efek pemberian serbuk kunyit, bawang putih dan mineral

advertisement
EFEK PEMBERIAN
SERBUK KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN MINERAL ZINK
TERHADAP PROTEIN TOTAL, ALBUMIN DAN GLOBULIN
PADA AYAM BROILER
HERLINA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
EFEK PEMBERIAN
SERBUK KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN MINERAL ZINK
TERHADAP PROTEIN TOTAL, ALBUMIN DAN GLOBULIN
PADA AYAM BROILER
HERLINA
B04104073
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
HERLINA. Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink
Terhadap Protein Total, Albumin dan Globulin Pada Ayam Broiler. Dibimbing
oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian serbuk kunyit,
bawang putih dan mineral zink (Zn) terhadap kadar protein total, albumin dan
globulin plasma pada ayam broiler. Penelitian ini menggunakan ayam umur sehari
(day old chick) sebanyak 100 ekor. Ayam dipelihara selama 6 minggu dan dibagi
secara acak ke dalam 5 perlakuan, yaitu R0: pakan basal (kontrol); R1: pakan
basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%; R2: pakan basal +
serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm; R3: pakan basal + serbuk kunyit
1.5% + ZnO 120 ppm; R4: pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk
kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat
ayam berumur 3 dan 6 minggu. Pemeriksaan terhadap protein total, albumin dan
globulin menggunakan plasma darah yang mengandung antikoagulan ethylene
diamine tetra acetate (EDTA). Protein total diperiksa dengan metode Biuret dan
albumin dengan metode Bromcresol Green. Konsentrasi globulin ditentukan
dengan mengurangkan secara langsung konsentrasi protein total dengan
konsentrasi albumin. Rasio albumin - globulin (A/G) merupakan konsentrasi
albumin dibagi dengan konsentrasi globulin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar protein total dan globulin pada umur 6 minggu cenderung lebih tinggi
dibandingkan umur 3 minggu. Pemberian serbuk kunyit 1.5% dan mineral ZnO
120 ppm mampu meningkatkan kadar albumin ayam broiler pada umur 3 minggu.
Pemberian serbuk bawang putih 2.5% dan mineral ZnO 120 ppm mampu
meningkatkan kadar globulin ayam broiler.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink
Terhadap Protein Total, Albumin dan Globulin Pada Ayam Broiler
Nama :
Herlina
NIM :
B04104073
Disetujui
Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi
Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makale, Tana Toraja pada tanggal 20 September
1986 dari pasangan Bapak Marthen Pamasi dan Ibu Agnes Ruruk. Penulis
merupakan putri bungsu dari dua bersaudara (Herlan Pamasi).
Tahun 1998 penulis lulus dari SD Negeri 113 Tiromanda dan melanjutkan
pendidikan di SLTP Katolik Makale dan lulus pada tahun 2001. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Makale dan lulus pada tahun
2004. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif diberbagai kepanitiaan dan
organisasi. Organisasi yang diikuti oleh penulis adalah Himpunan dan Minat
Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA), Persekutuan
Fakultas (PF) Kedokteran Hewan IPB, dan OMDA Ikatan Pemuda Toraja Bogor
(IPTOR).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul: Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink
Terhadap Protein Total, Albumin dan Globulin Pada Ayam Broiler. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
mendukung hingga terselesaikannya tugas akhir ini, khususnya kepada:
1. Orang tua tercinta: Ayahanda Marthen Pamasi dan Ibunda Agnes Ruruk,
Kakak Herlan yang senantiasa memberikan perhatian, doa, kasih sayang,
bimbingan, saran, dukungan semangat, kepercayaan dan kesabaran selama
hidup penulis.
2. Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi dan Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi selaku
dosen pembimbing atas segala bantuan saran, motivasi dan diskusi yang
diberikan.
3. Dr. drh. Gunanti, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi selama penulis menjadi
mahasiswa.
4. Dr. drh. Sri Murtini, MSi selaku dosen penguji yang telah bersedia meberikan
saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. drh. Endang Rahman, MS selaku dosen penilai yang telah meberikan saran
demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Sri Purwanti, MSi atas segala bantuan dan arahannya. Teman - teman
penelitian Wahyu, Bagus, Kanda, Eka-popon, Ulil, Upik, M’Ratna dan Ami
atas segala kerjasama dan bantuannya.
7. Sahabat dan teman - teman (Ina, Ai, Vonti, Rita, Sio, Nova, Uya, Elsi, Erlina,
Asri, Monez, Loreng, Teteq) untuk segala bantuan, kebersamaan, doa dan
dukungannya selama ini. Seluruh Asteroidea’41, teman - teman di Griya
Agriyanti, PF-FKH dan IPTOR (Nining, Obed, Dian, Anni, K’Lady, K’Jun,
K’Evi, K’Asman).
8. Seluruh keluarga di Panaikang, Maros, Jakarta dan Toraja atas dukungan, doa
dan bantuannya.
9. Bapak Jajat di Lab. Patologi Klinik dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini memiliki banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….....
x
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………...
1
Tujuan Penelitian…………………………………………………………...
2
Manfaat Penelitian………………………………………………………….
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler……………………………………………………………….
3
Kunyit (Curcuma domestica Val.)………………………………………….
4
Bawang Putih (Allium sativum Linn.)……………………………………...
6
Zink…………………………………………………………………………
8
Darah……………………………………………………………………….
10
Plasma Darah…………………………………………………………....
12
Protein Plasma…………………………………………………………...
13
Albumin ………………………………………………………………...
16
Globulin…………………………………………………………………
17
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………...
20
Materi Penelitian
Hewan Coba……………………………………………………………..
20
Kandang dan Peralatan………………………………………………….
20
Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih…………………………………....
20
Ransum…………………………………………………………………..
21
Pakan dan Vaksinasi…………………………………………………….
22
Metode Penelitian
Perlakuan Ransum……………………………………………………….
22
Pengambilan Sampel Darah……………………………………………..
22
Pemeriksaan Protein Total, Albumin dan Globulin……………………..
23
Analisis Data………………………………………………………………..
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein Total………………………………………………………...
25
Kadar Albumin……………………………………………………………..
28
Kadar Globulin……………………………………………………………..
30
Rasio Albumin - Globulin (A/G)…………………………………………...
32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan…………………………………………………………………
35
Saran………………………………………………………………………..
35
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
36
LAMPIRAN…………………………………………………………………...
40
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi ransum penelitian………………………………………….....
21
2 Rataan kadar protein total plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu
yang
diberi
perlakuan
ransum……………………………………………………………………
25
3 Rataan kadar albumin plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu yang
diberi perlakuan ransum………………………………………………….
28
4 Rataan kadar globulin plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu yang
diberi perlakuan ransum………………………………………………….
30
5 Rasio albumin - globulin (A/G) ayam broiler umur 3 dan 6 minggu yang
diberi perlakuan ransum………………………………………………….
33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kunyit (Curcuma domestica Val.)………………………………………..
5
2 Bawang putih (Allium sativum Linn.)…………………………………….
7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisis data rataan kadar protein total, albumin dan globulin ayam
broiler umur 3 minggu…............................................................................ 40
2 Analisis data rataan kadar protein total, albumin dan globulin ayam
broiler umur 6 minggu…………………………………………………… 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Namun hal ini tidak diikuti oleh kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi makanan dengan nilai gizi yang baik. Rendahnya konsumsi
protein hewani masyarakat Indonesia per kapita per tahun disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan keterbatasan ekonomi. Kualitas pangan yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia akan menentukan tingkat petumbuhan fisik
termasuk kecerdasan sumber daya manusia. Konsumsi daging masyarakat
Indonesia sebesar 7.10 kg per kapita per tahun, konsumsi telur 3.48 kg per kapita
per tahun dan konsumsi susu 6.50 kg per kapita per tahun (Anonimus 2008). Hal
ini mendorong pemerintah dan kalangan terkait untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat serta menyediakan bahan pangan, termasuk protein yang memiliki
kualitas dan kuantitas yang baik. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki
nilai gizi yang baik dan memiliki nilai ekonomis sehingga dapat dijangkau oleh
masyarakat adalah produk asal ayam.
Dunia perunggasan di Indonesia saat ini berusaha untuk bangkit dari
keterpurukan akibat wabah flu burung. Selain flu burung, peternak juga sering
diresahkan oleh penyakit unggas yang lain seperti koksidiosis, gumboro, tetelo,
dan marek. Usaha para peternak dalam mengatasi masalah yang muncul di
peternakan adalah dengan menggunakan senyawa - senyawa kimia misalnya
antibiotik. Penggunaan senyawa kimia tersebut akan menurunkan kualitas
produksi ternak dan memberikan efek yang buruk bagi konsumen karena
mengandung residu. Oleh sebab itu diperlukan alternatif lain yang mampu
mengatasi masalah tersebut dan aman bagi konsumen. Salah satu alternatif yang
saat ini dikembangkan adalah penggunaan bahan - bahan alami seperti herbal.
Penggunaan herbal di dunia peternakan memberikan manfaat ekonomis karena
relatif murah, mudah diperoleh dan aman. Salah satu contoh herbal yang memiliki
efek farmakologis adalah kunyit dan bawang putih. Penggunaan herbal kunyit dan
bawang putih secara tunggal telah banyak dilakukan, akan tetapi penggunaan
dengan mengkombinasikan kedua herbal tersebut dengan mineral zink belum ada
penelitian yang melaporkan. Penggunaan kombinasi herbal kunyit dan bawang
putih dengan mineral zink merupakan salah satu usaha yang diharapkan mampu
meningkatkan status kesehatan pada unggas, sehingga kejadian penyakit dapat
dihindari dan kerugian yang ditimbulkan dapat ditekan. Oleh karena itu penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian bawang putih, kunyit dan mineral
zink di dalam ransum terhadap status kesehatan ayam brolier. Status kesehatan
dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah melihat kadar protein
plasma terutama albumin dan globulin (Walker et al. 1990).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian serbuk
kunyit, bawang putih dan mineral zink terhadap kadar protein total, albumin dan
globulin pada ayam broiler.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang
gambaran protein total, albumin dan globulin ayam broiler setelah pemberian
serbuk kunyit, bawang putih dan mineral zink pada ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Budidaya unggas tercatat sejak tahun 1000 SM di India. Unggas domestik
diklasifikasikan ke dalam empat ordo yaitu Corinitae (unggas bertulang lunas),
Anseriformes (itik dan angsa), Galliformes ( ayam, kalkun, ayam mutiara, dan
burung kuau), serta Columbiformes (burung tekukur dan merpati). Ordo
Galliformes misalnya ayam broiler memiliki peranan yang besar dalam dunia
ekonomi (Amrullah 2004).
