GRII Kelapa Gading Khotbah Minggu (29 Juni 2014) Pengkhotbah : Pdt. Billy Kristanto, Th.D Tema : …....….…..……………...…......... Nas Alkitab Tahun ke-15 Menanti Kedatangan Kerajaan Allah : ............................................................................................................. Pdt. Billy Kristanto, Th.D. Lukas 17:20-37 Ringkasan Khotbah 732/771 22 Juni 2014 GRII KG 732/771 (hal 4) Dalam bagian sebelumnya peristiwa bagaimana Yesus menyembuhkan kesepuluh orang kusta ini merupakan satu tanda dari hadirnya Kerajaan Alah yang sudah ada di tengah-tengah umatNya. Meskipun kita tahu dari kesepuluh itu yang kembali hanya satu orang, tetapi dari sisi Yesus, Dia ingin memulihkan setiap orang untuk boleh memiliki hubungan atau relasi dengan Bapa dan bukan lagi terisolasi di dalam kutukan dosa (yang digambarkan dengan penyakit kusta ini). Menarik, waktu kita kaitkan bagian ini dengan ayat 20-37 di situ ada orang-orang Farisi yang rupanya ingin mengharapkan tanda yang lain, tanda Kerajaan Allah, padahal baru saja diceritakan peristiwa orang-orang kusta yang sudah disembuhkan dan karena itu mereka boleh beribadah lagi, mereka boleh menikmati kehadiran Tuhan. Tetapi orangorang Farisi yang katanya sangat menguasai firman Tuhan, mereka mencari tanda-tanda yang lain (memang tidak terlalu jelas tanda apa), tetapi merupakan satu opini diantara para penafsir bahwa waktu mereka membayangkan tentang Kerajaan Allah, mereka punya pandangan yang berbeda dengan Kerajaan Allah yang dihadirkan oleh Yesus. Mereka mengkaitkan Kerajaan Allah dengan kejayaan kerajaan Israel seperti pada masa Daud, kemegahan lahiriah itu, tandatanda lahiriah dan pengharapan itu juga tentu saja akan disertai dengan pengharapan runtuhnya kejayaan kekaisaran Romawi, lalu Israel boleh kembali merdeka, bangsa yang bebas, bangsa yang besar dan di situ ada prosperity, kemakmuran, itu Kerajaan Allah yang sangat mungkin mereka mimpikan. Tetapi mereka tidak mengindahkan pekerjaan Tuhan yang dinyatakan begitu jelas diantara mereka yaitu bagaimana sebetulnya Yesus memulihkan orang-orang yang tadinya tidak bisa beribadah menjadi bisa beribadah dan menikmati kehadiran Tuihan. Setelah 2000 tahun peristiwa ini sampai di zaman kita ternyata juga tidak jauh berbeda, kita lebih suka mengalami tanda-tanda yang lain dari pada pemulihan yang sangat substansial ini. Westminster confession menuliskan, tujuan hidup manusia yang paling tinggi yaitu supaya dia boleh mempermuliakan dan menikmati Allah, kedua hal ini terjadi secara khusus waktu kita datang beribadah dihadapan Tuhan dan Tuhan memulihkan kehidupan manusia ini keluar dari dosa, supaya kita boleh beribadah kepada Tuhan, menikmati kemuliaan dan pribadi Allah sendiri. Substansi dari pada sorga itu juga adalah kita boleh memuliakan Tuhan dan menikmati kehadiraranNya secara sempurna sampai selama-lamanya. Apa yang ada dibenak kita yang menjadi pergumulan kita yang paling dalam? Apa yang kita harapkan dari kerajaan Allah, tanda apa yang kita harapkan? Orang-orang Farisi di sini mengharapkan tanda-tanda lahiriah, tandatanda yang mereka bisa lihat dengan mata jasmani. Kita juga cenderung seperti itu, membanggakan apa yang lahiriah, apa yang kelihatan, karena memang yang bisa dinilai oleh sesama kita ya hal seperti itu. Kalau kita mau pameran yang kita pamerkan adalah apa yang kelihatan, yang tidak kelihatan sulit untuk dipertontonkan, susah untuk dipamerkan. Sementara Tuhan tidak tertarik untuk melihat yang lahiriah, tetapi tertarik melihat kedalaman hati manusia, siapa di sini yang akan notice? Satu orang diantara sepuluh orang yang disembuhkan, satu orang kembali, lalu kemudian bersyukur kepada Tuhan, memuliakan Allah, menurut dunia peristiwa ini sangat tidak menarik, apa itu, hanya begitu saja? Mungkin bahkan lebih fenomenal, kejadian tahir daripada sepuluh orang itu sendiri. Apalagi kalau kita membaca di dalam firman Tuhan, mana ada cerita seperti ini, dalam bagian ini Yesus hanya berfirman saja dan sepuluh orang tahir di tengah-tengah perjalanan. Wah ini sesuatu yang spektakuler, yang fenomenal, demikian fenomenalnya sampai orang lupa bersyukur, padahal realita