Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf

advertisement
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Jakarta - Gerakan zakat, infak, dan sedekah (ZIS), sudah lama bergema. Bahkan, dana yang
bisa dihimpun melalui lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) jumlahnya sangat besar. Itu semua
ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam. Namun demikian, potensi ekonomi
umat ini tak hanya sampai di situ. Masih ada lagi potensi yang jumlahnya juga besar, yakni
wakaf. Angkanya bisa melebihi jumlah zakat, infak, dan sedekah.
Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI). KH Prof Dr Tholchah Hasan menjelaskan,
sejak zaman dahulu di masa Rasulullah SAW, wakaf menjadi gerakan dalam pemberdayaan
ekonomi umat. Begitu juga di zaman sahabat yang kemudian dilanjutkan dengan masa
kekhalifahan Islamiyah seperti Dinasti Abbasiyah, Umayyah, Ayyubiyah, Fathimiyyah, dan
Utsmaniyah. Wakaf menjadi gerakan untuk perjuangan dan penyebaran Islam. "Hampir tak ada
peradaban Islam tanpa melibatkan wakaf di dalamnya." kata Kiai Tholchah.
Dalam perkembangannya saat ini, ternyata banyak masyarakat yang masih memahami istilah
wakaf hanya sebatas pada bangunan dan tanah. Padahal, potensi wakaf dalam bentuk lainnya
sangat besar, termasuk wakaf uang.
Berikut petikan wawancara wartawan Republika, Syahbuddin El-Fikri. dengan mantan menteri
agama (menag) di era pemerintahan (Alm) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
1 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Bagaimana sejarahnya sistem wakaf mulai pertama kali diterapkan dalam Islam?
Wakaf itu sudah ada dan diberlakukan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dan sejak saat itu,
wakaf sudah mengarah pada hal-hal yang produktif. Dan beberapa orang yang pertama kali
melaksanakan wakaf di antaranya adalah Umar bin Khathab, Abu Tholhah, dan Usman bin
Affan. Dan semua barang yang diwakafkan itu pokok modalnya dipertahankan. Kemudian, hasil
dari barang yang diwakafkan itu selalu ditujukan untuk membantu kesejahteraan orang lain. Itu
namanya produktif, dan pokok modalnya tetap dipertahankan.
Pada zaman sahabat, wakaf masih dikelola secara perseorangan. Baru pada zaman
Abbasiyah, wakaf dikembangkan menjadi lebih besar lagi manfaatnya. Ketika itu, Harun
Ar-Rasyid sebagai penguasa Abbasiyah, tertarik untuk mengembangkan wakaf. Bahkan,
upayanya ini mendapat dukungan dari istrinya, yang bernama Zubaidah. Ia mengusulkan agar
dibuat saluran air yang panjangnya dimulai dari Baghdad (Irak) hingga sampai Makkah di Arab
Saudi. Itu diperuntukkan bagi jamaah haji. Ini bertujuan untuk memberi kesejahteraan pada
umat.
Pada zaman Khalifah al-Mamun, pengelolaan wakaf makin terorganisasi dan lebih profesional.
Ketika itu. Khalifah al-Mamun mendirikan sebuah perpustakaan yang sangat besar dengan
nama Baitul Hikmah. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan internasional ketika itu. Sebab,
Baghdad sebagai ibu kota negara Irak, menjadi tujuan bagi para pelajar untuk menuntut ilmu.
2 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Menurut Khalifah Al-Mamun, untuk membiayai perpustakaan itu, maka harus ditunjang dengan
biaya yang besar pula. Dan untuk membiayai perawatan dan pemeliharaan serta penambahan
buku-buku yang ada, dia memberikan wakafwakaf seperti tanah dan rumah untuk disewakan.
Hasilnya digunakan untuk membiayai perpustakaan ini.
Lama kelamaan, hal ini terus berkembang hingga kekuasaan dinasti Ayyubiyah (Shalahuddin
al-Ayyubi), dan Utsmaniyah di Turki. Jadilah saat itu wakaf sebagai kekuatan peradaban Islam.
Bukan hanya untuk membantu dan diberikan kepada orang-orang yang miskin, tetapi juga
digunakan untuk beasiswa bagi setiap pelajar, pendirianasrama pelajar, dan membayar gaji
ustaz. Semuanya diambil dari harta wakaf yang produktif tersebut.
Dari sini, muncullah istilah yang sangat popular di kalangan pemikir-pemikir Islam, bahwa tidak
ada peradaban Islam tanpa wakaf.
Bagaimana sejarahnya perwakafan di Indonesia?
Indonesia sebenarnya sudah lama mengenal wakaf ini. Bahkan, bisa dikatakan ia sudah ada
sejak masuknya Islam ke bumi pertiwi ini. Hanya saja, wakaf lebih banyak digunakan untuk
kepentingan-kepentingan yang sifatnya konsumtif, dalam arti manfaatnya sangat terbatas dan
tidak mempunyai nilai produktif.
3 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Misalnya, wakaf tanah digunakan untuk membangun masjid, kuburan, lembaga pendidikan, dan
panti asuhan. Padahal, jika wakaf dikelola dengan baik, maka hasilnya sangatluar biasa.
