BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berlangsung dalam konteks hubungan manusia yang bersifat multi dimensi, baik dalam hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya. Adapun pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual kegamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Ruang pendidikan sendiri terdapat banyak bidang, termasuk di dalamnya bidang matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki arti yang luas. Menurut Ruseffendi (2006 : 260), mengatakan bahwa matematika dapat didefinisikan sebagai ratunya ilmu (Mathematics is the Quenn of the Sciences), sebagai bahasa, ilmu deduktif, sebuah ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi, dan sebagai pelayan ilmu. Dengan demikian matematika merupakan ilmu yang sangat penting untuk diajarkan kepada siswa di sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Seperti yang tertuang pada peraturan menteri pendidikan nasional tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang tujuan pembelajaran matematika di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2 (KTSP) diantaranya adalah (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Terwujudnya beberapa tujuan pembelajaran matematika sekolah diatas, seperti berpikir luwes, berpikir akurat, generalisasi, mengkomunikasi gagasan, dan lain-lainnya, bergantung terhadap sistem pembelajaran yang dirancang oleh guru di dalam kelas. Beberapa poin tersebut menjadi relevan jika dipandang dari aspek kreativitas, terutama kreativitas dari segi kognitif atau berpikir. Hal ini karena kemampuan berpikir kreatif mempunyai beberapa indikator yang mampu mewujudkan beberapa tujuan umum matematika di atas. Indikatorindikator tersebut meliputi; berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, memperinci, dan mengevaluasi. Kemampuan berpikir kreatif seharusnya sudah tertanam sejak masa kanak-kanak, baik dalam beraktivitas maupun berpikir, baik dalam ruang pendidikan formal maupun non-formal. Karena kemampuan berpikir kreatif yang 3 tinggi akan memunculkan banyak karya dan gagasan unik dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Jellen dan Urben (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 303) mengungkapkan penelitiannya, bahwa anak-anak Indonesia merupakan yang rendah kreatifitasnya diantara delapan negara yang diteliti, ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan tempat mereka hidup. Termasuk juga dalam belajar matematika, stigma yang masih beredar dalam dunia pendidikan, mayoritas siswa masih banyak meniru cara berpikir gurunya dalam menyelesaikan persoalan matematis. Hal ini menyebabkan kreativitas berpikir siswa sekaligus menghambat perkembangan keilmuan matematika di Indonesia. Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kreatif siswa untuk belajar matematika secara bermakna, maka pembelajaran matematika bergantung pada imajinasi seorang guru dalam mendidik siswa. Keterlibatan siswa secara aktif mutlak diperlukan dalam pembelajaran matematika. Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Bandung merupakan sebuah sekolah yang saat ini ikut berkontribusi positif dalam memajukan pendidikan di Indonesia, termasuk didalamnya bidang matematika, namun ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam sistem pembelajaran di sekolah tersebut. Berdasarkan observasi dan wawancara kepada Ibu Leni Julaeni, S.Pd selaku guru matematika SMPN 18 Bandung pada hari Sabtu, 1 Februari 2014 mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki dari sistem pembelajaran matematika di sekolah tersebut, guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. Kenyataan ini mencerminkan bahwa ternyata para guru matematika masih memiliki kelemahan dalam hal metode mengajar matematika. Guru masih sebagai pusat belajar (Teacher Centered Learning) 4 dimana siswa biasanya mendengarkan materi dan diberi contoh soal sehingga siswa kesulitan mengembangkan konsep matematikanya. Akibatnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tidak berkembang secara semestinya. Selain itu menurut Ibu Leni Julaeni, S.Pd penggunaan media pembelajaran yang dipakai di kelas masih berupa buku paket dan LKS, sehingga dibutuhkan media yang lebih menarik agar siswa tidak merasa jenuh. Beberapa catatan permasalahan dalam sistem pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 18 Bandung tersebut, berdampak kurang terwujudnya beberapa tujuan umum pembelajaran matematika. Metode pembelajaran konvensional dan media yang kurang variatif membuat siswa lebih banyak mencatat dan cenderung merasa bosan. Hal tersebut berimplikasi terhadap kurangnya motivasi belajar, minimnya penguasaan konsep, dan tidak berkembangnya berpikir kreatif siswa. Idealnya, siswa sebaiknya termotivasi dengan baik, penguasaan konsep juga baik, dan siswa lebih kreatif dalam mengembangkan pola pikirnya. Faktor paling dominan yang muncul ketika observasi adalah kemampuan berpikir kreatif. Sehingga skenario pembelajaran konvensional menjadi kurang maksimal dalam mencapai tujuan umum pembelajaran matematika di atas. Setelah mencermati permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal di atas, maka guru perlu menciptakan kondisi pembelajaran yang memberikan kesempatan yang sangat terbuka untuk berpikir, beraktivitas, dan memberdayakan siswa dalam menemukan dan mengembangkan ide matematika yakni dengan memandang bahwa siswa bukan objek belajar melainkan subjek belajar. Salah satu solusi alternatif dari permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan di atas adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe 5 Student Teams Achievement Division (STAD) berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika. Menurut Slavin (Majid, 2013: 184) Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) “merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang menggunakan pendekatan kooperatif”’. Guru akan menggunakan model STAD untuk mengajarkan informasi kepada siswa melalui pembelajaran verbal maupun tertulis. Model pembelajaran STAD ini juga akan dibantu dengan media yang membuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran, yaitu komik. Sehingga kesan negatif terhadap matematika yang cenderung serius dan membosankan terminimalisir. Komik yang digunakan berupa komik strip, memungkinkan siswa lebih mudah berinteraksi dengan materi pelajaran. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantuan Media Komik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP”. B. Perumusan dan Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 6 2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik? Karena keterbatasan penulis dalam penelitian ini, dan Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut: (1) materi pelajaran dalam penelitian ini adalah segitiga, (2) variabel terikat yang diamati adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, (3) penelitian dilaksanakan di kelas VII semester genap tahun ajaran 2013-2014 SMP Negeri 18 Bandung. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru, sebagai informasi bagi guru bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 7 2. Bagi siswa, jika respon siswa positif terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika maka siswa akan lebih aktif dan termotivasi. 3. Bagi sekolah, menjadikan salah satu pertimbangan bagi guru-guru mata pelajaran lain untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran sehari-hari. 4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas. 5. Bagi peneliti lain, jika hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya suatu pembelajaran yang kondusif, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam penelitian ini. E. Penjelasan Istilah 1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran dimana siswa mempresentasikan atau menyampaikan ide kepada siswa lainnya. 2. Media Komik adalah media bercerita sebagai hiburan untuk menghibur pembacanya namun digunakan juga sebagai media untuk mendidik yang dipandang efektif untuk mengembangkan kreativitas dalam bidang komunikasi visual. 3. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa dalam keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil , keterampilan menguraikan dan keterampilan menilai. 8 F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Guru mampu melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika. 2. Materi bangun datar segitiga cocok digunakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik. 3. Jika pembelajaran matematika dilakukan dengan bantuan media komik, maka siswa akan terbiasa mengembangkan imaginasinya. G. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional”. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA H. Belajar dan Pembelajaran Matematika Menurut Witherington (Sukmadinata, 2011: 155) ‘belajar adalah perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan’. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Crow dan Hilgrad (Sukmadinata, 2011: 155) bahwa ‘belajar adalah diperolehnya kebiasaankebiasaan pengetahuan dan sikap baru’, sedangkan menurut (Hamalik, 2009) “belajar adalah suatu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan”. Belajar bersifat internal dan unik, artinya antara satu siswa dengan siswa lainnya berbeda. Sementara pembelajaran adalah kegiatan yang bersifat eksternal atau rekayasa. Sedangkan pengertian dari pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik. Di dalam suatu proses pembelajaran terjadi interaksi diantara guru dan siswa. Guru dan siswa merupakan subjek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif. Guru berperan sebagai komunikator, siswa berperan sebagai komunikan dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Sehingga dalam pembelajaran terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru, sumber atau fasilitas dan teman-teman sesama siswa. Hudojo (Wijayanti, 2013: 14) menyatakan bahwa, ‘Seorang yang dikatakan belajar matematika, apabila pada diri orang tersebut terjadi sesuatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan 10 tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, seperti perubahan dari tidak tahu suatu konsep menjadi tahu dan mampu menggunakannya dalam mempelajari materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari’. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran matematika tidaklah cukup bila hanya memberikan tekanan pada keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal saja, tetapi penekanan tersebut diberikan pada nalar dan sikap siswa terbentuk untuk kehidupan nyata. Menurut Soejadi dan Moesono (Ihsan, 2012: 21) mengatakan bahwa, ’Pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap dan menumbuhkan kemampuan menggunakan atau menetapkan matematika’. Pembelajaran matematika itu dimaksudkan untuk menata nalar seorang individu dan pembelajaran matematika tidaklah bisa cukup dengan hanya memberikan penekanan keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal saja. Melainkan harus diberikan bagaimana cara siswa menata nalar dan sikap siswa yang dibentuk dalam kehidupan nyata. Bastaman dalam (Wijayanti, 2013: 15) mengatakan bahwa ‘akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelejensi’. Dijelaskan dalam surah AnNahl ayat 78 dengan kata af idah . Menurut Quraish Sihab af idah “daya nalar” yaitu potensi atau kemampuan berpikir logis, kata lain “akal”, sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir af idah berarti akal yang menurut sebagian orang tempatnya berada pada jantung (qalb) sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa af idah terdapat dalam otak, Dalam kontek terakhir ini, akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkan pada pemikiran yang logis dan irasional. Bedasarkan uraian di atas, jadi jelas bahwa seorang guru harus dapat mengaktifkan siswa dalam setiap pembelajaran matematika. Proses pembelajaran 11 harus melibatkan peran serta siswa, supaya siswa belajar aktif dan menyenangi pelajaran matematika. B. Kemampuan Berpikir Kreatif 1. Pengertian Berbicara kreativitas, banyak hal yang mesti dipahami karena kreatifitas menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) maupun kecerdasan spiritual (SQ). Menurut Hurlock dalam (Sudarma, 2013: 18) “kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan baru”. Sedangkan Menurut Jim Wheeler (Sudarma, 2013) berpikir kreatif adalah ‘menggunakan keterampilan berpikir untuk membuat hubungan yang baru dan berguna untuk membuat sesuatu yang baru, unik dan berbeda dari sesuatu yang lama’ . Adapun pendapat lain Menurut Drevdahl di dalam (Haryono, 2011: 27) berlandaskan pada pemikiran-pemikiran populer mendefinisikan : ‘Kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imaginasi atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubugan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan , bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni, kesusastraaan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat procedural atau metodologis’. Sedangkan menurut pakar kreativitas dan keterbakatan di Indonesia, Utami Munandar dalam (Haryono, 2011: 27) memahami kreativitas sebagai 12 pemikiran divergen yang menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah, jarang diukur. Maka dari itu dengan perpaduan keempat pendapat di atas, kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menemukan ide-ide terbaru dan belum pernah dipikirkannya sendiri bahkan orang lain, dengan mencoba berbagai kemungkinan melalui imaginasi dan asosiasi yang mungkin dia ciptakan. 2. Karakteristik Berpikir Kreatif Kreativitas bisa dibedah dari dua aspek, yaitu aspek kognitif (aptitude) dan aspek afektif (non-aptitude). Penelitian ini membedah kreativitas dari aspek kognitif (aptitude), dengan kata lain kreativitas berpikir. Adapun unsurunsur karakteristik berpikir kreatif menurut Guilford (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 297) adalah sebagai berikut : a. Kelancaran (fluency) , yaitu kemampuan menghasilkan gagasan. b. Keluwesan (Fleksibility), yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai pemecahan masalah. c. Keaslian (originality), yaitu kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli dan tidak klise d. Penguraian (elaboration) yaitu kemampuan mengemukakan segala sesuatu segala rinci e. Perumusan kembali (evaluation) yaitu kemampuan untuk meninjau kembali suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah dikemukakan dan diketahui banyak orang Sedangkan Alvino (Kosasih, 2011: 17) mengemukakan empat komponen utama yang menjadi ciri berpikir kreatif yakni 1) Fluency 13 (Kelancaran), 2) Flexibility (luwes), 3) Originality (keaslian) dan 4) Elaboration (elaborasi). Masing-masing keterampilan tersebut memiliki ciri yang lebih spesifik sebagai berikut : Keterampilan berpikir lancar ( fluency ) memiliki ciri-ciri : 1) Melahirkan banyak ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah, (2) Memberikan banyak jawaban terhadap suatu pertanyaan, (3) Memberikan banyak cara dalam melakukan berbagai hal dan (4) Bekerja dengan benar, lebih cepat dan lebih banyak dari pada orang lain. Keterampilan berpikir luwes (flexibility) memiliki ciri-ciri (1) Menghasilkan gagasan atau jawaban suatu pernyataan yang bervariasi, (2) Melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan (3) Menyajikan suatu gagasan dengan cara yang berbeda-beda. Keterampilan berpikir orisinal (originality) memiliki ciri ciri : 1) Memberikan jawaban yang baru atau jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam suatu pertanyaan, dan (2) Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Keterampilan memperinci (elaboration) memiliki ciri-ciri : (1) Mengembangkan gagasan orang lain, dan (2) Memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut. Adapun menurut Utami Munandar (Haryono, 2011: 30) adalah sebagai berikut: (1) Keterampilan Berpikir Lancar memiliki ciri-ciri (a) Mencetuskan banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah dan (b) Memberikan banyak cara untuk melakukan berbagai hal. (2) Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibel) memiliki ciri-ciri (a) Menghasilkan banyak gagasan dan jawaban yang bervariasi dan (b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. (3) Keterampilan Berpikir Orisinil memiliki ciri-ciri (a) Mampu 14 melahirkan ungkapan yang baru dan unik (b) Memikirkan cara yang yang tidak lazim untuk mengungapkan diri .(4) Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi) memiliki ciri-ciri (a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan dan (b) Menambahkan atau memperinci sehingga menjadi lebih menarik. (5) memiliki ciri-ciri (a) Menentukan detil-detil dari suatu gagasan Keterampilan Menilai (Mengevaluasi) patokan penilaian sendiri dan (b) menentukan apakah suatu pertanyaan atau gagasan benar atau tidak. Berdasarkan uraian diatas, kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan yang memiliki aspek 1) Kelancaran ( fluency ) yaitu kemampuan menghasilkan gagasan, 2) Keluwesan (fleksibility), yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai pemecahan masalah, 3) Keaslian (originality), yaitu kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli dan tidak klise, 4) Penguraian (elaboration) yaitu kemampuan mengemukakan segala sesuatu yang rinci, dan 5) Perumusan kembali (evaluation) yaitu kemampuan untuk meninjau kembali suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah dikemukakan dan diketahui banyak orang. C. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Majid (2013 : 13), mengungkapkan bahwa “Model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya”. Oleh karena itu, model pembelajaran merupakan rencana yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, pedoman untuk menentukan perangkat- 15 perangkat pembelajaran yang membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Sedangkan menurut Slavin (Warsono dan Hariyanto, 2012 : 175), ‘Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengacu kepada bermacam jenis metode pengajaran dalam, di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari bahan ajar’. Guru sudah tidak asing lagi dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif identik dengan berdiskusi, siswa belajar secara bersamasama dalam kelompok untuk bertukar informasi dan mengemukakan pendapatnya. Ketika berkelompok, setiap siswa harus bisa saling menghargai pendapat temantemannya. Apabila ada kekurangan, maka yang lainnya melengkapi kekurangan tersebut. Sehingga siswa memiliki tanggung jawab belajar untuk diri sendiri dan membantu (melengkapi) kekurangan sesama anggota kelompok untuk belajar. Beberapa ciri atau karakteristik dari pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013 : 176) yaitu: 1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen) 3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin berbeda 4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Ketika pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi di antara para siswanya. Suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan 16 kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama. Abdulhak (Isjoni, 2012) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kooperatif yaitu; (1) Merumuskan secara jelas apa yang harus di capai peserta belajar; (2) Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang paling tepat; (3) Menjelaskan secara detail proses pembelajaran kooperatif yaitu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang diharapkan; (4) Memberikan tugas yang paling tepat dalam pembelajaran; (5) Menyiapkan bahan belajar yang memudahkan peserta belajar dengan baik; (6) Pengelompokkan siswa dalam pembelajaran berfungsi sebagai wadah penampung informasi dari setiap anggota ; (7) Mengembangkan sistem pujian untuk kelompok atau perorangan peserta belajar; (8) Memberikan bimbingan yang cukup kepada peserta belajar; (9) Menyiapkan instrumen penilaian yang tepat; (10) Mengembangkan sistem pengarsipan data kemajuan peserta belajar baik perseorangan maupun kelompok; (11) Melaksanakan refleksi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang mengutamakan kegiatan belajar kelompok-kelompok kecil dengan anggota empat sampai enam orang, bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. D. Model Pembelajaran Student Achievement Divission (STAD) Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (Majid, 2013) merupakan ‘pembelajaran kooperatif yang paling 17 sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif’. Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks. E. Media Komik 1. Media Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub). Menurut Web Dictionary dalam (Anitah, 2010: 4) “media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal”. Sedangkan Smaldino (Anitah, 2010: 5) mengatakan bahwa “media adalah suatu 18 alat komunikasi dan sumber informasi”. Ada lagi yang mengatakan bahwa “media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah yang membutuhkan terjadinya suatu hubungan dan membedakan antara media komunikasi dan alat bantu komunikasi menurut Bretz” (Anitah, 2010: 5) Oleh karena itu media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Klasifikasi media dibagikan menjadi tiga yaitu media visual, media audio dan media audio visual Sedangkan media pembelajaran visual terbagi menjadi 2 macam yaitu media yang materinya diproyeksikan seperti OHP, LCD, dan media visual yang materinya tidak diproyeksiakn seperti, foto, grafis, model, dan realita. Fokus pembahasan disini adalah media grafis yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Dimana pesan dituangkan melalui lambang atau simbol komunikasi visual. Selain itu, tujuan lebih spesifik dari media grafis adalah untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam (Haryono, 2011: 20). Media Grafis sendiri meliputi media bagan, media kartun, karikatur, gambar atau foto yang terakhir adalah komik. 