Kerajaan Allah terutama adalah orang yang kembali ini dan bisa bersyukur, menikmati GRII KG 732/771 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (40) Ekspositori Injil Lukas (40) kehadiran Kristus secara khusus, itu sebetulnya yang mau dituju di dalam berita Kerajaan Allah. Tetapi orang-orang Farisi ini mencari sesuatu yang lain, mereka suka hal yang bisa dilihat oleh mata, mereka juga suka untuk membanggakan bahwa Kerajaan Allah itu ada di sini, di situ, dilokalisasi disatu tempat tertentu, tentu saja tempat itu adalah Yerusalem. Maka waktu Yesus menuju ke Yerusalem, banyak orang berpikir bahwa pasti Kerajaan Allah sudah datang, karena Yesus sudah mau masuk Yerusalem. Pertanyaan yang terus mengobsesi pikiran orang-orang Farisi sampai akhirnya mereka lupa realita Kerajaan Allah itu adalah dimana, kapan dan bagaimana? Nah ini saya percaya berkaitan dengan salah satu kebutuhan manusia tetapi yang dihayati secara salah, waktu dia mengetahui kapan, dimana, maka dia bisa merasa lebih aman, lebih tenang, tetapi kalau kita tidak tahu kapan dan dimana, kan tidak jelas, maka kita akan gelisah, tidak sabar dsb. Sementara buat Tuhan yang penting itu adalah proses pembentukannya itu sendiri, lebih dari pada kita tahu kapan solusinya diberikan oleh Tuhan. Memang di dalam bagian ini tidak terlalu banyak berbicara tentang kapan, tetapi kita tahu di dalam bagian yang lain ada pertanyaan kapan tentang Kerajaan Allah. Kalau tidak kapan, dimana dan bagaimana, mereka mempunyai pandangan masingmasing, kapannya itu kapan, dimananya itu dimana, dan bagaimananya itu bagaimana seperti yang mereka pikirkan. Kalau kita mengikut Tuhan, sebetulnya kita hanya perlu mencukupkan diri dengan mengetahui bahwa kita sedang menyertai Tuhan, kehadiran Tuhan itu kita sertai, kita mengikut Tuhan, perkara kapan kita sampai itu tidak lebih penting dari pada apakah saya sedang berjalan bersama dengan Yesus atau tidak. Apa gunanya kita tahu kapan, lalu Tuhan beritahukan kapan, tetapi kemudian di dalam perjalanan kita sendiri kehilangan Yesus, kita berjalan sendiri, bukan dengan Yesus, tanpa Yesus. Ada orang yang pergi ke ahli nujum mencari tentang kapan dsb., lalu setelah tahu kapan, mau apa? Setelah tahu kapan, kita juga tidak bisa apa-apa, kita berkata, paling tidak bisa mempersiapkan diri, yang mempersiapkan diri juga belum tentu siap juga. Intinya adalah dengan kita tahu kapan saatnya lalu dimana, kita berpikir dengan lebih bisa tahu itu, maka kita lebih ada kepastian, ada sesuatu yang kita bisa pegang di dalam kehidupan saya, karena saya tahu kapan dan saya tahu dimana. Tetapi realita Kerajaan Allah tidak bisa direduksi di dalam cara seperti itu, ada sebagian orang dalam kelompok kekristenan yang suka berspekulasi kapan Yesus datang, lalu mereka mempunyai kalkulasinya, rumusnya luar biasa rumit. Seperti seolah-olah kedatangan Yesus itu mengikuti jadwal kita, seorang dosen tamu di STTRII berkata, Yesus itu tidak harus datang on time, karena Dia not in time, yang not in time tidak harus datang on time. Apa maksudnya? Waktu Yesus datang, Dia bukan mengikuti kalenderisasi kita, seolah-olah ini sudah tanggalnya, Yesus itu bukan di dalam kalender kita, Yesus itu di luar waktunya kita, transcend dari pada sistem kalender yang ada di dalam dunia ini. Yang ada adalah waktu Yesus datang, masuk ke dalam waktu kita, nah itulah waktunya kalender kita berhenti. Saya berpikir konsep ini benar juga kalau kita hayati di dalam kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya di dalam persoalan Yesus datang kembali, tetapi di dalam arti keseharian kita juga. Seringkali waktu kita bergumul di dalam persoalan kita, lalu kita mengharapkan, ini kapan? Pertanyaan seperti yang muncul di dalam kitab Mazmur, memang perspektif dari bawah, berapa lama lagi, kapan Tuhan, kapan? Seolah-olah Tuhan harus mengikuti kalender kita, tidak, Tuhan tidak mengikuti kalender kita, yang ada adalah pembentukan kita ini yang mengikuti waktunya Tuhan. Tuhan yang akan menentukan kapan persoalan ini boleh terjadi terus dan di dalam proses itu akhirnya kita dibentuk untuk semakin serupa dengan Tuhan, salah satunya adalah di dalam hal