amsal-amsal bijak mengenai uang

advertisement
SERI MUTIARA BIJAKSANA KITAB AMSAL – 2
“AMSAL-AMSAL BIJAK MENGENAI UANG”
Lukas 12:15, Amsal 1:1-7, 27:23-27, 26:13-16, 21:17, 10:4, 6:6-11, 13:23
Pdt. Effendi Susanto STh.
17/7/2011
Tuhan Yesus berkata, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala
ketamakan sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya
tidak bergantung daripada kekayaannya itu" (Lukas 12:15).
Amsal adalah satu kumpulan bijaksana yang diberikan kepada kita untuk
menjadi pelajaran hidup yang penting, namun inti yang paling utama dari
seluruh bijaksana Amsal ini dicatat di pasal 1:7 "Takut akan Tuhan itu adalah
permulaan dari hikmat." Ayat 2-6 itu adalah fungsi dari bijaksana Amsal ini bagi
hidup kita. "Aku akan membuat hidupmu jauh lebih cerdas; aku akan membuat
hidupmu lebih bijaksana; aku akan membuat orang yang bijaksana menjadi
lebih bijaksana." Tetapi semua bijaksana dan kepintaran yang ada itu diikat
dengan indah dan baik oleh satu hati yang takut akan Tuhan. Itu adalah
sumber dan awal dari seluruh bijaksana.
Kita hidup di dalam satu jaman dimana ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran
dan teknologi merupakan tiga hal yang berkembang lebih cepat dan lebih maju
dibandingkan jaman-jaman sebelumnya. Tetapi buku yang berjudul "The
Wicked Heart" memberikan introduksi yang menarik sekali. Penulisnya,
Christopher Pike, mengatakan inilah yang kita alami dewasa ini, kemajuan ilmu
pengetahuan, ilmu kedokteran dan teknologi terlalu cepat dan tidak seimbang
dengan edukasi mengenai kehidupan, etika dan moralitas. Kemajuan di dalam
bidang ekonomi pun demikian. Setelah semua berkembang begitu maju, orang
baru sadar untuk harus membuat regulasi bagaimana mengatur hati manusia
yang terlalu gampang dan pintar cari 'loopholes.' Yeremia mengatakan, "Hati
manusia itu begitu licik, satupun orang tidak ada yang bisa mengertinya..."
(Yeremia 17:9). Ini adalah satu kalimat yang begitu menyayat hati. Inilah yang
ingin dibahas oleh penulis buku "The Wicked Heart" ini, kita maju di dalam
teknologi, kita maju di dalam kedokteran, kita maju di dalam ilmu
pengetahuan, tetapi siapa yang bisa mengajar kita pelajaran mengenai hidup
itu sendiri?
Berbicara mengenai 'the lesson about life,' saya percaya dari dahulu sampai
sekarang pergumulan dan pengalaman orang tetap sama. Itu sebab saya rindu
melalui kitab Amsal, kita belajar the lesson about life yang penting, yang boleh
menjadi prinsip-prinsip yang memimpin hidup kita menghadapi kemajuan
jaman.
Banyak orang datang berkonsultasi kepada hamba Tuhan mengenai kesulitan
yang dia hadapi, mengeluh kekurangan uang. Tetapi pernahkah orang datang
mengeluh kepada hamba Tuhan, bahwa dia kelebihan uang? Tidak ada, bukan?
Sering orang datang mengeluh karena banyaknya pencobaan yang dia hadapi,
pencobaan terhadap banyak hal. Tetapi jarang orang itu datang mengeluh
karena dia mengalami pencobaan dengan keserakahan. Kenapa? Karena jarang
orang melihat keserakahan. Yang ada ialah orang merasa kurang dan kurang
dan "lapar mata."
Bagaimana kita berbijaksana melihat konsep mengenai uang, keserakahan dan
harta yang ada di dalam hidup kita? Ada dua bagian di dalam Alkitab kita bicara
mengenai hal ini yaitu pelajaran yang Tuhan Yesus berikan, termasuk melalui
perumpamaan-perumpamaan yang diajarkanNya dan satu bagian lagi adalah
kitab Amsal, karena ini adalah pelajaran hidup yang sangat penting bagaimana
melihat soal uang dan harta di dalam hidup kita.
Saya percaya ada begitu banyak kekeliruan yang muncul di dalam Kekristenan.
