KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG LILIK MASLUKAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Ju li 2006 Lilik Maslukah NIM C651030011 ABSTRAK LILIK MASLUKAH. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan I WAYAN NURJAYA. Estuari merupakan daerah pertemuan air tawar dan air laut, yang mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda. Tingkat percampuran air tawar dan air laut ini sangat dipengaruhi oleh keadaan pasut dan debit sungai. Logam berat yang masuk ke estuari akan mengalami proses pengenceran; adsorpsi oleh partikel yang diikuti proses flokulasi; desorbsi; dan proses pengendapan. Proses adsorpsi terjadi karena kereaktifan logam terhadap bahan organik terlarut dan oleh adanya ikatan permukaan pada partikel. Bahan organik terlarut tersebut terikat oleh partikel. Dengan bertambahnya nilai salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel semakin kuat dan terbentuk agregat yang lebih besar (floc). Pada saat arus lemah, agregat ini akan mengendap di dasar. Adanya proses adsorpsi di estuari mengakibatkan logam terlarut mengalami proses removal dan menambah konsentrasi logam dalam sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi logam terlarut, logam dalam seston dan logam dalam sedimen di sepanjang muara sungai; menentukan pola sebaran logam terlarut ditinjau dari nilai sebaran salinitas serta hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam terlarut. Analisis pola sebaran logam berat terlarut dengan nilai salinitas menggunakan “ mixing graph”. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa logam terlarut Pb berkisar antara 1.10 -3 – 4.10-3 ppm, Cd tidak terdeteksi atau konsentrasinya < 0,001 ppm, Cu berkisar antara 1.10 -3 – 4.10 -3 ppm, dan Zn berkisar antara 2.10-3 – 1.10 -3 ppm; logam Pb dalam sedimen berkisar antara 4,14 –13,93 ppm, logam Cd berkisar antara 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 –55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm; logam dalam seston untuk Pb berkisar antara 10,56 – 30,56 ppm, Cd berkisar antara 4,21 – 20,62 ppm, Cu berkisar antara 13,33 – 97,83 ppm, dan Zn berkisar antara 48,33 – 226,27 ppm. Hasil analisis menunjukkan bahwa logam Pb terlarut mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas , sedangkan Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Logam Pb, Cu dan Zn terlarut di Estuari Banjir Kanal Barat, mengalami removal pada salinitas antara 5 – 15 0/00. Padatan tersuspensi mempengaruhi konsentrasi logam Pb, Cu, dan Zn terlarut dalam perairan. © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG OLEH LILIK MASLUKAH Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 Judul Tesis : Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang Nama : Lilik Maslukah NRP : C65 103 0011 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Ketua Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Tanggal Ujian : 22 Juni 2006 Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Lulus : PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa buat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang“ ini merupakan karya kecil yang kehadirannya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Pada kesempatan kali ini, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya ingin penulis sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta: 1. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan tesis. Bapak Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc, selaku dosen penguji luar komisi atas saran dan masukannya. 2. Orang-orang terkasih dalam hidup ini: Suamiku, Nasiruddin dan Anakku (Zuba dan Rafif), trimakasih untuk kehangatan cinta, dukungan, pengorbanan dan doa tiada henti. Keluarga di Pati (Bapak, Ibu, dan adik ). 3. Bapak Razak, Ibu Endang, mba Teri, serta mas Budi, yang telah membantu penulis selama di lapangan dan analisa di Lab oratorium P3O-LIPI, Jakarta. 4. Rekan-rekan IKL (Bahar, Wieke, Era, kak Rosa, Nana, mas Karyo, dan rekan lainnya), terimakasih atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini. Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa datang. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Juli 2006 Lilik Maslukah RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 9 September 1975 dari Ayahanda Fakih dan Ibunda Mualamah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 01 Purwokerto pada tahun 1987, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Tayu Kabupaten Pati dan menyelesaikannya pada tahun 1991. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan di Sekolah Menengah Atas Negeri, Kabupaten Pati pada tahun 1993. Pada tahun yang sama melalui jalur PSSB, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang dan lulus tahun 1998. Tahun 1999, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bulan September 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Kelautan dengan biaya dari BPPS. DAFTAR ISI Halaman ix DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR GAMBAR.................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah........................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 1 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari......................................................... Sedimen Estuari................................................................................. Logam Berat di Estuari...................................................................... Tingkah Laku Logam Pb, Cd, Cu dan Zn .......................................... Material Padatan Tersuspensi di Estuari............................................ Proses-proses yang Terjadi di Estuari................................................ Nasib Logam Berat setelah Memasuki Perairan................................ Kualitas Perairan Estuari.................................................................... Salinitas.................................................................................... Derajat Keasaman.................................................................... Oksigen Terlarut...................................................................... Bahan Organik......................................................................... 6 9 10 11 14 14 16 16 16 16 18 18 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................. Alat dan Bahan Penelitian.................................................................. Teknik Pengumpulan Data................................................................ Analisis Data.................................................................................... 19 19 20 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentras i Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut............................... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen................... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston...................... Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn................................. Kondisi Pasang Surut......................................................................... Tipe Estuari........................................................................................ Kedalaman ......................................................................................... Kecepatan dan Arah Arus................................................................... 29 33 35 38 41 41 43 46 47 Halaman Kualitas Air................................................................................................. Total Padatan Tersuspensi....................................................... Oksigen Terlarut ..................................................................... Bahan Organik Total ............................................................. Derajat Keasaman ................................................................. Kualitas Sedimen............................................................................... Fraksi Sedimen ...................................................................... Bahan Organik Sedimen......................................................... Laju Sedimentasi .............................................................................. Debit Sungai....................................................................................... Keadaan Cuaca Bulan September...................................................... Konsentrasi Logam Berat yang Masuk Ke Laut................................ Pembahasan ....................................................................................... Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS .......... Pola Sebaran Logam Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS .......... Pola Sebaran Logam Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS .......... 48 48 49 50 50 51 51 53 54 55 55 55 56 57 60 63 KESIMPULAN Simpulan............................................................................................ Saran.................................................................................................. 65 65 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 66 LAMPIRAN DAFTAR TABEL 1. Kecepatan endap beberapa tipe sedimen................................................. Halaman 10 2. Kadar normal dan kadar maksimum logam b erat dalam air laut............. 10 3. Alat dan bahan penelitian........................................................................ 19 4. Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian................................ 21 5. Posisi geografis stasiun penelitian........................................................... 22 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn.............................. 41 7. Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen............................ 52 8. Laju sedimentasi..................................................................................... 54 9. Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001..................... 55 DAFTAR GAMBAR Halaman 4 1. Perumusan masalah................................................................................. 2. Karakter salinitas tiap profil kedalaman................................................. 8 3. Tingkah laku elemen terlarut di estuari.................................................. 12 4. Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas dan penampang melintang salinitas di estuari................................................................................... 13 5. Box model estuari.................................................................................. 15 6. Proses yang dialamai bahan cemaran di lingkungan laut...................... 17 7. Lokasi pengambilan sampel.................................................................. 23 8. Garis -garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus........................ 25 9. Jenis tekstur sedimen berdasarkan segitiga tekstur…………………… 27 10. Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II……….…… 29 11. Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II………….... 30 12. Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II……………. 32 13. Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen……………….. 33 14. Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II……... 35 15. Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II….….. 36 16. Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II…….. 37 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II……... 37 18. Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen……………………. 38 19. Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen……………………. 39 20. Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen……………………. 40 21. Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen……………………. 40 22. Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September……….. 38 23. Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I……………………………………………………………….. 42 24. Kondisi pasang surut pengambilan II….....................………………… 43 25. Sebaran salinitas menegak saat pasang………………………….……. 43 26. Sebaran salinitas menegak saat surut………………………….……… 44 27. Sebaran menegak salinitas saat pasang dan surut………………..…… 45 28. Estuari tercampur sebagian…………………………………………… 46 29. Hasil pengukuran kedalaman di lokasi pengambilan sampel…………. 46 30. Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II…………………. 47 31. Nilai TSS di lapisan permukaan pengambilan I dan II……….………. 48 32. Nilai konsentrasi oksigen terlarut pengambilan I dan II………..……. 49 33. Sebaran nilai bahan organik total (TOM).............................................. 50 34. Nilai pH di setiap stasiun pengambilan I dan II……..……..…………. 51 35. Sebaran rata-rata fraksi sedimen……………………...………..……… 52 36. Nilai bahan organik sedimen ….