BAB II TEORI DASAR 2.1 Perilaku Bahan Dalam Medan Magnetik 2.1.1 Permeabilitas Magnetik Material Semua benda di sekeliling kita mempunyai sifat magnetik. Akibatnya semua benda terpengaruh oleh medan magnet. Efek yang ditimbulkan oleh medan magnet tersebut mungkin sangat lemah atau bahan negatif, tapi efek tersebut dapat diukur dengan mudah. Sifat magnetik yang paling umum dan mudah diukur adalah suseptibilitas. Suseptibilitas magnetik suatu material mewakili kecenderungan suatu material untuk menjadi bahan magnet dalam pengaruh medan magnet luar. Pengukuran suseptibilitas memungkinkan kita untuk mengidentifikasi meneral pembawa Fe dalam suatu sampel, menghitung konsentrasi atau volume mineral tersebut, mengklasifikasi jenis-jenis mineral yang berbeda, serta mengidentifikasi proses pembentukan dan perpindahan mineral tersebut. (Dearing, 1999. op. Cit. Andreas, 2004) Suseptibilitas magnetik bahan (χ) dapat diperoleh dari persamaan: M=χ.H (2.1) Dengan M adalah magnetisasi induksi (momen dipol magnet persatuan volume) (A/m) dan H adalah kuat medan Magnetik yang diberikan (A/m). Selain suseptibilitas, permeabilitas magnetik juga dipakai mendeskripsikan sifat kemagnetan bahan. Permeabilitas magnet pada dasarnya sama dengan suseptibilitas magnetik. Permeabilitas magnetik terhubung dengan suseptibilitas magnetik melalui persamaan : μr = χ +1 (2.2) Dengan μr adalah permeabilitas magnetik relatif dan χ adalah suseptibilitas relatif. 2.2 Perilaku Bahan Dalam Medan Listrik 2.2.1 Permitivitas Dielektrik Jika sebuah bahan dielektrik diletakkan di dalam pengaruh medan listrik luar akan timbul polarisasi dalam bahan tersebut. Gueguen dan Palciauskas (1994) menyatakan bahwa ssaat medan listrik diberikan pada suatu material, timbul penambahan arus dari muatan bebas, sehingga terjadi redistribusi lokal dari muatan sehingga membentuk posisi kesetimbangan yang baru. Fenomena redistribusi muatan ini disebut polarisasi. Polarisasi ini menimbulkan medan polarisasi yang akan bereaksi dengan medan listrik luar yang diberikan. Interaksi antara medan listrik awal dan medan polarisasi yang timbul akibat medan listrik tersebut dapat diwakili oleh G G displacement ( D ). Polarisasi ( P ) suatu material didefinisikan sebagai momen dipol listrik terinduksi per satuan volume. Secara mikroskopik efek ini dikarakterisasikan melalui koefisien ε, permitivitas medium dan persamaan konstitutifnya. (Gueguen & Palciauskas, 1994. op. cit. Rusyanti.,2004) G G G G D ≡ ε 0 E + P ≡ εE Persamaan tersebut (2.3) menghubungkan medan listrik G E dengan G displacement D . Satuan sitem internasional dari besaran yang digunakan adalah : G E = intensitas medan listrik (volt/meter) G D = displacement (coulumb/m2 = farad volt/m2) G P = polarisasi (coulumb/m2 = farad volt/m2) ε = permitivitas dielektrik (farads/meter) C = Kapasitansi (farad = sec2coul2/kg m2) ε0 = permitivitas ruang hampa (8,85 × 10-12 F/m) Secara konseptual, pengukuran medan perpindahan G D , dan konstanta dielektrik dapat dibuat dengan mengukur muatan pada suatu kondesor yang diisi konstanta dielektrik ε. Pengukuran ini berdasarkan konsep hukum rangkaian Ampere yang merupakan analogi dari hukum Faraday yang menyatakan arus pergeseran yang keluar dari dari sebuah permukaan tertutup sama dengan arus yang dihasilkan oleh muatan yang mengalir ke dalam volume yang dibatasi oleh permukaan tertutup tersebut. Secara matematis dinyatakan oleh persamaan : G d G D ⋅ dS = − J ∫S ⋅ dS dt ∫S (2.4) Sifat diatas dapat dianalogikan dalam sebuah rangkaian kapasitor (Gambar 2.1) S D I(t) I(t) + V(t) Gambar 2.1 Rangkaian kapasitor untuk melukiskan bahwa arus pergeseran dari satu pelat ke pelat lain adalah sama dengan arus kawat. (Rao.op. cit. Rusyanti.,2004) Dalam