A. Tinjauan Pustaka Penyebaran gen dapat terjadi jika ada perkawinan antar individu dalam suatu populasi. Berdasarkan jumlah sifat yang disilangkan, terdapat dua macam persilangan yaitu persilangan monohibrid dan persilangan dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan dengan persilangan monohibrid karena pada persilangan dihibrid melibatkan dua lokus (Wijayanto, 2013: 79). Penyerbukan sendiri yang berlangsung beberapa generasi terus-menerus akan menghasilkan galur murni, (keturunan yang selalu memiliki sifat keturunan yang sama dengan induknya). Diwaktu Mendel mengawinkan tanaman ercis berbatang tinggi dengan yang berbatang kerdil, maka semua tanaman keturunan pertama seragam berbatang tinggi. Suatu tanda bahwa sifat tinggi mengalahkan sifat kerdil. Sifat demikian disebut dominan. Sifat yang dikalahkan sifat resesif. Ketika tanam-tanaman keturunan pertama dibiarkan menyerbuk sendiri didapatkan tanam-tanaman keturunan kedua dengan perbandingan ¾ batang tinggi: ¼ batang kerdil (Suryo, 2013: 7). Gen dominan dinyatakan dengan huruf besar, sedangkan gen resesif dengan huruf kecil. Contoh: T (batang tinggi) dan t (batang kerdil). Tanaman merupakan individu yang diploid, maka simbolnya ditulis dengan huruf dobel. Contoh: TT (batang tinggi) dan tt (batang kerdil). Percobaan Mendel tersebut dapat diikuti secara genetik seperti diagram perkawinan (Suryo, 2013: 8). ♀ P tt >< ♂ kerdil Gamet ♀: TT tinggi Gamet ♂: t F1 T Tt (Tinggi) ♀ F1 x F1 Tt >< kerdil Gamet ♀: T T Gamet ♂: t T ♀ T TT T Tt (Suryo, 2013: 8). Tt tinggi F2 ♂ ♂ Tt Tt T t Hukum segregasi (the law of segregation) menyatakan bahwa dua alel untuk suatu karakter terwariskan bersegregasi (memisah) selama pembentukan gamet dan akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda (Campbell, 2010: 286). Pemisahan alel pada waktu tanaman yang heterozigot (F1) membentuk gamet memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan alel t. Berhubung sifat kerdil di F1 tidak tampak, dalam F2 akan tampak kembali. Perkawinan individu dengan satu sifat beda, yaitu: (1) semua individu F1 adalah seragam, (2) jika dominasi nampak sepenuhnya, maka individu FI memiliki fenotip seperti induknya dominan, (3) waktu individu F1 yang heterozigot membentuk gamet-gamet terjadilah pemisahan alel, sehingga gamet hanya memiliki salah satu alel, (4) jika dominasi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid (Tt x Tt) menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 3 : 1 (3/4 tinggi : ¼ kerdil), tetapi memperlihatkan perbandingan genotip 1 : 2: 1 (1/4 TT : 2/4 Tt : ¼ tt) (Suryo, 2013:10). Sifat keturunan yang dapat diamati/lihat (warna, bentuk, ukuran) dinamakan fenotip. Sifat dasar yang tak tampak dan tetap (tidak berubah-ubah karena lingkungan) pada suatu individu dinamakan genotip (TT, tt). Anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan disebut alel. Misalnya T menentukan sifat tinggi pada batang dan t menentukan batang kerdil. Maka T dan t merupakan alel. Homozigot ialah individu yang genotipnya terdiri dari alel yang sama (TT, tt), sedangkan heterozigot adalah individu yang genotipnya terdiri dari pasangan alel yang tidak sama (Tt). Homozigot dapat dibedakan atas homozigot dominan dan homozigot resesip (tt). Fenotip dua individu dapat sama tetapi genotipnya berbeda (TT atau Tt) (Suryo, 2013: 9). Sifat intermediet, tanaman homozigot berbunga merah (MM) dikawinkan dengan tanaman homozigot