Tinjauan Pustaka genetika fix

advertisement
A. Tinjauan Pustaka
Penyebaran gen dapat terjadi jika ada perkawinan antar individu dalam suatu
populasi. Berdasarkan jumlah sifat yang disilangkan, terdapat dua macam
persilangan yaitu persilangan monohibrid dan persilangan dihibrid.
Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda
sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda.
Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan dengan persilangan
monohibrid karena pada persilangan dihibrid melibatkan dua lokus
(Wijayanto, 2013: 79).
Penyerbukan sendiri yang berlangsung beberapa generasi terus-menerus akan
menghasilkan galur murni, (keturunan yang selalu memiliki sifat keturunan
yang sama dengan induknya). Diwaktu Mendel mengawinkan tanaman ercis
berbatang tinggi dengan yang berbatang kerdil, maka semua tanaman
keturunan pertama seragam berbatang tinggi. Suatu tanda bahwa sifat tinggi
mengalahkan sifat kerdil. Sifat demikian disebut dominan. Sifat yang
dikalahkan sifat resesif. Ketika tanam-tanaman keturunan pertama dibiarkan
menyerbuk sendiri didapatkan tanam-tanaman keturunan kedua dengan
perbandingan ¾ batang tinggi: ¼ batang kerdil (Suryo, 2013: 7).
Gen dominan dinyatakan dengan huruf besar, sedangkan gen resesif dengan
huruf kecil. Contoh: T (batang tinggi) dan t (batang kerdil). Tanaman
merupakan individu yang diploid, maka simbolnya ditulis dengan huruf dobel.
Contoh: TT (batang tinggi) dan tt (batang kerdil). Percobaan Mendel tersebut
dapat diikuti secara genetik seperti diagram perkawinan (Suryo, 2013: 8).
♀
P
tt
><
♂
kerdil
Gamet ♀:
TT
tinggi
Gamet ♂:
t
F1
T
Tt (Tinggi)
♀
F1 x F1
Tt
><
kerdil
Gamet ♀:
T
T
Gamet ♂:
t
T
♀
T
TT
T
Tt
(Suryo, 2013: 8).
Tt
tinggi
F2
♂
♂
Tt
Tt
T
t
Hukum segregasi (the law of segregation) menyatakan bahwa dua alel untuk
suatu karakter terwariskan bersegregasi (memisah) selama pembentukan
gamet dan akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda (Campbell,
2010: 286).
Pemisahan alel pada waktu tanaman yang heterozigot (F1) membentuk gamet
memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan
alel t. Berhubung sifat kerdil di F1 tidak tampak, dalam F2 akan tampak
kembali. Perkawinan individu dengan satu sifat beda, yaitu: (1) semua
individu F1 adalah seragam, (2) jika dominasi nampak sepenuhnya, maka
individu FI memiliki fenotip seperti induknya dominan, (3) waktu individu F1
yang heterozigot membentuk gamet-gamet terjadilah pemisahan alel, sehingga
gamet hanya memiliki salah satu alel, (4) jika dominasi nampak sepenuhnya,
maka perkawinan monohibrid (Tt x Tt) menghasilkan keturunan dengan
perbandingan fenotip 3 : 1 (3/4 tinggi : ¼ kerdil), tetapi memperlihatkan
perbandingan genotip 1 : 2: 1 (1/4 TT : 2/4 Tt : ¼ tt) (Suryo, 2013:10).
Sifat keturunan yang dapat diamati/lihat (warna, bentuk, ukuran) dinamakan
fenotip. Sifat dasar yang tak tampak dan tetap (tidak berubah-ubah karena
lingkungan) pada suatu individu dinamakan genotip (TT, tt). Anggota dari
sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan disebut alel. Misalnya T
menentukan sifat tinggi pada batang dan t menentukan batang kerdil. Maka T
dan t merupakan alel. Homozigot ialah individu yang genotipnya terdiri dari
alel yang sama (TT, tt), sedangkan heterozigot adalah individu yang
genotipnya terdiri dari pasangan alel yang tidak sama (Tt). Homozigot dapat
dibedakan atas homozigot dominan dan homozigot resesip (tt). Fenotip dua
individu dapat sama tetapi genotipnya berbeda (TT atau Tt) (Suryo, 2013: 9).
