KONTEN (BAB 1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berlangsung dalam konteks hubungan manusia yang bersifat
multi dimensi, baik dalam hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya. Adapun
pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual kegamaan,
emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Ruang pendidikan sendiri terdapat banyak bidang, termasuk di dalamnya
bidang matematika. Matematika merupakan
salah satu mata pelajaran yang
memiliki arti yang luas. Menurut Ruseffendi (2006 : 260), mengatakan bahwa
matematika dapat didefinisikan sebagai ratunya ilmu (Mathematics is the Quenn
of the Sciences), sebagai bahasa, ilmu deduktif, sebuah ilmu tentang pola
keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi, dan sebagai pelayan ilmu.
Dengan demikian matematika merupakan ilmu yang sangat penting untuk
diajarkan kepada siswa di sekolah.
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan ditingkat
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Seperti yang tertuang pada peraturan
menteri pendidikan nasional tahun 2006 (Depdiknas, 2006) tentang tujuan
pembelajaran matematika di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2
(KTSP) diantaranya adalah (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan
penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi
matematika
dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki
sikap menghargai
kegunaan
matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Terwujudnya beberapa tujuan pembelajaran matematika sekolah
diatas,
seperti berpikir luwes, berpikir akurat, generalisasi, mengkomunikasi gagasan,
dan lain-lainnya, bergantung terhadap sistem pembelajaran yang dirancang oleh
guru di dalam kelas. Beberapa poin tersebut menjadi relevan jika dipandang dari
aspek kreativitas, terutama kreativitas dari segi kognitif atau berpikir. Hal ini
karena
kemampuan berpikir kreatif mempunyai beberapa
indikator
yang
mampu mewujudkan beberapa tujuan umum matematika di atas. Indikatorindikator tersebut meliputi; berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil,
memperinci, dan mengevaluasi.
Kemampuan berpikir kreatif seharusnya sudah tertanam sejak masa
kanak-kanak, baik dalam beraktivitas maupun berpikir, baik dalam ruang
pendidikan formal maupun non-formal. Karena kemampuan berpikir kreatif yang
3
tinggi akan memunculkan banyak karya dan gagasan unik dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Jellen dan Urben (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 303)
mengungkapkan penelitiannya, bahwa anak-anak Indonesia merupakan yang
rendah kreatifitasnya diantara delapan negara yang diteliti, ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan tempat mereka hidup. Termasuk juga dalam belajar
matematika, stigma yang masih beredar dalam dunia pendidikan, mayoritas siswa
masih banyak meniru cara berpikir gurunya dalam menyelesaikan persoalan
matematis. Hal ini menyebabkan kreativitas
berpikir
siswa
sekaligus
menghambat perkembangan keilmuan matematika di Indonesia.
Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kreatif siswa untuk belajar
matematika secara bermakna, maka pembelajaran matematika bergantung pada
imajinasi seorang guru dalam mendidik siswa. Keterlibatan siswa secara aktif
mutlak diperlukan dalam pembelajaran matematika.
Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Bandung merupakan sebuah
sekolah yang saat ini ikut berkontribusi positif dalam memajukan pendidikan di
Indonesia, termasuk didalamnya bidang matematika, namun ada beberapa hal
yang perlu dikembangkan dalam sistem pembelajaran di sekolah tersebut.
Berdasarkan observasi dan wawancara kepada Ibu Leni Julaeni, S.Pd selaku guru
matematika SMPN 18 Bandung pada hari Sabtu, 1 Februari 2014 mengatakan
bahwa terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki dari sistem
pembelajaran matematika di sekolah tersebut, guru masih menggunakan metode
pembelajaran konvensional. Kenyataan ini mencerminkan bahwa ternyata para
guru matematika masih memiliki kelemahan dalam hal metode mengajar
matematika. Guru masih sebagai pusat belajar (Teacher Centered Learning)
4
dimana siswa biasanya mendengarkan materi dan diberi contoh soal sehingga
siswa kesulitan mengembangkan konsep matematikanya. Akibatnya kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa tidak berkembang secara semestinya.
Selain itu menurut Ibu Leni Julaeni, S.Pd penggunaan media pembelajaran
yang dipakai di kelas masih berupa buku paket dan LKS, sehingga dibutuhkan
media yang lebih menarik agar siswa tidak merasa jenuh. Beberapa
catatan
permasalahan dalam sistem pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 18
Bandung tersebut, berdampak
kurang terwujudnya beberapa tujuan umum
pembelajaran matematika. Metode pembelajaran konvensional dan media
yang kurang variatif membuat siswa lebih banyak mencatat dan cenderung
merasa bosan. Hal tersebut berimplikasi terhadap kurangnya motivasi belajar,
minimnya penguasaan konsep, dan tidak berkembangnya berpikir kreatif siswa.
Idealnya, siswa sebaiknya termotivasi dengan baik, penguasaan konsep juga
baik, dan siswa lebih kreatif dalam mengembangkan pola pikirnya. Faktor
paling dominan yang muncul ketika observasi adalah kemampuan berpikir
kreatif. Sehingga skenario pembelajaran konvensional menjadi kurang maksimal
dalam mencapai tujuan umum pembelajaran matematika di atas.
Setelah mencermati permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
hal-hal di atas, maka guru perlu menciptakan kondisi pembelajaran yang
memberikan kesempatan yang sangat terbuka untuk berpikir, beraktivitas, dan
memberdayakan siswa dalam menemukan dan mengembangkan ide matematika
yakni dengan memandang bahwa siswa bukan objek belajar melainkan subjek
belajar. Salah satu solusi alternatif dari permasalahan-permasalahan yang telah
disebutkan di atas adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
5
Student Teams Achievement Division (STAD) berbantuan media komik dalam
pembelajaran matematika.
Menurut Slavin (Majid, 2013: 184) Model pembelajaran Student Teams
Achievement Division
(STAD) “merupakan model paling baik untuk tahap
permulaan bagi guru yang menggunakan pendekatan kooperatif”’. Guru akan
menggunakan model STAD untuk mengajarkan informasi kepada siswa melalui
pembelajaran verbal maupun tertulis. Model pembelajaran STAD ini juga akan
dibantu dengan media yang membuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran,
yaitu komik. Sehingga kesan negatif terhadap matematika yang cenderung serius
dan membosankan terminimalisir. Komik yang digunakan berupa komik strip,
memungkinkan siswa lebih mudah berinteraksi dengan materi pelajaran.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis merasa
tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantuan
Media Komik
untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa SMP”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran
konvensional?
6
2.
Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik?
Karena keterbatasan penulis dalam penelitian ini, dan Untuk menghindari
pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:
(1) materi pelajaran dalam penelitian ini adalah segitiga, (2) variabel terikat yang
diamati adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, (3)
penelitian dilaksanakan di kelas VII semester genap tahun ajaran 2013-2014 SMP
Negeri 18 Bandung.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2.
Mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif
tipe
STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi guru, sebagai informasi bagi guru bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantuan media komik merupakan salah satu alternatif
pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa.
7
2.
Bagi siswa, jika respon siswa positif terhadap model pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika maka
siswa akan lebih aktif dan termotivasi.
3.
Bagi sekolah, menjadikan salah satu pertimbangan bagi guru-guru mata
pelajaran lain untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik dalam pembelajaran sehari-hari.
4.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam
rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.
5.
Bagi peneliti lain, jika hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya suatu
pembelajaran yang kondusif, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu rujukan dalam penelitian ini.
E. Penjelasan Istilah
1.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran
dimana siswa mempresentasikan atau menyampaikan ide kepada siswa
lainnya.
2.
Media Komik adalah media bercerita sebagai hiburan untuk menghibur
pembacanya namun digunakan juga sebagai media untuk mendidik yang
dipandang
efektif
untuk
mengembangkan
kreativitas
dalam
bidang
komunikasi visual.
3.
Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa dalam keterampilan
berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil , keterampilan menguraikan
dan keterampilan menilai.
8
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Guru mampu melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik dalam pembelajaran matematika.
2.
Materi bangun datar segitiga cocok digunakan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbantuan media komik.
3.
Jika pembelajaran matematika dilakukan dengan bantuan media komik, maka
siswa akan terbiasa mengembangkan imaginasinya.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah : “Peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional”.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
H. Belajar dan Pembelajaran Matematika
Menurut Witherington
(Sukmadinata, 2011: 155) ‘belajar adalah
perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons
yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan
kecakapan’. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Crow dan Hilgrad
(Sukmadinata, 2011: 155) bahwa ‘belajar adalah diperolehnya kebiasaankebiasaan pengetahuan dan sikap baru’, sedangkan menurut (Hamalik, 2009)
“belajar adalah suatu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan”.
Belajar bersifat internal dan unik, artinya antara satu siswa dengan siswa lainnya
berbeda. Sementara pembelajaran adalah kegiatan yang bersifat eksternal atau
rekayasa.
Sedangkan pengertian dari pembelajaran adalah proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik. Di dalam suatu proses
pembelajaran terjadi interaksi diantara guru dan siswa. Guru dan siswa merupakan
subjek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif.
Guru berperan sebagai komunikator, siswa berperan sebagai komunikan dan
materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Sehingga
dalam pembelajaran terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan
sekolah seperti guru, sumber atau fasilitas dan teman-teman sesama siswa. Hudojo
(Wijayanti, 2013: 14) menyatakan bahwa,
‘Seorang yang dikatakan belajar matematika, apabila pada diri orang
tersebut terjadi sesuatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
10
tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, seperti perubahan dari
tidak tahu suatu konsep menjadi tahu dan mampu menggunakannya dalam
mempelajari materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari’.
Ini berarti bahwa dalam pembelajaran matematika tidaklah cukup bila hanya
memberikan tekanan pada keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal saja,
tetapi penekanan tersebut diberikan pada nalar dan sikap siswa terbentuk untuk
kehidupan nyata.
Menurut Soejadi dan Moesono (Ihsan, 2012: 21) mengatakan bahwa,
’Pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap dan
menumbuhkan kemampuan menggunakan atau menetapkan matematika’.
Pembelajaran matematika itu dimaksudkan untuk menata nalar seorang individu
dan pembelajaran matematika tidaklah bisa cukup dengan hanya memberikan
penekanan keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal saja. Melainkan harus
diberikan bagaimana cara siswa menata nalar dan sikap siswa yang dibentuk
dalam kehidupan nyata.
Bastaman dalam (Wijayanti, 2013: 15) mengatakan bahwa ‘akal dapat
diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelejensi’. Dijelaskan dalam surah AnNahl ayat 78 dengan kata af idah . Menurut Quraish Sihab af idah “daya nalar”
yaitu potensi atau kemampuan berpikir logis, kata lain “akal”, sedangkan dalam
Tafsir Ibnu Katsir af idah berarti akal yang menurut sebagian orang tempatnya
berada pada jantung (qalb) sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa af idah
terdapat dalam otak, Dalam kontek terakhir ini, akal identik dengan daya pikir
otak yang mengantarkan pada pemikiran yang logis dan irasional.
Bedasarkan uraian di atas, jadi jelas bahwa seorang guru harus dapat
mengaktifkan siswa dalam setiap pembelajaran matematika. Proses pembelajaran
11
harus melibatkan peran serta siswa, supaya siswa belajar aktif dan menyenangi
pelajaran matematika.
B. Kemampuan Berpikir Kreatif
1. Pengertian
Berbicara kreativitas, banyak hal yang mesti dipahami karena kreatifitas
menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik kecerdasan intelektual (IQ),
kecerdasan emosional (EQ) maupun kecerdasan spiritual (SQ). Menurut Hurlock
dalam (Sudarma, 2013: 18) “kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan
sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau
susunan baru”. Sedangkan Menurut Jim Wheeler (Sudarma, 2013)
berpikir
kreatif adalah ‘menggunakan keterampilan berpikir untuk membuat hubungan
yang baru dan berguna untuk membuat sesuatu yang baru, unik dan berbeda dari
sesuatu yang lama’ .
Adapun pendapat lain Menurut Drevdahl di dalam (Haryono, 2011: 27)
berlandaskan pada pemikiran-pemikiran populer mendefinisikan :
‘Kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan
komposisi, produk atau gagasan apa saja yang sebelumnya tidak
dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imaginasi atau
sintesis
pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin
mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang
diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubugan
lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi
baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan , bukan
fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan
lengkap.
Ia
mungkin
dapat
berbentuk
produk
seni,
kesusastraaan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat procedural atau
metodologis’.
Sedangkan menurut pakar kreativitas dan keterbakatan di Indonesia,
Utami Munandar dalam (Haryono, 2011: 27) memahami kreativitas sebagai
12
pemikiran divergen yang menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu
masalah, jarang diukur.
Maka dari itu dengan perpaduan keempat pendapat di atas, kreativitas
merupakan kemampuan seseorang dalam menemukan ide-ide terbaru dan
belum pernah dipikirkannya sendiri bahkan orang lain, dengan mencoba berbagai
kemungkinan melalui imaginasi dan asosiasi yang mungkin dia ciptakan.
2. Karakteristik Berpikir Kreatif
Kreativitas bisa dibedah dari dua aspek, yaitu aspek kognitif (aptitude)
dan aspek afektif (non-aptitude). Penelitian ini membedah kreativitas dari
aspek kognitif (aptitude), dengan kata lain kreativitas berpikir. Adapun unsurunsur
karakteristik
berpikir kreatif
menurut Guilford (Salahudin dan
Alkrienciehie, 2013: 297) adalah sebagai berikut :
a. Kelancaran (fluency) , yaitu kemampuan menghasilkan gagasan.
b. Keluwesan (Fleksibility), yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai
pemecahan masalah.
c. Keaslian (originality), yaitu kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli
dan tidak klise
d. Penguraian (elaboration) yaitu kemampuan mengemukakan segala sesuatu
segala rinci
e. Perumusan kembali (evaluation) yaitu kemampuan untuk meninjau kembali
suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah
dikemukakan dan diketahui banyak orang
Sedangkan Alvino (Kosasih, 2011: 17) mengemukakan empat
komponen utama yang menjadi ciri berpikir kreatif yakni 1) Fluency
13
(Kelancaran), 2) Flexibility (luwes), 3) Originality (keaslian) dan 4) Elaboration
(elaborasi). Masing-masing keterampilan tersebut memiliki ciri yang lebih
spesifik sebagai berikut :
Keterampilan berpikir lancar ( fluency ) memiliki ciri-ciri : 1) Melahirkan
banyak ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah, (2) Memberikan banyak
jawaban terhadap suatu pertanyaan, (3) Memberikan banyak cara dalam
melakukan berbagai hal dan (4) Bekerja dengan benar, lebih cepat dan lebih
banyak dari pada orang lain. Keterampilan berpikir luwes (flexibility) memiliki
ciri-ciri (1) Menghasilkan gagasan atau jawaban suatu pernyataan yang bervariasi,
(2) Melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan (3) Menyajikan suatu
gagasan dengan cara yang berbeda-beda.
Keterampilan berpikir orisinal (originality) memiliki ciri ciri : 1)
Memberikan jawaban yang baru atau jawaban yang lain dari yang sudah biasa
dalam suatu pertanyaan, dan (2) Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak biasa
dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Keterampilan memperinci (elaboration)
memiliki ciri-ciri : (1) Mengembangkan gagasan orang lain, dan (2) Memperinci
suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut.
Adapun menurut Utami Munandar (Haryono, 2011: 30) adalah sebagai
berikut: (1) Keterampilan Berpikir Lancar memiliki ciri-ciri (a) Mencetuskan
banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah dan (b) Memberikan
banyak cara untuk melakukan berbagai hal. (2) Keterampilan Berpikir Luwes
(Fleksibel) memiliki ciri-ciri (a) Menghasilkan banyak gagasan dan jawaban
yang bervariasi dan (b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda. (3)
Keterampilan Berpikir Orisinil
memiliki ciri-ciri (a)
Mampu
14
melahirkan ungkapan yang baru dan unik (b) Memikirkan cara yang yang tidak
lazim untuk mengungapkan diri .(4) Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi)
memiliki ciri-ciri (a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan
dan (b) Menambahkan
atau
memperinci
sehingga menjadi lebih menarik. (5)
memiliki ciri-ciri (a) Menentukan
detil-detil
dari
suatu
gagasan
Keterampilan Menilai (Mengevaluasi)
patokan
penilaian
sendiri
dan (b)
menentukan apakah suatu pertanyaan atau gagasan benar atau tidak.
Berdasarkan uraian diatas, kemampuan berpikir kreatif matematis adalah
kemampuan yang memiliki aspek 1) Kelancaran ( fluency ) yaitu kemampuan
menghasilkan gagasan, 2) Keluwesan (fleksibility), yaitu kemampuan untuk
mengemukakan berbagai pemecahan masalah, 3) Keaslian (originality), yaitu
kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli dan tidak klise, 4) Penguraian
(elaboration) yaitu kemampuan mengemukakan segala sesuatu yang rinci, dan 5)
Perumusan kembali (evaluation) yaitu kemampuan untuk meninjau kembali suatu
persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah dikemukakan
dan diketahui banyak orang.
C. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Majid (2013 : 13), mengungkapkan bahwa “Model pembelajaran
merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan
mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya”. Oleh karena itu,
model pembelajaran merupakan rencana yang digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas, pedoman untuk menentukan perangkat-
15
perangkat pembelajaran yang membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran tersebut.
Sedangkan menurut Slavin (Warsono dan Hariyanto, 2012 : 175),
‘Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengacu kepada
bermacam jenis metode pengajaran dalam, di mana para siswa bekerja
dalam kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam
mempelajari bahan ajar’.
Guru sudah tidak asing lagi dengan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif identik dengan berdiskusi, siswa belajar secara bersamasama dalam kelompok untuk bertukar informasi dan mengemukakan pendapatnya.
Ketika berkelompok, setiap siswa harus bisa saling menghargai pendapat temantemannya. Apabila ada kekurangan, maka yang lainnya melengkapi kekurangan
tersebut. Sehingga siswa memiliki tanggung jawab belajar untuk diri sendiri dan
membantu (melengkapi) kekurangan sesama anggota kelompok untuk belajar.
Beberapa ciri atau karakteristik dari pembelajaran kooperatif menurut
Majid (2013 : 176) yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi,
sedang, dan rendah (heterogen)
3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku dan jenis kelamin berbeda
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Ketika pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha
menanamkan dan membina sikap berdemokrasi di antara para siswanya. Suasana
kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan
16
kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka
dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama.
Abdulhak (Isjoni, 2012) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif yaitu; (1) Merumuskan secara jelas apa yang harus di capai peserta
belajar; (2) Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang paling tepat; (3)
Menjelaskan secara detail proses pembelajaran kooperatif yaitu mengenai apa
yang harus dilakukan dan apa yang diharapkan; (4) Memberikan tugas yang
paling tepat dalam pembelajaran; (5) Menyiapkan bahan belajar yang
memudahkan peserta belajar dengan baik; (6) Pengelompokkan siswa dalam
pembelajaran berfungsi sebagai wadah penampung informasi dari setiap anggota ;
(7) Mengembangkan sistem pujian untuk kelompok atau perorangan peserta
belajar; (8) Memberikan bimbingan yang cukup kepada peserta belajar; (9)
Menyiapkan instrumen penilaian yang tepat; (10) Mengembangkan sistem
pengarsipan data kemajuan peserta belajar baik perseorangan maupun kelompok;
(11) Melaksanakan refleksi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif
adalah sebuah model pembelajaran yang mengutamakan kegiatan belajar
kelompok-kelompok kecil dengan anggota empat sampai enam orang, bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
D. Model Pembelajaran Student Achievement Divission (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin (Majid, 2013) merupakan ‘pembelajaran kooperatif yang paling
17
sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh
guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif’.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan
catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD
mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan
presentasi Verbal atau teks.
E. Media Komik
1. Media
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata
medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau
kutub). Menurut Web Dictionary dalam (Anitah, 2010: 4) “media atau medium
adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang atau alat apa
saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal”.
Sedangkan Smaldino (Anitah, 2010: 5) mengatakan bahwa “media adalah suatu
18
alat komunikasi dan sumber informasi”.
Ada lagi yang mengatakan bahwa
“media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah yang membutuhkan
terjadinya suatu hubungan dan membedakan antara media komunikasi dan alat
bantu komunikasi menurut Bretz” (Anitah, 2010: 5)
Oleh karena itu media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang
mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan.
Klasifikasi media dibagikan menjadi tiga yaitu media visual, media audio dan
media audio visual Sedangkan media pembelajaran visual terbagi menjadi 2
macam yaitu media yang materinya diproyeksikan seperti OHP, LCD, dan media
visual yang materinya tidak diproyeksiakn seperti, foto, grafis, model, dan
realita.
Fokus pembahasan disini adalah media grafis yang berfungsi untuk
menyalurkan
pesan
dari
sumber
ke
penerima
pesan.
Dimana pesan
dituangkan melalui lambang atau simbol komunikasi visual. Selain itu, tujuan
lebih spesifik dari media grafis adalah untuk menarik perhatian, memperjelas
sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat
dilupakan
atau
diabaikan
bila
tidak digrafiskan menurut Asnawir dan
Basyiruddin dalam (Haryono, 2011: 20). Media Grafis sendiri meliputi media
bagan, media kartun, karikatur, gambar atau foto yang terakhir adalah komik.
