II. LANDASAN TEORI 2.1 Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan

advertisement
18
II. LANDASAN TEORI
2.1 Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo
dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,
(2001) dalam Nugroho (2011) Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan
hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban jangka pendek. Tingkat
likuiditas yang tinggi berarti perusahaan tersebut semakin likuid dan semakin
besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban finansial jangka
pendeknya, hal tersebut baik bagi perusahaan agar tidak dilikuidasi akibat
ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
Likuiditas menurut Riyanto (1995) dalam Nugroho (2011) adalah berhubungan
dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid)
yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan
membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang
mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban
finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut
belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan membayar baru
19
terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian
besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera
harus dipenuhi. Kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah
membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajibankewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya
sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus
dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang
tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Menurut Munawir (2001) dalam Nugroho (2011) likuiditas adalah menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang
harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya
yang segera harus dipenuhi.
Current ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas
suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan
menduga seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk,
apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak
untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada
pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu
menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya
20
kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada
suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah
nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas
ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat,
sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal, 1995).
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat
dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan
menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat atau dengan semestinya. Dilain
pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tidak
selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan
jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu
current ratio yang tinggi, akan tetapi current ratio yang rendah menunjukkan
pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo
disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari
persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang
diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang
yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan
pengeluaran darurat (Tunggal, 1995).
Munawir (2002) menyatakan current ratio 200% sudah memuaskan bagi suatu
perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada
beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk
21
seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of
thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau
analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor
jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang
tersebut namun, suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi bukan
merupakan jaminan bahwa perusahaan mampu membayar utang yang sudah jatuh
tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak
menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan
taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran
persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan
tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Riyanto (1995) dalam Elfianto (2011) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan
kredit, current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva
lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak
akan cukup lagi menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1,
sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio
200% bukanlah pedoman mutlak. Rasio-rasio likuiditas adalah sebagai berikut:

Rasio Lancar (Current Ratio)
Current ratio merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan.
Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang jangka
pendek. Rasio ini menunjukan kesanggupan membayar hutang jangka pendek
22
(Sarwoko dan Halim, 1989), Sedangkan menurut Syamsuddin (2004) current
ratio merupakan alat untuk menghitung seberapa kemampuan perusahaan dalam
membayar hutang jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang tersedia. Selain
itu, current ratio menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan
membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar atau hutang jangka pendek.
Current ratio dapa dirumuskan seperti berikut:
=

%
Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio ini menunjukan bagaimana kemampuan kas perusahaan dalam membiayai
hutang jangka pendeknya. Rumus cash ratio dapat dilihat dibawah ini, yaitu:
=

%
Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid-Test Ratio)
Quick Ratio atau Acid-Test Ratio menunjukan likuiditas perusahaan, seperti yang
diukur dengan membandingkan aktiva lancar kecuali persediaan terhadap
kewajiban jangka pendek atau hutang lancarnya. Rasio ini merupakan rasio
likuiditas yang lebih ketat daripada current ratio. Persediaan dianggap aktiva
lancar kurang likuid, sebab harus melalui dua tahap untuk menjadi kas (persediaan
dijual menjadi piutang, kemudian piutang dikumpulkan baru menjadi kas). Quick
23
Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar (kecuali persediaan) dengan
hutang jangka pendek (Sarwoko dan Halim, 1989).
Rumus quick ratio adalah:
−
=

%
Net Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukan seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dalam membiayai
modal kerja bersih yang akan digunakan. Rumus Net Working Capital to Total
Assets dapat dilihat dibawah ini, yaitu:
=
−
%
2.2 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas
perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya berupa aset. Semakin tinggi
rasio ini semakin efisien penggunaan asset dan semakin cepat pengembalian dana
dalam bentuk kas. Rasio ini diukur dengan membandingkan penjualan dengan
berbagai investasi dalam aktiva. Berdasarkan tingkat aktivitas, modal kerja akan
diketahui komposisi elemen aktiva lancar yang efektif dan efisien. Rasio-rasio
aktivitas adalah sebagai berikut:
24

