Konsep Gerakan Sosial - SKPM IPB

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM403)
MODERNISASI DAN GERAKAN PERUBAHAN SOSIAL PARA
PETANI DI PEDESAAN
NASYI’ATUL LAILA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul
“Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan“ benarbenar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi
Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia
mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Mei 2015
Nasyi’atul Laila
NIM I34120031
iii
ABSTRAK
NASYI’ATUL LAILA. Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di
Pedesaan. Di bawah bimbingan MURDIANTO.
Modernisasi yang masuk di pedesaan merupakan upaya pihak untuk meningkatkan
wilayah tersebut lebih baik dengan peningkatan ekonomi dan politik yang kuat.
Kehidupan para petani dengan nilai-nilai yang dianut dipengaruhi oleh pihak luar
sehingga akan memunculkan sikap para petani untuk bergerak. Gerakan ini disebut
gerakan sosial yang terbentuk dari bawah dengan tujuan untuk perubahan sosial.
Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa
terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Hasil dari penulisan
studi pustaka ini mengungkapkan bahwa perubahan yang terjadi akibat masuknya
modernisasi dari pihak swasta atau pemerintah yang mempengaruhi adanya suatu
gerakan sosial dari para petani di desa untuk terus bertahan dengan pola kehidupan lama
mereka. Modernisasi dapat mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya para
petani setempat.
Kata kunci: modernisasi, pedesaan, petani, gerakan sosial, perubahan sosial.
ABSTRACT
NASYI’ATUL LAILA. Modernization and Social Change Movement of Farmers in
Rural. Supervised by MURDIANTO
Modernization in rural areas is the effort to improve the region with increasing
economic and political strong. Lives of farmers with the values espoused influenced by
outsiders so will bring up the attitude of farmers to move. This movement is called the
social movements that are formed from the bottom for the purpose of social change. The
method used in the writing of this literature study is the method of analysis of secondary
data that is relevant to the topic of literature. Results of the writing of this literature
study revealed that the changes that occur as a result of the entry of modernization of
the private sector or the government that affect the existence of a social movement from
farmers in the village to continue to persist with their old pattern of life. Modernization
can affect social, economy, and culture life of local farmers.
Keywords: modernization, rural, farmers, social movements, social change.
MODERNISASI DAN GERAKAN PERUBAHAN SOSIAL PARA PETANI DI
PEDESAAN
Oleh
NASYI’ATUL LAILA
I34120031
Laporan Studi Pustaka
sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Nasyi’atul Laila
Nomor Pokok
: I34120031
Judul
: Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di
Pedesaan
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM403) pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Ir. Murdianto, M.Si.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal Pengesahan: _______________
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Pustaka yang berjudul
Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan dengan baik.
Laporan Studi Pustaka ini ditulis untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi
Pustaka (KPM403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Ir. Murdianto, M.Si. selaku dosen
pembimbing atas bimbingan, saran, dan curahan waktunya kepada penulis selama
proses penulisan hingga penyelesaian studi pustaka ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta, yaitu Ibu, Bapak (alm),
dan Kakak-Kakak atas segala doa, curahan kasih sayang, saran, motivasi dan dukungan
yang telah diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman satu organisasi dan kepanitiaan Forum Syiar Islam Fakultas
Ekologi Manusia (Forsia) 1436 H dan Open House IPB, donator serta teman beaswan
Karya Salemba Empat, teman satu bimbingan, kakak-kakak kelas, serta teman-teman
satu departemen SKPM angkatan 49, atas kebersamaan dan kesediaannya berbagi
pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan Laporan Studi Pustaka ini.
Akhirnya, penulis berharap Semoga studi pustaka ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2015
Nasyi’atul Laila
NIM I34120031
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan Tulisan .............................................................................................................. 2
Metode Penulisan .......................................................................................................... 2
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA................................................................... 3
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 24
Konsep Gerakan Sosial ............................................................................................... 24
Hubungan Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial .................................................... 24
Hubungan Gerakan Sosial dan Modernitas ............................................................. 25
Modernisasi Pedesaan ................................................................................................. 25
Konsep Perubahan Sosial ............................................................................................ 27
Konsep Petani ............................................................................................................. 28
Konsep Desa................................................................................................................ 29
SIMPULAN .................................................................................................................... 31
Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................ 31
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian .......................................................... 32
Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis Gerakan Berdasarkan Perubahan Lokus dan Jumlah .............................25
Tabel 2. Perbandingan Definisi Perubahan Sosial....................................................27
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dimensi Waktu Perubahan Sosial…………………………………………28
Gambar 2. Usulan Kerangka Analisis Baru...................................................................33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Indonesia secara terus menerus muncul
pemberontakan yang cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah. Tidak dapat
disangkal, bahwa dominasi ekonomi, politik, dan kultural oleh pihak tertentu membuka
peluang masyarakat (rakyat) melakukan pemberontakan sosial. Kajian Fauzi (2005)
tentang gerakan rakyat beberapa negara dunia ketiga berhasil memotret bentuk-bentuk
karakter perlawanan1. Perlawanan dimulai dengan konfrontasi terhadap dominasi
pemerintah dan swasta. Strategi yang dikembangkan adalah mobilisasi rakyat dilakukan
dengan cara mengkonstruksi kembali identitas etnis. Dominasi tersebut akan atau telah
mengakibatkan beberapa perubahan sosial di masyarakat yang tidak diinginkan oleh
masyarakat.
Gerakan Samin merupakan salah satu fakta pergolakan sosial di pedesaan.
Gerakan ini memiliki ciri-ciri gerakan pedesaan yang lain, seperti pelakunya adalah para
petani. Gerakan Samin dimulai kira-kira akhir abad 19 lalu berhasil mencapai
puncaknya yaitu dengan berhasil membuat kecemasan pada pemerintah Hindia Belanda
(Subarkah dan Wicaksono 2014)2. Fakta lain, gerakan petani dalam melawan tuan tanah
yang terjadi di Ciomas pada tahun 18863. Peristiwa ini merupakan suatu pertentangan
antara petani tuan tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi ricuh.
Peristiwa tersebut menggambarkan lemahnya kaum petani dalam menghadapi hegemoni
kaum penguasa. Para petani mampu membangun perlawanan terhadap hegemoni negara
atau penguasa.
Upaya menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dari tiga faktor, yaitu
a) meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan kemerosotan ekonomi
petani; b) pembentukan organisasi politik yang berasal dari luar masyarakat petani
mengembangkan tuntutan ekonomi, perlindungan, keahlian berorganisasi, dan sistem
niali baru; c) respons dari pilihan antara reformasi dan penindasan yang menimbulkan
dampak penting dan intensitas mobilisasi petani. Para petani bersedia mengambil resiko
dengan mengadakan konfrontasi langsung bila mereka menganggap ketidakadilan tidak
lagi dapat ditoleransi4.
Fakih (2000) juga mencoba menggambarkan perlawanan terhadap pemerintah
dengan melihat keterkaitan antara arus besar model pembangunan dengan tumbuhnya
gerakan sosial. Meski kajian keduanya menyandarkan pada kasus LSM - bukan
organisasi petani - sebagai sumbangan pemikiran tentunya patut dipertimbangkan.
Hanya, perlu merujuk pada kasus organisasi petani yang berpola gerakan rakyat. Fakih
menggambarkan bahwa arus besar paradigma developmentalism turut membentuk
karakter gerakan. Bentuk developmentalism dapat berupa upaya modernisasi. Seperti
telah disebutkan termasuk komersialisasi pada para petani di pedesaan. Secara
sederhana modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara
baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi, Korten dalam Purwandari menggarisbawahi masalah
pembangunan seringkali dalam perspektif dialektis menunjukkan saling keterkaitan
1
Fauzi N. 2005. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga.
Subarkah. Anggit W. 2014. Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan
Pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal).
2014. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Vol.26 No.2
3
Perlawanan…. [Tidak ada tahun]. Perlawanan Rakyat Ciomas terhadap Pemerintahan Hindia Belanda.
Dapat diunduh dari: http://www.bogorheritage.net/2013/11/perlawanan-rakyat-ciomas-terhadap.html.
4
Ibid
2
antara persoalan eksploitasi, dominasi dan penindasan politik. Dengan demikian,
gerakan sosial para petani di pedesaan berupaya melakukan transformasi hingga
mencapai alternatif pembangunan berorientasi rakyat (people centered developmet).
Sehingga tulisan ini akan mempelajari dan memahami bentuk gerakan sosial
sebagai dampak proses pembangunan yang merupakan bagian dari modernisasi atau
justru sebaliknya gerakan sosial ada karena selama ini tidak mengalami pembangunan
yang lebih baik. Pada intinya, gerakan ini menginginkan suatu perubahan yang mereka
hendaki dari proses pembangunan saat ini.
Tujuan Tulisan
Berkenan dengan hal yang dijelaskan diatas, maka tujuan dari tulisan ini adalah
untuk:
1. mempelajari dan memahami gerakan para petani di pedesaan;
2. mempelajari dan memahami pengaruh modernisasi di pedesaan;
3. mempelajari dan memahami pengaruh modernisasi terhadap adanya gerakan
para petani.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan studi pustaka ini adalah
pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan studi
pustaka ini diantaranya adalah hasil-hasil penelitian, skripsi, thesis, disertasi, dan jurnal
ilmiah. Data sekunder yang diperoleh tersebut kemudian di-review, dianalisis, dan
disusun guna menjadi satu tulisan yang utuh.
3
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
:
:
:
:
:
:
:
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
Tanggal diunduh
:
:
:
:
Strategi Perjuangan Petani dalam Mendapatkan
Akses dan Penguasaan Atas Lahan
2011
Jurnal
Elektronik
Geidy Tiara Ariendi, Rilus A. Kinseng
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi,
Komunikasi, dan Ekologi Manusia
Vol.5 (April 2011): 13-31
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47369
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Pada tulisan jurnal ini mengenai strategi perjuangan petani memiliki latar belakang
konflik-konflik persoalan tanah di pedesaan. Konflik ini dari perusahaa, rakyat, maupun
pemerintah. Penelitian ini membahas di Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi tetntang
perkebunan teh nasional. Masyarakat di sekitar perkebunan teh ini hidup bergantung
kepada kegiatan perkebunan. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai
buruh di perkebunan tersebut sebagai pemetik teh dan buruh tani. Masyarkat
bermatapencaharian petani yang bercocok tanam sendiri masih sedikit. Mereka tidak
memiliki lahan karena lahan di sana merupakan milik perkebunan milik negara. Bekerja
di perkebunan merupakan satu agenda turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat
sekitar. Namun nasib masyarakat di daerah tersebut tidak banyak berubah.
Oleh karena itu penelitian ini ingin memiliki beberapa tujuan yaitu mengetahui
permasalahan petani di Desa Cisarua yang berhubungan dengan akses dan penguasaan
atas lahan, mengetahui bagaimana strategi perjuangan yang digunakan petani dalam
memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan, menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan
penguasaa atas lahan, dan sejauh mana tingkat keberhasilan startegi yang digunakan
petani dalam perjuangan tersebut.
Desa Cisarua merupakan salah satu desa yang di dalamnya berada berada di dalam
wilayah salah satu perkebunan milik negara dan berdekatan dengan hutan lindung.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan eksplanatif di
mana dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan petani dalam
mendapatkan akses dan penguasaan lahan sesuai dengan strategi yang digunakan serta
menggambarkan bagaimana proses yang dilalui petani untuk mendapatkan akses dan
penguasaan atas lahan. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam,
sedangkan metode kuantitatif dilakukan melaui survey dengan pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan
metode accidental sample (convinience sampling) dengan populasi penelitian yaitu
petani Desa Cisarua yang menggarap di lahan milik perkebunan blok 14, blok 15, dan
blok 16 serta bertempat tinggal di RW 2, RW 3, dan RW 4 dengan total 760 KK. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil petani yang ditemui baik ketika berada di lahan
perkebunan. Sedangkan informan terdiri dari aparatur desa, pegawai perkebunan, dan
aktor dalam perjuangan petani dalam mendapatkan akses atas lahan.
Petani Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan
atas lahan dengan tindak kekerasan, demo, ataupun reclaiming (ambil paksa) karena
petani tahu bahwa lahan yang mereka inginkan merupakan lahan yang legal secara
hukum merupakan HGU milik perkebunan dan masih berlaku. Oleh karena itu, upaya
yang dilakukan petani melalui kompromi hanya bertujuan untuk mendapatkan akses
terhadap lahan HGU perkebunan non-produktif, bukan untuk menguasai atau memiliki
lahan tersebut. Didukung dengan pandangan petani bahwa kekerasan tidak akan
menyelesaikan masalah serta akan makin mempersulit keadaan kaum kecil. Pola
perjuangan yang dilakukan petani di Desa Cisarua termasuk dalam pola perjuangan
Gaya Asia karena dalam melakukan perjuangan, petani di Desa Cisarua: (a) tidak
memiliki organisasi formal, (b) melakukan perjuangan kecil secara sembunyi-sembunyi
dengan berpura-pura bodoh, dan (c) perjuangan yang dilakukan petani tidak
membutuhkan koordinasi.
Tingkat keberhasilan petani dalam mendapatkan lahan dalam hal ini dilihat dari status
tanah yang mereka olah. Petani Desa Cisarua pada nyatanya mengolah pada lahan sewa.