2. Komik
Asal mula komik terdeteksi jauh sebelum abad ini, sejak sebuah karya
seni gambar yang berupa naskah pada zaman colombus yang ditemukan oleh
Cortes sekitar tahun 1519. Namun tidak ada kepastian pada satu titik tertentu
kapan komik dideklarasikan sebagai komik. Maka dari itu sejauh analisis Scoot
19
McCloud mengenai komik, mendefinisikan komik secara akurat dan terbaik
adalah dengan definisi yang sangat luas. Scoot Mc Cloud (Haryono, 2011: 21)
mendefinisikan komik sebagai ‘gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi dalam urutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan/atau
mencapai tanggapan estetis dari pembacanya’.
Definisi tersebut berarti tidak ada batasan, harus terbuat dari pensil tinta
manual atau sofware komputer,
memilih gambar macam apaupun
juga
diperbolehkan, baik itu seni representrasional realistis atau kartun sederhana,
dan dalam bentuk komik buku atau komik strip.
Mengapa media komik?
menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam (Haryono, 2011: 21) ‘media komik
bersifat menyenangkan, jelas, mudah dipahami dan mempunyai alur yang
sistematis dalam menguraikan tahap-tahap pesan yang terdapat didalamnya’.
Peranan pokok dari komik sendiri adalah kemampuannya menciptakan
minat peserta didik.
Penggunaan komik sebaiknya dipadu dengan metode
mengajar yang baik agar dapat membimbing selera yang menarik pada peserta
didik terutama minat baca mereka. Penelitian Penelitian ini menggunakan media
komik sebagai perantara antara siswa dengan pelajaran matematika yang lebih
cenderung serius dan membuat
siswa merasa
bosan. Sehingga
siswa
diharapkan lebih apresiatif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Selain itu komik yang digunakan berupa komik strip, yaitu komik yang
hanya terdiri beberapa lembar saja dengan muatan gambar-gambar familiar
agar terlihat lebih menyenangkan dan sederhana bagi siswa. Sehingga tidak
membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan terlihat simpel.
20
F. Pembelajaran Konvensional
Menurut
Djamarah
(Ahmatika,
2010:
15),
Metode
pembelajaran
konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan
metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan
pembelajaran.
Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah
secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran konvensional
(tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih
mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan
berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada
guru.
Secara umum ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Prismawati
(Ahmatika, 2010: 15), adalah (a) siswa adalah penerima informasi secara pasif,
dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsikan
sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki keluaran sesuai
dengan standar; (b) belajar secara individual; (c) pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis; (d) perilaku dibangun atas kebiasaan; (e) kebenaran bersifat absolute dan
pengetahuan bersifat final; (f) guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran;
(g) perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
21
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran
konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi (1991 : 290),
”metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita
gunakan pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan
contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan dan siswa
disuruh mengerjakannya. Dalam penelitian ini kelas kontrol diberikan
pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ekspositori.
G. Pembelajaran Model STAD berbantuan Media Komik pada Materi
Segitiga
Penulis menyajikan materi segitiga disesuaikan dengan langkah-langkah
model pembelajaran STAD berbantuan media komik untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Secara garis besar materi disajikan
dalam bentuk komik dan untuk memperjelas materi tersebut disajikan dalam
bentuk LKS (Lembar Kegiatan Siswa) yang disesuaikan dengan buku sumber
paket Matematika kelas VII (Nuharani dan Wahyuni, 2008) dan (Wantarti, 2008)
Gambar 2.1 Segitiga
Gambar 2.1 merupakan bangun datar segitiga. Segitiga adalah bangun datar
yang dibatasi oleh dua tiga buah sisi dan mempunyai tiga buah titik sudut. Sisi AB
merupakan sebuah alas segitiga. Alas segitiga merupakan salah satu sisi dari suatu
segitiga sedangakan tinggi segitiga adalah garis tegak lurus dengan sisi dan alas
melalui titik sudut yang berhadapan dengan sisi alas. Pada materi segitiga ini sub
22
pokok bahasan yang akan dibahas adalah jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang
sisinya, jenis- jenis segitiga berdasarkan besar sudutnya, sifat-sifat segitiga
istimewa , ketaksamaan segitiga, jumlah sudut pada segitiga, mencari keliling dan
luas segitiga.
Materi segitiga yang akan disajikan dalam bentuk LKS, disesuaikan dengan
langkah-langkah pada model pembelajaran STAD berbantuan media komik.
Menurut Slavin (Majid, 2013:185) ada lima komponen utama dalam pembelajaran
kooperatif model STAD, berikut langkah-langkah model STAD berbantuan media
komik yang sudah disesuaikan dengan materi, diantaranya sebagai berikut :
1. Penyajian Kelas: penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan
guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru
membagikan komik yang bermuatan materi. Materi difokuskan pada konsepkonsep dari materi yang dipelajari oleh siswa. Berikut gambar komik
pertemuan pertama yang dibuat Kan Kohornen (2011) dan dikembangkan oleh
penulis.
Gambar 2.2 Komik Pertemuan Pertama
23
Gambar komik pertemuan kedua berasal dari buku sumber Why? Happy
Math 4 Hong Sun-Ho, et.al (2009) dan gambar komik pertemuan ketiga berasal
dari buku sumber sumber Why? Happy Math 5 Kim Tae-Wan, et.al (2009).
Lebih lengkapnya, komik pada pertemuan pertama sampai terakhir terdapat
pada lampiran 1.3.
Gambar 2.3 Komik Pertemuan Kedua dan Keempat
Pada tahap ini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa
ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Siswa
mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti
kegiatan diskusi. Pertemuan pertama mengenai pengertian segitiga, jenis-jenis
segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya. Pertemuan kedua
mengenai sifat-sifat segitiga istimewa dan jumlah sudut pada segitiga.
24
Pertemuan ketiga mengenai ketidaksamaan segitiga dan menentukan
hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga. Pertemuan Keempat mengenai
keliling dan luas segitiga.
2. Menetapkan siswa dalam kelompok: Kelompok menjadi hal yang sangat
penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja
kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang
diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan
bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Pada tahap
kegiatan kelompok ini Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok
sebagai bahan yang akan dipelajari siswa.
Berikut materi pada LKS pertemuan pertama yang dibagikan pada siswa . Sub
Pokok Bahasan: Jenis – Jenis segitiga ditinjau dari Panjang Sisinya dan besar
sudutnya. Berdasarkan segitiga berikut :
Gambar 2.4 Jenis-Jenis Segitiga
a. Sebutkan segitiga yang memiliki dua sisi sama panjang, ketiga sisi sama
panjang dan ketiga sisinya tidak sama panjang. Apa yang dapat kalian
simpulkan?
25
b. Sebutkan segitiga yang memiliki sudut 900 , segitiga yang memiliki sudut
lancip dan segitiga yang memiliki sudut tumpul . Apa yang dapat kalian
simpulkan?
LKS Pertemuan Kedua:
Perhatikan gambar di bawah ini, Gambar di situ menunjukkan pengubinan
segitiga sama sisi, dengan panjang sisi masing-masing 1cm. Tentukan banyak
segitiga sama sisi yang panjangnya!
a. 1 cm
b. 3 cm
c. 2 cm
Gambar 2.5 Segitiga
LKS Pertemuan Ketiga:
a. Buatlah sebarang segitiga . Namailah dengan segitiga ABC.
Sisi di hadapan A, berilah nama sisi a. Sisi di hadapan B,
berilah nama sisi b. Demikian pula dengan sisi C
b. Ukurlah panjang masing-masing sisinya.
c. Jumlahkan panjang sisi a dan b. Kemudian, bandingkan
dengan panjang sisi c. Manakah yang lebih besar?
d. Bandingkan pula panjang sisi a+c dengan panjang sisi b.
Manakah yang lebih besar ?
e. Demikian pula, bandingkan panjang sisi b + c dengan panjang
sisi a. Mana yang lebih besar ?
f. Apa yang dapat kalian simpulkan dari kegiatan tersebut?
Diskusikan dengan temanmu!
Kesimpulan :
Gambar 2.6 Kegiatan LKS Pertemuan Ketiga
26
LKS Pertemuan Keempat :
Gambar 2.7 Kegiatan LKS Keempat
Untuk lebih lengkapnya Lembar Kegiatan Siswa pada pertemuan pertama
sampai terakhir terdapat pada lampiran 1.4.
3. Tes dan Kuis :Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua
kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus
menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan
sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
4. Skor peningkatan individual : berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor
dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes
yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif
metode STAD.
27
5. Pengakuan kelompok : Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan
penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.
Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat
mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini
tergantung dari kreativitas guru.
Untuk sub pokok selanjutnya penyajian materi ke dalam LKS sama halnya
dengan materi jenis-jenis segitiga yang disesuaikan dengan langkah-langkah
model pembelajaran STAD.
Dari langkah-langkah pembelajaran di atas, pada pelaksanaan model
pembelajaran STAD berbantuan media komik tidak akan terlaksana jika siswa
tidak menggunakan fasilitas yang sudah Allah SWT berikan pada manusia. Allah
SWT sudah memberi banyak fasilitas kepada manusia agar manusia dapat belajar
memahami dengan sebaik-sebaiknya. Beberapa fasilitas diantaranya pendengaran,
penglihatan dan indera yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT (An-Nahl:
78):
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.
H. Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penilaian
yang dilakukan dengan peneliti yaitu :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Haryono (2011), mengenai efektivitas
pembelajaran matematika berbasis mind maps method dengan menggunakan
28
media grafis komik dalam meningkatkan
kreativitas berpikir siswa kelas vii
smp Muhammadiyah 3 Depok Sleman. Penelitian yang dilakukan pada siswa
SMP ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika berbasis mind maps
method dengan menggunakan media grafis komik lebih efektif
meningkatkan
kreativitas
berpikir
siswa
dalam
dibandingkan. pembelajaran
konvensional.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Widia Nurhidayati (2013), mengenai
Implementasi Model Laps (Logan Avenue Problem Solving) – Heuristik dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian yang
dilakukan pada siswa SMP ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa yang pembelajarannya dengan model
pembelajaran Laps lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan
model pembelajaran konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Susi Alianawati (2009), mengenai
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian tersebut menunjukkan
bahwa penerapan model STAD dalam pembelajaran matematika dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Karena siswa menganggap bahwa
pembelajaran dengan metode seperti ini memberikan keleluasaan bagi siswa untuk
belajar sesuai dengan tingkat kecep
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan penelitian pendidikan
adalah menentukan pendekatan penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini sebagai pendekatan positivistik karena
berlandaskan pada filsafat positivisme. Disebut kuantitatif karena data penelitian
berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2012: 11).
Pendekatan kuantitatif dapat digunakan jika: (a) masalah penelitiannya
sudah jelas, yaitu masalah yang dapat ditunjukan dengan data, baik hasil
pengamatan sendiri maupun
pencermatan dokumen; (b) peneliti
ingin
mendapatkan informasi yang luas, tetapi tidak mendalam dari suatu populasi ; (c)
peneliti ingin mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan terhadap subjek tertentu;
(d) peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian; (e) peneliti ingin
mendapatkan data yang akurat, berdasarkan empirik dan dapat diukur; (f) peneliti
ingin menguji terhadap adanya suatu keraguan tentang kebenaran pengetahuan,
teori, produk atau kegiatan tertentu (Arifin, 2011: 16).
