BAB III INDERA PENGLIHATAN A. M. Rectus Superior B. Sclera C

advertisement
BAB III
INDERA PENGLIHATAN
A. M. Rectus Superior
B. Sclera
C. Iris
D. Lensa
E. Cornea
A
B
C
D
E
F
J
K
F. Camera Oculi Anterior
G. Camera Oculi Posterior
G
H. Conjunctiva
H
I. M. Rectus Inferior
L
M
I
J. Nervus optikus
K. Fovea centralis
L. Retina
M. Corpus Vitreous
III.1. MEDIA REFRAKTA
Media refrakta adalah media yang membiaskan sinar.
1. Cornea
Fungsi :
o Sebagai membran pelindung
Cornea menutup bola mata di sebelah depan
o Sebagai media refrakta.
Pembiasan cahaya di cornea terutama dilakukan pada permukaan anterior.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50 dioptri.
Cornea merupakan organ yang paling banyak memiliki serabut nyeri terutama di
bagian central, sehingga sentuhan sedikit pada kornea akan dirasakan sangat sakit.
Bila kornea disinari suatu sumber cahaya yang konsentris pada kornea maka akan
bersifat konsentris juga gambar dapat dipantulkan pada kornea karena kornea bersifat
cermin cembung.
Interpretasi pemeriksaan cornea :
Normal
: licin, mengkilat, konsentris dan continue.
Abnormal
:
o Lingkaran continue tetapi ada bagian tidak mengkilat (kabur), bergerigi edema
cornea.
o Lingkaran tidak continue : defect epitel cornea ulkus kornea, erosion, fistula
kornea.
o Lingkaran mengkilat continue, konsentris tetapi berkelok-keloksikatrik pada
kornea
o Lingkaran mengkilat, continue, oval dan tidak konsentris astigmatisma
2. Cairan humor aquos
Cairan humor aquos diproduksi oleh proc. Ciliaris corpus ciliare. Selain
menghasilkan humor aquos, corpus ciliare juga mengontrol kemudahan pembuangannya
serta berperan dalam proses akomodasi.
Hasil produksi yang berupa cairan dan elektrolit diangkut melalui epitel ke dalam
camera occuli posterior. Pengangkutan ini tergantung dari tekanan darah dalam corpus
ciliare dan permeabilitas kapilernya.
Apabila tekanan intra ocular meningkat maka aliran darah di dalam corpus ciliare
berkurang. Selanjutnya humor aquos akan mengalir dari camera oculi posterior ke camera
occuli anterior melalui pupil karena terdapat perbedaan tekanan diantara kedua ruangan
tersebut. Apabila tekanan di camera occuli posterior meningkat, maka tekanan itu akan
diteruskan ke semua arah termasuk lensa dan corpus vitreum dengan akibat lensa dan iris
akan terdorong ke depan.
Tekanan intra oculi normal 15-18 mmHg. Tekanan normal tertinggi pada waktu
bangun tidur pagi hari dan terendah pada malam hari.
Fungsi :
o Sebagai media refrakta
o Untuk nutrisi lensa dan kornea
o Untuk mengatur tekanan bola mata
3. Lensa crystalina
Berbentuk lempeng cakram bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan transparan.
Permukaan belakangnya lebih cembung daripada permukaan depan. Terletak di belakang
iris, di depan corpus vitreum. Digantung oleh zonula zinii atau lig. Suspensorium lentis.
Fungsi :
o Memfokuskan sinar dengan cara akomodasi untuk melihat dekat.
Otos ciliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang, kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi peningkatan daya biasnya.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
4. Corpus vitreum
Merupakan gel transparan yang terdiri atas air ( lebih dari 99% ), kolagen dan
glikosaminoglikan yang berhidrasi berat, yang unsur utamanya ialah asam hialuronat.
Corpus vitreum menempati ruangan mata dibelakang lensa.
III. 2. PENGUKURAN DAN KOREKSI VISUS
Visus atau ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata untuk melihat dengan
jelas dan tegas. Secara fisiologis ditentukan oleh daya pemisahan ( minimum separable )
dari mata. Mata normal dapat melihat secara jelas dan tegas dua garis atau titik sebagai 2
garis atau titik dengan sudut penglihatan ( angulus visualis ) 1 menit.
Secara praktis sangat sulit untuk mengatur sudut penglihatan suatu mata. Tahun
1876 Van Snellen menciptakan cara sederhana untuk membandingkan visus seseorang
dengan visus orang normal, berdasarkan sudut penglihatan 1 menit. Huruf-huruf pada
optotype Snellen bisa terbaca pada sudut visualis 5 menit.