Yang pertama adalah orang Kristen selalu berpikir uang itu identik dengan
bukti berkat dari Tuhan. Buku "Health, Wealth and Happiness" yang ditulis oleh
David W. Jones dan Russell S. Woodbridge bicara mengenai darimana
sebenarnya asal muasal konsep mengenai Prosperity Theology di dalam
Gereja. Kenapa Prosperity Theology membingungkan begitu banyak orang?
Sebab semua kata-kata yang dipakai, terminologi yang dipakai itu adalah
terminologi yang ada di dalam Alkitab. Tetapi di belakang dari pemikiran
Prosperity Theology sebenarnya bukan berasal dari Alkitab. Dimulai dari apa?
Dimulai sebenarnya dari beberapa pendeta yang terkena pengaruh dari "New
Thought Movement" yang mengembangkan konsep orang itu menderita sakit
sebenarnya karena selalu menaruh di dlaam pikirannya "aku sakit, aku sakit"
sehingga akhirnya jadi benar-benar sakit. Maka konsep "New Thought" ini
menjadi satu pengobatan alternatif yang bersifat menekankan pikiran yang
positif, apa yang engkau pikir akan menjadikan engkau positif. Sehingga apa
yang ada di dalam pikiranmu, kalau engkau berpikir dalam-dalam maka dia
akan menjadi aktual di dalam realita hidupmu. Konsep ini kemudian merasuk
ke dalam Kekristenan tetapi kuasa yang membuat kita menjadi sehat istilahnya
berubah menjadi "faith." Sehingga mottonya sekarang seperti perkatan Pdt.
E.W. Kenyon, "If you confess, you posses" kalau engkau mengakui maka
engkau pasti akan mendapatkannya. "If you have faith, you will get what you
believe." Kalau ini dipakai oleh seorang pendeta, orang Kristen yang tidak
mengerti secara komprehensif akan percaya begitu saja perkataannya. Dia
mengatakan, Allah tidak pernah merencanakan kita hidup di dalam
kemiskinan, baik secara fisik, mental atau secara rohani. Dia menjadikan Israel
sebagai kepala dari bangsa-bangsa secara finansial. Jikalau kita berpartner
dengan Allah dan belajar dari Dia untuk melakukan segala usaha kita, kita tidak
akan dapat gagal. Kegagalan bukan ciptaan Tuhan. Tuhan tidak pernah
menciptakan manusia yang lemah atau tidak efisien. Bijaksana Allah adalah
bijaksana kita. Kemampuan Dia di dalam setiap kehidupan kita itu merupakan
kemampuan kita. Dia akan memberikan kemampuan untuk membuat hidupmu
berhasil. Katakan di dalam hatimu, engkau adalah orang yang kaya, engkau
adalah orang yang mampu, engkau adalah orang yang bisa, maka dengan
sendirinya engkau akan memperoleh segala sesuatu. Maka tidak ada yang
namanya kegagalan di dalam hidup orang Kristen jika dia mengerjakan bisnis
bersama Tuhan. Semua ini adalah konsep yang umum dimana uang dan
kekayaan itu dianggap sebagai bukti dari berkat Tuhan di dalam hidup orang
percaya.
Yang kedua, kekeliruan yang sebaliknya, yang berpikir kekayaan itu identik
dengan berhala yang harus dibuang jauh-jauh. Sehingga ada orang Kristen yang
mengatakan kita tidak boleh kaya dan berpikir semakin miskin semakin papa
itu identik dengan rohani yang lebih tinggi. Ini juga adalah satu ekstrim yang
lain di dalam konsep Kekristenan yang keliru. Konsep ini telah mempengaruhi
biara-biara Katolik pada waktu yang lalu, sebelum Gerakan Reformasi muncul.
Ada biara-biara yang betul-betul menekankan para imam untuk meninggalkan
segala sesuatu dan masuk ke dalam biara yang mengajarkan untuk
mencambuk diri sendiri, ada biara yang menyediakan tempat atau kamar
berukuran 1mx1mx1m dan setiap hari hanya makan roti kering dan air putih.
Maka di situ kemiskinan dan kepapaan diidentikkan dengan rohani yang makin
tinggi. Makin menderita, makin tinggi rohani seseorang.