ketekunan, pengharapan, penantian. Kalau kita mengasihi Tuhan, kita akan menantikan Dia, salah satu aspek di dalam kasih itu adalah menanti, menunggu, sekarang memang kita hidup di dalam culture yang berbeda, orang bilang dia menunggu tetapi sebenarnya dia tidak menunggu, dia mengerjakan yang lain. Ada orang menunggu, sambil menunggu ya masaklah, sebetulnya itu tidak menunggu, karena waktu saya sambil mengerjakan yang lain, saya jadi terdistracted, distracted akhirnya ooh dia tiba-tiba datang, syukurlah dia datang, tetapi saya tidak merasa bosan dan saya tidak merasa jengkel, saya tidak merasa marah juga, karena toh ada kegiatan yang lain. Jadi apa maksudnya? Ini seperti satu keadaan, kamu datang atau tidak datang juga tidak apa-apa, karena anyway saya ada pekerjaan, tapi saya tidak akan menunggu kamu secara khusus di living room, duduk diam, jangan kamu pikir saya orang pengangguran seperti itu ya, sambil nunggu saya mengerjakan yang lain. Dan dunia kita tampaknya sangat menyediakan distraksidistraksi seperti itu, kita bilang kita sedang menunggu, kenyataannya kita tidak sedang menunggu, kita mengerjakan sesuatu yang lain, sampai kita sendiri lupa apakah sedang mengharapkan orang itu datang atau tidak? Di dalam gambaran dengan Tuhan juga begini, tidak jauh berbeda, orang mendistraksi kehidupannya dengan everydayness, maka di sini menurut saya gambaran yang tepat sekali waktu dikatakan apa yang terjadi pada zaman Nuh, pada zaman Lot, mereka makan, minum, GRII KG 732/771 (hal 2) kawin, dikawinkan, membeli, menjual, menanam, membangun, kegiatan-kegiatan seperti ini bukan berdosa kan? Kita orangorang percaya juga makan, minum, kawin dan dikawinkan, lalu kita juga menanam dan membangun, membeli dan menjual, kenapa hal ini diangkat dalam bagian ini? Karena banyak orang waktu melakukan hal ini, dia tenggelam di dalam rutinitas kesehariannya tanpa menantikan Yesus datang atau tidak datang, dia juga tidak terlalu peduli, Yesus mau datang atau tidak pokoknya saya makan minum seperti biasa, saya kawin dan mengawinkan, menjual dan menanam, ya begitulah kehidupan manusia, rutin saja, yang penting rodanya berputar dan bergerak. Yesus datang ya syukur, tidak datang juga tidak apaapa, toh saya masih bisa makan, gambaran seperti ini dikatakan di dalam alkitab, bahwa orang-orang yang tenggelam di dalam rutinitas ini, akhirnya fully unprepared, mereka akan masuk ke dalam hari penghakiman. Sangat menarik kalau kita perhatikan dalam bagian ini, tidak dikatakan, melacur, merampok, dst., tidak bicara itu, tapi bicara makan, minum, kawin, dikawinkan, menjual, membeli dsb., hal yang biasa terjadi di dalam kehidupan manusia. And yet kita melihat, ada orang-orang yang di dalam keadaan seperti ini sebetulnya tidak peduli sama sekali dengan Tuhan. Kerajaan Allah itu bukan pembicaraan fenomena, bukan, tetapi pembicaraan apa yang dilihat Tuhan di dalam hati kita, karena kalau mau berbicara tentang yang fenomena, seluruh dunia juga akan kelihatan seperti ini, orang percaya pun akan melakukan ini, ya kan? Jadi secara fenomena, secara kasat mata, secara lahiriah tidak ada bedanya dan memang bukan di situ bedanya, bedanya adalah di dalam hati. Ada orang yang tenggelam di dalam rutinitas ini dan tidak peduli dengan adanya Tuhan, mereka hidup seolah-olah tidak ada akhir zaman, tidak ada hari penghakiman, pokoknya yang betul-betul real itu ya hidup yang ada di sini ini dan sekarang, tidak usah bicara hidup yang akan datang, itu tidak ada, terlalu abstark. Kalau Tuhan ya bolehlah, kalau kita susah, berdoa kepada Tuhan, tetapi lebih dari pada itu, Tuhan juga sebenarnya tidak terlalu relevan di dalam kehidupan kita, yang ada adalah bagaimana saya minum, makan, kapan saya kawin dst. Di dalam perumpamaan lima gadis bijaksana dan gadis bodoh, sangat menarik kalau kita membaca, lima gadis bijaksana itu yang prepare, mereka membawa minyak persediaan, tapi lima gadis bodoh ini tidak membawa minyak persediaan, sehingga waktu minyak lampu mereka habis, ya sudah lampu itu padam, tetapi ada lima gadis bijaksana yang membawa persediaan minyak. Yang mau saya katakan adalah kita perhatikan di dalam cerita itu, waktu