Sifat intermediet, tanaman homozigot berbunga merah (MM) dikawinkan
dengan tanaman homozigot berbunga putih (mm). maka menghasilkan F1
heterozigot berbunga merah jambu (Mm). Jika tanaman F2 dibiarkan
melakukan menyerbukan sendiri diperoleh F2 dengan perbandingan 1 merah:
2 merah jambu: 1 putih. Pada keturunan berikutnya (F3) tanaman berbunga
merah akan terus menghasilakan tanaman berbunga merah. Begitu juga yang
berbunga putih ataupun merah jambu (Suryo, 2013: 20-21).
Pewarisan dua atau lebih sifat secara bersamaan, yang masing-masing
dispesifikasi oleh sepasang gen autosomal berbeda yang berpasangan secara
bebas disebut persilangan dihibrid. Tipe persilangan ini menunjukkan hukum
kedua mendel (Elrod dan Stansfield, 2007: 33).
Hukum Mendel ke II disebut hukum pengelompokan gen secara bebas.
Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara
bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu
pembentukan gamet-gamet (Suryo, 2013: 24).
Pada hasil percobaan Mendel, jika tanaman ercis berbiji bulat-kuning
homozigot (BBKK) disilangkan dengan tanaman ercis berbiji keriput-hijau
(bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat-kuning. Apabila tanaman F1 ini
dibiarkan menyerbuk sendiri, maka akan membentuk 4 macam gamet baik
jantan maupun betina, dengan kombinasi BK, Bk, bK, dan bk. Akibatnya
dalam F2 diharapkan 4 x 4 = 16 kombinasi yang terdiri atas 4 macam fenotip,
yaitu: tanaman berbiji bulat-kuning (9/6 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16
bagian), berbiji keriput-kuning (3/16 bagian), dan biji keriput-hijau 1/16
bagian). Dua diantara keempat fenotip itu serupa dengan induknya semula,
yaitu yang berbiji bulat-kuning dan berbiji keriput-hijau. Sedang dua fenotip
lainnya merupakan hasil baru, yaitu yang berbiji keriput-kuning. Angka-angka
tersebut menunjukkan suatu perbandingan 9 : 3 : 3: 1 (Suryo, 2013: 21-22)
♀
P
BBKK
><
♂
Bulat-kuning
Gamet ♀:
keriput-hijau
Gamet ♂:
BK
F1
bbkk
bk
BbKk (Bulat-kuning)
Macam gamet yang dibentuk:
♂: BK, Bk, bK, bk
♀:BK, Bk, bK, bk
F2
♂
♀
BK
BK
BBKK
Bulat-kuning
Bk
BBKk
Bulat-kuning
bK
BbKK
Bulat-kuning
Bk
BbKk
Bulat-kuning
(Suryo, 2013: 23).
Bk
bK
Bk
BBKk
Bulat-kuning
BBkk
Bulat-hijau
BbKk
Bulat-kuning
Bbkk
Bulat-hijau
BbKK
Bulat-kuning
BbKk
Bulat-kuning
bbKK
keriput-kuning
bbKk
keriput-kuning
BbKk
Bulat-kuning
Bbkk
Bulat-hijau
bbKk
keriput kuning
Bbkk
keriput-hijau
Tanaman berdaun lebar (LL), berdaun sempit (ll), dan berdaun sedang bersifat
heterozigot (Ll). Bunganya berwarna merah (MM), putih (mm), dan merah
jambu (Mm). jika tanaman berdaun sempit bunga putih disilangkan dengan
tanaman homozigot berdaun lebar bunga merah, maka tanaman F1 bersifat
intermediet berdaun sedang dan berbunga merah jambu. Tanam-tanaman F2
akan memperlihatkan 16 kombinasi dengan perbandingan 1:2:1:2:4:2:1:2:1
(Suryo, 2013: 24).
B. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Persilangan Monohibrid Dominan
Kelompok
MM
Mm
mm
Jumlah
1
14
22
14
50
3
13
24
13
50
Data kelas
27
46
27
100
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Persilangan Monohibrid Intermediet
Kelompok
MM
Mm
mm
Jumlah
2
11
28
11
50
4
13
24
13
50
Data kelas
24
52
24
100
Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Persilangan Dihibrid Dominan
Genotip
Kelompok
Kelas
1
3
MMHH
15
16
31
MMhh
8
8
16
mmHH
6
6
12
Mmhh
3
2
5
Jumlah
32
32
64
Tabel 4. Hasil Pengamatan pada Persilangan Dihibrid Intermediet
Genotip
Kelompok
Kelas
2
4
MMHH
2
4
6
MMHh
4
3
7
MMhh
2
1
3
MmHH
6
1
7
MmHh
5
9
14
Mmhh
5
5
10
mmHH
2
3
5
mmHh
3
4
7
Mmhh
3
2
5
Jumlah
32
32
64
Berdasarkan dari hasil pengamatan pada persilangan monobibrid dominan,
monohibrid intermediet, dihibrid dominan, dan dihibrid intermediet maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Pertama, pengamatan pada persilangan monohibrid dominan diperoleh data
kelas sebanyak 27 MM : 46 Mm : 27 mm dengan jumlah seluruhnya 100.
Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑
genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip MM
: Mm : mm (1,08: 1,84: 1,08). Perbandingan tersebut mendekati angka
perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1). Sifat dominan merupakan sifat yang
menutupi, maka MM dan Mm berwarna merah dan mm berwarna putih. Maka
diperoleh perbandingan fenotip merah : putih (3 : 1). Hal ini menunjukkan
bahwa hasil pengamatan sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, dominasi
nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid (Tt x Tt) menghasilkan
keturunan dengan perbandingan fenotip 3 : 1 (3/4 tinggi : ¼ kerdil), tetapi
memperlihatkan perbandingan genotip 1: 2: 1 (1/4 TT : 2/4 Tt : ¼ tt) (Suryo,
2013:10).
Kedua, pengamatan pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh data
kelompok 2 sebanyak 11 MM : 28 Mm : 11 mm dengan jumlah seluruhnya 50
dan diperoleh data kelas sebanyak 24 MM : 52 Mm : 24 mm dengan jumlah
seluruhnya 100. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan
rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan
genotip pada data kelompok 2, MM : Mm : mm (0,88: 2,24: 0,88). Sedangkan,
perbandingan genotip pada data kelas MM : Mm : mm (0,96: 2,08: 0,96).
Dilihat dari perbandingan data kelompok 2 dan data kelas tersebut mendekati
angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1). Sifat intermediet akan
menghasilkan sifat baru. Maka diperoleh perbandingan fenotip merah : merah
jambu : putih (1 : 2 : 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan sesuai
dengan teori. Berdasarkan teori, Sifat intermediet, tanaman homozigot
berbunga merah (MM) dikawinkan dengan tanaman homozigot berbunga
putih (mm). maka menghasilkan F1 heterozigot berbunga merah jambu (Mm).
Jika tanaman F2 dibiarkan melakukan menyerbukan sendiri diperoleh F2
dengan perbandingan 1 merah: 2 merah jambu: 1 putih (Suryo, 2013: 20-21).
