Building the Microeconomic Foundations of Prosperity: Findings from the Microeconomic Competitiveness Index MICHAEL E. PORTER, Harvard University Diringkas oleh: AGUS TRI PRASETYO, Padjajaran University PENDAHULUAN Dayasaing menjadi perhatian utama negara-negara dalam ekonomi dunia yang makin terbuka dan terintegrasi. Banyak diskusi tentang dayasaing dan pembangunan ekonomi hanya berfokus pada makroekonomi, politik, hukum, dan kondisi-kondisi sosial yang menentukan kesuksesan suatu perekonomian. Memang kondisi-kondisi makro tersebut diperlukan oleh perekonomian, tetapi hal-hal tersebut bukanlah pencipta kemakmuran. Kemakmuran, sebenarnya, tercipta pada tingkat mikroekonomi, berakar pada kecanggihan strategi dan operasi perusahaan-perusahaan, juga pada kualitas lingkungan bisnis mikroekonomi. Microeconomic Competitiveness Index memberikan suatu kerangka kerja konseptual dan pendekatan yang data-rich untuk mengukur dan menganalisis dayasaing fundamental dari sejumlah besar negara secara komparatif. MEMBANGUN FONDASI MIKROEKONOMI UNTUK KEMAKMURAN MICI mengevaluasi landasan mikroekonomi kemakmuran suatu negara yang diukur dengan tingkat GDP per kapitanya. Fokusnya pada apakah kemakmuran saat ini akan berlanjut (sustainable) dan pada area-area tertentu harus menentukan apakah tingkat GDP per kapita yang lebih tinggi dapat tercapai di masa mendatang. Artikel ini membahas temuan-temuan tentang dayasaing tiap negara, perbedaan tantangan yang dihadapi negara-negara pada tahap pembangunan ekonomi yang berbeda, dan pola perubahan dalam kondisi mikroekonomi di semua negara. Temuan-temuan ini menekankan pentingnya mengakomodasi dayasaing mikroekonomi dalam usaha menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara maju, dimana kebijakan makroekonominya sudah mantap, reformasi mikroekonomilah yang memegang peran dalam mengatasi masalah pengangguran, pertumbuhan eksport, dan untuk merubah pertumbuhan ekonomi menjadi peningkatan kualitas hidup. Contoh: UK setelah konsolidasi makro mereform mikronya. Sementara itu negara-negara berkembang tetap terpaku pada kegagalan-kegagalan mikroekonomi. Meskipun kebanjiran modal dan bertumbuhnya gedung-gedung pencakar langit, tanpa reformasi mikroekonomi, pertumbuhan dan ekspor akan terpuruk, pekerjaan sedikit tercipta, dan produktivitas tumbuh dengan lambat. Argentina adalah salah satu contohnya. Mem-pegging pesso terhadap US Dollar akan menciptakan stabilitas makro, tetapi tanpa peningkatan produktivitas, keruntuhan perekonomian akan terjadi. Pembangunan ekonomi yang berhasil membutuhkan kemajuan di berbagai bidang secara simultan. Saat ekonomi berkembang, hambatan-hambatan yang dihadapinya berubah, sehingga, keseluruhan basis dayasaing nasional juga harus diubah. APAKAH DAYASAING ITU? Definisi paling mudah dari dayasaing adalah pangsa pasar produk di pasar dunia. Definisi ini menjadikan dayasaing sebagai sebuah zero-sum game, yang mengakibatkan banyaknya intervensi pemerintah untuk menguasai pasar, menahan kenaikan upah, dan mendevaluasi nilai mata uang suatu negara. Hal-hal ini tentu akan menghambat pencapaian kemakmuran negara dan tidak meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk memahami daya saing, titik awalnya haruslah sumber-sumber kemakmuran suatu negara. Kualitas hidup suatu negara ditentukan oleh produktivitas ekonominya, yang diukur dengan nilai barang dan jasa yang diproduksi per unit input (tenaga kerja, modal, dan sumberdaya alam). Produktivitas tergantung pada nilai barang dan jasa negara tersebut di pasar dunia, dan