Petani menyadari sepenuhnya bahwa tanah tersebut tidak dapat menjadi hak milik
pribadi. Hal ini pula yang membuat petani tidak melakukan aksi-aksi radikal untuk
memiliki lahan tersebut. Petani merasa hanya dengan melakukan kompromi, tujuan
mereka telah tercapai. Petani juga sudah merasa cukup puas dengan dapat melanjutkan
hidup dengan menggarap lahan perkebunan meski tanpa kepastian jangka waktu yang
diperbolehkan oleh pihak perkebunan.
Analisis
Mengacu pada hasil penelitian terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan penelitian
selanjutnya yaitu sikap petani hingga saat ini dalam mempertahankan kehidupannya
pada saat kendala akses dan penguasaan atas lahan sangat terbatas. Seharusnya dalam
penelitian ini bisa dianalisis faktor yang paling mendasar untuk petani tidak bergerak
dan pasrah kepada kepentingan usaha perkebunan.
Sebelumnya bisa dilihat kondisi petani di sana memang sudah turun temurun bekerja di
perkebunan apakah petani memang sangat tergantung dari para perusahaan sehingga
cukup merasa puas dengan kondisi saat ini. Di dalam penelitian ini terdapat variabel
yang faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat keterlibatan petani
dalam upaya mendapatkan lahan garapan. Terdapat lima ukuran yaitu pengalaman
berorganisasi, luas dan jumlah relasi, lama pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah
tanggungan. Hasil dari hubungan variabel tersebut memiliki korelasi positif, namun di
antara itu terdapat pengalaman organisasi yang tidak berkolerasi positif.
Seharusnya dalam kesimpulan dapat ditambahkan kemungkinan petani tidak bergerak
dan hanya diam karena mereka tidak biasa terorganisir dan bersifat individu masingmasing ketika melawan. Sehingga mereka tidak mempunyai kekuatan. Hal ini juga bisa
menjadikan penelitian selanjutnya untuk lebih mendalami alasan petani menerima
kondisi yang dirasakan adalah ketidakadilan dalam mendapat akses dan penguasaan
tanah.
2
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
:
:
:
Perlawanan Tersamar Organisasi Petani: Sinergi
antara Kepentingan Pembangunan dan Gerakan
Sosial
2012
Jurnal
Elektronik
5
Nama Penulis
:
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
:
:
:
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
Tanggal diunduh
:
:
Heru Purwandari, Lala M. Kolopaking, Fredian
Tonny
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi,
Komunikasi, dan Ekologi Manusia
Vol.6 No. 3
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/vi
ew/8019
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Analisis politik dan kebijakan menunjukkan bahwa selama 32 tahun terakhir, negara
menggunakan topdown approach dalam merespon persoalan-persoalan pembangunan
pertanian yang dikembangkan menghasilkan strategi besar yang menjauhkan petani dari
persoalan nyata. Upaya menjawab permasalahan tersebut dilakukan dengan
mengembangkan bentuk pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi petani
Selama ini dirasakan tidak tersentuhnya akar persoalan petani adalah persoalan tidak
pernah diselesaikan dengantuntas. Hal ini membutuhkan respon tersendiri dari petani.
Upaya merespon permasalahan dapat dimulai dengan membangun kemandirian petani.
Penelitian ini memaparkan usaha membangun bentuk-bentuk kemandirian petani dalam
hal ekonomi, tata cara produksi dan pengelolaan sumber-sumber agraria. Kemandirian
petani dapat didekati melalui pembentukan organisasi sebagai sebuah kelembagaan.
Pengorganisasian petani dalam berbagai bentuk menjadi sebuah keharusan untuk
membawa petani pada posisi yang lebih setara dalam struktur sosial. penelitian ini
memfokuskan organisasi yang difokuskan pada organisasi yang dibangun atas dasar
motivasi ekonomi dan produksi untuk memperoleh gambaran karakter perlawanan
organisasi tersebut.
Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan studi tentang bentuk-bentuk
respon petani atas permasalahan sosio-ekonomi dan politik yang dihadapi, memberikan
kesadaran tentang masalah-masalah yang muncul dibalik kesukesan pembangunan pada
masa orde baru, serta peranan petani dalam membangun kesejahteraan anggota dan
komunitasnya.
Fokus organisasi studi adalah Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT)
yang merupakan organisasi yang beranggotakan paguyuban petani di tiap kawasan yang
masing-masingnya beranggotakan kelompok tani lokal. Organisasi ini dibangun atas
permasalahan ekonomi yang dialami oleh anggotanya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kritis melalui teknik interpretatif-kritis tanpa mengabaikan makna-makna
dibalik respon petani atas permasalahan struktural. Strategi yang digunakan adalah studi
kasus dimana tipe organisasi yaitu production based organization menjadi subyek
penelitian. Dengan dukungan teoritis, secara kritis realitas sosial ditarik pada satu
kesimpulan yang berupaya memahami makna dibalik realitas/fenomena sosial. Analisis
kritis juga melibatkan proses dialogis-komunikatif. Proses ini mutlak diperlukan dalam
paradigma kritis karena secara fisiologis realitas sosial menghasilkan interpretasi
individu yang bersifat relatif subyektif terkait pengalaman individu.
Keberadaan adanya penindasan petani terhadap bidang ekonomi dan politik mampu
memunculkan motivasi petani untuk membangun aksi kolektif yang mampu membentuk
organisasi. Bentuk organisasi disesuaikan dengan kebutuhan mereka untuk
mengakomodir bidang perekonomian. Ciri organisasi ini menerapkan paradigm
production center oriented merupakan respon organisasi atas permasalahan nyata
petani. Penelusuran periodisasi konteks ekonomi berhasil menunjukkan bahwa pada
setiap fase, petani tidak pernah didudukkan dalam tempat yang benar dalam struktur
masyarakat.
SPPQT merupakan sebuah organisasi petani yang beranggotakan paguyuban yang
menyebar pada kawasankawasan di Kendal, Magelang, Sragen, Salatiga, Semarang,
Boyolali, dan Temanggung. Permasalahan utama yang dihadapi oleh petani adalah
mulai dari pengadaan sarana produksi dan alat produksi, teknik budidaya, penanganan
pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran. Di antara tersebutm masalah pemasaran
selalu berujung pada harga yang rendah di tingkat petani. Ketiadaan lembaga
pendukung menjadi faktor penyebab timbulnya masalah-masalh tersebut. Sebagian
besar lembaga yang ada dari lembaga formal, seperti Petugas Penyuluh Lapang (PPL),
Dinas Pertanian. Namun disayangkan peranan lembaga ini dirasa kurang berarti karena
petani hanya sebagai obyek penerima inovasi.
Para petani mengingikan organisasi yang mampu menampung aspirasi mereka. Dengan
demikian pendirian SPPQT atas dasar latar belakang ini. Disain perlawanan SPPQT dan
organisasi yang ada di bawahnya adalah bentuk perlawanan tersembunyi melalui
strategi kemandirian produksi. Organisasi ini menemukan dasar mendobrak kekuatan
dengan cara memindahkan jalur perlawanan dari pola radikal ke pola yang lebih halus,
dari production-center oriented menuju people-center oriented. SPPQT
mengembangkan perlawanan terhadap kemapanan yang ada dengan upaya
mengintegrasikan petani kedalam sistem yang ada tanpa meninggalkan upaya
memperjuangkan kedaulatan petani.
Analisis
Metodologi penelitian ini menggunakan strategi studi kasus yaitu menjelaskan
mengenai tipe organisasi yaitu production based organization. Akan tetapi pada
prosesnya SPPQT memiliki strategi perlawanan tersembunyi melalui strategi
kemandirian produksi sehingga dengan cara tersebut memindahkan jalur perlwanan dari
pola radikal ke pola yang lebih halus yaitu production-center oriented menuju peoplecenter oriented. Melihat subyek penelitian sudah berbeda jalur ketika peneliti
mengatakan sebagai production based organization seharusnya menetapkan subyek
penelitian adalah perkembangan SPPQT.
Kemudian juga perlawanan tersamar yang dimaksud apakah hanya karena SPPQT
berdalih menjadi organisasi yang berusaha untuk kemandirian produksi, bagaimana jika
diterapkan dengan kasus lain. Secara keseluruhan, peneliti berusaha membuktikan
bahwa perlawanan tidak harus melalui aksi radikal tetapi dengan cara halus dengan
perubahan fungsi organisasi dalam memfasilitasi kemandirian produski khususnya bagi
masyarakat yang ada di sekitar SPPQT. Apabila ini dimasukkan sebagai sebuah gerakan
sosial adalah tidak sesuai. SPPQT memiliki struktur yang jelas dengan garis institusi.
Berbeda dengan pengertian gerakan sosial yaitu sebuah aksi untuk menolak,
mengampanyekan suatu orientasi tujuan perubahan dan berada di luar institusional atau
kelembagaan.
3
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
:
:
Dinamika Gerakan Petani, Kemunculan dan
Kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan
Banjarsari Kabupaten Ciamis)
2011
Skripsi
7
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
Tanggal diunduh
:
:
:
:
:
Elektronik
Mochammad Fajrin
-
:
:
:
:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48208
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Diterbitkannya undang-undang agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870 oleh
pemerintah kolonial menjadi tonggak penting bagi sejarah petani di Indonesia.
Pemerintah kolonial dapat memberikan keleluasaan kepada pengusaha swasta asing
untuk dapat menyewa tanah dalam waktu yang panjang dan dengan harga yang murah.
Hal ini memberi dampak yang signifikan bagi kehidupan petani. Karena tidak sedikit
dari tanah-tanah perkebunan tersebut, pada mulanya merupakan tanah garapan milik
petani. Pada gilirannya, kebijakan tersebut menjadi salah satu pemicu munculnya aksi –
aksi perlawanan petani.
Adanya gerakan yang terorganisir di dalam Desa Banjaranyar pada tahun 1998 dapat
dilihat sebagai salah satu gejala sosiologis, di mana tersedianya sebuah kondisi kondusif
di dalam masyarakat yang memungkinkan terjadinya suatu aksi perlawanan petani.
Karena sebuah aksi perlawanan petani tidak mungkin terjadi pada kondisi yang tidak
mendukung. Oleh karena itu, mengapa dan bagaimana aksi perlawanan petani secara
terbuka dapat terjadi hingga saat ini. Sehingga didapati penelitian ini memiliki tujuan
untuk mengetahui latar belakang dan proses perebutan tanah di Desa Banjaranyar, apa
makna tanah bagi petani Banjaranyar, berkaitan dengan kemuculan gerakan petani (prareclaiming), serta perkembangan gerakan petani Banjaranyar, beserta hubungan
gerakan petani dengan berbagai kekuatan sosial baik di dalam dan di luar desa.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode observasi
partispasi (participant observation) di lapangan. Dalam upaya memahami kehidupan
obyek penelitian peneliti melakukan live in di lokasi tersebut agar dapat melihat secara
langsung dan memahami berbagai kondisi masyrakat. Sehingga scope temporal ini
dilaksanan selama enam bulan. Sementara dalam penelitian ini terfokus pada
masyarakat petani Desa Banjaranyar yang berlokasi di Kecamatan Banjarsari,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Unit analisis adalah gerakan petani yang terhimpun
dalam Organisasi Tani Lokal (OTL) Banjaranyar. Responden penelitian dipilih secara
purposif berdasar telaah peran dalam proses gerakan petani. Responden adalah
stakeholder yang dinilai relevan untuk memperkuat bobot analisis penelitian yaitu, LBH
SPP, pengurus Serikat Petani Pasundan (SPP) - pendamping, FARMACI, dan Perangkat
Desa Banjaranyar. Penelitian kali ini juga menggunakan pendekatan sejarah (historical
approach), yang akan menguraikan sejarah, fenomena, problamatika, dan dilematika di
dalam gerakan petani Banjaranyar.
Begitupun dengan gerakan petani Banjaranyar, masuknya PT RSI (1983-1996) dan
Perhutani (1996 – 1998) membuat petani Banjaranyar tidak dapat lagi melakukan
penggarapan di atas tanah perkebunan. Masuknya kapital swasta ke dalam komunitas
petani Banjaranyar, dalam bentuk perampasan tanah, menyebabkan kehidupan petani
semakin terpuruk dan menghadapi krisis subsistensi hingga kebatas toleransi. Gerakan
petani tidak melawan kapitalisme, tetapi melawan perampasan tanah oleh para kapitalis
perkebunan yang menyebabkan petani kehilangan eksistensi diri dan sumber
penghidupannya. Kondisi kehidupan petani yang sudah sedemikian terpuruk tetap saja
tidak membuat petani Banjaranyar memiliki kemampuan dan keberanian untuk
melakukan pemberontakan. Faktor kekuatan dan kekuasaan negara tetap menjadi
persoalan untuk lahirnya sebuah pemberontakan petani.
Lahirnya gerakan petani Banjaranyar tidak hanya didasarkan pada adanya faktor krisis
subsitensi di tingkat petani, termasuk rasionalitas petani, tetapi juga karena terbukanya
kesempatan akibat reformasi 1998, yang memungkinkan tokoh gerakan seperti Pak
Oman untuk dapat mengorganisir petani Banjaranyar. Pasca redistribusi tanah yang
dilakukan pada tahun 2000, secara de facto tanah eks-perkebunan sudah dikuasai oleh
petani. Secara ekonomi kehidupan petani Banjaranyar yang mendapatkan tanah juga
menjadi lebih baik. Keberhasilan menguasai kembali tanah dan adanya peningkatan
ekonomi sebenarnya tidak serta merta membuat seluruh persoalan yang ada menjadi
selesai. Perbaikan ekonomi bagi para pemegang tanah garapan juga melahirkan
permasalahan baru seperti munculnya kesenjangan sosial antara peserta reclaiming dan
bukan peserta reclaiming. Pada kenyataannya kehadiran gerakan petani, justru
melahirkan golongan elite baru di Desa Banjaranyar.
