1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirkumsisi1 secara bahasa adalah pemotongan bagian dari alat kelamin manusia (Ayyub, 2007: 25). Pada umumnya praktek sirkumsisi dilakukan oleh laki-laki ketika masih bayi, anak-anak, maupun menjelang remaja. Di Indonesia praktek sirkumsisi bagi laki-laki secara umum lebih dikenal dengan sunat dan khitan. Secara medis sirkumsisi terhadap laki-laki mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Medis menjelaskan bahwa penis yang belum disirkumsisi mengakibatkan terjadinya pengendapan urin di ujung penis. Fakta tersebut membuktikan bahwa penis yang sudah disirkumsisi mempunyai sisi positif dari sudut pandang kesehatan karena penis akan bersih dari endapan urin. Penis yang sudah disirkumsisi mempunyai resiko lebih kecil terhadap penularan penyakit kelamin daripada penis yang belum disirkumsisi (Arifin, 2010: 205). Sirkumsisi merupakan sebuah tradisi yang sudah ada di masa kuno. Salah satu peradaban kuno yang menjalankan tradisi tersebut adalah peradaban Mesir Kuno. Peradaban Mesir Kuno mempunyai tradisi sirkumsisi yang dapat diketahui pada gambar-gambar di dinding Piramid Saqqara, salah satu piramid peninggalan 1 Penggunaan istilah “sirkumsisi” dipilih dalam penelitian ini daripada istilah “mutilasi genital”, “sunat”, dan “khitan” karena istilah “sirkumsisi” mempunyai pemaknaan yang lebih luas dan dikenal dalam dunia medis. Istilah “sunat” dan “khitan” tidak dipilih karena istilah-istilah tersebut mempunyai kaitan erat dengan Islam dan ritual upacara. Istilah “mutilasi genital” tidak dipilih karena istilah tersebut muncul karena fenomena sirkumsisi perempuan di Afrika yang diduga menyebabkan kematian. Istilah “mutilasi genital” juga mempunyai pemaknaan penghilangan organ genital secara ekstrim. Sementara istilah “sirkumsisi” merupakan istilah dalam dunia kedokteran sehingga mempunyai pemahamahan yang lebih universal. 1 2 peradaban Mesir Kuno (Breasted, 1933: 10 dan Kandeel, 2007: 8). Selain terdapat pada gambar-gambar dinding piramid, sirkumsisi juga dapat ditemukan di jasad mumi (Strouhal, 1992: 29). Mumi yang ditemukan di Mesir menunjukkan bahwa alat kelamin mumi sudah mengalami proses sirkumsisi. Para sejarahwan menjelaskan bahwa praktek sirkumsisi di Mesir Kuno telah dipraktekkan kira-kira pada tahun 2000 sebelum Masehi (Gollaher, 2000: 3). Sirkumsisi tidak terlepas dari peristiwa Ibrahim yang mensirkumsisi dirinya sendiri atas perintah Tuhan. Ibrahim merupakan sumber dari tiga agama besar dunia yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam (Sholikhin, 2010: 167).2 Ketiga agama tersebut juga membahas dan mempunyai hukum-hukum sendiri tentang sirkumsisi. Yahudi memandang sirkumsisi sebagai hal yang harus dilakukan oleh laki-laki Yahudi. Sirkumsisi dalam Yahudi dinamakan brit milah yang berarti perjanjian untuk melakukan sirkumsisi (Handelman, 2000: 299). Sama halnya dengan Yahudi, Kristen juga mengenal sirkumsisi karena Yesus menjalani praktek sirkumsisi setelah hari ketujuh kelahirannya, walaupun kemudian Kristen tidak mempraktekkan sirkumsisi karena digantikan oleh baptis (Jacobs, 2012: 43 dan Carson, 2000: 229). Islam memandang sirkumsisi sebagai hal yang harus dilakukan laki-laki agar mencapai kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah khususnya shalat. Dari bukti-bukti tersebut, Yahudi, Kristen, dan Islam mengenal 2 Tiga agama tersebut lahir dari keturunan-keturunan Ibrahim yang dipilih oleh Tuhan. Yahudi mempunyai kitab suci yang bernama Taurat yang diturunkan pada Musa, sedangkan Musa merupakan keturunan Ibrahim dari Ishak. Kristen mempunyai kitab suci Bible, Yesus atau Isa merupakan keturunan Ibrahim dari Ishak. Islam mepunyai kitab suci yang bernama al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad dan merupakan keturunan Ibrahim dari Ismail. Ishak merupakan anak Ibrahim dari perkawinannya dengan Sarah, sedangkan Ismail merupakan anak Ibrahim dari perkawinannya dengan Hajar (Shenk, 2006: 346). 3 sirkumsisi yang bersumber pada peristiwa Ibrahim karena mendapat perintah dari Tuhan untuk bersirkumsisi. Jika Ibrahim adalah manusia pertama yang melakukan sirkumsisi, Hajar yang tidak lain adalah istri Ibrahim adalah perempuan pertama yang disirkumsisi. Sirkumsisi yang dialami oleh Hajar terjadi karena Sarah selaku istri pertama Ibrahim cemburu dan marah terhadap Hajar. Kecemburuan dan kemarahan Sarah dikarenakan dia mandul, sedangkan Hajar dapat memberikan keturunan terhadap Ibrahim. Sarah bersumpah momotong kedua telinga Hajar dan juga hidungnya. Ibrahim kemudian mengubah hukuman Sarah tersebut dengan memberi tindikan pada dua telinga Hajar, sedangkan pemotongan hidung diganti dengan sirkumsisi. (al-Thabari, 1992: 130, al-Tsa’labi: 71, Ibn Katsir, 1993: 159, danIbn Qayyim 1995: 103). Sirkumsisi perempuan pada awalnya bertujuan untuk melukai Hajar, seiring perkembangan waktu sangat lama menjadi sebuah tradisi yang dianggap penting bagi kehidupan masyarakat dilihat dari sosial budaya dan agama. Hal tersebut melahirkan sebuah tanda tanya besar dibalik fenomena tersebut. Pada masa sekarang terdapat empat tipe sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan jika dilihat dari aspek kesehatan sangat merugikan perempuan. Sirkumsisi perempuan dapat menyebabkan sakit jangka pendek dan jangka panjang. Efek buruk yang dialami perempuan jika melakukan sirkumsisi antara lain infeksi, sakit nyeri di area alat kelamin, tetanus, pendarahan, dan yang terparah adalah menyebabkan kematian (WHO, 2008: 33-34). Keberadaan tipe sirkumsisi perempuan tersebut melahirkan masalah besar. Hajar adalah perempuan pertama yang disirkumsisi, logikannya pasti terdapat satu tipe 4 sirkumsisi yang benar. Hajar tidak mungkin mempunyai sirkumsisi kompleks karena sejarah mencatat dia hanya mengalami sirkumsisi satu kali. Keberadaan tipe-tipe tersebut pasti terkena pengaruh evolusi rekayasa sirkumsisi yang dibuat oleh sosial budaya dengan waktu yang sangat lama yaitu diperkirakan selama 4000 tahun. Pada awal abad ketujuh Islam lahir di Jazirah Arab. Dalam perkembangannya Islam bersinggungan dengan tradisi yang terdapat di dalam fenomena kehidupan sosial pada masa itu, salah satunya sirkumsisi perempuan. Akhirnya muncul hadist dari Umm Athiyah dan hadist-hadist lainnya tentang sirkumsisi perempuan yang diperdebatkan hingga sekarang (Sahlieh, 2002: 189). Pada kenyataannya sirkumsisi perempuan tidak dijelaskan dalam al-Quran, begitu pula dengan sirkumsisi laki-laki. Sirkumsisi laki-laki dan perempuan banyak dijelaskan di dalam hadist. Perbedaannya sirkumsisi laki-laki telah disepakati hukumnya dalam Islam, sedangkan sirkumsisi perempuan diperdebatkan dan dianggap lemah. Dalam beberapa puluh tahun kemudian, Islam berkembang di daerah Jazirah Arab dan daerah sekitarnya. Tidak hanya wilayah yang berkembang, Islam juga berkembang pesat dari kuantitas pemeluknya dan kualitas ajaran agamanya. Pada masa itu lahir madzab-madzab Islam seperti Madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali yang menjawab permasalahan-permasalahan dalam Islam yang masih diperdebatkan. Madzab Hanafi, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan tidak mempunyai landasan yang kuat, sementara Madzab Syafi’i berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan mempunyai landasan kuat. Intinya tidak ada dari empat madzab tersebut yang melarang sirkumsisi perempuan. 5 Sirkumsisi perempuan pada umumnya menjadi bagian kehidupan sosial di negara-negara Afrika termasuk Mesir. Mesir merupakan negara pertama di Afrika yang mengalami islamisasi dan merupakan pintu gerbang penyebaran Islam di Afrika. Pada perkembangannya Islam berkembang sangat pesat di Mesir. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berdirinya Dinasti Fatimiyah, Ayyubiyah, dan Mamluk (Hitti, 2006: 797 dan Daftary, 2002: 148). Tidak hanya itu, Mesir juga memiliki Universitas al-Azhar yang menjadi simbol ilmu-ilmu Islam di dunia hingga sekarang (Hobbs, 1992: 8). Imam Syafi’i yang merupakan salah satu penggagas madzab Islam juga dimakamkan di Mesir, namun madzab terbesar di Mesir bukanlah Madzab Syafi’i akan tetapi Madzab Hanafi. Madzab Syafi’i merupakan madzab terbesar kedua di Mesir disusul Madzab Maliki dan Hanbali. Mengenai sirkumsisi perempuan, ternyata pemikiran ulama-ulama madzab yang telah dirumuskan kira-kira 1300 tahun yang lalu tetap mempunyai pengaruh kuat dan diakui kebenaran hasil pemikirannya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai perkembangan pemikiran Islam dalam melihat fenomena sosial. Jadi selama waktu 1300 tahun, ulama-ulama Islam termasuk Mesir tidak menjawab fenomena sirkumsisi perempuan karena dianggap sudah selesai. Oleh karena itu pemikiran Islam mengalami kebuntuan. Kematian gadis Mesir pada tahun 20073 karena proses praktek sirkumsisi perempuan, membuat lembaga fatwa Mesir yang bernama Dar al-Ifta’ mengeluarkan fatwa haram sirkumsisi pada tahun 2008 (Strong dan Cohen, 2013: 3 Gadis tersebut bernama Budour Ahmad Shaker yang meninggal akibat kesalahan anastesi sebelum sirkumsisi. Setelah fatwa haram dikeluarkan tahun 2008, pada tahun 2013 terjadi kasus serupa yaitu gadis berusia 13 tahun Suhair al-Bata’a meninggal setelah melakukan sirkumsisi yang dilakukan oleh dokter. 6 113). Hal tersebut tidak terlepas dari desakan dunia internasional khususnya negara-negara Barat. Tentu hal tersebut mengundang tanda tanya besar yaitu kematian gadis-gadis Mesir lainnya akibat sirkumsisi perempuan di masa sebelumnya yang tidak diketahui. Ternyata walaupun telah diharamkan, sirkumsisi perempuan di Mesir tetap dilakukan masyarakat terutama di daerahdaerah pedesaan. Mereka masih menganggap bahwa sirkumsisi perempuan adalah bagian dari syariat Islam yang harus dilakukan oleh perempuan. Apabila dihubungkan dengan Indonesia, sirkumsisi perempuan di Mesir dapat dijadikan landasan bahwasanya sirkumsisi dari sudut pandang Islam tidaklah kuat sehingga jika sirkumsisi perempuan di Indonesia dapat dicegah karena sirkumsisi perempuan tidak hanya terpengaruh oleh Islam namun juga terpengaruh oleh warisan budaya kuno. Dari berbagai alasan yang telah disebutkan di atas, sirkumsisi perempuan dari perspektif kehidupan sosial budaya termasuk di dalamnya aspek historis dan dari perspektif Islam termasuk di dalamnya hadist, madzab Islam, serta fatwa-fatwa ulama sangat penting dan menarik untuk dilteliti. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari penelitian yang berjudul “Sirkumsisi Perempuan di Mesir: Tradisi Kontroversial Warisan Budaya danPemikiran Ulama Islam”sebagai berikut: 7 1. bagaimanakah warisan tinjauan analisis historis sirkumsisi perempuan dari budaya dan Islam? 2. bagaimanakah pandangan madzab-madzab Islam dan ulama-ulama Mesir mengenai sirkumsisi perempuan? 3. apakah tujuan sirkumsisi perempuan di Mesir perspektif kehidupan sosial budaya? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian yang berjudul “Sirkumsisi Perempuan di Mesir: Tradisi KontroversialWarisan Budaya dan Pemikiran Ulama Islam” sebagai berikut: 1. menerangkan tinjauan analisis historis sirkumsisi perempuan dari warisan budaya dan Islam. 2. mengungkapkan pandangan madzab-madzab Islam dan ulama-ulama Mesir mengenai sirkumsisi perempuan. 3. menjelaskan tujuan sirkumsisi perempuan di Mesir perspektif kehidupan sosial budaya. 