BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter Amerika Serikat Fed menjalankan kebijakan moneter terutama melalui operasi pasar terbuka (open market operation/OMOs). Menurut Federal Reserve, operasi pasar terbuka adalah pembelian dan penjualan surat-surat berharga di pasar terbuka oleh Bank Sentral sebagai alat yang digunakan dalam implementasi kebijakan monter (www.federalreserve.gov). Dalam operasi pasar terbuka, Federal Reserve membeli obligasi untuk ditukar dengan uang, sehingga meningkatkan stok uang, atau menjual obligasi untuk mendapatkan uang dari pembeli obligasi, sehingga akan mengurangi stok uang. Dengan kebijakan ini Bank Sentral dapat mengendalikan ekonomi dengan cara cara ini, karena stok uang akan mempengaruhi inflasi, inflasi akan mempengaruhi konsumsi, ekspor, impor, dan perekonomian negara secara keseluruhan Fed membayar obligasi dengan uang yang dapat diciptakannya. Perlu diingat bahwa Bank Sentral adalah Lender of the Last Resort. Orang biasanya membayangkan the Fed mencetak uang yang akan digunakannya untuk membeli obligasi, meskipun hal tersebut tidak akurat benar. Ketika Fed membeli obligasi, hal itu mengurangi jumlah obligasi yang beredar di pasaran dan oleh karenanya cenderung menaikkan harganya, atau menurunkan yieldnya – hanya pada suku bunga yang lebih rendah 7 8 masyarakat akan bersiap untuk memegang lebih kecil dari bagian kekayaannya dalam bentuk obligasi dan sebagian besar lainnya dalam bentuk uang. Berikut ialah grafik kebijakan moneter dalam operasi pasar terbuka (Dornbusch et al, 2008:250). i LM 1/k(ΔM/P) Suku Bunga E LM ’ i0 i’ E ’ E1 IS 0 Y0 Y’ Y Pendapatan, output Gambar 2. 1 Kebijakan Moneter Sumber: Rudiger Donbusch, 2008 Gambar 2.1 menunjukkan secara grafik bagaimana pembelian pasar terbuka bekerja. Ekuilibrium awal pada titik E berada pada kurva LM yang berhubungan dengan penawaran uang riil M/P. Sekarang perhatikan pembelian pasar terbuka oleh the Fed. Hal ini menaikkan kuantitas uang nominal dan dengan tingkat harga tertentu kuantitas uang riil. Sebagai konsekuensinya, kurva LM akan bergeser ke LM’. Ekuilibrium yang baru terletak pada titik E’, dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dan 9 tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Tingkat pendapatan ekuilibrium naik karena pembelian pasar terbuka menurunkan suku bunga dan oleh karenanya akan meningkatkan pengeluaran investasi. Dari gambar 2.1, dapat dilihat bahwa semakin curam kurva LM, maka semakin besar perubahan pendapatan. Jika permintaan uang amat sensitif terhadap suku bunga (berhubungan dengan kurva LM yang relatif datar), perubahan pada jumlah uang beredar akan diserap pasar aset hanya dengan sedikit perubahan pada suku bunga. Dampak pembelian pasar terbuka pada pengeluaran investasi karenanya akan kecil. Sebaliknya, jika permintaan uang amat tidak sensitif terhadap suku bunga, perubahan pada jumlah uang beredar akan menyebabkan perubahan yang besar pada suku bunga dan memiliki dampak yang besar pada permintaan investasi. Sama halnya, jika permintaan uang amat sensitif terhadap pendapatan, kenaikan stok uang akan diserap oleh perubahan yang relatif kecil dalam pendapatan dan pengganda moneter akan lebih kecil. Kemudian, pada titik ekuilibrium awal (E), kenaikan penawaran uang menciptakan kelebihan penawaran uang dimana masyarakat akan menyesuaikan diri dengan mencoba membeli aset lain. Dalam prosesnya harga aset akan naik dan yield-nya menurun. Karena uang dan pasar aset menyesuaikan diri dengan cepat, kita seger bergerak ke titik E1, dimana pasar uang berada pada keseimbangan dan masyarakat ingin memegang kuantitas uang riil yang lebih besar karena suku bunga telah turun. Namun pada titik E1 terdapat kelebihan permintaan barang. 10 Turunnya suku bunga, dengan tingkat pendapatan awal Y0, menaikkan permintaan agregat dan menyebabkan inventori menurun. Sebagai responnya, output bertambah dan kurva LM’ naik ke atas. Dengan demikian stok uang awalnya menyebabkan suku bunga turun seiring dengan masyarakat menyesuaikan portofolionya dan kemudian sebagai hasil dari turunnya suku bunga permintaan agregat meningkat. Kondisi perekonomian: inflasi dan output FOMC memutuskan nilai tingkat bunga melalui pandangannya tentang kondisi perekonomian Open Market Desk terlibat dalam operasi pasar terbuka untuk mencapai nilai tingkat bunga Tingkat bunga maupun penawaran uang berubah Perekonomian terpengaruh Gambar 2. 