Analisis
Peneliti menggunakan unit analisis Organisasi Tani Lokal (OTL) sebagai gerakan
petani, atau disebut gerakan sosial. Apabila dikritik secara konsep gerakan sosial
menurut Sztompka, tidak sesuai unit analisisnya. Gerakan tersebut harus berada di luar
institusional, tidak berhirarki seperti organisasi atau kelembagaan. Jika demikian
peneliti dapat menelususri awal mula adanya OTL, kemungkinan juga terbentuk karena
ada tindakan masif para petani untuk melawan kapitalisme. Atau orang-orang yang
berada di luar keorganisasian tersebut yang menyuarakan untuk perubahan kepemilikan
tanah agar kehidupan yang lebih sejahtera.
Dipaparkan dalam skripsi bahwa ketika petani telah mendapatkan tanahnya ternyata
keadaan tidak sesuai yang diinginkan seperti awal. Justru malah melahirkan golongan
elite baru di Desa Banjaranyar. Hal ini menarik untuk diteliti selanjutnya mengapa
demikian. Peneliti juga bisa menambahkan penjelasan sedikit mengapa demikian bisa
terjadi tentunya mereka yang menjadi golongan elit baru apakah masih ikut
memperjuangkan nasib para petani lainnya dalam gerakan petani. Agar dinamika dalam
gerakan petani bisa diteliti lebih lanjut lagi untuk mengetahui alasan tersebut.
4
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
:
:
:
Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep)
Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik di
Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis
Lingkungan dan Kearifan Lokal)
2014
Jurnal
Elektronik
Subarkah, Anggit Wicaksosno
-
:
:
:
Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 26 No.2
http://www.unikal.ac.id/Journal/index.php/lppm/ar
9
Tanggal diunduh
:
ticle/view/311
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Sudah menjadi takdir bangsa Indonesia memiliki corak masyarakat yang plural.
Memiliki ciri bersifat horisontal yaitu adanya kesatuan-kesatuan sosial yang
berdasarkan perbedan-perbedaan suku bangsa, agama, adat serta kedaerahan.
Sedangkan ciri vertikal adalah gambaran lain struktur masyarakat Indonesa yang
berbentuk perbedaan-perbedaan lapisan sosial atas dan lapisan bawah.
Masyarakat yang plural ini merupakan kekayaan budaya senantiasa dipertahankan dan
dilestarikan, yang di dalamnya terdapat nilai, norma adat yang berlaku. Oleh karena itu
dengan meningkatnya laju pembangunan maka setiap perencanaan pembanguna
keberadaan tata nilai adat istiadat, norma, kultur budaya yang memiliki kearifan lokal
(local wisdom) perlu diperhitungkan dengan melihat pendekatan holistic akan
lingkungan hidup. Persoalan yang muncul di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati atas
perlawanan masyarakat Samin atau sedulur sikep terhadap kebijakan pembangunan
Semen Gresik sangat menarik untuk dilakukan penelitian.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat Samin/Sedulur Sikep dan bagaimana pemerintah provinsi membangun
kebijakan terkait dengan lingkungan kearifan lokal, mengetahui masyarakat Samin
dalam melakukan perlawanan terhadap pembangunan Semen Gresik. Metodologi
penelitian ini menggunakan paradigm konstruktivis yang memandang sebagai law as
relative and contextual consensus (hukum pada hakekatnya merupakan kesepakatan,
baik tertulis maupun tidak tertulis yang bersifat relatif dan kontekstual). Sehingga ada
subyektifitas penelita yang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut dan dapat
memberikan alternatif pandangan dalam mencari kebenaran atas realitas sosial.
Pendekatan penelitian menggunakan socio legal study, hukum tidak sekedar
dikonsepsikan sebagai norma dan sekaligus memaknai hukum sebagai perilaku. Data
yang dikumpulkan adalah data primer menggunakan metode partisipatif dengan
mewawancari informan, serta data sekunder berupa perundangan. Analisis data yang
tekumpul menggunakan triangulasi data.
Gerakan Samin pada esensinya adalah gerakan perlawanan petani terhadap kebijakan
yang menindas rakyat kecil. Samin adalah fenomena sosial yang tertua di Asia
Tenggara sebagai gerakan petani protonasionalisme yang semakin mekar akibat makin
ditancapkannya cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial pada akhir abad ke-19 M.
Gerakan Samin memang lebih dikenal di tlatah Blora dan Pati. Tetapi di Kudus, salah
satu kota dengan wilayah terkecil di Jawa Tengah, juga memiliki komunitas Samin.
Di Kecamatan Sukolilo, rencananya akan di bangun pabrik semen oleh PT. Semen
Gresik dengan luas lahan mencapai ± 2000 hektar (bahkan lebih luas). Bahan baku
pabrik semen tersebut adalah batu gamping/ batu kapur yang berasal dari kawasan
perbukitan Kars di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Kegiatan penambangan ini
tentunya akan mengambil dan mengeruk perbukitan kapur yang berfungsi sebagai
penyimpan air alami (reservoir) dari mata air-mata air yang bermunculan di kaki
perbukitan kawasan kars tersebut. Secara umum, masyarakat yang setuju rata-rata
memiliki harapan akan mendapatkan pekerjaan yang lebih menarik dari sekedar bertani.
Di lain pihak, masyarakat yang menolak rencana penambangan umumnya memiliki
kekhawatiran akan keselamatan lingkungan mereka, terutama pada lahan pertanian dan
suplai air. Penolakan warga ini dilatarbelakangi oleh sebuah pandangan hidup
menegenai kearifan lokal, khususnya masyarakat Sedulur Sikep. Penolakan warga
berlangsung hingga sampai ke meja Komisi VII DPR. Mereka melakukan dialog untuk
menjaring aspirasi masyarakat. Salah satu sesepuh Sedulur Sikep mengungkapkan
alasan penolakan warga bahwa selama ini bidang pertannian merupakan sumber hasil
kehidupan mereka. Sebenarnya apa yang terjadi berlawanan terhadap pembangunan
pabrik karena belum ada kesamaan pandang antara masyarakt, pemerintah, dan atau
perusahaan. Dalam setiap perwakilan masyarakat tidak pernah menerima konsep dari
pemerintah atau perusahaan sebab masih ada para penambang liar di wilayah tersebut.
Bila cara pandang mereka konsisten seharusnya komunitas Samin tetap melarang
penambangan tersebut.
Akhirnya perjuangan mereka mendapatkan hasil pada 2009, Gubernur Jawa Tengah
memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan pabrik Semen Gresik di
Sukolilo, Pati.
Analisis
Kasus ini kembali mencuat dengan adanya berita perlawanan petani dengan PT. Semen
Gresik Indonesia masyarakat Kendeng sedang mempertahankan lahannya untuk
dijadikan pabrik semen oleh PT. Gresik Indonesia. Pada penelitian ini, melihatkan
bagaimana perjuangan Samin dalam melawan kekuasaan pengusaha. Mereka berusaha
memperthankan kearifan lokal di sana, tetapi dalam tulisan ini penulis kurang
menjelaskan nilai-nilai kearifan lokal seperti apa yang dipertahankan oleh masyarakat.
Selain itu gerakan Samin tidak hanya terjadi satu kali, akan tetapi teah terjadi pada abad
19. Alangkah baiknya peneliti sedikit menjabarkan perbandingan gerakan terlebih daulu
apa berhasil atau tidak.
Selain itu, keputusan Gubernur terakhir adalah untuk membatalkan rencana
pembangunan Semen Gresik, peneliti juga kurang melihat dari sisi perusahaan ketika
putusan itu disahkan. Sebaiknya, peneliti mampu memberikan penjelasan juga terkait
kebijakan tersebut kepada dua pihak yaitu masyarakat dan perusahaan.
Seperti sebelumnya, kasus ini kembali mencuat tahun ini dan akan didirikan kembali
Semen Gresik di Kendeng, Rembang, menurut saya hal ini menjadi suatu yang menarik
bahwa Semen Gresik tidak berhenti begitu saja untuk mengeksploitasi pengunan kapur
yang ada di Rembang setelah ditolak sebelumnya.
5
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
:
:
:
Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil
Indonesia Studi Kasus Organisasi Petani
Masyarakat Sipil Indonesia Merdeka (SeTAM)
2003
Jurnal
Elektronik
Desi Rahmawati
Jurnal Ilmu Sosial dan Politik
Vol.6 (Maret 2003): 329-358
http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/
article/view/170
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Berkaitan dengan tema tulisan ini, sebenarnya gerakan rakyat dalam bentuk gerakan
11
petani bukan merupakan sebuah fenomena baru. Pada masa kolonial muncul gerakan
petani yang bersifat parsial dengan mengedepankan ide-ide mesianistik, sementara pada
masa orde lama gerakan petani diwujudkan ormas-ormas underbow partai politik.
Tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penting seputar dinamika gerakan petani
kontemporer di Indonesia dengan mengambil Serikat Tani Merdeka (SeTAM) sebagai
wakil dari organisasi-organisasi petani sejenis yang muncul pasca pemerintahan
Soeharto. Sekaligus berusaha menjawab beberapa pertanyaan tentang pola gerakan
petani kontemporer setelah sekian puluhan tahun diterapkannya strategi politik masaa
mengambang dan korporatisme negara juga berusahan untuk menemukan manfaat apa
yang dapat diambil bagi perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif-eksploratif. Penelitian ini
mendasarkan diri pada metode observasi partisipan di lapangan sebagai metode
utamanya di samping menggunakan sumber-sumber kepustakaan sebagai sumber data
sekunder. Penelitian ini mengumpulkan orang dalam dengan cara masuk dalam
lingkungan tersebut, bergaul dengan orang yang diteliti, berpikir dengan cara mereka,
dan merasakan apa yang mereka rasakan.
Organisasi petani SeTAM lahir dalam kasus Kongres Petani di Kedung Ombo Jawa
Tengah pada 24 Agustus 1999, setelah sebelumnya para tokoh petani dari masyarakat
yang memiliki kasus pertanahan structural di DIY dan Jawa Tengah bagian selatan ini
secara intensif telah dipertemukan dalam beberapa kesempatan. Dalam materi
deklarasinya, pemikiran berdirinya organisasi petani ini karena adanya marjinalisasi
petani sehinggan mereka tidak memiliki peluang dan kekuasaan yang memadai untuk
mengembangkan potensi strategisnya. Pada prinsipnya kebijakan-kebijakan seperti
penetapan tata niaga cengkeh oleh BPPC, tanaman pangan oleh Bulog, program
revolusi hijau yang keuntungannya hanya bisa dirasakan oleh para pemodal besar belum
lagi kasus-kasus perampasan tanah perkebunan dan rencana pembangunan pabrik
semen. Tampak bahwa apa yang mendasari berdirinya organisasi ini tidak terlepas dari
dampak kebijakan rezim orde baru dalam mengedapankan pengembangan industrialisasi
yang berorientasi ekspor ketimbang pembangunan dalam negeri.
Pada prinsipnya SeTAM membawa dua macam gerakan dua macam gerakan yaitu
gerakan ekonomi yang ditujukan untuk penggalangan solidaritas antar anggota sebagai
logistik gerakan di samping kesejahteraan nasib petani dan gerakan reklaiming. Gerakan
reklaiming merupakan advokasi terhadap masyarakat korban kebijakan negara ini
diartikan sebuah perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tertindas untuk memperoleh
hak-haknya secara adil.
Dengan melihat visi, misi, dan langkah-langkah yang dilakukan SeTAM maka dapat
dikatakan bahwa gerakan ini dimaksudkan untuk mengupayakan sebuah posisi tawar
masyarakat petani dengan negara sebagi pembuat keputusan. Kondisi yang dicitacitakan ini tidak pernah ada pada masa rezim sebelumnya sehingga untuk
memperjuangkan posisi ini akan sangat wajar bila harus berlawanan dengan kekuatan
status quo, yang dalam hal ini adalah kekuatan yaitu kekuatan sistem dan penjaga
sistem itu sendiri. Dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan petani kontemporer
mencoba menunjukkan langkah-langkah simpatik dalam memperjuangkan
kepentingannya di mana radikalisme petani dikelola sedemikian rupa melalui tahan
konsep reklaiming untuk menghindari kriminalisasi yang dinilai tidak strategis bagi
gerakan. Pengorganisasian yang dilakukan SeTAM yang mewakili kelompok-kelompok
tani lainnya, lebih diarahkan pada penguatan kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat yang menjadi ciri utama masyarakat sipil.
Analisis
Secara keseluruhan penelitian ini telah menunjukkan adanya suatu perlawanan dari
organisasi yaitu SeTAM. Peneliti melihat bahwa organisasi adalah bagian dari sebuah
gerakan sosial khususnya yang dilakukan oleh petani. Akan tetapi, secara tinjauan
teoritis pengertian gerakan sosial atau social movements adalah tidak berada pada
haluan institusional atau kelembagaan.
Gerakan yang dilakukan SeTAM telah menunjukkan gerakan kontemporer atau saat ini.