1.4 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini terdapat tiga perspektif, yaitu dari sudut pandang sosial budaya, medis,dan Islam. Keberadaan tinjauan pustaka sangat penting dalam melakukan penelitian terhadap fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir karena sebagai acuan dasar dalam penelitian 8 sirkumsisi perempuan. Dengan adanya tinjauan pustaka, letak perbedaan dalam penelitian mengenai sirkumsisi perempuan dapat diketahui. 1.4.1Perspektf Sosial Budaya Sirkumsisi Perempuan merupakan sebuah praktek sosial dari warisan budaya. Sirkumsisi perempuan tidak mempunyai hubungan dengan agama khususnya Islam jika dilihat dari sejarahnya. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Abdur Rahman4, dalam penelitiannya yang berjudul Khitan al-Inats: Al-Asbab wa al-Mu’taqidad. Sirkumsisi yang dilakukan oleh masyarakat Mesir menurutnya lebih mengarah ke aspek sosial yaitu sirkumsisi perempuan adalah warisan budaya, dengan sirkumsisi seorang perempuan dapat menjadi perempuan yang sempurna, syarat menuju pernikahan, menjaga keperawanan, menghindari perselingkuhan ketika berkeluarga, sirkumsisi perempuan sama saja seperti sirkumsisi laki-laki, dan alasan kecantikan. Alasan-alasan tersebut tidak ada hubungannya dengan Islam karena perempuan Kristen Koptik juga melakukan sirkumsisi. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Rogaia Abusharaf dalam penelitiannya yang berjudul Female Circumcision: Multicultural Perspectives bahwa sirkumsisi perempuan dilakukan oleh kebanyakan perempuan karena alasan-alasan kultural. Alasan-alasan kultural tersebut mengarah kepada warisan budaya kuno dari masa Mesir Kuno. Oleh sebab itu sirkumsisi perempuan yang terdapat di Afrika khususnya di Mesir dapat disebut sebagai Pharaonic Circumcision atau Sirkumsisi Firaun. 4 Abdur Rahman adalah dosen Fakultas Kedokteran di Universitas al-Azhar. Walaupun mempunyai latar belakang medis, Abdur Rahman tidak hanya menjelaskan sirkumsisi perempuan yang ada di Mesir dari aspek medis namun juga sosial budaya. Abdur Rahman menolak bahwa sirkumsisi perempuan merupakan tradisi warisan Islam (Rahman, 2008: 11). 9 1.4.2 Perspektif Medis Sirkumsisi perempuan dari aspek medis setelah diteliti tidak memberi manfaat dari segi kesehatan seperti yang telah dipercaya masyarakat Mesir. Masyarakat Mesir percaya bahwa sirkumsisi dapat membuat perempuan menjadi subur, sehat, dan membuat kehidupan rumah tangga menjadi bahagia. Miriam Ibrahim Hindi5dalam penelitiannya Khitan al-Inats baina Ulama’ al-Syari’ah wa al-Athiba’menjelaskan bahwa sirkumsisi dapat membahayakan dan merugikan kehidupan perempuan. Membahayakan karena dapat mengakibatkan kematian dan merugikan karena dalam jangka pendek maupun panjang, perempuan akan merasakan efek dari sirkumsisi. Kerugian perempuan antara lain adalah rasa sakit yang sering kambuh pada alat kelamin, kesakitan dalam berhubungan seksual, terkena infeksi, pendarahan, dan frigiditas atau kemampuan seks yang lemah. Pendapat serupa dipaparkan oleh Denniston, Hodges, dan Milos dalam penelitiannya yang berjudul Male and Female Circumcision: Medical, Legal, and Ethical Considerations in Pediatric Practice menjelaskan bahwa sirkumsisi merugikan kesehatan perempuan. Selain kesehatan, sirkumsisi perempuan akan mempengaruhi kehidupan seksual perempuan. Sebaliknya laki-laki diuntungkan dengan sirkumsisi karena mengurangi potensi terkena penyakit kelamin. 1.4.3Perspektif Islam Dalam pandangan Islam, sirkumsisi perempuan masih menjadi kontroversi. Hatim al-Hajj dalam penelitiannya Khitan al-Inats baina al-Fiqh wa 5 Miriam Ibrahim Hindi adalah dosen Syariah Islam Universitas Kairo. Sesuai dengan judul penelitiannya, dia memfokuskan penelitiannya dari segi hukum syariah dari berbagai hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan dan juga dari perspektif kedokteran (Hindi, 2001: 3). 10 al-Thibb menjelaskan bahwa masih terjadi perselisihan dari pandangan ulama dari berbagai madzab dalam masalah sirkumsisi perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari perbedaan dalam menafsirkan hadist mengenai sirkumsisi perempuan. Hanya ulama dari Madzab Syafi’i yang berpendapat bahwa sirkumsisi wajib bagi perempuan seperti laki-laki. Alfatih Suryadilaga dalam penelitiannya Aplikasi Penelitian Hadist: Dari Teks ke Konteks menjelaskan bahwa hadist-hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan merupakan hadist yang lemah karena terdapat periwayat hadist yang kurang terpercaya sebagai periwayat hadist. Sirkumsisi perempuan yang awalnya dilakukan oleh Hajar 4000 tahun yang lalu, pada masa sekarang terdapat empat tipe sirkumsisi perempuan. Secara logika Hajar hanya mempunyai satu tipe sirkumsisi, namun kenyataannya tipe tersebut berkembang. Diduga besar ada peranan sosial budaya dalam waktu kurun waktu 4000 tahun. Kehidupan sosial budaya pada masa yang lama tersebut diduga melahirkan rekayasa budaya dalam sirkumsisi perempuan diduga besar mendapat pengaruh dari elemen di dalamnya termasuk kekuatan patriarki dan sistem kepercayaan. Oleh karena itu, penelitian dengan analisis dari sudut pandang kehidupan sosial budaya khususnya kehidupan sosial budaya masyarakat Mesir mutlak digunakan. Selain analisis kehidupan sosial budaya, penelitian ini juga menggali permasalahan sirkumsisi perempuan perspektif Islam seperti hadist, madzab Islam, dan fatwa ulama. Lahirnya hadist memang tidak lepas dari fenomena sosial pada waktu itu. Adanya hadist sirkumsisi perempuan dalam Islam menandakan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan tradisi yang sudah ada pada masa 11 tersebut. Hadist sirkumsisi perempuan memang tidak kuat dan tidak dapat dijadikan landasan hukum. Madzab-madzab Islam memberikan pemahaman dan penafsiran mengenai sirkumsisi perempuan. Mengingat sirkumsisi perempuan tidak ada dalam al-Qur’an dan tidak kuat dalam hadist, pemikiran ulama madzabmadzab Islam sangat membantu umat Islam pada masa tersebut. Fatwa-fatwa ulama masa modern hingga lahirnya fatwa haram sirkumsisi perempuan dari Dar al-Ifta Mesir6 pada tahun 2008 memberikan suatu masalah besar. Dari lahirnya hadist hingga pengharaman sirkumsisi perempuan pada tahun 2008 terdapat sesuatu yang mengganjal sehingga penelitian ini akan menganalisis pandangan madzab-madzab Islam dan fatwa-fatwa ulama Mesir.Sirkumsisi perempuan di Mesir merupakan gabungan dari dua aspek besar yaitu kepercayaan terhadap sosial budaya dan pemahaman ajaran Islam. Penelitian ini membantah teori tentang sirkumsisi perempuan yang merupakan tradisi warisan dari budaya saja. Jadi penelitian ini membenarkan bahwa sirkumsisi perempuan memang warisan dari budaya kuno namun pada perkembangan di masa Islam, ulama-ulama Islam melalui pemikirannya menjadikan sirkumsisi perempuan bagian yang tidak dapat terlepas dari Islam. 1.5 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori hegemoni. Teori hegemoni dikenalkan oleh Antonio Gramsci. Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni muncul karena adanya dominasi golongan kelas atas terhadap golongan kelas bawah dan golongan kelas bawah mendukung dengan adanya dominasi 6 Dar al-Ifta’ merupakan lembaga agama Islam yang berwenang mengeluarkan fatwafatwa yang terkait dengan permasalahan Islam secara nasional di Mesir. Dar al-Ifta’ dipimpin oleh seorang mufti atau pimpinan ulama. 12 kelas atas tersebut. Kelas atas mengontrol kelas bawah dengan kekuatan namun tidak mengakibatkan perlawanan terhadap kelas bawah (Gramsci, 2007:10). Di dunia manapun terdapat hegemoni dalam kehidupan sosial karena dalam suatu masyrakat terdapat kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas yang memiliki kekuatan dan kekuasaan sangat leluasa dalam menunjukkan peran dalam kehidupan sosial (Martin, 2002: 321 dan Rutherford, 2004: 44-45). Fenomena sirkumsisi perempuan secara sistematis juga dilahirkan dari hegemoni budaya patrilineal di Mesir. Budaya patrilineal di dunia telah menghegemoni budaya matrilineal, buktinya adalah banyak fenomena sosial budaya yang mengacu pada sisi laki-laki (Gelfer, 2014: 161). Budaya patrilineal juga terdapat dalam ajaran Islam. Sebagai negara dengan mayoritas beragama Islam, Mesir banyak terpengaruh oleh ajaran-ajaran Islam dalam bidang sosial budaya di Mesir. Sebelum Islam ada di Mesir, negara tersebut mempunyai budaya patrilineal. Hal tersebut dibuktikan dengan bukti arkeologis peninggalan peradaban Mesir Kuno yang banyak mencontohkan dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam kehidupan sosial budaya (Allen, 2008: 2). WHO menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan dilihat dari sisi medis sangat merugikan perempuan karena tidak dapat menikmati hubungan seksual dan pada kasus yang lebih parah, sirkumsisi terhadap perempuan dapat mengakibatkan kematian (Ross, 2008: 474). Berbeda dengan perempuan, jika dilihat dari medis pula sirkumsisi sangat bagus untuk laki-laki karena mereduksi resiko terkena penyakit kelamin. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa laki-laki telah menghegemoni perempuan dilihat dari sisi budaya patrilineal. Laki-laki dapat menikmati hubungan seksual, sedangkan perempuan sulit bahkan tidak dapat menikmati hubungan seksual 13 (Munti, 2005: 43). Laki-laki dalam Islam juga diperbolehkan menikah dengan empat perempuan sekaligus, sedangkan perempuan hanya diperbolehkan menikah dengan seorang laki-laki saja. Hal yang patut diteliti dan dikaji adalah apakah ada hubungan antara sirkumsisi perempuan dengan fenomena pernikahan laki-laki tersebut. Jika terdapat fakta yang membuktikan hal tersebut maka adanya hegemoni patrilineal dalam fenomena perkawinan memang benar adanya. Selain aspek patrilineal, apabila dilihat dari kronologi sejarah, sirkumsisi perempuan di Mesir ada kaitannya dengan Islam. Fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir juga menunjukkan bahwa ajaran doktrin Islam mempengaruhi adanya sirkumsisi perempuan di Mesir hingga sekarang (Abusharaf, 2006: 110). Fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir sampai sekarang tetap dilakukan dan dianggap sebagai tradisi yang harus dilakukan oleh perempuan Mesir. Faktanya perempuan Mesir menerima dengan adanya fenomena sirkumsisi perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa doktrin agama dapat mengontrol atau menghegemoni perempuan Mesir untuk melakukan sirkumsisi padahal hukum sirkumsisi perempuan menurut Islam sendiri masih banyak perdebatan (Moghisi, 2005: 287-388). 1.5.1 Hegemoni Budaya Sebelum era modern, perempuan di kawasan Timur Tengah mempunyai persepsi yang sama mengenai tata busana serta penampilan fisik. Perempuanperempuan di Timur Tengah tersebut mempunyai anggapan yang sama pula dengan kecantikan yaitu perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki badan yang gemuk (Bagchi, 2011: 129 dan Hammond, 2005: 278). Selain 14 perempuan gemuk adalah perempuan yang cantik adalah tradisi perempuan memakai pakaian berwarna hitam. Pada umumnya pakaian hitam merupakan pakaian yang spesial bagi perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir (Wilson, 2011: 103-105 dan Rugh, 1986: 136). Anggapan yang dibangun oleh budaya tersebut menjadikan perempuan di Timur Tengah khususnya Mesir mudah sekali ditemukan perempuan bertubuh gemuk dan juga perempuan dengan memakai pakaian berwarna hitam karena lambang kecantikan. Dari berbagai contoh-contoh tersebut hegemoni budaya dapat menjadi hukum yang tidak tertulis yang diyakini masyarakat secara lingkup yang lebih luas dengan dibantu oleh kekuasaan. Legitimasi merupakan elemen penting bagi hegemoni budaya untuk menyebarkan kebenaran yang dianggap benar dan menjadi kekekalan (Hulsether, 2007: 11 dan Adamson 1980: 106, 120). Dari penjelasan tersebut dimungkinkan bahwa sirkumsisi pada kaum perempuan di Mesir merupakan tradisi dari budaya yang sudah ada kemudian pada perkembangannya dijadikan suatu kebenaran mutlak yang harus dilakukan perempuan di Mesir. 