evaluasi manajemen thoracoscopic trauma toraks

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman maka semakin maju pula pola piker
manusia misalnya, manusia dapat menciptakan transportasi yang sangat
dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Tapi selain
segi positif timbul pula segi negative misalnya, dengan alat transportasi yang
digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satunya
adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada dada.
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut
digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami
seseorang. Para psikolog menyatakan bahwa trauma dalam istilah psikologi
berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan
meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative dan dalam istilah psikologi
disebut post-traumatic syndrome disorder.
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paruparu diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul
yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan.
Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu : Nyeri pada
tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan
krepitasi yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas,
kemungkinan
sianosis,
batuk
mengeluarkan
sputum
bercak
darah,
hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit dan ada jelas pada thorak.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Trauma Thorax
2. Untuk mengetahui Penyebab dan Klasifikasi Trauma Thorax
3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Trauma Thorax
4. Memberikan informasi tentang cara penanganan Trauma Thorax
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan
tamponade
jantung,
perdarahan,
pneumothoraks,
hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan
jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
B. Etiologi Dan Klasifikasi
1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,
traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka
rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP,
ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).
2
C. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka
pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk
memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.
Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia (kehilangan darah),
pulmonary ventilation/perfusionmismatch (contoh kontusio, hematoma,
kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh: tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi
akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran.
Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan
akibat terbidainya
menyebabkan
iga
gangguan
terhadap dinding thorax
ventilasi.
Batuk
yang
secara keseluruhan
tidak
efektif
intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia
meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura
viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan
bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering
dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga
toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada
oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.
Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan
paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang
kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika
pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipesonor.
3
Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi
terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela
iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya
dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah
selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa
penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak
boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada
penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang
tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab
utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat
menyebabkan terjadinya hemotoraks.
D. Manifestasi Klinis
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
4
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson,
1990).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi
5
F. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum
penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive
:
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian
dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan
tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
• Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
6
• Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan
perut,
merubah
posisi
tubuh
sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas
yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
• Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
• Latihan napas dalam.
• Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
• Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan
keadaan
dan
banyaknya
cairan
suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan
setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
• Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
• Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk
jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari
terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian
operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat
oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
• Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
7
• Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
• Penggantian
botol
harus
"tertutup"
untuk
mencegah
udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
• Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
• Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja dirisendiri, dengan memakai sarung tangan.
• Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
• Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
• Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
• Tidak ada pus dari selang WSD.
3. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant
8
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
9
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
f. Pengobatan terakhir.
g. Pengalaman pembedahan.
Pemeriksaan Fisik :
1. B1:
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris.
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
g. Bising napas yang berkurang/menghilang.
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. B2:
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3. B3:

Tidak ada kelainan.
4. B4.

Tidak ada kelainan.
5. B5:

Tidak ada kelainan.
6. B6:
a. Kemampuan sendi terbatas.
10
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat kelemahan.
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi
1. Gangguan
Perfusi
Jaringan
berhubungan
dengan
Hipoksia,
tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
11
C. Intervensi
N
o
1
Dx
Dx 1
Tujuan dan
kriteria hasil
Intervensi
Setelah diberikan a. Kaji faktor penyebab
Rasional
a. Deteksi dini
asuhan
dari situasi/keadaan
untuk
keperawatan
individu/penyebab
memprioritaskan
selama (…x..)
penurunan perfusi
intervensi,
jamdiharapkanda
jaringan
mengkaji status
patmempertahank
neurologi/tanda-
anperfusijaringan
tanda kegagalan
dengan KH :
untuk
a. Tanda-tanda
menentukan
vital dalam
perawatan
batas normal
kegawatan atau
b. Kesadaran
tindakan
meningkat
c. Menunjukkan
perfusi adekuat
pembedahan
b. Monitor GCS dan
mencatatnya
c. Monitor keadaan umum
pasien
b. Menganalisa
tingkat kesadaran
c. Memberikan
informasi tentang
derajat/keadekuat
an perfusi
jaringan dan
membantu
menentukan keb.
intervensi.
d. Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi
d. Memaksimalkan
transport oksigen
ke jaringan
12
e. Kolaborasi pengawasan
2
Dx 2
e. Mengidentifikasi
hasil pemeriksaan
defisiensi dan
laboraturium. Berikan
kebutuhan
sel darah merah
pengobatan
lengkap/packed produk
/respons terhadap
darah sesuai indikasi
terapi
Setelah diberikan a. Berikan posisi yang
a. Meningkatkan
asuhan
nyaman, biasanya
inspirasi
keperawatan
dengan peninggian
maksimal,
selama(…x…)
kepala tempat tidur.
