Anestesi pada Lansia? Gimana ya? Di Indonesia, persentase orang yang berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk (data Biro Pusat Statistik th. 1975). Para manula ini mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesi dan pembedahan, karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun. Dalam suatu penelitian di Amerika pada tahun 1977, diduga, setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan bedah menjadi 3 kali lipat (dibandingkan dengan usia 18-40 tahun) dan 2% dari mortalitas ini disebabkan oleh anestesi. Perubahan Fisiologis Setelah usia 40 tahun terjadi penurunan kekuatan otot-otot pernafasan dan komplaien dinding dada. Perubahan histologis menjadi lebih berat bila manula seorang perokok berat, atau selalu bernafas dalam udara yang tercemar. Sejalan dengan pertambahan usia di atas 40 tahun, penurunan kemampuan kardiovaskuler sering baru diketahui pada saat terjadi stres anestesia dan pembedahan. Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahan-lahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Penurunan kemampuan respon sistem kardiovaskuler dalam menghadapi stress memerlukan pemulihan yang panjang dari anesthesia. Jumlah glomerulus menjadi 2/3 sampai 1/2 dari orang muda. Perubahanperubahan menurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat mentoleransi kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun, dan kemungkinan terjadi gagal ginjal juga meningkat. Pasien manula lebih mudah mengalami cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris, motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur menurun. Perfusi otak dan konsumsi oksigen otak menurun. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah dipengaruhi oleh efek samping obat terhadap sistem saraf. Dengan demikian konsentrasi alveolar minimum dari anestetika menurun dengan bertambahnya usia. Pra-anestesia Penilaian pasien manula prabedah harus dilakukan dengan seksama, mengingat bahwa manula kemungkinan sudah menderita hipertensi, gagal jantung, gangguan ritme jantung, penyakit paru kronik, diabetes, gagal ginjal kronik atau penyakit degenerasi lain. Apabila mungkin, keadaan pasien harus dioptimumkan, bila perlu dengan menunda pembedahan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Sering kali manula mendapat obat diuretika, sehingga kita harus waspada tentang kemungkinan hipovolemia atau hipokalemia. Obat lain yang banyak dipakai oleh manula adalah hipnotika-sedativa untuk mengatasi insomia atau gangguan psikiatrik. Obat-obat tersebut mungkin sudah mempengaruhi hati, konduksi jantung dan dapat berinteraksi dengan obat anestetika. Premedikasi sebaiknya diberikan dengan hati-hati dan dosis sekecil mungkin. Biasanya hanya diperlukan diazepam 5 mg melalui mulut (peroral). Atropin atau alkaloid beladona yang lain biasanya tidak diperlukan. Selama Anestesia Apabila dimungkinkan sebaiknya diberikan analgesik regional (non-sistemik). Hal ini dikarena pasien yang sadar pada analgesik regional memungkinkan petugas lebih mudah dan lebih cepat mengenal serangan angina atau perubahan serebral akut. Teknik anestesi yang dipilih hendaknya tidak menyebabkan gejolak peningkatan penurunan tekanan darah dan laju nadi. Dosis obat anestetika umum maupun lokal pada lansia harus dikurangi, dan diberikan menurut kebutuhan, secara titrasi dengan mengingat bahwa waktu sirkulasi memanjang dan kemungkinan terjadinya interaksi dengan obat-obat yang sudah diminum oleh pasien pra anesthesia. Pemantauan yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien. EKG sebaiknya dipantau secara rutin. Pemasangan kateter intraarterial untuk memantau tekanan darah diperlukan bila: cadangan kordiovaskuler sangat rendah seperti pada penyakit koroner atau katup jantung yang berat, hipertensi, penyakit pembuluh darah otak, hipertensi pulmonal, dan bila diperlukan pemeriksaan analisis gas darah yang berulang-ulang. Kateter vena sentral perlu dipasang bila diperlukan pemantauan yang ketat terhadap isi cairan intra-vaskuler. Pada pasien dengan keadaan pertukaran gas yang buruk, sebaiknya digunakan kopnograf dan pemantauan saturasi oksigen perkutaneus. Apabila keadaan pasien cukup baik dan tindakan bedah tidak memerlukan pemantauan seperti di atas, pemantauan cukup dengan EKG dan sfigmomanometer disamping pemantauan anestesia yang baku. Pasca Anestesia Ada kemungkinan bahwa kesulitan untuk bernafas pasca bedah dini lebih sering terjadi pada manula. Faktor yang meningkatkan kejadian penyakit pernafasan pasca bedah adalah kegemukan, manula perokok, nyeri, pembedahan darah abdomen atas atau toraks, dan distensi abdomen. Adanya pemantauan di ruang pemulihan dinilai penting untuk dapat segera mengatasi bila terjadi kesulitan bernafas. Hal ini lebih ditekankan bila menggunakan anestesi jenis narkotik pelemas otot. Pasien sering kali mengalami ulangan depresi pernafasan di ruang pemulihan. Maka keadan sirkulasi juga harus dipantau dengan ketat. Sering kali adanya perubahan posisi atau pemindahan pasien ke ruang pemulihan, memungkinkan terjadinya hipotensi atau renjatan. Demikian pula suhu ruang pemulihan yang dingin dapat mempengaruhi kondisi pasien. Daftar Pustaka Raharjo, K., 2006, Pertimbangan Anastasia untuk Usia Lanjut, http:// 06_PertimbanganAnastasiaUntukUsiaLanjut.html, diakses tanggal 21 Maret 2010 www.lptui.com/artikel.php%3Ffl3n...leDetail Rosanna Olivia Hartono Dita Maria Virginia I Wayan Arditayasa (078114-109) (078114-116) (078114-135)