1.5.2 Hegemoni Agama Pada tradisi kuno, minum minuman keras yang dapat memabukkan merupakan suatu bagian dari budaya. Tradisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat. Pada masa awal Islam, tradisi tersebut tidak dilarang sepenuhnya. Tradisi minum minuman keras dilarang secara penuh ketika datang perintah dari Tuhan untuk tidak meminum minum keras. Turunnya perintah Tuhan tersebut mengakibatkan adanya sebuah sanksi dan hukuman bagi yang 15 melanggar perintah Tuhan tersebut (Rabb, 2013: 146). Sebelum Islam datang, poligami bagi laki-laki tidak mempunyai batasan artinya laki-laki dapat mempunyai banyak istri sesuai dengan kemampuan harta yang dimiliki. Pada masa Islam, poligami dibatasi dengan memiliki empat istri dan hal tersebut wajib dipatuhi, walaupun seperti itu memiliki satu istri adalah jalan yang lebih baik (alQardhawi, 2001: 724). Kedua kasus tersebut mengartikan bahwa agama mempunyai posisi kuat dalam kehidupan manusia. Peraturan agama mengatur kehidupan manusia dengan ketat dengan sanksi dan hukuman bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan agama. Pada masalah sirkumsisi pada perempuan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa agama mempunyai pengaruh yang kuat karena sirkumsisi perempuan memang terdapat dalam hadis walaupun landasan hukumnya lemah. 1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode studi pustaka dan lapangan. Dengan metode studi pustaka, dapat diperoleh data-data tentang fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir dilihat dari perspektif sejarah sirkumsisi secara umum dan munculnya praktek sirkumsisi perempuan. Sejarah sirkumsisi perempuan yang dimaksud adalah sejarah sebelum Islam seperti sirkumsisi perempuan yang dilakukan Hajar, sirkumsisi perempuan masa Mesir Kuno, dan juga sirkumsisi perempuan masa Islam. Dengan data historis tersebut titik kontroversi sirkumsisi perempuan akan mudah disimpulkan. Selain dari sumber sejarah juga diperlukan sumber dari ajaran Islam mengenai sirkumsisi 16 perempuan. Hal tersebut sangat diperlukan karena untuk analisis mengenai sirkumsisi perempuan yang pada sekarang menjadi fenomena yang ada di dalam kehidupan masyarakat, khususnya Mesir. Sementara itu dari lapangan yaitu dilakukan dengancara wawancara dengan beberapa ulama dari Universitas alAzhar dalam bidang hadist dan syariah. Selain dari ulama, beberapa masyarakat Mesirjuga dilibatkan dalam wawancara. Dari wawancara tersebut, dapat diperoleh informasi penting sirkumsisi perempuan di Mesir yang nantinya akan dihubungkan dengan kehidupan sosial budaya dan Islam. 1.6.2 Penyediaan Data Langkah pertama untuk menunjang penelitian mengenai sirkumsisi perempuan adalah mengumpulkan berbagai literatur. Literatur yang dibutuhkan adalah literatur sejarah, hadist-hadist, pandangan madzab-madzab Islam, dan juga fatwa-fatwa ulama masa modern mengenai sirkumsisi perempuan. Setelah semua data tersebut dapat dikumpulkan, maka analisis mengenai sisi kontroversi sirkumsisi perempuan dapat dirumuskan. Untuk menguatkan data-data tersebut, akan ditambahkan informasi dari komunikasi personal tentang sirkumsisi perempuan di Mesir. 1.6.3 Analisis Data Setelah data-data mengenai sirkumsisi perempuan telah terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah analisis data tersebut. Pertama adalah analisis data mengenai sejarah sirkumsisi perempuan sebelum Islam. Jika ditemukan kasus sirkumsisi perempuan sebelum Islam, maka sirkumsisi perempuan bukanlah warisan Islam. Kedua adalah analisis data sirkumsisi 17 perempuan masa Islam khususnya data sirkumsisi perempuan di dalam hadisthadist. Jika hadist-hadist terdapat penjelasan mengenai sirkumsisi perempuan maka sirkumsisi perempuan juga mendapat pengaruh dari Islam karena terdapat dalam salah satu sumber ajaran agama. Ketiga adalah analisis data sirkumsisi perempuan di dalam madzab-madzab Islam. Jika di dalam madzab-madzab Islam terdapat penjelasan yang menguatkan sirkumsisi perempuan merupakan suatu yang wajib atau keutamaan bagi perempuan, maka sirkumsisi perempuan juga mendapat pengaruh dari madzab-madzab Islam. Terakhir adalah analisis data sirkumsisi perempuan dari fatwa-fatwa ulama pada masa modern terhadap sirkumsisi perempuan masa sekarang. Untuk menyempurnakan analisis-analisis data tersebut, ditambahkan informasi mengenai sirkumsisi perempuan yang diperoleh dari komunikasi personal. 1.7 Sistematika Penulisan Dalam penyusunan penelitian yang berjudul “Sirkumsisi Perempuan di Mesir: Tradisi Kontroversial Warisan Budaya danPemikiran Ulama Islam”, sistematika penulisan tersusun dalam lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab II merupakan bab pembahasan yang menjelaskan tentang sirkumsisi perempuan di Mesir Islam. Bab III merupakan bab pembahasan yang menjelaskan sirkumsisi perempuan sebelum dan masa Islam. Bab IV merupakan bab pembahasan yang menjelaskan sirkumsisi perempuan perspektif Islam. Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari tesis. 18 BAB II SIRKUMSISI PEREMPUAN DI MESIR Mesir menjadi sorotan dunia internasional setelah pada tahun 2007 gadis yang bernama Budour Ahmed Shaker meninggal karena kesalahan proses sirkumsisi yang dilakukan oleh dokter. Kejadian tersebut melahirkan fatwa haram yang dikeluarkan Dar al-Ifta Mesir pada tahun 2008. Fatwa haram tersebut merupakan berita baik bagi dunia internasional yang sejak lama mengecam Mesir sebagai salah satu pusat kajian Islam. Islam dicurigai mempunyai pengaruh yang besar terhadap berlangsungnya praktek sirkumsisi perempuan. Walaupun fatwa haram telah dikeluarkan, pada kenyataannya praktek sirkumsisi perempuan tetap dilakukan terutama oleh anak-anak perempuan di wilayah pedesaan. Pada tahun 2013, gadis bernama Suhair al-Bata’a meninggal setelah disirkumsisi oleh seorang dokter di Mesir. Hal tersebut menandakan fatwa haram tidak efektif untuk mengakhiri praktek sirkumsisi perempuan. 2.1Praktek Sirkumsisi Perempuan di Mesir Sirkumsisi perempuan di Mesir mempunyai sejarah dari kehidupan sosial budaya sejak Mesir Kuno hingga datangnya Islam. Dengan sejarah panjang tersebut, sirkumsisi perempuan menjadi sebuah tradisi yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan sosial masyarakat Mesir. Oleh sebab itu, sirkumsisi perempuan di Mesir akan dijelaskan dari latar belakang dilakukannya sirkumsisi bagi perempuan, tenaga ahli sirkumsisi perempuan, waktu pelaksanaan sirkumsisi, dan juga hubungan sirkumsisi perempuan dengan, kemiskinan dan pendidikan. 2.1.1 Latar Belakang Sirkumsisi 19 Latar belakang sirkumsisi pada kaum perempuan terjadi karena empat faktor. Empat faktor tersebut adalah faktor sosial, faktor kesehatan, faktor agama, dan faktor internal. Keempat faktor tersebut mendorong perempuan harus melakukan sirkumsisi berdasarkan tujuan dan manfaat dari sirkumsisi yang dipercayai masyarakat. 2.1.1.1 Faktor Sosial Abdur Rahman (2011: 6) dosen Fakultas Kedokteran Universitas al-Azhar menjelaskan dalam penelitiannya bahwa latar belakang sirkumsisi perempuan dalam perspektif sosial ada tujuh yaitu warisan budaya, dengan sirkumsisi seorang perempuan dapat menjadi perempuan yang sempurna, syarat menuju pernikahan, menjaga keperawanan, menghindari perselingkuhan ketika berkeluarga, sirkumsisi perempuan sama saja seperti sirkumsisi laki-laki, dan alasan kecantikan. Latar belakang berlangsungnya praktek sirkumsisi di Mesir salah satunya karena alasan tradisi budaya yang telah ada sejak lama. Sirkumsisi diyakini telah ada di Mesir sejak tahun 2000 sebelum Masehi. Bukti tersebut dapat diketahui dari dinding Piramid Saqara yang menceritakan tentang ritual sirkumsisi dua orang remaja (Breasted, 1933: 10). Sementara itu, sirkumsisi perempuan telah ada sebelum Islam datang di Mesir. Penganut Kristen Koptik di Mesir telah menjalankan ritual sirkumsisi kepada remaja perempuan sebagai tradisi dari budaya (Shell-Duncan dan Hernlund, 2000: 263). Sirkumsisi bagi perempuan mempunyai arti sangat penting karena sebagai modal untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir diyakini sebuah tradisi yang 20 meniru peristiwa disirkumsisinya Hajar oleh Sarah karena sebuah kemarahan dan kecemburuan (Ibn Katsir, 1993: 159). Sumber lainnya menerangkan bahwa sirkumsisi perempuan di Afrika termasuk Mesir merupakan tradisi yang diwariskan dari Ratu Saba dari Kerajaan Saba yang diperkirakan berasal dari daerah Abesinia yang sekarang menjadi negara Ethiopia. Ratu Saba menjalani ritual sirkumsisi sebelum berkunjung ke Yerusalem untuk menikah dengan Raja Sulaiman (Sahlieh, 2012: 93 dan Leslau, 1957: 93). Oleh sebab itu perempuan terdapat suatu kepercayaan sebelum menuju ke fase kehidupan rumah tangga diharuskan untuk menjalani ritual sirkumsisi. Jika melihat peristiwa sirkumsisi Hajar, sirkumsisi perempuan di Mesir telah ada sejak 4000 tahun yang lalu karena Ibrahim diperkirakan hidup pada tahun tersebut. Dalam masa waktu yang lama tersebut, tradisi akan menjadi sebuah ketetapan dan kekekalan budaya yang tidak bisa dihapus selain oleh perintah dari Tuhan. Dalam Yahudi dan Kristen tidak terdapat larangan sirkumsisi perempuan karena kedua agama tersebut tidak mempunyai landasan hukum mengenai sirkumsisi perempuan. Islam sebagai agama samawi terakhir juga tidak terdapat landasan hukum untuk melarang tradisi sirkumsisi perempuan, bahkan Islam mempunyai pandangan sendiri dalam masalah sirkumsisi perempuan. Menjaga kesucian perempuan merupakan alasan pentingnya dilakukannya sirkumsisi perempuan (Denniston dkk, 1999: 154). Perempuan yang telah disirkumsisi baik tipe satu, dua, dan tiga akan lebih terkontrol nafsu seksualnya. Sirkumsisi pada perempuan pada umumnya dilakukan ketika masa anak-anak dan masa menjelang remaja. Tujuan sebenarnya sirkumsisi perempuan apabila dilihat 21 dari alasan tersebut adalah agar perempuan bisa menjaga kehidupan sosial dalam pertemanan pada masa remaja hingga masa sebelum menikah. Dengan nafsu yang terkontrol karena klitoris pada alat kelamin telah mengalami kerusakan ataupun hilang membuat perempuan pada usia muda tidak terpancing dalam melakukan hubungan seksual. Dalam arti yang lebih luas sirkumsisi perempuan bertujuan untuk menjaga keperawanan perempuan karena keperawanan dalam perempuan di Mesir sangatlah penting dan dalam dunia Islam tentunya (Grillo, 2008: 122). Keperawanan hanya diberikan untuk suaminya saja dan bukan untuk orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan dalam norma dan agama. Keperawanan merupakan harga mahal bagi perempuan di Mesir. Lanjut atau tidaknya sebuah pernikahan di Mesir salah satunya ditentukan dari keperawanan seorang istri. Pada malam pertama pernikahan, keluarga dari pihak laki-laki dan juga perempuan akan menunggu malam pertama tersebut dan melihat