Kondisi ini jika dilanjutkan bisa menjelaskan mengenai perbandingan antara gerakan
kontemporer dengan dahulu. Sehingga bisa mengukur keberhasilan yang dilakukan oleh
gerakan ini untuk mencapai tuntutan-tuntutan keadilan. Penelitian ini juga kurang
menggambarkan seberapa besar keberhasilan yang dilakukan SeTAM untuk
memperoleh tujuan mereka. Kemudian cara yang dilakukan para petani dalam
mengorganisasi diri untuk mendukung visi misi SeTAM yang tidak lain adalah
keinginan mereka juga. Apalagi ketika menyadarkan masyarakat di sana, melalui
pendekatan seperti apakah sehingga mereka mau bergabung. Seharusnya lebih
dijelaskan alasan-alasan yang dilakukan para petani untuk bergabung, mungkin karena
kebutuhan yang selama ini dirasakan tidak adil atau hanya terprovokasi.
6
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
:
:
:
Dinamika Gerakan Sosial Studi Peran Intelektual
dalam Melakukan Gerakan Sosial dengan
Masyarakat Sipil untuk Mendapatkan Pelayanan
Listrik di Desa Mulyorejo Kecamatan Silo
Kabupaten Jember
2014
Jurnal
Elektronik
Fathor Rosid
Jurnal Mahasiswa Sosiologi
Vol.3 No.1
http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jms
os/article/view/21/37
30 Maret 2015
Ringkasan Pustaka
Salah satu bentuk pelayanan publik yang esensial adalah penyediaan listrik. Pasalnya,
selain untuk penerangan, pelayanan listrik ini juga erat kaitannya dengan agenda
pembangunan ekonomi nasional, mengingat listrik menjadi elemen penting dalam
peningkatan kesejateraan dan kemakmuran masyarakat, seperti penunjang industri kecil
sampai industri menengah, akses informasi dan telekomunikasi, dan lainnya.
Dalam hal ini, PT PLN sebagai instansi yang wajib memberikan pelayanan listrik ke
semua warga negara. Meski pada tahun 1994 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 1994
bentuk Perusahaan Umum Listrik Negara diubah menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero) yang mengedepankan untung perusahaan, akan tetapi berdasarkan Pasal 2 ayat
(1) huruf c dan Pasal 66 ayat (1) UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ditugaskan
untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum. Namun, fakta di lapangan berdasarkan
laporan Direktur Operasi PT PLN Jawa-Bali, masih ada 10.211 desa yang masih belum
teraliri listrik oleh PLN. Jika dipersenkan jumlah desa tersebut sekitar 13% dari jumlah
13
72.944 desa/kelurahan se-Indonesia. Oleh karenanya, PLN harus menginvestasikan
dana agar mampu menjangkau.. Selain masalah dana, untuk menarik kabel jaringan
tegangan menengah ke lokasi dusun yang terisolasi itu petugas masih banyak
mengalami kendala karena harus melintasi hutan.
Desa Mulyorejo merupakan desa penghasil kopi. Pertanian kopi ini sudah berlangsung
sejak penjajahan Belanda. Dari 15.165 penduduk Mulyorejo, 12.000 orang mata
pencahariannya sebagai petani kopi, baik petani penggarap maupun buruh tani. Akan
tetapi, potensi desa dan pembayaran pajak masyarakat desa terhadap negara ini
asimetris dengan pelayanan publik dan infrastruktur yang masyarakat terima. Oleh
karena itu, muncul gerakan pengajuan listrik di Desa Mulyorejo ke PT PLN oleh
berbagai tokoh dan masyarakat agar mendapatkan pelayanan listrik yang sudah menjadi
haknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran intelektual dalam melakukan
gerakan sosial dengan masyarakat Mulyorejo untuk mendapatkan pelayanan listrik,
dengan fokus kajian peran intelektual dalam mengorganisir massa, melakukan
penyadaran ideologis hak dan kewajiban sipil, serta melakukan lobi dengan koneksinya
atas negara. Metode penelitian yang dipakai dalam peneltian ini adalah penelitian
kualitatif. Metode ini sangat cocok untuk memahami peran intelektual dalam melakukan
gerakan sosial dengan masyarakat sipil. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus
karena memiliki spesifikasi dan batasan khusus yaitu bagaimana intelektual melakukan
gerakan sosial dengan masyarakat sipil.
Pada tahun 1999, terjadi gerakan sosial dimana para tokoh (intelektual masyarakat
politik dan sipil) dan masyarakat perwakilan dari berbagai dusun mencapai kesepakatan
untuk melakukan gerakan pengajuan listrik ke PLN. Pada tahun 2003, gerakan sosial
untuk mendapatkan pelayanan listrik dijadikan alat oleh oknum intelektual untuk
mencari keuntungan ekonomis. Gerakan ini bukan murni gerakan sosial untuk
mendapatkan pelayanan listrik karena intelektual organik masyarakat politik (Kades)
yang menjadi pelopor gerakan ini memadukan gerakan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan listrik dan kepentingan ekonomi dirinya.
Pada tahun 2009, muncul 2 gerakan atas belum adanya pelayanan listrik dari PLN,
pertama, gerakan sosial yang untuk mendapatkan Prolisdes dari PLN Jatim. Kedua,
gerakan Pembangkit Listrik Tenaga Air sebagai respon dari sulitnya PLN untuk
merealisasikan pelayanan listrik. Namun, dari semua gerakan yang dilakukan, tidak ada
upaya intelektual untuk penyadaran ideologi terkait kewajiban dan hak masyarakat sipil,
terutama tentang kewajiban PLN dalam memberikan pelayanan listrik, sehingga
masyarakat Mulyorejo sekalipun telah mendapatkan pelayanan listrik, tidak
mendapatkan kesadaran ideologis tentang itu. Hal ini terjadi karena para intelektual juga
tidak mempunyai pengetahuan soal itu.
Analisis
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat hal-hal yang perlu dijelaskan secara
mendalam. Bagaimana seseorang di sana disebut sebagai intelektual dalam membantu
mobilisasi masyarakat sipil untuk melakukan gerakan dalam memperjuangkan listrik di
desa mereka. Pada akhirnya, mereka hanya memperoleh keuntungan sendiri karena
tidak mampu memyadarkan ideologi kritis bagi masyarakat desa.
Selain itu juga variabel-variabel yang digunakan masih belum terinci secara jelas hingga
dapat diukur. Penelitian ini adalah kualitatif sehingga seharusnya bisa menyertakan
hasil wawancara mendalam dengan berbagai informan apalagi terdapat dua peranan
yaitu intelektual dan masyarakat sipil. Mungkin bisa dibandingkan keduanya apa yang
membuat percaya dari masyarakat sipil untuk mengikuti gerakan intelektual jika pada
akhirnya stidak terjadi kesadaran ideologis pada mereka.
7
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
:
:
:
Strategi Bertahan Dan Strategi Adaptasi Petani
Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di
Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten
Pati)
2012
Artikel Jurnal
Elektronik
Sugihardjo, Eny Lestari, Agung Wibowo
Jurnal SEPA
Vol. 8 No. 2: 51-182
http://eprints.uns.ac.id/12606/1/Publikasi_Jurnal_(
27).pdf
11 Mei 2015
Ringkasan Pustaka
Berbagai kegagalan dalam pembangunan negara di dunia ketiga, misalnya kerusakan
lingkungan dan kemiskinan, menunjukkan adanya kesalahan dalam strategi
pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Pembangunan yang bersifat top down, di
mana kekuasaan pemerintah pusat sangat mendominasi dalam pembangunan di daerah,
cenderung mengabaikan potensi sumber daya lokal (budaya lokal, modal sosial,
pengetahuan lokal atau kearifan lokal) yang disebut energi sosial. Penelitian ini
mengkaji strategi bertahan petani Samin dalam menghadapi tekanan dari luar dan
strategi adaptasi petani Samin dalam perubahan yang akan mengancam kelestarian
lingkungan hidup. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat semakin banyaknya
bencana alam yang terjadi akibat rusaknya ekosistem sebagai akibat ulah manusia untuk
kepentingan sesaat.
Dalam jangka panjang penelitian ini bertujuan membantu pemerintah dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Dengan jalan memahami strategi-strategi petani Samin dalam
mempertahankan kelestarian lingkungan, diharapkan akan menjadi best practise untuk
direplikasi pada wilayah lain yang memiliki kesamaan karakteristik.
Penelitian ini difokuskan pada masyarakat Samin di Dusun Bombong Kecamatan
Sukolilo Kabupaten Pati. Masyarakat setempat dengan pokok aktivitas pencaharian
utama sebagai petani. Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang
lebih menekankan pada masalah proses dan makna, maka jenis penelitian yang tepat
adalah penelitian kualitatif deskriptif. Selanjutnya untuk memahami arti peristiwa,
fenomena yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan untuk menginterprestasikan
pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan mereka dengan orang lain maka
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis.
Masyarakat
Samin yang identik hidup di sekitar hutan saat ini sedang menghadapi tekanan dari luar
yang tentu akan mengusik kenyamanan mereka selama ini dimana ada rencana
pembangunan industri semen di sekitar pegunungan Kendeng yang nota bene adalah
habitat dari masyarakat Samin tersebut. Di samping itu, masyarakat Samin juga sangat
khawatir apabila rencana pemerintah akan membangun pabrik semen di sekitar kaki
15
Pegunungan Kendeng. Logika yang mereka pakai adalah sebenarnya sangat sederhana
yakni ketika Pegunungan Kendeng akan berubah menjadi kawasan industri, maka
tanaman-tanaman keras yang hidup di sekitar pegunungan akan habis dan tentu
mematikan sumber air untuk kebutuhan pertanian masyarakat setempat. Dalam konteks
itulah sebenarnya petani Samin menolak ekonomi pasar yang berorientasi pada
perolehan keuntungan sebesar-besarnya. Etos yang dikembangkan oleh masyarakat
Samin adalah saling tolong menolong yang sebagian dilakukan sebagai bentuk
penolakan terhadap ekonomi pasar.
Ada dua perdebatan panjang dalam memahami respon masyarakat Samin terhadap
dunia luar. Dua mainstream tersebut sampai saat ini masih begitu terlihat. Pertama,
masyarakat Samin menurut penafsiran sebagian orang adalah secara tidak langsung
boleh dikatakan menolak ekonomi pasar yang berorientasi pada perolehan keuntungan
sebesar-besarnya untuk menghadapi tekanan dari luar. Kedua, masyarakat Samin
berusahatani semata-mata hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya selain itu tidak,
sehingga lebih tepat dikatakan bersifat apatis. Hasil analisis dua mainstream tadi adalah
pertama, masyarakat Samin di satu sisi terlihat hidup dalam keterbatasan, namun disisi
lain mereka tidak mau diberi bantuan; kedua, masyarakat Samin sangat lemah dalam
mengakses sumber daya alam yang ada di sekitarnya namun di sisi lain mereka sangat
peduli terhadap keberadaan pegunungan Kendeng; ketiga, masyarakat Samin tetap
menanam tanaman pangan untuk mencukupi kelangsungan hidup keluarga Sikep bukan
menanam komomoditas, namun di sisi lain dengan modernisasi pertanian mereka juga
tergerus oleh modernisasi tersebut dengan penggunaan traktor, pembelian pupuk dari
luar. Masyarakat Samin memiliki keteguhan yang kuat dalam bertindak, memiliki
strategi-strategi tersendiri dalam menghadapi dunia luar yang akan menghancurkan
nilai-nilai budaya lokal yang merupakan warisan dari leluhurnya.
Analisis
Peneliti tidak menuliskan rumusan penelitian secara tersurat dalam jurnal. Penelitian
yang diangkat adalah mencoba menjawab terhadap dua pandangan terhadap masyarakat
Samin, yaitu pandangan mengenai masyarakat Samin yang menolak masuknya
pembangunan ekonomi dan sifatnya yang apatis dalam melakukan cara pemenuhan
kebutuhan atau caranya yang lebih subsisten atau tidak berorientasi pada keuntungan.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan
melakukan pengamatan lansung dan wawancara mendalam, kemudian dijabarkan secara
deskriptif.
Penulisan dari hasil penelitian menggunakan bahasa yang baik dan sistematik, sehingga
penyerapan kosakata mudah untuk dimengerti. Penelitian yang menarik ini seakan
bersifat menggantung, karena pada akhirnya peneliti tidak dapat menemukan jawaban
dua pandangan mengenai masyarakat Samin tentang masuknya pembangunan semen.
Secara data kuantitatif tidak tersedia dalam penelitian ini.
8
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan
Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan,
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat
2011
Skripsi
Elektronik
Dewi Vivi Vanadiani
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
-
:
:
:
Tanggal diunduh
:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51400
?show=full
11 Mei 2015
Ringkasan Pustaka
Pembangunan merupakan strategi dalam mengatasi berbagai masalah aktual daerah
seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kependudukan. Permasalahan daerah tersebut
umumnya banyak ditemukan di pedesaan, karena sebagian besar penduduk tinggal di
pedesaan.
Melalui pembangunan, desa didorong untuk bertransformasi menjadi penyangga
perekonomian bangsa. Pusat aktivitas ekonomi sedikit demi sedikit bergerak dari kota
ke desa. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melalui industrialisasi.
Pengembangan industri pedesaan ditentukan oleh berbagai pertimbangan seperti
ketersediaan lokasi, sumberdaya dan akses. Hal ini yang menyebabkan tidak semua
industri dibangun di setiap pedesaan. Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan
sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan pengembangan ekonomi
pedesaan. Pengembangan industri di pedesaan berkaitan dengan kebutuhan terhadap
lahan. Lahan sebagai objek utama dalam mengatur tata ruang mempunyai kegunaan
ganda, yaitu sebagai aset yang memiliki nilai jual serta pemanfaatan lahan untuk
berbagai tujuan. Oleh karena pedesaan identik dengan sektor pertanian, maka
pengembangan industri di pedesaan membutuhkan dan memanfaatkan lahan pertanian
sebagai kawasan industri.
