BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fisika partikel dibangun dari mekanika kuantum relativistik yang kemudian dikembangkan menjadi teori medan kuantum (Quantum Field Theory) disertai dengan konsep medan tera di dalamnya. Terdapat empat jenis interaksi yang ada di alam semesta yaitu interaksi gravitasi, elektromagnetik, lemah, dan kuat. Hingga pada akhirnya Glashow, Weinberg dan Salam berhasil membangun sebuah model yang berhasil menyatukan tiga jenis interaksi (interaksi gravitasi tidak termasuk) yang disebut Model Standar (Standard Model). Dengan ditemukannya boson tera W ± , dan Z 0 dalam eksperimen membuat Glashow, Weinberg, dan Salam meraih hadiah Nobel bidang fisika. Yang paling baru adalah dengan ditemukannya partikel yang berperan membangkitkan massa, yang disebut partikel Brout-Englert-Higgs boson pada tahun 2012 oleh ATLAS dan CMS (The Atlas Collaboration, 2012). Penemuan ini mengakhiri penantian panjang para fisikawan partikel selama lima dekade dan mengantarkan Francois Englert dan Peter Higgs meraih hadiah Nobel tahun 2013. Model standar dibangun berdasarkan teori medan tera (gauge theory) yang menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah yang kemudian disebut teori elektrolemah. Interaksi elektrolemah ini dijabarkan dengan menggunakan grup tera SU (2)L ⊗ U (1)Y . Disamping interaksi elektrolemah, interaksi kuat dijabarkan dengan menggunakan grup tera SU (3)C . Kemudian ketiga interaksi tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan dengan menggunakan grup tera SU (3)C ⊗ SU (2)L ⊗ U (1)Y . Disamping keberhasilannya, model standar belum mampu menjelaskan beberapa hal. Pertama, massa neutrino. Dalam model standar tidak terdapat suku massa neutrino. Namun pada kenyataannya neutrino ternyata memiliki massa. Hal ini ditunjukkan dari hasil eksperimen osilasi neutrino dibeberapa akselerator seperti MiniBooNE (Mini Booster Neutrino Experiment, Fermilab), LSND (Liquid Scintillation Neutrino Detector, Los Alamos), dan Super-Kamiokande (Super-Kamioka Neutrino Detection Experiment, Jepang). Kedua, keberadaan materi gelap (dark matter). Hasil observasi menunjukkan bahwa partikel-partikel penyusun alam semesta yang tampak hanya sekitar 5% dari seluruh rapat energi alam semesta 20% berupa materi 1 2 gelap, 75% berupa energi gelap (dark energy) (lihat misalnya Gorbunov dan Rubakov (2011)). Materi gelap diduga adalah suatu materi atau partikel yang berinteraksi sangat lemah dengan partikel lain, bahkan dengan partikel sejenisnya, serta tidak memiliki muatan elektromagnetik sehingga sulit untuk dideteksi. Salah satu hasil observasi yang menguatkan keberadaan materi gelap adalah tumbukan kluster galaksi (bullet cluster) 1E0657-558 (Clowe dkk, 2006). Ketiga, ketaksimetrian partikel-antipartikel saat ini di alam semesta. Saat ini jumlah antipartikel di alam semesta jauh lebih sedikit dibandingkan partikelnya. Baryogenesis dan leptogenesis adalah teori yang terdepan untuk menjelaskan masalah ini (Fukugita dan Yanagida, 1986). Keempat, masalah hierarki (hierarchy problem). Hasil eksperimen terkini menunjukkan massa partikel Higgs adalah 126 GeV. Tidak ada alasan yang mendasar secara teoritik mengapa massa partikel Higgs sedemikian ringan, mengapa tidak seorde dengan massa Planck ( 1019 GeV). Untuk