DOC - Akademi Farmasi Saraswati

advertisement
UJI EFEK ANALGESIK INFUSA DAUN MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) PADA MENCIT JANTAN
(Mus musculus)
(ANALGESIC EFFECTS TEST OF NONI LEAVES INFUSE (Morinda citrifolia L.)
IN MALE MICE (Mus musculus)
Elis Suwarni, Erna Chayaningsih, Putu Era Sandhi Kusuma Yuda
Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja No. 11A, Denpasar, Bali
Abstrak: Telah dilakukan uji efek analgesik infusa daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari famili Rubiaceae pada
mencit jantan (Mus musculus) menggunakan metode rangsang panas berupa suhu konstan 55˚C. Pada penelitian ini
digunakan hewan coba berupa mencit jantan yang dibagi dalam lima kelompok masing-masing terdiri dari enam ekor.
Kelompok I sebagai kontrol positif diberi asetosal 65 mg/Kg BB, kelompok II sebagai kontrol negatif diberi 0.5 ml
aquades, kelompok III, IV dan V sebagai kelompok uji diberi 2.5 ml/100g BB infusa daun mengkudu dengan
konsentrasi masing-masing 5%, 10% dan 20%. Pengamatan dilakukan terhadap waktu reaksi, yaitu selang waktu antara
penempatan mencit di atas hot plate dan munculnya respon pertama pada mencit berupa melompat atau menjilat
kakinya sebagai reaksi untuk mengurangi nyeri. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan metode statistik
(ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan waktu reaksi pada kelompok mencit yang diberi
infusa daun mengkudu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa infusa daun mengkudu memiliki efek analgesik
pada mencit jantan (Mus musculus).
Kata kunci: Analgesik, infusa daun mengkudu, rangsang panas.
Abstract: Analgesic Effects Test of Noni Leaves Infuse (Morinda citrifolia L.) of Rubiaceae family in Male Mice
(Mus musculus) using heat stimuli such as constant temperature of 55oC has been done. This study used laboratory
animals such as male mice which were divided into five groups, each consisting of six mices. Group I as positive
control was given acetosal 65 mg/Kg body weight; Group II as negative control was given 0.5 ml of distilled water;
group III, IV and V as test groups were given 2.5 ml/100g body weight of Noni Leaves Infuse with concentration of
5%, 10% and 20%, respectively. Observations were made on the reaction time, that is the interval between the
placement of mice on a hot plate and the emergence of the first response in mice in the form of jump or lick his feet as a
reaction to reduce pain. The data were then analyzed with statistical methods (ANOVA). The results showed that an
increase of reaction time in the group of mice were given noni leaves infuse. It can be concluded that noni leaves infuse
(Morinda citrifolia L.) has analgesic effects in male mice (Mus musculus).
Keywords: Analgesic, noni leaves infuse, heat stimuli.
salah satu alternatif pengobatan yang lebih
dikenal dengan back to nature yang dalam hal
tertentu lebih menguntungkan jika dibandingkan
pengobatan dengan obat sintetik atau modern
(Wasito, 2011).
Obat tradisional yang berasal dari
tanaman pada umumnya memiliki efek samping
yang
lebih
rendah
tingkat
bahayanya
dibandingkan obat-obatan sintetik, walaupun tidak
semua tanaman obat aman untuk dikonsumsi.
Kurangnya pengetahuan dan informasi yang
memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang
dipakai sebagai ramuan obat-obatan tradisional
untuk pengobatan penyakit tertentu dan cara
pembuatannya menjadi masalah dan kesulitan
PENDAHULUAN
Indonesia telah dikenal akan kekayaan
alamnya yang luar biasa. Segala macam hasil
tumbuhan yang ada di Indonesia dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Di
masa lalu, bangsa Indonesia telah menggunakan
berbagai ramuan dari daun, akar, buah, kayu dan
umbi-umbian untuk mendapatkan kesehatan dan
menyembuhkan berbagai penyakit. Selain itu,
bahan-bahan alami tersebut juga digunakan untuk
perawatan kecantikan secara lengkap. Berbagai
ramuan tradisional tersebut sering dikenal sebagai
pengobatan herba (Suparnini dan Wulandari,
2014). Hal ini menunjukkan dukungan WHO
terhadap penggunaan obat tradisional sebagai
1
bagi para peminat obat-obatan tradisional sampai
saat ini (Lesiasel, dkk., 2013).
