Pengujian tangen delta_trafo_bushing

advertisement
Pengujian Tangen Delta Trafo dan Bushing
Kasus khusus Tangen Delta Negatif
Oleh : Arief Setyowibowo
PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali
Email : [email protected]
Abstrak
Isolasi trafo merupakan bagian yang kritis pada trafo tenaga, pemburukan atau
kegagalan isolasi dapat menyebabkan kegagalan operasi atau bahkan kerusakan
trafo. Salah satu metode untuk mengetahui kondisi isolasi adalah dengan melakukan
pengujian tangen delta. Pengujian tangen delta trafo dapat dilakukan dengan
beberapa mode yaitu GST, UST, GSTg, sedangkan untuk bushing ditambahkan mode
Hot Collar untuk mengetahui adanya perubahan kekuatan mekanisnya. Hasil uji
tangen delta pada umumnya bernilai positif, tetapi pada beberapa pengujian
ditemukan anomali hasil uji negatif, hal ini karena terjadi kebocoran pada isolasi,
fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori rangkaian listrik.
Selain itu pada
makalah ini juga dipaparkan beberapa contoh kasus pengujian tangen delta yang
hasilnya negatif serta solusinya.
I. Pendahuluan
Trafo tenaga merupakan peralatan utama dalam sistem penyaluran tenaga listrik,
salah satu bagian paling kritis dari trafo tenaga adalah isolasi trafo. Isolasi trafo
berupa isolasi kertas, minyak, dan keramik. Seiring dengan usia operasi trafo maka
kondisi isolasi dapat mengalami pemburukan, hal ini dapat disebabkan karena
tegangan lebih, suhu operasi yang tinggi, hotspot, korona, kontaminasi, kerusakan
mekanis
maupun
kelembapan.
Pemburukan
atau
kegagalan
isolasi
dapat
menyebabkan kegagalan operasi atau bahkan kerusakan trafo, oleh karena itu sangat
diperlukan untuk mengetahui proses pemburukan pada isolasi sehingga kegagalan
trafo dalam beroperasi dapat dihindarkan. Salah satu metode untuk mengetahui proses
pemburukan isolasi adalah dengan pengujian tangen delta. Pada beberapa kasus
pengujian diperoleh hasil uji negatif, hal ini dapat membingungkan dalam interpretasi
hasil uji. Dalam makalah ini dicoba dijelaskan fenomena ini dengan analisa, studi
kasus dan tindak lanjutnya.
II. Prinsip Dasar
Isolasi trafo merupakan bahan dielektrik yang berfungsi untuk memisahkan dua
bagian yang bertegangan, misalnya antara kumparan dengan tangki trafo. Berikut ini
gambar isolasi pada kumparan dan inti trafo.
Gambar 1. Isolasi pada kumparan dan inti trafo
Trafo dengan isolasinya ini dapat dimodelkan sebagai rangkaian kapasitor yang
pararel dengan resistor.
Gambar 2. Rangkaian ekivalen trafo dan isolasinya
Kapasitor yang sempurna apabila dicatu tegangan bolak balik maka arusnya akan
tertinggal sebesar 90 derajat terhadap tegangannya, tetapi karena adanya disipasi daya
(dimodelkan sebagai resistor R) maka beda sudut antara arus dan tegangannya lebih
kecil dari 90 derajat. Berikut ini diagram vektornya.
Gambar 3. Diagram vektor tegangan terhadap arus
Daya yang terdisipasi pada resistor dapat dinyatakan dengan :
PD = Ir2.R = V. I cos Ø = V.I sin δ = V. ω .C .V. sin δ/cos δ
PD = V2 . ω .C . tan δ
Tan δ menyatakan faktor rugi – rugi daya, besaran inilah yang menjadi indikasi
besarnya daya yang terdisipasi, semakin besar nilai tangen delta maka semakin besar
daya yang terdisipasi yang berarti kualitas isolasi semakin buruk.
