Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 DISLIPIDEMIA – terapi obat Modifikasi gaya hidup sangat diperlukan untuk menurunkan kolesterol, tetapi banyak orang yang juga memerlukan obat penurun kadar kolesterol untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Artikel ini menjelaskan secara garis besar beberapa jenis dan efektivitas obat penurun kadar kolesterol obat yang ada di pasaran. Data epidemiologi menunjukkan dengan jelas bahwa pada sebagian populasi masyarakat terdapat fenomena peningkatan kadar lipid, yang dikaitkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular dan mortalitas (kematian). Kebanyakan negara maju berhasil menurunkan resiko kardiovaskular melalui promosi kesehatan sehingga terjadi perubahan gaya hidup. Di Indonesia sendiri belum ada data mengenai hal ini. Pengaturan diet makanan saja sebenarnya sangat bermanfaat untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Namun, pada sebagian orang diperlukan strategi farmakologis menggunakan obat untuk dapat mencapai kadar kolesterol yang ditargetkan. Pada pasien yang secara genetik cenderung mempunyai kadar kolesterol tinggi bahkandiperlukan pengobatan yang lebih agresif. Terdapat beberapa obat pilihan untuk menurunkan kadar lipid/kolesterol. Pemilihan obat yang tepat tergantung pada faktor/mekanisme yang menyebabkan abnormalitas lipid/kolesterol tersebut. STATIN Dalam 10 tahun terakhir ini di seluruh dunia, inhibitor 3‐hidroksi‐3‐metilglutaril koenzim A reduktase—biasa disebut sebagai STATIN—menjadi obat yang paling banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar lipid. Obat golongan ini memblok secara parsial reaksi konversi 3‐hidroksi‐3‐metilglutaril koenzim A menjadi asam mevalonat. Reaksi ini merupakan salah satu tahap yang penting pada proses pembentukan kolesterol dalam sel di hati. Penghambatan proses ini mengakibatkan kadar kolesterol turun dengan cepat, yaitu ketika pasien mulai dan tetap kontinyu menggunakan obat statin, walaupun dilaporkan setelah beberapa lama pasien dapat mengalami takikardi. Statin memiliki efek yang baik terhadap profil lipid secara keseluruhan. Statin, menurunkan kadar low‐density lipoprotein (LDL), yang berkaitan dengan resiko kardiovaskuler. Selain itu, statin juga menurunkan kadar trigliserida dan kadar kolesterol total dalam serum. Statin meningkatkan kadar high‐density lipoprotein (HDL) yang bersifat melindungi kardiovaskular (lihat Tabel 1). Popularitas statin dipengaruhi oleh banyaknya data uji klinik yang mengkonfirmasi bahwa penurunan kadar lipid pada pasien yang diterapi akan berakibat juga pada turunnya resiko penyakit kardiovaskuler, terutama pada angka kematian (mortalitas) total dan penyakit jantung, infark miokard dan prosedur revaskularisasi. Studi klinik yang menunjukkan penurunan mortalitas karena penyakit kardiovaskular dan koroner mendukung penggunaan statin untuk pasien wanita, pasien lanjut usia dan pasien diabetes. Efek samping statin Peningkatan yang sifatnya minor pada kadar enzim hati sering dijumpai pada 5 bulan pertama terapi statin yang biasanya akan sembuh/normal kembali dengan sendirinya. Peningkatan yang bermakna terjadi pada 2% pasien pada awal terapi tergantung pada dosis statin yang digunakan, dan akan normal kembali jika dosis statin diturunkan anatau dihentikan. Pemantauan enzim hati secara teratur selama penggunaan statin, yaitu pada 1‐bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah terapi statin dimulai, dan kemudian sekali setiap tahun. Walaupun tertulis 1 Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 ada pembatasan penggunaan statin, hanya ada sedikit bukti yang menunukkan bahwa satin berbahaya untuk pasien dengan penyakit hati kronik seperti hepattis B dan C atau kholestasis (penghentian aliran empedu). Efek samping lain yang dijumpai pada 5% pasien adalah miopati , muncul sebagai gejala nyeri pada otot dan persendian tanpa adanya perubahan kadar kreatin kinase (CK). Miopati yang parah (rhaddomiolisis fatal) dialami oleh 0,2% pasien, disertai dengan peningkatan CK (10 kali batas atas kadar normal, CK normal adalah 10‐150 IU/L), dan