ADMINISTRASI NEGARA DAN LINGKUNGAN ADMINISTRASI: UNIDIRECTION, RESIPROKAL DAN TRANSAKSIONAL Irfan Ridwan Maksum J. Nef dan O.P. Dwivedi The Decade of the 1960s was not only an era of general prosperity but also one of pervasive intellectual optimism throughout the world. The inspiration of visionaries and the belief that modernization and technology would surmount any obstacle to human progress were orders of the day. It was thought that with sufficient foreign aid and a revamped administrative system, third world countries would trail, if not achieve, the industrial and technical levels of the west. Kebutuhan Empirik dan Teoritis administrasi Pembangunan Negara-negara jajahan setelah merdeka, oleh para elite-nya ingin seperti di Eropa. Pertanyaannya adalah siapa yang harus berperan dalam pembangunan nasional. Apakah swasta atau sektor publik-nya yakni negara dengan instrumen administrasi-nya. lanjutan Sektor swasta pada saat itu belum berkembang. Menurut Siffin, kekuatan-kekuatan pembaharu di negara berkembang belum muncul. Diputuskan Negara-lah yang berperan dalam proses perubahan. Karena negara yang paling siap di antara aktor-aktor lainnya. Joedono, kalau bukan Negara siapa lagi? Negara paling lengkap, paling canggih, dengan SDM yang sudah tersedia. lanjutan Kalau negara dipustuskan berperan, ternyata di negara-negara berkembang pada saat itu banyak ditinggalkan SDM yang kapabel dari negeri yang menjajah (kolonialis). Mereka diusir dari negaranegara tersebut. Akhirnya diputuskan meminta bantuan teknis dari Barat---tools oriented. Lanjutan Yang terjadi adalah ‘cultural lack’ PBBS di-import tetapi tidak berjalan, birokrasi impersonal Weber tidak berjalan. Akhirnya diundang para ahli dari Barat untuk mempelajarinya. lanjutan Mengapa teknik-teknik, SOP, dari negara maju tidak berfungsi? Setelah dipelajari dengan mendorong adanya kelompok CAG dan DAG yang melahirkan pula aliran ekologis pada waktu itu, disimpulkan faktor-faktor ekologis berperan mempengaruhi administrasi publik negaranegara tersebut. Menurut Nef dan Dwivedi, administrasi pembangunan dapat berjalan dengan asumsi-asumsi metodologis, teori mengenai pembangunan, teori politik, dan teori mengenai administrasi, organisasi dan perilaku. Metodologis 1. KONTEKSTUAL Administrasi pembangunan harus dicerna secara kontekstual-deskriptive, bukan normative-prespriptive. Riggs berkata bahwa administrasi dipengaruhi oleh lingkungannya, disamping administrasi publik juga mampu mempengaruhi lingkungannya lanjutan Jika kita hanya memandang hubungan pengaruh hanya satu arah, maka kita memahami satu pendekatan ‘unidirectional’ Menurut Riggs, hubungan tersebut bukan unidireksional melainkan berpola timbal-balik secara simultan. Pandangan seperti ini dikatakan sebagai pandangan resiprokal dan transaksional. Agar administrasi publik mampu mempengaruhi lingkungannya diperlukan pengembangan kebijakan, perencanaan, program dan proyek untuk perubahan. lanjutan Menurut Riggs, the modern man ditandai oleh kemampuannya mempengaruhi lingkungan. Demikian pula administrasi negara yang modern harus mampu mempengaruhi lingkungannya. Dilakukan secara terus menerus, terencana, diperbaiki sepanjang waktu sehingga berhubungan timbal-balik. 2. INTERDISIPLIN Administrasi pembangunan bekerja atas dasar keterkaitan dengan disiplin ilmu lainnya. Hukum ada hukum pembangunan, politik terdapat politik pembangunan, sosiologi juga ada, komunikasi, dan ilmu-ilmu lainnya. Hukum pembangunan mengatakan bureaucratic law yang efektif yang mampu mempengaruhi perilaku birokrasi dan lingkungannya. Begitupun politik, komunikasi, budaya, dan lain-lain. 3. LOGICAL-EMPIRISM Administrasi pembangunan mengharuskan adanya pembuktianpembuktian secara deskriptive-empiris. Berdasarkan kejadian nyata, bukan normative. TEORI-TEORI PEMBANGUNAN pembangunan pada hakekatnya adalah modernity Modernity dicapai melalui modernisasi Ukuran modernity menurut Esman antara lain nation building dan socio-economic progress. lanjutan Pada saat tertentu yang paling dicerna utamanya adalah pembangunan ekonomi. Dalam perkembangannya, akhirnya dianut multidimensi. Pembangunan adalah proses perubahan yang dipersiapkan (intended change), perubahan terarah (directed change), perubahan terencana (planned change). Dapat beraspek kualitatif maupun kuantitatif. lanjutan Banyak pemahaman pada awalnya oleh para elite