Salah satu jenis tumbuhan yang dikenal
memiliki banyak khasiat adalah mengkudu atau
sering disebut pace (Morinda citrifolia L.) yang
tergolong dalam famili Rubiaceae. Meskipun
secara fisik tumbuhan itu berbentuk jelek dan
cukup berbau, ternyata ia memiliki khasiat yang
sangat beragam (Kandi, 2006).
Tanaman mengkudu termasuk dalam
tumbuhan obat yang sudah dimanfaatkan untuk
pengobatan tradisional di Indonesia salah satunya
sebagai analgesik (Widasari, dkk., 2014). Uji in
vitro, in vivo dan uji klinik terhadap buah
mengkudu menunjukkan adanya aktivitas
antimikroba, antivirus, antifungi, antioksidan,
analgesik, antioksidan, antiinflamasi, antelmintik,
antiobesitas dan antidislipidemia. Sedangkan daun
mengkudu
diketahui
memiliki
aktivitas
antimikroba,
antioksidan,
antiinflamasi,
antelmintik, antiobesitas dan antidislipidemia
(Assi et al., 2015).
Zat aktif utama dalam daun mengkudu
meliputi: terpenoid, ascorbic acid, beta karoten, Iarginine, xeronine, dan proxeronine. (Sitepu dan
Josua, 2012 dalam Aryadi, 2014). Buah
mengkudu mengandung alkaloid triterpenoid,
skopoletin, acubin, alizarin, antraquinon, asam
benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa,
eugenol, dan hexanal (Rukmana, 2002 dalam
Aryadi, 2014). Beberapa senyawa yang
terkandung dalam tanaman mengkudu yang
diduga bersifat analgesik antara lain scopoletin,
flavonoid, proxeronine dan xeronine (Widasari,
dkk., 2014).
Analgesik adalah bahan atau obat yang
digunakan untuk menekan atau mengurangi rasa
sakit atau nyeri tanpa menyebabkan hilangnya
kesadaran atau analgesik adalah senyawa yang
dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan
rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum.
Analgesik terbagi menjadi dua kelompok utama
yaitu analgesik opioid dan analgesik non-opioid.
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
selain memiliki efek analgesik, juga memiliki efek
seperti opium. Analgesik opioid digunakan dalam
penatalaksanaan nyeri sedang sampai berat
(Pandey, dkk., 2013).
Rasa sakit atau nyeri merupakan pertanda
ada bagian tubuh yang bermasalah. Yang
merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi serta memberikan tanda bahaya
tentang adanya gangguan-gangguan di dalam
tubuh seperti peradangan (rematik, encok), infeksi
kuman atau kejang otot (Asteya, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Lesiasel
dkk. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak etanol
buah mengkudu memiliki efek analgesik pada
mencit (Mus musculus). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah infusa daun mengkudu
(Morinda citrifolia L.) memiliki efek analgesik
pada mencit jantan (Mus musculus). Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), infusa
adalah sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada
suhu 90oC selama 15 menit. Metode penyarian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode infusa, karena metode infusa ini
merupakan metode yang sederhana, dan
menggunakan air sebagai penyarinya. Oleh karena
itu dengan metode infusa ini diharapkan zat aktif
yang terdapat di dalam daun mengkudu yang
diduga memiliki aktivitas analgesik dapat tersari
dengan baik.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun mengkudu (Morinda
citrifolia L.) yang tumbuh di desa Subagan,
Karangasem, Bali, dan telah dideterminasi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “EKA
KARYA” Bali.