Digunakan juga pendekatan kualitatif, karena pada proses pengumpulan
data dilakukan angket dan observasi. Menurut Sugiyono (2012 : 13), “Metode
kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna”.
30
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi
eksperimen. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam hal ini adalah
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantuan media komik, sedangkan variabel terikatnya adalah
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain
Kelompok Kontrol Non-Ekivalen (Non-Equivalent Control Group Design).
Menurut Ruseffendi (2010 : 53), desain kelompok kontrol non-ekivalen sebagai
berikut:
O
O
X
O
O
Keterangan:
= Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) berbantuan Media Komik
O = Pretest/Posttest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
- - - = Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak.
X
Dalam penelitian ini diperlukan dua kelompok siswa, yaitu kelompok
pertama sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik, dan
kelompok kedua sebagai kelas kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional.
Sedangkan garis putus-putus dalam desain penelitian menunjukkan bahwa
31
kelompok treatment (kelas eksperimen) dan kelompok pembanding (kelas
kontrol) tidak dikelompokkan secara acak.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2012: 61)
mengatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Di dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri
18 Bandung tahun ajaran 2013-2014.
Pemilihan ini didasarkan karena SMP Negeri 18 Bandung merupakan
salah satu sekolah yang telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dengan prinsip pembelajaran guru tidak lagi berperan sebagai
sumber informasi dan pengetahuan melainkan guru sebagai fasilitator dan
motivator pembelajaran. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
telah dilakukan diperoleh hasil bahwa di SMP Negeri 18 Bandung tidak adanya
kelas unggulan sehingga semua kelas dapat dikatakan memiliki kemampuan yang
relatif sama dan bervariasinya kemampuan siswa dalam suatu kelas (heterogen).
Untuk memudahkan dalam pengambilan data, maka diambil sebagian dari
populasi yaitu yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi.
Sugiyono (2012: 62) mengatakan, “sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VII-3 sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran
matematika dengan menggunakan model STAD berbantuan media komik dan
32
siswa kelas VII-5 yang mendapatkan pembelajaran konvensional dengan metode
ekspositori sebagai kelas kontrol. Sampel tidak dipilih secara acak, tetapi peneliti
menerima sampel seadanya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran merupakan alat yang digunakan pada saat proses
belajar mengajar berlangsung. Perangkat pembelajaran ini digunakan dengan
tujuan agar proses belajar mengajar dapat dilakukan sesuai dengan yang
diharapkan. Pada penelitian ini perangkat pembelajaran yang digunakan terdiri
dari tiga macam yaitu:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan seperangkat rencana
pelaksanaan pembelajaran yang merupakan pengembangan dari silabus dan sistem
penilaian yang dibuat untuk setiap kali pertemuan (untuk satu atau beberapa sub
pokok bahasan). RPP digunakan sebagai alat skenario dalam pembelajaran,
dimana RPP ini menyajikan langkah-langkah dari metode atau model
pembelajaran yang digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung.
b. Komik Strip
Komik ini berisi tentang grand tema dari materi pelajaran yang akan
disampaikan. Sehingga siswa dengan membaca komik ini, secara tidak langsung
mereka memahami konsep materi meski masih bersifat umum.
33
c. Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa berisikan bahan ajar yang disertai masalah-masalah
yang harus dipecahkan siswa baik secara individual maupun kelompok. LKS ini
diharapkan dapat mendukung dalam pembelajaran model kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik.
2. Tes
Tes yang digunakan adalah tes berpikir kreatif matematis yang berbentuk
soal uraian, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa. Tes ini dilakukan 2 (dua) kali, yaitu sebelum pembelajaran
dengan model STAD berbantuan media komik (pretest) untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dan setelah pembelajaran dengan model STAD
berbantuan media komik (posttest) untuk mengetahui pengaruh model STAD
berbantuan media komik terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Pemilihan bentuk soal uraian pada tes ini bertujuan agar menimbulkan
sifat kreatif pada diri siswa, dan untuk mengetahui proses siswa dalam menjawab
soal-soal yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahiri dan Hafid
(2011:32) keunggulan soal uraian dapat dilihat sebagai berikut: (a) digunakan
untuk mengukur hasil belajar pada kemampuan tingkat tinggi, (b) lebih
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (c) mudah disiapkan atau disusun, (d)
tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berspekulasi dan untunguntungan, (e) mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat secara
tertulis.
34
3. Angket Siswa
Angket
pembelajaran
berfungsi
untuk
mengetahui
respon
siswa
terhadap
matematika. Menurut Taniredja dan Mustafidah (2012: 44)
“angket (questionnaire) merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk
memperoleh keterangan dari sejumlah responden”. Nasution (Taniredja dan
Mustafidah. 2012: 44) mengatakan bahwa ‘keterangan yang diinginkan
terkandung dalam pikiran, perasaan, sikap atau kelakuan manusia yang dapat
dipancing melalui angket’. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket tertutup, artinya alternatif jawaban telah disediakan dan subjek penelitian
hanya tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang paling sesuai dengan
pendapatnya.
Bentuk angket siswa disusun dengan skala Likert yang mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Angket berisi pernyataan yang
menunjukkan sikap dan minat siswa selama proses pembelajaran. Angket siswa
yang dibuat ini menghendaki siswa untuk menyatakan responnya dalam bentuk:
SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), atau STS (sangat tidak setuju).
Angket ini diberikan kepada siswa kelas eksperimen saja, diakhir pembelajaran.
Dalam skala Likert, responden diminta untuk membaca dengan seksama
setiap pernyataan yang disajikan, kemudian dirinya untuk menilai penyataanpernyataan itu. Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan dan
respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan
media komik. Pengisian angket dilakukan setelah kegiatan pembelajaran
seluruhnya selesai.
35
4. Lembar Observasi
Menurut Sudjana (Taniredja dan Mustafidah, 2012: 47) observasi atau
pengamatan adalah ‘alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun buatan’. Dengan kata lain,
observasi digunakan untuk mengukur proses belajar. Pedoman observasi pada
penelitian ini digunakan untuk mengetahui atau memantau pelaksanaan
pembelajaran agar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dirumuskan
dan untuk melihat aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran.
E. Analisis Data
Analisis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti setelah datadata yang diharapkan diperoleh. Pada penelitian ini terdapat beberapa hasil
analisis yaitu analisis data uji coba instrument, analisis data hasil tes, analisis data
lembar observasi dan analisis data angket.
1. Analisis Data Uji Coba Instrumen
Menurut Ahiri dan Hafid (2011: 226) beberapa alasan mengapa diperlukan
analisis terhadap uji coba instrumen adalah, (1) Untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan setiap butir tes, (2) untuk memberikan informasi tentang spesifikasi
butir tes secara lengkap, (3) untuk segera dapat diketahui kelemahan yang
terkandung dalam butir tes, (4) agar dapat dijadikan acuan dalam menilai butir tes
yang akan disimpan dalam bentuk bank butir, dan (5) memperoleh informasi
tentang butir tes. Kemudian setelah data terkumpul dilakukan penganalisaan data
36
untuk mengetahui nilai validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks
kesukaran”.
a. Menghitung Validitas
Nilai validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah validitas
seperangkat soal dan validitas butir soal. Validitas seperangkat soal dapat dilihat
dari koefisien validitas soal, yang menggunakan rumus korelasi Product Moment
Pearson dengan angka kasar (Arikunto, 2012: 87). Rumus yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara dan
= Banyaknya peserta test
= Nilai hasil uji coba
= Nilai pembanding (nilai rata- rata harian)
Selanjutnya dilakukan penginterpretasian nilai koefisien (
) yang
diperoleh, untuk mengetahui tinggi, sedang dan rendahnya validitas instrumen
yang dibuat. Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi
(Arikunto, 2012: 89) disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi
Nilai
0,80<
0,60 <
0,40 <
0,20 <
0,00 <
Interpretasi
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
Sangat Tinggi
Tinggi/Baik
Sedang/Cukup
Rendah/Kurang
Sangat Rendah
Sedangkan dalam penghitungan validitas butir soal, rumus yang digunakan sama
seperti dalam penghitungan validitas seperangkat soal akan tetapi dikorelasikan
37
dengan skor total yang didapat. Berikut nilai validitas masing-masing butir soal
yang lebih lengkapnya disajikan dalam Tabel 3.2 dan validitas banding pada
Tabel 3.3
Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal Hasil Uji Coba
Nomor soal
1
2
3
4
5
Interpretasi
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
0,544
0,436
0,723
0,777
0,827
Tabel 3.3 Validitas Banding Instrumen Hasil Uji Coba
Validitas Banding
(Nilai
Interpretasi
0.63582
Validitas Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft
Excel 2010, diperoleh nilai validitas seperangkat soal sebesar 0,63582 artinya
bahwa soal tersebut mempunyai korelasi yang tinggi. Langkah pengerjaan lebih
lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.2.
b.Menghitung Reliabilitas
Rumus dan kriteria untuk menentukan reliabilitas instrumen pada
penelitian ini dipergunakan rumus Alpha - Cronbach (Arikunto, 2012: 122)
sebagai berikut:
Keterangan:
= Koefisien reliabilitas
= Banyaknya butir soal
38
= Jumlah varians skor setiap butir soal
= Varians skor total
Tolak
ukur untuk menginterpretasikan
derajat
reliabilitas
tes
ini
menggunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 213)
seperti pada Tabel 3.4 sebagai berikut:
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Nilai
0,90
0,70
0,40
0,20
1,00
< 9,00
< 0,70
< 0,40
< 0,20
Interpretasi
Reliabilitas sangat tinggi
Reliabilitas tinggi
Reliabilitas sedang
Reliabilitas rendah
Reliabilitas sangat rendah
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan bantuan Microsoft
Exel 2010. Hasil dari analisis tersebut seperti pada Tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Reliabilitas Instrumen Hasil Uji Coba
r11
0,70
Interpretasi
Reliabilitas Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft
Excel 2010, diperoleh nilai reliabilitas soal tes
= 0,70 dengan interpretasi
reliabilitasnya tinggi. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 3.3.
c. Menghitung Daya Pembeda
Ahiri dan Hafid (2011 : 230) menyatakan, ”Daya pembeda adalah
kemampuan butir tes untuk membedakan siswa mampu dan kurang mampu”.
