BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin maju pula pola piker manusia misalnya, manusia dapat menciptakan transportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Tapi selain segi positif timbul pula segi negative misalnya, dengan alat transportasi yang digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satunya adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada dada. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para psikolog menyatakan bahwa trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative dan dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder. Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paruparu diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan. Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu : Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas, kemungkinan sianosis, batuk mengeluarkan sputum bercak darah, hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit dan ada jelas pada thorak. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui Definisi Trauma Thorax 2. Untuk mengetahui Penyebab dan Klasifikasi Trauma Thorax 3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Trauma Thorax 4. Memberikan informasi tentang cara penanganan Trauma Thorax 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan. B. Etiologi Dan Klasifikasi 1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung. 2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan 3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995). 2 C. Patofisiologi Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusionmismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh: tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ). Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya menyebabkan iga gangguan terhadap dinding thorax ventilasi. Batuk yang secara keseluruhan tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. 3 Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. D. Manifestasi Klinis 1. Tamponade jantung : a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung. b. Gelisah. c. Pucat, keringat dingin. d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis). e. Pekak jantung melebar. f. Bunyi jantung melemah. g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure. h. ECG terdapat low voltage seluruh lead. i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995). 2. Hematotoraks : a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD. b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995). 4 3. Pneumothoraks : a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas. b. Gagal pernapasan dengan sianosis. c. Kolaps sirkulasi. d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali. e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002). f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990). E. Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) 2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun. 3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa. 4. Hemoglobin : mungkin menurun. 5. Pa Co2 kadang-kadang menurun. 6. Pa O2 normal / menurun. 7. Saturasi O2 menurun (biasanya). 8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan. 9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi. 10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. 11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi 12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi 5 F. Penatalaksanaan 1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock. b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : • Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. 6 • Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. d. Mendorong berkembangnya paru-paru. • Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. • Latihan napas dalam. • Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. • Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. f. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. • Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. • Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. • Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 7 • Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. • Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. • Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. • Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja dirisendiri, dengan memakai sarung tangan. • Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. h. Dinyatakan berhasil, bila : • Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. • Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. • Tidak ada pus dari selang WSD. 3. Therapy a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax). b. WSD (hematotoraks). c. Pungsi. d. Torakotomi. e. Pemberian oksigen. f. Antibiotika. g. Analgetika. h. Expectorant 8 BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya. b. Identitas penanggung jawab Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. 