Pembangunan desa dalam bentuk industri dapat dilihat sumber bagi terjadinya
perubahan sosial. Proses perubahan tersebut berkaitan dengan faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi perkembangan desa. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut adalah modernisasi. Dengan demikian industrialisasi merupakan
aspek dari paham modernisasi yang menjadi rujukan utama dalam proses pembangunan.
Dari uraian tersebut, di satu sisi industri menjadi solusi bagi penyelesaian permasalahan
ekonomi desa, namun di sisi lain pengembangan industri yang mengubah fungsi lahan
pertanian ke non pertanian berpengaruh pada aktivitas pertanian di pedesaan. Tujuan
utama penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan industri di pedesaan dan
perubahan struktur masyarakat petani di Desa Pasawahan.
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Desa Pasawahan merupakan
salah satu daerah pertanian yang mengalami proses pembangunan pedesaan melalui
industrialisasi. Hadirnya industri di lingkungan masyarakat petani menjadi faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi aspek-aspek struktural masyarakat petani.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel probability sampling dalam
bentuk stratified random sampling. Pengambilan sampel dalam bentuk stratified
random sampling dipilih karena populasi yang akan diteliti bersifat heterogen. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala
rumah tangga atau anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Penelitian ini
menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Perubahan pada struktur masyarakat petani terjadi karena industri yang bersifat
ekspansif mempengaruhi masyarakat desa yang sebagian besar bergantung pada
17
pertanian dengan lahan sebagai modal utama kegiatannya. Konversi lahan,
komersialisasi lahan dan tenaga kerja menjadi ciri utama yang menandai berdirinya
industri di pedesaan, yang kemudian berperan dalam memunculkan perubahanperubahan dalam masyarakat petani.
Perubahan hubungan kerja pertanian disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang
berasal dari pengembangan industri berupa konversi dan komersialisasi lahan,
menyebabkan terjadinya perubahan aspek pemilikan dan penggunaan lahan.
Sementara perubahan dalam penggunaan lahan ditunjukkan oleh berubahnya sebagian
besar lahan untuk kegiatan pertanian ke non pertanian. Perubahan yang disebabkan oleh
konversi dan komersialisasi oleh adanya industri di pedesan berhubungan dengan
perubahan dalam hubungan kerja pertanian yakni perubahan dalam sistem upah dan
sifat hubungan kerja. Perubahan pada mobilitas sosial dikaitkan dengan kompleksnya
fungsi lahan bagi masyarakat, dalam pengertiannya sebagai media tanam dan instrumen
pembentuk lapisan sosial. Pergerakan kedudukan seseorang dalam lapisan sosialnya
ditunjukkan oleh bergesernya penguasaan dan pemilikan lahan semula (dari sempit,
sedang dan luas) ke penguasaan dan pemilikan lahan yang baru (menjadi luas, sedang
dan sempit).
Analisis
Penelitian ini secara keseluruhan telah menggunakan metode yang sistematis. Gambaran
mengenai perubahan struktur terutama pada kepemilihan lahan pun sangat jelas. Akan
tetapi alangkah baiknya terdapat data-data mengenai kepemilikan lahan di sana beserta
luasannya. Data tersebut dapat dibandingkan antara sebelum adanya industrialisasi dan
setelahnya. Sehingga dapat meyakinkan secara kuantitatif yaitu luasan lahan yang telah
berubah kepemilikannya.
Selain itu, dampak lainnya adalah pada sistem upah dan sifat hubungan kerja dengan
industri. Dapat dibandingkan juga bagaimana kehidupan warga setempat ketika bekerja
pada bidang pertanian. Peningkatan kesejahteraan sejak adanya industri apakah terjadi
sana. Kemudian proses ketika industri masuk tidak dijelaskan secara rinci terkait
pendekatan yang dilakukan oleh industri, reaksi warga setempat, dan pemerintah dalam
mengawasi pembangunan industri di sana. Meskipun tujuannya adalah untuk mencari
hubungan industrialisasi dengan perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan, hal
ini akan semakin menguatkan bahwa setiap waktu sebelum dan sesudah industry
ternyata kedua variabel ini memiliki hubungan kuat, tidak salah satunya apalagi melihat
suatu perubahan harus terdapat momentum.
9
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
:
:
:
:
:
:
:
Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani Studi
Kasus Gerakan Reklaiming/Penjarahan Atas
Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang
Selatan
2011
Jurnal
Elektronik
Wahyudi
-
:
:
Jurnal Salam
Vol.12 No.1 (Januari-Juni): 89-106
Alamat URL/doi
:
Tanggal diunduh
:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/
view/436/443
7 Mei 2015
Ringkasan Pustaka
Gerakan sosial petani Kalibakar dalam studi ini adalah gerakan yang dilakukan oleh
para petani dari enam desa (Simojayan,Tlogosari, Tirtoyudo, Kepatihan, Baturetno, dan
Bumirejo) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan status tanah eks HGU
perkebunan Belanda (secara hukum HGU-nya baru akan berakhir Tahun 2013 nanti)
melalui penerapan program landreform. Setelah perjuangan panjang, usaha para petani
tidak juga membuahkan hasil. Kemudian mereka memberikan tekanan agar keinginan
mereka dituruti melalui strategi reklaiming (istilah petani) atau penjarahan (istilah
perkebunan).
Studi lapangan ini hanya memfokuskan gerakan petani yang terjadi sejak era orde baru.
Oleh karena itu, penelitian ini merumuskan periode gerakan ke dalam empat era
perjuangan. Pertama, Era Jaringan Terbatas yang terjadi pada tahun 1992-1993 dimana
akibatnya adalah diambilnya kembali tanah di areal hutan TT (± 22,50 ha). Kedua, Era
Perluasan Jaringan yang terjadi pada tahun 1996-1997, dimana mereka
memperjuangkan untuk dikembalikannya kelebihan tanah. Ketiga, Era Puncak Jaringan
yang terjadi pada tahun 1998-2000, dimana para petani Kalibakar mendapat dukungan
penuh dari semua pihak di era gerakan reformasi. Keempat, Era Deklinasi Gerakan yang
terjadi pada tahun 2001-2005, dimana para petani yang masih memperjuangan legalitas
atas tanah.
Diketahui bahwa formasi dan struktur gerakan sosial petani Kalibakar ditentukan oleh
aspek-aspek: 1) kondusifitas struktural, terdapat bahwa ada serangkaian kondisi
struktural Kalibakar yang memang dapat menjadi dasar terjadinya perilaku kolektif; 2)
ketegangan struktural, menurut temuan lapangan diketahui bahwa secara umum
ketegangan itu dipengaruhi oleh tidak pernah selesainya persoalan land dispute antara
petani dengan pihak perkebunan. Padahal perjuangan penyelesaian itu sudah dilakukan
berpuluh-puluh tahun lamanya; 3) tumbuh dan berkembangnya kepercayaan umum
(generalized belief), tumbuh dan menyebarnya kepercayaan umum yang terkait dengan
persoalan yang sedang berkembang. Secara umum, belief yang tumbuh dan berkembang
di kalangan petani Kalibakar adalah bahwa tanah eks HGU perkebunan Belanda itu
adalah hak sah petani atas jasa perjuangan nenek moyang mereka; 5) aktivasi dan
mobilisasi partisipasi, para petani mengajak petani lain untuk mengoptimalkan tanah
tersebut untuk kepentingan bersama petani, memperkuat basis dukungan yang sudah
didapat dari ormas, hingga melakukan lobi dan tekanan kepada pemerintah agar
mengeluarkan sertifikasi hak milik atas tanah; 6) kontrol sosial, aspek ini oleh Tilly
(1978) disebut dengan istilah represi atau fasilitasi. Dalam kasus Kalibakar, analisa
Tilly (1978) juga tepat ketika ia melihat bahwa ketidakefektifan represi, koalisi antara
contender dengan kekuasaan, dan situasi krisis yang dialami negara akan turut
memperlebar peluang bagi terjadinya tindakan kolektif. Kondisi ini dapat terjadi karena
kekuasaan akan berada dalam posisi yang lemah; 7) dukungan jaringan dukungan
(organisasi dalam, free rider, dan organisasi luar), salah satu buktinya adalah apa yang
terjadi di era deklinasi gerakan (2001-2005), yakni ketika petani kehilangan dukungan
jaringan maka ketika itu pula perjuangan mereka tidak berjalan. 8) arena pengambilan
kesempatan untuk merealisasi interes aktor, bahwa ternyata tidak semua orang yang
terlibat dalam gerakan sosial petani itu semuanya berorientasi pada upaya diterapkannya
norma landreform. Rupanya, upaya norm-oriented tersebut lebih dimiliki oleh para
pemimpin gerakan petani, kalangan LSM, dan aktivis mahasiswa. Mereka itulah yang
19
dapat disebut sebagai aktor yang idealis. Sedangkan para petani biasa, yang berstatus
sebagai pengikut gerakan, orientasinya lebih pada land property. Tipe aktor lain yang
ditemukan adalah aktor yang opportunist, yakni orang-orang yang pandai
memanfaatkan kepentingan untuk dirinya sendiri sambil menolong orang lain, dan; 9)
diferensiasi struktur sosial, sebagai masyarakat yang terus berkembang, struktur makro
Kalibakar tidak dapat menjalankan seluruh tugas fungsional yang dibebankan pada
sistemnya, sehingga diperlukan diferensiasi struktur baru untuk menjawab kebutuhan
perubahan menjadi bagian dari sistem masyarakat modern itu.
Analisis
Peneliti tidak menuliskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi,
peneliti menggunakan teori-teori dari Smelser untuk menganalisis kejadian yang ada di
masyarakat Kalibakar terkait gerakan sosial. Meskipun begitu harusnya peneliti
menuliskan metodologi yang digunakan untuk membahas hasil penelitian ini. Peneliti
menggunakan periodesasi dalam menggambarkan kejadian tentang adanya gerakan ini
di Kalibakar. Cara ini cukup baik untuk menjelaskan kronologi awal mulanya gerakan
para petani dalam merebut lahan mereka. Sehingga untuk membaca dan mengetahui
lebih dalam prosesnya cukup tergambarkan baik dalam penelitian ini.
Selain dalam bentuk deskriptif proses gerakan para petani Kalibakar, peneliti juga bisa
menambahkan seberapa keberhasilan mereka dalam mengadvokasi usaha untuk merebut
lahan. Peneliti juga terlalu terpacu pada teori-teori tertentu dan berusaha menemukan
fenomena tersebut dalam masyarakat, secara keseluruhan hasil analisisnya menemukan
semua di lapang. Teori yang digunakan juga dari beberapa sumber ahli, tetapi hanya
satu yang menjadi fokus menurut Smelser. Sebaiknya, juga bisa dibandingkan dengan
beberapa teori lain dalam menganalisisnya.
10 Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
:
:
:
:
:
:
:
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
Tanggal diunduh
:
:
Restrukurisasi Ketenagakerjaan dalam Proses
Modernisasi Berdampak Perubahan Sosial pada
Masyarakat Petani
2006
Jurnal
Elektronik
Roosgandha Elizabeth
SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF AGRICULTURRE
AND AGRIBUSINESS)
Vol. 6 No.1
http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/viewFil
e/4124/3111
7 Mei 2015
Ringkasan Pustaka
Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional
yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus
mengindikasikan perubahan terhadap aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa.
Dampak positif maupun negatif pembangunan ekonomi nasional yang telah
dilaksanakan selama ini terhadap perubahan struktur ekonomi baik nasional maupun
pedesaan, dimana terjadi pergeseran baik sektoral, spasial maupun institusional dan
proses transformasi ekonomi. Dampak positif terutama pada perkembangan tingkat
pertumbuhan pendapatan masyarakat pedesaan yang terkait dengan perubahan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Dampak negatif seperti pencemaran
lingkungan, meningkatnya kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan masyarakat
desa-kota, khususnya persaingan meraih kesempatan kerja dan pendapatan karena
perbedaan produktivitas pertanian dan non pertanian akibat makin terbatasnya lahan
usahatani, tingkat pendidikan dan ketrampilan.
Industrialisasi pada masyarakat pertanian (agraris)di pedesaan merupakan salah satu
penyebab perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial
masyarakatnya. Proses industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan kerja
tradisional menjadi modern rasional. Terkait dengan pembangunan industri3, dalam
konteks ini yaitu industri pertanian, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).
merupakan kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula.
Nilai gemeinschaft antar tenaga kerja dalam kehidupan pertanian tradisional berubah
menjadi gesselschaft. Hubungan antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang
semula bersifat kekeluargaan (ataupun patron-klien) berubah menjadi utilitarian
komersial. Oleh sebab itu, oleh pemerintah sekarang, faktor tenaga kerja menjadi salah
satu azas yang mendapat prioritas perhatian dalam program kebijakan di bidang
pertanian di pedesaan. Dengan demikian, berkaitan dengan pencanangan “Program
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan” (RPPK), merupakan perwujudan
komitmen Presiden, S. B. Yudhoyono dan wakilnya, M. J. Kalla.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: a) mempelajari karakteristik dan kinerja
pola TRI dalam kajian historis, b) mempelajari dan pemahaman atas perubahan sosial
yang terjadi dalam perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani terkait
dengan restrukturisasi ketenaga kerjaan pada petani TRI, c) mempelajari keterkaitan
program TRI dengan restruktirisasi ketenagakerjaan sebagai salah satu proses dalam
modernisasi pertanian dengan kemunculan industri pergulaan di bidang pengusahaan
tebu rakyat, d) sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi stakeholders yang
berkepentingan baik kepada masyarakat, instansi pemerintahan desa maupun pengusaha
dan mendorong penemuan akternatif solusi terhadap dampak pembangunan industri
pertanian, dan sebagai bahan referensi dalam pengembangan studi selanjutnya.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan pengamatan semi
partisipatif, dan dikarenakan modelnya bersifat induktif, maka peran teorinya tidak
seeksplisit dalam penelitian kuantitatif.
