikan
keadaan umum ibu saat diberikan suntikan
Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir
Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan
Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik (bulat dank
eras)
210
CSL Semester 4


Edisi Kedua
Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV),
Metronidazol 500 mg per oral
Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15 menit pada
ja m pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek kontraksi uterus
Kompresi Bimanual Interna







Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien. Menjelaskan
tujuan tindakan Kompresi Bimanual Interna. Meminta persetujuan tindakan.
Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air
yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk
bersih lalu pasang sarung tangan.
Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung
jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban
atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
Letakkan kepalan tangan menekan dinding anterior uterus (korpus anterior),
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus (korpus posterior) ke arah kepalan tangan dalam.
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus
dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari
dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut,
segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
o kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan
langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga
untuk mulai menyiapkan rujukan.
Gambar 5. Kompresi Bimanual
211
CSL Semester 4
Edisi Kedua
H. Daftar Pustaka
 Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 vol 2. Jakarta. EGC,
2008; 1170-1171
 JNPK-KR. Asuhan Pesalinan Normal –Asuhan Esensial Persalinan. Edisi
Revisi. Cetakan ke-3. Jakarta. JNPK-KR, 2007; 128-130
 Cunningham, Gary. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta. EGC, 2006; 707-708
 Santoso, Budi Iman. Slide Kuliah : Perdarahan Post Partum. Diupload 20 april
2009. Didownload pada 15 maret 2011 pukul 11.08 dari :
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b2077c4740ec9d1e8066b09eaab0
9990e2e98506.pdf
 Anonim, Materi pelatihan : Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Di
download
pada
15
maret
2011
pukul
11.11
dari
:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/963c07503f3b5a28b95eabe77806
959c7cf0282a.pdf
I.
Evaluasi
Cek List Latihan Kala III, Kala IV
VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA
Umpan
Balik
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak 10-15
cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1 Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2 Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3 Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4 Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5 Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila
212
CSL Semester 4
Edisi Kedua
terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan pada wadah yang telah disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik masase.
IX. MENILAI PERDARAHAN
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastic atau
tempat khusus
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit didada ibu paling sedikit 1
jam
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu
44. Setelah satu jam lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotika
salep mata pencegahan dan vitamin K1 1 mg intramuskular dipaha kiri
anterolateral
45. Setelah satu jam pemberian Vit K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B
dipaha kanan anterolateral
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bias disusukan
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu
Evaluasi
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk mentalaksana atonia uteri
213
CSL Semester 4
Edisi Kedua
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1
jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan
50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60 kali / menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5
ºC)
 Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi diresusitasi dan segera
merujuk ke rumah sakit
 Jika bayi bernafas terlalu cepat, segera rujuk
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan kulit ke
kulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan selimut
Kebersihan dan Keamanan
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas perlatan setelah didekontaminasi
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk member ibu minuman dan makanan yang diinginkannya
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV
Cek List Latihan Manual Plasenta
MANUAL PLASENTA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Umpan
Balik
Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent)
Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong.
Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi.
Pasang infus pada pasien.
Lakukan cuci tangan dan pakai sarung tangan dengan prosedur aseptik.
Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube)
Lakukan kateterisasi.
Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan
kanan.
Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT)
dengan satu tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar
karena dapat putus.
214
CSL Semester 4
Edisi Kedua
10. Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri
tepi bawah tali pusar
11. Pindahkan tangan kiri ke abdomen untuk memegang fundus uteri
12. Tentukan tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan secara
obstetric menjadi datar seperti memberi salam, jari-jari tangan merapat,
temukan tepi plasenta bagian bawah
13. Perluas perlepasan plasenta.
14. Jika plasenta sudah terlepas semua, pegang secara keseluruhan
plasenta kemudian tarik plasenta secara hati-hati dengan tangan kanan
pada waktu uterus berkontraksi.
15. Pindahkan tangan kiri ke supra simpisis untuk menahan uterus pada
saat plasenta dikeluarkan. Dorong uterus ke arah dorso-kranial.
16. Sambil tangan kiri melakukan masase uterus, periksa kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan.
17. Berikan uterotonika Methergin (Methyl Ergometrin) 0,2 mg IM untuk
membantu kontraksi uterus. Perhatikan keadaan umum ibu saat
diberikan suntikan.
18. Periksa ibu dan lakukan penjahitan jika robekan jalan lahir
19. Dekontaminasi sarung tangan dan cuci tangan
20. Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik
(bulat dan keras)
21. Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV),
Metronidazol 500 mg per oral
22. Observasi perdarahan pervaginam dan periksa vital signs setiap 15
menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan Cek
kontraksi uterus
Cek List Latihan Kompresi Bimanual
KOMPRESI BIMANUAL
1.
1.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Umpan
Balik
Membina sambung rasa dan mulai menanyakan identitas pasien.
Jelaskan tujuan tindakan Kompresi Bimanual.
Mintalah persetujuan tindakan.
Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu
dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi.
Keringkan tangan dengan handuk bersih pribadi.
Pasang sarung tangan secara aseptik.
Dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan
kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya
selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang
215
CSL Semester 4
Edisi Kedua
memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan
dinding anterior uterus
10. Telapak tangan lain (kiri) pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
11. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
12. Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu
secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung,
periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi
di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan
laserasi
o Kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal,
kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan
atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan
9.
216
CSL Semester 4
Edisi Kedua
PARTOGRAF
dr. Dian Isti Angraini, M.P.H.
A. Tema
Keterampilan mengisi partograf.
B. Tujuan
 Mahasiswa mampu mendokumentasikan keadaan persalinan pasien dalam
lembar partograf
C. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills
Level Of Expected Ability
Partograf
-1- -2- -3- -4-
D. Alat dan Bahan
 Lembar/ form partograf
 Alat tulis
E. Skenario
Pada saat Anda sedang jaga klinik, datanglah pasien, Ny. W, 27 tahun, G1P0A0
hamil 40 minggu datang dengan keluhan keluar darah lendir sejak 4 jam yang lalu.
Ketika Anda melakukan VT, didapatkan pembukaan 2 jari. 4 jam kemudian ternyata
pembukaan sudah 3 cm.
10 jam kemudian pasien melahirkan bayi laki-laki.
Catatlah keadaan persalinan ibu dalam lembar partograf.
F. Dasar Teori
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah:
217
CSL Semester 4

Edisi Kedua
Mencatat hasil obeservasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.

Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kenmungkinan terjadinya partus lama.

Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medis ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Penggunaan partograf merupakan Indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif
kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Secara rutin oleh semua
tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran. Kontraindikasi dari partograf tidak boleh digunakan untuk memantau
persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti; plasenta previa,
panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama,
APN mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan
deteksi dini.
Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam manjemen
persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%) menjadi (3,4%).
Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%), dan lahir mati intrapartum
dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal tanpa komplikasi mengalami perbaikan,
kejadian bedah sesaria turun dari (6,2%) menjadi (4,5%).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Partograf APN dapat digunakan:
a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan.
218
CSL Semester 4
Edisi Kedua
b) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (dokter spesialis obstetrik, bidan, dokter
umum, PPDS obgin dan mahasiswa kedokteran).
Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi :
A.Informasi tentang ibu
Identitas pasien; nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register
pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya
selaput ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada
bagian atas partograf secara teliti.
B. Kondisi janin
(1) DJJ.
Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak
terputus;
(2) Warna dan adanya air ketuban,
Penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai
warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke
dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan lambang-lambang
seperti berikut:
(a) U jika ketuban utuh atau belum pecah;
(b) J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih;
219
CSL Semester 4
Edisi Kedua
(c) M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium;
(d) D jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah;
(e) K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau "kering";
(3) Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan lambanglambang berikut ini:
(a) 0 jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi;
(b) 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan;
(c) 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan;
(d) 3 jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan. Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur
air ketuban.
C. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu
dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin.
Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan
persalinan meliputi:
(1) Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan
setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit. Saat ibu
berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap
pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan
tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus.
220
CSL Semester 4
Edisi Kedua
(2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada
tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 05, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "--"
pada garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.
(3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan
serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan
terjadi laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada.
D. Pencatatan jam dan waktu, meliputi:
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan
penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan
waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan;
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur
kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan
ini di kotak waktu yang sesuai.
E. Kontraksi uterus
(1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
Kontraksi uterus dicatat pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap
kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
(2) lama kontraksi (dalam detik)
221
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan
simbol:

░ bila kontraksi lamanya kurang dari 20 detik;


bila kontraksi lamanya 20 menit sampai dengan 40 detik;
▓ bila kontraksi lamanya lebih dari 40 detik.
E. Mencatat obat-obatan dan cairan yang diberikan
Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV) yang diberikan dalam kotak yang
sesuai dengan kolom waktu.
a. Oksitosin
Untuk setiap pemberian oksitosin drip, bidan harus mendokumentasikan setiap
30 menit jumlah unit oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan
dalam satuan tetesan per menit (atas kolaborasi dokter),
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV.
F. Kondisi ibu
Ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan
dan kenyamanan ibu, meliputi:
(1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian partograf
berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30
menit selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dicurigai adanya
penyulit menggunakan simbol titik (•). Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan
setiap 4 jam selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan
adanya penyulit menggunakan simbol pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2
jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya
infeksi dalam kotak yang sesuai.
(2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan
222
CSL Semester 4
Edisi Kedua
kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
adanya aseton atau protein dalam urin.
G. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom
partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga
tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan
keputusan klinik mencakup:
1) jumlah cairan per oral yang diberikan;
2) keluhan sakit kepala atau pengelihatan kabur;
3) konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin)
4) persiapan sebelum melakukan rujukan;
5) upaya rujukan.
G. Prosedur
i.
Persiapan alat yang dibutuhkan
ii.
Mencatat data tentang ibu : nama, umur, gravida, para, abortus, no catatan
medik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban
iii.
Mencatat kondisi janin : DJJ, warna dan air ketuban, serta molase kepala janin
iv.
Mencatat kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah
atau presentasi janin, serta garis waspada dan garis bertindak
v.
Mencatat jam dan waktu : waktu mulainya fase aktif persalinan, serta waktu
aktual saat pemeriksaan atau penilaian
vi.
Mencatat Kontraksi uterus : frekuensi kontraksi dalam 10 menit, serta lamanya
kontraksi (dalam detik)
vii.
Mencatat Obat-obatan dan cairan yang digunakan : oksitosin, serta obat-obatan
lainnya dan cairan IV yang diberikan
viii.
Mencatat Kondisi ibu : nadi, tekanan darah dan suhu tubuh, serta urin (volume,
aseton atau protein)
223
CSL Semester 4
ix.
Edisi Kedua
Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (rujukan, dll)
H.Daftar Pustaka

JNPK-KR Depkes RI. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Revisi 5. Depkes RI. Jakarta.
I.TUGAS MAHASISWA

Masing-masing mahasiswa mengerjakan atau membuat partograf sesuai
dengan skenario yang diberikan
J.Ceklis Dokumentasi PARTOGRAF
No
I
1
II
2
Informed consent
3
4
5
6
7
8
9
10
III
PENGISIAN LEMBAR PARTOGRAF
Mencatat informasi tentang ibu
Mencatat kondisi janin
Mencatat kemajuan persalinan
Mencatat jam dan waktu
Mencatat kontraksi uterus
Mencatat obat dan cairan yang diberikan
Mencatat kondisi ibu
Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
PROFESIONALISME
Tunjukkan sikap percaya diri
11
Aspek Penilaian
INTERPERSONAL
Umpan Balik
PROSEDURAL
Persiapan alat
224
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NIFAS
dr. Fajriani Damhuri
A.
TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Nifas
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mahasiswa mampu melakukan anamnesis nifas dengan baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan nifas dengan benar
C. ALAT DAN BAHAN
 Pasien simulasi
 Meja dan kursi periksa
 Alat tulis
D. SKENARIO
Seorang pasien perempuan P1A0 berumur 25 tahun, datang ke praktek Anda untuk
kontrol paska melahirkan seminggu yang lalu.
E. Dasar Teori
Masa nifas atau yang juga dikenal sebagai masa puerperium adalah masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Periode 6 minggu pasca persalinan, disebut juga masa involusi
(periode di mana sistem reproduksi wanita postpartum kembali kepada keadaannya
seperti sebelum hamil). Di masyarakat Indonesia, masa nifas (puerperium) berlangsung
kurang lebih selama 40 hari.
Pada masa nifas (peurperium) akan terjadi perubahan pada tubuh, dia
antaranya adalah :
225
CSL Semester 4
Edisi Kedua
1. Involusi Uterus
Kontraksi
uterus
meningkat
setelah
bayi
keluar.
Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas.
Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat keras karena kontraksi dan retraksi
otot-ototnya.
Pada awal setelah placenta keluar, ukuran uterus sekitar 1 jari di bawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari,
uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba lagi dari luar.
Setelah 6 minggu tercapai lagi ukurannya yang normal. Involusi terjadi karena
masing-masing sel menjadi lebih kecil yang diakibatkan oleh pengeluaran
sitoplasma yang berlebihan.
2. Involusi Tempat Placenta
Setelah persalinan, tempat placenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2
cm.
3. Perubahan Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang menduga bahwa
pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.
4. Perubahan Pada Cervix dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervicalis.
226
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5. Saluran Kencing
Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hiperemia. Kadangkadang edema dari trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudahnya masih tinggal urine
residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam
waktu 2 minggu.
6. Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak radial dan
terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri
pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai saluran
halus untuk mengalirkan air susu. Saluran-saluran halus ini bersatu menjadi satu
saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat
menuju ke puting susu di mana masing-masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam
kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan
colostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Masalah yang dapat timbul pada masa nifas anatar lain demam lebih dari 38oC
pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama postpartum. Demam ini biasanya
disebabkan infeksi nifas. Nadi yang cepat terdapat pada ibu yang nerveus, yang banyak
kehilangan darah, atau mengalami persalinan yang sulit.
His pengiring (royan) terutama terasa oleh multipara, karena rahimnya
berkontraksi dan berelaksasi, yang menimbulkan perasaan nyeri. His pengiring terutama
terasa waktu menyusukan anaknya. Biasanya setelah 48 jam postpartum tidak seberapa
mengganggu lagi. Primipara kurang diganggu oleh his pengiring, karena uterusnya
dalam kontraksi dan retraksi yang tonis.
227
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gangguan psikologis pasca melahirkan perlu diwaspadai, yang disebut dengan
baby blue syndrome maupun depresi. Gejala yang dapat terlihat seperti kehilangan
minta, lemas, murung, nafsu makan hilang, sering merasa cemas berlebihan terutama
untuk bayinya, keinginan menyakiti diri sendiri.
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang
dinamakan lochia. Lochia tidak lain dari pada sekret luka yang berasal dari luka dalam
rahim terutama luka placenta. Maka sifat lochia berubah seperti sekret luka menurut
tingkat penyembuhan luka. Pada 2 hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia
rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer, yang disebut lochia serosa, dan pada hari
ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochia alba. Warna ini
disebabkan karena banyak leukosit terdapat di dalamnya. Lochia berbau amis dan lochia
yang berbau busuk menandakan infeksi. Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2
minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa placenta atau karena involusi yang kurang
sempurna yang sering disebabkan retrofleksio uteri.
Pada proses miksi harus diperhatikan karena ditakutkan terjadi retensio urin
postpartum yang disebabkan karena tekanan intra abdominal berkurang, otot-otot perut
masih lemah, edema dari uretra, dinding kandung kencing kurang sensitif.
Pada defekasi juga diperhatikan harus diberi tindakan bila penderita hari ketiga
belum juga buang air besar.
Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus
segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan port d‘entree dan dapat
menimbulkan mastitis. Air susu yang menjadi kering merupakan kerak dan dapat
merangsang kulit sehingga timbul eczema, maka sebaiknya puting susu dibersihkan
dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi.
Masa postpartum merupakan saat yang paling baik untuk menawarkan
kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling tinggi. Oleh karena pil dapat
mempengaruhi sekresi air susu biasanya ditawarkan IUD, injeksi, atau sterilisasi.
228
CSL Semester 4
Edisi Kedua
F. PROSEDURAL
 Senyum, salam, sapa dan melakukan informed consent
 Anamnesis Nifas
1) Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa
2) Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan keluhan utama
3) Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan,
penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas
4) Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat,
penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak
5) Menanyakan frekuensi BAB dan BAK
6) Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya,
jumlahnya
7) Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu,
bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada
keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet)
8) Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak
9) Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran
 Pemeriksaan Nifas
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan kepala : anemis atau tidak
3) Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI),
pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan.
4) Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh
5) Pemeriksaan genitalia :
Perineum ( apakah ada edema dan hematoma)
Memeriksa luka jahitan episiotomy
229
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Kebersihan daerah perineum
Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya)
6) Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises.
G.DAFTAR PUSTAKA
 Cunningham, T Gary, Williams Obstetrics 22nd Edition.2005.USA.McGrawHill Companies,Inc
 Sastrawinata, et all. editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi
Edisi 2.2003.Jakarta EGC
 Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Anonim.2006.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung
Cek List Anamnesis dan Pemeriksaan Nifas
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Prosedur/Aspek Penilaian
Umpan Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER PASIEN
Senyum, salam dan sapa
Mempersilakan duduk berhadapan
Memperkenalkan diri
Informed
Menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit
pasien
Consent
Meminta waktu dan izin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
ANAMNESIS NIFAS
Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan keluhan utama
Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan,
penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas
Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat,
penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak
230
CSL Semester 4
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Edisi Kedua
Menanyakan frekuensi BAB dan BAK
Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya,
jumlahnya
Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu,
bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada
keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet)
Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak
Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran
PEMERIKSAAN NIFAS
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (Tensi, Nadi, Respirasi, Suhu)
Pemeriksaan Kepala :
Konjungtiva apakah anemis atau tidak
Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI),
pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan.
Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh.
Pemeriksaan genitalia :
a. Perineum ( apakah ada edema dan hematoma)
b. Memeriksa luka jahitan episiotomy
c. Kebersihan daerah perineum
d. Pengeluaran lochia (jenismya, warnanya, baunya, jumlahnya)
Pemeriksaan ekstremitas bawah : apakah ada edema, atau varises.
Pemeriksaan fisik telah selesai persilakan kembali pasien duduk di meja
konsultasi
23
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau
pertanyaan yang kurang jelas)
Mencatat semua hasil anamnesis
24
Menyimpulkan dan menginterpretasi hasil anamnesis
25
Tunjukkan sikap percaya diri
26
Tunjukkan sikap menghormati pasien
27
Mengakhiri anamnesis dengan sikap baik
28
Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedural
22
ITEM PROFESIONALISME
231
CSL Semester 4
Edisi Kedua
RESUSITASI NEONATUS (BAYI BARU LAHIR)
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, DR.dr. Prambudi Rukmono, SpA(K)
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Prosedur Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (Neonatus)
B. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir
pada model
b. Tujuan Instruksional Khusus
 Mahasiswa mampu melakukan penilaian awal (initial assessment) pada
bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
 Mahasiswa mampu melakukan persiapan resusitasi bayi baru lahir
meliputi persiapan keluarga pasien (informed consent), persiapan alat
dan tempat resusitasi, persiapan diri penolong
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur langkah awal resusitasi dengan
runtut dan benar.
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur ventilasi tekanan positif (VTP)
dengan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pijat jantung bayi dengan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur evaluasi serta mengambil
keputusan klinik dengan baik dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pasca resusitasi
C. Level Kompetensi
Keterampilan
Therapeutic skills, examinations and operation of the child
Intubation
Resuscitation
Accident and emergency in Surgery : Skills List
Mouth-to-mouth/ nose resuscitation
Mask ventilation
Level of expected Ability
-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-1- -2- -3- -4-
D. Alat dan Bahan
 Manekin infant crisis manekin
 Set resusitasi (Ambu bag/ balon-sungkup dengan atau tanpa reservoir)
 Kain kering dan bersih 3
 Meja resusitasi
 Lampu penghangat
 Alat penghisap lender bayi (Suction De Lee)
 Sarung tangan steril
232
CSL Semester 4