Kelainan pembiasan adalah suatu keadaan dimana pada mata yang melihat jauh
tak terhingga, sehingga berkas cahaya masuk ke mata sejajar, dibiaskan tidak tepat jatuh
di retina. Sehingga tidak dapat melihat secara jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
indeks bias sistem lensa mata atau sumbu mata dari sistem lensa mata.
Rumus : Perhitungan visus adalah : V=d/D
V
= Visus
d
= Jarak optotype dengan probandus dimana probandus dapat melihat jelas.
D
= Jarak seharusnya orang normal dapat membaca jelas (angka tertera di samping deretan
huruf optotype)
Kemungkinan hasilnya adalah sebagai berikut :
a. V = 6/6, bila V > 6/6 maka probandus tersebut kemungkinannya adalah :
1. Emetrop (mata normal)
2. Hypermetropi fakultatif  sinar jatuh di belakang retina
Untuk membedakannya apakah probandus emetrop atau hypermetropi fakultatif diberi lensa
sferis atau lensa koreksi S (+) 0,50. Bila setelah diberi lensa S (+) 0,50 mata malah menjadi
kabur atau visus kurang dari 6/6 (misal 6/10), maka kesimpulannya probandus EMETROP. Bila
setelah ditambah lensa S(+) 0,5 D mata tambah nyaman melihat atau visus tetap 6/6 maka
probandus adalah hypermetrop fakultatif
b. Bila V = lebih kecil dari 6/6, maka kemungkinannya probandus adalah :
1. Miopi
2. Hypermetrop absolut
3. Astigmatisme
Cara membedakannya adalah :
a. Diberi lensa S(+) dari yang berukuran kecil yaitu S(+) 0,5 D. Bila visus bertambah baik,
huruf-huruf bertambah jelas maka mata probandus hypermetrop absolut. Kemudian lensa
S(+) ditambah makin lama makin besar sehingga mencapai V = 6/6.
Lensa S(+) terbesar dimana V = 6/6 merupakan derajat hypermetropinya dan merupakan
lensa untuk koreksinya.
b. Bila diberi lensa S(+) visus tambah kabur/menurun, maka cobalah dengan lensa S(-)
terkecil S(-) 0,5 D. Bila visus tambah baik berarti probandus miopi. Tambahlah lensa S(-)
makin besar sehingga V = 6/6
c. Bila dengan lensa S(+) maupun S(-) probandus visusnya tetap tidak membaik, maka
kemungkinannya probandus tersebut adalah astigmatisma. Maka cobalah dengan
astigmatisma dial test.
Contoh : OD (OculiDexter) dengan S(-) 2 D --- V = 6/6 tetapi dengan S (-) 2,5 D ---V tetap 6/6
maka ambilah lensa S (-) 2,5 D akan terjadi hiperkoreksi.
Perbedaan antara Hypermetropi fakultatif dengan Hypermetropi absolut adalah pada
Hypermetropi fakultatif, bayangan sebenarnya jatuh dibelakang retina saat lensa tidak
berakomodasi, namun lensa penderita masih mampu berakomodasi sehingga seolah-olah
pandangannya normal. Sedangkan pada Hypermetropi absolut, bayangan jatuh dibelakang retina
saat lensa tidak berakomodasi dan lensa penderita sudah tidak mampu berakomodasi sama
sekali.
Hiperkoreksi adalah koreksi yang berlebih-lebihan dimana dengan lensa S(-) tertentu
seorang miopi bayangan jatuh di belakang retina, tetapi dengan daya akomodasinya visus tetap
6/6.
III. 4. MEDAN PENGLIHATAN
Merupakan proyeksi ruangan penglihatan yang mewujudkan bagian dari ruangan yang dapat
dilihat oleh sebuah mata yang tidak bergerak.
Lapang pandang (medan penglihatan) adalah ruangan yang dapat dilihat oleh mata yang tidak
bergerak. Luasnya ditentukan oleh distribusi reseptor cahaya, conus, dan basilus di retina dan
faktor di luar mata yaitu bentuk roman muka. Misalnya dari bentuk hidung, alis, dan tulang dahi,
pipi dan bentuk pelipis.
Berkas cahaya yang diterima oleh retina (reseptor cahaya) akan diubah bentuk energinya dan
diteruskan ke otak melalui sistem saraf dengan arah lalu lintas tertentu.