Ayam broiler (ayam pedaging) dikembangkan sejak 50 tahun silam.
Peternakan broiler di Indonesia baru berkembang pada tahun 1979 (Amrullah
2004). Broiler merupakan ayam ras yang memiliki keunggualan berproduksi lebih
tinggi dibandingkan dengan ayam buras. Ayam jenis ini merupakan hasil
budidaya teknologi peternakan melalui berbagai perkawinan silang dan seleksi
yang rumit yang diikuti dengan upaya perbaikan manajemen pemeliharaan secara
terus menerus (Abidin 2002). Broiler juga dikenal dengan sebutan ’’Rock Chornish’’ karena berasal dari persilangan antara galur White Cornish jantan
dengan betina galur Barred Rock dengan ciri khas berbulu putih dan tidak
memiliki naluri untuk bertarung. Hasil persilangan tersebut mulai diperkenalkan
pada tahun 1930-an. Broiler yang berkembang saat ini merupakan generasi ketiga
hasil persilangan ulang antara Cornish x Rock hybrid (Leeson dan Summers
2000).
Performa ayam broiler berbeda menurut tempat dimana ayam broiler
tersebut dipelihara. Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan ketinggian
atau suhu lingkungan sekitar kandang. Broiler memiliki sistem perasa berupa
gustative atau taste buds untuk mengenali rasa makanannya, namun indra
penciuman (olfactory system) tidak berkembang (Amrullah 2004).
Broiler memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan
cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan yang rendah dan siap
dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya broiler siap dipanen pada
usia 35 - 45 hari dengan bobot badan antara 1.2 - 1.9 kg/ekor (Priyatno 2003).
Dalam kurun waktu 6 - 7 minggu ayam broiler akan tumbuh 40 - 50 kali dari
bobot awal dan pada minggu terakhir broiler tumbuh 50 - 70 g/hari. Kekurangan
pada ayam broiler adalah banyaknya struktur perlemakan pada serat - serat daging
dan sangat rentan terhadap penyakit (Amrullah 2004).
Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat asli dari Asia
Tenggara. Pusat penyebaran di daerah Semenanjung Melayu, Pulau Sumatera,
Pulau Jawa, kemudian menyebar ke India, Australia, Cina, Kepulauan Salomon,
Haiti, Pakistan, Taiwan, Jamaika bahkan Afrika (Winarto 2003). Tanaman ini
awalnya diperkenalkan ke dunia pengetahuan dengan nama Curcuma longa. Pada
tahun 1918, Valenton mengusulkan nama baru yaitu Curcuma domestica
(Purseglove et al. 1981).
Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab yaitu ’’kurkum” dan bahasa
Yunani ’’karkom” yang berarti kuning. Pada tahun 77 - 78 SM, Dioscarides
menyebut tanaman ini sebagai cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat,
sedikit pedas dan tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia
Selatan khususnya India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia khususnya Pulau Jawa,
dan Filipina (Darwis et al. 1991).
Dalam
taksonomi
tumbuhan
menurut
Winarto
(2003),
kunyit
dikelompokkan sebagai:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma domestica Val.
Kunyit merupakan tanaman semak yang berumur musiman yang memiliki
ciri khas tumbuh berkelompok membentuk rumpun. Tinggi tanaman antara 40 100 cm. Tumbuhan ini tidak berbulu, batang pendek berupa batang semu yang
tersusun dari kelopak daun yang berpalutan. Daun kunyit tersusun dari pelepah
daun, gagang daun dan helai daun yang berbentuk bulat telur dan tersusun secara
berselang - seling. Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau
kuning dengan pangkal berwarna kuning. Rimpang kunyit bercabang - cabang
membentuk rumpun. Bagian luar rimpang berwarna kecoklatan, sedangkan bagian
dalam berwarna jingga cerah atau kuning tua (Winarto 2003).
Menurut Syukur dan Hernani (2002), kunyit dapat tumbuh baik di daerah
tropis maupun subtropis yang memiliki curah hujan antara 2000 - 4000 mm/tahun.
Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 240 - 2000 meter di atas permukaan
laut (dpl). Jenis tanah yang cocok untuk tanaman kunyit adalah tanah ringan
dengan bahan organik yang tinggi, seperti tanah lempung berpasir yang terbebas
dari genangan air. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah yang memiliki intensitas
cahaya matahari penuh atau di daerah yang ternaungi. Kunyit dapat pula ditanam
tumpang sari dengan padi gogo, jagung, singkong, kacang merah, atau palawija
lainnya.
Gambar 1 Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Bagian kunyit yang memiliki peranan penting adalah rimpang/rhizoma.
Rimpang kunyit mengandung senyawa - senyawa penting diantaranya minyak
atsiri, pati, protein, lemak, vitamin A dan C, zat pahit, resin, selulosa, mineral, zat
warna (kurkumin, monodesmetoksikurkumin, dan biodesmetoksikurkumin).
Minyak atsiri kunyit terdiri dari: d-α-phellandrene, d-sabinene, cineol, borneol,
zingiberene,
turmerone,
sesquiterpene
alcohol,
α-atlantone, γ-atlantone,
curcumene, champhene, champhor, sesquiterpene, caprilid acid, metoxinamic
acid, dan tholymethyl carbinol (Syukur dan Hernani 2002).
Pigmen kurkumin yang terkandung di dalam kunyit bekerja sebagai
antiinflamasi dengan menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran
phospholipid sehingga sekresi enzim 5-lipoksigenase dan siklooksigenase
berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya produksi leukotrien dan
prostaglandin yang merupakan mediator peradangan. Kurkumin juga memberikan
efek antimikroba. Kurkumin dapat menghambat bakteri gram positif (B. cereus, B.
subtilis, B. megaterium). Kurkumin sebagai senyawa fenolik mampu merusak dan
menembus dinding sel bakteri kemudian mengendapkan protein sel mikroba
(Mills dan Bone 2000). Efek lain dari senyawa kurkumin adalah sebagai
penghambat perkembangan serangga hama gudang (Sitophilus zeamais), repellant
dan antifeedant. Efek farmakologis dari kunyit adalah meningkatkan kekebalan
tubuh, antiinflamasi, antimikroba, antioksidan, antidota, merangsang pengeluaran
getah empedu, mencegah sekresi asam lambung yang berlebih, mengurangi
peristaltik usus, desinfektan, dan adstringentsia. Di bidang peternakan khususnya
peternakan ayam, kunyit juga memiliki peran penting. Penambahan kunyit ke
dalam ransum dapat menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning
telur, dapat menghilangkan bau kotoran, serta mampu menambah berat badan
ayam (Winarto 2003).
Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
Bawang putih merupakan tanaman musiman yang dimanfaatkan sebagai
bumbu masakan maupun sebagai obat. Tanaman ini berasal dari bagian barat daya
Siberia kemudian menyebar ke Eropa Selatan, Amerika Latin dan Mediterania.
Bawang putih masuk ke Indonesia dibawa oleh para pelaut India dan Cina
(Holladay 2004).
Bawang putih merupakan tanaman yang tumbuh baik di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Jenis bawang putih dataran tinggi dapat tumbuh pada
ketinggian 600 - 1000 meter dpl dengan suhu 200 C, sedangkan untuk dataran
rendah pada ketinggian 200 - 250 m dpl dengan suhu 27 - 300 C. Tanaman ini
dapat tumbuh pada jenis tanah regosol, latosol dan alluvial dengan tekstur
lempung berpasir atau berdebu dengan pH sekitar enam. Bawang putih
merupakan tanaman berumpun dengan daun yang panjang berbentuk pipih rata.
Bagian tanaman ini yang memiliki peranan adalah umbi. Umbi tersebut terdiri
dari beberapa siung (Wibowo 1999).
Menurut Wibowo (1999), bawang putih merupakan keturunan bawang liar
Allium longicorpis Regel. Klasifikasi bawang putih menurut Syamsuhidayat dan
Hutapea (1991) adalah:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum Linn.
Gambar 2 Bawang putih (Allium sativum Linn.)
Efektivitas bawang putih erat kaitannya dengan zat kimia yang terkandung
di dalamnya. Bawang putih mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin
B-kompleks dan C, mineral (kalsium, fosfor, magnesium, kalium, belerang
selenium, dan besi), serta minyak atsiri yaitu dialildisulfida dan alilpropildisulfida
(Palungkun dan Budiarti 1997).
Bau khas bawang putih ditentukan oleh keberadaan senyawa allisin.
Senyawa ini berperan sebagai antibakteri, baik bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif (Mazza dan Oomah 1998). Allisin dapat membunuh
Salmonella typhimurium, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis, serta
mampu membasmi jamur Erytococcus neofarmans dan Candida albicans
(Rabinowitch dan Currah 2002). Scordinin merupakan senyawa lain pada bawang
putih yang terdiri dari kompleks thioglosida yang memiliki efek seperti enzim
oksido - reduktase. Senyawa ini berperan dalam proses pertumbuhan dan bersama
mineral selenium berperan sebagai antioksidan. Selain itu bawang putih mampu
menurunkan kadar glukosa darah, dan antikanker. Komponen yang berperan
sebagai antikanker adalah senyawa - senyawa yang mengandung sulfur
(dialildisulfida). Senyawa lain yang terdapat dalam bawang putih adalah enzim
germanium (zat yang mencegah rusaknya eritrosit), antiarthritik factor,
methylallyl trisulfida (zat yang mencegah perlekatan eritrosit), serta allilthiamin
yang merupakan hasil reaksi allisin dengan thiamin dan dapat bereaksi dengan
sistein. Fungsi senyawa ini sama dengan vitamin B1 (Palungkun dan Budiarti
1997) yaitu sebagai kokarboksilase terutama dekarboksilase protein (Guyton dan
Hall 1997).
Zink
Zink (Zn) merupakan mikromineral yang diperlukan untuk kehidupan
hewan dan manusia. Sejak tahun 1934, zink ditetapkan sebagai salah satu mineral
yang sangat esensial yang terlibat dalam berbagai aktifitas enzimatik (Tillman et
al. 1989). Mineral ini menduduki urutan kedua setelah besi dalam tubuh. Zink
terikat pada komponen plasma yaitu pada albumin,
-1 globulin, dan
-2
globulin. Konsentrasi zink plasma mendekati 1 µg/ml (100 mg/dl) dengan standar
deviasi kurang lebih 10 mg/dl. Secara keseluruhan darah mengandung Zn sekitar
10 kali lebih tinggi karena adanya enzim karbonik anhidrase dalam sel darah
merah (Linder 1992).
Zn menyebar secara luas pada jaringan tubuh, terutama pada hati, tulang,
ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar prostat, kulit, rambut, bulu, kuku, dan wol.
