Peran Koperasi Dalam Perekonomian IIndonesia

advertisement
Peran Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia
Oleh :
Burhanuddin Abdullah 1
Ikhtisar
1. Sepanjang perjalanannya, perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan
yang cukup besar. Struktur ekonomi yang semula sangat berat ke sektor primer
khususnya pertanian telah semakin merata ke sektor sekunder, industri
manufaktur, dan jasa-jasa. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam dari
yang sangat sederhana dengan padat karya sampai ke produk dengan padat
modal, pengetahuan, dan teknologi. Akan tetapi, kemiskinan dalam jumlah yang
cukup besar dalam masyarakat kita masih menjadi pemandangan yang
memilukan.
Upaya-upaya pemerataan pendapatan, akses, dan kesempatan
masih sangat jauh dari keberhasilan. Dalam kaitan ini, koperasi yang diyakini
dapat menjadi wahana bagi usaha bersama untuk meraih kesejahteraan bersama
masih belum menunjukkan kinerjanya yang membanggakan. Tulisan pendek ini
ingin mendeskripsikan sejauh mana perjalanan perekonomian Indonesia sambil
melihat bagaimana kiprah koperasi di dalamnya.
Perekonomian Indonesia Terkini dan Permasalahannya
2. Laporan dan pandangan yang sering kita baca tentang perekonomian Indonesia
antara
lain
sebagai
berikut.
Perekonomian
Indonesia
tumbuh
dengan
mengesankan. Pendapatan perkapita meningkat dari US$732,1 pada 2000
menjadi US$2.696 pada 2009, sekitar US$3.000 pada 2010, dan US$3400 pada
2011, dan mungkin US$3700 pada 2012. Tahun 2013 ini diperkirakan akan
menyentuh
angka
US$4000.
Bahkan
McKinsey
dalam
laporannya
memperkirakan ekonomi Indonesia akan menjadi Negara no 7 di dunia
mengalahkan Inggris dan Jerman pada tahun 2030. Hal tersebut terjadi karena
peningkatan produktivitas dan konsumsi dari tambahan penduduk baru sekitar 90
1
Rektor Institut Koperasi Indonesia
juta.
Sementara ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata sektoral 5%. Cadangan
devisa terus meningkat (di sekitar US$110 milyar). Rasio utang terhadap
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menurun drastis dari di atas 100% pada saat
krisis 1998 menjadi kurang dari 40%. Debt service ratio menjadi kurang dari 30
%. Credit Rating Indonesia yang terus membaik.
3. Yang jarang kita dengar tentang perekonomian kita yaitu bahwa sebenarnya
Indonesia harus bertumbuh lebih cepat untuk
mempertahankan agar tetap
berada di tempat yang sama atau tumbuh lebih cepat lagi agar bisa pindah ke
peringkat yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena posisi relatif perekonomian kita
menurun dibandingkan dengan Negara tetangga. Transformasi struktural yang
sudah berjalan cukup jauh (dari sektor primer ke tertier) dan diversifikasi produk
yang
semakin
beragam
belum
secara
signifikan
menurunkan
tingkat
pengangguran karena kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif
(terpusat pada yang padat modal/teknologi). Fenomena dualistic economy antara
sektor formal dan non-formal sebagaimana dilansir oleh Boeke pada tahun 1930an masih berlanjut sampai sekarang, baik pada sektor riil maupun sektor
finansial.
Kesenjangan
antar-sektor
ini
semakin
berkembang
dengan
kesenjangan antar desa-kota, Jawa-Luar Jawa, pertanian-nonpertanian, UMKM
vs pengusaha konglomerasi (termasuk BUMN/D). Sektor informal semakin
bertambah dengan tingkat pendapatan yang semakin rendah tanpa jaminan
kesehatan, hari tua, dan pengangguran. Tingkat Kemiskinan masih tetap tinggi
yang semakin mengkhawatirkan dan merupakan bagian dari “black-spot” yang
cukup mengganggu kinerja ekonomi kita.