Edisi Kedua
Set Dekontaminasi; larutan klorin 0,5%, larutan DTT
Lembar rekam medis
Spuit injeksi 3 cc
Adrenaline injeksi 1 Ampul (1:10.000-konsentrasi 0,1mg/ml)
Volume ekspander ; NaCl 0,9%
Tabung oksigen, regulator dan selang penghubungnya
E. Skenario
Ny. Risti G1P0A0 melahirkan anak pertama, ketuban sudah pecah sejak 12
jam SMRS. Bayi lahir di bidan per vaginam, bayi tidak menangis, nafas megap-megap.
Anda dokter jaga yang bertugas di rumah sakit tersebut dimintai bantuan oleh Bidan
tersebut untuk resusitasi bayi baru lahir.
F. Dasar Teori
1. Latar Belakang
Secara global di dunia, penyebab kematian bayi baru lahir antara lain Infeksi
(32%), Asfiksia (29%), Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)/prematuritas (24%),
Cacat Bawaan (10%) serta lain-lain (5%). Asfiksia menjadi penyebab kematian
terbanyak ke 2 didunia. Diperkirakan 3% (3,6 juta) dari 120 juta BBL mengalami
asfiksia dan sekitar 1 juta diantaranya meninggal dunia.
Di Indonesia asfiksia juga menjadi penyebab kematian bayi terbanyak kedua
setelah BBLR. Asfiksia seyogyanya bisa ditekan jika tenaga kesehatan yang membantu
persalinan dapat menatalaksananya dengan tepat dan benar. Resusitasi pada bayi baru
lahir seharusnya sudah harus diketahui oleh tenaga kesehatan yang membantu
persalinan termasuk dokter umum. Bahkan di luar negeri Resusitasi kardiopulmonal
tidak hanya diwajibkan bagi tenaga kesehatan bahkan tenaga non-kesehatanpun yang
bertugas di pelayanan publik harus mengetahuinya.
Asfiksia pada bayi baru lahir merupakan suatu kegawatdaruratan medis.
Kadang kala dapat diprediksi sebelum kelahiran namun tidak jarang ditemukan setelah
kelahiran bayi. Kegagalan sirkulasi dalam waktu 3-4 menit dapat menyebabkan
kerusakan permanen pada otak yang akhirnya berujung pada kematian. ―Time saving is
life saving‖, Waktu adalah nyawa. Oleh karena itu, resusitasi yang cepat dan tepat
sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa sang bayi.
2. Pengertian
Resusitasi merupakan suatu prosedur kegawatdaruratan medis yang dilakukan
untuk mencegah suatu episode henti nafas (respiratory arrest) dan/atau henti jantung
(cardiac arrest) yang dapat menyebabkan kematian biologis untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan/atau sirkulasi tersebut sehingga memungkinkan untuk hidup
normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali. Istilah lain resusitasi
antara lain : reanimasi, Resusitasi Jantung Paru (RJP), Resusitasi Jantung Paru Otak
(RJPO), Resusitasi kardiopulmonal (RKP).
233
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Bayi Baru Lahir (newborn) adalah bayi yang baru dilahirkan sampai dengan
beberapa jam setelah kelahiran, Neonatus (periode neonatal) adalah bayi yang berumur
1-28 hari dan Bayi (Infant) adalah Bayi dari umur 1 bulan (28 hari) sampai dengan 1
tahun.
Resusitasi Bayi Baru Lahir adalah Resusitasi yang dilakukan pada bayi baru
lahir yang mengalami kesulitan/kegagalan bernafas (asfiksia). Istilah lain juga dikenaal
sebagai resusitasi neonatus.
3. Indikasi
A. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
1. Apnea; Grasping Respiration
Pada bayi baru lahir, indikasi tersering resusitasi adalah akibat asfiksia.
Asfiksia merupakan kegagalan untuk memulai & melanjutkan pernafasan pada BBL
sehingga Bayi tidak bernafas secara spontan & teratur. Bayi biasanya tidak menangis,
tidak bergerak aktif dan kulit bayi terlihat kebiruan (sianosis). Pada awal kelahiran
sirkulasi bayi masih mengandung O2 dari sirkulasi maternal, namun dalam beberapa
menit jika bayi tidak bernafas atau bernafas tidak adekuat (megap-megap) maka akan
terjadi terjadi kegagalan sirkulasi. Dalam 3-4 menit kegagalan sirkulasi dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen dan akhirnya menyebabkan kematian.
Jika bayi tidak bernafas (apnea)/bernafas megap-megap (grasping respiration)
kenali sebagai suatu gejala asfiksia sehingga memerlukan resusitasi dengan segera.
2. Denyut Jantung < 100 kali per menit
Pada bayi dengan denyut jantung (DJ) < 100 kali per menit juga langsung
dilakukan ventilasi. Yang digunakan adalah Ambu bag/balon-sungkup dengan atau
tanpa reservoir.
3. Sianosis yang menetap setelah pemberian oksigen aliran bebas
Jika bayi bernafas, DJ>100 tetapi sianosis dianjurkan memberikan oksigen aliran bebas.
Tetapi jika masih menetap setelah diobservasi ±90 detik maka lakukan VTP.
(Selengkapnya lihat prosedur/tabel skema resusitasi BBL)
B. Kompresi Dada
Kompresi dada tidak selalu dilakukan dalam prosedur resusitasi jika ventilasi
dapat dilakukan dengan baik. Kompresi dada dilakukan jika :
• Denyut Jantung Bayi < 60 kali permenit (setelah minimal 30 detik (1 siklus)
ventilasi yang adekuat)
• Denyut Jantung Bayi 60-80 kali per menit tetapi tidak ada peningkatan
4.
Tujuan Resusitasi
Tujuan dilakukan resusitasi adalah untuk mencapai ventilasi adekuat, O 2 dan
Curah Jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung, dan alat vital
lainnya sehingga mencegah kegagalan respirasi dan atau sirkulasi, serta kematian
biologis.
234
CSL Semester 4
5.
Edisi Kedua
Fase-fase Resusitasi
Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya :
1.FASE I : Bantuan/Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support)
Yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas
dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari :
• A (Airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
• B (Breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
• C (Circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
2.FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support)
Yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan :
• D (Drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
• E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL,
untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal
ventricular complexes.
• F (Fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
3.FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
• G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara
terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
• H (Head) : Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah
terjadinya kelainan neurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera
dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu
antara 30° — 32°C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang
ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan
hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
• I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran
pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikankejang
G. PROSEDUR
Prosedur resusitasi meliputi Persiapan, Resusitasi dan Post Resusitasi.
Ventilasi efektif merupakan kunci keberhasilan tindakan resusitasi.
235
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 22. Diagram Alur Resusitasi Neonatal
(Sumber : Resusitasi Neonatus, UKK Neonatologi IDAI, 2015)
236
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Adapun rincian prosedur dalam resusitasi BBL sebagai berikut:
1) Antisipasi kemungkinan bayi yang memerlukan Resusitasi
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir harus
dapat kita kenali dan kita antisipasi. Adapun asfiksia dapat tejadi akibat faktor-faktor
berikut :
1. Faktor Ibu :
• Preeklampsia/Eklampsia, hipertensi kronik
• Perdarahan pada trimester 2-3
• Pemakaian obat-obatan ; Lithium, Mg, α-blocker, Narkotik
• Diabetes Mellitus
• Penyakit kronis
• Anemia
• Partus lama/macet
• Demam & infeksi maternal
• Pembiusan yang lama
• Riw. Kematian janin/ bayi sebelumnya
2. Faktor Janin
• Kurang bulan
• Janin Kembar
• Kurang Bulan (<35 minggu)
• Post matur (>42 minggu)
• Inkompatibilitas golongan darah rhesus/ABO
• Poli-/Oligohydramnion
• Infeksi intaruterine
• Kelainan bawaan (Anomali congenital)
• Berkurangnya gerakan janin
3. Faktor selama atau sesudah persalinan
• Persalinan Sulit
• Air Ketuban bercampur mekoneum
• Vakum, forsep ekstraksi
• Lilitan Tali Pusat
• Prolaps tali pusat
• Perdarahan antepartum; Plasenta previa, vasa previa, abruptio plasenta
• Pemakaian narkotika atau pembiusan umum misal pada operasi sesar
2) Persiapan
a. Persiapan keluarga
Sebelum melakukan pertolongan persalinan sebaiknya dibicarakan dengan
keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayi
dan persiapan persalinan. Serta penolong persalinan harus jeli mengantisipasi
kemungkinan bayi yang memerlukan resusitasi seperti yang sudah dijelaskan
237
CSL Semester 4
Edisi Kedua
sebelumnya. Untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang baik penolong dengan pasien
sangat diperlukan untuk menggali anamnesis riwayat obstetric pasien.
Lakukan Informed-consent pada ibu dan pihak keluarga, Beritahu dan jelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa kemungkinan bayi mengalami masalah sehingga perlu
dilakukan tindakan resusitasi, Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta
mereka ikut membantu serta meminta persetujuan lisan.
b. Persiapan tempat resusitasi :
• Ruangan yang terang, hangat dan dilengkapi dengan jam dinding
• Meja resusitasi yang datar rata dan keras
• Pemancar panas atau lampu 60 watt yang berjarak 60 cm dari bayi
• Kain bersih, kering, hangat 3 buah :
o 1 untuk mengeringkan bayi  kemudian dibuang
o 1 alasnya kemudian untuk menyelimuti bayi
o 1 yang terakhir untuk ganjal bahu saat memposisikan kepala sedikit
ekstensi
Gambar 23. Jenis-jenis sungkup ;
anatomis dan bulat
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
Gambar 24. Meja Resusitasi
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
Gambar 25. Balon sungkup mengembang
sendiri (self inflating bag)
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
c.
Persiapan Peralatan Resusitasi
Pastikan semua peralatan sudah tersedia dan siap pakai sebelum membantu
persalinan.
• Balon-Sungkup (dengan pengatur tekanan)
o Mengembang sendiri
o Tidak mengembang sendiri
238
CSL Semester 4
Edisi Kedua
•
Sungkup yang efektif disesuaikan dengan ukuran bayi. Jenis sungkup ada 2 ;
sungkup bundar dan anatomis (lihat gambar sebelumnya. Sungkup harus
menutupi mulut, hidung dan dagu serta tidak boleh bocor. Ukuran sungkup
bayi :
o Ukuran 1 = untuk bayi dengan berat normal
o Ukuran 0 = untuk bayi dengan berat < 2500 gram
• Alat penghisap lendir bayi; kateter De Lee atau suction kecil
d. Persiapan Penolong
