BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Komunikasi Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum yang artinya dengan, dan units yang artinya satu. Dua kata tersebut membentuk kata communio yang berarti kebersamaan, gabungan, atau hubungan. Kata communio dibuat kata kerja communicate yang berarti memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bertukar pikiran, bercakap-cakap dan berhubungan. Jadi, komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran, atau hubungan (Nurjaman & Umam, 2012:35). Sedangkan definisi komunikasi menurut para ahli, salah satunya menurut Dennis Murphy dalam Nurjaman & Umam (2012:36), mengatakan bahwa, komunikasi adalah seluruh proses yang dipergunakan untuk mencapai pikiranpikiran orang lain. Definisi lain juga dikemukakan oleh Moor dalam Rohim (2009:8) yang mengatakan bahwa komunikasi adalah penyampaian pengertian antarindividu. Pada pokoknya, komunikasi adalah pusat minat dan situasi perilaku dimana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seorang penerima, dengan upaya untuk mempengaruhi perilaku penerima tersebut. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses dalam berhubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuantujuan tertentu. 9 10 Pembentukan alur komunikasi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu mempunyai beberapa dimensi yang dibagi menjadi empat, yaitu dimensi persepsi, dimensi nilai, dimensi sikap, dan personal meaning (Nurjaman & Umam, 2012:73). Persepsi dalam kamus diartikan sebagai proses pemahaman maupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses pengindraan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan antar gejala, yang selanjutnya diproses oleh otak. Persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya (Nurjaman & Umam, 2012:74). Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan. Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasangagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan (Nurjaman & Umam, 2012:80). Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan cara seseorang merasakan sesuatu. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan (Nurjaman & Umam, 2012:85). Personal meaning dianggap menjadi salah satu hal penting yang menggerakkan individu untuk mencapai prestasi. Meaning pada akhirnya memberikan arahan, intensi pada setiap individu, dimana perilaku menjadi memiliki tujuan, daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls (Nurjaman & Umam, 2012:91). 11 2.1.2 Komunikasi Organisasi Menurut Wiryanto (2004:54), komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. Sedangkan Thayer dalam Rohim (2009:110) mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus yang akan melayani komunikasi dalam suatu organisasi dan proses interkomunikasi dalam beberapa cara. Thayer menyebutkan ada tiga sistem komunikasi dalam organisasi, yang pertama berkenaan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi, yang kedua berkenaan dengan peraturan organisasi seperti perintah, aturan, dan petunjuk, dan yang ketiga berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi seperti hubungan dengan personal, masyarakat, dan pihak eksternal lainnya. Dari kedua definisi yang telah dijelaskan di atas, maka disimpulkan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu proses atau arus pengiriman pesan secara formal maupun informal pada saat organisasi beroperasi, baik itu kepada pihak internal ataupun pihak eksternal, untuk kepentingan organisasi. 12 2.1.3 Public Relations Definisi Public Relations secara umum dibebankan ke Foundation for Public Relations Research and Education, dimana sebanyak 65 ahli Public Relations berpartisipasi dalam studi tersebut, menganalisis dan menyimpulkan definisi Public Relations sebagai berikut (Nova, 2011:41) : "Public Relations is a distinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communications, understanding, acceptance, and cooperation between an organization and its publics; involve the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the responsibility of management to serve the public interest; helps management key abreast of and effectively utilize change, serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research, sound, and ethical communication techniques as its principal tools." Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Public Relations merupakan salah satu fungsi manajemen yang menjadi jembatan antara organisasi dengan publiknya. Dari definisi di atas, jelas bahwa fungsi public relations adalah membantu organisasi dan publiknya saling menyesuaikan diri (Nova, 2011:42). Sedangkan The Institute of Public Relations mengemukakan secara lebih sederhana bahwa Public Relations adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara organisasi dengan segenap khalayaknya (Nova, 2011:45). Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Public Relations adalah suatu fungsi manajemen yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan dan juga niat baik antara organisasi dengan masyarakat, agar terciptanya saling pengertian di antara keduanya. 13 Menurut Fayol dalam Nova (2011:56), kegiatan Public Relations mempunyai beberapa sasaran, yaitu : 1. Building corporate identity and image (membangun identitas dan citra perusahaan). Yang dimaksud disini adalah membangun identitas dan citra perusahaan yang positif, serta mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai pihak. 2. Facing of crisis (menghadapi krisis). Menangani keluhan dan menghadapi krisis yang terjadi dengan membentuk manajemen krisis dan pemulihan kembali citra perusahaan untuk memperbaiki citra yang hilang atau rusak. 3. Promotion public causes (mempromosikan aspek kemasyarakatan). Mempromosikan hal yang menyangkut kepentingan publik, serta mendukung kegiatan kampanye-kampanye sosial. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, Public Relations harus mempunyai strategi atau yang lebih dikenal dengan bauran Public Relations (Nova, 2011:54), yaitu: 1. Publication (publikasi) adalah cara PR dalam menyebarkan informasi, gagasan, atau ide kepada khalayaknya. 2. Event (acara) adalah setiap bentuk kegiatan yang dilakukan oleh PR dalam proses penyebaran informasi kepada khalayak, contoh : kampanye PR, seminar, launching, Corporate Social Responsibility, charity, dan lain-lain. 14 3. News (berita/pesan) adalah informasi yang dikomunikasikan kepada khalayak yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Informasi ini bertujuan agar dapat diterima khalayak untuk mendapatkan respon yang positif. 4. Corporate Identity (citra perusahaan) adalah upaya yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan citra positif, demi keberlangsungan organisasi atau perusahaannya. 5. Community Involvement (hubungan dengan khalayak) adalah sebuah relasi yang dibangun dengan khalayak baik stakeholder, stockholder, media, masyarakat, dan lain-lain. 6. Lobbying and Negotiation (teknik lobi dan negosiasi) adalah sebuah rencana baik jangka panjang maupun jangka pendek yang dibuat oleh PR dalam rangka penyusunan budget yang dibutuhkan. 7. Social Responsibility merupakan wacana yang sedang mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Wacana ini digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran untuk secara bersama melaksanakan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Dalam implementasi CSR ini, seorang PR mempunyai peran penting baik secara internal maupun eksternal. Dalam konteks pembentukan citra perusahaan, PR terlibat di dalamnya. 15 2.2 Teori Khusus 2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility Definisi Corporate Social Responsibility atau yang biasa disingkat dengan CSR telah dikemukakan oleh banyak ahli dengan pendapat yang berbeda-beda. Definisi yang paling umum dan telah disepakati oleh lebih dari 90 negara di seluruh dunia adalah definisi menurut ISO 26000 (Prastowo & Huda, 2011:100). Adapun definisi CSR menurut ISO 26000 tersebut adalah : "Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholder; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship." Definisi tersebut dapat diterjemahkan bahwa sebuah organisasi dalam mengambil setiap keputusan dan melaksanakan aktivitasnya, harus mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungannya yang diwujudkan dengan bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan (stakeholder); sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (Prastowo & Huda, 2011:101). Sedangkan menurut The World Bank Group dan The World Business Council for Sustainable Development dalam Lako (2011:25), CSR didefinisikan sebagai : 16 "Suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk berperilaku secara etis dan membantu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bekerja sama dengan karyawan serta perwakilannya, keluarganya, masyarakat, dan komunitas lokal umumnya untuk mempernbaharui kualitas hidup dalam cara-cara yang baik bagi bisnis dan pembangunan." Definisi lainnya datang dari Greenberg Baron dalam Yosephus (2010:295) yang mendefinisikan CSR sebagai : "Business practices that adhere to ethical values that comply with legal requirements and the environment." Pendapat Baron ini dapat diterjemahkan bahwa CSR merupakan praktik bisnis yang berhubungan erat dengan nilai-nilai etis yang selaras dengan tuntutantuntutan hukum dan lingkungan. Yang dimaksud oleh Baron disini adalah suatu perusahaan yang baik dan bermutu tidak hanya semata-mata mencari keuntungan ekonomis, melainkan juga harus tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku, termasuk undang-undang yang mengatur tentang lingkungan (Yosephus, 2010:295). Dari berbagai definisi CSR yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan secara garis besar bahwa Corporate Social Responsibility atau CSR adalah sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi dalam mengambil keputusan untuk mengelola bisnisnya, dengan cara yang etis dan sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, guna menciptakan dampak yang positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. 2.2.2 Konsep Corporate Social Responsibility Seperti yang dikemukakan John Elkington dalam Ardianto & Machfudz (2011:300), CSR perusahaan mengacu pada konsep Triple Bottom Line, yaitu 17 keseimbangan dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar wilayah operasi (planet), memberi manfaat kepada masyarakat (people), dan perusahaan mendapatkan nilai untuk menjaga kelangsungan operasinya (profit). Dalam menerapkan CSR, perusahaan selalu mengendalikan biaya, mencari terobosanterobosan dengan biaya relatif ringan namun hasilnya bisa langsung menyasar pada kebutuhan masyarakat dan tentu ada kaitannya dengan kegiatan usahanya. PROFIT PEOPLE CSR PLANET Gambar 2.1 Triple Bottom Line Elkington dalam Ardianto & Machfudz (2011:300) Konsep tersebut mengakui bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep Triple Bottom Line tersebut merupakan kelanjutan dari konsep sustainable development yang secara eksplisit telah mengaitkan dimensi tujuan dan tanggung jawab, baik kepada shareholder maupun stakeholder (Hadi, 2011:56). 18 Profit merupakan satu bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan mainstream ekonomi yang dijadikan pijakan filosofis operasional perusahaan, profit merupakan orientasi utama perusahaan. Meskipun dengan berjalannya waktu menuai protes banyak kalangan, yang tidak relevan menjadi dasar strategi operasional perusahaan. Mana mungkin perusahaan tanpa didukung oleh kemampuan mencetak keuntungan yang memadai mampu menjamin dan mempertahankan going concern. Peningkatan kesejahteraan personil dalam perusahaan, meningkatkan tingkat kesejahteraan pemilik (shareholder), peningkatan konstribusi bagi masyarakat lewat pembayaran pajak, melakukan ekspansi usaha dan kapasitas produksi membutuhkan sumber dana, yang hal itu bisa dilakukan manakala didukung kemampuan menciptakan keuntungan (profit) perusahaan (Hadi, 2011:57). People merupakan lingkungan masyarakat dimana perusahaan berada. Mereka adalah para pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Dengan demikian, masyarakat memiliki interrelasi kuat dalam rangka menciptakan nilai bagi perusahaan. Hampir tidak mungkin, perusahaan mampu menjalankan operasi secara survive tanpa didukung masyarakat sekitar. Disitulah letak terpenting dari kemauan dan kemampuan perusahaan mendekatkan diri dengan masyarakat lewat strategi CSR (Hadi, 2011:58). Planet merupakan lingkungan fisik perusahaan. Lingkungan fisik memiliki signifikansi terhadap eksistensi perusahaan. Mengingat, lingkungan merupakan tempat dimana perusahaan menopang. Satu konsep yang tidak bisa diniscayakan adalah hubungan perusahaan dengan alam yang bersifat sebab-akibat. Kerusakan lingkungan, eksploitasi tanpa batas keseimbangan, cepat atau lambat akan menghancurkan perusahaan dan masyarakat (Hadi, 2011:58). 19 2.2.3 Dimensi Corporate Social Responsibility Mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Baron dalam Yosephus (2010:295) seperti yang telah dijelaskan di atas, Baron meramu dimensi CSR secara hirarkis menjadi empat urutan, yaitu Economic Responsibility (tanggung jawab ekonomi), Legal Responsibility (tanggung jawab hukum), Ethical Responsibility (tanggung jawab etika), dan Philanthropic Responsibility (tanggung jawab filantropi). Yang secara sederhana dapat dilihat pada piramida di bawah ini (Yosephus, 2010:298) : Gambar 2.2 Piramida Dimensi CSR Baron dalam Yosephus (2010:298) Keempat dimensi Corporate Social Responsibility di atas dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut : 1. Tanggung Jawab Ekonomi Tanggung jawab ekonomi atau economic responsibility merupakan tujuan yang paling hakiki dari setiap bisnis. Sebuah perusahaan hanya dapat mewujudkan tanggung jawab lainnya, jika telah berhasil mewujudkan tujuan paling hakiki 20 tersebut. Perusahaan yang belum berhasil mencapai tujuan memaksimalisasi keuntungan tentu tidak diwajibkan secara moral untuk mewujudkan tanggung jawab sosialnya (Yosephus, 2010:299). Tanggung jawab ekonomi yang dimaksud adalah keberadaan perusahaan didasarkan pada tujuan utama yang selama ini diperjuangkan, yaitu untuk memperoleh keuntungan dalam rangka menjaga going concern perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi para pemilik (shareholder). Untuk itu, perusahaan memiliki tanggung jawab menjamin dan meningkatkan kesejahteraan terhadap pemegang saham (shareholder orientation) (Hadi, 2011:34). Berdasarkan logika Friedman dalam Yosephus (2010:299), dapat dikatakan dimensi tanggung jawab ekonomi dapat dicermati melalui sub dimensi dan indikatorindikator berikut : a. Sub dimensi finansial. Sub dimensi ini diindikasikan sebagai pertumbuhan pendapatan, adanya efisiensi biaya, pemanfaatan aktiva, efektivitas penghasilan, kepuasan para pemegang saham, serta adanya kinerja keuangan jangka panjang. b. Sub dimensi tanggung jawab kepada pelanggan dan pemasok. Sub dimensi ini diindikasikan oleh adanya pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas di pihak pelanggan. c. Sub dimensi tanggung jawab terhadap proses bisnis internal. Subdimensi ini diindikasikan oleh adanya inovasi, tercapainya efektivitas operasional dan berprestasinya fungsi audit manajemen. 21 Semua hal di atas mengindikasikan bahwa tanggung jawab ekonomi yang memang seharusnya menjadi tanggung jawab utama dalam mewujudkan Corporate Social Responsibility (CSR). Secara eksplisit, semua indikator di atas mengandaikan bahwa sumber daya baik human maupun non-human harus memadai. Khusus untuk Sumber Daya Manusia perusahaan yang berhasil mewujudkan tanggung jawab sosialnya tentu memiliki SDM dengan kompetensi profesional, komitmen serta loyalitas yang tinggi. Tanpa semua itu, tentu tidak ada inovasi dalam bekerja dengan akibat efektivitas kerja juga rendah (Yosephus, 2010:300). 2. Tanggung Jawab Hukum Umumnya diakui bahwa perusahaan apapun tidak dapat melepaskan diri dari peraturan dan perundang-undangan negara di bidang ekonomi. Melalui peraturan dan perundang-undangannya, negara mengatur semua bisnis mulai dari izin pendirian, operasi, dan tata cara penutupan perusahaan. Setiap perusahaan pun harus tunduk kepada peraturan yang secara tidak langsung menyangkut inti pergerakan suatu bisnis, yakni peraturan yang diberlakukan tentang lingkungan hidup (Yosephus, 2010:301). Tanggung jawab dari aspek hukum disini maksudnya adalah perusahaan sebagai bagian masyarakat yang lebih luas memiliki kepentingan untuk memenuhi aturan legal formal, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pemangku kekuasaan. Operasional perusahaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan perundang-undangan. Hal itu juga merupakan tanggung jawab sebagai warga negara dan warga masyarakat, sehingga terikat oleh seperangkat peraturan dan perundangan (Hadi, 2011:34). 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas telah ditetapkan dan diberlakukan sebagai dasar yuridis formal bagi setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah Indonesia (Yosephus, 2010:301). Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan sebagai berikut (Prastowo & Huda, 2011:43) : Pasal 41 ayat (1) : Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Pasal 42 ayat (1) : Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disebutkan di atas berbunyi (Ishak, et al, 2011:141) : Ayat (1) : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Ayat (2) : Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 23 Ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 3. Tanggung Jawab Etika Pada tataran ini, dimensi etis CSR adalah identik dengan "doing what is right and good for everyone" atau melakukan apa yang benar dan baik bagi setiap orang. Hal ini identik juga dengan menjadi moral agent atau pelaku moral, baik di tempat kerja maupun dalam masyarakat. Menjadi pelaku moral dalam konteks CSR adalah identik dengan bertindak sedemikian rupa agar tidak merugikan orang atau pihak lain, menjunjung tinggi asas keadilan, serta mempertanggungjawabkan semua tugas yang telah dipercayakan (Yosephus, 2010:304). Pada sisi tanggung jawab perusahaan secara etika, perusahaan berkewajiban melakukan aktivitas bisnis didasarkan pada etika bisnis yang sehat. Dalam konteks ini, perusahaan tidak benar melakukan aktivitas yang menyimpang secara etika, baik dilihat dari aspek norma bisnis, masyarakat, agama, budaya, lingkungan, maupun norma-norma lain. Landasan filosofis perusahaan yang dijadikan pijakan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian tujuan harus didudukkan dalam kerangka sikap etis sebagai kaidah dan norma yang berlaku. Eksploitasi yang tidak seimbang, ketidakjujuran, produk makanan haram, eksploitasi tenaga kerja, diskriminasi dan segala bentuk kebijakan yang tidak benar menurut norma harus dihindarkan. Perusahaan harus mengedepankan tanggung jawab secara etika, sebagai tuntutan norma-norma yang berlaku (Hadi, 2011:34). 24 Sementara itu, untuk melaksanakan aktivitas bisnis dengan etika yang sehat, PBB dalam Global Compact (Lako, 2011:27) merumuskan 10 pilar etika CSR, yaitu : Hak Asasi Manusia (Human Rights) 1. Dunia bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang telah diproklamirkan secara universal 2. Memastikan bahwa dunia bisnis tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung pada pelanggaran HAM Tenaga Kerja (Labour) 3. Dunia bisnis harus menjamin kebebasan berserikat dan mengakui hak buruh menyampaikan aspirasi 4. Menghapus segala bentuk kerja paksa dan pemaksaan lainnya 5. Menghapus pekerja anak 6. Mengeliminasi diskriminasi terhadap pekerja dan pekerjaannya Lingkungan (Environment) 7. Dunia bisnis dituntut untuk mendukung suatu pendekatan pencegahan kerusakan lingkungan 8. Dunia bisnis mengambil inisiatif untuk bertanggung jawab melestarikan lingkungan 9. Mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang ramah lingkungan Anti Korupsi (Anti-Corruption) 10. Dunia bisnis harus mencegah segala bentuk korupsi, termasuk ancaman dan penyuapan 25 Untuk kepentingan penelitian, teori yang digunakan hanya terfokus pada pilar etika mengenai lingkungan untuk dijadikan tolak ukur program yang akan diteliti, karena program tersebut merupakan sebuah program CSR mengenai lingkungan. 4. Tanggung Jawab Filantropi Kata kunci untuk dimensi ini adalah goodwill atau kemauan baik. Kemauan baik itu hanya mungkin timbul dari pribadi-pribadi yang utuh dan seimbang karena telah berhasil membiasakan nilai-nilai kehidupan dalam keseharian hidup. Secara kronologis, tanggung jawab filantropi muncul karena para pelaku bisnis telah berhasil memaknai arti keberhasilan bisnis mereka (dimensi ekonomi), dan berhasil memberikan jawaban yang persis mengapa usaha atau bisnis mereka harus selalu mengindahkan peraturan dan perundang-undangan (dimensi hukum) dalam sebuah refleksi kritis yang memadai (dimensi etis) (Yosephus, 2010:305). Melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan filantropi secara tanpa pamrih, dengan sendirinya akan menaikkan citra perusahaan di mata masyarakat umum. Pada tataran ini, para pengusaha memperluas wawasan kesejahteraan sosial dari kesejahteraan internal yang meluas menjadi kesejahteraan lingkungan, dan pada gilirannya akan menjadi kesejahteraan masyarakat luas. Hal ini berarti perusahaan mulai mengarahkan perhatian serta kepeduliannya kepada pihak luar perusahaan. Mereka tidak lagi semata-mata hanya memikirkan untuk melipatgandakan keuntungan, melainkan juga mulai memberikan sesuatu kepada orang lain dan lingkungan (Yosephus, 2010:307). Kegiatan filantropi seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat diwujudkan dengan kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal seperti (Yosephus, 2010:307) : 26 1. Education (pendidikan) 2. Health (kesehatan) 3. Poverty (kemiskinan) 4. Community Development (pengembangan masyarakat) 5. Public Service Advertising (iklan layanan masyarakat) 6. Anggaran untuk pelayanan masyarakat 7. Program kepedulian sosial 8. Anggaran untuk bantuan bencana dan musibah 9. Program terpadu peningkatan taraf hidup masyarakat 10. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar 2.2.4 Definisi Citra Citra mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut para ahli. Salah satunya adalah menurut Winangsih-Syam dalam Ardianto (2011:98) yang mendefinisikan citra sebagai berikut : "The image is built up as a result of all past experience of the possesor of the image." Citra dibangun dari sejarah atau pengalaman dari citra itu sendiri. Lebih jauh dijelaskan, citra merupakan serangkaian pengetahuan, pengalaman, perasaan (emosi), dan penilaian yang diorganisasikan dalam sistem kognisi manusia, atau pengetahuan pribadi yang sangat diyakini kebenarannya (Ardianto, 2011:98). Sedangkan menurut Arker & Mayer dalam Nova (2011:298), mereka berpendapat bahwa citra adalah seperangkat anggapan, impresi, atau gambaran sesorang maupun sekelompok orang mengenai suatu objek yang bersangkutan. 27 Canton dalam Ardianto & Machfudz (2011:106) juga mempunyai pandangan sendiri mengenai definisi citra, yaitu citra merupakan suatu kesan, perasaan, dan gambaran diri publik terhadap perusahaan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi. Berdasarkan definisi-definisi citra yang telah diuraikan oleh para ahli di atas, peneliti menyimpulkan citra sebagai suatu gambaran yang ada di benak maupun perasaan seseorang atau kelompok mengenai suatu objek tertentu, yang menjadi sebuah penilaian bagi objek itu sendiri. 2.2.5 Jenis-jenis Citra Ada beberapa jenis citra yang diuraikan oleh Jeffkins dalam Ardianto (2011:100), diantaranya adalah : 1. Citra Bayangan (Mirror Image) Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota organisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya (Ardianto, 2011:100). 2. Citra yang Berlaku (Current Image) Citra yang berlaku ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra tidak berlaku selamanya, bahkan jarang sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang luar yang biasanya serba terbatas (Ardianto, 2011:100). 28 3. Citra yang Diharapkan (Wish Image) Citra yang diharapkan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau perusahaan. Citra ini juga biasanya tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya citra yang diharapkan itu lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada, walaupun dalam keadaan tertentu citra yang terlalu baik juga bisa merepotkan (Ardianto, 2011:100). 4. Citra Perusahaan (Corporate Image) Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra atas produk atau pelayanannya. Citra perusahaan ini terbentuk dari banyak hal, seperti sejarah atau riwayat perusahaan, keberhasilan dan stabilitas keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial, dan komitmen mengadakan riset (Ardianto, 2011:100). 5. Citra Majemuk (Multiple Image) Banyaknya jumlah pegawai, cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Jumlah citra yang dimiliki suatu perusahaan boleh dikatakan sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimilikinya (Ardianto, 2011:100). 6. Citra yang Baik dan Buruk (Good and Bad Image) Seorang public figure bisa mempunyai reputasi baik ataupun buruk. Keduanya muncul dari adanya citra-citra yang berlaku (current image) baik yang bersifat negatif maupun positif. Citra PR yang ideal adalah kesan yang benar yakni 29 sepenuhnya berdasarkan atas pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya (Nova, 2011:300). 2.2.6 Citra Perusahaan Citra perusahaan adalah persepsi yang berkembang dalam benak publik mengenai realitas yang terlihat dari perusahaan tersebut. Citra perusahaan merupakan akumulasi dari berbagai dimensi citra, yaitu citra produk, citra Sumber Daya Manusia (SDM), kinerja keuangan, penguasaan pangsa pasar (market share), dan juga budaya perusahaan yang ada di dalam perusahaan (Nova, 2011:299-300). Citra yang baik dari suatu organisasi akan mempunyai dampak yang menguntungkan, sedangkan citra yang buruk sudah pasti akan merugikan suatu organisasi. Sasaran penting dari strategi komunikasi PR sebuah perusahaan adalah untuk menyampaikan pesan-pesan yang mampu menumbuhkan citra positif dari konsumen terhadap perusahaan. Citra yang baik juga akan menumbuhkan reputasi yang baik dari suatu perusahaan (Nova, 2011:301). Menurut John Nimpoeno dalam Ardianto (2011:101), proses pembentukan citra dapat digambarkan sebagai berikut : Pengalaman Kognisi Stimulus Persepsi