4. Kita menghadapi permasalahan yang sangat berat yaitu pertumbuhan ekonomi
kita yang tidak inklusif, pemilikan aset ekonomi yang semakin timpang,
kemiskinan yang masif, pasar yang tidak efisien, dan trickle down effect tidak
terjadi. Selain itu, sebagian besar masyarakat kita menghadapi persoalan akses
kepada
sumberdaya
ekonomi
yang
melanggengkan
ekonomi
dualistik,
kesenjangan struktural baik di sektor riil maupun sektor keuangan. Fungsi alokasi
dan distribusi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Barang dan jasa publik yang
diproduksi pemerintah tidak sesuai dengan aspirasi sebagian besar rakyat
(misalnya, infrastruktur perekonomian). Upaya peningkatan daya saing dan
produktivitas yang lama tertunda
5. Saya ingin mengutip pernyataan J. Stiglitz dalam bukunya “The Price of
Inequality” sebagai berikut. Inequality does not arise in a vacuum. It results from
the interplay of market forces and political machinations. Over time, our politics
has shaped the market in ways that advantage those at the top at the expense of
the rest of society. Stiglitz juga meneruskan dengan mengatakan bahwa dalam
keadaan ketimpangan maka “Demokrasi hanya untuk yang punya uang, dan tidak
responsif pada kepentingan rakyat banyak, menghilangnya kesempatan yang
sama bagi semua, ketidakadilan merajalela, dan merosotnya rasa identitas
nasional. Akibat akhirnya adalah pertumbuhan ekonomi akan melambat, GDP
lebih rendah, dan meningkatnya ketidakstabilan.
6. Para pendiri Republik ini meyakini bahwa ketimpangan pendapatan yang sangat
jauh tidak boleh terjadi. Saya yakin demikian karena mereka mengalami situasi
yang memilukan pada jaman penjajahan, sebagaimana yang dilaporkan oleh
Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Pada tahun 1936, 98% rakyat Indonesia pribumi
menerima 20% dari PDB, Orang Asia lainnya yang kurang dari 2% menerima
20%, dan orang Eropa yang kurang dari 0,5% menerima 60% dari PDB (Sumitro
Djojohadikusumo). Bandingkan misalnya dengan keadaan di tahun 2011, dimana
pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya 99,5% hanya menerima 55%
dan pengusaha besar yang jumlahnya hanya 0,5% menerima 45 persen. Setiap
kenaikan nilai tambah (PDB) 1%, pengusaha kecil mendapat bagian 1 (satu),
pengusaha menengah 3 (tiga) dan pengusaha besar mendapat bagian 170. Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau tingkat kesenjangan pendapatan kita
semakin melebar (gini ratio 0,33 pada tahun 1997 menjadi 0,41 pada 2012).
Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin banyak anak.
7. Oleh karena itu pula, saya yakin para pendiri republik ini sangat berharap
koperasi akan menjadi alat untuk lebih memeratakan pendapatan.
Mereka
memimpikan suatu perekonomian yang disusun berasaskan kekeluargaan
sehingga kemakmuran bukan untuk orang perorang tetapi untuk semua. Sistem
ekonomi koperasi yang tumbuh dari perkembangan masyarakat dan berkembang
serta mengalami kemajuan untuk masyarakat itu sendiri. Koperasi secara mikro
berasal dari anggota, oleh dan untuk anggota. Penjelasan pasal 33 UUD 1945
menyatakan bahwa “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan itu ialah koperasi.”
8. Akan tetapi, sampai saat ini, kita belum terlalu gembira dengan peran yang sudah
dimainkan oleh koperasi dalam perekonomian kita.
Kita mungkin cenderung
untuk bertanya-tanya seberapa besar peran koperasi dalam perekonomian kita.
Kita memerlukan data. Informasi yang ada agak cenderung kurang akurat dan
mungkin tidak cermat. Yang jelas peran koperasi dalam pembentukan PDB kita
sangat kecil. (Prof. Mubyarto pernah memperkirakan sekitar 2 %, Bambang
Ismawan pernah menyebut angka 5%). Bandingkan misalnya dengan Finlandia
21%, Selandia Baru 22%, Swiss 16,4% dan Swedia 13%, bahkan di Kenya
yang baru berkembang, koperasi mempunyai pangsa PDB 45%.
Sejarah Perjalanan Koperasi kita
9. Koperasi telah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Secara formal kita
sebentar lagi akan merayakan hari koperasi yang ke 66.
Akan tetapi, awal
pengenalan koperasi diyakini sudah lebih dari seabad yang lalu, yaitu ketika Patih
Purwokerto, R. Aria Wiriaatmadja, mendirikan Koperasi Kredit untuk membantu
rakyat yang terlilit hutang. Langkah ini kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi
pergerakan di awal abad 20, seperti perkumpulan Budi Utomo (1908) yang
dipelopori oleh Dr. Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo, dan Serikat Dagang
Islam (SDI) pada sekitar 1911 yang mempropagandakan cita-cita koperasi yang
dipimpin oleh H. Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto.