Perputaran persediaan (Inventory Turnover)
Perputaran persediaan merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan
dengan rata-rata persediaan. Rasio ini menunjukan frekuensi perputaran
persediaan barang. (Sarwoko dan Halim, 1989). Rasio perputaran persediaan
menandakan likuiditas relatif persediaan yang diukur dengan berapa kali
penggantian persediaan perusahaan selama tahun tersebut. Menghitung rasio
perputaran persediaan digunakan rumus berikut sebagai berikut:
=
−
Dari rasio ini dapat ditentukan berapa lama rata-rata persediaan tersebut ada
di gudang (average day’s inventory), yaitu dengan membagi jumlah hari dalam
satu tahun dengan angka perputaran persediaan. Rumus untuk menghitung umur
rata-rata persediaan adalah sebagai berikut:
−

=
Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Rasio perputaran piutang usaha menunjukan seberapa cepat perusahaan menagih
kreditnya, yang diukur oleh lamanya waktu piutang dagang ditagih atau
perputaran piutang usaha selama tahun tersebut. Rasio perputaran piutang
merupakan perbandingan antara penjualan dengan rata-rata piutang. Jika
25
perusahaan mengalami kesulitan pengumpulan uang, piutang perusahaan akan
besar dan rasio ini rendah. (Sarwoko dan Halim : 1989). Berikut ini adalah rumus
untuk menghitung rasio perputaran piutang:
=
−
Rasio ini dapat menghitung hari rata-rata pengumpulan piutang atau periode
penagihan piutang (average day’s collection), yaitu dengan membagi jumlah hari
dalam satu tahun dengan angka perputaran piutang. Rmus untuk mengetahui
berapa hari periode penagihan piutang adalah sebagai berikut:
=

Perputaran Utang Dagang (Account Payable Turnover)
Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran account
receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini dimaksudkan
untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan berputar dalam setahun
(Syamsuddin, 2004). Rumus untuk menghitung perputaran piutang dagang yaitu:
=
−
26

Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)
Rasio aktivitas ini mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan
menghasilkan volume penjualan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda,
2013). Perputaran total aktiva menunjukan efisiensi perusahaan menggunakan
seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Pada umumnya semakin tinggi
perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut.
Rumus untuk menghitung perputaran total aktiva, yaitu:
=

Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)
Rasio penjualan terhadap aktiva tetap memberikan ukuran perputaran dari pada
pabrik dan peralatan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda, 2013). Rumus
untuk menghitung perputaran total aktiva tetap, yaitu:
=

Perputaran Aktiva Operasi (Operating Assets Turnover)
Perputaran aktiva operasi merupakan perbandingan antara penjualan dengan
aktiva operasi. Rasio ini menunjukan efektif tidaknya pemakaian aktiva. Semakin
27
tinggi rasio ini menunjukan semakin efektif pemakaian aktiva. (Sarwoko dan
Halim, 1989). Rumus perputaran aktiva operasi:
=
2.3 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba
sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan, ketika perusahaan
memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan
selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi
para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai
perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang
(Elfianto Nugroho, 2011). Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi
keuangan lainnya, seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering
disebut rasio profitabilitas. Untuk dapat mengetahui seberapa besar perusahaan
mampu menghasilkan laba, maka digunakan suatu analisis rasio keuangan.
Penelitian ini menggunakan rasio Return On Asset (ROA), karena ROA
merupakan rasio yang menunjukkan keefisiensian perusahaan dalam mengelola
seluruh aktiva. ROA mengukur tingkat pengembalian total aktiva setelah beban
bunga dan pajak. Berikut ini merupakan indikator pengukur tingkat profitabilitas
perusahaan, yaitu antara lain:
28

Gross profit margin
Gross profit margin atau margin laba kotor digunakan untuk mengetahui
keuntungan kotor perusahan yang berasal dari penjualan setiap produknya. Rasio
ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok
penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurut begitu pula
sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga
pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk
berproduksi secara efisien (Elfianto nugroho, 2011). Rumus dari gross profit
margin adalah sebagai berikut:
=