negara berkembang menekankan aspek quantitatif sehingga mengacu pada indikator pertumbuhan. Di benak elite, akan berdampak pada aspek kualitatifnya—multiply effect. Contohnya pengembangan kutub-kutub pertumbuhan (growth centre) lanjutan Pemikiran Rostow mengenai tahapan pembangunan banyak berpengaruh. Syarat pembangunan adalah stable and orderly change. Dapat kritikan dari berbagai teoritisi pembangunan terjadilah pergeseran paradigma pembangunan ke multidimensi. TOP-down, Sentralistik, tidak partisipatif, tidak mementingkan equity. ASUMSI MENGENAI TEORI POLITIK Siffin mengatakan bahwa proses memperkuat administrasi negara di negara berkembang dapat dengan tools oriented dan social engineering. Oleh karena tidak hanya teknis atau tools oriented, maka diperlukan pembangunan politik sebagai bukti adanya social engineering ke arah demokrasi liberal. Tetapi menurut Dwivedi dan Nef jangan sampai mengorbankan kedaulatan negara (sovereignty). Teori administrasi, organisasi dan perilaku Birokrasi di negara berkembang harus menjadi birokrasi yang berorientasi pada rationality, efisiensi, dan impersonal. Yang memiliki ciri-ciri tersebut adalah birokrasi Weber. lanjutan Weber mengkritik kondisi organisasi industri pada waktu itu yang dijalankan dengan bergantung kepada pemilik modal, tidak ada konsistensi dalam pengambilan keputusan, dan tidak ada spesialisasi fungsi. Hasil kajian Weber kemudian dikenal dengan nama birokrasi ‘tipe ideal’. Birokrasi tipe ideal ini dibangun di atas landasan pengetahuan dan kemampuan serta rasionalitas di dalam pengambilan keputusan. lanjutan 1. 2. 3. Ciri birokrasi Weber: Hirarki wewenang Diatur dalam hukum-aturan (laws and regulation) yang memuat right and duties dari setiap pejabat---dalam HAN elemen authority Ada differensiasi fungsi –perencanaan, pembiayaan, monitoring, pengendalian, dan lain-lain---spesialiasi dan boundaries lanjutan 4. Rekrutmen terbuka dan standard kompetensi 5. Bekerja atas dasar Prosedur ---file dan document 6. Dalam birokrasi terdapat hubungan diagonal, vertikal, dan horizontal yang impersonal lanjutan Dengan birokrasi tipe ideal, menurut Weber, posisi-posisi terentu akan diisi melalui proses seleksi yang didasarkan pada keahlian. Subyektifitas dalam penempatan pegawai digantikan obyektifitas. Pemisahan manajemen dengan pemilik telah menghasilkan suatu mekanisme rekrutmen para professional. Pemisahan ini akan dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi para professional untuk mengambil keputusan yang rasional. Rasionalitas pengambilan keputusan, menurut Weber akan mempertinggi efisiensi. lanjutan Peraturan dan prosedur akan menjamin konsistensi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan. Organisasi yang konsisten adalah organisasi yang efisien. Kontribusi terbesar Weber adalah ia telah menyumbang ide tentang pentingnya struktur organisasi. Model struktural yang dikembangkan oleh Weber merupakan alat yang paling efisien bagi organisasi untuk mencapai tujuan. lanjutan Oleh karena itu birokrasi Weber dikenal sebagai birokrasi legal-impersonal-rasional Kata Weber akan efisien dengan usaha pemisahan yang tajam antara milik organisasi dengan milik individu Tetapi menurut V. Thompson mengatakan bahwa birokrasi Weber tidak menimbulkan konflik sehingga terjadi rutinitas yang menghambat inovasi. lanjutan Riggs mengatakan bahwa birokrasi dengan ciri seperti ini tidak ditemukan di negara berkembang. Osborne dan Gaebler menyatakan bahwa birokrasi Weber itu rigid, rules driven yang mestinya mission driven, lamban alias tidak efisien karena hirarkis. Riggs menyatakan bahwa di negara berkembang yang ada adalah model SALA bahasa tagalog.— prismatic society. Ada office yang mestinya ada pekerjaan pelayanan publik, malah tidak ada pekerjaan seperti itu. Yang ada adalah baca koran, ngrumpi, dan lain-lain. Penutup Sejumlah tantangan dalam administrasi pembangunan muncul: (1) krisisi strategi pembangunan---kelompok mana yang dibangun, sektor mana, model seperti apa, dll; (2) krisis teori sosial –metode, teori pembangunan, teori administrasi; (3) tantangan birokrasi; (4) ketertinggalan teknik-teknik administrasi. Dengan berbagai asumsi-asumsi yang melingkupinya tadi, Nef dan Dwivedi menyatakan bahwa administrasi pembangunan sebagai sebuah paradigma ilmu administrasi seperti sebuah pagar dari pekarangan kosong “A fence around an empty lot’.