berbunga putih (mm). maka menghasilkan F1 heterozigot berbunga merah jambu (Mm). Jika tanaman F2 dibiarkan melakukan menyerbukan sendiri diperoleh F2 dengan perbandingan 1 merah: 2 merah jambu: 1 putih. Pada keturunan berikutnya (F3) tanaman berbunga merah akan terus menghasilakan tanaman berbunga merah. Begitu juga yang berbunga putih ataupun merah jambu (Suryo, 2013: 20-21). Pewarisan dua atau lebih sifat secara bersamaan, yang masing-masing dispesifikasi oleh sepasang gen autosomal berbeda yang berpasangan secara bebas disebut persilangan dihibrid. Tipe persilangan ini menunjukkan hukum kedua mendel (Elrod dan Stansfield, 2007: 33). Hukum Mendel ke II disebut hukum pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet (Suryo, 2013: 24). Pada hasil percobaan Mendel, jika tanaman ercis berbiji bulat-kuning homozigot (BBKK) disilangkan dengan tanaman ercis berbiji keriput-hijau (bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat-kuning. Apabila tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka akan membentuk 4 macam gamet baik jantan maupun betina, dengan kombinasi BK, Bk, bK, dan bk. Akibatnya dalam F2 diharapkan 4 x 4 = 16 kombinasi yang terdiri atas 4 macam fenotip, yaitu: tanaman berbiji bulat-kuning (9/6 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16 bagian), berbiji keriput-kuning (3/16 bagian), dan biji keriput-hijau 1/16 bagian). Dua diantara keempat fenotip itu serupa dengan induknya semula, yaitu yang berbiji bulat-kuning dan berbiji keriput-hijau. Sedang dua fenotip lainnya merupakan hasil baru, yaitu yang berbiji keriput-kuning. Angka-angka tersebut menunjukkan suatu perbandingan 9 : 3 : 3: 1 (Suryo, 2013: 21-22) ♀ P BBKK >< ♂ Bulat-kuning Gamet ♀: keriput-hijau Gamet ♂: BK F1 bbkk bk BbKk (Bulat-kuning) Macam gamet yang dibentuk: ♂: BK, Bk, bK, bk ♀:BK, Bk, bK, bk F2 ♂ ♀ BK BK BBKK Bulat-kuning Bk BBKk Bulat-kuning bK BbKK Bulat-kuning Bk BbKk Bulat-kuning (Suryo, 2013: 23). Bk bK Bk BBKk Bulat-kuning BBkk Bulat-hijau BbKk Bulat-kuning Bbkk Bulat-hijau BbKK Bulat-kuning BbKk Bulat-kuning bbKK keriput-kuning bbKk keriput-kuning BbKk Bulat-kuning Bbkk Bulat-hijau bbKk keriput kuning Bbkk keriput-hijau Tanaman berdaun lebar (LL), berdaun sempit (ll), dan berdaun sedang bersifat heterozigot (Ll). Bunganya berwarna merah (MM), putih (mm), dan merah jambu (Mm). jika tanaman berdaun sempit bunga putih disilangkan dengan tanaman homozigot berdaun lebar bunga merah, maka tanaman F1 bersifat intermediet berdaun sedang dan berbunga merah jambu. Tanam-tanaman F2 akan memperlihatkan 16 kombinasi dengan perbandingan 1:2:1:2:4:2:1:2:1 (Suryo, 2013: 24). B. Hasil Pengamatan dan Pembahasan Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Persilangan Monohibrid Dominan Kelompok MM Mm mm Jumlah 1 14 22 14 50 3 13 24 13 50 Data kelas 27 46 27 100 Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Persilangan Monohibrid Intermediet Kelompok MM Mm mm Jumlah 2 11 28 11 50 4 13 24 13 50 Data kelas 24 52 24 100 Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Persilangan Dihibrid Dominan Genotip Kelompok Kelas 1 3 MMHH 15 16 31 MMhh 8 8 16 mmHH 6 6 12 Mmhh 3 2 5 Jumlah 32 32 64 Tabel 4. Hasil Pengamatan pada Persilangan Dihibrid Intermediet Genotip Kelompok Kelas 2 4 MMHH 2 4 6 MMHh 4 3 7 MMhh 2 1 3 MmHH 6 1 7 MmHh 5 9 14 Mmhh 5 5 10 mmHH 2 3 5 mmHh 3 4 7 Mmhh 3 2 5 Jumlah 32 32 64 Berdasarkan dari hasil pengamatan pada persilangan monobibrid dominan, monohibrid intermediet, dihibrid dominan, dan dihibrid intermediet maka diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, pengamatan pada persilangan monohibrid dominan diperoleh data kelas sebanyak 27 MM : 46 Mm : 27 mm dengan jumlah seluruhnya 100. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip MM : Mm : mm (1,08: 1,84: 1,08). Perbandingan tersebut mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1). Sifat dominan merupakan sifat yang menutupi, maka MM dan Mm berwarna merah dan mm berwarna putih. Maka diperoleh perbandingan fenotip merah : putih (3 : 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, dominasi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid (Tt x Tt) menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 3 : 1 (3/4 tinggi : ¼ kerdil), tetapi memperlihatkan perbandingan genotip 1: 2: 1 (1/4 TT : 2/4 Tt : ¼ tt) (Suryo, 2013:10). Kedua, pengamatan pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh data kelompok 2 sebanyak 11 MM : 28 Mm : 11 mm dengan jumlah seluruhnya 50 dan diperoleh data kelas sebanyak 24 MM : 52 Mm : 24 mm dengan jumlah seluruhnya 100. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip pada data kelompok 2, MM : Mm : mm (0,88: 2,24: 0,88). Sedangkan, perbandingan genotip pada data kelas MM : Mm : mm (0,96: 2,08: 0,96). Dilihat dari perbandingan data kelompok 2 dan data kelas tersebut mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1). Sifat intermediet akan menghasilkan sifat baru. Maka diperoleh perbandingan fenotip merah : merah jambu : putih (1 : 2 : 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, Sifat intermediet, tanaman homozigot berbunga merah (MM) dikawinkan dengan tanaman homozigot berbunga putih (mm). maka menghasilkan F1 heterozigot berbunga merah jambu (Mm). Jika tanaman F2 dibiarkan melakukan menyerbukan sendiri diperoleh F2 dengan perbandingan 1 merah: 2 merah jambu: 1 putih (Suryo, 2013: 20-21). Ketiga, pengamatan pada persilangan dihibrid dominan diperoleh data kelas sebanyak 31 MMHH : 16 MMhh : 12 mmHH : 5 mmhh dengan jumlah seluruhnya 64. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (7,75: 4: 3: 1,25), perbandingan tersebut mendekati angka perbandingan MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (8: 4: 3: 1). Sedangkan, perbandingan fenotip diperoleh merah-bulat: merah-kisut: putih-bulat: putih-kisut (8: 4: 3: 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti, pengocokan yang kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang efektif sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, persilangan dihibrid dalam F2 diharapkan 4 x 4 = 16 kombinasi yang terdiri atas 4 macam fenotip, yaitu: tanaman berbiji bulat-kuning (9/6 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16 bagian), berbiji keriput-kuning (3/16 bagian), dan biji keriput-hijau 1/16 bagian). Dua diantara keempat fenotip itu serupa dengan induknya semula, yaitu yang berbiji bulat-kuning dan berbiji keriput-hijau. Sedang dua fenotip lainnya merupakan hasil baru, yaitu yang berbiji keriput-kuning. Angka-angka tersebut menunjukkan suatu perbandingan 9: 3: 3: 1 (Suryo, 2013: 21-22) Keempat, pengamatan pada persilangan dihibrid dominan diperoleh data kelompok 2 sebanyak 2 MMHH: 4 MMHh: 2 MMhh: 6 MmHH: 5 MmHh: 5 Mmhh: 2 mmHH: 3 mmHh: 3 Mmhh dengan jumlah seluruhnya 64 dan diperoleh data kelas sebanyak 6 MMHH: 7 MMHh: 3 MMhh: 7 MmHH: 14 MmHh: 10 Mmhh: 