2 Perilaku Fed Sumber: Karl E. Case & Ray C. Fair, 2007:246 Pembelian dan penjualan surat berharga pemerintah oleh Fed memiliki dua efek pada saat bersamaan, yaitu mengubah penawaran uang dan mengubah tingkat bunga (Case et al, 2007:246). Jika Fed membeli surat 11 berharga, pembelian ini meningkatkan penawaran uang dan menurunkan tingkat bunga, dan jika Fed menjual surat berharga penjualan ini menurunkan penawaran uang dan meningkatkan tingkat bunga. Jumlah perubahan tingkat bunga bergantung pada bentuk kuva permintaan uang. Semakin curam permintaan uang, semakin besar perubahan tingkat bunga terkait suatu perubahan ukuran dalam surat berharga pemerintah. Artinya, jika Fed ingin mecapai nilai penawaran uang tertentu, Fed harus menerima berapa pun nilai tingkat bunga yang disiratkan oleh pilihan ini. Sebaliknya, jika Fed ingin mencapai nilai tingkat bunga tertentu, Fed harus menerima berapa pun nilai penawaran uang yang tersirat. Jika, misalnya, Fed ingin menurunkan tingkat bunga sebesar satu persentase poin, Fed harus terus membeli surat berharga pemerintah hingga nilai tingkat suku bunga tercapai. Sewaktu Fed membeli surat berharga pemerintah, penwaran uang naik. Pendeknya, Fed bisa menentukan nilai penawaran uang dan menerima konsekuensi tingkat bunganya, atau bisa menetapkan nilai tingkat bunga dan menerima konsekuensi penawaran uangnya. Federal Open Market Comittee (FOMC, Komite Pasar Terbuka Federal) bertemu tiap 6 minggu dan menetapkan nilai tingkat bunga. FOMC kemudian menginstruksikan Open Market Desk di Bank Federal Reserve New York untuk terus membeli atau menjual surat berharga pemerintah hingga nilai tingkat bunga yang diinginkan tercapai. FOMC mengumumkan nilai tingkat bunga pada pukul 14.15 waktu AS Timur 12 pada hari FOMC mengadakan rapat. Ini adalah waktu utama pasar uang di seluruh dunia. Pada pukul 14.14 ada ribuan orang yang mengamati layar mereka menunggu sepatah kata yang disampaikan. Jika pengumumannya mengejutkan, akan ada efek langsung dan sangat besar pada pasar obligasi dan saham. B. Penelitian Terdahulu Adapun beberapa penelitian terdahulu yang telah mendasari penulis untuk melakukan penelitian mengenai dampak Quantitative Easing (QE). Penelitian terdahulu tersebut memberikan gambaran besar bagaimana kebijakan moneter berdampak terhadap kondisi makroekonomi di beberapa negara: 1. Vector Autoregression (VAR) a. Bhattarai et al, 2015 Saroj Bhattarai dan Arpita Chatterjee (2015) melakukan penelitian dengan judul “Effects of US Quantitative Easing on Emerging Market Economies”, dengan lingkup studi moneter dan makroekonomi internasional. Model yang digunakan oleh penulis ialah Vector Autoregression (VAR) dengan data time series bulanan dari Januari 2008 sampai November 2014. Penelitian ini dilakukan di beberapa negara berkembang,201 diantaranya adalah “Fragile Five” yang dikenal sebagai negara berkembang yang rapuh, negara-negara tersebut ialah Brasil, India, Indonesia, Turki dan Afrika Selatan. Sementara negara berkembang lainnya yang menjadi sampel adalah 13 Chili, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Peru, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand. Variabel yang digunakan sebagai indikator kebijakan quantitative easing (QE) Amerika Serikat di dalam penelitian ini ialah surat-surat berharga Federal Reserve, yaitu US treasury securities, Federal agency debt securities dan mortgage-backed securities. Sedangkan variabel yang digunakan penulis untuk negara-negara berkembang yang diuji ialah data output, indeks harga konsumen, nilai tukar terhadap USD, indeks pasar saham, suku bunga jangka panjang dan jangka pendek, indeks obligasi, data agregat moneter, data arus perdagangan dan data arus modal. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah, guncangan kebijakan QE Amerika Serikat menyebabkan terapresisianya nilai tukar, menurunnya yield obligasi jangka panjang dan “boom” pada pasar saham terhadap negara-negara berkembang yang diuji. Penulis juga menemukan efek positif dari capital flows ke negara berkembang akibat dari goncangan QE Amerika Serikat. Namun, penulis tidak menemukan adanya efek yang signifikan dari QE Amerika pada output dan indeks harga konsumen di negara berkembang yang diuji. b. Lim et al, 2014 James J. Lim, Sanker Mohapatra dan Marc Stocker (2014) melakukan penelitian dengan judul “Tinker, Taper, QE, Bye? The Effect of Quantitative Easing on Financial Flows to Developing 14 Countries”, dengan lingkup studi moneter dan makroekonomi internasional. Model yang digunakan oleh penulis ialah Vector Autoregressive (VAR) dengan data time series kuartalan dari tahun 2000 sampai 2013. Variabel yang digunakan antara lain adalah suku bunga, arus keuangan agregat, portofolio dan FDI di negara berkembang terpilih. Negara berkembang yang terpilih sebagai sampel antara lain adalah Albania, Argentina, Armenia, Azerbaijan, Bangladesh, Belarus, Belize, Brasil, Bulgaria, Tanjung Verde, Chili, Republik Rakyat Tiongkok, Kolombia, Kosta Rika, Republik Dominika, Ekuador, Mesir, El Savador, Georgia, Guatemala, Honduras, India, Indonesia, Yordania, Kazakhstan, Republik Kyrgyz, Laos, Latvia, Lebanon, Lesotho, Lituania, Republik Makedonia, Malaysia, Mauritius, Meksiko, Moldova, Mongolia, Maroko, Mozambik, Namibia, Nikaragua, Nigeria, Pakistan, Panama, Paraguay, Peru, Filipina, Rumania, Rusia, Seychelles, Afrika Selatan, Sri Lanka, Suriname, Thailand, Turki, Uganda, Ukraina, Uruguay, Venezuela dan Vietnam. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: 1. Efek dari kebijakan QE Amerika Serikat memberikan dampak sebesar rata-rata 0.08 dan 0.09 persen (setengah dari standar deviasi) untuk satu perubahan standar deviasi di variabel yang terkait dengan QE, untuk rata-rata negara, per kuartal. 15 2. Ditemukan adanya heterogenous effect, terutama pada aliran portofolio yang mendorong banyak di panel, dengan FDI yang tersisa sebagian besar tidak sensitif terhadap saluran QE terkait. c. Georgiadis, 2015 Georgios Georgiadis (2015) melakukan penelitian dengan judul “Determinants of Global Spillovers from US Monetary Policy”, dengan ruang lingkup moneter internasional. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Vector Autoregressive (GVAR) dengan data time series dari tahun 1999 sampai 2009. Variabel yang digunakan sebagai determinan dari spillover kebijakan QE Amerika Serikat antara lain adalah saham industri manufaktur, pasar tenaga kerja, GDP, kualitas institusi, integrasi perdagangan dan integrasi keuangan. Penelitian bertujuan untuk melihat efek kebijakan ekonomi Amerika Serikat kepada ekonomi global, negara yang digunakan sebagai sampel antara lain adalah Albania, Australia, Austria, Negaranegara Baltik, Belgia, Bulgaria, Bolivia, Brasil, Kanada, Swiss, Chili, Republik Rakyat Tiongkok, Kolombia, Kosta Rika, Ceko, Jerman, Denmark, Mesir, Spanyol, Finlandia, Perancis, Britania Raya, Yunani, Hong Kong, Hongaria, Indonesia, India, Republik Irlandia, Italia, Yordania, Jepang, Korea Selatan, Luksemburg, Meksiko, Malaysia, Belanda, Norwegia, Selandia Baru, Filipina, Polandia, Portugal, 16 Paraguay, Rumania, Rusia, Singapura, Slowakia, Slovenia, Swedia, Thailand, Turki, Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagian besar negara sampel menunjukkan hasil positif terpengaruh oleh kebijakan quantitative easing Amerika Serikat. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Albania, Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Bolivia, Brasil, Kanada, Swiss, Chili, Republik Rakyat Tiongkok, Kolombia, Kosta Rika, Ceko, Jerman, Denmark, Mesir, Spanyol, Finlandia, Perancis, Britania Raya, Hong Kong, Hongaria, India, Italia, Yordania, Jepang, Korea Selatan, Meksiko,Belanda, Portugal, Norwegia, Selandia Baru, Polandia, Paraguay, Rumania, Slowakia, Slovenia, Swedia, Turki, Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Terutama Rusia, negara-negara Baltik, Yunani, Irlandia dan Luksemburg menunjukkan hasil spillover yang paling besar dan kuat, sehingga paling terpengaruh oleh kebijakan QE. 2. Sebaliknya, negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura tidak terlalu terpengaruh oleh adanya kebijakan quantitative easing Amerika Serikat. Dan khususnya Cina, yang menunjukkan hasil yang paling lemah dibandingkan 17 negara lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Cina merupakan negara yang paling tidak terpengaruh oleh QE Amerika Serikat. 