Laporan Studi Pustaka (KPM403) MODERNISASI DAN GERAKAN PERUBAHAN SOSIAL PARA PETANI DI PEDESAAN NASYI’ATUL LAILA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan“ benarbenar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Mei 2015 Nasyi’atul Laila NIM I34120031 iii ABSTRAK NASYI’ATUL LAILA. Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan. Di bawah bimbingan MURDIANTO. Modernisasi yang masuk di pedesaan merupakan upaya pihak untuk meningkatkan wilayah tersebut lebih baik dengan peningkatan ekonomi dan politik yang kuat. Kehidupan para petani dengan nilai-nilai yang dianut dipengaruhi oleh pihak luar sehingga akan memunculkan sikap para petani untuk bergerak. Gerakan ini disebut gerakan sosial yang terbentuk dari bawah dengan tujuan untuk perubahan sosial. Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Hasil dari penulisan studi pustaka ini mengungkapkan bahwa perubahan yang terjadi akibat masuknya modernisasi dari pihak swasta atau pemerintah yang mempengaruhi adanya suatu gerakan sosial dari para petani di desa untuk terus bertahan dengan pola kehidupan lama mereka. Modernisasi dapat mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya para petani setempat. Kata kunci: modernisasi, pedesaan, petani, gerakan sosial, perubahan sosial. ABSTRACT NASYI’ATUL LAILA. Modernization and Social Change Movement of Farmers in Rural. Supervised by MURDIANTO Modernization in rural areas is the effort to improve the region with increasing economic and political strong. Lives of farmers with the values espoused influenced by outsiders so will bring up the attitude of farmers to move. This movement is called the social movements that are formed from the bottom for the purpose of social change. The method used in the writing of this literature study is the method of analysis of secondary data that is relevant to the topic of literature. Results of the writing of this literature study revealed that the changes that occur as a result of the entry of modernization of the private sector or the government that affect the existence of a social movement from farmers in the village to continue to persist with their old pattern of life. Modernization can affect social, economy, and culture life of local farmers. Keywords: modernization, rural, farmers, social movements, social change. MODERNISASI DAN GERAKAN PERUBAHAN SOSIAL PARA PETANI DI PEDESAAN Oleh NASYI’ATUL LAILA I34120031 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nasyi’atul Laila Nomor Pokok : I34120031 Judul : Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Ir. Murdianto, M.Si. Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Pengesahan: _______________ PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Pustaka yang berjudul Modernisasi dan Gerakan Perubahan Sosial Para Petani di Pedesaan dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditulis untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Ir. Murdianto, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan curahan waktunya kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian studi pustaka ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta, yaitu Ibu, Bapak (alm), dan Kakak-Kakak atas segala doa, curahan kasih sayang, saran, motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman satu organisasi dan kepanitiaan Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (Forsia) 1436 H dan Open House IPB, donator serta teman beaswan Karya Salemba Empat, teman satu bimbingan, kakak-kakak kelas, serta teman-teman satu departemen SKPM angkatan 49, atas kebersamaan dan kesediaannya berbagi pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan Laporan Studi Pustaka ini. Akhirnya, penulis berharap Semoga studi pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Mei 2015 Nasyi’atul Laila NIM I34120031 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 Tujuan Tulisan .............................................................................................................. 2 Metode Penulisan .......................................................................................................... 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA................................................................... 3 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 24 Konsep Gerakan Sosial ............................................................................................... 24 Hubungan Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial .................................................... 24 Hubungan Gerakan Sosial dan Modernitas ............................................................. 25 Modernisasi Pedesaan ................................................................................................. 25 Konsep Perubahan Sosial ............................................................................................ 27 Konsep Petani ............................................................................................................. 28 Konsep Desa................................................................................................................ 29 SIMPULAN .................................................................................................................... 31 Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................ 31 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian .......................................................... 32 Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 34 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 36 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis Gerakan Berdasarkan Perubahan Lokus dan Jumlah .............................25 Tabel 2. Perbandingan Definisi Perubahan Sosial....................................................27 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Dimensi Waktu Perubahan Sosial…………………………………………28 Gambar 2. Usulan Kerangka Analisis Baru...................................................................33 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Indonesia secara terus menerus muncul pemberontakan yang cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah. Tidak dapat disangkal, bahwa dominasi ekonomi, politik, dan kultural oleh pihak tertentu membuka peluang masyarakat (rakyat) melakukan pemberontakan sosial. Kajian Fauzi (2005) tentang gerakan rakyat beberapa negara dunia ketiga berhasil memotret bentuk-bentuk karakter perlawanan1. Perlawanan dimulai dengan konfrontasi terhadap dominasi pemerintah dan swasta. Strategi yang dikembangkan adalah mobilisasi rakyat dilakukan dengan cara mengkonstruksi kembali identitas etnis. Dominasi tersebut akan atau telah mengakibatkan beberapa perubahan sosial di masyarakat yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Gerakan Samin merupakan salah satu fakta pergolakan sosial di pedesaan. Gerakan ini memiliki ciri-ciri gerakan pedesaan yang lain, seperti pelakunya adalah para petani. Gerakan Samin dimulai kira-kira akhir abad 19 lalu berhasil mencapai puncaknya yaitu dengan berhasil membuat kecemasan pada pemerintah Hindia Belanda (Subarkah dan Wicaksono 2014)2. Fakta lain, gerakan petani dalam melawan tuan tanah yang terjadi di Ciomas pada tahun 18863. Peristiwa ini merupakan suatu pertentangan antara petani tuan tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi ricuh. Peristiwa tersebut menggambarkan lemahnya kaum petani dalam menghadapi hegemoni kaum penguasa. Para petani mampu membangun perlawanan terhadap hegemoni negara atau penguasa. Upaya menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dari tiga faktor, yaitu a) meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan kemerosotan ekonomi petani; b) pembentukan organisasi politik yang berasal dari luar masyarakat petani mengembangkan tuntutan ekonomi, perlindungan, keahlian berorganisasi, dan sistem niali baru; c) respons dari pilihan antara reformasi dan penindasan yang menimbulkan dampak penting dan intensitas mobilisasi petani. Para petani bersedia mengambil resiko dengan mengadakan konfrontasi langsung bila mereka menganggap ketidakadilan tidak lagi dapat ditoleransi4. Fakih (2000) juga mencoba menggambarkan perlawanan terhadap pemerintah dengan melihat keterkaitan antara arus besar model pembangunan dengan tumbuhnya gerakan sosial. Meski kajian keduanya menyandarkan pada kasus LSM - bukan organisasi petani - sebagai sumbangan pemikiran tentunya patut dipertimbangkan. Hanya, perlu merujuk pada kasus organisasi petani yang berpola gerakan rakyat. Fakih menggambarkan bahwa arus besar paradigma developmentalism turut membentuk karakter gerakan. Bentuk developmentalism dapat berupa upaya modernisasi. Seperti telah disebutkan termasuk komersialisasi pada para petani di pedesaan. Secara sederhana modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, Korten dalam Purwandari menggarisbawahi masalah pembangunan seringkali dalam perspektif dialektis menunjukkan saling keterkaitan 1 Fauzi N. 2005. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Subarkah. Anggit W. 2014. Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal). 2014. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Vol.26 No.2 3 Perlawanan…. [Tidak ada tahun]. Perlawanan Rakyat Ciomas terhadap Pemerintahan Hindia Belanda. Dapat diunduh dari: http://www.bogorheritage.net/2013/11/perlawanan-rakyat-ciomas-terhadap.html. 4 Ibid 2 antara persoalan eksploitasi, dominasi dan penindasan politik. Dengan demikian, gerakan sosial para petani di pedesaan berupaya melakukan transformasi hingga mencapai alternatif pembangunan berorientasi rakyat (people centered developmet). Sehingga tulisan ini akan mempelajari dan memahami bentuk gerakan sosial sebagai dampak proses pembangunan yang merupakan bagian dari modernisasi atau justru sebaliknya gerakan sosial ada karena selama ini tidak mengalami pembangunan yang lebih baik. Pada intinya, gerakan ini menginginkan suatu perubahan yang mereka hendaki dari proses pembangunan saat ini. Tujuan Tulisan Berkenan dengan hal yang dijelaskan diatas, maka tujuan dari tulisan ini adalah untuk: 1. mempelajari dan memahami gerakan para petani di pedesaan; 2. mempelajari dan memahami pengaruh modernisasi di pedesaan; 3. mempelajari dan memahami pengaruh modernisasi terhadap adanya gerakan para petani. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penyusunan studi pustaka ini adalah pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini diantaranya adalah hasil-hasil penelitian, skripsi, thesis, disertasi, dan jurnal ilmiah. Data sekunder yang diperoleh tersebut kemudian di-review, dianalisis, dan disusun guna menjadi satu tulisan yang utuh. 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal : : : : : : : Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi Tanggal diunduh : : : : Strategi Perjuangan Petani dalam Mendapatkan Akses dan Penguasaan Atas Lahan 2011 Jurnal Elektronik Geidy Tiara Ariendi, Rilus A. Kinseng Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol.5 (April 2011): 13-31 http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47369 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Pada tulisan jurnal ini mengenai strategi perjuangan petani memiliki latar belakang konflik-konflik persoalan tanah di pedesaan. Konflik ini dari perusahaa, rakyat, maupun pemerintah. Penelitian ini membahas di Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi tetntang perkebunan teh nasional. Masyarakat di sekitar perkebunan teh ini hidup bergantung kepada kegiatan perkebunan. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai buruh di perkebunan tersebut sebagai pemetik teh dan buruh tani. Masyarkat bermatapencaharian petani yang bercocok tanam sendiri masih sedikit. Mereka tidak memiliki lahan karena lahan di sana merupakan milik perkebunan milik negara. Bekerja di perkebunan merupakan satu agenda turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Namun nasib masyarakat di daerah tersebut tidak banyak berubah. Oleh karena itu penelitian ini ingin memiliki beberapa tujuan yaitu mengetahui permasalahan petani di Desa Cisarua yang berhubungan dengan akses dan penguasaan atas lahan, mengetahui bagaimana strategi perjuangan yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan, menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaa atas lahan, dan sejauh mana tingkat keberhasilan startegi yang digunakan petani dalam perjuangan tersebut. Desa Cisarua merupakan salah satu desa yang di dalamnya berada berada di dalam wilayah salah satu perkebunan milik negara dan berdekatan dengan hutan lindung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan eksplanatif di mana dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan lahan sesuai dengan strategi yang digunakan serta menggambarkan bagaimana proses yang dilalui petani untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam, sedangkan metode kuantitatif dilakukan melaui survey dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan metode accidental sample (convinience sampling) dengan populasi penelitian yaitu petani Desa Cisarua yang menggarap di lahan milik perkebunan blok 14, blok 15, dan blok 16 serta bertempat tinggal di RW 2, RW 3, dan RW 4 dengan total 760 KK. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil petani yang ditemui baik ketika berada di lahan perkebunan. Sedangkan informan terdiri dari aparatur desa, pegawai perkebunan, dan aktor dalam perjuangan petani dalam mendapatkan akses atas lahan. Petani Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan dengan tindak kekerasan, demo, ataupun reclaiming (ambil paksa) karena petani tahu bahwa lahan yang mereka inginkan merupakan lahan yang legal secara hukum merupakan HGU milik perkebunan dan masih berlaku. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan petani melalui kompromi hanya bertujuan untuk mendapatkan akses terhadap lahan HGU perkebunan non-produktif, bukan untuk menguasai atau memiliki lahan tersebut. Didukung dengan pandangan petani bahwa kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah serta akan makin mempersulit keadaan kaum kecil. Pola perjuangan yang dilakukan petani di Desa Cisarua termasuk dalam pola perjuangan Gaya Asia karena dalam melakukan perjuangan, petani di Desa Cisarua: (a) tidak memiliki organisasi formal, (b) melakukan perjuangan kecil secara sembunyi-sembunyi dengan berpura-pura bodoh, dan (c) perjuangan yang dilakukan petani tidak membutuhkan koordinasi. Tingkat keberhasilan petani dalam mendapatkan lahan dalam hal ini dilihat dari status tanah yang mereka olah. Petani Desa Cisarua pada nyatanya mengolah pada lahan sewa. Petani menyadari sepenuhnya bahwa tanah tersebut tidak dapat menjadi hak milik pribadi. Hal ini pula yang membuat petani tidak melakukan aksi-aksi radikal untuk memiliki lahan tersebut. Petani merasa hanya dengan melakukan kompromi, tujuan mereka telah tercapai. Petani juga sudah merasa cukup puas dengan dapat melanjutkan hidup dengan menggarap lahan perkebunan meski tanpa kepastian jangka waktu yang diperbolehkan oleh pihak perkebunan. Analisis Mengacu pada hasil penelitian terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan penelitian selanjutnya yaitu sikap petani hingga saat ini dalam mempertahankan kehidupannya pada saat kendala akses dan penguasaan atas lahan sangat terbatas. Seharusnya dalam penelitian ini bisa dianalisis faktor yang paling mendasar untuk petani tidak bergerak dan pasrah kepada kepentingan usaha perkebunan. Sebelumnya bisa dilihat kondisi petani di sana memang sudah turun temurun bekerja di perkebunan apakah petani memang sangat tergantung dari para perusahaan sehingga cukup merasa puas dengan kondisi saat ini. Di dalam penelitian ini terdapat variabel yang faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya mendapatkan lahan garapan. Terdapat lima ukuran yaitu pengalaman berorganisasi, luas dan jumlah relasi, lama pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan. Hasil dari hubungan variabel tersebut memiliki korelasi positif, namun di antara itu terdapat pengalaman organisasi yang tidak berkolerasi positif. Seharusnya dalam kesimpulan dapat ditambahkan kemungkinan petani tidak bergerak dan hanya diam karena mereka tidak biasa terorganisir dan bersifat individu masingmasing ketika melawan. Sehingga mereka tidak mempunyai kekuatan. Hal ini juga bisa menjadikan penelitian selanjutnya untuk lebih mendalami alasan petani menerima kondisi yang dirasakan adalah ketidakadilan dalam mendapat akses dan penguasaan tanah. 2 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka : : : Perlawanan Tersamar Organisasi Petani: Sinergi antara Kepentingan Pembangunan dan Gerakan Sosial 2012 Jurnal Elektronik 5 Nama Penulis : Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal : : : Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : Tanggal diunduh : : Heru Purwandari, Lala M. Kolopaking, Fredian Tonny Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol.6 No. 3 http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/vi ew/8019 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Analisis politik dan kebijakan menunjukkan bahwa selama 32 tahun terakhir, negara menggunakan topdown approach dalam merespon persoalan-persoalan pembangunan pertanian yang dikembangkan menghasilkan strategi besar yang menjauhkan petani dari persoalan nyata. Upaya menjawab permasalahan tersebut dilakukan dengan mengembangkan bentuk pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi petani Selama ini dirasakan tidak tersentuhnya akar persoalan petani adalah persoalan tidak pernah diselesaikan dengantuntas. Hal ini membutuhkan respon tersendiri dari petani. Upaya merespon permasalahan dapat dimulai dengan membangun kemandirian petani. Penelitian ini memaparkan usaha membangun bentuk-bentuk kemandirian petani dalam hal ekonomi, tata cara produksi dan pengelolaan sumber-sumber agraria. Kemandirian petani dapat didekati melalui pembentukan organisasi sebagai sebuah kelembagaan. Pengorganisasian petani dalam berbagai bentuk menjadi sebuah keharusan untuk membawa petani pada posisi yang lebih setara dalam struktur sosial. penelitian ini memfokuskan organisasi yang difokuskan pada organisasi yang dibangun atas dasar motivasi ekonomi dan produksi untuk memperoleh gambaran karakter perlawanan organisasi tersebut. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan studi tentang bentuk-bentuk respon petani atas permasalahan sosio-ekonomi dan politik yang dihadapi, memberikan kesadaran tentang masalah-masalah yang muncul dibalik kesukesan pembangunan pada masa orde baru, serta peranan petani dalam membangun kesejahteraan anggota dan komunitasnya. Fokus organisasi studi adalah Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) yang merupakan organisasi yang beranggotakan paguyuban petani di tiap kawasan yang masing-masingnya beranggotakan kelompok tani lokal. Organisasi ini dibangun atas permasalahan ekonomi yang dialami oleh anggotanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui teknik interpretatif-kritis tanpa mengabaikan makna-makna dibalik respon petani atas permasalahan struktural. Strategi yang digunakan adalah studi kasus dimana tipe organisasi yaitu production based organization menjadi subyek penelitian. Dengan dukungan teoritis, secara kritis realitas sosial ditarik pada satu kesimpulan yang berupaya memahami makna dibalik realitas/fenomena sosial. Analisis kritis juga melibatkan proses dialogis-komunikatif. Proses ini mutlak diperlukan dalam paradigma kritis karena secara fisiologis realitas sosial menghasilkan interpretasi individu yang bersifat relatif subyektif terkait pengalaman individu. Keberadaan adanya penindasan petani terhadap bidang ekonomi dan politik mampu memunculkan motivasi petani untuk membangun aksi kolektif yang mampu membentuk organisasi. Bentuk organisasi disesuaikan dengan kebutuhan mereka untuk mengakomodir bidang perekonomian. Ciri organisasi ini menerapkan paradigm production center oriented merupakan respon organisasi atas permasalahan nyata petani. Penelusuran periodisasi konteks ekonomi berhasil menunjukkan bahwa pada setiap fase, petani tidak pernah didudukkan dalam tempat yang benar dalam struktur masyarakat. SPPQT merupakan sebuah organisasi petani yang beranggotakan paguyuban yang menyebar pada kawasankawasan di Kendal, Magelang, Sragen, Salatiga, Semarang, Boyolali, dan Temanggung. Permasalahan utama yang dihadapi oleh petani adalah mulai dari pengadaan sarana produksi dan alat produksi, teknik budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran. Di antara tersebutm masalah pemasaran selalu berujung pada harga yang rendah di tingkat petani. Ketiadaan lembaga pendukung menjadi faktor penyebab timbulnya masalah-masalh tersebut. Sebagian besar lembaga yang ada dari lembaga formal, seperti Petugas Penyuluh Lapang (PPL), Dinas Pertanian. Namun disayangkan peranan lembaga ini dirasa kurang berarti karena petani hanya sebagai obyek penerima inovasi. Para petani mengingikan organisasi yang mampu menampung aspirasi mereka. Dengan demikian pendirian SPPQT atas dasar latar belakang ini. Disain perlawanan SPPQT dan organisasi yang ada di bawahnya adalah bentuk perlawanan tersembunyi melalui strategi kemandirian produksi. Organisasi ini menemukan dasar mendobrak kekuatan dengan cara memindahkan jalur perlawanan dari pola radikal ke pola yang lebih halus, dari production-center oriented menuju people-center oriented. SPPQT mengembangkan perlawanan terhadap kemapanan yang ada dengan upaya mengintegrasikan petani kedalam sistem yang ada tanpa meninggalkan upaya memperjuangkan kedaulatan petani. Analisis Metodologi penelitian ini menggunakan strategi studi kasus yaitu menjelaskan mengenai tipe organisasi yaitu production based organization. Akan tetapi pada prosesnya SPPQT memiliki strategi perlawanan tersembunyi melalui strategi kemandirian produksi sehingga dengan cara tersebut memindahkan jalur perlwanan dari pola radikal ke pola yang lebih halus yaitu production-center oriented menuju peoplecenter oriented. Melihat subyek penelitian sudah berbeda jalur ketika peneliti mengatakan sebagai production based organization seharusnya menetapkan subyek penelitian adalah perkembangan SPPQT. Kemudian juga perlawanan tersamar yang dimaksud apakah hanya karena SPPQT berdalih menjadi organisasi yang berusaha untuk kemandirian produksi, bagaimana jika diterapkan dengan kasus lain. Secara keseluruhan, peneliti berusaha membuktikan bahwa perlawanan tidak harus melalui aksi radikal tetapi dengan cara halus dengan perubahan fungsi organisasi dalam memfasilitasi kemandirian produski khususnya bagi masyarakat yang ada di sekitar SPPQT. Apabila ini dimasukkan sebagai sebuah gerakan sosial adalah tidak sesuai. SPPQT memiliki struktur yang jelas dengan garis institusi. Berbeda dengan pengertian gerakan sosial yaitu sebuah aksi untuk menolak, mengampanyekan suatu orientasi tujuan perubahan dan berada di luar institusional atau kelembagaan. 3 Judul : Tahun Jenis Pustaka : : Dinamika Gerakan Petani, Kemunculan dan Kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) 2011 Skripsi 7 Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi Tanggal diunduh : : : : : Elektronik Mochammad Fajrin - : : : : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48208 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Diterbitkannya undang-undang agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870 oleh pemerintah kolonial menjadi tonggak penting bagi sejarah petani di Indonesia. Pemerintah kolonial dapat memberikan keleluasaan kepada pengusaha swasta asing untuk dapat menyewa tanah dalam waktu yang panjang dan dengan harga yang murah. Hal ini memberi dampak yang signifikan bagi kehidupan petani. Karena tidak sedikit dari tanah-tanah perkebunan tersebut, pada mulanya merupakan tanah garapan milik petani. Pada gilirannya, kebijakan tersebut menjadi salah satu pemicu munculnya aksi – aksi perlawanan petani. Adanya gerakan yang terorganisir di dalam Desa Banjaranyar pada tahun 1998 dapat dilihat sebagai salah satu gejala sosiologis, di mana tersedianya sebuah kondisi kondusif di dalam masyarakat yang memungkinkan terjadinya suatu aksi perlawanan petani. Karena sebuah aksi perlawanan petani tidak mungkin terjadi pada kondisi yang tidak mendukung. Oleh karena itu, mengapa dan bagaimana aksi perlawanan petani secara terbuka dapat terjadi hingga saat ini. Sehingga didapati penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui latar belakang dan proses perebutan tanah di Desa Banjaranyar, apa makna tanah bagi petani Banjaranyar, berkaitan dengan kemuculan gerakan petani (prareclaiming), serta perkembangan gerakan petani Banjaranyar, beserta hubungan gerakan petani dengan berbagai kekuatan sosial baik di dalam dan di luar desa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode observasi partispasi (participant observation) di lapangan. Dalam upaya memahami kehidupan obyek penelitian peneliti melakukan live in di lokasi tersebut agar dapat melihat secara langsung dan memahami berbagai kondisi masyrakat. Sehingga scope temporal ini dilaksanan selama enam bulan. Sementara dalam penelitian ini terfokus pada masyarakat petani Desa Banjaranyar yang berlokasi di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Unit analisis adalah gerakan petani yang terhimpun dalam Organisasi Tani Lokal (OTL) Banjaranyar. Responden penelitian dipilih secara purposif berdasar telaah peran dalam proses gerakan petani. Responden adalah stakeholder yang dinilai relevan untuk memperkuat bobot analisis penelitian yaitu, LBH SPP, pengurus Serikat Petani Pasundan (SPP) - pendamping, FARMACI, dan Perangkat Desa Banjaranyar. Penelitian kali ini juga menggunakan pendekatan sejarah (historical approach), yang akan menguraikan sejarah, fenomena, problamatika, dan dilematika di dalam gerakan petani Banjaranyar. Begitupun dengan gerakan petani Banjaranyar, masuknya PT RSI (1983-1996) dan Perhutani (1996 – 1998) membuat petani Banjaranyar tidak dapat lagi melakukan penggarapan di atas tanah perkebunan. Masuknya kapital swasta ke dalam komunitas petani Banjaranyar, dalam bentuk perampasan tanah, menyebabkan kehidupan petani semakin terpuruk dan menghadapi krisis subsistensi hingga kebatas toleransi. Gerakan petani tidak melawan kapitalisme, tetapi melawan perampasan tanah oleh para kapitalis perkebunan yang menyebabkan petani kehilangan eksistensi diri dan sumber penghidupannya. Kondisi kehidupan petani yang sudah sedemikian terpuruk tetap saja tidak membuat petani Banjaranyar memiliki kemampuan dan keberanian untuk melakukan pemberontakan. Faktor kekuatan dan kekuasaan negara tetap menjadi persoalan untuk lahirnya sebuah pemberontakan petani. Lahirnya gerakan petani Banjaranyar tidak hanya didasarkan pada adanya faktor krisis subsitensi di tingkat petani, termasuk rasionalitas petani, tetapi juga karena terbukanya kesempatan akibat reformasi 1998, yang memungkinkan tokoh gerakan seperti Pak Oman untuk dapat mengorganisir petani Banjaranyar. Pasca redistribusi tanah yang dilakukan pada tahun 2000, secara de facto tanah eks-perkebunan sudah dikuasai oleh petani. Secara ekonomi kehidupan petani Banjaranyar yang mendapatkan tanah juga menjadi lebih baik. Keberhasilan menguasai kembali tanah dan adanya peningkatan ekonomi sebenarnya tidak serta merta membuat seluruh persoalan yang ada menjadi selesai. Perbaikan ekonomi bagi para pemegang tanah garapan juga melahirkan permasalahan baru seperti munculnya kesenjangan sosial antara peserta reclaiming dan bukan peserta reclaiming. Pada kenyataannya kehadiran gerakan petani, justru melahirkan golongan elite baru di Desa Banjaranyar. Analisis Peneliti menggunakan unit analisis Organisasi Tani Lokal (OTL) sebagai gerakan petani, atau disebut gerakan sosial. Apabila dikritik secara konsep gerakan sosial menurut Sztompka, tidak sesuai unit analisisnya. Gerakan tersebut harus berada di luar institusional, tidak berhirarki seperti organisasi atau kelembagaan. Jika demikian peneliti dapat menelususri awal mula adanya OTL, kemungkinan juga terbentuk karena ada tindakan masif para petani untuk melawan kapitalisme. Atau orang-orang yang berada di luar keorganisasian tersebut yang menyuarakan untuk perubahan kepemilikan tanah agar kehidupan yang lebih sejahtera. Dipaparkan dalam skripsi bahwa ketika petani telah mendapatkan tanahnya ternyata keadaan tidak sesuai yang diinginkan seperti awal. Justru malah melahirkan golongan elite baru di Desa Banjaranyar. Hal ini menarik untuk diteliti selanjutnya mengapa demikian. Peneliti juga bisa menambahkan penjelasan sedikit mengapa demikian bisa terjadi tentunya mereka yang menjadi golongan elit baru apakah masih ikut memperjuangkan nasib para petani lainnya dalam gerakan petani. Agar dinamika dalam gerakan petani bisa diteliti lebih lanjut lagi untuk mengetahui alasan tersebut. 4 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : : : : : Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal) 2014 Jurnal Elektronik Subarkah, Anggit Wicaksosno - : : : Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Vol. 26 No.2 http://www.unikal.ac.id/Journal/index.php/lppm/ar 9 Tanggal diunduh : ticle/view/311 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Sudah menjadi takdir bangsa Indonesia memiliki corak masyarakat yang plural. Memiliki ciri bersifat horisontal yaitu adanya kesatuan-kesatuan sosial yang berdasarkan perbedan-perbedaan suku bangsa, agama, adat serta kedaerahan. Sedangkan ciri vertikal adalah gambaran lain struktur masyarakat Indonesa yang berbentuk perbedaan-perbedaan lapisan sosial atas dan lapisan bawah. Masyarakat yang plural ini merupakan kekayaan budaya senantiasa dipertahankan dan dilestarikan, yang di dalamnya terdapat nilai, norma adat yang berlaku. Oleh karena itu dengan meningkatnya laju pembangunan maka setiap perencanaan pembanguna keberadaan tata nilai adat istiadat, norma, kultur budaya yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) perlu diperhitungkan dengan melihat pendekatan holistic akan lingkungan hidup. Persoalan yang muncul di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati atas perlawanan masyarakat Samin atau sedulur sikep terhadap kebijakan pembangunan Semen Gresik sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Samin/Sedulur Sikep dan bagaimana pemerintah provinsi membangun kebijakan terkait dengan lingkungan kearifan lokal, mengetahui masyarakat Samin dalam melakukan perlawanan terhadap pembangunan Semen Gresik. Metodologi penelitian ini menggunakan paradigm konstruktivis yang memandang sebagai law as relative and contextual consensus (hukum pada hakekatnya merupakan kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang bersifat relatif dan kontekstual). Sehingga ada subyektifitas penelita yang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut dan dapat memberikan alternatif pandangan dalam mencari kebenaran atas realitas sosial. Pendekatan penelitian menggunakan socio legal study, hukum tidak sekedar dikonsepsikan sebagai norma dan sekaligus memaknai hukum sebagai perilaku. Data yang dikumpulkan adalah data primer menggunakan metode partisipatif dengan mewawancari informan, serta data sekunder berupa perundangan. Analisis data yang tekumpul menggunakan triangulasi data. Gerakan Samin pada esensinya adalah gerakan perlawanan petani terhadap kebijakan yang menindas rakyat kecil. Samin adalah fenomena sosial yang tertua di Asia Tenggara sebagai gerakan petani protonasionalisme yang semakin mekar akibat makin ditancapkannya cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial pada akhir abad ke-19 M. Gerakan Samin memang lebih dikenal di tlatah Blora dan Pati. Tetapi di Kudus, salah satu kota dengan wilayah terkecil di Jawa Tengah, juga memiliki komunitas Samin. Di Kecamatan Sukolilo, rencananya akan di bangun pabrik semen oleh PT. Semen Gresik dengan luas lahan mencapai ± 2000 hektar (bahkan lebih luas). Bahan baku pabrik semen tersebut adalah batu gamping/ batu kapur yang berasal dari kawasan perbukitan Kars di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Kegiatan penambangan ini tentunya akan mengambil dan mengeruk perbukitan kapur yang berfungsi sebagai penyimpan air alami (reservoir) dari mata air-mata air yang bermunculan di kaki perbukitan kawasan kars tersebut. Secara umum, masyarakat yang setuju rata-rata memiliki harapan akan mendapatkan pekerjaan yang lebih menarik dari sekedar bertani. Di lain pihak, masyarakat yang menolak rencana penambangan umumnya memiliki kekhawatiran akan keselamatan lingkungan mereka, terutama pada lahan pertanian dan suplai air. Penolakan warga ini dilatarbelakangi oleh sebuah pandangan hidup menegenai kearifan lokal, khususnya masyarakat Sedulur Sikep. Penolakan warga berlangsung hingga sampai ke meja Komisi VII DPR. Mereka melakukan dialog untuk menjaring aspirasi masyarakat. Salah satu sesepuh Sedulur Sikep mengungkapkan alasan penolakan warga bahwa selama ini bidang pertannian merupakan sumber hasil kehidupan mereka. Sebenarnya apa yang terjadi berlawanan terhadap pembangunan pabrik karena belum ada kesamaan pandang antara masyarakt, pemerintah, dan atau perusahaan. Dalam setiap perwakilan masyarakat tidak pernah menerima konsep dari pemerintah atau perusahaan sebab masih ada para penambang liar di wilayah tersebut. Bila cara pandang mereka konsisten seharusnya komunitas Samin tetap melarang penambangan tersebut. Akhirnya perjuangan mereka mendapatkan hasil pada 2009, Gubernur Jawa Tengah memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan pabrik Semen Gresik di Sukolilo, Pati. Analisis Kasus ini kembali mencuat dengan adanya berita perlawanan petani dengan PT. Semen Gresik Indonesia masyarakat Kendeng sedang mempertahankan lahannya untuk dijadikan pabrik semen oleh PT. Gresik Indonesia. Pada penelitian ini, melihatkan bagaimana perjuangan Samin dalam melawan kekuasaan pengusaha. Mereka berusaha memperthankan kearifan lokal di sana, tetapi dalam tulisan ini penulis kurang menjelaskan nilai-nilai kearifan lokal seperti apa yang dipertahankan oleh masyarakat. Selain itu gerakan Samin tidak hanya terjadi satu kali, akan tetapi teah terjadi pada abad 19. Alangkah baiknya peneliti sedikit menjabarkan perbandingan gerakan terlebih daulu apa berhasil atau tidak. Selain itu, keputusan Gubernur terakhir adalah untuk membatalkan rencana pembangunan Semen Gresik, peneliti juga kurang melihat dari sisi perusahaan ketika putusan itu disahkan. Sebaiknya, peneliti mampu memberikan penjelasan juga terkait kebijakan tersebut kepada dua pihak yaitu masyarakat dan perusahaan. Seperti sebelumnya, kasus ini kembali mencuat tahun ini dan akan didirikan kembali Semen Gresik di Kendeng, Rembang, menurut saya hal ini menjadi suatu yang menarik bahwa Semen Gresik tidak berhenti begitu saja untuk mengeksploitasi pengunan kapur yang ada di Rembang setelah ditolak sebelumnya. 5 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil Indonesia Studi Kasus Organisasi Petani Masyarakat Sipil Indonesia Merdeka (SeTAM) 2003 Jurnal Elektronik Desi Rahmawati Jurnal Ilmu Sosial dan Politik Vol.6 (Maret 2003): 329-358 http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/ article/view/170 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Berkaitan dengan tema tulisan ini, sebenarnya gerakan rakyat dalam bentuk gerakan 11 petani bukan merupakan sebuah fenomena baru. Pada masa kolonial muncul gerakan petani yang bersifat parsial dengan mengedepankan ide-ide mesianistik, sementara pada masa orde lama gerakan petani diwujudkan ormas-ormas underbow partai politik. Tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan penting seputar dinamika gerakan petani kontemporer di Indonesia dengan mengambil Serikat Tani Merdeka (SeTAM) sebagai wakil dari organisasi-organisasi petani sejenis yang muncul pasca pemerintahan Soeharto. Sekaligus berusaha menjawab beberapa pertanyaan tentang pola gerakan petani kontemporer setelah sekian puluhan tahun diterapkannya strategi politik masaa mengambang dan korporatisme negara juga berusahan untuk menemukan manfaat apa yang dapat diambil bagi perkembangan masyarakat sipil di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif-eksploratif. Penelitian ini mendasarkan diri pada metode observasi partisipan di lapangan sebagai metode utamanya di samping menggunakan sumber-sumber kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Penelitian ini mengumpulkan orang dalam dengan cara masuk dalam lingkungan tersebut, bergaul dengan orang yang diteliti, berpikir dengan cara mereka, dan merasakan apa yang mereka rasakan. Organisasi petani SeTAM lahir dalam kasus Kongres Petani di Kedung Ombo Jawa Tengah pada 24 Agustus 1999, setelah sebelumnya para tokoh petani dari masyarakat yang memiliki kasus pertanahan structural di DIY dan Jawa Tengah bagian selatan ini secara intensif telah dipertemukan dalam beberapa kesempatan. Dalam materi deklarasinya, pemikiran berdirinya organisasi petani ini karena adanya marjinalisasi petani sehinggan mereka tidak memiliki peluang dan kekuasaan yang memadai untuk mengembangkan potensi strategisnya. Pada prinsipnya kebijakan-kebijakan seperti penetapan tata niaga cengkeh oleh BPPC, tanaman pangan oleh Bulog, program revolusi hijau yang keuntungannya hanya bisa dirasakan oleh para pemodal besar belum lagi kasus-kasus perampasan tanah perkebunan dan rencana pembangunan pabrik semen. Tampak bahwa apa yang mendasari berdirinya organisasi ini tidak terlepas dari dampak kebijakan rezim orde baru dalam mengedapankan pengembangan industrialisasi yang berorientasi ekspor ketimbang pembangunan dalam negeri. Pada prinsipnya SeTAM membawa dua macam gerakan dua macam gerakan yaitu gerakan ekonomi yang ditujukan untuk penggalangan solidaritas antar anggota sebagai logistik gerakan di samping kesejahteraan nasib petani dan gerakan reklaiming. Gerakan reklaiming merupakan advokasi terhadap masyarakat korban kebijakan negara ini diartikan sebuah perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tertindas untuk memperoleh hak-haknya secara adil. Dengan melihat visi, misi, dan langkah-langkah yang dilakukan SeTAM maka dapat dikatakan bahwa gerakan ini dimaksudkan untuk mengupayakan sebuah posisi tawar masyarakat petani dengan negara sebagi pembuat keputusan. Kondisi yang dicitacitakan ini tidak pernah ada pada masa rezim sebelumnya sehingga untuk memperjuangkan posisi ini akan sangat wajar bila harus berlawanan dengan kekuatan status quo, yang dalam hal ini adalah kekuatan yaitu kekuatan sistem dan penjaga sistem itu sendiri. Dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan petani kontemporer mencoba menunjukkan langkah-langkah simpatik dalam memperjuangkan kepentingannya di mana radikalisme petani dikelola sedemikian rupa melalui tahan konsep reklaiming untuk menghindari kriminalisasi yang dinilai tidak strategis bagi gerakan. Pengorganisasian yang dilakukan SeTAM yang mewakili kelompok-kelompok tani lainnya, lebih diarahkan pada penguatan kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang menjadi ciri utama masyarakat sipil. Analisis Secara keseluruhan penelitian ini telah menunjukkan adanya suatu perlawanan dari organisasi yaitu SeTAM. Peneliti melihat bahwa organisasi adalah bagian dari sebuah gerakan sosial khususnya yang dilakukan oleh petani. Akan tetapi, secara tinjauan teoritis pengertian gerakan sosial atau social movements adalah tidak berada pada haluan institusional atau kelembagaan. Gerakan yang dilakukan SeTAM telah menunjukkan gerakan kontemporer atau saat ini. Kondisi ini jika dilanjutkan bisa menjelaskan mengenai perbandingan antara gerakan kontemporer dengan dahulu. Sehingga bisa mengukur keberhasilan yang dilakukan oleh gerakan ini untuk mencapai tuntutan-tuntutan keadilan. Penelitian ini juga kurang menggambarkan seberapa besar keberhasilan yang dilakukan SeTAM untuk memperoleh tujuan mereka. Kemudian cara yang dilakukan para petani dalam mengorganisasi diri untuk mendukung visi misi SeTAM yang tidak lain adalah keinginan mereka juga. Apalagi ketika menyadarkan masyarakat di sana, melalui pendekatan seperti apakah sehingga mereka mau bergabung. Seharusnya lebih dijelaskan alasan-alasan yang dilakukan para petani untuk bergabung, mungkin karena kebutuhan yang selama ini dirasakan tidak adil atau hanya terprovokasi. 