mereka menyongsong, menantikan mempelai laki-laki tiba, kesepuluh gadis itu tidur, sama-sama tidur, kita tidak membaca yang lima tidur, yang lima lagi bergadang, ooh tidak seperti itu, semuanya tidur. Tetapi ada orang yang di dalam keadaan berjaga-jaga, siap siaga, bawa persediaan, ada orang yang tidur, ya betul-betul tidur, sama sekali tidak siap. Sama di dalam bagian ini, ada orang makan, minum, membeli, menjual, membangun, menanam, dst., ada dalam keadaan yang sama sekali unprepare waktu Anak Manusia itu datang kembali, ada yang melakukan ini di dalam sikap penantian. Mereka menunggu Anak Manusia itu datang kembali, mereka bukan konsentrasi atau fokusnya di dalam kehidupan di sini dan sekarang, karena kalau seperti ini, ini menjadi satu kehidupan orang-orang fasik, hopeless, seperti seolah-olah tidak ada Tuhan, tidak ada eschatological point, tidak ada eschatological consciousness atau eschatological awareness. Kembali kepada ayat pertama tadi, ada certain security yang bisa dipegang kalau kita tahu, seolah-olah bisa tahu kapan Kerajaan Allah itu atau Yesus datang kembali dan dimana. Karena kita memang terbatas di dalam tempat, di dalam waktu, lalu kalau kita tahu dimana, ya pasti kita akan pergi ke situ, kalau kita bisa tahu kapan, ooh mempersiapkan diri, paling tidak menjelang hari itu. Ya di dalam kehidupan sehari-hari juga tidak terlalu jauh beda, kadang-kadang saya kesal dengan orang yang kalau doa syafaat lagi musim ujian, mari kita berdoa karena sekarang musim ujian, kita doakan anak-anak kita yang sedang menempuh ujian, seperti kalau tidak ujian, kita tidak usah berdoa untuk mereka, begitu? Jadi belajarnya asal-asalan, tidak apa-apa, tetapi ketika ujian, kita harus mendoakan mereka supaya belajarnya benar dan ujiannya lulus, begitu. Kalau seperti ini, tidak ada integrasi di dalam kehidupan kristen, doa syafaat pun terjebak di dalam spirit seperti itu, kenapa tidak mendoakan orang yang tidak lagi ada ujian, supaya dia bisa menikmati pelajaran, meskipun itu bukan bulan ujian? Kenapa bisa ada gambaran seperti ini?Karena orang seringkali hanya menjalankan kehidupan yang integrated, belajar dsb., waktu dia tahu momen-nya kapan, oh ujian-nya bulan Juni, oh iya kita harus belajar paling telat bulan Mei, itu yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Tidak jauh berbeda, kita katanya orang yang belajar di universitas harusnya sudah dewasa, pada kenyataannya juga sama, bukan hanya anak SD, yang mahasiswa juga seperti itu, waktu ujian baru belajar. Kalau kita menanti kehadiran Kerajaan Allah, kembalinya Yesus Kristus dengan cara seperti ini, ya kita jadi orang-orang yang sama seperti itu, makanya Tuhan tidak memberitahukan. Tuhan tidak memberitahukan supaya kita jangan kehilangan integritas, jangan menjadi sistem kebut semalam, orang saleh semalam, GRII KG 732/771 (hal 3) mendadak menjadi orang saleh karena tahu besok sudah mau mati, ada berapa banyak orang-orang seperti ini? Waktu dia mulai sakit, mulai sadar, sepertinya sekarang harus mulai hidup saleh, tetapi setelah dia tahu waktunya tidak banyak lagi. Kerajaan Allah tidak diberitahukan tempat atau kapan, supaya kita boleh senantiasa berjaga-jaga dan karena itu tidak kehilangan integritas kita. Yesus memberikan kalimat penghiburan, sesungguhnya Kerajaan Allah ada diantara kamu, yang paling dekat yaitu contoh kesepuluh orang kusta yang dipulihkan oleh Yesus, lalu diberikan kesempatan untuk bisa beribadah. Kita tahu orang-orang Farisi ini adalah orang-orang yang menolak berita Kerajaan Allah, mereka orang-orang yang terus berpolemik dengan Yesus Kristus, dengan pengajaranNya, tetapi Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah ada diantara kamu, kalau kamu melihat sekelilingmu, di situ sudah hadir Kerajaan Allah. Ada table fellowship dengan orang-orang berdosa, ada orangorang yang ditarik dari pada kutukan kematian seperti orang-orang kusta ini, lalu boleh dipulihkan, bisa ada relasi dengan sesama orang percaya, bisa bersyukur dan bisa menikmati kehadiran Tuhan, itu Kerajaan Allah. Tetapi mereka tidak puas dengan gambaran Kerajaan Allah seperti ini, menurut mereka itu tidak terlalu penting, apa