dalam hal ini penggunaan statin harus segera dihentikan. Jika CK berkisar antara 3‐10 kali batas atas normal, statin tetap dilanjutkan tetapi CK harus terus dipantau sampai diketahui apakah keadaan membaik atau memburuk (sehingga memerlukan penghentian statin). Jika perlu dosis statin diturunkan untuk meredakan efeksamping tersebut. Gejala efek samping pada otot ini bisanya lebih banyak terjadi pada pasien yang menggunakan kombinasi obat penurun kadar lipid, misalnya kombinasi statin dan fibrat atau asam nikotinat. Pasien harus diberitahu untuk segera melapor jika gejala nyeri otot atau lemas dialami selama penggunaan statin sehingga dapat dikonsulkan untu cek kadar CK. EFek samping lain adalh gangguan saluran cerna, ruam dan insomnia. Penggunaan statin yang dianjurkan Penggunaan statin banyak didiskusikan pada banyak pedoman terapi. Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: Statin diresepkan untuk semua pasien dengan penyakit koroner (angina, riwayat infark miokard, operasi revaskularisasi atau intervensi koroner perkutan) dan pasien yang beresiko tinggi menderita penyakit tersebut (memiliki beberapa faktor resiko, diabet, riwayat keluarga, dll). Resiko tinggi didefinisikan sebagai resiko kumulatif 10‐tahunan untuk kejadian kardiak ≥20%, Ambang batas absolut untuk memulai terapi statin masih diperdebatkan. Bukti‐bukti menunjukkan bahwa penggunaan statin bermanfaat pada pasien jantung atau pasien beresiko tinggi dengan kadar kolesterol total mulai 3,5 mmol/L. Sebagai standar minimum, statin diresepkan untuk pasien jantung dengan kolesterol >5mmol/L atau LDL>3mmol/L. Terapi yang lebih agresif akan lebih bermanfaat untuk mengurangi mortaliatas dan morbiditas. Untuk menurunkan kadar lipid agar resiko kardiovaskular berkurang, mayoritas data mendukung pemberian simvastatin 20‐ 40mg/hari atau pravastatin 40 mg/hari. Beberapa data yang lebih baru mendukung penggunaa atorvastatin dosis tinggi , tetapi ada kekhawatiran mengenai keamanan dan pertimbangan biaya, terutama jika digunakan untuk masyarakat luas. Manfaat nyata terapi statin jelas terlihat pada pasien yang beresiko tinggi mengalami kejadian gangguan fungsi jantung, yaitu pasien dengan kadar lipid yang tinggi, pasien dengan penyakit koroner dengan beberapa penyakit penyerta (ko‐morbid) atau beberapa faktor resiko sekaligus. Secara umum untuk statin dengan durasi kerja singkat (terutama fluvastatin, pravastatin, dan simvastatin) disarankan digunakan pada malam hari sesuai dengan kerja hati yang juga maksimal saat itu memproduksi kolesterol. Hal ini tidak perlu dilakukan untuk statin dengan durasi kerja panjang seperti atorvastatin atau rosuvastatin. Terapi statin bisanya ditoleransi dengan baik, walupun demikian tetap harus hati‐hati, diskusikan dengan pasien jika terjadi efek samping, usahakan dosis yang digunakan tidak menimbulkan efek samping agar kepatuhan pasien dalam menggunakan statin untuk jangka waktu yang lama dapat terjamin. Kolesterol total dalam serum dan fungsi hati harus dicek paling sedikit sekali dalam setahun jika pasien sudah stabil dengan terapi statin. Statin berinteraksi dengan obat lain karena efek hambatannya terhadap sistem sitokrom P450. Fibrat Turunan asam fibrat (fibrate) banyak diresepkan pada 1980‐1990‐an, tetapi kemudian menurun ketika data yang 2 Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 mendukung penggunaan statin mulai banyak. Efek utama fibrat adalah penurunan kadar trigliserida, juga penurunan kolesterol LDL yang moderat pada pasien yang kadarnya meningkat dan meningkatkan kolesterol HDL (Tabel 1). Empat mekanisme kunci fibrat adalah: • Meningkatkan lipolisis • Meningkatkan asupan asam lemak hati dan menurunkan produksi trigliserida hati • Meningkatkan asupan LDL oleh reseptor LDL • Menstimulasi transport kolesterol balik sehingga meningkatkan HDL Fibrat digunakan terutama untuk menurunkan kadar trigliserida pada pasien yang hanya mengalami peningkatan trigliserida (isolated hypertriglyceridaemia), bermanfaat juga untuk menangani hiperlipidemia campuran, terutama jika kadar HDL rendah. Fibrat dapat ditambahkan pada terapi statin jika target terapi tidak tercapai pada terapi tunggal (monoterapi), dan sebagai alternatif jika pasien tidak tahan terhadap statin. Harus diingat bahwa peresepan kombinasi statin dan fibrat meningkatkan resiko miopati secara bermakna, dan mungkin obat baru (misalnya ezetimib) mungkin lebih teapt. Bukti kemanfaatan fibrat pada kardio‐ vaskular kurang meyakinkan jika dibanding statin. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa fibrat bemanfaat menurunkan frekuensi kejadian koroner, tetapi belum ada studi yang melihat manfaatnya pada angka mortalitas. Efek samping fibrat Fibrat ditoleransi baik, dengan efek samping yang paling sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna pada 5% pasien. Seperti juga pada statin, peningkatan enzim hati juga terjadi pada awal terapi tapi tidak berlanjut. Miopati jarang dilaporkan jika fibrat digunakan sebagai terapi tunggal. Harus dipertimbangkan resiko dan manfaatnya sebelum memberikan fibrat sebagai terapi kombinasi. Bile acid sequestrant Penangkap asam empedu (bile acid sequestrant) telah dipakai lebih dari 30 tahun. Mekanisme kerjanya ada dua, meningkatkan bersihan (klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam empedu. Mula‐mula obat ini mengikat asam empedu pada usus halus sehingga mencegah resirkulasinya ke dalam sistem entrohepatik. Dengan demikian ekskresi asam empedu meningkat hingga 10 kali lipat, dan karena asam empedu berkurang, hati berespon meningkatkan produksi asam empedu dengan cara menecah kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk mengikat kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam sirkulasi darah makin menurun. Sekuestran asam empedu menurunkan kolesterol LDL 15‐30%, dan meningkatkan HDL sampai 5%. Pada beberapa pasien sekuestran asam empedu meningkatkan kadar trigliserida, sehingga penggunaannya dihindari untuk pasien hipertrigliseridemia atau hiperlipidemia campuran dengan peningkatan kadar trigliserida yang signifikan. Sekuestran asam empedu dapat menurunkan kejadian gangguan fungsi jantung dan progresi aterosklerosis. Terutama berguna untuk mengobati pasien yang mengalami peningkatan kolesterol LDL saja atau sebagai obat tambahan jika monoterapi gagal mencai target terapi. Masalah utama pada terapi sekuestran asam empedu ini adalah penerimaan pasien karena rasa obat yang tidak enak. Biasanya obat diminum 4 kali sehari, dalam bentuk serbuk yang dicampurkan ke dalam sejumlah besar air. Pada dosis maksimum, golongan obat ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada abdomen, refluks esofagus dan konstipasi. Obat ini juga dapat mengikat obat lain, misalnya digoksin, levotiroksin, atau warfarin, sehingga harus diperhatikan agar penggunaan antar obat‐obattersebut dengan sekuestran asam empedu ini terpisah paling sedikit 4‐6 jam. Ezetimib Diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003, ezetimib merupakan obat pertama dalam 3 Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 kelasnya yang bekerja memblok absorpsi kolesterol pada usus halus dengan cara menghambat secara selektif mekanisme transport pada sel epitel usus halus. Karena jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun, maka hati meningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga kadar kolesterol serum akan turun. Sebagai terapi tunggal, efek utama ezetimib adalah menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 18%, dengan sedikit efek pada trigliserida dan HDL. Jika dikombinasi denga statin, bisa menghasilkan penurunan kadar LDL serum 20% lagi dibanding statin saja; disertai penurunan kadar trigliserida (~9%), dan peningkatan kolesterol HDL (~3%). Ezetimib 10 mg/hari digunakan untuk hiperkolesterolemia primer. Saat ini ezetimib digunakan jika terapi tunggal statin gagal mencapai target terapi, atau sebagai alternative monoterapi jika pasien tidak tahan statin. Efek samping ezetimib sakit kepala, nyeri abdomen dan diare. Untuk penggunaan luas masih diperlukan data keamanan penggunaan jangka panjang. Sampai saat ini disimpulkan oleh Drud and Therapeutic Bulletin bahwa “ezetimib tidak