Pembagian kelompok siswa mampu dan tidak mampu dapat diacu dari pendapat
39
Kelly dan Algina (Ahiri dan Hafid, 2011: 230) bahwa “indeks daya butir yang
lebih stabil dan sensitif dapat dicapai dengan menggunakan 27 persen kelompok
atas dan 27 persen kelompok bawah”. Rumus yang digunakan untuk menghitung
daya pembeda menurut Russefendi (1991: 199) adalah :
Keterangan:
DP = Daya pembeda
= Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
= Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
= Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah
Sedangkan klasifikasi daya pembeda digunakan adalah klasifikasi daya
pembeda menurut Arikunto (2012: 232), yang akan disajikan dalam Tabel 3.6 dan
diperoleh daya pembeda tiap butir soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa yang akan disajikan dalam Tabel 3.7, sebagai berikut:
Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda
Nilai DP
0,00 < DP ≤ 0,20
0,21 < DP ≤ 0,40
0,41 < DP ≤0,70
0,71 < DP ≤1,00
Interpretasi
Jelek
Cukup
Baik
Sangat baik
Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal Hasil Uji Coba
Nomor soal
1
2
3
4
5
DP
0,31
0,22
0,30
0,45
0,71
Interpretasi
Cukup
Cukup
Cukup
Baik
Sangat Baik
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft
Excel 2010 yang disajikan pada Tabel 3.7 dengan soal tes kemampuan berpikir
40
kreatif matematis siswa yang berjumlah 5 nomor soal diperoleh daya pembeda
tiap butir soal dari nomor 1 sampai dengan 3 memiliki interpretasi cukup,
sedangkan nomor 4 memiliki interpretasi baik dan nomor 5 memiliki interpretasi
sangat baik . Sedemikian rupa sehingga tidak terdapat interpretasi daya pembeda
jelek bahkan sangat jelek. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 3.4.
d. Menghitung Tingkat Kesukaran
Menghitung tingkat kesukaran (TK) bertujuan untuk mengetahui tingkah
kesukaran tiap butir soal, dengan menggunakan rumus To (Sulastri, 2009: 32)
sebagai berikut :
Keterangan:
TK = Tingkat kesukaran
SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = Jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolah
IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah pada butir soal yang diolah
Adapun klasifikasi tingkat kesukaran yang digunakan adalah klasifikasi
tingkat kesukaran menurut Arikunto (2012: 225), yang disajikan dalam Tabel 3.8
dan diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes komunikasi matematis yang
disajikan dalam Tabel 3.9, sebagai berikut:
Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai TK
0,00 < TK ≤ 0,30
0,31 < TK ≤ 0,70
0,71 < TK ≤1,00
Interpretasi
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
41
Tabel 3.9 Nilai Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Uji Coba
Nomor Soal
1
2
3
4
5
TK
0,41
0,32
0,20
0,27
0,39
Interpretasi
Sedang
Sedang
Sukar
Sukar
Sedang
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen dengan bantuan Microsoft
Excel 2010 yang disajikan pada Tabel 3.9 dengan tes soal kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang berjumlah 5 nomor soal diperoleh nilai tingkat
kesukaran tiap butir soal nomor 3 dan 4 memiliki interpretasi sukar, sedangkan
nomor yang lainnya memiliki interpretasi sedang sehingga soal tidak terlalu sulit
dan juga tidak terlalu mudah. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 3.4.
Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat/indeks
kesukaran yang telah dilakukan, penulis beranggapan bahwa soal tes kemampuan
berpikir kreatif matematis yang diujikan layak untuk dijadikan sebagai instrumen
penelitian.
Dalam rangka mengembangkan tes untuk mengukur kemampuan berpikir
kreatif matematis ini, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Menyusun kisi-kisi tes sesuai indikator kemampuan berpikir kreatif
matematis.
2. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi yang telah ada
3. Membuat rubrik penilaian sesuai dengan soal yang telah ada
4. Menilai validitas isi dan validitas muka dari setiap soal
42
5. Menguji cobakan tes
6. Menghitung validitas, realibilitas, indeks kesukaran, dan data pembeda
dari setiap soal yang telah diberikan.
Untuk memperoleh data yang obyektif dari tes kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa, terlebih dahulu ditentukan pedoman penskoran menurut
(Kosasih, 2011) dan dikembangkan oleh penulis, untuk setiap butir soal sebagai
berikut:
Tabel 3.10 Panduan Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Kemampuan Berpikir
Kreatif
Kelancaran ( fluency )
Reaksi terhadap Soal atau Masalah
Skor
Tidak mengemukakan jawaban.
0
Menjawab dengan gagasannya tetapi
salah.
2
Menjawab dengan gagasannya tidak
disertai alasan.
4
Lebih dari tiga jawaban benar.
6
Lebih dari tiga jawaban, disertai langkahlangkah pengerjaan lengkap dan
jawaban benar.
Tidak mengemukakan jawaban.
8
8
0
Menjawab tetapi mengarah pada
jawaban salah jawaban.
4
Memberikan jawaban benar tetapi tidak
disertai alasannya.
6
Keluwesan ( Flexibility )
10
Menggolongkan hal-hal menurut
kategori yang berbeda tetapi alasannya
kurang tepat.
Keaslian ( Origanility)
Skor
Maks
Menggolongkan hal-hal menurut
kategori yang berbeda dan alasannya
tepat.
Tidak mengemukakan jawaban.
8
10
0
15
43
Menjawab dengan cara biasa tanpa
disertai penjelasan yang tepat.
Kemampuan Berpikir
Kreatif
Penguraian
( Elaboration)
Perumusan kembali
( evaluation)
Menjawab dengan cara yang tidak biasa.
Reaksi terhadap Soal atau Masalah
6
15
Skor
Tidak mengemukakan jawaban
0
Jawaban dan rincian alasan keliru
3
Jawaban benar, rincian alasan keliru
8
Jawaban benar, rincian alasan benar.
12
Tidak mengemukakan jawaban.
0
Menjawab tetapi mengarah pada
jawaban salah.
4
Menjawab dengan benar tetapi tidak
disertai alasannya.
7
Menjawab sesuai dengan permasalahan
tetapi alasannya kurang tepat
12
Menjawab sesuai dengan permasalahan
dan alasannya tepat.
Skor
Maks
12
15
15
2. Analisis Data Hasil Tes
Statistik yang digunakan adalah uji-t. Uji-t digunakan untuk melihat
perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu analisis data hasil tes
awal (pretest). Langkah-langkah analisis datanya sebagai berikut:
a. Menghitung nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Menghitung simpangan baku kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c. Melakukan uji normalitas kepada kedua kelas tersebut. Jika normal
dilanjutkan kepada uji homogenitas. Jika tidak normal, maka dilakukan uji
statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney.
44
d. Melakukan uji homogenitas dua varians. Jika hasilnya homogen maka
dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rataan. Jika tidak homogen dilajutkan
dengan test t’.
e. Melakukan uji kesamaan dua rerata.
Setelah hasil tes akhir (posttest) didapat, kemudian dianalisis datanya
dengan langkah-langkah yang sama seperti menganalisis tes awal. Sedangkan
untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis,
dilakukan pengolahan dan analisis terhadap data gain pada masing-masing
kelompok sampel. Menurut Meltzer (Ihsan,2011: 43) dapat menggunakan nilai
gain ternormalisasi dengan rumus:
Adapun kriteria gain ternormalisasi ( ) menurut Hake (Ihsan, 2011: 43)
adalah:
Tabel 3.11 Interpretasi Kriteria Gain Ternormalisasi
Interpretasi
Nilai
> 0,7
0,3 <
≤ 0,7
≤ 0,3
Tinggi
Sedang
Rendah
3. Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk
memudahkan membaca data, data hasil observasi ini merupakan data pendukung
dalam penelitian.
4.Analisis Data Angket
45
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
media komik. Setelah data angket diperoleh, maka dilakukan pemberian skor
untuk setiap jawaban dari pernyataan tertutup dalam skala Likert. Jawaban
pernyataan tertutup dipilah menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Penskoran yang digunakan untuk setiap jawaban dari pernyataan tertutup
mengikuti pendapat dari Sukjaya dan Suherman (1990: 235) sebagai berikut.
a.
Untuk pernyataan positif, jawaban SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS
diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
b.
Untuk pernyataan negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS
diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.
Hal ini sesuai juga dengan pendapat Muller (Taniredja dan Mustafidah,
2012: 46) “in scoring positively stated Likerts “strongly agree” receives 5 point,
“agree” 4 point, and so on. Far negatively worded items the scoring is reversed“
strongly agree” equals 2 and so on”.
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan dengan menghitung
rerata skor subjek. Adapun kriteria untuk penskoran angket ini menurut Sukjaya
dan Suherman (1990: 235) adalah:
Rerata skor ≥ 3
= respon positif
Rerata skor < 3
= respon negatif
Jika rerata skor subjek semakin mendekati 5, maka respon siswa semakin
positif. Sebaliknya jika semakin mendekati 1, maka respon siswa semakin negatif.
F. Prosedur Penelitian
46
Prosedur penelitian adalah tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian,
adapun langkah- langkah dalam penelitian ini secara garis besar digambarkan
sebagai berikut :
Tabel 3.12 Prosedur Penelitian
NO
Prosedur Penelitian
Langkah-Langkah
1
Persiapan penelitian
Persiapan penelitian merupakan tahap
yang paling pertama dilakukan yang
mencakup tahap pembuatan rancangan
penelitian, pelaksanaan tindakan, usulan
rancangan penelitian, dan pembuatan
surat izin.
2
Pelaksanaan penelitian
a. Melakukan observasi tentang materi
yang berada dalam kurikulum
kemudian berkonsultasi dengan guru
mata pelajaran matematika untuk
menetapkan materi yang akan
dilakukan dalam penelitian ini.
b. Menyusun dan menetapkan pokok
bahasan, dan pokok bahasan disini
adalah tentang segitiga
c. Menyusun
rencana
pembelajaran.
pelaksanaan
d. Menyusun instrumen tes.
e. Memilih sampel dalam penelitian.
f. Melaksanakan kegiatan penelitian
yaitu melakukan kegiatan belajar
mengajar matematika dan penulis
yang menjadi pemberi materi yang
berkaitan dengan penelitian ini.
g. Melaksanakan
tes
kemampuan
berpikir kreatif matematis pada setiap
47
siswa yang menjadi sampel penelitian.
h. Mengolah data dari hasil penelitian.
NO
Prosedur Penelitian
Langkah-Langkah
i. Membuat kesimpulan
penelitian.
dari
hasil
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan data-data hasil penelitian dan pembahasan yang
diperoleh dari setiap tahapan penelitian yang dilakukan. Data yang diperoleh
berupa data kuantitatif. Data kuantitatif untuk mengukur kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa diperoleh dari analisis data hasil tes awal dan tes akhir.
Peneliti juga menyajikan hasil lembar observasi dan hasil angket siswa.
Pengolahan data dalam skripsi ini menggunakan bantuan software SPSS ver. 21.0
for Windows dan Microsoft Excel 2010 for Windows.