5 mmHH: 7 mmHh: 5 Mmhh dengan jumlah seluruhnya 64. Untuk mengetahui perbandingan keturunannya, menggunakan rumus = ∑ genotip : ∑ model gen x rasio. Sehingga diperoleh perbandingan genotip pada data kelompok 2, MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1: 2: 1: 3: 2,5: 2,5: 1: 1,5: 1,5), perbandingan tersebut mendekati angka perbandingan (1: 2: 1: 3: 3: 3: 1: 1: 1) dan perbandingan fenotip 1 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 3 merah jambu-bulat: 3 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putih-bulat: 1 putih sedang: 1 putih kisut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan pada kelompok 2 tidak sesuai dengan teori. Sedangkan, perbandingan genotip pada data kelas MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1,5: 1,75: 0,75: 1,75: 3,5: 2,5: 1,25: 1,75: 1,25), perbandingan tersebut mendekati angka perbandingan (2: 2: 1: 2: 4: 3: 1: 2: 1) dan perbandingan fenotip 2 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 2 merah jambu-bulat: 4 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putihbulat: 2 putih sedang: 1 putih kisut.. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori, karena kemungkinan disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti, pengocokan yang kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang efektif, sedangkan Mendel menggunakan gen asli dalam pengamatannya. Berdasarkan teori, jika tanaman berdaun sempit bunga putih disilangkan dengan tanaman homozigot berdaun lebar bunga merah, maka tanaman F1 bersifat intermediet berdaun sedang dan berbunga merah jambu. Tanam-tanaman F2 akan memperlihatkan 16 kombinasi dengan perbandingan 1:2:1:2:4:2:1:2:1 (Suryo, 2013: 24). Praktikum persilangan monohibrid dan dihibrid dilakukan dengan menggunakan model gen dengan warna yang berbeda-beda sebagai medianya. Pertama, melakukan percobaan pada persilangan monohibrid dominan dengan menggunakan 50 buah model gen berwarna merah (M) dan 50 buah model gen berwarna putih (m). Memasukkan model gen kedalam dua buah kantong (kantong kanan dan kantong kiri), masing-masing kantong berisi 25 buah model gen merah dan 25 buah model gen putih. Mengocok-ngocok model gen tersebut selama beberapa menit hingga model gen tercampur rata. Kemudian mengambil secara acak 1 buah model gen di kantong sebelah kanan dan mengambil 1 buah kancing di kantong sebelah kiri dalam waktu yang bersamaan. Lalu membaca genotip dari model gen yang terambil, jika warna merah (M) dan warna putih (m). Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas. Kedua, melakukan percobaan pada persilangan monohibrid intermediet dengan menggunakan 50 buah model gen berwarna merah dan 50 buah model gen berwarna putih. Cara kerja yang dilakukan pada percobaan monohibrid intermediet sama dengan persilangan monohibrid dominan, yang membedakan hanya cara membandingkannya, karena persilangan pada individu intermediet akan menghasilkan sifat baru. Jika keturunan yang dihasilkan (MM) merah, (Mm) merah jambu, dan (mm) putih. Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas. Ketiga, melakukan percobaan pada persilangan dihibrid dominan dengan menggunakan 32 buah model gen berwarna merah (M), 32 buah model gen berwarna putih (m), 32 buah model gen berwarna hijau (H), dan 32 buah model gen berwarna kuning (h). Memasangkan 16 buah model gen berwarna merah dengan 16 buah model gen berwarna hijau, 16 buah model gen berwarna merah dengan 16 buah model gen berwarna kuning, 16 buah model gen berwarna putih dengan 16 buah model gen berwarna hijau, dan 16 buah model gen berwarna putih dengan 16 buah model gen berwarna kuning. Memasukkan model gen kedalam dua buah kantong (kantong kanan dan kantong kiri), kantong kanan berisi 16 buah model gen (merah + hijau) dan 16 buah model gen (putih + kuning). Sedangkan, kantong kiri berisi 16 buah model gen (merah + kuning) dan 16 buah model gen (putih + hijau). Mengocok-ngocok model gen tersebut selama beberapa menit hingga tercampur rata. Kemudian mengambil secara acak 1 buah model gen di kantong sebelah kanan dan mengambil 1 buah model gen di kantong sebelah kiri dalam waktu yang bersamaan. Lalu membaca genotip dari model gen yang terambil, jika warna merah (M), warna putih (m), warna hijau (H), dan Warna kuning (h). Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas. Keempat, melakukan percobaan pada persilangan dihibrid intermediet dengan menggunakan 32 buah model gen berwarna merah (M), 32 buah model gen berwarna putih (m), 32 buah model gen berwarna hijau (H), dan 32 buah model gen berwarna kuning (h). Cara kerja yang dilakukan pada percobaan dihibrid intermediet sama dengan persilangan dihibrid dominan, yang membedakan hanya cara membandingkannya, karena persilangan pada individu intermediet akan menghasilkan sifat baru. Jika keturunan yang dihasilkan (MM) merah, (Mm) merah jambu, (mm) putih, (HH) bulat, (Hh) sedang, (hh) kisut. Mencatat kemungkinan keturunan yang diperoleh, menghitung jumlah genotip, dan membandingkan dari keturunan yang dihasilkan. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel dan menggabungkan hasil pengamatan dari setiap kelompok sehingga diperoleh data kelas. Pemisahan alel pada waktu tanaman yang heterozigot (F1) membentuk gamet memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan alel t. Prinsip ini dirumuskan sebagai Hukum Mendel I yang terkenal dengan nama Hukum Pemisahan gen sealel (The Low of Segregation of allelic genes). Berhubung sifat kerdil di F1 tidak tampak, dalam F2 akan tampak kembali (Suryo, 2013: 10). Hukum segregasi gen memiliki bentuk-bentuk alel. Dalam organisme diploid, kedua gen bersegregasi (memisah) selama pembentukan gamet. Hukum ini menjelaskan rasio F2 3:1 yang teramati saat monohibrid menyerbuk sendiri.setiap organisme mewarisi satu alel untuk setiap gen dari masing-masing induk. Dalam heterozigot, kedua alel berbeda dan ekspresi salah satu alel (dominan) menutupi efek fenotip alel yang satu (resesif). Homozigot memiliki alel identik dari gen tertentu dan merupakan galur murni (Campbell, 2010: 304). Hukum Mendel ke II disebut hukum pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet (Suryo, 2013: 24). Dalam persilangan dihibrid individu yang heterozigot untuk dua gen, keturunan memiliki empat fenotip dengan rasio 9:3:3:1 (Campbell, 2010: 304). Epistatis merupakan penyimpangan lain dari Hukum Mendel. Pada awalnya, sebuah gen atau lokus yang mensupresi atau menyamarkan kerja gen di lokus lain disebut epistatik. Ketika epistatis bekerja diantara dua lokus gen, jumlah fenotip yang muncul pada keturunan dari induk dihibrid akan kurang dari empat. Ada enam fenotip rasio epistatis yang umum ditemukan, yaitu: 1. Epistatis dominan (12 : 3 : 1) jika alel yang dominan di satu lokus (misalnya alel A) menghasilkan fenotip tertentu tanpa peduli kondisi alel pada lokus yang lain, maka lokus A disebut epistatik terhadap lokus B. jika alel dominan A mampu mengekspresikan dirinya sendiri, baik ada B ataupun b, maka disebut dominan. 