Muntah Hijau pada Bayi: Etiologi, Mekanisme, dan Penatalaksanaan Anthony Christian Darmawan 0706258731 Muntah merupakan suatu refleks terkoordinasi yang melibatkan pusat persarafan dan otot-otot abdominal. Refleks muntah distimulasi oleh serat saraf aferen viscera secara langsung dan chemoreceptor trigger zone secara tidak langsung. Impuls dari persarafan aferen tersebut dihantarkan ke pusat muntah di sistem saraf pusat. Muntah diawali dengan meningkatnya proses salivasi dan diikuti dengan kontraksi otot-otot diafragma dan abdominal yang mendorong isi perut keluar. Muntah bisa disebabkan karena adanya obstruksi pada traktus gastrointestinal. Jika obstruksinya berada pada area duodenum, biasanya muntahnya berwarna hijau karena adanya unsur empedu pada materi yang dimuntahkan. Namun, cairan muntah berwarna hijau bukan penanda absolut adanya obstruksi karena cairan muntah berwarna hijau bisa saja terjadi karena adanya refluks isi duodenum ke gaster. OBSTRUKSI INTESTINAL 1. Obstruksi Sederhana dan Atresia Obstruksi intestinal dapat terjadi sebagian atau pun seluruhnya. Obstruksi yang sederhana berupa penyempitan lumen yang mengakibatkan aliran dari isi intestinal terganggu. Hal ini juga dapat mengakibatkan kompresi pembuluh darah intestinal. Pada obstruksi di area duodenum dan jejunum , gejala yang khas adalah bilious emesis atau muntah hijau. Biasanya gejala tersebut disertai dengan nyeri, tetapi nyeri dapat hilang dengan adanya proses muntah. Nyeri biasanya terdapat pada area epigastrium atau area periumbilikal. 2. Intususepsi Bentuk lain dari obstruksi intestinal adalah intususepsi. Intususepsi merupakan kelainan gastrointestinal yang banyak diderita oleh anak berusia 3 bulan sampai 6 tahun. Pada intususepsi, terjadi invaginasi segmen usus yang medesak segmen usus di dekatnya. Intususepsi dapat sembuh secara spontan, tetapi jika tidak ditangani dapat mengakibatkan infark intestinalm perforasi, peritonitis, dan kematian. Penyebab intususepsi secara pasti belum diketahui, tetapi diduga memiliki hubungan dengan infeksi adenovirus, otitis media, gastroenteritis, HenochSchonlein purpura, atau vaksinasi rotavirus. Hiperplasia nodul limfoid menjadi salah satu faktor risiko intususepsi yang dapat menyebabkan prolaps mukosa ileum ke dalam colon. Faktor lainnya adalah cystic fibrosis. Pada obstruksi, terjadi akumulasi makanan, gas dan sekresi pencernaan di intestinal yang menyebabkan distensi berlebih dari dinding-dinding intestinal. Distensi tersebut mengakibatkan proses penyerapan di intestinal terganggua dan meningkatkan sekresi air dan elektrolit ke dalam lumen, yang dapat berujung pada hypokalemia. Selain itu, terjadi peningkatan aktivitas kontraktilitas pada proksimal area obstruksi. Kombinasi dari kedua hal tersebut memicu terjadinya mual dan muntah. Menegakkan diagnosis pada obstruksi sempurna (atresia) tidaklah sulit. Biasanya obstruksi sempurna ditandai dengan adanya polyhidroamnios disertai distensi abdominal segera setelah lahir dan isi perut bayi yang mengalami obstruksi sempurna harus diaspirasi segera setelah lahir. Pada obstruksi tidak sempurna, gejala dan tanda (muntah, distensi abdominal) tidak segera terlihat setelah bayi lahir. Gejala dan tanda tersebut dapat mengalami progresivitas menjadi lebih berat, atau pun bertahan pada tingkat ringan atau moderat. gambar 1. Obstruksi kolon transversus karena intususepsi. Pemeriksaan radiografik dengan pemberian kontras. Bayi dengan intususepsi memiliki gejala letargi yang dapat disertai dengan demam dan shock. Namun, gejala-gejala ini tidak langsung terlihat karena intususepsi tidak mengobstruksi usus pada 24 jam pertama kelahiran. Nadi lemah dan cepat disertai dengan pernapasan yang dangkal dan grunting. Muntah biasanya terjadi pada fase awal. Pada fase lanjut, dapat