rangkaian ini, sumber tegangan yang berubah terhadap waktu membentuk sebuah medan listrik yang berubah terhadap waktu di antara pelat-pelat kapasitor yang berarah dari satu pelat ke pelat lainnya. Dengan kata lain, arus pergeseran menyeberangi celah antara pelat-pelat tersebut. Maka persamaan (2.4) menjadi : d G D ⋅ dS = I (t ) dt ∫S (2.5) dimana I(t) adalah arus (yang dihasilkan oleh aliran muatan dalam kawat) yang ditarik dari sumber tegangan itu. Dengan mengabaikan efek tepi, menganggap medan listrik tegak lurus terhadap pelat-pelat dan medan listrik dianggap seragam, maka diperoleh : d G d D ⋅ dS = ( DA) = I (t ) ∫ dt S dt (2.6) dimana A adalah luas dari setiap pelat. Untuk suatu intensitas medan listrik yang diberikan, kerapatan fluks pergeseran diantara pelat-pelat kapasitor berubah dengan permitivitas dari dielektrik, maka persamaan (2.6) dapat digunakan sebagai dasar untuk pengukuran permitivitas relatif dari suatu material dielektrik. Bila tidak ada suatu bahan dielektrik diantara pelat-pelat tersebut, maka D = G G d dE ε 0 E ⋅ dS = ε 0 A ε0E, dan I (t ) = dt ∫A dt (2.7) Bila terdapat bahan dielektrik di antara pelat-pelat, maka D = ε E = ε0 εr E, dan G G d dE I (t ) = ∫ ε 0ε r E ⋅ dS = ε 0ε r A dt A dt (2.8) Dengan anggapan medan lsitrik di antara pelat-pelat tersebut sama dalam kedua kasus, maka permitivitas relatif atau disebut juga dengan konstanta dielektrik relatif bahan dalam kapasitor adalah : εr = I (t ) dengan dielektrik Cm (kapasi tan si dengan dielektrik) = I (t ) tan pa dielektrik C0 (kapasi tan si tan pa dielektrik) (2.9) 2.2.2 Loss Factor Penyebab utama hilangnya energi gelombang ketika merambat dalam suatu medium ialah peristiwa pelemahan (attenuation). Pelemahan ini merupakan fungsi kompleks dari parameter dielektrik (ε), listrik (σ) dan magnetik (μ) dari media yang dilalui gelombang tersebut, serta frekuensi gelombang itu sendiri. Medium yang diamati diasumsikan bersifat loss, dalam hal ini zeolit. Bersifat loss berarti medium tersebut merupakan medium konduktif, akibatnya gelombang elektromagnetik yang merambat akan mengalami pelemahan (attenuation). Pelemahan gelombang elektromagnetik diwakilkan dengan nilai loss factor. Salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pelemahan adalah loss factor yang dapat didefinisikan dengan persamaan : tan δ = σ ωε (2.10) Nilai loss factor sendiri dapat diperoleh dengan mengukur nilai kapasitansi serta faktor kualitas kapasitor dengan dan tanpa bahan dielektrik (Nelson, 1973. op. Cit. Rusyanti.,2004)). Persamaan yang digunakan untuk menghitung loss factor adalah sebagai berikut tanδ = (2.11) dengan Dm adalah faktor kualitas kapasitor yang berisi bahan dielektrik dan Do adalah faktor kualitas kapasitor tanpa bahan dielektrik. 2.2.3 Ketergantungan Permitivitas Terhadap Frekuensi Pada saat medan listrik (atau medan potensial yang menuju suatu kapasitor) bervariasi secara lambat, muatan-muatan yang terikat dapat mengikuti perubahan medan dan mencapai kesetimbangan dengan nilai medan E pada saat yang sama. Pada keadaan tersebut polarisasi berada pada kesetimbangan quasi-static. Tetapi jika medan E berosilasi dengan cepat, beberapa muatan yang mengalami proses redistribusi tidak dapat mengikuti perubahan medan sehingga akan mengurangi polarisasi. Karena fenomena polarisasi bersifat aditif, total polarisasi menurun seiring dengan meningkatnya frekuensi. Jadi pengukuran ketergantungan permitivitas terhadap frekuensi merupakan suatu metode penting untuk menyelidiki dan mengidentifikasi sifat-sfat batuan dan mineral. Melalui pemilihan selang frekuensi gelombang elektromagnetik yang berbeda, variasi komponen batuan dapat diselidiki dan diidentifikasi. Gambar 