PRESENTASI KASUS MASSA PADA PAYUDARA Disusun oleh: Benedicta Mutiara NPM. 0906639713 Zahra F Suhardi NPM. 0906508573 Pembimbing: dr. Diani Kartini, SpB(K)Onk DEPARTEMEN ILMU BEDAH ONKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. RLG Usia : 54 tahun Tanggal lahir : 2 Oktober 1957 Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jakarta Selatan Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Kristen Protestan Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Guru Sekolah Dasar No. Med Record : 375 – 45 – 43 Tanggal ke RSCM Kirana : 19 Januari 2014 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Benjolan teraba di payudara kiri sejak 10 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mulai merasakan adanya benjolan di payudara kiri bagian atas sejak 10 bulan SMRS. Sejak awal teraba, ukuran benjolan kurang lebih sebesar telur puyuh, dan dirasakan tidak semakin membesar. Benjolan tidak dirasakan nyeri saat disentuh, tidak dirasakan adanya perubahan pada kulit payudara seperti kemerahan, bengkak, luka, atau mengkerut. Pasien juga tidak merasakan adanya perubahan pada puting payudara seperti luka pada puting, keluar cairan, atau puting tertarik ke dalam. Benjolan berjumlah satu buah, dan tidak dirasakan adanya benjolan lain di daerah dada, ketiak, maupun leher. Demam tidak ada. Riwayat trauma pada payudara tidak ada. Riwayat pajanan radiasi sebelumnya tidak ada 1 Penurunan berat badan ada (5 kg dalam 10 bulan terakhir), penurunan nafsu makan tidak ada. Keluhan nyeri kepala, pusing, batuk, sesak napas progresif, mual, nyeri ulu hati, kulit menjadi kuning, nyeri tulang, nyeri punggung disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat benjolan di payudara sebelumnya disangkal. HT sejak 20 tahun, minum captopril 1 x 1 tab. DM diketahui 5 tahun SMRS, minum glikuidon 1 x 1 tab. Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai guru sekolah dasar, tinggal berdua dengan adik kandung. Riwayat konsumsi alkohol atau rokok disangkal. Pasien mengalami menarche pada usia 10-11 tahun, menopause usia 50 tahun. Pasien tidak pernah menikah sebelumnya, tidak pernah menggunakan KB hormonal. Riwayat Penyakit Keluarga Adik kandung ibu pasien mengalami kanker payudara pada usia 50 tahun. III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal Pemeriksaan: Januari 2014) Tanda Vital Tekanan darah 130/80 mmHg Frekuensi nadi 88 kali/ menit, teratur, isi cukup Frekuensi napas 18 kali/ menit, teratur Suhu 36,9oC Status generalisata Kesadaran : compos mentis Keadaan umum : tampak sakit ringan Tinggi badan : 158 cm IMT 30 Berat badan : 75 cm Kepala : tidak ada deformitas Mata : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik Leher : KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O 2 Payudara : Inspeksi payudara tidak simetris, terlihat massa pada payudara kiri pada kuadran kiri atas, terdapart retraksi puting kiri. Tidak terdapat kelainan pada kulit. Konsistensi padat, nipple discharge Palpasi Terdapa massa pada payudara kiri dengan ukuran 2 x 3 x 2 cm, berbatas tegas, permukaan licin dan mobile (saat relaksasi dan kontraksi m. Pectoralis major). Tidak ada nyeri tekan, suhu sama dengan kulit sekitar. KGB akisla : tidak terdapat pembesaran KGB Gambar 1. Foto kasus tampak depan dan lateral Paru : Inspeksi pengembangan dada simetris Palpasi fremitus kanan dan kiri sama Perkusi sonor di kedua lapang paru Auskultasi vesikuler di kedua lapang paru, wheezing negatif, ronkhi negatif. Jantung : Inpeksi ictus cordis tidak terlihat Palpasi Ictus cordis terapa pada sela iga 5 Auskultasi S1 normal, S2 normal, gallop negatif, murmur negatif. Abdomen : supel, lemas, nyeri tekan negatif, bising usus normal Ekstremitas : hangat, edema negative 3 IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (20/01/2014) – Hb : 13,2 – Hematokrit : 36,8 % – MCV/MCH : 85,6 / 30,7 – Leukosit – Trombosit : 290.000 /L – LED : 74 – PT : 10,6 (kontrol: 12,5) – APTT : 29,6 (kontrol: 30,2) – AST/ALT : 10 / 10 – Kreatinin : 1,4 – Ureum : 49 – GDP : 147 – Na/K/Cl : 140 / 4,03 / 102,3 : 10.400 /L USG (21/10/2013) Gambar 2. Hasil pemeriksaan USG o Kesimpulan: Massa padat sugestif maligna mammae sinistra, limfadenopati aksila bilateral 4 Mamografi (18/10/2013) Gambar 3. Hasil pemeriksaan mamografi o Kesimpulan: Massa mammae kiri suspek maligna, limfadenopati aksila nilateral V. DIAGNOSIS Tumor Mammae Sinistra T2 N0 M0 VI. TINDAKAN 5 Pembedahan – Eksisi – VC (potong beku) – Mastektomi sinistra Hasil Patologi Anatomi (24/01/2014) – Karsinoma Musinosum Payudara BAB II 6 TINJAUAN PUSTAKA I. ANATOMI Payudara pada wanita dewasa merupakan kelenjar untuk memproduksi susu yang terletak pada bagian depan dinding dada. Payudara terletak di atas lapisan otot pektoralis mayor dan disokong oleh ligament Cooper. Tiap payudara memiliki 15-20 lobus yang tersusun secara sirkular. Lapisan lemak yang membungkus lobus-lobus tersebut memberikan payudara ukuran dan bentuk. Tiap lobus memiliki banyak lobulus dimana produksi susu terjadi sebagai respon dari hormon. Gambar 2.1 Anatomi payudara II. TUMOR PAYUDARA Lesi Jinak Payudara Terdapat berbagai variasi jenis perubahan jinak pada duktus dan lubulus yang dapat terjadi pada payudara. Lesi tersebut dapat digolongkan menjadi tiga grup, yaitu 1) perubahan payudara nonproliferatif, 2) penyakit payudara proliferatif dan 3) hiperplasia atipikal. Jenis lesi jinak nonproliferatif melibatkan beberapa perubahan morfologi yang umumnya digolongkan dalam istilah perubahan fibrokistik. Pada penyakit payudara proliferatif, umumnya terdeteksi adanya perubahan densitas dan kalsifikasi pada mamografi. Lesi tersebut ditandai oleh adanya proliferasi epithel duktus dan/atau stroma tanpa ada ciri sitologis atau arsitektur yang mengarah ke karsinoma in situ. Hiperplasi atipikal meliputi hiperplasi duktal atipikal dan hiperplasi lobular atipikal. Hiperplasia atipikal merupakan proliferasi yang mirip dengan karsinoma in situ namun kurangnya karakteristik secara kualitatif atau kuantitatif untuk diagnosis sebagai karsinoma. 7 Keganasan Payudara Keganasan payudara merupakan keganasan yang paling sering pada wanita yang diikuti oleh kanker paru, sebagai penyebab kematian utama. Diperkirakan sekitar 212.920 wanita di Amerika Serikat didiagnosis kanker payudara pada tahun 2006, dan 14.970 wanita meninggal akibatnya. Kecenderungan munculnya keganasan payudara pada wanita adalah sekitar 150 kali lipat dibandingkan dengan laki-laki, dengan angka kasus kaganasan payudara pada pria mencapai 1.720 kasus pada tahun 2006. Sekitar 13,22% wanita di Amerika Serikat akan terdiagnosis dengan keganasan payudara Faktor Risiko Pajanan estrogen endogen Pajanan estrogen eksogen Gaya hidup Diet Lingkungan Massa jinak payudara Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari keganasan payudara dapat berupa benjolan yang teraba pada payudara dan disertai dengan gejala lain seperti nyeri payudara, nipple discharge, paeu d’orange. – Massa payudara yang teraba Massa pada payudara umumnya dapat terpalpasi jika telah berukuran paling tidak 2 cm. Lesi massa yang sering dapat terpalpasi antara lain adalah karsinoma invasif, fibroadenoma dan kista. Massa atau benjolan pada payudara merupakan hal yang umum pada wanita premenopause, namun kemungkinan massa tersebut memiliki sifat ganas bertambah seiring bertambahnya usia. – Perubahan kulit sekitar Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu dicari tahu apakah terdapat gangguan pada kulit. Gejala dan tanda yang lazim ditemukan pada keganasan payudara antara lain edema (paeu d’orange) dan ulkus. 8 – Inversi puting susu Adanya suatu massa atau keganasan pada payudara dapat mengganggu integritas payudara sehingga dapat mengakibatkan inversi puting susu. – Nipple discharge Nipple discharge merupakan tanda yang sangat jarang, namun paling mengkhawatirkan jika terjadi secara spontan dan unilateral karena dapat diakibatkan oleh suatu karsinoma. – Nyeri payudara (mastalgia / mastodinia) Nyeri merupakan gejala yang dapat terikat dengan siklus haid (siklik) dan juga tidak terikat (non-siklik). Nyeri non siklik umumnya terlokalisasi pada satu area payudara. Penyebab munculnya mastalgia antara lain adalah rupturnya kista, cedera fisik, infeksi dan yang paling banyak adalah lesi yang tidak spesifik. Walaupun sekitar 95% massa payudara yang nyeri adalah jinak, sekitar 10% kanker payudara juga dapat muncul gejala nyeri. Klasifikasi Karsinoma Payudara Karsinoma In-Situ (15–30%) o Ductal carcinoma in situ o Lobular carcinoma in situ Karsinoma Invasif (70–85%) o No special type carcinoma o Karsinoma lobular o Karsinoma tubular/kribriformis o Karsinoma musinosum o Karsinoma medularis o Karsinoma papilaris o Karsinoma metaplastik 9 Tabel 2.1 Staging kanker payudara III. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Mamografi Pemeriksaan ini menggunakan modalitas sinar-X, dengan plat kompresi untuk menekan payudara ke arah film. Kompresi akan mendistribusikan jaringan payudara yang saling tumpang-tindih, sehingga massa dapat dibedakan dengan bayangan radio-opak yang dihasilkan oleh jaringan lunak yang tumpang tindih. Plat kompresi juga membuat payudara 10 terimobilisasi, sehingga blurring yang disebabkan gerakan pasien dapat diminimalisir. Bayangan yang dihasilkan menjadi lebih tajam karena jarak yang sangat dekat antara jaringan payudara dengan film, dan dosis radiasi dapat dikurangi karena jaringan payudara yang dikompresi menjadi tipis sehingga energi foton yang dibutuhkan untuk menembus jaringan lebih kecil. Mamografi biasanya dilakukan dengan dua view, yaitu medio-lateral-oblik (MLO) dan kranio-kaudal (CC). MLO view (Gambar2.2a) menunjukkan jaringan payudara dalam jumlah paling besar, sehingga menjadi view yang paling berguna dalam mamografi. Mamogram MLO yang baik harus menunjukkan otot pektoralis mayor hingga posterior nipple line. Puting payudara juga harus terlihat sehingga area subareolar dapat dievaluasi dengan baik. Lipatan inframammae juga harus terlihat untuk meyakinkan bahwa bagian inferior payudara telah terekam. Pada mamogram CC (Gambar2.2b), kualitas foto yang baik ditunjukkan oleh otot pektoralis yang terlihat di tengah film dan juga puting payudara. Namun, karena otot pektoralis hanya terlihat pada 30% pasien yang dilakukan CC view, dapat dilakukan pengukuran jarak antara puting hingga ujung film melalui sumbu tengah payudara. Pada mamogram CC view berkualitas baik, jarak tersebut berbeda +1 cm dari panjang posterior nipple line pada MLO view. Gambar 2.2 (a)MLO view (b) CC view Untuk interpretasi mamogram, baik CC maupun MLO sebaiknya dilihat bersamaan antara payudara kanan dan kiri untuk membuat konfigurasi cermin (Gambar ..). Hal ini akan mempermudah pemeriksan untuk melihat adanya asimetri antara kedua payudara. Kondisi saat pembacaan mamogram juga berperan penting dalam interpretasi optimal. Ruangan sebaiknya dalam keadaan gelap, kelebihan lampu pada box light ditutupi, dan digunakan lensa pembesar untuk memeriksa semua jaringan parenkim payudara secara sistematis. Dengan demikian, mikrokalsifikasi tidak akan terlewatkan, karena kalsifikasi dapat berukuran 0,1 mm saja. Jika ada, mamogram sebelumnya dapat dibandingkan dengan 11 mamogram saat ini untuk mengevaluasi adanya perubahan mamogram. Korelasi dengan riwayat perjalanan penyakit pasien dan hasil pemeriksaan fisik juga sangat penting untuk meminimalisir hasil false-negative. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan, lesi tersebut harus ditandai dan diperiksa mamografi; jika perlu dengan view khusus agar lesi tampak lebih jelas. Penemuan klasik mamografi untuk keganasan adalah massa dengan spikula atau cluster mikrokalsifikasi yang pleomorfik. Namun, hanya 40% karsinoma payudara memiliki gambaran seperti ini. Pada kasus sisanya, penunjuk adanya keganasan lebih tidak khas, sehingga pemeriksa perlu menganalisa mamogram dengan sangat cermat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis mamogram adalah sebagai berikut: 1. Massa Pertama, perlu diketahui apakah bayangan radio-opak merupakan massa atau bukan. Sekitar 3% wanita memiliki jaringan parenkim yang asimetris antara payudara kanan dan kiri, namun secara histologis jaringan tersebut normal. Massa yang sesungguhnya memiliki batas yang konveks dan semakin ke tengah lesi semakin padat. Massa akan mendistorsi arsitektur payudara normal, dapat terlihat dalam berbagai view. Karakteristik yang paling utama dari massa adalah masih dapat terlihat setelah dilakukan kompresi fokal. Sebaliknya, jaringan parenkim yang asimetris bersifat amorphous, setelah kompresi fokal maka jaringan akan tersebar merata, sehingga tampak seperti arsitektur normal (Gambar 2.3). Setelah menentukan bahwa massa memang benar ada, selanjutnya diteliti batas, densitas, lokasi, ukuran, dan jumlahnya. Gambar 2.3 Parenkim asimetris (a) sebelum,(b) setelah magnification compression view 2. Batas Jaringan parenkim yang berada tumpang tindih dengan massa dapat mempersulit analisa batas, namun hal ini dapat diatasi dengan penggunaan beberapa view dan pembesaran gambar. Secara klasik, karsinoma memiliki batas berbentuk spikula (Gambar 2.4), namun hanya 20% kanker nonpalpable yang memiliki karakteristik tersebut. 