dampak brand pada produk perusahaan

advertisement
DAMPAK BRAND PADA PRODUK PERUSAHAAN
PAPER TOPIK-TOPIK LANJUTAN SISTEM INFORMASI
Oleh
Yuslan Kurniawan
1401123970
Stefani Angelina
1501148482
Angga Joko Purnomo
1501155866
Silvia Tanggara
1501158924
Prisca
1501164542
Meyliani
1501165545
06PKM/ Kelompok 08
Bina Nusantara University
Jakarta
2013/2014
Universitas Bina Nusantara
__________________________________________________________________
____
Jurusan Sistem Informasi
Paper Topik-Topik Lanjutan Sistem Informasi
Semester Genap tahun 2013/2014
DAMPAK BRAND PADA PRODUK PERUSAHAAN
Yuslan Kurniawan
Stefani Angelina
Angga Joko Purnomo
Silvia Tanggara
Prisca
Meyliani
1401123970
1501148482
1501155866
1501158924
1501164542
1501165545
Kelas/Kelompok: 06PKM / Kelompok 08
ABSTRAK
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
maksud, nilai , tujuan dan pengaruh atau dampak dari sebuah brand image dan
extensionnya di sebuah perusahaan yang dapat menjadi citra sistem informasi
sebuah produk, mengetahui dampak positif dan negatif yang dihasilkan serta
pengaruh brand tersebut kepada kepuasan pelanggan yang membuat penjualan
suatu produk yang brand nya sudah terkenal menjadi lebih cepat dan
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan tersebut, brand image dapat menjadi
sebuah penilaian konsumen terhadap produk tersebut , sehingga diperlukan cara
untuk meningkatkan nilai sebuah brand tersebut dengan cara melakukan evaluasi
terhadap brad yang telah dibuat dan memperhatikan tingkah laku seorang
konsumen
Kata Kunci
Brand, extension,konsumen,produk
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Brand adalah salah satu atribut yang sangat penting dari sebuah produk
yang penggunaanya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan,
dimana merek suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut.
Pikiran para pelanggan dipengaruhi oleh beragam pesan yang sampai pada angka
ribuan pesan dan sering berubah – ubah. Merek tidak hanya kesan – kesannya,
tetapi merek juga harus menempati suatu posisi khusus dalam pikiran untuk benar
– benar menjadi sebuah merek.
Permasalahanya bila merek tidak mendapat tempat khusus atau berbeda
dalam benak konsumen, maka akan memberi kesempatan bagi para pesaing untuk
menempati posisi dalam benak konsumen tersebut dan merek itu menjadi kurang
sejati. Oleh karena itulah maka diperlukan apa yang dinamakan dengan merek
sejati. Merek sejati terdiri dari tiga hal yang merupakan sifat fundamental yang
membedakan merek sejati dalam benak konsumen yakni internalisasi jumlah
kesan – kesan, suatu khusus di “pikiran(mind’s eye)” konsumen, dan manfaat –
manfaat fungsional .
Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi
pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya
sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek yang baik akan
mendorong untuk meningkatkan volume penjualan dan citra perusahaan. Citra
merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen
ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat
muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada merek
tertentu, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.12 Pendapat Kotler
dan Gary Armstrong (2007: 80) dimana “Brand Image adalah himpunan
keyakinan konsumen mengenai berbagai merek”. Intinya Brand Images atau
Brand Description, yakni diskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen
terhadap merek
tertentu.
Dari sebuah produk dapat lahir sebuah brand jika produk itu menurut
persepsi konsumen mempunyai keunggulan fungsi (functional brand),
menimbulkan asosiasi dan citra yang diinginkan konsumen (image brand) dan
membangkitkan
pengalaman
tertentu
saat
konsumen
berinteraksi
dengannya(experiental brand).
Pada paper kami kali ini yang memiliki judul dampak brand pada produk
perusahaan akan membahas keuntungan memiliki suatu brand , efek positif dan
negatif yag dihasilkan oleh sebuah brand extension.
1.2.
Ruang Lingkup
Pada paper ini kami akan membatasi pembahasan , yang akan membahas
mengenai :
1. Apa sajakah efek negatif dan positif yang dihasilkan oleh brand
extension dalam sebuah perusahaan?
2.Brand image / citra daripada sebuah merek.
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembahasan paper ini adalah :
1. Memperoleh informasi tentang pengaruh citra merek terhadap citra
perusahaan.
2. Memperoleh informasi tentang pengaruh kualitas produk terhadap
citra perusahaan.