efisiensi produksinya. Jadi dayasaing sejati diukur dengan produktivitas. Produktivitaslah yang memungkinkan suatu negara untuk mendukung upah tinggi, mata uang yang kuat, ROI yang tinggi, dan puncaknya standar hidup yang tinggi. Banyak negara dapat meningkatkan kemakmurannya dengan meningkatkan produktivitasnya. Jadi tantangan utama dalam pembangunan ekonomi adalah menciptakan kondisi untuk pertumbuhan produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. FONDASI MIKROEKONOMI UNTUK PRODUKTIVITAS Fondasi mikroekonomi untuk produktivitas bertumpu pada 2 area yang terkait yaitu:(1) Kecanggihan strategi dan operasi perusahaan yang berkompetisi di suatu negara, dan (2) kualitas lingkungan bisnis mikroekonomi. Produktivitas negara adalah sangat ditentukan oleh produktivitas perusahaan-perusahaan di negara tersebut, baik perusahaan domestik maupun asing. Produktivitas perusahaanperusahaan tersebut ditentukan oleh kecanggihan strategi dan operasi mereka. Semakin canggih strategi dan operasi perusahaan-perusahaan, makin dibutuhkan tenaga kerja, informasi, infrastruktur, pemasok, riset yang berkualitas tinggi dan tekanan persaingan yang makin berat. Perusahaan-perusahaan harus meng-up grade cara-cara mereka berkompetisi jika ingin keberhasilan pembangunan ekonomi terjadi. Mereka harus bergeser dari kompetisi berdasarkan keunggulan komparatif menjadi kompetisi berbasis keunikan produk dan proses. Mereka juga harus mengembangkan sendiri distribusi produknya di pasar dunia. Beberapa transisi dalam pembangunan yang berhasil. strategi dan operasi perusahaan yang diperlukan untuk Transisi tersebut diperlukan, karena apa yang menjadi kekuatan di tingkat sebelumnya menjadi kelemahan di tingkat berikutnya. Contoh: meng-copy teknologi negara lain, semula menjadi kekuatan, tetapi menjadi kelemahan utama di tingkatan ekonomi berikutnya. Bergerak ke tingkat yang lebih canggih dalam berkompetisi tergantung pada perubahan paralel dalam lingkungan mikroekonomi usaha. Lingkungan bisnis dapat dipahami dari 4 area terkaitnya, yaitu: (1) kualitas kondisi-kondisi input, (2) konteks strategi dan persaingan, (3) kualitas kondisi-kondisi permintaan lokal, dan (4) keberadaan industri-industri terkait dan penunjang. Pemerintah berperan besar dalam pembangunan ekonomi, karena dapat mempengaruhi banyak aspek dari lingkungan bisnis. Di samping pemerintah, lembaga-lembaga lain juga mempunyai peran dalam meningkatkan kualitas lingkungan bisnis, seperti universitas, sekolah, LSM dan lembaga profesi. Lembagalembaga tersebut tidak hanya harus meningkatkan kapabilitasnya tetapi juga harus makin terkait dengan dunia usaha. KLASTER DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Peningkatan lingkungan bisnis meningkatkan pembentukan klaster-klaster. Klaster adalah kelompok perusahaan terkait yang berdekatan secara geografis. Contoh: kota industri digital dan kota industri mobil. Klaster mempengaruhi dayasaing dalam 3 cara: (1) meningkatkan produktivitas perusahaanperusahaan konstituen, (2) meningkatkan kapasitas inovasi dan pertumbuhan produktivitas, dan (3) menstimulasi dan memberdayakan pembentukan bisnis-bisnis baru yang menunjang inovasi dan memperluas klaster. Ekonomi negara-negara cenderung untuk berspesialisasi pada kalster tertentu, yang mempertimbangkan kontribusi pada output dan ekspor mereka. Bentuk atau ukuran klaster bervariasi sesuai tingkat pembangunan ekonomi. TINGKATAN PENGEMBANGAN DAYASAING Pembangunan ekonomi yang berhasil adalah proses peningkatan lingkungan bisnis yang terus berkembang untuk