12 Sebagian besar massa dengan batas spikula merupakan karsinoma duktal invasif, walaupun hal ini tidak dapat dijadikan penentu jenis karsinoma. Hanya sedikit diagnosis banding untuk massa dengan batas spikula, yaitu nekrosis lemak atau scar dari bekas biopsi atau pembedahan payudara sebelumnya; scar berbentuk radial atau lesi sklerotik yang kompleks juga dapat berbentuk massa dengan spikula. Gambar 2.4 Massa Berbatas Spikula Karsinoma payudara dapat juga tampak sebagai massa berbentuk bulat dengan batas yang tidak tegas (indistinct) (Gambar 2.5). Lesi jinak yang dapat tampak demikian meliputi abses, hematoma, dan fibrosis fokal. Hal ini dapat dibedakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika meragukan, hematoma dapat dievaluasi kembali 4-6 minggu kemudian dengan mamografi, yang akan menunjukkan resolusi dari hematoma. Gambar 2.5 Massa Berbatas Indistinct dan Microlobulated Massa berbatas tegas (circumscribed) hampir selalu jinak. Meski demikian, sekitar 5% massa yang tampak berbatas tegas dengan mamografi konvensional merupakan karsinoma. Terkadang, dapat tampak halo sign berbentuk cincin radiolusen yang mengelilingi massa, namun hal ini tidak membantu untuk menentukan suatu massa jinak atau tidak. Sonografi perlu dilakukan untuk evaluasi massa berbatas tegas (sebelum dilakukan pemeriksaan mamografi dengan view tambahan). Untuk evaluasi batas massa secara lebih detail, dapat digunakan magnification compression view, di mana massa yang tampak berbatas tegas dalam view konvensional bisa jadi memiliki batas yang microlobulated atau tidak tegas pada magnification compression view. Massa yang 13 berbatas tegas pada magnification compression view dan kemungkinan besar jinak, dapat di-follow up secara berkala dengan mamografi setiap 6 bulan. Kista adalah massa berbatas tegas yang paling umum ditemukan pada wanita usia 3550 tahun, sangat jarang terjadi setelah menopause kecuali dalam pemberian terapi hormone replacement. Kista dapat didiagnosis secara akurat dengan ultrasonografi dan tidak pernah menjadi maligna. Pada mamografi, kista harus diperiksa dengan cermat dalam dua view untuk meyakinkan bahwa tidak ada iregularitas batas atau massa lain yang menempel pada dinding kista. Fibroadenoma adalah massa berbatas tegas yang paling umum ditemukan dalam mamografi, puncak kejadian fibroadenoma adalah antara usia 20-30 tahun, sangat jarang terjadi setelah menopause. Lesi ini bersifat homogen namun dapat memiliki kalsifikasi berukuran besar dan kasar. Kontur batas massa yang lobulated dapat terjadi, namun biasanya hanya beberapa lobul yang berukuran besar. Jika fibroadenoma tidak memiliki kalsifikasi, lesi ini tidak dapat dibedakan dari kista dengan mamografi. Sonografi dapat membedakan fibroadenoma, yang tampak sebagai massa solid hipoekoik. Keganasan primer pada payudara yang dapat tampak sebagai massa dengan densitas yang baik dan berbatas tegas adalah karsinoma duktal in situ, karsinoma papiler, karsinoma musinosa, dan karsinoma meduler. Limfoma (primer ataupun metastasis) juga dapat tampak sebagai massa berbatas tegas. Metastasis ke payudara dari sumber lain dapat tampak sebagai nodul berbatas tegas, umumnya melanoma. 3. Densitas Densitas merupakan hal yang relevan dalam analisis mamografi jika pada massa ditemukan area radiolusen yang dapat menunjukkan lemak. Massa payudara yang jelas berupa lemak merupakan massa yang jinak. Lesi jinak payudara yang murni lemak meliputi kista lemak (umumnya nekrosis lemak akibat trauma), lipoma, dan terkadang galaktokel. Kista lemak berbentuk bulat, radiolusen yang dikelilingi oleh kapsul tipis; seringkali lesi ini multipel dan terdapat rim calcification. Lipoma tampak mirip dengan kista lemak, yaitu radiolusen dengan kapsul di sekelilingnya. Galaktokel umumnya terjadi pada wanita dalam masa menyusui, atau baru melewati masa menyusui, atau pada wanita dengan obstruksi duktus. Massa jinak dengan densitas sebagian lemak dan sebagian air (mixed density) meliputi hamartoma dan nodus limfe intramammae. Nodus limfe intramammae sering terlihat pada mamogram, hampir selalu terletak pada kuadran lateral superior, pada bagian posterior 14 parenkim payudara. Nodus limfe normalnya memiliki notch radiolusen di tengah (fatty center) yang merupakan hilus nodus (Gambar 2.6). Gambar 2.6 Nodus limfe (panah) notch radiolusen 4. Lokasi Karsinoma payudara dapat terjadi di mana saja dalam payudara. Oleh karena itu, lokasi lesi hanya berguna jika pemeriksa mempertimbangkan nodus limfa intramammae sebagai diagnosis banding