3. Memperoleh informasi tentang pengaruh promosi terhadap citra
perusahaan.
4. Memperoleh informasi tentang pengaruh citra merek, kualitas
produk dan promosi secara simultan terhadap citra perusahaan
Adapun manfaat dari penulisan paper ini yaitu :
1. Manfaat praktis
penelitian ini diharapkan menambah baik bagi kalangan akademis
maupun masyarakat umum mengenai pengukuran brand equity dan
pengaruhnya terhadap minat beli.
2. Manfaat teoritis
menambah wawasan dan referensi kepustakaan mengenai ilmu
pengetahuan di dibidang pemasaran yaitu tentang brand equity
theory dan pengaruhnya terhadap minat beli.
1.4.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan topik-topik
lanjutan ini adalah metode pengumpulan data secara kualitatif. Dimana
diperlukan data-data sebagai pendukung kebenaran materi uraian dan
pembahasan.
1.4.1. Observasi , yaitu penulis melakukan pengamatan langsung terhadap
sistem/brand yang sudah diterapkan.
1.4.2. Menganalisa dan mengidentifikasi segala permasalahan yang
timbul dari brand yang digunakan oleh sebuah perusahaan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Integrasi
Integrasi berarti mengombinasikan beberapa hal yang
menghasilkan sesuatu hal baru yang lebih efektif (Longman Active
Student Dictionary, 2005, p390).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi
adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa
integrasi merupakan pengombinasian beberapa hal menjadi suatu
kesatuan sehingga dapat menghasilkan suatu hal yang lebih efektif.
2.2 Definisi Sistem
Sistem adalah sekumpulan komponen yang memiliki fungsi
bersama-sama dalam mencapai beberapa hasil (Satzinger, Jackson, Burd,
2010, p6).
Sistem adalah sesuatu yang memerlukan adanya input,
menerapkan aturan-aturan atau proses ke input dan menghasilkan output
(Considine, Parkes, Olesen, Speer, Lee, 2010, p12).
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
sistem merupakan komponen-komponen yang saling terkait satu dengan
lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai hasil yang
diinginkan dimana terdapat input yang akan diproses untuk
menghasilkan output.
2.3 Definisi Informasi
Informasi merujuk ke data yang telah terorganisasi supaya
memiliki arti dan nilai kepada penerima (Rainer, Turban, Porter, 2007,
p5).
Informasi adalah suatu data yang memiliki relevansi dan tujuan
(Pearlson, Saunders, 2009, p13).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa
informasi merupakan data yang telah diproses atau diorganisasikan
dimana terdapat relevansi dan tujuan sehingga hasil dari data yang
diproses tersebut memiliki arti dan nilai yang penting bagi penerima.
2.4 Definisi Sistem Informasi
Sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling
berhubungan yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
menyediakan output berupa informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas bisnis (Satzinger, Jackson, Burd, 2010, p7-p8).
Sistem informasi lebih dikenal sebagai kombinasi dari teknologi,
manusia, dan proses yang organisasi gunakan untuk membuat dan
mengelola informasi (Pearlson, Saunders, 2009, p15).
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem
informasi merupakan sekumpunan komponen/unsur yang bersatu
bersama-sama untuk menghasilkan dan mengelola informasi yang
berguna untuk menyelesaikan tugas bisnis dan mendukung organisasi.
Gambar 2.1 Sistem Informasi dan Komponen
Sumber : Satzinger, Jackson, and Burd (2010, p8), Systems
Analysis and Design in a Changing World.
Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa komponen-komponen
sistem informasi meliputi hardware, software, input, output, data,
people, dan procedure.
2.5 Integrasi Sistem
Integrasi sistem didefinisikan Scott (2001) sebagai adanya saling
keterkaitan antarsistem sehingga data dari satu sistem secara rutin dapat
melintas menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.
Menurut Blaha (1998), motif pengintegrasian sistem adalah
sebagai berikut.
1. Pengurangan biaya
Perolehan data yang sama secara berulang kali dalam aplikasi
merupakan pemborosan dan memakan biaya.
2. Integritas data
Penyimpanan data merupakan hal yang relatif mudah, namun yang lebih
sulit adalah konsistensi, pemahaman terhadap data yang benar, dan
meningkatkan kualitas basis data aplikasi.
3. Fleksibilitas lebih besar
Sistem harus mampu memberi respon yang cepat terhadap peluang yang
muncul serta harus bisa menunjang pengambilan keputusan.