alas tidur pengantin setelah dipakai sepasang penagntin. Alas tidur malam pertama di Mesir secara tradisi berwarna putih dan keperawanan perempuan akan terlihat di malam pertama dari darah yang membekas di alas tidur yang berwarna putih tersebut. Jika terdapat bekas darah perawan pada alas tidur tersebut, maka kedua pihak keluarga tersebut akan senang dan sebaliknya jika tidak terdapat darah perawan, maka pernikahan tersebut akan terancam dengan perceraian (Sety, 2008: 19-20). Sementara itu mempelai laki-laki untuk membuktikan istrinya seorang perawan adalah dengan menunjukkan tisu yang terkena darah saat malam pertama pada keluarganya. Jika istri mempelai laki-laki perawan maka kedua keluarga besar baik dari mempelai laki-laki dan perempuan akan berteriak 22 lambang kegembiraan. Sebaliknya jika tidak perawan maka perkawinan tersebut akan terancam dengan perceraian (Mahmud, komunikasi personal). Selain menjaga keperawanan perempuan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sirkumsisi perempuan juga mencegah terhadap praktek masturbasi pada perempuan sendiri. Artinya sirkumsisi bagi perempuan merupakan sesuatu yang harus dilakukan sebelum menikah (Abusharaf, 2011: 163). Sirkumsisi perempuan bertujuan untuk mengurangi nafsu yang dimiliki perempuan sedangkan perempuan yang tidak disirkumsisi nafsu dalam dirinya akan tinggi dan tidak terkontrol. Kekhawatiran terhadap perempuan yang tidak disirkumsisi sebelum memasuki jenjang pernikahan adalah perempuan tersebut akan memuaskan nafsunya dengan cara masturbasi selain melakukan seks dengan lakilaki. Masturbasi diluar batas misalnya dengan tangan atau material lain, dikhawatrikan dapat merusak selaput dara yang berakibat hilangnya keperawanan. Jadi keperawanan hilang pada perempuan tidak hanya disebabkan oleh hubungan seksual, namun juga oleh sebab masturbasi. Oleh sebab itulah, keperawanan di Mesir merupakan hal yang sangat penting dan harus dijaga oleh perempuan sebelum menikah. Keperawanan merupakan kesucian perempuan yang harus dijaga dan sirkumsisi perempuan diyakini sebagi cara terbaik untuk menjaga kesucian tersebut. Intinya sirkumsisi perempuan dilakukan bertujuan untuk menjaga keperawanan perempuan. 2.1.1.2 Faktor Kesehatan Dalam aspek medis,Abdur Rahman (2011: 7) menjelaskan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan bahwa sirkumsisi pada perempuan 23 memberikan manfaat bagi kesehatan terhadap perempuan yang bersangkutan. Manfaat kesehatan yang diyakini masyarakat yaitu sirkumsisi pada perempuan akan menambah kesuburan, sirkumsisi perempuan dapat memperlancar proses persalinan, perempuan yang tidak disirkumsisi akan menyakitkan bagi suaminya ketika berhubungan seksual, perempuan yang tidak disirkumsisi dapat membuat suaminya impotensi, dan sirkumsisi bagi perempuan dapat menjadikan alat kelaminnya bersih dan membuat tubuh sehat. Kebersihan merupakan alasan berikutnya untuk melakukan sirkumsisi perempuan. Secara umum masyarakat percaya bahwa sirkumsisi perempuan membuat alat kelamin perempuan bersih dan terhindar dari endapan air kencing layaknya manfaat sirkumsisi laki-laki terhadap faktor kesehatan (Turshen, 2000: 162). Jika dilihat dari tipe sirkumsisi perempuan khususnya dan tipe tiga dengan adanya penjahitan, alasan kebersihan memang masuk akal karena alat kelamin perempuan akan lebih terjaga dari kotoran-kotoran dari luar seperti debu, kotoran pakaian, maupun kotoran yang berasal dari tangan. Namun sirkumsisi perempuan tipe tiga akan membawa masalah serius karena alat kelamin perempuan akan lebih lembab karena sempitnya lubang vagina yang membuat alat kelamin perempuan mudah sekali terkena penyakit keputihan yang berakibat mudahnya terkena infeksi serta membuat aroma alat kelamin sangat berbau. Selain itu air kencing tidak bisa optimal keluar karena sempitnya lubang vagina yang mengakibatkan alat kelamin perempuan tidak benar-benar besih dari air kencing (Abusharaf, 2011: 48). 24 2.1.1.3 Faktor Agama Faktor religius merupakan alasan lain yang melandasi dilakukannya praktek sirkumsisi perempuan (Denniston dan Milos, 1997: 51). Agama merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan sirkumsisi perempuan di Mesir berlangsung dari generasi ke generasi. Pedoman hadist tentang sirkumsisi perempuan yang dipegang teguh oleh masyarakat, tidak bisa dipungkiri lagi sebagai pemicu tetap berlangsungnya tradisi sirkumsisi perempuan (Turshen, 2000: 145). Kepercayaan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari syariat Islam merupakan faktor penentu sirkumsisi perempuan. Selain keyakinan harus atau tidaknya sirkumsisi perempuan, banyak juga ulama-ulama Islam yang memandang bahwa sirkumsisi perempuan tidak wajib bagi perempuan. Pada kenyataannya jika dilihat dari sejarah sirkumsisi perempuan memang bukan warisan dari Islam. Sirkumsisi perempuan sudah ada sebelum Islam. Pada masa Nabi Muhammad, sirkumsisi perempuan sudah ada dan sirkumsisi yang tertulis dalam hadist merupakan bukti bahwa sirkumsisi perempuan sudah ada sebelum Nabi Muhammad. Abdur Rahman (2011: 8) juga menambahkan dalam penelitiannya, bahwa dasar hukum sirkumsisi perempuan dalam Islam tidak kuat. Kelemahan hukum sirkumsisi perempuan disebabkan karena dalam al-Qur’an tidak terdapat perintah mengenai sirkumsisi perempuan. Selain itu tidak terdapat satupun ulama yang berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari syariat Islam yang harus dilakukan. Hadist-hadist Nabi Muhammad yang menjelaskan sirkumsisi perempuan tidak ada yang kuat menurut ulama hadist. Abdur Rahman 25 juga menambahkan bahwa perempuan Kristen Koptik Mesir juga melakukan sirkumsisi perempuan. Hal tersebut menandakan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan warisan budaya dan bukan dari syariat Islam. Pendapat Abdur Rahman dalam melihat sirkumsisi perempuan dari aspek Islam tampaknya terdapat kelemahan karena tidak melihat pendapat ulama dari Madzab Syafi’i. Ulama-ulama Madzab Syafi’i menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah kewajiban layaknya sirkumsisi yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Pendapat Abdur Rahman tersebut merupakan bentuk penyangkalan adanya keterlibatan Islam dalam hal ini yang dimaksud adalah personalnya dalam lahirnya sirkumsisi perempuan. 2.1.1.4 Faktor Internal Berjalannya praktek sirkumsisi perempuan juga tidak bisa terlepas dari faktor orangtua. Orangtua merupakan alasan internal dari berlangsungnya praktek sirkumsisi perempuan di Mesir. Keterikatan terhadap tradisi yang sangat kuat, faktor agama, alasan menjaga kebersihan, menjaga keperawanan sebelum menikah merupakan faktor eksternal. Semua faktor eksternal bisa ditolak jika orangtua melawan semua faktor tersebut agar tidak melakukan sirkumsisi terhadap anak-anak perempuannya. Kebanyakan orangtua di Mesir menginginkan anak perempuannya untuk melakukan praktek sirkumsisi perempuan demi kehormatan keluarga dan anak perempuannya (Knox dan Schacht, 2007: 60 dan Atiya, 1982: 137). Pada saat ini, pada masyarakat perkotaan, keinginan orangtua untuk menyarankan sirkumsisi terhadap anak perempuannya menurun karena sosialisasi bahaya sirkumsisi perempuan. Pada masyarakat pedesaan di Mesir, 26 kebanyakan orangtua tetap melakukan tradisi sirkumsisi terhadap anak-anak perempuannya. Pada umumnya praktek sirkumsisi perempuan dilakukan di dokter atau tenaga ahli medis sesuai dengan peraturan Pemerintah Mesir namun pada tahun 2008, Pemerintah Mesir telah mengeluarkan undang-undang larangan praktek sirkumsisi perempuan setelah diharamkannya sirkumsisi perempuan oleh Dar al-Ifta’ Mesir. 2.1.2 Tenaga Ahli Sirkumsisi Dalam praktek sirkumsisi tentu saja kebutuhan mengenai tenaga ahli merupakan hal yang sangat penting. Setidaknya terdapat tiga tenaga ahli yang dipercaya masyarakat Mesir untuk melakukan praktek sirkumsisi perempuan. Tenaga ahli tersebut antara lain dokter, tenaga medis atau perawat, dan daya atau tenaga medis tradisional (El-Zanaty dan Way, 2009: 196). Dokter merupakan tenaga ahli yang dipercaya masyarakat Mesir untuk melakukan praktek sirkumsisi terhadap anak-anak perempuan mereka. Masyarakat mempunyai beberapa alasan untuk membawa anak-anak perempuan mereka untuk melakukan praktek sirkumsisi di dokter. Alasan pertama yang sangat penting adalah dokter mempunyai alat medis yang lengkap disertai kemampuan dan pengalaman dalam melakukan sirkumsisi. Hal tersebut akan menjamin keselamatan anak-anak perempuan yang melakukan praktek sirkumsisi. Alasan kedua adalah aturan pemerintah Mesir untuk melakukan sirkumsisi perempuan di tempat yang diperbolehkan oleh pemerintah yaitu dokter baik di rumah sakit maupun di tempat praktek serta tenaga ahli medis seperti perawat (Sayyid Ahmad, komunikasi personal). 27 Pada tahun 2008, Pemerintah Mesir mengeluarkan peraturan yang intinya melarang sirkumsisi perempuan di Mesir setelah pemberitaan besar-besaran kasus anak perempuan Mesir yang meninggal setelah melakukan praktek sirkumsisi (Rutherford, 2013: 186). Walaupun larangan sirkumsisi perempuan di Mesir telah disahkan namun masyarakat Mesir tetap melakukan sirkumsisi perempuan karena alasan faktor eksternal seperti tradisi, agama, kebersihan, kehormatan, dan kesucian perempuan. Masyarakat Mesir khususnya para orangtua memandang bahwa sirkumsisi perempuan merupakan masa depan anak perempuan mereka. Tidak melakukan sirkumsisi berarti meninggalkan budaya serta agama. Tidak melakukan sirkumsisi mengindikasikan melepaskan sisi-sisi kehormatan perempuan (Konrad dkk, 2006: 131). Selain dokter, masyarakat Mesir melakukan sirkumsisi terhadap anak-anak perempuan mereka di tempat para perawat yang ahli melakukan sirkumsisi perempuan. Alasan masyarakat Mesir mempercayai perawat untuk melakukan sirkumsisi terhadap anak-anak perempuan mereka adalah dari aspek medis yaitu mereka mempunyai keahlian dan alat medis yang lengkap layaknya seorang dokter. Disamping itu biaya yang dikeluarkan masyarakat Mesir tidak sebanyak di tempat dokter. Sebelum tahun 2008, jumlah praktek sirkumsisi perempuan yang dilakukan dokter dan perawat sangat banyak karena kesadaran masyarakat Mesir akan keselamatan anak-anak perempuan mereka dibandingkan melakukan praktek 28 sirkumsisi pada daya.7 Walaupun masyarakat Mesir mempercayakan melakukan sirkumsisi ke dokter maupun perawat tetap saja terdapat kasus kematian anakanak perempuan ketika melakukan praktek sirkumsisi, puncaknya kematian gadis yang bernama Budour Ahmad Shaker pada tahun 2007 (Strong dan Cohen 2013: 113). Akibat kasus itulah pemerintah Mesir menetapkan bahwa sirkumsisi perempuan dilarang di Mesir karena dunia medis tetap tidak menjamin keselamatan nyawa anak-anak perempuan yang melakukan sirkumsisi atas keinginan orangtua dan keluarga besar mereka. Peraturan tentang larangan sirkumsisi perempuan oleh pemerintah Mesir pada tahun 2008 mempunyai dampak yang sangat besar bagi praktek sirkumsisi perempuan. Dokter dan perawat dilarang menerima praktek sirkumsisi perempuan. Akibat larangan dari pemerintah tersebut, terdapat para dokter dan perawat yang tetap menerima praktek sirkumsisi perempuan melakukannya dengan cara ilegal atau diluar aturan resmi pemerintah. Larangan sirkumsisi pada tahun 2008 mengakibatkan banyak dokter dan perawat menolak untuk menerima praktek sirkumsisi. Dokter dan perawat yang tetap melakukan praktek sirkumsisi dapat dikenai sanksi tegas dari pemerintah berupa denda 1000 sampai 5000 Pound Mesir jika menghilangkan nyawa anak-anak perempuan karena sirkumsisi (Kelly dan Breslin, 2010: 113). Sayangnya sanksi yang telah ditetapkan pemerintah tersebut tidak pernah berjalan dengan semestinya yang mengakibatkan larangan sirkumsisi perempuan tidak efektif. Daerah pedesaan masih banyak melakukan sirkumsisi perempuan karena daerah pedesaan 7 menjunjung tradisi sirkumsisi Daya merupakan perempuan yang berprofesi sebagai tenaga ahli dalam proses kelahiran secara tradisional dan juga tenaga ahli sirkumsisi secara tradisional (El-Mehairy, 1984: 30 dan Morgan, 1996: 197). 