PROFIL BERPIKIR GEOMETRI MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA ANGKATAN 2015 BERKEMAMPUAN TINGGI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE JURNAL Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika Oleh INE MARIANA 202012066 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 i ii iii iv v PROFIL BERPIKIR GEOMETRI MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA ANGKATAN 2015 BERKEMAMPUAN TINGGI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Ine Mariana, Helti Lygia Mampouw Program Studi S1 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl.Diponegoro 52-60 Salatiga Email: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan profil level berpikir geometri mahasiswa pendidikan matematika angkatan 2015 berkemampuan tinggi berdasarkan teori Van Hiele. Berpikir geometri menjelaskan bagaimana dan jenis ide geometri apa yang dipikirkan, yang oleh van Hiele dikategorkan ke dalam 5 level yaikni visualisasi, analsis, deduksi informal, deduksi, dan ketepatan/rigor. Pada penelitian deskriptif kualitatif ini ditelusuri level berpikir geometri Van Hiele pada bangun datar segitiga dari seorang mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan 2015 berkemampuan tinggi yang dipilih sebagai subjek. Hasil penelitian menunjukan subjek berada pada level deduksi informal. Diperoleh bahwa subjek dapat menemukan sifat baru dengan memberikan argument deduksi informal. Subjek belum dapat menggunakan lebih dari satu penjelasan untuk membuktikan luas segitiga berasal dari luas segi empat yang dibagi 2 dan belum menggunakan strategi atau pemikiran mendalam untuk menyelesaikan masalah perbandingan pada segitiga. Kata kunci: Bangun Datar Segitiga, Berpikir Geometri, Teori Van Hiele A. PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu universal yang mempunyai peran dalam membentuk pola pikir peserta didik. Pada pelajaran matematika, peserta didik dibekali dengan berbagai kemampuan diantaranya kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, serta kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah. Seperti yang tercantum dalam Standar Isi berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006). Tujuan mata pelajaran matematika dirumuskan secara sama untuk SD/sederajat sampai SMA/sederajat namun dengan kedalaman dan keluasan materi yang berbeda-beda. Matematika secara garis besar dibagi ke dalam 4 cabang, yaitu aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis (Bell dalam Utomo 2015). Geometri yang merupakan satu cabang matematika mempunyai peran yang cukup penting untuk dipelajari. Usikin (Utomo, 2015) mengemukakan ada 3 alasan mempelajari geometri yaitu: (1) geometri dapat mengaitkan matematika dengan bentuk fisik dunia nyata, (2) geometri memungkinkan ide-ide dari bidang matematika yang lain untuk digambar, dan (3) geometri dapat memberikan contoh yang tidak tunggal tentang sistem matematika. Tujuan pembelajaran geometri adalah untuk 1 mengembangkan kemampuan berfikir logis, mengembangkan intuisi ke ruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematika. Dengan mempelajari geometri dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyak topik lain dalam matematika. Dalam geometri, polygon adalah benda datar tertutup yang dibatasi oleh sisi-sisi yang berupa ruas garis-ruas garis lurus (Bernett Rich, 2004). Segitiga adalah polygon yang mempunyai tiga sisi. Sifat segitiga diantaranya adalah memiliki tiga buah sudut yang setiap sudut dibentuk oleh dua sisi. Perpotongan sisi merupakan titik sudut segitiga, di mana jumlah ketiga sudutnya adalah 1800. Garis tinggi segitiga adalah ruas garis dari titik sudut yang tegak lurus terhadap sisi di hadapannya. Garis lainnya dalam segitiga adalah garis bagi dan garis berat. Garis bagi adalah garis yang membagi dua suatu sudut sama besar dan memanjang sampai sisi di hadapannya. Garis berat adalah garis yang membagi dua sama besar suatu sisi. Jadi dalam sebuah segitiga terdapat sisi, sudut, dan titik sudut yang banyaknya masingmasing tiga buah. Luas segitiga adalah sesuatu yang menyatakan besarnya daerah kurva tertutup sederhana, daerahnya adalah bagian di dalamnya. Pada gambar 1, luas segitiga merupakan daerah berwarna yang berada di dalam gambar segitiga. Gambar 1. Gambar segitiga dan unsur-unsurnya Macam-macam segitiga dapat dibedakan berdasarkan besar sudut dan panjang sisi. Berdasarkan besar sudut, terdapat segitiga siku-siku, segitiga lancip, dan segitiga tumpul. Berdasarkan panjang sisi, terdapat segitiga sama kaki, sama sisi, dan segitiga sebarang. (a) Segitiga Samakaki (b) segitiga sama sisi (c) segitiga sebarang Gambar 2. Macam-macam segitiga berdasarkan panjang sisi 2 Sebagai salah satu bagian dari geometri, maka pemahaman seseorang atas segitiga dapat dikategorikan berdasarkan level berpikir geometri. Menurut Van Hiele (Van de Walle, 2008) level berpikir geometri dikategorikan ke dalam 5 level yakni level 0 (Visualisasi), level 1 (Analisis), level 2 (Deduksi Informal), level 3 (Deduksi), dan level 4 (Ketepatan (Rigor)). Karakteristik tingkatan Van Hiele antara lain adalah tingkatan tersebut bertahap, tidak bergantung usia, pengalaman geometri merupakan faktor tunggal terbesar dalam mempengaruhi perkembangan tingkatan, dan bahasa yang digunakan harus sesuai tingkatan, jika tidak akan ada komusikasi yang kurang. Seseorang tidak dapat mencapai level yang lebih tinggi tanpa melewati level sebelumnya. Perbedaan kategori level berpikir geometri Van Hiele sudah banyak diteliti. Pada tingkatan Sekolah Dasar, Shodiqin (2014) menemukan pada siswa kelas V SD berkemampuan matematika rendah mencapai level visualisasi, sedangkan siswa berkemampuan sedang dan tinggi mencapai level deduksi informal. Pada penelitian tingkat Sekolah Menengah Pertama, Muhassanah (2014) menemukan tingkatan berpikir siswa kelas VII SMP tertinggi adalah level deduksi informal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nuansari (2016) menemukan siswa kelas IX SMP yang berkemampuan tinggi mencapai level analisis, yang berkemampuan sedang mencapai level visualisasi, dan siswa berkemampuan rendah mencapai level analisis. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas, penelitian yang dilakukan oleh Petriana (2016) menemukan siswa kelas XI MIPA dengan kemampuan matematika tinggi berhasil mencapai level deduksi informal, sedangkan siswa dengan kemampuan sedang dan kurang hanya mencapai level analisis. Temuan pada siswa tidak normal pada penelitian yang dilakukan oleh Pradhitya (2015) tentang profil berpikir siswa SMP tuna grahita, siswa cenderung memiliki kemampuan yang sama dalam berpikir geometri meskipun tingkatan kelasnya berbeda. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darta (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa tingkat pertama semester awal Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNPAS belum memahami tahap berpikir deduktif geometri Van Hiele. Hal ini ditunjukkan dari jawaban yang harus dibuktikan secara deduktif, yang belum dijawab dengan benar oleh kebanyakan mahasiswa. Terdapat konsistensi yang sama antara penelitian Driscoll (Darta, 2013) dengan studi kasus yang dilakukan di mahasiswa tingkat pertama semester awal, yaitu untuk tahap keakuratan/akurasi dari tahap berpikir geometri Van Hiele tidak dipahami oleh mahasiswa. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui Profil Level Berpikir Geometri Mahasiswa Pendidikan Matematika Angkatan 2015 Berkemampuan Tinggi Berdasarkan Teori Van Hiele. 3 Menurut Driscoll (Darta, 2013) tahap akurasi merupakan tahap berpikir kompleks yang jarang dapat dicapai oleh siswa Sekolah Menengah Atas. Sedangkan mahasiswa pendidikan matematika nantinya akan mengajar di sekolah, bisa di SMP maupun SMA. Oleh karena itu seharusnya mahasiswa dapat mencapai tingkat berpikir siswa SMA. Peneliti memilih subjek mahasiswa program studi pendidikan matematika karena penelitian tentang level berpikir Van Hiele pada mahasiswa masih sedikit sehingga belum diketahui mahasiswa dapat mencapai level berapa pada level berpikir geometri Van Hiele. Selain itu lulusan mahasiswa pendidikan matematika diharapkan menjadi pengajar matematika yang akan mengajar di sekolah dan geometri merupakan salah satu cabang matematika yang akan dijumpai pada tingkatan SMP maupun SMA. Jadi bagaimanakah proses berpikir geometri mahasiswa pendidikan matematika? Berdasarkan paparan di atas maka tulisan ini melaporkan hasil penelitian tentang profil level berpikir geometri menurut van Hiele oleh mahasiswa pendidikan matematika angkataan 2015 yang berkemampauan matematika tinggi. Indeks prestasi mahasiswa menjadi ukuran di dalam menentukan kemampuaan matematika mahasiswa. B. TEORI VAN HIELE Teori van Hiele pertama kali dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof dalam disertasi yang terpisah di Universitas Utrecht pada tahun 1957. Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir peserta didik dalam belajar geometri. Dalam teori tersebut, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para peserta didik mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap - tahap tertentu. Mereka telah mengidentifikasi lima tahap tersebut dalam suatu tingkatan (atau level) konsep tata ruang di mana peserta didik bergerak secara berurutan dalam perjalanan pemikiran geometris mereka. Menurut Van Hiele pembelajar melalui 5 level dimana pembelajar tidak dapat mencapai 1 level tanpa melewati level sebelumnya. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 level berpikir anak dalam bidang geometri, yaitu: Level 0 (Visualisasi). Pada level ini peserta didik mengedintifikasi dan beroprasi dengan bangun datar (misalnya persegi, segitiga) dan bangun datar geometri lainnya (misalnya garis, sudut, garis berpotongan) berdasarkan tampilannya. Indikator menurut David Fuys (1995) : 1. Mengidentifikasi contoh bangun datar berdasarkan tampilan secara keseluruhan : 4 a. Pada gambar sederhana, diagram, atau dari guntingan. b. Pada posisi yang berbeda. c. Pada bangun datar atau bangun lain yang lebih kompleks. 2. Menyusun, menggambar, atau mengkopi bangun datar. 3. Menamai atau memberi label pada bangun dan bangun datar geometri lainnya dan menggunakan nama dan/atau label standar atau non standar yang tepat. 4. Membandingkan dan menggolongkan bangun datar berdasarkan tampilan secara keseluruhan. 5. Mendeskripsikan bangun datar secara verbal berdasarkan tampilannya. 6. Menyelesaikan permasalahan sehari-hari dengan mengoprasikan bangun datar daripada menggunakan sifat umum. 7. Mengidentifikasi bagian dari bangun tetapi : a. Tidak menganalisis berdasar istilah bagiannya. b. Tidak menganggap sifat sebagi karakteristik golongan bangun. c. Tidak menggeneralisasikan bangun datar atau menggunakan bahasa yang terkait. Pada segitiga, misalnya menamai atau memberi label sudut pada bangun datar segitiga dan menggunakan nama dan/atau label standar atau non standar yang tepat. Bisa menggunakan huruf atau warna. Level 1 (Analisis) Peserta didik menganalisis bangun datar dalam hal komponen dan hubungan antar komponen, menetapkan sifat dari kumpulan bangun datar secara empiris, dan menggunakan sifat untuk menyelesaikan masalah. Indikator menurut David Fuys (1995) : 1. Mengedintifikasi dan mengetes hubungan dari komponen bangun (misal kekongruenan dari sisi yang berhadapan dari jajar genjang, sudut kongruen pada pola ubin). 