menunjang dan mendorong perusahaan-perusahaan di negara tersebut berkompetisi dengan canggih dan produktif. Negara dengan tahapan pembangunan yang berbeda menghadapi tantangan yang berbeda. Saat negara membangun, mereka berkembang pada karakteristik keunggulan kompetitif dan pola-pola bersaingnya. Pada tahap Factor-Driven, kondisi-kondisi faktor dasar seperti upah rendah, dan akses ke sumberdaya alam adalah sumber keunggulan kompetitif yang dominan. Pada tahap Investment-Driven, efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa standar menjadi sumber keunggulan kompetitif yang dominan. Akhirnya pada tahap Innovation-Driven, kemampuan memproduksi barang dan jasa inovatif menggunakan metode-metode paling maju, menjadi sumber keunggulan kompetitif yang dominan. Melihat pembangunan ekonomi sebagai proses berurutan dalam membangun kapabilitas mikroekonomi yang saling mempengaruhi, menggeser strategi-strategi perusahaan, memperbaiki insentif, dan meningkatkan persaingan, memberikan perubahan-perubahan yang penting dalam kebijakan ekonomi. Analisis MICI memperjelas fakta mengapa suatu negara mengalami kesulitan untuk berpindah ke tahap pembangunan berikutnya. Titik tanjakan tersebut membutuhkan trnsformasi besarbesaran pada banyak dimensi kompetisi yang saling terkait. Contoh: pembangunan di Asia. HUBUNGAN ANTARA KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DENGAN MIKROEKONOMI Analisis MICI memperjelas pendapat mengapa fokus kepada kebijakan makroekonomi semata, tidak cukup. Kebijakan moneter dan fiskal yang baik, serta penghapusan gangguan exchange rates dan tingkat harga, akan menhilangkan hambatan produktivitas, tetapi fondasi mikroekonomi harus diletakkan agar peningkatan produktivitas terjadi. Contoh: pembukaan pasar (market opening). Fokus yang lebih besar pada reformasi ekonomi akan menghasilkan benefit-benefit yang tangible dan yang intagible bagi penduduk. Pemecahan kartel dan monopoli lokal, akan menurunkan biaya makan, perumahan, listrik, telepon dan jasa hidup lainnya. Reformasi peraturan akan menghapus inefisiensi, menurunkan polusi, meningkatkan kualitas barang dan jasa, dan memperbaiki praktek-praktek yang tidak aman. MENGUKUR DAYASAING Microeconomic Competitiveness Index (MICI) disusun pengukuran-pengukuran yang terutama diambil dari survey kepada 4.700 pimpinan usaha senior di 80 negara. Variabel dependent yang digunakan untuk membangun MICI adalah tingkat GDP per kapita yang disesuaikan (di-adjust) dengan purchasing power parity. Untuk mengekplorasi perbedaan dalam sumber dayasaing antar negara pada tahap pembangunan yang berbeda, negaranegara di kelompokkan kedalam tiga kelompok berdasarkan pendapatannya, yaitu 31 negara low-income, 26 negara middle-income, dan 23 negara high-income. MENGUKUR SUMBER-SUMBER DAYASAING Untuk membentuk keseluruhan indeks dayasaing, dilaksanakan validasi hubungan statistik atas berbagai variabel pengukuran dayasaing mikroekonomi dengan GDP per kapita. Tabel 2 menyajikan variabel-variabel yang signifikan secara statistik. Variabel-variabel tersebut dikelompokkan untuk mengukur kecanggihan operasi dan strategi perusahaan dan mengukur kualitas lingkungan bisnis. Di antara variabel-variabel perusahaan, (1) kecanggihan proses produksi, (2) sifat keunggulan kompetitif perusahaan di suatu negara, (3) peningkatan pelatihan dan (4) peningkatan pemasaran, adalah variabel-variabel yang memiliki asosiasi bilateral terkuat dengan GDP per kapita. Empat variabel tersebut menjelaskan 65% variasi dalam GDP per kapita. Di antara variabel-variabel