meningkatkan
jam diharapkan
Balik ke sisi yang sakit.
ekspansi paru dan
dapatmempertaha
Dorong klien untuk
ventilasi pada sisi
njalannafaspasien
duduk sebanyak
yang tidak sakit.
dengan KH :
mungkin.
a. Mengalami
b. Observasi fungsi
b. Distress
perbaikan
pernapasan, catat
pernapasan dan
pertukaran gas-
frekuensi pernapasan,
perubahan pada
gas pada paru.
dispnea atau perubahan
tanda vital dapat
tanda-tanda vital.
terjadi sebgai
b. Memperlihatkan
frekuensi
akibat stress
pernapasan
fisiologi dan
yang efektive.
nyeri atau dapat
c. Adaptive
menunjukkan
mengatasi
terjadinya syock
faktor-faktor
sehubungan
penyebab.
dengan hipoksia.
13
c. Jelaskan pada klien
c. Pengetahuan apa
bahwa tindakan tersebut
yang diharapkan
dilakukan untuk
dapat mengurangi
menjamin keamanan.
ansietas dan
mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik.
d. Pertahankan perilaku
d. Membantu klien
tenang, bantu pasien
mengalami efek
untuk kontrol diri
fisiologi hipoksia,
dnegan menggunakan
yang dapat
pernapasan lebih lambat
dimanifestasikan
dan dalam.
sebagai
ketakutan/
ansietas.
e. Perhatikan alat bullow
e. Mempertahankan
drainase berfungsi baik,
tekanannegatif
cek setiap 1 – 2 jam
intrapleural
sesuai yang
diberikan, yang
meningkatkan
ekspansi paru
optimum/drainase
cairan
3
Dx 3
Setelah diberikan a. Jelaskan klien tentang
a. Pengetahuan
asuhan
kegunaan batuk yang
yang diharapkan
keperawatan
efektif dan mengapa
akan membantu
selama (…x…)
terdapat penumpukan
mengembangkan
jam
sekret di saluran
kepatuhan klien
diharapkanjalann
Pernapasan
terhadap rencana
afaspasien
teraupetik
14
normal dengan
KH :
a. Menunjukkan
b. Ajarkan klien tentang
b. Batuk yang tidak
metode yang tepat
terkontrol adalah
pengontrolan batuk.
melelahkan dan
batuk yang
tidak efektif,
efektif.
menyebabkan
b. Tidak ada lagi
frustasi
penumpukan
c. Auskultasi paru sebelum
sekret di sal.
dan sesudah klien batuk.
Pernapasan
c. Pengkajian ini
membantu
mengevaluasi
c. Klien tampak
keefektifan upaya
nyaman.
batuk klien
d. Dorong atau berikan
d. Hiegene mulut
perawatan mulut yang
yang baik
baik setelah batuk
meningkatkan
rasa
kesejahteraan dan
mencegah bau
mulut.
e. Kolaborasi dengan tim
e. Expextorant
kesehatan lain
untuk
Pemberian antibiotika
memudahkan
atau expectorant
mengeluarkan
lendir dan
mengevaluasi
perbaikan kondisi
klien atas
pengembangan
parunya
15
4
Dx
4 Setelah diberikan a. Jelaskan dan bantu klien
a. Pendekatan
asuhan
dnegan tindakan pereda
dengan
keperawatan
nyeri nonfarmakologi
menggunakan
selama (..x..) jam
dan non invasive
relaksasi dan
diharapkannyerib
nonfarmakologi
erkurangdengan
lainnya telah
KH :
menunjukkan
a. Nyeri
keefektifan dalam
berkurang/
dapat diatasi
mengurangi nyeri
b. Berikan kesempatan
b. Istirahat akan
waktu istirahat bila
merelaksasi
mengindentifika
terasa nyeri dan berikan
semua jaringan
si aktivitas yang
posisi yang nyaman ;
sehingga akan
meningkatkan/
misal waktu tidur,
meningkatkan
menurunkan
belakangnya dipasang
kenyamanan.
nyeri
bantal kecil
b. Dapat
c. Pasien tidak
gelisah.
c. Tingkatkan pengetahuan
c. Pengetahuan
tentang : sebab-sebab
yang akan
nyeri, dan
dirasakan
menghubungkan berapa
membantu
lama nyeri akan
mengurangi
berlangsung
nyerinya. Dan
dapat membantu
mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik
d. Kolaborasi denmgan
d. Analgetik
dokter, pemberian
memblok lintasan
analgetik
nyeri, sehingga
nyeri akan
berkurang
16
e. Observasi tingkat nyeri,
e. Pengkajian yang
dan respon motorik
optimal akan
klien, 30 menit setelah
memberikan
pemberian obat analgetik
perawat data
untuk mengkaji
yang obyektif
efektivitasnya. Serta
untuk mencegah
setiap 1 - 2 jam setelah
kemungkinan
tindakan perawatan
komplikasi dan
selama 1 - 2 hari
melakukan
intervensi yang
tepat.