2. Mengingat dan menggunakan istilah-istilah yang sesuai untuk komponen dan hubungan (misal sisi berhadapan, sudut sehadap itu sama besar, diagonal saling berpotongan). 3. a. Membandingkan dua bangun datar berdasarkan hubungan komponennya. b. Mengelompokan bangun datar berdasarkan sifat tertentu, termasuk mengelompokan berdasarkan contoh dan bukan contoh. 4. a. Mengartikan dan menggunakan deskripsi verbal untuk istilah sifat menggunakannya untuk menggambar/menyusun bangun. b. Mengartikan pernyataan verbal atau simbol dari aturan dan mengaplikasikannya. 5 dan 5. Menemukan sifat sebuah bangun spesifik secara empiris dan menggeneralisasikan sifat untuk grup bangun tersebut. 6. a. Mendeskripsikan grup sebuah bangun (misal jajar genjang) berdasarkan sifatnya. b. Mengatakan bangun apakah dengan sifat tertentu. 7. Menggambarkan sifat apa yang digunakan untuk mengkarakterisasikan sebuah grup bangun yang juga bisa diaplikasikan pada grup bangun lain dan membandingkan grupgrup tersebut berdasarkan sifatnya. 8. Menemukan sifat grup bangun yang tidak familiar. 9. Menyelesaikan masalah geometri dengan menggunakan sifat yang diketahui atau dengan pendekatan yang berwawasan. 10. Merumuskan dan menggunakan generalisasi tentang sifat dari bangun (dituntun oleh guru/materi atau diri sendiri secara spontan) dan menggunakan bahasa yang berhubungan (misal semua, setiap, tidak ada) tetapi : a. Tidak menjelaskan bagaimana sifat tertentu saling berhubungan. b. Tidak merumuskan dan menggunakan definisi formal. c. Tidak menjelaskan hubungan sub grup untuk mengecek contoh spesifik untuk melawan sifat yang diberikan (list) tidak butuh bukti atau penjelasan logis dari generalisasi penemuan yang empiris dan tidak menggunakan bahasa yang terkait (misal jika-maka, karena) secara benar. Pada segitiga, misalnya mengedintifikasi dan mengetes hubungan dari komponen dari gambar segitiga (misal memiliki 3 sisi, dan 3 titik sudut). Level 2 (Deduksi Informal) Peserta didik merumuskan dan menggunakan definisi, memberi argumen informal yang menjadi penemuan sifat sebelumnya, dan mengikuti dan memberi argumen deduktif. Indikator menurut David Fuys (1995) : 1. a. Mengidentifikasi sifat yang berbeda berdasarkan karakteristik kelas dari bangun dan mengetes apakah itu cukup. b. Mengidentifikasi sifat minimal, yang bisa dikarakterisasi dari bangun. c. Merumuskan dan menggunakan definisi untuk grup dari bangun. 2. Memberi argument informal (menggunakan diagram, potongan bangun datar yang ditekuk, atau materi lainnya) : a. Membuat kesimpulan dari informasi yang diberikan, membenarkan kesimpulan menggunakan hubungan yang logis. 6 b. Mengurutkan grup bangun. c. Mengurutkan dua sifat. d. Menemukan sifat baru dengan deduksi. e. Menghubungkan beberapa sifat ke dalam pohon keluarga. 3. Memberi argumen deduksi informal : a. Mengikuti argumen deduktif dan bisa memenuhi bagian argumen. b. Memberikan ringkasan atau variasi dari argumen deduktif. c. Memberikan sendiri argumen deduktif. 4. Memberikan lebih dari satu penjelasan untuk membuktikan sesuatu dan membenarkan penjelasan itu menggunakan pohon keluarga. 5. Secara informal mengenali perbedaan pernyataan dan kebalikannya. 6. Mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau pemikiran mendalam untuk menyelesaikan masalah. 7. Mengenali peran argumen deduktif dan menyelesaikan masalah dengan cara deduktif tetapi : a. Tidak mengerti arti deduksi pada aksiomatis. b. Tidak membedakan secara formal antara pernyataan dan kebalikannya (misal tidak bisa memisahkan “kembar siam”—pernyataan dan kebalikannya) belum membuktikan hubungan timbal balik antara jaringan dari teorema. Pada segitiga, misalnya memberi argument deduksi informal menemukan sifat baru dari segitiga siku-siku dengan deduksi. Misal sifat baru itu adalah jumlah kedua sudut selain sudut siku-siku pada segitiga siku-siku berjumlah 900. Level 3 (Deduksi) Peserta didik membuktikan, dalam sistem postulat, teorema, dan hubungan timbal balik antara jaringan dan teorema. Indikator menurut David Fuys (1995) : 1. Mengenali butuhnya istilah tak terdefinisi, definisi, dan asumsi dasar (misal postulat). 2. Mengenali karakteristik dari deduksi formal (misal kondisi yang penting dan dibutuhkan) dan persamaan dari definisi. 3. Membuktikan hubungan pengaturan aksioma yang dijelaskan secara informal pada level 2. 7 4. Membuktikan hubungan teorema dan pernyataan yang berkaitan (misal konvers, invers, kontraposisi). 5. Membuktikan hubungan timbal balik antara jaringan dan teorema. 6. Membandingkan dan membedakan perbedaan bukti dan teorema. 7. Memeriksa efek dari merubah definisi awal atau postulat pada urutan logis. 8. Membuktikan prinsip general yang menyatukan beberapa teorema yang berbeda. 9. Membuat bukti dari beberapa aksioma simpel, sering menggunakan model untuk mendukung argumen memberikan argument deduktif formal tetapi tidak menyelidiki aksioma itu sendiri atau membandingkan sistem aksioma. 10. Mengenali butuhnya istilah tak terdefinisi, definisi, dan asumsi dasar (misal postulat). 11. Mengenali karakteristik dari deduksi formal (misal kondisi yang penting dan dibutuhkan) dan persamaan dari definisi. Pada segitiga, misalnya membuktikan jumlah sudut segitiga berjumlah 1800 dengan menggunakan hubungan aksioma yang dijelaskan secara informal pada level 2. Level 4 (Ketepatan/Rigor) Peserta didik secara rigor membuktikan teorema pada sistem postulat yang berbeda dan menganalisis/membandingkan kedua sistem. Indikator menurut David Fuys (1995) : 1. Secara rigor membuktikan teorema pada sistem aksioma yang berbeda (misal pendekatan Hillbert sebagai dasar geometri). 