29 perempuan. Akibatnya pada tahun 2013, gadis Mesir bernama Suhair al-Bata’a meninggal setelah disirkumsisi oleh seorang dokter dengan praktek illegal (The Guardian, 2014). Sebelum sirkumsisi perempuan menjadi perbincangan di dunia, yaitu sebelum tahun 1990, masyarakat Mesir baik di perkotaan dan di pedesaan mempercayakan daya sebagai orang yang bertugas untuk melakukan sirkumsisi terhadap anak-anak perempuan mereka (Mayfield, 2012: 186). Dibandingkan dengan dokter dan perawat, daya lebih mempunyai pengaruh dalam praktek sirkumsisi perempuan. Dokter dan perawat memang memiliki pengetahuan medis yang luas dan ditunjang peralatan yang lengkap namun daya memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh dokter maupun perawat yaitu tradisi. Dayamemiliki tradisi yang kuat karena telah ada dan menemani perjalanan sirkumsisi perempuan dari generasi ke generasi sebelum alat-alat dan obat-obatan dari medis dikenal luas oleh masyarakat Mesir (Mayfield, 2012: 183185). Tabel 2.1 Tenaga Sirkumsisi Perempuan di Mesir, Perempuan Usia 15-49 Tahun (DHS 2008) Tenaga Sirkumsisi Dokter Perawat Kesehatan Daya Barber Ghagaria Tidak Diketahui Presentase 24,2 7,7 62,7 2,1 1,5 1,6 30 Tabel 2.2 Tenaga Sirkumsisi Perempuan di Mesir, Perempuan Usia 0-17 Tahun (DHS 2008) Tenaga Sirkumsisi Dokter Perawat Kesehatan Daya Barber Ghagaria Tidak Diketahui Presentase 71,6 5,8 20,7 1 0,2 0,7 Keberadaan daya diduga telah ada di Mesir sejak zaman Mesir Kuno karena sirkumsisi perempuan di Mesir biasanya disebut sirkumsisi warisan Firaun. Keberadaan daya memperkuat dugaan bahwa profesi tersebut bagian dari masa kuno dan menyebar di daerah-daerah sekitarnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hadirnya Umm ‘Athiyah di dalam hadist yang mempunyai profesi tersebut. Daya yang merupakan perempuan menjadi nilai lebih dibandingkan dokter dan perawat karena sirkumsisi perempuan hendaknya yang melakukan adalah seorang perempuan sedangkan dokter dan perawat yang ahli dalam sirkumsisi belum tentu berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut berkaitan dengan hukum aurat dalam Islam dan juga norma kesopanan. Oleh sebab itu daya mempunyai posisi istimewa bagi masyarakat Mesir dalam hal sirkumsisi perempuan. 2.1.3 Waktu Sirkumsisi Sirkumsisi bagi laki-laki merupakan suatu hal yang harus dilakukan walaupun hukum asalnya adalah sunah. Kesempurnaan Islam bagi laki-laki salah satunya ditentukan oleh sirkumsisi karena sirkumsisi merupakan langkah untuk 31 menuju kesucian dalam beribadah kepada Tuhan. Waktu sirkumsisi dalam hadis memang tidak terbatas karena melihat periodesasi seseorang masuk Islam.8 Pada kasus sirkumsisi perempuan pada umumnya batas pelaksanaan sirkumsisi adalah sebelum memasuki usia pernikahan (Somervill, 2008: 46). Hal tersebut sangat berbeda dengan waktu sirkumsisi laki-laki. Jika melihat peristiwa Nabi Muhammad yang memberi peringatan kepada Umm ‘Athiyah untuk tidak memotong terlalu banyak agar menjadikan perempuan yang bersangkutan lebih cantik dan membuat perempuan lebih disenangi laki-laki ketika berhubungan seksual sangat jelas bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi yang tujuan utamanya adalah suami perempuan tersebut. Suami berhak mendapatkan kepuasan dan juga mendapatkan keperawanan yang terjaga oleh sirkumsisi. Waktu sirkumsisi perempuan di Mesir pada umumnya dilakukan pada umur 7 sampai 12 tahun. Disamping waktu tersebut juga ada sirkumsisi yang dilakukan ketika usia bayi hingga usia 6 tahun dan juga usia setalah berumur 12 tahun namun angka sirkumsisi pada waktu tersebut hanya sedikit (El-Zanaty dan Way, 2009: 201). Pelaksanaan pada umur tersebut dilandasi oleh beberapa alasan. Alasan yang paling kuat adalah pada masa tersebut alat kelamin sudah dianggap siap dan kekuatan mental pada perempuan sudah terbentuk. Jika sirkumsisi perempuan dilaksanakan ketika masih bayi, alat kelamin pada perempuan dianggap masih belum kuat dan resiko akan terjadinya infeksi dan pendarahan 8 Jika seseorang masuk Islam pada usia 40 tahun maka hendaknya melakukan sirkumsisi tidak lama setelahnya. Sirkumsisi bagi laki-laki sebaiknya dilakukan sebelum memasuki usia dewasa yang ditentukan dalam Islam yaitu dari bayi hingga masa pubertas. 32 yang mengakibatkan kematian akan besar. Ketika usia masih bayi, klitoris masih kecil sekali dan pertumbuhan klitoris masih belum bisa diketahui. Tabel 2.3 Usia Sirkumsisi Perempuan di Mesir (DHS 2008) Usia Presentase <3 3-4 5-6 7-8 9-10 11-12 13-14 15-17 Tidak Diketahui 4,6 3,2 9,4 14,9 39,8 22,1 4,1 0,4 1,6 Pada usia 7 tahun, sirkumsisi perempuan dapat ditentukan karena pada perkembangannya besar dan kecil klitoris pada perempuan berbeda. Jika orangtua menginginkan sirkumsisi perempuan tipe satu jenis pertama maka besar kecil klitoris tidak ada pengaruhnya karena sasaran sirkumsisi adalah kulit pembungkus klitoris. Sedangkan pada sirkumsisi perempuan tipe satu jenis kedua, sirkumsisi perempuan dapat dijadikan ketentuan pemotongan banyak atau sedikit dari klitoris. Nafsu seksual pada perempuan dapat diketahui dari besar atau kecilnya klitoris. Banyak atau tidaknya klitoris yang dipotong bisa ditentukan dari besar kecilnya klitoris perempuan dan waktu pelaksanaan sirkumsisi yang paling tepat adalah ketika perempuan berusia 7 hingga 12 tahun. Disamping alasan alat kelamin khususnya klitoris, alasan berikutnya adalah perkembangan mental. Usia 7 hingga 12 tahun dinilai usia yang tepat untuk sirkumsisi perempuan. Usia 7 hingga 12 tahun juga dinilai sudah kuat menahan 33 rasa sakit. Selain hal tersebut, perempuan dalam usia tersebut timbul rasa kepercayaan diri dan keberanian untuk melakukan sirkumsisi perempuan sebagaimana lingkungan dan tradisi mengharuskan anak-anak perempuan melakukannya. Usia 12 tahun ke atas terlebih usia-usia menjelang pernikahan seperti 17 hingga 22 tahun dinilai kurang tepat karena dari segi fisik perempuan sudah dalam keadaan sangat dewasa. Pemulihan setelah sirkumsisi juga dijadikan bahan pertimbangan mengapa sirkumsisi perempuan dilakukan pada usia tersebut. Jika sirkumsisi dilakukan pada usia dewasa maka bekas dari sirkumsisi dikhawatirkan belum hilang yang tentu saja mempengaruhi dalam kehidupan seksual ketika sudah menikah. Jika sirkumsisi dilakukan pada usia bayi dikhawatirkan terjadinya kesalahan dalam proses sirkumsisi. Masa menstruasi merupakan alasan penting dilaksanakannya sirkumsisi perempuan pada usia 7 hingga 12 tahun. Berdasarkan agama Islam, menstruasi pada perempuan dimulai ketika berusia 9 tahun, sedangkan menstruasi yang datang lebih cepat atau lebih lambat dapat dipengaruhi dari berbagai faktor misalnya genetika, lingkungan, makanan, dan faktor-faktor lainnya. Pada umumnya perempuan di Mesir mendapatkan menstruasi ketika berumur 12 tahun (Shalih Mathar, komunikasi personal). Sirkumsisi perempuan di Mesir dilakukan ketika perempuan yang bersangkutan belum memasuki masa menstruasi. Jika sirkumsisi dilaksanakan pada masa aktif menstruasi, maka pemulihan sirkumsisi akan lebih lama dan beresiko terjadi infeksi karena terkena darah menstruasi. 34 2.1.4 Sirkumsisi Perempuan, Kemiskinan, dan Pendidikan Penduduk Mesir saat ini diperkirakan berjumlah 80 juta dari angka kasar sensus penduduk tahun 2007 dan diperkirakan lebih dari 90 juta di tahun 2015. Persebaran penduduk Mesir sangat tidak merata yaitu 95 persen di Kairo dan kota-kota lain sepanjang aliran Sungai Nil (Lababidy dan Rancy, 2008: 1).9 Kairo yang merupakan ibu kota Mesir dan kota yang mempunyai penduduk terbesar dan terpadat juga dialiri oleh Sungai Nil. Hal tersebut membuat perbedaan mencolok antara kawasan perkotaan yang padat akan penduduk dengan kawasan pedesaan yang hanya dihuni oleh penduduk-penduduk tradisional. Jika dilihat dari satelit luar angkasa di malam hari sangat tampak sekali bahwa penduduk Mesir terkonsentrasi di sepanjang Sungai Nil yang menyebabkan daerah tersebut sangat terang dan bercahaya karena pemakaian energi yang sangat besar. Tabel 2.4Wilayah Persebaran Sirkumsisi Perempuan di Mesir (DHS 2008) Wilayah Penyebaran Perkotaan Pedesaan Presentase 85,1 95,1 Dalam masalah pendidikan, Mesir merupakan salah satu negara terkemuka di Afrika. Universitas-universitas terkenal di Afrika juga terdapat di Mesir.10 Mesir memang memiliki universitas-universitas ternama namun kenyataannya 9 Permukiman penduduk Mesir terkonsentrasi di sepanjang Sungai Nil begitu pula persebaran kota-kota yang menjadi ibu kota provinsi seperti Aswan, Asyut, Faiyum, Luxor, Qena, Sohag, Tanta, Giza, Subra, dan Mansura. 10 Mesir memiliki universitas publik yang terkenal yaitu Universitas Kairo dan Universitas Ain Shams. Uang kuliah di universitas tersebut dapat mencapai 1500 poundsterling per tahun. 35 tingkat buta huruf di Mesir masih sangat tinggi yaitu sebesar 26,8 persen pada tahun 2008 dan perempuan merupakan penduduk yang memiliki angka terbesar dalam angka buta huruf. Lembaga internasional memberikan informasi bahwa tingkat buta huruf di Mesir masih sangat tinggi yaitu 40 persen pada tahun 2005 (Arnett, 2007: 264). Angka buta huruf di Mesir dipengaruhi oleh tingkat pendapatan penduduk yang rendah. Pendapatan per kapita Mesir sekitar 3200 Dollar Amerika menurut catatan International Monetary Fund pada tahun 2012. Pendapatan per kapita yang kecil tersebut dikarenakan ekonomi Mesir memburuk setelah terjadinya revolusi pada tahun 2011 dan masih terasa hingga sekarang. Pendapatan per kapita tersebut jauh dari angka ideal pendapatan per kapita sebuah negara yang makmur yaitu di atas 10000 Dollar Amerika Serikat. Terdapat dua golongan penduduk Mesir apabila dilihat dari pendapatan ekonominya. Pertama adalah penduduk yang sangat kaya dan penduduk yang miskin. Penduduk yang kaya pada umumnya dapat bersekolah hingga jenjang universitas bahkan bersekolah hingga luar negeri seperti di berbagai negara Eropa dan Amerika Serikat. Sedangkan penduduk miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi karena perguruan tinggi di Mesir membutuhkan biaya yang banyak yaitu sekitar 1500 Poundsterling per tahun kecuali Universitas al-Azhar yang tidak memungut biaya kuliah.11 Tabel 2.5 Sirkumsisi Perempuan di Mesir Menurut Tingkat Pendidikan (DHS 2008) 11 Unversitas al-Azhar tidak memungut biaya kuliah kecuali biaya administrasi yang per tahunnya hanya 100 Pound Mesir. 