kondisi, (1) kualitas infrastruktur, (2) kualitas suplai listrik, (3) ketersediaan modal usaha, (4) kualitas sekolah, dan (5) kolaborasi riset universitas dan industri, adalah variabel-variabel yang memiliki asosiasi bilateral terkuat dengan GDP per kapita. Banyak pengaruh paling penting terhadap GDP per kapita berkaitan dengan kebijakan dan kelembagaan. Pengukuran kondisi permintaan lokal, kebutuhan standar-standar yang bersifat mengatur, dan kepuasan pembeli sangat mempengaruhi variasi dalam GDP per kapita. Hal ini membantah anggapan bahwa permintaan dan pasar lokal menjadi tidak penting saat berhadapan dengan pasar dunia. Keterkaitan kluster, terutama kualitas pemasok lokal dan keberadaan penyedia lokal jasa penelitian dan pelatihan yang terspesialisasi, juga terbukti signifikan dan mengisyaratkan peran kuat kluster dalam dayasaing. DAYASAING DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Praktek strategi dan operasi yang sesuai, dan pengaruh elemen-elemen tertentu dari lingkungan bisnis, akan berbeda antar negara dengan tingkatan pembangunan. Untuk menguji masalah ini, dieksplorasi dampak ukuran-ukuran dayasaing mikroekonomi dalam 3 kelompok negara yang berbeda tingkatan pembangunannya. Hasilnya, semua variabel signifikan secara statistik dan mampu membedakan antar kelompok negara. Artinya, variabel-variabel tersebut berbeda pengaruhnya antara kelompok negara yang satu dengan kelompok negara yang lain. Low-income Countries Low-income countries berada pada tingkat Factor-Driven. Kemampuan untuk meninggalkan persaingan berdasarkan sumberdaya alam dan tenaga kerja yang murah menjadi tantangan utama. Pada tingkat perusahaan, peningkatan kecanggihan proses produksi, menjadi makin berorientasi kepada pelanggan dan memulai mempraktekkan pemasaran adalah hal-hal yang terlihat signifikan untuk meningkatkan dayasaing. Pada tingkatan ini, kemajuan ke arah dimensi-dimensi lain dari strategi dan operasi perusahaan, terutama terkait teknologi, adalah hal prematur untuk dilaksanakan. Low-income countries memiliki skore rendah pada banyak pengukuran lingkungan bisnis, terutama pengembangan klaster, teknologi, dan inovasi. Prioritas untuk peningkatan adalah meng-up-grade kualitas infrastruktur, menyusun peraturan yang sehat, mengurangi hambatan kompetisi dan memperkuat kebijakan antitrust. Variabel-variabel seperti pembiayaan, modal ventura, dan menyediakan lebih banyak ilmuwan dan rekayasawan, belum menjadi prioritas. Medium-income Countries Medium-income countries berada pada tingkat Investment-Driven. Perusahaan-perusahaan harus memprioritaskan pengembangan merek, lisensi teknologi asing, pengeluaran R & D, dan perluasan kehadiran value chain. Untuk lingkungan bisnis, peningkatan daya saing harus diprioritaskan pada kolaborasi riset universitas dengan dunia usaha dan peningkatan kualitas lembaga riset. Kualitas pasar uang dan modal juga harus ditingkatkan. Permintaan lokal dan pengembangan klaster juga menjadi hal yang esensial untuk dilaksanakan. Midle-income countries harus mulai beroperasi dan menggunakan teknologi perusahaan-perusahaan kelas dunia. High-income Countries Untuk mencapai status high-income, penngkatan dalam kualitas dan efisiensi tidak lagi mencukupi. High-income countries berada pada tahap Innovation-Driven. Pada tahap ini, prioritas untuk meningkatkan daya saing adalah perusahaan-perusahaan harus mengembangkan kemampuan inovasi pada garis depan teknologi dunia, menciptakan desain produk yang unik, dan menjual produk mereka secara global. Lingkungan