ditemukan adanya muntah hijau disertai dengan defekasi yang jarang atau tidak sama sekali. Pada palpasi dapat ditemukan adanya massa yang memanjang seperti sosis dengan arah sefalokaudal. Biasanya terletak di abdomen bagian kanan atas, tetapi dapat juga ditemukan pada regio epigastrium. Malrotasi dengan Volvulus Midgut Malrotasi merupakan suatu kondisi di mana intestinal tidak mengalami rotasi secara sempurna. Biasanya bagian usus yang mengalami malrotasi adalah cecum yang gagal berpindah ke quadran kanan bawah. Malrotasi dapat menjadi kasus kedaruratan jika disertai dengan volvulus, di mana lumen usus tersumbat karena terpelintir akibat malrotasi. Obstruksi pada duodenum dapat terjadi karena adanya sekelompok jaringan (Ladd band) yang terekstensi ke quadran kanan atas abdomen yang menekan duodenum. Selain itu belitan dari arteri mesenterika superior juga dapat membelit duodenum. gambar 2. Mekanisme obstruksi intestinal karena jaringan yang menyeberang di sebelah anterior duodenum akibat malrotasi. Pasien dengan malrotasi memiliki gejala bilious emesis pada minggu awal kehidupan disertai dengan nyeri abdomen. Gejala dapat bersifat rekuren pada bayi dengan usia yang lebih besar. Biasanya gejala-gejala tersebut disertai dengan adanya malabsorbsi dan enteropati. Komplikasi dari malrotasi dengan valvulus dapat berupa sepsis. Karena itu, perlu segera dilakukan penatalaksanaan untuk memperbaiki malrotasi tersebut. Penatalaksanaan Bayi dengan obstruksi intestinal pertama-tama perlu diberikan resusitasi cairan untuk mencegah terjadinya syok dan menstabilkan pasien. Dekompresi nasogastrik dapat menghilangkan nyeri dan muntah pasien. Bila dicurigai adanya infark/iskemi akibat obstruksi, dapat diberikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya sepsis. setelah itu, perlu dilakukan tindakan operatif untuk mencegah terjadinya infark yang dapat mengakibatkan gangren dan perforasi. Pada pasien dengan obstruksi duodenal, dapat dilakukan duodenoduodenostomy, atau jika obstruksinya bersifat diafragmatik dapat dilakukan duodenoplasti. Sebelum bayi dapat diberi makan secara normal, pemberian makanan dapat dilakukan secara intravena, atau melalui transanastomostic jejunal tube. Pasien dengan intususepsi harus segera dilakukan tindakan reduksi segera setelah diagnosis ditegakkan. Tingkat keberhasilan tindakan reduksi ini pun bergantung pada seberapa tindakan reduksi dilakukan, terhitung dari waktu gejala muncul pertama kali. Jika tindakan reduksi tidak mungkin dilakukan, perlu tindakan reseksi segmen usus yang mengalami intususepsi disertai penyambungan antar ujungujungnya (end-to-end anastomosis). Penatalaksanaan malrotasi dengan volvulus berupa intervensi bedah. Reduksi volvulus merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya gangren atau nekrosis jaringan. Jika terjadi gangren, perlu perlu dilakukan reseksi usus. Setelah volvulus direduksi, jaringan yang terekstensi di quadran kanan atas perlu disingkirkan dan belitan arteri mesenterika superior perlu diperbaiki untuk membebaskan duodenum dari obstruksi. Setelah jaringan disingkirkan, cecum juga terbebas dari iktana dan diletakkan di kuadran kiri bawah. Terkadang tindakan ini perlu disertai dengan apendectomy karena tindakan ini berisiko merusak pembuluh darah appendiks. Referensi : Wyllie R. Intestinal Atresia, Stenosis, and Malrotation. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Elsevier-Saunders, 2007; 327:1558-62. Wyllie R. Ileus, Adhesions, Intussusception, and ClosedLoop Obstructions. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Elsevier-Saunders, 2007; 330:1569-70. Acinetobacter, dan Penatalaksanaannya Sepsis Sepsis merupakan sekumpulan gejala yang dipicu karena adanya infeksi. Kumpulan dari gejala tersebut dikenal sebagai Systemc Inflammatory Response Syndrome yang merupakan respon host terhadap adanya infeksi, baik infeksi lokal maupun sistemik. Sepsis dapat menyebabkan terjadinya septic shock yang berujung pada kematian. Septic shock merupakan sepsis yang dengan disfungsi organ disertai juga dengan hipoperfusi dan hipotensi lebih dari 1 jam). bakteri berbentuk kokus yang mirip dengan Neisseria dan bakteri gram positif. Namun, bedanya dengan Neisseria adalah, neisseria memproduksi oxidase, sedangkan acinetobacter tidak. Acinetobacter biasanya merupakan bakteri komensal, teapi terkadang dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Sumber infeksi acinetobacter biasanya adalah kateter intravena. Pada pasien immunocompromised, acinetobacter bertindak sebagai patogen opportunis. Pengobatan infeksi acinetobacter tergolong sulit karena bakteri ini telah banyak yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Beberapa antibiotik ang dapat digunakan untuk mengobati infeksi acinetobacter antara lain: Carbapenem, tigecycline, dan gentamycin. Carbapenem Carbapenem merupakan obat golongan beta-lactam yang efektif terhadap abkteri gram negatif, positif, dan bakteri anaerob. Salah satu jenisnya adalah meropenem dan imipenem. Tidak seperti imipenem, meropenem tidak didegradasi dehidropeptidase ginjal, sehingga pemberiannya tidak perlu disertai dengan inhibitor dehidropeptidase. Meropenem dan imipenem cukup efektif untuk P aeruginosa dan spesies acinetobacter. Cara pemberiannya adalah dengan intravena. Sepsis dapat terjadi karena adanya infeki nosokomial. Infeksi nosokomial terkadang berhubungan dengan penatalaksanaan invasif yang kurang steril, seperti penggunaan kateter intravena, kateter urin, dan endotracheal tube. Pasien dengan immunocompromised dapat terinfeksi oleh bakteri gram negatif. Salah satunya adalah acinetobacter. Acinetobacter merupakan bakteri gram negatif yang umumnya dapat ditemukan di tanah, air, dan di lingkungan rumah sakit. Acinetobacter merupakan Efek samping obat golongan carbapenem antara lain: mual, muntah, dan skin rash. Pada pemberian yang terlalu banyak dapat menyebabkan kejang. Pada pasien yang alergi penisilin, reaksi alergi juga dapat muncul karena pemberian carbapenem. Tigecycline Tigecyclin merupakan tetracyclin golongan gycylcyclin berspektrum luas. Tigecyclin efektif terhadap infeksi bakteri nosokomial dan acinetobacter yang bersifat multidrug- resistant. Tigecyclin diberikan secara intravena dengan efek samping mual dan muntah. FDA merekomendasikan tigecyclin untuk pengobatan terhadap infeksi kulit dan infeksi intraabdominal. Referensi: Gentamisin Gentamisin merupaka aminoglikosida yang diisolasi dari Micromonospora purpurea. Genatmicin efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Gentamisin dapat dikombinasikan dengan vancomycin atau penicilin untuk membuat efek baktersidal potent. Resistensi bakteri gram negatif terhadap gentamisin berhubungan dengan adanya plasmid yang mensintesis aminoglycoside-modifying enzym. Namun, bakteri gram negatif yang resisten terhadap gentamisin masih dapat dilawan dengan amikasin. Gentamisin biasa diberikan intramuscular atau intravena dan biasanya dikombinasikan denganobat lain untuk mencegahterjadinya resistensi. Efek samping gentamisin antara lain, nefrotoksik, ototoksik dan hipersensitivitas. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Spetic Shock, and Systemic Inflammatory Response Syndrome. In: Nelson Texbook of Pediatrics, 18th ed. Elsevier-Saunders, 2007; 176:1094. Brook GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA. Pseudomonas, Acinetobacter, and Uncommon Gramnegative Bacteria. In: Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology, 24th Ed. McGraw-Hill, 2007. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology, 10th ed. Lange, 2006.