Persiapan diri dimaksudkan untuk melindungi diri dari kemungkinan infeksi
dengan cara : Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastic, sepatu
tertutup); Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan; Cuci tangan
menurut WHO dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alcohol dan
gliserin; Keringkan dengan lap bersih; Selanjutnya gunakan sarung tangan DTT/ Steril
sebelum menolong persalinan secara aseptic.
3) Penilaian Sepintas Bayi baru Lahir (Initial Assessment):
Pastikan :
 Apakah bayi bernafas?
 Apakah bayi menangis?
 Apakah tonus baik (bayi bergerak aktif)?
Jika jawaban “YA” lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir 
Perawatan Rutin :
 Pastikan bayi tetap hangat
 Keringkan bayi
 Lanjutkan observasi pernafasan, laju denyut jantung, dan tonus otot
Jika jawaban “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir 
Langkah Awal
4) Langkah Awal Resusitasi (Initial Steps)
Langkah awal resusitasi yang kesemuanya harus dilakukan dengan runtut
dalam waktu 30 detik, meliputi :
1. Jaga Kehangatan bayi. Selimuti bayi dengan handuk/selimut kering yang
diletakkan diatas perut ibu, bagian muka dan dada bayi tetap terbuka. Potong
tali pusat dan Pindahkan ke meja resusitasi dengan pemancar panas yang telah
ditentukan
2. Atur Posisi bayi. Letakkan bayi di tempat resusitasi. Posisi penolong di bagian
kepala bayi. Posisikan kepala bayi  kepala sedikit ekstensi dengan
memasang dan mengatur kain ganjal bahu bayi yang telah disiapkan
(Membuka airway=A)
239
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 26. Memposisikan Kepala
bayi yang benar
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
3. Bersihkan Jalan Nafas  Hisap Lendir Bayi. Bersihkan jalan nafas dengan
menghisap lendir bayi menggunakan penghisap lender De Lee. Mulai dari
mulut dulu baru hidung, pada mulut sedalam < 5 cm dan hidung bayi sedalam
< 3 cm. Jika terdapat mekoneum, lihat bagan air ketuban bercampur
mekoneum. Gunakan kateter penghisap 12 F atau 14 F.
Catt :
 Ingat Mulut (Mouth) dulu  baru Hidung (Nose)
 M dulu  baru N
Gambar 27. Cara
menghisap lendir bayi
4. Keringkan dan Stimulasi (rangsang taktil). Keringkan bayi (dengan sedikit
tekanan) dan gosok-gosok dada, perut, punggung bayi sebagai rangsangan
taktil untuk merangsang pernafasan. Ganti kain basah dengan kain yang bersih
dan kering. Biarkan muka dan dada terbuka. Melakukan stimulasi/ rangsang
taktil dengan cara Menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau Menggosok
punggung, perut, dada atau ekstremitas bayi
Tabel 4. Hal yang tidak dianjurkan untuk stimulasi bayi :
No
Tindakan Berbahaya
Akibat Yang Bisa Terjadi
1 Menepuk punggung
Perlukaan
Patahtulang, pneumotoraks, distress napas,
2 Menekan rongga dada
kematian
3 Menekankan paha keperut Pecahnya hati, limpa
4 Dilatasi sfingter ani
Robeknya sfingter ani
5 Kompres dingin,panas
Hipotermi, Hipertermi
Menggoyang–goyang
6
Kerusakan Otak
tubuh
240
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 28. Langkah Awal (initial step) & Stimulasi pada BBL
(Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006)
5. Mereposisikan kepala bayi
6. Nilai bayi : Usaha Nafas, Laju Denyut Jantung (LDJ) dan Tonus Otot
HASIL
Bila bayi ―BERNAFAS SPONTAN”  Nilai apakah ada distres pernafasan atau tidak
Bila bayi :
- “TIDAK BERNAFAS/ MEGAP-MEGAP
DAN ATAU
- LDJ < 100X/menit
VENTILASI TEKANAN POSITIF (VTP)
Pemantauan SpO2
241
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5) Ventilasi
Jika setelah penilaian langkah awal bayi memerlukan ventilasi (lihat Indikasi
VTP diatas) maka Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dilakukan dengan Ambu-bag jika
bayi tidak bernafas atau Denyut Jantung < 100x/menit, Ventilasi dengan oksigen aliran
bebas jika DJ > 100x/menit tetapi bayi sianosis.
O2 mask held close to the baby’s
face to give close to 100% O2
O2 delivered by tubing held in cupped hand
over baby’s face
Gambar 29. Cara memberikan oksigen aliran bebas
(Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006)
Frekuensi VTP
Frekuensi Ventilasi 40-60 kali permenit. Atau 20 kali dalam 30 detik. Tekanan awal 3040 cm H2O. Irama memberikan pompaan pada VTP adalah 2 pompaan dalam 3 detik,
sebagai berikut :
Gambar 30. Frekuensi & Koordinasi (Irama) VTP dan Kompresi dada
(Sumber : Resusitasi Bayi Baru Lahir untuk Bidan. 2009)
Cara memegang dan posisi sungkup pada wajah adalah sebagai berikut :
Gambar 31. Cara Memegang
Sungkup dan posisi pemasangan
sungkup pada wajah bayi
(Sumber : Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. 2006)
242
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Hal-hal yang harus diperhatikan saat ventilasi:
 Pilih sungkup dengan ukuran yang sesuai dan Pasang sungkup karet dengan
benar (menutupi hidung, mulut dan dagu bayi dengan rapat/tak ada kebocoran)
 Memastikan posisi kepala bayi tetap sedikit ekstensi
 Lakukan ventilasi percobaan dengan memperhatikan gerakan dinding dada.
Lakukan 2 kali ventilasi dengan pompaan pada balon atau tiupan dengan
tekanan 30-40 cmH2O
o Tekan balon ambu-bag atau tiup pangkal tabung sungkup
o Sisihkan pakaian/ kain yang menutupi dinding dada bayi
o Naiknya dinding dada mencerminkan mengembangnya paru dan
udara masuk dengan baik
o Bila tidak mengembang koreksi kemungkinan kebocoran pada
perlekatan sungkup, posisi kepala dan jalan nafas ataupun sumbatan
jalan nafas oleh lender
 Ventilasi definitif lanjutan dilakukan dengan frekuensi 20 kali/ 30 detik
Posisi penolong harus melihat ke dada bayi. Ventilasi yang efektif ditunjukkan dengan
naiknya dinding dada bayi bilateral, bayi bernafas dan DJ adekuat >100x/menit dan
warna kulit bayi merah muda.
Gambar 32. posisi penolong
dan Evaluasi pengembangan
paru
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
6) Evaluasi
Evaluasi yang dilihat pada resusitasi bayi meliputi : Usaha Nafas, Denyut
Jantung dan Warna Kulit. Setelah ventilasi 30 detik maka dilakukan evaluasi terhadap
ketiga hal di atas.
 Jika setelah 30 detik pertama ventilasi bayi menangis kuat, tidak sianosis DJ>
100x/menit dan bergerak aktif maka hentikan VTP, selimuti bayi dan serahkan
kepada ibunya untuk IMD dan perawatan observasi.
 Jika setelah 30 detik pertama bayi belum bernafas spontan atau megap-megap,
DJ >100x/menit dan sianosis maka lanjutkan tindakan ventilasi
 JIKA SETELAH 30 DETIK LDJ TETAP < 100X/MENIT  NILAI
PENGEMBANGAN DADA
 Bila dada tidak mengembang adekuat  evaluasi :
Posisi kepala bayi
243
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Obstruksi jalan nafas
Kebocoran sungkup
Tekanan puncak inpirasi cukup atau tidak
 Bila dada mengembang adekuat namun LDJ < 60x/menit:
VTP + kompresi dada (3 kompresi tiap 1 nafas)
Pertimbangkan intubasi
Evaluasi : LDJ dan usaha nafas tiap 60 detik
7) Kompresi dada/jantung
Kompresi Jantung dan VTP dilakukan dengan 2 orang penolong. Kompresi
dilakukan jika setelah penilaian terhadap ventilasi setelah 30 detik, Denyut Jantung (DJ)
Bayi < 60x/menit, dan atau 60-80 kali per menit tetapi tidak ada perbaikan/peningkatan
maka selain VTP berikan Kompresi dada (Pijat Jantung Luar) pada bayi.
Ada 2 cara teknik melakukan kompresi jantung pada bayi :
1. Teknik 2 jari, dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah penolong
2. Teknik ibu jari. Dengan menggunakan kedua ibu jari tangan penolong
sedangkan jari-jari lainnya melingkari dada menjadi alas penyangga resusitasi
sebagaimana gambar berikut.
Gambar 33. Teknik Melakukan
VTP&Kompresi Dada BBL
(Sumber : Textbook of Neonatal
Resuscitation 5th ed. 2006)
Teknik pertama dapat dilakukan oleh satu penolong dengan posisi jari
diletakkan dan tidak boleh diangkat dari lokasi kompresi dada, ventilasi diberikan
dengan tiupan ke sungkup. Sedangkan pada anak yang lebih besar teknik kompresi
dapat menggunakan satu tangan dengan menggunakan tumit salah satu telapak tangan
atau dengan dua tangan seperti pada dewasa.
Lokasi 1/3 bawah tulang sternum. Berbeda pada dewasa, posisi ventrikel bayi lebih
tinggi.
Frekuensi dan Irama Kompresi dada harus terkoordinasi dengan VTP sebagai
berikut : Satu siklus terdiri dari 3 kompresi dada dan 1 VTP dilakukan selama 2 detik
(Rasio 3:1). Sehingga dalam satu menit ada 30 kali ventilasi dan 90 kali pijat jantung
244
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Irama :
Satu-Dua-Tiga-Pompa-Satu-Dua-Tiga-Pompa…dst.
Satu Siklus (2 detik)…
Satu Siklus (2 detik)…
Evaluasi kembali setelah 30 detik Kompresi dan VTP efektif :
 Jika belum terjadi perbaikan ; bayi belum bernafas/megap-megap, Denyut
Jantung (LDJ) < 60 kali permenit dan masih sianosis  pertimbangkan
pemberian obat dan cairan intravena  berikan Epinefrin/Adrenalin
konsentrasi 1:10.000 dengan dosis 0,01-0,03 mg/kgBB atau setara dengan 0,10,3mL/kgBB secara intra vena (i.v) atau endotrakeal. Kemudian lanjutkan VTP
dan kompresi dada. Catatan :
o Dosis Via endotracheal tube (ETT) lebih tinggi = 1 mL/kgBB 
dengan spuit 3 cc (Diberikan lebih awal sementara dosis iv
dipersiapkan)
o Dosis i.v = 0,1 mL/kg lewat Catheterisasi Vena Umbilicalis (spuit 1
ml diikuti 5 ml saline NaCl 0,9% bolus)
(The New NRP Algorithm-canadian NRP-2006 Addendum)
 Pertimbangkan pemberian Volume ekspander jika BBL yang di resusitasi
mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis : pucat, perfusi
buruk, nadi kecil dan lemah Capillary Refill Time > 2detik dan tidak ada
respon dengan resusitasi. Cairan yang dipakai NaCl 0,9% dengan dosis
10ml/kgBB i.v 5-10 menit.
 Jika bayi belum bernafas spontan dan sianosis tetapi DJ > 60x/menit 
lakukan ventilasi saja dan selanjutnya lakukan penilaian seperti poin
sebelumnya
 Jika bayi tidak bernafas dan telah di ventilasi lebih dari 2 menit  siapkan
rujukan sambil tetap melakukan VTP + kompresi dada, dan diselingi dengan
pemberian adrenalin setiap 3-5 menit.
 Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernafas dan tidak ada denyut
jantung (Resusitasi tidak berhasil).
8) Tindakan Pasca Resusitasi
 Bila Resusitasi berhasil (jika bayi sudah bernafas efektif, warna kulit merah
muda, DJ>100x/menit  Lakukan perawatan pasca resusitasi
 Bila perlu rujukan ; konseling untuk merujuk bayi beserta ibu dan keluarga,
lanjutkan resusitasi, memantau tanda bahaya, mencegah hipotermi,
memberikan Vitamin K, mencegah infeksi, membuat surat rujukan serta
melakukan pencatatan dan pelaporan kasus
245
CSL Semester 4


