Document

advertisement
Rika Pujiasih
Staff Perpustakaan
Jangan Bunuh KPK (Perlawanan Terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi)
Tri Agung Kristanto (Editor)
Buku ini menjelaskan sepak terjang KPK selam ini membuat ciut nyali
para koruptor.Satu persatu pelaku korupsi diadili dan dijatuhkan hukuman
penjara. Tindakan KPk yang dianggap sebagai “superbody” ini membuat gerah
para koruptor lainnya. Sehingga mereka berusaha menyerang balik dan
melakukan perlawanan terhadap usaha pemberantasan korupsi.
Kewenangan KPK mulai dipersoalkan, mulai dari kewenangan
penyadapan, supervisi penanganan korupsi, sampai perilaku pejabat KPK.
Malangnya, kasus Antasari Azhar semakin mengeruhkan KPK, sehingga ada
“gerakan” membunuh KPK. Buku ini emnguaps tuntas korupsi yang sudah
menyebar dari Aceh hingga Papua. Juga dipaparkan proses pengadilan tindak
pidana korupsi terhadap beberapa pejabat dan anggota DPR yang terlibat kasus
korupsi.
Buku ini terbagi dalam lima bagian. Bagian pertama, membuktikan bahwa
tindak korupsi hingga kini masih ada di hampir semua daerah dan hampir semua
institusi. Korupsi kian merajalela, merambah ke berbagai sektor, dari tingkat pusat
ke tingakat daerah. Itu terjadi karena selama ini proses hukum pada pelaku
korupsi sama sekali tak menjerakan. Selain merata diberbagai daerah, korupsi
juga menjangkiti sejumlah lembaga negara, termasuk badan usaha milik negara.
Korupsi kelembagaan, yang merupakan penyalahgunaan kekuasaan terkait
kepentingan ekonomi melibatkan upper economic class, seperti pejabat tinggi.
KPK mengungkap pua sejumlah kasus kelembagaan,terutama yang melibatkan
wakil rakyat.
Faktor-faktornya adalah pertama, akuntabilitas politik DPR yang rendah.
Bahwa hampir tidak ada mekanisme yang dapat menjamin akuntabilitas politik itu
dijalankan. Kedua, mekanisme perekrutan politik di internal partai politik yang
melahirkan anggota DPR berorientasi uang. Ketiga, mahalnya ongkos politik
.Bagi politisi yang kemudia menjadi pejabat publik dan menguasai sumber daya
ekonomi, pertama-tama yang dilakukan adalah mengembalikan investasi politik
yang telah dikelurkan untuk menjadi pejabat publik, lalu menggunakan suber daya
publik yang dikuasai untuk kepentingan kelanggengan kekuasaan. Maka, disini
korupsi menjadi mata rantai yang sulit diputus karena sudah dimulai sejak ranah
partai poltik.
Bagian kedua, membahas adanya perlawanan terhadap KPK yang
berupaya melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. Fungsi dan kontrol DPR
pada proses penegakan hukum agaknya telah dilakukan berlebihan. Bahkan bisa
disebut intervensi politik dan berpotensi mengancam pemberantasan korupsi.
Tidak dapat disangkal hadirnya KPK membuat para koruptor kecut hati dan
berupaya untuk mengecilkan perannya dengan berbagai cara, seperti menyuap,
kooptasi, pengguaan jasa calo perkara, pemberian gratifikasi terang-terangan
maupun terselubung, penyediaan aneka fasilitas, memengaruhi lembaga penegak
hukum agar tidak konsisten memberantas korupsi, dan segala upaya untuk
menghambat gerakan pemberantasan korupsi. Salah satu perlawanan terhadap
gerakan pemberantasan korupsi adalah ketika ada seorang hakim yang ditembak
karena menjatuhkan putusan bersalah kepada seorang terdakwa korupsi. Selain
itu eksistensi KPK terancam setelah DPR dan pemerintah hingga kini belum juga
menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (RUU Tipikor). Padahal, Mahkamah konstitusi memberikan
kesempatan hanya hingga Desember 2009. Serta, Ketua KPK (nonaktif) Antasari
Azhar kini ditahan polisi karena diduga terlibat pembunuhan terhadap Direktur PT
Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkanaer.