6 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Dinamika Gerakan Sosial Studi Peran Intelektual dalam Melakukan Gerakan Sosial dengan Masyarakat Sipil untuk Mendapatkan Pelayanan Listrik di Desa Mulyorejo Kecamatan Silo Kabupaten Jember 2014 Jurnal Elektronik Fathor Rosid Jurnal Mahasiswa Sosiologi Vol.3 No.1 http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jms os/article/view/21/37 30 Maret 2015 Ringkasan Pustaka Salah satu bentuk pelayanan publik yang esensial adalah penyediaan listrik. Pasalnya, selain untuk penerangan, pelayanan listrik ini juga erat kaitannya dengan agenda pembangunan ekonomi nasional, mengingat listrik menjadi elemen penting dalam peningkatan kesejateraan dan kemakmuran masyarakat, seperti penunjang industri kecil sampai industri menengah, akses informasi dan telekomunikasi, dan lainnya. Dalam hal ini, PT PLN sebagai instansi yang wajib memberikan pelayanan listrik ke semua warga negara. Meski pada tahun 1994 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 1994 bentuk Perusahaan Umum Listrik Negara diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang mengedepankan untung perusahaan, akan tetapi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 66 ayat (1) UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ditugaskan untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum. Namun, fakta di lapangan berdasarkan laporan Direktur Operasi PT PLN Jawa-Bali, masih ada 10.211 desa yang masih belum teraliri listrik oleh PLN. Jika dipersenkan jumlah desa tersebut sekitar 13% dari jumlah 13 72.944 desa/kelurahan se-Indonesia. Oleh karenanya, PLN harus menginvestasikan dana agar mampu menjangkau.. Selain masalah dana, untuk menarik kabel jaringan tegangan menengah ke lokasi dusun yang terisolasi itu petugas masih banyak mengalami kendala karena harus melintasi hutan. Desa Mulyorejo merupakan desa penghasil kopi. Pertanian kopi ini sudah berlangsung sejak penjajahan Belanda. Dari 15.165 penduduk Mulyorejo, 12.000 orang mata pencahariannya sebagai petani kopi, baik petani penggarap maupun buruh tani. Akan tetapi, potensi desa dan pembayaran pajak masyarakat desa terhadap negara ini asimetris dengan pelayanan publik dan infrastruktur yang masyarakat terima. Oleh karena itu, muncul gerakan pengajuan listrik di Desa Mulyorejo ke PT PLN oleh berbagai tokoh dan masyarakat agar mendapatkan pelayanan listrik yang sudah menjadi haknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran intelektual dalam melakukan gerakan sosial dengan masyarakat Mulyorejo untuk mendapatkan pelayanan listrik, dengan fokus kajian peran intelektual dalam mengorganisir massa, melakukan penyadaran ideologis hak dan kewajiban sipil, serta melakukan lobi dengan koneksinya atas negara. Metode penelitian yang dipakai dalam peneltian ini adalah penelitian kualitatif. Metode ini sangat cocok untuk memahami peran intelektual dalam melakukan gerakan sosial dengan masyarakat sipil. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus karena memiliki spesifikasi dan batasan khusus yaitu bagaimana intelektual melakukan gerakan sosial dengan masyarakat sipil. Pada tahun 1999, terjadi gerakan sosial dimana para tokoh (intelektual masyarakat politik dan sipil) dan masyarakat perwakilan dari berbagai dusun mencapai kesepakatan untuk melakukan gerakan pengajuan listrik ke PLN. Pada tahun 2003, gerakan sosial untuk mendapatkan pelayanan listrik dijadikan alat oleh oknum intelektual untuk mencari keuntungan ekonomis. Gerakan ini bukan murni gerakan sosial untuk mendapatkan pelayanan listrik karena intelektual organik masyarakat politik (Kades) yang menjadi pelopor gerakan ini memadukan gerakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan listrik dan kepentingan ekonomi dirinya. Pada tahun 2009, muncul 2 gerakan atas belum adanya pelayanan listrik dari PLN, pertama, gerakan sosial yang untuk mendapatkan Prolisdes dari PLN Jatim. Kedua, gerakan Pembangkit Listrik Tenaga Air sebagai respon dari sulitnya PLN untuk merealisasikan pelayanan listrik. Namun, dari semua gerakan yang dilakukan, tidak ada upaya intelektual untuk penyadaran ideologi terkait kewajiban dan hak masyarakat sipil, terutama tentang kewajiban PLN dalam memberikan pelayanan listrik, sehingga masyarakat Mulyorejo sekalipun telah mendapatkan pelayanan listrik, tidak mendapatkan kesadaran ideologis tentang itu. Hal ini terjadi karena para intelektual juga tidak mempunyai pengetahuan soal itu. Analisis Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat hal-hal yang perlu dijelaskan secara mendalam. Bagaimana seseorang di sana disebut sebagai intelektual dalam membantu mobilisasi masyarakat sipil untuk melakukan gerakan dalam memperjuangkan listrik di desa mereka. Pada akhirnya, mereka hanya memperoleh keuntungan sendiri karena tidak mampu memyadarkan ideologi kritis bagi masyarakat desa. Selain itu juga variabel-variabel yang digunakan masih belum terinci secara jelas hingga dapat diukur. Penelitian ini adalah kualitatif sehingga seharusnya bisa menyertakan hasil wawancara mendalam dengan berbagai informan apalagi terdapat dua peranan yaitu intelektual dan masyarakat sipil. Mungkin bisa dibandingkan keduanya apa yang membuat percaya dari masyarakat sipil untuk mengikuti gerakan intelektual jika pada akhirnya stidak terjadi kesadaran ideologis pada mereka. 7 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : : : : : Tanggal diunduh : : : : Strategi Bertahan Dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati) 2012 Artikel Jurnal Elektronik Sugihardjo, Eny Lestari, Agung Wibowo Jurnal SEPA Vol. 8 No. 2: 51-182 http://eprints.uns.ac.id/12606/1/Publikasi_Jurnal_( 27).pdf 11 Mei 2015 Ringkasan Pustaka Berbagai kegagalan dalam pembangunan negara di dunia ketiga, misalnya kerusakan lingkungan dan kemiskinan, menunjukkan adanya kesalahan dalam strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Pembangunan yang bersifat top down, di mana kekuasaan pemerintah pusat sangat mendominasi dalam pembangunan di daerah, cenderung mengabaikan potensi sumber daya lokal (budaya lokal, modal sosial, pengetahuan lokal atau kearifan lokal) yang disebut energi sosial. Penelitian ini mengkaji strategi bertahan petani Samin dalam menghadapi tekanan dari luar dan strategi adaptasi petani Samin dalam perubahan yang akan mengancam kelestarian lingkungan hidup. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat semakin banyaknya bencana alam yang terjadi akibat rusaknya ekosistem sebagai akibat ulah manusia untuk kepentingan sesaat. Dalam jangka panjang penelitian ini bertujuan membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan jalan memahami strategi-strategi petani Samin dalam mempertahankan kelestarian lingkungan, diharapkan akan menjadi best practise untuk direplikasi pada wilayah lain yang memiliki kesamaan karakteristik. Penelitian ini difokuskan pada masyarakat Samin di Dusun Bombong Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Masyarakat setempat dengan pokok aktivitas pencaharian utama sebagai petani. Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih menekankan pada masalah proses dan makna, maka jenis penelitian yang tepat adalah penelitian kualitatif deskriptif. Selanjutnya untuk memahami arti peristiwa, fenomena yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan untuk menginterprestasikan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan mereka dengan orang lain maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis. Masyarakat Samin yang identik hidup di sekitar hutan saat ini sedang menghadapi tekanan dari luar yang tentu akan mengusik kenyamanan mereka selama ini dimana ada rencana pembangunan industri semen di sekitar pegunungan Kendeng yang nota bene adalah habitat dari masyarakat Samin tersebut. Di samping itu, masyarakat Samin juga sangat khawatir apabila rencana pemerintah akan membangun pabrik semen di sekitar kaki 15 Pegunungan Kendeng. Logika yang mereka pakai adalah sebenarnya sangat sederhana yakni ketika Pegunungan Kendeng akan berubah menjadi kawasan industri, maka tanaman-tanaman keras yang hidup di sekitar pegunungan akan habis dan tentu mematikan sumber air untuk kebutuhan pertanian masyarakat setempat. Dalam konteks itulah sebenarnya petani Samin menolak ekonomi pasar yang berorientasi pada perolehan keuntungan sebesar-besarnya. Etos yang dikembangkan oleh masyarakat Samin adalah saling tolong menolong yang sebagian dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap ekonomi pasar. Ada dua perdebatan panjang dalam memahami respon masyarakat Samin terhadap dunia luar. Dua mainstream tersebut sampai saat ini masih begitu terlihat. Pertama, masyarakat Samin menurut penafsiran sebagian orang adalah secara tidak langsung boleh dikatakan menolak ekonomi pasar yang berorientasi pada perolehan keuntungan sebesar-besarnya untuk menghadapi tekanan dari luar. Kedua, masyarakat Samin berusahatani semata-mata hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya selain itu tidak, sehingga lebih tepat dikatakan bersifat apatis. Hasil analisis dua mainstream tadi adalah pertama, masyarakat Samin di satu sisi terlihat hidup dalam keterbatasan, namun disisi lain mereka tidak mau diberi bantuan; kedua, masyarakat Samin sangat lemah dalam mengakses sumber daya alam yang ada di sekitarnya namun di sisi lain mereka sangat peduli terhadap keberadaan pegunungan Kendeng; ketiga, masyarakat Samin tetap menanam tanaman pangan untuk mencukupi kelangsungan hidup keluarga Sikep bukan menanam komomoditas, namun di sisi lain dengan modernisasi pertanian mereka juga tergerus oleh modernisasi tersebut dengan penggunaan traktor, pembelian pupuk dari luar. Masyarakat Samin memiliki keteguhan yang kuat dalam bertindak, memiliki strategi-strategi tersendiri dalam menghadapi dunia luar yang akan menghancurkan nilai-nilai budaya lokal yang merupakan warisan dari leluhurnya. Analisis Peneliti tidak menuliskan rumusan penelitian secara tersurat dalam jurnal. Penelitian yang diangkat adalah mencoba menjawab terhadap dua pandangan terhadap masyarakat Samin, yaitu pandangan mengenai masyarakat Samin yang menolak masuknya pembangunan ekonomi dan sifatnya yang apatis dalam melakukan cara pemenuhan kebutuhan atau caranya yang lebih subsisten atau tidak berorientasi pada keuntungan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan pengamatan lansung dan wawancara mendalam, kemudian dijabarkan secara deskriptif. Penulisan dari hasil penelitian menggunakan bahasa yang baik dan sistematik, sehingga penyerapan kosakata mudah untuk dimengerti. Penelitian yang menarik ini seakan bersifat menggantung, karena pada akhirnya peneliti tidak dapat menemukan jawaban dua pandangan mengenai masyarakat Samin tentang masuknya pembangunan semen. Secara data kuantitatif tidak tersedia dalam penelitian ini. 8 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 2011 Skripsi Elektronik Dewi Vivi Vanadiani Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : - : : : Tanggal diunduh : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51400 ?show=full 11 Mei 2015 Ringkasan Pustaka Pembangunan merupakan strategi dalam mengatasi berbagai masalah aktual daerah seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kependudukan. Permasalahan daerah tersebut umumnya banyak ditemukan di pedesaan, karena sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan. Melalui pembangunan, desa didorong untuk bertransformasi menjadi penyangga perekonomian bangsa. Pusat aktivitas ekonomi sedikit demi sedikit bergerak dari kota ke desa. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melalui industrialisasi. Pengembangan industri pedesaan ditentukan oleh berbagai pertimbangan seperti ketersediaan lokasi, sumberdaya dan akses. Hal ini yang menyebabkan tidak semua industri dibangun di setiap pedesaan. Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan pengembangan ekonomi pedesaan. Pengembangan industri di pedesaan berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan. Lahan sebagai objek utama dalam mengatur tata ruang mempunyai kegunaan ganda, yaitu sebagai aset yang memiliki nilai jual serta pemanfaatan lahan untuk berbagai tujuan. Oleh karena pedesaan identik dengan sektor pertanian, maka pengembangan industri di pedesaan membutuhkan dan memanfaatkan lahan pertanian sebagai kawasan industri. Pembangunan desa dalam bentuk industri dapat dilihat sumber bagi terjadinya perubahan sosial. Proses perubahan tersebut berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan desa. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah modernisasi. Dengan demikian industrialisasi merupakan aspek dari paham modernisasi yang menjadi rujukan utama dalam proses pembangunan. Dari uraian tersebut, di satu sisi industri menjadi solusi bagi penyelesaian permasalahan ekonomi desa, namun di sisi lain pengembangan industri yang mengubah fungsi lahan pertanian ke non pertanian berpengaruh pada aktivitas pertanian di pedesaan. Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di Desa Pasawahan. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Desa Pasawahan merupakan salah satu daerah pertanian yang mengalami proses pembangunan pedesaan melalui industrialisasi. Hadirnya industri di lingkungan masyarakat petani menjadi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi aspek-aspek struktural masyarakat petani. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel probability sampling dalam bentuk stratified random sampling. Pengambilan sampel dalam bentuk stratified random sampling dipilih karena populasi yang akan diteliti bersifat heterogen. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Penelitian ini menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Perubahan pada struktur masyarakat petani terjadi karena industri yang bersifat ekspansif mempengaruhi masyarakat desa yang sebagian besar bergantung pada 17 pertanian dengan lahan sebagai modal utama kegiatannya. Konversi lahan, komersialisasi lahan dan tenaga kerja menjadi ciri utama yang menandai berdirinya industri di pedesaan, yang kemudian berperan dalam memunculkan perubahanperubahan dalam masyarakat petani. Perubahan hubungan kerja pertanian disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang berasal dari pengembangan industri berupa konversi dan komersialisasi lahan, menyebabkan terjadinya perubahan aspek pemilikan dan penggunaan lahan. Sementara perubahan dalam penggunaan lahan ditunjukkan oleh berubahnya sebagian besar lahan untuk kegiatan pertanian ke non pertanian. Perubahan yang disebabkan oleh konversi dan komersialisasi oleh adanya industri di pedesan berhubungan dengan perubahan dalam hubungan kerja pertanian yakni perubahan dalam sistem upah dan sifat hubungan kerja. Perubahan pada mobilitas sosial dikaitkan dengan kompleksnya fungsi lahan bagi masyarakat, dalam pengertiannya sebagai media tanam dan instrumen pembentuk lapisan sosial. Pergerakan kedudukan seseorang dalam lapisan sosialnya ditunjukkan oleh bergesernya penguasaan dan pemilikan lahan semula (dari sempit, sedang dan luas) ke penguasaan dan pemilikan lahan yang baru (menjadi luas, sedang dan sempit). Analisis Penelitian ini secara keseluruhan telah menggunakan metode yang sistematis. Gambaran mengenai perubahan struktur terutama pada kepemilihan lahan pun sangat jelas. Akan tetapi alangkah baiknya terdapat data-data mengenai kepemilikan lahan di sana beserta luasannya. Data tersebut dapat dibandingkan antara sebelum adanya industrialisasi dan setelahnya. Sehingga dapat meyakinkan secara kuantitatif yaitu luasan lahan yang telah berubah kepemilikannya. Selain itu, dampak lainnya adalah pada sistem upah dan sifat hubungan kerja dengan industri. Dapat dibandingkan juga bagaimana kehidupan warga setempat ketika bekerja pada bidang pertanian. Peningkatan kesejahteraan sejak adanya industri apakah terjadi sana. Kemudian proses ketika industri masuk tidak dijelaskan secara rinci terkait pendekatan yang dilakukan oleh industri, reaksi warga setempat, dan pemerintah dalam mengawasi pembangunan industri di sana. Meskipun tujuannya adalah untuk mencari hubungan industrialisasi dengan perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan, hal ini akan semakin menguatkan bahwa setiap waktu sebelum dan sesudah industry ternyata kedua variabel ini memiliki hubungan kuat, tidak salah satunya apalagi melihat suatu perubahan harus terdapat momentum. 9 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal : : : : : : : Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani Studi Kasus Gerakan Reklaiming/Penjarahan Atas Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang Selatan 2011 Jurnal Elektronik Wahyudi - : : Jurnal Salam Vol.12 No.1 (Januari-Juni): 89-106 Alamat URL/doi : Tanggal diunduh : http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/ view/436/443 7 Mei 2015 Ringkasan Pustaka Gerakan sosial petani Kalibakar dalam studi ini adalah gerakan yang dilakukan oleh para petani dari enam desa (Simojayan,Tlogosari, Tirtoyudo, Kepatihan, Baturetno, dan Bumirejo) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan status tanah eks HGU perkebunan Belanda (secara hukum HGU-nya baru akan berakhir Tahun 2013 nanti) melalui penerapan program landreform. Setelah perjuangan panjang, usaha para petani tidak juga membuahkan hasil. Kemudian mereka memberikan tekanan agar keinginan mereka dituruti melalui strategi reklaiming (istilah petani) atau penjarahan (istilah perkebunan). Studi lapangan ini hanya memfokuskan gerakan petani yang terjadi sejak era orde baru. Oleh karena itu, penelitian ini merumuskan periode gerakan ke dalam empat era perjuangan. Pertama, Era Jaringan Terbatas yang terjadi pada tahun 1992-1993 dimana akibatnya adalah diambilnya kembali tanah di areal hutan TT (± 22,50 ha). Kedua, Era Perluasan Jaringan yang terjadi pada tahun 1996-1997, dimana mereka memperjuangkan untuk dikembalikannya kelebihan tanah. Ketiga, Era Puncak Jaringan yang terjadi pada tahun 1998-2000, dimana para petani Kalibakar mendapat dukungan penuh dari semua pihak di era gerakan reformasi. Keempat, Era Deklinasi Gerakan yang terjadi pada tahun 2001-2005, dimana para petani yang masih memperjuangan legalitas atas tanah. Diketahui bahwa formasi dan struktur gerakan sosial petani Kalibakar ditentukan oleh aspek-aspek: 1) kondusifitas struktural, terdapat bahwa ada serangkaian kondisi struktural Kalibakar yang memang dapat menjadi dasar terjadinya perilaku kolektif; 2) ketegangan struktural, menurut temuan lapangan diketahui bahwa secara umum ketegangan itu dipengaruhi oleh tidak pernah selesainya persoalan land dispute antara petani dengan pihak perkebunan. Padahal perjuangan penyelesaian itu sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun lamanya; 3) tumbuh dan berkembangnya kepercayaan umum (generalized belief), tumbuh dan menyebarnya kepercayaan umum yang terkait dengan persoalan yang sedang berkembang. Secara umum, belief yang tumbuh dan berkembang di kalangan petani Kalibakar adalah bahwa tanah eks HGU perkebunan Belanda itu adalah hak sah petani atas jasa perjuangan nenek moyang mereka; 5) aktivasi dan mobilisasi partisipasi, para petani mengajak petani lain untuk mengoptimalkan tanah tersebut untuk kepentingan bersama petani, memperkuat basis dukungan yang sudah didapat dari ormas, hingga melakukan lobi dan tekanan kepada pemerintah agar mengeluarkan sertifikasi hak milik atas tanah; 6) kontrol sosial, aspek ini oleh Tilly (1978) disebut dengan istilah represi atau fasilitasi. Dalam kasus Kalibakar, analisa Tilly (1978) juga tepat ketika ia melihat bahwa ketidakefektifan represi, koalisi antara contender dengan kekuasaan, dan situasi krisis yang dialami negara akan turut memperlebar peluang bagi terjadinya tindakan kolektif. Kondisi ini dapat terjadi karena kekuasaan akan berada dalam posisi yang lemah; 7) dukungan jaringan dukungan (organisasi dalam, free rider, dan organisasi luar), salah satu buktinya adalah apa yang terjadi di era deklinasi gerakan (2001-2005), yakni ketika petani kehilangan dukungan jaringan maka ketika itu pula perjuangan mereka tidak berjalan. 8) arena pengambilan kesempatan untuk merealisasi interes aktor, bahwa ternyata tidak semua orang yang terlibat dalam gerakan sosial petani itu semuanya berorientasi pada upaya diterapkannya norma landreform. Rupanya, upaya norm-oriented tersebut lebih dimiliki oleh para pemimpin gerakan petani, kalangan LSM, dan aktivis mahasiswa. Mereka itulah yang 19 dapat disebut sebagai aktor yang idealis. Sedangkan para petani biasa, yang berstatus sebagai pengikut gerakan, orientasinya lebih pada land property. Tipe aktor lain yang ditemukan adalah aktor yang opportunist, yakni orang-orang yang pandai memanfaatkan kepentingan untuk dirinya sendiri sambil menolong orang lain, dan; 9) diferensiasi struktur sosial, sebagai masyarakat yang terus berkembang, struktur makro Kalibakar tidak dapat menjalankan seluruh tugas fungsional yang dibebankan pada sistemnya, sehingga diperlukan diferensiasi struktur baru untuk menjawab kebutuhan perubahan menjadi bagian dari sistem masyarakat modern itu. Analisis Peneliti tidak menuliskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi, peneliti menggunakan teori-teori dari Smelser untuk menganalisis kejadian yang ada di masyarakat Kalibakar terkait gerakan sosial. Meskipun begitu harusnya peneliti menuliskan metodologi yang digunakan untuk membahas hasil penelitian ini. Peneliti menggunakan periodesasi dalam menggambarkan kejadian tentang adanya gerakan ini di Kalibakar. Cara ini cukup baik untuk menjelaskan kronologi awal mulanya gerakan para petani dalam merebut lahan mereka. Sehingga untuk membaca dan mengetahui lebih dalam prosesnya cukup tergambarkan baik dalam penelitian ini. Selain dalam bentuk deskriptif proses gerakan para petani Kalibakar, peneliti juga bisa menambahkan seberapa keberhasilan mereka dalam mengadvokasi usaha untuk merebut lahan. Peneliti juga terlalu terpacu pada teori-teori tertentu dan berusaha menemukan fenomena tersebut dalam masyarakat, secara keseluruhan hasil analisisnya menemukan semua di lapang. Teori yang digunakan juga dari beberapa sumber ahli, tetapi hanya satu yang menjadi fokus menurut Smelser. Sebaiknya, juga bisa dibandingkan dengan beberapa teori lain dalam menganalisisnya. 10 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal : : : : : : : Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : Tanggal diunduh : : Restrukurisasi Ketenagakerjaan dalam Proses Modernisasi Berdampak Perubahan Sosial pada Masyarakat Petani 2006 Jurnal Elektronik Roosgandha Elizabeth SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF AGRICULTURRE AND AGRIBUSINESS) Vol. 6 No.1 http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/viewFil e/4124/3111 7 Mei 2015 Ringkasan Pustaka Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan perubahan terhadap aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa. Dampak positif maupun negatif pembangunan ekonomi nasional yang telah dilaksanakan selama ini terhadap perubahan struktur ekonomi baik nasional maupun pedesaan, dimana terjadi pergeseran baik sektoral, spasial maupun institusional dan proses transformasi ekonomi. Dampak positif terutama pada perkembangan tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat pedesaan yang terkait dengan perubahan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, meningkatnya kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan masyarakat desa-kota, khususnya persaingan meraih kesempatan kerja dan pendapatan karena perbedaan produktivitas pertanian dan non pertanian akibat makin terbatasnya lahan usahatani, tingkat pendidikan dan ketrampilan. Industrialisasi pada masyarakat pertanian (agraris)di pedesaan merupakan salah satu penyebab perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Proses industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan kerja tradisional menjadi modern rasional. Terkait dengan pembangunan industri3, dalam konteks ini yaitu industri pertanian, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). merupakan kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula. Nilai gemeinschaft antar tenaga kerja dalam kehidupan pertanian tradisional berubah menjadi gesselschaft. Hubungan antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat kekeluargaan (ataupun patron-klien) berubah menjadi utilitarian komersial. Oleh sebab itu, oleh pemerintah sekarang, faktor tenaga kerja menjadi salah satu azas yang mendapat prioritas perhatian dalam program kebijakan di bidang pertanian di pedesaan. Dengan demikian, berkaitan dengan pencanangan “Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan” (RPPK), merupakan perwujudan komitmen Presiden, S. B. Yudhoyono dan wakilnya, M. J. Kalla. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: a) mempelajari karakteristik dan kinerja pola TRI dalam kajian historis, b) mempelajari dan pemahaman atas perubahan sosial yang terjadi dalam perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani terkait dengan restrukturisasi ketenaga kerjaan pada petani TRI, c) mempelajari keterkaitan program TRI dengan restruktirisasi ketenagakerjaan sebagai salah satu proses dalam modernisasi pertanian dengan kemunculan industri pergulaan di bidang pengusahaan tebu rakyat, d) sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi stakeholders yang berkepentingan baik kepada masyarakat, instansi pemerintahan desa maupun pengusaha dan mendorong penemuan akternatif solusi terhadap dampak pembangunan industri pertanian, dan sebagai bahan referensi dalam pengembangan studi selanjutnya. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan pengamatan semi partisipatif, dan dikarenakan modelnya bersifat induktif, maka peran teorinya tidak seeksplisit dalam penelitian kuantitatif. Secara historis status gula sebagai sebagai salah satu komoditas komersial perkebunan Indonesia yang srategis. Di masa sekarang ini, walau sistem tanam dan pekerja paksa sudah tidak berlaku lagi, namun konteks hubungan ekonomi politik kolonial (onderneming) tersebut masih melekat pada perusahaan-perusahaan perkebunan terutama yang diwariskan dari pemerintahan Belanda. Program TRI sangat besar pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial ekonomi petani tebu; perubahan sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya dan modal; serta kelembagaan yang menunjang undustri pergulaan. Di pihak petani sendiri, bersedia ikut serta dalam melaksanakan intensifikasi dalam program TRI adalah dengan pertimbangan akan memperoleh peningkatan hasil yang mengindikasikan peningkatan pendapatan. Dari hasil pengamatan penulis, terdapat berbagai permasalahan lain yang menyebabkan terpuruknya industri pergulaan di Indonesia, bahwasanya industri gula tidak menguntungkan secara ekonomis dan tidak memiliki keunggulan komparatif, baik di luar Jawa bahkan di Jawa sekalipun. Terpecahnya konsentrasi dan merosotnya minat petani peserta TRI adalah merupakan akibat berbagai permasalahaan industri gula 21 nasional dan kendala seperti yang mereka alami di atas, terlebih setelah pemerintah mencabut program kebijakan sistem dan pola tanam TRI melalui Inpres No. 5 tahun 1998. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk perencanaan proses restrukturisasi ketenagakerjaan oleh para petani tebu rakyat, antara lain seperti: mengusahakan tanaman lain yang lebih produktif dan jangka waktu pengusahaannya yang relatif singkat dan ringkas, tidak terlalu tergantung pada peran faktor institusi kelembagaan. Analisis Peneliti ingin melihatkan bahwa industri pergulaan yang notabene adalah salah satu bentuk modernisasi dalam hal untuk pertumbuhan ekonomi wilayah mengalami restrukturisasi kerja sehingga mempengaruhi usaha para petani. Industri gula yang diinginkan adalah untuk menambah perekonomian ternyata tidak berjalan mulus. Pembahasan ini dapat lebih mendalam bagaiman nasib petani ketika terjadi restrukturisasi kerja dalam sistem perusahaan. Meskipun sudah dijelaskan bahwa mereka mengusahakan tanaman keras lain apakah sudah mampu menutupi kebutuhan dibandingkan dulu bergantung pada usaha industri gula, terutama pada bidang sosial dan ekonomi. Selanjutnya adalah penjelasan terkait baik atau buruknya salah satu cara dari bentuk modernisasi kepada masyarakat petani. Selain itu juga faktor-faktor yang menyebabkan industri gula sehingga tidak menguntungkan tidak dijelaskan dalam penelitian. Padahal hal tersebut bisa menjadi suatu solusi. Hubungan antara stakeholders yaitu masyarakat, swasta, dan pemerintah tidak digambarkan secara analitis terkait permasalahan ini. Respon dari masing-masing pihak akan cukup memberikan data bahwa restrukturisasi ini memang berdampak pada perubahan masyarakat petani. 11 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume(Edisi):hal Alamat URL/doi : : : Tanggal diunduh : : : : The Impact of Market Penetration on Social Capital Changes at The Fishing Community in Small Island: A Case in Barrang Lompo Island Makassar City, South Sulawsi Province 2013 Jurnal Elektronik Sakaria J. Anwar, Lala M. Kolopaking, Rilus A. Kinseng, Aida Vitayala S. Hubeis Academic Journals Vol.6 No.3 (Maret 2014) http://www.academicjournals.org/journal/IJSA/art icle-full-text-pdf/8F1BBE543698 11 Mei 2015 Ringkasan Pustaka Penelitian ini memjelaskan tentang dampak masuknya pasar terhadap perubahan sosial yang terjadi pada komunitas nelayan lokal di Pulau Barrang Limpo, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Penetrasi pasar masuk ke dalam komunitas nelayan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan sosial komunitas tersebut. Pasar tersebut memasok kebutuhan barag, pelayanan kepada masyarakat dan pemasaran produk laut di dalam komunitas nelayan lokal selama sepuluh tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetrasi pasar yerhadap perubahan modal sosial komunitas nelayan di pulau kecil. Metode yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi, dan pengambilan informan dengan menggunakan snowball sampling. Masuknya pasar telah memberikan perubahan modal sosial yang menjadi tidak seimbang dibandingkan sebelum masuknya pasar. Pasar sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan solidaritas yang ada pada komunitas lokal, selain itu juga berdampak pada pergantia institusi baru yang memungkinkan bertolak belakang dengan nilai dan norma sosial di masyarakat. Secara ekonomi, pasar tersebut telah memberikan pemenughan untuk wilayah pulau tersebut. Akan tetapi sumber daya sosial belum dapat diberdayakan dengan baik. Di dalam penelitian ini terdapat tabel perbandingan sebelum dan setelah masuknya pasar. Ternyata dengan masuknya pasar telah menurunkan partisipasi masyarakat dan perubahan status sosial pada warga. Penurunan ini terlihat ketika ada aktivitas warga dalam kegiatan dan organisasi sosial. Namun secara keseluruhan menunjukkan baik sebelum dan setelah penetrasi pasar, intensitas keterlibatan warga dalam organisasi sosial umumnya rendah. Sedangkan untuk masyarakat di luar pulau setelah penetrasi lebih tinggi keterlibatannya sebelum penetrasi. Ini menunjukkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, partisipasi sosial masyarakat di luar pulau mengalami peningkatan. Faktor yang menyebabkan adalah kemudahan mobilitas masyarakat. Di antara tersebut tentu juga terdapat masyarakat yang memiliki motivasi rendah untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial di luar pulau karena pengetahuan yang kurang mengenai keberadaan organisasi-organisasi massa. Selain itu adalah terjadi peningkatan toleransi sosial penduduk pulau. Sikap mereka menerima dipimpin oleh pendatang baru kemudian bergaul bersama tanpa mempertimbangkan latar belakan sosial, budaya, dan ekonomi mereka. Setelah penetrasi sikap warga setempat lebih terbuka. Perubahan sikap warga telah mempengaruhi struktur sosial masyarakat, yaitu warga negara dalm strata sosial atas lebih terbuka dibandingkan dengan strata yang lebih rendah. Pengalaman dan jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap perubahan tersebut. Faktor-faktor pribadi juga mempengaruhi struktur sosial di masyarakat seperti kekayaan, kejujuran, keberanian, kebaikan, kesalehan, keturunan, dan kepandaian. Masyarakat pun lebih materialisme sejak masuknya penetrasi pasar di mana sebelumnya mereka saling menghormati dan perlahan berorientasi ekonomi. Hal tersebut dilihat peneliti, bahwa masuknya pasar memberikan perubahan modal sosial yang menjadi tidak seimbang dibandingkan sebelum masuknya pasar. Modal sosial memliki kekuatan potensial untuk mendukung proses pembangunan di suatu wilayah atau komunitas tertentu. Seringkali dalam proses pembangunan modal sosial diabaikan. Dengan demikian modal sosial harus seiring proses pembangunan, nilai-nilai ini mulai terkikis dan identitas masyarakat akan hilangdan pencapaian keharmonisan dalam masyarakat akan terganggu. Usaha untuk mengembalikan nilai lokal yang terkikis harus didorong dan tidak hanya sebagai tulisan atau retorika tetapi menyadari dari tingkat pelaksanannya. Analisis Penarikan sampel dari penelitian ini dilakukan dengan baik, pengambilan responden dan informan digambarkan dengan jelas, sesuai kebutuhan informasi yang diperlukan. Jumlah responden sebanyak 40 orang dan jumlah informan yang beragam. Sehingga data yang diperlukan dapat terpenuhi dengan baik. Pengumpulan data dilakukan dengan 23 kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, lalu dianalisis secara kualititaif. Peneliti memberikan skala waktu yang jelas untuk dapat dilakukan perbandingan, yaitu antara periode sebelum dan sesudah intervensi dengan skala 10 tahun. Kemudian peneliti menggunakan metode pengambilan data dengan kuantitatif dan kualitatif secara seimban. Terdapat data angka juga untuk memberikan keakuratan data. Penulis mendapatkan hasil penelitian berupa perubahan modal sosial di komunitas masyarakat dengan menarik. Hasil penemuan perubahan struktur sosial terlihat jelas pada masyarakat akibat masuknya penetrasi pasar. Selain itu, dijelaskan juga dampaknya berupa kekurangan dan kelebihan dari adanya penetrasi pasar. RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Konsep Gerakan Sosial Gerakan sosial hampir selalu mendapat perhatian media massa terkait dengan tujuan yang mereka hendaki seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, kebebasan beragama, hingga kepemilikan tanah. Gerakan sosial (social movement) merupakan peristiwa penting sebagai faktor utama penyebab perubahan sosial. Seiring dengan pernyataan Sztompka (1994) bahwa asal perubahan berasal dari bawah sebagai gerakan manifes dari bawah, gerakan sosial ini dicirikan oleh bersatunya orang-orang untuk mengorganisir diri dalam tujuannya membuat perubahan dalam masyarakat. Menurut Sztompka terdapat empat komponen penting dari gerakan sosial yaitu: 1) kolektivitas orang yang bertindak bersama; 2) tujuan bersama adalah perubahan tertentu; 3) kolektivitas relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya; dan 4) tindakannya mempunyai derajat spontanitas yang tinggi tetapi tak terlembaga. Pernyataan ini didukung juga oleh Mc Adam dan Snow (1997) bahwa gerakan sosial adalah aksi kolektif, kesinambungan (temporal), hilang-muncul lagi, dan berada di luar jalur kelembagaan. Sedangkan secara tipologi gerakan sosial menurut Sztompka (2005) terdapat 6 jenis gerakan untuk memahami berbagai fenomena yang terjadi, yaitu: 1. a. Gerakan reformasi: mengubah aspek tertentu tanpa struktur intinya. b. Gerakan radikal: lebih mendalam dan landasan organisasi sosial. c. Gerakan revolusioner: ubahan meliputi semua aspek inti struktur sosial. 2. Kualitas yang diinginkan: a. Gerakan progresif: perubahan menjadi masyarakat baru b. Gerakan konservatif: tekanan pada tradisi. 3. Target perubahan yang diinginkan: a. Perubahan struktural b. Perubahan individual. 4. Arah perubahan: a. Positif b. Negatif. 5. Strategi yang melandasi: a. Logika instrumental: untuk mendapatkan kekuasaan politik dan dengan kekuatan politik tersebut memaksakan suatu perubahan. b. Logika pernyataan perasaan: berjuang untuk mengaskan identitas untuk mendapatkan pengakuan dari kehidupan mereka. 6. Menonjol dalam era sejarah yang berlainan: a. Gerakan sosial lama: kepentingan ekonomi. b. Gerakan sosial baru: misalnya feminism, pengarusutamaan gender. 