menyelesaikan beberapa kelemahan model standar, para fisikawan partikel berusaha membangun model-model baru. Salah satunya adalah supersimetri (supersymmetry). Supersimetri adalah suatu simetri antara boson dan fermion sehingga setiap partikel dalam model standar memiliki pasangan-super nya (superpartner). Namun hingga saat ini keberadaan super-pasangan belum terdeteksi walaupun energi pemercepat partikel yang digunakan LHC (Large Hadron Collider) di CERN telah mencapai 7 TeV. Oleh karena itu, kesimetrian SUSY dianggap sudah rusak sebelum perusakan simetri elektrolemah (electroweak symmetry breaking). Model ini mampu menjelaskan masalah hierarki, momen magnet muon, penyatuan ketiga interaksi pada energi tinggi (Grand Unified Theory), dan partikel supersimetri paling ringan (Lightest Supersymmetric Particle) dapat menjadi kandidat materi gelap. Hingga saat ini sudah banyak sekali pengembangan penelitian SUSY. Selain itu, terdapat model lain yang juga merupakan pengembangan model standar yaitu model cermin yang pertama kali diusulkan oleh Lee dan Yang (1956). Model cermin itu sendiri merupakan pengembangan dari model simetri kiri-kanan (left-right symmetry) yang pertama kali diperkenalkan oleh Senjanovic dan Mohapatra (1975) dan sudah mengalami berbagai pengembangan hingga saat ini. Konsep paling mendasar dari model cermin adalah memperkenalkan adanya dunia lain yang paralel dengan dunia tampak. Dunia lain ini sering disebut dunia cermin. Berbagai model cermin telah dibangun diantaranya Foot dkk (1991), Foot dan Volkas (1995), Gu (2012), Satriawan (2013). Dalam model cermin termodifikasi (Satriawan, 2013) dapat diperoleh massa neutrino dan materi gelap tak simetri (Asymmetric Dark Matter) 3 yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa ΩDM ≃ 5ΩB . Namun seperti halnya model standar, dalam model cermin termodifikasi masih terdapat masalah hierarki. Konsep yang bisa menghilangkan masalah hierarki adalah Supersimetri (SUSY) sehingga perlu dibangun model cermin dengan menambah transformasi supersimetri di dalamnya. Sebagai contoh model Foot dkk (1991) telah dikembangkan menggunakan prinsip supersimetri oleh Berezhiani (2005). Dalam penelitian ini akan dilakukan pengembangan model cermin termodifikasi dengan prinsip SUSY. 1.2 Perumusan Masalah Berbagai model telah dikembangkan untuk menjawab beberapa kelemahan model standar. Model Cermin Termodifikasi (Satriawan, 2013) dapat menjelaskan massa neutrino dan diduga dapat digunakan untuk menunjukkan fakta bahwa ΩDM ≃ 5ΩB . Namun masalah hierarki belum dibahas dalam model Cermin Termodifikasi ini. Model yang mampu menjelaskan masalah hierarki adalah supersimetri. Mengacu pada keberhasilan Berezhiani (2005) membangun model supersimetri bagi model Foot dkk (1991), maka dalam penelitian ini akan dibangun model supersimetri bagi model Cermin Termodifikasi untuk menjawab masalah hierarki yang timbul. Dalam membuat model supersimetri, terdapat kebebasan dalam membuat Higgs yang nantinya akan membangkitkan massa partikel dalam model. Model Standar Supersimetrik Minimal (MSSM) menggunakan dua buah medan-super Higgs (Ĥu dan Ĥd ), model supersimetri yang dikembangkan oleh Frugiuele dan Gregoire (2012) menggunakan satu buah medan-super Higgs dan satu buah Higgs menggunakan partikel pasangan-super dari neutrino (sneutrino), dan model yang dikembangkan Riva-Biggio-Pomarol (2012) tidak menggunakan medan-super Higgs sebagai pembangkit massa partikel melainkan menggunakan oleh sneutrino. Dalam penelitian ini dipilih salah satu kemungkinan penggunaan medan-super Higgs. 