C. Hasil Penelitian
1. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Analisis data hasil pretest dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum pembelajaran. Pretest
dilakukan terhadap seluruh sampel penelitian. Dari analisis data hasil pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol diperoleh rata-rata skor dan deviasi standar yang
terlihat pada Tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rata-Rata Skor dan Deviasi Standar Pretest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kelompok Kelas
Rata-Rata
Deviasi Standar
Kelas Eksperimen
21,31
17,03
Kelas Kontrol
22,11
12,66
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh rata-rata skor 21,31 untuk kelas
eksperimen dengan deviasi standar 17,03 dan rata-rata skor 22,11 untuk kelas
kontrol dengan deviasi standar 12,66. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata
skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol
sebelum pembelajaran menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu besar yaitu
sebesar 0,8. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran
4.1. Untuk melihat keberartian dua rata-rata nilai hasil tes awal dilakukan uji dua
rata-rata yaitu uji t.
49
Uji t dapat dilakukan jika syarat-syarat untuk uji t telah terpenuhi, yaitu
populasinya berdistribusi normal dan homogen. Uji t dengan varians tidak
homogen dapat dilakukan jika populasinya berdistribusi normal tetapi tidak
homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji
statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney.
a. Uji Normalitas
Berikut ini akan dilakukan uji normalitas terhadap hasil tes awal yang
diperoleh oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian akan dilakukan
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf
siginfikansi α = 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer
menggunakan software SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini
adalah :
H0
: Data berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1
: Data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas
taraf signifikansi
α = 0,05 maka Ho diterima artinya data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi
α = 0,05 maka Ho ditolak artinya data tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.2, sebagai
berikut
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kolmogorov-Smirnova
Kelas
Keterangan
Df
Sig.
Eksperimen
33
0.001
H0 ditolak
Kontrol
34
0.003
H0 ditolak
50
Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnova untuk kelas eksperimen
diperoleh nilai signifikansi 0,001. Hal ini berarti data tes awal kelas eksperimen
tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Sama halnya dengan kelas
kontrol, berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi 0,003 yang berarti
data tes awal kelas kontrol tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot.
Priyatno (2012: 58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik
data tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang
jauh dari garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua
gambar Normal Q-Q Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol.
Gambar 4.1 Normal Q-Q Plot Pretest
Kelas Eksperimen
Gambar 4.2 Normal Q-Q Plot Pretest
Kelas Kontrol
b. Uji Dua Rata-Rata
Setelah dilakukan uji normalitas terhadap hasil tes awal diketahui bahwa
data tidak berdistribusi normal, sehingga langkah selanjutnya untuk melakukan uji
dua rata-rata dilakukan uji statistik non-parametric yaitu dengan menggunakan
51
uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil uji Mann-Whitney
disajikan dalam Tabel 4.3, sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Pretest
Z
Sig. (2-tailed)
Keterangan
-1,107
0,268
H0 diterima
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, maka dapat dianalisis data tersebut sebagai
berikut.
1) Hipotesis:
H0: Kedua populasi identik (siswa yang pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan
pembelajaran konvensional) tidak berbeda secara signifikan.
H1: Kedua populasi tidak identik atau berbeda (siswa yang pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan
media komik dan pembelajaran konvensional) berbeda secara signifikan.
2) Pengambilan keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
a) Jika Signifikansi
0,05, maka H0 diterima.
b) Jika Signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak
3) Keputusan
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa pada kolom Sig. (2-tailed)
adalah 0,268 . Karena Signifikansi lebih dari 0,05 maka H0 diterima, atau dapat
dikatakan tidak ada perbedaan signifikansi antara rata-rata skor pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang artinya kemampuan awal kelas eksperimen
dan kelas kontrol sebelum mendapat perlakuan adalah sama.
2. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Analisis data hasil posttest dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
kemampuan akhir yang dimiliki siswa dalam kemampuan berpikir kreatif
matematis. Dari analisis data hasil kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas
kontrol diperoleh rata-rata skor, dan deviasi standar yang disajikan pada Tabel 4.4
sebagai berikut:
52
Tabel 4.4 Rata-Rata Skor dan Deviasi Standar
Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kelas
Rata-Rata
Deviasi Standar
Eksperimen
64,79
16,74
Kontrol
52,75
16,48
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh rata-rata skor 64,79 untuk kelas
eksperimen dengan deviasi standar 16,74 dan nilai rata-rata 52,75 untuk kelas
kontrol dengan deviasi standar 16,48. Untuk melihat keberartian dua rata-rata nilai
hasil tes akhir akan dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji t. Uji t dapat dilakukan
jika syarat-syarat untuk uji t telah terpenuhi, yaitu populasinya berdistribusi
normal dan homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan
dengan uji statistik non-parametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir yang diperoleh oleh kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf siginfikansi
0,05.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan SPSS 21.0 for
Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah :
H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal.
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas
taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 diterima artinya data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi α
= 0,05 maka H0 ditolak
artinya data tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.5 sebagai
berikut:
53
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kelas
Eksperimen
Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Df
Sig.
33
0.094
34
0.200
Keterangan
H0 diterima
H0 diterima
Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnova untuk kelas eksperimen
diperoleh nilai signifikansi 0,094. Hal ini berarti data posttest kelas eksperimen berasal
dari populasi berdistribusi normal. Sama halnya dengan kelas kontrol, berdasarkan hasil
pengujian diperoleh nilai signifikansi 0,200 yang berarti data posttest kelas kontrol
berasal dari populasi berdistribusi normal.
Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot.
Priyatno (2012:58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik data
tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang jauh dari
garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua gambar Normal Q-Q
Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
Gambar 4.3 Normal Q-Q Plot Posttest
Kelas Eksperimen
Gambar 4.4 Normal Q-Q Plot Posttest
Kelas Kontrol
54
Terlihat pada gambar
4.3 dan 4.4 bahwa data diperoleh dari kelas
eksperimen dan kelas kontrol data tersebar disekeliling garis (z-score), sehingga
dapat disimpulkan bahwa data hasil posttest berasal dari populasi berdistribusi
normal.
b.
Uji Homogenitas
Data tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal,
sehingga langkah selanjutnya adalah uji homogenitas. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan Levene’s test. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
komputer menggunakan SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini
adalah :
H0 : Varians dari kedua data sama atau homogen
H1 : Varians dari kedua data tidak sama atau tidak homogen
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas
taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 diterima artinya kedua data memiliki varians yang sama
(homogen).
2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 ditolak atau H1 digunakan artinya kedua data memiliki
varians yang berbeda (tidak homogen).
Hasil uji homogenitas kedua kelas tersebut disajikan pada Tabel 4.6 sebagai
berikut
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Posttest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Based on Mean
Levene
Statistic
df1
Df2
Sig.
.039
1
65
0.842
Dari hasil pengujian Levene’s test diperoleh tingkat signifikansinya sebesar
0,842 tingkat signifikasinya lebih besar dari 0,05 maka data posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama (homogen). Langkah
pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.4.
c. Uji Dua rata-rata
55
Data posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui berdistribusi
normal dan bervariansi sama (homogen) sehingga memenuhi syarat untuk
melakukan uji dua rata-rata. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah:
H0: μ1
μ2 (rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas
eksperimen tidak lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor
kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol).
H1: μ1 > μ2 (rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif matematis kelas kontrol).
Adapun kriteria pengujian menurut Sudjana (2005) tolak H0 jika thitung
tkritis.
Berikut hasil pengujian dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 21.0
for windows yang disajikan dalam Tabel 4.7. sebagai berikut:
Tabel 4.7 Analisis Independent Samples Test Hasil Posttest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
thitung
tkritis
Df
Sig. (2-tailed)
Keterangan
2,970
1,669
65
0,004
H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 4.7 nilai dari thitung untuk equal variances assumed
sebesar 2,970. Sementara itu nilai dari tkritis
adalah 1,669 dengan derajat
kebebasan df = 65 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dikarenakan thitung > tkritis yaitu
2,970 > 1,6684 , maka H0 ditolak dan H1 digunakan.
Dari hasil analisis data yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa ratarata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas kontrol. Langkah pengerjaan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4
3. Analisis Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis
Analisis data hasil N-gain ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada
atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa selama pembelajaran matematika berlangsung yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
56
komik dan pembelajaran konvensional. Dari analisis data hasil N-gain kelas
eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata dan deviasi standar yang
terlihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Nilai Rata-Rata dan Deviasi Standar
N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kelas
Rata-Rata
Deviasi Standar
Eksperimen
0,56
0,17
Kontrol
0,40
0,17
Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh nilai rata-rata N-gain 0,56 untuk kelas
eksperimen dengan deviasi standar 0,17 dan nilai rata-rata N-gain 0,40 untuk
kelas kontrol dengan deviasi standar 0,17
Untuk melihat keberartian perbedaan rata-rata nilai hasil N-gain akan
dilakukan uji dua rata-rata yaitu uji t. Uji ini bisa dilakukan jika syarat-syarat
untuk uji ini telah terpenuhi, yaitu populasinya berdistribusi normal dan homogen.
Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji statistik nonparametric dengan menggunakan tes Mann-Whitney.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnova (Priyatno, 2012) dengan taraf signifikansi α = 0,05. Pengolahan data
dilakukan dengan bantuan program SPSS 21.0 for Windows. Pasangan hipotesis
untuk uji ini adalah :
H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas
taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 diterima artinya data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 ditolak artinya data tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas untuk kelas ekperimen dan control sebagai berikut :
57
Tabel 4.9 Hasil Uji N-Gain
Kelas
Df
Sig.
Keterangan
Eksperimen
33
0,105
H0 diterima
Kontrol
34
0,200
H0 diterima
a
Dari hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi
untuk kelas eksperimen 0,105 dan kelas kontrol 0,200. Hal ini berarti data gain
kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal.
Kenormalan sebuah data juga dapat dilihat dari gambar Normal Q-Q Plot.
Priyatno (2012: 58) menyatakan bahwa: “Distribusi data normal jika titik-titik
data tersebar di sekitar garis dan mengikuti arah diagonal garis. Jika ada data yang
jauh dari garis maka data tersebut termasuk outlier”. Berikut disajikan dua
gambar Normal Q-Q Plot dari masing-masing kelas baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol.
Gambar 4.5 Normal Q-Q Plot N-Gain
b. Uji Homogenitas
Data hasil N-gain kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal,
selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Leven’s test. Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS
21.0 for Windows. Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah :
H0 : Varians dari kedua data sama atau homogen
H1 : Varians dari kedua data tidak sama atau tidak homogen
Kelas Eksperimen
58
Gambar 4.6 Normal Q-Q Plot N-Gain
Kelas Kontrol
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
1) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas
taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 diterima artinya kedua data memiliki varians yang sama
(homogen).
2) Apabila nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < taraf signifikansi
α = 0,05 maka H0 ditolak atau H1 digunakan artinya kedua data memiliki
varians yang berbeda (tidak homogen).
Hasil uji homogenitas untuk kelas ekperimen dan kontrol terlihat pada
tabel berikut ini
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas
Df
Sig.
Keterangan
65
0,981
H0 diterima
Dari hasil pengujian Leven’s test, diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,981.