Selain itu Zn dapat ditemukan di dalam susu dan kolostrum. Zn akan
diekskresikan melalui pankreas, empedu, keringat dan urin. Mikromineral Zn
dapat ditemukan dalam bentuk terikat dengan unsur lain seperti zink oksida, zink
karbonat, dan zink sulfat (Cheeke 2005).
Kebutuhan zink pada ayam umur diatas 8 minggu adalah 30 mg/kg berat
badan. Ketersediaan Zn dalam ransum dapat diperoleh dari tepung daging atau
tepung ikan, tetapi bahan tersebut tidak menyediakan cukup zink bagi ayamayam muda sehingga dapat digantikan dengan zink nonorganik seperti zink oksida
atau zink karbonat (Anggorodi 1985).
Zn berfungsi dalam metabolisme melalui dua cara yaitu sebagai komponen
dari enzim dan mempengaruhi konfigurasi struktur ligand - ligand organik nonenzim tertentu. Zn diperlukan untuk aktivitas lebih dari 90 enzim yang
berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi/sintesis
protein, sintesis asam nukleat, biosintesis heme, dan transport CO2 (Linder 1992).
Selain itu Zn juga berperan dalam metabolisme hormon reproduksi, terutama
perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron yang aktif serta membantu
pelepasan vitamin A dari hati dan membantu proses persembuhan luka (Kanarek
dan Kaufman 1991).
Enzim - enzim yang diaktifkan oleh Zn adalah alkohol dehidrogenase,
karbonik anhidrase, alkalin dehidrogenase, karboksipeptidase, alkaline fosfatase,
laktat
dehidrogenase,
glutamat
dehidrogenase,
RNA
polymerase,
DNA
polymerase, dan timidinkinase (Tillman et al. 1989; Sandstead dan Evans 1988).
Mineral Zn dapat mengaktifkan beberapa enzim dan memiliki peranan pada
konfigurasi DNA dan RNA serta sebagi kofaktor pada beberapa enzim. Selain itu
beberapa ligand non-enzim akan membentuk senyawa kompleks seperti alpha-2makro-globulin yaitu glikoprotein serum yang akan mengikat sekitar 30% Zn
dalam plasma, albumin akan mengikat sekitar duapertiga Zn dalam plasma, dan
asam amino tertentu mengikat sekitar 2%. Zn juga mengikat ferritin dan
nukleoprotein. Fungsi lain dari Zn adalah berperan dalam proses penyembuhan
luka, meningkatkan respon imunitas, merangsang perkembangan fetus dan
meningkatkan laju pertumbuhan (Linder 1992).
Kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung pada struktur kimia
dan kombinasinya. Rendahnya penyerapan Zn dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: (1) adanya interaksi antara Zn dengan beberapa ion metal transisi (Ca, Cd,
Pb, Cu, Fe, Mg, P, dan S); (2) adanya chelating agent seperti EDTA; (3) adanya
asam fitat (inositol hexaphosphate) yang terdapat dalam biji - bijian serealia; (4)
makanan dengan kadar protein yang tinggi (Cheeke 2005; Underwood 1981).
Mineral Zn yang masuk ke dalam saluran pencernaan sekitar 4 - 5 mg akan
dibebaskan dari enzim - enzim proteolitik pankreas dan juga dari empedu. Setelah
penyerapan dan pemindahan Zn ke dalam plasma, Zn akan terikat dalam tiga
komponen yang satu dengan yang lainnya dalam keadaan equilibrum. Dari darah
Zn akan diambil oleh jaringan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Zn yang
berlebih akan terikat pada metallothionin dalam hampir semua sel tubuh (Linder
1992).
Defisiensi Zn dalam tubuh akan menimbulkan dampak yang luas.
Defisiensi Zn dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan Zn dalam ransum dan
meningkatnya pengeluaran Zn dari tubuh akibat adanya gangguan metabolisme
dan penyakit seperti pada keadaan kelaparan, luka bakar, diabetes mellitus,
ketoasidosis, proteinuria, infeksi parasit, malabsorbsi, gastroenteritis, sirosis hati,
nephrosis, hypothyroidism, myocardial infarction, dan porfiria. Pengobatan
dengan menggunakan preparat hormon kortikosteroid dan
diuretik akan
mempercepat penurunan kadar mineral Zn dalam serum. Menurut Anggorodi
(1985) dan Tillman et al. (1989), gejala yang terlihat pada ayam yang kekurangan
zink meliputi: gangguan pertumbuhan, parakeratosis terutama pada kaki,
pembengkakan persendian tarsometatarsus, pembesaran sendi siku, kehilangan
nafsu makan, produksi telur menurun, kelemahan, gangguan pertumbuhan bulu,
dan dalam keadaan parah menyebabkan mortalitas yang tinggi. Defisiensi Zn juga
dapat menyebabkan terjadinya hypogonadism, kelainan pada indera pengecap dan
indera penciuman, hiperfungsi kelenjar adrenal, white muscle disease (pada sapi),
dan liver necrosis (pada babi). Secara keseluruhan proses - proses yang terganggu
akibat defisiensi Zn adalah metabolisme DNA, RNA, protein, dan mukosakarida.
Keracuana Zn dapat terjadi jika kadar Zn mencapai 2000 mg/kg pakan.
Darah
Darah terdiri atas unsur - unsur padat, yaitu eritrosit, leukosit serta platelet
yang tersuspensi di dalam media cair yang disebut plasma. Darah merupakan
cairan yang sangat penting pada hewan tingkat tinggi karena berfungsi sebagai
alat transportasi berbagai zat seperti oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
bahan hasil metabolisme tubuh, sebagai pertahanan tubuh terhadap virus dan
bakteri (Murray et al. 2003).
Darah terdiri dari sel - sel yang terendam di dalam plasma. Sebagian besar
sel - sel darah berada di dalam pembuluh darah, kecuali leukosit yang dapat
bermigrasi melintasi dinding pembuluh darah untuk melawan infeksi (Frandson
1992). Darah merupakan 7% dari total cairan tubuh yang mengandung 55%
plasma yang terdiri atas air, zat - zat elektrolit dan protein. Sedangkan 45%
merupakan sel - sel darah (Colville dan Bassert 2002). Menurut Swenson (1984),
total volume darah pada ayam adalah 83 ml/kg berat badan dan volume plasma
sebesar 55 ml/kg berat badan.
Menurut Colville dan Bassert (2002), darah memiliki tiga fungsi penting
yaitu:
1. Darah sebagai sistem transportasi:
Mengangkut oksigen, zat makanan (glukosa, asam amino dan asam lemak)
dan berbagai senyawa esensial yang sangat diperlukan untuk kelangsungan
sel dalam tubuh. Oksigen diikat oleh hemoglobin yang terdapat pada
eritrosit, sedangkan zat makanan dan senyawa esensial diangkut oleh
plasma darah.
Mengangkut sisa metabolisme seperti karbondioksida, urea, asam laktat
dari jaringan menuju organ ekskresi.
Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin menuju organ target.
Mengangkut leukosit dari sumsum tulang menuju jaringan yang mengalami
infeksi.
Mengangkut platelet menuju pembuluh darah yang mengalami kerusakan
untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan
2. Darah sebagai sistem regulasi:
Membantu menjaga suhu tubuh dengan cara mengangkut panas dari
struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh.
Menjaga keseimbagan cairan tubuh (homeostatis).
Menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh (sistem buffer) dengan
adanya ion bikarbonat yang akan mempertahankan pH yang konstan pada
jaringan dan cairan tubuh. Kisaran pH normal adalah 7.35 - 7.45 dan ideal
pada pH 7.4.
3. Darah sebagai sistem pertahanan:
Leukosit berperan dalam fagositosis dan memberikan respon iminutas
terhadap kehadiran agen infeksi.
Memiliki 13 faktor penggumpalan darah yang berperan dalam proses
pembekuan darah. Faktor tersebut akan teraktivasi saat terjadi luka pada
pembuluh darah sehingga kehilangan darah yang berlebihan dapat
dicegah.
Darah merupakan cairan kompleks yang berasal dari sel stem
hematopoietik pluripoten. Darah bergerak terus menerus dari tempat yang satu ke
tempat yang lain di dalam tubuh agar semua sel dan jaringan tetap mendapatkan
suplai oksigen dan zat makanan sehingga tetap melaksanakan fungsinya (Guyton
dan Hall 1997). Senyawa - senyawa yang terdapat di dalam darah antara lain
glukosa, protein (albumin, globulin dan fibrinogen), nonprotein nitrogen (NPN),
urea nitrogen (BUN), amonia, asam urat, kreatinin, asam amino nitrogen, asam
laktat, kolesterol, asam lemak, fosfolipid, bilirubin, mineral (natrium, kalium,
klor, kalsium, fosfor, besi, iodine, magnesium, tembaga, dan zink), enzim
(amylase, lipase, alkalin phosphatase, dan asam phosphatase), serta vitamin
(Swenson 1984).
Darah dapat digunakan untuk kepentingan diagnostik, dengan melihat
susunan kimiawi darah. Analisis darah dapat menggunakan serum, plasma atau
whole blood. Serum merupakan cairan plasma yang tidak mengandung fibrinogen
dan faktor - faktor penggumpalan darah, sedangkan plasma dan whole blood
mengandung zat antikoagulan (Frandson 1992).
Plasma Darah
Plasma darah merupakan komponen terbesar dalam darah berupa cairan
berwarna kuning. Plasma dikatakan sebagai ’’lingkungan interna” yang secara
langsung maupun tidak langsung merendami semua sel tubuh dan melindungi dari
pengaruh luar. Plasma terdiri dari air sebanyak 92% dan zat - zat lain sebanyak
8%. Ginjal bertanggung jawab pada usaha untuk mempertahankan proporsi yang
konstan antara air dan zat - zat lainnya itu melalui filtrasi selektif dan absorbsi
selektif atas air dan zat - zat lain. Zat lain tersebut 90% berupa protein dan 0.9%
berupa bahan anorganik, sedangkan sisanya adalah bahan organik yang bukan
protein (Frandson 1992).
Zat - zat selain air yang menyususun 8% dari plasma dapat dibagi
berdasarkan berat molekulnya. Berat molekul lebih dari 50.000 g/molekul adalah
protein berupa albumin, globulin dan fibrinogen. Protein merupakan 7/8 dari
fraksi plasma (7 g/100 ml). Berat molekul kurang dari 50.000 g/molekul meliputi
glukosa, lipid, asam amino, hormon, NaCl dan elektrolit lain, garam - garam
mineral anorganik, produk buangan metabolik seperti urea, asam urat dan
kreatinin. Plasma darah juga mengandung gas oksigen, nitrogen dan
karbondioksida, enzim, gliserin dan kolesterol (Frandson 1992).