Secara historis status gula sebagai sebagai salah satu komoditas komersial perkebunan
Indonesia yang srategis. Di masa sekarang ini, walau sistem tanam dan pekerja paksa
sudah tidak berlaku lagi, namun konteks hubungan ekonomi politik kolonial
(onderneming) tersebut masih melekat pada perusahaan-perusahaan perkebunan
terutama yang diwariskan dari pemerintahan Belanda. Program TRI sangat besar
pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial ekonomi petani tebu; perubahan
sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya dan modal; serta kelembagaan yang
menunjang undustri pergulaan. Di pihak petani sendiri, bersedia ikut serta dalam
melaksanakan intensifikasi dalam program TRI adalah dengan pertimbangan akan
memperoleh peningkatan hasil yang mengindikasikan peningkatan pendapatan.
Dari hasil pengamatan penulis, terdapat berbagai permasalahan lain yang menyebabkan
terpuruknya industri pergulaan di Indonesia, bahwasanya industri gula tidak
menguntungkan secara ekonomis dan tidak memiliki keunggulan komparatif, baik di
luar Jawa bahkan di Jawa sekalipun. Terpecahnya konsentrasi dan merosotnya minat
petani peserta TRI adalah merupakan akibat berbagai permasalahaan industri gula
21
nasional dan kendala seperti yang mereka alami di atas, terlebih setelah pemerintah
mencabut program kebijakan sistem dan pola tanam TRI melalui Inpres No. 5 tahun
1998. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk perencanaan proses restrukturisasi
ketenagakerjaan oleh para petani tebu rakyat, antara lain seperti: mengusahakan
tanaman lain yang lebih produktif dan jangka waktu pengusahaannya yang relatif
singkat dan ringkas, tidak terlalu tergantung pada peran faktor institusi kelembagaan.
Analisis
Peneliti ingin melihatkan bahwa industri pergulaan yang notabene adalah salah satu
bentuk modernisasi dalam hal untuk pertumbuhan ekonomi wilayah mengalami
restrukturisasi kerja sehingga mempengaruhi usaha para petani. Industri gula yang
diinginkan adalah untuk menambah perekonomian ternyata tidak berjalan mulus.
Pembahasan ini dapat lebih mendalam bagaiman nasib petani ketika terjadi
restrukturisasi kerja dalam sistem perusahaan. Meskipun sudah dijelaskan bahwa
mereka mengusahakan tanaman keras lain apakah sudah mampu menutupi kebutuhan
dibandingkan dulu bergantung pada usaha industri gula, terutama pada bidang sosial
dan ekonomi. Selanjutnya adalah penjelasan terkait baik atau buruknya salah satu cara
dari bentuk modernisasi kepada masyarakat petani. Selain itu juga faktor-faktor yang
menyebabkan industri gula sehingga tidak menguntungkan tidak dijelaskan dalam
penelitian. Padahal hal tersebut bisa menjadi suatu solusi.
Hubungan antara stakeholders yaitu masyarakat, swasta, dan pemerintah tidak
digambarkan secara analitis terkait permasalahan ini. Respon dari masing-masing pihak
akan cukup memberikan data bahwa restrukturisasi ini memang berdampak pada
perubahan masyarakat petani.
11 Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan nama
penerbit
Nama Jurnal
Volume(Edisi):hal
Alamat URL/doi
:
:
:
Tanggal diunduh
:
:
:
:
The Impact of Market Penetration on Social
Capital Changes at The Fishing Community in
Small Island: A Case in Barrang Lompo Island
Makassar City, South Sulawsi Province
2013
Jurnal
Elektronik
Sakaria J. Anwar, Lala M. Kolopaking, Rilus A.
Kinseng, Aida Vitayala S. Hubeis
Academic Journals
Vol.6 No.3 (Maret 2014)
http://www.academicjournals.org/journal/IJSA/art
icle-full-text-pdf/8F1BBE543698
11 Mei 2015
Ringkasan Pustaka
Penelitian ini memjelaskan tentang dampak masuknya pasar terhadap perubahan sosial
yang terjadi pada komunitas nelayan lokal di Pulau Barrang Limpo, Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan. Penetrasi pasar masuk ke dalam komunitas nelayan
memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan sosial komunitas tersebut. Pasar
tersebut memasok kebutuhan barag, pelayanan kepada masyarakat dan pemasaran
produk laut di dalam komunitas nelayan lokal selama sepuluh tahun. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetrasi pasar yerhadap perubahan
modal sosial komunitas nelayan di pulau kecil.
Metode yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi, dan pengambilan
informan dengan menggunakan snowball sampling.
Masuknya pasar telah memberikan perubahan modal sosial yang menjadi tidak
seimbang dibandingkan sebelum masuknya pasar. Pasar sangat mempengaruhi
kehidupan sosial dan solidaritas yang ada pada komunitas lokal, selain itu juga
berdampak pada pergantia institusi baru yang memungkinkan bertolak belakang dengan
nilai dan norma sosial di masyarakat. Secara ekonomi, pasar tersebut telah memberikan
pemenughan untuk wilayah pulau tersebut. Akan tetapi sumber daya sosial belum dapat
diberdayakan dengan baik. Di dalam penelitian ini terdapat tabel perbandingan sebelum
dan setelah masuknya pasar. Ternyata dengan masuknya pasar telah menurunkan
partisipasi masyarakat dan perubahan status sosial pada warga. Penurunan ini terlihat
ketika ada aktivitas warga dalam kegiatan dan organisasi sosial.
Namun secara keseluruhan menunjukkan baik sebelum dan setelah penetrasi pasar,
intensitas keterlibatan warga dalam organisasi sosial umumnya rendah. Sedangkan
untuk masyarakat di luar pulau setelah penetrasi lebih tinggi keterlibatannya sebelum
penetrasi. Ini menunjukkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, partisipasi sosial
masyarakat di luar pulau mengalami peningkatan. Faktor yang menyebabkan adalah
kemudahan mobilitas masyarakat. Di antara tersebut tentu juga terdapat masyarakat
yang memiliki motivasi rendah untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial di luar
pulau karena pengetahuan yang kurang mengenai keberadaan organisasi-organisasi
massa.
Selain itu adalah terjadi peningkatan toleransi sosial penduduk pulau. Sikap mereka
menerima dipimpin oleh pendatang baru kemudian bergaul bersama tanpa
mempertimbangkan latar belakan sosial, budaya, dan ekonomi mereka. Setelah
penetrasi sikap warga setempat lebih terbuka. Perubahan sikap warga telah
mempengaruhi struktur sosial masyarakat, yaitu warga negara dalm strata sosial atas
lebih terbuka dibandingkan dengan strata yang lebih rendah. Pengalaman dan jaringan
sosial memiliki pengaruh terhadap perubahan tersebut. Faktor-faktor pribadi juga
mempengaruhi struktur sosial di masyarakat seperti kekayaan, kejujuran, keberanian,
kebaikan, kesalehan, keturunan, dan kepandaian. Masyarakat pun lebih materialisme
sejak masuknya penetrasi pasar di mana sebelumnya mereka saling menghormati dan
perlahan berorientasi ekonomi.
Hal tersebut dilihat peneliti, bahwa masuknya pasar memberikan perubahan modal
sosial yang menjadi tidak seimbang dibandingkan sebelum masuknya pasar. Modal
sosial memliki kekuatan potensial untuk mendukung proses pembangunan di suatu
wilayah atau komunitas tertentu. Seringkali dalam proses pembangunan modal sosial
diabaikan. Dengan demikian modal sosial harus seiring proses pembangunan, nilai-nilai
ini mulai terkikis dan identitas masyarakat akan hilangdan pencapaian keharmonisan
dalam masyarakat akan terganggu. Usaha untuk mengembalikan nilai lokal yang
terkikis harus didorong dan tidak hanya sebagai tulisan atau retorika tetapi menyadari
dari tingkat pelaksanannya.
Analisis
Penarikan sampel dari penelitian ini dilakukan dengan baik, pengambilan responden dan
informan digambarkan dengan jelas, sesuai kebutuhan informasi yang diperlukan.
Jumlah responden sebanyak 40 orang dan jumlah informan yang beragam. Sehingga
data yang diperlukan dapat terpenuhi dengan baik. Pengumpulan data dilakukan dengan
23
kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, lalu dianalisis secara kualititaif.
Peneliti memberikan skala waktu yang jelas untuk dapat dilakukan perbandingan, yaitu
antara periode sebelum dan sesudah intervensi dengan skala 10 tahun. Kemudian
peneliti menggunakan metode pengambilan data dengan kuantitatif dan kualitatif secara
seimban. Terdapat data angka juga untuk memberikan keakuratan data.
Penulis mendapatkan hasil penelitian berupa perubahan modal sosial di komunitas
masyarakat dengan menarik. Hasil penemuan perubahan struktur sosial terlihat jelas
pada masyarakat akibat masuknya penetrasi pasar. Selain itu, dijelaskan juga
dampaknya berupa kekurangan dan kelebihan dari adanya penetrasi pasar.
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Konsep Gerakan Sosial
Gerakan sosial hampir selalu mendapat perhatian media massa terkait dengan
tujuan yang mereka hendaki seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, kebebasan
beragama, hingga kepemilikan tanah. Gerakan sosial (social movement) merupakan
peristiwa penting sebagai faktor utama penyebab perubahan sosial. Seiring dengan
pernyataan Sztompka (1994) bahwa asal perubahan berasal dari bawah sebagai gerakan
manifes dari bawah, gerakan sosial ini dicirikan oleh bersatunya orang-orang untuk
mengorganisir diri dalam tujuannya membuat perubahan dalam masyarakat.
Menurut Sztompka terdapat empat komponen penting dari gerakan sosial yaitu:
1) kolektivitas orang yang bertindak bersama; 2) tujuan bersama adalah perubahan
tertentu; 3) kolektivitas relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya; dan 4)
tindakannya mempunyai derajat spontanitas yang tinggi tetapi tak terlembaga.
Pernyataan ini didukung juga oleh Mc Adam dan Snow (1997) bahwa gerakan sosial
adalah aksi kolektif, kesinambungan (temporal), hilang-muncul lagi, dan berada di luar
jalur kelembagaan.
Sedangkan secara tipologi gerakan sosial menurut Sztompka (2005) terdapat 6
jenis gerakan untuk memahami berbagai fenomena yang terjadi, yaitu:
1. a. Gerakan reformasi: mengubah aspek tertentu tanpa struktur intinya.
b. Gerakan radikal: lebih mendalam dan landasan organisasi sosial.
c. Gerakan revolusioner: ubahan meliputi semua aspek inti struktur sosial.
2. Kualitas yang diinginkan:
a. Gerakan progresif: perubahan menjadi masyarakat baru
b. Gerakan konservatif: tekanan pada tradisi.
3. Target perubahan yang diinginkan:
a. Perubahan struktural
b. Perubahan individual.
4. Arah perubahan:
a. Positif
b. Negatif.
5. Strategi yang melandasi:
a. Logika instrumental: untuk mendapatkan kekuasaan politik dan dengan kekuatan
politik tersebut memaksakan suatu perubahan.
b. Logika pernyataan perasaan: berjuang untuk mengaskan identitas untuk
mendapatkan pengakuan dari kehidupan mereka.
6. Menonjol dalam era sejarah yang berlainan:
a. Gerakan sosial lama: kepentingan ekonomi.
b. Gerakan sosial baru: misalnya feminism, pengarusutamaan gender.
1. Hubungan Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagai tujuan dari gerakan sosial memiliki dua pengertian
yaitu dari sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah memperkenalkan sesuatu
yang belum ada sedangkan dari sisi negatif adalah menghentikan, mencegah
perubahan yang dihasilkan oleh proses yang ada. Dalam perubahan sosial, gerakan
sosial bisa menjadi penyebab, efek maupun mediator yang mempengaruhi jalannya
perubahan sosial. Selama ini penelitian banyak membahas mengenai gerakan sosial
adalah menuntut suatu perubahan, jarang sekali sebagai dampak dari perubahan
sosial. Apabila dilihat memang seperti siklikal tetapi tergantung melihatnya dari segi
mana.
25
Sedangkan menurut Mc Adam dkk dalam Ariendi (2011) gerakan sosial terjadi
pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, transisional menuju perubahan
sosial karena terbukanya kesempatan aktor untuk merepon, memobilisasi strukturstruktur sosial dan budaya sehingga memungkinkan dilakukannya komunikasi,
koordinasi, dan komitmen di antara para aktor sehingga menghasilkan kesamaan
pengertian dan memunculkan kesadaran bersama tentang apa yang sedang terjadi.