2. Membandingkan sistem aksioma (misal geometri Euclid dan non-euclid) secara spontan menelusuri bagaimana perubahan dalam aksioma mempengaruhi hasil geometri. 3. Membuktikan konsistensi dari beberapa aksioma, independen dari aksioma, menciptakan sistem aksioma pada geometri. 4. Menciptakan metode generalisasi untuk menyelesaikan permasalahan grup. 5. Mencari konteks yang paling luas dimana teorema/prinsip matematika dapat diaplikasikan. 6. Melakukan studi mendalam pada subyek yang logis untuk mengembangkan wawasan baru dan pendekatan pada kesimpulan logis. Pada segitiga, misalnya membandingkan sistem aksioma geometri Euclid dan non-euclid secara spontan menelusuri bagaimana perubahan dalam aksioma mempengaruhi jumlah sudut segitiga. 8 Gambar 3. Proses berpikir Van Hiele Suryabrata (dalam Sukowiyono, 2013) menyatakan proses berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan. Proses yang dilewati dalam berpikir meliputi: proses pembentukan pengertian, yaitu menghilangkan ciri-ciri umum dari suatu sehingga tinggal ciri khas dari sesuatu tersebut, pembentukan pendapat, yaitu pikiran menggabungkan (menguraikan) beberapa pengertian, sehingga menjadi tanda masalah, pembentukan keputusan atau pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran menggabunggabungkan pendapat dan menarik keputusan dari keputusan yang lain. Sedangkan proses berpikir Van Hiele (Van de Walle, 2008), menonjolkan dalam lima tingkatan pemahaman ide-ide ruang (Gambar 3.). Tiap tingkatan menggambarkan proses berpikir dalam konteks geometri. Tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana kita berpikir dan jenis ide geometri apa yang kita pikirkan, bukan seberapa banyak pengetahuan yang kita miliki. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil level berpikir geometri mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2015 berkemampuan tinggi berdasarkan teori Van Hiele, sehingga penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah seorang mahasiswa program studi Pendidikan Matematika angkatan 2015 di UKSW, berkemampuan tinggi. Menurut Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik dalam Sistem Kredit Semester UKSW, mahasiswa yang lulus dengan IPK minimal 3,0 berpredikat sangat memuaskan dan IPK minimal 3,5 berpredikat terpuji. Pada penelitian ini dipilih subjek dengan IPK diatas 3,5. 9 Peneliti adalah instrumen utama di dalam penelitian ini. Instrumen bantu terdiri dari dokumen, tes tertulis dan pedoman wawancara. Dokumen yang digunakan adalah rapor subjek saat SMA. Soal tes tertulis yang digunakan berisi soal-soal uraian tentang bangun datar segitiga dan terdiri dari 9 nomor. Wawancara semi terstruktur merupakan gabungan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstuktur digunakan dalam memeriksa konsistensi jawaban yang diberikan secara tertulis sedangkan wawancara tidak terstruktur digunakan untuk menggali informasi mendalam. Proses analisis data meliputi 3 tahap, yaitu reduksi data, penyajian dan verifikasi/pengambilan kesimpulan (Miles and Huberman, 1992). Mereduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok serta memfokuskan pada level berpikir geometri menurut Van Hiele oleh subjek. Hal-hal pada dokumen, tes tertulis dan wawancara yang disaring sesuai kebutuhan. Hal ini bertujuan agar memberikan gambaran yang jelas sehingga akan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Data yang terkumpul dikategorisasi berdasarkan perbedaan level berpikir geometri Van Hiele. Penyajian dilakukan menggunakan uraian. Berdasarkan temuan yang telah dikategorisasikan dan dideskripsikan dalam bentuk uraian, maka ditarik kesimpulan tentang profil berpikir geometri menurut Van Hiele oleh subjek. D. KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN Subjek merupakan mahasiswa angkatan 2015 program studi Pendidikan Matematika UKSW yang berasal dari Blora. Subjek memilih progdi pendidikan matematika UKSW karena sejak awal subjek memilih UKSW jika tidak diterima melalui jalus SNMPTN, dan subjek sejak awal memilih jurusan pendidikan. Dipilihnya pendidikan matematika karena saat sekolah subjek menyukai pelajaran eksak terlebih kimia dan matematika. Selain itu hasil psikotes yang pernah diikuti subjek cenderung ke arah logika sedangkan di UKSW sendiri tidak ada progdi pendidikan kimia sehingga subjek memilih pendidikan matematika. Subjek yang bergender perempuan dan berusia 19 tahun ini merupakan lulusan SMA Kristen Indonesia Magelang jurusan IPA. Saat subjek bersekolah di SMA nilai matematika subjek antara 80-91, hanya sekali sibjek mendapatkan nilai 75 pada mata pelajaran matematika. Pada saat awal penelitian dilakukan, subjek baru menempuh kuliah selama sekitar 8 bulan. Saat ini Indeks Prestasi Kumulatif subjek sebesar 3,73. Subjek sudah menempuh 34 sks dan 12 matakuliah. Matakuliah yang sudah ditempuh subjek sebagai berikut : Filsafat 10 Pendidikan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris Matematika 1, Logika dan Himpunan, Pengantar Teknologi Informatik, Matematika Dasar, Perkembangan Peserta Didik, Bahasa Inggris Matematika 2, Kalkulus 1, Stastitika Deskriptif, Matriks dan Vektor, Trigonometri 1. E. DESKRIPSI LEVEL BERFIKIR VAN HIELE Deskripsi berpikir pada level 0 (visualisasi) Pada tingkatan awal ini peserta didik mengenal dan menanamkan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik luar dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut. Untuk level visualisasi peserta didik melihat dari “rupa”. Peserta didik mampu membuat pengukuran bahkan berbicara tentang sifat bentuk, tetapi tetap tak terpisahkan dari bentuk aslinya. Pada level visualisasi subjek sudah dapat membedakan mana yang segitiga dan bukan segitiga seperti yang terlihat pada gambar 4 dan 5. gambar 4 gambar 5 Subjek mendeskripsikan segitiga sebagai memiliki 3 sisi dan 3 sudut terlihat pada transkip nomor 41-42. 