bagian i - WordPress.com

advertisement
PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK MELALUI PROSES
PEMBELAJARAN PADA KELOMPOK BERMAIN
(Studi Kasus pada Kelompok Bermain Bunga Nusantara PKBM Jayagiri)
A. Latar Belakang Masalah
Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia
tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia TK (4 - 6
tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi yang
dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika
Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada
anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada
usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak
tidak akan berkembang secara optimal. Pada dasawarsa kedua yaitu usia 18 tahun
perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari
usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam
perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang
pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan
gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih
termasuk sangat memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah anak
usia 0 - 6 tahun di Indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28%
(7.347.240 anak). Khusus untuk anak usia 4 - 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta
(83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya jumlah anak usia
1
dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut disebabkan terbatasnya jumlah
lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia dini.
Layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan dasar yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Hal ini diperkuat
oleh Hurlock (1991: 27) bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang
cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya.
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu
dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi
pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila
bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan
menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak
yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai
dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran
pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui
berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.
Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan
dieksplorasi melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami
anak. Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa penelitian menunjukkan hubungan
yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003:
7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak
belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan
2
terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab
dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas anak pada
Kelompok Bermain Bunga Nusantara PKBM Jayagiri?
2. Bagaimana bentuk kreativitas anak yang dikembangkan dalam Kelompok Bermain
Bunga Nusantara PKBM Jayagiri?
3. Apakah faktor pendukung dan penghambat kreativitas anak pada Kelompok
Bermain Bunga Nusantara PKBM Jayagiri?
C. Kajian Teori
1. Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini
Berdasarkan definisi Konsensus Knowles dalam Mappa (1994: 12) pembelajaran
merupakan suatu proses di dalam mana perilaku diubah, dibenarkan atau dikendalikan.
Sementara itu Abdulhak (2000: 25) menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah
interaksi edukatif antara peserta didik dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya.
Pembelajaran di kelompok bermain jelas sangat berbeda dengan di sekolah, dimana
pembelajaran dilakukan dalam suasana bermain yang menyenangkan.
Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca,
menulis, dan berhitung. Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang
sejarah, geografi, dan lain-lainnya. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat
diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan
perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40).
3
Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media
sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan
belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak.
Supriadi (2002: 40) menjelaskan bahwa Bruner dan Donalson dari telaahnya
menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa
kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain.
Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R.
Semiawan (Jalal, 2002: 16) melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat
ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk
memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui
permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik
potensi fisik maupun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak
usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.
2. Konsep Kreativitas
Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun
karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah
persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain
skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan
kreativitas tersebut - yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity
intersection) - dapat digambarkan seperti berikut ini:
4
Gambar 1. Teori Persimpangan Kreativitas
Sumber: T.M. Amabile
(Munandar, 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat)
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir
kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu: 1) keterampilan berpikir lancar (fluency); (2)
keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility); (3) keterampilan berpikir orisinal
(originality); (4) keterampilan memperinci (elaboration); dan (5) keterampilan menilai
(evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Williams
dalam Munandar, 1999: 88)
b. Aspek Afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan
seseorang
(ciri-ciri
non-aptitude)
yaitu:
(a)
rasa
ingin
tahu;
(b)
bersifat
imajinatif/fantasi; (c) merasa tertantang oleh kemajemukan; (d) sifat berani mengambil
resiko; (e) sifat menghargai; (f) percaya diri; (g) keterbukaan terhadap pengalaman
baru; dan (h) menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams & Munandar, 1999).
Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk
interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif
5
siswa, yaitu: (1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa; (2) menghormati gagasan yang
tidak biasa serta imajinatif dari siswa; (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar
atas prakarsa sendiri; (4) memberi penghargaan kepada siswa; dan (5) meluangkan waktu
bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat
meningkatkan kreativitas, yaitu: (1) waktu, (2) kesempatan menyendiri, (3) dorongan, (4)
sarana, (5) lingkungan yang merangsang, (6) hubungan anak-orangtua yang tidak posesif,
(7) cara mendidik anak, (8) kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Amabile (Munandar, 2004: 223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan
kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang
membatasi. Sementara menurut Torrance dalam Arieti yaitu: (1) usaha terlalu dini untuk
mengeliminasi fantasi; (2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak; (3) terlalu
menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual; (4) terlalu banyak melarang; (5) takut
dan malu; (6) penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu; dan (7)
memberikan kritik yang bersifat destruktif (Adhipura, 2001: 46).
D. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan digunakan adalah pendekatan naturalistik atau disebut juga pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan sebab masalah yang diteliti memerlukan suatu
pengungkapan yang bersifat deskriptif dan komprehensif. Adapun metode yang digunakan
adalah metode studi kasus
6
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah “key instrument” atau alat penelitian utama
untuk merekam informasi yang dibutuhkan dalam penelitian (Nasution, 2003: 9). Peneliti
sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data menggunakan alat pengumpul data
berupa lembar observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi.
F. Subyek Penelitian
Subyek penelitian sebanyak tiga anak sebagai sumber data utama. Untuk keperluan
triangulasi dalam upaya mengecek kebenaran data yang telah diperoleh maka dibutuhkan
informan yang relevan sebagai sumber data pendukung yaitu tutor sebanyak dua orang,
pengelola,.dan orangtua anak yang menjadi subyek penelitian sebanyak tiga orang.
G. Langkah-Langkah Pengumpulan Data
Langkah-langkah pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu
pada pendapat Moleong (2004: 127-148) yang dilakukan melalui tahap pralapangan, tahap
pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data
H. Pengolahan dan Analisis Data
Prosedur analisis data dalam penelitian ini mengikuti apa yang dikemukakan oleh
Nasution (2003: 129-130) yaitu: (1) reduksi, (2) display data, dan (3) mengambil
kesimpulan dan verifikasi.
I. Pemeriksaan Keabsahan Penelitian
Untuk memperoleh tingkat kepercayaan dalam penelitian kualitatif terhadap
kebenaran hasil penelitian yang diperoleh maka harus memenuhi beberapa kriteria seperti
7
yang dijelaskan oleh Nasution (2003: 114) dan Moleong (2004: 324) yaitu (1)
kredibilitas/kepercayaan (validitas internal), (2) transferabilitas/keteralihan (validitas
eksternal),
(3)
dependabilitas/
kebergantungan
(reliabilitas),
dan
(4)
konfirmabilitas/kepastian (objektivitas).
J. Pembahasan
1. Proses Pembelajaran untuk Mengembangkan Kreativitas Anak
Isi program pengasuhan dipadukan dalam program permainan yang utuh yang
mencakup:
1. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang meliputi moral, agama, disiplin,
perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat yang dilakukan melalui pembiasaan
dalam kegiatan sehari-hari di kelompok bermain
2. Pengembangan kemampuan dasar yang meliputi kemampuan berbahasa, kognitif (daya
pikir), daya cipta, keterampilan dan jasmani
Bila melihat materi-materi pembelajaran yang ada maka nampak jelas bahwa
kreativitas tidak tercantum sebagai mata pelajaran tersendiri. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Munandar (2004: 17) bahwa kreativitas tidak harus dilihat terpisah
dari mata pelajaran lainnya. Kreativitas hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum dan
iklim kelas dan dikaitkan dengan semua kegiatan di dalam kelas dan setiap saat.
Pembelajaran dilaksanakan sebanyak tiga kali seminggu mulai pukul 8.00 hingga
pukul 10.00. Setiap harinya kegiatan terbagi dalam empat sesi yaitu (a) kegiatan
pembukaan selama 30 menit, (b) kegiatan inti selama 45 menit dengan kegiatan mewarnai,
mencampur warna, bernyanyi, meronce, menggunting pola, mencap, menulis, menyusun
8
puzzle, membentuk dari plastisin/playdough, dll (c) istirahat dan makan selama 30 menit,
dan (d) kegiatan penutup selama 15 menit.
Inti kegiatan ini adalah memberikan kesempatan kepada anak didik untuk
bereksplorasi, bereksperimen, meningkatkan perhatian dan konsentrasi, inisiatif, kreativitas,
kemandirian dan disiplin, sesuai dengan usia dan kemampuan anak.
Metode pembelajaran yang digunakan tutor diantaranya metode pemberian tugas,
demonstrasi, bercakap-cakap, bercerita, bernyanyi, latihan pembiasaan, dan metode karya
wisata. Metode bercerita jarang sekali dilakukan sementara metode proyek & bermain
peran tak pernah dilakukan, sementara kedua metode tersebut sangat menunjang dalam
pengembangan kreativitas anak.
Kreativitas anak yang dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung
mencakup kedua aspek kreativitas yaitu aspek kognitif atau kemampuan berpikir
kreatif/divergen maupun aspek afektif/sikap kreatif. Memiliki ciri-ciri berpikir kreatif
memang belumlah menjamin perwujudan kreativitas seseorang sebab ciri-ciri afektif juga
sangat esensial dalam menentukan prestasi kreatif. Menurut Munandar (1999: 88) kedua
ciri kreativitas tersebut diperlukan agar perilaku kreatif dapat terwujud.