Menurut Aberle ada dua sisi perubahan yang digambarkan dari gerakan sosial
yaitu amount of change dan locus of change. Keduanya dihubungkan untuk
mengetahui jenis perubahan yang diinginkan dari adanya gerakan sosial. Amount of
change terdapat dua perubahan yaitu secara parsial dan total sedangkan locus of
change terdapat dua lingkup yaitu tingkat individual atau struktur sosial. Hubungan
ini akan dijelaskan dalam table berikut ini:
Tabel 1. Jenis Gerakan Berdasarkan Perubahan Lokus dan Jumlah
Amount of Change
Locus of Change
Individual
Social Structure
Partial
Alterative (berubah)
Reformative (pembaharuan)
Total
Redemptive (penyelamatan) Transformative (perubahan
bentuk)
2. Hubungan Gerakan Sosial dan Modernitas
Ada sebuah tesis yang mengatakan semakin modern suatu kehidupan semakin
tinggi adanya gerakan sosial.
“Masyarakat yang sangat modern cenderung mmenjadi masyarakat gerakan”
(Nedihhart & Rucht dalam Sztompka 2005)
Keduanya memiliki hubungan karena modernitas adalah bagian dari adanya
perubahan sosial. Beberapa ahli menyatakakan alasan yang menyebabkan gerakan
sosial menonjol di zaman modern:
a. Tema Emile Durkheim: kepadatan penduduk di Jawa;
b. Tema Ferdinand Tonnies: masyarakat guyub (gemenshaft)  tidak guyub
(gessellschaft);
c. Tema Marxian: adanya ketimpangan antara lapisan atas dan bawah;
d. Tema Weberian: tarnsformasi sistem politik menjadi lebih demokratis;
e. Auguste Comte dan Saint Simon: penaklukan, kontrol, dominasi;
f. Peningkatan pendidikan dan kultur umum akan kesadaran;
g. Kemunculan dan penyebaran media massa.
Modernisasi Pedesaan
Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat
dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Proses modernisasi itu
sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai
dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Modernisasi adalah suatu
proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat
dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru
yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa
konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti
industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik
melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan serta teknologi.
Menelusuri sejarah panjang cikal bakal teori modernisasi lahir sebagai produk
sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah masa Perang Dunia II. Pertama, munculnya
Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun negara-negara Barat
lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin melemah setelah Perang Dunia
II. Pada tahun 1950-an secara praktis Amerika Serikat mengambil peran sebagai
pengendali percaturan dunia.
Kedua, pada saat yang hampir bersamaaan, terjadi perluasan gerakan komunis
sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai Eropa
Timur tetapi juga sampai di Asia, antara lain Cina dan Korea. Ini secara tidak langsung
mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluasa pengaruh politiknya pada
belahan dunia lain, selain Eropa Barat.
Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negara-negara
baru ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan
sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat
pencapaian kemerdekaan politiknya. Situasi dunia seperti ini wajar jika elite politik
Amerika Serikat memberikan dorongna dan fasilitas bagi ilmuwan sosialnya untuk
mempelajari permasalahan Dunia Ketiga.
Jika pada masa sebelum Perang Dunia II, persoalan pembangunan negara Dunia
Ketiga hanya sedikit sekali mendapat perhatian para ilmuwan Amerika Serikat, namun
keadaan yang sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan bantuan melimpah
dari pemerintah Amerika Serikat da organisasi swasta, satu generasi baru ilmuwan
politik, ekonomi, dan para ahli sosiologi, psikologi, antropologi, serta kependudukan
menghasilkan karya-karya disertasi dan monograf tentang Dunia Ketiga.
Sejarah panjang tersebut tidak terlepas dari upaya pembangunan Indonesia sejak
kemerdekaannya 69 tahun silam. Tentunya Indonesia akan mencontoh model
pembangunan seperti apa untuk membangun dan mempercepat ekonomi dan politik
negara Indonesia. Hingga pada akhirnya saat ini Indonesia menganut sistem
demokratisasi dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar ’45. Di sisi lain
Indonesia juga memperkuat investasi dalam negeri berupa industrialisasi dan pasar
untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Kondisi ini menurut Boeke5 sebenarnya
terdapat perbedaan mendasar antara tujuan-tujuan kegiatan ekonomi Barat dan Timur.
Ada dorongan di satu pihak dan pengutamaan keperluan sosial di pihak lain. Percuma
berusaha memasukkan teknologi dan kelembagaan modern dari Barat ke pedesaan
Indonesia. Lebih tepat mempertahankan pola lama perekonomian desa. Pemikiran ini
disebut “dualism statis” yaitu apa yang baik untuk sektor modern belum tentu baik pula
untuk sektor tradisional, maka waspadalah dalam membina hubungan antara keduanya.
Hal yang paling sering dijumpai dalam kehidupan pedesaan di Jawa adalah
adanya industrialisasi seiring dengan tujuan negara untuk memperkuat pertumbuhan
ekonomi. Industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan
pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal. Industri
pedesaan adalah transisi dari industri yang bersifat warisan dengan industri modern.
Melalui industri ini dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dengan
industrialisai, kualitas dan produktivitas terjaga sehingga desa mampu bersaing di dalam
sistem ekonomi yag modern.
5
J. H. Boeke dalam Sajogyo. Lapisan Masyarakat yang Paling Lemah di Pedesaan Jawa. 1978. Prisma.
7(3): 3-14.
27
Konsep Perubahan Sosial
Menurut Sztompka masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua
tingkat. Konsep dasar perubahan sosial menurut Sztompka (2005) mencakup tiga
gagasan, yaitu: 1) perbedaan; 2) pada waktu berbeda; 3) di antara keadaan sistem sosial
yang sama. Perubahan sosial merupakan transformasi dalam organisasi masyarakat,
dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu (Macionis 1987 dalam
Sztompka 2011). Kingsley Davis dalam Soekanto (1982) mengartikan perubahan sosial
sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Perubahan sosial juga diartikan sebagai perubahan pola perilaku, hubungan sosial,
lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley 1990 dalam Sztompka 2011).
Selanjutnya menurut (Ritzer et al. 1987 dalam Sztompka 2011), perubahan sosial
mengacu pada variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur dan
masyarakat pada waktu tertentu masih dalam organisasi masyarakat, dalam pola
berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu.
Kemudian menurut (Persell 1987 dalam Sztompka 2005), perubahan sosial
adalah modifikasi atau transformasi dalam pengorganisasian masyarakat. Kemudian
menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1982) mengatakan bahwa perubahanperubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik
karena perubahan-perubahan geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat. Menurut Mac Iver dalam Soekanto (1982), perubahan-perubahan sosial
sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap
keseimbangan hubungan sosial. Definisi yang lain adalah dari Selo Soemardjan dalam
Soekanto (1982) yang mengatakan bahwa segala perubahan-perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompokkelompok dalam masyarakat.
Kajian sosiologis, perubahan melihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak
linier. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadis secara linier. Perubahan sosial secara
umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau
tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta
kehidupan sosial untuk penghiudpan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi
perubahan ekonomi dan politik. Sedangkan di tingkat mikro sendiri terjadi perubahan
interaksi dan perilaku individual.
Tabel 2. Perbandingan Definisi Perubahan Sosial
Perubahan Sosial
Tentang perbedaan, waktu yang berbeda, dan sistem sosial yang
sama
Transformasi dalam organisasi masyarakat, pola berpikir, perilaku
Macionis
waktu tertentu
Pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, struktur sosial pada waktu
Farley
tertentu
Modifikasi pengorganisasian masyarakat
Persell
Variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur dan
Ritzer et al.
masyarakat pada waktu tertentu
Perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat
Kingsley Davis
Perubahan dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap
Mac Iver
keseimbangan hubungan sosial
Gillin dan Gillin Variasi dari cara hidup yang diterima karena perubahan geografi,
Tokoh
Sztompka
Selo
Soemardjan
material, komposisi penduduk, ideologi, dan penemuan baru
Perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
mempengaruhi sistem sosial berupa nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku
Berdasarkan beberapa definisi perubahan sosial yang disebutkan oleh tokohtokoh diatas bahwa konsep perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, seperti struktur sosial, hubungan sosial,
nilai-nilai sosial, pola perilaku, dan lainnya. Selain itu juga erat kaitannya dengan sistem
yang pernah terjadi atau sedang berlangsung di dalam suatu kehidupan sosial atau
perbedaan pada waktu tertentu, serta ada hubungan sosial yang terjadi. Karena
perubahan sosial merupakan suatu proses yang berjalan, sehingga sangat ditentukan
atau berhubungan erat dengan waktu.
Gambar 1. Dimensi Waktu Perubahan Sosial
Dahulu
Sekarang
Masa
Depan
Menurut Himes dan Moore (dalam Soleiman 1982 dalam Vanadiani 2011)
selain dimensi waktu adalah hal utama inti dari perubahan sosial, terdapat tiga dimensi
lainnya terkait perubahan sosial, yaitu:
1. Dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk structural
masyarakat, perubahan dalam peranan, serta perubahan struktur kelas sosial dan
lembaga sosial.
2. Dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, meliputi
inovasi kebudayaan, difusi, dan integrasi.
3. Dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam
masyarakat meliputi aturan atau pola-pola, jarak sosial, bentuk interaksi, dan
perantara.
Oleh karena itu perubahan terjadi pada manusia dan berbagai komponen yang
ada di sekitar kehidupan. Dalam suatu teori sistem yang berlangsung hampir sama juga,
Sztompka (2005) menyatakan bahwa kemungkinan perubahan yang terjadi adalah
sebagai berikut: (1) perubahan komposisi (misalnya migrasi dari satu kelompok ke
kelompok lain); (2) perubahan struktur (misalnya terciptanya ketimpangan); (3)
perubahan fungsi (misalnya spesialisasi dan diferensisasi pekerjaan); (4) perubahan
batas (misalnya penggabungan beberapa kelompok); (5) perubahan hubungan
antarsubsistem (misalnya penguasaan rezim politik); (6) perubahan lingkungan
(misalnya kerusakan ekologi).
Konsep Petani
Kajian tentang petani mensyaratkan dilakukannya penelusuran terhadap
kebijakan pemerintah Indonesia. Pada umumnya, orang yang berusaha dalam bidang
pertanian disebut dengan petani. Tetapi terdapat perbedaan dalam definisi petani itu
sendiri dari berbagai sudut pandang. Sjaf (2010) menyatakan bahwa petani tergolong
menjadi dua yaitu peasant dan farmer. Sifat usaha pertanian peasant berupa pengolahan
29
lahan dengan bantuan keluarga sendiri untuk menghasilkan bahan makanan bagi
keperluan hidup sehari-hari keluarga petani tersebut atau disebut cara hidup subsisten.
Sedangkan, farmer melakukan pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga
buruh tani, dan menjalankan produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan dengan
cara hasil produksi pertanian mereka dijual ke pasar.
Scott menyatakan tentang relasi sosial yang dibangun petani dengan actor lain
melahirkan prinsip “savety first” untuk menyelamatkan diri dari kekuatan lain. Kritik
Popkin (1986) terhadap Scott menyatakan bahwa petani memiliki aspek-aspek
rasionalitas untuk menunjang kelangsungan kehidupan mereka. Selama masih ada
tingkat-tingkat ekonomi ganda, keinginan untuk maju dari satu tingkat ke tingkat
selanjutnya, dan keinginan untuk menghindari kejatuhan, para petani akan selalu terlibat
baik dalam asuransi maupun dalam perjudian yakni investasi yang aman atau penuh
resiko. Meskipun secara teoritis paparan Popkin merupakan kritik atas tesis Scott,
namun prakteknya, masih terdapat prinsip “mencari aman” yang muncul dalam
investasi yang dijalankan di mana petani cenderung akan memilih investasi pribadi
untuk kesejahteraan masa depan melalui anak dan tabungan daripada berinvestasi, dan
mengandalkan resiprositas dan asuransi masa depan yang berasal dari desa.
Migdal (1974) menyampaikan perkembangan karakter dan orientasi petani
dalam tatanan sosial dari dimensi perubahan sosial. Perubahan sosial dan ekonomi
diintegrasikan ke dalam teori tentang partisipasi petani dalam politik dan revolusi.
Inisiatif keterlibatan petani dalam arena politik lebih banyak diinisiasi oleh non petani.
Dengan demikian keterlibatan petani belum besar sehingga sedikit dari insisiatif lokal.
Sedangkan menurut Friedmann (1992) keterkaitan petani terintegrasi dalam ekonomi,
pada saat itu ciri-ciri kehidupan petani akan diadaptasikan sedemikian rupa sehingga
perubahan-perubahan yang muncul akan terkait dengan sistem ekonomi dan budaya.
Kapitalisme juga akan memberikan pengaruh kepada petani terutama dalam hal
perubahan orientasi produksi, strategi hidup yang dilakukan, serta perubahan nilai-nilai
hidup yang dianut.
Konsep Desa
Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat
universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat
pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi
pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian.
Pengertian desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Bergel
(1955) dalam Indrizal, mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani
(peasants). Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap
desa.Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal
(menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Namun tidak jarang, di
Indonesia sebagian besar suatu kawasan desa adalah pertanian baik itu sebagai petani
maupun nelayan.Menurut Bergel istilah desa (village) dapat diterapkan untuk dua
pengertian. Pertama, desa diartikan sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari
ukuran besar-kecilnya. Kedua, terdapat juga desa-desa perdagangan.Yang dimaksud
desa perdagangan tidak berarti bahwa seluruh penduduk desa terlibat dalam kegiatan
perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari desa itu yang memiliki mata
pencahariaan dalam bidang perdagangan.