Bagian ketiga, memaparkan tulisan-tulisan yang mendorong keberadaan
KPK. Dua lembaga swagdaya masyarakat internasional, yakni Human Rights
Watch yang berbasis di New York Amerika Serikat dan Transparency
international yang berbasis di Berlin, jerman, meminta Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyelamatkan Komisi Pmeberantasan Korupsi dan Pengadilan
Khusus Tindak Pidan Korupsi. Presiden dingatkan akan janji kampanyenya untuk
memerangi korupsi di Indonesia. KPK berhasil menyentuh hampir semua
episentrum korupsi yang selam ini sulit dijangkau lembaga penegak hukum
konvensional. Diakui atau tidak, sepanjang sejarah penegakanhukum di negeri ini,
belum pernah ada capaian pemberantasan korupsi sebagaimana terjadi selam
terbentuknnya KPK. Dengan sepak terjang KPK, banyak kalangan merasa gerah.
Terlebih saat KPK masuk ke wilayah-wilayah yang selam ini mempunyai posisi
politik yang kuat, termasuk penangkapan sejumlah anggota DPR yang terlibat
kasus korupsi.
Bagian keempat, menjelaskan etika dan wewenang KPK. Sesuai namanya
dan berpedoman pada UU No.31 Tahun 1999 junco UU No.22 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) berwenang siapa pun yang dipersangkakan melakukan tipikor. Secara
tegas UU No.30 Tahun 2002 menyatakan, KPK dalam melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tunduk kepada hukum acara yang berlaku. Selain itu
UU KPK boleh melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan
dalam mengungkap dugaan kasus korupsi, tanpa pengawasan dari siapa pun dan
tanpa dibatasi jangka waktu. Hal ini, di satu sisi dapat disalahgunakan oleh
oknum-oknum tertentu di KPK, sedangkan di sisi lain, instrumen yang bersifat
khusus ini diperlukan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang sudah amat
akut di Indonesia. Dengan extra ordinary power yang dimiliki KPK, diharapkan
segala bentuk, cara, dan aplikasi korupsi dapat menjadi bagian tatanan
pemberantasan korupsi. Meski demkian, extra ordinary power harus diselaraskan
dengan norma legislasi mengingat kedua lembaga negara ini memiliki hubungan
esensial sebagai institusi negara.
Menjelaskan mengapa KPK disebut lembaga super. Pertama, kewenangan
yang terkait dengan proses hukum. Kewenangan ini antara lainkewenangannya
untuk melakukan “penjebakan”, melakukan penyadapan, dan tidak dapat
mengeluarkanSP3.
Kedua, personel yang mengisi KPK. Personel KPK baik pimpinan maupun
staff-direkrut dengan sistem berbeda dari instansi pengak hukum lainnya. Polisi
dan jaksa yang diperbantukan di KPK adalah pilihan dan terbaik. Pimpinan KPK
pun direkrut dengan sistem yang terbuka dan melalui proses yang panjang.
Ketiga, dari sisi kesejahteraaan juga dapat dikatakn super bila dibandingkan
kesejahteraan dari instansi hukum pada umumnya.
Bagian kelima, memaparkan sebagian kasus korupsi yang ditangani KPK.
Pada babian ini kasus-kasus korupsi terungkap baik di parlemen maupun daerah.
Diantaranya adalah Muhammad Harun Let Let dan Tarsisius Walla yang terjerat
kasus korupsi Pembangunan pelabuhan Tual, Hamdani Amin kasus korupsi Dana
rekanan dan asusransi, serta masih banyak kasus-kasus lain.
Download