5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Paku Tumbuhan paku

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku disebut Pteridophyta yang berasal dari bahasa Yunani.
Pteridophyta diambil dari kata pteron yang berarti sayap, bulu dan phyta yang
berarti tumbuhan. Di Indonesia tumbuhan ini lebih dikenal sebagai tumbuhan
paku. Tumbuhan paku termasuk tumbuhan kormus berspora, artinya dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku
belum dihasilkan biji. Sehingga itu alat perkembang biakannya masih berupa
spora. Tumbuhan paku tergolong tumbuhan yang heterogen, baik ditinjau dari
segi habitus (Tjitrosoepomo, 1994).
Tumbuhan paku merupakan golongan tumbuhan yang mempunyai ciri
khas yang tidak dijumpai pada golongan tumbuhan lain. Ciri utama yang
membedakannya adalah adanya daun-daun muda yang berbentuk seperti satu
gulungan tali. Ciri lain yang sangat nyata adalah semua jenis tumbuhan ini
menghasilkan spora yang terbentuk dalam sporangium.
2.1.1
Morfologi tumbuhan paku
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berpembuluh yang tidak berbiji,
memiliki susunan tubuh khas yang membedakannya dengan tumbuhan yang lain.
Tumbuhan paku disebut sebagai Tracheophyta berspora, yaitu kelompok
tumbuhan yang berpembuluh dan berkembang biak dengan spora. Bagian-bagian
tubuh berupa akar, batang, dan daun dapat dibedakan dengan jelas.
6
1) Akar
Akar tumbuh dari pangkal batang, membentuk akar serabut, sehingga itu
sistem perakaran paku merupakan akar serabut. Berdasarkan poros bujurnya,
embrio tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan kutub bawah.
Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan bagian kutub
bawah membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh dari
rimpang. (Holtum, 1959; Smith, 1971) dalam Hariyadi (2000).
2) Batang
Umumnya batang tumbuhan paku tumbuh di tanah disebut akar batang
atau rizoma (rimpang). Batang tumbuhan paku dapat berbentuk panjang,
merambat atau memanjat. Rimpang dan daun yang masih muda sering tertutup
oleh rambut atau sisik sebagai pelindungnya (Holtum ; Satrapadja dalam
Hariyadi, 2000). Beberapa tumbuhan paku memiliki batang yang muncul di atas
tanah, misalnya pada genus Alsophyla, Cyathea, Psilotum.
3) Daun
Berdasarkan bentuk dan sifat daunnya tumbuhan paku dapat dibedakan
atas dua golongan menurut Smith dalam Lubis (2009) yaitu:
a) Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah
dibedakan atas batang dan daun , misalnya pada Asplenium.
b) Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa
sisik sehingga sukar dibedakan bagian-bagiannya, misalnya pada genus
Lycopodium.
7
Berdasarkan fungsinya daun paku Megaphyllus dibagi atas 2 kelompok
yaitu tropofil dan sporofil (Tjitrosoepomo, 1994).
a) Tropofil, yaitu daun yang berwarna hijau yang berfungsi sebagai
penyelenggara asimilasi.
b) Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora.
Gambar 1. Struktur tubuh paku (sumber : Anonim, 2012)
2.1.2
Klasifikasi tumbuhan paku
Tumbuhan paku dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran
spora yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun.
Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae,
Lycopodinae dan Filicinae (Tjitrosoepomo, 2011) yang diuraikan sebagai berikut:
1.
Kelas Psilophytinae (Paku purba)
Kelompok tumbuhan paku ini dinamakan paku purba karena sebagian
besar telah punah. Anggota paku purba ada yang merupakan paku telanjang (tidak
berdaun) dan ada yang berdaun kecil (mikrofil) yang belum terdiferensiasi
(Gambar 2). Paku yang tergolong kelas ini hanya memilki satu ordo yaitu
Psilophytales.
8
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Psilophytinae
: Psilophytales
: Psilophytiaceae
: Psilotum
: Psilotum nudum
Gambar 2. Psilotum nudum
(Sumber : www.plantthis.com.au)
2.
Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda)
Anggota paku ekor kuda sebagian sudah banyak yang punah. Umumnya
paku ekor kuda memiliki batang berupa rhizoma. Cabang-cabang batangnya
beruas-ruas. Pada ujung cabang batang sering ditemukan badan bulat disebut
elatern. Badan ini merupakan penghasil spora (Gambar 3). Paku ini terdiri
memilki tiga ordo yaitu Equisetales, Sphenophyllales, dan Protoarticulatales.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Equisetinae
: Equisetales
: Equisetaceae
: Equisetum
: Equisetum arvanse
Gambar 3. Equisetum arvanse
(Sumber : www.plantthis.com.au)
3.
Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat)
Paku kelompok ini batang dan akarnya bercabang-cabang menggarpu.
Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
9
a. Ordo Selaginellales
Spesies dari ordo ini mempunyai batang berbaring dan sebagian berdiri
tegak, bercabang menggarpu. Tumbuh membentuk rumput, ada yang memanjat
dan tunasnya dapat mencapai sampai beberapa meter. Pada batang terdapat daundaun kecil yang berhadapan dan tesusun dalam empat baris (Gambar 4).
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Lycopodinae
: Selaginellales
: Selaginellaceae
: Selaginella
: Selaginella wildenowii
Gambar 4. Selaginella wildenowii
(Sumber : rimba.um.edu.my)
b. Ordo Lycopodiales
Ordo ini terdiri kurang lebih atas 200 jenis tumbuhan yang hampir semua
tergolong dalam family Lycopodiaceae dari genus Lycopodium. Lycopodium
kebanyakan berupa terna kecil, batangnya mempunyai berkas pengangkut yang
masih sederhana, tumbuh tegak atau berbaring dengan cabang-cabang yang
menjulang ke atas. Daun-daun berambut, berbentuk garis atau jarum (Gambar 5).
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Lycopodinae
: Lycopodiales
: Lycopodiaceae
: Lycopodium
: Lycopodium clavatum
Gambar 5. Lycopodium clavatum
(Sumber : www.plantthis.com.au)
10
4.
Kelas Filicinae (Paku sejati)
Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat,
air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas
ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu:
a. Sub kelas Eusporangiatae
Tumbuhan yang tergolang dalam anak kelas ini kebanyakan berupa terna.
Protalium di bawah tanah dan tidak berwarna, atau di atas atanah dan berwarna
hijau. Protalium selalu mempunyai cendawan endofitik. Sub kelas ini dibedakan
atas dua ordo yaitu Ophioglossales dan Marattiales.
Salah satu ordo pada sub kelas ini adalah ordo Marattiales, ordo ini hanya
terdiri dari satu family yaitu Marattiaceae. Daunnya amat besar, menyirip ganda
sampai beberapa kali (Gambar 6). Sporangium pada sisi bawah daun. Kebanyakan
paku ini berupa paku tanah yang isopor.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Eusporangiatae
: Marattiales
: Marattiaceae
: Marattia
: Marattia fraxinea
Gambar 6. Marattia fraxinea
(Sumber : www.plantthis.com.au)
b.
Sub kelas Hydropterides
Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan
hidrofit. Tumbuhan ini selalu heterospor. Terbagi atas dua family, yaitu:
11
1) Family Salviniaceae
Family ini merupakan tumbuhan paku air yang mengapung dengan bebas
pada permukaan air, hanya sedikit bercabang-cabang. Daunnya berkarang, pada
tiap-tiap buku terdapat daun. Dari ketiga daun itu dua terdapat di atas, berhadapan
dan merupakan alat pengapung, yang ketiga terdapat di dalam air terbagi-bagi
merupakan badan-badan yang bentuk maupun fungsinya menyerupai akar
(Gambar 7).