Kita juga perlu memahami dalam hal apa istilah desa cocok digunakan dan
kapan pula menggunakan istilah perdesaan. Istilah perdesaan merujuk pada suatu daerah
desa dan sekitarnya, atau padanan kata rural di dalam bahasa inggris. Dalam pemakaian
sehari-hari istilah perdesaan atau rural itu mudah memahaminya.Tetapi, jika harus
didefinisikan, ternyata sukar juga merumuskan pengertiannya secara khusus.Antara
istilah desa dan perdesaan berbeda-beda dalam kedua bahasa tersebut.Perbedaan konsep
tersebut dapat ditinjau dari berbagai tempat berpijak. Desa dan perdesaan misalnya,
akan terlihat jelas bila keduanya diperbandingkan dengan kota dan perkotaan.
Banyak negara mengadaptasi strategi pembangunan yang mengabaikan
pertanian dan wilayah perdesaan.Kebijakan ini biasa disebut bias urban (Lipton 1977
dalam Berstein et al). Bias kebijakan yang biasa terjadi terhadap wilayah pedesaan ini
memperumit pengurangan kemiskinan pedesaan. Dalam sector pertanian kebijakan
seringkali mendiskriminasi para petani kecil dan lebih berpihak pada pemilik tanah
besar. Artinya, kebijakan itu dianggap bias tuan tanah (Griffin 1974 dalam Berstein et al
2008). Kebijakan tersebut sadar atau tidak telah terjadi kebiasan dalam proses
pembangunan, khususnya di pedesaan yang mengalami ketimpangan dengan kondisi
perkotaan.
31
SIMPULAN
Hasil Rangkuman dan Pembahasan
Gerakan sosial merupakan aksi manifest dari bawah secara kolektif dan tidak
terlembagakan untuk satu tujuan yaitu sebuah perubahan yang mereka hendaki.
Terjadinya gerakan sosial terdapat dua kemungkinan yaitu dampak suatu perubahan
sosial atau penyebab utama suatu perubahan sosial. Sebenarnya kedua prinsip tersebut
dapat menjadi dua sisi sekaligus atau siklikal tergantung dari sudut pandang peneliti.
Bentuk perubahan sosial yang diangkat adalah terkait modernisasi yaitu proses
transformasi dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modernisasi terkait
dengan teori pembangunan secara sosiologis, dengan cara-cara peningkatkan
pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik
melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan serta teknologi.
Tidak jarang, negara Dunia Ketiga setelah bangkit dari masa penjajahan berusaha
mengadopsi model-model modernitas untuk mencapai peningkatan ekonomi dan politik
suatu negara pasca ketertinggalannya. Model-model dari barat mereka adopsi dengan
tujuan mampu seperti mereka yaitu kuatnya ekonomi dan politik. Kemudian dibuka
selebarnya investasi dari luar yang masuk ke pedesaan, khususnya Indonesia. Inovasi
dan teknologi dibawa masuk ke dalam nilai-nilai tradisional pedesaan. Menurut Boeke
kondisi ini (modernisasi) belum tentu baik sesuai apa yang ingin dilaksanakan.
Memang akan terdapat dua reaksi dari suatu komunitas dalam konteks ini adalah
para petani, yaitu untuk diam saja atau bergerak melawan arus nilai luar yang masuk.
Pada kenyataannya entah diam atau bergerak dua-duanya akan memberikan pengaruh
kepada kehidupan para petani. Beradaptasi atau melakukan perlawanan dengan sistem
ekonomi dan politik yang baru untuk bertahan. Nilai-nilai dari luar yang masuk akan
mempengaruhi mereka dalam kehidupan sosial bahkan mengubah nilai-nilai yang
mereka anut. Oleh karena itu terdapat aksi gerakan masif yang dilakukan sekelompok
para petani ketika adanya sistem luar yang masuk, ada beberapa hal yang ingin mereka
pertahankan seperti nilai-nilai leluhur yang dianut, kepedulian lingkungan, serta
kekhawatiran akan terjadinya suatu ancaman bagi hidup mereka.
Apabila mereka tidak menerima perubahan yang masuk ke dalam lingkungan
yaitu seperti masuknya areal pembangunan PT Semen Gresik di Gunung Kendeng yang
ditolak oleh masyarakat Samin adalah situasi dari gerakan sosial adalah dampak dari
suatu modernisasi dengan cara industrialisasi (perubahan). Sedangkan apabila dilihat
dari sisi lain konteks yang sama, mereka bergerak secara kolektif agar pembangunan PT
Semen Gresik tidak dilakukan adalah gerakan sosial sebagai penyebab utama perubahan
sosial dengan cara menuntut proyek pembangunan dibatalkan.
Secara konseptual terdapat usaha agar para petani di sekitar daerah
industrialisasi menerima. Kesesuaian nilai-nilai setempat harus tetap dipertahankan agar
mereka tidak melakukan aksi perlawanan. Diperlukan sebuah kewaspadaan untuk
membina hubungan modern dan tradisional. Sebenarnya kemungkinan juga petani tidak
sanggup mengorganisir diri untuk melakukan aksi pemberontakan, kehidupan yang
sederhana di desa dan jaminan dari adanya perkebunan atau industri minimal mampu
menghidupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Meskipun dirasakan bahwa mereka
tidak memiliki akses terhadap tanah dan kehidupan yang lebih layak. Secara struktural
para petani dibuat untuk tidak berdaya sehingga mereka menerima apa adanya dari atas.
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan hasil review jurnal yang telah saya rangkum dan analisis,
ditemukan beberapa hal menarik dan tambahan yang akan penulis perdalam dalam
penelitian. Penulisan studi pustaka ini akan berlanjut kepada penelitian baru yang akan
lebih fokus mengkaji gerakan sosial sebagai aksi untuk mencapai suatu perubahan sosial
setelah adanya modernisasi yang masuk di suatu desa dan dirasakan oleh petani sekitar.
Menjadi suatu hal yang menarik ketika para petani menggunakan aspek-aspek
rasionalitas ketika melawan modernisasi yang masuk di pedesaan. Mereka berusaha
mempertahankan nilai-nilai yang mereka anut karena khawatir proses modern akan
menghilangkannya. Sebenarnya di balik aksi tindakan tersebut kemungkinan juga
terdapat motif-motif lain para petani untuk melawan. Kemudian reaksi apa yang
ditimbulkan atas aksi ini dan hasil yang diperjuangkan. Berikut adalah perumusan
pertanyaan penelitian dari hasil studi pustaka ini adalah
1. Apa saja proses modernisasi yang masuk ke pedesaan?
2. Bagaimana dampak modernisasi terhadap kehidupan para petani di desa?
3. Bagaimana para petani mengorganisir diri untuk bertahan dari arus modernisasi?
4. Bagaimana gerakan sosial para petani dalam melawan proses modernisasi?
5. Apa saja tujuan perubahan sosial yang diinginkan para petani?
Usulan Kerangka Analisis Baru
Masuknya proses modernisasi di pedesaan dengan dominasi kehidupan para
petani akan memberikan pengaruhnya kepada kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi
bagi para petani di desa. Biasanya upaya modern yang ditanam di daerah pedesaanan
dalah sebuah industri ataupun perluasan areal perkebunan baik dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta. Terdapat reaksi yang berhubungan dengan berdirinya nilainilai luar yang masuk, entah para petani akan berkesinambungan dan beradaptasi
dengan nilai-nilai baru (modern) atau berusaha untuk melawannya dan mempertahankan
kehidupan lama mereka. Dalam penelitian yang akan diungkap adalah tindakan petani
ketika melawan arus modernisasi yang masuk ke desa mereka. Upaya yang mereka
lakukan adalah aksi kolektif dari bawah yang tidak terlebaga dan bersifat spontanitas
untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang dikehendaki. Sehingga nilai-nilai tradisi
mereka tetap bertahan atau kehidupan sejahtera mereka tidak terganggu.
33
Gambar 2. Usulan Kerangka Analisis Baru
-
Pemerintah
Kehidupan Petani:
- Sosial
- Budaya
- Ekonomi
Modernisasi:
Industri
Perkebunan
Swasta
Strategi
adaptasi/perlawanan
Gerakan Sosial Para Petani
: berpengaruh
: berhubungan
Perubahan Sosial
DAFTAR PUSTAKA
Anwar SJ, Lala MK, Rilus AK, Aida VS. 2014. The impact of market penetration on
social capital changes at the fishing community in small island: a case in
Barrang Lompo Island Makassar City, South Sulawesi Province. Academic
Journals [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]; 6(3). Tersedia pada:
http://www.academicjournals.org/journal/IJSA/article-full-textpdf/8F1BBE543698.
Ariendi GT, Rilus AK. 2011. Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan
penguasaan atas lahan. Sodality [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 5: 1331. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47369.
Bernstein H, Terence J B, Saturnino B, Cristobal K, et al. 2008. Kebangkitan Studi
Reforma Agraria di Abad 21. Yogyakarta (ID): STPN.
Elizabeth R. 2006. Restrukturisasi ketenagakerjaan dalam proses modernisasi
berdampak perubahan sosial masyarakat petani SOCA [Internet]. [diunduh
2015
Mei
7].
6(1).
Tersedia
pada:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/viewFile/4124/3111.
Fajrin M. 2011. Dinamika gerakan petani kemunculan dan kelangsungannya (Desa
Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) [skripsi]. [Internet].
[diunduh
2015
Maret
30].
Tersedia
pada:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48208.
Fauzi N. 1999. Petani & Penguasa Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia.
Yogyakarta (ID): INSIST, KPA dengan Pustaka Belajar.
Indrizal E. Tidak ada tahun. Memahami konsep perdesaan dan tipologi desa di
Indonesia. [internet]. [diunduh pada 3 Oktober 2014]. Tersedia pada:
http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndrizal/M3.pdf.
Purwandari H, Lala MK, Fredian T. 2012. Perlawanan tersamar organisasi petani:
sinergi antara kepentingan pembangunan dan gerakan. Sodality [Internet].
[diunduh
2015
Maret
30];
6(3).
Tersedia
pada:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8019.
Rahmah A D. 2014. Gerakan paguyuban petani versus negara dan dampaknya pada
tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Sukamulya [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati D. 2003. Gerakan petani dalam konteks masyarakat sipil Indonesia studi
kasus Organisasi Petani Masyarakat Sipil Indonesia Merdeka (SeTAM).
Jurnal Ilmu Sosial dan Politik [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 6:329358.
Tersedia
pada:
http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/170.
Rosid F. 2014. Dinamika gerakan sosial studi peran intelektual dalam melakukan
gerakan sosial dengan masyarakat sipil untuk mendapatkan pelayanan listrik
35
di Desa Mulyorejo Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Jurnal Mahasiswa
Sosiologi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 3(1). Tersedia pada:
http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos/article/view/21/37.
Sajogyo. 1978. Lapisan masyarakat yang paling lemah di Pedessaan Jawa. Prisma. 7(3):
3-14.
. 1972. Modernization without development in rural Java. Bogor (ID): Bogor
Agricultural University.
Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: PT Grafindo Persada.
Subarkah, Anggit W. 2014. Perlawanan masyarakat Samin (sedulur sikep) atas
kebijakan pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (studi kebijakan
berbasis lingkungan dan kearifan lokal). Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 26(2). Tersedia pada:
http://www.unikal.ac.id/Journal/index.php/lppm/article/view/311.
Sugihardjo, Eny L, Agung W. 2012. Strategi Bertahan Dan Strategi Adaptasi Petani
Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di
Sukolilo Kabupaten Pati). Jurnal SEPA [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]. 8
(02):
51-182.
Tersedia
pada:
http://eprints.uns.ac.id/12606/1/Publikasi_Jurnal_(27).pdf.
Suwarsono, Y. So A. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta (ID): Pustaka
LP3ES.
Sztompka. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta (ID): Prenada.
Vanadiani DV. 2011. Industrialisasi di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat
petani di Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
[skripsi]. [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51400?show=full.
Wahono F. 2002. Hak-Hak Asasi Petani & Proses Perumusannya. Yogyakarta (ID):
Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
Wahyudi. 2011. Formasi dan struktur gerakan sosial petani studi kasus gerakan
reclaiming/penjarahan atas tanag PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang
Selatan. Jurnal Salam [Internet]. [diunduh 2015 Mei 7]. 12 (01): 89-106.
Tersedia
pada:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/view/436/443.
RIWAYAT HIDUP
Nasyi’atul Laila dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 8 Mei 1994, dari
pasangan Musri’an Busron (almarhum) dan Khoirul Bariyah. Pendidikan formal yang
pernah dijalani adalah TK ABA 1 Sumberrejo (1999-2000), MI Muhammadiyah 18
Sumberrejo (2000-20006), MTs Negeri Model Babat (2006-2009), dan SMA Negeri 1
Babat (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian
Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) undangan.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi,
yaitu Wakil Ketua Dewan Musholla Asrama Putri Gedung A3 (2012), Anggota Divisi
Rohis Kelas Forum Syiar Fakultas Ekologi Manusia (Forsia) (2013-2014), Anggota
Divisi Pengembangan Masyarakat Paguyuban Karya Salemba Empat IPB (2013-2015),
Bendahara Departemen External International Association of Students in Agriculture
and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB (2013-2014), dan saat ini sebagai
Sekretaris Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (Forsia). Selain itu penulis juga
aktif di beberapa kepanitiaan di dalam kampus, yaitu Anggota Divisi Konsumsi TPB
Cup (2013), Bendahara Divisi Konsumsi Open House IPB 50 (2013), Anggota Divisi
Mulitimedia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 50 (2013),
Bendahara Panitia FEMA Berqurban 1434 H (2013), Anggota Divisi Acara Masa
Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) (2014), Sekretaris Panitia Forsia Islamic
Festival (2014), dan Anggota Divisi Acara Muslimah in Action Forsia (2015).
Download