III. Prosedur Pengujian
Pengujian tangen delta trafo dapat menggunakan beberapa alat antara lain tettex
dan alat uji tangen delta megger 2000. Langkah awal sebelum melakukan pengujian
adalah bebaskan trafo dari tegangan dengan melepas sambungan ke busbar, kemudian
pasang
pentanahan
temporer
pada
trafo
agar
proses
pengujian
berjalan
aman.Bersihkan bushing dan hubung singkat antar terminal primer, sekunder dan
tersier dengan menggunakan bare konduktor atau kabel lurus. Berikut ini rangkaian
untuk pengujian trafo tiga fasa.
Gambar 4. Rangkaian pengujian tangen delta
Berikut ini dijelaskan langkah – langkah pelaksanaan pengujian dengan salah satu
alat uji yaitu alat uji tangen delta megger 2000.
1. Pasang kabel grounding ke peralatan dan pastikan sistem grounding telah benar.
2. Sambung peralatan dan kabel konektor sesuai dengan fungsi masing –masing
3. Periksa dan pastikan semua kabel telah terpasang dengan baik.
4. Nyalakan tombol ”POWER” ke posisi ”ON”.
5. Periksa lampu open ground apakah masih menyala terus, yang berarti koneksi
ground perlu di check ulang
6. Setelah lampu ground padam, tekan menu pengukuran sesuai dengan konfigurasi
pada specimen yang akan diuji (GST, UST atau GST No Guard).
7. Tekan kedua safety lock dan posisikan potensio HV ke posisi minimum.
8. Tekan tombol HV ON (Warna putih).
9. Putar potensio HV sesuai dengan tegangan yang diinginkan (searah jarum jam).
10. Setelah tegangan sesuai dengan yang diinginkan, tekan tombol ”MEASURE”,
tunggu beberapa saat hasil pengukuran akan terlihat pada display.
11. Hasil yang ada dapat disimpan atau langsung dicetak pada printer yang telah
disediakan.
12. Untuk mendownload kekomputer, dapat mempergunakan Data Key yang ada.
13. Data pada komputer dapat langsung dikonversi ke kodisi suhu 20°C.
Setelah dilakukan pengujian catat hasil yang diperoleh pada blanko yang tersedia.
Untuk mengukur specimen dapat dilakukan perubahan pada mode pengukuran,
berikut ini mode yang dapat dipilih dengan injeksi tegangan tinggi disisi primer
(tegangan tinggi).
Tabel 1. Mode pengujian untuk trafo dua kumparan
Tabel 2. Mode pengujian untuk trafo tiga kumparan
Pada bushing terdapat fasilitas untuk pengujian tangen delta yaitu center tap,
berikut ini gambar rangkaian pengujian tangen delta untuk bushing.
Gambar 5. Rangkaian pengujian tangen delta bushing
Untuk pengujian bushing ini ada beberapa mode yang bisa digunakan antara lain :

Mode GST, pengukuran ini dilakukan dengan melepas bushing dari hubungan
dengan peralatan lain atau bushing harus diputus sambungan dengan kumparan
trafo. Pengukuran ini dilakukan dengan meng energize konduktor bushing dan
meng tanahkan flangenya. Temperature sekitarnya sangat besar pengaruhnya
terhadap nilai kapasitansi (power factor), sehingga perlu pembanding dengan hasil
ukur pada temperature tertentu (20 C).

Mode GSTg, pengukuran dengan mode GST dapat juga dilakukan dengan cara
memberi tegangan tertentu pada CT dan input LV disambungkan pada konduktor
maka akan diketahui nilai GST (C2) yaitu bagian yang paling dekat dengan flange
dan bagian bawah terminal.

Mode UST, pengujian ini digunakan pada bushing yang tersambung dengan
beberapa peralatan lain yang berada didalam atau diluar trafo dimana
perlengkapan tersebut tidak berpengaruh terhadap tap kapasitansi, tap power
factor dan atau flange bushing yang dapat dipisahkan dengan tangki yang
diketanahkan.