Sehingga perubahan lapang pandang (bentuk maupun luasnya) dapat diurut kemungkinan
penyebab timbulnya perubahan (abnormal) lapang pandang tersebut. Mulai dari bentuk roman
muka, kelainan pada retina, sistem saraf penghantar dan otak sebagai pengolah data.
Pemeriksaan lapang pandang sangat tergantung :
o Kooperasi probandus
o Intelegensia probandus
Dengan menggunakan tangkai berkepala putih kita akan dapat memeriksa medan penglihatan
maksimal. Di samping itu kita dapat memeriksa medan penglihatan warna-warna lain, ternyata
medan penglihatan warna putih adalah yang paling luas dan disusul dengan warna biru, merah
dan hijau.
Medan penglihatan sebenarnya adalah merupakan lingkaran penuh, tapi oleh karena adanya
faktor anatomis dan faktor teknik pemeriksaan yang menghalangi cahaya sampai ke retina maka
bentuk medan penglihatan akan tidak seperti lingkaran tetapi tergantung dari faktor-faktor
penghalang tersebut.
 Yang termasuk faktor anatomis :
a. Tonjolan tulang-tulang muka
i. Medan penglihatan daerah nasal disebut juga “nasal field of vision” berkurang
akibat cahaya yang asalnya dari daerah ini terhalang oleh tonjolan hidung.
ii. Medan penglihatan daerah lateral disebut juga “temporal field of vision” berkurang
akibat cahaya yang asalnya dari daerah ini terhalang oleh tonjolan tulang pelipis.
iii. Medan penglihatan daerah cranial berkurang karena terhalang oleh alis, margo
orbital dan os frontale
iv. Medan penglihatan di daerah caudal berkurang karena terhalang oleh tonjolan pipi.
b. Aktifitas retina
Bagian retina sebalah nasal dan superior secara fungsional lebih aktif dibanding dengan
sebelah inferior dan temporal.
c. Lebar fissura palpebra
Misalnyaptosis.
 Yang termasuk faktor teknis pemeriksaan :
a. Derajat intelegensi penderita
b. Pengaruh cahaya
c. Sifat dan intensitas rangsang
Pada pemeriksaan dengan perimeter terhadap orang normal didapat hasil sebagai berikut :
o Ke arah superior (atas) besarnya +- 60 65
o Ke arah medial (tengah) besarnya +- 50 65
o Ke arah inferior (bawah) besarnya +- 65 75
o Kea rah lateral (samping) besarnya +- 90 105
Campus visi ini berguna untuk membantu menegakan diagnosa suatu penyakit pada mata
terutama : Glaukoma
III. 5. JALUR SARAF PENGLIHATAN
Nervus optikus berjalan ke arah posteromedial, meninggalkan foramen optikum. Segera
setelah melampui canalis optikus, kedua saraf ini begabung di garis median membentuk chiasma
optika. Pada chiasma ini serabut-serabut yang mengadakan decussatio adalah serabut yang
berasal dari bagian nasal retina. Serabut ini berfungsi untuk melihat lapang pandang sebelah
temporal. Serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina, tidak mengadakan
persilangan. Serabut ini berfungsi untuk melihat lapang pandang sebelah nasal.
Setelah melalui chiasma optika, serabut optik tadi disebut sebagai traktus optikus dan
berjalan ke arah dorsolateral mengelilingi pedinculus serebri. Sebagian besar traktus ini berakhir
pada corpus geniculatum laterale, dan sebagian kecil meninggalkan traktus optici yang akan
menuju ke nucleus pretektalis dan colliculus cranialis. Serabut yang menuju area pretektalis
berfungsi untuk reflek cahaya pupil dan reflek optik lainnya.
Setelah berganti neuron di corpus geniculatum laterale, maka axonnya akan menuju ke area
Broadman 17 dan serabut geniculocalcarina ini membentuk radiatio optica. Radiatio optica akan
mengelilingi cornu inferior dan posterior ventriculus terlebih dahulu sebelum sampai pada area
striata.
Akson sel-sel ini berjalan ke caudal ke mesencephalon sebagai fibra corticotegmentalis yang
dapat menghantarkan impuls dari korteks ke nucleus occulomotorius.
Serabut-serabut yang menuju area pretectalis dapat berakhir di 2 tempat yaitu :
1. Colliculus cranialis
Impuls dari retina yang mencapai daerah ini akan melanjut ke caudal menuju medulla
spinalis melalui traktus tectospinalis untuk memungkinkan reflek optik yang menyangkut
gerakan-gerakan leher, trunkus dan membran.