sih artinya orang bersyukur itu, tidak menarik sama sekali. Yang mereka mau adalah gambaran spektakuler, fenomenal, yang besar-besar, itulah Kerajaan Allah, yang kalau didokumentasikan keren sekali, itu namanya kehadiran kerajaan Allah, tetapi hati yang bersyukur, hati yang memberi segala kemuliaan kepada Tuhan, itu tidak bisa didokumentasikan. Kerajaan Allah versi Yesus seperti ini tidak menarik, kita harus hati-hati dengan gambaran Kerajaan Allah, pengharapan yang keliru, karena ada orangorang dalam kekristenan yang mengharapkan datangnya Kerajaan Allah itu seperti, ooh pemimpin atau orang-orang yang paling tinggi itu adalah orang kristen bukan lagi orang-orang yang non kristen. Jadi nanti kita mengharapkan bahwa bisnisman yang paling sukses itu orang kristen, nanti profesor-profesor yang paling berhasil itu orang kristen, pemimpinpemimpin negara yang paling penting juga orang kristen, lalu semuanya itu diduduki oleh orang-orang kristen, itu berarti Kerajaan Allah sudah datang, katanya. Ceritanya menjadi berubah, menjadi successful christianity, ada terjemahan yang menarik dan menurut saya itu keliru dan beberapa komentator juga mendapati, mengobservasi bahwa itu terjemahan yang kurang tepat, ada yang menerjemahkan seperti ini, “Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah itu ada di dalam kamu, within you”. Apa bedanya diantara kamu dan within you? Kalau within you itu bisa sangat individual, ini loh Kerajaan Allah ada di dalam dirimu, itu sebagai satu potensi yang menunggu kamu menggali, setelah kamu menggali nanti ternyata fenomena manifestasi Kerajaan Allah akan keluar melalui penggalian potensi dirimu yang ada di dalam itu. Ini bukan berita alkitab, mungkin berita new age dan sangat rentan dengan ideologis self realisasi, self aktualisasi, lalu mendorong orang lain meng-encourage orang lain, tetapi ceritanya adalah highly successful christian people. Kita tidak mendapati cerita itu di dalam gereja mula-mula, yang kita dapati adalah orang-orang sederhana, nelayan-nelayan dari Galilea, Petrus, Yakobus termasuk Lukas yang kita baca. Paulus mengatakan, diantara kamu tidak banyak orang yang penting, orang yang terhormat, memang bukan tidak ada sama sekali, Paulus katakan tidak banyak orang yang terhormat, yang lebih banyak adalah orang-orang biasa saja, orang-orang marjinal, orang pinggiran, orang yang kelas biasa. Tetapi justru kekristenan berkembang di dalam keajaiban itu bukan dengan menceritakan, coba lihat ini kaisarnya kristen, menterinya kristen, semuanya kristen, bukan seperti itu, itu bukan cerita Kerajaan Allah yang ada di dalam gereja mula-mula. Yang ada adalah salah satu cerita yang menarik di situ, kenapa kekristenan bisa berkembang pesat, karena mereka mendapati bahwa orang-orang kristen ini agak aneh, lalu mereka tertarik menyelidiki, ini agama apa sih? Karena kita biasa hidup di satu struktur tuan dan hamba, hirarkinya jelas, tuan tempanya dimana, hamba itu dimana? Orang merdeka itu apa, orang tidak mereka itu bagaimana? Waktu mereka makan, mejanya pasti harus pisah dan waktu mereka berelasi semua harus ada jaraknya, itu sudah jelas sekali, sampai sekarang juga tidak jauh berbeda kan? Kaya miskin bisa ada gap-nya seperti itu. Tetapi salah satu kesaksian yang terjadi di dalam gereja mula-mula adalah mereka tidak bisa mengerti kenapa orang-orang kristen bisa merelativisasi ini semua? Itu kan tuan, ini kan hamba, loh… kok mereka bisa semeja ya? Waktu mereka perjamuan kudus itu, seperti tidak ada lagi laki-laki perempuan, tidak ada lagi orang kaya orang miskin, tidak ada lagi orang merdeka, tidak ada lagi budak, di situ semuanya seperti sama. Lalu mereka tercengan, ini agama apa ya, ini kepercayaan apa? Kita tertarik untuk mempelajari agama seperti ini, karena yang kita tahu di dalam dunia selalu ada hirarki yang jelas sekali, pemetaan posisi sosial seseorang di dalam masyarakat itu sangat jelas. Tapi kekristenan seperti mengaburkan semuanya, semuanya seperti jadi tidak penting, jadi relatif, karena mereka sama-sama men-Tuankan yang mereka sebut Tuhan Yesus Kristus. Lalu orang mulai tertarik untuk mempelajari keristenan, bukan dengan