1.3 Batasan Masalah 1. Model yang akan dikembangkan didasarkan pada model Cermin Termodifikasi yang dikembangkan oleh Satriawan (2013). 2. Pengembangan yang dilakukan dibatasi pada pengembangan SUSY N = 1 dengan menyertakan simetri-R. 4 1.4 Tujuan Penulisan 1. Membuat sebuah model supersimetri pengembangan dari model Cermin Termodifikasi 2. Menganalisis konsekuensi dibangunnya Model Cermin-Termodifikasi Supersimetrik 1.5 Manfaat Penelitian 1. Menyelesaikan masalah hierarki dalam model Cermin Termodifikasi 2. Menjadi salah satu model baru sebagai kandidat yang mampu menjawab massa neutrino dan keberadaan materi gelap 1.6 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan studi pustaka (literatur) yang terdiri atas jurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber internet dari website yang terpercaya. Penulis juga berdiskusi dengan beberapa ahli di bidang terkait dan mengunjungi acara-acara ilmiah untuk mendapatkan tambahan referensi. Detail langkah kerja umum yang akan dilakukan adalah : 1. Mengumpulkan semua kesimpulan data eksperimen dan fakta fenomenologis terkait dengan massa neutrino dan keberadaan materi gelap. 2. Mempelajari aljabar supersimetri yang dikembangkan oleh Haag-LopushanskiSohnius serta model supersimetri awal Wess-Zumino. 3. Mempelajari model Cermin Termodifikasi Satriawan (2013). 4. Mempelajari pengembangan model supersimetri Riva-Biggio-Pomarol (2012). 5. Membuat pengembangan supersimetri bagi model Cermin Termodifikasi. 6. Menganalisis model cermin termodifikasi supersimetri terutama konsekuensi yang diakibatkan. 5 1.7 Tinjauan Pustaka Model standar meskipun secara fenomenologis dapat menjelaskan interaksi yang ada di alam semesta, namun diyakini masih belum sempurna. Sehingga banyak model-model lain yang dibangun dengan tujuan untuk menjawab hal-hal yang belum bisa dijelaskan oleh model standar. Model SUSY pertama kali diperkenalkan oleh Wess dan Zumino (1974). Supersimetri adalah simetri yang memasangkan antara boson dan fermion sehingga setiap partikel dalam model standar memiliki partikel pasangan-super (superpartner). Model Wess-Zumino dan supersimetri akan dijabarkan dengan lebih lengkap dalam bab selanjutnya. Foot dkk (1991) membuat sebuah model cermin menggunakan grup tera SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ⊗ SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 dengan indeks 1 menunjukkan dunia tampak, sedangkan indeks 2 menunjukkan dunia cermin. Model ini invarian terhadap suatu transformasi paritas Z2 yang ditunjukkan sebagai berikut x → −x; t→t G1µ ↔ G2µ ; W1µ ↔ W2µ ; B1µ ↔ B2µ qL ↔ γ 0 QR ; uR ↔ γ 0 UL ; d R ↔ γ 0 DL . fL ↔ γ 0 F R ; eR ↔ γ 0 EL (1.1) Partikel dalam dunia tampak dan cermin ditunjukkan pada tabel (1.1) dan (1.2) Tabel 1.1: Fermion dunia tampak dalam model Foot beserta dimensi wakilan dan bilangan kuantum terkait grup teranya Nama fermion SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ⊗ SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 fL 