massa, atau saat mempertimbangkan apakah lesi merupakan lesi lokal dari kulit payudara. Nodus limfa hampir selalu terletak pada kuadaran lateral superior payudara. Lesi kulit dapat berukuran cukup besar hingga tampak seperti berada dalam parenkim payudara. Lesi semacam ini dapat dikenali dengan adanya air trapping di dalam atau sekitar lesi, sehingga menimbulkan halo gelap di salah satu sisi massa (Gambar 2.7). (Gambar 2.7) Nevus kulit (panah) air-trapping 5. Ukuran Pada massa berbatas tegas yang kemungkinan besar jinak, ukuran massa dapat menentukan langkah selanjutnya dalam tatalaksana. Ultrasonografi biasanya tidak terlalu berguna jika lesi berukuran 3-5 mm, terutama pada payudara berukuran besar.Dalam kondisi lesi berbatas tegas yang kecil, pasien dapat diminta kembali 6 bulan berikutnya untuk evaluasi. Lesi yang stabil (tidak membesar) perlu dievaluasi secara berkala minimal selama 3 tahun. Massa yang berukuran lebih besar perlu dilakukan ultrasonografi dan 15 maginification view untuk lebih meyakinkan bahwa massa tersebut kemungkinan jinak, sebelum diputuskan untuk observasi berkala saja. 6. Jumlah Massa berjumlah multipel, berbentuk bulat, berbatas tegas, dan bilateral umumnya jinak, biasanya merupakan kista atau fibroadenoma, dapat pula merupakan papiloma multipel. Metastasis payudara biasanya berjumlah unifokal. Meski demikian, semua lesi harus dievaluasi dengan cermat, karena lesi jinak dan ganas dapat berada bersamaan pada satu payudara. Lesi dengan bentuk yang berbeda-beda perlu dicurigai sebagai keganasan, demikian pula lesi pada pasien yang memiliki riwayat keganasan sebelumnya. 7. Kalsifikasi Mikrokalsifikasi clustered dan berbentuk pleomorfik, dengan atau tanpa massa yang tampak, merupakan tanda awal mamografik untuk karsinoma payudara. Kalsifikasi jenis tersebut ditemui pada lebih dari separuh kanker yang terjaring dalam skrining mamografi. Sekitar sepertiga dari semua kanker nonpalpable memiliki manifestasi hanya berupa kalsifikasi, tanpa massa. Kalsifikasi yang terkait keganasan terjadi akibat abnormalitas jaringan, sebagian dari debris tumor yang nekrotik, sebagian lainnya dari sekret yang stagnan atau terjebak di dalam kanker. Kalsifikasi maligna bervariasi dalam bentuk dan ukuran (Gambar 2.8). Batas kalsifikasi tidak rata dan iregular, seringkali berbentuk branching, biasanya pada karsinoma duktal in situ atau karsinoma payudara non-invasif. Kalsifikasi pleomorfik berjumlah multipel yang berpola linear atau seperti dot and dash lebih sering terjadi pada karsinoma intraduktal high-nuclear-grade yang mengalami nekrosis luminal (komedokarsinoma). Kalsifikasi pada tipe low-grade (kribiform dan mikropapiler) seringkali tampak lebih seperti titik (punctate) atau granuler. Namun, gambaran kalsifikasi mamografi saja tidak bisa digunakan untuk menentukan subtipe karsinoma intraduktal, dan biasanya infiltrasi karsinoma lebih jauh dari yang tampak dalam prediksi mamografi. Di sisi lain, beberapa jenis kalsifikasi dapat diidentifikasi sebagai lesi jinak. Kalsifikasi apa pun dengan bagian tengah radiolusen merupakan lesi jinak, umumnya lesi ini terletak di dekat kulit. Kalsifikasi yang berlapis-lapis sehingga tampak berbentuk linear atau kurva linear pada view lateral, namun tampak sebagai cluster pada view CC juga representatif untuk proses jinak (Gambar 2.9), umumnya terjadi karena kalsium yang tersedimentasi dalam kista-kista berukuran kecil. Fibroadenoma yang atrofik dapat 16 terkalsifikasi dalam berbagai pola, bisa berbentuk tidak beraturan, namun secara klasik berukuran besar, permukaan bergelombang (lobulated) dan bentuk tidak beraturan. Gambar 2.8 Kalsifikasi Mengarah pada Malignansi (kiri) pleomorfik (kanan) pola dot and dash Gambar 2.9 Kalsifikasi Mengarah pada Benign (kiri) oil cyst dengan bagian radiolusen, (kanan) fibroadenoma dengan kalsifikasi yang besar dan permukaan kasar Dari segi distribusi, kalsifikasi multipel yang bilateral, baik tersebar secara merata (widely scattered) maupun berkelompok (cluster), biasanya jinak. Dari segi ukuran, kalsifikasi maligna biasanya berukuran kecil (mikrokalsifikasi), dapat kurang 0,5 mm; ukuran juga tidak seragam jika membentuk cluster. Sebaliknya kalsifikasi jinak biasanya berukuran lebih besar dan jika membentuk cluster ukurannya seragam. Dari segi jumlah, kalsifikasi maligna biasanya berjumlah multipel. Semakin banyak jumlahnya, semakin tinggi kemungkinan kalsifikasi tersebut berkaitan dengan keganasan. 