Bahan lain yang digunakan sebagai
penunjang penelitian ini adalah asetosal sebagai
kontrol positif dan aquades sebagai kontrol
negatif.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi : kanul tumpul, stopwatch, timbangan,
hot plate, panci infus, kompor listrik, beker gelas,
kertas saring, kandang pemeliharaan mencit,
batang pengaduk, termometer, kain flannel.
Hewan Percobaan
Pada pengujian ini digunakan hewan
percobaan mencit jantan (Mus musculus) sehat
berumur ± 2 bulan pada saat perlakuan uji dengan
bobot mencit 20-24 g yang memiliki kondisi fisik
sehat dan aktif.
Pembuatan Infusa Daun Mengkudu
Untuk membuat 100 ml infusa daun
mengkudu 5%, 10% dan 20%, masing-masing
ditimbang serbuk simplisia daun mengkudu
sebanyak: 5g, 10g dan 20g. Kemudian masingmasing simplisia dimasukkan ke dalam panci
infus, dan ditambahkan air sebanyak 100 ml (+ 2x
2
bobot simplisia). Masing-masing panci infus
dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit
terhitung dari suhu pelarut mencapai 90oC,
kemudian disaring.
yaitu ukuran badan yang kecil, mudah
berkembang biak, harga dan biaya perawatan
murah. Selain itu, seringnya mencit digunakan
dalam penelitian membuat hewan ini paling
dipahami dan dikarakterisasi dengan baik secara
anatomi, fisiologi dan genetik.
Pemilihan mencit jantan dilakukan karena
pada mencit betina dapat mengalami siklus
fluktuasi dari waktu ke waktu karena siklus
hormon yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
Sebelum mendapatkan perlakuan, mencit
terlebih dahulu diadaptasi selama 10 hari dan
dipuasakan makan selama 6 jam sebelum
pengujian.
Adaptasi
terhadap
lingkungan
bertujuan supaya mencit tidak merasakan asing
dan tidak mengalami stress atau depresi yang
dapat mempengaruhi hasil pengujian dan
interpretasi data (Moore, 2000).
Sebagai kontrol positif pada penelitian ini
digunakan asetosal. Asam asetil salisilat atau yang
lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin
merupakan senyawa yang memiliki khasiat
sebagai analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi
pada penggunaan dosis besar. Asetosal termasuk
produk over the counter (OTC) yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter dan telah digunakan
secara luas di masyarakat (Sweetman, 2002).
Induksi nyeri secara termik dalam
penelitian ini menggunakan suhu konstan yaitu
55oC, karena suhu kritis rata-rata sebesar 45oC
saat seseorang mulai merasakan sakit dan reseptor
panas mempunyai respon terhadap suhu 30-45oC,
suhu di atas 45oC mulai terjadi kerusakan jaringan
akibat panas dan sensasinya berubah menjadi
nyeri. Jadi, rasa nyeri yang disebabkan oleh panas
sangat erat hubungannya dengan kemampuan
panas untuk merusak jaringan (Guyton, 1994).
Pada
penelitian
ini,
pengamatan
dilakukan terhadap waktu reaksi yang diperlukan.
Waktu reaksi adalah selang waktu antara
penempatan mencit di atas
hot plate dan
munculnya respon pertama pada mencit yaitu
berupa melompat atau menjilat kakinya sebagai
reaksi untuk mengurangi nyeri. Data hasil
pengujian dapat dilihat pada tabel 1.