kesaksian-kesaksian, ini loh orang kristen, coba lihat, sekarang dia yang paling jenius di seluruh Romawi dan dia adalah orang kristen. GRII KG 732/771 (hal 4) Kekristenan bukan dibangun dengan kesaksian seperti ini, hati-hati dengan pergeseran pengertian Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukan hadir di dalam tandatanda lahiriah seperti itu, itu kebanggaankebanggaan dunia, kebanggaan nasionalisme yang palsu, seperti orang-orang Yahudi mengharapkan mereka kembali menjadi bangsa yang besar, kalau bisa menandingi kekaisaran Romawi. Tuhan tidak jawab kan doa seperti itu? Kapan? Mereka masih dijajah terus oleh Romawi, walaupun Romawi akhirnya collapse, yang membuat collapse juga bukan orang Yahudi kok, bukan, tapi bangsa bar-bar yang lain. Jadi impian Kerajaan Allah yang seperti itu tidak didengar oleh Tuhan, Tuhan tidak tertarik dengan kemegahankemegahan atau fenomena-fenomena lahiriah, Tuhan tertarik dengan sikap hati yang ada di dalam. Kerajaan Allah ada diantara kamu, berarti tidak bisa dihayati dengan sekedar secara individual, saya dan potensi saya, saya dan pelayanan saya, saya dan achievement saya, bukan , itu bukan Kerajaan Allah. Tetapi waktu Yesus mengatakan di sini, ada diantara kamu berarti itu komunal. Memang ironis, kalau kembali pada cerita kesepuluh orang kusta ini, yang kembali hanya satu, seharusnya sepuluh-sepuluhnya harus kembali, ada pengalaman komunal, orang yang sama-sama mengalami pertolongan Tuhan, lalu sama-sama bersyukur kepada Tuhan, tetapi sembilan yang lain kemana? Justru menghayati kesenangan mereka secara individualis, mungkin saja begitu, saya sudah lama sakit, sekarang sembuh, lalu mereka happy dengan semua itu, tetapi orang Samaria ini, dia kembali kepada Yesus Kristus. Ini masalah relasi, masalah relasi tidak pernah hanya bisa satu, kita tidak bisa bicara relasi waktu kita hanya bicara saya saja, paling sedikit membutuhkan satu orang lain lagi, paling sedikit membutuhkan Tuhan, kehadiran Tuhan itu hidden. Sekali lagi hal-hal sederhana, pengampunan, penerimaan, belas kasihan kepada orang-orang lemah, pemberitaan injil itu realita Kerajaan Allah, orang yang terikat dari dosa, lalu kemudian bisa dibebaskan dari dosa, dia bisa menjadi orang yang bebas mengasihi sesamanya, bebas beribadah kepada Tuhan dan tidak lagi terikat kepada dirinya sendiri, itu realita Kerajaan Allah. Yesus mengatakan dalam ayat 22, tidak selama-lamanya kairos atau saat seperti ini seperti ini diberikan kepada mereka, ada orang yang nanti akan ingin melihat hari-hari Anak Manusia, tetapi mereka tidak akan lagi melihatnya, apa maksudnya? Ini satu kairos, satu saat yang tidak selama-lamanya akan diberikan kepada manusia. Kita kadangkadang berpikir bahwa kesempatan itu ada di dalam tangan kita, lalu kita berpikir, kalau kita miss hari ini ya masih bisa lain kali, kalau saya tidak datang hari ini, lain kali masih bisa, kalau saya tidak berdoa hari ini, masih bisa besok, kalau saya tidak kebaktian hari ini, minggu depan masih ada kebaktian lagi. Kita seringkali berpikir bahwa kita yang sovereign, kita yang berdaulat, lalu kita yang menentukan kapan kita bisa mengalami perjumpaan dengan Tuhan, tetapi dari sisi Tuhan tidak demikian. Ini ada satu kairos yang diberikan Tuhan kepada manusia, waktu saat-saat ini tidak ada lagi, ya sudah, berarti manusia sudah ketinggalan, tidak akan ada pengulangan. Menarik, waktu kita membaca di dalam cerita Yudas yang berpura-pura berbelas kasihan kepada orang miskin, lalu dia bicara, untuk apa minyak narwastu dipecahkan seperti itu, itu pemborosan, kan harganya mahal sekali, lebih baik dibagikan kepada orang miskin (sebetulnya kita tahu dia tidak peduli sama orang miskin), itu merupakan satu excuse saja, karena dia mau curi uangnya. Yang tidak kalah menarik adalah jawaban Yesus Kristus, Dia katakan, orang miskin selalu ada padamu, di sini Yesus mau bilang apa? Kalau urusan menolong orang miskin, itu bukan kairos, karena didunia ini tidak pernah lenyap yang namanya kemiskinan, kemelaratan dan kekurangan, itu selalu ada, kalau kamu mau menyalurkan uangmu, itu selalu ada kesempatan, itu bukan kairos. Tetapi perempuan ini, yang