11 41. P: Berarti tambah ini. Dari gambar depan sama ini berarti segitiga itu apa definisinya? 42. S: Memiliki 3 sisi dan 3 sudut. Subjek sedikit kesulitan menentukan apakah gambar segitiga yang salah satu sisinya garisnya lebih termasuk segitiga atau bukan. Tetapi subjek tidak melingkarinya. Terlihat pada transkip nomor 3-10. 3. 4. P: Buat yang no 1 kenapa kamu pilih itu yang kamu lingkarin? S: Karena kalo segitiga kan punya 3 sisi 3 sudut. Sebenarnya masih ada 1 lagi yang bingung, yang ini (menunjuk gambar segitiga (1)) itu aku bingung antara segitiga atau nggak. Soalnya kan dia kan sisinya 3 sama punya 3 sudut juga. 5. P: Nah bedanya sama yang kamu lingkarin? 6. S: Dia kan punya ini lebih garisnya itu. Jadi kan ada apa ya, berpelusur gitu, ada sudut berpelurusnya gitu. 7. P: Kalo menurut kamu segitiga bukan? 8. S: Iya sih sebenernya tapi, aa.. masih bingung. 9. P: Tapi sama kamu nggak dilingkarin ya? 10. S: Iya nggak dilingkarin. Subjek juga dapat membedakan mana yang merupakan segitiga dan mana yang segi empat dari banyaknya sisi terlihat dalam transkip nomor 11-12. 11. P: Terus kenapa nggak kamu pilih yang ini? (menunjuk gambar segitiga (2)). 12. S: Itu kan masuknya ke ini segi empat, dia kan punya empat sisi. Subjek juga dapat membedakan bangun bukan segitiga karena salah satu sisinya tidak terhubung, terlihat pada transkip nomor 13-18. 13. 14. 15. 16. P: S: P: S: Terus kalo yang ini? (menunjuk gambar segitiga (3)). Dia sudutnya cuma punya 2. Yang mana? Ini sama ini (menunjuk kedua sudut pada gambar) kalo yang ini soalnya nggak nggabung. 17. P: Nggak gabung jadi nggak ada sudutnya? 18. S: Ya gitu, he’eh. Untuk segitiga yang memiliki sisi lengkung subjek mengatakan itu bukan segitiga meskipun memiliki 3 sisi, karena segitiga itu memiliki sisi lengkung dan subjek belum mendalami masalah segitiga. Terlihat dalam transkip nomor 19-30. 19. P: Kalau yang ini, kan juga ada 3 sisi, 3 sudut juga? (menunjuk gambar segitiga (4)). 20. S: Dia ini kan apaya menggelembung gitu, gabungan beberapa lingkaran cuma diambil sisi-sisinya. 21. P: Tapi kan ada 3 sisinya masuk segitiga nggak? 22. S: (berpikir sejenak) Iya ya? 23. P: Kalo menurut kamu gimana? 24. S: Nggak. 25. P: Nggak masuk? 12 26. S: Aa… belum tau sih soalnya kan belum mendalami banget masalah segitiganya itu. 27. P: Terus ini mirip juga sama ini bedanya ini melengkungnya ke dalam (menunjuk gambar segitiga (5)). 28. S: Sepertinya iya. 29. P: Sepertinya iya, tapi ini nggak dilingkari kenapa? 30. S: Ya itu karena cembung ke dalam, cekung. Selain itu subjek mendeskripsikan sudut sebagai ukuran pojok tiap sisi. Terlihat pada transkip nomor 53-60. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. P: S: P: S: P: S: P: S: Yang kamu warnai sudut itu, berarti definisi sudut apa? Ukuran dari bagian apa ya namanya, pojok itu. Ukuran pojok tiap sisi. Ukuran pojok tiap sisi? Kan sudut. Kan ukuran titik bertemunya antar sisi. Yang dimaksud ukuran itu gimana? Nilai. Nilainya. Misal ini kan sudut B, nilainya sudut B disitu sudut. Misal kan ini sudut B, nilainya gimana? Dia kan berpelurus, jadi 180. Jadi kalau mau nyari sudut ininya 180 dikurangi ini. Jadi kaya apa ya kebalik, bukan kebalikan sih, lawannya. Subjek juga dapat memberi nama pada sudut segitiga. Subjek memberikan nama sudut ABC karena kebiasaan. Terlihat pada transkip nomor 47-48 47. P: Ini kenapa kamu namain ABC? 48. S: Karena tadi kan namailah sudut, nah nama sudut kan biasanya sudut A sudut B sudut C. jadi aku namain ABC Subjek juga dapat menunjukan mana yang merupakan sudut segitiga dengan mewarnainya seperti pada gambar 6. gambar 6 Pada soal nomor 7 subjek dapat mengukur sudut suatu segitiga dengan menggunakan busur derajad saat diminta. Subjek menggambar segitiga siku-siku seperti terlihat pada gambar 7 yang kemudian setelah diminta untuk mengukur dengan menggunakan busur derajad, terbukti jumlah sudutnya 1800. 13 gambar 7 Dari analisis diatas dapat disimpulkan subjek sudah melampaui level visualisasi. Subjek sudah dapat mengidentifikasi contoh bangun datar segitiga, membandingkan dan menggolongkan bangun datar segitiga. Subjek juga sudah dapat menamai sudut, dan mengukur sudut menggunakan busur derajat bukan menggunakan sifat segitiga. Deskripsi berpikir pada level 1 (analisis) Pada level analisis peserta didik dapat menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya. Peserta didik dapat menyebutkan sifat-sifat suatu bangun dan menyebutkan nama bangun dari sifat-sifat yang diberikan. Pada level analisis subjek dapat menuliskan sifat-sifat segitiga yang ada pada gambar nomor 3. Soal dan jawaban subjek dapat dilihat pada gambar 8. gambar 8 Subjek dapat mendeskripsikan sifat bangun datar segitiga dari 3 gambar yang diberikan. Awalnya subjek hanya melihat gambar untuk menyebutkan sifat-sifatnya, tetapi setelah diminta untuk mengukur menggunakan penggaris jawaban yang diberikan sedikit berubah. Segitiga a yang sebelumnya disebut sebagai segitiga sembarang berubah menjadi segitiga sama kaki setelah mengukur panjang sisinya. Subjek juga menyebutkan dua sudut segitiga a sama besar karena segitiga sama kaki. Untuk segitiga b subjek menyebutkan segitiga 14 sembarang dan setelah mengukurnya yakin ketiga sisinya tidak sama panjang. Lalu untuk segitiga c subjek mengatakan kalau tiga sisinya sama maka ketiga sudutnya sama besar. Terlihat pada transkip nomor 61-96 dan 111-118. 61. 62. 63. 64. P: S: P: S: 65. 66. 67. 68. P: S: P: S: 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. P: S: P: S: P: S: P: S: P: S: P: S: P: S: 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. P: S: P: S: P: S: P: S: 91. 