Kolektivisme - Openstorage Gunadarma

advertisement
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Menguji secara
empiris perbedaan
asertivitas pada
mahasiswa yang
memiliki budaya
individualisme dan
kolektivisme.


Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis
 Asertivitas
Suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan
atau mengekspresikan hak, pikiran, perasaan
dan apa yang diinginkan kepada orang lain
dengan jujur, namun dengan tetap menjaga
dan menghargai hak-hak serta perasaan
pihak lain.
engemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui
a maupun tindakan.
erkomunikasi secara langsung dan terbuka.
memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu
raan dengan baik.
menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya
p pendapat oranglain, atau segala sesuatu yang
ralasan dan cenderung bersifat negatif.
mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang
ka membutuhkan.
menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan
yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.
a keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan
rusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya
ungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia
ap memiliki harga diri (self esteem) dan
yaan diri (self confidence).
Budaya
Gejala kolektif yang dihayati bersama oleh
individu-individu yang berdiam dalam lingkungan
sosial yang sama.
Individualisme
berhubungan erat dengan kemandirian, dimana
hubungan antar individu renggang, serta lebih
mementingkan kebutuhan pribadi di atas
kepentingan orang lain.
Kolektivisme
menggambarkan hubungan yang erat antar
anggota keluarga, masyarakat, dimana
individunya lebih mementingkan norma dan nilai
kelompok di atas kepentingan pribadinya.
No.
1.
Individualisme
Kolektivisme
“I” (diri saya) lebih penting daripada “we” (kita/kami, Berorientasi pada kelompok.
sekelompok orang/masyarakat).
2.
3.
Kesuksesan adalah hasil usaha pribadi seseorang. Orang akan Pengharapan absolute akan loyalitas pada kelompok (keluarga inti,
bekerja dengan lebih baik jika ia bekerja sendirian.
keluarga besar, kasta, organisasi).
Mampu mengurus diri sendiri (termasuk keluarga intinya).
Ketergantungan pada organisasi dan institusi, “we” mentality (mental
kami).
4.
Indetitas berdasarkan diri sendiri.
Indetitas berdasarkan sistem sosial.
5.
Terdapatnya Guilt culture (budaya bersalah).
Terdapatnya Shame culture (budaya malu).
6.
Membuat keputusan berdasarkan kebutuhan individu.
Pengambilan keputusan didasarkan pada apa ysng terbaik untuk
kelompok.
7.
Setiap orang berhak atas kehidupan pribadinya.
Penekanan pada kenyamanan, dan kehidupan pribadi dicampuri oleh
institusi dan organisasi dimana individu tersebut terikat di dalamnya.
8.
Mengutarakan pikiran dan pendapat diyakini merupakan Harmoni harus selalu di jaga dan konfrontasi secara langsung sebaiknya
karakteristik seorang yang jujur
9.
dihindari.
Pertemanan merupakan sesuatu yang bersifat sukarela dan Pertemanan merupakan sesuatu yang sudah terberi.
harus dikembangkan.
10.
Sumber-sumber (resources) merupakan kepemilikan pribadi, Sumber-sumber (resources) seharusnya
dibagikan dengan saudara.
bahkan pada anak-anak.
11.
Mengutamakan low-context communication.
Mengutamakan high-context communication.
12.
Media merupakan sumber informasi utama.
Jaringan sosial merupakan sumber informasi utama.


Mahasiswa dengan budaya individualisme lebih berorientasi pada diri sendiri. Sehingga mahasiswa
dengan budaya ini dapat lebih bebas mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkan secara
jujur dan langsung tanpa ada rasa tidak enak pada orang lain.
Mahasiswa dengan budaya kolektivisme lebih berorientasi pada kelompok, sehingga mahasiswa
dengan budaya ini, lebih sulit untuk mengekspresikan keinginannya secara jujur dan langsung. Hal
ini karenakan mahasiswa dengan budaya kolektivisme berperilaku sesuai dengan ketertarikan atau
yang diharapkan oleh kelompoknya.
Terdapat 2 variabel yang diuji, yaitu:
1. Variabel Prediktor: Asertivitas
2. Variabel Kriterium: Budaya
Subjek Penelitian
» Mahasiswa Universitas Gunadarma
Kalimalang, Bekasi, Program S1 dari
fakultas Psikologi, Sastra, Ilmu Komputer,
Teknologi Industri, Ekonomi, Angkatan
2008, berada dalam rentang usia 1825tahun
Skala berupa kuesioner, yaitu kuesioner
asertivitas dan kuesioner budaya
individualisme-dan kolektivisme yang dibuat
sendiri oleh peneliti. Untuk asertivitas
disusun berdasarkan ciri-ciri asertivitas
menurut Fensterheim&Baer dan budaya
individualisme-kolektivisme disusun
berdasarkan karakteristik budaya tersebut
Uji Homogenitas
Uji Normalitas
variabel
asertivit
as
Kolmog
orov
smirnov
P
Keterangan
individua 0,155
lisme
≥ 0,05 Normal
kolektivi
sme
≤ 0,05 Tidak
Normal
0,o15
0,923
(p≥0,05)
→
HOMOGEN
Uji Hipotesis
HA Diterima: 0,045 (p<0,05)
Mean Empirik
Variabel
Asertivitas
Mean Empirik
Mean
Hipotetik
SD
Individualisme
128,50
97,5
19,5
Kolektivisme
106,56
97,5
19,5


Sebelum dilakukan analisis data, akan dilakukan
penggolongan kecenderungan budaya, yaitu individualisme
atau kolektivisme. Adapun langkahlangkah yang dilakukan
untuk menggolongkan subjek penelitian ke dalam
kecenderungan budaya individualisme adalah dengan
membandingkan skor total subjek pada skala budaya
individualisme dan kolektivisme.
Apabila skor subjek lebih tinggi pada skala budaya
individualisme, maka subjek digolongkan memiliki budaya
individualisme. Sebaliknya apabila skor total subjek lebih
tinggi pada skala budaya kolektivisme, maka subjek
digolongkan memiliki budaya kolektivisme. Sedangkan
apabila skor total subjek pada skala budaya individualisme
dan kolektivisme sama, maka subjek masuk ke dalam
kategori tidak tergolongkan.
Download