Dx 5
Setelah diberikan a. Monitor keadaan umum
asuhan
pasien
a. Untuk memonitor
kondisi pasien
keperawatan
selama perawatan
selama (..x..) jam
terutama saat
diharapkan klien
terjadi
tidak mengalami
perdarahan.
syok hipovolemik
Perawat segera
dengan KH :
mengetahui
Tanda Vital
tanda-tanda
dalam batas
presyok / syok
normal (N: 12060 x/menit, S :
b. Observasi vital sign
setiap 3 jam atau lebih
b. Perawat perlu
terus
36-37o C, RR :
mengobaservasi
20x/menit)
vital sign untuk
memastikan tidak
terjadi presyok /
syok
17
c. Jelaskan pada pasien dan c. Dengan
keluarga tanda
melibatkan
perdarahan, dan segera
pasien dan
laporkan jika terjadi
keluarga maka
perdarahan
tanda-tanda
perdarahan dapat
segera diketahui
dan tindakan
yang cepat dan
tepat dapat segera
diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian
cairan intravena
d. Cairan intravena
diperlukan untuk
mengatasi
kehilangan cairan
tubuh secara
hebat
e. Kolaborasi :
e. Untuk
pemeriksaan : HB, PCV,
mengetahui
trombosit
tingkat kebocoran
pembuluh darah
yang dialami
pasien dan untuk
acuan melakukan
tindakan lebih
lanjut.
18
Dx 6
Setelah diberikan a. Kaji kulit dan
a. mengetahui
asuhan
identifikasi pada tahap
sejauhmanaperke
keperawatan
perkembangan luka
mbangan luka
selama (..x..) jam
mempermudah
diharapkan dapat
dalammelakukan
mencapai
tindakan yang
penyembuhan
tepat
luka pada waktu
b. Kaji lokasi, ukuran,
b. mengidentifikasi
yang sesuai
warna, bau, serta jumlah
tingkat keparahan
dengan KH:
dan tipe cairan luka
luka akan
a. tidak ada tanda-
mempermudah
tanda infeksi
seperti pus
b. luka bersih
intervensi
c. Pantau peningkatan suhu c. suhu tubuh yang
tubuh
meningkat dapat
tidak lembab
diidentifikasikan
dan tidak kotor
sebagai adanya
c. Tanda-tanda
proses
vital dalam
batas normal
atau dapat
peradangan
d. Berikan perawatan luka
d. tehnik aseptik
dengan tehnik aseptik.
membantu
ditoleransi.
mempercepat
penyembuhan
luka dan
mencegah
terjadinya
infeksi
e. Balut luka dengan kasa
e. Agar benda asing
kering dan steril,
atau jaringan
gunakan plester kertas
yang terinfeksi
tidak menyebar
luas pada area
kulit normal
19
lainnya.
f. Jika
pemulihan
terjadi
tidak f. antibiotik
kolaborasi
tindakan
lanjutan,
misalnya
debridement.
Kolaborasi
pemberian
antibiotik
sesuai
indikasi.
berguna untuk
mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
berisiko terjadi
infeksi.
Dx 7
Setelah diberikan a. Kaji kebutuhan akan
a. mengidentifikasi
asuhan
pelayanan kesehatan dan
masalah,
keperawatan
kebutuhan akan
memudahkan
selama (..x..) jam
peralatan
intervensi
diharapkan
b. Tentukan tingkat
b. mempengaruhi
pasien akan
motivasi pasien dalam
penilaian
menunjukkan
melakukan aktivitas
terhadap
tingkat mobilitas
optimal dengan
KH :
a. penampilan
yang seimbang
kemampuan
c. Ajarkan dan pantau
c. aktivitas apakah
pasien dalam
karena
halpenggunaan alat
ketidakmampuan
bantu
ataukah
b. melakukan
ketidakmauan
pergerakkan dan
menilai batasan
perpindahan
kemampuan
c. mempertahanka
n mobilitas
aktivitas optimal
d. Ajarkan dan dukung
d. mempertahankan
optimal yang
pasien dalam latihan
/meningkatkan
dapat di
ROM aktif dan pasif
kekuatan dan
toleransi
ketahanan otot
20
e. Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik atau okupasi
e. sebagai suaatu
sumber untuk
mengembangkan
perencanaan dan
mempertahankan/
meningkatkan
mobilitas pasien
Dx 8
Setelah diberikan a. Pantau tanda-tanda vital
asuhan
tanda-tanda
keperawatan
peradangan
selama (..x..) jam
terutama bila
diharapkaninfeksi
suhu tubuh
tidak terjadi /
meningkat
terkontroldengan
KH :
b. Lakukan perawatan luka
b. mengendalikan
dengan teknik aseptic
penyebaran
a. tidak ada tanda-
mikroorganisme
tanda infeksi
seperti pus
b. luka bersih
patogen
c. Lakukan perawatan
c. untuk
terhadap prosedur invasif
mengurangi
tidak lembab
seperti infuse atupun
risiko infeksi
dan tidak kotor
Bullowdraignase
nosokomial
c. Tanda-tanda
vital dalam
Dx 9
a. mengidentifikasi
d. Kolaborasi untuk
pemberian antibiotic
d. antibiotik
mencegah
batas normal
perkembangan
atau dapat
mikroorganisme
ditoleransi.
