Tema : Perkembangan Perekonomian Indonesia Dari Dahulu Sampai Sekarang Judul : Perkembangan Perekonomian di Indonesia Dalam Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Dari Zaman Orde Lama Sampai Sekarang Sistem pereknomian adalah suatu cara yang digunakan oleh suatu negara untuk mengatur sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di Negara tersebut. Setiap Negara memiliki banyak sekali permasalahan ekonomi, baik masalah ekonomi pada individu maupun organisasi dan semua itu tentunya ada suatu penyebab serta suatu permasalahan ekonomi tersebut memiliki suatu cara untuk mengatasinya. Dalam artikel ini saya akan membahas suatu perkembangan perekonomian dalam bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) dari orde lama sampai sekarang. Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah suatu kegiatan/ usaha perekonomian rakyat berskala kecil dan berdiri sendiri yang dimiliki oleh perorangan maupun kelompok guna mendapatkan keuntungan. Di Indonesia Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.´Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus JutaRupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaanyang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidaklangsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum,atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi Indonesia memiliki beragam jenis UKM . Diantaranya adalah UKM yang bergerak di bidang industry dan pertanian. Di Indonesia UKM merupakan suatu usaha yang dianggap penyedia lapangan pekerjaan tertinggi. UKM sangat membantu pemerintah dalam memberantas pengangguran yang semakin lama semakin meningkat, sebagai penyumbang terbesar nilai produk domestic bruto, selain itu UKM dianggap sebagai usaha dalam menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia terutama dalam kalangan kecil menengah. Perkembangan UKM dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Dahulu sebelum krisis moneter tahun 1997 melanda Indonesia. UKM merupakan usaha yang tidak pernah mendapatkan perhatian di Indonesia. Namun saat krisis moneter melanda tahun 1998, usaha dalam sekala besar mulai banyak yang runtuh, namun sebagian besar Usaha Kecil Menengah (UKM) masih tetap berjalan bahkan semakin lama semakin meningkat dan menjadi lebih besar. Kuatnya daya tahan UKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri (73%), 4% bank swasta, 11% bank pemerintah, dan 3% supplier. Demikian juga dengan kemampuannya menyerap tenaga kerja juga semakin meningkat dari sekitar 12 juta pada tahun 1980, tahun 1990, dan 1993 angka ini meningkat menjadi sekitar 45 juta dan 71 juta (data BPS), dan pada tahun 2001 menjadi 74,5 juta. Jumlah UKM mulai meningkat pesat dari tahun 1980, yaitu sekitar 7 ribu dan menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001. Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1 miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59% dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala menengah (0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai Rp. 50 miliar hanya mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan usaha skala besar (0,01%) dengan modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu menyerap 0,56% tenaga kerja. selama periode 2002 – 2005 setiap pertumbuhan ekonomi nasional UKM berkontribusi terhadap laju pertumbuhan lebih dari separuh terhadap laju pertumbuhan total. Pada tahun 2005, dari pertumbuhan nasional sebesar 5,60 % kontribusi UKM sebesar 3,16%. Pada tahun 2005 ini sumbangan usaha kecil dan besar terhadap ppertumbuhan ekonomi nasional hampir sama masing masing sebesar 2,44% untuk Usaha Besar(UB) dan Usaha Kecil (UK) sebesar 2,20% Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri. Pada tahun 2005-2009, perkembangan unit usaha kecil mencapai 64.37%, sedangkan unit usaha menengah mencapai 61.01%. Dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan usaha kecil sebanyak 61,75 % sedangkan dalam usaha menengah member sumbangan sekitar 39.36%. UKM melakukan kegiatan ekspor non migas dalam skala usaha kecil sekitar 31.34 % dan usaha menengah 34.94 %. Kemudian dalam produk domestic bruto dengan harga konstan usaha kecil memberikan sumbangan 67.23% sedangkan usaha menengah 5.30% Pada tahun 2010-2011, perkembangan unit usaha kecil mencapai kenaikan sekitar 4.98%, sedangkan unit usaha menengah mencapai 3.78%. Dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan usaha kecil meningkat sebanyak 8.07 % sedangkan dalam usaha menengah memberi sekitar 3.07%. UKM melakukan kegiatan ekspor non migas dalam skala usaha kecil mengalami kenaikan sekitar 3.45% dan usaha menengah 7.98 %. Kemudian dalam produk domestic bruto dengan harga konstan usaha kecil 9.29% sedangkan usaha menengah 6.90% Pada tahun 2011-2012, perkembangan unit usaha kecil mencapai kenaikan sekitar 4.52%, sedangkan unit usaha menengah mencapai 10.65%. Dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan usaha kecil meningkat sebanyak 15.71 % sedangkan dalam usaha menengah memberi sekitar 14.67%. Melihat begitu banyaknya peran UKM pada perekonomian yang semakin penting, UKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari pihakpihak seperti pemberi modal khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UKM. Meskipun peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sangat penting, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil cenderung berlebihan namun tidak efektif, sehingga kebijakan menjadi kurang baik dan kurang terarah. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan dari semua pihak termasuk pemerintah untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit bank/sumber permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Pengembangan UKM diIndonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementerian Negara KUKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Dimana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004. Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No. 316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5% Iaba perusahaan bagi pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK). Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan dahulu mengeluarkan peraturan mengenai kredit bank untuk UKM, meskipun akhir-akhir ini tidak ada kebijakan khusus terhadap Perbankan mengenai pemberian kredit ke usaha kecil lagi. Demikian juga kantor ataupun instansi lainnya yang terlibat dalam “bisnis” UKM juga banyak. Meski banyak yang terlibat dalam pengembangan UKM namun tugas pengembangam UKM yang dilimpahkan kepada instansi-instansi tersebut diwarnai banyak isu negatif misalnya politisasi terhadap KUKM, terutama koperasi serta pemberian dana subsidi JPS yang tidak jelas dan tidak terarah. Demikian juga kewajiban BUMN untuk menyisihkan labanya 1 - 5% juga tidak dikelola dan dilaksanakan dengan baik. Kebanyakan BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 %, sementara banyak UKM yang mengaku kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu kredit perbankan juga sulit untuk diakses oleh UKM, di antaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UKM yang belum bankable. Apalagi BI tidak lagi membantu usaha kecil dalam bidang permodalan secara lansung dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain permasalahan diatas UKM sendiri menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah nonfinansial (organisasi manajemen). Masalah yang termasuk dalam masalah finansial diantaranya adalah (Urata, 2000): Kurangnya kesesuain antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh UKM Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi Banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial Sedangkan termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya adalah : Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan Kurangnya pengetahuan akan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena ketetbatasan kemampuan UKM untuk roonyediakanproduk/ jasa yang sesuai dengan keinginan pasar Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam upaya mengembangkan SDM itu sendiri Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi Di samping dua permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan serta ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan di antaranya sebagai berikut : Industri pendukung yang lemah. UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem duster dalam bisnis belum banyak. Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor di antaranya sebagai berikut: Kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan. Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor. Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor. Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis.