BAB VI

advertisement
BAB VI
KONSEP RIZKI MENURUT ISLAM
Standar kompetensi :
Setelah siswa membaca bab ini, maka siswa diharapkan mampu :
1. Memahami makna rizki
2. Memahami macam-macam rizki
3. Memahami sebab-sebab yang mendatangkan rizki
4. Memahami tuntunan Rasul dalam menjemput rizki
A. Makna Rezeki
Rezeki merupakan persoalan yang umum dibicarakan dalam kehidupan
sehari-hari. Kebutuhan akan rezeki menuntut orang untuk menggali dan terus
mencari tahu dimanakah sumber rezeki dan berusaha membuka pintu-pintu yang
menutupi aliran rezeki tersebut.
Allah Swt telah menjamin rezeki
setiap mahluk-Nya. Demikian juga
dengan rezeki manusia. Hanya saja, Allah Swt mewajibkan kepada manusia
untuk memaksimalkan ihtiar dalam rangka menjemput rezekinya. Rezeki adalah
segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh
Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; penghidupan; pendapatan (uang dan
sebagainya untuk memelihara kehidupan) (Depdikbud, 1994: 839). Menurut AsSaid, Ar-Razzaq artinya Pencipta rezeki berikut sarana-sarana (asbab) untuk
mendapatkannya. Sedangkan rezeki (ar-rizqu) adalah sesuatu yang dapat
dimanfaatkan dan dipergunakan, baik yang hukumnya mubah maupun yang
dilarang (mahzhur). (As-Said, 2007: 7)
Istilah “rezeki” dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa
Arab, yaitu dari akar kata razaqa, yarzuqu, rizqan, yang berarti kekayaan, nasib,
harta warisan, upah, dan anugerah atau pemberian. Kata razaqa menurut
Syaifudin (2010) dengan berbagai derivasinya disebutkan di dalam al Quran
tidak kurang 124 kali dengan memiliki arti dan makna yang berbeda-beda,
diantaranya :
Pertama, pemberian. Sebagaimana firman Allah Swt
1



   


 … 
10. dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang kematian .....(Qs. Al Munafiqun (36) ; 10)
Kedua, makanan. Sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi :
   
 … 
37. Yusuf berkata: "tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan
yang akan diberikan kepadamu..... (Qs. Yusuf, 12 : 37)
Ketiga, hujan. Sebagaimana firman Allah Swt :
  
  
22. dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu (hujan) dan terdapat
(pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Qs. Adz-Dzariyat, 51 : 22)
Keempat, buah-buahan. Sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi :













 
   



    
    
   
  
37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan
yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah
menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui
Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai
Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab:
2
"Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
Rizki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan
(yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; penghidupan;
pendapatan (uang dan sebagainya
untuk memelihara kehidupan). Rizki
merupakan persoalan yang umum dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan akan rizki, menuntut orang untuk menggali dan terus mencari tahu
dimanakah sumber rizki dan berusaha untuk membuka pintu-pintu yang menutupi
aliran rizki tersebut. Tetapi seringkali dalam membuka pintu-pintu rizki tersebut,
banyak yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt atau
praktek menghalalkan segala cara.(al-Mishri, 2007: iv)
Menurut pandangan orang-orang Mu’tazilah yang mengatakan bahwa
rizki adalah sesuatu yang dimiliki adalah cacat dan tidak sesuai dengan logika
berpikir yang sehat (rancu). Hal ini dapat dipandang dari dua segi. Pertama :
karena segala sesuatu selain Allah adalah milik-Nya dan bukan rezeki-Nya.
Kedua : karena Allah lah yang mengatur rezeki semua makhluk (al-Mishri, 2007:
7). Sebagaimana firman-Nya : Qs.Hud : 6
    







   
  
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. .Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).
Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang
bernyawa. Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di
sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli
tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat
penyimpanan ialah rahim (Syaifudin, 2010: 411).
Ibnu Katsir berkata : “Allah memberitakan kepada manusia bahwa Dia
menjamin rizki semua mahluk-Nya. Binatang melata, baik kecil maupun besar,
dan juga binatang yang hidup di daratan maupun di lautan. Dia juga Maha
3
Mengetahui tempat kembali dan beristirahatnya. Artinya, Dia Maha Tahu tempat
tinggal mahluk tersebut di muka bumi, dan Maha tahu kapan dia akan kembali ke
tempat tinggalnya (akhirat).(2000: 376)
Allah adalah Maha pemberi rizki, yang telah membagikan rizki kepada
semua mahluknya. Burung yang ada di angkasa raya, kepada ikan yang ada
didasar lautan, dan kepada binatang yang ada di hutan belantara. Tidak ada satu
mahluk melata pun di muka bumi ini, kecuali Allah telah menjamin rizkinya.
Berkaitan dengan permasalahan rizki, yang telah Allah swt tentukan dan
anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus
menjadi keyakinan seorang Muslim, diantaranya :
Pertama, Ahlus Sunnah meyakini bahwa semua mahluk yang ada dimuka
bumi ini adalah memperoleh rizki hanya dari Allah swt. Karena Allah swt telah
membagi rizki kepada kita sejak 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit
dan bumi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
ْ ‫ق قَ ْب َل‬
‫س َن ٍة‬
‫ت‬
ِ ‫أن َي ْخلُقَ السموا‬
َ َ ‫َكت‬
َ ‫ف‬
َ
َ ‫ب هللاُ َم‬
َ ‫واألرض ِبخ َْمسِينَ أ َ ْل‬
ِ ‫قادير الخَال ِئ‬
)‫( رواه مسلم‬
Allah swt telah menetapkan takdir semua mahluk sejak 50.000 tahun sebelum
Dia menciptakan langit dan bumi” (HR.Muslim no.2653). ( Imam Al
Mundziri, 2003)
Dari penegasan hadits di atas, semestinya kita tidak perlu khawatir dengan
masalah rejeki karena rejeki masing-masing tidak akan diambil oleh orang lain.
Setiap kita harus percaya akan hal tersebut karena Allah swt. telah menggariskan
dan menentukannya sesuai dengan ukuran dan takarannya masing-masing. Allah
swt. pasti akan memberikan rejeki kepada hamba-Nya menurut kadar yang
dibutuhkannya.
Kedua, Ketentuan Allah (takdir) ini dicatat oleh malaikat sejak manusia
berada didalam kandungan ibunya, sebagaimana yang ditegaskan oleh sabda
Rasulullah saw :
“Wahai Ghulam (anak muda), jika kamu meminta sesuatu, mintalah
hanya kepada Allah swt. Dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah hanya
kepada Allah. Ketahuilah, jika seluruh umat manusia berkumpul untuk memberi
manfaat kepadamu, hal tersebut tidak akan tercapai jika Allah tidak
mentakdirkannya. Dan jika seluruh umat manusia berkumpul untuk
mencelakakanmu, hal tersebut tidak akan terlaksana jika Allah tidak
4
mentakdirkannya.pena (untuk menuliskan catatan takdir) telah diangkat dan
lembaran telah mengering”. ( HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al hakim ; shahih)
(al-Mishri, 2007: 18-19).
ُ ‫صد‬
ُ ‫ص اد‬
َّ ‫سو ُل‬
َ‫ُوق « ِإ َّن خ َْلق‬
ُ ‫َحدَّثَنَا َر‬
ْ ‫ِق ْال َم‬
َّ ‫اَّللِ صلى هللا عليه وسلم َو ْه َو ال‬
ْ َ‫أ َ َح ِد ُك ْم ي ُْج َم ُع فِى ب‬
ُ ‫ ث ُ َّم يَ ُك‬،ً‫ط ِن أ ُ ِم ِه أ َ ْربَعِينَ َي ْو ًما َوأ َ ْر َبعِينَ لَ ْيلَة‬
‫ ث ُ َّم‬،ُ‫علَقَةً ِمثْلَه‬
َ ‫ون‬
ُ َ‫ ث ُ َّم يُ ْبع‬،ُ‫ضغَةً ِمثْلَه‬
ُ ‫يَ ُك‬
ُ‫ب ِر ْزقَه‬
ْ ‫ون ُم‬
ُ ُ ‫ فَيَ ْكت‬،ٍ‫ث إِلَ ْي ِه ْال َملَكُ فَيُؤْ ذَ ُن ِبأ َ ْربَعِ َك ِل َمات‬
‫» (متفق عليه وأبو‬.……،‫الرو َح‬
َ ‫َوأ َ َجلَهُ َو َع َملَهُ َو‬
ُّ ‫س ِعيد ٌ ث ُ َّم يَ ْنفُ ُخ ِفي ِه‬
َ ‫ى أ َ ْم‬
ٌّ ‫ش ِق‬
(‫داود‬
“Sesungguhnya seseorang diantara kalian dikumpulkan (proses)
penciptaannya didalam perut ibunya empat puluh hari, kemudian dia berubah
menjadi segumpal darah selama seperti itu, lalu berubah menjadi segumpal
daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang
diperintahkan dengan empat kalimat. Dikatakan kepadanya, “catatlah
amalnya, rizkinya, ajalnya, dan sengsara atau bahagia (dirinya), kemudian
ruh pun ditiupkan padanya “ (HR. Muttafaq ‘alaih) (Ahmad Jaiz, 2008: 481482)
Allah telah menentukan kadar rizki setiap mahluk-Nya, tidak ada seorang
pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana
tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan (takdir) tersebut. Rizki yang
telah ditakdirkan Allah swt untuk seseorang pasti akan dia dapatkan, dan tidak
ada suatu kekuatan pun yang dapat menolaknya. Dalam sebuah hadits shahih
Rasulullah saw bersabda :
‫ْمصم ص‬
‫ن ص‬،‫ٍ ََد ن ْْند ص حَ َدج‬،‫ف ددحّ حد ّدثنا ْمن َدمصْ حدد ْند ح ح نسدِص‬
َ ‫ح ّدثنا حُمَ َّم حدد ْند ح ْمن حم‬
‫فد َّ ْل ن ن‬
‫داو َ حّللدددوح ْ ّص ددِْل ْ ّص َِْ د‬
َ ‫داو َد‬
َ ‫ََ د ن ِبَص ْم ددََْد نص ََ د ن ََدداْص صج ْند ص ََن؛د صدد ْ ّص ل َد‬
ٍِ‫وّلل‬
‫ددها ْمنَّاس ْتَّد حقدْ ْ وِب نص‬،َ‫ ((ِب‬‫َْجِحدْ صِف ْمطََِّ ص‬
‫دت َح ََّّت‬
َ ‫بّ فَصإ َّن نَد ن ساً مَ ن ََتح‬
َ
َ َّ
‫ح‬
‫تَستَددصِف صنزَدها وإص نن ِبَْطَأَ َندهاّ فَاتَّد حقدْ ْ وِب نص‬
‫َْجِحدْ صِف ْمطََِّ ص‬
‫ّخ حذوْ حُمَ َّم َد َح َّل‬
‫ب ح‬
ََ ‫ننَ َ َ ن‬
َ َّ
(‫ (إبن ماجه‬.))‫َوَدَحدْ حُمَ َّم َد َححجَم‬
“Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Allah dan lakukan sebaik mungkin
dalam mencari rizki, karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati
sehingga ia mendapatkan semua rizkinya. (yang telah ditetapkan Allah
untuknya). Bila terlambat baginya, (maka tetaplah) bertakwa kepada Allah
5
dan (tetaplah) mencari rizki dengan baik, ambillah apa yang halal dan
tinggalkan apa yang haram. “ (HR. Ibnu Majah, no.2144)
Ketiga, Diantara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap Muslim dalam
masalah rizki menurut Ahmad Jaiz (2008: 483-484) adalah bahwa Allah swt telah
membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang
dari yang lainnya
berkaitan dengan rizki, dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali
dengan nasab, keturunan, warna kulit dan kedudukan, kepandaian, kehormatan,
bahkan ketaatan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah swt memberikan
nikmatnya kepada seluruh mahluk-Nya, untuk suatu hikmah dan tujuan yang
hanya diketahui oleh Allah semata.
Sehingga dengan demikian, ada sebagian diantara manusia yang
mendapatkan harta yang cukup atau bahkan melimpah ruah dan sebagian yang
lain justru sebaliknya, serba kekurangan dan menghadapi kesulitan hidup. Allah
menegaskan dalam firman-Nya :






















  
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal
rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari
nikmat Allah?.” (Qs. An Nahl : 71)
Namun yang terjadi, betapa banyak orang yang telah Allah karuniakan
rizki yang melimpah, kedudukan yang terhormat, keluarga terpandang
dimasyarakat, tetapi mereka tidak mendapatkan dan merasakan nilai kebahagiaan
hidup di dunia apalagi di akhirat. Disebabkan karena mereka telah jauh dari
tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya banyak manusia yang berkehidupan
serba kekurangan justru bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat,
disebabkan mereka taat kepada Allah, tawakal, sabar dan qonaah atas ketentuan
yang diberikan oleh Allah swt.
6
B. Macam-macam rizki
Pada dasarnya rezeki ditinjau dari bentuknya itu ada dua macam. Yaitu
material dan non material. Yang bersifat material seperti uang, rumah dll.
Sedangkan yang non material seperi ketenangan, kesehatan dll. (Syarbini, 2012:
6). Sedangkan ditinjau dari sifatnya juga ada dua macam. Yaitu, pertama sebagai
ibtilaa (cobaan) dan yang kedua sebagai ishthifa (pilihan). Rezeki yang sebagai
cobaan adalah rezeki yang tidak ada hubungan apapun dengan Allah. Bahkan
rezeki yang satu ini membuat manusia semakin jauh dari Allah, sampai akhirnya
dia binasa. Ke arah inilah Allah ta'ala telah mengisyaratkan dalam surat alMunafiqun: 10:
 


   









     

  

10. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:
"Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu
yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orangorang yang saleh?"
Rezeki yang sebagai ishthifa adalah rezeki yang diperuntukkan bagi Allah.
Allah akan jadi pelindung bagi orang-orang seperti itu. Dan segala sesuatu yang
ada pada mereka, mereka anggap sebagai milik Allah semata. Dan hal itu mereka
buktikan dari amal perbuatan mereka.
Lihatlah kondisi para sahabat Rasulullah saw ketika masa cobaan tiba,
maka segala sesuatu yang ada pada seseorang diantara mereka, semuanya
diserahkan di jalan Allan Ta'ala. Abu bakar ra adalah yang paling pertama datang ,
dengan mengenakan kain menyerahkan semua milik beliau. Dan Allah ta'ala telah
membalas ganjaran bagi kain tersebut, yakni beliaulah yang pertama telah
menjadi khalifah.
7
Sedangkan dari segi cara memperolehnya, rezeki terbagi menjadi tiga
jenis, yaitu: 1) Rezeki yang dijamin, yaitu rezeki yang Allah berikan kepada
semua hambanya tanpa memandang bulu. Baik yang baik ataupun yang maksiat,
yang muslim ataupun yang kafir, dan Allah memberikan rezeki ini dengan CumaCuma tanpa syarat apapun. Seperti bayi dalam kandungan mendapatkan suplay
makanan, anggota tubuh yang utuh, keadaan orang tua sebagai perantara
eksistensi manusia dll. sabda Allah dalam surat al-Ankabut: 60

      


  







 
60. Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa
(mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan
kepadamu dan dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
2). Rezeki yang digantungkan. Dalam artian rezeki ini hanya didapatkan
oleh manusia apabila mereka menjemputnya dengan cara memaksimalkan ikhtiar.
Walaupun rezeki manusia sudah ditentukan, namun kewajibannya untuk
berikhtiar dengan cara menjemputnya tidak boleh ditinggalkan, karena kalau
tidak maka bisa dipastikan tidak akan mendapatkan rezeki itu. Seperti ingin
mendapatkan rumah, gelar pendidikan dll. Allah bersabda dalam surat ar-Ra’d :
11
    








  

    
    
 
11. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan 1 yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
1
Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.
8
3). Rezeki yang dijanjikan. Yang dimaksud dijanjikan adalah rezeki yang
Allah berikan kepada hambanya apabila melakukan amalan tertentu atau ibadah
tertentu. Misalnya Allah akan mencukupkan rezeki orang-orang yang bertaqwa,
gemar bersedekah, suka shalat dhuha, hobi silaturrahmi, dan sebagainya. Jika
manusia melakukan ibadah-ibadah tersebut, umpamanya, pasti rezekinya
melimpah. Itu janji Allah, dan Allah tidak akan mengingkari janjinya. Rezeki
jenis ini juga sering disebut dengan rezeki yang tidak disangka-sangka, karena
datang memang tidak terduga (min haitsu la yahtasib) (Syarbini, 2012: 6-9)
C. Sebab-sebab yang mendatangkan rizki
Rasulullah saw di utus oleh Allah untuk memberikan penjelasanpenjelasan yang berkaitan dengan urusan manusia di dunia maupun di akhirat.
Jika manusia itu beriman dan bertaqwa kepada Allah maka Allah akan selalu
memudahkan jalan hamba-Nya, baik urusan yang berkaitan dengan sesama
maupun urusan yang berkaitan dengan Sang Pencipta. Dalam hal ini jika manusia
beriman dan bertakwa kepada Allah swt maka akan dibukakan pintu rizki baik
melalui langit maupun bumi. Seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya. Qs. Al
A’raf : 96







  






  
“ Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.”.
Sabda Rasulullah saw :
“Hakim bin Hizam berkata dari Nabi saw ., beliau bersabda : “Penjual dan
pembeli memiliki hak pilh selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan
mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapatkan berkah dari
jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat barang), akan
9
dihapus keberkahan jual beli mereka.” (HR.Muslim) (Syaifudin, 2010: 323324)
Oleh karena itu, untuk memperoleh rizki yang kita harapkan, sebaiknya
mengikuti cara-cara yang telah diajarkan Rasulullah baik lewat Al Quran maupun
Sunnah beliau. Adapun sebab kita memperoleh rizki antara lain :
1. Istighfar dan Bertaubat
Diantara amalan yang dapat menyebabkan datangnya rizki adalah
memohon ampunan (istighfar) dan bertaubat kepada Allah swt. Istighfar menurut
bahasa adalah permohonan ampun kepada Allah swt. Kemudian definisi
bertaubat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata taubat :
sadar dan menyesal atas dosa (perbuatan yang salah atau jahat) berniat akan
memperbaiki tingkah laku maupun perbuatan. Mengenai definisi taubat, Imam
Raghib Al-Ashfahani mengatakan, “Taubat menurut terminology Islam adalah
meninggalkan dosa, menyesali perbuatan, berazam untuk tidak melakukannya
lagi, dan meninggalkan segala perbuatan yang memungkinkan untuk kembali lagi
kearah sana. Kapan saja keempat hal ini terkumpul dalam diri seseorang yang
hendak bertaubat, maka sempurnalah seluruh syarat taubat”. Jika taubatnya
berkaitan dengan hak manusia, maka syaratnya ditambah satu lagi, yaitu
hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta
benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus
memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika
berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf (Depdikbud, 1994:
839).
Sabda Rasulullah saw yang artinya sebagai berikut :
Dari Ibnu Abbas rahimahullah, ia berkata : “Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa selalu beristighfar, niscaya Allah akan menjadikan untuknya
jalan keluar dari setiap kesulitan, dan kemudahan bagi setiap kesusahan, dan
akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. “ (HR. Abu
Daud)2
Dan dalam firman Allah swt Qs. Nuh 10-12 :
2
Saya (syaikh al Albani) berkata : Dalam sanadnya ada perawi yang tidak diketahui
(majhul) sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab al-Dhaifah (706). Imam Nawawi, Riyadhus
Shalihin, takhrij Syaikh Nashiruddin al-Albany, penerjemah Agus Hasan Bashori dkk. Duta Ilmu, cet.3,
Surabaya, 2006, hlm.814
10






 






  




“10). Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, 11). niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, 12). dan membanyakkan harta
dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Syaifudin, 2010: 1137)
Ibnu Abbas menafsirkan kalimat midrara (hujan yang lebat) dengan hujan
yang turun susul menyusul. Sedangkan Imam Al Qurthubi berkata : “Ayat ini dan
ayat dalam surat Hud menjadi dalil bahwa istghfar akan menyebabkan turunnya
rizki dan hujan .(al-Mishri, 2007: 47).
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh : 10-12) berkata :
“Maknanya jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya,
niscaya Dia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan
serta keberkahan dari langit. Mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta
dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang didalamnya terdapat
macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai
diantara kebun-kebun untuk kalian.”
Imam Al Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata,
“Ada seorang laki-laki mengadu kepada al-Hasan Bashri tentang kegersangan
(bumi) maka beliau berkata kepadanya “Beristighfarlah kepada Allah !” Yang
lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata kepadanya
“Beristighfarlah kepada Allah !”. Yang lain lagi berkata kepadanya, “Doakanlah
(aku) kepada Allah, agar Dia memberiku anak !”. Maka beliau mengatakan
kepadanya “Beristighfarlah kepada Allah !.” Dan yang lainnya lagi mengadu
kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula),
“Beristighfarlah kepada Allah !”. (Ahmad Jaiz, 2008: 149)
11
Karena itulah, ketika Umar bin Khattab r.a keluar hendak melaksanakan
sholat Istisqa’ bersama manusia, beliau tidak membaca doa selain hanya istighfar
sampai pulang kembali kerumah (al-Mishri, 2007: 48). Maka untuk bisa
memperoleh rizki dari Allah swt, kita diharuskan untuk memperbanyak istighfar
dan mohon ampun (taubat) kepada Allah swt, sehingga Allah akan memberikan
apa yang menjadi harapan kita.
2. Iman dan Takwa
Takwa adalah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya (Depdikbud, 1994: 994). Imam
Raghib Al Ashfahani berkata “Taqwa adalah menjaga diri dari hal-hal yang
membuat dosa dengan meninggalkan sesuatu yang dilarang didalam agama. Lalu
disempurnakan dengan meninggalkan sebagian dari hal-hal yang mubah
(diperbolehkan). Allah swt berfirman, bahwa jika kita beriman dan bertakwa,
maka akan dimudahkan dalam mendapatkan rizki, seperti yang tertuang dalam
surat Ath-Talaq :
   



   



   
   











   
 
2.. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan
baginya jalan keluar.
3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan
Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs.Ath Thalaaq : 2-3)
Imam Az-Zujaj berkata, apabila seseorang bertakwa dan mendahulukan
yang halal serta bersabar terhadap keluarganya, maka Allah akan membukakan
12
jalan untuknya. Jika dia sedang mengalami kesempitan, Allah akan memberinya
rizki dari arah yang tidak disangka-sangka (al-Mishri, 2007: 54).
Sabda Rasulullah saw :
َّ ‫سو ُل‬
َّ ‫ع ْب ِد‬
‫اس‬
ُ ‫اَّللِ قَا َل قَا َل َر‬
ُ َّ‫أَيُّ َها الن‬- « ‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫اَّلل‬
َ ‫ع ْن َجابِ ِر ب ِْن‬
َ
َ ‫طأ‬
َّ ‫اَّللَ َوأ َ ْج ِملُوا فِى‬
َ ‫ى ِر ْز َق َها َوإِ ْن أ َ ْب‬
َّ ‫اتَّقُوا‬
َ ‫سا لَ ْن ت َ ُم‬
ً ‫ب فَإ ِ َّن نَ ْف‬
ِ َ‫الطل‬
َ ِ‫وت َحتَّى ت َ ْستَ ْوف‬
َّ ‫اَّللَ َوأ َ ْج ِملُوا ِفى‬
َّ ‫ع ْن َها فَاتَّقُوا‬
(‫ (إبن ماجه‬.» ‫عوا َما َح ُر َم‬
ُ َ‫ب ُخذُوا َما َح َّل َود‬
ِ َ‫الطل‬
َ
Dari Jabir ibn Abdullah, Rasulullah SAW berkata: “wahai para manusia
bertakwalah kalian kepada Allah SWT dan baiklah/adil-lah dalam bekerja,
karena sesungguhnya setiap jiwa tidak akan mati hingga rizkinya terpenuhi,
meskipun itu tertangguhkan, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan
baiklah/adil-lah dalam bekerja, ambillah yang halal dan jauhilah yang
haram”. (H.R. Ibn Majah)
Maka, jalan sebab Allah memberikan rizki kepada manusia, dikarenakan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
3. Tawakal
Tawakal adalah berserah kepada Allah, percaya dengan sepenuh hati
kepada Allah swt ; sesudah berihtiar baru berserah pada Allah (Depdikbud, 1994:
1016). Imam Ahmad berkata, “tawakal adalah amalan hati”. Ia merupakan
amalan yang tidak diucapkan dengan lisan, atau diamalkan oleh anggota badan.
Pendapat lain menyebutkan, bahwa tawakal adalah memasrahkan hati kepada
Allah swt, yakni meninggalkan segala usaha, lalu tunduk pada takdir yang telah
di tentukan (Al-Jauziyah, tt: 117-118) Para ulama telah sepakat bahwa tawakal
tidak menafikan adanya usaha. Bahkan, tidak dianggap sah, atau batal tawakal
seseorang apabila tidak disertai dengan usaha. Seperi yang disabdakan oleh
Rasulullah saw :
Umar bin Khattab r.a menyebutkan, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Kalaulah kalian semua bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakal, pastilah Dia akan melimpahkan rizki kepada kalian, seperti Dia memberikan
rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam keadaan
kenyang.” (HR. Ahmad, Ibnu Adi, dan Imam Hakim, dalam Shahih Jami’ no.
5224)
13
Menurut Ibnu Rajab, hadits diatas merupakan pokok tawakal yang
sesungguhnya dan merupakan sebab terbesar dalam meraih rizki (al-Albaniy,
1408 : 5224). Hadits tersebut juga menggambarkan, andaikan manusia dapat
merealisasikan tawakal dengan hati mereka, niscaya Allah akan memberikan rizki
kepada mereka hanya dengan sedikit usaha saja. Sebagaimana Allah telah
memberikan rizki kepada burung yang pergi dipagi hari dan pulang pada sore hari
sedangkan temboloknya telah dipenuhi dengan makanan. Itu memang salah satu
usaha, namun tidak begitu berat.
Sementara itu, Imam Ahmad menjelaskan “tidak ada satu kalimatpun
dalam hadits diatas yang menganjurkan untuk meninggalkan usaha. Hadits
tersebut justru menganjurkan agar umat Islam bersemangat dalam mengais rizki.
Maksud ungkapan hadits tersebut adalah, seandainya orang-orang memasrahkan
segala urusan sepenuhnya kepada Allah dan mereka mengetahui bahwa rizki
berada ditangan Allah, pastilah mereka tidak akan kembali ke rumahnya masingmasing setelah mereka berusaha, kecuali dalam keadaan membawa hasil dan
selamat, sebagaimana burung (al-Mishri, 2007: 64).
5. Beribadah sepenuhnya kepada Allah swt
Diantara sebab-sebab mendapatkan rizki adalah beribadah sepenuhnya
kepada Allah swt. Ibadah menurut bahasa adalah perbuatan untuk menyatakan
bakti kepada Allah swt, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah dan
menjauhi larangan-Nya (Depdikbud, 1994: 364). Yakni seperti yang disebutkan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a, dari
Nabi saw, beliau bersabda :
‫ّح ن‬، َََِ ‫فحج ْن ح‬
َ ‫محّ ح ّدثنا ََن؛ حد هللاص ْن ح َد حْوَد ََ ن صَ نمَجْ َن ْن ص َزْئص َدد‬
َ ‫ْْلَ نه‬
‫ض د‬
‫ح ّدثنا نَ ن‬
‫ ص‬،‫ص ص‬
‫صص‬
))‫((والَ ِب نَََِ حمد َ إصالَّ َد ند َفَُد ح‬
َ َ ‫ندَجَل‬،‫ب ََ ن ِبصَِب حهَج‬
َ ‫او‬
ّ‫ََ ن ِبَْْ ََ ن ِبَِب َخامد ْمن َدْم ص‬
‫او‬
ََ
‫ص‬
‫صص‬
‫َّللد َّدد‬
‫َد حقد ح‬،((
َ ‫َد َمت تَد َ د َّدج نِ مُ؛َد‬
َ َ ‫ددو هللاح حّللد ند؛ َ انَ ح ََي ْْند‬
‫دادصم ِبَن دََ َ د ند َ ََ س د ً َوِب ح‬
(‫َّلل َّد فَد نقَجََ))ّ (إبن ماجه‬
‫فَد نقَجََّ َوإص نن ََلن تَد ن َُ نل َ َ ح‬
‫نت َ ند َ ََ حش نغالً َوََلن ِب ح‬
Sesungguhnya Allah swt berfirman, : “Wahai anak adam !, beribadahlah
sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi (hatimu yang ada) didalam
dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian
14
lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Alu
penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)”. (HR. Ibnu Majah)
Nabi saw dalam hadits diatas menjelaskan bahwasanya Allah swt
menjanjikan kepada orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya, dengan dua
hadiah (kekayaan dihati dan dipenuhi kebutuhannya), sebaliknya Allah
mengancam kepada orang yang tidak mau beribadah dengan sepenuhnya dengan
dua siksa yaitu dengan memenuhi tangannya dengan berbagai kesibukan, dan ia
tidak mampu memenuhi kebutuhannya.
6. Hijrah dijalan Allah
Hijrah merupakan salah satu sebab Allah membukakan pintu rizki kepada
manusia. Hijrah sendiri menurut bahasa adalah berpindah (untuk menyelamatkan
diri, dsb) (Depdikbud, 1994: 351). Imam Raghib Al-Asfahani mengatakan, hijrah
adalah meninggalkan negeri kufur (darul kufr) menuju negeri iman (darul iman).
Sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya meninggalkan Mekkah dan
berhijrah menuju Madinah. Sesuai dengan janji-Nya dalam Qs. An-Nisa ayat 100 :










   








  
    



 
100.” Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di
muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Imam Ar-Razi mengatakan, maksud sa’ah adalah rezeki. Sementara itu
Imam Malik berpendapat, As-Sa’ah adalah negeri yang luas. Mengomentari
pendapat-pendapat tersebut, Imam Qurthubi berkata, pendapat Imam Malik
merupakan refleksi dari kefasihan bahasa Arab karena dengan luasnya bumi dan
15
banyaknya tempat bertahan akan didapatkan keluasan rezeki, kelapangan hati,
pikiran, dan hilangnya kesedihan (al-Mishri, 2007: 94-95).
Dengan demikian, manusia yang berniat keluar rumah karena ingin
berhijrah atas nama Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan meluaskan rizki dan
pahala baginya, dihilangkan rasa kesedihan, dilapangkan hati dan pikirannya.
7. Silaturrahim
Silaturrahim adalah persahabatan atau persaudaraan. Bersilaturrahim ;
mengikat tali persaudaraan (kerumah sanak saudaranya). (Depdikbud, 1994: 940).
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menuturkan, Ar-Rahim artinya adalah kerabat
secara umum, baik yang mewarisi, ataupun tidak. Baik yang Mahram ataupun
bukan. Al-Mala Al-Qari mengatakan, Silaturrahim merupakan kata kiasan
(kinayah) dari berbuat baik, bersikap lemah lembut, menyayangi, dan
memperhatikan kondisi kerabat, baik yang senasab atau karena pernikahan (alMishri, 2007: 98). Sebagaimana sabda Nabi saw :
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., dia berkata :” Saya mendengar
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin rezekinya
dilapangkan dan umurnya
dipanjangkan, hendaklah ia bersilaturrahim (HR. Bukhori no. 2067) (az-Zabidi,
2002: 452)
Hadits ini menunjukkan bahwa jika manusia menginginkan rezeki yang
luas dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung tali persaudaraan
dengan karib kerabat atau teman (silaturrahim).
8. Berinfaq di jalan Allah
Infaq menurut Kamus Bahasa adalah pemberian (sumbangan) harta, dsb
(selain zakat wajib), untuk memenuhi kebutuhan, sedekah, nafkah (Depdikbud,
1994: 378). Imam An Nawawi menjelaskan, “Infaq yang terpuji adalah berinfaq
dalam hal ketaatan, seperti berinfaq untuk anak dan istri (keluarga), tamu, dan
berinfaq dalam hal-hal yang hukumnya sunnah”. Imam Al-Qurthubi memaparkan,
“Infaq itu mencakup hal-hal yang hukumnya wajib dan sunnah.” (al-Mishri, 2007:
75)
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya Qs. Saba’
ayat 39
16




   
   
   




  
39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa
yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka
Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”.
Imam Ar-Razi berkata dalm tafsirnya, “Apapun yang diinfaqkan oleh
orang yang beriman, maka Allah akan menggantinya, sedangkan ganti dari Allah
pasti lebih baik . Kebaikan (khairiyyah) Allah dalam hal rezeki terangkum dalam
beberapa hal :
a. Allah tidak akan menunda rezeki pada saat benar-benar dibutuhkan
manusia.
b. Allah tidak akan mengurangi rezeki dari ukuran yang dibutuhkan manusia.
c. Allah tidak akan banyak memperhitungkan apa yang diberikan-Nya.
d. Permohonan rezeki yang manusia lantunkan kepada Allah tidak akan
mengurangi pahala doanya tersebut. (al-Mishri, 2007: 76)
Dalam sabda Rasulullah saw, dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Siddiq, ia
berkata, Rasulullah saw bersabda kepadanya :
“Infaqkanlah hartamu kepada orang lain dan jangan menahannya, niscaya
(rezekimu) juga akan ditahan oleh-Nya”. (HR. Abu Dawud dalam shahih al-jami’
no.1061)
Hadits diatas mempunyai 2 makna yang terkandung didalamnya, yaitu
manusia disuruh untuk selalu berinfaq dijalan Allah, jika manusia mau berinfaq
dijalan Allah, maka akan diganti oleh Allah lebih baik dari harta yang di infaqkan.
Jika manusia menahan hartanya untuk di infaqkan, maka Allah akan menahan
rezekinya.
9. Berbuat baik kepada anak yatim
Berbuat baik adalah memberikan kasih sayang, lemah lembut dan
memberikan sedikit hartanya kepada anak yatim. Anak yatim disini adalah anak
yang ditinggal mati bapaknya sebagai penopang hidup keluarga. Abu Darda
17
meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang mengadu kepada Rasulullah saw
tentang hatinya yang keras. Maka beliau bersabda kepadanya :
“Jika kamu ingin hatimu lembut, dan kebutuhanmu terpenuhi, sayangilah
anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikan ia makan dari makananmu, niscaya
hatimu akan lembut kebutuhanmu akan terpenuhi” (HR. Ath-Thabrani dalam
shahih al-jami’ no. 80)
Makna hadits tersebut diatas adalah jika manusia menginginkan hatinya
lembut dan tidak keras hati serta kebutuhannya terpenuhi, maka petunjuk
Rasulullah saw dalam hal ini adalah dengan menyayangi anak yatim, mengusap
kepala, dan memberinya makan.
10. Menyantuni orang yang lemah
Menurut az-Zabidi (2002: 88) Menyantuni berasal dari kata santun, yaitu
berlemah lembut, mengasihi dan menyayangi, dari manusia yang kuat (harta dan
kedudukan) kepada manusia yang serba kekurangan (miskin). Mush’ab bin Sa’ad
meriwayatkan, “Sa’ad menganggap bahwa ia memiliki kelebihan dari orangorang yang ada dibawahnya. Maka Rasulullah saw bersabda :
“Kalian tidak akan ditolong dan diberi rezeki kecuali karena orang-orang
yang lemah dan miskin diantara kalian.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain, Abu Darda mengatakan, saya mendengar
Rasulullah saw bersabda :
“Carilah aku diantara orang-orang yang lemah, karena kalian akan
ditolong dan diberikan
rezeki disebabkan Karena orang-orang miskin.”
(HR.Ahmad, Muslim, Ibnu Hibban, Al Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dan
Hakim)
Dua Hadits diatas menunjukkan pengertian bahwa rezeki kita berada
disekitar orang-orang yang lemah (miskin). Artinya, jika kita mau memberikan
sedikit harta yang kita punyai untuk diberikan kepada orang yang lemah, maka
Allah akan menambahkan rezeki kita (dengan diganti) lebih baik atau lebih
banyak dengan apa yang sudah kita infakkan. . Berarti rezeki kita berada disekitar
orang-orang yang lemah, dikaarenakan rezeki kita disebabkan karena orangorang miskin tersebut.
11. Berbuat baik kepada kedua orang tua
18
Salah satu sebab Allah memberikan rezeki kepada manusia adalah dengan
jalan berbuat baik kepada kedua orang tua. Berbuat baik kepada kedua orang tua
sangat dianjurkan bahkan diwajibkan oleh Allah swt. Karena pahala berbuat baik
kepada kedua orang tua disegerakan oleh Allah baik di dunia maupun di akhirat.
Anas rahimahullah menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dan ditambahkan rezekinya,
hendaklah ia berbuat baik kepada kedua orang tua, dan menyambung
silaturrahim”. (HR. Ahmad, Al-Mundziri berkata : para perawinya dapat
dijadikan hujjah dalam kesahihannya). (az-Zabidi, 2002: 90)
Oleh karena itu, jika manusia menginginkan panjang usianya dan
ditambahkan rezekinya, hendaknya selalu berbuat baik kepada kedua orang tua.
Baik salah satu atau keduanya, dan berlemah lembutlah terhadap keduanya.
Dalam hadits ini, berbuat baik kepada orang tua disandingkan dengan
silaturrahim, karena kebanyakan manusia lupa kepada orang tua yang melahirkan,
setelah dirinya sukses, sehingga diartikan menyambung kembali hubungan yang
kurang harmonis terhadap orang tua.
D. Tuntunan Rasulullah dalam menjemput/Mencari Rezeki
Setelah dijelaskan tentang macam-macam rezeki, maka satu hal lagi yang
menjadi kewajiban bagi manusia untuk mendapatkan rezeki yang digantungkan
itu, yaitu dengan cara menjemputnya. Yang mana cara menjemput rezeki
mempunyai cara yang berbeda-beda, beda dengan rezeki yang memang di jamin
oleh Allah swt. Karena Allah sudah memberikannya tanpa kita minta, tugas kita
terhadap rezeki ini adalah mensyukurinya dengan cara memelihara dan
menggunakannya untuk beribadah kepada Allah.
Sedangkan untuk rezeki yang digantung, mau tidak mau kita harus
menjemputnya dengan berikhtiar sekuat tenaga. Sebab, rezeki ini tidak akan
sampai kepada kita kalau kita tidak mencarinya. Dalam konteks ini menurut
Syarbini (2012: 10) bekerja adalah salah satu kewajiban manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhannya, hal ini sebagaimana Rasulullah saw bersabda, mencari
rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat
dan puasa) [HR. Thabrani dan Baihaki]
Dalam pandangan Islam sendiri bekerja merupakan perbuatan yang mulia,
terlebih jika hasil dari bekerja itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
19
dan menafkahi keluarganya sehingga hidupnya tidak tergantung kepada orang
lain. Karena menurut Imam Ahmad, tidak ada satu kalimatpun dalam hadits yang
menganjurkan untuk meninggalkan usaha/bekerja bahkan Imam Ahmad
memaknai hadist dari Umar bin Khattab yang berbunyi :
‫لو أنكم توكلون على هللا تعالى حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا‬
‫وتروح بطانا‬
“kalaulah kalian semua bertawakkal kepada Allah dengan sebena-benar
tawakkal, pastilah dia akan melimpahkan rezeki kepada kalian, seperti Dia
memberikan rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan
pulang dalam keadaan kenyang.”
Menurut Imam Ahmad hadis tersebut menganjurkan agar umat Islam
bersemangat dalam mengais rezeki. Maksud ungkapan hadist tersebut adalah,
seandainya orang-orang yang memasrahkan segala urusan sepenuhnya kepada
Allah dan mereka mengetahui bahwa rezeki berada ditangan Allah, pastilah
mereka tidak akan kembali ke rumahnya masing-masing setelah mereka
berusaha, kecuali dalam keadaan membawa hasil dan selamat, sebagaimana
burung (As-Said, 2007: 64).
Rasulullah saw dalam risalahnya telah lengkap mengatur kehidupan
manusia dari buaian sampai ajal kita. Sehingga jika kita jauh dari tuntunan
Rasul dalam dunia kita, maka kita akan terjerumus dalam api Neraka. Oleh
karena itu berkaitan dengan tuntunan Rasulullah saw dalam menjemput menurut
rizki Faiz Almath terbagi menjadi lima bagian, antara lain :
1.
Mencari Pekerjaan yang halal
Rasulullah saw bersabda :
‫ من طلب الدنيا‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة قال‬
‫حالالً استعفافًا من المسألة وسعيًا على أهله وتعطفا على جاره بعثه هللا‬
( ‫ (البيهقي‬.‫يوم القيامة ووجهه مثل القمر ليلة البدر‬
Artinya: dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “barangsiapa
bekerja mencari halal demi menjaga diri dari meminta dan supaya dapat
menghidupi keluarganya serta menyayangi tetangganya, maka ia akan
dibangkitkan oleh Allah di Hari Kiamat dengan wajah bagaikan rembulan
pada bulan purnama”. (H.R. Al-Baihaqi)
20
َ «: -‫ صلى هللا عليه وسلم‬-ِ‫اَّلل‬
َّ ‫سو ُل‬
َّ ‫ع ْب ِد‬
‫ب‬
ُ َ‫طل‬
ُ ‫اَّللِ قَا َل قَا َل َر‬
َ ‫ع ْن‬
َ 10.
(‫ (البيهقي‬.» ‫ض ِة‬
ِ ‫َك ْس‬
َ ‫ضةٌ بَ ْعدَ ْالفَ ِري‬
َ ‫ب ْال َحالَ ِل فَ ِري‬
“Dari Abdullah, Rasulullah saw bersabda : “ Mencari pekerjaan
yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban yang lain “ (HR. alBaihaqi)
Kedua hadits diatas menunjukkan bahwa manusia diwajibkan untuk
bekerja dengan pekerjaan yang halal, karena hasil yang diperoleh tidak
hanya kita saja yang makan, tetapi juga termasuk anak dan istri.
2. Usaha sendiri (usaha tangannya sendiri)
)‫ده (ْم؛خا ي‬، ‫َمل‬
‫ِبن أيكل‬
ْ ‫ا ِبكل ْحد طُا ا خ‬
Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangannya sendiri.”
(HR. Al-Bukhari)
Hadits tersebut menggambarkan bahwa seseorang lebih dihargai
bekerja dengan tangannya sendiri daripada bekerja untuk orang lain.
3. Mempunyai kemauan keras
)‫جزق هللا ْمُ؛د َِْل د مهت وهنمت (ْمطدّللح‬،
“Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya sesuai dengan kegiatan dan
kemauan kerasnya serta ambisinya.” (HR. AthThusi)
Jika manusia tidak mempunyai ambisi (kemauan) dalam hidupnya,
maka akan sulit untuk memperoleh rezeki yang sudah disiapkan oleh
Allah swt.
4. Berdagang
“ Mata pencaharian yang paling afdhol adalah berjualan dengan penuh
kebajikan dan dari hasil ketrampilan tangan.” ( HR Al Bazzar dan Ahmad)
Rasulullah adalah seorang pedagang, sebelum masa kenabiannya,
dan sukses. Inilah yang melatar belakangi bahwa dalam memperoleh rezki
kita sebaiknya berdagang.
5. Usaha dimulai pada pagi hari
)‫إذْ ِْتٍ ْم جج فال تنا دْ َ طِب ْ زْ كٍ (ْمطربْين‬
“ Seusai shalat fajar, (subuh) janganlah kamu tidur sehingga
melalaikanmu untuk mencari rezeki.” (HR. Ath-Thabrani)
21
‫فإن ْمغدو ْجكة وجناه (ْمطربْىن‬
‫ابكجوْ ىف طِب ْمجزق وْمدْئ‬
) َْ‫وْم؛‬
“Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhankebutuhanmu, sesungguhnya pada pagi hari terdapat barokah dan
keberuntungan.” (HR. Ath-Thabrani dan al-Bazzaar)
Hadits yang mulia ini memberikan penjelasan bahwa setelah kita
sholat subuh, maka tidak diperkenankan untuk tidur kembali. Justru lebih
ditekankan untuk bekerja mencari rezeki. Sebab, pada pagi hari ada
barokah dan keberuntungan
DAFTAR PUSTAKA
22
Al Imam Ibnu Katsir ad Dimasyqi, 2000. Tafsir Ibnu Katsir II, di terjemahkan
oleh Bahrun Abu Bakar, Bandung : PT.Sinar Baru Algensindo,cet.1,
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Madarijus-Salikin Baina Manazili Iyyaka Na'budu
wa Iyyaka, penerjemah Kathur Suhardi (Madarijus-Salikin (Jalan Menuju
Allah), Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, cet.ke-2,
Al-Imam Zainudin Ahmad bin Abd Al-Lathief az-Zabidi, 2002. Mukhtsar Shahih
Bukhari, Dar as Salaam,cet.1 Riyadh,1996. Judul terjemahan Ringkasan
Hadits Shahih Muslim penerjemah Drs Achmad Zaidun., Jakarta :
Pustaka Amani, cet-2
Depdikbud, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, ed.2, ,
Hartono Ahmad Jaiz, 2008. Khutbah Jumat Pilihan setahun (bab. Rizki Hanyalah
Hak Allah swt), Jakarta: Darul Haq, cet.1,
Ibn Majah, Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Fikr
Imam Al Mundziri (Al Hafidz Abdul Azhim bin Abdul Qawi), 1994. Mukhtsar
Shahih Muslim, Dar Ibn Khuzaimah Riyadh,. Judul terjemahan
Ringkasan Hadits Shahih Muslim penerjemah Drs Achmad Zaidun.,
Pustaka Amani,cet-2, Jakarta, 2003.
Muhammad Syaifudin, 2010. Syamil Al Quran, Miracle The Refference, Bandung:
Sygma Publishing, cet.1
Mahmud Al Mishri, 2007. Asbabun ar-Rizqi ( Rahasia Lapang Rizki bagaimana
merevolusi rezeki anda dengan amal shalih) penerjemah Shalahuddin As
Said, Solo : Aqwam, cet.ke-1,
Shalahuddin As-Said, 2007. Rahasia Lapang Rizki (bagaimana merevolusi rezeki
anda dengan amal shalih) dengan judul asli Asbab ar-Rizki, penulis
Mahmud Al Mishri, Solo : Aqwam, cet .ke-1, ,.
Syaikh Nashiruddin al-Albaniy, 1408. Shahih Al-Jami’ Shoghir, almaktab alIslami
23
Download