pathogen
Setelah diberikan a. Observasi keadaan Luka
a. untuk mencegah
asuhan
infeksi yang
keperawatan
berkelanjutan
selama (..x..) jam
diharapkananxiet
as tidak terjadi
21
dengan KH :
b. Menjelaskan kepada
b. memberikan
-Pasien dapat
pasien tentang penyakit
pengetahuan
mengungkapkan
yang di derita
pasien yang dapat
pemahamannya
memilih
tentang penyakit,
berdasarkan
prognosis dan
informasi
pengobatannya
c. Kaji tingkat pengetahuan c. mengetahui
klien dan keluarga
seberapa jauh
tentang penyakitnya
pengalaman klien
dan keluarga
tentang
penyakitnya
d. Minta klien / keluarga
d. mengetahui
mengulangi kembali
seberapa jauh
tentang materi yang telah
pemahaman klien
diberikan
dan keluarga
serta menilai
keberhasilan dari
tindakan yang
dilakukan
e. Diskusikan pentingnya
e. untuk emudahkan
melihat ulang mengenai
pengendalian
pengobatan secara
terhadap kondisi
teratur
kronis dan
pencegahan
terhadap
komplikasi
f. Berikan dorongan untuk
f. agar pasien
melakukan kunjungan
mengetahui
tindak lanjut dengan
perkembangan
dokter.
penyakitnya.
22
D. Implementasi
1. Dx 1 Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
a. Kaji
faktor
penyebab
dari
situasi/keadaan
individu/penyebab
penurunan perfusi jaringan
b. Memonitor GCS dan mencatatnya
c. Memonitor keadaan umum pasien
d. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
e. Mengkolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi
2. Dx 2 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
a. Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
b. Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.
c. Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
d. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
e. Membantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam
f. Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2
jam
3. Dx 3
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
a. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
b. Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
c. Mengajarkan Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
d. Memberikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
23
e. Memberikan antibiotika atau expectorant
4. Dx 4 Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
a. Membantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasive
b. Memerikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan
memberikan posisi yang nyaman
c. Meningkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
d. Berkolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
e. Mengobservasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya
5. Dx 5 Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
a. Memonitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
d. Berkolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Berkolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
6. Dx 6Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
a. Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
b. Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
c. Memantau peningkatan suhu tubuh
d. Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
e. Berkolaborasitindakansepertimelakukan debridement
7. Dx 7 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
a. Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
24
b. Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
c. Mengajarkan pasien dalam hal penggunaan alat bantu
d. Mengajarkan pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
e. Berkolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
8. Dx 8 Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder terhadap trauma
a. Memantau tanda-tanda vital
b. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
c. Melakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse atupun
Bullow draignase
d. Berkolaborasi untuk pemberian antibiotic
e. Mengobservasi keadaan Luka
9. Dx 9 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang di derita.
b. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
c. Meminta klien / keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan
d. Mendiskusikan pentingnya melihat ulang mengenai pengobatan secara
teratur
e. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tindak lanjut dengan
dokter.
E. EVALUASI
Setelahdilakukantindakankeperawatandiharapkan :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Kesadaran meningkat
3. Klien tampak nyaman.
4. Nyeri berkurang
5. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
6. Pasien tidak gelisah.
25
BAB IV
EVALUASI MANAJEMEN THORACOSCOPIC TRAUMA
TORAKS
Abstrak
Pendahuluan: dari semua penyebab cedera traumatis, trauma dada dianggap
menjadi dikaitkan dengan cedera dada. Manajemen favorit untuk trauma dada
sampai tanggal yang berkepanjangan penyisipan ICD dan resusitasi pasien untuk
mempertahankan parameter hemodinamik atau pergi untuk torakostomi terbuka
pada pasien tidak stabil sebagai indikasi per.