bisnis High-income Countries kuat pada banyak aspeknya, seperti, ketersediaan ilmuwan dan rekayasawan, kualitas lembaga penelitian, dan ketersediaan modal ventura. TREND DAYASAING DALAM EKONOMI DUNIA Secara umum, terjadi perubahan yang mendasar dan absolut baik pada praktek-praktek perusahaan maupun kualitas lingkungan bisnis. Pemerintahan di seluruh dunia terus meningkatkan kualitas infrastruktur, lembaga keuangan, menurunkan tarif, dan mengurangi hambatan birokratik. Data tahun ini mengungkap tren baru, ekonomi yang sedang berkembang kurang berhasil dalam memperbaiki lingkungan bisnis mereka dibanding ekonomi maju. Jadi, kesenjangan dayasaing makin meningkat antar negara dengan tingkat pembangunan yang berbeda. Kondisi perekonomian saat ini dan debat globalisasi menyebabkan negara sedang berkembang sulit untuk melanjutkan investasi dan kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing mereka. Tren global antar perusahaan memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan mulai memprofesionalkan manajemen mereka. Kesenjangan terjadi antara lain dalam hal orientasi kepada pasar dan pelanggan, serta pelatihan staf. Disamping perbaikan, terdapat juga kendala-kendala berupa sulitnya menguasai rantai nilai secara total, mengembangkan merek, dan kemampuan untuk berinovasi di tingkat teknologi mutakhir. PERINGKAT DAYASAING Untuk menderivasi overall MICI, digunakan analisis common factor disamping regresi berganda. Rata-rata tertimbang untuk lingkungan bisnis adalah 0.63 dan untuk operasi dan strategi perusahaan adalah 0.37. Jika diperhitungkan, nilai interaction term adalah positif dan signifikan. Hal ini berarti bahwa perbaikan lingkungan bisnis akan lebih besar dampaknya jika terdapat interaksi dengan perbaikan pada operasi dan strategi perusahaan, juga sebaliknya. Figure 6 mem-plot MICI terhadap GDP per kapita 2001 tiap negara. Garis regresi diperlihatkan bersamaan dengan batasan interval keyakinan 95%. Hanya 2 negara yang berada di luar batasan tersebut yaitu, Norway dan India. Dayasaing bukan zero-sum game. Banyak negara-negara yang dapat meningkatkan produktivitas dan kemakmurannya. MICI merekam adanya kemajuan absolut dan relatif negara-negara dalam membangun ekonomi mereka. Tabel 1 menyajikan peringkat overall MICI tahun 2002 dan peringkat 4 tahun lalu. United States mengambil posisi memimpin dari Finland setelah 2 tahun di posisi kedua. Negara-negara maju yang meningkat peringkatnya adalah UK, Canada, Belgium, Taiwan dan Ireland. UK membuat kemajuan drastis dari peringkat 7 menjadi 3. Kemajuan ini merefleksikan perbaikan-perbaikan yang patut dicatat dalam ketersediaan modal ventura, perlindungan HAKI, efektifitas kebijakan antitrust, dan perlindungan pembeli (buyer sophistication). Negara-negara maju yang turun peringkat adalah Netherlands,France,dan New Zealand. Netherlands mengalami penurunan terbesar dari peringkat 3 ke 7, terutama disebabkan memburuknya lingkungan bisnis. Penurunnya yang terlihat adalah pada kecanggihan pasar finansial, konteks untuk strategi dan persaingan perusahaan, dan efektifitas administrasi publik. Kecanggihan perusahaan di Netherlands juga menurun, seperti, pengendalian distribusi internasional, pengeluaran R&D, dan pemasaran. Negara-negara berkembang yang meningkat peringkat MICInya antara lain adalah Malaysia, Slovenia, Lithuania, the Dominican Republic, dan Sri Lanka. Malaysia melompat 11 peringkat sebagai hasil dari perbaikan-perbaikan pada vitalitas klaster, peraturan pengatur kompetisi, dan operasi dan strategi perusahaan. Negara-negara