(
)
%
Net profit margin
Pengukuran yang lebih spesifik dari rasio profitabilitas yang berkaitan dengan
penjualan adalah menggunakan net profit margin atau margin laba bersih.
Net profit margin adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah
memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan (Elfianto nugroho, 2011).
Rumus dari net profit margin adalah sebagai berikut:
=
%
29
Jika margin laba kotor tidak terlalu banyak berubah sepanjang beberapa tahun
tetapi margin laba bersihnya menurun selama periode waktu yang sama, maka hal
tersebut mungkin disebabkan karena biaya penjualan, umum, dan administrasi
yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan penjualannya, atau adanya
tarif pajak yang lebih tinggi. Di sisi lain, jika margin laba kotor turun, hal tersebut
mungkin disebabkan karena biaya untuk memproduksi barang meningkat jika
dibandingkan dengan penjualannya (James Van Horne dan John M. Wachowicz,
1997 dalam Nugroho 2011).
Berikut ini beberapa perhitungan dalam mencari profitabilitas, antara lain sebagai
berikut:

Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA)
merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada.
Return On Assets (rasio pengembalian atas total aset) adalah rasio yang
memberikan efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. (Yuliani, 2012).
Rumus ROA sebagai berikut:
=
(
)
%
30

Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) menurut Widyanto (1993) dalam Nugroho (2011)
merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal
saham sendiri sehingga ROE juga dapat digunakan untuk menilai seberapa besar
tingkat pengembalian (presentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam
bisnis. Rumus ROE sebagai berikut:
=
%
2.4 Penggolongan Rasio
Penggolongan rasio menurut Sartono (2010) terdiri dari:
1)Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)
2)Rasio Aktivitas (Activity Ratios)
3)Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios)
4)Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)
5)Rasio Nilai Pasar (Market Ratios)
6) Rasio Pertumbuhan (Growth Ratios)
Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas dan rasio
aktivitas masing-masing yang diukur dengan current ratio, inventory turnover dan
account receivable turnover.
31
2.5 Pengaruh current ratio terhadap ROA
Rasio lancar adalah ukuran dari likuiditas jangka pendek, atau perbandingan
antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Bagi perusahaan, rasio lancar yang
tinggi menunjukkan likuiditas, tetapi hal ini juga bisa dikatakan menunjukkan
penggunaan kas dan aset jangka pendek secara tidak efisien. Nilai likuiditas yang
terlalu tinggi berdampak kurang baik terhadap earning power karena adanya iddle
cash atau menunjukkan kelebihan modal kerja yang dibutuhkan, kelebihan ini
akan menurunkan kesempatan memperoleh keuntungan (Riyanto,1996 dalam
Nugroho, 2011). Sangat dimungkinkan hubungan Current ratio dengan ROA
adalah negatif. Semakin tinggi Current ratio maka semakin rendah tingkat ROA,
perbandingan terbalik antara profitabilitas dengan likuiditas (Van Horne &
Wachowicz, 1997 dalam Nugroho, 2011).
Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasinya membutuhkan dana yang
sangat besar, baik untuk produksi maupun untuk investasi. Kebutuhan dana ini
tidak dapat sepenuhnya dipenuhi menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu,
perusahaan harus melakukan peminjaman dana ke pihak lain ataupun melakukan
penundaan pembayaran beberapa kewajiban. Utang yang dimiliki oleh perusahaan
harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menambah beban bagi perusahaan
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian. Rasio utang dalam sebuah
laporan keuangan menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan utang.
Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan
dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh
32
pendanaan utang. Perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal bayar dengan
mengetahui seberapa besar persentase utang yang dimiliki.
Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang semakin besar, maka menunjukkan
semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Hal ini menunjukkan perusahaan melakukan penempatan dana yang
besar pada sisi aktiva lancar. Penempatan dana yang terlalu besar pada sisi aktiva
memiliki dua efek yang sangat berlainan. Di satu sisi, likuiditas perusahaan
semakin baik namun di sisi lain, perusahaan kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan tambahan laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk
investasi yang menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi
likuiditas. Semakin besar rasio ini,semakin besar likuiditas perusahaan. Menurut
Van Horne, dan Wachowicz (1997) dalam Nugroho (2011), likuiditas perusahaan
berbanding terbalik dengan profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas
perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba semakin
rendah.
2.6 Pengaruh inventory turnover terhadap ROA
Persediaan merupakan aktiva yang harus dikelola dengan baik, kesalahan dalam
pengelolaan akan mengakibatkan komponen aktiva lain menjadi tidak optimal,
bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Pengelolaan dalam hal memanajemen
perputaran persediaan bisa sangat menentukan dalam manajemen kelanjutan
aktivitas perusahaan. Menurut Munawir (dalam Nina Sufiana dan Ketut
Purnawati, 2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan
akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan
33
harga atau karena perubahan selera konsumen. Hal ini juga akan menghemat
ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
Penelitian yang mendukung teori ini adalah Irman Deni (2013) yang menyatakan
perputaran persediaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.
Sufiana dan Purnawati (2013), dalam hipotesis penelitiannya membuktikan secara
empiris bahwa perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
2.7 Pengaruh account receivable turnover terhadap ROA
Piutang merupakan aktiva yang timbul dikarenakan adanya penjualan secara
kredit. Perputaran piutang adalah perbandingan antara penjualan dan rata-rata
piutang. Perputaran piutang menujukkan usaha untuk mengukur seberapa sering
piutang menjadi kas dalam satu periode tertentu. Semakin besarnya jumlah
piutang berarti semakin besar pula keuntungan yang diperoleh, namun bersamaan
dengan itu juga memperbesar resiko yang mungkin akan terjadi atas likuditasnya.
Perputaran piutang merupakan salah satu bentuk investasi yang dilakukan oleh
pihak perusahaan. Apabila perputaran piutang dikelola secara efektif dan efisien
oleh perusahaan, maka akan menghasilkan laba atau tingkat profitabilitas yang
tinggi bagi perusahaan. Ukuran kelancaran perputaran piutang menggambarkan
sejauh mana kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan piutangnya dan
sejauh mana kelancaran pelunasan yang dilakukan oleh konsumen. Semakin besar
tingkat perputaran piutang makan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.
34
2.8 Penelitian Terdahulu
1. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi
hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdul Raheman dan
Mohamed Nasr (2007) disebutkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara
likuiditas (current ratio) dengan profitabilitas. Sedangkan penelitian yg dilakukan
Dani (2003) menunjukkan bahwa likuiditas (current ratio) memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap profitabilitas.
2. Erik Pebrin Naibaho (2013) melakukan penelitian tentang “Pengaruh
perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap profitabilitas (studi
empiris perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 20082012)“. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perputaran piutang secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, perputaran persediaan secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Sipangkar (2009) menunjukkan bahwa tingkat
perputaran persediaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
profitabilitas.
3. Mohamad Tejo Suminar meneliti tentang (2015) “Pengaruh perputaran
persediaan, perputaran piutang dan perputaran kas terhadap profitabilitas”. Hasil
penelitian menyatakan bahwa perputaran persediaan mempunyai pengaruh positif
terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), perputaran piutang berpengaruh
positif terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), sedangkan perputaran kas
berpengaruh negatif terhadap (ROA maupun ROE), Sedangkan menurut
35
penelitian Sitanggang (2008) menunjukkan bahwa tingkat perputaran piutang
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap profitabilitas.
4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nidya afrinda (2013) yang menguji
“Analisis pengaruh likuiditas dan solvabilitas terhadap profitabilitas”. Dari
penelitian ini menunjukan bahwa current ratio berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap return on assets (ROA), Cash ratio berpengaruh negatif
namun tidak signifikan terhadap ROA, quick ratio berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROA, debt to total assets ratio (DAR) dan debt to equity ratio
(DER) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA.
Download