36 Tingkat Pendidikan Presentase Tidak Bersekolah Sekolah Dasar Sekolah Menengah Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi 97,6 96,4 88,8 87,4 Sirkumsisi perempuan di Mesir berhubungan sangat erat dengan pendidikan dan juga tingkat kemiskinan. Data statistik Mesir pada tahun 2008 menunjukkan bahwa penduduk dari kalangan berpendidikan jumlah presentase perempuan yang melakukan sirkumsisi lebih rendah dibandingkan keluarga dari kalangan tidak berpendidikan. Begitu pula dari keluarga dari kalangan atas atau kaya, angka sirkumsisi perempuan juga lebih rendah dari keluarga miskin di Mesir. Keluarga dari kalangan berpendidikan ketertarikan terhadap sirkumsisi perempuan menurun karena mereka sadar betul akan bahaya sirkumsisi dan sirkumsisi hanyalah sebuah warisan budaya dan landasan dari agama masih banyak perdebatan (El-Zanaty dan Way, 2009: 200). Tabel 2.6 Sirkumsisi Perempuan di Mesir Menurut Ekonomi Keluarga (DHS 2008) Ekonomi Keluarga Miskin Menengah Bawah Menengah Menengah Atas Kaya Presentase 95,4 96,1 95,2 91,8 78,3 Sirkumsisi perempuan tidak bisa dilepaskan dari masyarakat miskin karena sirkumsisi merupakan sebuah tradisi untuk kehormatan perempuan di kehidupan sosial. Kalangan penduduk miskin dan tidak berpendidikan juga masih 37 meyakini bahwa sirkumsisi perempuan sangat mempunyai keterkaitan dengan faktor ekonomi karena sirkumsisi perempuan merupakan elemen penting dalam menuju dunia pernikahan. Pada umumnya sirkumsisi perempuan masih menjadi tradisi yang masih dijunjung tinggi di daerah pedesaan dan daerah yang jauh dari kota besar seperti Kairo dan Alexandria 2.2 Jenis Sirkumsisi Perempuan Berdasarkan data-data yang diperoleh dari praktek sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika termasuk Mesir, World Health Organization (WHO) dan juga lembaga-lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa menyimpulkan bahwa sirkumsisi perempuan dapat digolongkan menjadi empat tipe sirkumsisi (WHO, 2008: 24). Keempat tipe sirkumsisi tersebut mempunyai perbedaan masing-masing dalam proses praktek sirkumsisinya. Hal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada kejelasan maupun kesepakatan dalam sirkumsisi terhadap perempuan layaknya sirkumsisi laki-laki yang telah disepakati bagian dari alat kelamin yang harus disirkumsisi yaitu kulit pembungkus ujung penis. 38 Gambar 2.1 Anatomi Eksternal Vagina (body-disease.com) Tabel 2.7 Tipe-tipe Sirkumsisi Perempuan menurut WHO Tipe Sirkumsisi Perempuan WHO Tahun 2008 Tipe Sirkumsisi Perempuan WHO Tahun 1995 Tipe I: Pemotongan sebagian atau seluruh klitoris/ sebagian atau seluruh kulit pembungkus klitoris atau Clitoridectomy. Tipe Ia: Menghilangkan kulit klitoris Tipe Ib: Menghilangkan klitoris beserta kulit pembungkusnya Tipe II: Menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora dengan atau tanpa memotong labia mayora Tipe IIa: Menghilangkan labia minora Tipe IIb: Menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora Tipe IIc: Menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris, labia minora, dan labia mayora. Tipe I: Pemotongan kulit pembungkus klitoris dengan atau tanpa pemotongan sebagian kecil klitoris Tipe II: Pemotongan klitoris dan pemotongan sebagian atau seluruh labia minora 39 Tipe III: Penyempitan lubang vagina dengan menghilangkan labia minora dan labia majora kemudian dijahit tanpa atau dengan menghilangkan klitoris Tipe IIIa: Penyempitan lubang vagina dengan menghilangkan labia minora Tipe IIIb: Penyempitan lubang vagina dengan menghilangkan labia mayora Tipe IV: Tidak bisa diklasifikasikan, Semua hal yang menyakitkan dan membahayakan alat kelamin perempuan tanpa prosedur medis seperti penusukan, penindikan, mengikis, dan membakar. Tipe III: Pemotongan sebagian atau seluruh bagian luar alat kelamin perempuan kemudian dijahit untuk menyempitkan lubang vagina Tipe IV: Tidak bisa diklasifikasikan, penusukan dan penindikan pada klitoris dan atau labia, peregangan klitoris dan atau labia, membakar klitoris, mengikis atau juga memotong lubang vagina, menggunakan ramuan atau zat herbal yang menyebabkan pendarahan dan juga mempunyai tujuan mengencangkan dan menyempitkan vagina. Gambar 2.2 Tipe Sirkumsisi Perempuan (whobroughttheblonde.com) 2.2.1 Sirkumsisi Perempuan Tipe I 40 Sirkumsisi tipe satu sering disebut sebagai Sunna Circumcision (Nyanweso, 2014: 23).12 Sirkumsisi perempuan tipe satu merupakan tipe sirkumsisi perempuan paling banyak dilakukan di berbagai negara Afrika termasuk Mesir (Kaplan, 2011: 315). Semua sirkumsisi perempuan pada hakikatnya dapat membahayakan keselamatan perempuan akan tetapi sirkumsisi perempuan tipe satu memiliki resiko lebih kecil mengakibatkan kematian jika dilakukan dengan prosedur yang benar dan dilakuakan oleh tenaga ahli medis seperti dokter atau perawat. Rumah sakit di Mesir maupun dokter tidak pernah mendata secara pasti tentang praktek sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan merupakan permintaan dari orangtua perempuan baik ayah maupun ibunya dikarenakan berbagai faktor dari agama, budaya, kebersihan, menjaga kehormatan perempuan, dan sebagainya. Gambar 2.3 Sirkumsisi Perempuan Tipe I (about-fgm.co.uk) Sirkumsisi perempuan tipe satu terbagi menjadi dua jenis menurut WHO pada tahun 2008 dan berbeda dengan keputusan WHO pada tahun 1995. Jenis 12 Sirkumsisi tipe satu dengan memotong sedikit kulit pembungkus klitoris merupakan penafsiran sirkumsisi secara Islam. Hal tersebut merupakan penafsiran dari Madzab Syafi’i seperti yang telah dijelaskan oleh Ibn Qoyyim, Imam al-Mawardi, dan Imam al-Nawawi di dalam kitabkitabnya. 41 pertama adalah sirkumsisi perempuan dengan menghilangkan kulit klitoris. Sekilas sirkumsisi tersebut mirip dengan sirkumsisi pada laki-laki karena menghilangkan kulit yang menutupi ujung penis. Begitu pula dengan sirkumsisi perempuan tipe satu jenis pertama yaitu menghilangkan kulit yang menutupi klitoris. Sirkumsisi perempuan tersebut mempunyai resiko paling kecil terhadap keselamatan perempuan karena kasus kematian perempuan yang paling banyak disebabkan karena adanya pendarahan hebat akibat pemotongan sebagian atau seluruh dari klitoris. Namun sirkumsisi tipe satu jenis pertama bisa saja membahayakan keselematan perempuan jika dilakukan tidak sesuai dengan prosedur seperti pisau dan alat-alat sirkumsisi yang tidak steril dan kotor. Infeksi pada alat kelamin perempuan tetap menjadi ancaman dalam jangka pendek maupun panjang jika tidak mendapat perhatian dan pengecekan serius dari tenaga ahli. Bahaya tetanus juga mengancam jika alat sirkumsisi berupa pisau dan alat lainnya tidak steril. Artinya penyakit di alat kelamin dan kematian tetap mengancam keselamaan perempuan jika tidak dilakukan oleh tenaga ahli medis dan sesuai dengan prosedur medis. Sirkumsisi perempuan tipe satu jenis kedua sirkumsisi perempuan dengan memotong sebagian kecil maupun sedang klitoris ataupun memotong seluruh klitoris. Pada sirkumsisi tipe pertama jenis kedua tersebut sangat membahayakan keselamatan perempuan karena dapat mengakibatkan pendarahan hebat dan apabila pendarahan tidak bisa dihentikan dapat mengakibatkan kematian. Mayoritas perempuan yang meninggal karena melakukan praktek sirkumsisi 42 dengan pemotongan klitoris. Dari sudut medis pemotongan seluruh klitoris mempunyai resiko terbesar terhadap keselamatan jiwa perempuan daripada pemotongan sebagian klitoris, namun intinya pemotongan klitoris baik kecil, sedang, maupun secara keseluruhan sangat berbahaya. Klitoris merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang paling peka terhadap rangsangan seksual (West, 1999: 126). Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual sangatlah penting bagi kehidupan perempuan dan laki-laki. Hubungan seksual dapat menjadikan rumah tangga menjadi harmonis terlebih dengan kehadiran anak. Bagi kehidupan seksual laki-laki, kenikmatan seksual didapatkan ketika mengalami orgasme yaitu proses ejakulasi atau keluarnya cairan sperma dari penis. Begitu juga perempuan, kenikmatan seksual didapatkan ketika mengalami orgasme yaitu ketika vagina mengalami rangsangan hebat ketika berhubungan seksual. Orgasme pada perempuan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu orgasme klitoral, orgasme vaginal, dan orgasme kombinasi antara klitoral dan vaginal (Sundahl, 2003: 93). Perempuan yang disirkumsisi akan mengalami kerusakan pada klitorisnya dan dapat dipastikan tidak bisa atau sulit mencapai orgasme klitoral. Orgasme sendiri juga terbagi menjadi dua yaitu orgasme kering dan orgasme basah. Orgasme kering adalah ketika vagina tidak mengeluarkan cairan basah seperti air kencing sedangkan orgasme basah ketika vagina mengeluarkan cairan seperti air kencing. Perempuan yang menjalankan praktek sirkumsisi perempuan tipe satu jenis pertama menurut medis masih dapat menikmati hubungan seksual secara utuh karena klitoris masih dalam keadaan utuh. Perbedaan dengan klitoris normal 43 hanya pada ada dan tidak adanya kulit disekeliling klitoris. Perempuan yang menjalankan praktek sirkumsisi tipe satu jenis kedua lebih sulit menikmati hubungan seksual dalam kehidupan rumah tangga karena klitoris mengalami kerusakan. Perempuan akan dingin dalam kehidupan seksualnya karena klitorisnya rusak akibat dari sirkumsisi. Pada kasus tersebut perempuan sangat dirugikan dalam kehidupan seksual ketika membangun kehidupan rumah tangga walaupun alat reproduksi masih normal. 2.2.2 Sirkumsisi Perempuan Tipe II Sirkumsisi perempuan tipe kedua adalah sirkumsisi perempuan dengan memotong seluruh klitoris disertai penghilangan sebagian atau seluruh labia minora. Sirkumsisi tipe dua menurut WHO terbagi menjadi tiga jenis. Tipe kedua jenis pertama adalah sirkumsisi perempuan dengan memotong labia minora. Jenis kedua adalah sirkumsisi perempuan dengan memotong sebagian atau seluruh bagian dari klitoris dan labia minora. Jenis ketiga adalah memotong sebagian atau seluruh bagian dari klitoris, labia minora, dan labia mayora. Gambar 2.4 Sirkumsisi Perempuan Tipe II (about-fgm.co.uk) 44 Sirkumsisi perempuan tipe dua tidak hanya memotong klitoris saja namun juga memotong bagian yang lain yaitu labia minora dan labia mayora. Labia minora merupakan bagian dari alat kelamin perempuan berupa kulit yang terdapat di dua sisi lubang vagina yaitu sebelah kiri dan kanan. Labia minora juga termasuk bagian dari alat kelamin perempuan yang peka terhadap rangsangan seksual selain klitoris (Kinsey, 1998: 576-578). Jadi perempuan yang mengalami sirkumsisi perempuan tipe kedua akan lebih sulit mencapai orgasme daripada perempuan yang mengalami sirkumsisi tipe satu, kecuali sirkumsisi tipe kedua jenis pertama karena hanya memotong labia minora saja. Sirkumsisi perempuan akan berbahaya jika melibatkan pemotongan klitoris. Labia minora merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang mempunyai arti khusus jika dipandang dari budaya. Di kebudayaan Suku Pigmis dan Bushmen di Afrika keberadaan labia minora perempuan sangat penting, bahkan perempuan yang cantik dapat dikategorikan dari labia minoranya. Perempuan cantik adalah perempuan yang memiliki labia minora yang panjang (Cavalli-Sforza dkk, 1994: 167). Oleh karena itu perempuan di suku tersebut mempunyai tradisi untuk memanjangkan labia minora agar dicintai oleh suaminya. Tujuan pemotongan labia minora dalam sirkumsisi perempuan sebenarnya dapat dikaji alasan pemotongan tersebut. Salah satu alasannya adalah agar menjaga bentuk fisik alat kelamin perempuan tetap menarik karena semakin bertambah umur seorang perempuan, labia minora akan semakin memanjang. 