4. Fungsionalitas lebih tinggi
Integrasi mampu mengatasi heterogenitas data yang berasal dari
berbagai sumber, sehingga sinergi aplikasi dalam sistem dapat
digunakan untuk meraih keuntungan bisnis.
2.6 Definisi Online
Menurut Oxford Dictionaries, online berarti dikendalikan oleh
komputer atau terhubung ke komputer; dilakukan menggunakan Internet
atau jaringan komputer lain.
Online adalah komputer atau perangkat yang terhubung ke jaringan
(seperti Internet) dan siap untuk digunakan (atau digunakan oleh)
komputer atau perangkat lain. (www.businessdictionary.com)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa online
adalah komputer atau perangkat lain yang terhubung ke Internet atau
jaringan komputer lain.
2.7 Definisi Brand
Menurut Oxford Dictionaries, brand merupakan jenis produk yang
diproduksi oleh perusahaan tertentu dengan nama tertentu.
Brand adalah desain, tanda, simbol, atau kata yang unik yang
digunakan dalam menciptakan sebuah image yang mengidentifikasi
produk
dan
membedakan
produk
dari
pesaingnya.
(www.businessdictionary.com)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa brand adalah
desain, tanda, simbol, atau kata yang unik yang dibuat oleh perusahaan
untuk menciptakan image tertentu.
2.8 Brand Extension
Brand extension merupakan strategi meluncurkan produk baru di
pasar (Martinez dan Pina, 2003).
Brand extension merupakan strategi dengan menggunakan nama
brand yang sudah ada untuk meluncurkan produk dengan kategori yang
lain (Kotler, 2003).
Sebagai contoh, perusahaan yang menggunakan strategi brand
extension adalah Honda. Honda menggunakan satu brand tersebut untuk
banyak produk, seperti mobil, motor, pemotong rumput, dan beberapa
produk lain dengan jenis berbeda.
2.9 Hubungan Brand Extension dan Brand Image
Persepsi konsumen dan evaluasi dari brand extension dan core
brand terkait dengan brand image sebuah produk. Brand image
merupakan alasan dan persepsi emosional konsumen terhadap brand
sebuah produk (Law dan Liu, 2000). Brand image meliputi fungsi dan
simbol dari produk.
Menurut Pitta dan Katsanis (1995), brand image meliputi tiga
dimensi, yaitu favorability, kekuatan, dan keunikan dari asosiasi brand.
Keunikan dibagi ke dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah atribut
yang secara umum dihubungkan dengan kinerja produk. Hal itu dapat
berkaitan dengan fisik produk maupun kategori produk. Kategori kedua
adalah manfaat. Manfaat berkaitan dengan kepuasan konsumen. Manfaat
diklasifikasikan menjadi fungsional dan experiental/simbolik. Kategori
ketiga adalah sikap terhadap brand. Sikap terhadap brand merupakan
respon individu terhadap brand yang memiliki elemen, seperti nama
merek, logo, simbol, karakter, dan kemasan. Menurut Aspari dan
Hastjarjo (2000), sikap terhadap brand merupakan evaluasi suatu brand,
baik menguntungkan ataupun tidak menguntungkan.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Efek positif dan negative brand extension
Ada dua pandangan berlawanan tentang efek strategi brand
extension yaitu efek negatif brand extension dan efek positif brand
extension. Menurut Martinez dan Pina (2003), brand extension
menurunkan risiko kegagalan produk karena konsumen akan lebih
menerima produk baru yang diluncurkan karena sudah mengetahui brand
sebelumnya tetapi juga ada efek negative bagi konsumen. Hal yang sama
dikemukakan oleh Sharp (1991), penggunaan brand extension untuk
produk baru adalah mengurangi risiko dan mengurangi biaya.
Berbeda dengan pernyataan Kotler (2003), brand extension yang
terlalu banyak akan mengakibatkan brand dilution. Brand dilution berarti
nama brand suatu produk kehilangan posisi dibenak konsumen. Di bawah
ini matrik dari pembagian nama brand dan kategori produk yang dikutip
dari Tauble’s 1987 dalam Aubler dan Styles 1991.
Chen dan Liu (2004) berbeda dari pendapat dari Martines dan Pina,
kedua ahli tersebut mengatakan bahwa brand extension akan berdampak
positif. Strategi akan memberikan manfaat karena mengurangi perkenalan
dan biaya iklan dari produk baru. Perusahaan tidak membutuhkan iklan
besar besaran di media karena brand dari produk tersebut sudah dikenal
masyarakat. Pengiklanan di media membutuhkan biaya yang besar.
Apalagi jika produk diiklankan melalui media televisi.