Hot Collar, pengukuran ini sangat efektif untuk mengetahui lokasi keretakan
pada porcelain, pemburukan atau kontaminasi pada permukaan bushing seperti
lapisan tipis compound, cairan atau sisa compound yang menempel pada bushing.
Berikut ini rangkain pengujian dengan metode hot collar :
Gambar 6. Rangkaian pengujian hot collar
Rekomendasi dari Doble untuk pengujian Hot Collar ini adalah power dissipasi
kurang dari 0.1 watt dengan tegangan uji 10 kV, dan untuk pengujian beberapa
bushing yang setipe maka arus pengujian sama. Apabila diperoleh disipasi daya
naik maka mungkin terjadi kontaminasi pada bushing. Sedangkan bila arus
mengalami penurunan maka kemungkinan penyebabnya adanya void pada
bushing atau tingkat minyak bushing terlalu rendah.
IV. Interpretasi Hasil Uji Tangen Delta
Berdasarkan literatur Doble untuk trafo baru dapat dinyatakan dalam kondisi baik
bila nilai hasil uji tangen delta kurang dari 0.5 % sedangkan trafo yang sudah
beroperasi berdasarkan standar ANSI C 57.12.90, interpretasi hasil uji tangen
deltanya sebagai berikut :
V. Kasus khusus: Tangen Delta Negatif
Tangen delta negatif seringkali dianggap sebagai suatu hasil uji yang aneh.
Pengukuran negatif ini dapat terjadi dalam pengujian trafo atau bushing ketika
menggunakan mode UST atau GST-Guard. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan
model matematika dan rangkaian listrik.
Dalam sebuah rangkaian paralel seperti pada gambar 7, setiap elemen (Z1 dan Z2)
mendapatkan tegangan yang sama dalam amplitudo dan fasanya. Sehingga arus hanya
bergantung pada impedansi elemen.
Gambar 7. Rangkaian listrik sederhana
Pada rangkaian seri seperti ditunjukkan pada gambar 7, tegangan yang melintasi
setiap elemen dapat berbeda dalam amplitudo dan fasanya apabila kedua elemen
tersebut berbeda sifat dasarnya (resistor, kapasitor atau induktor). Tegangan melintasi
Z2 adalah V2 dan dalam fungsi dari 2 elemen Z1 dan Z2 .
Setiap impedansi elemen Z dapat terdiri dari komponen resistif R atau reaktif X
(induktansi Xl dan kapasitansi Xc) dan dapat diwakilkan dengan sebuah vektor dalam
diagram vektor, lihat gambar 8. Resistansi merupakan sebuah bilangan real dan sefasa
dengan tegangan. Kedua tipe komponen reaktif adalah suatu bilangan kompleks
dengan pergeseran fasa 90 derajat terhadap tegangan tetapi berlawanan diantaranya :
Gambar 8. Diagram vektor impedansi
Apabila elemen lain ZG paralel dengan Z2 seperti terlihat dalam gambar 9 maka
tegangan V2 dan arus I2 dalam fungsi tiga elemen menjadi lebih kompleks seperti
yang diperlihatkan dalam persamaan 9.b dan 9.c. Bagaimanapun juga perbedaan
matematis satu-satunya dari model sebelumnya ialah term Z1Z2//Zg.
Gambar 9. Rangkaian listrik yang lebih kompleks
Pada sistem isolasi elemen Z1 dan Z2 umumnya kapasitif Xc, dan elemen Zg
(jalur paralel) umumnya resistif Rg. Gambar rangkaian dan persamaannya menjadi :
Gambar 10. Rangkaian ekivalen sistem isolasi
Dari persamaan diatas kita dapat menyimpulkan beberapa hal berikut :
1. Pergeseran sudut fasa terhadap nilai real negatif I2 diakibatkan adanya
Xc1Xc2/RG.
2. Dalam sebuah sistem isolasi, Xc1+Xc2 mewakilkan total impedansi sistem isolasi
(Xc).
3. Apabila konstruksi sistem isolasi diketahui, kita dapat menggunakan istilah
Xc1Xc2/RG dan XC untuk menginterpretasikan faktor daya yang menurun.