Video Bedah Thoracoscopic Assisted sedang semakin digunakan sebagai
modalitas diagnostik serta theraupeautic dalam pengelolaan pasien stabil dengan
cedera dada. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efektivitas dari tong
dalam pengelolaan trauma toraks dalam hal rasa sakit, dosis durasi analgesik yang
digunakan, tinggal di rumah sakit, pemulihan fungsi paru dan tingkat komplikasi..
Metode: Penelitian dilakukan pada 70 pasien cedera toraks (Blunt atau
Penetrating) yang disajikan dalam Trauma Center of CSMMU (sebelumnya
KGMU), Lcuknow, India Para pasien yang cocok untuk Umur dan Jenis Kelamin
dan secara acak, dan ditugaskan dalam dua kelompok - kelompok Ist dirawat oleh
tong, subkultur II kelompok perlakuan oleh penyisipan ICD berkepanjangan saja,
hasil dalam berbagai aspek dianalisis. Hasil: Berbagai prosedur dilakukan dengan
menggunakan tong (Video Bedah Thoracoscopic Assisted) Clot evakuasi dan
irigasi, elektrokoagulasi dari pemeras, stapel dari parenkim paru avulsi, perbaikan
diafragma). Nyeri perbaikan (p <.001), perbaikan dispnea (p <.05), pemulihan
awal fungsi paru dan perbaikan radiologis secara statistik signifikan dalam tong
kelompok perlakuan pada hari ke-7 pasca prosedur dengan tingkat komplikasi
kurang dan durasi kurang dari tinggal di rumah sakit ( p <.001). Kesimpulan:
VATS (Video Bedah Thoracoscopic Assisted adalah pilihan yang lebih baik
daripada penyisipan ICD konvensional hanya untuk pengelolaan cedera toraks
dengan peningkatan yang lebih baik dan awal Clinico-radiologi dan fungsional,
26
dengan tingkat komplikasi sedikit awal dan durasi yang lebih singkat tinggal di
rumah sakit
Pengantar
Setiap individu di dunia ini beresiko untuk cedera traumatik. Etiologi
cedera adalah sebagai beragam seperti gaya hidup dan latar belakang sosial
ekonomi dari korbannya, mulai dari kekerasan interpersonal dan terorisme untuk
kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja Di seluruh dunia, yang 5
juta orang diperkirakan tewas akibat cedera pada tahun 2000., dengan angka
kematian 83 per 100.000 penduduK. Dari semua penyebab cedera traumatis
trauma dada seharusnya menjadi alasan penting mortalitas dan morbiditas. .
Kecenderungan transportasi kendaraan berkecepatan tinggi memiliki
memperburuk situasi di dekade 3-4 tahun. Dalam Amerika Serikat saja 12 per juta
penduduk per hari - dan 20-25% dari kematian akibat trauma yang dikaitkan
dengan cedera toraks kematian Segera setelah cedera traumatis biasanya karena
gangguan utama dari jantung atau pembuluh darah besar dan kematian dini.
karena trauma toraks yang terjadi dalam 30 menit sampai 3 jam setelah cedera
biasanya sekunder terhadap saluran napas tamponade jantung obstruksi dan
aspirasi. struktur anatomi Mayor yang menderita cedera setelah trauma adalah
dinding dada, paru-paru dan pleura, pembuluh darah besar dada, diafragma
jantung, trakea, bronkus dan kerongkongan.
Besarnya masalah tersebut dan pentingnya cedera terkait berfungsi untuk
menggarisbawahi pentingnya evaluasi lengkap dan intervensi tepat waktu dalam
pengelolaan bedah toraks trauma.Video dibantu dada dapat dimanfaatkan sebagai
metode yang efektif dan aman untuk evaluasi diagnostik awal dan bedah
pengelolaan pasien stabil dengan trauma toraks tembu. The drainase rongga
pleura dengan aspirasi berkepanjangan adalah metode pengobatan utama bagi
pasien dengan trauma toraks tertutup dan trauma terbuka tanpa cedera organ.
Lethality adalah 7,8% di antara semua pasien dan 12,9% di kalangan orang-orang
dengan luka tembus dada. Tidak ada hasil yang mematikan pasca operas Tingkat
komplikasi pasca operasi adalah 22,7%.. Videothoracoscopy dan video-assisted
mini-torakotomi adalah metode yang efektif untuk diagnosis dan pengobatan,
27
mengurangi tingkat komplikasi pasca operasi dan hasil mematikan, membatasi
indikasi untuk torakotomi luas Hanya 10-15% dari trauma tumpul memerlukan
operasi dada,. Dan 15 -30% dari trauma dada tembus membutuhkan torakotomi
terbuka. 85% dari pasien dengan trauma toraks, dapat dikelola oleh manuver
menyelamatkan nyawa sederhana yang tidak memerlukan perawatan bedah
Metode
Penelitian Hadir dilakukan pada pasien dengan cedera toraks (baik tumpul
dan tajam) yang disampaikan kepada Center.in Trauma departemen Bedah
Umum, CSMMU, Lucknow, India, dari September 2007 sampai Agustus 2008.