2. Epistasis resesif (perbandingan 9 : 3 : 4). Jika genotipe resesif pada salah satu lokus (misalnya aa) mensupresi ekspresi alel-alel pada lokus B, maka lokus A disebut menunjukkan epistasis resesif terhadap lokus B. Hanya jika ada alel dominan pada lokus A-lah alel-alel pada lokus hipostatik B dapat diekspresikan. 3. Gen duplikat dengan efek akumulatif (perbandingan 9 : 6 :1). Jika kondisi dominan (baik homozigot maupun heterozigot) pada salah satu lokus (tapi bukan keduanya) menghasilkan fenotipe yang sama. 4. Epistasis dominan duplikat (perbandingan 15 : 1). Jika alel-alel dominan pada kedua lokus menghasilkan fenotipe yang sama tanpa efek akumulasi. 5. Epistasis resesif duplikat (perbandingan 9 : 7). Jika fenotipe-fenotipe identik dihasilkan oleh kedua genotipe resesif homozigot, maka rasio F2nya menjadi 9 : 7. Genotip aaBB, AAbb, dan aabb menghasilkan satu fenotip. Kedua alel dominan yang ada secara bersamaan saling berkomplemen dan menghasilkan sebuah fenotipe yang berbeda. 6. Interaksi dominan dan resesif (perbandingan 13 : 3). Hanya dihasilkan dua fenotipe F2, jika genotipe dominan pada salah satu lokus (misalnya A) dan genotipe resesif pada lokus yang lain (bb) menghasilkan efek fenotipik yang sama (Elrod, 2007: 78-82) . C. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pengamatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada persilangan monohibrid dominan dari data kelas diperoleh data yang sesuai dengan teori, perbandingan genotip MM : Mm : mm (1,08: 1,84: 1,08) yang mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan perbandingan fenotip merah : putih (3 : 1). 2. Pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh perbandingan genotip pada data kelompok 2, MM : Mm : mm (0,88: 2,24: 0,88) yang mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan perbandingan fenotip merah : merah jambu : putih (1 : 2 : 1). Maka hasil pengamatan sesuai dengan teori. 3. Pada persilangan monohibrid intermediet diperoleh perbandingan genotip dari data kelas MM : Mm : mm (0,96: 2,08: 0,96) yang mendekati angka perbandingan MM : Mm : mm (1: 2: 1) dan perbandingan fenotip merah : merah jambu : putih (1 : 2 : 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan sesuai dengan teori. 4. Pada persilangan dihibrid dominan diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (7,75: 4: 3: 1,25) yang mendekati angka perbandingan MMHH : MMhh : mmHH : mmhh (8: 4: 3: 1) dan perbandingan fenotip merah-bulat: merah-kisut: putih-bulat: putih-kisut (8: 4: 3: 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori. 5. Pada persilangan dihibrid intermediet dari data kelompok 2 tidak sesuai dengan teori, diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMHh : MMhh: MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1: 2: 1: 3: 2,5: 2,5: 1: 1,5: 1,5), yang mendekati angka perbandingan (1: 2: 1: 3: 3: 3: 1: 1: 1) dan perbandingan fenotip 1 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 3 merah jambu-bulat: 3 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putihbulat: 1 putih sedang: 1 putih kisut. 