berkembang yang mengalami penurunan peringkat antara lain adalah Turkey, Argentina, the Philippines, dan Indonesia. Turkey turun 19 peringkat disebabkan oleh penurunan kualitas faktor dan konteks untuk strategi dan persaingan. Krisis ekonomi Argentina adalah contoh pentingnya kebijakan mikroekonomi. Secara makro, Argentina membuat kemajuan dalam stabilisasi, pembukaan pasar, dan investasi-investasi infrastruktur. Tetapi tanpa reformasi mikroekonomi, pengangguran tidak terserap banyak. Melakukan pegging terhadap peso terhadap US dollar, dalam jangka pendek menjaga inflasi dan menstabilkan makroekonomi. Tetapi dalam jangka menengah, kesenjangan produktivitas antara Argentina dengan US menyebabkan penurunan cadangan devisa, akhirnya tahun 2002, Argentina mengalami keuangan publik yang buruk dan krisis keseimbangan eksternal. NEGARA-NEGARA YANG OVERPERFORMANCE AND UNDERPERFORMANCE Untuk menilai kesinambungan kemakmuran negara-negara, dilakukan pembandingan antara dayasaing mikroekonomi dengan pendapatannya. Figure 6 mem-plot GDP per capita dengan MICI factor. Negara-negara di atas garis regresi adalah negara-negara overperformance, sedangkan di bawah garis regresi adalah negara-negara underperformance. Kondisi overperformance berbahaya karena pendapatan per kapita suatu negara kemungkinan tidak berkelanjutan. Alasan terjadinya overperformance beragam dan bisa jadi bersifat stabil. Sebagai contoh, Norway, Bolivia dan Canada mengalami overperformance yang stabil disebabkan kandungan sumberdaya alamnya. Selama kandungan sumberdaya alam tersebut belum habis dan harga di pasar dunia tetap tinggi, maka mereka akan tetap dalam kondisi overperformance. Arus bantuan asing yang persisten juga dapat mempertahankan kondisi overperformance seperti dialami Bangladesh. Negara-negara di bawah garis regresi adalah negara-negara yang dayasaing mikroekonominya lebih kuat dari GDP per kapita saat ini. Kondisi underperformance mendorong perbaikan di masa mendatang karena fondasi untuk mendukung GDP per kapita yang lebih tinggi jika hambatan makro, politis dan lainnya dapat dihilangkan. DAYASAING PERUSAHAAN VERSUS KUALITAS LINGKUNGAN BISNIS Figure 7 mem-plot kecanggihan perusahaan dengan kualitas lingkungan bisnis. Negaranegara dekat dengan garis mengalami interaksi positif kedua faktor. Negara-negara di atas garis 45O adalah negara-negara yang perusahaan-perusahaannya lebih maju dibanding lingkungan bisnisnya. Negara-negara di bawah garis adalah negara-negara yang lingkungan bisnisnya lebih maju dari perusahaan-perusahaan mereka. Negara-negara yang kemajuan perusahaannya melebihi kemajuan lingkungan bisnisnya antara lain adalah Japan, Germany, France, Sweden,Italy,Argentina,the Dominican Republic, dan Indonesia. Perubahan signifikan pada kebijakan publik diperlukan untuk meningkatkan dayasaingnya. Jika lingkungan bisnis tidak membaik, maka perusahaan-perusahaan akan memindahkan operasinya atau membuat investasi baru di luar negeri. Negara-negara yang lingkungan bisnisnya lebih maju dari kecanggihan perusahaannya antara lain adalah Portugal, New Zealand, Australia, Tunisia, Botswana, Hong Kong, Estonia, dan Singapore. Usaha untuk meningkatkan kewirausahaan, pemikiran stratejik, praktek-praktek manajemen, dan pendidikan bisnis adalah prioritas bagi negara-negara ini. PERUBAHAN DALAM DAYASAING MIKROEKONOMI DAN PERTUMBUHAN KEMAKMURAN Bagian akhir analisis adalah mengevaluasi apakah peningkatan atau penurunan peringkat berkorespondensi dengan pertumbuhan GDP per kapita. Regresi pertumbuhan GDP per