Meskipun kedua aspek kreativitas tersebut dikembangkan selama proses
pembelajaran berlangsung namun ciri antaraspek kreativitas tersebut tidak dikembangkan
secara seimbang. Dalam aspek kognitif, tutor lebih banyak merangsang keterampilan
berpikir lancar anak (1) daripada keterampilan berpikir lainnya dengan sering mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan pun lebih banyak mengasah kemampuan berpikir
konvergen yaitu kemampuan berpikir yang mengarah kepada satu jawaban yang tepat
terhadap suatu masalah. Padahal untuk meningkatkan kreativitas anak dalam aspek kognisi,
9
tutor hendaknya mengembangkan kemampuan berpikir divergen anak yaitu menuntut anak
untuk memberikan jawaban yang bervariasi terhadap suatu masalah. Hal tersebut dapat
ditempuh dengan mengajukan pertanyaan terbuka daripada pertanyaan yang menuntut satu
jawaban (berpikir konvergen). Menurut Munandar ((1999: 86) salah satu cara untuk
merangsang daya pikir kreatif anak adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
menantang. Keterampilan menilai (5) tidak pernah sekalipun diberikan rangsangan selama
peneliti mengadakan pengamatan sementara diketahui bahwa anak-anak biasanya kritis.
Namun berdasarkan wawancara dengan tutor, terungkap bahwa biasanya anak akan
memberikan suatu penilaian terhadap sesuatu yang tidak sama dengan apa yang selama ini
mereka alami atau ketahui.
Pada kreativitas aspek afektif, tutor lebih banyak merangsang sifat berani
mengambil resiko (d) dan percaya diri (f). Tutor lebih banyak mengajukan pertanyaan
kepada anak daripada memancing anak untuk mengajukan pertanyaan yang merupakan
kreativitas aspek afektif butir (a) rasa ingin tahu. Sementara menurut Munandar (1999: 95)
dalam kegiatan pembelajaran, tutor dapat membuat kombinasi antara proses berpikir dan
proses afektif. Contohnya, kombinasi antara berpikir lancar (1) dan rasa ingin tahu anak (a)
seperti anak diminta menyebut dalam waktu singkat benda-benda yang ada di dalam kelas
yang bentuknya bulat atau anak diminta menjajaki lingkungan kelompok bermain untuk
mencari tanaman yang berbunga.
Kegiatan
yang
paling
disenangi
anak
adalah
menggambar
bebas,
mencap/menstempel, membentuk, dan mewarnai. Dapat dijelaskan bahwa dalam
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut anak dapat bebas mengekspresikan dirinya tanpa
dibatasi aturan-aturan tertentu yang harus diikuti. Salah satu hal yang dapat merangsang
10
bakat kreatif anak adalah kebebasan yang diberikan kepadanya (Hawadi, 2001: 115).
Berbeda ketika anak mengerjakan kegiatan seperti meronce, menempel, melipat, dan
mengikuti titik-titik.
Meskipun tutor memberikan tugas-tugas seperti menggunting, mewarnai, mengenal
huruf atau angka, atau materi pelajaran lainnya namun belajar dilakukan dengan atau
sambil bermain yang melibatkan semua indra anak. Hal ini telah sejalan dengan pendapat
para ahli bahwa materi pelajaran bisa saja diberikan pada anak namun kuncinya adalah
pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40). Pun Semiawan menjelaskan (Jalal:
2002: 16) bahwa bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya
semua aspek, sarana untuk dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal
yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru, dapat mengembangkan semua
potensinya secara optimal baik fisik, mental intelektual maupun spiritual.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh tutor dgn menggunakan teknik pengamatan
dan portofolio dgn tidak secara terjadwal dan secara khusus, akan tetapi evaluasi
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung secara berkesinambungan dan
menyeluruh sehingga anak tidak menyadari bahwa ia sedang dinilai. Cara penilaian seperti
ini dapat mengembangkan kreativitas anak sebab anak dapat merasa bebas dan lepas dari
tekanan bahwa ia sedang diawasi dan dinilai. Hal ini sejalan dengan pendapat Amabile
bahwa penilaian mungkin merupakan pembunuh kreativitas paling besar (Munandar, 2004:
113) oleh sebab itu perlu dilakukan strategi dimana anak tidak merasa sedang dinilai dan
diawasi.