2. Riwayat Kesehatan a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun. b. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas c. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. 9 d. Riwayat kesehatan yang lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya. e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu. f. Pengobatan terakhir. g. Pengalaman pembedahan. Pemeriksaan Fisik : 1. B1: a. Sesak napas b. Nyeri, batuk-batuk. c. Terdapat retraksi klavikula/dada. d. Pengambangan paru tidak simetris. e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. f. Adanya suara sonor/hipersonor/timpani. g. Bising napas yang berkurang/menghilang. h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. 2. B2: a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. b. Takhikardia, lemah c. Pucat, Hb turun /normal. d. Hipotensi. 3. B3: Tidak ada kelainan. 4. B4. Tidak ada kelainan. 5. B5: Tidak ada kelainan. 6. B6: a. Kemampuan sendi terbatas. 10 b. Ada luka bekas tusukan benda tajam. c. Terdapat kelemahan. d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi 1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan 2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi 3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma 9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas 11 C. Intervensi N o 1 Dx Dx 1 Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Setelah diberikan a. Kaji faktor penyebab Rasional a. Deteksi dini asuhan dari situasi/keadaan untuk keperawatan individu/penyebab memprioritaskan selama (…x..) penurunan perfusi intervensi, jamdiharapkanda jaringan mengkaji status patmempertahank neurologi/tanda- anperfusijaringan tanda kegagalan dengan KH : untuk a. Tanda-tanda menentukan vital dalam perawatan batas normal kegawatan atau b. Kesadaran tindakan meningkat c. Menunjukkan perfusi adekuat pembedahan b. Monitor GCS dan mencatatnya c. Monitor keadaan umum pasien b. Menganalisa tingkat kesadaran c. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuat an perfusi jaringan dan membantu menentukan keb. intervensi. d. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi d. Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan 12 e. Kolaborasi pengawasan 2 Dx 2 e. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan defisiensi dan laboraturium. Berikan kebutuhan sel darah merah pengobatan lengkap/packed produk /respons terhadap darah sesuai indikasi terapi Setelah diberikan a. Berikan posisi yang a. Meningkatkan asuhan nyaman, biasanya inspirasi keperawatan dengan peninggian maksimal, selama(…x…) kepala tempat tidur. meningkatkan jam diharapkan Balik ke sisi yang sakit. ekspansi paru dan dapatmempertaha Dorong klien untuk ventilasi pada sisi njalannafaspasien duduk sebanyak yang tidak sakit. dengan KH : mungkin. a. Mengalami b. Observasi fungsi b. Distress perbaikan pernapasan, catat pernapasan dan pertukaran gas- frekuensi pernapasan, perubahan pada gas pada paru. dispnea atau perubahan tanda vital dapat tanda-tanda vital. terjadi sebgai b. Memperlihatkan frekuensi akibat stress pernapasan fisiologi dan yang efektive. nyeri atau dapat c. Adaptive menunjukkan mengatasi terjadinya syock faktor-faktor sehubungan penyebab. dengan hipoksia. 13 c. Jelaskan pada klien c. Pengetahuan apa bahwa tindakan tersebut yang diharapkan dilakukan untuk dapat mengurangi menjamin keamanan. ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Pertahankan perilaku d. Membantu klien tenang, bantu pasien mengalami efek untuk kontrol diri fisiologi hipoksia, dnegan menggunakan yang dapat pernapasan lebih lambat dimanifestasikan dan dalam. sebagai ketakutan/ ansietas. e. Perhatikan alat bullow e. Mempertahankan drainase berfungsi baik, tekanannegatif cek setiap 1 – 2 jam intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan 3 Dx 3 Setelah diberikan a. Jelaskan klien tentang a. Pengetahuan asuhan kegunaan batuk yang yang diharapkan keperawatan efektif dan mengapa akan membantu selama (…x…) terdapat penumpukan mengembangkan jam sekret di saluran kepatuhan klien diharapkanjalann Pernapasan terhadap rencana afaspasien teraupetik 14 normal dengan KH : a. Menunjukkan b. Ajarkan klien tentang b. Batuk yang tidak metode yang tepat terkontrol adalah pengontrolan batuk. melelahkan dan batuk yang tidak efektif, efektif. menyebabkan b. Tidak ada lagi frustasi penumpukan c. Auskultasi paru sebelum sekret di sal. dan sesudah klien batuk. Pernapasan c. Pengkajian ini membantu mengevaluasi c. Klien tampak keefektifan upaya nyaman. batuk klien d. Dorong atau berikan d. Hiegene mulut perawatan mulut yang yang baik baik setelah batuk meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. e. Kolaborasi dengan tim e. Expextorant kesehatan lain untuk Pemberian antibiotika memudahkan atau expectorant mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya 15 4 Dx 4 Setelah diberikan a. Jelaskan dan bantu klien a. Pendekatan asuhan dnegan tindakan pereda dengan keperawatan nyeri nonfarmakologi menggunakan selama (..x..) jam dan non invasive relaksasi dan diharapkannyerib nonfarmakologi erkurangdengan lainnya telah KH : menunjukkan a. Nyeri keefektifan dalam berkurang/ dapat diatasi mengurangi nyeri b. Berikan kesempatan b. Istirahat akan waktu istirahat bila merelaksasi mengindentifika terasa nyeri dan berikan semua jaringan si aktivitas yang posisi yang nyaman ; sehingga akan meningkatkan/ misal waktu tidur, meningkatkan menurunkan belakangnya dipasang kenyamanan. nyeri bantal kecil b. Dapat c. Pasien tidak gelisah. c. Tingkatkan pengetahuan c. Pengetahuan tentang : sebab-sebab yang akan nyeri, dan dirasakan menghubungkan berapa membantu lama nyeri akan mengurangi berlangsung nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik d. Kolaborasi denmgan d. Analgetik dokter, pemberian memblok lintasan analgetik nyeri, sehingga nyeri akan berkurang 16 e. Observasi tingkat nyeri, e. Pengkajian yang dan respon motorik optimal akan klien, 30 menit setelah memberikan pemberian obat analgetik perawat data untuk mengkaji yang obyektif efektivitasnya. Serta untuk mencegah setiap 1 - 2 jam setelah kemungkinan tindakan perawatan komplikasi dan selama 1 - 2 hari melakukan intervensi yang tepat. Dx 5 Setelah diberikan a. Monitor keadaan umum asuhan pasien a. Untuk memonitor kondisi pasien keperawatan selama perawatan selama (..x..) jam terutama saat diharapkan klien terjadi tidak mengalami perdarahan. syok hipovolemik Perawat segera dengan KH : mengetahui Tanda Vital tanda-tanda dalam batas presyok / syok normal (N: 12060 x/menit, S : b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih b. Perawat perlu terus 36-37o C, RR : mengobaservasi 20x/menit) vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok 17 c. Jelaskan pada pasien dan c. Dengan keluarga tanda melibatkan perdarahan, dan segera pasien dan laporkan jika terjadi keluarga maka perdarahan tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan. d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena d. Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat e. Kolaborasi : e. Untuk pemeriksaan : HB, PCV, mengetahui trombosit tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut. 18 Dx 6 Setelah diberikan a. Kaji kulit dan a. mengetahui asuhan identifikasi pada tahap sejauhmanaperke keperawatan perkembangan luka mbangan luka selama (..x..) jam mempermudah diharapkan dapat dalammelakukan mencapai tindakan yang penyembuhan tepat luka pada waktu b. Kaji lokasi, ukuran, b. mengidentifikasi yang sesuai warna, bau, serta jumlah tingkat keparahan dengan KH: dan tipe cairan luka luka akan a. tidak ada tanda- mempermudah tanda infeksi seperti pus b. luka bersih intervensi c. Pantau peningkatan suhu c. suhu tubuh yang tubuh meningkat dapat tidak lembab diidentifikasikan dan tidak kotor sebagai adanya c. Tanda-tanda proses vital dalam batas normal atau dapat peradangan d. Berikan perawatan luka d. tehnik aseptik dengan tehnik aseptik. membantu ditoleransi. mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi e. Balut luka dengan kasa e. Agar benda asing kering dan steril, atau jaringan gunakan plester kertas yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal 19 lainnya. f. Jika pemulihan terjadi tidak f. antibiotik kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi. Dx 7 Setelah diberikan a. Kaji kebutuhan akan a. mengidentifikasi asuhan pelayanan kesehatan dan masalah, keperawatan kebutuhan akan memudahkan