3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan jenisjenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut. Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana 1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut, sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan, sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit). 2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah (Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT); salaksalak, totongkek (NTB); tancang (Jawa Barat); tancang, tumu (Jawa Tengah); 4 tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang, tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur). Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) : Kingdom : Plantae (tumbuhan) Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub kelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Rhizophoracea Genus : Bruguiera Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. 2.2.2 Deskripsi Botani Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut. Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga elipslanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm. Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Jika daun mahkota tua, ukuran panjangnya adalah 13–16 mm. Kelopak bunga sejumlah 10– 14, berwarna merah muda hingga merah. 5 Buah dari jenis B. gymnorrhiza melingkar spiral dan bundar melintang. Panjang buah 2–2.5 cm. Hipokotilnya tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran panjang hipokotil adalah 12–30 cm dan diameter 1.5–2 cm. 2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami B. gymnorrhiza merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substratnya terdiri dari lumpur, pasir, dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Jenis ini terkadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terbawanya buah B. gymnorrhiza oleh arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya sering kali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, menggantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan. Wilayah penyebaran jenis ini, yakni dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis. Kelimpahannya umum dan tersebar luas (Noor et al. 2006). 2.2.4 Pemanfaatan Manfaat dari tancang, bagian dalam hipokotilnya dapat dijadikan bahan makanan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang (Noor et al. 2006). Selain itu, menurut Supriatna dan Safari (2009), tanaman ini kayunya dapat digunakan sebagai bahan kontruksi, tiang telepon, bantalan kereta api, furniture, lantai, arang, dan kayu bakar. Adapun bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai obat mata, diare, dan malaria. 6 2.3 Biomassa Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1997). Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik (Kusmana 1993). Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya biomassa tanaman. Menurut Chapman (1976), secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Metode Pemanenan a. Metode pemanenan individu tanaman b. Metode pemanenan kuadrat c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. 2. Metode Pendugaan Tidak Langsung a. Metode persamaan allometrik b. Metode pengukuran panen (Crop Meter).