2. Nucleus pretectalis
Ini merupakan kumpulan sel-sel neuron kecil yang terletak di sebelah ventral colliculus
caranilis. Serabut yang menuju nucleus pretectalis ini berperan pada reflek cahaya pupil.
Dari sini impuls retina ini dapat diteruskan ke nucleus Edinger Wesphal pada sisi homo
dan kontra lateral melalui fibrae pretecto-oculo-motori. Kemudian serabut-serabutnya
akan menuju ganglion ciliare. Serabut postganglionernya yaitu n. ciliaris brevis akan
menuju ke m. sphincter pupillae sehingga pupil mengecil dan menuju ke m. ciliaris
sehingga terjadi akomodasi.
III. 6. PENYELIDIKAN TENTANG BUTA WARNA
Sensasi penglihatan warna adalah suatu fenomena yang sangat individual (subjektif). Banyak
sarjana-sarjana yang mempunyai teori tentang sensasi penglihatan warna ini, diantaranya teori
Young-Helm Holtz.
Young menyatakan bahwa : Ada 3 macam warna dasar yaitu : merah, hijau, biru/violet. Dari
ketiga warna dasar ini orang dapat membuat warna apa saja dengan mencampur dengan
perbandingan yang tertentu dari ke 3 warna dasar ini --- maka teori Young ini sebagai teori TRI
WARNA.
Teori Helm Holtz, membenarkan teori TRI WARNA ini tapi dia mengatakan bahwa dalam
retina ada 3 macam receptor/conus yang masing-masing peka terhadap sinar warna merah, hijau
atau violet dan pada conus ini rangsang cahaya merubah zat foto kimia sehingga terjadi potensial
sehingga dapat merangsang saraf mata.
Jadi teori Helm Holtz merupakan teori TRIRECEPTOR. Kemudian kedua teori ini digabung
sehingga berbentuk teori warna dari Young-Helm Holtz. Menurut teori ini daya untuk
membedakan warna terdapat di retina dan tidak di otak dan sensasi warna apa yang akan timbul
tergantung dari intensitasnya perangsang conus.
Bila ketiga conus terangsang dengan intensitasnya sama akan terjadi sensasi warna putih.
Sebaliknya bila ketiga conus tak terangsang akibatnya sensasi warna hitam. Tapi mengenai
warna hitam teori Young-Helm Holtz ini ada kelemahannya.
a. Bintik buta tak melihat dan juga tak dapat melihat hitam
b. Pada elektro retina akan timbul beda potensial pada waktu melihat warna hitam.
Orang dikatakan tidak buta warna harus mempunyai paling sedikit 3 macam rangsang conus.
Pembagian buta warna menurut jumlahnya conus/reseptor pada retina.
a. Trichromat
Di sini terdapat 3 macam conus, bila ke 3 conus semuanya baik maka mata orang tersebut
normal, tapi bila ada satu conus yang tidak begitu peka lagi terhadap warna dasarnya --trichromat anomaly.
Kemungkinan-kemungkinan :
1. Dapat melihat semua warna (normal)
2. Protanomalia
: kurang mampu melihat warna merah
3. Deuteranomalia : kurang mampu melihat warna hijau
4. Tritanomalia
Kurang mampu melihat warna biru/violet
b. Dichromat
Bila seseorang hanya mempunyai 2 macam conus pada retinanya dari kemungkinankemungkinannya :
1. Protanopia
: buta warna terhadap merah
2. Deuteranopia
: buta warna terhadap hijau
3. Tritanopia
: buta warna terhadap biru/violet (jarang terjadi)
c. Monochromat
Buta warna yang berat biasanya disertai dengan kelemahan visus. Disini hanya terdapat 1
macam conus dan di sini hanya dapat membedakan putih-hitam-kelabu dan buta warna
yang total dimana orang hanya dapat melihat seperti klise/film, pada kelainan ini jarang
didapatkan.
Pembagian buta warna secara lain :
a. Organik : dites dengan
1. Benang-benang wol dari helm green, probandus disuruh mengumpulkan benangbenang tersebut yang sewarna.
2. Membaca gambaran/angka-angka yang terdapat pada buku pseudo isochromatis dari
isihara/stilling.
b. Fungsionil : dites dengan menyuruh probandus melihat dengan merah/hijau untuk
beberapa saat ke suatu bidang yang terang misal : awan putih. Setelah itu diperiksa
keadaan buta warna dengan benang-benang wol dari Helm Green dan buku pseudo
isochromatis dari isihara/stilling.