2. Komik Asal mula komik terdeteksi jauh sebelum abad ini, sejak sebuah karya seni gambar yang berupa naskah pada zaman colombus yang ditemukan oleh Cortes sekitar tahun 1519. Namun tidak ada kepastian pada satu titik tertentu kapan komik dideklarasikan sebagai komik. Maka dari itu sejauh analisis Scoot 19 McCloud mengenai komik, mendefinisikan komik secara akurat dan terbaik adalah dengan definisi yang sangat luas. Scoot Mc Cloud (Haryono, 2011: 21) mendefinisikan komik sebagai ‘gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi dalam urutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya’. Definisi tersebut berarti tidak ada batasan, harus terbuat dari pensil tinta manual atau sofware komputer, memilih gambar macam apaupun juga diperbolehkan, baik itu seni representrasional realistis atau kartun sederhana, dan dalam bentuk komik buku atau komik strip. Mengapa media komik? menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam (Haryono, 2011: 21) ‘media komik bersifat menyenangkan, jelas, mudah dipahami dan mempunyai alur yang sistematis dalam menguraikan tahap-tahap pesan yang terdapat didalamnya’. Peranan pokok dari komik sendiri adalah kemampuannya menciptakan minat peserta didik. Penggunaan komik sebaiknya dipadu dengan metode mengajar yang baik agar dapat membimbing selera yang menarik pada peserta didik terutama minat baca mereka. Penelitian Penelitian ini menggunakan media komik sebagai perantara antara siswa dengan pelajaran matematika yang lebih cenderung serius dan membuat siswa merasa bosan. Sehingga siswa diharapkan lebih apresiatif dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu komik yang digunakan berupa komik strip, yaitu komik yang hanya terdiri beberapa lembar saja dengan muatan gambar-gambar familiar agar terlihat lebih menyenangkan dan sederhana bagi siswa. Sehingga tidak membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan terlihat simpel. 20 F. Pembelajaran Konvensional Menurut Djamarah (Ahmatika, 2010: 15), Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Secara umum ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Prismawati (Ahmatika, 2010: 15), adalah (a) siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsikan sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki keluaran sesuai dengan standar; (b) belajar secara individual; (c) pembelajaran sangat abstrak dan teoritis; (d) perilaku dibangun atas kebiasaan; (e) kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final; (f) guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran; (g) perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 21 Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi (1991 : 290), ”metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita gunakan pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan dan siswa disuruh mengerjakannya. Dalam penelitian ini kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ekspositori. G. Pembelajaran Model STAD berbantuan Media Komik pada Materi Segitiga Penulis menyajikan materi segitiga disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran STAD berbantuan media komik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Secara garis besar materi disajikan dalam bentuk komik dan untuk memperjelas materi tersebut disajikan dalam bentuk LKS (Lembar Kegiatan Siswa) yang disesuaikan dengan buku sumber paket Matematika kelas VII (Nuharani dan Wahyuni, 2008) dan (Wantarti, 2008) Gambar 2.1 Segitiga Gambar 2.1 merupakan bangun datar segitiga. Segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh dua tiga buah sisi dan mempunyai tiga buah titik sudut. Sisi AB merupakan sebuah alas segitiga. Alas segitiga merupakan salah satu sisi dari suatu segitiga sedangakan tinggi segitiga adalah garis tegak lurus dengan sisi dan alas melalui titik sudut yang berhadapan dengan sisi alas. Pada materi segitiga ini sub 22 pokok bahasan yang akan dibahas adalah jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisinya, jenis- jenis segitiga berdasarkan besar sudutnya, sifat-sifat segitiga istimewa , ketaksamaan segitiga, jumlah sudut pada segitiga, mencari keliling dan luas segitiga. Materi segitiga yang akan disajikan dalam bentuk LKS, disesuaikan dengan langkah-langkah pada model pembelajaran STAD berbantuan media komik. Menurut Slavin (Majid, 2013:185) ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif model STAD, berikut langkah-langkah model STAD berbantuan media komik yang sudah disesuaikan dengan materi, diantaranya sebagai berikut : 1. Penyajian Kelas: penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagikan komik yang bermuatan materi. Materi difokuskan pada konsepkonsep dari materi yang dipelajari oleh siswa. Berikut gambar komik pertemuan pertama yang dibuat Kan Kohornen (2011) dan dikembangkan oleh penulis. Gambar 2.2 Komik Pertemuan Pertama 23 Gambar komik pertemuan kedua berasal dari buku sumber Why? Happy Math 4 Hong Sun-Ho, et.al (2009) dan gambar komik pertemuan ketiga berasal dari buku sumber sumber Why? Happy Math 5 Kim Tae-Wan, et.al (2009). Lebih lengkapnya, komik pada pertemuan pertama sampai terakhir terdapat pada lampiran 1.3. Gambar 2.3 Komik Pertemuan Kedua dan Keempat Pada tahap ini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti kegiatan diskusi. Pertemuan pertama mengenai pengertian segitiga, jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya. Pertemuan kedua mengenai sifat-sifat segitiga istimewa dan jumlah sudut pada segitiga. 24 Pertemuan ketiga mengenai ketidaksamaan segitiga dan menentukan hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga. Pertemuan Keempat mengenai keliling dan luas segitiga. 2. Menetapkan siswa dalam kelompok: Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Pada tahap kegiatan kelompok ini Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Berikut materi pada LKS pertemuan pertama yang dibagikan pada siswa . Sub Pokok Bahasan: Jenis – Jenis segitiga ditinjau dari Panjang Sisinya dan besar sudutnya. Berdasarkan segitiga berikut : Gambar 2.4 Jenis-Jenis Segitiga a. Sebutkan segitiga yang memiliki dua sisi sama panjang, ketiga sisi sama panjang dan ketiga sisinya tidak sama panjang. Apa yang dapat kalian simpulkan? 25 b. Sebutkan segitiga yang memiliki sudut 900 , segitiga yang memiliki sudut lancip dan segitiga yang memiliki sudut tumpul . Apa yang dapat kalian simpulkan? LKS Pertemuan Kedua: Perhatikan gambar di bawah ini, Gambar di situ menunjukkan pengubinan segitiga sama sisi, dengan panjang sisi masing-masing 1cm. Tentukan banyak segitiga sama sisi yang panjangnya! a. 1 cm b. 3 cm c. 2 cm Gambar 2.5 Segitiga LKS Pertemuan Ketiga: a. Buatlah sebarang segitiga . Namailah dengan segitiga ABC. Sisi di hadapan A, berilah nama sisi a. Sisi di hadapan B, berilah nama sisi b. Demikian pula dengan sisi C b. Ukurlah panjang masing-masing sisinya. c. Jumlahkan panjang sisi a dan b. Kemudian, bandingkan dengan panjang sisi c. Manakah yang lebih besar? d. Bandingkan pula panjang sisi a+c dengan panjang sisi b. Manakah yang lebih besar ? e. Demikian pula, bandingkan panjang sisi b + c dengan panjang sisi a. Mana yang lebih besar ? f. Apa yang dapat kalian simpulkan dari kegiatan tersebut? Diskusikan dengan temanmu! Kesimpulan : Gambar 2.6 Kegiatan LKS Pertemuan Ketiga 26 LKS Pertemuan Keempat : Gambar 2.7 Kegiatan LKS Keempat Untuk lebih lengkapnya Lembar Kegiatan Siswa pada pertemuan pertama sampai terakhir terdapat pada lampiran 1.4. 3. Tes dan Kuis :Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok. 4. Skor peningkatan individual : berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. 27 5. Pengakuan kelompok : Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru. Untuk sub pokok selanjutnya penyajian materi ke dalam LKS sama halnya dengan materi jenis-jenis segitiga yang disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran STAD. Dari langkah-langkah pembelajaran di atas, pada pelaksanaan model pembelajaran STAD berbantuan media komik tidak akan terlaksana jika siswa tidak menggunakan fasilitas yang sudah Allah SWT berikan pada manusia. Allah SWT sudah memberi banyak fasilitas kepada manusia agar manusia dapat belajar memahami dengan sebaik-sebaiknya. Beberapa fasilitas diantaranya pendengaran, penglihatan dan indera yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT (An-Nahl: 78): “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. H. Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penilaian yang dilakukan dengan peneliti yaitu : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Haryono (2011), mengenai efektivitas pembelajaran matematika berbasis mind maps method dengan menggunakan 28 media grafis komik dalam meningkatkan kreativitas berpikir siswa kelas vii smp Muhammadiyah 3 Depok Sleman. Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika berbasis mind maps method dengan menggunakan media grafis komik lebih efektif meningkatkan kreativitas berpikir siswa dalam dibandingkan. pembelajaran konvensional. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Widia Nurhidayati (2013), mengenai Implementasi Model Laps (Logan Avenue Problem Solving) – Heuristik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran Laps lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Susi Alianawati (2009), mengenai meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model STAD dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Karena siswa menganggap bahwa pembelajaran dengan metode seperti ini memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan tingkat kecep 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan penelitian pendidikan adalah menentukan pendekatan penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini sebagai pendekatan positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Disebut kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2012: 11). Pendekatan kuantitatif dapat digunakan jika: (a) masalah penelitiannya sudah jelas, yaitu masalah yang dapat ditunjukan dengan data, baik hasil pengamatan sendiri maupun pencermatan dokumen; (b) peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas, tetapi tidak mendalam dari suatu populasi ; (c) peneliti ingin mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan terhadap subjek tertentu; (d) peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian; (e) peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan empirik dan dapat diukur; (f) peneliti ingin menguji terhadap adanya suatu keraguan tentang kebenaran pengetahuan, teori, produk atau kegiatan tertentu (Arifin, 2011: 16). Digunakan juga pendekatan kualitatif, karena pada proses pengumpulan data dilakukan angket dan observasi. Menurut Sugiyono (2012 : 13), “Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna”. 30 B. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam hal ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain Kelompok Kontrol Non-Ekivalen (Non-Equivalent Control Group Design). Menurut Ruseffendi (2010 : 53), desain kelompok kontrol non-ekivalen sebagai berikut: O O X O O Keterangan: = Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berbantuan Media Komik O = Pretest/Posttest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa - - - = Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak. X Dalam penelitian ini diperlukan dua kelompok siswa, yaitu kelompok pertama sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik, dan kelompok kedua sebagai kelas kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional. Sedangkan garis putus-putus dalam desain penelitian menunjukkan bahwa 31 kelompok treatment (kelas eksperimen) dan kelompok pembanding (kelas kontrol) tidak dikelompokkan secara acak. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2012: 61) mengatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 18 Bandung tahun ajaran 2013-2014. Pemilihan ini didasarkan karena SMP Negeri 18 Bandung merupakan salah satu sekolah yang telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan prinsip pembelajaran guru tidak lagi berperan sebagai sumber informasi dan pengetahuan melainkan guru sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa di SMP Negeri 18 Bandung tidak adanya kelas unggulan sehingga semua kelas dapat dikatakan memiliki kemampuan yang relatif sama dan bervariasinya kemampuan siswa dalam suatu kelas (heterogen). Untuk memudahkan dalam pengambilan data, maka diambil sebagian dari populasi yaitu yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi. Sugiyono (2012: 62) mengatakan, “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-3 sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan model STAD berbantuan media komik dan 32 siswa kelas VII-5 yang mendapatkan pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori sebagai kelas kontrol. Sampel tidak dipilih secara acak, tetapi peneliti menerima sampel seadanya. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perangkat Pembelajaran Perangkat pembelajaran merupakan alat yang digunakan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Perangkat pembelajaran ini digunakan dengan tujuan agar proses belajar mengajar dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Pada penelitian ini perangkat pembelajaran yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu: a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran yang merupakan pengembangan dari silabus dan sistem penilaian yang dibuat untuk setiap kali pertemuan (untuk satu atau beberapa sub pokok bahasan). RPP digunakan sebagai alat skenario dalam pembelajaran, dimana RPP ini menyajikan langkah-langkah dari metode atau model pembelajaran yang digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung. b. Komik Strip Komik ini berisi tentang grand tema dari materi pelajaran yang akan disampaikan. Sehingga siswa dengan membaca komik ini, secara tidak langsung mereka memahami konsep materi meski masih bersifat umum. 33 c. Lembar Kerja Siswa Lembar kerja siswa berisikan bahan ajar yang disertai masalah-masalah yang harus dipecahkan siswa baik secara individual maupun kelompok. LKS ini diharapkan dapat mendukung dalam pembelajaran model kooperatif tipe STAD berbantuan media komik. 2. Tes Tes yang digunakan adalah tes berpikir kreatif matematis yang berbentuk soal uraian, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tes ini dilakukan 2 (dua) kali, yaitu sebelum pembelajaran dengan model STAD berbantuan media komik (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan setelah pembelajaran dengan model STAD berbantuan media komik (posttest) untuk mengetahui pengaruh model STAD berbantuan media komik terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Pemilihan bentuk soal uraian pada tes ini bertujuan agar menimbulkan sifat kreatif pada diri siswa, dan untuk mengetahui proses siswa dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahiri dan Hafid (2011:32) keunggulan soal uraian dapat dilihat sebagai berikut: (a) digunakan untuk mengukur hasil belajar pada kemampuan tingkat tinggi, (b) lebih meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (c) mudah disiapkan atau disusun, (d) tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berspekulasi dan untunguntungan, (e) mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat secara tertulis. 34 3. Angket Siswa Angket pembelajaran berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap matematika. Menurut Taniredja dan Mustafidah (2012: 44) “angket (questionnaire) merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden”. Nasution (Taniredja dan Mustafidah. 2012: 44) mengatakan bahwa ‘keterangan yang diinginkan terkandung dalam pikiran, perasaan, sikap atau kelakuan manusia yang dapat dipancing melalui angket’. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, artinya alternatif jawaban telah disediakan dan subjek penelitian hanya tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang paling sesuai dengan pendapatnya. Bentuk angket siswa disusun dengan skala Likert yang mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Angket berisi pernyataan yang menunjukkan sikap dan minat siswa selama proses pembelajaran. Angket siswa yang dibuat ini menghendaki siswa untuk menyatakan responnya dalam bentuk: SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), atau STS (sangat tidak setuju). Angket ini diberikan kepada siswa kelas eksperimen saja, diakhir pembelajaran. Dalam skala Likert, responden diminta untuk membaca dengan seksama setiap pernyataan yang disajikan, kemudian dirinya untuk menilai penyataanpernyataan itu. Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan dan respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan media komik. Pengisian angket dilakukan setelah kegiatan pembelajaran seluruhnya selesai. 35 4. Lembar Observasi Menurut Sudjana (Taniredja dan Mustafidah, 2012: 47) observasi atau pengamatan adalah ‘alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun buatan’. Dengan kata lain, observasi digunakan untuk mengukur proses belajar. Pedoman observasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui atau memantau pelaksanaan pembelajaran agar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dirumuskan dan untuk melihat aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. E. Analisis Data Analisis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti setelah datadata yang diharapkan diperoleh. Pada penelitian ini terdapat beberapa hasil analisis yaitu analisis data uji coba instrument, analisis data hasil tes, analisis data lembar observasi dan analisis data angket. 1. Analisis Data Uji Coba Instrumen Menurut Ahiri dan Hafid (2011: 226) beberapa alasan mengapa diperlukan analisis terhadap uji coba instrumen adalah, (1) Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan setiap butir tes, (2) untuk memberikan informasi tentang spesifikasi butir tes secara lengkap, (3) untuk segera dapat diketahui kelemahan yang terkandung dalam butir tes, (4) agar dapat dijadikan acuan dalam menilai butir tes yang akan disimpan dalam bentuk bank butir, dan (5) memperoleh informasi tentang butir tes. Kemudian setelah data terkumpul dilakukan penganalisaan data 36 untuk mengetahui nilai validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran”. a. Menghitung Validitas Nilai validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah validitas seperangkat soal dan validitas butir soal. Validitas seperangkat soal dapat dilihat dari koefisien validitas soal, yang menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson dengan angka kasar (Arikunto, 2012: 87). Rumus yang dimaksud adalah sebagai berikut: Keterangan: = Koefisien korelasi antara dan = Banyaknya peserta test = Nilai hasil uji coba = Nilai pembanding (nilai rata- rata harian) Selanjutnya dilakukan penginterpretasian nilai koefisien ( ) yang diperoleh, untuk mengetahui tinggi, sedang dan rendahnya validitas instrumen yang dibuat. Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi (Arikunto, 2012: 89) disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai 0,80< 0,60 < 0,40 < 0,20 < 0,00 < Interpretasi 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 Sangat Tinggi Tinggi/Baik Sedang/Cukup Rendah/Kurang Sangat Rendah Sedangkan dalam penghitungan validitas butir soal, rumus yang digunakan sama seperti dalam penghitungan validitas seperangkat soal akan tetapi dikorelasikan 37 dengan skor total yang didapat. Berikut nilai validitas masing-masing butir soal yang lebih lengkapnya disajikan dalam Tabel 3.2 dan validitas banding pada Tabel 3.3 Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal Hasil Uji Coba Nomor soal 1 2 3 4 5 Interpretasi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 0,544 0,436 0,723 0,777 0,827 Tabel 3.3 Validitas Banding Instrumen Hasil Uji Coba Validitas Banding (Nilai Interpretasi 0.63582 Validitas Tinggi Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft Excel 2010, diperoleh nilai validitas seperangkat soal sebesar 0,63582 artinya bahwa soal tersebut mempunyai korelasi yang tinggi. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.2. b.Menghitung Reliabilitas Rumus dan kriteria untuk menentukan reliabilitas instrumen pada penelitian ini dipergunakan rumus Alpha - Cronbach (Arikunto, 2012: 122) sebagai berikut: Keterangan: = Koefisien reliabilitas = Banyaknya butir soal 38 = Jumlah varians skor setiap butir soal = Varians skor total Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas tes ini menggunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213) seperti pada Tabel 3.4 sebagai berikut: Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai 0,90 0,70 0,40 0,20 1,00 < 9,00 < 0,70 < 0,40 < 0,20 Interpretasi Reliabilitas sangat tinggi Reliabilitas tinggi Reliabilitas sedang Reliabilitas rendah Reliabilitas sangat rendah Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan bantuan Microsoft Exel 2010. Hasil dari analisis tersebut seperti pada Tabel 3.5 berikut: Tabel 3.5 Reliabilitas Instrumen Hasil Uji Coba r11 0,70 Interpretasi Reliabilitas Tinggi Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft Excel 2010, diperoleh nilai reliabilitas soal tes = 0,70 dengan interpretasi reliabilitasnya tinggi. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.3. c. Menghitung Daya Pembeda Ahiri dan Hafid (2011 : 230) menyatakan, ”Daya pembeda adalah kemampuan butir tes untuk membedakan siswa mampu dan kurang mampu”. Pembagian kelompok siswa mampu dan tidak mampu dapat diacu dari pendapat 39 Kelly dan Algina (Ahiri dan Hafid, 2011: 230) bahwa “indeks daya butir yang lebih stabil dan sensitif dapat dicapai dengan menggunakan 27 persen kelompok atas dan 27 persen kelompok bawah”. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda menurut Russefendi (1991: 199) adalah : Keterangan: DP = Daya pembeda = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah Sedangkan klasifikasi daya pembeda digunakan adalah klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2012: 232), yang akan disajikan dalam Tabel 3.6 dan diperoleh daya pembeda tiap butir soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang akan disajikan dalam Tabel 3.7, sebagai berikut: Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda Nilai DP 0,00 < DP ≤ 0,20 0,21 < DP ≤ 0,40 0,41 < DP ≤0,70 0,71 < DP ≤1,00 Interpretasi Jelek Cukup Baik Sangat baik Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal Hasil Uji Coba Nomor soal 1 2 3 4 5 DP 0,31 0,22 0,30 0,45 0,71 Interpretasi Cukup Cukup Cukup Baik Sangat Baik Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft Excel 2010 yang disajikan pada Tabel 3.7 dengan soal tes kemampuan berpikir 40 kreatif matematis siswa yang berjumlah 5 nomor soal diperoleh daya pembeda tiap butir soal dari nomor 1 sampai dengan 3 memiliki interpretasi cukup, sedangkan nomor 4 memiliki interpretasi baik dan nomor 5 memiliki interpretasi sangat baik . Sedemikian rupa sehingga tidak terdapat interpretasi daya pembeda jelek bahkan sangat jelek. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.4. d. Menghitung Tingkat Kesukaran Menghitung tingkat kesukaran (TK) bertujuan untuk mengetahui tingkah kesukaran tiap butir soal, dengan menggunakan rumus To (Sulastri, 2009: 32) sebagai berikut : Keterangan: TK = Tingkat kesukaran SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolah IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah pada butir soal yang diolah Adapun klasifikasi tingkat kesukaran yang digunakan adalah klasifikasi tingkat kesukaran menurut Arikunto (2012: 225), yang disajikan dalam Tabel 3.8 dan diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes komunikasi matematis yang disajikan dalam Tabel 3.9, sebagai berikut: Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran Nilai TK 0,00 < TK ≤ 0,30 0,31 < TK ≤ 0,70 0,71 < TK ≤1,00 Interpretasi Soal sukar Soal sedang Soal mudah 41 Tabel 3.9 Nilai Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Uji Coba Nomor Soal 1 2 3 4 5 TK 0,41 0,32 0,20 0,27 0,39 Interpretasi Sedang Sedang Sukar Sukar Sedang Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft Excel 2010 yang disajikan pada Tabel 3.9 dengan tes soal kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang berjumlah 5 nomor soal diperoleh nilai tingkat kesukaran tiap butir soal nomor 3 dan 4 memiliki interpretasi sukar, sedangkan nomor yang lainnya memiliki interpretasi sedang sehingga soal tidak terlalu sulit dan juga tidak terlalu mudah. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.4. Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat/indeks kesukaran yang telah dilakukan, penulis beranggapan bahwa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang diujikan layak untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian. Dalam rangka mengembangkan tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis ini, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Menyusun kisi-kisi tes sesuai indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. 2. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi yang telah ada 3. Membuat rubrik penilaian sesuai dengan soal yang telah ada 4. Menilai validitas isi dan validitas muka dari setiap soal 42 5. Menguji cobakan tes 6. Menghitung validitas, realibilitas, indeks kesukaran, dan data pembeda dari setiap soal yang telah diberikan. Untuk memperoleh data yang obyektif dari tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, terlebih dahulu ditentukan pedoman penskoran menurut (Kosasih, 2011) dan dikembangkan oleh penulis, untuk setiap butir soal sebagai berikut: Tabel 3.10 Panduan Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan Berpikir Kreatif Kelancaran ( fluency ) Reaksi terhadap Soal atau Masalah Skor Tidak mengemukakan jawaban. 0 Menjawab dengan gagasannya tetapi salah. 2 Menjawab dengan gagasannya tidak disertai alasan. 4 Lebih dari tiga jawaban benar. 6 Lebih dari tiga jawaban, disertai langkahlangkah pengerjaan lengkap dan jawaban benar. Tidak mengemukakan jawaban. 8 8 0 Menjawab tetapi mengarah pada jawaban salah jawaban. 4 Memberikan jawaban benar tetapi tidak disertai alasannya. 6 Keluwesan ( Flexibility ) 10 Menggolongkan hal-hal menurut kategori yang berbeda tetapi alasannya kurang tepat. Keaslian ( Origanility) Skor Maks Menggolongkan hal-hal menurut kategori yang berbeda dan alasannya tepat. Tidak mengemukakan jawaban. 8 10 0 15 43 Menjawab dengan cara biasa tanpa disertai penjelasan yang tepat. Kemampuan Berpikir Kreatif Penguraian ( Elaboration) Perumusan kembali ( evaluation) Menjawab dengan cara yang tidak biasa. Reaksi terhadap Soal atau Masalah 6 15 Skor Tidak mengemukakan jawaban 0 Jawaban dan rincian alasan keliru 3 Jawaban benar, rincian alasan keliru 8 Jawaban benar, rincian alasan benar. 12 Tidak mengemukakan jawaban. 0 Menjawab tetapi mengarah pada jawaban salah. 4 Menjawab dengan benar tetapi tidak disertai alasannya. 7 Menjawab sesuai dengan permasalahan tetapi alasannya kurang tepat 12 Menjawab sesuai dengan permasalahan dan alasannya tepat. Skor Maks 12 15 15 2. Analisis Data Hasil Tes Statistik yang digunakan adalah uji-t. Uji-t digunakan untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu analisis data hasil tes awal (pretest). Langkah-langkah analisis datanya sebagai berikut: a. Menghitung nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Menghitung simpangan baku kelas eksperimen dan kelas kontrol. c. Melakukan uji normalitas kepada kedua kelas tersebut. Jika normal dilanjutkan kepada uji homogenitas. Jika tidak normal, maka dilakukan uji statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney. 44 d. Melakukan uji homogenitas dua varians. Jika hasilnya homogen maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rataan. Jika tidak homogen dilajutkan dengan test t’. e. Melakukan uji kesamaan dua rerata. Setelah hasil tes akhir (posttest) didapat, kemudian dianalisis datanya dengan langkah-langkah yang sama seperti menganalisis tes awal. Sedangkan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, dilakukan pengolahan dan analisis terhadap data gain pada masing-masing kelompok sampel. Menurut Meltzer (Ihsan,2011: 43) dapat menggunakan nilai gain ternormalisasi dengan rumus: Adapun kriteria gain ternormalisasi ( ) menurut Hake (Ihsan, 2011: 43) adalah: Tabel 3.11 Interpretasi Kriteria Gain Ternormalisasi Interpretasi Nilai > 0,7 0,3 < ≤ 0,7 ≤ 0,3 Tinggi Sedang Rendah 3. Analisis Data Lembar Observasi Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk memudahkan membaca data, data hasil observasi ini merupakan data pendukung dalam penelitian. 4.Analisis Data Angket 45 Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik. Setelah data angket diperoleh, maka dilakukan pemberian skor untuk setiap jawaban dari pernyataan tertutup dalam skala Likert. Jawaban pernyataan tertutup dipilah menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif. Penskoran yang digunakan untuk setiap jawaban dari pernyataan tertutup mengikuti pendapat dari Sukjaya dan Suherman (1990: 235) sebagai berikut. a. Untuk pernyataan positif, jawaban SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. b. Untuk pernyataan negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Muller (Taniredja dan Mustafidah, 2012: 46) “in scoring positively stated Likerts “strongly agree” receives 5 point, “agree” 4 point, and so on. Far negatively worded items the scoring is reversed“ strongly agree” equals 2 and so on”. Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan dengan menghitung rerata skor subjek. Adapun kriteria untuk penskoran angket ini menurut Sukjaya dan Suherman (1990: 235) adalah: Rerata skor ≥ 3 = respon positif Rerata skor < 3 = respon negatif Jika rerata skor subjek semakin mendekati 5, maka respon siswa semakin positif. Sebaliknya jika semakin mendekati 1, maka respon siswa semakin negatif. F. Prosedur Penelitian 46 Prosedur penelitian adalah tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian, adapun langkah- langkah dalam penelitian ini secara garis besar digambarkan sebagai berikut : Tabel 3.12 Prosedur Penelitian NO Prosedur Penelitian Langkah-Langkah 1 Persiapan penelitian Persiapan penelitian merupakan tahap yang paling pertama dilakukan yang mencakup tahap pembuatan rancangan penelitian, pelaksanaan tindakan, usulan rancangan penelitian, dan pembuatan surat izin. 2 Pelaksanaan penelitian a. Melakukan observasi tentang materi yang berada dalam kurikulum kemudian berkonsultasi dengan guru mata pelajaran matematika untuk menetapkan materi yang akan dilakukan dalam penelitian ini. b. Menyusun dan menetapkan pokok bahasan, dan pokok bahasan disini adalah tentang segitiga c. Menyusun rencana pembelajaran. pelaksanaan d. Menyusun instrumen tes. e. Memilih sampel dalam penelitian. f. Melaksanakan kegiatan penelitian yaitu melakukan kegiatan belajar mengajar matematika dan penulis yang menjadi pemberi materi yang berkaitan dengan penelitian ini. g. Melaksanakan tes kemampuan berpikir kreatif matematis pada setiap 47 siswa yang menjadi sampel penelitian. h. Mengolah data dari hasil penelitian. NO Prosedur Penelitian Langkah-Langkah i. Membuat kesimpulan penelitian. dari hasil 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan data-data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari setiap tahapan penelitian yang dilakukan. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif. Data kuantitatif untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa diperoleh dari analisis data hasil tes awal dan tes akhir. Peneliti juga menyajikan hasil lembar observasi dan hasil angket siswa. Pengolahan data dalam skripsi ini menggunakan bantuan software SPSS ver. 21.0 for Windows dan Microsoft Excel 2010 for Windows. C. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Analisis data hasil pretest dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum pembelajaran. Pretest dilakukan terhadap seluruh sampel penelitian. Dari analisis data hasil pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh rata-rata skor dan deviasi standar yang terlihat pada Tabel 4.1. sebagai berikut: Tabel 4.1 Rata-Rata Skor dan Deviasi Standar Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelompok Kelas Rata-Rata Deviasi Standar Kelas Eksperimen 21,31 17,03 Kelas Kontrol 22,11 12,66 Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh rata-rata skor 21,31 untuk kelas eksperimen dengan deviasi standar 17,03 dan rata-rata skor 22,11 untuk kelas kontrol dengan deviasi standar 12,66. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol sebelum pembelajaran menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu besar yaitu sebesar 0,8. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.1. Untuk melihat keberartian dua rata-rata nilai hasil tes awal dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji t. 49 Uji t dapat dilakukan jika syarat-syarat untuk uji t telah terpenuhi, yaitu populasinya berdistribusi normal dan homogen. Uji t dengan varians tidak homogen dapat dilakukan jika populasinya berdistribusi normal tetapi tidak homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney. a. Uji Normalitas Berikut ini akan dilakukan uji normalitas terhadap hasil tes awal yang diperoleh oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf siginfikansi α = 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal. H1 : Data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Adapun kriteria pengujiannya adalah: 1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas taraf signifikansi α = 0,05 maka Ho diterima artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α = 0,05 maka Ho ditolak artinya data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.2, sebagai berikut Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kolmogorov-Smirnova Kelas Keterangan Df Sig. Eksperimen 33 0.001 H0 ditolak Kontrol 34 0.003 H0 ditolak 50 Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnova untuk kelas eksperimen diperoleh nilai signifikansi 0,001. Hal ini berarti data tes awal kelas eksperimen tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Sama halnya dengan kelas kontrol, berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi 0,003 yang berarti data tes awal kelas kontrol tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot. Priyatno (2012: 58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik data tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang jauh dari garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua gambar Normal Q-Q Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Gambar 4.1 Normal Q-Q Plot Pretest Kelas Eksperimen Gambar 4.2 Normal Q-Q Plot Pretest Kelas Kontrol b. Uji Dua Rata-Rata Setelah dilakukan uji normalitas terhadap hasil tes awal diketahui bahwa data tidak berdistribusi normal, sehingga langkah selanjutnya untuk melakukan uji dua rata-rata dilakukan uji statistik non-parametric yaitu dengan menggunakan 51 uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil uji Mann-Whitney disajikan dalam Tabel 4.3, sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Pretest Z Sig. (2-tailed) Keterangan -1,107 0,268 H0 diterima Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, maka dapat dianalisis data tersebut sebagai berikut. 1) Hipotesis: H0: Kedua populasi identik (siswa yang pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran konvensional) tidak berbeda secara signifikan. H1: Kedua populasi tidak identik atau berbeda (siswa yang pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran konvensional) berbeda secara signifikan. 2) Pengambilan keputusan Dasar pengambilan keputusan: a) Jika Signifikansi 0,05, maka H0 diterima. b) Jika Signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak 3) Keputusan Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa pada kolom Sig. (2-tailed) adalah 0,268 . Karena Signifikansi lebih dari 0,05 maka H0 diterima, atau dapat dikatakan tidak ada perbedaan signifikansi antara rata-rata skor pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol yang artinya kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum mendapat perlakuan adalah sama. 2. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Analisis data hasil posttest dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kemampuan akhir yang dimiliki siswa dalam kemampuan berpikir kreatif matematis. Dari analisis data hasil kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh rata-rata skor, dan deviasi standar yang disajikan pada Tabel 4.4 sebagai berikut: 52 Tabel 4.4 Rata-Rata Skor dan Deviasi Standar Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Rata-Rata Deviasi Standar Eksperimen 64,79 16,74 Kontrol 52,75 16,48 Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh rata-rata skor 64,79 untuk kelas eksperimen dengan deviasi standar 16,74 dan nilai rata-rata 52,75 untuk kelas kontrol dengan deviasi standar 16,48. Untuk melihat keberartian dua rata-rata nilai hasil tes akhir akan dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji t. Uji t dapat dilakukan jika syarat-syarat untuk uji t telah terpenuhi, yaitu populasinya berdistribusi normal dan homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir yang diperoleh oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf siginfikansi 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal. H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal. Adapun kriteria pengujiannya adalah: 1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 diterima artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 ditolak artinya data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.5 sebagai berikut: 53 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen Kontrol Kolmogorov-Smirnova Df Sig. 33 0.094 34 0.200 Keterangan H0 diterima H0 diterima Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnova untuk kelas eksperimen diperoleh nilai signifikansi 0,094. Hal ini berarti data posttest kelas eksperimen berasal dari populasi berdistribusi normal. Sama halnya dengan kelas kontrol, berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi 0,200 yang berarti data posttest kelas kontrol berasal dari populasi berdistribusi normal. Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot. Priyatno (2012:58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik data tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang jauh dari garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua gambar Normal Q-Q Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Gambar 4.3 Normal Q-Q Plot Posttest Kelas Eksperimen Gambar 4.4 Normal Q-Q Plot Posttest Kelas Kontrol 54 Terlihat pada gambar 4.3 dan 4.4 bahwa data diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol data tersebar disekeliling garis (z-score), sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil posttest berasal dari populasi berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Data tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, sehingga langkah selanjutnya adalah uji homogenitas. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Levene’s test. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : H0 : Varians dari kedua data sama atau homogen H1 : Varians dari kedua data tidak sama atau tidak homogen Adapun kriteria pengujiannya adalah: 1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 diterima artinya kedua data memiliki varians yang sama (homogen). 2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 ditolak atau H1 digunakan artinya kedua data memiliki varians yang berbeda (tidak homogen). Hasil uji homogenitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.6 sebagai berikut Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Based on Mean Levene Statistic df1 Df2 Sig. .039 1 65 0.842 Dari hasil pengujian Levene’s test diperoleh tingkat signifikansinya sebesar 0,842 tingkat signifikasinya lebih besar dari 0,05 maka data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama (homogen). Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.4. c. Uji Dua rata-rata 55 Data posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui berdistribusi normal dan bervariansi sama (homogen) sehingga memenuhi syarat untuk melakukan uji dua rata-rata. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah: H0: μ1 μ2 (rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen tidak lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol). H1: μ1 > μ2 (rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol). Adapun kriteria pengujian menurut Sudjana (2005) tolak H0 jika thitung tkritis. Berikut hasil pengujian dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 21.0 for windows yang disajikan dalam Tabel 4.7. sebagai berikut: Tabel 4.7 Analisis Independent Samples Test Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis thitung tkritis Df Sig. (2-tailed) Keterangan 2,970 1,669 65 0,004 H0 ditolak Berdasarkan Tabel 4.7 nilai dari thitung untuk equal variances assumed sebesar 2,970. Sementara itu nilai dari tkritis adalah 1,669 dengan derajat kebebasan df = 65 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dikarenakan thitung > tkritis yaitu 2,970 > 1,6684 , maka H0 ditolak dan H1 digunakan. Dari hasil analisis data yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa ratarata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 3. Analisis Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Analisis data hasil N-gain ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa selama pembelajaran matematika berlangsung yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media 56 komik dan pembelajaran konvensional. Dari analisis data hasil N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata dan deviasi standar yang terlihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Nilai Rata-Rata dan Deviasi Standar N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Rata-Rata Deviasi Standar Eksperimen 0,56 0,17 Kontrol 0,40 0,17 Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh nilai rata-rata N-gain 0,56 untuk kelas eksperimen dengan deviasi standar 0,17 dan nilai rata-rata N-gain 0,40 untuk kelas kontrol dengan deviasi standar 0,17 Untuk melihat keberartian perbedaan rata-rata nilai hasil N-gain akan dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji t. Uji ini bisa dilakukan jika syarat-syarat untuk uji ini telah terpenuhi, yaitu populasinya berdistribusi normal dan homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji statistik nonparametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney. a. Uji Normalitas Uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf signifikansi α = 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal. H1 : Data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Adapun kriteria pengujiannya adalah: 1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 diterima artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 ditolak artinya data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas untuk kelas ekperimen dan control sebagai berikut : 57 Tabel 4.9 Hasil Uji N-Gain Kelas Df Sig. Keterangan Eksperimen 33 0,105 H0 diterima Kontrol 34 0,200 H0 diterima a Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi untuk kelas eksperimen 0,105 dan kelas kontrol 0,200. Hal ini berarti data gain kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal. Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot. Priyatno (2012: 58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik data tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang jauh dari garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua gambar Normal Q-Q Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Gambar 4.5 Normal Q-Q Plot N-Gain b. Uji Homogenitas Data hasil N-gain kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal, selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Leven’s test. Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : H0 : Varians dari kedua data sama atau homogen H1 : Varians dari kedua data tidak sama atau tidak homogen Kelas Eksperimen 58 Gambar 4.6 Normal Q-Q Plot N-Gain Kelas Kontrol Adapun kriteria pengujiannya adalah: 1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 diterima artinya kedua data memiliki varians yang sama (homogen). 