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Ptridophyta
: Filicinae
: Hydropterides
: Hydropteridiales
: Salviniaceae
: Salvinia
: Salvinia natans
Gambar 7. Salvinia natans
(Sumber : www.aquaticquotient.com)
2) Family Marciliaceae
Family ini hidup di paya-paya atau di air yang dangkal, berakar dalam
tanah, jarang berupa tumbuhan darat sejati. Jika hidup di darat berbentuk seperti
umbi, batangnya menyerupai rimpang yang merayap ke atas membentuk daundaun, ke bawah membentuk akar-akar. Daun pada jenis-jenis tertentu bersifat
polimorf. Daun mempunyai helaian yang berbelah empat atau dua, jarang utuh.
Daun yang masih muda mengulung.
12
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Hydropterides
: Hydropteridiales
: Marsileaceae
: Marcillea
: Marcillea crenata
Gambar 8. Marcillea crenata
(Sumber : www.plantthis.com.au
c. Sub kelas Leptosporangiatae
Sub kelas ini terdiri atas beranekaragam paku-pakuan. Tumbuhan ini
paling banyak terdapat di daerah tropika, meliputi jenis-jenis paku dari yang
terkecil (hanya beberapa mm saja) sampai yang besar (berupa pohon).
1) Family Schyzaeceae
Pada suku ini sporangium tidak bertangkai atau hampir tidak bertangkai,
terpisah-pisah, paku ini terdapat rambut-rambut atau sisik-sisk Pada suku ini
terdapat dua genus yaitu Schizae (Gambar 9) dan Lygodium (Gambar 10).
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Schizaeaceae
: Schizae
: Schizae bifida
Gambar 9. Schizae bifida
(Sumber : www.noosanativeplants.com.au)
13
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Schizaeaceae
: Lygodium
: Lygodiun circinnatum
Gambar 10. Lygodiun circinnatum
(Sumber : www.flickriver.com)
2) Family Hymenophyllaceae
Kebanyakan yang tergolong dalam suku ini berupa tumbuhan paku yang
kecil, dan seringkali hanya terdiri atas satu lapis sel saja. Sorus terdapat pada tepi
daun, indisium berbentuk piala (Gambar 11), paku ini bayak terdapat di daerah
tropika. Family ini terdiri atas dua genus yaitu Trichomanes dan Hymenophyllum.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Hymenophyllaceae
: Hymenophyllum
: Hymenophyllum australe
Gambar 11. Hymenophyllum australe
(Sumber : www.andydownunder.com)
3) Family Cyatheacae
Suku ini sorusnya mengandung banyak sporangium yang terdapat di
bagian permukaan bawah daun, berbentuk bola, indisium tidak ada atau jika ada
berbentuk bola, piala atau mangkuk yang amat kecil. Daun tersusun sebagai rozet
batang, menyirip ganda (Gambar 12).
14
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Cyatheacae
: Cyathea
: Cyathea contaminans
Gambar 12. Cyathea contaminans
(Sumber : http://toptropicals.com)
4) Family Gleicheinaceae
Suku ini sorusnya hanya mengandung sedikit sporangium tanpa tangkai
dan membuka dengan suatu celah membujur, paku ini mempunyai sisik-sisik
(Gambar 13), pada suku ini yang terkenal adalah genus Gleichenia.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Gleicheinaceae
: Gleichenia
: Gleichenia linearis
Gambar 13. Gleichenia linearis
(Sumber : gunungonline.com)
5) Family Davalliaceae
Suku ini bentuk sorus dengan indisium berbentuk piala atau sisik pada tepi
daun. Terdapat di daerah Palaeotropis, daunnya menyirip ganda dua atau lebih,
dengan urat-urat yang bebas. Rimpang merayap denga ruas-ruas yang panjang,
bersisik rapat. Sisik berwarna pirang (Gambar 14).
15
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Davalliaceae
: Davallia
: Davallia trichomanoides
Gambar 14. Davallia trichomanoides
(Sumber : phytoimages.siu.edu)
6) Family Aspleniaceae
Suku ini bentuk sorusnya bangun garis atau sempit memanjang, terletak
disamping tulang cabang, daun tidak dapat lepas dari rimpang, meyirip, atau
menyirip ganda (Gambar 15). Paku tanah atau epifit.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Aspleniaceae
: Asplenium
: Asplenium nidus
Gambar 15. Asplenium nidus
(Sumber : www2.hawaii.edu)
7) Family Pteridaceae
Pada suku ini bentuk sorusnya sejajar dengan tepi daun atau dekat dengan
tepi daun, ditutup oleh tepi daun itu. Suku ini terdiri atas beberapa genus yaitu
Pteridium (Gambar 16), Pteris (Gambar 17) dan Adiantum (Gambar 18).