Metode
Pada penelitian ini, tiga puluh ekor mencit
jantan dikelompokkan secara acak menjadi 5
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6
ekor. Sebelum dilakukan pengujian, mencit
terlebih dahulu diadaptasi selama 10 hari dan
dipuasakan selama 6 jam. Kelompok I sebagai
kontrol positif diberi asetosal dengan dosis 65
mg/Kg BB; kelompok II sebagai kontrol negatif
diberi 0.5 ml aquades; kelompok III, IV dan V
sebagai kelompok uji diberi 2.5 ml/100g BB
infusa daun mengkudu dengan konsentrasi
masing-masing 5%, 10%, dan 20%. Masingmasing sampel diberikan secara oral. Hewan
didiamkan selama 15 menit untuk memberikan
kesempatan distribusi obat ke dalam tubuh.
Selanjutnya
dilakukan
pengujian
dengan
menggunakan
metode
rangsang
panas
menggunakan alat hot plate dengan suhu konstan
550C. Tiap mencit ditaruh di atas hot plate,
kemudian dicatat waktu reaksi yang diperlukan.
Waktu reaksi adalah selang waktu antara
penempatan mencit di atas
hot plate dan
munculnya respon pertama pada mencit yaitu
berupa melompat atau menjilat kakinya sebagai
reaksi untuk mengurangi nyeri. Waktu reaksi ini
dapat diperpanjang oleh obat-obat analgetik.
Perpanjangan waktu reaksi ini selanjutnya dapat
dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi
aktivitas analgetik (Puspitasari dkk., 2003 dalam
Turner, 1965; Sirait dkk., 1993). Data yang
diperoleh dianalisis dengan metode statistik (One
Way ANOVA).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan mencit
sebagai hewan percobaan karena keunggulannya,
3
Tabel 1. Waktu Reaksi pada Mencit Jantan Balb/C (Kelompok Kontrol positif, Kelompok Kontrol
negatif dan Kelompok Uji)
Mencit
1
2
3
4
5
6
Ratarata
Kelompok
Kontrol (+)
(Asetosal)
18.00
15.00
17.00
10,00
11.00
19.00
15.00±3.42
Waktu Reaksi (Detik)
Kelompok Uji
Kelompok Infusa Daun
Infusa Daun
Kontrol (-) Mengkudu
Mengkudu
(Aquades) Konsentrasi
Konsentrasi
5%
10%
5.00
10.00
12.00
9.00
11.00
12.00
7.00
15.00
15.00
7.00
10.00
17.00
6.00
12.00
10.00
8.00
19.00
13.00
7.00±1.29
12.83±3.24
Dari tabel 1. dapat diketahui bahwa
kelompok kontrol negatif yang diberi aquades
memiliki waktu reaksi rata-rata yang paling
rendah yaitu 7.00±1.29 detik. Kelompok uji yang
diberi infusa daun mengkudu dengan kosentrasi
5%, 10%, dan 20% menunjukkan peningkatan
waktu reaksi rata-rata dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif yang diberi aquades,
yaitu berturut-turut 12.83±3.24, 13.17±2.27 dan
13.83±4.41 detik. Kelompok kontrol positif yang
diberi asetosal menunjukkan waktu reaksi rata-
13.17±2.27
Infusa Daun
Mengkudu
Konsentrasi
20%
19.00
14.00
20.00
12.00
10.00
8,.00
13.83±4.41
rata yang paling tinggi yaitu 15.00±3.42 detik. Hal
ini menunjukkan bahwa baik asetosal maupun
infus daun mengkudu dapat meningkatkan daya
tahan mencit terhadap rasa nyeri yang
ditimbulkan oleh rangsang panas dari hot plate.
Data yang diperoleh dari hasil uji efek
analgesik infusa daun mengkudu selanjutnya
dianalisis dengan metode statistik (One Way
ANOVA). Hasil uji statistik dapat dilihat pada
tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Anova: Aktivitas Analgesik Infusa Daun Mengkudu, Aquades dan Asetosal
ANOVA
Detik Aktivitas Motorik Mencit
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
232.467
4
58.117
5.001
.004
Within Groups
290.500
25
11.620
Total
522.967
29
Tabel 2. Menunjukkan adanya perbedaan
bermakna antara waktu reaksi pada kelima
kelompok mencit, yaitu kelompok uji (infusa daun
mengkudu konsentrasi 5%, 10% dan 20%),
kelompok kontrol negatif (aquades) dan kelompok
kontrol positif (asetosal) dengan nilai P = 0.004
(P<0.05).