Pasien mengalami cedera jantung, cedera pembuluh besar, trakea cedera, cedera
esofagus memerlukan laprotomy eksplorasi, torakotomi, cedera kepala dan luka
Orthopeadical utama dikeluarkan dari study.70 pasien secara acak menjadi dua
kelompok-kelompok - Sebuah tong (Video bedah toraks dibantu) untuk pasien
hemodinamik stabil. Kelompok - B: ICD (interkostal Tiriskan) only.VATS
penyisipan dilakukan dengan menggunakan nol derajat 10mm, teleskop operasi
kaku dengan saluran biopsi 5mm. Kauter monopolar digunakan untuk koagulasi.
Para tong dilakukan dengan dalam 72 jam dari cedera. Analisis PENDERITA
dilakukan dalam hal peningkatan :
1. Clinical pada pasien setelah tong atau ICD setelah 3 hari dan 7 dan dengan
jangka panjang menindaklanjuti dalam hal (a) nyeri (b) dyspnoea .
2. Radiologi perbaikan setelah intervensi yang dinilai oleh (a) USG (b) Chest
X-ray (c)
3. CECT Peningkatan fungsi paru berdasarkan: Pre-prosedur dan Post Prosedur PFT (tes fungsi paru) didasarkan pada dua variabel (dalam
kelompok - B pasien PFT dilakukan setelah penempatan ICD darurat),
diprediksi% dan% FVC diprediksi FEV1.
4. Perbandingan panjang rumah sakit tinggal di kedua kelompok.
5. Perbandingan antara dosis total analgesia digunakan dan jenis analgesia
yang diberikan
28
HASIL: Penerapan tong (Video bedah toraks dibantu) untuk diagnosis dan
pengobatan cedera toraks lebih baik dari ICD penyisipan hanya dalam hal
outcome.Haemothorax merupakan indikasi yang paling umum untuk tong cedera
dada. VATS juga efektif dalam mendiagnosis cedera toraks terjawab.
Ketika dinilai pada metode skoring nyeri subyektif pasien dalam
kelompok - Sebuah signifikan secara statistik memiliki rasa sakit pada prosedur
pasca hari ke-7 (p <0,001). Nyeri lega dalam kelompok - B pada hari prosedur
pasca 7 juga signifikan (p <0,001), tetapi peningkatan nyeri secara signifikan
lebih tinggi pada kelompok - A pada hari ke-3 dan hari ke-7 dibandingkan dengan
kelompok - B (p = 0,0262). Prosedur nyeri pos dan discomforted secara drastis
mengurangi dalam kelompok-A.. (Tab1).
Ketika pasien dinilai untuk dyspnea pada NYHA - IV grading, pasien
cedera toraks pada saat masuk memiliki grade - dyspnea IV di 88,6% dalam
kelompok - A dan 97,14% dalam kelompok - B yang bukan perbedaan yang
signifikan secara statistik. Setelah pasca hari kelas Prosedur 7 - dyspnea IV hadir
tidak satu pun dalam kelompok - Sebuah sedangkan pada kelompok - B 14,3%
sedang kelompok - dyspnea IV. Peningkatan dispnea adalah kelompok secara
signifikan lebih tinggi - Sebuah kelompok dari - B pada hari ke-7 pasca prosedur
(p = 0,05) (tab2)..
Meskipun peningkatan radiologi di X-ray temuan yang signifikan dalam
kedua kelompok adalah peningkatan secara signifikan lebih tinggi dan awal tong
dibandingkan ICD group (tab3)
Perbaikan dengan USG adalah signifikan pada kedua kelompok, tetapi.
Tong menunjukkan peningkatan awal dan lebih dari ICD. (Tab4) .
Karena rasa sakit berkurang dan ketidaknyamanan, karena kembali awal
dan efektif dari fungsi paru dan karena penghapusan awal tabung dada drainase
pasien dalam kelompok-A didorong untuk pulang lebih awal dibandingkan
dengan kelompok - B. tinggal di rumah sakit rata-rata dalam kelompok - A adalah
8 hari dan kelompok - B adalah hari ke-12 (Tab5).
Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FEV1 pada perlakuan
Posting di tong dan ICD.Increase di Pred. FEV1 secara signifikan lebih tinggi
pada perlakuan pasca ICD. Tingkat empiema, pneumonitis, infeksi luka dangkal,
29
hemothorax terorganisir secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - A dan
dibanding kelompok - fistula B. pembentukan bronkopleural dan ketergantungan
ventilator secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - B dibandingkan dalam
kelompok - A. (tab6).