Semua fungsi sel kecuali fungsi seluler yang spesifik (seperti
pengangkutan oksigen dan pertahanan imunologik yang diperantarai sel)
dilaksanakan oleh plasma dan unsur - unsurnya (Murray et al. 2003). Plasma
darah berfungsi mengangkut zat makanan menuju sel dan jaringan serta membawa
sisa metabolisme menuju organ ekskresi. Fungsi lain plasma adalah menghasilkan
antibody. Plasma merupakan 20% dari cairan ekstraseluer, merupakan bagian
darah nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan interstitial melalui
celah - celah membran kapiler. Celah tersebut bersifat sangat permiabel untuk
hampir semua zat terlarut dalam plasma kecuali protein. Hal ini mengakibatkan
komposisi ionik plasma dan cairan interstitial sama, kecuali protein yang lebih
tinggi pada plasma. Plasma mengandung ion natrium, klorida dan bikarbonat
dalam jumlah besar, tetapi hanya sedikit ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat,
dan asam organik (Guyton dan Hall 1997).
Protein Plasma
Protein plasma merupakan bagian utama plasma darah dan terdiri dari
campuran yang sangat kompleks, yaitu protein sederhana dan protein konjugasi
seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra 1989). Tipe utama
protein yang terdapat dalam plasma adalah fibrinogen, albumin dan globulin.
Albumin, fibrinogen dan 50 - 80% globulin disintesis di hati, sedangkan sisa
globulin lainnya dibentuk di jaringan limfoid. Kecepatan pembentukan protein
plasma oleh hati sangat tinggi, sekitar 30 mg/hari (Guyton dan Hall 1997). Protein
lain yang ada dalam plasma berupa hormon eritripoetin, enzim, C-reaktive
protein, seruloplasmin, haptoglobin, lipoprotein (kilomikron, VLDL, LDL, HDL),
hemopeksin, protein pengikat retinol, transferin, transiterin, α1-asam glikoprotein,
α1-fetoprotein, antitrombin, α1-antitripsin dan antikimotripsin (Murray et al.
2003).
Protein plasma berfungsi menjaga tekanan osmotik, sebagai sumber asam
amino bagi jaringan, berperan dalam transportasi lipid, bilirubin, vitamin A, D
dan E, hormon tiroksin dan steroid, mineral seperti besi yang terikat pada
transferin, kalsium yang diangkut oleh seruloplasmin dan albumin, tembaga dan
zink yang diangkut oleh albumin (Murray et al. 2003). Plasma juga berperan
dalam transportasi agen terapi seperti sulfonamide, streptomisin, barbiturate, dan
digoxin menuju organ target (Swenson 1984). Protein plasma juga berperan
penting mencegah terjadinya perubahan - perubahan besar dalam pH darah
(sistem buffer). Fungsi buffer tersebut dapat berlangsung karena protein memiliki
gugus amida dan karboksil yang mengion, dan dapat menerima kelebihan ion
hidrogen di dalam plasma atau memberikan ion hidrogen ke dalam plasma. Fraksi
gammaglobulin dari protein plasma terkait dengan imunitas dan resistensi
terhadap penyakit (sistem imunitas). Fraksi gammaglobulin menyajikan respon
kekebalan misalnya antobodi yang bereaksi terhadap antigen, seperti bakteri atau
protein - protein asing (Frandson 1992).
Protein plasma berperan menyediakan faktor - faktor koagulasi seperti
fibrinogen, protrombin, antihemophilic factor, faktor V dan VII, plasma
thromboplastin complement (PTC), plasma thromboplastic antecedent (PTA).
Selain itu plasma juga mengandung enzim. Sebagian besar dari faktor koagulasi
darah berperan sebagai enzim dalam tubuh. Enzim lain yang terkandung dalam
plasma seperti enzim proteidase, peptidase, amylase, asam dan alkalin fosfatase,
deoksiribonuklease, histaminase, kolinesterase, β-glukoronidase, transaminase
dan dehidrogenase (Raphael 1983). Plasma juga berperan mempertahankan
tekanan darah yang normal dan stabilitas eritrosit (Swenson 1984).
Penurunan konsentrasi protein plasma akan menyebabkan cairan tidak
ditarik kembali ke dalam kompartemen intravaskular tetapi tertimbun di dalam
ruang jaringan ekstravaskular sehingga terjadi keadaan edema. Dengan kata lain
protein plasma berperan dalam menjaga konsentrasi cairan di dalam jaringan
(Murray et al. 2003).
Protein total plasma merupakan hasil penjumlahan albumin dan globulin.
Menurut Sturkie (1954), kadar protein total pada ayam sekitar 4.83 g/dl dengan
rasio albumin - globulin sebesar 0.68. Perbandingan yang ideal antara albumin :
globulin adalah 2 : 1. Menurut Swenson (1984) protein total pada ayam berkisar
antara 4.0 - 5.2 g/dl.
Hiperproteinemia terjadi pada keadaan hipofungsi korteks adrenal,
gangguan hati, rheumathoid arthritis, systemic lupus, skleroderma, reaksi
hipersensitif, sarkoidosis, dehidrasi (diabetes asidosis, diare kronis), gangguan
respirasi, hemolisis, krioglobulinemia dan leukemia. Sedangkan hipoproteinemia
terjadi pada malabsorbsi, diare, hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, dan keadaan
bunting (Jain 1993).
Protein total plasma yang abnormal merupakan gejala dari hipertensi,
endokarditis, tuberkulosis dan gangguan pada gastrointestinal (Prewitt et al.
2007). Protein total pada hewan jantan lebih rendah dibandingkan hewan betina.
Hal ini disebabkan kadar hormon estrogen yang berbeda. Hormon estrogen dapat
meningkatkan kadar protein plasma (Sturkie 1954).
Penurunan kadar protein total plasma secara drastis dapat dijumpai pada
penyakit hati, kekurangan asam amino dan gastroenteritis (Girindra 1989).
Peningkatan dan penurunan kadar protein plasma pada hewan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Perubahan kadar protein total plasma dapat terjadi jika salah
satu fraksinya mengalami perubahan, misalnya pada kejadian plasma cell
myeloma dan piometra terjadi keadaan hiperproteinemia karena terjadi
peningkatan level globulin. Kadar protein plasma akan meningkat pada hewan
yang mengalami dehidrasi atau hemokonsentrasi (misalnya dalam keadaan diare,
muntah, diuresis), shock, peradangan dan penyakit neoplasia. Penurunan kadar
protein plasma dapat terjadi karena produksi protein plasma menurun akibat
malnutrisi protein atau kalori yang berat, malabsorbsi, insufisiensi pankreas dan
adanya gangguan pada hati. Penurunan level protein total plasma juga terjadi
akibat tubuh kehilangan protein plasma dalam jumlah berlebihan. Hal ini dapat
terjadi pada keadaan luka bakar yang luas, kejadian albuminuria pada keadaan
nefrosis serta kehilangan melalu gastrointestinal (Raphael 1983; Guyton dan Hall
1997)
Pada keadaan sirosis hati, kadar protein total plasma menurun. Hal ini
disebabkan oleh hancurnya sel - sel hati, sehingga mengurangi kemampuan hati
untuk mensintesis protein plasma yang cukup. Sirosis juga berhubungan dengan
infiltrasi jaringan fibrosa pada seluruh sel parenkim hati yang akan menghambat
aliran darah portal abdominal saat melalui hati sebelum pengosongan kembali ke
sirkulasi umum. Hambatan pada aliran vena porta akan meningkatkan tekanan
hidrostatik
kapiler
di
seluruh
daerah
gastrointestinal
dan
selanjutnya
meningkatkan filtrasi cairan keluar dari plasma ke dalam rongga abdominal. Jika
hal ini terjadi, kombinasi efek penurunan konsentrasi protein plasma dan tekanan
kapiler porta yang tinggi menyebabkan transudasi sejumlah besar cairan dan
protein ke dalam rongga abdominal. Keadaan tersebut dikenal dengan asites
(Guyton dan Hall 1997).
Pada kasus sindrom nefrotik, kapiler - kapiler glomerulus membocorkan
protein dalam jumlah besar ke dalam filtrat dan urin akibat peningkatan
permiabilitas glomerulus. Bila kehilangan ini melebihi kemampuan tubuh untuk
mensintesis protein maka akan terjadi penurunan konsentrasi protein plasma
Kehilangan protein plasma melalui urin setiap hari mencapai 30 - 50 g dan dapat
menyebabkan penurunan konsentrasi protein plasma sampai kurang dari sepertiga
konsentrasi normal. Edema generalisata dapat terjadi apabila kadar protein plasma
turun di bawah 2.5 g/100 ml. Penurunan konsentrasi protein plasma akibat
kegagalan untuk menghasilkan protein dalam jumlah yang cukup maupun karena
kebocoran protein dari plasma akan menimbulkan penurunan tekanan osmotik
koloid plasma sehingga kapiler - kapiler seluruh tubuh menyaring sejumlah besar
cairan ke dalam berbagai jaringan, yang kemudian menyebabkan edema
ekstraseluler dan penurunan volume plasma. Saat cairan dan protein hilang dari
sirkulasi maka ginjal akan terus menahan garam dan air samapai volume plasma
dan tekanan arterial kembali normal (Guyton dan Hall 1997).
Albumin
Albumin merupakan polipeptida tunggal yang dapat larut di dalam air dan
mengandung 585 asam amino (Neligan 1998). Menurut Murray et al. (2003),
albumin merupakan protein utama yang ada di dalam plasma dengan berat
molekul 69 kDa dan menyusun sekitar 60% dari protein total plasma. Sekitar 40%
dari albumin terdapat dalam plasma, dan 60% lainnya ditemukan dalam ruang
ekstraselular. Hati menghasilkan 12 g albumin per hari yang merupakan 25% dari
total sintesis protein hepatik dan separuh dari seluruh protein yang disekresikan
oleh organ tersebut.
Albumin memiliki kemampuan untuk mengikat berbagai ligand. Ligand
ini mencakup asam lemak bebas, kalsium, tembaga, zink, metheme, hormon,
steroid, bilirubin, dan sebagian triptofan plasma (Murray et al. 2003). Di samping
itu, albumin juga berperan penting dalam mengikat obat golongan warfarin,
digoxin, NSAIDS (non steroid anti-inflamantory drugs), midazolam, dan
thiopentone (Neligan 1998). Albumin bertanggung jawab pada 80% tekanan
osmotik. Hal ini disebabkan karena albumin dan protein - protein lain dengan
berat molekul tinggi, tidak dapat melintasi dinding pembuluh atau dinding kapiler
sehingga membantu mempertahankan cairan tetap berada di dalam sistem
vaskular (Frandson 1992). Penurunan tekanan koloid ekstraselular akan
merangsang sintesis albumin. Hormon pertumbuhan, tiroid, kortikosteroid dan
insulin dapat meningkatkan sintesis albumin (Walker et al. 1990).