2. Bentuk Kreativitas Anak yang Dikembangkan
11
Anak yang menjadi subyek penelitian ini menunjukkan bahwa mereka memiliki
karakteristik-karakteristik yang merupakan ciri-ciri orang kreatif. Hal ini sejalan dengan
pendapat para ahli bahwa pada dasarnya setiap anak memiliki bakat kreatif, tak seorang pun
yang sama sekali tidak memiliki kreativitas hanya tingkat dimilikinya bakat kreatif tersebut
yang berbeda (Supriadi, 2001: 16). Ciri kreativitas tersebut mencakup kedua aspek
kreativitas yaitu aspek kognitif atau kemampuan berpikir kreatif/divergen dan aspek
afektif/sikap kreatif.
Kemajuan perkembangan yang dicapai oleh anak menunjukkan kenyataan yang
menggembirakan bila dibandingkan sebelum anak mengikuti pembelajaran di kelompok
bermain. Anak lebih berani dan mandiri seperti memakai baju sendiri dan gosok gigi
sehingga tidak terlalu tergantung dengan orangtuanya. Anak lebih dapat mengekplorasi
mainannya. Begitu pun anak lebih percaya diri, dapat bersosialisasi dengan baik dengan
teman-temannya, dapat berbicara dan mengungkapkan pikirannya dengan lebih lancar, dan
tidak takut menghadapi orang atau situasi baru. Kesemua perilaku di atas merupakan ciriciri yang dapat mewujudkan kreativitas. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Hurlock (1999: 8) bahwa anak yang mengikuti pendidikan anak usia dini menunjukkan
kreativitas yang lebih besar pada usia itu daripada anak yang tidak mendapatkan
pendidikan. Ini sebagian karena lingkungan pendidikan anak memperkenalkan kreativitas
yang terstruktur dan evaluatif dibandingkan lingkungan rumah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat dikatakan bahwa ketiga anak yang
menjadi subyek penelitian menampilkan ciri-ciri kreativitas. Hal ini sejalan dengan
pendapat para ahli bahwa pada dasarnya setiap anak memiliki bakat kreatif, tak seorang pun
yang sama sekali tidak memiliki kreativitas hanya tingkat dimilikinya bakat kreatif tersebut
12
yang berbeda (Supriadi, 2001: 16). Akan tetapi terdapat seorang anak yang memiliki ciri
kreativitas yang lebih menonjol dibanding responden lainnya, baik pada aspek kognitif
maupun aspek afektif. Hanya dengannyalah perbincangan dapat berkembang sebab ia
dengan sangat lancar menjawab pertanyaan peneliti dan bahkan bercerita panjang lebar
tanpa diminta.
Bila dilihat dari sikap orangtua anak, maka orangtuanya memang lebih banyak
memberikan kebebasan kepada anak dibandingkan orangtua responden lainnya dengan
bersikap sabar dan tidak otoriter kepada anak. Hal ini memperkuat teori-teori dimana
kreativitas dikonsepsikan sebagai bertentangan dengan sifat otoriter (Gowan: 1967), dan
bahwa kreativitas dapat berkembang dalam suasana non-otoriter, yang memungkinkan anak
untuk berpikir dan menyatakan diri secara bebas (Rogers, dalam Vernon: 1982), serta
penelitian Munandar mengenai hubungan antara latar belakang keluarga dan kinerja anak
menunjukkan bahwa sehubungan dengan sikap orangtua dalam pendidikan, data
menunjukkan bahwa perhatian merupakan determinan yang positif dari kinerja kreatif
seorang anak, akan tetapi bahwa pendekatan otoriter mempunyai dampak sebaliknya
terhadap kinerja anak (Munandar, 2004: 84).
Di sisi lain, terkadang anak tersebut enggan atau bahkan tidak mau melakukan tugas
yang diberikan oleh tutor sehingga perlu mendapatkan dorongan terlebih dahulu. Peneliti
menganalisis bahwa anak tersebut merasa bosan dan merasa kurang tertantang dengan
kegiatan yang ada. Hal ini didukung oleh kepustakaan bahwa anak berbakat (kreativitas
merupakan salah satu syarat keberbakatan) bisa merasa bosan di sekolah – dalam hal ini
kelompok bermain – karena pelajaran yang diberikan kurang menarik atau kurang
memberikan tantangan (Freeman dalam Munandar, 1982: 58).
13
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Anak
NO
FAKTOR
PENDUKUNG
PENGHAMBAT
1.
Sikap Tutor
- Sabar, telaten, dan ramah - Pengertian tutor tentang
serta
menerima
anak
konsep kreativitas masih
sebagai pribadi yang unik
kurang
dan berbeda.