8. Adenopati Aksila Nodus limfe aksila dapat terlihat pada view MLO. Nodus limfe yang normal berukuran kurang dari 2 cm dan memiliki bagian tengah radiolusen yang merupakan hilus. Nodus aksila yang patologis memiliki densitas homogen dan ukuran yang lebih besar dari normal. Hal ini dapat terjadi karena proses keganasan (kanker primer payudara, metastasis dari sumber lain, limfoma, atau leukemia), maupun akibat inflamasi (seperti lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, skleroderma). Mikrokalsifikasi kadang terdapat dalam nodus limfe yang terkena metastasis. 17 Pemeriksaan Radiologis : Ultrasonografi Fungsi ultrasonografi yang utama dalam massa payudara bukanlah sebagai penegakan diagnosis, namun lebih bersifat seperti triage, untuk menentukan lesi mana yang lebih mengarah pada keganasan, sehingga menghindari biopsi yang sebenarnya tidak diperlukan. Massa padat yang maligna memiliki karakteristik sebagai berikut: - Bentuk ireguler - Batas angular, ekstensi ke dalam duktus - Taller than wide - Distal accoustic shadow - Peningkatan vaskularisasi intranodul - Karakteristik lain yang perlu dicurigai mengarah pada keganasan: adanya fokus kalsifikasi, edema jaringan sekitar, dan massa padat lain di dekat massa utama (satelite) Massa padat yang jinak memiliki karakteristik sebagai berikut: - Berbentuk oval - Batas tegas - Memiliki ekogenik yang uniform (iso-ekoik, umumnya seluruhnya hiperekoik) - Wider than tall - Namun, beberapa jenis keganasan seperti karsinoma duktal in situ dan karsinoma meduler dapat berupa massa iso-ekoik atau hipoekoik berbatas tegas Selain itu, nodus limfe juga dapat dievaluasi melalui ultrasonografi. Kondisi patologis nodus limfe dapat berupa: - Reaktif: dapat terlihat pada infeksi, termasuk HIV. Karakteristik jenis ini adalah nodus berukuran lebih besar daripada normal, dengan korteks yang menebal secara simetris - Neoplastik: dapat terjadi akibat metastasis karsinoma payudara, limfoma. Karakteristik jenis ini adalah batas tidak tegas, penebalan korteks yang difus atau noduler, dan ekogenik hilum yang menghilang Beberapa jenis massa jinak yang ditemui pada payudara antara lain: 1. Kista 18 - Berbatas tegas, posterior wall echo yang jelas, pada kista multipel yang tersusun clustered terdapat septa tipis yang avaskular (Gambar 2.10) Gambar 2.10 Kista (kiri) mamogram (kanan) ultrasonografi 2. Fibroadenoma - Berbatas tegas atau gently lobulated, hipo- atau iso-ekoik, massa homogen, wider than tall, dapat mengandung kalsifikasi berukuran besar dan kasar (Gambar 2.11) Gambar 2.11 Fibroadenoma (kiri) mamogram (kanan) ultrasonografi 3. Nodus limfe - Berbatas tegas, hipoekoik dengan hilus hiperekoik, berbentuk oval atau reniform. Pembesaran ukuran nodus limfe disertai hilangnya gambaran hilus mengarah pada keganasan 4. Lipoma - Berbatas tegas, berbentuk oval atau bulat, isoekoik atau sedikit lebih hiperekoik dibandingkan lemak subkutan, pada mamogram tampak sebagai massa radiolusen berbatas tegas 5. Nekrosis Lemak - Berbentuk ireguler, batas tidak tegas, dapat memiliki kalsifikasi di tepinya (rim calcification), dapat anekoik atau campuran hiper- dan hipoekoik 19 6. Sclerosing adenosis - Berbatas tegas, berbentuk oval, tampak hipoekoik, dapat mengandung kalsifikasi, tampilan dapat menyerupai kanker 7. Fibrosis stromal - Tampilan sonografi bervariasi, dapat hipoekoik, heterogen, atau isoekoik dengan batas yang bervariasi; dapat memiliki posteriod shadow yang tebal 8. Fibroadenolipoma -Berbentuk oval, biasanya berbatas tegas, compressible, ekogenik berupa campuran lemak yang hiperekoik dan elemen glandular yang hipoekoik, pada mamogram tampak seperti “breast-within-a-breast” 20 BAB III PEMBAHASAN Pada pasien, benjolan payudara telah dialami sejak 10 bulan SMRS. Penyebab benjolan seperti trauma yang menimbulkan hematoma pada payudara dapat disingkirkan karena tidak ada riwayat trauma. Penyebab infeksi seperti abses atau mastitis dapat disingkirkan karena tidak ada riwayat demam, tidak ada tanda inflamasi pada benjolan payudara seperti perubahan warna kulit (menjadi lebih kemerahan), rasa nyeri atau terasa lebih panas dari kulit di sekitarnya. Oleh karena itu, penyebab benjolan yang paling mungkin pada pasien adalah neoplasma. Pada Ny. R, pertama kali dipikirkan adanya keganasan karena usia pasien dan beberapa faktor risiko lainnya untuk kanker payudara, yaitu menarche awal (di bawah usia 12 