Penurunan level albumin plasma disebabkan oleh penurunan sintesis di
hati, peningkatan katabolisme, kehilangan albumin yang berlebih dari dalam
tubuh (pada sindrom nefrotik, luka bakar, hemoragi dan melalui gastrointestinal)
serta redistribusi akibat hemodilusi dan peningkatan permiabilitas kapiler.
Hipoalbuminemia dijumpai pada keadaan malnutrisi dan malabsorbsi, disfungsi
hati, penyakit pada ginjal, hipergammaglobulinemia dan hipotiroidism (Neligan
1998). Hiperalbuminemia terjadi pada keadaan dehidrasi, gagal jantung
(congestive heart failure), kurangnya asupan protein, dan hiperglukokortikoid
(Jain 1993).
Kadar albumin pada ayam sekitar 1.95 g/dl, dan lebih rendah dibanding
dengan kadar globulin (Sturkie 1954). Menurut Swenson (1984), kadar albumin
pada ayam berkisar 1.6 - 2.0 g/dl
Globulin
Globulin merupakan protein yang diklasifikasikan berdasarkan migrasi
atau separasinya melalui elektroporesis yaitu α-1-globulin, α-2-globulin, β-1globulin, β-2-globulin, dan γ-globulin. Alfa dan betaglobulin disintesis di hati,
sedangkan gammaglobulin disintesis oleh sel plasma dan limfosit pada saat sel sel ini dirangsang oleh antigen (Frandson 1992). Kadar globulin ayam sebesar
2.86 g/dl (Sturkie 1954) atau berkisar antara 2.3 - 3.3 g/dl (Swenson 1984).
Menurut Kaneko (1980) α1-globulin terdiri dari α1-fetoprotein, α1antitripsin, α1-asam glikoprotein (orosomukoid), dan α1-lipoprotein (HDL = high
density lipoprotein). α2-globulin terdiri atas α2-lipoprotein (VLDL = very low
density lipoprotein atau pre-β-lipoprotein), α2-lipoprotein (LDL = low density
lipoprotein atau β-lipoprotein), α2-makroglobulin, α2-globulin (prealbumin),
seruloplasmin
dan
haptoglobin.
α2-makroglobulin,
haptoglobulin
dan
seruloplasmin merupakan petunjuk diagnosis yang penting untuk penyakit
inflamasi. α-globulin berperan dalam transport T4, tembaga, lemak, tripsin
inhibitor serta mengikat hemoglobin dan insulin. Peningkatan fraksi α-globulin
terjadi pada keadaan hepatoma, inflamasi akut, sindrom nefrotik, dan penyakit
hati yang aktif. Sedangkan level α-globulin menurun pada keadaan penyakit hati
dan paru yang kronis serta pada anemia hemolitik.
β-globulin terdiri atas transferin, hemopexin, C3, C4, plasminogen dan
fibrinogen. Peningkatan level β-globulin dijumpai pada penyakit hati yang akut,
hewan bunting, defisiensi besi, anemia, sindrom nefrotik, inflamasi akut,
dermatitis atopik dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Penurunan
level β-globulin terjadi pada keadaan penyakit hati kronis, anemia hemolitik,
penyakit hati yang aktif, autoimmune disease, dan DIC (Kaneko 1980).
Gammaglobulin berperan sebagai antibodi yang dikenal sebagai
imunoglobulin (Ig). Imunoglobulin terdiri atas IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE. IgG
merupakan komponen antibodi paling utama dalam respon sekunder yang mampu
melakukan opsonisasi bakteri sehingga mudah difagositosis, memfiksasi
komplemen yang berperan dalam fagositosis dan menetralkan toksin yang
dihasilkan mikroorganisme. IgG dapat ditemukan dalam darah, jaringan tubuh
maupun pada plasenta (Murray et al. 2003). IgE berperan dalam reaksi alergi
(hipersensitivitas). Imunoglobulin ini memperantarai hipersensitivitas dengan
menstimulasi pelepasan histamin oleh basofil dan sel mast. IgE juga memobilisir
pelepasan enzim dari eosinofilia jika terjadi infeksi helmin. IgA merupakan
glikoprotein yang terdapat pada sekresi kelenjar lakrimalis, saliva dan kolostrum.
IgA sangat berperan dalam mengeliminasi mikroorganisme
di mulut dan
gastrointestinal. IgM diproduksi dalam respon primer terhadap suatu antigen serta
mampu memfiksasi komplemen. Sedangkan IgD dijumpai pada permukaan
limfosit-B (Swenson 1984). Level γ-globulin meningkat pada keadaan penyakit
kronis, penyakit hati, myeloma, alergi, reaksi anafilaksis, makroglobulinemia
primer, dan gammopati monoklonal. Penurunan level γ-globulin terjadi akibat
agammaglobulinemia (Kaneko 1980; Jain 1993).
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli - Desember tahun 2007 di
kandang B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan protein
total, albumin dan globulin dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik,
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayam broiler strain Ross 1 Super
Jumbo 747 yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm Sukabumi,
berumur sehari (day old chick).
Kandang dan Peralatan
Ayam broiler dipelihara di dalam 20 kandang yang terbuat dari kawat dan
bambu, beralaskan semen yang dilapisi sekam. Masing - masing kandang
berukuran 1 m x 1 m dan berisi 5 ekor ayam. Kandang dilengkapi dengan tempat
pakan dan
air minum serta lampu wolfram 60 watt sebagai sumber panas.
Peralatan lain yang digunakan adalah alat semprot untuk desinfektan, mikropipet
10 µl, tabung mikro 2 cc, vakutainer 3 cc, cooling box, disposable syringe 3 cc,
tabung reaksi dan rak, alat sentrifuge, label kertas, pipet tetes, kapas dan
spektrofotometer.
Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan sampel darah adalah plasma
darah ayam broiler, aquabidestilata, antikoagulan EDTA dan alkohol 70%.
Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih
Pembuatan serbuk kunyit dan bawang putih diawali dengan pencucian
kunyit segar hingga bersih dan pemisahan bawang putih dari kulit luar.
Selanjutnya kedua bahan tersebut dipotong tipis dan dijemur di bawah sinar
matahari hingga kering. Kunyit dan bawang putih yang telah kering dihaluskan
untuk memudahkan pencampuran dengan pakan dan siap digunakan sesuai
perlakuan.
Ransum
Penyusunan ransum dilakukan secara iso - protein dan iso - energi. Ransum
perlakuan terdiri dari ransum basal yang diperoleh dari PT. INDOFEED yang
ditambah dengan serbuk kunyit, bawang putih dan mineral zink dalam bentuk
zink oksida (ZnO) sebagai feedadditive dan dibuat dalam bentuk crumble.
Ransum tersebut dianalisis proksimat di laboratorium. Ransum perlakuan
diberikan pada ayam broiler setelah pengacakan. Komposisi ransum penelitian
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi ransum penelitian
Bahan Makanan
R0
R1
R2
R3
R4
----------------------------%--------------------------Jagung
51
51
51
51
51
Dedak
3
3
3
3
3
Minyak
5.5
5.5
5.5
5.5
5.5
Tepung ikan
12
12
12
12
12
26.3
26.3
26.3
26.3
26.3
1
1
1
1
1
DCP
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Premiks
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Lysin
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
Methionin
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
Total
100
100
100
100
100
Kunyit
0
1.5
0
1.5
1.5
Bawang putih
0
2.5
2.5
0
2.5
ZnO
0
0
0.012
0.012
0.012
Bungkil kedelai
CaCO3
Keterangan: Berdasarkan kebutuhan zat makanan NRC (1994)
Pakan dan Vaksinasi
Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum sedangkan pemberian
vitamin dilakukan melalui air minum. Vitamin yang digunakan adalah vita
stressī›š. Vaksinasi sebagai tindakan pencegahan penyakit dilakukan dengan
pemberian vaksin ND (New Castle Disease) dan vaksin Gumboro. Vaksin ND I
diberikan melalui tetes mata pada saat ayam berumur 4 hari, vaksin Gumboro
diberikan saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan vaksin ND II
diberikan pada saat ayam berumur 21 hari melalui mulut (cekok).
Metode Penelitian
Perlakuan Ransum
Ayam dipelihara selama 6 minggu dan dibagi secara acak ke dalam 5
kelompok perlakuan. Masing - masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Jenis
perlakuan ransum yaitu:.
R0 : Pakan basal (kontrol)
R1 : Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%
R2 : Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm
R3 : Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm
R4 : Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO
120 ppm
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah berasal dari satu ekor ayam pada setiap ulangan sehingga
diperoleh 20 sampel. Pengambilan sampel darah dilakukan pada umur 3 dan 6
minggu. Sampel darah diambil melalui vena axillaris yang terletak pada bagian
ventral sayap ayam. Lokasi pengambilan darah sebelumnya telah dibersihkan
dengan alkohol 70%. Volume darah yang diambil sebanyak 3 ml dengan
menggunakan disposable syringe. Selanjutnya sampel darah segera dimasukkan
ke dalam vakutainer yang mengandung antikoagulan EDTA untuk mencegah
proses pembekuan darah dan segera dibawa ke laboratorium dengan
menggunakan cooling box. Sampel tersebut kemudian disentrifugasi selama 15
menit dengan kecepatan 1500 rpm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan plasma
darah dengan komponen darah lainnya. Plasma yang dihasilkan digunakan untuk
analisis protein total, albumin dan globulin.
Pemeriksaan Protein Total, Albumin dan Globulin
Pemeriksaan protein total dan albumin menggunakan spektrofotometer.
Prinsip dari spektrofotometer adalah dengan mengukur jumlah penyerapan
panjang gelombang spesifik dari larutan yang digunakan. Tingkat kemampuan
molekul untuk menyerap panjang gelombang cahaya utama menyebabkan
terjadinya penyerapan banyaknya jumlah cahaya yang ada. Energi yang timbul
berasal dari dorongan elektron dari batas rendah dan tinggi. Derajat konsentrasi
warna yang dihasilkan akan dibaca oleh spektrofotometer sesuai dengan jumlah
protein yang terikat.