selama (..x..) jam peralatan intervensi diharapkan b. Tentukan tingkat b. mempengaruhi pasien akan motivasi pasien dalam penilaian menunjukkan melakukan aktivitas terhadap tingkat mobilitas optimal dengan KH : a. penampilan yang seimbang kemampuan c. Ajarkan dan pantau c. aktivitas apakah pasien dalam karena halpenggunaan alat ketidakmampuan bantu ataukah b. melakukan ketidakmauan pergerakkan dan menilai batasan perpindahan kemampuan c. mempertahanka n mobilitas aktivitas optimal d. Ajarkan dan dukung d. mempertahankan optimal yang pasien dalam latihan /meningkatkan dapat di ROM aktif dan pasif kekuatan dan toleransi ketahanan otot 20 e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi e. sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien Dx 8 Setelah diberikan a. Pantau tanda-tanda vital asuhan tanda-tanda keperawatan peradangan selama (..x..) jam terutama bila diharapkaninfeksi suhu tubuh tidak terjadi / meningkat terkontroldengan KH : b. Lakukan perawatan luka b. mengendalikan dengan teknik aseptic penyebaran a. tidak ada tanda- mikroorganisme tanda infeksi seperti pus b. luka bersih patogen c. Lakukan perawatan c. untuk terhadap prosedur invasif mengurangi tidak lembab seperti infuse atupun risiko infeksi dan tidak kotor Bullowdraignase nosokomial c. Tanda-tanda vital dalam Dx 9 a. mengidentifikasi d. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic d. antibiotik mencegah batas normal perkembangan atau dapat mikroorganisme ditoleransi. pathogen Setelah diberikan a. Observasi keadaan Luka a. untuk mencegah asuhan infeksi yang keperawatan berkelanjutan selama (..x..) jam diharapkananxiet as tidak terjadi 21 dengan KH : b. Menjelaskan kepada b. memberikan -Pasien dapat pasien tentang penyakit pengetahuan mengungkapkan yang di derita pasien yang dapat pemahamannya memilih tentang penyakit, berdasarkan prognosis dan informasi pengobatannya c. Kaji tingkat pengetahuan c. mengetahui klien dan keluarga seberapa jauh tentang penyakitnya pengalaman klien dan keluarga tentang penyakitnya d. Minta klien / keluarga d. mengetahui mengulangi kembali seberapa jauh tentang materi yang telah pemahaman klien diberikan dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan e. Diskusikan pentingnya e. untuk emudahkan melihat ulang mengenai pengendalian pengobatan secara terhadap kondisi teratur kronis dan pencegahan terhadap komplikasi f. Berikan dorongan untuk f. agar pasien melakukan kunjungan mengetahui tindak lanjut dengan perkembangan dokter. penyakitnya. 22 D. Implementasi 1. Dx 1 Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan a. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi jaringan b. Memonitor GCS dan mencatatnya c. Memonitor keadaan umum pasien d. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi e. Mengkolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi 2. Dx 2 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi a. Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. b. Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. c. Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. d. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. e. Membantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam f. Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam 3. Dx 3 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. a. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif b. Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk c. Mengajarkan Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk d. Memberikan perawatan mulut yang baik setelah batuk 23 e. Memberikan antibiotika atau expectorant 4. Dx 4 Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. a. Membantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive b. Memerikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan memberikan posisi yang nyaman c. Meningkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung d. Berkolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik e. Mengobservasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya 5. Dx 5 Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler a. Memonitor keadaan umum pasien b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan d. Berkolaborasi : Pemberian cairan intravena e. Berkolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit 6. Dx 6Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. a. Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka b. Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka c. Memantau peningkatan suhu tubuh d. Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas e. Berkolaborasitindakansepertimelakukan debridement 7. Dx 7 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. a. Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan 24 b. Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas c. Mengajarkan pasien dalam hal penggunaan alat bantu d. Mengajarkan pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif e. Berkolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi 8. Dx 8 Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma a. Memantau tanda-tanda vital b. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic c. Melakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse atupun Bullow draignase d. Berkolaborasi untuk pemberian antibiotic e. Mengobservasi keadaan Luka 9. Dx 9 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang di derita. b. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya c. Meminta klien / keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan d. Mendiskusikan pentingnya melihat ulang mengenai pengobatan secara teratur e. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tindak lanjut dengan dokter. E. EVALUASI Setelahdilakukantindakankeperawatandiharapkan : 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal 2. Kesadaran meningkat 3. Klien tampak nyaman. 4. Nyeri berkurang 5. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri 6. Pasien tidak gelisah. 25 BAB IV EVALUASI MANAJEMEN THORACOSCOPIC TRAUMA TORAKS Abstrak Pendahuluan: dari semua penyebab cedera traumatis, trauma dada dianggap menjadi dikaitkan dengan cedera dada. Manajemen favorit untuk trauma dada sampai tanggal yang berkepanjangan penyisipan ICD dan resusitasi pasien untuk mempertahankan parameter hemodinamik atau pergi untuk torakostomi terbuka pada pasien tidak stabil sebagai indikasi per. Video Bedah Thoracoscopic Assisted sedang semakin digunakan sebagai modalitas diagnostik serta theraupeautic dalam pengelolaan pasien stabil dengan cedera dada. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efektivitas dari tong dalam pengelolaan trauma toraks dalam hal rasa sakit, dosis durasi analgesik yang digunakan, tinggal di rumah sakit, pemulihan fungsi paru dan tingkat komplikasi.. Metode: Penelitian dilakukan pada 70 pasien cedera toraks (Blunt atau Penetrating) yang disajikan dalam Trauma Center of CSMMU (sebelumnya KGMU), Lcuknow, India Para pasien yang cocok untuk Umur dan Jenis Kelamin dan secara acak, dan ditugaskan dalam dua kelompok - kelompok Ist dirawat oleh tong, subkultur II kelompok perlakuan oleh penyisipan ICD berkepanjangan saja, hasil dalam berbagai aspek dianalisis. Hasil: Berbagai prosedur dilakukan dengan menggunakan tong (Video Bedah Thoracoscopic Assisted) Clot evakuasi dan irigasi, elektrokoagulasi dari pemeras, stapel dari parenkim paru avulsi, perbaikan diafragma). Nyeri perbaikan (p <.001), perbaikan dispnea (p <.05), pemulihan awal fungsi paru dan perbaikan radiologis secara statistik signifikan dalam tong kelompok perlakuan pada hari ke-7 pasca prosedur dengan tingkat komplikasi kurang dan durasi kurang dari tinggal di rumah sakit ( p <.001). Kesimpulan: VATS (Video Bedah Thoracoscopic Assisted adalah pilihan yang lebih baik daripada penyisipan ICD konvensional hanya untuk pengelolaan cedera toraks dengan peningkatan yang lebih baik dan awal Clinico-radiologi dan fungsional, 26 dengan tingkat komplikasi sedikit awal dan durasi yang lebih singkat tinggal di rumah sakit Pengantar Setiap individu di dunia ini beresiko untuk cedera traumatik. Etiologi cedera adalah sebagai beragam seperti gaya hidup dan latar belakang sosial ekonomi dari korbannya, mulai dari kekerasan interpersonal dan terorisme untuk kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja Di seluruh dunia, yang 5 juta orang diperkirakan tewas akibat cedera pada tahun 2000., dengan angka kematian 83 per 100.000 penduduK. Dari semua penyebab cedera traumatis trauma dada seharusnya menjadi alasan penting mortalitas dan morbiditas. . Kecenderungan transportasi kendaraan berkecepatan tinggi memiliki memperburuk situasi di dekade 3-4 tahun. Dalam Amerika Serikat saja 12 per juta penduduk per hari - dan 20-25% dari kematian akibat trauma yang dikaitkan dengan cedera toraks kematian Segera setelah cedera traumatis biasanya karena gangguan utama dari jantung atau pembuluh darah besar dan kematian dini. karena