Edisi Kedua
Bila resusitasi tidak berhasil : melakukan konseling pada ibu dan keluarga,
member petunjuk perawatan payudara serta melakukan pencatatan dan
pelaporan kasus
Dekontaminasi seluruh peralatan
H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim (Statewide Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program ), 2009.
Neonatal
resuscitation,
Queensland
Government.
URL
http://www.health.qld.gov.au/cpic/documents/mguide_NeonatResv4.pdf
Anonim. 2006. The New NRP Algorithm. NRP 2006 – Western Canada Launch.
Vancouver,
BC.
Didownload
dari
:
http://www.rcpals.com/downloads/2007files/march/march18/Neonatal_Resus
citation_update.ppt
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan KlinikKesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Kattwinkel, J. 2006. Textbook of Neonatal Resuscitation 5th ed. The American Academy
of Paediatrics. Didownload dari :
http://dc161.4shared.com/download/gB6K5IST/AAP_Neonatal_Resuscitaion
_Text.pdf?tsid=20100817-072042-243637b9
Kosim, M. Sholeh. 2005. Buku Panduan : Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk
Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit Rujukan Dasar. MNH-JHPIEGOIDAI UKK Perinatologi-Depkes RI.
Kukreja, Sudeep, M.D. 2005. Neonatal Resuscitation. Associate Director, NICU
Children‘s Hospital of Orange County Orange, CA 92868
Lily Rundjan. 2006. Resusitasi Jantung Paru pada Neonatus. Divisi Neonatologi.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta. Indonesia
Lutfia Haksari, Ekawaty. 2009. Resusitasi Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Bagian
Perinatologi FK-UGM-RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta.
Murphy, Patti MD. FRCPC. 2007. NRP_2006_presentation : Department of
Anesthesiology University of Ottawa. February 14 th, 2007. Didownload dari :
http://www.ottawa-anesthesia.org/rounds/.ppt
Pusponegoro, Hardiono D. et.al. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Edisi I 2004. : Asfiksia Neonatorum. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
Saugstad, Ola Didrik. 2007. New guidelines for newborn resuscitation. Acta Pædiatrica
2007 96, pp. 333–337. Didownload dari :
http://www.nacerlatinoamericano.org/_Archivos/_Menuprincipal/08_Guias/reanimaci%F3n%20neonatal.pdf
Siahaan, Oloan SM. 1992. Resusitasi Jantung, Paru, dan Otak. Cermin Dunia
Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992 hal 129-137
246
CSL Semester 4
I.
Edisi Kedua
Evaluasi
Cek List OSCE CSL Resusitasi Neonatus
No
Aspek yang dinilai
1
2
Melakukan komunikasi interpersonal & informed-consent
Melakukan persiapan alat, tempat resusitasi dan persiapan diri
penolong dengan baik
Melakukan penilaian sepintas (initial assessment) dengan benar
Melakukan prosedur langkah awal dengan runtut, benar dan tepat
waktu
Menghisap Lendir Bayi dengan alat dan cara yang benar
Mengeringkan dan Stimulasi (rangsang taktil ) pada bayi dengan benar
serta mereposisikan kembali bayi dilanjutkan penilaian terhadap
assesmen awal : nilai usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung bayi
Memberikan ventilasi tekanan positif dengan benar
Melakukan evaluasi terhadap usaha nafas, denyut jantung dan warna
kulit
Melakukan VTP dan Kompresi dada secara terkoordinasi dengan
frekuensi dan irama yang benar
Melakukan evaluasi kembali  dan memberikan injeksi epinefrin per
tracheal atau iv
Melakukan tindakan pasca resusitasi secara dengan baik dan benar
Melakukan prosedur resusitasi dengan professional
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umpan Balik
Cek List Latihan Resusitasi Neonatus
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Aspek yang dinilai
Umpan Balik
Interaksi Dokter Pasien
Melakukan Komunikasi interpersonal dengan keluarga pasien secara baik (senyum
salam sapa)
Beritahu dan jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayi mengalami masalah
sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi (informed)
Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini serta mintalah persetujuan lisan
(consent)
PERSIAPAN
Melakukan persiapan dan pengecekan alat Ambubag set, sumber oksigen dan
penghubung
Mempersiapkan tempat resusitasi

