Pemeriksaan Telinga

advertisement
Kuliah 14-15 September 2015
PEMERIKSAAN TELINGA
dr. Stephani Linggawan, SpTHT-KL
FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
1
Anatomi Telinga
2
PEMERIKSAAN TELINGA
Anamnesis
Inspeksi
Palpasi
Otoskopi
Garputala
Audiometri
Tes Fungsi
Tuba
Eustachius
3
ANAMNESIS
• Identitas
• Keluhan utama
• Riwayat penyakit sekarang: D/S, onset,
kronologis, penyebab, keluhan penyerta,
keluhan komplikasi, keluhan DDx
• Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat pengobatan
• Riwayat keluarga
• Lain-lain: sosial, ekonomi, kebiasaan
4
Cara duduk
• Px duduk di dpn Dr, lutut kiri Dr berimpit dg lutut kiri
Px, saat memeriksa telinga kontralateral hanya posisi
kepala Px yg berubah
Cara memakai lampu kepala
• Posisi tabung lampu diantara kedua mata, atur
proyeksi dg letakan telapak tangan kanan 30cm di
dpn mata kanan, mata kiri ditutup, diameter proyeksi
+1cm
Cara memegang telinga
• Kanan: aurikula dipegang dg jari 1 & 2, sedangkan jari
3-5 di planum mastoid, ditarik ke posterosuperior
• Kiri: aurikula dipegang dg jari 1 & 2, sedangkan jari 35 di dpn aurikula, ditarik ke posterosuperior
5
Cara duduk
Benar
Salah
6
Cara memakai lampu kepala
7
Cara memegang
telinga
•Telinga dipegang dengan
tangan kiri
•Telinga kanan penderita :
Dipegang dengan ibu jari dan
telunjuk, 3 jari lainnya pada
planum mastoideum, telinga
ditarik ke posterosuperior
•Telinga kiri penderita:
Dipegang dengan ibujari dan
telunjuk, 3 jari lainya di depan
aurikulum, telinga ditarik ke
postero superior
8
Otoskopi
6 8
1 5
2
3
9
7/22/2017
4
7
1. Processus Brevis
2. Manubrium malei
3. Umbo
4. Refleks cahaya
5. Plika anterior
6. Plika posterior
7. Margo timpani
8. Pars flaksida
9. Pars tensa
9
RETRAKSI / tertarik ke medial
lebih cekung, prosesus brevis lebih menonjol,
manubrium mallei lebih horizontal & lebih pendek,
plika anterior tidak tampak, refleks cahaya hilang
BOMBANS
Landmark hilang, menonjol, merah
PERFORASI SENTRAL
PERFORASI ATIK
11
TES BISIK & GARPUTALA
TES SUARA BISIK
Kamar periksa
• Min 4x5m,
diagonal 6m
• Sunyi tdk ada
echo
• Dinding tdk rata
Penderita
• Mata ditutup
• Telinga yg tdk
diperiksa
ditutup
• Diminta
mengulang dg
suara keras &
jelas
Pemeriksa
• Mengucapkan
1-2 suku kata
yg dikenal Px
• Dibisikan dg
udara
cadangan paru
sesudah
ekspirasi biasa
• Huruf lunak:
LKMNGU
• Huruf desis:
SFC
13
• 1m  2m  3m   6m
• 6m  5m  4m   1m
• Pada jarak 1m dibisikkan 5-10
kata, bila penderita dapat
menirukan 80 – 100 % mundur
1m sampai penderita dapat
menirukan <80 %
• Hasilnya adalah jarak dimana
penderita dapat menirukan 80 %
14
KUANTITATIF (DERAJAT KETULIAN)
NORMAL
10m – 6m
4m – 6m
TULI RINGAN
1m – 4m
TULI SEDANG
< 10cm
TULI BERAT
0cm
TULI TOTAL
KUALITATIF (JENIS KETULIAN)
TULI KONDUKSI
Tdk dengar huruf lunak (frek rendah)
Contoh: SUSU S S
TULI PERSEPSI
Tdk dengar huruf desis (frek tinggi)
Contoh: SUSU U U
TES GARPUTALA
Batas atas
Batas bawah
RINNE
SCHWABACH
WEBER