dia memecahkan minyak narwastu, lalu melakukan pengurapan sebagai persiapan kematian sang Raja, yang ini kairos, ini bukan selalu ada padamu, ini hanya ada pada saat ini. Orang yang bijaksana tahu membedakan mana yang kairos, mana yang bukan, ada orang-orang yang tidak bisa membedakan, yang kairos dianggap sesuatu yang rutin terus, sesuatu yang selalu ada ulangannya, padahal itu kairos, padahal itu hanya sekali-kalinya, tapi dia berpikir, ah ini pasti ulang terus, nanti saya ambil kesempatan yang lain, sisi yang lain, ada hal sebetulnya kamu itu bisa kapanpun, tetapi dia selalu menghayatinya sebagai kairos. Ini loh, orang-orang yang membeli, menjual, menanam, membangun, makan, minum, ini kan bukan kairos? Ini kan bisa kapan saja, mau makan kapan, minum kapan, itu terserah kita bukan? Tetapi ada orang-orang yang begiitu mementingkan halhal ini, sepertinya itu adalah kairos setiap hari. Tapi mereka kehilangan perjumpaan dengan Tuhan, mereka kehilangan saat-saat Tuhan melawat kehidupan mereka, lalu mereka menyesal, karena mereka kemudian mendapati bahwa mereka tidak mengalami hari-hari itu lagi. Setelah Yesus pergi, kita tahu akan bermunculan nabi-nabi palsu yang mengatakan, lihat Dia ada di sana, di sini dsb., lalu banyak orang akan mengikut. Yesus sudah mempersiapkan murid-muridNya supaya jangan mudah diombang-ambingkan oleh orang yang mengaku diri sebagai mesias palsu seperti ini. Kalau kita melihat, orangorang seperti itu sangat punya kharisma certain untuk menarik banyak orang, banyak pengikut, orang-orang yang sangat talented, orang-orang yang sangat berbakat, ada di GRII KG 732/771 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (40) Ekspositori Injil Lukas (40) sini, ada di sana dan banyak yang mengikut. Tetapi Yesus mengatakan, kedatangan Anak Manusia bukan seperti itu, tetapi seperti kilat dari satu ujung ke ujung yang lain, maksudnya kita tidak bisa tangkap. Tadi kita kan mulai dengan pernyataan, orang waktu bicara tentang Kerajaan Allah, kalau bisa dia tahu kapan jadwalnya supaya dia bisa tangkap moment-nya, lalu tahu dimana tempatnya, supaya dia juga bisa datang ke sana, dia tangkap tempatnya begitu kan ya? Tetapi Yesus katakan, kedatanganNya itu seperti kilat, tidak ada orang bisa tangkap kilat, kilat itu sesuatu yang tidak bisa diantisipasi, terlalu cepat. Kedatangan Anak Manusia itu sudden, tiba-tiba, tetapi bukan immediate, kata immediate itu dalam bahasa Inggris ada perbedaan dengan kata sudden. Kalau sudden itu di dalam pengertian tiba-tiba, orang itu tidak prepare, orang banyak yang tidak siap, tetapi bukan berarti immediate karena ada tanda-tanda yang mendahului, yang kemudian kita bisa mengetahui bahwa ini sudah akhir zaman. Tetapi kemudian Yesus mengatakan, sebelum kedatanganNya membawa kegentaran bagi banyak orang, Dia terlebih dahulu harus menanggung penderitaan, ditolak oleh angkatan ini. Pattern ini adalah juga pattern yang sama, yang akan dialami oleh gereja, oleh saudara dan saya, sebelum kita dipermuliakan, sebelum kita masuk ke dalam glorious and victorious state itu, orang-orang kristen akan melalui, menanggung penderitaan terlebih dahulu. Kisa Para Rasul mengatakan, barang siapa mau masuk ke dalam Kerajaan sorga, dia harus melewati banyak kesengsaraan, lalu setelah itu masuk ke dalam kemuliaan yang disediakan oleh Tuhan. Bukan berarti kita memutlakkan penderitaan, bukan, tetapi memang ini adalah pattern yang dikehendaki oleh Tuhan, kenapa? Karena dengan kita masuk ke dalam penderitaan, di situ kita terlebih dahulu dipersiapkan untuk layak waktu kita dipermuliakan, kita tidak mencuri kemuliaan Tuhan. Orang yang terlalu cepat dipermuliakan, tetapi di dalam kehidupannya dia tidak mengalami suffering dan suffering yang saya maksud di sini terutama suffering di dalam kehendak Tuhan, bukan suffering karena dosa-dosa kita. Orang yang melewati itu, penggodokan di dalam penderitaan, waktu Tuhan mempermuliakan, dia siap untuk memberi segala kemuliaan kepada Tuhan. Bahkan Yesus pun yang sempurna harus melalui pattern ini, Dia melalui suffering dan Dia belajar untuk menjadi taat, setelah itu Bapa membangkitkan Dia dari kematian dan