Protein total diperiksa dengan menggunakan metode Biuret. Prinsip
pemeriksaan adalah protein di dalam sampel akan bereaksi dengan ion cuprum
(Cu++) pada medium alkalis membentuk kompleks warna yang akan diukur oleh
spektrofotometer. Pemeriksaan protein total diawali dengan memipet reagen
blanko ke dalam tiga tabung reaksi masing - masing sebanyak 3 ml. Tabung I
(tabung blanko) bisa dilakukan penambahan atau tanpa penambahan 0.l ml
aquades, tabung II (tabung standar) ditambah dengan 0.1 ml protein standar, dan
tabung III (tabung sampel) ditambah dengan 0.1 ml sampel. Ketiga campuran
tersebut dihomogenkan, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 20 - 250
C. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel (As) dan absorbansi
standar (Ast) dengan memasukkan larutan tersebut ke dalam cuvette
spektrofotometer. Hasil akan tampak dalam bentuk angka yang dapat langsung
dibaca. Setelah pengukuran, maka konsentrasi protein total dapat dihitung
(dengan panjang gelombang 546 nm), yaitu:
C (g/dl)
= 6 x (As : Ast) atau
C (g/l)
= 60 x (As : Ast).
Kadar albumin diperiksa dengan metode Bromcresol Green. Prinsip
pemeriksaan adalah albumin di dalam sampel akan bereaksi dengan Bromcresol
Green pada medium asam membentuk warna kompleks yang dapat diukur oleh
spektrofotometer. Pemeriksaan albumin dilakukan dengan memipet reagen blanko
ke dalam tiga tabung reaksi masing - masing sebanyak 3 ml. Pada tabung II
(tabung standar) ditambah dengan 0.1 ml albumin standar, tabung III (tabung
sampel) ditambah dengan 0.1 ml sampel, sedangkan tabung I (tabung blanko) bisa
ditambah atau tanpa penambahan 0.1 ml aquades. Campuran pada ketiga tabung
tersebut dihomogenkan dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 20 - 250 C.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel dan standar dengan
menggunakan spektrofotometer. Hasil yang diperoleh dihitung dengan cara:
C (g/dl)
= 4 x (As : Ast) atau
C (g/l)
= 40 x (As : Ast)
Konsentrasi globulin ditentukan dengan analisis langsung, yaitu dengan
mengurangkan secara langsung konsentrasi protein total dengan konsentrasi
albumin. Rasio albumin - globulin (A/G) merupakan konsentrasi albumin dibagi
dengan konsentrasi globulin.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Analisis Sidik Ragam (Analysis of Variance/ANOVA), dan jika
terdapat perbedaan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s
Multiple Range Test).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein Total
Hasil pengamatan kadar protein total plasma darah ayam broiler pada
umur 3 dan 6 minggu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan kadar protein total plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu
yang diberi perlakuan ransum
Perlakuan ransum
R0
Kadar protein total plasma (g/dl)
3 minggu
6 minggu
a
4.65±0.66a
4.28±0.34
R1
4.30±0.12a
4.70±0.23a
R2
R3
R4
4.45±0.57a
4.23±0.44a
4.05±0.10a
4.93±0.25a
4.80±0.16a
4.55±0.25a
Huruf yang sama antar baris menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P>0.05). R0
= ransum basal, R1 = R0 + bawang putih + kunyit, R2 = R0 + bawang putih + ZnO, R3 =
R0 + kunyit + ZnO, R4 = R0 + bawang putih + kunyit + ZnO
Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil uji statistik kadar protein total
plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu tidak berbeda nyata pada semua
kelompok perlakuan (P>0.05). Pada umur 3 minggu, kelompok perlakuan R3
(4.23±0.44 g/dl) dan R4 (4.05±0.10 g/dl) memperlihatkan kadar protein total
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0) (4.28±0.34
g/dl). Kelompok perlakuan R1 (4.30±0.12 g/dl) dan R2 (4.45±0.57 g/dl)
menunjukkan kadar protein plasma lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
kontrol (R0).
Pada umur 6 minggu, kelompok perlakuan R4 (4.55±0.25 g/dl)
menunjukkan kadar protein total lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kontrol (R0) (4.65±0.66 g/dl). Kelompok perlakuan R1 (4.70±0.23 g/dl), R2
(4.93±0.25 g/dl) dan R3 (4.80±0.16 g/dl) memperlihatkan kadar protein total lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
kelompok
kontrol
(R0).
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa kadar protein total plasma pada semua kelompok perlakuan
masih berada dalam kisaran normal, yaitu 4.83 g/dl (Sturkie 1954) atau berkisar
antara 4.0 - 5.2 g/dl (Swenson 1984).
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar protein plasma tertinggi pada umur 3
dan 6 minggu dihasilkan oleh kelompok perlakuan R2. Menurut Guyton dan Hall
(1997), perubahan kadar protein plasma dapat dijadikan petunjuk penting untuk
diagnosis maupun prognosis suatu penyakit. Status nutrisi dari seekor hewan
mempunyai pengaruh dalam sintesis protein plasma. Kekurangan diet protein
dalam pakan akan mempengaruhi kadar protein total plasma, yaitu mempengaruhi
level gammaglobulin dan albumin plasma. Kadar protein total plasma
menggambarkan kadar protein jaringan tubuh. Menurunnya protein plasma
mengindikasikan adanya gangguan metabolisme protein, dalam hubungannya
dengan aktivitas organ - organ tertentu misalnya hati, ginjal dan pankreas.
Kadar protein total plasma yang tinggi pada kelompok perlakuan R2
diduga terkait dengan komposisi ransum perlakuan yang mengandung kombinasi
bawang putih dan Zn oksida. Bawang putih mengandung komponen aktif allisin
yang berperan sebagai antimikrobial dan antiinflamasi. Allisin mampu melawan
infeksi oleh bakteri gram negatif maupun positif serta mampu mencegah
kerusakan pada usus halus (Rabinowitch dan Currah 2002), sehingga proses
absorbsi protein dari usus lebih optimal. Peningkatan protein total juga
dipengaruhi oleh status nutrisi (Kaneko 1980).
Suharti (2004) melaporkan bahwa pemberian serbuk bawang putih 2.5%
dalam ransum dapat menurunkan koloni bakteri S. typhimurium dan
meningkatkan konversi ransum sehingga intake protein meningkat yang diikuti
dengan peningkatan protein total plasma. Bawang putih mengandung komponen
aktif gurwitchrays yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya
peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh (Karossi et al. 1993),
termasuk hati. Fungsi hati yang optimal akan diikuti oleh peningkatan protein
plasma, karena sebagian besar protein plasma disintesis di hati (Murray et al.
2003).
Penambahan Zn dalam ransum memberikan pengaruh terhadap kadar total
protein plasma. Menurut Linder (1992), Zn mengaktifkan berbagai enzim yang
berhubungan dengan metabolisme termasuk sintesis protein dan asam amino.
Peningkatan aktivitas enzim dalam metabolisme protein akan menyebabkan
peningkatan protein plasma. Selain itu Zn juga berperan dalam menjaga fungsi
pankreas yang akan mensekresikan enzim protease yang dibutuhkan dalam
saluran pencernaan untuk metabolisme protein. Meningkatnya sekresi enzim
protease dan aktivitas enzim yang berkaitan dengan metabolisme protein
menyebabkan laju metabolisme protein di hati meningkat sehingga kadar protein
total plasma meningkat. Widhyari (2005) melaporkan bahwa pakan yang
mengandung Zn 60 mg/kg memberikan perbaikan kimiawi darah termasuk
peningkatan protein total plasma pada kambing PE periode sekitar partus.
Menurut Kaneko (1980), kadar protein plasma dipengaruhi oleh intake protein,
laju sintesis protein dan pengeluaran protein dari tubuh. Alsuhendra (2004)
melaporkan bahwa suplementasi Zn 16.7 mg/kg/hari dan 50.1 mg/kg/hari tidak
meperlihatkan pengendapan protein yang berlebihan di dalam glomerulus. Hal ini
menunjukkan bahwa protein diserap kembali ke dalam darah sehingga hilangnya
protein plasma melalui ginjal dapat dicegah. Menurut Klasing (2002), defisiensi
Zn dapat menurunkan nafsu makan. Ali et al. (2003) melaporkan bahwa
suplementasi Zn 120 mg/kg pada pakan broiler akan meningkatkan konversi
pakan termasuk protein sehingga protein total meningkat.
Kelompok perlakuan R3 juga memperlihatkan kadar protein total yang
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain pada umur 6 minggu. Hal
ini diduga disebabkan oleh ransum yang mengandung kunyit dan zink. Kunyit
memiliki komponen aktif kurkumin. Chattopadhyay et al. (2004) melaporkan
bahwa kurkumin mampu meningkatkan sekresi musin yang berperan sebagai
gastroprotektan dan memiliki aktivitas sebagai anti ulser. Kurkumin berperan
melindungi aktivitas sel hepatosit, meningkatkan sekresi enzim pankreas yang
berperan dalam metabolisme protein, antiinflamasi, antibakteri, antiprotozoa, dan
antiviral. Hal ini diduga dapat meningkatkan aktivitas traktus gastrointestinal dan
hati dalam absorbsi dan metabolisme pakan termasuk protein sehingga kadar
protein total plasma meningkat. Damayanti (2005) melaporkan bahwa minyak
atsiri dan kurkumin meningkatkan relaksasi usus, sehingga pakan lebih lama di
dalam usus. Hal ini akan mengakibatkan absorbsi pakan lebih optimal sehingga
protein plasma meningkat.
Kadar protein total plasma meningkat seiring dengan bertambahnya umur
(Sturkie 1954). Gambaran protein total plasma pada kelima kelompok perlakuan
memperlihatkan terjadinya peningkatan kadar protein total plasma pada umur 6
minggu dibandingkan umur 3 minggu, walaupun peningkatannya tidak berbeda
secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kandungan protein tubuh
akibat intake protein yang meningkat dan semakin optimalnya kerja fungsi organ
untuk metabolisme protein (Sturkie 1954).
Kadar Albumin
Kadar albumin plasma darah ayam broiler pada umur 3 dan 6 minggu
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan kadar albumin plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu yang
diberi perlakuan ransum
Perlakuan ransum
R0
R1
R2
R3
R4
Kadar albumin plasma (g/dl)
3 minggu
6 minggu
a
1.25±0.06
1.30±0.08a
1.33±0.10ab
1.38±0.15a
1.28±0.10a
1.28±0.10a
1.45±0.17b
1.43±0.19a
a
1.20±0.08
1.23±0.10a
Huruf superskrip yang berbeda antar baris menyatakan perbedaan yang nyata pada taraf
5% (P>0.05) R0 = ransum basal, R1 = R0 + bawang putih + kunyit, R2 = R0 + bawang
putih + ZnO, R3 = R0 + kunyit + ZnO, R4 = R0 + bawang putih + kunyit + ZnO
Kadar albumin plasma setelah diuji secara statistik memperlihatkan hasil
yang berbeda nyata pada umur 3 minggu (P<0.05) sedangkan pada umur 6
minggu tidak berbeda nyata (P>0.05). Pada umur 3 minggu, kelompok perlakuan
R4 (1.20±0.08 g/dl) menunjukkan kadar albumin yang lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok kontrol (R0) (1.25±0.06 g/dl). Kelompok perlakuan R1
(1.33±0.10 g/dl), R2 (1.28±0.10 g/dl) dan R3 (1.45±0.17 g/dl) memperlihatkan
kadar albumin lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0). Pada
umur 6 minggu, kelompok kontrol (R0) (1.30±0.08 g/dl) memperlihatkan kadar
albumin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan R2
(1.28±0.10 g/dl) dan R4 (1.23±0.10 g/dl). Kelompok perlakuan R1 (1.38±0.15
g/dl) dan R3 (1.43±0.19 g/dl) memperlihatkan kadar albumin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0).