16
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Pteridaceae
: Pteridium
: Pteridium esculentum
Gmbar 16. Pteridium esculentum
(Sumber : www2.hawaii.edu)
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Pteridaceae
: Pteris
: Pteris vittata
Gambar 17. Pteris vittata
(Sumber : www2.hawaii.edu)
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Pteridaceae
: Adiantum
: Adiantum peruvianum
Gmbar 18. Adiantum peruvianum
(Sumber : http://toptropicals.com)
8) Family Polypodiaceae
Family ini bentuk sorusnya bermacam-macam. Letaknya pada tepi atau
dekat dengan tepi daun, dapat pula pada urat-urat berbentuk garis, memanjang
bulat (Gambar 19). Salah satu genus dari family ini adalah Draymoglosum.
17
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Polypodiaceae
: Draymoglosum
: Draymoglosum phaseolides
Gambar 19. D. phaseolides
(Sumber : http://toptropicals.com)
9) Family Acrostichaceae
Suku ini sorusnya tanpa indisium, menutupi sebagian atau seluruh sisi
daun. Suku ini terdiri atas beberapa genus yaitu : Elaphoglossum, Platycerium
(Gambar 20) dan Acrostichum.
Klasifikasi
Regnum
Devisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Plantae
: Pteridophyta
: Filicinae
: Leptosporangiatae
: Leptosporangiales
: Acrostichaceae
: Platycerium
: Platycerium bifurcatum
Gambar 20. Platycerium bifurcatum
(Sumber : www.tropicalplantbook.com)
2.1.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Paku
Keberadaan tumbuhan paku di suatu tempat selalu dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor biotik maupun abiotik.
Secara umum tumbuhan paku tidak dapat tumbuh pada habitat yang kering,
kebanyakan hidup pada tempat yang kelembabannya tinggi, dan teduh. Jika dikaji
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kebanyakan tumbuhan paku
18
mempunyai kisaran ekelogi yang agak sempit dan terbatas sehingga tumbuhan
paku mempunyai nilai penting yang cukup besar sebagi indikator habitat tertentu.
Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan paku adalah menyangkut
masalah kompetisi antara tumbuhan paku itu sendiri. Baik untuk mendapatkan
makanan
maupun
untuk
tempat
hidupnya.
Faktor-faktor
abiotik
yang
mempengaruhi tumbuhan paku adalah sebagai berikut :
1. Temperatur
Di daerah tropis biasanya tumbuhan paku ditemui di bawah penutupan
tajuk pohon yang rapat. Tumbuhan paku menyukai temperatur sejuk dan
kelembaban yang tinggi untuk pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999).
Tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki
kisaran 21-27 o C untuk pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001). Dengan
keadaan temperatur yang sesuai menyebabkan banyak jenis tumbuhan paku yang
hidup di kawasan hutan tropis.
2. Kelembaban
Kelembaban adalah salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan paku.
Tanpa adanya kelembaban udara yang tinggi, umumnya tumbuhan paku tumbuh
tidak sehat. Menurut Thomas dan Garber (1999) tingkat kelembaban 30% ialah
persentase
terendah
yang
masih
pertumbuhannya. Kelembaban relatif
dapat
ditoleransi
oleh
paku
untuk
yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan
paku pada umumnya berkisar antara 60-80 % (Hoshizaki dan Moran, 2001).