2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α = 0,05 maka H0 ditolak atau H1 digunakan artinya kedua data memiliki varians yang berbeda (tidak homogen). Hasil uji homogenitas untuk kelas ekperimen dan kontrol terlihat pada tabel berikut ini Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Df Sig. Keterangan 65 0,981 H0 diterima Dari hasil pengujian Leven’s test, diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,981. Karena nilai signifikasinya lebih besar dari 0,05, maka data N-gain kelas kontrol dan eksperimen memiliki varians yang sama (homogen). c. Uji Dua rata-rata Data N-gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui berdistribusi normal dan bervariansi sama (homogen) sehingga memenuhi syarat untuk melakukan uji dua rata-rata. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah : 59 H0 : µ1 = µ2 (peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol). H1 : µ1 > µ2 (peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol). Adapun kriteria pengujian menurut Sudjana (2005: 243), H0 ditolak jika thitung ≥ tkritis. Pengujian dilakukan dengan bantuan SPSS 21.0 for Windows yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.11 Hasil Uji Dua Rata-Rata N-Gain thitung tkritis df Sig. (2-tailed) Keterangan 3,858 1,669 65 0,000 H0 ditolak Berdasarkan Tabel 4.11 di atas terlihat bahwa nilai dari thitung sebesar 3,858 sementara nilai tkritis sebesar 1,669 dengan derajat kebebasan df = 65 dan taraf signifikansi α = 0,05. Karena thitung ≥ tkritis maka H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol. 4. Hasil Angket Siswa Penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Angket diberikan hanya pada kelas eksperimen (kelas yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik). Setelah dilakukan analisis angket, berikut hasil analisisnya disajikan dalam Tabel 4.12. Tabel 4.12 Hasil Analisis Angket Siswa NO. 1 2 ASPEK YANG DINILAI Respon Siswa terhadap Matematika dan Pembelajarannya. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan model STAD berbantuan media komik RESPON INTERPRETASI SISWA 3,10 Positif 3,75 Positif 60 Respon Siswa terhadap soal-soal Kemampuan Berpikir Kreatif RATA-RATA 3 3,92 Positif 3,60 Positif Berdasarkan Tabel 4.12 aspek yang menunjukkan respon siswa terhadap matematika dan pembelajarannya adalah positif dengan rata-rata skor 3,10. Respon siswa terhadap terhadap Pembelajaran Matematika dengan model STAD berbantuan media komik adalah positif dengan rata-rata skor 3,75. Serta respon siswa terhadap soal-soal Kemampuan Berpikir Kreatif adalah positif dengan ratarata skor 3,91. Dengan demikian, secara keseluruhan respon siswa terhadap angket yang telah diberikan adalah positif dengan rata-rata skor 3,60. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari indikator-indikator respon siswa sebagai berikut. a. Respon Siswa terhadap Matematika dan Pembelajarannya Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap matematika dan pembelajarannya disajikan dalam Tabel 4.13. Tabel 4.13 Hasil Analisis Angket Siswa Berdasarkan Respon Siswa terhadap Matematika dan Pembelajarannya NO 1 2 INDIKATOR Menunjukkan minat atau ketertarikan pada matematika. Menunjukkan manfaat mengikuti proses pembelajaran matematika. RATA-RATA SKOR RESPON PERSENTASE 3,13 62,7 % 3,03 60,61 % 3,10 61,6% Dari Tabel 4.13 untuk indikator yang menunjukan minat atau ketertarikan pada matematika memiliki rata-rata skor 3,13 artinya 62,7 % siswa merespon positif. Pada indikator yang kedua memiliki rata-rata skor 3,03 artinya 60,61% siswa merespon positif. Dari kedua indikator tersebut maka untuk aspek respon siswa terhadap pembelajaran matematika memiliki rata-rata 3,10 yang artinya 61,6 % siswa merespon positif. b. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Komik 61 Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik disajikan dalam Tabel 4.14. Tabel 4.14 Hasil Analisis Angket Siswa Berdasarkan Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model STAD Berbantuan Media Komik NO 1 2 3 INDIKATOR Menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan media komik. Menunjukkan peranan guru dalam pembelajaran. Aktivitas siswa dalam kelompok. RATA-RATA SKOR RESPON PERSENTASE 3,86 77,2 % 3,53 70,6 % 3,87 77,4 % 3,75 75,1% Dari Tabel 4.14 untuk indikator yang menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan media komik memiliki rata-rata skor 3,86 artinya 77,2 % siswa merespon positif. Pada indikator yang kedua memiliki rata-rata skor 3,53 artinya 70,6% siswa merespon positif. Pada indikator yang ketiga yaitu mengenai aktivitas siswa memiliki rata-rata skor 3,87 artinya 77,4% siswa merespon positif. Dari ketiga indikator tersebut maka untuk aspek respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik memiliki rata-rata 3,75 yang artinya 75,1 % siswa merespon positif. c. Respon Siswa Terhadap Soal-Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematis disajikan dalam Tabel 4.15 Tabel 4.15 Hasil Analisis Angket Siswa Berdasarkan Respon Siswa Terhadap Soal-Soal Kemampuan Berpikir Kreatif 62 N INDIKATOR O 1 Menunjukkan minat dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan berpikir kreatif SKOR RESPON PERSENTASE 3,92 78,4 % 3,92 78,4% RATA-RATA Dari Tabel 4.15 untuk indikator yang menunjukkan minat dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan berpikir kreatif memiliki rata-rata skor 3,92 artinya 78,4 % siswa merespon positif. 5. Hasil Lembar Observasi Selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran konvensional, observer mengamati kegiatan aktivitas guru. Secara keseluruhan pelaksanaan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran konvensional berjalan dengan baik. Berikut hasil observasi aktivitas guru kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 4.16 Data Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen NO 1 2 3 4 5 Aktivitas Guru yang diamati A.Pendahuluan Mengucapkan salam pembuka, mengkondisikan siswa (kelas) dan memeriksa kehadiran siswa. Menyampaikan topik yang akan dibahas dengan media komik. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Menjelaskan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Mengkondisikan siswa untuk ber kelompok. NO Aktivitas Guru yang Diamati 6 Memberikan motivasi. B.Kegiatan Inti Memberikan penjelasan lebih dalam tentang materi yang termuat dalam komik Membimbing siswa untuk memahami masalah dalam LKS. 7 8 1 Pertemuan 2 3 4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 1 √ √ √ Pertemuan 2 3 √ √ √ √ √ √ √ √ 4 √ √ √ 63 9 Menjadi fasilitator dalam diskusi setiap √ kelompok. 10 Memberikan kesempatan kepada siswa √ untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. 11 Memberikan penghargaan kelompok. √ C.Penutup 12 Memberikan soal evaluasi yang dikerjakan √ secara individu. 13 Membimbing siswa untuk menyimpulkan √ materi. 14 Memberi tugas PR pada siswa. √ 15 Menyampaikan materi pelajaran yang akan √ dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Keterangan : √ = Aspek yang diharapkan muncul - = Aspek yang diharapkan tidak muncul Berikut hasil observasi aktivitas guru kelas kontrol. √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ Tabel 4.17 Data Observasi Aktivitas Guru Kelas Kontrol NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 NO 10 Aktivitas Guru yang diamati Kegiatan Awal Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Guru menyampaikan materi sebelumnya Guru memberikan motivasi pada siswa Kegiatan Inti Guru menjelaskan materi pembelajaran Guru mempersilahkan pada siswa untuk bertanya Guru memberikan soal latihan Guru membahas soal latihan Kegiatan Penutup Guru menyimpulkan materi pembelajaran Guru melakukan refleksi bersama siswa Aktivitas Guru yang Diamati 1 Pertemuan 2 3 4 √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Pertemuan 2 3 √ √ √ √ √ √ 1 √ Guru memberikan latihan/pekerjaan rumah. 11 Guru menyampaikan materi yang akan √ dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Keterangan : √ = Aspek yang diharapkan muncul = Aspek yang diharapkan tidak muncul - √ √ 4 √ √ 64 Berdasarkan Tabel 4.16 dan 4.17 Guru telah melaksanakan fungsinya dengan baik yaitu menjadi fasilitator yang mengarahkan, mengamati serta membimbing kegiatan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan observer dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik. D. Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang telah dilaksanakan berkenaan dengan rumusan masalah pada bab I yakni “Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan model STAD berbantuan media komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?”. Setelah dilakukan pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan pokok bahasan segitiga, diperoleh data-data hasil penelitian dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis (tes awal dan tes akhir). Selanjutnya dilaksanakan pengolahan data dan penganalisisan data sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Berikut akan dijelaskan hasil analisis dari penelitian berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dirumuskan. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diketahui hasil pretest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen antara kelas kontrol menunjukkan bahwa rerata kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen, rata-rata skor 22,11 untuk kelas kontrol dan rata-rata skor 21,31 untuk kelas eksperimen. Dengan perolehan skor tes awal ini, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dikatakan sangat rendah. Berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan berpikir tinggi, dimana siswa sebelumnya belum terbiasa untuk berpikir tingkat tinggi. Ditambah materi yang diujikan adalah materi baru yang siswa belum dipelajari siswa, meskipun siswa telah mempelajari prasyarat materi ini yaitu bangun sisi datar pada pokok bahasan pada tingkatan sebelumnya. 65 Selanjutnya terhadap kedua kelompok diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media komik, sedangkan kelas kontrol mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. Berdasarkan Tabel 4.16 hasil analisis observasi aktivitas guru pada kelas eksperimen, terlihat bahwa 95% guru telah melaksanakan fungsinya dengan baik. Guru menjadi fasilitator yang mengarahkan, mengamati serta membimbing kegiatan siswa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung sudah berjalan dengan baik sesuai tahap pelaksanaan model STAD berbantuan media komik. Begitu pula dengan kelas kontrol, terlihat 96% guru telah melaksanakan fungsinya dengan baik. Hal ini didukung bahwa aspek-aspek yang diharapkan pada pembelajaran konvensional sudah muncul. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru selama proses pembelajaran konvensional sudah berjalan dengan baik. Kemudian setelah tatap muka (pertemuan) selesai, maka dilakukan posttest untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik. Dari analisis hasil tes akhir diperoleh rata-rata skor posttest kelas eksperimen adalah 64,79 dengan skor terendah 33,33 dan skor tertinggi 100. Adapun rata-rata skor tes akhir kelas kontrol adalah 52,75 dengan skor terendah 23,33 dan skor tertinggi 81,67. Setelah diuji dua rata-rata pada hasil posttest menunjukkan bahwa thitung > tkritis yaitu 2,970 > 1,6684 Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan tetapi dari hal tersebut belum bisa terlihat jelas kelas yang peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematisnya lebih baik. Maka dari itu, dilanjutkan dengan pencarian nilai gain. Hasil pretest, posttest, dan N-gain disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.18 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Statistik Pretest Kelas Kontrol Pretest Kelas Eksperimen Posttest Kelas Kontrol Posttest Kelas Eksperimen Gain Kelas Kontrol Gain Kelas Eksperimen Jumlah Sampel 34 33 34 33 34 33 66 Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata ( ) Standar Deviasi 5,00 3,33 23,33 33,33 0.05 0,26 51,67 66,67 81,67 100,00 0,69 1,00 22,11 21,31 52,75 64,79 0,40 0,56 12,66 17,03 16,48 17,34 0,17 0,17 Berdasarkan hasil analisis terhadap N-gain siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, didapat rata-rata gain kelas eksperimen 0,56 dengan skor N-gain terendah 0,26 dan skor N-gain tertinggi 1,00. Sedangkan rata-rata N-gain kelas kontrol 0,40 dengan skor N-gain terendah 0,05 dan skor N-gain tertinggi 0,69. Setelah diuji dua rata-rata hasil N-gain, diperoleh thitung sebesar 3,858 lebih besar dari tkritisnya yaitu 1,669. Dapat disimpulkan bahwa kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis lebih tinggi daripada kelas yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. Kondisi ini disebabkan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik pembelajarannya berpusat pada siswa, berbeda dengan pembelajaran konvensional yang pembelajarannya berpusat pada guru. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sumarmo (Sulastri, 2009: 75), ‘bahwa suasana belajar yang kondusif dapat diciptakan dengan mengubah pendangan kelas sebagai kumpulan individu ke arah kelas sebagai learning community, dan guru sebagai pengajar, menjadi motivator, fasilitator, dan manager belajar’. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang dengan tujuannya agar setiap kelompok dapat berdiskusi dengan baik. Pembelajaran ini lebih menekankan siswa untuk dapat berdiskusi. Diskusi dilakukan untuk menambah pengetahuan siswa melalui transfer informasi antar siswa lain. Hal ini sesuai dengan Suryasubroto (Wijayanti, 2009: 78) yang mengatakan bahwa ‘diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara 67 berpikir dan sikap ilmiah’. Selain itu bahan ajar berupa komik yang diberikan pada setiap kelompok siswa menjadi salah satu sumber belajar yang mendukung proses diskusi. Pembelajaran matematika menggunakan media komik diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Sekaligus dapat menentukan sikap dan minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. Selama pembelajaran ini, media komik mampu membuat siswa tertarik dan termotivasi dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran matematika yang sebelumnya kurang disukai menjadi lebih menyenangkan dan lebih diminati. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran model STAD berbantuan media komik ini menuntut siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik ini setiap kelompok diberikan lembar kegiatan siswa (LKS). Kemudian setiap kelompok berdiskusi memahami materi yang ada dalam komik dan mengerjakan soal-soal pada LKS. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan memecahkan masalah yang terdapat di LKS. Berikut salah satu contoh jawaban LKS yang menunjukkan ideide kreatifnya . Pertanyaan: Dari Gambar Trapesium ABCD kamu dapat membuat beberapa segitiga, Gambarkan segitiga tersebut dan sebutkan jenis segitiganya ! Gambar 4.7 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen 68 Gambar 4.8 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol Pada Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa jawaban siswa kelas eksperimen tersebut tidak hanya digunakan dengan satu cara, tapi banyak cara untuk menggambarkan jenis segitiga tersebut. Hal ini membuat siswa dapat mengembangkan ide ide kreatifnya. Sedangkan pada Gambar 4.8 jawaban siswa kelas kontrol mayoritas hanya menjawab dengan satu cara atau memberikan jawaban yang tidak bervariasi. Setelah berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam presentasi ini kelompok lain berhak mengemukakan solusi atau temuan hasil diskusi mengenai permasalahan yang telah diajukan. Interaksi kelompok pun terjadi. Guru sebagai fasilitator berperan penting dalam hal ini, terutama dalam menyamakan persepsi dari suatu permasalahan agar dapat diterima oleh semua kelompok, sehingga siswa dapat menerima berbagai macam cara untuk menemukan sebuah solusi. Setelah mempresentasikan hasil diskusi, siswa diberi tes individual untuk berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompoknya. Pada kegiatan penutup pembelajaran, guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Pada Intinya proses pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD 69 berbantuan media komik lebih menitik beratkan pada proses diskusi. Hal ini menyebabkan model pembelajaran STAD berbantuan media komik mendukung perkembangan setiap indikator pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Karakterisitik kemampuan berpikir kreatif menurut Guilford (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 297) ada 5 yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (fleksibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali (evaluation). Berdasarkan uji dua rata-rata hasil N-gain, menunjukkan rata-rata skor peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tertinggi ada pada indikator kelancaran, kemudian disusul dengan keluwesan, keaslian, penguraian dan perumusan kembali. Menurut Siswono (Darodjat, 2010) ‘ketiga karakteristik berpikir kreatif yaitu kelancaran, keluwesan dan keaslian menempati bobot tertinggi’. Penempatan karakteristik keaslian ditempatkan tertinggi karena merupakan ciri utama dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif. Sedangkan menurut Guilford (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 297) karakteristik perumusan kembali ditempatkan di posisi tertinggi karena indikator ini dapat meninjau kembali suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah dikemukakan dan diketahui banyak orang. Pada hasil N-gain juga, kelas eksperimen dan kelas kontrol dikategorikan sedang. Namun kategori peningkatan N-gain yang sedang belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada dugaan terdapat masalah dalam proses pembelajaran. Pada proses belajar mengajar yang bersifat open-ended hal ini memungkinkan siswa untuk adanya variasi jawaban benar. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong dan melatih siswa melakukan aktivitas-aktivitas kreatif. Salah satu ciri masalah open-ended menurut Darodjat (2010: 88) diantaranya tidak dapat dijawab dengan segera dalam waktu yang singkat. Selain kurangnya waktu diduga kurangnya latihan soal yang dapat mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jumlah siswa yang banyak juga dapat mengakibatkan guru tidak maksimal dalam menjalani peranannya sebagai fasilitator dan pengarah saat siswa sedang berdiskusi dan membentuk pengetahuannya. 70 Walaupun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan Media Komik Berdasarkan hasil analisis dari angket siswa diperoleh bahwa respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik adalah positif. Respon siswa ini terdiri dari: a. Respon siswa terhadap matematika dan pembelajarannya (Respon I). b. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan media komik ( Respon II). c. Respon siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif (Respon III). Berikut akan disajikan hasil dari angket siswa dalam Gambar 4.9. Gambar 4.9 Hasil Analisis Angket Siswa Secara umum, siswa menyukai pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik ini, karena mereka dapat belajar dengan santai dan berdiskusi tanpa rasa tegang. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya rata-rata skor pernyataan nomor 8 (pembelajaran matematika seperti ini membuat saya semangat belajar) yaitu 3,85. Selain itu, besarnya rata-rata respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model 71 STAD berbantuan media komik dan respon siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif direspon positif oleh siswa. Hal ini dapat terlihat dari keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, terutama pada saat berdiskusi dan penugasan kelompok. Menurut sebagian besar para siswa, mereka tertantang dengan soal-soal yang diberikan, terutama soal-soal yang dapat menstimulus mereka untuk berpikir kreatif dan menuntut mereka untuk berpikir. Dikarenakan sebelum pembelajaran siswa mempelajari materi secara mandiri sehingga mereka mengkonstruksi pengetahuannya. Kemudian, dengan adanya diskusi kelas siswa semakin menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi, lebih berani bertanya maupun menjawab pertanyaan, dan kecenderungan untuk menyukai aktivitas diskusi. Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif. Selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Untuk itu dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik ini perlu kepiawaian guru dalam mengatur kelas terutama kesesuaian waktu yang tersedia dengan materi yang akan diajarkan. 72 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik adalah positif. B. Saran Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan penelitian ini: 1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Akan tetapi, agar dapat mencapai hasil yang optimal maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting, mulai dari persiapan membuat lembar kerja tugas, memilih dan menemukan masalah sampai kepada pelaksanaan dalam kelas. 2. Dalam penelitian ini, kemampuan matematika yang dikembangkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, maka hendaknya ada penelitian lain yang mencoba menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan-kemampuan matematika lainnya, misalnya kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah, dan sebagainya. 3. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VII, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat yang berbeda dan jenjang pendidikan yang berbeda. 73 4. Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik, hendaknya guru mempunyai berbagai strategi supaya siswa benar-benar mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS). Dan pembagian kelompok harus heterogen . 5. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik hendaknya digunakan juga pada bidang selain matematika, seperti fisika, biologi, dan sebagainya.