92. P: S: 93. 94. 95. 96. P: S: P: S: Selanjutnya no 3. Sifat dari bangun, kan tadi ini memiliki 3 sisi itu, terus jumlah ketiga sudutnya 180. Ini semuanya jadi satu sifatnya? Iya jadi satu, kan deskripsikan bangun datar di bawah ini, aku mendeskripsikannya sendiri-sendiri terus sifat dari bangun datar tersebut aku deskripsikannya jadi satu. Terus ini yang gambar a. Segitiga sembarang yang alasnya mendatar. Tegak gini. Sebentar, tahunya ini segitiga sembarang gimana? Ukurannya beda semua kan sisinya kalo dilihat dari segala sisi ukuran panjang sisinya beda semua. Tahunya beda gimana? (memutar kertas) Oh sama kaki ya. Taunya beda tadi gimana? Ngeliatnya kurang teliti ka. Tadi nggak pake penggaris ya? Ngggak, nggak kepikiran. Sekarang coba pake penggaris. (mengukur menggunakan penggaris) Iya segitiga sama kaki. Yang sama mana? Ini sama ini (menunjuk 2 sisi yang sama panjang) Berarti sifatnya segitiga a sama b beda nggak? Beda. Bedanya apa? Kalau apa, panjang sisinya beda. Kalo ini kan 2 sisi punya panjang sisi sama. Kalau ini ketiganya beda panjangnya. Kalau yang b tahunya beda? Tadi mengira-ngira ka. Kalau diukur? (mengukur) Beda semua. Selain sisinya, yang beda a sama b apa lagi? Ini sudutnya. Sudutnya kenapa? Kalau segitiga sama kaki punya 2 sudut yang sama, jadi 2 sudut ini sama ini sama. Kalau segitiga sembarang ketiga sudutnya beda. Pasti beda? Belum tentu juga. Tapi biasanya beda sih, soalnya eh beda sih ka, kalo 2 sudutnya sama nanti jadi segitiga sama kaki. Kalo segitiga sama kaki pasti 2 sudutnya sama? Iya Tahunya? Kan dia pasti panjangnya sama, jadi dua sudutnya ini memiliki kesamaan. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. P: S: P: S: P: S: P: Yang c segitiga apa? Segitiga sama sisi. Tadi keliatannya gitu (mengukur sisinya) iya. Bedanya sama sisi sama segitiga tadi? Kalau segitiga sama sisi 3 sudutnya sama. Pasti sama? Iya. Terus ada lagi nggak? 15 118. S: Sisinya. Kalo yang c ini pasti ketiga sudutnya sama, beda sama segitiga pertama sama kedua panjangnya itu. Selain itu subjek mendeskripsikan titik berat sebagai titik bertemunya garis yang membagi beratnya di tengah-tengah. Garis bagi membagi luasnya sama besar, dan garis tinggi membagi sudut sama besar. Terlihat pada transkip nomor 97-110 dan 120. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 120. P: Terus apa lagi, 3 sisi, 3 sudut, memiliki titik berat. Titik berat itu apa? S: Yang garisnya dari sini (menggambarkan garis dengan menggunakan tangan) sampai ke tengah jadi beratnya pas ditengah-tengah. Jadi misalnya gini terus gini terus gini. Nanti ketemunya titik ditengah. Dari tengah itu nanti garisnya ke bawah, jadi pas ditengah-tengah. P: Terus bawahnya lagi itu apa? S: Titik bagi, yang bagi tadi terus titiknya itu. Oh ini tadi garis berat, bukan titik berat P: Bedanya apa titik berat sama garis berat? S: Kalau titik berat hanya titik kalo garis bagi garisnya tadi. P: Berarti garis berat tadi mana? S: Yang garis ke bawah tadi, dari titik pusat tengahnya tadi. P: Harus dari titik tengahnya tadi? S: Iya pas beratnya di tengah-tengah. P: Bawahnya apa, garis tinggi? S: Dia yang membagi sudut. Misal pake ini. Nanti kalo ditarik ke bawah, sudutnya bagi jadi 2. Misal ini kan 600 nanti dibagi jadi 300, 300 ujungnya sini. Nanti punya segitiga kiri segitiga kanan. P: Bedanya garis tinggi garis berat tadi, kalo garis tinggi mbagi sudutnya, kalo garis berat? S: Biar berat segitiga berimbang S: Ini sih, kalo sama yang c, garis baginya pasti pas tengah. Kalo yang b belum tentu sama. Kalo yang c pasti sama besar yang kiri sama kanan. Kalo yang segitiga sembarang kanan sama kiri belum tentu sama luasnya. Berkebalikan dengan soal nomor 3, subjek diminta menyebutkan nama bangun datar dari daftar sifat yang diberikan pada soal nomor 4. Alasan subjek menamai segitiga a sebagai segitiga sembarang karena intinya tidak memiliki simetri lipat, dan memiliki 1 simetri putar. Hal itu terlihat dari transkip nomor 131-132. 131. P: Nomor 4, sifat-sifat itu segitiga a itu sembarang, tahunya segitiga sembarang darimana? 132. S: Tidak memiliki simetri lipat, fokusnya di situ sama memiliki 1 simetri putar. Kalo segitiga sembarang diputar kan nanti balik lagi ke itunya kan. Untuk segitiga 4b, dan 4c pun sama. Pada segitiga 4c subjek menggambarkannya sebagai segitiga sama kaki biasa, setelah melihat soal lagi subjek menggambarkannnya lagi sebagai segitiga sama kaki siku-siku. Subjek mendeskripsikan simetri putar dengan bahasanya sendiri, dengan memutar penggaris segitiga. Hal ini terdapat dalam transkip nomor 133-136. 133. P: Simetri putar itu gimana? 16 134. S: Yang misal segitiga. Misal ini segitiga. (menggunakan penggaris bentuk segitiga) Kalo diputar gini kan bentuknya nggak sama, kaya gini juga nggak sama, begini baru sama lagi. 135. P: Terus tadi tau dari simetri lipatnya juga? 136. S: Ini kan dilipat kaya gini udah beda. Gini juga beda, gini juga beda. Jawaban subjek untuk nomor 4 ada pada gambar 9. gambar 9 Subjek sudah melampaui level 1 karena subjek sudah dapat mengidentifikasi bangun datar segitiga meskipun terdapat kesalahan pengertian pada garis tinggi, bagi dan berat. Subjek sudah dapat mendeskripsikan bangun segitiga berdasarkan sifatnya, menggunakan istilah yang sesuai dengan komponen dan mendeskripsikan bangun segitiga secara verbal dari gambar. Deskripsi berpikir pada level 2 (deduksi informal) Pada level deduksi informal subjek dapat berpikir tentang sifat geometri tanpa batasan objek-objek tertentu. Peserta didik juga dapat mengapresiasikan pendapat-pendapat informal, deduktif yang lebih kepada bukti-bukti yang bersifat naluriah dari pemikiran logis informal. Pada level deduksi informal subjek belum dapat membuktikan luas segitiga adalah hasil kali ½ alas dan tinggi dengan menggunakan luas segi empat dibagi 2, karena lupa. Subjek butuh waktu lama untuk menemukan dan terlihat tidak yakin dengan jawaban akhir yang didapat. Meskipun sudah sampai menggambarkan segi empat yang dibagi menjadi 2 segitiga yang sama subjek kesulitan kerena belum diajarkan cara pembuktian dan hanya tahu dari bacaan. Terlihat pada transkip nomor 184-210. 