Kekayaan tidak boleh diidentikkan dengan berhala, sebab bukan soal banyak
atau kurangnya harta kita yang menjadi kecenderungan keberhalaan. Tetapi
keberhalaan terjadi sebab kecintaan hati akan uang itu. Maka itulah bedanya
konsep rasul Paulus dengan konsep Robert Kiyosaki. Kiyosaki bilang akar dari
segala kejahatan adalah kurang uang. Tetapi rasul Paulus mengatakan akar dari
segala kejahatan adalah cinta akan uang (1 Timotius 6:10).
Itu sebab mari kita coba lihat bagaimana kitab Amsal mengajar kita satu
konsep yang utuh dengan bijaksana ini, bagaimana kita bersikap terhadap
uang, kekayaan, harta milik yang ada di dalam hidup kita.
Pertama, Amsal 27:23-27 mengatakan tidak selamanya kekayaan itu turuntemurun, maka seseorang yang bijaksana adalah orang yang tahu musim kapan
mengatur dan mengelola dengan baik. Amsal 26:13-16 jelas penulis Amsal
menegur kemiskinan kalau kemiskinan itu disebabkan oleh kemalasan. Inilah
tendensi orang yang malas, selalu disertai dengan excuses padahal sebenarnya
akar persoalannya adalah kemalasan yang ada di dalam diri. Amsal 21:17, 10:4
"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan
kaya." Amsal 6:6-11, hidup dengan bekerja keras merupakan salah satu faktor
yang penting dari kitab Amsal untuk mengatakan kita bisa terhindar dari
kemiskinan. Mengelola dan mengatur segala uang yang Tuhan beri kepada kita
dengan bijaksana merupakan hal yang direkomendasi oleh kitab Amsal kepada
kita, dan ini merupakan prinsip yang penting bicara mengenai uang.
Kemiskinan tidak selama-lamanya dipuji. Kemiskinan bukan merupakan hal
yang direkomendasi oleh kitab Amsal, bukan karena itu adalah kutuk tetapi
karena itu ada faktor kelalaian, ketidak-rajinan seseorang di dalam hidupnya.
Kita bekerja keras supaya kita boleh mendapatkan sesuatu, tetapi jangan kita
balik, jangan kita jadikan kerja keras itu semata-mata supaya kita menjadi kaya.
Itu akan menjadi kekeliruan yang salah lagi dimana akhirnya kerja keras
menjadi lebih penting dan menjadi satu-satunya yang kita kejar di dalam hidup
ini. Tuhan juga tidak mau kita seperti itu. Tetapi poin yang ingin kitab Amsal
katakan adalah mari kita melihat sikap rajin, hati yang mau dan berani
mengerjakan sesuatu, mau berusaha dan mencoba, paling tidak akan
memimpin hidup kita berhasil kalau kita berusaha di situ.
Kita bersyukur dan bangga sekalipun anak kita tidak mendapatkan banyak hal
dalam kehidupan mereka tetapi kalau mereka sudah memiliki ‘basic
ingredients’ yang penting ini: rajin, ulet dan mau mengerjakan sesuatu, kita
tidak perlu takut lagi terhadap hidup mereka nantinya. Kita bisa belajar ilmu
ekonomi, kita bisa belajar ilmu managemen, kita bisa belajar akuntansi, kita
bisa belajar actuarial, kita bisa belajar semua itu, tetapi kalau basic ingredients
ini tidak ada dalam hati kita, itu tidak bisa diajar di sekolah manapun, itu hanya
bisa diajar oleh firman Tuhan dan kehidupan keluarga yang mendidik dan
mengarahkan prinsip ini.
Kedua, Amsal jelas menegur kemiskinan yang disebabkan oleh ketidak-adilan
dan opresi. Ini adalah satu faktor yang lain lagi. Sehingga kadang-kadang kita
bisa menemukan ada orang yang rajin, sudah berusaha dengan baik, tetapi
ketidak-adilan dan opresi menyebabkan dia tetap berada di dalam kemiskinan
seperti itu. Amsal 13:23 mengatakan, "Huma orang miskin menghasilkan
banyak makanan, tetapi ada yang lenyap karena tidak ada keadilan."
Belakangan ini berita-berita dari makro ekonomi mungkin bisa mendatangkan
kekuatiran begitu banyak orang. Tetapi yang pasti pergumulan-pergumulan
ekonomi yang ada di atas setidaknya pasti akan berefek kepada kita.
Pengangguran, hilangnya kesempatan kerja, makin naiknya tingkat kebutuhan
hidup itu merupakan efek langsung yang kita hadapi. Orang yang mengatakan
pro-pasar, pro-bisnis apakah dia mengerti bedanya dengan keserakahan?