Karena nilai signifikasinya lebih besar dari 0,05, maka data N-gain kelas kontrol
dan eksperimen memiliki varians yang sama (homogen).
c. Uji Dua rata-rata
Data N-gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui
berdistribusi normal dan bervariansi sama (homogen) sehingga memenuhi syarat
untuk melakukan uji dua rata-rata.
Pasangan hipotesis untuk uji ini adalah :
59
H0 : µ1
=
µ2 (peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas
eksperimen tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir
kreatif matematis kelas kontrol).
H1 : µ1 > µ2 (peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir
kreatif matematis kelas kontrol).
Adapun kriteria pengujian menurut Sudjana (2005: 243), H0 ditolak jika
thitung ≥ tkritis. Pengujian dilakukan dengan bantuan SPSS 21.0 for Windows yang
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.11 Hasil Uji Dua Rata-Rata N-Gain
thitung
tkritis
df
Sig. (2-tailed)
Keterangan
3,858
1,669
65
0,000
H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 4.11 di atas terlihat bahwa nilai dari thitung sebesar
3,858 sementara nilai tkritis sebesar 1,669 dengan derajat kebebasan df = 65 dan
taraf signifikansi α = 0,05. Karena thitung ≥ tkritis maka H0 ditolak. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif
matematis kelas kontrol.
4. Hasil Angket Siswa
Penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Angket diberikan hanya
pada kelas eksperimen (kelas yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran STAD berbantuan media komik). Setelah dilakukan analisis
angket, berikut hasil analisisnya disajikan dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Hasil Analisis Angket Siswa
NO.
1
2
ASPEK YANG DINILAI
Respon Siswa terhadap Matematika
dan Pembelajarannya.
Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Matematika dengan model STAD
berbantuan media komik
RESPON
INTERPRETASI
SISWA
3,10
Positif
3,75
Positif
60
Respon Siswa terhadap soal-soal
Kemampuan Berpikir Kreatif
RATA-RATA
3
3,92
Positif
3,60
Positif
Berdasarkan Tabel 4.12 aspek yang menunjukkan respon siswa terhadap
matematika dan pembelajarannya adalah positif dengan rata-rata skor 3,10.
Respon siswa terhadap terhadap Pembelajaran Matematika dengan model STAD
berbantuan media komik adalah positif dengan rata-rata skor 3,75. Serta respon
siswa terhadap soal-soal Kemampuan Berpikir Kreatif adalah positif dengan ratarata skor 3,91. Dengan demikian, secara keseluruhan respon siswa terhadap
angket yang telah diberikan adalah positif dengan rata-rata skor 3,60. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat dari indikator-indikator respon siswa sebagai berikut.
a. Respon Siswa terhadap Matematika dan Pembelajarannya
Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap
matematika dan pembelajarannya disajikan dalam Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Hasil Analisis Angket Siswa
Berdasarkan Respon Siswa terhadap Matematika dan Pembelajarannya
NO
1
2
INDIKATOR
Menunjukkan minat atau ketertarikan pada
matematika.
Menunjukkan manfaat mengikuti proses
pembelajaran matematika.
RATA-RATA
SKOR
RESPON
PERSENTASE
3,13
62,7 %
3,03
60,61 %
3,10
61,6%
Dari Tabel 4.13 untuk indikator yang menunjukan minat atau ketertarikan
pada matematika memiliki rata-rata skor 3,13 artinya 62,7 % siswa merespon
positif. Pada indikator yang kedua memiliki rata-rata skor 3,03 artinya 60,61%
siswa merespon positif. Dari kedua indikator tersebut maka untuk aspek respon
siswa terhadap pembelajaran matematika memiliki rata-rata 3,10 yang artinya
61,6 % siswa merespon positif.
b. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Komik
61
Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik disajikan dalam Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Analisis Angket Siswa
Berdasarkan Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan
Model STAD Berbantuan Media Komik
NO
1
2
3
INDIKATOR
Menunjukkan minat terhadap pembelajaran
matematika dengan model STAD
berbantuan media komik.
Menunjukkan peranan guru dalam
pembelajaran.
Aktivitas siswa dalam kelompok.
RATA-RATA
SKOR
RESPON
PERSENTASE
3,86
77,2 %
3,53
70,6 %
3,87
77,4 %
3,75
75,1%
Dari Tabel 4.14 untuk indikator yang menunjukkan minat terhadap
pembelajaran matematika dengan model STAD berbantuan
media komik
memiliki rata-rata skor 3,86 artinya 77,2 % siswa merespon positif. Pada indikator
yang kedua memiliki rata-rata skor 3,53 artinya 70,6% siswa merespon positif.
Pada indikator yang ketiga yaitu mengenai aktivitas siswa memiliki rata-rata skor
3,87 artinya 77,4% siswa merespon positif. Dari ketiga indikator tersebut maka
untuk
aspek
respon
siswa
terhadap
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik memiliki rata-rata 3,75 yang artinya 75,1 % siswa merespon positif.
c. Respon Siswa Terhadap Soal-Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
Berdasarkan analisis angket, berikut hasil analisis respon siswa terhadap
soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematis disajikan dalam Tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil Analisis Angket Siswa
Berdasarkan Respon Siswa Terhadap Soal-Soal
Kemampuan Berpikir Kreatif
62
N
INDIKATOR
O
1 Menunjukkan minat dalam menyelesaikan
soal-soal kemampuan berpikir kreatif
SKOR
RESPON
PERSENTASE
3,92
78,4 %
3,92
78,4%
RATA-RATA
Dari Tabel 4.15 untuk indikator yang menunjukkan minat dalam
menyelesaikan soal-soal kemampuan berpikir kreatif memiliki rata-rata skor 3,92
artinya 78,4 % siswa merespon positif.
5. Hasil Lembar Observasi
Selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran konvensional,
observer mengamati kegiatan aktivitas guru. Secara keseluruhan pelaksanaan
model pembelajaran STAD berbantuan media komik dan pembelajaran
konvensional berjalan dengan baik. Berikut hasil observasi aktivitas guru kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 4.16 Data Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen
NO
1
2
3
4
5
Aktivitas Guru yang diamati
A.Pendahuluan
Mengucapkan
salam
pembuka,
mengkondisikan siswa (kelas) dan
memeriksa kehadiran siswa.
Menyampaikan topik yang akan dibahas
dengan media komik.
Menyampaikan tujuan pembelajaran.
Menjelaskan aktivitas pembelajaran yang
akan dilakukan.
Mengkondisikan
siswa
untuk
ber
kelompok.
NO
Aktivitas Guru yang Diamati
6
Memberikan motivasi.
B.Kegiatan Inti
Memberikan penjelasan lebih dalam
tentang materi yang termuat dalam komik
Membimbing siswa untuk memahami
masalah dalam LKS.
7
8
1
Pertemuan
2
3
4
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
1
√
√
√
Pertemuan
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
4
√
√
√
63
9
Menjadi fasilitator dalam diskusi setiap
√
kelompok.
10 Memberikan kesempatan kepada siswa
√
untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya.
11 Memberikan penghargaan kelompok.
√
C.Penutup
12 Memberikan soal evaluasi yang dikerjakan
√
secara individu.
13 Membimbing siswa untuk menyimpulkan
√
materi.
14 Memberi tugas PR pada siswa.
√
15 Menyampaikan materi pelajaran yang akan
√
dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
Keterangan : √ = Aspek yang diharapkan muncul
- = Aspek yang diharapkan tidak muncul
Berikut hasil observasi aktivitas guru kelas kontrol.
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
Tabel 4.17 Data Observasi Aktivitas Guru Kelas Kontrol
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
NO
10
Aktivitas Guru yang diamati
Kegiatan Awal
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Guru menyampaikan materi sebelumnya
Guru memberikan motivasi pada siswa
Kegiatan Inti
Guru menjelaskan materi pembelajaran
Guru mempersilahkan pada siswa untuk
bertanya
Guru memberikan soal latihan
Guru membahas soal latihan
Kegiatan Penutup
Guru menyimpulkan materi pembelajaran
Guru melakukan refleksi bersama siswa
Aktivitas Guru yang Diamati
1
Pertemuan
2
3
4
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pertemuan
2
3
√
√
√
√
√
√
1
√
Guru memberikan latihan/pekerjaan
rumah.
11 Guru menyampaikan materi yang akan
√
dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
Keterangan : √ = Aspek yang diharapkan muncul
= Aspek yang diharapkan tidak muncul
-
√
√
4
√
√
64
Berdasarkan Tabel 4.16 dan 4.17 Guru telah melaksanakan fungsinya
dengan baik yaitu menjadi fasilitator yang mengarahkan, mengamati serta
membimbing kegiatan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan observer dapat
disimpulkan bahwa aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung sudah
berjalan dengan baik sesuai dengan tahap pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbantuan media komik.
D. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang
telah dilaksanakan berkenaan dengan rumusan masalah pada bab I yakni “Apakah
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan
model STAD berbantuan media komik lebih baik dari pada siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional?”.
Setelah dilakukan pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan pokok bahasan segitiga, diperoleh data-data hasil penelitian dari hasil tes
kemampuan berpikir kreatif matematis (tes awal dan tes akhir). Selanjutnya
dilaksanakan pengolahan data dan penganalisisan data sehingga diperoleh suatu
kesimpulan. Berikut akan dijelaskan hasil analisis dari penelitian berdasarkan
pada rumusan masalah yang telah dirumuskan.
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diketahui hasil pretest
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen antara kelas
kontrol menunjukkan bahwa rerata kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas
eksperimen, rata-rata skor 22,11 untuk kelas kontrol dan rata-rata skor 21,31
untuk kelas eksperimen. Dengan perolehan skor tes awal ini, menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dikatakan sangat rendah.
Berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan berpikir tinggi, dimana
siswa sebelumnya belum terbiasa untuk berpikir tingkat tinggi. Ditambah materi
yang diujikan adalah materi baru yang siswa belum dipelajari siswa, meskipun
siswa telah mempelajari prasyarat materi ini yaitu bangun sisi datar pada pokok
bahasan pada tingkatan sebelumnya.
65
Selanjutnya terhadap kedua kelompok diberikan perlakuan yang berbeda.
Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media komik,
sedangkan
kelas
kontrol
mendapatkan
perlakuan
berupa
pembelajaran
konvensional. Berdasarkan Tabel 4.16 hasil analisis observasi aktivitas guru pada
kelas eksperimen, terlihat bahwa 95% guru telah melaksanakan fungsinya dengan
baik. Guru menjadi fasilitator yang mengarahkan, mengamati serta membimbing
kegiatan siswa.
Hal ini
dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru selama
pembelajaran berlangsung sudah berjalan dengan baik sesuai tahap pelaksanaan
model STAD berbantuan media komik. Begitu pula dengan kelas kontrol, terlihat
96% guru telah melaksanakan fungsinya dengan baik. Hal ini didukung bahwa
aspek-aspek yang diharapkan pada pembelajaran konvensional sudah muncul.