Sikap Motivasi Gambar 2.3 Proses Pembentukan Citra Nimpoeno dalam Ardianto (2011:101) Respons 30 Stimulus : Sebuah rangsangan atau kesan lembaga yang diterima dari luar untuk membentuk persepsi. Persepsi : Hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang langsung dikaitkan dengan suatu pemahaman atau pembentukan makna pada sensor stimulus Kognisi : Aspek pengetahuan yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep. Sikap : Hasil evaluasi negatif atau positif terhadap konsekuensi konsekuensi penggunaan suatu objek. Motivasi : Kecenderungan yang menetap untuk mencapai tujuan tertentu, dan sedapat mungkin menjadi kondisi kepuasan maksimal bagi individu. Respons : Tindakan-tindakan seseorang sebagai reaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Proses dalam model ini adalah pembentukan citra yang digambarkan melalui persepsi - kognisi - motivasi - sikap. Empat komponen tersebut diartikan sebagai citra individu terhadap stimulus, yang disebut dengan "picture in our head" oleh Walter Lipman (Soemirat & Ardianto, 2008:115). Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, seseorang akan memberikan makna terhadap rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi tersebut yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan seseorang akan positif apabila informasi yang diberikan dapat memenuhi kognisi individu (Soemirat & Ardianto, 2008:116). 31 Kognisi adalah suatu kepercayaan atau keyakinan diri dari seseorang terhadap stimulus. Keyakinan tersebut akan muncul apabila rangsang telah dimengerti, sehingga seseorang harus diberikan informasi dan pengetahuan yang cukup agar dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya (Soemirat & Ardianto, 2008:116). Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sedangkan sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasakan dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, melainkan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu (Soemirat & Ardianto, 2008:116). Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respon seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, yang artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak. Sikap dapat diperkuat dan juga dapat diubah. Proses pembentukan citra ini yang pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu Ardianto, 2008:116). (Soemirat & 32 2.3 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah dirangkum ke dalam tabel di bawah ini : No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian CSR mempengaruhi keberhasilan perusahaan pada industri barang maupun jasa. Peningkatan daya tarik citra untuk perusahaan barang atau produk, dan identifikasi stakeholder terhadap Sebastian Arendt & Malte Brettel (2010) 1. Understanding the kinerja perusahaan untuk Influence of Corporate perusahaan jasa. Penelitian ini Social Responsibility on membuktikan bahwa CSR sangat Corporate Identity, berguna dalam membangun Image, and Firm identitas perusahaan karena Performance kemampuannya untuk memfasilitasi daya tarik citra perusahaan, yang dengan demikian dapat meningkatkan keunggulan kompetitif dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Jurnal di atas berkaitan dengan penelitian ini karena jurnal ini juga membahas mengenai pengaruh program CSR terhadap citra perusahaan, tetapi citra hanya sebagai salah satu proses untuk membentuk identitas perusahaan. Jurnal tersebut lebih memfokuskan hasil akhir penelitian pada identitas perusahaan secara keseluruhan, termasuk kinerja perusahaan dan keunggulan kompetitif. Sedangkan penelitian ini terfokus pada hasil akhir pengaruhnya terhadap citra perusahaan. 33 Penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang diteliti memperoleh Tore Innovative Corporate Hillestad, Social Responsibility: Chunyan The Founder’s Role in Xie, Sven Creating a Ttrustworthy A. Corporate Brand Haugland through “Green (2010) Innovation” 2. keuntungan reputasi dengan mengintegrasikan CSR dan kesadaran lingkungan sebagai bagian penting dari strategi bisnis mereka. Strategi ini merupakan faktor kunci yang membedakan perusahaan, karena memperhatikan kebutuhan untuk mengelola dan melindungi perkembangan organisasi dan lingkungan sehingga perusahaan mendapatkan kepercayaan dari luar. Jurnal diatas dengan penelitian ini saling berkaitan karena keduanya sama-sama membahas mengenai CSR tentang kepedulian terhadap lingkungan dan keuntungannya bagi perusahaan. Perbedaannya adalah penelitian pada jurnal diatas dilakukan dengan metode kualitatif yang dimana penelitian dilakukan dari pihak dalam perusahaan dengan cara wawancara, sedangkan penelitian ini lebih fokus pada pendapat pihak luar mengenai citra perusahaan. Penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan yang jelas antara CSR dan daya saing, dan bahwa Marc Vilanova, Josep Maria Lozano, & Daniel Arenas (2009) Exploring the Nature of hubungan ini biasanya dimulai the Relationship dengan masalah citra dan reputasi. Between CSR and Mereka mengemukakan bahwa Competitiveness perusahaan menggunakan reputasi sebagai pendorong utama untuk 3. menanamkan CSR dalam strategi perusahaan. Keterkaitannya dengan penelitian ini adalah jurnal di atas telah membuktikan bahwa ada hubungan yang jelas antara CSR dan daya saing, dan menyimpulkan bahwa biasanya hubungan tersebut dimulai dari masalah citra. Sedangkan penelitian ini lebih terfokus untuk membuktikan hubungan CSR dengan citra perusahaannya saja. 34 Kesuksesan mengkomunikasikan program CSR ditentukan oleh penayangan isu-isu yang dikemas Suherman Kusniadji (2011) Mengkomunikasikan secara menarik di suatu media Program Corporate komunikasi yang tepat. Program CSR Social Responsibility dapat memiliki dampak yang positif untuk Meningkatkan untuk meningkatkan citra perusahaan Citra Perusahaan 4 bila kegiatannya dilakukan berkelanjutan, terukur, dikelola dengan baik, serta berorientasi internal maupun eksternal. Jurnal di atas berkaitan dengan penelitian ini karena jurnal di atas mengungkapkan bahwa program CSR dapat memiliki dampak positif bagi citra perusahaan. Dan penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membuktikan apakah program CSR terbukti dapat berpengaruh positif terhadap citra perusahaan. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Dra. Sri Dewi Edmawati, M.Si, Ak (2012) Pengungkapan variabel CSR berpengaruh positif dan Informasi Tanggung signifikan terhadap nilai perusahaan. Jawab Sosial Semakin tinggi tingkat pengungkapan Perusahaan dan CSR, nilai perusahaan akan semakin Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan dengan 5 Profitabilitas sebagai Variabel Moderating tinggi. Tetapi profitabilitas berpengaruh negatif terhadap CSR, karena ketika perusahaan memiliki profit yang tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal mengenai CSR dan nilai perusahaan secara tidak langsung akan menurun. Kaitan jurnal di atas dengan penelitian ini adalah karena keduanya membahas mengenai pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan, yang tidak jauh berbeda dengan citra perusahaan. Tetapi jurnal di atas juga meneliti tentang pengaruhnya pada saat profitabilitas meningkat, sedangkan penelitian ini hanya meneliti tentang pengaruhnya secara umum, tidak ada kondisikondisi tertentu. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 35 2.4 Kerangka Pikir Dalam Public Relations, program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah strategi yang ditujukan untuk membangun dan menanamkan persepsi masyarakat tentang perusahaan, atau dengan kata lain membangun citra perusahaan. Strategi tersebut umumnya dikomandani oleh departemen Public Relations, tetapi juga dapat dilakukan oleh pihak lain selama orientasi kegiatan CSR tersebut ditujukan untuk membangun citra perusahaan di mata para stakeholder (Hadi, 2011:129). Variabel X Variabel Y Corporate Social Responsibility Citra - EKONOMI - PERSEPSI - HUKUM - KOGNISI - ETIKA - MOTIVASI - FILANTROPI - SIKAP (Baron dalam Yosephus, 2010) (Nimpoeno dalam Ardianto, 2011) Gambar 2.4 Kerangka Pikir Jadi, penerapan program Corporate Social Responsibility ini diduga dapat berpengaruh terhadap citra Mall Pacific Place, yang dimana dalam hal ini program Saving Energy and Go Green merupakan sebuah program yang mengandung empat dimensi yang dikemukakan oleh Baron, yaitu dimensi tanggung jawab ekonomi, 36 hukum, etika, dan filantropi, yang dapat mempengaruhi citra Mall Pacific Place Jakarta melalui proses persepsi, kognisi, sikap, dan motivasi. Teori menurut Baron dipilih karena dianggap paling sesuai untuk dikaitkan dengan penelitian ini, mengingat hanya satu program CSR saja yang diteliti, agar program ini dapat dilihat dari berbagai aspek secara keseluruhan, sehingga semua indikatornya dapat dikaitkan dengan objek penelitian dan dapat diukur secara efektif.