Peningkatan CECT secara signifikan lebih tinggi dalam kelompok VATS
dari ICD kelompok dan awal (pada 3 hari). (Tab7).
Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FVC pada perlakuan Posting
di tong dan ICD.Increase di Pred. FVC secara signifikan lebih tinggi dari tong
ICD. Persentase (%) perubahan Pred. FVC1, tong 125%, ICD 92,6%. (Tab8).
Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FEV1 pada perlakuan
Posting di tong dan ICD.Increase di Pred. FEV1 secara signifikan lebih tinggi
pada perlakuan pasca ICD. Persentase (%) perubahan Pred. FEV1, tong 117.94%,
ICD 75,0%. (Tab9).
Dosis rata-rata / pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ICD
dibandingkan tong (Tab10).
Dalam kelompok - Sebuah% 80 diperlukan hanya NSAID dan 20% lebih
tinggi diperlukan analgesia lainnya (ICD Blok, epidural Thoracic) dalam
kelompok - B hanya 48,57% di mana sakit gratis oleh NSAID analgesik saja dan
sebagian besar dari mereka (51,5%) lainnya yang diperlukan (Tab11) .
Tingkat empiema, pneumonitis, infeksi luka dangkal, hemothorax
terorganisir secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - A dan dibandingkan
dalam kelompok - fistula B. pembentukan bronkopleural dan ketergantungan
ventilator secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - B dibandingkan dalam
kelompok - A (Tab12)
30
TABLE 1: Comparison of pain in VATS and ICD at different Time Interval
Table-2: Comparison of Dyspnea in VATS & ICD group
31
Table-3: Comparison of X-ray (Chest) finding in VATS and ICD
32
Table-4: Comparison of USG findings among the groups
33
Table-5: Comparison of hospital stay in two groups
Table 6: Comparison of %Pred. FEV1 in VATS & ICD groups
34
Table-7: Comparison of CECT findings in VATS and ICD groups
35
Table-8: PFT (Pulmonary Function Test) Comparison of %Pred. FVC in VATS &
ICD
Table-9: Comparison of %Pred. FEV1 in VATS & ICD groups
36
Table-10: Comparison of analgesic consumption in both groups
37
Table-11 : Type of Analgesic used
Table-12: Complications
38
DISKUSI: Mekanisme yang paling umum adalah cedera tumpul setelah
kecelakaan lalu lintas jalan. Trauma tumpul menyumbang 68,4% dan trauma
penetrasi menyumbang 31,6% dari total pasien. Cedera toraks tetap menjadi
sumber utama morbiditas dan mortalitas. Dengan keahlian meningkat dalam
operasi video yang dibantu dada, modalitas ini telah menjadi alternatif yang
menarik dalam pengelolaan pasien dengan cedera toraks. Video bedah dada
dibantu dapat digunakan sebagai metode yang efektif dan aman untuk evaluasi
diagnostik awal dan manajemen bedah pasien stabil dengan cedera dada. Banyak
pertanyaan perlu dijawab.
Apakah VATS (Video Bedah Thorcoscopic Assisted) aman dan efektif
dalam pengelolaan cedera dada dan gejala sisa? Siapa calon yang ideal untuk
tong? Manajemen awal biasanya pasien dengan cedera toraks adalah penempatan
ICD (interkostal Tabung Drainase) parameter hemodinamik saja dan memelihara.
Penelitian ini membandingkan hasil pengobatan pasien cedera toraks dirawat oleh
tong dan mereka diperlakukan oleh ICD penyisipan hanya (praktek yang umum di
lembaga kami.) Studi ini mengevaluasi 70 pasien yang Grup A (tong) memiliki 35
dan Kelompok B (ICD saja) juga memiliki 35 pasien. Pasien ditugaskan untuk
masing-masing kelompok secara random dengan metode acak kartu. Usia rata-rata
pasien dalam kelompok - A adalah 42,5 tahun dan dalam kelompok - B adalah
43,13 tahun. Dalam kelompok - A 28 pasien adalah laki-laki dan 7 pasien adalah
perempuan.
Dalam kelompok - B 28 pasien adalah laki-laki dan 9 pasien adalah
perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada kedua kelompok
mengenai jenis kelamin dan usia. Dalam kedua kelompok kejadian cedera toraks
lebih pada pria dibandingkan dengan wanita. Dalam pasien penelitian kami dinilai
dan dibandingkan pada klinik, radiologi, basis fungsional dan tingkat komplikasi
berbagai. Secara klinis pasien dinilai untuk keparahan nyeri dan perbaikannya.
