onomatope dalam bahasa jawa

advertisement
ONOMATOPE DALAM BAHASA JAWA
(Etik Yuliati, C0106024)
PENDAHULUAN
PENGERTIAN ONOMATOPE
Menurut Herman J. Waluyo, onomatope adalah tiruan terhadap bunyi-bunyi yang
ada. (1995: 90)
Pada pengertian lain, yang dimaksud onomatope adalah kata-kata yang dibentuk
berdasarkan tiruan bunyi atau kata-kata yang mengandung elemen bunyi tertentu atau
gugus bunyi tertentu yang mengasosiasikan suara-suara, gerakan, bentuk-bentuk, rasa,
rupa, bau atau sikap seseorang jika dilihat secara semantis.
Menurut Uhlenbeck, kata-kata yang bernilai onomatope adalah kata yang
berprefik {mak-}, misalnya mak dhor ‘tiba-tiba pergi’, {pating-}, pating jlerit ‘berulangulang terdengar suara teriakan’, dan glodhag-glodheg ‘berulang-ulang terdengar bunyi
“glodhakan”. Kata-kata tersebut oleh Uhlenbeck digolongkan ke dalam jenis kata
peripherial.
Kelas kata yang bernilai onomatope dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu: 1. Kata benda, thuthuk ‘alat untuk memukul’, 2. Kata partikel, huk ‘bunyi padat
yang keras’, 3. Kata kerja, nuthuki ‘memukuli’, 4. Kata seru, hus ‘kata untuk melarang
atau menyatakan rasa tidak senang’.
PEMBAHASAN
A. ONOMATOPE SEBAGAI AWAL MULA TIMBULNYA BAHASA
Menurut J. G. Herder dalam buku Linguistik Bandingan Historis, awal mula dari
timbulnya bahasa diawali dengan bunyi-bunyi onomatope. Hal ini dibuktikan dengan
bahwa objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh objekobjek itu. Objek-objek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang dan suara-sura alam.
Manusia yang ingin meniru bunyi suara anjing, bunyi ayanm atau desis angin, debur
gelombang dan sebagainyaakan menyebut objek-objek atau perbuatannya dengan bunyi
itu. Dengan cara ini terciptalah kata-kata dalam bahasa.
Masih dalam buku yang sama, menurut tokoh lain, D. Whitney mengatakan
bahwa, dalam stiap tahap pertumbuhan bahasa, banyak kata baru yang timbul dengan
cara ini. Kata-kata mulai timbul pada anak-anakyang berusaha meniri bunyi suara mobil,
kereta api dsb. Sementara Levefre, seorang penganut yang lain menjelaskan bahwa
binatang-binatang memiliki dua elemen bahasa yang penting yaitu teriakan (cry) reflek
dan spontankarena emosi atau kebutuhan dan teriakan sukarelauntuk memberi peringatan
ancaman, atau panggilan. Dari kedua jenis ujaran ini manusia manusia mengembangkan
bermacam-macambunyi dengan mempergunakan variasi tekanan, reduplikasi, dan
intonasiberkat mekanisme ujaran yang lebih sempurna, dan otak yang sidah berkembang.
( Gorys Keraf, 1981: 3)
B. CONTOH ONOMATOPE
1. Kata benda, thuthuk ‘alat untuk memukul’,

klinthing ‘lonceng’ merupakan bentuk monomorfemis.

mbek ‘kambing’ merupakan bentuk monomorfemis.

tekek ‘tokek’ merupakan bentuk monomorfemis.

gukguk ‘anjing’ merupakan bentuk monomorfemis.

waung ‘macan’ merupakan bentuk monomorfemis.
2. Kata partikel, thuk ‘bunyi padat yang keras’,

plek ‘bunyi yang menunjukkan terjatuhnya sesuatu yang lembek’
Merupakan bentuk monomorfemis.

byur ‘bunyi yang menunjukkan benda terjatuh ke air’
Merupakan bentuk monomorfemis.

plung ‘bunyi sesuatu terjatuh ke dalam air’
Merupakan bentuk monomorfemis

dor ‘suara tembakan’
Merupakan bentuk monomorfemis.

klothak ‘suara benda terjatuh mengenai sesuatu yang keras’
Merupakan bentuk monomorfemis.

buk ‘sesuatu benda yang terjatuh’
Merupakan bentuk monomorfemis.

pyar ‘bunyi suatu benda yang pecah bertebaran’
Merupakan bentuk monomorfemis.

ting ‘bunyi untuk menunjukkan suara logam yang terjatuh’
Merupakan bentuk monomorfemis.
3. Kata kerja, nuthuki ‘memukuli’,

ngeplaki ‘menampari’
Merupakan bentuk polimorfemis.

ngendhangi ‘membunyikan/memukul kendhang’
Merupakan bentuk polimorfemis.

nggebuki ‘memukul dengan alat’
Merupakan bentuk polimorfemis

nggebyuri ‘menyirami’
Merupakan bentuk polimorfemis.
4. Kata seru, hus ‘kata untuk melarang atau menyatakan rasa tidak senang’

Wah ‘kata untuk menyatakan kekaguman’,
Merupakan bentuk monomorfemis.

Heh ‘kata untuk menyatakan ketegasan’,
Merupakan bentuk monomorfemis.

Ta ‘kata untuk meyakinkan’,
Merupakan bentuk monomorfemis.

Oh ‘kata untuk menyatakan kepasrahan’,
Merupakan bentuk monomorfemis.

O ‘kata untuk menyatakan bimbang, keheranan’
Merupakan bentuk monomorfemis.

Lha ‘kata untuk menyatakan ketegasan’
Merupakan bentuk monomorfemis.
5. Kata berprefik {mak-}

Mak klothak, ‘tiba-tiba terdengar bunyi klothak’,
Merupakan bentuk frasa.

Mak pyar, ‘tiba-tiba terdengar bunyi pyar’,
Merupakan bentuk frasa.

Mak plung, ‘tiba-tiba terdengar bunyi plung’,
Merupakan bentuk frasa.
6. Kata berprefik {pating-]

Pating jlerit, ‘berulang-ulang terdengar bunyi jleritan’,
Merupakan bentuk frasa.

Pating jledhor, ‘berulang-ulang terdengar bunyi dhor’,
Merupakan bentuk frasa.
7. Kata ulang dwi lingga salin swara

Jledhar-jledhor, ‘berulang-ulang terdengar bunyi dhor’,
Merupakan bentuk polimorfemis.

Jlerat-jlerit, ‘berulang-ulang terdengar bunyi jleritan’,
Merupakan bentuk polimorfemis.

Bengak-bengok, ‘berulang-ulang terdengar bunyi bengokan’,
Merupakan bentuk polimorfemis.
DAFTAR ACUAN
Gorys Keraf. 1981. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia
Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlannga
Download