tahun), obesitas, riwayat keluarga mengalami kanker payudara, dan tidak pernah hamil atau menyusui. Pada anamnesis, didapatkan benjolan tidak bertambah besar, tidak terdapat benjolan di tempat lain, dan tidak ada keluhan lain. Ukuran benjolan yang dirasakan tidak bertambah besar dapat terjadi pada keganasan, karena sel-sel kanker payudara bertumbuh dengan pembelahan sel secara mitosis, dan diperlukan 30 kali pembelahan sel agar ukuran tumor dapat bertambah 1 cm. Umumnya, setiap pembelahan memerlukan waktu sekitar satu atau dua bulan, sehingga bisa jadi ukuran tumor pada pasien tidak terlihat pertambahan ukurannya secara kasat mata (butuh waktu dua tahun agar ukuran tumor bertambah 1 cm). Tidak adanya benjolan di ketiak atau leher yang dirasakan pasien menunjukkan kemungkinan tidak ada penyebaran sel ganas pada kelenjar getah bening aksila maupun infraklavikula atau supraklavikula, namun hal perlu dipastikan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. Tidak adanya keluhan lain menunjukkan kemungkinan tidak ada metastasis jauh, seperti ke paru-paru (keluhan batuk, sesak napas progresif), otak (nyeri kepala, pusing), hepar (ikterik, dispepsia), atau vertebra/tulang panjang (nyeri punggung, nyeri tulang), namun hal ini perlu dipastikan dengan pemeriksaan penunjang, baik laboratorium maupun radiologis. Oleh karena itu, karakteristik tersebut tidak dapat menyingkirkan keganasan, terutama dengan adanya faktor-faktor risiko pada pasien. Di sisi lain, kemungkinan tumor jinak yang dapat terjadi pada pasien meliputi beberapa jenis. Secara fisiologis, payudara telah memasuki fase involusional (usia di atas 35 tahun) di mana involusi lobus payudara, involusi duktus (dilatasi maupun sklerosis), dan perubahan jenis epitel. Oleh karena itu, lesi jinak yang banyak terjadi pada kelompok usia pasien tersebut adalah kista, ekstasia duktus, lesi sklerosis, dan hiperplasia epitel (simpel atau atipik). Fibroadenoma umumnya terjadi pada usia reproduktif (kelompok usia 15-25 tahun), 21 namun dapat dijumpai hingga usia lanjut, sehingga masih mungkin terjadi pada pasien. Galactocele dapat disingkirkan karena pasien tidak berada dalam masa menyusui, dan tidak adanya retraksi puting yang dapat menyumbat sekresi duktus. Tumor phyllodes juga dapat disingkirkan karena pertumbuhan tumor tidak cepat, misalnya bertambah besar dalam beberapa minggu. Papiloma intraduktal juga dapat disingkirkan karena umumnya terjadi pada usia muda, dan pasien tidak mengalami adanya discharge dari puting payudara. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan massa konsistensi padat, sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan kista. Massa berbatas tegas dan mobile, serta karakteristik benjolan dari anamnesis mengarah pada lesi jinak (misalnya fibroadenoma), namun belum dapat sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan keganasan. Jika benjolan tersebut merupakan keganasan, maka stadium dapat ditentukan dari ukuran tumor, nodus kelenjar getah bening, dan metastasis. Massa bersifat mobile baik dalam kontraksi maupun relaksasi otot pektoralis menunjukkan tidak ada infiltrasi massa pada otot pektoralis mayor maupun dinding dada. Tidak adanya perubahan kulit seperti ulkus menunjukkan tidak ada infiltrasi massa pada kulit. Ukuran massa berkisar antara 2-5 cm, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai T2. Pada foto toraks tidak didapatkan adanya infiltrat yang menunjukkan metastasis paru, demikian pula pada USG abdomen menunjukkan tidak adanya metastasis hepar. CT-scan kepala maupun bone scan tidak dilakukan karena tidak ada keluhan. Oleh karena itu, berdasarkan metastasisnya dapat diklasifikasikan sebagai M0. Nodus limfa pada pemeriksaan fisik tidak teraba, namun pada pemeriksaan mamografi serta USG terlihat pembesaran kelenjar getah bening aksila. Hal ini tidak selalu menunjukkan adanya metastasis. Karakteristik pembesaran KGB yang tampak pada USG berupa korteks yang hipoekoik dengan center yang hiperekoik, yang menunjukkan gambaran hilus. Permukaan korteks yang menebal juga tampak rata, tidak menebal secara noduler. Oleh karena itu, pembesaran KGB lebih mengarah pada reaktif, bukan metastasis (pada metastasis gambaran hilus menghilang dan penebalan korteks noduler/ difus), sehingga klasifikasi masih mungkin N1 atau N0. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, tidak ada peningkatan enzim hepar (AST/ALT), yang sesuai dengan tidak adanya metastasis hepar. Pada pemeriksaan penunjang radiologis mamografi, kualitas mamogram view CC dan MLO baik, ditandai dengan tampaknya otot pektoralis mayor. tampak adanya massa pada mammae sinistra. Berdasarkan karakteristiknya, massa tampak berbatas tegas, yang dapat merupakan tumor jinak (seperti kista, fibroadenoma) ataupun keganasan primer payudara (karsinoma duktal, papiler, musinosa, meduler). Pemeriksaan batas massa secara lebih mendetail tidak dapat dilakukan karena tidak ada magnification compression view. Densitas massa yang radio-opak 22 seluruhnya menunjukkan bahwa massa tidak mengandung lemak. Selain massa soliter yang tampak pada view CC, pada view MLO tampak pula massa multipel pada bagian superior mammae sinistra dan dekstra. Massa tersebut merupakan KGB aksilla, terlihat dari notch radiolusen pada bagian tengah massa dan lokasi yang umumnya terletak di bagian superior lateral. Gambaran massa pada mammae sinistra yang soliter berbentuk bulat, berbatas tegas, dan terdapat bagian yang lebih radio-opak di dalam massa (kalsifikasi) berukuran besar, lebih sesuai dengan fibroadenoma yang atrofik. Namun, hal ini belum dapat menyingkirkan kemungkinan keganasan dan penegakan diagnosis perlu dilakukan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi). Pada pemeriksaan USG, ukuran tumor menunjukkan wider than tall (lebar 2,72 dan tinggi 2,46 cm) dan berbatas tegas yang mengarah pada karakteristik massa jinak. Namun, terdapat pula karakteristik yang mengarah pada keganasan seperti ekogenik yang heterogen, hipervaskularisasi dalam massa, dan adanya kalsifikasi. Adanya hipervaskularisasi dalam massa dapat menunjukkan angiogenesis atau neovaskularisasi yang digunakan untuk suplai pertumbuhan sel-sel ganas, sedangkan kalsifikasi dapat berasal dari debris atau jaringan tumor yang nekrotik. Untuk menegakkan diagnosis pasien, dilakukan pemeriksaan biopsi secara eksisi dan potong beku. Biopsi dengan core biopsy tidak menjadi pilihan utama karena ukuran massa masih relatif kecil (sekitar 2-3 cm), sehingga sulit untuk mendapatkan jaringan dalam massa. Pada pasien, diagnosis ditegakkan secara histopatologi, yaitu karsinoma musinosum. Hal ini sesuai dengan gambaran mamografi, di mana massa berbatas tegas masih dapat merupakan keganasan, di antaranya karsinoma musinosum. Gambaran USG juga menunjukkan beberapa karakteristik yang perlu dicurigai ke arah keganasan. Setelah diagnosis keganasan ditegakkan, pembedahan dilanjutkan dengan mastektomi dan diseksi aksila. Pada pasien, jenis karsinoma adalah karsinoma musinosa. Sebagian besar karsinoma musinosa (66%) memiliki reseptor hormon, yang merupakan salah satu prognosis baik. Berdasarkan penelitian, survival rate untuk 5 tahun dan 10 tahun adalah 73% dan 59%. Pada pasien juga belum terjadi metastasis. Oleh karena itu, prognosis ad vitam pasien adalah dubia ad bonam. Setelah pembedahan dan diseksi aksila, terdapat risiko terjadinya limfedema yang dapat membuat edema ekstremitas atas dan sulit digunakan untuk aktivitas. Jika lebih dari 4 nodus, maka risiko limfedema berkisar antara 15-25%. Namun, jika terjadi limfedema maka yang terkena adalah lengan yang non-dominan (lengan kiri) dalam aktivitas sebagai guru, dan risiko limfedema dapat diminimalisir dengan beberapa cara seperti menghindari mengangkat barang berat dengan lengan yang terkena, menghindari istirahat dala posisi lengan di bawah 23 jantung atau menindih lengan yang terkena. Oleh karena itu, ad functionam adalah dubia ad bonam. Untuk kejadian rekurensi, dengan pembedahan mastektomi dan diseksi aksila yang adekuat, diharapkan tingkat rekurensi dapat diminalisir, sehingga prognosis ad sanctionam adalah dubia ad bonam. 24 Daftar Pustaka 1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 1066-92. 2. Stopeck AT, Harris JE. Breast Cancer. [Online]. 2014 January 13 [Cited: 2014 February 2]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1947145overview 3. Chabner BA, Lynch Jr TJ, Longo DL. Harrison’s manual of oncology. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 511-27. 4. Lindfors KK, Le-Petross HT. Breast imaging. In: Brant WE, Clyde A, editors. Fundamentals of diagnostic radiology. 3rd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 570-90. [e-book] 5. Iglehart D, Smith BL. Disease of the breast. In: Townsend CM, Pruitt BA, Beauchamp RD, Evers BM, editors. Sabiston textbook of surgery. 18th ed. USA: Elsevier-Saunders. 2008 25