45 2.2.3 Sirkumsisi Perempuan Tipe III Sirkumsisi perempuan tipe tiga merupakan sirkumsisi perempuan paling rumit dan sirkumsisi paling menyakitkan bagi perempuan. Perbedaannya dengan sirkumsisi perempuan tipe satu dan dua sangat mencolok dan banyak sekali. Sirkumsisi tipe tiga terbagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah menghilangkan labia minora dan kemudian dijahit untuk menyempitkan lubang vagina. Hal tersebut belum dengan pemotongan klitoris. Jenis kedua adalah tanpa menghilangkan labia minora namun labia mayora dihilangkan kemudiian dijahit untuk menyempitkan lubang vagina. Hal tersebut belum diikuti juga oleh pemotongan klitoris. Tujuan sirkumsisi tipe tiga adalah menyempitkan lubang vagina dan tipe ini sering dihubungkan dengan sirkumsisi perempuan warisan Mesir Kuno (French dkk, 1998: 94). Gambar 2.5 Sirkumsisi Perempuan Tipe III (abouf-fgm.co.uk) Sebelum tahun 2008, WHO mendeskripsikan sirkumsisi tipe tiga mengharuskan perempuan menghilangkan sebagian atau seluruh labia minora, kemudian menjahit labia mayora seluruhnya sehingga hanya menyisakan lubang vagina yang cukup untuk keluar air kencing dan juga darah menstruasi pada 46 perempuan. Sirkumsisi perempuan dengan menyempitkan lubang vagina tersebut biasanya juga diikuti dengan pemotongan seluruh klitoris. Sirkumsisi perempuan tersebut tidak hanya membahayakan jiwa perempuan namun juga menyiksa perempuan dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek perempuan akan mengalami kesakitan luar biasa. Dalam jangka panjang perempuan yang mengalami praktek sirkumsisi perempuan tipe tiga sangat dingin dan hampir tidak dapat merasakan kenikmatan hubungan seksual sepanjang hidupnya, selain itu akan mengalami kesulitan dalam proses melahirkan. Sempitnya lubang vagina akibat penjahitan labia mayora pada alat kelamin perempuan mengakibatkan bayi kesulitan dikeluarkan dari rahim. Tidak jarang perempuan dalam proses melahirkan meninggal karena kehabisan tenaga karena sempitnya lubang vagina dalam proses melahirkan. Tidak jarang juga korbannya adalah bayi karena kendala lamanya proses melahirkan. Pada kasus tertentu juga perempuan beserta bayinya sama-sama tidak bisa diselamatkan karena sempitnya lubang vagina (WHO, 2008: 11). Sirkumsisi tipe tiga sangat jarang dilakukan perempuan Mesir kecuali perempuan Mesir bagian selatan namun banyak dijumpai di negara-negara Afrika seperti Djibouti, Sudan, Ethiopia, dan Somalia (Kaplan, 2011: 316). 2.2.4 Sirkumsisi Perempuan Tipe IV Sirkumsisi perempuan tipe empat merupakan sirkumsisi perempuan yang tidak dapat diklasifikasikan atau digolongkan dalam tipe satu, dua, dan tiga. Sirkumsisi tipe empat tidak disebabkan oleh praktek sirkumsisi seperti tiga tipe lainnya, namun sirkumsisi tipe empat adalah alat kelamin perempuan yang telah 47 mengalami perubahan dari bentuk normalnya. Penambahan aksesoris perempuan seperti cincin, gelang, jarum, dan sebagainya di bagian alat kelamin perempuan juga termasuk klasifikasi sirkumsisi tipe empat. Misalnya penindikan di klitoris dengan cincin, pemasangan jarum di kulit klitoris, pemasangan cincin di labia minora, pemasangan cincin di labia mayora, pemanjangan labia minora, dan sebagainya termasuk klasifikasi sirkumsisi tipe empat. Sirkumsisi tipe empat menurut dunia medis sebaiknya juga dihindari karena pada hakikatnya dapat menimbulkan infeksi yang membahayakan keselamatan jiwa perempuan dan mengurangi rangsangan seksual ketika berhubungan intim. Sirkumsisi tipe empat memang tidak ada hubungannya dengan agama, kepercayaan, budaya layaknya sirkumsisi tipe satu, dua, dan tiga namun sirkumsisi tipe empat mempunyai hubungan dengan perkembangan kehidupan masa modern. Alat kelamin yang mengalami penambahan aksesoris dengan penindikan, penjahitan, maupun pemasangan material lainnya, identik dengan dunia mode agar alat kelamin perempuan terlihat lebih menarik dihadapan pasangannya. Kebanyakan perempuan yang dikategorikan sirkumsisi tipe empat adalah perempuan muda yang mengikuti perkembangan dunia mode. Sirkumsisi perempuan tipe empat sangat banyak dijumpai dan terdapat di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang terkenal akan kebebasan dalam mengekspresikan kehidupan termasuk kehidupan pribadinya salah satunya kehidupan seksual (Llyod, 2003: 30, Torgovnick, 1998: 196, dan Gaffaney, 2012: 92-96). Sirkumsisi perempuan tipe empat tidak berlaku untuk alat kelamin perempuan yang mengalami perubahan setelah operasi yang sesuai dengan 48 prosedur medis. Pada saat ini terdapat operasi pengecilan lubang vagina yang dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi lubang vagina seperti masa muda yaitu sebelum fase aktif dalam berhubungan seksual (Krassner, 2005: 225). Operasi lainnya yang menyangkut perubahan alat kelamin dari fisik luarnya adalah operasi pengecilan labia minora. Ketika perempuan memasuki umur 40 tahun ke atas hingga usia lanjut, labia minora akan melebar dan lebih elastis sehingga alat kelamin perempuan tampak tidak menarik dari fisik luarnya. Operasi pengecilan labia minora bertujuan untuk mengembalikan bentuk labia minora seperti masa muda yaitu tidak panjang dan menonjol keluar (Crooks dan Baur, 2014: 53 dan Alam dan Pongprutthipan, 2010: 201-203). 2.3 Sirkumsisi Perempuan Tinjauan Medis Dunia medis menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan yang dikenal di dunia saat ini yaitu tipe satu, dua, tiga, dan empat dapat membahayakan kesehatan bahkan banyak kasus gadis meninggal dalam proses dan setelah sirkumsisi. Kasus kematian tersebut banyak ditemukan di berbagai negara di Afrika termasuk Mesir. Medis menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan dalam jangka pendek mengakibatkan pendarahan hebat karena pemotongan klitoris. Klitoris merupakan bagian kelamin perempuan yang memiliki kesamaan dengan penis laki-laki namun berbeda dalam volume besarnya. Dalam klitoris terdapat banyak pembuluh darah dan juga otot seperti penis. Jika klitoris dipotong sepenuhnya, dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang bisa mengakibatkan kematian dalam waktu dekat. Selain pendarahan, pemotongan klitoris juga bisa mengakibatkan 49 infeksi karena alat sirkumsisi yang tidak terjamin kebersihannya. Alat kelamin perempuan juga rentan terkena tetanus karena alat sirkumsisi tersebut. Sirkumsisi perempuan tipe satu, dua, dan tiga akan mempengaruhi kesehatan dalam jangka pendek. Gangguan kesehatan tersebut antara lain rasa sakit yang parah, gangguan kejiwaan karena rasa sakit, pendarahan parah, kesulitan dalam buang air kecil, infeksi, tertular virus HIV/AIDS karena alat sirkumsisi tidak steril dan digunakan bergantian, kematian, trauma, gangguan pada labia, dan pengulangan proses sirkumsisi. Kematian dari kasus sirkumsisi perempuan biasanya disebabkan karena pendarahan hebat yang tidak dapat berhenti, infeksi parah, dan juga tetanus. Pengulangan proses sirkumsisi bisanya terjadi pada sirkumsisi perempuan tipe tiga karena tipe tersebut paling rumit dan sering sekali terjadi kegagalan (WHO, 2008: 33). Sirkumsisi perempuan tipe satu, dua, dan tiga juga akan mempengaruhi kesehatan dalam jangka panjang. Gangguan tersebut akan dirasakan dampaknya bagi perempuan yang bersangkutan dalam waktu yang sangat lama bahkan sepanjang hidupnya. Gangguan kesehatan tersebut antara lain rasa sakit yang sering kambuh, infeksi alat kelamin, benjolan kulit pada alat kelamin, infeksi saluran reproduksi, infeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS, turunnya kualitas seksual, kesulitan melahirkan, keselamatan bayi terancam ketika proses melahirkan, dan gangguan kejiwaan. Dalam jangka panjang perempuan yang bersangkutan tidak dapat orgasme ketika berhubungan seksual karena bagian alat kelamin yang peka terhadap rangsangan seksual seperti klitoris, labia minora, dan labia majora mengalami kerusakan. Pada sirkumsisi tipe tiga akan mengakibatkan 50 kesulitan dalam proses melahirkan dan membahayakan nyawa bayi karena lubang vagina terlalu sempit (WHO, 2008: 34). Selain terdapat gangguan kesehatan jangka pendek dan juga jangka panjang pada sirkumsisi perempuan tipe tiga, terdapat resiko gangguan kesehatan tambahan antara lain operasi pelebaran lubang vagina ketika proses melahirkan, gangguan buang air kecil, gangguan menstruasi, hubungan seksual terasa menyakitkan, dan gangguan kesuburan. Semua gangguan tersebut terjadi karena lubang vagina mengalami pengecilan. Hal tersebut yang membuat rasa sakit ketika berhubungan seksual namun menyenangkan bagi laki-laki karena merasakan kepuasan seksual dari lubang vagina yang kecil dari perempuan yang melakukan sirkumsisi tipe tiga (WHO, 2008: 35). 2.4 Hubungan Jenis Sirkumsisi Perempuan dengan Budaya dan Islam Jika melihat penafsiran ulama Islam bahwa yang dipotong dalam sirkumsisi perempuan adalah kulit pembungkus klitoris. Hal tersebut merupakan penafsiran dari hadist-hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan terutama hadist dari Umm ‘Athiyah. Pemotongan kulit pembungkus klitoris tanpa melibatkan pemotongan klitoris merupakan sirkumsisi perempuan tipe satu jenis pertama. Hadist dari Umm Athiyah juga memungkinkan penafsiran lain yaitu dengan melibatkan pemotongan klitoris namun tidak sampai habis. Sirkumsisi tersebut termasuk tipe satu jenis kedua. Melihat hal tersebut maka sirkumsisi perempan tipe satu merupakan hasil pemikiran ulama Islam karena hadist dari Umm Athiyah yang terdapat kata “potonglah namun janga berlebihan” tidak terdapat maksud yang jelas bagian mana yang harus dipotong. Hal tersebut 51 menandakan pemotongan kulit klitoris merupakan pemikiran ulama Islam masa lalu karena meniru pemotongan sirkumsisi laki-laki. Nabi Muhammad pada kenyataannya tidak mensirkumsisi anak-anak perempuannya jika sirkumsisi merupakan hal wajib bagi perempuan. Sirkumsisi perempuan tipe dua dan tiga merupakan sirkumsisi yang melibatkan pemotongan klitoris, labia minora, labia mayora, dan menyempitkan lubang vagina. Ulama Islam tidak pernah menafsirkan hadist sirkumsisi perempuan dengan memotong labia minora dan labia mayora apalagi menyempitkan lubang vagina. Intinya tipe dua dan tiga bukanlah pemikiran ulama Islam. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa sirkumsisi perempuan tipe dua dan tiga merupakan warisan budaya terutama budaya Mesir Kuno. Tipe empat merupakan tipe yang tidak bisa digolongkan dan disamakan dengan tiga tipe lainnya seperti pembakaran, penusukan, penindikan, dan lain-lain yang intinya membuat alat kelamin perempuan dari luar mengalami perubahan tanpa melibatkan pemotongan. Pada masa sekarang banyak ditemukan fenomena penindikan klitoris, labia minora, dan labia mayora. Fenomena tersebut banyak dilakukan di negara-negara Eropa khususnya remaja perempuan yang tujuannya memperindah alat kelaminnya agar menarik. Pada suku pedalaman di Afrika ditemukan tradisi pemanjangan labia minora. Tradisi tersebut dilakukan oleh perempuan karena anggapan perempuan yang cantik diperoleh dari tradisi tersebut. Jadi tipe empat merupakan pengaruh budaya modern dan juga tradisi budaya pada masyarakat tertentu tanpa melibatkan pemotongan. 