Ketiga, pengamatan pada persilangan dihibrid dominan diperoleh data kelas
sebanyak 31 MMHH : 16 MMhh : 12 mmHH : 5 mmhh dengan jumlah
seluruhnya 64. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan
rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan
genotip MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (7,75: 4: 3: 1,25), perbandingan
tersebut mendekati angka perbandingan MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (8:
4: 3: 1). Sedangkan, perbandingan fenotip diperoleh merah-bulat: merah-kisut:
putih-bulat: putih-kisut (8: 4: 3: 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pengamatan tidak sesuai dengan teori. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti, pengocokan yang
kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang efektif sehingga
hasilnya tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, persilangan dihibrid
dalam F2 diharapkan 4 x 4 = 16 kombinasi yang terdiri atas 4 macam fenotip,
yaitu: tanaman berbiji bulat-kuning (9/6 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16
bagian), berbiji keriput-kuning (3/16 bagian), dan biji keriput-hijau 1/16
bagian). Dua diantara keempat fenotip itu serupa dengan induknya semula,
yaitu yang berbiji bulat-kuning dan berbiji keriput-hijau. Sedang dua fenotip
lainnya merupakan hasil baru, yaitu yang berbiji keriput-kuning. Angka-angka
tersebut menunjukkan suatu perbandingan 9: 3: 3: 1 (Suryo, 2013: 21-22)
Keempat, pengamatan pada persilangan dihibrid dominan diperoleh data
kelompok 2 sebanyak 2 MMHH: 4 MMHh: 2 MMhh: 6 MmHH: 5 MmHh: 5
Mmhh: 2 mmHH: 3 mmHh: 3 Mmhh dengan jumlah seluruhnya 64 dan
diperoleh data kelas sebanyak 6 MMHH: 7 MMHh: 3 MMhh: 7 MmHH: 14
MmHh: 10 Mmhh: 5 mmHH: 7 mmHh: 5 Mmhh dengan jumlah seluruhnya
64. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑
genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip pada
data kelompok 2, MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh :
mmHH : mmHh : Mmhh (1: 2: 1: 3: 2,5: 2,5: 1: 1,5: 1,5), perbandingan
tersebut mendekati angka perbandingan (1: 2: 1: 3: 3: 3: 1: 1: 1) dan
perbandingan fenotip 1 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 3 merah
jambu-bulat: 3 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putih-bulat: 1
putih sedang: 1 putih kisut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan
pada kelompok 2 tidak sesuai dengan teori. Sedangkan, perbandingan genotip
pada data kelas MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh :
mmHH : mmHh : Mmhh (1,5: 1,75: 0,75: 1,75: 3,5: 2,5: 1,25: 1,75: 1,25),
perbandingan tersebut mendekati angka perbandingan (2: 2: 1: 2: 4: 3: 1: 2: 1)
dan perbandingan fenotip 2 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 2
merah jambu-bulat: 4 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putihbulat: 2 putih sedang: 1 putih kisut.. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pengamatan tidak sesuai dengan teori, karena kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti, pengocokan yang
kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang efektif, sedangkan
Mendel menggunakan gen asli dalam pengamatannya. Berdasarkan teori, jika
tanaman berdaun sempit bunga putih disilangkan dengan tanaman homozigot
berdaun lebar bunga merah, maka tanaman F1 bersifat intermediet berdaun
sedang dan berbunga merah jambu. Tanam-tanaman F2 akan memperlihatkan
16 kombinasi dengan perbandingan 1:2:1:2:4:2:1:2:1 (Suryo, 2013: 24).
Praktikum persilangan monohibrid dan dihibrid dilakukan dengan
menggunakan model gen dengan warna yang berbeda-beda sebagai medianya.
Pertama, melakukan percobaan pada persilangan monohibrid dominan dengan
menggunakan 50 buah model gen berwarna merah (M) dan 50 buah model
gen berwarna putih (m). Memasukkan model gen kedalam dua buah kantong
(kantong kanan dan kantong kiri), masing-masing kantong berisi 25 buah
model gen merah dan 25 buah model gen putih. Mengocok-ngocok model gen
tersebut selama beberapa menit hingga model gen tercampur rata. Kemudian
mengambil secara acak 1 buah model gen di kantong sebelah kanan dan
mengambil 1 buah kancing di kantong sebelah kiri dalam waktu yang
bersamaan. Lalu membaca genotip dari model gen yang terambil, jika warna
merah (M) dan warna putih (m). Mencatat kemungkinan keturunan yang
diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan
yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan
hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas.
Kedua, melakukan percobaan pada persilangan monohibrid intermediet
dengan menggunakan 50 buah model gen berwarna merah dan 50 buah model
gen berwarna putih. Cara kerja yang dilakukan pada percobaan monohibrid
intermediet sama dengan persilangan monohibrid dominan, yang membedakan
hanya cara membandingkannya, karena persilangan pada individu intermediet
akan menghasilkan sifat baru. Jika keturunan yang dihasilkan (MM) merah,
(Mm) merah jambu, dan (mm) putih. Mencatat kemungkinan keturunan yang
diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan
yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan
hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas.