10. Peraturan perundang-undangan tentang koperasi terus berubah dan berkembang
sejalan dengan perubahan jaman dan kemajuan perekonomian. Pada masa
sebelum kemerdekaan, pemerintah colonial Belanda mengeluarkan peraturan
koperasi tanggal 7 April Staatssblad Nomor 431 tahun 1915 yang bersifat sangat
restriktif.
Rakyat nyaris tidak mungkin mendirikan koperasi, karena harus
mendapat izin terlebih dahulu dari Gubernur Jenderal, dengan akta notaris yang
dibuat dalam bahasa Belanda, dengan ongkos materai yang sangat mahal (50
gulden), dan hak tanah harus menurut hukum Eropa, serta pendiriannya harus
diumumkan di Javasche Courant dengan biaya yang tinggi.
11. Setelah melalui penelitian oleh panitia koperasi yang dipimpin oleh Boeke H. J.,
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan nomor 91 tahun 1927 yang
isinya lebih ringan dari pada peraturan Tahun 1915, antara lain akta pendirian
koperasi tidak perlu dari Notaris, cukup didaftarkan saja pada Penasehat Urusan
Kredit Rakyat dan Koperasi, dapat ditulis dalam bahasa daerah, ongkos materai
hanya 3 Golden, hak atas tanah dapat menurut hukum adat, dan koperasi bagi
orang Indonesia asli mempunyai badan hukum secara adat. Pada Tahun 1932
Partai Nasional Indonesia (PNI) mengadakan kongres koperasi di Jakarta, dan
berkat kongres tersebut, koperasi tumbuh dimana-mana, di desa-desa dianjurkan
untuk didirikan koperasi Tani (Rukun Tani).
12. Pada jaman pendudukan Jepang koperasi mengalami masa yang paling suram.
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahu 1942, orang yang mendirikan
perkumpulan termasuk koperasi harus terlebih dahulu mendapat izin dari
pembesar setempat (Suchukan Residen). Pemerintah Jepang mendirikan Kumiai,
sebenarnya bukan koperasi, akan tetapi sebagai alat untuk keperluan
mengumpulkan bahan untuk peperangan sehingga saat itu semangat berkoperasi
semakin mundur, karena menyimpang dari tujuan dan fungsi koperasi.
13. Setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah menempuh kebijakan untuk
menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat, terutama koperasi,
memperluas pendidikan dan penerangan tentang koperasi, dan memberikan
kredit kepada para produsen Indonesia dalam lapangan industri maupun
pertanian, yang pada umumnya bermodal kecil.
Aturan pertama yang
dikeluarkan di masa kemerdekaan adalah Undang-undang Tahun 1949,
Staatsblad Nomor 179 yang memberikan keringanan yang lebih jauh dan
mendekati keinginan rakyat, antara lain (i) Pendirian Koperasi tidak perlu lagi
melalui Notaris, tetapi tetap berada dalam pengawasan pemerintah; (ii)
Keanggotaan terbuka bagi siapa saja, tanpa memandang bangsa dan golongan;
dan (iii) Peranan Pemerintah hanya sebagai pengatur saja.
14. Pada
27
Oktober
1958,
Pemerintah
mengeluarkan
Undang-undang
perekonomian Nomor 79 yang berlandaskan pada Undang-undang Dasar Tahun
1950 Pasal 38 dan mengambil sari Pasal 33 UUD 1945.
Dengan keluarnya
Undang-undang ini, koperasi agak mengalami kemajuan. Kemudian, dengan
Undang-undang Nomor 60 tahun 1958, pemerintah berusaha menumbuhkan dan
mengawasi perkembangan koperasi Indonesia, dan membentuk Direktorat
Koperasi yang bertanggungjawab langsung atas perkembangan koperasi di
Indonesia.
Tugas direktorat koperasi tersebut, antara lain (i) Menumbuhkan
organisasi koperasi dalam segala sektor perekonomian; (ii) Mengadakan
pengamatan dan bimbingan terhadap koperasi; (iii) Memberikan bantuan moril
maupun materiil; (iv) Mendaftarkan dan memberikan pengesahan badan hukum
kepada perkumpulan-perkumpulan koperasi. Dalam merealisasikan usaha
tersebut, dengan instruksi Presiden Nomor: 2 tahun 1960, pemerintah
membentuk Badan Penggerak Koperasi (BAPENGKOP), suatu badan yang
bertugas
mengkoordinasikan
kegiatan
instansi-instansi
pemerintah
untuk
menumbuhkan gerakan koperasi secara teratur dari pusat sampai ke daerahdaerah.