…………….………………………… 53 37. Pola hubungan antara Pb terlarut dengan salinitas .................... ........... 58 38. Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS......................................... 59 39. Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas................................. 61 40. Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS ........................................ 62 41. Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas ……..………..…… 63 42. Pola hubungan antara Zn terlarut dengan TSS ……………...………… 64 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang.................................................................................. 69 2. Kualitas sedimen................................................................................. 70 3. Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005.................. 71 4. Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk ke laut…………………………………………………….…………. 5. Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan kandungan logam berat dalam sedimen.............................................. 74 6. Analisa logam berat terlarut dalam air Laut, dalam seston dan dalam sedimen……………………………..………………………………. 76 7. Analisa oksigen terlarut…………..…………………………………. 78 8. Analisa material organik dalam sedimen dan analisa kandungan 1. bahan organik total ……..…………………………….…………… 9. Nilai salinitas pada saat pasang dan surut............................................ 73 79 80 PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10 -5 – 10 -3 ppm. Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun (Philips 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut limbah tersebut masuk ke estuari melalui aliran air sungai. Estuari dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi. Kekeruhan yang terjadi di daerah estuari dipengaruhi oleh masukan massa air sungai dan adanya resuspensi sedimen. Kekeruhan itu juga disebabkan oleh adanya percampuran air tawar dan air laut di dalam estuari, yang menyebabkan bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah (Chester 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikelpartikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat, sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Pengaruh filter dapat bervariasi dari satu estuari ke estuari lainnya. Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai besar yang mengalir di daerah Semarang. Di daerah hulu sungai ini terdapat beberapa industri, antara lain industri pelapisan logam dan industri textil. Aliran air sungai 2 ini juga melewati daerah pertanian serta kawasan perumahan penduduk yang cukup padat. Melalui aliran sungai ini, berbagai bahan terangkut, termasuk logam berat dan terbawa ke estuari yang pada akhirnya ke laut. Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai pola sebaran logam berat di estuari, antara lain (1) Boyle et al. (1985), diacu dalam Chester (1993) mengenai pola sebaran konsentrasi cadmium (Cd) di Estuari Amazon dan Changjiang, dimana konsentrasi cadmium terlarut mengalami desorpsi pada salinitas rendah (2) Windom et al. (1983), diacu dalam chester (1993) di Sungai Savannah (USA), dimana konsentrasi tembaga terlarut di muara lebih rendah daripada di sungai dan laut (3) Apte and Day (1998), diacu dalam Marine Pollution Bulletin (1998) di Selat Torres dan Teluk Papua, dimana konsentrasi Cu terlarut mengalami variabilitas pada salinitas < 27 0/00. Perbedaan waktu dan lokasi penelitian diperkirakan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik dan perubahan konsentrasi dari logam Pb, Cd, Cu dan Zn. Informasi mengenai karakteristik dan pola sebaran logam berat terlarut di estuari di Indonesia masih sangat terbatas, khususnya di Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu penelitian terkait dengan hal tersebut diatas. Perumusan Masalah Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari. Konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan selama berada di estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini di pengaruhi oleh berbagai proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi oleh partikel. Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut (Sanusi 2006). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif (Libes 1992; Wibisono 2005; Sanusi 2006; dan Brown et al. 1989). Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan 3 menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi oleh bahan organic terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel tersuspensi tersebut menyebabkan gaya attraktive molekular (gaya van der walls) mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gaya gravitasi. Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian diikuti proses flokulasi maka konsentrasi logam terlarut ini akan mengalami pengurangan dan sebaliknya apabila terjadi proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel maka konsentrasi logam berat terlarut ini akan mengalami penambahan. Untuk melihat proses ini dapat diketahui dengan melihat pola sebaran logam berat terlarut ditinjau dari sebaran nilai salinitas dan hubungan antara total padatan tersuspensi (TSS) dengan konsentrasi logam terlarut sehingga perlu data konsentrasi logam berat terlarut, pengukuran logam berat dalam padatan yang tersuspensi (seston), logam dalam sedimen, salinitas dan TSS disepanjang estuari. Pengukuran salinitas pada saat pasang dan surut akan menentukan tipe estuari lokasi penelitian, yang sangat dipengaruhi oleh hidrodinamika perairan seperti debit sungai dan pasang surut, dan keduanya menimbulkan adanya arus. Selain itu diperlukan data penunjang lainnya seperti bahan organik dalam air dan sedimen, pH serta oksigen terlarut. Perumusan masalah secara singkat disajikan pada Gambar 1. 4 PROSES INPUT Logam berat OUT PUT Estuari: * Hidrodinamika perairan * Adsorpsi, dan desorpsi * Pengendapan Sungai Perubahan Konsentrasi Penelitian Air - Kandungan logam berat terlarut - Kandungan logam berat tersuspensi - Total padatan tersuspensi - Total organik matter - Salinitas - pH - Oksigen terlarut Sedimen - Kandungan logam berat - Bahan organik - Fraksi sedimen - Laju sedimentasi - Arus - Debit sungai - Pasut Gambar 1. Perumusan masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menentukan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut, tersuspensi, dan dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang 2. Untuk menentukan distribusi dan pola sebaran konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut ditinjau dari sebaran salinitas. 3. Untuk menentukan pola hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam berat dalam seston. 5 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkah laku logam Pb, Cd, Cu, dan Zn di estuari, khususnya di Banjir Kanal Barat, Semarang, sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi PEMDA setempat dalam hal pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pesisir dan laut lebih lanjut. TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron and Pritchard 1963, diacu dalam Dyer 1973). Pertemuan serta percampuran air tawar dan air laut mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari sepenuhnya air laut (33-37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut bersentuhan, air tawar akan terapung di atas air laut karena densitas air tawar lebih ringan dibandingkan densitas air laut (Dyer 1973; Nybakken 1992; Duxbury and Duxbury 1993). Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan suhu akan tetapi di estuari, peranan salinitas dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan suhu karena dua alasan yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan kisaran suhu serta kedalaman yang relatif dangkal sehingga umumnya mixing di estuari dipengaruhi oleh perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu (Dyer 1973). Elliot dan James (1984) mengemukakan bahwa di perairan estuari terdapat tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air, yaitu : 1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan pergerakan pasang surut air laut. 2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke estuari secara periodik. 3. Adanya gaya coriolis, menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air. Dari ketiga gaya tersebut maka pola sirkulasi dan tingkat percampuran antara air tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas yang berbeda-beda sepanjang estuari. Terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut menyebabkan adanya distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas berbagai faktor, antara lain : 7 1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut, dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom air dengan lebih efektif. 2. Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air tawar. 3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh pasang surut, angin dan gelombang. Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu : A. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (vertically mixed estuary, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara vertikal (Chester 1990; Brown et al. 1989). B. Estuari stratifikasi sebagian (partially stratified estuary, Gambar 2B). Terjadi pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown et al. 1989; Chester 1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing 8 berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang lebih dalam. A B D C Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998) C. Estuaria stratifikasi tinggi (highly stratified estuary, Gambar 2C), lapisan atas salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari. D. Estuari baji garam (salt wedge, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi. Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada partially stratified estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada high stratified estuary. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai 9 dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam. Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran kurang efektif (Brown et al. 1989). Sedimen Estuari Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di sekitarnya. Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000). Sedimen dengan diameter 104 µm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150 cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus, dengan diameter 102 µm, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det. Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000). Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu. Laju sedimentasi atau kecepatan endapan sedimen tergantung pada ukuran partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuari berada dalam bentuk suspensi dan berukuran kecil. Partikel-partikel tersebut umumnya berdiameter < 2 µm, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan montmorilonite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen semakin sulit mengendap. King (1976) mendapatkan bahwa pasir dan pasir kasar 10 mengendap secara cepat di perairan. Sedimen-sedimen ini dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Sedangkan sedimen-sedimen dalam yang lebih kecil, seperti silt dan clay, kecepatan endapannya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Lebih lanjut kecepatan endapan beberapa tipe sedimen disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kecepatan endap beberapa tipe sedimen Tipe sedimen Diameter (µm) Kecepatan endap (cm/det) Pasir halus Pasir sangat halus Silt Clay 250 – 125 125 – 62 31,2 – 3,9 1.95 – 0.12 1.2037 0.3484 0.0870 – 0.0014 3.47 x 10-4 – 1.16 x 10-6 Sumber : King (1976) Logam Berat di Estuari Dalam perairan logam berat ditemukan dalam bentuk : a. Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik. b. Tidak terlarut, terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak 1980). Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen misalnya akibat kontaminasi bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987). Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan serta perairan di sekitarnya. Kadar normal dan maksimum logam berat dalam air laut ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut Jenis Logam Berat Cd Cu Pb Zn Kadar (ppm) * Normal Maksimum** 0.00011 0.002 0.00003 0.002 0.01 0.05 0.05 0.1 Keterangan : * : Waldichuk (1974) ** : Environmental Protection Agency (1976) 11 Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut serta pergerakan dan pencampuran massa air. Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan dekomposisi dan penambahan konsentrasinya di dalam sedimen (proses sedimentasi). Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif. Namun demikian karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen tersebut dapat kembali ke kolom air. Tingkah Laku Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn di Estuari Logam berat di perairan khusunya di estuari memiliki sifat konservatif dan non konservatif (Chester 1990). Sifat konservatif menunjukkan kestabilan konsentrasi suatu komponen. Konsentrasinya tidak dipengaruhi proses - proses kimia dan biologi. Teknik yang paling umum yang digunakan untuk melihat ke-konservatif-an suatu elemen terlarut dengan menggunakan mixing graph atau diagram mixing. Dengan diagram ini, konsentrasi setiap komponen terlarut dari setiap sampel dapat diplotkan dengan beberapa elemen yang konservatif. Nilai salinitas di estuari bersifat konservatif, karena keberadaannya tidak dipengaruhi oleh proses kimia dan biologi. Jika distribusi logam terlarut di estuari lebih banyak dikontrol oleh proses fisika 12 (proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering disebut theoritical dilution line (TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif melimpah di sungai (air tawar, salinitas 00/00) daripada di air laut maka bentuk TDL ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i). Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami removal atau addition oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami removal apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami addition, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3). Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari (Chester 1990) Ket : (i) Komponen dimana konsentrasi air laut > air tawar (ii) Komponen dimana konsentrasi ait Tawar > air laut Pada umumnya logam berat (trace metal) di estuari mempunyai sifat non konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari. Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses removal logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota (Sweden), dimana tipe estuarinya baji garam (Salt Wedge), yang relatif tidak 13 terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses removal terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle et al. (1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond et al. (1985), diacu dalam Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses addition pada salinitas < 5 0/00 dan > 20 0/ 00, serta bersifat removal pada salinitas intermediet (5 – 20 0/00). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas < 5 0/00 disebabkan karena adanya pelepasan dari material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada salinitas > 20 0/00 sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li et al. (1984), diacu dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan terdesorpsi dari material tersuspensi yang berasal dari sungai di sistim estuari. Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas. Gambar 4 Pola sebaran logam Cu terlarut dengan salinitas (Chester 1990) 14 Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari 1. Sungai Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral), bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic) dan berbagai macam polutan (sewage). 2. Atmosfer Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu 3. Laut Berasal dari komponen biogenous yang berasal dari organisme laut (skeletal debris/tulang, material organik) dan komponen an organik (berasal dari sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri). 4. Estuari itu sendiri Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara lain : Flocculation, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang menghasilkan material organik Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuarine karena adanya percampuran air yang mempunyai salinitas berbeda. Adanya perbedaan salinitas ini menyebabkan bertambahnya kekuatan ikatan ionic (ionic strength). Flocculation ini dipengaruhi oleh komponen organik maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya clay mineral tersuspensi yang di bawa oleh air sungai, spesies koloidal dari besi (Fe) dan material organik terlarut seperti material humic. Distribusi dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi. Proses-proses yang terjadi di estuari Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi, dimana interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan yaitu adanya penambahan (addition) atau pengurangan (removal) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini diakibatkan adanya proses-proses yang terjadi di estuari, antara lain : 15 1. Flocculation, adsorpsion, presipitation, dan pengambilan secara biologi. Hal ini menyebabkan pengurangan (removal) komponen dari fase terlarut dan membentuk fase partikulate. 2. Desorption dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini akan menghasilkan penambahan komponen terlarut. 3. Adanya reaksi kompleksasi dan chelation dengan ligan an organik dan organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut. Interaksi antara material terlarut ⇔ partikulat dipengaruhi oleh sejumlah komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium Salomons (1980), diacu dalam Chester (1980) menyatakan bahwa 1. Adsorpsi kedua logam ini akan bertambah dengan bertambahnya pH (7-8,5) 2. Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya chlorinitas. Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk ikatan kompleks. 3. Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas (tingginya konsentrasi material tersuspensi) Hubungan antara elemen terlarut dan partikulat dalam estuari dapat digambarkan dalam suatu box model seperti Gambar 5 berikut ini. Gambar 5 Box Model Estuari (Chester 1990) Keterangan : P ↔ d = mengindikasikan adanya hubungan antara partikulat dan terlarut yang berhubungan dengan faktor fisika, kimia, dan biologi. kd = X/C dengan X : konsentrasi perubahan elemen partikulat C : konsentrasi elemen terlarut ↑↓ = Mengindikasikan 2 perubahan komponen antara air dan sedimen 16 Nasib Bahan Pencemar (Logam Berat) setelah Memasuki Perairan Menurut Metcalf dan Edy (1978) tingkat pencemaran yang masuk ke dalam perairan sungai, danau, estuari dan laut adalah berbeda, karena kondisi hidrodinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan model percampuran atau mixing dan penyebaran atau dispersi suatu bahan, yang berhubungan dengan kadar pencemar dan laju penguraian. Romimohtarto (1991), diacu dalam Anna (1999) menyebutkan bahwa setelah memasuki perairan, sifat dan kondisi bahan pencemar sangat ditentukan oleh beberapa faktor atau jalur dengan kemungkinan perjalanan adalah : 1. Terencerkan dan tersebarkan oleh adukan atau turbulensi dan arus laut. 2. Pemekatan melalui proses biologi dengan cara di serap oleh ikan plankton nabati atau oleh ganggang laut bentik. Biota ini pada gilirannya dimakan oleh pemangsanya, dan seterusnya. Pemekatan dapat juga terjadi melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara di adsorpsi, di endapkan dan pertukaran ion, kemudian bahan pencemar itu baru akan mengendap di dasar perairan. Bahan pencemar dapat masuk dan tinggal di dasar perairan akibat proses sedimentasi dan penggumpalan (flocculation) 3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang beruaya. Untuk lebih jelasnya mengenai nasib bahan pencemar di lingkungan laut dapat di lihat pada Gambar 6. Kualitas Perairan Estuari 1. Salinitas Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut dan debit air sungai. Fluktusi salinitas di estuari terjadi karena daerah tersebut merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air. 2. Derajat Keasaman atau pH Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin 17 besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu larutan. Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990). Zat Pencemar Diencerkan dan Disebarkan Adukan Turbulensi Masuk ke Ekosistem Laut Arus laut Dibawa oleh Biota yang Beruaya Arus Laut Dipekatkan oleh Proses Biologis Absorbsi oleh Ikan Absorpsi oleh Rumput Laut dan Tumbuhan Proses Fisis dan Kimiawi Adsorpsi Pertukaran Ion Lainnya Absorbsi oleh Plankton Nabati Avertebrata Plankton Hewani Pengendapan Pengendapan di Dasar Ikan Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976, diacu dalam Hutagalung 1991) 18 3. Oksigen Terlarut (DO) Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut. Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah daya larutnya lebih rendah sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987). 4. Bahan Organik Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat diatas, kandungan logam berat pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti bahan organik. Bahan organik akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi dan desorpsi logam berat METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan Bulan September – Oktober 2005, yang dibagi dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 8 dan 22 September 2005. Lokasi penelitian terletak di lokasi sekitar Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang dengan letak lintang 110 23’ 23.5” 110 23’ 56” BT dan 06 56’ 30” – 06 58’ 7.5’’ LS. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta dan analisis parameter lainnya seperti total padatan tersuspensi (TSS), tekstur sedimen dan bahan organik dilakukan di Laboratorium Kelautan, UNDIP, Jepara. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan penelitian ini meliputi : peralatan lapangan dan peralatan laboratorium seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Alat dan bahan penelitian No Alat dan Bahan Kegunaan A Peralatan Lapangan 1. Bola duga Mengukur kecepatan arus 2. Kompas Menentukan arah arus 3. GPS Garmin 410 Mengetahui posisi stasiun 4. Roll meter Mengukur jarak 5. Kapal Transportasi 6. Sedimen Trap t:29 cm Mengukur laju sedimentasi Diameter: 8,97 cm 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air Sampler 9. Botol polyetilen Tempat sampel air dan sedimen 10. Stopwatch merk Citizen Mengukur waktu 11. Buret Titrasi oksigen terlarut 12. Refraktometer Mengukur salinitas 13. pH meter Mengukur pH air 14. Grab Sampler Mengambil Sedimen 15. Kantong plastik Tempat sedimen Unit m/det derajat m gr/minggu cm detik 0 / 00 - 20 Tabel 3 (lanjutan) No Alat dan bahan 16. Botol BOD 17. Kotak pendingin B 1. 2. Bahan di lapangan Aquades MnCl2, NAOH/KI, H2SO4, Na2S2O3 Peralatan laboratorium Pompa hisap C 1. 2. 3. 4. 5. 6. Timbangan analitik Sieve shaker (2; 0.8; 0.4; 0,15; 0,063 mm) Gelas Ukur Pipet 20 ml Corong Pisah 7. 8. D 1. 2. 3. 4. AAS, Varian Spectra AA Beaker glass Bahan di laboratorium HNO3 KmnO 4 HNO3, APDC, MIBK Aquabides, HF, HNO 3 Kegunaan Tempat sampel air untuk oksigen terlarut Tempat sampel air dan sedimen Unit - Mencuci alat Titrasi Oksigen - Memisahkan zat padat tersuspensi dalam sampel air Menimbang sedimen Mengayak sedimen - Mengukur sampel air Proses pemipetan Memisahkan sampel dengan pelarut Mengukur logam berat Tempat sampel ml ml - Pengawet sampel air Titrasi material organik Pereaksi logam berat di air Pereaksi Logam berat dalam sedimen dan seston - - gr - ppm ml Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi lima parameter utama yang meliputi fisika sedimen, kimia sedimen, kimia air, fisika air dan hidrodinamika perairan seperti terlihat pada Tabel 4. Data sekunder meliputi data pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS, TNI AL dan peta lokasi penelitian yang diperoleh dari BAKOSURTANAL, sedangkan data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan maupun setelah dianalisa di laboratorium. 21 Tabel 4 Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian No 1. Parameter yang diukur Fisika Sedimen Tekstur/fraksi sedimen 1. 2. 3. 4 Kimia Sedimen Bahan Organik Total Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Kimia Air Logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut dan tersuspensi pH Salinitas Oksigen terlarut Total Organik Matter Fisika Air Total Padatan Tersuspensi (TSS) Hidrodinamika Perairan Pasang surut Kedalaman air Arus Laju Sedimentasi 5 Debit sungai 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 1. Satuan Alat Keterangan (%) Saringan bertingkat Laboratorium % mg/kg Pengabuan, Oven AAS Laboratorium Laboratorium ppm AAS Laboratorium / 00 mg/l mg/l pH meter Refraktometer Titrasi, Winkler Titrasi In situ In situ In situ Laboratorium mg/l Gravimetri Laboratorium Tongkat berskala Current drouge Paralon Data sekunder In situ In situ In situ 0 m m m/det gr/m3 /min ggu m3/dt Tongkat berskala, In situ Current drouge, tali berskala 1. Penentuan Stasiun Penelitian Lokasi penelitian di bagi menjadi tujuh (7) stasiun penelitian, yang mewakili tiga wilayah yaitu wilayah sungai, muara dan laut. Penentuan stasiun ini didasarkan pada perbedaan tingkat salinitas secara horizontal (air sungai, air muara dan air laut). Hal ini sangat diperlukan untuk membedakan kondisi kimia air pada masing-masing jenis perairan tersebut dan untuk menunjukkan perubahan konsentrasi logam berat pada tingkat salinitas yang berbeda. Oleh karena itu posisi pengambilan contoh air berada di sungai (stasiun 1), muara (stasiun 2, 3, dan 4) dan laut (5, 6, dan 7). Posisi lokasi stasiun pengamatan ditunjukkan seperti pada Gambar 7 dan posisi geografis stasiun disajikan pada Tabel 5. 