4. V2 berbeda sudut fasa dengan VT sebesar delta dikarenakan term (Xc1Xc2/RG).
Watt loss yang diukur melalui Xc2 adalah negatif hanya ketika tegangan uji VT
digunakan sebagai acuan untuk pengukuran arus (-R), saat tegangan yang
melintasi Xc2 benar-benar V2. Apabila V2 digunakan sebagai acuan maka arus
akan bernilai positif (r). Sehingga secara fisis tiada watt negatif
Gambar 11.Diagram vektor pergeseran V2 terhadap VT
5. Lokasi kebocoran jalur ke ground akan menentukan tingkat pengaruh dalam
sistem isolasi. Jika terjadi pada ujung sistem isolasi, baik Xc1 maupun Xc2 akan
menjadi sangat kecil sehingga hasil Xc1 dan Xc2 juga akan menjadi sangat kecil.
Hasil tersebut akan meningkat secara bertahap tatkala lokasi berpindah maju ke
tengah. Hasil maksimum menjadi (Xc 2 /4) pada pertengahan sistem isolasi dan
menurun ketika lokasi berpindah lebih jauh kearah ujung lainnya. Hal ini berarti
bahwa jalur bocor ke ground akan memiliki :
a. Suatu pengaruh minimum pada setiap ujung sistem isolasi dan.
b. Suatu pengaruh maksimum pada pertengahan sistem isolasi (Xc/2).
6. Nilai resistansi RG dari jalur bocor ke ground akan menentukan apakah jalur
tersebut dapat memiliki pengaruh atau tidak:
a. Apabila RG jauh lebih besar daripada (Xc/2), maka jalur bocor ke ground
memiliki pengaruh yang kecil pada sistem isolasi tanpa memperhatikan
lokasinya.
b. Namun apabila nilai RG sangat rendah (betul-betul terjadi hubung singkat),
jalur bocor ke ground dapat memiliki suatu pengaruh dimanapun dalam
sistem isolasi.
c. Diantara 2 kasus ekstrim (a dan b), pengaruh tingkat jalur bocor ke ground
bergantung pada nilai relatif (Xc1Xc2/RG) membandingkan total impedansi
sistem isolasi (Xc). Nilai negatif yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa
jalur bocor ke ground memiliki pengaruh yang lebih tinggi.
Dengan menggunakan prinsip dasar diatas dapat dijelaskan timbulnya hasil
pengujian tangen delta negatif. Berikut ini beberapa studi kasus hasil uji tangen delta
negatif dari Doble dan analisanya.
1. Percobaan dengan kapasitor
Dengan menggunakan rangkaian 10 kapasitor TTR terhubung seri dengan resistor
terparalel ke ground untuk mensimulasi jalur bocor ke ground seperti ditunjukkan
dalam gambar 12. Percobaan ini membantu untuk memvisualisasi pengaruh term
(Xc1Xc2/RG), dan fenomena pengukuran negatif.
Gambar 12.Simulasi jalur bocor dengan kapasitor
Hasil uji ini secara jelas menunjukkan bagaimana jalur paralel yang terbaca meter
mempengaruhi data uji isolasi : pada lokasi dan resistansi jalur paralel. Berdasarkan
lokasi, jalur paralel memiliki sebuah pengaruh yang minimum pada setiap ujung
(node 1 dan 11) dan suatu pengaruh maksimum pada pertengahan (node 6). Diantara 2
titik tersebut, faktor daya berubah sesuai dengan (Xc1Xc2/RG) seperti ditunjukkan
dalam gambar. Berkenaan dengan resistansi jalur paralel,menentukan tingkat
pengaruh : resistansi yang lebih rendah memiliki pengaruh yang lebih tinggi.
2. Pengukuran kapasitor.
Menggantungkan sebuah kapasitor di udara untuk pengujian seperti ditunjukkan
dalam gambar 13 dapat menghasilkan penurunan faktor daya.