kapita tahun 1998 dan 2001 terhadap peringkat MICI tahun 1999 dan 2002, memperlihatkan hubungan yang signifikan secara statistik, sekitar 25% dari total variasi di dalam pertumbuhan GDP per kapita dijelaskan oleh hubungan tersebut. Dengan mengeluarkan 2 outliers yaitu Ireland dan Zimbabwe serta memberikan variable dummy untuk negara yang berperingkat tinggi dan negara berperingkat rendah membuat nilai R-square meningkat menjadi lebih dari 35%, signifikansi koefisien meningkat, dan mengimplikasikan bahwa 1.9 % peningkatan GDP per kapita berasosiasi dengan peningkatan 10 peringkat dalam periode 4 tahun. KESIMPULAN Kemakmuran negara sangat besar dipengaruhi oleh dayasaing, yaitu produktivitas dalam penggunaan sumberdaya manusia, modal dan alam. Dayasaing mengakar di dalam fundamental mikroekonomi suatu negara, yang termanifestasi dalam kecanggihan perusahaan dan lingkungan bisnis. Stabilitas politik, kebijakan makroekonomi yang memadai, pembukaan pasar dan privatisasi adalah hal-hal penting bagi pembangunan eknomi, tetapi hal-hal tersebut perlu tapi tidak cukup. Ditemukan bukti kuat bahwa peningkatan mikroekonomi adalah proses sekuensial, dimana negara-negara yang berbeda tingkat pembangunannya menghadapi tantangan yang berbeda. Tanpa reformasi mikroekonomi, hasil-hasil kebijakan makro tidak akan berkelanjutan atau tidak akan membuat peningkatan dalam GDP per kapita. Reformasi mikroekonomi akan meningkatan poduktivitas dan peningkatan produktivitas akan menghapuskan tantangan-tantangan dan distorsi dalam kebijakan makro. Reformasi mikroekonomi juga menghilangkan tekanan politis dalam stabilisasi ekonomi dan pembukaan pasar. Penduduk yang melihat pihak monopolis kehilangan pengaruh, bisnisbisnis mereformasi diri, dan peluang kerja dan wirausaha meningkat akan lebih mudah menerima intervensi pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika kebijakan makroekonomi bagus, secara otomatis akan terjadi peningkatan mikroekonomi. Peningkatan dayasaing mikroekonomi dapat dipengaruhi dengan tindakan-tindakan yang bertujuan (purposeful) baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Kondisi mikroekonomi dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari GDP per kapita saat ini, dan perubahan dalam peringkat berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memiliki banyak peran dalam menciptakan kemakmuran secara fundamental seperti berinvestasi dalam SDM, menstimulasi permintaan yang lebih canggih melalui pengaturan standar, dan mengembangkan kapasitas inovasi. Pihak swasta juga punya banyak peran, misalnya melalui kegiatan kelompok dan inisatif pengembangan klaster. Usaha untuk membagun dan meningkatkan klaster di seluruh dunia sangat didorong. Terakhir, hasil penilitian menjelaskan perbedaan-perbedaan tantangan pada level pembangunan yang berbeda, dan kesulitan untuk melakukan transisi ke tingkatan pembangunan berikutnya. Negara-negara yang telah sangat sukses berkompetisi di suatu level pembangunan harus mengenali penyesuaian-penyesuaian multi aspek yang diperlukan untuk mengelola transisi ke tingkat pembangunan berikutnya. Negara-negara berkonvergensi dalam stabilisasi makroekonomi, pembukaan perdagangan, privatisasi, dan pasar finansial. Tantangan utama bagi ekonomi dunia adalah reformasi mikroekonomi. Kemajuan dalam kecanggihan perusahaan dan kualiats lingkungan bisnis adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas yaitu peningkatan dalam efisiensi, kualitas produk dan kesempatan usaha baru yang menunjang peningkatan kualitas hidup masyarakat.