Heru Susetyo Kriminologi modern secara global berbeda dari kriminologi klasik karena prinsip interaksionisme. Dalam kriminologi klasik kita mencari faktorfaktor (biologis, ekonomis) Sesudah PD II mulai perubahan, muncul mazhab Utrecht sebagai tanda perkembangan interaksionisme. Menurut Nagel (1958) kriminologi modern adalah relasi-kriminologi atau bukan sama sekali. 1. 2. 3. Pusat perhatian teori dan riset Asumsi dasar tentang sifat kejahatan dan penjahat Metodologi Adalah pencarian sebab-sebab kejahatan dan cara penanganan pelaku kejahatan. Adalah konstruksi kenyataan sosial dari penjahat dan penyeleweng Perhatian dari interaksionisme adalah akibat atau pengaruh dari institusi-institusi hukum terhadap realitas sosial yang jahat Interaksionisme menyatakan bahwa aspek2 kriminal dan non kriminal adalah saling berkaitan. Bahwasanya kejahatan dan penjahat adalah hasil interaksi dari pembuatan peraturan, penegakan peraturan dan pelanggaran aturan. 1. 2. a. b. c. Proses pemberian label/ stigma dan tipologi, karir2 penjahat, identitas, dan sub kebudayaan2, pengaturan dan manajemen dari kejahatan, dan pembentukan normanorma hukum. Aliran2 mutakhir yang menjadi perhatian interaksionisme > Teori2 labelling Pendekatan fenomenologi dalam kriminologi Teori2 radikal atau kritis Mempelajari akibat-akibat dari dipandang dan diperlakukan sebagai penjahat atau penyimpang bagi orang yang dipandang sebagai penjahat atau penyimpang. Perintis teori ini adalah Frank Tannenbaum dan selanjutnya adalah Robert K. Merton Menurut konsep ini, proses terbentuknya seorang penjahat dimulai dengan dramatisasi pertama dari apa yang jahat. Proses menjadi penjahat adalah akibat dari suatu proses pemberian cap. The process of making the criminal therefore, is a process of tagging, defining, identifying, segregating, describing, emphasizing, making conscious, and self conscious, it becomes a way of stimulating, suggesting, emphasizing and evoking the very traits that are complained of. (Tannenbaum) Masyarakat telah mendramatisir arti dari suatu penyelewengan dan pelakunya divonis dengan keras, sehingga pelakunya dipaksa melihat dirinya sebagai seorang penjahat, da harus memenuhi harapan-harapan negatif tentang dirinya dan orang lain, artinya untuk selanjutnya berperilaku jahat. (Robert Merton) Memperjelas konsepsi tentang memenuhi harapan-harapan yang telah dibuat dengan konsep ‘self fulfilling prophecy’ (ramalan yang menjadi kenyataan dengan sendirinya). Adalah suatu arah filosofis dengan peletak dasar teori adalah Edmund Husserl Fenomenologi adalah sikap dasar dari penglihatan dari dilihatnya dan didengarnya apa yang ingin ditunjukkan oleh fenomena. Fenomenologi mempunyai dua methodological imperative; yang pertama termuat dalam slogan ‘kembali ke fenomena’dan yang kedua termuat dalam slogan ‘kembali ke fenomena’ dan ‘bagaimana fenomena dibentuk.’ Fenomenologi mempunyai pandangan bahwa akal dan aksi bersifat sengaja dan tidak ditentukan. Manusia berperilaku secara sengaja atau dengan tujuan-tujuan tertentu dalam arti apa yang mereka inginkan, percaya, lihat, takuti, ketahui yang semuanya sudah ada di dalam pemikiran si calon pelaku. Teori-teori radikal atau kritis menguji lebih jelas reaksi-reaksi masyarakat, UU, peradilan, struktur2, dan organisasi sosial atas dasar nilai2 dan norma2 fundamental yang telah dirumuskan dalam suatu masyarakat tertentu dalam perkembangannya secara politis, seperti HAM, asas politik kenegaraan, asas2 hukum yang dipermasalahkan atau tidak dipermasalahkan secara falsafah. Tidak hanya si penjahat dan para penyimpang yang menurut teori-teori radikal harus tunduk pada hak2 atau asas2 fundamental ini yang harus melaksanakannya secara sosial melainkan terutama pemegang kekuasaan dan dan semua pihak yang dapat membentuk kenyataan sosial. Teori kritis atau radikal terbentuk di AS