Gambar 13. Rangkaian pengujian
Posisi gantung titik tengah membagi kapasitansi dalam 2 nilai setara yang
memaksimalkan term Xc1Xc2/RG. Lebih jauh ini merupakan suatu posisi yang ideal
untuk mendapatkan rugi daya negatif ketika penggantung menjadi lebih konduktif dan
terjadi efek kopling.
3. Pengukuran bushing.
Berikut ini hasil pengujian pada sebuah bushing yang diperoleh tangen delta
neagitf.
Setelah bushing dilepas, ditemukan plester pengikat lapisan isolasi terakhir
terlepas dan terhubung dengan permukaan bagian dalam dari flange bushing, seperti
terlihat dalam gambar 14. Adanya kontaminasi di permukaan plester menciptakan
sebuah jalur bocor ke ground.
Gambar 14. Permasalahan internal pada bushing
4. Pengukuran trafo 2 belitan.
Konstruksi kumparan pembalut membagi sistem isolasi CHL dalam 3 bagian, lihat
gambar 15 :
1. CHa adalah isolasi dari konduktor kumparan tegangan tinggi ke permukaan isolasi
padat;
2. Ca adalah celah udara dari permukaan isolasi solid tegangan tinggi ke tegangan
rendah. Elemen ini memiliki rugi daya yang sangat rendah dan kapasitansi
terkecil, sehingga mendominasi rangkaian;
3. CLa adalah isolasi dari konduktor kumparan tegangan rendah ke permukaan
isolasi padat.
Ketika permukaan-permukaan isolasi padat terkontaminasi, contoh kondensasi
bercampur dengan kotoran, konduktivitas permukaan akan meningkat. Hal ini akan
menambah elemen keempat yang mana umumnya elemen-elemen resistif (RHg atau
RLg) dan memparalel rangkaian CHL ke ground.
Gambar 15. Kasus pada trafo 2 belitan
5. Pengukuran trafo 3 belitan.
Trafo ini memiliki 3 belitan (HV, LV dan Tersier) dan 2 lengan. Belitan LV dan
tersier secara fisis berada dalam lengan yang berbeda. Belitan HV terbagi dalam 2
disekeliling setiap lengan dalam jalan ketika uji CLT dilakukan, belitan HV menjadi
belitan pertengahan diantara belitan LV dan tersier seperti ditunjukkan dalam gambar
16. Konfigurasi ini menghasilkan rugi daya yang rendah atau faktor daya negatif
dalam uji UST.
Gambar 16. Kasus pada trafo 3 belitan
Tindak lanjut apabila diperoleh hasil pengujian tangen delta negatif adalah :
1. Lakukan pengecekan ulang rangkaian uji (contoh kasus: pengujian di GITET
Mandirancan.)
2. Apabila rangkaian uji dan alat uji telah dicek, dan tidak ada masalah maka
kemungkinan penyebab timbulnya tan delta negatif antara lain :
a. Adanya kontaminasi diisolasi  bersihkan isolasi, filter minyak isolasi.
b. Terjadi deteriorisasi isolasi, sehingga muncul jalur kebocoran pada isolasi.
Bila
dibiarkan
akan
menimbulkan
partial
discharge
dan
dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada peralatan.
IV. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan :
1. Pengujian tangen delta dapat digunakan untuk mengetahui proses pemburukan
isolasi.
2. Untuk mengetahui terjadinya kerusakan mekanik pada bushing (retakan) dapat
dilakukan pengujian hot collar.
3. Tangen delta negatif karena adanya jalur bocor dari isolasi keground.
4. Kebocoran ini dapat disebabkan kesalahan prosedur, kontaminasi pada isolasi atau
pemburukan isolasi.
IV. Pustaka
1. Tim penyusun buku O&M Trafo, Panduan pemeliharaan trafo tenaga, 2003.
2. Herpekik Hargono, Pengujian tangen delta bushing.
3. Herpekik Hargono, Pengujian tangen delta trafo.
4. Long Pong, Review negative power factor test result and case study analysis.
Doble engineering company. 2005
5. Tim penyusun IK, Instruksi kerja pengujian tangen delta dengan megger 2000.
2007.
Download