trauma toraks yang terjadi dalam 30 menit sampai 3 jam setelah cedera biasanya sekunder terhadap saluran napas tamponade jantung obstruksi dan aspirasi. struktur anatomi Mayor yang menderita cedera setelah trauma adalah dinding dada, paru-paru dan pleura, pembuluh darah besar dada, diafragma jantung, trakea, bronkus dan kerongkongan. Besarnya masalah tersebut dan pentingnya cedera terkait berfungsi untuk menggarisbawahi pentingnya evaluasi lengkap dan intervensi tepat waktu dalam pengelolaan bedah toraks trauma.Video dibantu dada dapat dimanfaatkan sebagai metode yang efektif dan aman untuk evaluasi diagnostik awal dan bedah pengelolaan pasien stabil dengan trauma toraks tembu. The drainase rongga pleura dengan aspirasi berkepanjangan adalah metode pengobatan utama bagi pasien dengan trauma toraks tertutup dan trauma terbuka tanpa cedera organ. Lethality adalah 7,8% di antara semua pasien dan 12,9% di kalangan orang-orang dengan luka tembus dada. Tidak ada hasil yang mematikan pasca operas Tingkat komplikasi pasca operasi adalah 22,7%.. Videothoracoscopy dan video-assisted mini-torakotomi adalah metode yang efektif untuk diagnosis dan pengobatan, 27 mengurangi tingkat komplikasi pasca operasi dan hasil mematikan, membatasi indikasi untuk torakotomi luas Hanya 10-15% dari trauma tumpul memerlukan operasi dada,. Dan 15 -30% dari trauma dada tembus membutuhkan torakotomi terbuka. 85% dari pasien dengan trauma toraks, dapat dikelola oleh manuver menyelamatkan nyawa sederhana yang tidak memerlukan perawatan bedah Metode Penelitian Hadir dilakukan pada pasien dengan cedera toraks (baik tumpul dan tajam) yang disampaikan kepada Center.in Trauma departemen Bedah Umum, CSMMU, Lucknow, India, dari September 2007 sampai Agustus 2008. Pasien mengalami cedera jantung, cedera pembuluh besar, trakea cedera, cedera esofagus memerlukan laprotomy eksplorasi, torakotomi, cedera kepala dan luka Orthopeadical utama dikeluarkan dari study.70 pasien secara acak menjadi dua kelompok-kelompok - Sebuah tong (Video bedah toraks dibantu) untuk pasien hemodinamik stabil. Kelompok - B: ICD (interkostal Tiriskan) only.VATS penyisipan dilakukan dengan menggunakan nol derajat 10mm, teleskop operasi kaku dengan saluran biopsi 5mm. Kauter monopolar digunakan untuk koagulasi. Para tong dilakukan dengan dalam 72 jam dari cedera. Analisis PENDERITA dilakukan dalam hal peningkatan : 1. Clinical pada pasien setelah tong atau ICD setelah 3 hari dan 7 dan dengan jangka panjang menindaklanjuti dalam hal (a) nyeri (b) dyspnoea . 2. Radiologi perbaikan setelah intervensi yang dinilai oleh (a) USG (b) Chest X-ray (c) 3. CECT Peningkatan fungsi paru berdasarkan: Pre-prosedur dan Post Prosedur PFT (tes fungsi paru) didasarkan pada dua variabel (dalam kelompok - B pasien PFT dilakukan setelah penempatan ICD darurat), diprediksi% dan% FVC diprediksi FEV1. 4. Perbandingan panjang rumah sakit tinggal di kedua kelompok. 5. Perbandingan antara dosis total analgesia digunakan dan jenis analgesia yang diberikan 28 HASIL: Penerapan tong (Video bedah toraks dibantu) untuk diagnosis dan pengobatan cedera toraks lebih baik dari ICD penyisipan hanya dalam hal outcome.Haemothorax merupakan indikasi yang paling umum untuk tong cedera dada. VATS juga efektif dalam mendiagnosis cedera toraks terjawab. Ketika dinilai pada metode skoring nyeri subyektif pasien dalam kelompok - Sebuah signifikan secara statistik memiliki rasa sakit pada prosedur pasca hari ke-7 (p <0,001). Nyeri lega dalam kelompok - B pada hari prosedur pasca 7 juga signifikan (p <0,001), tetapi peningkatan nyeri secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - A pada hari ke-3 dan hari ke-7 dibandingkan dengan kelompok - B (p = 0,0262). Prosedur nyeri pos dan discomforted secara drastis mengurangi dalam kelompok-A.. (Tab1). Ketika pasien dinilai untuk dyspnea pada NYHA - IV grading, pasien cedera toraks pada saat masuk memiliki grade - dyspnea IV di 88,6% dalam kelompok - A dan 97,14% dalam kelompok - B yang bukan perbedaan yang signifikan secara statistik. Setelah pasca hari kelas Prosedur 7 - dyspnea IV hadir tidak satu pun dalam kelompok - Sebuah sedangkan pada kelompok - B 14,3% sedang kelompok - dyspnea IV. Peningkatan dispnea adalah kelompok secara signifikan lebih tinggi - Sebuah kelompok dari - B pada hari ke-7 pasca prosedur (p = 0,05) (tab2).. Meskipun peningkatan radiologi di X-ray temuan yang signifikan dalam kedua kelompok adalah peningkatan secara signifikan lebih tinggi dan awal tong dibandingkan ICD group (tab3) Perbaikan dengan USG adalah signifikan pada kedua kelompok, tetapi. Tong menunjukkan peningkatan awal dan lebih dari ICD. (Tab4) . Karena rasa sakit berkurang dan ketidaknyamanan, karena kembali awal dan efektif dari fungsi paru dan karena penghapusan awal tabung dada drainase pasien dalam kelompok-A didorong untuk pulang lebih awal dibandingkan dengan kelompok - B. tinggal di rumah sakit rata-rata dalam kelompok - A adalah 8 hari dan kelompok - B adalah hari ke-12 (Tab5). Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FEV1 pada perlakuan Posting di tong dan ICD.Increase di Pred. FEV1 secara signifikan lebih tinggi pada perlakuan pasca ICD. Tingkat empiema, pneumonitis, infeksi luka dangkal, 29 hemothorax terorganisir secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - A dan dibanding kelompok - fistula B. pembentukan bronkopleural dan ketergantungan ventilator secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - B dibandingkan dalam kelompok - A. (tab6). Peningkatan CECT secara signifikan lebih tinggi dalam kelompok VATS dari ICD kelompok dan awal (pada 3 hari). (Tab7). Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FVC pada perlakuan Posting di tong dan ICD.Increase di Pred. FVC secara signifikan lebih tinggi dari tong ICD. Persentase (%) perubahan Pred. FVC1, tong 125%, ICD 92,6%. (Tab8). Ada peningkatan yang signifikan dalam Pred. FEV1 pada perlakuan Posting di tong dan ICD.Increase di Pred. FEV1 secara signifikan lebih tinggi pada perlakuan pasca ICD. Persentase (%) perubahan Pred. FEV1, tong 117.94%, ICD 75,0%. (Tab9). Dosis rata-rata / pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ICD dibandingkan tong (Tab10). Dalam kelompok - Sebuah% 80 diperlukan hanya NSAID dan 20% lebih tinggi diperlukan analgesia lainnya (ICD Blok, epidural Thoracic) dalam kelompok - B hanya 48,57% di mana sakit gratis oleh NSAID analgesik saja dan sebagian besar dari mereka (51,5%) lainnya yang diperlukan (Tab11) . Tingkat empiema, pneumonitis, infeksi luka dangkal, hemothorax terorganisir secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - A dan dibandingkan dalam kelompok - fistula B. pembentukan bronkopleural dan ketergantungan ventilator secara signifikan lebih tinggi pada kelompok - B dibandingkan dalam kelompok - A (Tab12) 30 TABLE 1: Comparison of pain in VATS and ICD at different Time Interval Table-2: Comparison of Dyspnea in VATS & ICD group 31 Table-3: Comparison of X-ray (Chest) finding in VATS and ICD 32 Table-4: Comparison of USG findings among the groups 33 Table-5: Comparison of hospital stay in two groups Table 6: Comparison of %Pred. FEV1 in VATS & ICD groups 34 Table-7: Comparison of CECT findings in VATS and ICD groups 35 Table-8: PFT (Pulmonary Function Test) Comparison of %Pred. FVC in VATS & ICD Table-9: Comparison of %Pred. FEV1 in VATS & ICD groups 36 Table-10: Comparison of analgesic consumption in both groups 37 Table-11 : Type of Analgesic used Table-12: Complications 38 DISKUSI: Mekanisme yang paling umum adalah cedera tumpul setelah kecelakaan lalu lintas jalan. Trauma tumpul menyumbang 68,4% dan trauma penetrasi menyumbang 31,6% dari total pasien. Cedera toraks tetap menjadi sumber utama morbiditas dan mortalitas. Dengan keahlian meningkat dalam operasi video yang dibantu dada, modalitas ini telah menjadi alternatif yang menarik dalam pengelolaan pasien dengan cedera toraks. Video bedah dada dibantu dapat digunakan sebagai metode yang efektif dan aman untuk evaluasi diagnostik awal dan manajemen bedah pasien stabil dengan cedera dada. Banyak pertanyaan perlu dijawab. Apakah VATS (Video Bedah Thorcoscopic Assisted) aman dan efektif dalam pengelolaan cedera dada dan gejala sisa? Siapa calon yang ideal untuk tong? Manajemen awal biasanya pasien dengan cedera toraks adalah penempatan ICD (interkostal Tabung Drainase) parameter hemodinamik saja dan memelihara. Penelitian ini membandingkan hasil pengobatan pasien cedera toraks dirawat oleh tong dan mereka diperlakukan oleh ICD penyisipan hanya (praktek yang umum di lembaga kami.) Studi ini mengevaluasi 70 pasien yang Grup A (tong) memiliki 35 dan Kelompok B (ICD saja) juga memiliki 35 pasien. Pasien ditugaskan untuk masing-masing kelompok secara random dengan metode acak kartu. Usia rata-rata pasien dalam kelompok - A adalah 42,5 tahun dan dalam kelompok - B adalah 43,13 tahun. Dalam kelompok - A 28 pasien adalah laki-laki