184. 185. 186. 187. S: P: S: P: Lupa. Tadi kan kamu nggambar segi empat itu. Itu tuh salah malah yang phytagoras. Kalau misal dari luas segi empat bisa nggak? 17 188. S: Bisa. 189. P: Nah kalo dari luas segi empat gimana? 190. S: Gini, dari segi empat dibagi 2. Ini kan jadinya (menggambar segiempat dibagi 2) ini alasnya 1 tingginya 1, tapi nggak bisa pake segitiga sama sisi itu. Atau ini t, sini at. 191. P: Ini kan membuktikan… 192. S: Membuktikan at. Luasnya kan a kali t jadi at. 193. P: Mm, luas segiempatnya at, segitiganya? 194. S: (berpikir lama). 195. P: Mikir simpel aja, kalau nyari satu segitiga gimana? 196. S: Dikurangi. Kan segi empat dikurangi 1 segitiga jadi ketemu segitiga (menulis, berpikir lama). 197. P: Kalo dikali, dibagi bisa nggak? 198 S: Dikali dibagi, maksudnya dari persegi dikali atau, dari persegi jadi 2? 199. P: Dari segitiganya kan ada 2. 200. S: ½ at kali 2. 201. P: Bisa ga? 202. S: Bisa ketemu luas persegi. 203. P: Kalau dari perseginya bisa? 204. S: Dikali, eh dibagi. Jadi 2. Ini kan at, bagi 2…(diam agak lama) 205. P: Bisanya kaya gitu? 206. S: Iya, aku lupa ka seriusan. 207. P: Itu diajarinnya kapan? Pas SMA? Atau? 208. S: Kalau segitiga kalo waktu di sini pake sin-sin. Yang ½ a kali b sin teta. Aturan sinus. Kalo yang ½ at ini pernah baca tapi lupa. 209. P: Waktu di SMA? 210. S: Nggak ada pembuktian. Langsung pake rumusnya. Jawaban subjek untuk soal nomor 5 seperti dalam gambar 10. gambar 10 Untuk soal nomor 6 subjek mencari perbandingan MT dan BC dengan menggunakan permisalan. Subjek memisalkan panjang MT itu x, lalu dibagi dengan garis menjadi ¼ x dan ¾ x. Subjek tidak menyebutkan mengapa permisalan yang dipilih ¼ x dan ¾ x selain karena permisalan panjang MT itu x. Karena segitiga AM kecil dan MB kecil sama maka panjang BO ¼ x. Untuk segitiga kecil AT dan TC sama maka panjang PC ¾ x. OP kan sama MT jadi 18 panjangnya x. Jadi perbandingan MT dan BC x : 2x menjadi 1 : 2. Hal ini terdapat dalam transkip nomor 211-220. 211. P: Nomor 6, itu gimana kamu nyarinya? 212. S: Ini kan MT sama BC. Aku kira-kira MT aku bagi 2 jadi segitiga kecil kan. Jadi itu x, sini juga x gitu 213. P: Taunya ini x? 214. S: Aku kasih sendiri. 215. P: Taunya sama besar? 216. S: Nggak sama besar sih. Cuman… ya nggak sama besar sih. Ngira-ngira aja sih tadi. Tadi mau pake x1 x2 sih. Nggak jadi, pake x. kalo ini gini, ini gini. Ini kan pas tengahtengah. Segitiga ini sama sisi (menunjuk segitiga AM). Ini sama kaya ini (menunjuk segitiga MB) . Ini sama ini (menunjuk segitiga AT dan TC). 217. P: Bentar taunya sama dari mana? 218. S: Titik tengah garis AB. Sejajar kan kalo ini sama ini kemungkinan besarnya sama. Ini kan x besarnya. Ini ganti ½ x. hmmm. Iya, tapi nggak pas tengah. Bukan, ganti jadi ¼ sama ¾ 219. P: Ko ¼ sama ¾? 220. S: Ini kan xnya 1 misalnya. Aku misalin x. Nah aku misalin ¼ sama ¾. Terus kan ini sama kaya ini (menunjuk segitiga AM dan MB). Jadi ini kan ikut ¼ x. Ini ¾ x (menunjuk segitiga AT). panjangnya kan sama kaya ini (menunjuk segitiga TC). Jadinya x. ditambahin kan jadinya 2x. Sedangkan ini sendiri x. Jadinya 1 : 2. Tapi caranya beda. Jawaban subjek untuk soal nomor 6 ada pada gambar 11. gambar 11 Pada soal nomor 8 subjek mengira sudut A dan C sama besar, dan mengatakan sudut B 900 dari gambar soal nomor 5, karena sudut B 900 maka sudut A+C menjadi 900. Subjek menghubungkan jumlah sudut segitiga 1800 dan sudut siku-siku segitiga 900. Hal ini terdapat dalam transkip nomor 251-254. 251. P: Terus nomor 8. 252. S: Yang segitiga no 5, kalau ini kan udah dipastikan 90 ya kak. Jadi sini sama sini otomatis sama (menunjuk A+C dan sudut siku-siku). 253. P: Otomatis sama? 19 254. S: Iya sama, A sama C sama (menunjuk sudut A dan C lalu menunjuk sudut siku-siku). Kan tadi 180 sama 90, jadinya A+C 90 Jawaban subjek untuk nomor 8 ada pada gambar 12. gambar 12 Dari hasil pembahasan di atas, subjek belum melampaui level deduksi informal karena belum dapat memberikan lebih dari satu penjelasan untuk membuktikan luas segitiga berasal dari luas segi empat yang dibagi 2 dan belum menggunakan strategi atau pemikiran mendalam untuk menyelesaikan masalah perbandingan pada segitiga. Tetapi subjek dapat menemukan sifat baru dari segitiga siku-siku dengan memberikan argument deduksi informal yaitu menghubungkan jumlah sudut segitiga 1800 dan sudut siku-siku 900. Deskripsi berpikir pada level 3 (deduksi) Pada tingkat ini peserta didik mulai menghargai kebutuhan dari sistem logika yang berdasarkan pada kumpulan asumsi minimum dan di mana kebutuhan lain dapat diturunkan. Pada level ini dibutuhkan membuktikan dengan berdasar pada pendapat deduktif. Pada level deduksi subjek belum dapat menjelaskan secara formal pembuktian jumlah sudut segitiga 1800. Jawaban subjek untuk nomor 7 pada gambar 13. gambar 13 Subjek belum diajarkan pembuktian dengan menggunakan teorema dan belum pernah melihat pembuktian jumlah sudut segitiga. Subjek dapat membuktikannya dengan 20 menggunakan segitiga sama sisi yang sudutnya sama besar 600 tetapi subjek tidak menyebutkan dari mana didapatnya 600. Hal itu terlihat pada transkip nomor 227-246. 227. P: Nomor 7? 