Ketiga, melakukan percobaan pada persilangan dihibrid dominan dengan
menggunakan 32 buah model gen berwarna merah (M), 32 buah model gen
berwarna putih (m), 32 buah model gen berwarna hijau (H), dan 32 buah
model gen berwarna kuning (h). Memasangkan 16 buah model gen berwarna
merah dengan 16 buah model gen berwarna hijau, 16 buah model gen
berwarna merah dengan 16 buah model gen berwarna kuning, 16 buah model
gen berwarna putih dengan 16 buah model gen berwarna hijau, dan 16 buah
model gen berwarna putih dengan 16 buah model gen berwarna kuning.
Memasukkan model gen kedalam dua buah kantong (kantong kanan dan
kantong kiri), kantong kanan berisi 16 buah model gen (merah + hijau) dan
16 buah model gen (putih + kuning). Sedangkan, kantong kiri berisi 16 buah
model gen (merah + kuning) dan 16 buah model gen (putih + hijau).
Mengocok-ngocok model gen tersebut selama beberapa menit hingga
tercampur rata. Kemudian mengambil secara acak 1 buah model gen di
kantong sebelah kanan dan mengambil 1 buah model gen di kantong sebelah
kiri dalam waktu yang bersamaan. Lalu membaca genotip dari model gen
yang terambil, jika warna merah (M), warna putih (m), warna hijau (H), dan
Warna kuning (h). Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh,
menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang
dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil
pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas.
Keempat, melakukan percobaan pada persilangan dihibrid intermediet dengan
menggunakan 32 buah model gen berwarna merah (M), 32 buah model gen
berwarna putih (m), 32 buah model gen berwarna hijau (H), dan 32 buah
model gen berwarna kuning (h). Cara kerja yang dilakukan pada percobaan
dihibrid intermediet sama dengan persilangan dihibrid dominan, yang
membedakan hanya cara membandingkannya, karena persilangan pada
individu intermediet akan menghasilkan sifat baru. Jika keturunan yang
dihasilkan (MM) merah, (Mm) merah jambu, (mm) putih, (HH) bulat, (Hh)
sedang, (hh) kisut. Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh,
menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang
dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil
pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas.
Pemisahan alel pada waktu tanaman yang heterozigot (F1) membentuk gamet
memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan
alel t. Prinsip ini dirumuskan sebagai Hukum Mendel I yang terkenal dengan
nama Hukum Pemisahan gen sealel (The Low of Segregation of allelic genes).
Berhubung sifat kerdil di F1 tidak tampak, dalam F2 akan tampak kembali
(Suryo, 2013: 10). Hukum segregasi gen memiliki bentuk-bentuk alel. Dalam
organisme diploid, kedua gen bersegregasi (memisah) selama pembentukan
gamet. Hukum ini menjelaskan rasio F2 3:1 yang teramati saat monohibrid
menyerbuk sendiri.setiap organisme mewarisi satu alel untuk setiap gen dari
masing-masing induk. Dalam heterozigot, kedua alel berbeda dan ekspresi
salah satu alel (dominan) menutupi efek fenotip alel yang satu (resesif).
Homozigot memiliki alel identik dari gen tertentu dan merupakan galur murni
(Campbell, 2010: 304).
Hukum Mendel ke II disebut hukum pengelompokan gen secara bebas.
Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara
bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu
pembentukan gamet-gamet (Suryo, 2013: 24). Dalam persilangan dihibrid
individu yang heterozigot untuk dua gen, keturunan memiliki empat fenotip
dengan rasio 9:3:3:1 (Campbell, 2010: 304).