Menurut Chen dan Liu (2004), strategi brand extension ada dua
yaitu vertikal dan horisontal. Brand extension secara horizontal adalah
nama brand yang sudah ada diterapkan untuk memperkenalkan produk
baru dihubungkan dengan kelas produk di dalam perusahaan. Brand
extension secara vertical termasuk memperkenalkan perluasan produk
dalam kategori produk yang sama sebagai brand inti tetapi ada perbedaan
harga dan level kualitas. Ada dua kemungkinan pilihan dalam brand
extension secara vertikal (Chen dan Liu, 2004). Pertama, diperkenalkan
dengan harga dan level kualitas lebih rendah dari brand inti. Kedua,
produk baru diperkenalkan dengan harga dan level kualitas lebih tinggi
dari core brand .
Hal senada juga dikatakan oleh (Kim dan Lavack, 1996), vertikal
brand extension dapat dilakukan dengan dua cara yaitu step up atau step
down. Vertical brand extension merupakan strategi atractive perusahaan
untuk meningkatkan profit (Lim dan lavack, 1996). Step up adalah produk
baru diperkenalkan dengan kualitas dan harga yang tinggi dari pada core
brand. Step down adalah produk baru diperkenalkan dengan harga dan
kualitas lebih rendah dari core brand. Vertikal brand extension akan
membantu penerimaan konsumen pada peluncuran brand extension
(Kim dan lavack, 1996). Step down brand extension dapat merugikan
brand inti dengan 3 cara (Kim dan lavack, 1996);
1. Kanibalisme terhadap penjualan core brand
2. Menyuramkan nama core brand
3. Feedback negatif dari franchice core brand
Dalam step down brand extension, risiko kanibalisme adalah yang
utama. Alasannya adalah konsumen dapat membeli produk dengan
kualitas produk pada harga yang lebih rendah. Jika konsumen memperoleh
produk dengan kualitas yang hampir sama dan harga lebih rendah, maka
risiko kanibalisme akan terjadi. Menurut Buday (1986), risiko kanibalisme
ada dua macam:
1. brand extension dengan bentuk produk yang terpisah
Kanibalisme semacam ini mempunyai risiko yang lebih kecil.
2. brand extension dengan kategori produk yang terpisah.
Selain itu, produk baru yang diluncurkan dengan kualitas yang
lebih rendah akan menyuramkan nama core brand ( Kim dan Lavack,
1996). Hal tesebut menyebabkan prestige dari core brand akan pudar.
Core brand yang semula dianggap oleh konsumen mempunyai kualitas
yang bagus akan pudar dengan munculnya brand extension dengan harga
yang lebih rendah. Perusahaan akan mengalami kerugian jika core brand
yang sudah sukses dibangun akan kehilangan pasar. Step up extension
juga berpotensi merugikan core brand. Brand extension yang mempunyai
harga di atas core brand akan membingungkan konsumen dan tidak yakin
akan karakter dan image dari core brand (Kim dan lavack, 1996).
Konsumen akan bingun dengan posisi kualitas dari core brand. Konsumen
akan mempertanyakan kualitas dari core brand yang selama ini sudah
terbentuk terlebih dahulu. Konsumen akan menganggap bahwa core brand
mempunyai kualitas yang buruk. Menurut Kim dan Lavack 1996, hal
tersebut dapat diatasi dengan teknik distancing yaitu memanipulasi brand
extension dari core brand. Selian itu untuk melindungi core brand dari
vertical extension.
Teknik untuk melindungi core brand tersebut dapat dilakukan
dengan grapichal dan linguistic distancing yaitu teknik dalam
pengiklanan, promosi penjualan dan pengepakan (Kim dan Lavack, 1996).
Grapichal distancing bisa dilakukan dengan memanipulasi ukuran.
Ukuran tulisan yang diperkecil atau diperbesar dapat membantu
menyamarkan brand extension dengan core brand. Linguistic distancing
dilakukan dengan menggunakan kata untuk memanipulasi brand extension
dari core brand. Pengiklanan dengan menggunakan kata-kata yang
berbeda diharapkan mampu memanipulasi brand extension. Meskipun
demikian, keputusan untuk distancing seharusnya dihubungakan dengan
tujuan strategic perusahaan (Kim dan lavack, 1996). Perusahaan tidak
dengan mudah dapat mengganti brand begitu saja. Image yang sudah
tertanam di benak konsumen akan sulit diubah. Selain itu, perusahaan
harus mengeluarkan banyak biaya jika mengganti brand. Perusahaan harus
mengeluarkan biaya untuk merancang brand tersebut dan akan
mengeluarkan biaya untuk pengiklanan kembali agar dapat dikenal
konsumen. Keefefektifan menggunakan distancing akan mengurangi
dilution sehingga risiko kegagalan produk baru dan samarnya core brand
akan dapat diminimalisasi.