Pada kelompok perlakuan tong ada perbaikan yang signifikan dalam nyeri pada
hari ke-3 pasca prosedur. Ada peningkatan yang signifikan dalam dyspnea
dibandingkan dengan kelompok ICD diobati. Dosis Memerlukan analgesik kurang
dalam tong.
39
Tinggal di rumah sakit itu juga secara signifikan lebih sedikit dalam
penelitian kami pada pasien VATS. Hasil yang sama diperoleh dalam penelitian
yang dilakukan oleh Abolhoda et al, di mana rumah sakit pasca operasi median
tetap mengikuti video yang sukses dibantu bedah dada adalah 3,5 hari dan
menyimpulkan bahwa operasi toraks video yang dibantu dapat dimanfaatkan
sebagai metode yang efektif dan aman untuk awal. diagnostik evaluasi dan
manajemen bedah pasien stabil dengan trauma toraks. Perbaikan radiologis
(Berdasarkan Chest X-ray, USG thorax, thorax CECT) juga signifikan dalam tong
merawat pasien karena irigasi bekuan hemothorax dan darah di bawah penglihatan
langsung. Peningkatan fungsi paru lebih baik didasarkan pada% Pred. FVC dan%
Pred. FEV1.In penelitian kami tingkat komplikasi yang kurang dalam kelompok
VATS dengan tingkat kurang dari empiema, tingkat kurang dari hemothorax
dipertahankan dan ketergantungan ventilator kurang.
Hasil yang sama diperoleh dalam studi oleh Krasna et al, 1996.. Juga
dalam studi oleh Nagasaki et al, 1982;. Hasil komplikasi di tong yang sama.
Penelitian oleh Konstantinos Potaris et al. , Juga menyimpulkan bahwa tong untuk
indikasi tertentu dalam trauma dada dikaitkan dengan hasil yang lebih baik,
penurunan morbiditas dan mortalitas, dan memperpendek tinggal di rumah sakit.
Dalam penelitian kami satu cedera diafragma, yang tidak terjawab oleh radiologi
standar, didiagnosis dan diobati oleh tong. Tapi ini tidak signifikan untuk
memperoleh kesimpulan (1 pasien).
Namun studi oleh Paolo Fabbruccil et al. , Conformed baik khasiat
diagnostik dan terapi di tong trauma dada dengan penumothorax dan / atau
hemotoraks, menghasilkan hasil yang sangat baik, termasuk kursus pasca operasi
lancar, resolusi cepat dari tanda-tanda dan gejala dari masalah dada, dan tidak ada
gejala sisa menonaktifkan (empiema dan fibrothorax ), serta tinggal di rumah sakit
yang relatif lebih pendek dan karenanya biaya yang lebih rendah dibandingkan
dengan pengobatan konservatif. Dalam tong penelitian kami digunakan terutama
di hemothorax dan dalam beberapa kasus perdarahan parietal dada berkelanjutan,
dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ICD kelompok. Hasil yang
sama diperoleh oleh Todd B. Heniford et al. , Videothoracoscopy harus menjadi
pengobatan awal pada pasien trauma dengan koleksi toraks dipertahankan dan
40
harus digunakan lebih awal dan lebih sering pada pasien ini. Dengan demikian,
studi tong didirikan sebagai alat penting diagnostik dan terapi besar untuk pasien
cedera toraks, bahkan bagi mereka yang menjadi milik strata miskin
KESIMPULAN: VATS (Video Bedah Thoracoscopic Assisted) tentu saja
merupakan pilihan yang lebih baik daripada penyisipan ICD konvensional saja,
untuk pengelolaan cedera toraks dalam hal kontrol nyeri yang lebih baik dan awal,
persyaratan kurang analgesik, durasi kurang dari tinggal di rumah sakit sehingga
mengurangi biaya keseluruhan pengobatan dan pemulihan awal fungsi paru.
VATS tidak hanya dari manfaat terapeutik tetapi juga dapat diandalkan untuk
diagnosis berbagai cedera toraks terjawab (cedera diafragma misalnya, laserasi
paru kecil) tong dikaitkan dengan tingkat komplikasi yang lebih sedikit dan.
Memerlukan dukungan kurang ventilasi.
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada
ataupun isi dari cavum thorax ( rongga dada ) yang disebabkan oleh benda
tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan
jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran bagi para pembaca demi penyempurnaan penyusunan makalah
selanjutnya.
Kepada para pembaca, perbanyaklah dan perluaslah pengetahuan dan
wawasan kita dengan rajin membaca. Jangan pernah merasa puas dengan
ilmu yang sudah kita miliki karena ilmu pengetahuan semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan zaman.
42
Download