Meja resusitasi yang datar rata dan keras

Menghidupkan lampu pemancar/ penghangat bayi

Kain alas (2) dan ganjal bahu
Persiapan penolong; memakai APD sudah dilakukan sebelum membantu
persalinan
Initial assessment
Melakukan penilaian sepintas (initial assessment) dengan benar
(Menyebutkan hal apa saja yang dinilai)
LANGKAH AWAL
Menjaga kehangatan bayi/termoregulasi
Mengatur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi untuk membuka jalan nafas
(Airway)
247
CSL Semester 4
10
11
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Edisi Kedua
Menghisap Lendir Bayi dengan alat dan cara yang benar (Mulai dari mulut dulu
baru hidung dengan kedalaman yang benar)
Mengeringkan dan Stimulasi (rangsang taktil ) pada bayi dengan benar
Mereposisikan kembali bayi
Nnilai usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung bayi
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Memberikan ventilasi tekanan positif percobaan (2x pompaan, memakai balon
sungkup (Ambu bag) ukuran sesuai, cara memegang benar, posisi kepala
bayi/model sedikit ekstensi, dada model mengembang saat dipompa)
Mengevaluasi jika terjadi kebocoran pada pompa percobaan
Meneruskan VTP dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik.
EVALUASI
Melakukan Evaluasi terhadap Usaha nafas, denyut Jantung dan warna kulit
VTP + Kompresi Dada
Bila bayi belum bernafas dan Denyut Jantung < 60x/menit, melanjutkan VTP dan
Kompresi dada secara terkoordinasi dengan frekuensi dan irama yang benar
atau Meneruskan ventilasi dada saja jika DJ>60x/menit
Menilai lagi bayi : usaha nafas, denyut jantung warna kulit & Mengambil
keputusan klinis dengan benar
Epinephrine

Bila DJ masih < 60x/menit berikan epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada

bila DJ>60x/menit kompresi dada dihentikan VTP diteruskan

Bayi tidak bernafas dan telah di ventilasi lebih dari 2 menit  siapkan
rujukan sambil tetap lakukan VTP dan kompresi dada, diselingi pemberian
epinefrin setiap 3-5 menit.

Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernafas dan tidak ada
denyut jantung
Tindakan Pasca Resusitasi
Melakukan tindakan pasca resusitasi secara dengan baik dan benar

Bila Resusitasi berhasil (jika bayi sudah bernafas efektif, warna kulit merah
muda, DJ>100x/menit  Lakukan perawatan pasca resusitasi

Bila perlu rujukan ; konseling untuk merujuk bayi beserta ibu dan keluarga,
lanjutkan resusitasi, memantau tanda bahaya, mencegah hipotermi,
memberikan Vitamin K, mencegah infeksi, membuat surat rujukan serta
melakukan pencatatan dan pelaporan kasus