lebih bermanfaat daripada statin dan tidak menggantikan posisi statin untuk terapi rutin pasien dengan resiko aterosklerosis” dan “strategi kombinasi ezetimib‐statin tidak lebih aman dan jelas lebih mahal dibanding memaksimalkan dosis statin”. Pemberian bersama‐sama ezetimib‐fibrat saat ini tidak dianjurkan. Turunan asam nikotinat Asam nikotinat, atau niasin, dan senyawa turunannya diketahui menurunkan kolesterol (Tabel 1), walaupun mekanismenya masih belum jelas. Diperkirakan golongan ini bekerja menghambat penglepasan asam lemak bebas dari jaringan adipos, menurunkan jumlah yang tersedia untuk pembentukan trigliserida, very‐ low‐density‐lipoprotein (VLDL) dan LDL pada hati. Dengan demikian trigliserida dan LDL plasma berkurang, dan HDL meningkat. Dosis asam nikotinat yang diperlukan menurunkan kadar kolesterol jauh lebih tinggi dibanding untuk memperbaiki defisiensi vitamin. Kadar HDL yang bersirkulasi dapat ditingkatkan dengan dosis 1 g/hari, tapi diperlukan 2‐6g/hari untuk memaksimumkan efek terhadap subtipe lipid lainnya. Manfaat asam nikotinat pada kardiak diketahui pada 1970‐an, menurunkan kekambuhan infark miokard dan mortalitas total. Obat ini kurang popular karena efek sampingnya, termasuk pemerahan pada wajah dan leher yang diperantarai oleh prostaglandin, pusing dan palpitasi (berdebar‐debar). Frekuensi dan keparahan efek samping ini dapat diatasi dengan cara titrasi dosis secara perlahan pada saat awal terapi, menghindari obat/makanan yang dapat memperparah (misalnya minuman berkafein atau alkohol) dan menekan prostaglandin dengan pemberian aspirin dosis rendah dan ibuprofen. Masalah lain yang sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna, hilangnya kontrol glikemik pada psien diabet dan gout karena peningkatan kadar urat. Sediaan lepas lambat asam nikotinat lebih ditoleransi karena kadar puncaknya lebih rendah. Asam nikotinat terutama digunakan untuk meningkatkan kadar HDL sirkulasi dan bermanfaat pada pasien hiperlipidemia campuran yang mengalami peningkatan LDL dan trigliserida disertai HDL yang rendah (lipid triad). Asam nikotinat juga dapat diberikan pada terapi statin atau fibarat jika respon terhadap monoterapi tidak adekuat. Suplemen minyak ikan (fish oil) Bukti epidemiologi sejak lama menunjukkan bahwa diet kaya asam lemak omega‐3 yang diperoleh dari minyak ikan menurunkan resiko kardiovaskuler. Asam lemak omega‐3, terutama asam eikosapentanoat dan asam dokosa‐ heksanoat mempunyai beberapa efek pada lipid dan metabolism lipid, tetapi efek perlindungannya terhadap kardiovaskular mungkin terkait dengan kerja lain non‐lipid, termasuk perubahan tekanan darah, arterial compliance (elastisitas arteri), aktivitas platelet, fungsi endotel dan reaktivitas vaskular. 4 Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 Asam lemak omega‐3 menurunkan kadar lipid dengan cara menekan produksi trigliserida dan VLDL di hati dan meningkatkan konversi VLDL menjadi LDL. Kadar trigliserida menurun hingga 30% disertai sedikit peningkatan HDL. Suplemetasi asam lemak omega‐3 4‐6g/hari digunakan untuk hiperkolestrolemia. Juga dapat ditambahkan pada terapi statin atau fibrat untuk meningkatkan efektivitas penurunan lipidnya. Dosis rendah 1g/hari digunakan untuk menurunkan resiko kardiovaskular (studi GISSI‐ PREVENzione), dengan hasil penurunan mortalitas infark miokard dan stroke 10%, dan kematian jantung mendadak 44%. Efek samping utama adalah pada saluran cerna, berupa diare. RINGKASAN Terapi statin tetap merupakan terapi utama untuk mayoritas pasien, tetapi untuk kasus‐ kasus tertentu bisa digunakan kombinasi 2 golongan obat (atau kadang lebih) untuk dapat mencapi tujuan terapi yang lebih agresif. Harus diingat bahwa penggunaan obat untuk menurunkan kadar lipid hanyalah salah satu strategi yang harus diterapkan untuk menurunkan resiko kardiovaskular pada individu pasien. Tabel 1 Efek terapi obat pada subtipe kolesterol Subtipe kolesterol Kolesterol total Low‐density lipoprotein High‐density lipoprotein Trigliserida Statin ↓ 15‐40% ↓20‐60% ↑5‐15% ↓10‐40% Pustaka Gotto AM, editor. Contemporery diagnosis and management