4
Tabel 3. Multiple Comparisons: Aktivitas Analgesik Infusa Daun Mengkudu, Aquades dan Asetosal
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Waktu Respon Nyeri Mencit
(I) Kelompok
Tukey HSD
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Kelompok D
Kelompok E
(J) Kelompok
Mean
Difference (IJ)
Std. Error
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Sig.
Upper
Bound
Kelompok B
8.000*
1.968
.004
2.22
13.78
Kelompok C
2.167
1.968
.804
-3.61
7.95
Kelompok D
1.833
1.968
.882
-3.95
7.61
Kelompok E
1.167
1.968
.975
-4.61
6.95
Kelompok A
-8.000
*
1.968
.004
-13.78
-2.22
Kelompok C
-5.833*
1.968
.047
-11.61
-.05
Kelompok D
-6.167
*
1.968
.032
-11.95
-.39
Kelompok E
-6.833*
1.968
.015
-12.61
-1.05
Kelompok A
-2.167
1.968
.804
-7.95
3.61
Kelompok B
5.833*
1.968
.047
.05
11.61
Kelompok D
-.333
1.968
1.000
-6.11
5.45
Kelompok E
-1.000
1.968
.986
-6.78
4.78
Kelompok A
-1.833
1.968
.882
-7.61
3.95
Kelompok B
6.167
*
1.968
.032
.39
11.95
Kelompok C
.333
1.968
1.000
-5.45
6.11
Kelompok E
-.667
1.968
.997
-6.45
5.11
Kelompok A
-1.167
1.968
.975
-6.95
4.61
Kelompok B
6.833
*
1.968
.015
1.05
12.61
Kelompok C
1.000
1.968
.986
-4.78
6.78
Kelompok D
.667
1.968
.997
-5.11
6.45
The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan
Kelompok A : Kelompok kontrol positif (Asetosal)
Kelompok B : Kelompok control negatif (Aquades)
Kelompok C : Kelompok uji (Infusa daun mengkudu konsentrasi 5%)
Kelompok D : Kelompok uji (Infusa daun mengkudu konsentrasi 10%)
Kelompok E : Kelompok uji (Infusa daun mengkudu konsentrasi 20%)
Berdasarkan tabel 3. Dapat diketahui
bahwa ada perbedaan bermakna waktu reaksi
antara kelompok kontrol positif (asetosal) dengan
kelompok kontrol negatif (aquades) dengan nilai
P=0.004 (P<0.05). Sedangkan antara kelompok
kontrol positif (asetosal) dengan ketiga kelompok
uji (infusa daun mengkudu 5%, 10% dan 20%)
diperoleh nilai P masing-masing 0.804, 0.882 dan
0.975 (P > 0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada
perbedaan bermakna waktu reaksi antara
kelompok kontrol positif (asetosal) dengan
masing-masing kelompok uji (infus daun
mengkudu 5%, 10% dan 20%).
Dari hasil analisis statistik antara
kelompok kontrol negatif (aquades) dengan ketiga
kelompok uji (infusa daun mengkudu 5%, 10%
dan 20%) diperoleh nilai P masing-masing 0.047,
0.032 dan 0.015 (P<0.05). Hal ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan bermakna waktu reaksi
antara kelompok kontrol negatif (aquades) dengan
masing-masing kelompok uji tersebut. Sedangkan
antara sesama kelompok uji (infus daun
mengkudu 5%, 10% dan 20%) masing-masing
menunjukkan nilai P > 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
diantara masing- masing kelompok uji tersebut.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas,
maka dapat diketahui bahwa infusa daun
mengkudu 5%, 10% dan 20% memiliki aktivitas
analgesik.