2. Vector Error Correction Model (VECM) a. Chen et al, 2015 Qianyeng Chen, Andrew Filardo, Dong He dan Feng Zu (2015) melakukan penelitian dengan judul “The financial crisis, U.S. unconventional policy and international spillovers”, dengan lingkup studi monter internasional. Model yang digunakan oleh penulis adalah Global Vector Error Correction Model (GVECM). Krisis subprime mortgage tahun 2007-2009 di Amerika Serikat dan The Great Recession memberikan imbas pada desain dan implementasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Untuk merespon krisis, Fed menurunkan suku bunga Fed hingga mendekati nol, selain Fed juga mengambil langkah-langkah yang dianggap tidak konvensional. Studi ini mencoba mempelajari bagaimana dampak dari kebijakan tidak konvensional tersebut. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain ialah pertumbuhan PDB riil, indeks harga konsumen, indikator kebijakan moneter, pertumbuhan kredit, dan nilai tukar. Studi ini merupakan lingkup moneter internasional karena negara yang diteliti sebagai sampel penerima imbas QE Amerika Serikat beragam diantaranya adalah Republik Rakyat Tiongkok, 18 Brasil, Uni Eropa, Argentina, Hongkong, Malaysia, Singapura dan Meksiko. Hasil dari penelitian ini, yang pertama penulis menemukan bahwa tindakan QE memiliki efek yang cukup besar, bervariasi secara signifikan di masing-masing negara sampel. Kedua, kebijakan moneter dan nilai tukar memiliki tanggapan yang beragam di negara berkembang. Ketiga, QE Amerika Serikat memiliki efek yang luas terhadap persamaan harga global. Keempat, efeknya memiliki dampak yang lebih besar pada negara berkembang ketimbang ekonomi AS sendiri. b. Belke et al, 2016 Ansgar Belke, Daniel Gros dan Thomas Osowski (2016) melakukan penelitian dengan judul, “Did quantitative easing affect interest rates outside the US? New evidence based on interest rate differentials” dengan lingkup studi moneter interasional. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM) dengan data time series dari tahun 2002 sampai 2014. Variabel yang digunakan adalah suku bunga, nilai tukar terhadap USD dan inflasi. Hasil dari penelitian ini adalah penulis tidak menemukan adanya bukti signifikan di dalam hubungan antara kebijakan QE Amerika Serikat dengan suku bunga Eropa 19 Berikut adalah perbedaan dan persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipelajari sebagai kajian studi pustaka. Persamaan penelitian: 1. Informasi dan data dibuat luas, tepatnya penulis menggunakan data time series bulanan selama delapan tahun yakni periode 2007 hingga 2015. 2. Terdapat beberapa variabel yang sama dengan penelitian terdahulu yakni indeks inflasi, nilai tukar, dan suku bunga. 3. Penulis menggunakan model Vector Error Correction Model atau Model VECM. Perbedaan penelitian: 1. Perbedaan penggunaan variabel oleh penulis yaitu variabel ekspor, variabel impor dan suku bunga Fed. 2. Penulis menambahkan data lima negara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang serta landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis menyusun suatu kerangka pemikiran dengan skema di Gambar 2.2. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa penelitian ini akan mencoba melihat bagaimana pengaruh kebijakan quantitative easing oleh Amerika Serikat terhadap masing-masing variabel ekonomi diantaranya LN_EX sebagai variabel ekspor, LN_IM sebagai variabel 20 impor, LN_EXC sebagai variabel nilai tukar, LRAT sebagai variabel suku bunga kredit dan INF sebagai variabel inflasi. Quantitative Easing LN_EX LN_IM LN_EXC LRAT INF Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran D. Hipotesis Sesuai dengan hasil dari studi pustaka jurnal dari penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis menyusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan jangka panjang antara kebijakan quantitative easing Amerika Serikat dengan variabel ekonomi ASEAN-5, yaitu ekspor, impor, nilai tukar, suku bunga kredit dan inflasi. 2. Terdapat hubungan jangka pendek antara kebijakan quantitative easing Amerika Serikat dengan variabel ekonomi ASEAN-5, yaitu ekspor, impor, nilai tukar, suku bunga kredit dan inflasi. 21 3. Terdapat perbedaan pola respon variabel ekonomi ASEAN-5, yaitu ekspor, impor, nilai tukar, suku bunga kredit dan inflasi terhadap kebijakan quantitative easing Amerika Serikat. 22