1,2,-1,1,1,0 qL 3,2, 13 ,1,1,0 dR 3,1,- 32 ,1,1,0 eR 1,1,-2,1,1,0 uR 3,1,- 34 ,1,1,0 Dalam model ini terdapat dua buah dublet Higgs φ1 (1, 2, 1)(1, 1, 0); φ2 (1, 1, 0)(1, 2, 1) (1.2) 6 Tabel 1.2: Fermion dunia cermin dalam model Foot beserta dimensi wakilan dan bilangan kuantum terkait grup teranya Nama fermion SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗ U (1)1 ⊗ SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 FR 1,1,0,1,2,-1, QR 1,1,0, 3,2, 31 DL 1,1,0,3,1,- 23 EL 1,1,0, 1,1,-2 UL 1,1,0,3,1,- 43 yang memperoleh nilai harap vakum tak nol setelah perusakan simetri secara spontan. hφ1 i = hφ2 i = 0 υ ! . (1.3) Model ini mampu menjelaskan osilasi neutrino (Foot dan Volkas, 1995) dan materi gelap (Foot, 2014). Dalam model ini terdapat tercampurnya foton dunia tampak dan cermin L = −ǫF1µν F2µν . (1.4) Untuk mengatasi masalah ini dilakukan fine tuning dengan memberikan nilai ǫ ≈ 5 × 10−7 yang menyebabkan model ini tidak alami. Selain itu, dalam model ini karakteristik dari dunia tampak dan dunia cermin sama, sehingga ada kemungkinan terbentuk atom, molekul, planet, dan galaksi di dunia cermin. Padahal hingga saat ini observasi belum menunjukkan adanya atom, molekul, planet, dan galaksi dunia cermin. Pengembangan supersimetri model cermin Foot dkk (1991) dilakukan oleh Berezhiani (2005). Model ini berlandaskan dari grup tera G × G′ dengan G adalah grup tera bagi sektor nyata, sedangkan G′ adalah grup tera bagi sektor cermin. Dalam modelnya, setiap partikel dalam dunia tampak dan dunia cermin disajikan dalam medan-super (superfields) L kidal dan konjugatnya berupa medan-super tak kidal R̃. Medan-super dalam model ini adalah sebagai berikut ˜ ẽ, φu,d ; L : q, l, ũ, d, L′ : q ′ , l′ , ũ′ , d˜′ , ẽ′ , φ′u,d ; R̃ : q̃, ˜l, u, d, e, φ̃u,d R̃′ : q̃ ′ , ˜l′ , u′ , d′ , e′ , φ̃′ u,d (1.5) dengan tanda ’aksen’ menunjukkan sektor cermin. Bentuk potensial-super dalam 7 model ini adalah sebagai berikut ˜ d qφd + ẽYe lφd + µφu φd W = ũYu qφu + dY W ′ = ũ′ Y ′ q ′ φ′ + d˜′ Y ′ q ′ φ′ + ẽ′ Y ′ l′ φ′ + µ′ φ′ φ′ . u u d d e d u d (1.6) Medan L dan L′ apabila dikenai operator transformasi paritas memenuhi sifat L → R̃′ dan L′ → R̃ dan potensial-super W dan W ′ merupakan pasangan konjugasi kompleks satu sama lain. Inti dari model ini, akibat adanya paritas cermin sektor cermin memiliki sifat fisis yang sama dengan komponen kidal sektor nyata. Belum ditemukannya partikel super-pasangan hingga saat ini menyebabkan anggapan bahwa simetri dari SUSY sudah rusak. Nelson dan Seiberg (1994) mengusulkan bahwa keberadaan simetri-R merupakan syarat perlu untuk perusakan SUSY dan perusakan simetri-R secara spontan merupakan syarat cukup supaya kedua syarat terpenuhi. Frugiuele dkk (2012) menyajikan beberapa klasifikasi fenomenologis terkait dengan pengembangan model SUSY yang menyertakan simetri-R. Frugiuele dan Gregoire (2012) memperkenalkan suatu model dengan sneutrino (pasangan-super dari neutrino) menjadi pengganti Higgs-down (Hd ) dengan tetap menyertakan Higgs-up (Hu ). Berbeda dengan Frugiuele dan Gregoire (2012), terdapat pengembangan model SUSY lain yang diusulkan oleh Riva-Biggio-Pomarol (2012). 1.8 Keaslian Tesis Berdasarkan pelacakan literatur dan internet yang ada ternyata permasalahan yang dikaji dalam tesis ini belum pernah diteliti.