Bing
Stenger
Gelle’
Frek : 128-256-512-1024-2048-4096
Tes-tes tsb memiliki tujuan khusus yg berbeda
& saling melengkapi
16
Batas atas – Batas bawah
GT digetarkan mulai frek rendah s/d tinggi
Setelah bunyi didengar oleh pemeriksa sampai hampir tdk terdengar
 GT dipindah ke telinga Px jarak 1-2cm posisi tegak & kedua kaki pd
garis yg menghubungkan MAE d/s
Bila mendengar  (+)
Tidak mendengar  (-)
17
CONTOH
Kanan
+ 4096
+
+
+
-
2048
1024
512
256
128
64
Kiri
-
+
+
+
Kanan : Batas bwh naik (freq rendah -)  Tuli Konduksi
Kiri
: Batas atas turun (frek tinggi -) Tuli SN
18
RINNE
GT freK 512 digetarkan, ujung GT ditempelkan pd
planum mastoid Px  sampai Px tdk mendengar
GT dipindah ke dpn telinga Px
masih mendengar  Rinne +
tidak mendengar  Rinne Rinne (+)
AC>BC  Normal / Tuli SN
Rinne (-)
AC<BC  Tuli konduksi
Fals negatif
sebetulnya tidak mendengar,
didengar oleh telinga satunya
19
WEBER
GT frek 512 digetarkan, ujung GT diletakkan pd kening Px
diminta membandingkan keras yg ka / ki
Ka-Ki sama keras  Tidak ada lateralisasi  W 
Keras ka  Lateralisasi ke ka
W
Keras ki  Lateralisasi ke ki
W
Lat Ka : Tuli kond ka
Tuli Kond ka > ki
Tuli SN ki
Tuli SN ki > ka
Tuli kond ka + tuli SN ki
20
Schwabach
GT 512 digetarkan, ujung GT diletakkan pd planum mastoid Dr
Bila sudah tdk mendengar GT dipindah ke planum mastoid Px,
Bila mendengar  Schwabach memanjang ( S > )
Bila tidak mendengar  N / memendek
GT digetarkan diletakkan pd planum mastoid Px
Bila sudah tdk mendengar GT dipindah ke planum mastoid Dr
Bila mendengar  Schwabach memendek ( S < )
Tidak mendengar  N
Schwabach memanjang
 Tuli konduksi
Schwabach memendek
 Tuli SN
21
CONTOH
Suara bisik ka : 3 m , ki : 1m
Tes GT : Batas atas batas bawah
ka
ki
+
4096
+
2048
+
1024
+
512
+
256
+
128
+
64
+
Rinne
+

Weber
> Schwabach <
Kesimpulan:
Tuli konduksi Kanan ringan
Tuli SN Kiri sedang
22
TULI KONDUKSI
- HURUF LUNAK
+ HURUF DESIS
Normal
TULI PERSEPSI
SUARA
BISIK
HURUF LUNAK +
HURUF DESIS -
Batas atas
Naik
Turun
Batas bawah
Memanjang
Normal
Schwabach
Memendek
Weber
Lateralisasi ke sakit
-
RINNE
Lateralisasi ke sehat
+
Pseudonegatif
AUDIOMETRI
TIMPANOMETRI
AUDIOMETRI
 jenis & derajat gangguan pendengaran.
Alat audiometer yang dapat menghasilkan nada
dalam frekuensi dan intensitas yang dapat diatur
oleh operator

Dicari intensitas suara terkecil
(desibel) / suara paling lemah
yg masih bisa didengar
pasien pada frekuensi 1258000 Hz
 diperiksa AC dan BC
Penerimaan bunyi lewat 2 jalur :
1. Air Conduction / AC / Hantaran Udara,
Suara dirambatkan melalui udara  MAE 
MT MIS  koklea  N.VIII  korteks (selaput
otak).
Cara pemeriksaan : menggunakan
Headphone yang dipasang di telinga
2. Bone Conduction / BC / Hantaran tulang
Gelombang suara di udara langsung menerpa
kulit tulang tengkorak getaran langsung ke
koklea  N.VIII Korteks (selaput otak).
Cara pemeriksaaan : menggunakan bone
vibrator yang dipasang di tulang mastoid
Syarat pemeriksaan
1.
2.
3.
4.