Peneliti lain yaitu Aubler dan Styles (1991) juga mengatakan
bahwa ada manfaat dalam brand extension. Ada dua manfaat yaitu untuk
effectivenes dan efficiency. Manfaat efisiensi meliputi biaya yang rendah
untuk membangun kesadaran konsumen akan sebuah brand dan efisien
dalam mengkomunikasikan brand tersebut pada konsumen. Manfaat
efektifitas yaitu penerimaan yang tinggi dari konsumen. Brand yang
mempunyai kualitas yang baik akan lebih mudah diterima oleh konsumen
jika ada produk baru dengan brand yang sama. Meskipun demikian,
Aubler dan Styles (1991) juga mengungkapkan adanya risiko tentang
brand extension. Ada dua risiko yaitu risiko extension dan risiko brand .
Risiko extension meliputi estimasi yang berlebihan terhadap manfaat dan
kurang layak dalam keberadaan brand tersebut. Risiko brand meliputi
dilution, kanibalisme terhadap lini yang ada, dan ineffisiensi logistik.
Karakteristik dari brand extension meliputi perluasan konsep
yang konsisten dengan parent brand, brand extension diluncurkan
berurutan dari peluncuran, dan berdampak pada pemilihan pemilihan
strategi komunikasi. Brand akan mudah diterima oleh konsumen apabila
perusahaan mempunyai strategi komunikasi yang tepat dalam
mengirimkan pesan kepada konsumen melalui brand. Brand extension
juga berhubungan dengan parent brand (Reast, 2005). Parent brand yang
diperluas dalam kategori produk yang tidak sama konsumen akan kurang
menerima brand tersebut (Wu dan Yen, 2007). Faktor-faktor yang
menentukan kesuksesan brand extension diasumsikan bahwa brand
merupakan akumulasi dari asosiasi. Parent brand asosiasi dapat
mempengaruhi reaksi konsumen pada brand extension. Brand association
merupakan kategori dari aset brand dan liabilititas yang dihubungkan
dengan memori (Low and Lam, 2000).
3.2 Brand Image
Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek: (Keller, 2003) :

Favorability of brand association / Keunggulan asosiasi merek.
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan
produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Contoh: Oliver
Footwear merupakan penghasil alas kaki terbesar di Australia. Produknya
adalah sepatu bot tinggi untuk tempur, sepatu tinggi untuk pemadam
kebakaran. Sepatu bot yang diproduksi awal tahun 1990-an ini sekarang
menjadi salah satu model sepatu terbaik di Australia. Kelebihan sepatu ini
adalah kualitas yang unggul baik dalam hal model maupun kenyamanan
pada
saat
di
pakai.
Sepatu
ini
berusaha untuk terus mempertahankan “gaya gagah dan watak sederhana“.
Karena keunggulan kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas itulah
yang menyebabkan sepatu ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi
kalangan orang muda, usahawan Barat kaya serta para wanita.

Strength of brand association/familiarity of brand association /
Kekuatan asosiasi merek.
Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi
komunikasi melalui periklanan: Hotel Shangri-la sebagai hotel bintang
lima yang berhasil menampilkan diri sebagai merek hotel yang berkualitas
di wilayahnya pada tahun 1990-an. Strategi yang digunakan adalah dengan
melakukan kampanye iklan dengan slogan “Kemana lagi kecuali ke
Shangri-La ?” Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu
kepribadian khusus. adalah kewajiban mendasar bagi pemilik merek untuk
dapat mengungkapkan, mensosialisasikan jiwa/ kepribadian tersebut
dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan pemasaran
lainnya.
Hal
itulah
yang
akan
terus
menerus
menjadi
penghubung antara produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian
merek tersebut akan cepat dikenal dan akan tetap terjaga ditengah–tengah
maraknya persaingan.Membangun popularitas sebuah merek menjadi
merek yang terkenal tidaklah mudah. Namun demikian, popularitas adalah
salah satu kunci yang dapat membentuk brand image konsumen.