of lipid disorders. Pennsylvania, USA: Handbooks in Healthcare Compnay;2001 Randomised trail of cholesterol lowering in 4,444 patients with coronary heart disease: the Scandinavian Simvastatin Survival Study (4S). Lancet 1994; 344:1383‐9. Sacks FM, Pfeffer MA, Moye LA, Rouleau JL, Rutherford JD, Cole TG, et al. The effect of pravastatin on coronary events after MI in patients with average cholesterol levels. New England Journal of Medicine 1996;335:1001‐9. The LIPID Study Group. Prevention of cardiovascular events and death with pravastatin in patients with coronary heart disease and a broad range of initial cholesterol levels. New England Journal of Medicine 1998:339:1349‐57. Efek terapi obat Fibrat Niasin ↓10‐15% ↑5‐20% ↓20‐50% ↓20‐30% ↑15‐35% ↓20‐50% Heart Protection Study Collaborative Group. Heart protection study of choleasterol lowering with simvastatin in20,536 high‐risk individuals: a randomized placebo‐controlled trial. Lancet 2002: 360:7‐22. Shepherd J, Cobbe SM, Ford I, Isles CG, Lorimer AR, MacFarlane PW, et al. Prevention of coronary heart disease with pravastatin in men with hypercholesterolemia. New England Journal of Medicine 1995;1301‐ 7. Downs JR, Clearfield M, Weis S, Whitney E, Shapiro DR, Beere PA, et al. Primary prevention of acute coronary events with lovastatin in men and women with average cholesterol levels: Results of AFCAPDS/TexCAPS. JAMA 1998;279: 1915‐22. Colhoun HM, Betteridge DJ, Durrington PN, Hitman GA, Neil HA, Livingstone SJ, et al. Primary prevention of cardiovascular disease with atorvastatin in type 2 diabetes in the Collaborative Ator‐ 5 Helen Williams, 2005; terj. mod. Diana Lyrawati, 2008 vastatin Diabetes Study (CARDS): multicentre randomized placebo controlled trial. Lancet 2004;364:685‐ 96. Cannon CP, Braunwald E, McCabe CH, Rader DJ, Rouleau JL, Belder R, et al. Intensive versus moderate lipid lowering with statins after acute coronary syndromes. New England Journal of Medicine 2005;350:1495‐504. LaRosa JC, Grundy SM, Waters DD, Shear C, Barter P, Fruchart J‐C et al. Intensive lipid lowering with atorvastatin in patients with stable coronary disease. New England Journal of Medicine 2005;352:1425‐35. Rubins HB, Robins SJ, Collins D, Fye CL, Anderson JW, Elam MB, et al, for the Veterans Affairs High‐Density Lipoprotein Cholesterol Intervention Study Group. Gemfibrozil for the secondary prevention of coronary heart disease in men with low levels of high‐ density lipoprotein cholesterol. New England Journal of Medicine 1999; 341:410‐18. BIP Study Group. Secondary prevention by raising HDL cholesterol and reducing triglyceride levels in patients with coronary heart disease: the Bezafibrate Infarction (BIP) Study. Circulation 2000;102:21‐7. Lipid Rearsch Clinic Program. The Lipid Research Clinics coronary prevention trial results II. The relationship of reduction in incidence of coronary heart disease to cholesterollowering. JAMA 1984;251: 365‐74. Ezetimibe—a new cholesterol‐lowering drug. Drugs and Therapeutics Bulletin 2004;42:65‐7. Coronary Drug Project Research Group. Fifteen year mortality in coronary drug project patients:long‐term benefit with niacin. Journal of the American College of Cardiology 1986;8:1245‐55. Taylor AJ, Sullenberger LE, Lee HJ, Lee JK, Grace KA. Arterial Biology for the Investigation of the Treatment Effects of Reducing Cholesterol (ARBITER) 2: a double‐blind, placebo‐controlled study of extended‐ release niacin on atherosclerosis progression in secondary prevention patients treated with statins. Circulation 2004;110:3512‐7. Alsheikh‐Ali AA, Abjourjaily HM, Stanek E. Increases in HDL‐cholesterol are the strongest predictors of risk reduction in lipid intervention trials. Circulation 2004;110(Suppl III):813. Marchioli R, Barzi F, Bomba E, Chieffo C, Di Gregorio D, Di Mascio R, et al. Early protection against sudden death by n‐3 polyunsaturated fatty acids after myocardial infarction : time‐course analysis of the results of the Gruppo Italiano per lo Studio della Sopravvienza nell’Infarto Miocardico (GISSI)‐ Prevenzione. Circulation 2002;105: 1897‐903. 6