Tabel 3 memperlihatkan bahwa kadar albumin plasma ayam relatif stabil
dari umur 3 minggu dan 6 minggu. Dari hasil penelitian diperoleh kadar albumin
tertinggi umur 3 dan 6 minggu terdapat pada kelompok perlakuan R3.
Peningkatan albumin pada kelompok perlakuan R3 terkait dengan penambahan
kunyit dalam ransum. Menurut Mills dan Bone (2000), pigmen kurkumin yang
terkandung di dalam kunyit bekerja sebagai antiinflamasi dengan menghambat
pelepasan asam arakidonat dari membran phospholipid. Hal ini mengakibatkan
sekresi enzim 5-lipoksigenase dan siklooksigenase berkurang. Kurkumin
merangsang sekresi hormon glukokortikoid yang berperan menekan timbulnya
infeksi. Chattopadhyay et al. (2004) melaporkan bahwa kurkumin berperan
sebagai gastroprotektan dan melindungi sel hepatosit dari senyawa-senyawa yang
dapat merusak sel hepatosit seperti karbon tetraklorida dan peroksida. Aktivitas
kurkumin tersebut diharapkan dapat mencegah proses peradangan pada
gastrointestinal dan hati. Albumin sepenuhnya disintesis di dalam hati (Murray et
al. 2003). Fungsi hati yang optimal akan meningkatkan sintesis protein sehingga
kadar albumin juga meningkat. Kunyit juga berperan mempercepat proses
persembuhan luka sehingga kehilangan albumin melalui luka dapat ditekan.
Manfaat lain dari kurkumin menurut Chattopadhyay et al. (2004) adalah sebagai
antibakteri, antifungi, antiprotozoa, antiviral, dan meningkatkan aktivitas pankreas
dalam sekresi enzim tripsin dan kimotropsin. Enzim tripsin dan kimotripsin
berperan dalam proses metabolisme protein. Peningkatan sekresi kedua enzim
tersebut akan meningkatkan proses metabolisme protein sehingga kadar albumin
meningkat.
Kelompok perlakuan R3 juga mendapat suplementasi Zn oksida di dalam
ransum. Pengaruh Zn terhadap metabolisme protein akan memberikan pengaruh
terhadap kadar albumin plasma. Pemberian Zn dalam ransum memberikan efek
pemanfaatan nutrisi yang lebih efisien karena Zn mampu meperbaiki laju
metabolisme terutama protein. Peningkatan metabolisme protein akan diikuti oleh
meningkatnya kadar protein plasma termasuk albumin. Penurunan kadar albumin
akan memberikan efek yang besar pada protein total plasma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar albumin plasma pada semua
kelompok perlakuan lebih rendah dari kisaran normal. Kadar albumin normal
pada ayam sekitar 1.95 g/dl (Sturkie 1954) atau berkisar antara 1.6 - 2.0 g/dl
(Swenson 1984). Penurunan kadar albumin di bawah kisaran normal
kemungkinan disebabkan oleh kadar globulin yang tinggi atau adanya gangguan
pada gastrointestinal dan hati serta intake protein berkurang sehingga produksi
albumin berkurang. Menurut Sturkie (1954), protein plasma pada ayam lebih
didominasi oleh globulin.
Peningkatan kadar albumin dalam darah jarang terjadi. Pada keadaan
dehidrasi konsentrasi albumin plasma meningkat tetapi kadar globulin juga ikut
meningkat sehingga tidak diperoleh perbedaan rasio albumin - globulin (Girindra
1989). Pada keadaan hiperglukokortikoid, kortisol mengurangi sintesis protein
dan meningkatkan katabolisme protein pada jaringan ekstrahepatik. Selanjutnya
kortisol akan memobilisasi protein dan asam amino dari jaringan ke dalam sel sel hati. Meningkatnya protein di hati akan meningkatkan konsentrasi protein
plasma (Guyton dan Hall 1997).
Kadar Globulin
Hasil pengamatan kadar globulin plasma darah ayam broiler pada umur 3
dan 6 minggu ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan kadar globulin plasma ayam broiler umur 3 dan 6 minggu yang
diberi perlakuan ransum
Perlakuan ransum
Kadar globulin plasma (g/dl)
3 minggu
6 minggu
R0
R1
R2
R3
R4
3.35±0.71a
3.33±0.39a
3.65±0.31a
3.38±0.34a
3.33±0.29a
3.03±0.39
2.98±0.05a
3.18±0.52a
2.78±0.32a
2.85±0.06a
Huruf superkrip yang sama antar baris menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
(P>0.05) R0 = ransum basal, R1 = R0 + bawang putih + kunyit, R2 = R0 + bawang putih
+ ZnO, R3 = R0 + kunyit + ZnO, R4 = R0 + bawang putih + kunyit + ZnO
Hasil uji statistik terhadap kadar globulin plasma ayam broiler pada umur
3 dan 6 minggu tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Pada umur
3 minggu, kelompok perlakuan R1 (2.98±0.05 g/dl), R3 (2.78±0.32 g/dl) dan R4
(2.85±0.06
g/dl)
memperlihatkan
kadar
globulin
sedikit
lebih
rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0) (3.03±0.39 g/dl). Kelompok
perlakuan R2 (3.18±0.52 g/dl) memperlihatkan kadar globulin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (R0). Pada umur 6 minggu, kelompok perlakuan R2
(3.65±0.31 g/dl) dan R3 (3.38±0.34 g/dl) menunjukkan kadar globulin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0) (3.35±0.71g/dl). Kelompok
perlakuan R1 (3.33±0.39 g/dl) dan R4 (3.33±0.29 g/dl) memperlihatkan kadar
globulin yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0).
Kadar
globulin
menunjukkan
tingkat
imunitas
ternak.
Tabel
4
memperlihatkan peningkatan kadar globulin pada umur 6 minggu dibandingkan
dengan umur 3 minggu pada semua kelompok perlakuan. Hal ini terkait dengan
peningkatan sintesis protein yang akan diikuti oleh peningkatan protein plasma
termasuk globulin. Peningkatan globulin plasma diduga terkait dengan fungsi
organ limfoid yang semakin optimal. Kadar globulin plasma tetinggi umur 3 dan 6
minggu dihasilkan oleh kelompok perlakuan ransum R2.
Tingginya kadar globulin yang terlihat pada kelompok perlakuan R2
diduga terkait dengan komposisi ransum yang mengandung bawang putih dan Zn
oksida. Suharti (2004) melaporkan bahwa penambahan 2.5% serbuk bawang putih
dalam ransum dapat meningkatkan gammaglobulin. Mekanisme kerja allisin yang
terkandung di dalam bawang putih sebagai imunostimulan menurut Suharti
(2004), adalah dengan adanya ikatan antara komponen gula alinase dengan Co A
membentuk kompleks bawang mannose-spesifik lektin. Ikatan tersebut akan
menstimulasi sistem imun natural dengan mengaktivasi sistem komplemen
melalui jalur lektin. Serangkaian reaksi pada jalur lektin akan memicu
pembelahan komplemen menjadi kompleks makromolekul yang akan merusak
membran sel bakteri. Menurut Palungkun dan Budiarti (1997), bawang putih juga
mengandung senyawa aktif scordinin yang berperan dalam meningkatkan daya
tahan tubuh
Penambahan Zn dalam ransum mampu memberikan pengaruh terhadap
fungsi imunitas. Penambahan Zn 60 mg/kg pakan dapat meningkatkan kapasitas
fagositosis pada kambing PE periode sekitar partus (Widhyari 2005). Zn dapat
meningkatkan aktivitas sel limfoid (Pond et al. 2005). Peningkatan aktivitas sel
limfoid akan menyebabkan peningkatan konsentrasi komponen - komponen yang
terkait dengan sistem imun termasuk globulin. Hosea et al. (2003) melaporkan
bahwa defisiensi Zn dapat menurunkan persentase sel CD90+ di dalam darah dan
limpa yang akan disertai dengan penurunan sel T. Menurut Guyton dan Hall
(1997), sel T merupakan pengatur utama bagi seluruh fungsi imun dengan cara
membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar globulin semua kelompok
perlakuan masih dalam kisaran normal, bahkan pada umur 6 minggu kelompok
perlakuan R2 memperlihatkan kadar globulin sedikit diatas normal. Kadar
globulin ayam sekitar 2.86 g/dl (Sturkie 1954) atau berkisar antara 2.3 - 3.3 g/dl
(Swenson
1984).
Peningkatan
kadar
globulin
diduga
disebabkan
oleh
meningkatnya aktivitas sel limfoid dalam memproduksi globulin untuk
meningkatkan imunitas sebagai pertahanan tubuh.
Pada kejadian inflamasi sistemik yang berlangsung kronis, kadar globulin
meningkat sebagai respon pertahanan tubuh. Peningkatan kadar globulin
bertujuan untuk melawan agen penyebab inflamasi. Selain itu kadar globulin juga
meningkat pada keadaan neoplasia yang melibatkan organ limfoid (limfosarkoma,
plasma cell myeloma). Pada keadaan neoplasia, daya mitotik organ limfoid
meningkat sehingga menyebabkan produksi globulin yang berlebihan. Penurunan
kadar globulin dapat terjadi jika salah satu fraksi globulin mengalami penurunan
produksi. Penurunan produksi dapat terjadi pada salah satu kelas imunoglobulin
atau keseluruhan. Penurunan sintesis pada salah satu kelas imunoglobulin karena
kelainan genetik akan menimbulkan penyakit imunodefisiensi, misalnya pada
keadaan agammaglobulinemia yang ditandai dengan penurunan yang nyata pada
produksi IgG akibat adanya gangguan pada sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme (Murray et al. 2003).
Rasio Albumin - Globulin (A/G)
Hasil pengamatan rasio albumin - globulin (A/G) pada ayam broiler umur
3 dan 6 minggu ditampilkan pada Tabel 5.