Bila resusitasi tidak berhasil : melakukan konseling pada ibu dan keluarga,
member petunjuk perawatan payudara serta melakukan pencatatan dan
pelaporan kasus
Dekontaminasi seluruh peralatan
Melepas handskoon dan cuci tangan menurut WHO
Profesionalisme
Melakukan prosedur resusitasi dengan professional
248
CSL Semester 4
Edisi Kedua
INSISI ABSES BARTOLINI
dr. Dian Isti Angraini, MPH
A. TEMA
Keterampilan prosedural insisi abses bartolini (marsupialisasi)
B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur insisi
abses bartolini
C. ALAT DAN BAHAN
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
Sarung tangan steril
Larutan yodium
Jarum 26G
Spuit 5ml
Lidocain ampul
Scalpel
2 Hemostat kecil untuk memegang dinding kista
Kassa steril
1 hemostat untuk memecah lokulasi
Jarum dan benang absorbable 2-0
Needle holder
Gunting
D. SKENARIO
Seorang wanita, berusia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri di daerah
kemaluan. Nyeri dirasakan sangat berat dan mengganggu ketika berjalan dan
duduk. Wanita tersebut mengatakan terdapat benjolan bernanah di bibir kiri alat
kelaminnya. Setelah selesai anamnesis, Anda melakukan pemeriksaan fisik dan
Anda mendiagnosa wanita tersebut menderita abses bartolini. Kemudian Anda
merencanakan untuk melakukan tindakan marsupialisasi.
E. DASAR TEORI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di
bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar
ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
249
CSL Semester 4
Edisi Kedua
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.
Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi
penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari
bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina,
sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore
serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus
dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar
Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen
yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian
eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut.
Gambar 1. Kista Bartolini
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi
dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista
tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar
250
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita
usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya
merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin
dengan diameter 1-3 cms eringkali asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih
besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat
dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses
Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat
dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial.
Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa
disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:
 Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.
 Dispareunia
 Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
 Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat
mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Tindakan penatalaksanaan abses bartolini salah satunya dengan melakukan
insisi abses bartolini (marsupialisasi). Marsupialisasi merupakan suatu insisi vertikal
pada bagian tengah kista. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan
saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan
dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan
jahitan interrupted
menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah
prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi
adalah sekitar 5-10 %.
F. PROSEDUR
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Tindakan sepsis-asepsis pada daerah yang akan dilakukan tindakan.
Pemberian anestesi lokal.
Dinding kista dijepit dengan menggunakan hemostat kecil
Dilakukan insisi vertikal pada vestibular, melewati bagian tengah kista dan bagian
luar cincin hymenal
Insisi dibuat sepanjang 1,5cm-3cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah dibuka, isi rongga akan keluar.
Irigasi rongga denga larutan saline.
Rusak lokulasi menggunakan hemostat.
251
CSL Semester 4
Edisi Kedua
9) Dinding kista dieversikan dan ditempelkan pada dinding mukosa vestibuler dengan
jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2-0
Gambar 2. Teknik Insisi Kista bartolini
G. DAFTAR PUSTAKA
252
CSL Semester 4
Edisi Kedua
RUPTUR PERINEUM, EPISIOTOMI DAN PENJAHITANNYA
dr. Dian Isti Angraini, MPH
A. TEMA
Keterampilan prosedural episiotomi, ruptur perineum dan penjahitan luka
B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur ruptur
perineum dan penjahitannya
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur
episiotomi dan penjahitannya
C. ALAT DAN BAHAN
D. SKENARIO
Seorang wanita, berusia 38 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke klinik Unila
dengan keluhan mules-mules dan keluar darah lendir. Dokter melakukan anamnesa
dan pemeriksaan fisik serta segera mempersiapkan proses persalinan. Karena janin
besar dan ibu adalah primigravida, maka Anda merencanakan melakukan
episiotomi.
E. DASAR TEORI
RUPTUR PERINEUM
Perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator ani).
Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang.
Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial
tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.
Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial
(dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus,
perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah
yang superfisial. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian
depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin
menyatu dengan otot contralateral superfisial transverse perineal (otot yang melintang
contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter). Kelenjar
bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya
253
CSL Semester 4
Edisi Kedua
membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan
duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora.
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan
belakang fasia membran perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis
dan sukar untuk digambarkan, karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli.
Dibagian yang sama terletak juga otot cincin external uretra.
Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4
Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara
vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya
terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian
belakang fouchette vulva dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber
bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar.
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo
rectalis, karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot
levator ani bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan
anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara
vagina dan kanal anus.
Anatomi anorektum
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis
dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm
dan terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis.
Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneus / bawah kulit), superfisial
(permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan
puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot halus
yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot
penyambung yang membujur rektum.
254
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Gambar 1. Struktur Perineum Wanita
Etiologi Ruptur Perineum
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
ingan parut
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada
jalan lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik
uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku,
kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.
Klasifikasi Ruptur Perineum
1) Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk
memperbesar saluran keluar vagina.
255
CSL Semester 4
Edisi Kedua
RUPTUR PERINEUM SPONTAN
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan:
a) Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum sedikit.
b) Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter
ani.
c) Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai
otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda
disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan
juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :
d) Tingkat IV :Robekan hingga epitel anus.
Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk
dalam klasifikasi diatas.
Gambar 2. Klasifikasi Ruptur Perineum
256
CSL Semester 4
Edisi Kedua
EPISIOTOMI (RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA)
Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum
meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum.
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Indikasi ibu antara lain adalah:
a. Primigravida umumnya
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
d. Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit
kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
Jenis Episiotomi
Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan
dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi
yaitu:
a. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
� perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
� sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah
dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi
m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4
257
CSL Semester 4
Edisi Kedua
cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah
ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan
daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga
penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga
setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
c. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut
arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena
banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
d. Insisi Schuchardt.
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.
Gambar 1. Jenis Episiotomi
Saat Melakukan Episiotomi
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka
episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka
otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu
sendiri tidak akan tercapai. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis
menganjurkan episiotomi dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan
diameter 3 - 4 cm pada waktu his.
Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah
cunam terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan
sebelum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko
258
CSL Semester 4
Edisi Kedua
perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam. Pada
persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir,
dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
PENJAHITAN (REPAIR) RUPTUR PERINEUM DAN EPISIOTOMI
Tujuan penjahitan/ repair :
• Mendekatkan/merapatkan jaringan.
• Menghentikan perdarahan (Hemostasis)
Teknik menjahit robekan perineum
1) Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara
angka delapan (figure of eight).
2) Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir
bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. pinggir robekan sebelah kiri dan
kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit
dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan, terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
3) Tingkat III : Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia
perektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan kromik catgut, sehingga
bertemu kembali. Ujung- ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan
diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan kromik catgut
sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II.
4) Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai
Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka
episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya
dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka
episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat
pembuluh darah yang terbuka.
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan
adalah sebgai berikut:
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga
restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.
3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.
4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan.
259
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.
Gambar 2. Teknik Penjahitan Metode Konvensional
Gambar 3. Teknik Penjahitan Kontinyu Non Locking
F.PROSEDUR
1) Persiapan
• Bantu ibu mengambil posisi litotomi.
• Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
• Hidupkan lampu sorot.
260
CSL Semester 4
Edisi Kedua
•
Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau
episiotomi,kemudian memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.
• Cuci tangan WHO
• Pakai sarung tangan steril.
• Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
• Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
• Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu.
• Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua.
• Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril yang baru setelah melakukan
pemeriksaan rektum.
• Berikan anastesi lokal
 Anestesi Lokal
 Masukkan cairan lidokain ke dalam spuit
 Tusukkan seluruh jarum dari tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan kulit
perineum ke arah perineum. Lakukan aspirasi untuk memeriksa adanya darah
dari pembuluh darah yang tertusuk.
 Ulangi seluruh langkah 3 pada sisi lain dari luka. Masing-masing sisi luka akan
memerlukan kira-kira 5 ml lidokain 1%.
 Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesia tersebut bekerja dan kemudian uji
daerah yang di anastesia dengan cara dicubit dengan forceps atau disentuh
dengan jarum yang tajam.
 Penjahitan laserasi
 Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian
dalam vagina.
 Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen
 Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi.
 Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi.
 Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas da teruskan
penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan
subkutikuler
 Tusukan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin himen.
 Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.
261
CSL Semester 4