19
3. Intensitas cahaya
Tumbuhan paku
tumbuh baik pada kondisi yang ternaungi. Intensitas
cahaya yang baik bagi pertumbuhan paku berkisar antara 200-600 f.c (footcandles) (Hoshizaki and Moran, 2001). Tumbuhan Paku pada stadia dewasa
membutuhkan cahaya yang lebih banyak dibandingkan tumbuhan paku pada
stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang rapat kurang cocok bagi
pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond memanjang dan kurus,
memperlambat siklus produksinya, serta cenderung menguning dan mati lebih
cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah namun cukup biasanya
berukuran besar dan tumbuh subur.
Pada kondisi cahaya tinggi, frond tumbuhan paku menjadi lebih keras,
lebih tebal, lebih banyak memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap
perubahan lingkungan. Sedangkan tumbuhan paku yang kelebihan cahaya
biasanya berukuran lebih kecil, kurang subur, daunnya hijau menguning serta
bagian tepi daunnya berwarna cokelat.
4. Ketinggian atau topografi
Faktor ketinggian sangat berpengaruh pada pertumbuhan suatu tumbuhan.
Hal ini karena faktor ketinggian sangat berhubungan erat dengan faktor
lingkungan yang lain. Ketinggian suatu tempat sangat mempengaruhi iklim,
terutama curah hujan dan suhu udara. Curah hujan sangat berkorelasi positif
dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkolerasi negatif dengan ketinggian.
20
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran Tumbahan Paku
Tumbuhan paku paling banyak ditemukan di daerah beriklim basah.
Keanekaragaman jenisnya paling banayak ditemukan di hutan hujan tropis
dibandingkan dengan hutan lainnya. Menurut Loveles dalam Sunarmi (2004),
penyebaran tumbuhan paku di dunia sangat khas tapi yang banyak tumbuh adalah
di daerah tropis yang lembab. Di muka bumi ini tumbuh sekitar 10.000 jenis
tumbuhan paku, 800 jenis di antaranya termasuk kelas Pteropsida (Haupt dalam
Sunarmi, 2004). Dari jumlah tersebut kawasan Malesia yang sebagian besar terdiri
atas kepulauan Indonesia diperkirakan memiliki lebih kurang 1.300 jenis
(Sastrapradja dalam Suryana, 2007).
Hutan hujan tropis sebagai habitat tumbuhan paku dikelompokkan mulai
dari hutan dataran rendah, hutan ketinggian sedang, sampai hutan dataran tinggi.
Di hutan hujan tropis beberapa jenis tumbuhan paku ditemukan di lantai hutan
tetapi sebagian besar lainnya ditemukan sebagai epifit pada batang atau
percabangan yang menghiasi kanopi (Jones dalam Hariyadi, 2000). Dengan
demikian tumbuhan paku dapat memperoleh cahaya, akarnya melilit di batang
untuk menyerap nutrien dan kelembaban dari permukaan sekitarnya akan tetapi
tidak sebagai parasit.
Tumbuhan paku umumnya lebih beragam di daerah pegunungan dari pada
di dataran rendah. Beberapa faktor lingkungan seperti kelembaban yang tinggi,
aliran air yang banyak, adanya kabut dan curah hujan yang tinggi mempengaruhi
jumlah tumbuhan paku yang tumbuh (Sastrapradja et al., 1980 dalam Ichlas,
2009).
21
Jenis-jenis tumbuhan paku ada yang hidup di lingkungan terbuka (sunfern)
dan ada pula yang di bawah naungan atau terlindung (shadefern). Dari dua
kategori ini dapat dikelompokkan sebagai paku tanah, merambat, epifit, paku
karang, dan paku air (Hidayat dalam Dayat, 2000).
Berdasarkan uraian di atas tumbuhan paku lebih beragam di dataran tinggi
daripada di dataran rendah. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor
lingkungan yang mendukung pertumbuhan paku. Tumbuhan paku lebih menyukai
tempat dengan kelembaban yang tinggi. Selain itu, habitat tumbuhan paku tidak
hanya di tempat yang ternaung dengan intenasitas cahaya yang rendah tetapi ada
juga beberapa yang hidup di tempat terbuka yang terkena cahaya matahari
langsung, tapi kisaran intensitas cahaya yang masuk masih bisa di toleransi oleh
tumbuhan paku.