Dapat
disimpulkan
bahwa
aktivitas
guru
selama
proses
pembelajaran
konvensional sudah berjalan dengan baik.
Kemudian setelah tatap muka (pertemuan) selesai, maka dilakukan posttest
untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik. Dari analisis
hasil tes akhir diperoleh rata-rata skor posttest kelas eksperimen adalah 64,79
dengan skor terendah 33,33 dan skor tertinggi 100. Adapun rata-rata skor tes akhir
kelas kontrol adalah 52,75 dengan skor terendah 23,33 dan skor tertinggi 81,67.
Setelah diuji dua rata-rata pada hasil posttest menunjukkan bahwa thitung >
tkritis yaitu 2,970 > 1,6684 Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan tetapi
dari hal tersebut belum bisa terlihat jelas kelas yang peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematisnya lebih baik. Maka dari itu, dilanjutkan dengan
pencarian nilai gain. Hasil pretest, posttest, dan N-gain disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 4.18 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain
Statistik
Pretest
Kelas
Kontrol
Pretest Kelas
Eksperimen
Posttest
Kelas
Kontrol
Posttest
Kelas
Eksperimen
Gain
Kelas
Kontrol
Gain Kelas
Eksperimen
Jumlah
Sampel
34
33
34
33
34
33
66
Nilai
Minimum
Nilai
Maksimum
Rata-rata
( )
Standar
Deviasi
5,00
3,33
23,33
33,33
0.05
0,26
51,67
66,67
81,67
100,00
0,69
1,00
22,11
21,31
52,75
64,79
0,40
0,56
12,66
17,03
16,48
17,34
0,17
0,17
Berdasarkan hasil analisis terhadap N-gain siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol, didapat rata-rata gain kelas eksperimen 0,56 dengan skor N-gain
terendah 0,26 dan skor N-gain tertinggi 1,00. Sedangkan rata-rata N-gain kelas
kontrol 0,40 dengan skor N-gain terendah 0,05 dan skor N-gain tertinggi 0,69.
Setelah diuji dua rata-rata hasil N-gain, diperoleh thitung sebesar 3,858 lebih besar
dari tkritisnya yaitu 1,669. Dapat disimpulkan bahwa kelas yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media komik menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis lebih tinggi daripada kelas yang memperoleh pembelajaran matematika
dengan pembelajaran konvensional.
Kondisi ini disebabkan dalam
pembelajaran matematika
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik pembelajarannya berpusat pada siswa, berbeda dengan pembelajaran
konvensional yang pembelajarannya berpusat pada guru. Hal ini sejalan dengan
yang dikemukakan Sumarmo (Sulastri, 2009: 75), ‘bahwa suasana belajar yang
kondusif dapat diciptakan dengan mengubah pendangan kelas sebagai kumpulan
individu ke arah kelas sebagai learning community, dan guru sebagai pengajar,
menjadi motivator, fasilitator, dan manager belajar’.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbantuan media komik, setiap kelompok terdiri dari 4-5
orang dengan tujuannya agar setiap kelompok dapat berdiskusi dengan baik.
Pembelajaran ini lebih menekankan siswa untuk dapat berdiskusi. Diskusi
dilakukan untuk menambah pengetahuan siswa melalui transfer informasi antar
siswa lain. Hal ini sesuai dengan Suryasubroto (Wijayanti, 2009: 78) yang
mengatakan bahwa ‘diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara
67
berpikir dan sikap ilmiah’. Selain itu bahan ajar berupa komik yang diberikan
pada setiap kelompok siswa menjadi salah satu sumber belajar yang mendukung
proses diskusi.
Pembelajaran matematika menggunakan media komik diharapkan dapat
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.
Sekaligus dapat menentukan sikap dan minat belajar siswa terhadap pembelajaran
matematika. Selama pembelajaran ini, media komik mampu membuat siswa
tertarik dan termotivasi dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran matematika
yang sebelumnya kurang disukai menjadi lebih menyenangkan dan lebih diminati.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran model STAD berbantuan media komik ini
menuntut siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pada pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
media komik ini setiap kelompok diberikan lembar kegiatan siswa (LKS).
Kemudian setiap kelompok berdiskusi memahami materi yang ada dalam komik
dan mengerjakan soal-soal pada LKS. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan memecahkan masalah yang
terdapat di LKS. Berikut salah satu contoh jawaban LKS yang menunjukkan ideide kreatifnya .
Pertanyaan: Dari Gambar Trapesium ABCD kamu dapat membuat beberapa
segitiga, Gambarkan segitiga tersebut dan sebutkan jenis segitiganya !
Gambar 4.7 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen
68
Gambar 4.8 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol
Pada Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa jawaban siswa kelas eksperimen
tersebut tidak hanya digunakan dengan satu cara, tapi banyak cara untuk
menggambarkan jenis segitiga tersebut. Hal ini membuat siswa dapat
mengembangkan ide ide kreatifnya. Sedangkan pada Gambar 4.8 jawaban siswa
kelas kontrol mayoritas hanya menjawab dengan satu cara atau memberikan
jawaban yang tidak bervariasi.
Setelah berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Dalam presentasi ini kelompok lain berhak mengemukakan solusi atau temuan
hasil diskusi mengenai permasalahan yang telah diajukan. Interaksi kelompok pun
terjadi. Guru sebagai fasilitator berperan penting dalam hal ini, terutama dalam
menyamakan persepsi dari suatu permasalahan agar dapat diterima oleh semua
kelompok, sehingga siswa dapat menerima berbagai macam cara untuk
menemukan sebuah solusi.
Setelah mempresentasikan hasil diskusi, siswa diberi tes individual untuk
berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan
mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kesuksesan kelompoknya. Pada kegiatan penutup pembelajaran, guru memberikan
penghargaan
pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Pada Intinya
proses pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD
69
berbantuan media komik lebih menitik beratkan pada proses diskusi. Hal ini
menyebabkan model pembelajaran STAD berbantuan media komik mendukung
perkembangan setiap indikator pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Karakterisitik kemampuan berpikir kreatif menurut Guilford (Salahudin
dan Alkrienciehie, 2013: 297) ada 5 yaitu
kelancaran (fluency), keluwesan
(fleksibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan
kembali (evaluation). Berdasarkan uji dua rata-rata hasil N-gain, menunjukkan
rata-rata skor peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tertinggi ada pada indikator
kelancaran, kemudian disusul dengan keluwesan, keaslian, penguraian dan
perumusan kembali.
Menurut Siswono (Darodjat, 2010) ‘ketiga karakteristik berpikir kreatif
yaitu kelancaran, keluwesan dan keaslian menempati bobot tertinggi’.
Penempatan karakteristik keaslian ditempatkan tertinggi karena merupakan ciri
utama dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif. Sedangkan menurut
Guilford (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013: 297) karakteristik perumusan
kembali ditempatkan di posisi tertinggi karena indikator ini dapat meninjau
kembali suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda beda dari yang telah
dikemukakan dan diketahui banyak orang.
Pada hasil N-gain juga, kelas eksperimen dan kelas kontrol dikategorikan
sedang. Namun kategori peningkatan N-gain yang sedang belum sesuai dengan
apa yang diharapkan. Ada dugaan terdapat masalah dalam proses pembelajaran.
Pada proses belajar mengajar yang bersifat open-ended hal ini memungkinkan
siswa untuk adanya variasi jawaban benar. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong
dan melatih siswa melakukan aktivitas-aktivitas kreatif. Salah satu ciri masalah
open-ended menurut Darodjat (2010: 88) diantaranya tidak dapat dijawab dengan
segera dalam waktu yang singkat. Selain kurangnya waktu diduga kurangnya
latihan soal yang dapat mengembangkan ide-ide kreatifnya. Jumlah siswa yang
banyak juga dapat mengakibatkan guru tidak maksimal dalam menjalani
peranannya sebagai fasilitator dan pengarah saat siswa sedang berdiskusi dan
membentuk pengetahuannya.
70
Walaupun demikian, peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik
lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
berbantuan Media Komik
Berdasarkan hasil analisis dari angket siswa diperoleh bahwa respon siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
STAD berbantuan media komik adalah positif. Respon siswa ini terdiri dari:
a. Respon siswa terhadap matematika dan pembelajarannya (Respon I).
b. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model STAD
berbantuan media komik ( Respon II).
c.
Respon siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif (Respon III).
Berikut akan disajikan hasil dari angket siswa dalam Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Hasil Analisis Angket Siswa
Secara
umum,
siswa
menyukai
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan model pembelajaran STAD berbantuan media komik ini, karena
mereka dapat belajar dengan santai dan berdiskusi tanpa rasa tegang. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya rata-rata skor pernyataan nomor 8 (pembelajaran
matematika seperti ini membuat saya semangat belajar) yaitu 3,85. Selain itu,
besarnya rata-rata respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model
71
STAD berbantuan media komik dan respon siswa terhadap soal-soal kemampuan
berpikir kreatif direspon positif oleh siswa.
Hal ini dapat terlihat dari keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran
berlangsung, terutama pada saat berdiskusi dan penugasan kelompok. Menurut
sebagian besar para siswa, mereka tertantang dengan soal-soal yang diberikan,
terutama soal-soal yang dapat menstimulus mereka untuk berpikir kreatif dan
menuntut mereka untuk berpikir. Dikarenakan sebelum pembelajaran siswa
mempelajari
materi
secara
mandiri
sehingga
mereka
mengkonstruksi
pengetahuannya. Kemudian, dengan adanya diskusi kelas siswa semakin
menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi, lebih berani bertanya maupun
menjawab pertanyaan, dan kecenderungan untuk menyukai aktivitas diskusi.
Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami
matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif. Selanjutnya
akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya dan mengembangkan
kemampuan berpikir kreatifnya. Untuk itu dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
media komik ini perlu kepiawaian guru dalam mengatur kelas terutama
kesesuaian waktu yang tersedia dengan materi yang akan diajarkan.
72
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik lebih baik
dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik adalah positif.
B. Saran
Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan
penelitian ini:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan sebagai alternatif
pembelajaran yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa. Akan tetapi, agar dapat mencapai hasil yang optimal
maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting, mulai dari
persiapan membuat lembar kerja tugas, memilih dan menemukan masalah
sampai kepada pelaksanaan dalam kelas.
2. Dalam
penelitian
ini,
kemampuan
matematika
yang
dikembangkan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, maka hendaknya
ada penelitian lain yang mencoba menerapkan pembelajaran tersebut dalam
upaya meningkatkan kemampuan-kemampuan matematika lainnya, misalnya
kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah, dan
sebagainya.
3. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VII, sehingga
perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat yang
berbeda dan jenjang pendidikan yang berbeda.
73
4. Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media komik, hendaknya guru
mempunyai berbagai strategi supaya siswa benar-benar mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS). Dan pembagian kelompok harus heterogen .
5. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media
komik hendaknya digunakan juga pada bidang selain matematika, seperti
fisika, biologi, dan sebagainya.
Download