Uniquesness of brand association / Keunikan asosiasi merek
Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk
tersebut. Sebagai salah satu contoh adalah usaha Negara Singapura yang
dimulai pada tahun 1970-an, di mana Negara ini berusaha serius terlibat
dalam dunia pariwisata. Pada tahun itu, Singapura sadar akan
keberadaannya yang tidak memiliki kekuatan besar untuk meningkatkan
pertumbuhan sektor pariwisata. Salah satu kendala terbesar adalah faktor
minimnya dana. Kendala lainnya antara lain citranya sebagai Negara
tujuan liburan sangat rendah bagi kebanyakan negara Barat yang saat itu
menjadi pasar yang kuat di sektor pariwisata, agenda moderenisasi
perkotaan pemerintah yang tidak sesuai dengan janji pelayanan orang
asing yang unik yang biasanya dicari para wisatawan. Sedangkan
kelebihan yang dimiliki oleh Negara ini adalah: lokasi yang sangat
strategis dan keberadaan singapura yang merupakan gudang serta
pertokoan bebas bea cukai terbaik di Asia Tenggara. Usaha yang
dilakukan Negara Singapura dengan segala kelebihan dan kekurangan
yang dimilikinya adalah dengan menciptakan keunikan–keunikan yang
menarik perhatian masyarakat, antara lain memberikan pajak yang kecil
pada semua rekening hotel dan restoran pada organisasi–organisasi yang
mendukung, berhubungan dengan sektor pariwisata; kampanye global
untuk pertama kalinya yang diadakan oleh Dewan Pariwista pada tahun
1980-an. Sasaran utamanya adalah lalu lintas pengunjung di pasar–pasar
Barat yang terpilih.
3.3 Elemen-Elemen dari brand
Hogan (2005) mengungkapkan bahwa citra merek merupakan
asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan
perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara;
yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri
dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak
cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan penampilan hasil yang
dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen,
mengusung nilai-nilai yang diinginkan
oleh konsumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen, yang
kemudian akan berkontribusi pada hubungan dengan merek tersebut.
Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut
melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi,
hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap
karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi
banyak merek, media dan lingkungan di mana merek tersebut dijual dapat
mengomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini
dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting
demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar
atau seimbang sehingga dapat membentuk gambaran total dari merek
tersebut. Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek,
dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan
keduanya.
Citra merek terdiri dari atribut obyektif atau intrinsik seperti
ukuran kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan,
perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh merek produk tersebut
(Arnould, et al, 2005: 120). Citra merek merepresentasikan inti dari semua
kesan mengenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen.
Kesan-kesan ini antara lain kesan mengenai penampilan fisik produk,
kesan tentang keuntungan fungsional produk, kesan tentang orang-orang
yang memakai produk tersebut, semua emosi dan asosiasi yang
ditimbulkan produk itu, semuaimaginary dan makna simbolik yang
terbentuk dalam benak konsumen, termasuk imaginary dalam istilah
karakteristik manusia.
Citra pada suatu merek merefleksikan bayangan atau image dari
perspektif konsumen berdasarkan janji yang dibuat merek tersebut kepada
konsumennya. Citra merek terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan
produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada merek
tersebut. Menurut Davis (2000: 53-72), citra merek memiliki dua elemen,
yaitu pertama adalah Brand Associations (Asosiasi Merek), yakni asosiasi
terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen
pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji
yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan
mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari
merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat, ketika merek
tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau
yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi merek membantu pemasar
mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada konsumen.
Elemen kedua adalah Brand Personality (Kepribadian Merek),
yakni serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen
diasosiasikan dengan merek tersebut, seperti kepribadian, penampilan,
nilai-nilai, kesukaan, gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas
sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup
dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu
apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak.
Kepribadian dan karakter merek membantu pemasar lebih mengerti
kelebihan dan kekurangan merek tersebut dan cara memosisikan merek
secara tepat. Brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai
merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan
atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain.
David Ogilvy (dalam Sengupta, 2005) menyebutkan bahwa kepribadian
merek merupakan kombinasi dari berbagai hal: nama merek, kemasan
merek, harga produk, gaya iklan, dan kualitas produk itu sendiri.
Sementara itu, Joseph Plummer (dalam Aaker, 1991: 139)
mengatakan bahwa citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu: Product
Attributes (atribut produk) yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
merek tersebut sendiri seperti kemasan, isi produk, harga, rasa,
dll;Consumer Benefits (manfaat yang dirasakan konsumen) yang
merupakan kegunaan produk dari merek tersebut; dan Brand
Personality (kepribadian merek) yang merupakan asosiasi kepribadian
sebuah merek apabila merek tersebut seorang manusia.