Buta warna sering dijumpai :
1. deuteranomalia
2. deuteranopia
3. protanomalia
4. protanopia
Dan pada laki-laki : wanita = 8% : 0,4% buta warna terutama merupakan faktor keturunan
yaitu pada chromosom X yang sifatnya resesif. Misalnya : anak wanita dari ayah buta warna
merupakan carrier. Dan buta warna ini akan diturunkan pada anak laki-laki. Jadi buta warna ini
terutama terjadi pada anak laki-laki generasi ke II.
Kegunaan dan kerugian Buta Warna
Misalnya mahasiswa Kimia Teknik dan Farmasi tidak boleh buta warna, sebab ini berhubungan
dengan perubahan warna. Pada saat menentukan perubahan warna titrasi.
o Membaca tanda-tanda lampu lalu lintas bagi pengendara kendaraan bermotor.
o Pekerja-pekerja yang berhubungan dengan warna : warna kain/tekstil, seni rupa, dan
sebagainya.
CARA KERJA INDRA PENGLIHATAN :
1. Visus
a. Probandus berdiri/duduk pada jarak 6 m dari optotype Van Snellen.
b. Tinggi mata setingkat/horizontal dengan optotype Van Snellen.
c. Mata diperiksa satu persatu, mata yang tidak diperiksa ditutup.
d. Pembacaan mulai dari huruf deret atas turun ke bawah.
e. Hitung hasil pemeriksaan visus dengan rumus.
2. Medan Penglihatan
a. Probandus duduk di depan perimeter. Dagu diletakkan pada tumpuan dagu, diatur
sedemikian rupa sehingga mata secara horizontal bertepatan dengan titik pusat
perimeter.
b. Bila perimeter memiliki lampu pemeriksaan di ruang gelap, bila perimeter tanpa
peralatan lampu pemeriksaan dilakukan pada ruangan terang.
c. Mata diperiksa satu persatu. Mata yang diperiksa memfiksir pusat perimeter,
sedangkan yang tidak diperiksa ditutup.
d. Pemeriksaan menggunakan objek berwarna digerakkan perlahan dari perifer ke
sentral. Probandus memberi tanda bila telah melihat objek berwarna tersebut
seawal mungkin. Lalu diukur jaraknya dalam derajat sentral.
e. Hasil merupakan rata-rata dari 3 kali pemeriksaan. Kemudian pemeriksaan
diteruskan pada semua warna dan semua bidang dengan memutar busur setiap 15
derajat, maka akan didapatkan luas lapang pandang.
3. Astigmatisme Kornea
a. Pemeriksaan menghadap pada sumber cahaya, sedangkan yang diperiksa
membelakangi sumber cahaya.
b. Pemeriksa akan melihat refleksi dari garis-garis konsentris pada kornea melalui
lubang keratoskop placido.
4. Buta Warna
a. Lembaran buku harus dibaca dalam ruangan yang cukup dengan cahaya matahari.
Pembacaan dengan sinar matahari yang langsung/dengan cahaya listrik atau
lainnya, akan mempengaruhi hasil pembacaan tersebut, sebab hal itu akan dapat
merubah warna dari warna-warna yang terdapat dalam buku tersebut.
b. Pembacaan harus dilakukan pada jarak +- 75 cm dan tak boleh digerak-gerakkan.
c. Gambar 1-14, jawaban tidak boleh lebih dari 3 detik.
d. Bila beberapa gambar tak terbaca terus dilanjutkan, waktu pembacaan ini tak
lebih dari 10 detik.
e. Gambar 12-13 diperlukan untuk menentukan macam buta warna protan/deutran.
Number
of Plate
Normal Person
Person with Red-Green Deficiencies
Person with Total Colour
Blindess and Weakness
1
12
12
12
2
8
3
X
3
5
2
X
4
29
70
X
5
74
21
X
6
7
X
X
7
45
X
X
8
2
X
X
9
X
2
X
10
16
X
X
11
Traceable
X
X
Protan
Deutan
Strong
Mild
Strong
Mild
12
35
5
(3) 5
3
3 (5)
13
96
6
(9) 6
9
9 (6)
14
Can trace 2 lines
Purple
Purple (red)
Red
Red (purple)
X
Tabel interpretasi ischihara’s test
Tanda X menunjukkan bahwa lembar tersebut tidak dapat terbaca. Angka dan garis kelok dalam tanda kurung
menunjukkan bahwa mereka dapat dibaca atau diikuti tapi mereka relatif tidak jelas.
Download