Table 4 Rasio albumin - globulin (A/G) ayam broiler umur 3 dan 6 minggu
Perlakuan ransum
R0
R1
R2
R3
R4
Rasio albumin - globulin (A/G)
3 minggu
6 minggu
0.41
0.39
0.45
0.41
0.40
0.35
0.52
0.42
0.42
0.37
R0 = ransum basal, R1 = R0 + bawang putih + kunyit, R2 = R0 + bawang putih + ZnO,
R3 = R0 + kunyit + ZnO, R4 = R0 + bawang putih + kunyit + ZnO
Kelompok perlakuan R2 pada umur 3 minggu memperlihatkan rasio
albumin - globulin yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kontrol (R0). Kelompok perlakuan R1, R3 dan R4 menunjukkan rasio albumin globulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0). Pada
umur 6 minggu, rasio albumin - globulin kelompok perlakuan R2 dan R4 lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0). Kelompok perlakuan R1 dan
R2 memperlihatkan rasio albumin - globulin yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol (R0).
Pemeriksaan terhadap rasio albumin - globulin dapat memberikan
informasi penting tentang fungsi hati. Peningkatan rasio albumin - globulin terjadi
pada keadaan hipotiroidism, peningkatan diet protein dan hiperglukokortikoid.
Sedangkan penurunan rasio albumin - globulin terjadi pada keadaan disfungsi hati
(Jain 1993). Hal ini akan menurunkan produksi protein plasma, khususnya
albumin, sehingga rasio albumin - globulin menurun. Widhyari (2005)
melaporkan bahwa peningkatan rasio albumin - globulin dapat disebabkan karena
meningkatnya albumin disertai kadar globulin yang tetap atau kadar albumin tetap
dan globulin menurun atau meningkatnya kadar albumin disertai menurunnya
kadar globulin. Sedangkan rendahnya rasio albumin - globulin mencerminkan
terjadinya peningkatan kadar globulin disertai penurunan atau tetapnya kadar
albumin.
Tabel 4 menunjukkan rasio albumin - globulin mengalami penurunan dari
umur 3 minggu hingga umur 6 minggu pada semua kelompok perlakuan. Hal ini
terkait dengan meningkatnya kadar globulin pada umur 6 minggu. Peningkatan
kadar globulin menunjukkan terjadi peningkatan daya tahan tubuh. Pada umur 3
dan 6 minggu, kelompok perlakuan R3 memperlihatkan rasio albumin - globulin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Hal ini
disebabkan karena kelompok perlakuan R3 memiliki kadar albumin yang lebih
tinggi. Pada kelompok R2 memperlihatkan rasio albumin - globulin yang lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
kadar globulin disertai dengan tetapnya kadar albumin. Rasio albumin - globulin
berkisar antara 0.5 -1.5, dan ideal pada ayam sebesar 0.68 (Sturkie 1954).
Rendahnya rasio albumin - globulin yang diperoleh pada penelitian ini terkait
dengan kadar albumin yang rendah serta kadar globulin yang cukup tinggi
sehingga memberikan hasil perbandingan albumin - globulin yang rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kadar protein total dan globulin plasma ayam broiler lebih tinggi pada umur 6
minggu dibandingkan pada umur 3 minggu,
2. Pemberian serbuk kunyit 1.5% dan mineral ZnO 120 ppm mampu
meningkatkan kadar albumin ayam broiler pada umur 3 minggu,
3. Pemberian serbuk bawang putih 2.5% dan mineral ZnO 120 ppm mampu
meningkatkan kadar globulin ayam broiler.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan serbuk kunyit,
bawang putih, dan mineral zink pada ayam petelur dengan waktu pengamatan
yang lebih lama,
2.
Perlu dilakukan pengamatan efek pemberian serbuk kunyit, bawang putih
dan mineral zink terhadap kadar protein total, albumin dan globulin pada
ayam yang diuji tantang terhadap infeksi bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Ali SA, Sayed MAM, El-Wafa SA, Abdallah AG. 2003. Performance and
immune response of broiler chicks as affected by methionine and zinc or
commercial zinc-methionine supplementation. Egyptian Poultry Science
Journal 23 (3): 523 - 540.
Alsuhendra. 2004. Daya anti-arterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun
singkong (Manihot esculenta Crantz) pada kelinci percobaan [disertasi].
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Anonimus.
2008.
Konsumsi
protein
rakyat
Indonesia.
http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/index.php?option=com_content&task
=view&id=36&Itemid=2. [8 Mei 2008].
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric
and curcumin: biological action and medicinal applications. Current Science
87 (1): 44 - 53.
Cheeke PR. 2005. Applied Animal Nutrition. 3rd edition. New Jersey: Pearson
Education Inc.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Phisiology for Veterinary
Technicians. United States of America: Mosby Inc.
Damayanti D. 2005. Pengaruh penambahan kunyit (Curcuma domestica Val.) atau
temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) dalam ransum terhadap persentase
karkas dan potongan karkas komersial broiler [skripsi]. Bogor: Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Darwis SN, Madjo ABD, Hasiyah S. 1991. Tanaman Obat Famili Zingiberaceae.
Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Srigandono B,
Praseno K, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Girindra A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati
Institut Pertanian Bogor.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Setiawan I,
Tengadi LMAKA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical
Phisiology.
Holladay
S.
2004.
Garli:
the
great
protector.
http://botanical.com/site/column_poudhia/52_files/flowchart_files/site/by_yo
u/article_greatprotector/garlic.html. [12 Sep 2004].
Hosea HJ, Rector ES, Taylor CG. 2003. Zinc-deficient tars have fewer recent
thymic emigrant (CD90+) T lymphocytes in spleen and blood. Nutrition
Immunology Journal 133 (12): 4239 - 4242.
Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea &
Febiger.
Kanarek RB, Kaufman RM. 1991. Nutrition and Behavior. New York: Van
Nostrand Reinhold.
Kaneko JJ. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic animals. 3rd edition. New
York: Academic Press Inc.
Karossi AT, Hanafi M, Sutedja L. 1993. Isolation and antibacterial test of garlic
oil. J of App. Chem. 3 (2): 49 - 53.
Klasing KC. 2002. Comparative Avian Nutrition. London: CAB International.
Leeson S, Summers JD. 2000. Broiler Breeder Production. Canada: University
Books.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, penerjemah.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Nutritional
Biochemistry and Metabolism.
Mazza G, Oomah BD. 1998. Herbs, Botanicals, and Teas. New York: CRC Press.
Mills S, K Bone. 2000. Principles and Practice of Phytotherapy. Toronto:
Chrurchill Livingstone.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Edisi
25. Hartono A, penerjemah; Bani AP, Sikumbang TMN, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Boichemistry.
Neligan
P.
1998.
What’s
all
this
fuss
about
albumin?.
http://www.4um.com/tutorial/currents/albumin.htm. [15 Juli 2008].
Palungkun R, Budiarti A. 1997. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrition
and Feeding. 5th edition. United States of America: Wiley.
Prewitt K, Elhendy A, Sacher M. 2007. Total serum protein.
http://yourtotahealth.invillage.com/total-serum-protein.html. [15 Juli 2008].
Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robinson SRJ. 1981. Spices. Vol 2. New
York: Longman Inc.
Raphael SS. 1983. Lynch’s Medical Laboratory Technology. 4th edition.
Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Robinowitch HD, Currah L. 2002. Allium Crop Science: Recent Advances. United
Kingdom: CABI Publishing.
Sandstead HH, Evans SRJ. 1988. Pengantar Gizi Mutakhir: Mineral. Nasution
AH, penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Present Knowledge in
Nutrition.
Sturkie PD. 1954. Avian Phisiology. New York: Cornell University Press.
Suharti. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap
bakteri Samonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap
performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. 10th edition.
London: Cornell University Press.
Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia 1.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Syukur C, Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Underwood EJ. 1981. The Mineral Nutrition
Commonwealth Agricultural Bureaux.
of
Livestock.
London:
Walker HK, Hall WD, Hurst JW, Butterworths.. 1990. Clinical methods: the
history,
physical
and
laboratory
examination.
http://www.ncb.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?rid=cm.chapter.3167. [4 Maret
2008].
Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah:
kajian peran suplementasi Zincum terhadap respons imunitas dan
produktivitas [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis data rataan kadar protein total, albumin dan globulin
ayam broiler umur 3 minggu
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) untuk rataan kadar protein total, albumin dan
globulin ayam broiler umur 3 minggu
Sum of
Squares
total protein
albumin
globulin
Between
Groups
Within Groups
Total
Between
Groups
Within Groups
Total
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
,333
4
,083
1,975
2,308
15
19
,132
,145
4
,036
,175
,320
15
19
,012
,388
4
,097
1,580
1,968
15
19
,105
F
Sig.
,632
,647
3,107
,048
,921
,477
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar protein total ayam broiler umur 3 minggu
Subset for
alpha = .05
perlakuan
3R4
3R3
3RO
3R1
3R2
Sig.
N
a
4
4,0500
4
4,2250
4
4,2750
4
4,3000
4
4,4500
,178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar albumin ayam broiler umur 3 minggu
N
Subset for alpha = .05
a
b
4
1,2000
4
1,2500
4
1,2750
4
1,3250
1,3250
4
1,4500
,151
,123
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar globulin ayam broiler umur 3 minggu
Subset for
alpha = .05
perlakuan
3R3
3R4
3R1
3RO
3R2
Sig.
N
a
4
2,7750
4
2,8500
4
2,9750
4
3,0250
4
3,1750
,135
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Lampiran 2 Analisis data rataan kadar protein total, albumin dan globulin
ayam broiler umur 6 minggu
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) untuk rataan kadar protein total, albumin dan
globulin ayam broiler umur 6 minggu
Sum of
Squares
total protein
albumin
globulin
Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total
Mean
Square
df
,330
4
,082
1,968
15
,131
2,298
19
,102
4
,026
,250
15
,017
,352
19
,307
4
,077
2,863
15
,191
3,170
19
F
Sig.
,629
,649
1,530
,244
,402
,804
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar protein total ayam broiler umur 6 minggu
Subset for
alpha = .05
perlakuan
6R4
6R0
6R1
6R3
6R2
Sig.
N
a
4
4,5500
4
4,6500
4
4,7000
4
4,8000
4
4,9250
,204
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar albumin ayam broiler umur 6 minggu
Subset for
alpha = .05
perlakuan
6R4
6R2
6R0
6R1
6R3
Sig.
N
a
1,2250
1,2750
1,3000
1,3750
1,4250
,065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
4
4
4
4
4
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk rataan
kadar globulin ayam broiler umur 6 minggu
Subset for
alpha = .05
perlakuan
6R1
6R4
6R0
6R3
6R2
Sig.
N
a
3,3250
3,3250
3,3500
3,3750
3,6500
,355
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
4
4
4
4
4
Download