Misalnya dibangun rumah sakit, rumah makan, dan klinik. Nah, karena wakafnya bersifat
konsumtif, maka ia selalu membutuhkan biaya untuk pemeliharaan. Akibatnya, wakaf malah
memberatkan.
Sejak kapan muncul pemikiran di Indonesia untuk memproduktifkan harta wakaf itu?
Sebenarnya, sejak zaman Belanda sudah ada. Tapi, belum tertata dengan bagus. Bahkan,
sejak zaman dulu hingga saat ini, banyak sekali lembaga-lembaga keislaman yang punya harta
wakaf dan cukup produktif. Kebanyakan, pengelolaan wakaf itu masih dilakukan sebatas orang
per orang dan belum merupakan gerakan yang memasyarakat.
Saat ini, jumlah harta, baik berupa tanah maupun lainnya sangat besar. Bagaimana cara
mengelolanya agar memiliki manfaat bagi umat?
Ya, harta wakaf memang sudah banyak, namun yang terbilang produktif masih sedikit.
Bagaimana mengembangkannya? Di samping kita memelihara dengan baik wakaf yang
4 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
konsumtif itu, kita juga harus mengembangkan dan mengelola wakaf yang ada agar menjadi
lebih produktif, sehingga bisa membiayai wakaf yang tidak produktif itu. Ini sebetulnya peran
nazir (pengelola wakaf-Red).
Selama ini, nazir hanya bertugas menunggu wakaf itu, tanpa melakukan pembinaan dan
pengelolaan. Akibatnya, wakaf yang ada mati dan tidak produktif.
Mengapa nazir itu bisa demikian?
Karena, pertama, umumnya nazir itu tidak memiliki pengetahuan dalam mengembangkan wakaf
tersebut. Bahkan, pemahaman tentang wakaf itu sendiri banyak yang tidak paham.
Kedua, pendidikan nazir itu sangat terbatas. Akibatnya, mereka kurang memiliki wawasan yang
baik dalam mengembangkan dan mengelola wakaf agar berkembang lebih baik.
Bahkan, banyak pula status nazir yang tidak jelas. Mereka tidak lebih dari nazir warisan, artinya
5 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
dulu yang menjadi nazir orang tuanya dan kemudian meninggal dunia, maka dia sebagai anak
yang menggantikan jabatan itu. Inilah tugas kami di BWI (Badan Wakaf Indonesia-Red).
Secara bertahap, kami harus meningkatkan kualitas mereka, mulai dari pengetahuan dan
pemahaman tentang wakaf, BWI juga membekali mereka dengan pelatihan-pelatihan yang
positif untuk mengembangkan harta wakaf tersebut.
Seberapa besar potensi wakaf umat Islam Indonesia saat Ini?
Jumlahnya sangat besar, namun persisnya saya lupa. Yang pasti, sangat besar, terutama
berupa tanah. (Merujuk data Departemen Agama [Depag] RI, hingga Juli 2008 lalu, jumlah
tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656,68 meter persegi atau sekitar 268.653,67
hektare yang tersebar di 366.595 lokasi diseluruh Indonesia. Jumlah tanah wakaf ini merupakan
harta wakaf terbesar di dunia-Red).
Dan jumlah harta wakaf berupa tanah ini, umumnya memang tidak produktif, dalam arti
diwakafkan untuk kuburan, masjid, panti asuhan, dan lainnya. Inilah yang menjadi garapan
kami di BWI. Kami harus bisa mengembangkannya agar menjadi lebih produktif.
6 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Tahun 1997, di Indonesia diselenggarakan konferensi menteri-menteri agama dan wakaf dari
seluruh dunia, terutama negara-negara Muslim. Saat itu dicetuskan, wakaf menjadi gerakan
kebangkitan dan perjuangan umat Islam.
Namun, di Indonesia ini, langkah itu sudah sangat terlambat. Kita punya gagasan dan
merumuskan strategi pengembangannya, namun terlambat dalam menerapkannya. Dan ketika
saya menjabat sebagai Menteri Agama (Menag) di era pemerintahan (Alm) KH Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), saya membentuk direktorat pengelolaan zakat dan wakaf. Dan Alhamdulillah,
sekarang kita sudah memiliki direktorat tersendiri, wakaf dan zakat dikelola secara terpisah.
Untuk memperkuat semangat yang ada, maka harus ada landasan hukum agar harta wakaf ini
bisa dikembangkan secara lebih profesional. Pada 2004, diterbitkan UU Nomor I Tahun 2004
tentang Wakaf. Kemudian, diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun
2006 yang menginstruksikan agar didirikan satu badan wakaf yang khusus menanganinya. Lalu
pada 2007, didirikanlah Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Di lembaga ini. terdapat kalangan anak-anak muda yang potensial dan memiliki integritas yang
baik dalam mengembangkan potensi wakaf. Mereka juga dibantu dengan kalangan profesional
dan pemikir-pemikir Islam, yang andal dan punya kepedulian untuk mengembangkan potensi
wakaf dalam meningkatkan kesejahteraan dan pembinaan umat.