228. S: Aku mbuktikannya pake segitiga sama sisi. Ketiga sudutnya sama. Ini kan 60, 60, 60. Kalo ditambahin kan 180. 229. P: Taunya segitiga sama sisi 60? 230. S: Dari aturan segitiga sama sisi. Kan kalo segitiga sama sisi ketiga sudutnya sama. 231. P: Kalo yang ini? 232. S: Kalau yang cara kedua pakai segitiga siku-siku. Kalo siku-siku kan 900. Kalau dibagi 2 pake garis tinggi, jadi ½ nya 90. Jadi 450. Kan sama kaya ini. Segitiga siku-siku 90. Kalo sini 45, sini juga pasti 45. 233. P: Tahunya 45? 234. S: Kan 180 itu dikurangi 90, ini 45. 235. P: Ini kan mbuktiin segitiga itu 180. Kalo ini tadi kan ketiga sudutnya sama? 236. S: (berfikir lama) Nggak tau kak. Soalnya kan kalo ini 45, ini 90, 135… 237. P: Kalo misal pakai ini, definisi gitu. Garis sejajar? 238. S: Segitiga siku-siku bisa juga 2 sisi sama panjang. Bisa juga sisinya panjangnya beda. Kalo B dan C ditarik. Dua sudut yang sama. Kalo ditamahkan...(diam berpikir). 239. P: Pernah diajarin nggak? 240. S: Belum. 241. P: Pernah liat pembuktiannya? 242. S: Belum. 243. P: Berarti taunya dari yang mana? 244. S: Dari yang kaya gini sih. Kalau yang sama sisi kan sering. Paling dari teorema kaya gitu. 245. P: Berarti belum diajarin ya? 246. S: Iya. Subjek belum dapat membuktikan jumlah sudut segitiga 1800 dengan menggunakan pendapat deduktif. Alasannya belum pernah melihat pembuktian sudut segitiga dan belum pernah diajarkan. Deskripsi berpikir pada level 4 (ketepatan/rigor) Pada tingkatan teratas pada tingkatan Van Hiele, objek-objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Hasil pemikiran pada level 4 berupa perbandingan dan perbedaan diantara berbagai sistem-sistem geometri dasar. Pada level ketepatan/rigor subjek belum dapat membuktikan jumlah sudut segitiga lebih besar dan lebih kecil dari 1800. Alasannya subjek belum diajarkan geometri non-euclid dan baru diajarkan segi empat pada geometri dasar sehingga hanya mengetahui jumlah sudut segitiga selalu sama dengan 1800, terdapat dalam transkip nomor 255-260. 255. 256. 257. 258. 259. P: S: P: S: P: Nomor 9, apa segitiga jumlahnya 1800? Iya, tapi tiap sudutnya bisa berbeda-beda. Tapi jumlahnya 180. Lebih dari, kurang dari? Kemungkinan nggak bisa. Pernah dengar geometri non-euclid? 21 260. S: Belum, geometrinya aja baru dasar masuknya. Baru masalah segi empat. Yang segitiga belum masuk. Jawaban subjek untuk soal nomor 9 ada pada gambar 14 gambar 14 Subjek yang belum belajar tentang geometri selain geometri Euclid belum dapat membandingkannya dengan sistem geometri lainnya. F. KESIMPULAN DAN SARAN Berpikir geometri subjek berada pada level deduksi informal. Pada level ini, subjek dapat menemukan sifat baru dengan memberikan argument deduksi informal. Subjek belum dapat menggunakan lebih dari satu penjelasan untuk membuktikan luas segitiga berasal dari luas segiempat yang dibagi 2 dan belum menggunakan strategi atau pemikiran mendalam untuk menyelesaikan masalah perbandingan pada segitiga. Sedangkan pada soal-soal deduksi dan ketepatan/rigor, subjek tidak bisa menyelesaikan pembuktian karena keterbatasan materi. Subjek baru mempelajari geometri dasar dan belum pernah diajarkan ataupun mendengar pembuktian jumlah sudut segitiga 1800 dan tidak mengetahui geometri non-euclid. Terdapat konsistensi dengan penelitian yang dilakukan oleh Darta bahwa mahasiswa tingkat pertama semester awal program studi Pendidikan Matematika belum berada pada tahap berpikir deduktif geometri Van Hiele dan belum mencapai tahap akurasi. Berdasarkan temuan pada penelitian ini, terbuka peluang untuk meneliti berpikir geometri mahasiswa dengan kemampuan matematika lainnya, perbedaan berdasarkan gender dan berpikir geometri mahasiswa yang sudah menempuh matakuliah-matakuliah geometri. G. DAFTAR PUSTAKA Barnett Rich.2001.Geometri Schaum’s Easy Outlines.Jakarta: Erlangga BSNP.2006.Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Darta.2013.Kemampuan Deduksi Matematika Mahasiswa Tingkat Pertama Prodi Pendidikan Matematika UNPAS (Studi Kasus untuk Tahap Berpikir Deduksi 22 Geometri dari Van Hiele).Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 18, Nomor 1, April 2013, hlm. 16-21 Fuys, D., Geddes, D., & Tischler, R.1995.The Van Hiele Model of Thinking in Geometry among Adolescents.Monograph Number 3 Journal for Research in Mathematics Education. United State of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Miles, Matthew B.1992.Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Muhassanah, Nur’aini, Imam Sujadi, Riyadi.2014.Analisis Keterampilan Geometri Siswa Dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tingkat Berpikir Van Hiele.Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol.2, No.1, hal 54 - 66, Maret 2014 Nuansari, Ariska Ade.2016.Deskripsi Berpikir Siswa SMP Kelas IX Pada Materi lingkaran Berdasarkan Tahapan Van Hiele.Skripsi.UKSW Petriana, Kezia.2016.Deskripsi Berpikir Geometri Siswa SMA Menurut Tingkatan Van Hiele Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan Matematika.Skripsi.UKSW Pradhitya, Ranu Fitra.2015.Profil Berpikir Geometri Siswa Tunagrahita Berdasarkan Tingkatan van Hiele di SMPLB Negeri Salatiga.Skripsi.UKSW Sukowiyono, Tri Atmojo K., Imam Sujadi.2013.Proses Berpikir Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Pokok Bangun Datar Berdasarkan Perspektif Gender.Surakarta : Universitas Sebelas Maret Utomo H. Fajar, Wardhani, S. Indah & Asrori, RA Mohammad.2015.Komunikasi Matematika Berdasarkan Teori van Hiele pada Mata Kuliah Geometri Ditinjau dari Gaya Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matermatika. CENDEKIA, Vol. 9, No. 2, Oktober 2015 : 159-170. Van De Walle, John A.2007.Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2 Edisi keenam. Jakarta: Erlangga 23