Orang yang mengatakan mencintai rakyat dan ingin keseragaman, kita juga
harus hati-hati melihat apakah di balik motivasinya ada konsep komunisme
yang tidak menghargai orang yang sudah bekerja dengan sepatutnya
mendapatkan apa yang diusahakannya? Ini menjadi perdebatan yang sangat
remeh sekali sehingga sangat menyedihkan orang Republican di Amerika yang
pro-pasar menyebabkan beberapa CEO yang sudah memiliki jet pribadi
menginginkan juga mendapatkan ‘tax assumption’ dari perongkosan mereka,
saya pikir itu adalah hal yang kelewatan. Di tengah ekonomi yang susah
setengah mati seperti ini kita perlu belajar mengambil sikap yang berani
korban sedikit supaya yang lain bisa jalan dengan baik. Yang mendapat kurang
mungkin tahan diri sedikit, rela menderita sedikit supaya yang lain bisa jalan.
Itu merupakan keseimbangan yang balance. Tetapi melihat hal seperti ini kita
menemukan fakta betapa susah dan sulitnya manusia bisa mencegah
kerakusan dan ketamakan yang ada di dalam hati ini. Maka Amsal
mengingatkan kita baik-baik, jangan sampai kemiskinan itu terjadi disebabkan
karena ketidak-adilan dan opresi. Tempat makanan orang miskin itu sudah
menghasilkan panen hingga penuh, kata Amsal, tetapi kadang-kadang mereka
tidak bisa menikmatinya oleh karena lenyap akibat ketidak-adilan.
Yang ketiga, hati-hatilah terhadap kebahayaan melihat antara kebutuhan dan
kemudian kita ubah menjadi keinginan, dan ini adalah benih awal munculnya
keserakahan. Amsal 12:9, 13:7 "Lebih baik menjadi orang miskin yang bekerja
bagi diri sendiri, daripada berlagak orang kaya tetapi kekurangan makanan."
Persoalan seputar harta kekayaan dan keserakahan itu sudah dipikirkan begitu
lama oleh manusia dan ini adalah pelajaran yang bisa menjadi peringatan bagi
setiap kita. Salah satu filsuf Yunani yang memikirkan dalam-dalam akan hal ini
adalah Plato. Plato mengatakan manusia itu memiliki tiga keinginan: ‘the
desire to have, the desire to be seen, the desire to know.’ Keinginan untuk
memiliki, keinginan untuk dilihat dan keinginan untuk mengetahui. Terhadap
ketiga keinginan ini ada tiga hal yang mengontrolnya, keinginan untuk memiliki
itu dikaitkan dengan Eros, cinta untuk memiliki segala sesuatu; keinginan untuk
dilihat itu dia kaitkan dengan Tumios; dan keinginan untuk mengetahui itu
dikaitkan dengan Logos. Semua keinginan ini hanya akan menjadi teratur dan
in order kalau manusia memiliki Logos, pengetahuan. Socrates mengatakan
tahu yang paling penting adalah 'Gnothi Seauton' to know yourself. Apa yang
ada di dalam hati kita tidak ada orang yang tahu, tidak ada yang melihat, itu
sebab tahu diri sendiri baru bisa mengontrol segala sesuatu. The desire to
have, sekuat-kuatnya sebanyak-banyaknya bagaimanapun memiliki
keterbatasan. Yang membikin the desire to have menjadi tidak terbatas adalah
the desire to be seen. The desire to have adalah sesuatu yang kelihatan, tetapi
the desire to be seen itu merubah apa yang kita butuhkan yang tidak kelihatan
itu menjadi bersifat imajinatif yang tidak ada batasnya. Sehingga pada waktu
sudah sampai kepada yang tidak terbatas kita terus ingin mengejar akan hal
itu. Itulah sebabnya Amsal mengobservasi sekalipun orang itu tidak punya
uang, dia berlagak menjadi orang kaya. Maka Amsal ingatkan baik-baik,
belajarlah membedakan apa yang menjadi kebutuhan dan jangan sampai
kemudian kita melihat yang kita butuhkan itu menjadi sesuatu keinginan. Tidak
selamanya yang kita inginkan itu kita butuhkan di dalam hidup ini.