2.2 Gambaran umum mekanisme polarisasi yang bervariasi terhadap range frekuensi. (Gueguen & Palciauskas, 1994) 2.3 Kecepatan Perambatan Gelombang EM Sifat elektromagnetik dari material terkait dengan komposisinya dan kandungan airnya. Kedua parameter tersebut mempunyai pengaruh sangat besar pada cepat rambat gelombang elektromagnetik dan pelemahan (attenuation) gelombang dalam bahan. Cepat rambat gelombang elektromagnetik pada semua medium tergantung pada kecepatan cahaya dalam vakum (c = 0.3 m/ns), konstanta dielektrik relatif (εr) dan permeabilitas magnetik relatif (μr = 1 untuk material non-magnetik). Kecepatan gelombang EM dalam medium dielektrik diberikan oleh persamaan : v= c μrε r 2 ( 1 + tan 2 ) δ +1 (2.12) 1/ 2 Pada frekuensi tinggi serta konduktivitas rendah persamaan (2.12) menjadi : v= (2.13) c μrε r Hal ini menunjukkan untuk frekuensi rendah (<100MHz), sifatsifat dielektrik, loss factor dan konduktivitas berperan penting dalam menentukan kecepatan gelombang EM dalam medium. Hubungan antara kecepatan gelombang EM dan frekuensi dapat dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4. Gambar 2.3 Hubungan antara kecepatan, frekuensi dan resistivitas rendah dengan suatu konstanta dielektrik relatif = 4 (Rusyanti, 2004) Gambar 2.4 Hubungan antara kecepatan, frekuensi dan konstanta dielektrik relatif dengan resistivitas medium = 50 Ωm. (Rusyanti, 2004) Gambar 2.3 dan 2.4 masing-masing memperlihatkan plot antara kecepatan gelombang EM yang merupakan fungsi resistivitas (50 Ωm) dan konstanta dielektrik relatif (εr = 4) terhadap frekuensi. Terlihat dalam gambar bahwa untuk frekuensi yang lebih besar dari 100 MHz, persamaan (2.13) merupakan aproksimasi yang baik untuk kecepatan. Untuk frekuensi di bawah 100 MHz, persamaan tidak tepat lagi karena bergantung pada konduktivitas medium. Pada Gambar 2.5 dapat dilihat hubungan antara nilai kecepatan gelombang elektromagnetik dengan nilai konstanta dielektrik. Grafik tersebut merupakan plot dari persamaan V = 0.3/√εr. Pada umumnya bahan alami di bumi memiliki konstanta dielektrik antara 3 sampai 30, dan nilai kecepatan gelombang elektromagnetik antara 0.06 sampai 0.175 m/ns. Ganbar 2.5 Kecepatan gelombang radio sebagai fungsi dari konstanta dielektrik relatif (Andreas, 2004). 2.4 Prinsip Pengukuran Georadar Metoda GPR (Ground Penetrating Radar) digunakan untuk mengukur dan menentukan lapisan dangkal dengan kedalaman sampai puluhan meter tergantung dari frekuensi yang digunakan untuk menghasilkan data bawah permukaan dangkal. Metode GPR juga mempunyai resolusi daya yang lebih tinggi dan memberikan pemetaan yang lebih detail di bawah permukaan. Prinsip pengukuran metode Ground Penetrating Radar adalah pulsa elektromagnetik dipancarkan ke dalam bumi dan direkam oleh antena receiver di permukaan. Pulsa radar diteruskan, dipantulkan dan dihamburkan oleh struktur permukaan dan anomaly di bawah permukan Hubungan antara radiasi gelombang EM dengan medium dapat diperoleh dari persamaan (2.12). Karakteristik radiasi gelombang EM pada struktur bumi ditentukan oleh parameter fisika: permiabilitas (µ), permitivitas listrik (ε), dan konduktifitas (σ). Pada refleksi yang diamati pada radargram dapat bersifat unik, artinya bahwa reflektor yang sama dapat disebabkan oleh obyek yang berbeda. Refleksi yang sangat kuat merupakan ciri khas dari bahan metal, water table, dan lapisan lempung. Bahan metal seperti pipa akan memberikan respon seperti hiperbola dengan amplitudo besar pada radargram. Akan tetapi bahan-bahan dari kabel, dan pipa yang terbuat dari beton dapat juga memperlihatkan pola radargram yang serupa. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor (real-time) sebagai fungsi waktu perambatan (two-way traveltime), yaitu waktu yang dibutuhkan gelombang EM menjalar dari transmitter – target – receiver dalam orde nano detik (ns). Tampilan yang dihasilkan disebut dengan radargram. Kemampuan penetrasi GPR bergantung pada frekuensi sinyal sumber, efisiensi radiasi antenna dan sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi tinggi akan menghasilkan resolusi tinggi tetapi kedalaman penetrasinya lebih terbatas (Davis & Annan, 1989, op.cit Rusyanti, 2004). Gambar 2.6 Komponen dari sistem GPR 2.4.1 Pola Akuisisi Pada penelitian ini sistem radar pola akuisisi data yang digunakan yaitu penampakan refleksi (profiling) dan sounding common mid-point (CMP). Pada pola akuisisi penampangan radar refleksi (radar reflection profiling), satu atau lebih antena radar bergerak di atas permukaan tanah secara simultan. Tx Rx Tx Rx Direct Reflected wave Gambar 2.7 Konfigurasi antena profiling (fixed offset Profiling) Metode yang lain adalah metode CMP. Profil yang dihasilkan berupa waktu delay akibat perbedaan offset yang dapat diterapkan koreksi NMO untuk menghasilkan kecepatan rms bawah permukaan Metode ini pada umumnya dilakukan sekali pada salah satu line constant. Distribusi kecepatan 1D ini dapat diinterpolasi menjadi kecepatan 2D yang digunakan untuk konversi kedalaman. Lokasi sounding CMP sebaiknya berada di suatu area dimana reflektor prinsipal berupa bidang datar dan horizontal atau kemiringan hanya pada sudut yang sangat rendah. Dalam pengukuran diasumsikan bahwa sifat material sama. Increasing offset Increasing offset (1II) Tx (1I) Tx (1) (1) Tx Rx (1I) Rx (1II) Rx Direct d Reflected wave Common Gambar 2.8 Konfigurasi antena CMP 2.4.2 Analisa Kecepatan Teknik pengukuran zero-offset digunakan untuk menghasilkan penampang refleksi yang zero-offset yaitu penampang yang dihasilkan melalui penempatan dua antena GPR (transmiter dan receiver) yang terpisah dengan jarak yang sama, sementara pengukuran dilakukan pada spasi yang sama. Teknik pengukuran ini akan menghasilkan intepretasi struktur bawah permukaan bumi. Sedangkan untuk mengestimasi kecepatan membutuhkan data yang direkam pada nonzero-offset yang diperoleh dari perekaman CMP (common mid point) (Yilmaz, O., 1987, op.cit Rusyanti, 2004). Estimasi harga kecepatan penting dilakukan, karena dengan mengetahui harga kecepatan kedalaman target dapat ditentukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pada medium bawah permukaan/batuan antara lain : lithologi, densitas, porositas, kedalaman, tekanan, suhu, fluida, umur batuan, dan lain-lain. Kecepatan gelombang radar pada medium bawah permukaan yang menggunakan teknik pengukuran dengan metode CMP dapat dijelaskan berdasarkan persamaan berikut : t ( x ) = t ( 0) 2 + x2 v2 (2.14) dimana t(x) adalah waktu tempuh dua arah, t(0) waktu tempuh pada zerooffset, v kecepatan gelombang radar dan x offset (jarak transmitter dan receiver). Prinsip dari analisa kecepatan ini adalah mencari persamaan hiperbola yang sesuai dengan sinyal yang dihasilkan dan memberikan stack yang maksimum. Kurva hiperbola menggambarkan kurva traveltime sebagai fungsi offset. Perbedaan waktu antara traveltime pada offset yang diberikan dan pada zero-offset disebut normal moveout. 2.4.3 Metode Analisa Kecepatan Salah satu cara estimasi kecepatan dengan menggunakan metode analisis semblance yang menerapkan normalisasi untuk mengkorelasi amplitudo dan fase. Diagram semblance ini membantu dalam picking kecepatan interval melalui penandaan even reflektor. Dengan menggunakan formula Dix dihasilkan nilai distribusi kecepatan rms dari area survey (Greaves, R.,J., 1996, op.cit Rusyanti, 2004). Nilai kecepatan ini dapat digunakan sebagai input kecepatan untuk konversi kedalaman.