6. Pada persilangan dihibrid intermediet dari data kelas tidak sesuai dengan teori, diperoleh perbandingan genotip MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : Mmhh (1,5: 1,75: 0,75: 1,75: 3,5: 2,5: 1,25: 1,75: 1,25) yang mendekati angka perbandingan (2: 2: 1: 2: 4: 3: 1: 2: 1) dan perbandingan fenotip 2 merah-bulat: 2 merah-sedang: 1 merah-kisut: 2 merah jambu-bulat: 4 merah jambu-sedang: 3 merah jambu-kisut: 1 putih-bulat: 2 putih sedang: 1 putih kisut. 7. Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan teori kemungkinan disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh praktikan yang kurang teliti, pengocokan yang kurang merata, dan penggunaan model gen yang kurang efektif, sedangkan Mendel menggunakan gen asli dalam pengamatannya. D. Daftar Pustaka Campbell, Neil A. 2010. Biologi Jilid I Edisi Kedelapan. Jakarta. Erlangga. Elrod, Susan L. dan Stansfield, W. D. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga. Suryo. 2013. Genetika. Yogyakarta. UGM Press. Wijayanto, Dwi A. dkk. 2013. Probablitas Genotip Keturunan dengan Dua Sifat Beda (Online). http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID/article/ viewFile/90/452 diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 10.23 WIB. Bandarlampung, 22 Maret 2016 Praktikan Mengetahui, Asisten Eka Nurrohmah NPM. 1413024030 Larasati Dhian P. NPM. 1313024048 DISKUSI 1. Terangkan mengapa karakter buruk oleh gen dominan lebih mudah disingkirkan dari tengah penduduk daripada karakter buruk oleh gen resesif? Jawab: karena karakter buruk dari gen dominan umumnya akan terlihat pada sifat fenotipnya, sehingga dapat diketahui secara langsung. Sedangkan, karakter buruk dari gen resesif tidak terlihat secara langsung. Makakarakter buruk pada gen dominan mudah untuk dihilangkan. pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara tidak melakukan perkawinan dengan orang yang memiliki gen dominan yang karakternya buruk. Hal tersebut dapat mengurangi dampak buruk dari penyebaran gen dominan yang karakternya buruk. 2. Ada domba di Rumania dimana tubuh kelabu dan hitam adalah umum. Jika domba hitam dikawinkan dengan kelabu, anaknya beratio 1:1 antara hitam dan kelabu. Jika kelbu dikawinkan dengan sesamanya terdapat anak 2/3 bagian kelabu dan sisanya hitam. Terangkan sifat genetis karakter warna rambut tersebut. Jawab: P1: G: F1: P2: G: F2: HH Domba hitam H HH 50% (hitam) Hh Domba kelabu H h HH (domba hitam) Hh (domba kelabu) Hh (domba kelabu) Hh (letal) >< >< Hh Domba hitam H h Hh 50% (kelabu) Hh Domba kelabu H h Jadi keturunan yang mungkin dihasilkan dari perkawinan antara induk jantan kelabu dan induk betina kelabu yaitu hitam: kelabu:putih 1:2:1. Sifat genetis dari karakter tersebut (kelabu) adalah sifat intermediet. 3. Rambut hitam pada anjing oleh alel B dan merah oleh alel b. warna penuh (seluruh tubuh) oleh alel S, warna berbintik oleh alel s. jantan hitam penuh dikawinkan dengan betina merah penuh mendapat anak 5 hitam penuh, 6 merah penuh, 2 hitam penuh dan 2 merah putih. carilah kedua genotip parental. Jawab: Genotip parental : Jantan : BBSS Betina : bbSS Genotip filial : 5 hitam penuh (BBSS) 6 merah penuh (bbSS) 2 hitam bintik (BBss) 2 merah bintik (bbss) Dengan salah satu filial bergenotip bbss (merah bintik homozigot), berarti induk jantan dan betina sama-sama menyumbang gamet bs. bs BBSS = BbSs bbSS = bbSs Jadi, genotip parentalnya adalah BbSs (jantan) dan bbSs (betina) P: BbSs G: BS, Bs, Bs, bs F1: BbSs (hitam penuh) BbSs (hitam penuh) BbSs (hitam penuh) Bbss (hitam bintik) bbSS (merah penuh) bbSs (merah penuh) bbSS (merah penuh) bbss (merah bintik) >< bbSs bS, bs