Edisi Kedua
Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rectum.
Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih aman.
262
CSL Semester 4
Edisi Kedua
ULTRASONOGRAFI DALAM OBSTETRI
dr. Fajriani Damhuri
Ultrasonografi (USG) merupakan suatu metoda diagnostik dengan
menggunakan gelombang ultrasonik, untuk mempelajaristruktrur jaringan berdasarkan
gambaran ekho dari gelombang ultrasonik yang dipantulakan oleh jaringan.
Pemeriksaan USG saat ini dipandang sebagai metoda pemeriksaan yang noninovasif,
aman, praktis, dan hasilnya cukup akurat. Alat USG yang sekarang populer dan banyak
beredar dipasaran umumnya dari jenis real time yang mempunyai kualitas resolusi yang
cukup baik, bentuknya lebih kompak dan ringan, serta cara pengoperasiaannya lebih
praktis.
Fisika dasar gelombang Ultrasonik
Pemahaman mengenai sifat fisik gelombang ultrasonik sangat diperlukan di dalam
pemeriksaan USG, antara lain:
1) Untuk mengetahui prinsip kerja, cara pemakaian, dan cara pemeriksaan alat USG
2) Untuk membuat interpretasi gambaran USG, dan mengenal berbagai gambaran
artefak yang ditmbulkan
3) Untuk memahami efek biologik dan segi keamanan dalam penggunaan alat
diagnostik USG yang dewasa ini masih perlu dipantau.
Gelombang ultrasonik sebetulnya merupakan gelombang suara, yang berbeda
dalam hal frekuensinya, oleh karena itu sifat-sifat fisik gelombang suara akan berlaku
juga bagi gelombang ultrasonik. Alat diagnostik USG menggunakan gelombang
ultrasonik yang mempunyai frekuensi antara 1-10 MHz; sedangkan alat yang digunakan
dalam bidang obstetri biasanya mempunyai frekuensi antara 3-5 MHz. Akhir-akhir ini
dikenal pemeriksaan USG dengan menggunakan probe intravaginal yang mempunyai
frekuensi 7.5 Mhz. Kecepatan gelombang suara di dalam suatu medium akan
berbedadari medium lainnya. Perbedaan itu ditentukan oleh sifat akustik medium, yaitu
densitas dan kekakuan dari medium. Kecepatan gelombang suara paling rendah di
dalam udara(330m/det), dan paling tinggi di dalam tulang (4800m/det).
Perangkat
USG
terdiri
dari transducer,
monitor,
dan
mesin
USG.Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang
akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan
prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan
gelombang yang disalurkan oleh transducer. Monitor merupakan perangkat yang
digunakan untuk menampilkan display hasil USG dan mengetahui arah dan gerakan
jarum menuju sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya
untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan
CPU dalam teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang
sama seperti pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG
menjadi gambar.
263
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Refleksi adalah mekanisme pemantulan intensitas gelombang suara oleh
permukaan medium. Makin besar intensitasnya yang dipantulkan, akan semakin sedikit
intensitasyang ditransmisikan ke dalam medium. Udara dan tulang merupakan medium
yang memiliki daya reflektor sangat kuat, sehingga sulit dilalui gelombang suara.
Cairan darah, dan berbagai jaringan lunakj tubuh memiliki daya reflektor yang lemah,
sehingga mudah dilaui gelombang suara.
Absorpsi merupakan mekanisme perubahan intensitas gelombang suara (energi
mekanis) menjadi energi panas. Jaringan tulang memiliki daya absorpsi yang sangat
kuat, sedangkan cairan /darah dan jaringan lunak tubuh mempunyai daya absorpsi yang
lemah.
a.
b.
Pemeriksaan ultrasonografi dalam obstetri
JENIS PEMERIKSAAN USG
USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang
baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan. USG 2D hanya menggunakan
dimensi panjang dan lebar. Janin akan tampak samar-samar seperti bayangan tapi
gerakannya terpantau pada layar monitor. Untuk pemeriksaan awal biasanya dokter
menggunakan USG 2D. Jika ditemukan kelainan janin barulah digunakan USG 3D atau
4D.
USG 2D saja sebetulnya sudah sangat memadai untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan. Kecuali dalam keadaan kelainan tertentu yang harus dilakukan pemeriksaan
4D, seperti dicurigai adanya kelainan bawaan kecil-kecil. Kalau yang besar2 seperti
hidrosefalus (besar kepala), anensefali (nggak ada batok kepala), amelia (tidak ada
anggota gerak) dll masih bisa 'dilihat' dengan USG 2 D.
USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal.
Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh
264
CSL Semester 4
Edisi Kedua
janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
c.
USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak
(live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG
4 Dimensi, gambar janinnya dapat ―bergerak‖. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim. USG 4D adalah hasil penyempurnaan
dari USG 3D. Menggunakan empat dimensi yakni lebar, panjang, kedalaman plus gerak
(dimensi waktu). Sehingga hasilnya lebih detail dan akurat, karena bisa melihat bentuk
janin secara yang nyata. Bahkan mancung atau peseknya hidung janin pun bisa
diketahui. Alat ini dikembangkan pada tahun 1992 oleh seorang peneliti, Kazunori
Baba dari Institute of Medical Electronics, Universitas Tokyo.
d.
USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali
pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian
kesejahteraan janin ini meliputi:
1) Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit).
2) Tonus (gerak janin).
3) Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm).
4) Doppler arteri umbilikalis.
265
CSL Semester 4
Edisi Kedua
5) Reaktivitas denyut jantung janin.
Teknik pemeriksaan USG (transabdominal)
1. Posisi pasien dan pemeriksa,
Pemeriksaan umumnya dilakukan pada pasien dalam posisi telentang. Alat USG
ditempatkan di sebelah kanan pasien. Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien,
duduk menghadap ke arah muka pasien dan layar monitor USG.
2. Persiapan,
Pada keadaan tidak hamil atau trimester I, organ genetalia interna masih berada di
dalam rongga pelvis, tertutup masa usus dan dilindungi oleh tulang pelvis. Setiap
pemeriksaan USG pada kehamilan terimester I harus dilakukan dalam keadaan
kandung kencing yang penuh. Pada kehamilan terimester II dan III uterus sudah
cukup besar, sehingga keluar dari rongga pelvis dan mendesak masa usus ke arah
kranial dan lateral, sehingga tidak menutupi uterus lagi.
3. Penggunaan bahan perangkai (coup[ling agent),
Udara dapat menghalangi pemeriksaan USG, dapat dihilangkan dengan memberikan
bahan perangkai, yaitu medium yang mudah dilalui gelombang ultrasonik.
Indikasi pemeriksaan USG obstetri
Indikasi tersebut antara lain:
1)
Usia kehamilan yang tidak jelas
2) Tersangka kehamilan multipel
3)
Perdarahan dalam kehamilan
4) Tersangka kematian mudigah/janin
5) Tersangka kehamilan ektopik
6) Tersangka kehamilan mola
7) Terdapat perbedaan tinggi fundus uteri dan dan lamanya amenorea
8)
Presentasi janin yang tidak jelas
9) Tersangka pertumbuhan janin yang terlambat
10) Tersangka janin besar
11) Tersangka oligohidramnion/polihidramnion
12) Penentuan profil biofisik janin
13) Evaluasi letak dan keadaan plasenta
14) Adanya resiko atau tersangka cacat bawaan
15) Sebagai alat bantu dalam tindakan obstetrik
16) Tersangka kehamilan dengan IUD
17) Tersangka kehamilan dengan kelainan bentuk uterus
18) Tersangka kehamilan dengan tumor pelvik
19) Sebagai alat bantu dalam tindakan intervensi dalam kehamilan
Kontraindikasi
hingga saat ini tidak dikenal adanya kontraindikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan.
266
CSL Semester 4
Edisi Kedua
Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I
Kehamilan intrauterin
Pada kehamilan 5 minggu terlihat struktur kantong gestasi berdiameter 5-10 mm,
struktur mudigah belum dapat dideteksi dengan USG. Pada kehamilan 6 minggu terlihat
struktur kantong gestasi berdiameter 15 mm, mudigah kadang-kadang dapat dideteksi,
terutama dengan USG transvaginal. Pada kehamilan 7 minggu terlihat struktur kantong
gestasi berdiameter 25 mm, panjang mudigah mencapai 10 mm, struktur kepala dapat
dibedakan dari badan. Pada kehamilan 8 minggu terlihat struktur kantong gestasi
berdiameter 30 mm, strutur mudigah dapat dilihat lebih jelas, panjangnya mencapai 1520 mm. Mulai kehamilan 9 minggu struktur mudigah makin bertambah jelas. Periode
mudigah (embrio) berlangsung dari usia 5-10 minggu, dan setelah 10 minggu disebut
janin (fetus). Pada kehamilan 12 minggu rongga korion dan kantong kuning telur tidak
terlihat lagi.
Kehamilan multipel
Adanya kehamilan multipel secara dini dapat diketahui bila dijumpai lebih dari satu
kantong gestasi. Dapat diketahui jelas mulai kehamila 6 minggu. Diagnosis passti
kehamilan multipel hanya bisa ditegakkan dengan USG bila dijumpai lebih dari satu
mudigah yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan, yaitu mulai kehamilan 7 minggu.
Penentuan usia kehamilan
1. Diameter Kantong Gestasi (KG)
Umumya terlihat setelah diameter mencapai 5 mm/lebih. Pengukuran diameter KG
sebaiknya dilakukan dalam 3 dimensi, yaitu kraniokaudal(KK), jarak
anteroposterior(AP), dan jarak transversal(T).
Diameter rata-rata KG adalah:
(KK+AP+T)/3
Salah satu cara penentuan usia kehamilan berdasarkan pengukuran diameter KG
adalah:
Usia kehamilan=diameter KG(cm)+2,543
Sebelum diameter KG mencapai 25 mm, usia kehamilan secara kasar dapat pula
dihitung:
Usia kehamilan(bari)= Diamater KG + 30
Penentuan usia ini cukup baik untuk usia samapai kehamilan 7 minggu. Setelah 7
minggu penentuan Usia Kehamilan sebaiknya didasarkan atas pengukuran
biometri mudigah.
2. Jarak kepala bokong (crown-rump length;CRL)
Ukuran jarakkepala- bokong (JKB) paling baik digunakan untuk menentukan usia
kehamilan pada trimester I. Diusahakan agar mudigah/janin berada dalam sikap
ekstensi, bila perlu mudigah/janin dirangsang dulu agar bergerak dengan cara
perkusi dinding abdomen ibu. Pengukuran JKB untuk menentukan usia kehamilan
sebaiknya tidak dilakukan lagi setelah kehamilan 12 minggu.
267
CSL Semester 4
Edisi Kedua
3. Diameter biparietal dan femur
Penentuan usia kehamilan pada trimester I dapat juga didasarkan pada pengukuran
diameter biparietal dan femur yaitu setelah usia kehamilan 9 minggu, dimana proses
osifikasi telah mencangkup daerah kepala dan femur.
REFERENSI
Bone, E. 2001. Bioteknologi dan Bioetika. Kanisius. Yogyakarta.
Rasad, Sjahriar. 2005. Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
http://atem.weblog.com/2008/12/Ultrasonografy-1.html
http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/usg-ultra-sonography/
http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y
=Cyberwoman%7C0%7C0%7C8%7C819
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2008/5/18/kel2.html
https://dwirahayu011.wordpress.com/2013/06/04/usg-ultrasonography/
268
Download