BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam belajar-mengajar pada kasus nilai absolut masih banyak bermasalah, ini dibuktikan oleh sejumlah peneliti yang telah mempublikasikan tulisan-tulisan mereka seperti yang dijelaskan oleh Gagatsis dan Thomaidis (1994) membahas dengan cermat tentang evolusi sejarah dari pengetahuan tentang nilai absolut. Mereka juga menafsirkan kesalahan siswa dalam bentuk kendala epistemologik terkait dengan nilai absolut dan kendala didaktik terkait dengan proses transposisi. Baru-baru ini, Gagatsis (2003) menjelaskan, berdasarkan data empiris, bahwa ”kendala-kendala yang ditemukan dalam perkembangan sejarah konsep nilai absolut tampak jelas dalam perkembangan konsepsi siswa”. Dari sudut pandang profesi, Arcidiacono (1983) membenarkan pengajaran perkiraan nilai absolut yang didasarkan pada analisa grafik pada bidang Cartesius atas fungsi linier. Horak (1994) memastikan bahwa kalkulator grafik merupakan alat yang lebih efektif dari pada kertas dan pensil untuk melaksanakan pengajaran tentang nilai absolut. Di pihak lain, Chiarugi, Fracassina & Furinghetti (1990) menjelaskan studi tentang dimensi kognitif dari kelompok-kelompok siswa yang berbeda dihadapkan dengan penyelesaian masalah yang melibatkan nilai absolut. Pembelajaran matematika memastikan bahwa perlunya penelitian yang akan memungkinkan kesalahan konsep yang akan diatasi. Perin-Glorian (1995) menjelaskan petunjuk-petunjuk tertentu untuk institusionalisasi pengetahuan tentang nilai absolut dalam konteks aritmetika dan aljabar, Perin-Glorian (1995) juga menjelaskan tentang fungsi pokok dari keputusan didaktik adalah guru sangat berperan dalam pengembangan nilai absolut, itu harus diperhitungkan karena pembatasan kognitif siswa harus ditegaskan dalam peranan instrumental dari nilai absolut. Dari semua penjelasan peneliti tersebut di atas secara implisit menganggap sangat tansparan, mereka tidak memandang objek ini yang bermasalah. Dari sudut pandang epistemologik dan pendekatan ontologik dan semiotik terhadap kognisi dalam pengajaran matematika diperlukan teori tentang gagasan arti dalam didaktik. 4 Universitas Sumatera Utara 5 2.1 Implikasi Didaktikmakro Sebagaimana ditegaskan Winicki-Landman & Leikin (2000), ”satu pertanyaan yang lebih penting dalam pendidikan matematika adalah: ’Apa cara terbaik dalam memperkenalkan konsep matematika baru kepada pelajar?” Dalam mengajarkan gagasan matematik dengan menggunakan arti parsial terkait perlu kiranya dijamin daya representatipnya berkenaan dengan arti rujukan institusional. Memperkenalkan nilai absolut dengan menggunakan arti parsial aritmetik tidaklah representatip. Setiap arti parsial analitik tidak bisa ditangani dengan jaminan (teori fungsi di luar pengetahuan siswa); arti parsial vektor hanya bisa diuraikan dalam bahasa natural (tidak diformalisasikan) dan terakhir, arti parsial geometrik dipahami sebagai aturan sederhana ”untuk menghapus tanda minus”. Karenanya, memasukkan nilai absolut dalam konteks aritmetik merupakan suatu keputusan yang disayangkan di institusi sekolah zaman modern, itu berarti memasukkan dalam kurikulum gagasan tentang ”nilai absolut” hanya karena alasan budaya. Akan tetapi, struktur kurikulum tidak siap sekarang ini untuk mengatasi studi tentang gagasan ini dengan tepat dalam konteks aritmetik secara eksklusif. Kiranya lebih baik menghapuskan gagasan ini ”untuk sementara”. Ini akan bersifat sementara, sebelum transposisi didaktik terkait, atau sebelum siswa mulai mempelajari teori fungsi, yang sifatnya sentral berkenaan dengan gagasan nilai absolut. 2.2 Implikasi Didaktikmikro Untuk nilai absolut, arti parsial fungsi sepotong-spotong ini perlu ditetapkan teknik didaktik untuk pengembangan nilai absolut pada teori fungsi. Teknik ini harus mengartikulasikan analisis epistemologik dengan batasan metodologik dan waktu di dalam masing-masing institusi spesifik. Berkenaan dengan nilai absolut, tujuan terdiri dari penetapan sistem praktek yang akan memungkinkan interaksi eksplisit dari arti parsial aritmetik dengan arti parsial lain dan khususnya dengan arti parsial analitik. 2.3 Hakikat Matematika Dalam hal membahas apa itu hakikat Matematika berarti didalamnya akan di uraikan apa yang menjadi definisi Matematika. Herman Hudojo (1990:4) mengemukakan bahwa: ”Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan- Universitas Sumatera Utara 6 hubungan yang diatur secara logika sehingga matematika itu berkaitan dengan abstrak”. Selanjutnya Muliyono Abdurahman (1999:2) mengemukakan bahwa Matematika adalah salah satu cara yang dihadapi manusia, suatu cara mengemukakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, yang menggunakan tentang bentuk dan pengetahuan hitung dan paling penting adalah memahirkan dalam diri manusia sendiri melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Walaupun banyak pendapat pakar tentang matematika itu, tetapi sampai sekarang belum ada keseragaman mengenai defenisi matematika siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan untuk menemukan atau memahami konsep matematika dan meggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. 2.4 Belajar Mengajar Matematika Belajar dan Mengajar matematika merupakan dua konsep yang tidak bisa dip- isahkan satu sama lain. Belajar menuju kepada apa yang harus dilakukan seseorang yang menerima pelajaran (peserta didik). Sedangkan mengajar menunjukan kepada apa yang harus dilakukan guru. Menurut Herman Hudojo (1990 : 6) bahwa ”mengajar suatu kegiatan dimana pengajar menyampaikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik”. Selanjut Herman Hudojo (1988 ; 6) menyatakan bahwa ”untuk dapat mengintervensi siswa belajar, guru harus menguasai materi pelajaran yang diajarkan, untuk dapat membuat siswa berpartisipasi aktif secara intlektual dalam belajar mengajar. Pengajar seharusnya juga memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi bermakna bagi peserta didik. Belajar mengajar itu sendiri merupakan suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan belajar Matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika. Seperti yang di katakan E.T. Rusefendi (1993 ; 59) bahwa ”belajar Matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur Matematika itu”. Universitas Sumatera Utara 7 Dengan demikian belajar Matematika tidak terlepas dari objek matematika yang bersifat abstrak dan pembuktian secara deduktif. 2.5 Metode Pengajaran Metode adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seprti yang dikemukakan olah Ali Pandie ( 1984 : 70 ) ” metode adalah suatu cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan”. Dalam pencapaian tujuan pengajaran yang telah direncanakan perlu adanya beberapa metode mengajar yang selaras dengan tujuan, sebab dengan metode mengajar yang relevan makan makin efektiflah pencapaian tujuan. Untuk menetapkan suatu metode dapat dikatankan relevan digunakan beberapa faktor utamanya adalah menentukan tujuan yang akan dicapai khususnya mengenai metode mengajar dikelas. Metode - metode mengajar itu dipilih sesuai dengan sifat materinya dan kemampuan siswanya. Jadi belum ada metode yang paling baik dan dapat digunakan untuk semua bahan dan topik Matematika. Universitas Sumatera Utara