Salah satu senyawa yang terkandung
dalam daun mengkudu adalah proxeronine (Sitepu
dan Josua, 2012 dalam Aryadi, 2014). Menurut
Widasari dkk. (2014), Proxeronine merupakan
senyawa yang diduga bersifat analgesik.
Berdasarkan hal tersebut maka diduga bahwa
aktivitas analgesik infus daun mengkudu
disebabkan oleh kandungan senyawa Proxeronine
tersebut.
5
<http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiom
edik/article/view/3633/3160>.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa infus daun mengkudu
(Morinda citrifolia L.) memiliki efek analgesik
pada mencit jantan (Mus musculus).
Lucia, E.W. 2013, Eksperimen Farmakologik
Orientasi Preklinik, Surabaya.
Moore, D. 2000. Laboratory Animal Medicine
and Science Series II. University of
Washington
Health
Science
Centre.
Washingtong. p 1-23.
DAFTAR PUSTAKA
Aryadi, I. G. A. I. P., 2014, Pengaruh
Ekstrakdaun Mengkudu (Morinda citrifolia
L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
aureus Sebagai Penyebab Abses Periodontal
Secara In Vitro, Skripsi, Fakultas Kedokteran
Gigi, Universitas Mahasaraswati Denpasar,
Denpasar.
Pandey, P. V., Bodhi, W., Yudistira, A. 2013, Uji
Efek Analgesik Ekstrak Rumput Teki
(Cyperus rotundus L.) pada Tikus Putih
Jantan Galur Wistar (Rattus novergicus),
Pharmacon
Jurnal
Ilmiah
FarmasiUNSRAT, 2(02): 2302-2493 diakses pada 20
Januari
2015,
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharma
con/article/viewFile/1579/1271.
Assi, R. A., Darwis, Y., Abdulbaqi, I. M., Khan,
A. A., Vuanghao L., Laghari, M. H., 2015,
Morinda citrifolia (Noni) : A comprehensive
review on its industrial uses, pharmacological
activities, and clinical trials, Arabian Journal
of Chemistry, xxx.
Puspitasari, H., Listyawati, S., Widiyayani, T.,
2003, Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki
(Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih
(Mus Musculus L.) Jantan, Biofarmasi 1 (2):
50-57.
Asteya, D. M., 2010, Sintesis Asam-2 (2’Klorobenzoiloksi) Benzoat dan Uji Aktivitas
Analgesik Pada Mencit (Mus musculus),
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Suparmini, I. dan Wulandari, A. 2014, Herbal
Nusantara 1001 Ramuan Tradisional Asli
Indonesia, Edisi 1, Rapha Publishing,
Yogjakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sweetman, C.S (editor). 2002, Martindale The
Complete Drug Reference, 33th edition,
Pharmaceutical Press, London, UK, p. 14-18.
Guyton, A.C., 1994, Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Penerjemah: Tengadi, K.A.,
Jakarta: EGC.
Wasito, H. 2011, Obat Tradisional Kekayaan
Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Kandi, 2006, Mengkudu yang Multiguna, CV.
Jasa Grafika Indonesia, Jakarta.
Widasari, F., Bakhiriansyah, M., Istiana. 2014,
Studi Interaksi Farmakodinamik Efek
Analgetik
Kombinasi
Perasan
Buah
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan
Parasetamol, Berkala Kedokteran, 10(1): 3140 diakses pada tanggal 10 Februari 2015,
<http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/arti
cle/download/811/758>.
Lesiasel, R.N., Awaloe, H., Posangi, J. 2013, Uji
Efek Analgesik Ekstrak Etanol Buah
Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) pada
Mencit (Mus musculus), Jurnal e-Biomedik
(eBM), 1(1): 765-770 diakses pada 15 Januari
2015,
6
Download