15. Ketika diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi (Munaskop) ke II dari 210 Agustus 1965, disusunlah Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 1965.
Undang-undang ini menyimpang dan menyelewengkan landasan-landasan, asasasas, serta sendi dasar koperasi. Pemerintah pada waktu itu menjadikan koperasi
sebagai abdi politik dan alat revolusi, bukan sebagai organ untuk memperbaiki
ekonomi rakyat.
16. Di
awal
pemerintahan
orde
baru,
pemerintah
melakukan
reorientasi
pembangunan ekonomi. Dalam kaitan itu, Pemerintah mengeluarkan Undangundang RI Nomor 12 Tahun 1967 tanggal 18 Desember 1967 tentang pokokpokok perkoperasian. Undang-undang tersebut sudah lebih baik dan dianggap
cukup sesuai dengan asas dan sendi dasar (prinsip) koperasi. Sebagai
pelaksanaan dari Undang-undang tersebut , Menteri Transmigrasi dan Koperasi
mengeluarkan keputusan nomor 64 /kpts/Mentranskop/1967 pada tanggal 16 Juli
1969 yang mengharuskan Koperasi untuk berbadan hukum. Beberapa bulan
kemudian, tepatnya pada 9 Februari 1970 dibentuk pula wadah gerakan koperasi
yang diberi nama Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
17. Sekitar 25 tahun kemudian, Undang-undang 12/1967 itu disempurnakan dengan
dikeluarkannya Undang-undang RI nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Pasal 3 pada Undang-undang tersebut menegaskan bahwa koperasi bertujuan
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang dasar 1945.
Selain itu, Pemerintah juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 9 Tahun 1995 Tentang Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan Pemerintah tersebut juga sekaligus
memperjelas
kedudukan
koperasi
dalam
usaha
jasa
keuangan,
yang
membedakan koperasi yang bergerak di sektor moneter dan sektor riil.
Koperasi dan Masa Depan Perekonomian Kita
18. Dinamika politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia dalam perjalanannya
selama ini untuk sebagian tercermin dalam perubahan perundang-undangan
yang menyangkut perkoperasian. Meskipun senantiasa berubah dari jaman ke
jaman, cita-cita utama gerakan perkoperasian, yaitu keinginan bersama untuk
secara bersama-sama meningkatkan kesejahteraan untuk semua tetap menyala
seperti sediakala. Begitu dalamnya cita-cita ini dalam hati setiap orang Indonesia
sehingga kalau ada inisiatif atau gagasan untuk melakukan usaha secara
bersama maka yang terpikir pertama adalah mendirikan koperasi. Barangkali itu
pulalah yang bisa menjelaskan sebagian mengapa semangat untuk mendirikan
koperasi tetap tinggi. Jumlah koperasi di Indonesia hampir mencapai angka 200
ribu dengan jumlah anggota mendekati 40 juta jiwa. Akan tetapi, dari jumlah
koperasi yang sangat banyak itu, tidak satu pun yang memenuhi kriteria untuk
bisa bersanding dengan koperasi besar dunia.
Sampai saat ini belum ada
koperasi di Indonesia yang masuk dalam Global 300, jajaran koperasi besar
dunia.
Negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, bahkan
Vietnam sudah punya representasinya. Kalau kita bertanya lebih jauh lagi, kita
mungkin perlu menelaah lebih seksama dan cermat, sejauh mana kualitas
koperasi kita.
19. Sebentar lagi kita akan memasuki era ekonomi regional dan global yang lebih
terbuka. Masyarakat Ekonomi Asean sudah berada di ujung mata. Persaingan
antar pelaku ekonomi di antara Negara Asean akan semakin sengit.
Usaha
besar, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta perseorangan bukan
hanya akan bertarung antar sesamanya tetapi akan lebih meluas dan mendalam
antar pelaku ekonomi antar Negara. Tanpa globalisasi saja koperasi kita tidak
terlalu berhasil dalam persaingan dengan pelaku usaha lainnya di dalam negeri.
Apalagi dengan keterbukaan perekonomian yang tak mengenal tapal batas. Kita
harus bersiap untuk melakukan pertarungan yang menentukan. Pertanyaannya,
apakah kita memang serius melakukan persiapan yang diperlukan? Saya sangat
meragukan kesiapan kita.