Alat audiometer terkalibrasi
Ruangan : kedap suara, maksimal 40 dB SPL
Pemeriksa : mengerti cara penggunaan, sabar, telaten
Pasien : kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, bebas
bising minimal 16 jam
Notasi audiogram
Grafik AC : garis lurus penuh
Grafik BC : garis terputus-putus
Telinga kanan : merah, tanda 0 (AC), tanda < (BC)
Telinga kiri : biru, tanda X (AC), tanda > (BC)
27
Ambang dengar dg Indeks Fletcher
= AD 500Hz + AD 1000 Hz + AD 2000Hz + AD 4000Hz
4
Ambang dengar (dB)
Derajat ketulian ISO
0-25
Normal
>25-40
Tuli ringan
>40- 55
Tuli sedang
>55-70
Tuli sedang berat
> 70-90
Tuli berat
>90
Tuli sangat berat
28
Normal
• AC & BC < 25 dBHL
• Tidak ada air-bone gap
29
T. Konduksi
• AC > 25 dB, BC normal
• Ada air-bone gap
• Kelainan di telinga luar &
tengah
30
T. Sensorineural
• AC & BC > 25 dBHL
• Tdk ada air-bone gap
• Kelainan di koklea, n.VIII &
pusat pend di cortex cerebri
31
T. Campur
• AC > BC > 25 dBHL
• Ada air-bone gap
• Kelainan campuran konduksi
& sensorineural di telinga
luar, tengah & dalam
32
TES FUNGSI TUBA EUSTACHIUS
 menilai patensi & fungsi tuba Eustachius
Jenis Pemeriksaan
1. Tes Toynbee
2. Tes Valsava
3. Timpanometri
4. Tes Politzer
5. Kateterisasi
6. Tes Sakarin dan metilen biru
7. Otoskopi Pnematik
8. Nasofaringoskopi
9. Sonotubometri
10. Tes Inflasi-Deflasi
33
Fisiologi Tuba Eustachius
Fungsi TE
 Ventilasi
 Drainase
 Proteksi:
• infeksi
• tekanan
• suara
Mekanisme
Pars Fibrokartilago
membuka :
• Menelan
• Menguap
• Bersin
• Ditiup paksa
34
1. Tes Toynbee
Cara : tutup hidung lalu menelan.
Pada otoskopi → membran timpani tertarik
ke medial (retraksi)
2. Tes Valsava
Cara : meniup kuat dengan kedua
lubang hidung dan mulut tertutup
Pada otoskopi  membran timpani
terdorong ke lateral
35
3. Timpanometri
• Dengan memberi tekanan pada MT, mobilitas MT
(komplians) direkam dlm bentuk grafik
(timpanogram)
• Evaluasi keadaan telinga tengah :
1. Tekanan negatif di telinga tengah
2. Cairan di telinga tengah
3. Ruptur MT
4. Persendian tulang pendengaran
• Perlekatan (otosklerosis)
• Terputus (trauma)
36
Timpanogram
Tipe
A
Kurva berpuncak compliance normal dg
tekanan -200 s/d +200
 normal, ggn sensorineural
Tipe B Kurva datar tanpa puncak
 ada cairan di cav timp, membran timp
menebal
Tipe
C
Kurva berpuncak geser ke kanan, tekanan
negatif < -200
 ggn fungsi tuba Eustachius
Tipe
As
Kurva berpuncak compliance rendah, tekanan
normal
 kekakuan rangkaian tulang pendengaran
(otosklerosis)
Tipe
Ad
Kurva berpuncak compliance tinggi, tekanan
normal
 membran timpani tipis, putusnya rangkaian
tulang pendengaran
37
4. Tes Politzer
Cara : udara dimasukkan ke
dalam hidung melalui
pompa Politzer sementara
nasofaring tertutup oleh
gerakan palatum mole ke
atas (mengucapkan huruf k)
Pada otoskopi : terlihat MT
terdorong ke lateral
Pada auskultasi : terdengar
suara hembusan angin
pada MAE telinga
38
5. Kateterisasi
Kateter dimasukkan ke kavum nasi sampai menyentuh dinding nasofaring
 kateter diputar 90° ke medial ditarik sampai posterior septum nasi 
diputar 180° ke lateral sampai ujungnya mencapai TE
Penderita diminta menelan  konfirmasi ujung kateter mencapai TE
Kmd pompa karet untuk mengalirkan udara ke dalam pompa
Pemeriksa mendengarkan suara aliran udara di dalam TE  auskultasi
pada sisi yang sama
39
6. Tes sakarin atau metilen biru
Cairan sakarin atau metilen biru →
ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani
Rasa manis sakarin terasa dilidah
Warna biru metilen tampak dilidah
40
7. Otoskopi pneumatik
Bila dilakukan peniupan
1. Tampak pergerakan MT
2. Membedakan perforasi lebar dg
sikatrix (MT bekas perforasi sdh
menutup tetapi lbh tipis &
transparan)
41
8. Nasofaringoskopi
alat : endoskopi serat optik
Gambar Kondisi normal tuba eustachii saat
istirahat (kiri) dan saat menelan (kanan)
42
9. Sonotubometri
Lubang hidung di pasang sumber suara (nada
kontinyu frekuensi 6 kHz, 7 kHz atau 8 kHz)
Liang telinga diletakkan mikrofon yang
dihubungkan dengan alat perekam
43
10. Tes inflasi-deflasi
Dilakukan pada kasus perforasi MT yang disiapkan untuk
miringoplasti dan timpanoplasti
Cara :
Pasang pipa pada MAE telinga yang
diperiksa  berikan tekanan positif / negatif
ke kavum timpani dengan spuit / pompa
yang dihubungkan dengan manometer
Dengan gerakan menelan TE akan terbuka
Penyesuaian tekanan secara aktif dilakukan
dengan gerakan menelan beberapa kali
44
45
Download