Keempat, Amsal 22:2 "Orang kaya dan orang miskin bertemu. Yang membuat
mereka semuanya adalah Tuhan." Jangan minder bertemu orang kaya; jangan
hina bertemu orang miskin. Jangan sombong menjadi orang kaya; jangan malu
menjadi orang miskin. Identitas kita bukan terletak pada apa yang ada di luar,
yang melekat di tubuh kita. Identitas kita bukan soal kita kaya atau miskin,
ganteng atau cantik, hebat atau tidak hebat, berbakat atau tidak berbakat. Itu
cuma atribut yang bisa lepas, bisa bertambah dan bisa berkurang di dalam
hidup kita. Yang terpenting dari semua adalah kita sadar dan kita tahu identitas
kita sebab kita dicipta, dicintai dan dihormati oleh Tuhan. Maka prinsip
keempat adalah bicara soal prilaku kita terhadap kekayaan dan kemiskinan.
Kita bersikap bagaimana tetap menghormati orang kaya dan orang miskin,
mencintai dan menghormati orang yang kaya dan orang miskin dengan sama.
Ini merupakan prinsip yang penting dari ayat ini. Dia kaya, dia miskin, dua-dua
dicipta oleh Tuhan.
Kelima, Amsal 28:27 "Siapa yang memberi kepada orang miskin tidak akan
berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki."
Amsal 22:9 "Orang yang baik hati akan diberkati karena dia membagi rejekinya
dengan orang miskin." Amsal 11:24 "Orang yang menyebar harta tetapi
bertambah kaya, orang yang menghemat secara luar biasa namun selalu
berkekurangan."
Ada satu kekayaan yang lain dan kekayaan itu tidak mungkin bisa didapat dari
berapa banyaknya atau sedikitnya uang kita, karena itu adalah kekayaan yang
berlimpah di dalam hati kita, kekayaan dari memberi. Ada orang yang memberi
dengan murah hati, kata Amsal, tetapi hartanya tidak berkurang. Tetapi ada
orang yang terus menambah harta, selalu merasa berkekurangan. Dengan
kalimat ini kita tahu betapa relatifnya apa yang kita miliki. Yang kita miliki itu
banyak atau tidak banyak itu berkaitan dengan bagaimana sikap kita terhadap
apa yang kita miliki. Kalau ada rasa syukur dan rasa itu merupakan sesuatu
yang berlebihan dalam hidup kita dan menjadi satu sukacita kita memberi
kepada orang lain, itu adalah satu keindahan tersendiri.
Maka bagaimana kita mendidik anak kita, kita juga mendidik mereka selain
mengelola uang dengan baik, selain mereka belajar ekonomi supaya mereka
bisa mengerti bagaimana bicara soal uang, kita mendidik mereka juga bisa
melihat bagaimana kekayaan itu datang tidak selamanya dari harta benda yang
kita kumpulkan tetapi dari berapa besar hati yang melimpah dan luas bisa
memberi kepada orang lain.
Keenam, Amsal 30:7-9 menjadi satu doa yang begitu indah, mengingatkan kita
hidup di dalam wilayah yang ekstrim memiliki pencobaan-pencobaan tertentu.
Ekstrim menjadi terlalu kaya, kita harus menyadari ada pencobaan yang
membuat kita berpikir kita mendapatkan segala sesuatu karena kemampuan
saya dan tidak ada Tuhan di situ. Tetapi pada waktu kita berada di ekstrim yang
lain, di tengah kemiskinan dan kesulitan yang ada akhirnya kita tergoda untuk
menjadi tidak adil, tidak jujur dan merusak nama Tuhan. Dari sini Amsal
mengajar kita bagaimana untuk puas, bersyukur akan apa yang menjadi
anugerah berkat Tuhan di dalam hidup kita.
Miskin memang tidak baik; kaya merupakan sesuatu yang Tuhan beri kepada
kita. Tetapi toh di dalam kekayaan memiliki banyak keterbatasannya. Dia tidak
bisa mengganti keselamatan; dia tidak pernah bisa memuaskan kita; dia tidak
pernah bisa membeli persahabatan yang sejati; dia tidak bisa lebih mahal
daripada bijaksana. Itulah kalimat-kalimat mutiara bijaksana dari Amsal bagi
kita. Maka biarlah kita mendidik anak-anak kita dengan bijaksana dari orangorang yang sudah melewati dan mengalami perjalanan pergumulan hidup ini
dan mengerti anugerah Tuhan dalam hidupnya boleh menjadi berkat bagi kita
semua pada hari ini.(kz)
Download