2.2
Pola Penyebaran Tumbuhan
Menurut
Indriyanto
(2008)
penyebaran
adalah
parameter
yang
menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang habitatnya, dan
individu yang ada dalam populasi mengalami pola penyebaran di dalam habitat
lingkunganya.
Pola penyebaran merupakan salah satu ciri khas dari setiap organisme di
suatu habitat. Pola penyebaran tergantung pada faktor lingkungan maupun
keistimewaan biologis itu sendiri. Organisme dalam populasi dapat tersebar dalam
tiga bentuk pola penyebaran yaitu pola penyebaran acak, seragam dan
berkelompok.
22
1. Pola penyebaran acak (Random)
Penyebaran acak terjadi apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada
kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi, dan masing-masing individu
memilki kecenderungan untuk memisahkan diri.
Gambar 21. Pola Penyebaran Acak
2. Pola penyebaran seragam
Penyebaran seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di
seluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi.
Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya
pembagian ruang yang sama.
Gambar 22. Pola Penyebaran Seragam
3. Pola penyebaran berkelompok
Penyebaran berkelompok pada suatu populasi merupakan penyebaran yang
umum terjadi di alam. Dimana individu-indvidu selalu ada dalam kelompokkelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Pengelompokan ini
disebabkan oleh berbagai hal:
23
a. Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal
b. Respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman akibat dari cara
atau proses reproduksi atau regenerasi.
Gambar 23. Pola Penyebaran Berkelompok
Untuk mengetahui pola penyebaran digunakan rumus indeks Morista
dengan rumus sebagai berikut :
=
Ket : Id
n
∑ −∑
(∑ ) − ∑
= Index penyebaran Morista
= Jumlah petak ukur
Σx = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas
Σx2 = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas
(Krebs, 1989)
975 = 13.1
∑
=
=
0,25 = 40.6
∑
,
∑
∑
= 0,5 + 0,5
Ket :
=
=
(
(
)
)
Selanjutnya diuraikan dalam (Krebs, 1989) untuk mengetahui ketiga pola
distribusi di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan rumus indeks morista
24
standar dispersi, apabila hasil analisis datanya mendapat nilai 0, maka pola
penyebarannya terjadi secara acak (random), tetapi jika mendapatkan nilai di atas
0 maka pola penyebarannya bergerombol (clumped), sedangkan pola seragam
(uniform) dapat diketahui apabila nilai didapatkan di bawah 0.
2.3
Cagar Alam Gunung Ambang
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UUD No
5 tahun1990).
Cagar Alam Gunung Ambang merupakan salah satu kawasan konservasi
di Pulau Sulawesi bagian Utara yang terletak pada koordinat antara 0º 40’ – 0º 45’
LU dan 124º20’ – 124º 45’ BT dan berbatasan dengan Hutan Produksi (HP) dan
Hutan Produksi Terbatas (HPT) di sebelah Utara, kecamatan Modayag di sebelah
Selatan, di sebelah Timur dengan kecamatan Passi Timur, Modoinding dan
Tompaso Baru dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Poopoh dan Manembo
(Arini, 2009).
Kawasan ini ditetapkan menjadi cagar alam berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.359/Kpts/ Um/6/1978 dengan luas kawasan sebesar 8.638
ha (Arini, 2009). Namun, setelah dilakukan rekonstruksi dan pemancangan, tata
batas mengalami perubahan menjadi 18.765,4 ha berdasarkan SK. Menhutbun No.
452/Kpts-II/1999 Tgl. 17 Juni 1999 (Basuki, 2011). Secara administratif kawasan
ini terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow
Induk dan Minahasa Selatan.
25
Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang memiliki topografi bergelombang,
berbukit sampai bergunung dan sebagian kecil landai, mulai dari dataran rendah
hingga berbukit dan ketinggian mulai dari 700 sampai dengan 1.869 m dpl.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Cagar Alam Gunung
Ambang termasuk iklim tipe A dengan curah hujan rata-rata 2.023 – 2.688
mm/tahun (Basuki, 2011).
Download