dan 7 pasien adalah perempuan. Dalam kelompok - B 28 pasien adalah laki-laki dan 9 pasien adalah perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada kedua kelompok mengenai jenis kelamin dan usia. Dalam kedua kelompok kejadian cedera toraks lebih pada pria dibandingkan dengan wanita. Dalam pasien penelitian kami dinilai dan dibandingkan pada klinik, radiologi, basis fungsional dan tingkat komplikasi berbagai. Secara klinis pasien dinilai untuk keparahan nyeri dan perbaikannya. Pada kelompok perlakuan tong ada perbaikan yang signifikan dalam nyeri pada hari ke-3 pasca prosedur. Ada peningkatan yang signifikan dalam dyspnea dibandingkan dengan kelompok ICD diobati. Dosis Memerlukan analgesik kurang dalam tong. 39 Tinggal di rumah sakit itu juga secara signifikan lebih sedikit dalam penelitian kami pada pasien VATS. Hasil yang sama diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Abolhoda et al, di mana rumah sakit pasca operasi median tetap mengikuti video yang sukses dibantu bedah dada adalah 3,5 hari dan menyimpulkan bahwa operasi toraks video yang dibantu dapat dimanfaatkan sebagai metode yang efektif dan aman untuk awal. diagnostik evaluasi dan manajemen bedah pasien stabil dengan trauma toraks. Perbaikan radiologis (Berdasarkan Chest X-ray, USG thorax, thorax CECT) juga signifikan dalam tong merawat pasien karena irigasi bekuan hemothorax dan darah di bawah penglihatan langsung. Peningkatan fungsi paru lebih baik didasarkan pada% Pred. FVC dan% Pred. FEV1.In penelitian kami tingkat komplikasi yang kurang dalam kelompok VATS dengan tingkat kurang dari empiema, tingkat kurang dari hemothorax dipertahankan dan ketergantungan ventilator kurang. Hasil yang sama diperoleh dalam studi oleh Krasna et al, 1996.. Juga dalam studi oleh Nagasaki et al, 1982;. Hasil komplikasi di tong yang sama. Penelitian oleh Konstantinos Potaris et al. , Juga menyimpulkan bahwa tong untuk indikasi tertentu dalam trauma dada dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, penurunan morbiditas dan mortalitas, dan memperpendek tinggal di rumah sakit. Dalam penelitian kami satu cedera diafragma, yang tidak terjawab oleh radiologi standar, didiagnosis dan diobati oleh tong. Tapi ini tidak signifikan untuk memperoleh kesimpulan (1 pasien). Namun studi oleh Paolo Fabbruccil et al. , Conformed baik khasiat diagnostik dan terapi di tong trauma dada dengan penumothorax dan / atau hemotoraks, menghasilkan hasil yang sangat baik, termasuk kursus pasca operasi lancar, resolusi cepat dari tanda-tanda dan gejala dari masalah dada, dan tidak ada gejala sisa menonaktifkan (empiema dan fibrothorax ), serta tinggal di rumah sakit yang relatif lebih pendek dan karenanya biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pengobatan konservatif. Dalam tong penelitian kami digunakan terutama di hemothorax dan dalam beberapa kasus perdarahan parietal dada berkelanjutan, dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ICD kelompok. Hasil yang sama diperoleh oleh Todd B. Heniford et al. , Videothoracoscopy harus menjadi pengobatan awal pada pasien trauma dengan koleksi toraks dipertahankan dan 40 harus digunakan lebih awal dan lebih sering pada pasien ini. Dengan demikian, studi tong didirikan sebagai alat penting diagnostik dan terapi besar untuk pasien cedera toraks, bahkan bagi mereka yang menjadi milik strata miskin KESIMPULAN: VATS (Video Bedah Thoracoscopic Assisted) tentu saja merupakan pilihan yang lebih baik daripada penyisipan ICD konvensional saja, untuk pengelolaan cedera toraks dalam hal kontrol nyeri yang lebih baik dan awal, persyaratan kurang analgesik, durasi kurang dari tinggal di rumah sakit sehingga mengurangi biaya keseluruhan pengobatan dan pemulihan awal fungsi paru. VATS tidak hanya dari manfaat terapeutik tetapi juga dapat diandalkan untuk diagnosis berbagai cedera toraks terjawab (cedera diafragma misalnya, laserasi paru kecil) tong dikaitkan dengan tingkat komplikasi yang lebih sedikit dan. Memerlukan dukungan kurang ventilasi. 41 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum thorax ( rongga dada ) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan. B. Saran Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Kepada para pembaca, perbanyaklah dan perluaslah pengetahuan dan wawasan kita dengan rajin membaca. Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita miliki karena ilmu pengetahuan semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. 42