22 Tabel 5 Posisi geografis stasiun penelitian Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 Lintang Selatan 06 57’ 36’’ 06 57’ 6.1’’ 06 57’ 0.7’’ 06 56’ 51’’ 06 56’ 46’’ 06 56’ 46” 06 56’ 30” Bujur Timur 110 23’ 24” 110 23’ 46” 110 23’ 44” 110 23’ 41.3” 110 23’ 25.6” 110 23’ 43” 110 23’ 23.5” 2. Pengambilan Sampel Air Data parameter yang diambil melalui pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung meliputi parameter kedalaman, salinitas, pH dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara mengambil contoh air. Pengambilan contoh air digunakan untuk penentuan parameter total padatan tersuspensi (TSS), analisa bahan organik dan analisa logam berat. Contoh air diambil dengan Van Dorn Water sampler yang mempunyai kapasitas 2 liter, yang diambil dari permukaan. Kemudian contoh air disimpan dalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es (ice box) untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Sebelum digunakan water sampler dan botol polyethylene telah dibersihkan dengan cara direndam dalam HCL 2 N selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion 3 kali. Di laboratorium, air untuk analisa logam berat kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Nucleopore, dengan ukuran pori 0,45 µ m, yang telah direndam dalam HCl 6N selama seminggu dan dibilas dengan aquadest. Setelah di saring air contoh diawetkan deng an menambahkan HNO 3 (pH<2) (Hutagalung et al. 1997). Kertas saring yang telah digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian di gunakan untuk menghitung total padatan tersuspensi dan kandungan logam berat dalam seston. Pengukuran logam berat menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry), yang mempunyai ketelitian 0,001 dan batas deteksi minimal 0,001 ppm. Dalam pengukuran dengan AAS ini, masing-masing dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. 23 Gambar 7 Lokasi pengambilan sampel 24 3. Pengukuran Arus Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian . Bola duga dipasang dengan tali sepanjang 5 m kemudian dilepaskan dan dicatat waktu yang digunakan untuk memanjangkan tali tersebut, dilakukan perulangan sampai 3 kali. Kecepatan arus ditentukan dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Arah arus ditentukan dengan kompas. 4. Kedalaman Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala, pengukuran dilakukan pada tiap -tiap stasiun. 5. Pengambilan Contoh Sedimen Pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan grab sampler. Ketebalan sedimen yang diambil ± 10 cm dari permukaan. Sampel diambil sebanyak 2 kali dan diambil dari bagian tengah dari grab, untuk menghindari adanya kontaminasi alat. Dari 2 kali pengambilan sampel di’mix’ jadi satu, d imasukkan dalam botol polyetilen dan simpan dalam ice box. Untuk pengukuran tekstur sedimen dasar diambil sebanyak kira-kira 500 gr dari setiap stasiun, dan disimpan dalam kantong plastik hitam. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode mekanis menggunakan saringan bertingkat, kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butiran sedimen. 6. Pengukuran Salinitas Pengukuran salinitas dilakukan secara vertikal (menegak) di setiap stasiun dengan interval setiap 30 cm (0, 30, 60 dan 90). Hal ini sangat diperlukan dalam penentuan tipe estuari. Tipe estuari perlu diketahui sebagai langkah awal mengetahui bagaimana proses percampuran atau mixing di daerah tersebut. Duxbury and Duxbury (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui tipe estuari, dapat dilakukan dengan menganalisis sebaran vertikal salinitas, dimana pengukurannya dilakukan di semua stasiun pada lapisan kedalaman yang berbeda dan dilakukan pada waktu pasang dan waktu surut. 25 7. Pengukuran Debit Sungai Pengukuran debit sungai dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang melintang (Sosrodarsono dan Takeda 1993). Perhitungan debit sungai dilakukan di stasiun 1. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Qd = Fd x Vd Fd = 2 X b x c + 2d + e 4 Keterangan : Qd : debit sungai Fd : Luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air c dan e Vd : Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran d b : Lebar sungai dan c.d.e : dalamya air pada setiap pengukuran Garis – garis pengukuran kedalaman dilakukan menurut metoda yang dilakukan Sosrodarsono dan Takeda (1993). Penampang melintang sungai di bagi dalam empat penampang dan setiap penampang dilakukan pengukuran 3 kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pengukuran arus dilakukan pada kedalaman kedua (d). Pengukuran debit sungai dalam penelitian ini dihitung dari penampang melintang badan sungai pada stasiun 1. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali (tanggal 8 dan 22 September 2005 pada kondisi pasang menuju surut). Gambar 8 Garis-garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus (Sosrodarsono dan Takeda 1993). 26 8. Pengukuran Laju Sedimentasi Pengukuran laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap berbentuk silinder, modifikasi dari pipa pralon dengan diameter 9 cm dan tinggi 29 cm (aspek rasio 3,38). Bagian bawah pralon ditutup dengan semen yang sekaligus berfungsi sebagai pemberat. White (1990) menyatakan bahwa silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter > 3 merupakan kolektor yang efisien pada kecepatan arus 0,2 m/det ik. Pemasangan sedimen trap selama 1 minggu. Hasilnya ditampung dalam kantong plastik, diendapkan selama satu malam kemudian setelah mengendap air di bagian atas diambil menggunakan pipet sedangkan bagian bawah ditampung pada kertas aluminium foil dan langkah selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven sampai pada suhu konstan 105 0C selama 10 jam setelah itu dilakukan penimbangan. Pengukuran laju sedimentasi ini hanya dilakukan di stasiun 2, 3 dan 4. Perhitungan laju sedimentasi menggunakan rumus menurut Supriharyono (1988) sebagai berikut : gr/luas pralon/minggu = A – B / luas / minggu Keterangan : A : Berat aluminium foil + sedimen setelah pemanasan 105 0C dalam gram B : Berat awal aluminium foil setelah pemanasan 105 0C dalam gram 9. Analisa Ukuran Butir Sedimen (Buchanan, 1984) Analisa ukuran butir dilakukan dengan sistim ayak dan metode pemipetan, melalui tahapan sebagai berikut : • Sampel diambil 25 mg kemudian disaring dengan ukuran 0,063 sampai terbagi 2 yang satu dibaskom dan satunya lagi di ayakan. • Masukkan sampel yang tidak lolos dalam oven pada temperatur 105 0C, ayak sampel dengan ukuran 2; 0,8; 0.4; 0,15 dan 0,063 mm dan catat berat masing-masing ukuran. • Ambil sampel yang lolos pada ukuran ayakan terkahir dan dicampur dengan sampel pertama. Masukkan dalam gelas ukur volume 1 liter kemudian dikocok. 27 • Dilakukan pemipetan pada jangka waktu tertentu, teteskan pada aluminium foil yang telah ditimbang beratnya, kemudian masukkan oven pada suhu 100 0C sampai kering. Simpan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang. • Untuk menentukan fraksi silt, pemipetan dilakukan pada 1 menit pertama dan setelah 30 menit. Sedangkan fraksi clay dapat dilakukan setelah 2 jam pengendapan. • Pemipetan dilakukan pada jarak 20 cm dari permukaan air. • Hasil pemipetan dikonversikan ke dalam liter sehingga didapatkan berat dalam gram. Sampel yang didapatkan dianalisis dan ditentukan jenisnya (pasir, debu dan liat) kemudian dihitung persentasenya. Data jenis sedimen dan persentasenya diproyeksikan dalam segitiga tekstur (Gambar 9) Gambar 9. Jenis tekstur sediment berdasarkan segitiga tekstur (Brower and Zar 1977) 28 10. Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn Untuk menghitung kapasitas adsorpsi, digunakan rumus sebagai berikut : Logam teradsopsi partikel Kapasitas adsorp si = ______________________________________ X 100 % Logam terlarut + logam teradsopsi partikel Analisis Data Untuk mengetahui sebaran menegak salinitas dilakukan dengan cara interpolasi, menggunakan program surver 8.0 dan untuk melihat kecenderungan pola hubungan antara logam berat terlarut terhadap salinitas dengan menggunakan ’mixing graph’, dimana nilai konsentrasi elemen terlarut (sebagai sumbu y) diplotkan terhadap nilai yang bersifat konservatif, yang dalam penelitian ini menggunakan nilai salinitas (sebagai sumbu x). Untuk mendapatkan nilai theoritical dillution line (TDL) dengan cara menarik suatu garis dari nilai konsentrasi yang berada pada salinitas rendah (0 0/ 00) ke nilai konsentrasi pada salinitas paling tinggi (32 0/00). Mixing graph ini digunakan untuk melihat kekonservatif-an suatu elemen terlarut (Chester 1990). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut Logam Pb Terlarut Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Pb logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10 -3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun 1 dan 2 (1. 10 -3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm). Pada pengambilan I dan II, konsentrasi Pb di stasiun dekat laut (stasiun 4 sampai 7) mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber dari logam Pb di lokasi penelitian berasal dari laut. Pada pengambilan I, konsentrasi Pb lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang, sehingga 30 logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada pengambilan II, perairan dalam kondisi surut. Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976). Logam Cd Terlarut Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi (konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb. Logam Cu Terlarut Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara. Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada -3 Terlarut (10 ppm ) Konsentrasi Logam Cu Gambar 11. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 11 menunjukkan konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur di lokasi pengambilan sampel berkisar antara 1.10 -3 – 2.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (2.10 -3 ppm), kemudian mengalami penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II, 31 konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10 -3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10 -3 ppm) dan menjadi menurun di semua stasiun (2.10 -3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan. Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun. Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsi oleh partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut. Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil), menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005). Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10 -3 ppm. 32 Logam Zn Terlarut Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS. Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 12. ppm) -3 Terlarut (10 Konsentrasi Logam Zn 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 2.10 -3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10 -3 ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan -lahan. Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur berkisar antara 3.10-3 – 9.10 -3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10 -3 ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10 -3 ppm). Penurunan nilai konsentrasi ini disebabkan adanya faktor pengenceran dari air laut. Tingginya konsentrasi Zn di stasiun 1 berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Pada pengambilan II terjadi penambahan konsentrasi di stasiun 5. Adanya penambahan nilai ini berhubungan dengan adanya pengadukan sedimen yang disebabkan adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan, dimana 33 pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29). Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10 -3 ppm. Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93 ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 – Konsentrasi Logam dalam Sedimen (ppm) 55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pb Cu Zn 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Cd dalam Sedimen (ppm) (a) 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun (b) Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd 34 Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya. Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan. Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36). Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35). Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb, Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik, sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi keberadaannya. Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ± 0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652 ppm dan logam Zn antara 75,662 ± 9,652 ppm. Dibandingkan dengan penelitian tesebut, ternyata Pb dan Zn yang terukur di daerah penelitian lebih tinggi sedangkan logam Cd dan Cu lebih rendah konsentrasinya. Hal ini di sebabkan karena di sekitar sungai Banjir Kanal Timur lebih banyak terdapat berbagai industri, antara lain industri kimia, farmasi, tekstil dan plastik ( BAPPEDA Jawa Tengah 1987, diacu dalam Sunoko dkk. 1993). 35 Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston Logam Pb dalam Seston Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm. Konsentrasi Logam Pb dalam Seston (ppm) 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pengambilan II. Logam Cd dalam Seston Konsentrasi logam Cd selama penelitian disajikan pada Gambar 15. Pada pengambilan I konsentrasinya berkisar antara 4,21 – 9,615 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 12,541 – 20,617 ppm. Konsentrasi Cd dalam seston sangat kecil dibanding dengan logam yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa sumber Cd di lokasi penelitian memang sangat kecil, sehingga kandungan dalam air juga kecil <1 ppb. Begitu juga kandungan logam Cd dalam sedimen yang cukup kecil (Gambar 13 b). 36 Konsentrasi Logam Cd dalam Seston (ppm) 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan meningkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31). Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd yang terukur sedikit lebih tinggi. Logam Cu dalam Seston Konsentrasi logam Cu dalam seston disajikan pada Gambar 16. Pada pengambilan I konsentrasi berkisar antara 13,33 – 44,258 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 37,14 – 97,826 ppm Konsentras Logam Cu dalam Seston (ppm) 37 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Logam Zn dalam Seston Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara Konsentrasi Logam Zn dalam Seston (ppm) 81,43 – 226,27 ppm. 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 17 Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II 38 Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen. Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 18. Konsentrasi Logam Pb (ppm) Seston dan Sedimen 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Sedimen Seston II Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4 dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil leb ih banyak mengadsorpsi logam berat (Supriharyono, 2000) Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Karena konsentrasinya yang selalu lebih besar dalam kolom air mengakibatkan logam Cd yang terendapkan dalam sedimen sangat kecil (<1 ppm). 39 Konsentrasi Logam Cd (ppm) Seston dan Sedimen 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen Pola Sebaran Logam Cu dalam Seston dan Sedimen Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II jauh lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada pengambilan II, di stasiun 2, 3 dan 7 konsentrasi logam Cu dalam seston lebih rendah daripada dalam sedimen dan stasiun 4, 5 dan 6 mempunyai konsentrasi yang hampir sama. Di stasiun 2 dan 3, penurunan konsentrasi ini mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan daerah dimana sering terjadi flokulasi sedimen dan apabila proses ini berlanjut (gaya tarik lebih besar) floc yang terbentuk akan semakin besar dan pada saat arus tenang terjadi pengendapan. Proses ini sangat berhubungan dengan bahan organik. Laju pengendapan atau sedimentasi stasiun 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya pengendapan di stasiun ini menyebabkan logam yang terukur dalam sedimen juga tinggi, dimana kehadirannya erat hubungannya dengan kehadiran bahan organik dalam sedimen(Gambar 36). 40 Konsentrasi Logam Cu (ppm) Seston dan Sedimen 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam hal ini mengandung logam Cu. Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses difusi atau secara biologi. Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21 Konsentrasi Logam Zn (ppm) Seston dan Sedimen 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 21 Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen 41 Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5 dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam Zn dalam seston. Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn Jenis logam Pb Cd Cu Nilai Kapasitas 99.71 99.66 99.90 Adsorpsi (%) Zn 99.91 Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh partikel. Kondisi Pasang Surut Berdasarkan data Dinas Hidrooseanografi (DISHIDROS) menunjukkan bahwa tipe pasut Perairan Semarang didominasi oleh tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah setiap hari (satu hari terjadi dua kali pasang dan 2 kali terjadi surut). Gambar 22 menyajikan kondisi pasang surut daerah penelitian (Bulan September 2005 ). Tinggi Muka Air (cm) 42 120 105 90 75 60 45 30 15 0 1 73 145 217 289 361 433 505 577 649 Jam Gambar 22 Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September (DISHIDROS, 2005) Keterangan : : Kondisi pasut pada pengambilan 8 September 2005 : Kondisi pasut pada pengambilan 22 September 2005 Pengambilan sampel untuk parameter salinitas (tipe estuari) dilakukan pada saat pasang dan surut (Gambar 23). Kemudian untuk pengambilan parameter Tiggi Muka Air (cm) yang lain dilakukan pada saat surut (Gambar 24). 105 90 75 60 45 30 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 0 21 22 23 24 Jam Gambar 23 Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I (8 September 2005) Keterangan : : Pengukuran salinitas pada saat Pasang : Pengukuran salinitas pada saat Surut : Pengambilan sampel I Tiggi Muka Air (cm) 43 120 105 90 75 60 45 30 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jam Gambar 24 Kondisi pasang surut p engambilan II (22 September 2005) Keterangan : : Pengambilan sampel II Tipe Estuaria Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26. Salinitas (0/00) 0 10 20 30 40 Kedalaman (cm) 0 St.1 St.2 20 St.3 40 St.4 St.5 60 St.6 St.7 80 100 Gambar 25 Sebaran salinitas menegak saat pasang 44 Surut Salinitas (ppt) Kedalaman (cm) 0 10 20 30 40 0 St.1 20 St.2 St.3 40 St.4 60 St.5 80 St.6 100 St.7 Gambar 26 Sebaran salinitas menegak saat surut Berdasarkan pendekatan nilai salinit as pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat kelompokan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah, baik dalam kondisi pasang maupun surut, lapisan permukaan tidak dipengaruhi oleh masukan air laut sehingga nilai salinitas mendekati 0 0 /00 yaitu pada stasiun 1, wilayah kedua adalah wilayah yang dipengaruhi oleh air sungai maupun air laut, sehingga salinitas di daerah ini berfluktuasi, yaitu pada stasiun 2,3,4,5, dan 6. Untuk wilayah tiga terdapat pada stasiun 7, dimana pada wilayah ini tidak dipengaruhi oleh air sungai. Adanya pengaruh aliran air tawar dari sungai dan air laut di sepanjang badan sungai menyebabkan adanya stratifikasi salinitas di berbagai kedalaman baik pada waktu pasang maupun surut. Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah ini juga lebih rendah dengan salinitas dasar perairan. Stratifikasi salinitas ini juga terjadi secara horizontal dimana stasiun yang berada jauh dari muara mempunyai salinitas lebih tinggi daripada stasiun yang berada di muara (Gambar 27). 45 (a) (b) Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut Pola penyebaran salinitas seperti ini menunjukkan bahwa muara Banjir Kanal Barat tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Duxbury and Duxbury (1993) mengemukakan bahwa karakteristik estuari tercampur sebagian adalah adanya variasi salinitas secara vertikal dan horizontal, stratifikasi densitas sedang, air laut digerakkan menuju sungai dengan arus dari laut yang cukup kuat pada kedalaman percampuran horizontal, terdapat stratifikasi densitas yang kuat dekat permukaan ketika air tawar masuk dalam jumlah banyak serta terjadi pertukaran yang baik antara air tawar dan air laut (Gambar 28). 46 Gambar 28 Estuari tercampur sebagian (Pinet 2000) Kedalaman Hasil pengukuran kedalaman di lokasi penelitian hampir tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 – 3 m. Hal ini disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel. Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju sedimentasi cukup tinggi, sehingga kedalamannya relatif cukup dangkal.. Untuk selengkapnya nilai kedalaman dari semua stasiun dapat dilihat pada Gambar 29. 3.5 Kedalaman (m) 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 29 Hasil pengukuran kedalaman di lokasi pengambilan sampel 47 Kecepatan dan Arah Arus Dari hasil penelitian didapatkan nilai rerata kecepatan arus antara 0,058 – 0,150 m/det dengan arah yang bervariasi. Nilai kecepatan dan arah arus pada setiap stasiun selama penelitian disajikan pada Gambar 30. Gambar 30 Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II Keterangan : : Pengambilan saat pasang : Pengambilan saat surut : Nilai kecepatan arus berkisar antara 0,05 m/det 48 Nilai kecepatan arus di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh debit air dan keadaan pasang surut. Pada pengambilan II, di stasiun 1, 2 dan 3 mempunyai kecepatan arus yang sedikit lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena debit air pada pengambilan sampel II ni i sedikit lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Lampiran 3). Kualitas Air Total Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air yang terdiri dari komponen hidup (phytoplankton, jamur, bakteri) dan komponen mati (detritus, partikel-partikel baik organik maupun organik). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 19,7 – 79 mg/l pada pengambilan I dan 38,9 – 95,8 mg/l pada pengambilan II. Pada pengambilan I, nilai terendah terdapat pada stasiun 1 (19,7 mg/l) dan tertinggi pada stasiun 6 (79 mg/l). Selanjutnya pada pengambilan II, nilai terendah terdapat pada stasiun 7 (38,9 mg/l) dan tertinggi di stasiun 6 (95,8 mg/l). Data selengkapnya tersaji pada Gambar 31. 120 TSS (mg/l) 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 31 Nilai TSS di lapisan permukaan pada pengambilan I dan II Gambar 31 memperlihatkan bahwa nilai TSS bervariasi dari hilir menuju muara. Nilai TSS pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan pada pengambilan II, dilokasi penelitian telah turun hujan lebat 49 pada malam harinya, sehingga air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi (lihat cuaca Bulan September 2005, Lampiran 3 tentang debit air sungai). Kondisi pasang dan surut ikut menentukan nilai TSS. Pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang (Gambar 23) dan menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari diencerkan oleh air laut, sehingga konsentrasi TSS yang terukur lebih kecil. Sedangkan pada saat surut, massa air sungai lebih dominan dan menyebabkan nilai TSS lebih tnggi. Penambahan nilai TSS di stasiun 5 disebabkan adanya pelepasan sedimen di dasar, oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan. Faktor kedalaman ikut mempengaruhi proses resuspensi. Di stasiun 5 kedalamannya relatif lebih dangkal (Gambar 29) Oksigen Terlarut Nilai konsentrasi oksigen terlarut (DO) disajikan pada Gambar 32. Oksigen Terlarut (mg/l) 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 32 Nilai konsentrasi oksigen terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 32 menunjukkan bahwa kisaran nilai konsentrasi oksig en sedikit berfluktuasi dengan kisaran nilai antara 5,14 – 5,57 mg/l pada pengambilan I dan pengambilan II berkisar antara 4,22 – 4,42 mg/l. Nilai oksigen terlarut pada pengambilan I, lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini menggambarkan bahwa daerah penelitian, kandungan oksigennya berfluktuasi oleh adanya perubahan waktu. 50 Bahan Organik Total (TOM) Bahan organik total menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid (Goldman dan Horne 1983). Kandungan bahan organik dalam air dapat disamakan dengan berbagai parameter diantaranya adalah BOD5 (Biochemical Oxygen Demand ), COD (Chemical Oxygen Demand ) maupun TOM (Total Organik Matter). TOM dan COD diukur dengan oksidator kimia KMNO4 dan K2Cr2O7 , dimana dengan parameter ini lebih menggambarkan kandungan sesungguhnya, tetapi tidak menunjukkan dinamika ekosistem perairan. Sebaran nilai TOM selama penelitian Bahan Organik Total (mg/l) disajikan pada Gambar 33. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 33 Sebaran nilai bahan organik total (T OM) pada pengambilan I dan II Gambar 33 menunjukkan sebaran nilai TOM pada pengambilan I berkisar antara 10,54 – 35,41 mg/l, dengan nilai tertinggi di stasiun 6 dan terendah di stasiun 7. Pada pengambilan II, berkisar antara 15,14 – 50,61 mg/l dengan nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 dan terendah di stasiun 7. Tingginya nilai TOM di stasiun 2, 3, 4, 5 dan 6 berkaitan dengan nilai TSS yang cukup tinggi pula di stasiun tersebut (Gambar 31). Derajat Keasaman atau pH Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral 51 yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam pH suatu larutan. Nilai pengukuran pH selama penelitian di sajikan pada Gambar 34. 