Ada empat hal yang harus dikembangkan dalam mengelola wakaf uang ini, yaitu aset
7 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
intelektual (pemikir), aset sosial (didukung oleh masyarakat), aset finansial (dukungan
keuangan), dan jaringan (pengembangan ke depan), baik jaringan dalam negeri maupun luar
negeri, seperti perbankan, instansi pemerintah, badan usaha milik Negara (BUMN) dan BUMD.
Apa yang menjadi landasan hukum dari gerakan wakaf uang?
Mengenai dasar hukum dari wakaf uang ini sebenarnya merupakan ijtihad dari para ulama. Dan
itu sudah ada sejak zaman dahulu, yang kemudian ditegaskan dengan qiyas. Mengenai dasar
hukum wakaf, ada dalam Alquran maupun hadis Nabi SAW, sedangkan mengenai wakaf uang
adalah ijtihad dari para ulama. Dan, dalam kitab-kitab fikih sangat sedikit yang menjelaskan
masalah wakaf uang ini secara lebih spesifik. Bahkan, ada yang membolehkan dan ada pula
yang tidak membolehkan.
Jadi, dasar hukum wakaf uang adalah berdasarkan ijtihad dari para ulama. Ijtihadnya bukan
ijtihad fardi (sendiri) tetapi jamai(banyak orang), seperti melalui sidang Organisasi Konferensi
Islam (OKI), Muktamar Menteri-menteri Agama dan Wakaf, Rabithah Alam Islami, dan lain
sebagainya dari berbagai mazhab yang membolehkan wakaf uang.
Mengapa wakaf uang dibolehkan, sementara dalam Alquran tidak dijelaskan mengenai
wakaf uang?
8 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Alasannya, pertama, sistem moneter dunia saat ini sangat berbeda. Dulu, uang digunakan
sebagai alat tukar semata, sementara sekarang ini, uang sudah digunakan untuk berbagai
keperluan, sehingga uang menjadi alat transaksi yang dipergunakan untuk segala keperluan
masyarakat bertransaksi. Misalnya ada obligasi, saham, sukuk (surat utang Negara), dan
reksadana.
Kedua, wakaf uang dianggap yang paling potensial. Sebab, untuk berwakaf, seseorang tidak
perlu kaya. Dengan uang sekecil apa pun bisa diwakafkan untuk kepentingan umat yang lebih
besar. Si miskin bisa berwakaf Rp 10 ribu, Rp 20 ribu. Dan yang kaya, bisa berwakaf lebih
banyak lagi. Sehingga, menjadi lebih praktis dibandingkan dengan tanah. Kalau tanah, orang
yang berwakaf hanya orang-orang yang mampu dan kaya, sementara orang kecil tidak bisa
menambah amal ibadahnya. Karenanya, jalan terbaik, uang diperbolehkan diwakafkan, karena
bisa siapa saja yang melakukannya. Karena itu, potensi wakaf uang ini sangat besar. Bisa
dikatakan, nilainya sama besar dengan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah memfatwakan bolehnya wakaf uang ini. Memang
harus kita akui, ada juga ulama yang menolak, terutama ulama tradisional yang selama ini
kurang dinamis atau mengikuti perkembangan zaman saat ini.
Lalu, bagaimana strategi BWI Ini dalam mengembangkan potensi wakaf yang ada Ini?
9 / 10
Tak Ada Peradaban Islam Tanpa Wakaf
Jumat, 05 Maret 2010 10:48
Ya, kita harus mengembangkannya agar semakin produktif. Wakaf tanah yang jumlahnya
cukup banyak itu harus kita kelola dengan baik. Yang sudah telanjur menjadi konsumtif, tetap
kita jaga diperlihara. Adapun yang masih bisa dikembangkan, kita kembangkan menjadi lebih
produktif. Misalnya, dengan membangun rumah sakit, ruang perawatan VIP. Tujuannya, ada
tambal sulam atau imbal balik dari kamar perawatan yang untuk orang-orang kecil. Selain itu,
bisa juga dibangun restoran atau mini market, dah apartemen untuk persewaan.
Untuk wakaf uang, saat ini kita terus mengampanyekan gerakan wakaf uang ini. Kita
kumpulkan para pengusaha atau kalangan wiraswasta untuk mewa-kafkan uangnya. Kita juga
akan selenggarakan malam amal, serta kampanye wakaf uang di mana-mana.
Kemudian, dalam rangka meningkatkan pengelolaan yang lebih profesional, kamijuga
mengader dan melakukan pelatihan-pelatihan bagi nazir dan calon nazir mengenai pengelolaan
dan pengetahuan masalah wakaf. Mereka harus terdiri atas orang-orang yang amanah, jujur,
dan profesional. Tentu akan sangat rugi, bila harta wakaf sangat banyak, namun pengelolanya
yang tidak jujur, tidak amanah, dan tidak profesional dalam mengembangkan dan mengelola
wakaf umat tersebut. [ republika ]
10 / 10
Download