mempermuliakan Dia, dan seluruh kemuliaan kembali kepada Bapa. Demikian juga di dalam kehidupan kita, Tuhan memberikan kepada kita saat-saat sulit menanggung penderitaan bukan demi penderitan itu sendiri, tetapi bagaimana mempersiapkan kita menjadi orang yang lebih bisa memancarkan kemuliaan Tuhan. Emas yang dimurnikan itu kan dipanaskan sampai semua bahan-bahan campuran yang ada dipisahkan, lalu setelah dipisahkan, dia bisa memancarkan cahaya lebih bagus, lebih terlihat keindahan emas itu, tetapi sekali lagi bukan tanpa penggodokan itu, bukan. Di dalam kehidupan kita begitu banyak flek yang perlu dibakar terlebih dahulu oleh Tuhan, setiap orang di baptis oleh Roh dan api yang menyucikan, yang memurnikan. Tetapi sekali lagi, ada orang-orang yang tidak berbagian di dalam pattern ini, akhirnya mereka lebih suka untuk ya sudahlah, bukankah kita hidup di dalam dunia ini bagaimana caranya supaya tidak terlalu banyak menderita, begitu kan ya? Kita kerja keras atau okelah waktu kita menderita, ya menderita di masa muda, tetapi di masa tua saya maunya sih hidup tidak menderita dan kalau bisa keturunan saya juga hidup jangan mengalami kesusahan seperti yang dulu saya alami. Seperti whole enterprise di dalam dunia ini bergerak untuk menghindari penderitaan, menolak pattern ini, mereka makan, minum, kawin, dikawinkan, menjual, membeli, menanam dsb., tetapi kemudian mereka akan unprepare, karena setelah itu datang hari penghakiman. Seperti Lot di Sodom yang ditarik keluar, di sini kita membaca yang diangkat adalah istri Lot, sebagai contoh orang yang akhirnya mengalami penghakiman itu. Makan, minum, menjual, membeli dsb., kita tahu Lot diselamatkan, tetapi istrinya tidak, ini contoh sempurna untuk yang dimaksudkan di sini. Dua orang, satu keluarga, hidup di bawah satu atap, yang satu diselamatkan, yang satu binasa, Lot dan istrinya tinggal satu rumah, bekerja di ladang yang sama, mereka masak di dapur yang sama, tidur di ranjang yang sama, tapi satu diselamatkan, yang satu binasa. Apa yang membedakan? Sekali lagi, karena tadi kita mengatakan bahwa fenomena tidak bisa dibedakan, Lot makan, minum dan istrinya juga makan, minum dst., lalu apa yang membedakan? Ayat 33 ini penting sekali, “barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya”, kalimat ini paradoks. Barangsiapa berusaha untuk mempertahankan dirinya sendiri, justru dia akan kehilangan, itu orang-orang yang paling possessive dan obsessive adalah orang-orang yang paling tidak bisa menikmati kehidupan, karena mereka terlalu pegang erat-erat. Tetapi mereka yang menyerahkan harta miliknya, hidupnya, nyawanya sendiri bagi Tuhan, itulah orang-orang yang sebetulnya akan memperoleh kembali. Yesus menyerahkan nyawaNya kepada Bapa dan Dia memperolehnya kembali, Yudas seumur hidup GRII KG 732/771 (hal 2) mempertahankan nyawanya dan terus berusaha untuk mengejar harta, setelah dia mati, tidak ada kembali apa-apa, dia bukan saja tidak mendapatkan uang, tidak mendapatkan nyawanya sendiri, hidupnya sendiri itu binasa, kekal untuk selamalamanya. Sekali lagi, secara fenomena semua orang kelihatan seperti sama, sama-sama minum, makan, sama-sama berkeluarga dll., memang tidak bisa dibedakan, tetapi yang membedakan adalah ada sebagian orang melakukan ini untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sebagian orang yang lain melakukan ini dengan menyerahkan hidupnya untuk Tuhan, itu yang membedakan. Kita melihat cerita mulai dari Yesus Kristus sampai kepada para rasul dan juga cerita-cerita yang menghiasi sepanjang sejarah gereja, bagaimana orang-orang yang meninggalkan segala sesuatu, lalu mereka mengikut Yesus, mereka bukan orang-orang miskin yang kemudian ditinggalkan, tetapi mereka adalah orang-orang yang paling kaya di dalam relasi, cinta kasih, di dalam kehidupan yang berkelimpahan seperti yang dijanjikan oleh Tuhan. Kita rindu kehidupan kita dibedakan dari pada orang-orang yang tidak mengenal Tuhan bukan secara fenomena, bukan dengan tanda-tanda lahiriah, bukan, tetapi dari sikap hati seseorang yang mengasihi Tuhan dan menyerahkan nyawanya bagi Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS) GRII KG 732/771 (hal 3)