Keller (1993: 4) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi
mengenai sebuah merek sebagaiman direflekikan oleh asosiasi merek yang
terdapat dalam benak konsumen. Citra merek terdiri dari unsur-unsur
berupa Attributes (atribut) yang merupakan pendefinisian deskriptif
tentang fitur-fitur yang ada dalam sebuah produk atau jasa. Atribut produk
terdiri dari product-related attributes (atribut produk), yakni unsur-unsur
yang membuat fungsi produk dapat bekerja, biasanya berhubungan dengan
komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan. Atribut
lain adalah nonproduct-related attributes (atribut non produk) yang
merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan
pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa, di antaranya termasuk
informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer
groupatau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut,
bagaimana dan di mana produk atau jasa itu digunakan.
Unsur kedua menurut Keller adalah Benefits (manfaat), yakni nilai
personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau
jasa tersebut. Benefit produk terdiri dari functional benefits yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik
dan keamanan atau pemecahan masalah, experiential benefits yang
berhubungan dengan perasaan yang muncul ketika menggunakan suatu
produk atau jasa, dan terakhir adalah symbolic benefits yang berhubungan
dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan selfesteem seseorang. Khalayak konsumen biasanya menghargai nilai-nilai
prestis, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena hal-hal
ini berhubungan dengan konsep diri mereka. Sementara itu, berkaitan
dengan benefit sebuah merek, Wijaya (2011b: 16) mengungkapkan 4
(empat) macam benefit yakni, functional benefits(manfaat merek/ produk
yang mampu menjawab kebutuhan fisik konsumen),emotional
benefits (manfaat merek/ produk yang mampu menjawab kebutuhan
afektif konsumen seperti rasa aman, rasa percaya diri, rasa cinta, dan
sebagainya), symbolic benefits (manfaat merek/ produk yang mampu
menjawab kebutuhan ilusif konsumen dalam mengaktualisasi dan
mengekspresikan makna diri dan kehidupannya bagi lingkungan demi
eksistensi diri) dan social benefits (manfaat merek/ produk yang mampu
menjawab kebutuhan spiritual konsumen dalam merefleksikan diri serta
mengapresiasi kehidupannya melalui kontribusi positif bagi
lingkungannya).
Unsur terakhir menurut Keller adalah Brand Attitude (sikap merek)
yang didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa
yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu, sejauh
apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut
atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan
tersebut –bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki
atribut atau keuntungan tersebut. Wijaya (2011b: 21) menyebutkan
bahwa brand attitude lebih merupakan sikap atau perilaku komunikasi dan
interaksi merek dengan konsumen yang memengaruhi citra merek
tersebut.
Citra suatu merek dapat menjadi pembeda yang mengindikasikan
suatu merek lebih superior dibandingkan merek lain dalam satu kategori
produk. Pengakuan superioritas di antaranya dibangun melalui
pembentukan citra merek yang direpresentasikan oleh orang-orang yang
menggunakan merek tersebut, misalnya melalui penggunaan selebriti
atau public figure dalam iklan dan aktivitas komunikasi lainnya (Tybout &
Calkins, 2005).
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perusahaan lebih baik untuk meningkatkan ketelitian dalam menentukan
strategi brand. Dikarenakan terdapat efek negatif dan positif yang harus
dipertimbangkan. Efek negatif dari brand extension yang paling utama adalah
terjadinya kanibalisme. Selain itu , akan terjadi dilution yaitu core brand akan
terlihat kabur atau suram. Efek positifnya antara lain brand akan mudah
dikenal oleh konsumen karena core brand telah lebih dulu ada di pasar.
4.2 Saran
Saran terhadap online branding adalah :
a. Mengantisipasi dampak yang terjadi dari online branding terhadap
reputasi perusahaan
b. Menentukan strategi brand yang baik untuk meningkatkan keuntungan
kompetitif perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
Blaha, Michael and Premerlani, William. 1998. Object Oriented Modeling and
Design for Database Application. Prentice Hall. New Jersey.
Considine, B., Parkes, A., Olesen, K., Speer, D., & Lee, M. 2010. Accounting
Information Systems: Understanding Business Processes. Milton: John Wiley
& Sons Australia, Ltd.
Martinez, E. and Pina, J.M. 2003. “The negative impact of brand extension on
parent brand image”, Journal of Product & Brand Management, Vol 12, No
7, pp. 432-448.
Pearlson, K. E., & Saunders, C. S. 2009. Strategic Management of Information
Systems. Hoboken: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.