8.2 8 7.8 7.6 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 34 Nilai pH di setiap stasiun pada pengambilan I dan II Nilai pH semakin meningkat dengan bertambahnya stasiun dengan kisaran nilai antara 7,01 – 7,94 dengan nilai tertinggi di stasiun 7 dan terendah di stasiun 1. Hal ini di sebabkan karena posisi stasiun 7 yang berada di laut (cukup jauh dari muara) dan stasiun 1 yang berada di sungai sehingga pH cenderung netral atau sedikit asam. Secara alami pH untuk air laut berkisar antara 7,5 – 8. Selain itu tampak bahwa nilai pada pengambilan I cenderung lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini di sebabkan kondisi perairan pada pengambilan I dalam keadaan pasang, meskipun pasang kecil dan pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut, sehingga tidak ada faktor pengenceran air laut dan menyebabkan pH sedikit lebih rendah. Kualitas Sedimen Fraksi Sedimen Tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada substrat yang terdiri atas satu fraksi saja, sehingga semua tipe substrat terdiri atas ketiga fraksi tersebut. Tekstur atau tipe sedimen dapat ditentukan dengan mengukur komposisi dari fraksi-fraksi pembentuknya, yaitu kandungan lumpur 52 (debu), pasir dan liat. Sebaran nilai fraksi sedimen pada setiap stasiun penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 35. Tabel 7 Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen Stasiun Jenis Sedimen Fraksi Sedimen Sand 83.04 1.04 0.92 76.88 65.32 10.84 6.24 1 2 3 4 5 6 7 Silt 16 98 98 22 34 88 88 Clay 0.96 0.96 1.08 1.12 0.68 1.16 5.76 Loamy sand Silt Silt Loamy sand Sandy loam Silt Silt Tabel 7 menunjukkan jenis sedimen di Perairan Banjir Kanal Barat adalah sand (pasir), silt (lumpur), loamy sand (pasir berlempung) dan sandy loam (lempung berpasir). Stasiun 1 di dominasi fraksi pasir (83,04 %). Sedangkan stasiun 2 dan 3, fraksi silt yang mendominasi. Kondisi seperti ini di sebabkan karena letak posisi stasiun 1 yang jauh di hulu sungai dan material yang cukup besar terendapkan di stasiun ini. Partikel yang berukuran lebih besar akan lebih cepat mengendap di dasar perairan sedangkan partikel yang lebih kecil akan terbawa jauh ke arah lautan sebelum akhirnya mengendap (Triadmodjo 1999) Fraksi Sedimen (%) 120 100 80 Pasir 60 Silt Clay 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Gambar 35 Sebaran rata-rata fraksi sedimen Untuk stasiun 2 dan 3, posisinya agak terlindung dari pergerakan gelombang dan ombak dan merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air 53 laut yang dapat menyebabkan kondisi arus lemah. Adanya arus yang lemah ini memberi kesempatan partikel-partikel yang lebih halus mengendap. Untuk stasiun 4 dan 5, fraksi pasir cukup mendominasi. Hal ini disebabkan pada stasiun ini ada pengaruh gelombang yang tentunya daerah ini mempunyai arus yang cukup besar. Daerah yang mempunyai arus besar, maka material yang berukuran yang lebih besar (pasir) yang dapat mengendap di daerah ini. Bahan Organik Sedimen Kandungan bahan organik erat kaitannya dengan jenis sedimen. Jenis sedimen perairan yang berbeda akan mempunyai kandungan bahan organik yang berbeda pula. Semakin halus sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan organik semakin besar. Kandungan bahan organik pada umumnya akan tinggi pada sedimen Lumpur. Bahan organik ini berkaitan erat dengan unsur hara. Bahan organik tinggi, berarti unsur hara tinggi juga. Wood (1987) mengatakan bahwa sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu sebaliknya substrat yang lebih halus kaya akan unsur hara. Bahan organik yang terukur saat penelitian Bahan Organik dalam Sedimen (%) disajikan pada Gambar 36. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Gambar 36 Nilai bahan organik sedimen Kisaran nilai bahan organik yang terukur selama penelitian antara 29,01 72,56 % dengan nilai terendah di stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 2. Nilai ini sangat berkaitan dengan jenis sedimen. Sedimen yang berjenis lumpur (atau yang 54 berukuran lebih halus) mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi pula. Hal ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3. Laju Sedimentasi Pengukuran laju sedimentasi di Muara Banjir Kanal Barat dalam penelitian hanya dilakukan di tiga stasiun yaitu stasiun 2 dan 3 dan 4. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai yang bervariasi. Laju sedimentasi tertinggi terdapat di stasiun 4 dengan rerata 75,258 kg/m 2/minggu dan terendah di stasiun 2 dengan nilai rerata 2,164 kg/m 2/minggu. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Laju sedimentasi Muara Banjir Kanal Barat Stasiun 2 3 4 Laju Sedimentasi (kg/m 2/minggu) Minggu I II 2.179 2.149 54.279 60.218 75.258 79.569 Rerata 2.16 57.25 77.57 Dari ketiga stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi stasiun dekat laut (stasiun 4) lebih tinggi daripada stasiun yang lain. Padahal bila dilihat kecepatan arusnya (Lampiran 1), memiliki kecepatan arus yang cukup tinggi. Pada daerah yang mempunyai kecepatan arus tinggi, maka sedimen yang terendapkan di daerah tersebut memiliki fraksi sedimen yang cukup kasar. Fenomena ini terjadi di stasiun 4, yang mempunyai fraksi sedimen cukup kasar (loamy sand/pasir berlempung). Pada stasiun 4, selain dipengaruhi oleh adanya sedimen dari sungai, juga dipengaruhi oleh adanya sedimen dari laut. Hal ini dapat dilihat dari fraksi sedimen, dimana di stasiun 4 ini, fraksi pasir cukup mendominasi (Gambar 35). Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh siwi (2002) mengenai perimbangan antara debit sedimen total dengan laju sedimentasi, bahwa Sedimen yang mengendap di Muara Sungai Banjir Kanal Barat sangat dipengaruhi oleh transpor sedimen sepanjang pantai dan pasokan sedimen Sungai Banjir Kanal Barat. 55 Debit Sungai Dari hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan pada tanggal 6 dan 19 September 2005, didapat rerata debit sungai Banjir Kanal Barat, sebesar 13,62 m3/det. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Pada Tabel 9 disajikan debit Sungai Banjir Kanal Barat (th 1997 – 2001) hasil perhitungan Dinas Pengairan PU Jawa Tengah. Tabel 9 Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Debit (m3/det) 1997 1998 1999 2000 Januari 16.87 5.89 6.91 9.73 Febuari 10.07 8.83 13.22 14.67 Maret 11.39 12.69 10.67 17.38 April 17.20 7.53 10.28 12.50 Mei 12.79 5.94 4.73 13.02 Juni 6.34 7.53 19.24 10.19 Juli 6.65 10.24 5.49 Agustus 7.75 3.53 3.55 September 15.51 12.44 3.11 Oktober 1.95 8.05 8.65 4.06 November 31.23 3.99 6.45 12.10 Desember 16.95 4.41 14.26 6.19 Rerata 10.40 8.06 10.05 7.30 Sumber : Dinas Pengairan PU Jawa Tengah Bulan 2001 8.94 12.03 8.98 17.36 17.43 16.20 4.20 2.93 16.76 9.65 8.50 5.70 10.67 Keadaan Cuaca Bulan September Berdasarkan pantauan data cuaca yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada Bulan September 2005, umumnya cerah hingga berawan dengan jumlah hari hujan sebanyak 8 hari, dimana hujan ini turun pada malam hari. Jumlah curah hujan terbesar selama 24 jam, sebesar 20,9 mm, hasil pengukuran tanggal 22 September 2005. Arah angin bertiup dari arah timur, dengan kecepatan antara 3 – 10 knots. Tinggi gelombang laut antara 0,3 – 0,8 m. Suhu permukaan laut rata-rata 30,40C (BMG 2005). Konsentrasi Logam berat yang masuk ke Muara Bulan September 2005 Besarnya logam berat yang masuk ke muara dihitung berdasarkan debit sungai dan konsentrasi rata-rata logam berat yang didapatkan didalam sungai pada 2 kali pengambilan. 56 Dari hasil perhitungan didapat nilai konsentrasi logam berat yang masuk ke muara untuk logam Pb sebesar 0,021 gr/det, logam Cd sebesar 0,012 gr/det, logam Cu sebesar 0,096 gr/det dan logam Zn sebesar 0,268 gr/det. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Pembahasan Estuari merupakan tempat bertemunya air tawar dari sungai dan air asin yang berasal dari laut. Air tawar yang berasal dari sungai mempunyai densitas lebih kecil daripada air laut, sehingga air tawar akan mengambang diatas air laut. Karakter atau sifat dari estuari tidak bersifat uniform, dimana perbedaan ini terutama disebabkan oleh adanya variasi pasut dan masukan air sungai, yang kemudian mempengaruhi proses percampuran. Pada estuari tercampur sebagian, adanya arus pasang surut menyebabkan gesekan dan menimbulkan pergolakan, kemudian menyebabkan percampuran yang lebih efektif dalam kolom air. Air laut akan tercampur keatas dan air tawar akan tercampur ke bawah. Proses percampuran massa air sungai dan massa air laut di estuari secara umum akan memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi logam berat terlarut. Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran, flokulasi yang disertai adanya proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses pengenceran menyebabkan konsentrasi logam berat berubah jadi naik atau menurun di sepanjang daerah estuari, tergantung dari sumber utama logam yang bersangkutan. Apabila sumber utama berasal dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut menyebabkan konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan nilai salinitas dan sebaliknya apabila sumber utama berasal dari laut, konsentrasi logam berat menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990). Menurunya konsentrasi logam berat terlarut di estuari juga disebabkan karena adanya proses adsorpsi logam berat yang diikuti oleh adanya proses flokulasi. Proses adsorpsi adalah proses dimana atom, partikel atau molekul suatu zat terikat pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik dari atom atau molekul pada lapisan bagian luar atau permukaan zat padat (Tan, 1982). Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel. Flokulasi terjadi akibat adanya gaya tarik 57 menarik antara elemen -elemen yang berasal dari sungai dan laut yang berbeda muatannya (Chester 1990). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif. Dengan peningkatan salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk gumpalan (floc). Terbentuknya gumpalan ini memungkinkan terjadinya pengendapan di dasar perairan estuari. Logam yang terdapat dalam kolom air lebih cepat diendapkan pada kondisi salinitas antara 0 – 18 0/ 00 (Chester 1990). Penurunan konsentrasi logam berat di estuari sebelum logam tersebut dibawa ke laut, menjadikan estuari berperan sebagai filter bahan-bahan kimia yang bawa oleh air sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Sistim filter estuari bekerja secara selektif terhadap masing-masing individu. Apabila keberadaan elemen (logam) selama di estuari hanya dipengaruhi oleh proses fisik atau proses percampuran, elemen ini akan mengalami pengenceran, sehingga di perairan lo gam ini bersifat konservatif. Sedangkan adanya reaksi kimia seperti adanya perubahan dari fase terlarut menjadi partikel atau sebaliknya mengakibatkan penambahan atau pengurangan konsentrasi logam berat sehingga di perairan logam tersebut bersifat non konservatif. Untuk melihat proses ini dapat dilakukan dengan pendekatan “mixing graph” dimana konsentrasi logam terlarut diplotkan dengan nilai yang sifatnya conservatif, yang dalam hal ini adalah salinitas (Chester 1990). Pembahasan ini menekankan kepada pola kecenderungan logam berat terlarut terkait dengan perubahan salinitas dan TSS sebagai indikator adanya perubahan komposisi ion dan materi di perairan. Selain itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan apakah terdapat kemiripan pola sebaran logam berat terlarut Pb, Cu dan Zn terlarut di estuari Banjir Kanal Barat dengan pola sebaran logam Pb, Cu dan Zn terlarut pada wilayah lainnya. Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola kecenderungan sebaran Pb terlarut menurut salinitas di Sungai Banjir Kanal Barat disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 menunjukkan bahwa 58 pengambilan I dan II, logam Pb terlarut mempunyai pola yang hampir sama yaitu konsentrasinya lebih tinggi di air laut daripada air tawar (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Pb terlarut di lokasi penelitian berasal dari laut. Pola logam Pb terlarut ini sama dengan pola dari parameter pH, dimana untuk air -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Pb laut nilai pH > air tawar. Begitu juga untuk oksigen terlarut (DO). 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( / 00) Terlarut (10 ppm) 2.5 -3 Konsentrasi Logam Pb (a) 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( /00) (b) Gambar 37 Pola Hubungan antara Pb terlaru t dengan salinitas pada pengambilan I (a) dan II (b) Gambar 37 memperlihatkan bahwa logam Pb terlarut mengalami removal pada pada salinitas ± 5 - 15 0/00 dan pada salinitas > 20 0/00 mengalami addition. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0 /00). Tingginya alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut.Hal ini berarti bahwa 59 logam Pb di lokasi penelitian bersifat non konservatif. Chester (1990) menyatakan bahwa logam seperti Pb, Zn, Cu, Cd dan Ni, umumnya memiliki sifat non konservatif selama berada di estuari. Hasil penelitian Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990), bahwa logam Pb di estuari Gota (Sweden), dengan tipe estuari baji garam (salt wedge), tidak menunjukkan adanya proses removal. Adanya proses removal maupun addition ini berkaitan dengan proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses adsorpsi, yang kemudian diikuti proses flokulasi dan pengendapan menyebabkan adanya penambahan konsentrasi dalam sedimen. Tingginya konsentrasi sedimen ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3 (Gambar 13), dimana stasiun ini memang memiliki salinitas yang selalu rendah baik saat pasang maupun surut (Gambar 25 dan 26). Sedangkan adanya proses desorpsi, umumnya terjadi karena adanya resuspensi yang kemudian diikuti proses desorpsi dari partikel dan menambah konsentrasi logam dalam fase terlarut. Pola hubungan antara Pb terlarut dengan TSS dapat dilihat melalui pola hubungan antara TSS dengan rasio konsentrasi logam terlarut terhadap Rasio Pb Terlarut terhadap Pb dalam seston konsentrasi logam dalam seston (Gambar 38). 0.35 0.3 0.25 0.2 R2 = 0.0334 0.15 0.1 0.05 0 - R2 = 0.1818 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 38 Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS Gambar 38 memperlihatkan bahwa kenaikan nilai TSS menyebabkan turunnya nilai konsentrasi logam Pb terlarut, meskipun pengaruh TSS ini sangat kecil. Konsentrasi Pb terlarut mengalami proses adsorpsi o leh TSS. Adanya proses desorpsi pada salinitas > 20 0 /00 disebabkan karena kandungan Pb dalam 60 seston, yang ditemukan di stasiun 4 – 6 cukup tinggi (Gambar 18), dan diasumsikan partikel ini mengalami proses desorpsi, dan menambah logam Pb dalam fase terlarut. Dilihat dari pola hubungan antara logam terlarut dengan salinitas (Gambar 37), ada suatu proses yang lebih menarik untuk logam Pb terlarut. Pada range salinitas ± 15 – 25 0/00, logam Pb terlarut cenderung memperlihatkan adanya perubahan yang cukup tajam dan pada range salinitas tertentu memperlihatkan nilai yang konstan. Perubahan konsentrasi yang tajam ini diduga berhubungan dengan perubahan spesiasi logam Pb. Turner et al (1980) menyatakan bahwa pada perairan tawar, spesiasi logam Pb yang paling dominan adalah dalam bentuk kation bebas (Pb2+) atau berpasangan dengan ion karbonat (CO3) dan pada air laut, lebih dominan dalam bentuk berpasangan dengan ion klorida (Cl-). Spesiasi logam ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan. Chester (1990) menyatakan bahwa tingkah laku elemen -elemen di estuari dapat juga tergantung dari spesiasi logam yang bersangkutan. Pola Sebaran Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas disajikan pada Gambar 39. Gambar 39 menunjukkan bahwa pola hubungan antara Cu terlarut dan salinitas pada pengambilan I dan II mempunyai pola yang sama, melimpah relatif lebih banyak di air tawar (Gambar 3), sehingga konsentrasinya semakin menurun ke arah laut. Hal ini mengindikasikan bahwa logam Cu bersumber dari sungai kemudian selama di estuari terencerkan oleh adanya air laut. Selain itu juga ada proses adsorpsi yang diikuti dengan proses flokulasi dan desorpsi. 2.5 Terlarut (10 -3ppm) Konsentrasi Logam Cu 61 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0/00) Terlarut (10 ppm) -3 Konsentrasi Logam Cu (a) 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0/ 00) (b) Gambar 39 Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas pada pengambilan (a) I dan (b) II Pada pengambilan I, logam Cu terlarut mengalami proses removal dan pada pengambilan II, selain proses removal, logam Cu terlarut mengalami addition pada nilai salinitas >20 0/ 00. Perubahan nilai konsentrasi di estuari ini berhubungan dengan proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi pengendapan materi serta adanya proses desorpsi oleh partikel. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Savannah dan Ogeeche (USA), dimana logam Cu bersifat non konservatif dengan adanya proses addition di salinitas > 20 0 /00 dan pada salinitas menengah (5 – 20 0/00) mengalami removal (Gambar 4). Dalam eksperimen selanjutnya disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas > 20 0 /00 disebabkan adanya pelepasan dari material tersuspensi sebagai hasil resuspensi sedimen. 62 Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi pengendapan materi menyebabkan konsentrasi logam dalam sedimen tinggi, yang pada penelitian ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3 (Gambar 13). Proses removal di perairan sangat dipengaruhi oleh nilai padatan tersuspensi, sehingga diasumsikan bahwa peningkatan TSS akan diikuti dengan penurunan konsentrasi Cu terlarut. Untuk melihat proses adsorpsi dapat dilihat melalui hubungan antara rasio konsentrasi Cu terlarut terhadap konsentrasi Cu dalam seston dengan nilai TSS (Gambar 41). Gambar 41 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS menurunkan Rasio Cu Terlarut terhadap Cu dalam seston nilai konsentrasi logam Cu terlarut. 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 - 2 R = 0.327 20.00 40.00 2 R = 0.238 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 40 Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS Adanya proses desorpsi pada pengambilan II disebabkan karena pada pengambilan II ini, logam dalam seston yang ditemukan pada stasiun 4 dan 5 yang mempunyai nilai salinitas ± 20 0 /00, konsentrasi Cu dalam seston cukup tinggi, sehingga diasumsikan partikel yang mengandung logam Cu ini mengalami desorpsi (Gambar 20). Gambar 39 juga memperlihatkan adanya perubahan secara tajam konsentrasi terlarut, yaitu pada range salinitas 0 – 5 0/ 00 dan kemudian nilai tersebut cenderung konstan. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan spesiasi logam Cu. Pada salinitas 0 0/ 00, spesiasi logam Cu lebih dominan dalam bentuk pasangan dengan elemen humic dan pada salinitas >5 0/00, logam Cu lebih banyak berikatan dengan ion OH dalam bentuk (Cu(OH)2) (Chester 1990). Spesiasi logam ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan. 63 Pola Sebaran Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola sebaran Zn dengan salinitas disajikan pada Gambar 41. Gambar 41 menunjukkan bahwa pola sebaran logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II relatif melimpah di air tawar dan konsentrasinya menjadi menurun dengan bertambahnya nilai salinitas. Pola ini sama dengan yang dialami oleh logam Cu 12 -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Zn terlarut. 10 8 6 4 2 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( /00) 10.0 Terlarut (10 -3ppm) Konsentrasi Logam Zn (a) 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0 /00) (b) Gambar 41 Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas pada pengambilan I (a) dan II (b) Pada pengambilan I, logam Zn terlarut lebih mengalami proses addition. Pada pengambilan II, mengalami removal pada salinitas 5 – 15 0/ 00. dan addition pada salinitas > 20 0/ 00. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0/ 00). Tingginya alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut. Adanya proses addition pada pengambilan I, terjadi pada salinitas >20 0/00 dan dari hasil analisa logam Zn dalam seston pada salinitas ini, yang pada 64 penelitian ini terdapat di stasiun 4, ternyata logam Zn dalam seston ditemukan sangat tinggi konsentrasinya dan diasumsikan dengan tingginya konsentrasi dalam seston, logam Zn tersebut mengalami proses desorpsi (Gambar 21). Pengaruh TSS terhadap logam Zn terlarut dapat dilihat melalui hubungan antara rasio logam Zn terlarut terhadap logam Zn dalam seston dengan TSS (Gambar 42). Gambar 42 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS mengakibatkan penurunan rasio logam berat Zn terlarut terhadap logam dalam Rasio Zn Terlarut terhadap dalam seston seston. TSS mempengaruhi proses adsorpsi logam berat terlarut. 0.06 0.05 0.04 R2 = 0.1206 0.03 0.02 2 R = 0.5195 0.01 0 - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 42 Pola hubungan antara Zn terlarut dan TSS Gambar 41 juga memperlihatkan adanya perubahan konsentrasi logam Zn terlarut yang cukup tajam, seperti pada logam Cu, yaitu pada range salinitas 0 – 10 0/ 00. Perubahan ini diduga berhubungan dengan perubahan spesiasi dari logam Zn. Turner et al. (1980) menyatakan bahwa logam Zn pada perairan tawar, spesiasi yang dominan adalah berikatan dengan OH dan pada air laut, lebih banyak dalam bentuk kation bebas. 65 KESIMPULAN Simpulan 1. Dari hasil analisa logam berat didapatkan bahwa konsentrasi logam berat dalam sedimen ditemukan paling tinggi dibandingkan dalam air (logam terlarut dan logam dalam seston). Logam Zn menempati urutan pertama dan secara berurutan diikuti oleh logam Cu, Pb dan Cd. 2. Dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas, logam Pb mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas, sedangkan logam Cu dan Zn mengalami pen urunan dengan bertambahnya nilai salinitas. 3. TSS sedikit mempengaruhi konsentrasi logam berat terlarut dan proses removal terjadi pada salinitas antara 5 – 15 0/00. Saran Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu yang terbatas (Bulan September dan hanya dua kali dalam pengambilan sampel) sehingga belum bisa menggambarkan tingkah laku logam secara menyeluruh berkaitan dengan kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian sepanjang tahun (time series) baik pada saat pasang maupun surut sehingga semua kondisi yang sebenarnya terwakili dengan metode analisa yang lebih sensitif (mampu membaca konsentrasi yang lebih kecil (ppb). Selain itu perlu penambahan parameter pendukung yang mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan seperti nilai redox, kelimpahan fitoplankton, kandungan bahan organik terlarut dan termasuk mempelajari spesiasi kimia masing-masing logam. DAFTAR PUSTAKA Anna S. 1999. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta. (tesis). Bogor. Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. Apte SC, Day GM. 1998. Dissolved metal concentration in the Torres Strait and Gulf of Papua. In Marine Pollution Bulletin . Vol 36, No.4 : 298 – 304 BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). 2005. Evaluasi Cuaca Bulan September 2005 dan Prospek Cuaca Bulan Oktober 2005 Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Semarang. Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Dubuque : Wm.c. Brown Publishers. Brown J et al. 1989. Waves,Tides, and Shallower Water Processes. Pergamon Press Bryan GW 1976. Heavy metals contamination in The Sea. In Johnston (Ed): Marine Pollution. New York. Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London : Unwin Hyman Ltd Clark RB. 1986. Marine Pollution . London : Clarendon Press. Dinas PU Pengairan. 2002. Project Completion Report, West Semarang Irigation Project Office. PU Pengairan Jawa Tengah DISHIDROS (Dinas Hidro Oceanografi). 2005. Daftar Pasang Surut. Jakarta Duxbury AB, Duxbury AC. 1993. Fundamental of Oceanography. Dubuque Iowa: Wm.C Brown Publishers Dyer KR. 1979. Estuaries : A Physical Introduction. London: John Willey&So ns . Elliot DJ, James A. 1984. An Introduction to Water Quality Modelling. Department of Civil Engineering. UK: University Upon Tyne. EPA (Environmental Protecy http//:www.epa.gov/ost. Agency). 1976. Water quality criteria. Golman CR, Horne AJ. 1983. Lim nology. Tokyo : McGraw Hill International Book Company. Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. 67 Hutagalung HP, Setiapermana D, Riyono SH. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. King CM. 1976. Introduction to Marine Geology dan Geomorphology. Arnold, London. Laws EA. 1993. Aquatic Pollution : An Introductory Text. New York : John Wiley and Sons, Inc. Libes SM. 1992. An Introduction to Marine Biogeochemestry. Toronto: John Wiley & Sons Inc. Metcalf and Eddy Inc. 1991. Wastewater Engineering: Collection, Treatment, Disposal. New Delhi: McGraw Hill Inc. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia. Philips JDH. 1980. Proposal for monitoring studies on the contamination of the east seas by trace metal and organochlorine. South China Sea Fisheries Development and Coordinating Programe. FAO-UNEP, Manila. Pickard G L, Emery WJ. 1970. Descriptive Physical Oceanography. New York : Pergamon Press. Pinet PR. 2000. Invitation to Oceanography. Second Edition. Massachussetts: Jones and Bartlett Publisher. Ramlal PS 1987. Mercury Methylation Dimethylation Studies at Southern India Lake. Canada : Minister of supply and serveces. Razak H. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana : 2. Jakarta : LON- LIPI. Riley JP, Skirrow G. 1975. Chemical Oceanography. London : Academic Press. Sanusi HS. 1985. Akumulasi logam berat Hg dan Cd pada tubuh ikan bandeng (Chanos chanos forskal). (desertasi). Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. Sanusi HS. 2006. Kimia Laut : Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 Siwi WER. 2002. Dinamika sedimentasi di tinjau dari pengaruh debit sungai dan kondisi oseanografi fisika di perairan Muara Sungai Ban jir Kanal Barat Kota Semarang Jawa Tengah. (skripsi). Jurusan Ilmu Kelautan, UNDIP, Semarang. Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Sunoko HR, Sumantri I, Budiono. 1993. Kadar logam berat di perairan Mu ara Banjirkanal Timur, Kodya Semarang. In Makalah Penunjang Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta : P3O – LIPI. Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Tan KH. 1982. Kimia Tanah. Jakarta : Pradnya Paramita Tomczak M.1998. Estuaries. www.es.flinderedu.au Triadmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset. Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metals Pollution . In F. J. Vernberg and W. B. Vernberg (ed.) . London : Academic Press Inc. White J. 1990. The Use Sediment Traps in High Energi Environment. in Hailwood and Kidd Ed.: Marine Geological Surveying and Sampling. London : Kluwer Academic Publisher. Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan . Jakarta : Grasindo Wood MS. 1987. Subtidal Ecology. Australia : Edward Arnoldy Limited. 69 Lampiran 1 Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang. Parameter Salinitas Permukaan (0/00) pH Kecepatan Arus (m/det) Kedala man (m) DO (mg/l) TSS TOM Logam Terlarut Pb Cd Cu Zn Logam dalam Seston Pb Cd Cu Zn Waktu Pengambilan 1 2 Stasiun 4 3 5 6 7 Pengambilan I Pengambilan II Pengambilan I Pengambilan II Pengambilan I Pengambilan II Pengambilan I Pengambilan II Pengambilan I Pengambilan II 0 0 7,01 7,01 0,138 0,150 1,05 1,15 5,16 4,20 10 5 7,34 7,21 0,071 0,078 1,95 1,9 5,14 4,25 14 10 7,51 7,45 0,058 0,061 1,55 1,55 5,20 4,25 26 15 7,74 7,65 0,077 0,077 0,9 0,9 5,40 4,35 28 20 7,81 7,75 0,083 0,100 0,75 0,70 5,41 4,22 28 28 7,85 7,71 0,069 0,074 1 1 5,30 4,25 Pengambilan I Pengambilan II Pengambilan I Pengambilan II 19,71 81,5 35,41 37,50 30,96 63,4 25,20 35,80 43,69 65,2 25,15 29,28 42,00 84,2 25,10 30,61 79,00 95,8 12,60 37,50 34,83 20,00 75,3 38,9 15,25 10,54 16,96 15,14 4 1 4 2 Pengambilan I 1 1 Pengambilan II 1 1 Pengambilan I <0,001 <0,001 <0,001 Pengambilan II <0,001 <0,001 <0,001 Pengambilan I 2 1 Pengambilan II 4 2 Pengambilan I 10 7 Pengambilan II 9 6 2 1 30 30 7,94 7,90 0,063 0,069 3 3 5,57 4,42 4 2 4 2 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 6 5 3 3 2 5 5 5 3 3 Pengambilan I 14,038 15,463 24,258 29,762 30,556 24,785 13,587 Pengambilan II 10,556 13,587 18,791 17,789 20,879 19,65 14,485 Pengambilan I 9,615 5,500 4,250 5,952 5,361 4,785 4,210 Pengambilan II 20,617 15,717 13,485 14,842 15,632 12,541 12,650 Pengambilan I 44,12 18,37 17,05 37,698 42,02 44,258 13,33 Pengambilan II 94,94 94,09 80,913 90,45 97,826 85,05 37,14 123,15 Pengambilan I 175 4 117,05 169,444 193,28 105,263 48,33 Pengambilan II 226,27 159,78 171,162 172,785 178,478 172,68 81,43 70 Lampiran 2 Kualitas sedimen Parameter Logam di Pb Cd Cu Zn Bahan Organik Total (%) 1 sedimen 4,14 0,006 30,54 183,39 29,01 2 (mg/kg) 3 13,91 0,103 54,59 138,15 72,56 13,93 0,117 55,09 138,38 61,74 Stasiun 4 8,32 0,013 35,40 94,11 34,44 5 6 7 8,55 0,025 42,98 124,92 60,96 11,26 0,064 47,30 122,62 56,42 12,47 0,065 46,11 104,57 41,45 71 Lampiran 3 Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005 Perhitungan debit Sungai Banjirkanal Barat (Sosrodarsono dan Takeda 1987) Minggu II (8 September 2005) Rumus Qd = Fd x Vd Fd = 2 X b x c + 2d + e 4 Penampang I Dimana b = 10, c = 0, d = 1.90, e = 1.67 sehingga didapat nilai Fd = 27.5 m2 Vd = 0.25 m/det Qd = 27.35 m2 x 0.25 m/det = 6.84 m3/det Penampang II Dimana b = 10, c = 1.90, d =1.67, e =1.92 sehingga didapat nilai Fd = 35.8 m 2 Vd = 0.32 m/det Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det =11.456 m3/det Penampang III Dimana b = 10, c = 1.67, d =1.92, e =1.85 sehingga didapat nilai Fd = 36.8 m 2 Vd = 0.35 m/det Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 1.64 m3/det Penampang IV Dimana b = 10, c = 1.92, d =1.85, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 28.1 m2 Vd = 0.28 m/det Qd4 = 36.8 m2 x 0.28 m/det = 7.868 m3/det Q total Minggu II = 3.3 + 6.5 + 6.03 + 3.69 = 12.88 m3/det 72 Lanjutan Minggu IV (22 September 2005) Penampang I Dimana b = 10, c = 0, d =2,0, e = 2,20 sehingga didapat nilai Fd = 21 m2 Vd = 0.08 m/det Qd1 = 21 m2 x 0,18 m/det = 3,78 m3/det Penampang II Dimana b = 10, c = 2,0, d =2,20, e =2,4 sehingga didapat nilai Fd = 33 m2 Vd = 0.18 m/det Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det = 6.27 m3/det Penampang III Dimana b = 10, c = 2,20, d =2.40, e =2,35 sehingga didapat nilai Fd = 34,75 m2 Vd = 0.15 m/det Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 6,95 m3/det Penampang IV Dimana b = 10, c = 2,40 d =2,35, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 23,75 m2 Vd = 0.09 m/det Qd4 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 4,28 m3/det Q total Minggu IV = 3.78 + 6.27 + 6.95 + 4.28 = 14.97 m3/det Debit Sungai Bulan September = Q total Minggu II + Q total Minggu IV 2 = 13.62 m3/det = 13.62 x 10 3 dm3/det 73 Lampiran 4 Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk ke laut Besarnya logam berat yang masuk ke laut dihitung berdasarkan debit sungai dan konsentrasi logam berat yang di dapatkan di dalam sungai dengan persamaan berikut : BP = Q x Ci Keterangan : BP : Beban pencemar logam (kg/det) Q : debit sungai (m 3 /det) Ci : konsentrasi logam ke-i (gr/l) Dimana nilai konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang di pakai dalam perhitungan Pb (1,55. 10 -6 gr/l), Cd (0,9. 10-6 gr/l), Cu (7,05.10 -6 gr/l) dan Zn (19,65. 10-6 gr/l).Sedangkan debit sungai (Q) sebesar 13,62 m3/det. Logam Pb = 13.62 x 10 3 dm3/det x 1,55 x 10-6 gr/l = 0,021 gr/det Logam Cd = 13.62 x 103 dm3/det x 0,9 x 10-6 gr/l = 0,012 gr/det Logam Cu = 13.62 x 103 dm3/det x 7,05 x 10 -6 gr/l = 0,096 gr/det Logam Zn = 13.62 x 10 3 dm3/det x 19,65 x 10-6 gr/ = 0,268 gr/det 74 Lampiran 5 Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan kandungan logam berat dalam sedimen Logam Pb Pb dalam Sedimen (ppm) 16 y = 0,2074x - 0,1982 R2 = 0,8735 14 12 10 8 6 4 2 0 0 20 40 60 80 Bahan Organik (%) Cd dalam Sedimen (ppm) Logam Cd 0,14 y = 0,0025x - 0,0715 R2 = 0,8597 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0 20 40 60 80 60 80 Bahan Organik (%) Cu dalam Sedimen (ppm) Logam Cu 60 y = 0,5393x + 17,1 R2 = 0,8984 50 40 30 20 10 0 0 20 40 Bahan Organik (%) 75 Lanjutan Zn dalam Sedimen (ppm) Logam Zn 200 150 100 y = -0,3062x + 145,05 R2 = 0,0292 50 0 0 20 40 Bahan Organik (%) 60 80 76 Lampiran 6 Analisa logam berat terlarut dalam air laut, dalam seston dan dalam sedimen (Hutagalung, 1997) Penentuan Pb Cd, Cu dan Zn terlarut dalam air laut : 1. Diambil sampel air laut sebanyak 250 ml (contoh air laut telah di saring dengan kertas saring (ukuran pori 0,45 µm)) 2. pH contoh disesuaikan menjadi ± 3 3. Sampel ditambahkan larutan APDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok selama 10 menit. 4. Kemudian di tambah 10 ml MIBK 5. Sampel dikocok lagi dan dibiarkan sampai terbentuk 2 fase 6. Fase an organik (lapisan bawah) di buang dan diambil fasa organiknya (lapisan atas) 7. Fasa organik ini di tambahkan HNO 3 sebanyak 1 ml dan dikocok kembali 8. Kemudian di tambah 9 ml aquabidest dan dikocok 9. Sampel dibiarkan sampai terbentuk dua fasa. 10. Diambil fasa an organiknya (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS Analisis logam berat dalam sedimen 1. Sampel sedimen dimasukkan dalam beker teflon atau plastik. 2. Dikeringkan dalam oven pad a suhu 105 0C selama 24 jam. 3. Didinginkan dalam desikator. 4. Diambil 10 – 20 gr, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambah 500 ml air suling bebas ion dan diaduk. Disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 2000 rpm. 5. Fase air dibuang dan dikeringkan kembali dalam oven dengan suhu 1050C selama 24 jam. 6. Diambil 1 gr dan dimasukkan dalam teflon Bomb. 7. Ditambah aqua regia sebanyak 5 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 6 ml HF. 8. Dipanaskan pada suhu 130 0C sampai semua sedimen larut dan larutan hampir kering. 9. Didinginkan pada suhu ruang. 77 Lanjutan 10. Ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan dan ditambah 9 ml air suling bebas ion. 11. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Kadar logam berat dalam sedimen dihitung dengan persamaan : Kadar, ppm (mg/kg) = axb c Keterangan : a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (10 ml) c = Berat contoh sedimen (1 gr) Analisis logam berat dalam seston 1. Contoh seston (bersama kertas saring) dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 24 jam. 2. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya 3. Dimasukkan dalam “teflon bomb ” dengan menggunakan pinset teflon 4. Ditambah aqua regia sebanyak 1 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 1 ml HF. 5. Dipanaskan melalui penangas air pada suhu 90 – 1000C dan didinginkan 6. Larutan contoh dimasukkan dalam labu ukur polietilen (25 ml) yang telah berisi campuran 5 ml asam borat dan 5 ml air suling bebas ion. Air pembilas digabung dengan larutan contoh. 7. Diencerkan sampai batas tera dengan air suling bebas ion. 8. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Kadar logam berat dalam seston dihitung dengan persamaan : Kadar, ppm (µg/g) = axb c−d Keterangan : a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (25 ml) c = Berat kertas saring dengan seston (gr) d = Berat kertas saring tanpa seston (gr) 78 Lampiran 7 Analisa oksigen terlarut (titrasi Winkler) 1. Isi penuh botol BOD ukuran 100 ml dengan air contoh 2. Tambahkan 1 ml MnCL2 dan tutuplah botol BOD dan ratakan campuran dengan membalikkan botol berulang-ulang 3. Tambahkan 1 ml Naoh?KI, kemudian tutuplah botol dan ratakan campuran dengan membalikkan botol berulang-ulang. 4. Tambahakan 1 ml H2SO4 dan ratakan campuran dengan membalikkan botol berulang-ulang setelah botol ditutup 5. Ambil 50 ml air dari botol dan tuangkan dalam erlemeyer ukuran 100 ml 6. Titrasi dengan Na2S 2O3 sampai terjadi perubahan warna kuning menjadi kuning pucat , lalu tambahkan satu tetes amilum dan teruskan titrasi sampai terjadi perubahan warna biru menjadi tidak berwRN (catat volume total Na2S2O3 sebelum dan sesudah titrasi) 7. Hitung konsentrasi oksigen dengan rumus : Kadar O2 (mg/l) = VxNx8 x1000 v Dimana : V= volume Na2S2O3 (ml); N= konsentrasi Na2S2O3 (0.025N) v = volume sampel yang dititrasi 79 Lampiran 8 Analisa material organik dalam sedimen (metode pengabuan) dan analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi Material organik dalam sedimen Sampel sedimen sebanyak 10 gram di anginkan dengan cawan arloji selama 24 jam setelah itu dipanaskan selama ± 1 hari sampai suhu 80 0 C untuk mengetahui kadar air. Emudian dipanaskan lagi pada suhu 600 0C di dalam tanur sampai mencapai berat konstan dan diperoleh kadar bahan organik. Analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi 1. Diambil contoh air sebanyak 50 ml dan dimasukkan dalam erlemeyer. 2. Ditambah 9,5 ml KMNO 4 dan 10 ml H2SO4 3. Dopanaskan sampai suhu 70 –80 0C, dan ditambah Natrium Oksalat 0,01 dengan pelan-pelan sampai tak berwarna 4. Dititrasi dengan KMNO 4 0,01 sampai terjadi perubahan warna (merah jambu) dan dicatat volume titran yang dipakai (X ml) 5. Diambil 50 ml aquades dan dilakukan prosedur 1 – 6 dan catat titran yang dipakai (Y ml). 6. Kandungan TOM dihitung dengan persamaan : TOM (mg/l) = ( X _ Y ) x31.6 x0.01x1000 mlcontohair Dimana : 31,6 = seperlima dari BM KMNO 4 karena tiap mol KMNO 4 melepaskan oksigen dalam reaksi ini 0,01 = Normalitas KMNO 4 80 Lampiran 9. Nilai salinitas pada saat pasang dan surut. Nilai salinitas (0/ 00) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat pasang Stasiun St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 0 cm 0 10 14 26 28 28 31 Kedalaman 30 cm 60 cm 2 5 17 25 26 30 30 30 30 30 30 30 31 31 90 cm 10 30 30 30 31 Nilai salinitas (0/ 00) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat surut Stasiun St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 0 cm 0 5 10 15 20 28 31 Kedalaman 30 cm 60 cm 0 0 5 15 10 20 20 25 25 30 30 30 31 31 90 cm 0 20 25 30 31