1. Hubungan Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial Perubahan sosial sebagai tujuan dari gerakan sosial memiliki dua pengertian yaitu dari sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah memperkenalkan sesuatu yang belum ada sedangkan dari sisi negatif adalah menghentikan, mencegah perubahan yang dihasilkan oleh proses yang ada. Dalam perubahan sosial, gerakan sosial bisa menjadi penyebab, efek maupun mediator yang mempengaruhi jalannya perubahan sosial. Selama ini penelitian banyak membahas mengenai gerakan sosial adalah menuntut suatu perubahan, jarang sekali sebagai dampak dari perubahan sosial. Apabila dilihat memang seperti siklikal tetapi tergantung melihatnya dari segi mana. 25 Sedangkan menurut Mc Adam dkk dalam Ariendi (2011) gerakan sosial terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, transisional menuju perubahan sosial karena terbukanya kesempatan aktor untuk merepon, memobilisasi strukturstruktur sosial dan budaya sehingga memungkinkan dilakukannya komunikasi, koordinasi, dan komitmen di antara para aktor sehingga menghasilkan kesamaan pengertian dan memunculkan kesadaran bersama tentang apa yang sedang terjadi. Menurut Aberle ada dua sisi perubahan yang digambarkan dari gerakan sosial yaitu amount of change dan locus of change. Keduanya dihubungkan untuk mengetahui jenis perubahan yang diinginkan dari adanya gerakan sosial. Amount of change terdapat dua perubahan yaitu secara parsial dan total sedangkan locus of change terdapat dua lingkup yaitu tingkat individual atau struktur sosial. Hubungan ini akan dijelaskan dalam table berikut ini: Tabel 1. Jenis Gerakan Berdasarkan Perubahan Lokus dan Jumlah Amount of Change Locus of Change Individual Social Structure Partial Alterative (berubah) Reformative (pembaharuan) Total Redemptive (penyelamatan) Transformative (perubahan bentuk) 2. Hubungan Gerakan Sosial dan Modernitas Ada sebuah tesis yang mengatakan semakin modern suatu kehidupan semakin tinggi adanya gerakan sosial. “Masyarakat yang sangat modern cenderung mmenjadi masyarakat gerakan” (Nedihhart & Rucht dalam Sztompka 2005) Keduanya memiliki hubungan karena modernitas adalah bagian dari adanya perubahan sosial. Beberapa ahli menyatakakan alasan yang menyebabkan gerakan sosial menonjol di zaman modern: a. Tema Emile Durkheim: kepadatan penduduk di Jawa; b. Tema Ferdinand Tonnies: masyarakat guyub (gemenshaft) tidak guyub (gessellschaft); c. Tema Marxian: adanya ketimpangan antara lapisan atas dan bawah; d. Tema Weberian: tarnsformasi sistem politik menjadi lebih demokratis; e. Auguste Comte dan Saint Simon: penaklukan, kontrol, dominasi; f. Peningkatan pendidikan dan kultur umum akan kesadaran; g. Kemunculan dan penyebaran media massa. Modernisasi Pedesaan Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan serta teknologi. Menelusuri sejarah panjang cikal bakal teori modernisasi lahir sebagai produk sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah masa Perang Dunia II. Pertama, munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun negara-negara Barat lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin melemah setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1950-an secara praktis Amerika Serikat mengambil peran sebagai pengendali percaturan dunia. Kedua, pada saat yang hampir bersamaaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai Eropa Timur tetapi juga sampai di Asia, antara lain Cina dan Korea. Ini secara tidak langsung mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluasa pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain Eropa Barat. Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negara-negara baru ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya. Situasi dunia seperti ini wajar jika elite politik Amerika Serikat memberikan dorongna dan fasilitas bagi ilmuwan sosialnya untuk mempelajari permasalahan Dunia Ketiga. Jika pada masa sebelum Perang Dunia II, persoalan pembangunan negara Dunia Ketiga hanya sedikit sekali mendapat perhatian para ilmuwan Amerika Serikat, namun keadaan yang sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan bantuan melimpah dari pemerintah Amerika Serikat da organisasi swasta, satu generasi baru ilmuwan politik, ekonomi, dan para ahli sosiologi, psikologi, antropologi, serta kependudukan menghasilkan karya-karya disertasi dan monograf tentang Dunia Ketiga. Sejarah panjang tersebut tidak terlepas dari upaya pembangunan Indonesia sejak kemerdekaannya 69 tahun silam. Tentunya Indonesia akan mencontoh model pembangunan seperti apa untuk membangun dan mempercepat ekonomi dan politik negara Indonesia. Hingga pada akhirnya saat ini Indonesia menganut sistem demokratisasi dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar ’45. Di sisi lain Indonesia juga memperkuat investasi dalam negeri berupa industrialisasi dan pasar untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Kondisi ini menurut Boeke5 sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara tujuan-tujuan kegiatan ekonomi Barat dan Timur. Ada dorongan di satu pihak dan pengutamaan keperluan sosial di pihak lain. Percuma berusaha memasukkan teknologi dan kelembagaan modern dari Barat ke pedesaan Indonesia. Lebih tepat mempertahankan pola lama perekonomian desa. Pemikiran ini disebut “dualism statis” yaitu apa yang baik untuk sektor modern belum tentu baik pula untuk sektor tradisional, maka waspadalah dalam membina hubungan antara keduanya. Hal yang paling sering dijumpai dalam kehidupan pedesaan di Jawa adalah adanya industrialisasi seiring dengan tujuan negara untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal. Industri pedesaan adalah transisi dari industri yang bersifat warisan dengan industri modern. Melalui industri ini dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dengan industrialisai, kualitas dan produktivitas terjaga sehingga desa mampu bersaing di dalam sistem ekonomi yag modern. 5 J. H. Boeke dalam Sajogyo. Lapisan Masyarakat yang Paling Lemah di Pedesaan Jawa. 1978. Prisma. 7(3): 3-14. 27 Konsep Perubahan Sosial Menurut Sztompka masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat. Konsep dasar perubahan sosial menurut Sztompka (2005) mencakup tiga gagasan, yaitu: 1) perbedaan; 2) pada waktu berbeda; 3) di antara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan sosial merupakan transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu (Macionis 1987 dalam Sztompka 2011). Kingsley Davis dalam Soekanto (1982) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan sosial juga diartikan sebagai perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley 1990 dalam Sztompka 2011). Selanjutnya menurut (Ritzer et al. 1987 dalam Sztompka 2011), perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu masih dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu. Kemudian menurut (Persell 1987 dalam Sztompka 2005), perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam pengorganisasian masyarakat. Kemudian menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1982) mengatakan bahwa perubahanperubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Menurut Mac Iver dalam Soekanto (1982), perubahan-perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial. Definisi yang lain adalah dari Selo Soemardjan dalam Soekanto (1982) yang mengatakan bahwa segala perubahan-perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompokkelompok dalam masyarakat. Kajian sosiologis, perubahan melihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linier. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadis secara linier. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosial untuk penghiudpan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi dan politik. Sedangkan di tingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Tabel 2. Perbandingan Definisi Perubahan Sosial Perubahan Sosial Tentang perbedaan, waktu yang berbeda, dan sistem sosial yang sama Transformasi dalam organisasi masyarakat, pola berpikir, perilaku Macionis waktu tertentu Pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, struktur sosial pada waktu Farley tertentu Modifikasi pengorganisasian masyarakat Persell Variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur dan Ritzer et al. masyarakat pada waktu tertentu Perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat Kingsley Davis Perubahan dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap Mac Iver keseimbangan hubungan sosial Gillin dan Gillin Variasi dari cara hidup yang diterima karena perubahan geografi, Tokoh Sztompka Selo Soemardjan material, komposisi penduduk, ideologi, dan penemuan baru Perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial berupa nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku Berdasarkan beberapa definisi perubahan sosial yang disebutkan oleh tokohtokoh diatas bahwa konsep perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, seperti struktur sosial, hubungan sosial, nilai-nilai sosial, pola perilaku, dan lainnya. Selain itu juga erat kaitannya dengan sistem yang pernah terjadi atau sedang berlangsung di dalam suatu kehidupan sosial atau perbedaan pada waktu tertentu, serta ada hubungan sosial yang terjadi. Karena perubahan sosial merupakan suatu proses yang berjalan, sehingga sangat ditentukan atau berhubungan erat dengan waktu. Gambar 1. Dimensi Waktu Perubahan Sosial Dahulu Sekarang Masa Depan Menurut Himes dan Moore (dalam Soleiman 1982 dalam Vanadiani 2011) selain dimensi waktu adalah hal utama inti dari perubahan sosial, terdapat tiga dimensi lainnya terkait perubahan sosial, yaitu: 1. Dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk structural masyarakat, perubahan dalam peranan, serta perubahan struktur kelas sosial dan lembaga sosial. 2. Dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat, meliputi inovasi kebudayaan, difusi, dan integrasi. 3. Dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat meliputi aturan atau pola-pola, jarak sosial, bentuk interaksi, dan perantara. Oleh karena itu perubahan terjadi pada manusia dan berbagai komponen yang ada di sekitar kehidupan. Dalam suatu teori sistem yang berlangsung hampir sama juga, Sztompka (2005) menyatakan bahwa kemungkinan perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) perubahan komposisi (misalnya migrasi dari satu kelompok ke kelompok lain); (2) perubahan struktur (misalnya terciptanya ketimpangan); (3) perubahan fungsi (misalnya spesialisasi dan diferensisasi pekerjaan); (4) perubahan batas (misalnya penggabungan beberapa kelompok); (5) perubahan hubungan antarsubsistem (misalnya penguasaan rezim politik); (6) perubahan lingkungan (misalnya kerusakan ekologi). Konsep Petani Kajian tentang petani mensyaratkan dilakukannya penelusuran terhadap kebijakan pemerintah Indonesia. Pada umumnya, orang yang berusaha dalam bidang pertanian disebut dengan petani. Tetapi terdapat perbedaan dalam definisi petani itu sendiri dari berbagai sudut pandang. Sjaf (2010) menyatakan bahwa petani tergolong menjadi dua yaitu peasant dan farmer. Sifat usaha pertanian peasant berupa pengolahan 29 lahan dengan bantuan keluarga sendiri untuk menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani tersebut atau disebut cara hidup subsisten. Sedangkan, farmer melakukan pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan menjalankan produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan dengan cara hasil produksi pertanian mereka dijual ke pasar. Scott menyatakan tentang relasi sosial yang dibangun petani dengan actor lain melahirkan prinsip “savety first” untuk menyelamatkan diri dari kekuatan lain. Kritik Popkin (1986) terhadap Scott menyatakan bahwa petani memiliki aspek-aspek rasionalitas untuk menunjang kelangsungan kehidupan mereka. Selama masih ada tingkat-tingkat ekonomi ganda, keinginan untuk maju dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya, dan keinginan untuk menghindari kejatuhan, para petani akan selalu terlibat baik dalam asuransi maupun dalam perjudian yakni investasi yang aman atau penuh resiko. Meskipun secara teoritis paparan Popkin merupakan kritik atas tesis Scott, namun prakteknya, masih terdapat prinsip “mencari aman” yang muncul dalam investasi yang dijalankan di mana petani cenderung akan memilih investasi pribadi untuk kesejahteraan masa depan melalui anak dan tabungan daripada berinvestasi, dan mengandalkan resiprositas dan asuransi masa depan yang berasal dari desa. Migdal (1974) menyampaikan perkembangan karakter dan orientasi petani dalam tatanan sosial dari dimensi perubahan sosial. Perubahan sosial dan ekonomi diintegrasikan ke dalam teori tentang partisipasi petani dalam politik dan revolusi. Inisiatif keterlibatan petani dalam arena politik lebih banyak diinisiasi oleh non petani. Dengan demikian keterlibatan petani belum besar sehingga sedikit dari insisiatif lokal. Sedangkan menurut Friedmann (1992) keterkaitan petani terintegrasi dalam ekonomi, pada saat itu ciri-ciri kehidupan petani akan diadaptasikan sedemikian rupa sehingga perubahan-perubahan yang muncul akan terkait dengan sistem ekonomi dan budaya. Kapitalisme juga akan memberikan pengaruh kepada petani terutama dalam hal perubahan orientasi produksi, strategi hidup yang dilakukan, serta perubahan nilai-nilai hidup yang dianut. Konsep Desa Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian. Pengertian desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Bergel (1955) dalam Indrizal, mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani (peasants). Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa.Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Namun tidak jarang, di Indonesia sebagian besar suatu kawasan desa adalah pertanian baik itu sebagai petani maupun nelayan.Menurut Bergel istilah desa (village) dapat diterapkan untuk dua pengertian. Pertama, desa diartikan sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. Kedua, terdapat juga desa-desa perdagangan.Yang dimaksud desa perdagangan tidak berarti bahwa seluruh penduduk desa terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari desa itu yang memiliki mata pencahariaan dalam bidang perdagangan. Kita juga perlu memahami dalam hal apa istilah desa cocok digunakan dan kapan pula menggunakan istilah perdesaan. Istilah perdesaan merujuk pada suatu daerah desa dan sekitarnya, atau padanan kata rural di dalam bahasa inggris. Dalam pemakaian sehari-hari istilah perdesaan atau rural itu mudah memahaminya.Tetapi, jika harus didefinisikan, ternyata sukar juga merumuskan pengertiannya secara khusus.Antara istilah desa dan perdesaan berbeda-beda dalam kedua bahasa tersebut.Perbedaan konsep tersebut dapat ditinjau dari berbagai tempat berpijak. Desa dan perdesaan misalnya, akan terlihat jelas bila keduanya diperbandingkan dengan kota dan perkotaan. Banyak negara mengadaptasi strategi pembangunan yang mengabaikan pertanian dan wilayah perdesaan.Kebijakan ini biasa disebut bias urban (Lipton 1977 dalam Berstein et al). Bias kebijakan yang biasa terjadi terhadap wilayah pedesaan ini memperumit pengurangan kemiskinan pedesaan. Dalam sector pertanian kebijakan seringkali mendiskriminasi para petani kecil dan lebih berpihak pada pemilik tanah besar. Artinya, kebijakan itu dianggap bias tuan tanah (Griffin 1974 dalam Berstein et al 2008). Kebijakan tersebut sadar atau tidak telah terjadi kebiasan dalam proses pembangunan, khususnya di pedesaan yang mengalami ketimpangan dengan kondisi perkotaan. 31 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Gerakan sosial merupakan aksi manifest dari bawah secara kolektif dan tidak terlembagakan untuk satu tujuan yaitu sebuah perubahan yang mereka hendaki. Terjadinya gerakan sosial terdapat dua kemungkinan yaitu dampak suatu perubahan sosial atau penyebab utama suatu perubahan sosial. Sebenarnya kedua prinsip tersebut dapat menjadi dua sisi sekaligus atau siklikal tergantung dari sudut pandang peneliti. Bentuk perubahan sosial yang diangkat adalah terkait modernisasi yaitu proses transformasi dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modernisasi terkait dengan teori pembangunan secara sosiologis, dengan cara-cara peningkatkan pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan serta teknologi. Tidak jarang, negara Dunia Ketiga setelah bangkit dari masa penjajahan berusaha mengadopsi model-model modernitas untuk mencapai peningkatan ekonomi dan politik suatu negara pasca ketertinggalannya. Model-model dari barat mereka adopsi dengan tujuan mampu seperti mereka yaitu kuatnya ekonomi dan politik. Kemudian dibuka selebarnya investasi dari luar yang masuk ke pedesaan, khususnya Indonesia. Inovasi dan teknologi dibawa masuk ke dalam nilai-nilai tradisional pedesaan. Menurut Boeke kondisi ini (modernisasi) belum tentu baik sesuai apa yang ingin dilaksanakan. Memang akan terdapat dua reaksi dari suatu komunitas dalam konteks ini adalah para petani, yaitu untuk diam saja atau bergerak melawan arus nilai luar yang masuk. Pada kenyataannya entah diam atau bergerak dua-duanya akan memberikan pengaruh kepada kehidupan para petani. Beradaptasi atau melakukan perlawanan dengan sistem ekonomi dan politik yang baru untuk bertahan. Nilai-nilai dari luar yang masuk akan mempengaruhi mereka dalam kehidupan sosial bahkan mengubah nilai-nilai yang mereka anut. Oleh karena itu terdapat aksi gerakan masif yang dilakukan sekelompok para petani ketika adanya sistem luar yang masuk, ada beberapa hal yang ingin mereka pertahankan seperti nilai-nilai leluhur yang dianut, kepedulian lingkungan, serta kekhawatiran akan terjadinya suatu ancaman bagi hidup mereka. Apabila mereka tidak menerima perubahan yang masuk ke dalam lingkungan yaitu seperti masuknya areal pembangunan PT Semen Gresik di Gunung Kendeng yang ditolak oleh masyarakat Samin adalah situasi dari gerakan sosial adalah dampak dari suatu modernisasi dengan cara industrialisasi (perubahan). Sedangkan apabila dilihat dari sisi lain konteks yang sama, mereka bergerak secara kolektif agar pembangunan PT Semen Gresik tidak dilakukan adalah gerakan sosial sebagai penyebab utama perubahan sosial dengan cara menuntut proyek pembangunan dibatalkan. Secara konseptual terdapat usaha agar para petani di sekitar daerah industrialisasi menerima. Kesesuaian nilai-nilai setempat harus tetap dipertahankan agar mereka tidak melakukan aksi perlawanan. Diperlukan sebuah kewaspadaan untuk membina hubungan modern dan tradisional. Sebenarnya kemungkinan juga petani tidak sanggup mengorganisir diri untuk melakukan aksi pemberontakan, kehidupan yang sederhana di desa dan jaminan dari adanya perkebunan atau industri minimal mampu menghidupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Meskipun dirasakan bahwa mereka tidak memiliki akses terhadap tanah dan kehidupan yang lebih layak. Secara struktural para petani dibuat untuk tidak berdaya sehingga mereka menerima apa adanya dari atas. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan hasil review jurnal yang telah saya rangkum dan analisis, ditemukan beberapa hal menarik dan tambahan yang akan penulis perdalam dalam penelitian. Penulisan studi pustaka ini akan berlanjut kepada penelitian baru yang akan lebih fokus mengkaji gerakan sosial sebagai aksi untuk mencapai suatu perubahan sosial setelah adanya modernisasi yang masuk di suatu desa dan dirasakan oleh petani sekitar. Menjadi suatu hal yang menarik ketika para petani menggunakan aspek-aspek rasionalitas ketika melawan modernisasi yang masuk di pedesaan. Mereka berusaha mempertahankan nilai-nilai yang mereka anut karena khawatir proses modern akan menghilangkannya. Sebenarnya di balik aksi tindakan tersebut kemungkinan juga terdapat motif-motif lain para petani untuk melawan. Kemudian reaksi apa yang ditimbulkan atas aksi ini dan hasil yang diperjuangkan. Berikut adalah perumusan pertanyaan penelitian dari hasil studi pustaka ini adalah 1. Apa saja proses modernisasi yang masuk ke pedesaan? 2. Bagaimana dampak modernisasi terhadap kehidupan para petani di desa? 3. Bagaimana para petani mengorganisir diri untuk bertahan dari arus modernisasi? 4. Bagaimana gerakan sosial para petani dalam melawan proses modernisasi? 5. Apa saja tujuan perubahan sosial yang diinginkan para petani? Usulan Kerangka Analisis Baru Masuknya proses modernisasi di pedesaan dengan dominasi kehidupan para petani akan memberikan pengaruhnya kepada kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi bagi para petani di desa. Biasanya upaya modern yang ditanam di daerah pedesaanan dalah sebuah industri ataupun perluasan areal perkebunan baik dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Terdapat reaksi yang berhubungan dengan berdirinya nilainilai luar yang masuk, entah para petani akan berkesinambungan dan beradaptasi dengan nilai-nilai baru (modern) atau berusaha untuk melawannya dan mempertahankan kehidupan lama mereka. Dalam penelitian yang akan diungkap adalah tindakan petani ketika melawan arus modernisasi yang masuk ke desa mereka. Upaya yang mereka lakukan adalah aksi kolektif dari bawah yang tidak terlebaga dan bersifat spontanitas untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang dikehendaki. Sehingga nilai-nilai tradisi mereka tetap bertahan atau kehidupan sejahtera mereka tidak terganggu. 33 Gambar 2. Usulan Kerangka Analisis Baru - Pemerintah Kehidupan Petani: - Sosial - Budaya - Ekonomi Modernisasi: Industri Perkebunan Swasta Strategi adaptasi/perlawanan Gerakan Sosial Para Petani : berpengaruh : berhubungan Perubahan Sosial DAFTAR PUSTAKA Anwar SJ, Lala MK, Rilus AK, Aida VS. 2014. The impact of market penetration on social capital changes at the fishing community in small island: a case in Barrang Lompo Island Makassar City, South Sulawesi Province. Academic Journals [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]; 6(3). Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/journal/IJSA/article-full-textpdf/8F1BBE543698. Ariendi GT, Rilus AK. 2011. Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Sodality [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 5: 1331. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47369. Bernstein H, Terence J B, Saturnino B, Cristobal K, et al. 2008. Kebangkitan Studi Reforma Agraria di Abad 21. Yogyakarta (ID): STPN. Elizabeth R. 2006. Restrukturisasi ketenagakerjaan dalam proses modernisasi berdampak perubahan sosial masyarakat petani SOCA [Internet]. [diunduh 2015 Mei 7]. 6(1). Tersedia pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/viewFile/4124/3111. Fajrin M. 2011. Dinamika gerakan petani kemunculan dan kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48208. Fauzi N. 1999. Petani & Penguasa Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta (ID): INSIST, KPA dengan Pustaka Belajar. Indrizal E. Tidak ada tahun. Memahami konsep perdesaan dan tipologi desa di Indonesia. [internet]. [diunduh pada 3 Oktober 2014]. Tersedia pada: http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndrizal/M3.pdf. Purwandari H, Lala MK, Fredian T. 2012. Perlawanan tersamar organisasi petani: sinergi antara kepentingan pembangunan dan gerakan. Sodality [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 6(3). Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8019. Rahmah A D. 2014. Gerakan paguyuban petani versus negara dan dampaknya pada tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Sukamulya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmawati D. 2003. Gerakan petani dalam konteks masyarakat sipil Indonesia studi kasus Organisasi Petani Masyarakat Sipil Indonesia Merdeka (SeTAM). Jurnal Ilmu Sosial dan Politik [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 6:329358. Tersedia pada: http://jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/170. Rosid F. 2014. Dinamika gerakan sosial studi peran intelektual dalam melakukan gerakan sosial dengan masyarakat sipil untuk mendapatkan pelayanan listrik 35 di Desa Mulyorejo Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Jurnal Mahasiswa Sosiologi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 3(1). Tersedia pada: http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos/article/view/21/37. Sajogyo. 1978. Lapisan masyarakat yang paling lemah di Pedessaan Jawa. Prisma. 7(3): 3-14. . 1972. Modernization without development in rural Java. Bogor (ID): Bogor Agricultural University. Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: PT Grafindo Persada. Subarkah, Anggit W. 2014. Perlawanan masyarakat Samin (sedulur sikep) atas kebijakan pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (studi kebijakan berbasis lingkungan dan kearifan lokal). Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 30]; 26(2). Tersedia pada: http://www.unikal.ac.id/Journal/index.php/lppm/article/view/311. Sugihardjo, Eny L, Agung W. 2012. Strategi Bertahan Dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati). Jurnal SEPA [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]. 8 (02): 51-182. Tersedia pada: http://eprints.uns.ac.id/12606/1/Publikasi_Jurnal_(27).pdf. Suwarsono, Y. So A. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES. Sztompka. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta (ID): Prenada. Vanadiani DV. 2011. Industrialisasi di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. [Internet]. [diunduh 2015 Mei 11]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51400?show=full. Wahono F. 2002. Hak-Hak Asasi Petani & Proses Perumusannya. Yogyakarta (ID): Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Wahyudi. 2011. Formasi dan struktur gerakan sosial petani studi kasus gerakan reclaiming/penjarahan atas tanag PTPN XII (Persero) Kalibakar Malang Selatan. Jurnal Salam [Internet]. [diunduh 2015 Mei 7]. 12 (01): 89-106. Tersedia pada: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/view/436/443. RIWAYAT HIDUP Nasyi’atul Laila dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 8 Mei 1994, dari pasangan Musri’an Busron (almarhum) dan Khoirul Bariyah. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah TK ABA 1 Sumberrejo (1999-2000), MI Muhammadiyah 18 Sumberrejo (2000-20006), MTs Negeri Model Babat (2006-2009), dan SMA Negeri 1 Babat (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi, yaitu Wakil Ketua Dewan Musholla Asrama Putri Gedung A3 (2012), Anggota Divisi Rohis Kelas Forum Syiar Fakultas Ekologi Manusia (Forsia) (2013-2014), Anggota Divisi Pengembangan Masyarakat Paguyuban Karya Salemba Empat IPB (2013-2015), Bendahara Departemen External International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB (2013-2014), dan saat ini sebagai Sekretaris Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (Forsia). Selain itu penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan di dalam kampus, yaitu Anggota Divisi Konsumsi TPB Cup (2013), Bendahara Divisi Konsumsi Open House IPB 50 (2013), Anggota Divisi Mulitimedia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 50 (2013), Bendahara Panitia FEMA Berqurban 1434 H (2013), Anggota Divisi Acara Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) (2014), Sekretaris Panitia Forsia Islamic Festival (2014), dan Anggota Divisi Acara Muslimah in Action Forsia (2015).