Epistatis merupakan penyimpangan lain dari Hukum Mendel. Pada awalnya,
sebuah gen atau lokus yang mensupresi atau menyamarkan kerja gen di lokus
lain disebut epistatik. Ketika epistatis bekerja diantara dua lokus gen, jumlah
fenotip yang muncul pada keturunan dari induk dihibrid akan kurang dari
empat. Ada enam fenotip rasio epistatis yang umum ditemukan, yaitu:
1. Epistatis dominan (12 : 3 : 1) jika alel yang dominan di satu lokus
(misalnya alel A) menghasilkan fenotip tertentu tanpa peduli kondisi alel
pada lokus yang lain, maka lokus A disebut epistatik terhadap lokus B.
jika alel dominan A mampu mengekspresikan dirinya sendiri, baik ada B
ataupun b, maka disebut dominan.
2. Epistasis resesif (perbandingan 9 : 3 : 4). Jika genotipe resesif pada salah
satu lokus (misalnya aa) mensupresi ekspresi alel-alel pada lokus B, maka
lokus A disebut menunjukkan epistasis resesif terhadap lokus B. Hanya
jika ada alel dominan pada lokus A-lah alel-alel pada lokus hipostatik B
dapat diekspresikan.
3. Gen duplikat dengan efek akumulatif (perbandingan 9 : 6 :1). Jika kondisi
dominan (baik homozigot maupun heterozigot) pada salah satu lokus (tapi
bukan keduanya) menghasilkan fenotipe yang sama.
4. Epistasis dominan duplikat (perbandingan 15 : 1). Jika alel-alel dominan
pada kedua lokus menghasilkan fenotipe yang sama tanpa efek akumulasi.
5. Epistasis resesif duplikat (perbandingan 9 : 7). Jika fenotipe-fenotipe
identik dihasilkan oleh kedua genotipe resesif homozigot, maka rasio F2nya menjadi 9 : 7. Genotip aaBB, AAbb, dan aabb menghasilkan satu
fenotip. Kedua alel dominan yang ada secara bersamaan saling
berkomplemen dan menghasilkan sebuah fenotipe yang berbeda.
6. Interaksi dominan dan resesif (perbandingan 13 : 3). Hanya dihasilkan
dua fenotipe F2, jika genotipe dominan pada salah satu lokus (misalnya A)
dan genotipe resesif pada lokus yang lain (bb) menghasilkan efek fenotipik
yang sama (Elrod, 2007: 78-82)
.
C. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada persilangan monohibrid dominan dari data kelas diperoleh data yang
sesuai dengan teori, perbandingan genotip MM : Mm : mm (1,08: 1,84:
1,08) yang mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan
perbandingan fenotip merah : putih (3 : 1).
2. Pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh perbandingan genotip
pada data kelompok 2, MM : Mm : mm (0,88: 2,24: 0,88) yang mendekati
angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan perbandingan fenotip
merah : merah jambu : putih (1 : 2 : 1). Maka hasil pengamatan sesuai
dengan teori.
3. Pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh perbandingan genotip
dari data kelas MM : Mm : mm (0,96: 2,08: 0,96) yang mendekati angka
perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan perbandingan fenotip merah :
merah jambu : putih (1 : 2 : 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pengamatan sesuai dengan teori.
4. Pada persilangan dihibrid dominan diperoleh perbandingan genotip
MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (7,75: 4: 3: 1,25) yang mendekati
angka perbandingan MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (8: 4: 3: 1) dan
perbandingan fenotip merah-bulat: merah-kisut: putih-bulat: putih-kisut (8:
4: 3: 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan
teori.
5. Pada persilangan dihibrid intermediet dari data kelompok 2 tidak sesuai
dengan teori, diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMHh : MMhh:
MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1: 2: 1: 3: 2,5: 2,5: 1:
1,5: 1,5), yang mendekati angka perbandingan (1: 2: 1: 3: 3: 3: 1: 1: 1) dan
perbandingan fenotip 1 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 3
merah jambu-bulat: 3 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putihbulat: 1 putih sedang: 1 putih kisut.
6. Pada persilangan dihibrid intermediet dari data kelas tidak sesuai dengan
teori, diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMHh : MMhh : MmHH
: MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1,5: 1,75: 0,75: 1,75: 3,5:
2,5: 1,25: 1,75: 1,25) yang mendekati angka perbandingan (2: 2: 1: 2: 4: 3:
1: 2: 1) dan perbandingan fenotip 2 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1
merah-kisut: 2 merah jambu-bulat: 4 merah jambu-sedang: 3 merah
jambu-kisut: 1 putih-bulat: 2 putih sedang: 1 putih kisut.
7. Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan teori kemungkinan disebabkan
oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti,
pengocokan yang kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang
efektif, sedangkan Mendel menggunakan gen asli dalam pengamatannya.
D. Daftar Pustaka
Campbell, Neil A. 2010. Biologi Jilid I Edisi Kedelapan. Jakarta. Erlangga.
Elrod, Susan L. dan Stansfield, W. D. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta.
Erlangga.
Suryo. 2013. Genetika. Yogyakarta. UGM Press.
Wijayanto, Dwi A. dkk. 2013. Probablitas Genotip Keturunan dengan Dua
Sifat Beda (Online). http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID/article/
viewFile/90/452 diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 10.23 WIB.
Bandarlampung, 22 Maret 2016
Praktikan
Mengetahui,
Asisten
Eka Nurrohmah
NPM. 1413024030
Larasati Dhian P.
NPM. 1313024048
DISKUSI
1. Terangkan mengapa karakter buruk oleh gen dominan lebih mudah
disingkirkan dari tengah penduduk daripada karakter buruk oleh gen resesif?
Jawab: karena karakter buruk dari gen dominan umumnya akan terlihat pada
sifat fenotipnya, sehingga dapat diketahui secara langsung. Sedangkan,
karakter buruk dari gen resesif tidak terlihat secara langsung. Makakarakter
buruk pada gen dominan mudah untuk dihilangkan. pencegahan juga dapat
dilakukan dengan cara tidak melakukan perkawinan dengan orang yang
memiliki gen dominan yang karakternya buruk. Hal tersebut dapat
mengurangi dampak buruk dari penyebaran gen dominan yang karakternya
buruk.
2. Ada domba di Rumania dimana tubuh kelabu dan hitam adalah umum. Jika
domba hitam dikawinkan dengan kelabu, anaknya beratio 1:1 antara hitam dan
kelabu. Jika kelbu dikawinkan dengan sesamanya terdapat anak 2/3 bagian
kelabu dan sisanya hitam. Terangkan sifat genetis karakter warna rambut
tersebut.
Jawab:
P1:
G:
F1:
P2:
G:
F2:
HH
Domba hitam
H
HH 50% (hitam)
Hh
Domba kelabu
H
h
HH (domba hitam)
Hh (domba kelabu)
Hh (domba kelabu)
Hh (letal)
><
><
Hh
Domba hitam
H
h
Hh 50% (kelabu)
Hh
Domba kelabu
H
h
Jadi keturunan yang mungkin dihasilkan dari perkawinan antara induk jantan
kelabu dan induk betina kelabu yaitu hitam: kelabu:putih 1:2:1. Sifat genetis
dari karakter tersebut (kelabu) adalah sifat intermediet.
3. Rambut hitam pada anjing oleh alel B dan merah oleh alel b. warna penuh
(seluruh tubuh) oleh alel S, warna berbintik oleh alel s. jantan hitam penuh
dikawinkan dengan betina merah penuh mendapat anak 5 hitam penuh, 6
merah penuh, 2 hitam penuh dan 2 merah putih. carilah kedua genotip
parental.
Jawab:
Genotip parental :
Jantan :
BBSS
Betina :
bbSS
Genotip filial
:
5 hitam penuh (BBSS)
6 merah penuh (bbSS)
2 hitam bintik (BBss)
2 merah bintik (bbss)
Dengan salah satu filial bergenotip bbss (merah bintik homozigot), berarti
induk jantan dan betina sama-sama menyumbang gamet bs.
bs
BBSS = BbSs
bbSS = bbSs
Jadi, genotip parentalnya adalah BbSs (jantan) dan bbSs (betina)
P:
BbSs
G:
BS, Bs, Bs, bs
F1: BbSs (hitam penuh)
BbSs (hitam penuh)
BbSs (hitam penuh)
Bbss (hitam bintik)
bbSS (merah penuh)
bbSs (merah penuh)
bbSS (merah penuh)
bbss (merah bintik)
><
bbSs
bS, bs
Download