2.
Strategi
Mengajar
- Penekanan pada bermain - Terdapat
metode
sambil belajar dan bukan
pembelajaran yang jarang
pada penilaian, metode
atau
bahkan
tidak
pembelajaran bermacamdigunakan.
macam dan berganti-ganti,
memberi
tugas
yang
bervariasi, dan menghargai
hasil karya anak.
3.
Sarana
- Tersedianya
bermacam- - Jenis alat permainan yang
Pembelajaran
macam alat permainan
tergolong alat permainan
kreatif masih kurang.
- Tak ada penambahan alat
permainan baru untuk
waktu yang lama.
- Permainan yang rusak
tidak segera diganti.
- Terdapat permainan yang
hanya disimpan dalam
laci.
- Pengadaan bahan belajar
butuh waktu lama.
4.
Pengaturan
Ruang/Fisik
- Penataan ruang kelas yang - Dinding
ruang
kelas
terbuka dan diubah dalam
terkesan kosong dan tidak
kurun waktu tertentu.
menarik.
- Tampilan dinding ruang - Ruang
kelas
tidak
bermain yang menarik.
dipenuhi produk hasil
karya anak.
- Alat permainan tidak
ditata dengan rapi dan
menarik.
5.
Teman
- Sikap bersahabat
6.
Orangtua
- Memberi kebebasan
- Turut masuk di dalam
- Menghargai dan menerima
kelas dan membantu anak
- Sikap memusuhi
14
anak
pada saat istirahat/makan.
- Menunjang dan mendorong - Tidak sabar dengan anak
kegiatan anak
- Terlalu memanjakan
- Menyediakan cukup sarana
K. Kesimpulan
1. Pengembangan kreativitas anak berlangsung dalam suasana bermain sambil belajar dan
tidak dilihat secara terpisah dari mata pelajaran lainnya akan tetapi meresap ke dalam
sendi-sendi kegiatan di dalam kelas dan setiap saat. Tutor menggunakan metode
pemberian tugas, demonstrasi, bercerita, karya wisata, pembiasaan, bernyanyi, latihan,
dan bercakap-cakap dgn kegiatan seperti menjahit, menggunting, mewarnai,
menggambar, meronce, dan lain-lainnya menunjang pengembangan kreativitas anak.
Tutor
melakukan
evaluasi
selama
proses
pembelajaran
berlangsung
secara
berkesinambungan dan menyeluruh dengan menggunakan teknik pengamatan dan
portofolio sehingga anak bebas dari tekanan bahwa ia sedang diawasi, hal mana akan
berdampak pada kreativitas anak.
2. Kreativitas anak yang dikembangkan mencakup aspek kognitif atau kemampuan
berpikir kreatif/divergen maupun aspek afektif atau sikap kreatif. Pada dasarnya anak
memperlihatkan ciri kreativitas tertentu meskipun ciri yang diperlihatkan tidak selalu
sama dan berada pada tingkat yang berbeda pula.
3. Faktor pendukung dan penghambat kreativitas anak dapat bersumber dari sikap dan
strategi mengajar tutor, sarana pembelajaran, pengaturan ruang/fisik, teman, maupun
orangtua anak.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira.
Adhipura, A. A. N. (2001). Pengembangan Model Layanan Bimbingan Berbasis Nilai
Budaya Lokal untuk Meningkatkan Kreativitas Anak. Tesis Magister pada PPS UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Direktorat Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6
Tahun. Jakarta: Ditjen PLSP – Depdiknas.
Hawadi, R. A. (2001). Psikologi Perkembangan Anak. Mengenal Sifat, Bakat, dan
Kemampuan Anak. Jakarta: PT Grasindo.
Hurlock, E.B. (1991). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Jalal, F. (2002). “Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya PADU”. Buletin
PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 03. 9 – 18.
_______
(2003). “Perluasan Layanan Pendidikan Anak Usia Dini”. Buletin PADU
Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 03. 9 – 18.
Mappa, S. & Basleman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Depdikbud.
Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Munandar, S.C.U. (1982). Pemanduan Anak Berbakat Suatu Studi Penjajakan. Jakarta:
Penerbit CV. Rajawali
__________ (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah Petunjuk bagi
Orangtua dan Guru. Jakarta: PT. Grasindo
__________ (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Penerbit PT
Rineka Cipta.
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT. Tarsito.
Patmonodewo, S. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Supriadi, D. (2001). Kreativitas Kebudayaan & Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta.
__________ (2002). “Memetakan Kembali Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Anak
Dini Usia”. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 03. 36 – 42.
16
Download