Pitta, A.D. and Katsanis, L.P. 1995. “Understanding brand equity for successful
brand extension”, Journal of Consumer Marketing, Vol 12, No 4, pp.51-64
Rainer, R. K., Turban, E. & Porter, R. E. 2007. Introduction to Information
Systems: Supporting and Transforming Business. Hoboken: Wiley.
Scott, George M. 2001. Principles of Management Information System. McGrawHill. USA.
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 1
Nama
: Yuslan Kurniawan
Tempat Tanggal Lahir
: Bukit Damar, 18 Juni 1992
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Alamat
: Jl. Philadendrum 2, Jakarta Barat
No. Telp / HP
: - / 081294012421
Pendidikan Formal
:
Tahun 1998 – 2004
Indonesia
: SD Bagan Nibung 010, Kec. Smp. Kanan, Riau-
Tahun 2004 – 2007
: SMP Panca Budi, Medan-Indonesia
Tahun 2007 – 2010
: SMA Negeri 2, Medan-Indonesia
Tahun 2010 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta- Indonesia
Pengalaman Bekerja
:-
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 2
Nama
: Stefani Angelina
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 16 Maret 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jalan Duri gg. Gerindo IV No.7A, Jakarta Barat
No. Telp / HP
: - / 08978231003
Pendidikan Formal
:
Tahun 1999– 2005
: SD Paulus, Jakarta - Indonesia
Tahun 2005 – 2008
: SMP Damai, Jakarta-Indonesia
Tahun 2008 – 2011
: SMA Damai, Jakarta-Indonesia
Tahun 2011 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta-Indonesia
Pengalaman Bekerja
:
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 3
Nama
: Angga Joko Purnomo
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 29 September 1993
Jenis Kelamin
: Laki – Laki
Alamat
Utara
: Danau Indah 13 Blok B4 No.7, Sunter, Jakarta
No. Telp / HP
: - / 08988725381
Pendidikan Formal
:
Tahun 1999– 2005
: SD St. Caroline, Jakarta-Indonesia
Tahun 2005 – 2008
: SMP Dharma Budhi Bhakti, Jakarta-Indonesia
Tahun 2008 – 2011
: SMK Dharma Budhi Bhakti, Jakarta -Indonesia
Tahun 2011 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta-Indonesia
Pengalaman Bekerja
:
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 4
Nama
: Silvia Tanggara
Tempat Tanggal Lahir
: Bandarlampung, 11 Maret 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jalan Raden Fatah No. 10, Bandarlampung
No. Telp / HP
: - / 081279055697
Pendidikan Formal
:
Tahun 1999– 2005
: SD Fransiskus I, Bandarlampung- Indonesia
Tahun 2005 – 2008
: SMP Fransiskus, Bandarlampung-Indonesia
Tahun 2008 – 2011
: SMA Fransiskus, Bandarlampung-Indonesia
Tahun 2011 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta-Indonesia
Pengalaman Bekerja
:
September 2012 – sekarang
: Academic Mentor SAC’s Duta Binusian
Universitas Bina Nusantara
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 5
Nama
: Prisca
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 Maret 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Barat
: Jalan Kembang Elok 5 Blok H5 No.34, Jakarta
No. Telp / HP
: 081370342400
Pendidikan Formal
:
Tahun 1998– 2005
: SD Notre Dame, Jakarta - Indonesia
Tahun 2005 – 2008
: SMP Notre Dame, Jakarta - Indonesia
Tahun 2008 – 2011
: SMK Santa Maria, Jakarta - Indonesia
Tahun 2011 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta-Indonesia
Pengalaman Bekerja
: Bagian pre-order, finishing, pola, dan
pengguntingan kain di PT. Musa Atelier
RIWAYAT HIDUP ANGGOTA 6
Nama
: Meyliani
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 07 Mei 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Teluk Gong Jalan B7 Blok A21 No 17 RT 007
RW 013, Jakarta Utara
No. Telp / HP
: (021) 6620071 / 081932306560
Pendidikan Formal
:
Tahun 1998– 2005
: SD Darma Satria, Jakarta - Indonesia
Tahun 2005 – 2008
: SMP Darma Satria, Jakarta - Indonesia
Tahun 2008 – 2011
: SMA Darma Satria, Jakarta - Indonesia
Tahun 2011 – sekarang
: Universitas Bina Nusantara, Jakarta-Indonesia
Pengalaman Bekerja
:
2008 – 2012
2012 – sekarang
: Private course teacher Gandhi International School
: Private course teacher specific in physiscs, biology,
mathematics, and chemics Darma Satria School
Download