Saya juga menjadi sangat “keder” pada waktu
berkunjung ke Chiangmai beberapa bulan yang lalu, seorang teman di sana
mengatakan bahwa profesi tertentu seperti dokter, akuntan, lawyer di Thailand
sudah sejak beberapa waktu yang lalu mengikuti kursus bahasa Indonesia,
mempersiapkan diri untuk menyongsong 2015.
20. Untuk memenangkan pertarungan dalam kerangka globalisasi ekonomi, tentu
banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Tanpa memiliki persyaratan tersebut,
kita hanya akan jadi obyek dan pasar bagi produk yang dihasilkan bangsa lain.
Kita harus memiliki antara lain (i) modal pengetahuan yang cukup, (ii) modal
finansial yang memadai, stabil dan berkembang baik, (iii) modal keterampilan
manajerial yang handal dalam bidang usaha yang digeluti, (iv) fokus pada core
business yang digarap, (v) dengan skala ekonomi yang dirancang dan
dikembangkan dengan baik, dan (vi) dijalankan secara professional. Persyaratan
itu berlaku untuk semua pelaku usaha termasuk koperasi. Oleh karena itu,
meskipun belum benar-benar operasional, karena masih menunggu petunjuk
pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (10 buah PP) dan peraturan
menteri (7 PerMen) yang pada saat ini sedang disiapkan, saya menaruh harapan
pada implementasi Undang-undang no 17 tahun 2012 tentang perkoperasian.
21. Saya berharap dengan implementasi Undang-undang tersebut akan memperbaiki
kinerja koperasi kita di masa yang akan datang. Sebagian dari syarat-syarat
untuk menjalankan usaha koperasi dalam era yang semakin kompetitif di masa
yang akan datang dipersiapkan dalam undang-undang tersebut. Koperasi fokus
pada core bisnis tertentu, memisahkan antara koperasi yang bergerak di sektor
riil dan sektor keuangan. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan agar
koperasi dapat meningkatkan permodalan dan skala usaha ke tingkatan yang
terus berkembang.
Peran serta anggota dalam permodalan koperasi juga
menjadi lebih stabil sehingga kinerja koperasi dapat diharapkan akan lebih baik.
Selain itu, dengan dibukanya kemungkinan bagi koperasi untuk diurus oleh
professional baik itu anggota atau bukan maka manajemen koperasi dapatlah
kiranya bersaing dengan pelaku-pelaku usaha lainnya. Namun dalam hal
pengelolaan koperasi dijalankan oleh profesional bukan anggota, maka acuan
dan capaian pengelolaan yang dijalankan tetap mengacu pada capaian kinerja
koperasi sesuai dengan nilai nilai, prinsip koperasi serta collective agreement.
22. Lebih jauh dari itu, untuk menguatkan kelembagaan koperasi, kiranya perlu
dipikirkan untuk melakukan penggabungan koperasi sejenis sehingga dari sisi
skala ekonomi, permodalan, dan cakupan kewilayahan memungkinkan koperasi
sejenis tersebut untuk bukan hanya mampu bersaing dengan pelaku ekonomi
lainnya tetapi juga tumbuh berkembang dan menjadi koperasi besar yang dapat
diandalkan.
Khusus untuk koperasi simpan-pinjam (KSP), Undang-undang
tersebut juga menyiapkan perangkat struktur kelembagaan yang melengkapi
koperasi agar berjalan dengan lebih baik. Pada saat ini sedang dipersiapkan PP
tentang Lembaga Pengawasan KSP dan PP tentang Lembaga Penjamin
Simpanan KSP agar para anggota KSP lebih tenteram di satu pihak dan KSP
sendiri dapat bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. Sementara itu, untuk
penataan internal KSP suatu standar kompetensi bagi pengurus dan pengawas
KSP sedang dipersiapkan pula.
23. Dengan demikian, kita boleh berharap bahwa koperasi di masa depan akan
menjadi organisasi ekonomi yang sehat, mampu beroperasi secara dinamis,
mandiri dan mampu menghadapi tantangan/tangguh, memiliki daya saing kuat,
dan terpercaya sebagai entitas bisnis yang mendasarkan kegiatannya pada nilai
dan prinsip koperasi serta sebagai salah satu sumber pertumbuhan dan
pemerataan pendapatan yang didukung oleh manajemen modern.
Download