52 2.5 Mitos dan Fakta Sirkumsisi Perempuan Terdapat banyak tujuan tradisi sirkumsisi perempuan yang dilakukan oleh perempuan Mesir. Tujuan tersebut sebenarnya dilandasi pula oleh kepercayaan yang terkandung dalam tradisi sirkumsisi perempuan. Kepercayaan atau keyakinan masyarakat Mesir terhadap sirkumsisi perempuan sebenarnya berhubungan dengan latar belakang harus dilakukannya sirkumsisi perempuan pada anak-anak perempuan mereka. Kepercayaan masyarakat Mesir terhadap sirkumsisi perempuan antara lain perempuan yang disirkumsisi dipercaya menjadi perempuan yang suci, perempuan yang terhormat, perempuan yang cantik, dan perempuan yang membawa kebagahiaan dalam kehidupan rumah tangga (Momoh, 2005: 10). Perempuan yang suci mempunyai makna bahwa perempuan yang disirkumsisi dalam hidupnya akan terhindar dari dosa besar yang dilarang oleh agama. Perempuan yang telah disirkumsisi dipercaya menjadi perempuan yang bisa menjaga kesuciannya karena tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah ataupun tidak melakukan hubungan seksual selain dengan suaminya. Perempuan yang telah disirkumsisi juga dipercaya tidak akan melakukan perbuatan yang dicela oleh agama seperti masturbasi. Oleh sebab itulah perempuan yang telah disirkumsisi mampu mengendalikan nafsu seksual mereka sehingga terhindar dari godaan yang datang dari dalam dirinya dan juga dari luar seperti laki-laki yang bukan suaminya serta pengaruh buruk dari lingkungan. Perempuan yang disirkumsisi akan menjadi perempuan yang suci terlepas dari dosa besar karena penyimpangan seksual sebenarnya memang benar karena 53 perempuan yang disirkumsisi nafsu seksualnya lebih terkontrol dan bahkan nafsu seksualnya sangat lemah (Shell-Duncan dan Hernlund, 2000: 118). Pada kenyataan di masa sekarang dengan perkembangan teknologi dan informasi tanpa kendali, sangat mempengaruhi kehidupan sosial baik bagi laki-laki dan perempuan. Perkembangan teknologi dan informasi tidak berdiri sendiri namun juga terdapat perkembangan gaya hidup yang berbeda dari masa ke masa akibat pengaruh pengetahuan, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Di Mesir pada saat ini sudah ditemukan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda dari dua ata tiga dekade yang lalu. Seks sebelum nikah juga dikenal di Mesir di masa sekarang (Somervill, 2008: 46). Selain itu di Mesir juga terdapat praktek prostitusi yang pekerja seksnya dari perempuan berbagai usia walaupun prostitusi dilarang di Mesir (Wilson, 2011: 225 dan Rogan, 2002: 77-82). Tingkat prostitusi di Mesir juga tercatat meningkat karena naiknya tingkat kemiskinan. Perempuan Mesir yang berumur 20 tahun lebih yang hidup di masa sekarang dipastikan mengalami sirkumsisi perempuan karena kesadaran akan bahaya sirkumsisi perempuan baru terjadi di tahun 2000 ke atas dan itupun hanya terdapat pada masyarakat kota dan juga masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi yang telah meninggalkan tradisi tersebut. Fakta sosial tersebut menunjukkan bahwa sirkumsisi perempuan dipercaya dapat membuat perempuan yang bersangkutan menjadi perempuan yang suci pada masa sekarang tidak bisa dijamin. Kekuatan moral, lingkungan, ekonomi, dan agama merupakan faktor utama dalam menjaga kesucian perempuan dan bukanlah sirkumsisi. 54 Kepercayaan lainnya dalam sirkumsisi perempuan adalah dapat membuat perempuan yang bersangkutan menjadi perempuan yang terhormat dalam pandangan masyarakat. Perempuan yang telah disirkumsisi dianggap mampu menjaga keperawanan dan juga kesucian mereka sehingga dalam pandangan masyarakat, perempuan yang telah disirkumsisi mempunyai posisi yang istimewa di masyarakat. Perempuan yang telah disirkumsisi tidak membawa keburukan dan membawa kebaikan karena terhindar dari perbuatan dosa dan tercela. Maksud dari perbuatan dosa dan tercela tersebut adalah perbuatan yang dilarang agama seperti melakukan hubungan seksual sebelum menikah, selingkuh, dan penyimpangan seksual lainnya. Sirkumsisi pada perempuan juga diyakini menjadikan perempuan dapat melakukan hal-hal positif sepanjang hidupnya dan perempuan yang tidak disirkumsisi lebih mudah melakukan hal-hal yang negatif sehingga tidak mempunyai posisi istimewa di kehidupan sosialnya. Fakta sosialnya hubungan sirkumsisi perempuan terhadap kehormatan perempuan sendiri banyak yang tidak terbukti. Dalam kasus seksual seperti hubungan diluar pernikahan baik itu perselingkuhan, seks bebas, prostitusi memang terdapat di Mesir namun jumlahnya sangat sedikit. Hal tersebut dipengaruhi karena masalah penyimpangan seks merupakan hal tercela dan tabu di dunia Islam walaupun Islam banyak menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan seks terutama dalam fiqih Islam (Boisvert dan Johnson, 2012: 79). Kehormatan perempuan tidak hanya berhubungan dengan masalah seks, namun juga masalah lain yang mempengaruhi kehormatan perempuan itu sendiri. Mesir pada masa sekarang masih terkena dampak revolusi tahun 2011. Revolusi Mesir tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Mesir. Pendapatan per kapita 55 Mesir sekarang sekitar 3200 dollar Amerika Serikat dan rakyat Mesir sekarang merasakan kesulitan ekonomi. Akibatnya tingkat kriminalitas di Mesir dan juga angka kemiskinan meningkat (Wohlmuth dkk, 2014: 267). Kemiskinan di Mesir, selain meningkatnya angka kriminalitas juga bisa dilihat dari banyaknya jumlah pengemis di jalan-jalan. Keberadaan pengemis mayoritas di Mesir merupakan kaum perempuan. Mereka mengemis seringkali membawa anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka mengemis biasanya menggunakan pakaian hitam serta berniqab. Pengemis perempuan di Mesir mayoritas sudah berkeluarga dan mereka dapat dipastikan melakukan sirkumsisi perempuan di masa mudanya karena pada masa lalu belum terdapat kesadaran bahaya sirkumsisi perempuan dan menilai sirkumsisi perempuan adalah bagian dari masyarakat. Kemiskinan di Mesir pada masa sekarang menyebabkan adanya pernikahan kontrak yang sering terjadi di daerah Hawamidiyyah (Inter Press Service, 2013).13 Hal tersebut menunjukkan bahwa kehormatan perempuan dalam masyarakat tidak bergantung pada sirkumsisi perempuan namun juga dipengaruhi faktor ekonomi. Kepercayaan berikutnya adalah sirkumsisi perempuan menjadikan perempuan cantik. Kepercayaan masyarakat tersebut didapatkan dari hadist yang menceritakan keutamaan sirkumsisi bagi perempuan salah satunya adalah membuat wajah perempuan yang bersangkutan bercahaya maksudnya adalah berwajah cantik. 13 Dalam dunia medis belum dibuktikan kebenaran bahwa Hawamidiyah terletak 30 kilometerdi selatan Kairo. Perempuan-perempuan muda di daerah tersebut dinikahkan keluarga mereka dengan laki-laki dari negara-negara teluk dengan imbalan uang dan harta dalam jumlah yang banyak. Pernikahan kontrak tersebut terjadi di musim panas karena orang dari negara teluk banyak berlibur ke Mesir. 56 sirkumsisi perempuan dapat mempercantik wajah, fakta yang dapat dibuktikan secara ilmiah adalah sirkumsisi perempuan memperlemah nafsu seksual perempuan. Kecantikan dari sisi fisik didapatkan perempuan dari berbagai aspek diantaranya faktor keturunan, makanan bergizi, perawatan wajah dan tubuh, olahraga teratur, dan juga berpikir positif. Jadi belum dapat dibuktikan bahwa sirkumsisi perempuan dapat mempercantik perempuan. Mungkin hadist tersebut mempunyai arti dalam arti luas dan penafsiran lebih luas yaitu dengan nafsu terkontrol, perempuan yang disirkumsisi tidak akan melakukan perbuatan tercela sehingga dihormati atau tidak dipermalukan oleh perbuatannya sendiri. Keyakinan berikutnya adalah sirkumsisi pada perempuan akan membuat hidup rumah tangganya akan bahagia. Faktor kepercayaan tersebut yang menjadikan anak-anak perempuan Mesir harus melakukan tradisi sirkumsisi perempuan sebelum menikah. Perempuan yang tidak disirkumsisi dipercaya tidak akan membawa kebaikan dalam rumah tangga karena kesuciannya dianggap tidak terjaga padahal perempuan yang tidak disirkumsisi dapat memberikan kepuasan bagi suaminya Kebahagian yang dimaksud masyarakat Mesir dari perempuan yang disirkumsisi adalah akan tercipta keharmonisan dan kerukunan antara suami dan istri. Selain itu rumah tangganya akan selalu hidup rukun hingga kematianlah yang akan memisahkan pasangan suami istri. Artinya rumah tangga tersebut jauh akan pertengkaran, kekerasan, perselingkuhan, dan perceraian karena perempuan tersebut selalu bisa membahagiakan suaminya. Fakta sosialnya adalah tidak semua perempuan yang disirkumsisi mendapatkan rumah tangga yang bahagia seperti apa yang dipercayai masyarakat. 57 Kasus perceraian di Mesir walaupun tidak banyak namun bisa ditemukan. Terdapat berbagai macam faktor yang menyebabkan perceraian terjadi, diantaranya adalah ketidakcocokan, perselingkuhan, kekerasan rumah tangga, kemandulan, dan juga masalah-masalah lainnya. Walaupun tidak disebutkan alasan gangguan seksual atau kepuasan seksual bisa saja faktor tersebut menjadi alasan karena perempuan yang disirkumsisi cenderung dingin dalam kehidupan seksualnya sehingga tidak bisa mengimbangi nafsu seksual suaminya yang membuat suaminya menjadi kecewa. Dugaan terebut bisa menjadi penyebab kehancuran rumah tangga. Hal tersebut menjelaskan dan juga mengajarkan bahwa sirkumsisi perempuan dapat menjadi malapetaka bagi perempuan tersebut dalam kehidupan rumah tangga. 2.6 Sirkumsisi Perempuan Perspektif Perempuan Mesir Bagi kalangan perempuan di Mesir, sebelum pemberitaan bahaya sirkumsisi bagi perempuan disebarluaskan dan fatwa haram sirkumsisi perempuan dikeluarkan oleh Dar al-Ifta’ Mesir, sirkumsisi perempuan menjadi suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan oleh kehidupan sosial. Sirkumsisi perempuan dilakukan karena dibenarkan oleh tradisi budaya yaitu simbol kedewasaan dan menjaga kesucian perempuan. Dalam jangka panjang, sirkumsisi perempuan diperlukan perempuan Mesir untuk menuju pernikahan. Hal tersebut sangat biasa dilakukan oleh perempuan perempuan yang hidup jauh dari perkotaan. Pada dasarnya perempuan dewasa yang telah mengalami sirkumsisi pada masa kecilnya tidak mengetahui alasan sirkumsisi. Hal yang hanya diketahui perempuan adalah bahwasanya sirkumsisi bagi perempuan bagian dari tradisi 58 yang telah lama ada. Dorongan untuk melakukan sirkumsisi paling besar didapatkan dari faktor keluarga. Pada umunya keluarga yang bersangkutan baik ayah dan ibu akan mengantar anaknya ke tempat dokter, perawat, atau daya untuk melakukan sirkumsisi pada masa anak-anak. Setelah pemberitaan besar-besaran tentang bahaya sirkumsisi dan adanya ancaman denda dan sanksi membuat tradisi tersebut pada saat ini tidak umum lagi dilakukan oleh masyarakat. Keluarga yang tetap melakukan sirkumsisi adalah keluarga yang sangat menjunjung tinggi bahwa sirkumsisi perempuan adalah bagian dari syariat Islam (Nuha, komunikasi personal).14 Pendapat serupa juga disampaikan oleh seorang mahasiswi yang juga masa kecilnya mengalami sirkumsisi perempuan. Baginya sirkumsisi perempuan pada tahun 2000 kebawah masih umum dilakukan oleh perempuan-perempuan Mesir karena dibenarkan oleh tradisi budaya dan adanya pendapat bagian dari ajaran Islam. Baginya pemberitaan dari efek bahaya sirkumsisi perempuan sangat merisaukan dirinya pada saat menikah kelak yaitu tentang frigiditas (Fatima, komunikasi personal). Sirkumsisi perempuan tidak selamanya diterima oleh kehidupan sosial masyarakat Mesir. Pada masa sekarang banyak sekali perlawanan-perlawanan kelompok feminisme yang menentang sirkumsisi perempuan. Sebelum fatwa haram sirkumsisi terhadap perempuan dikeluarkan, feminisme lebih dahulu menyuarakan pendapatnya untuk menolak kehadiran sirkumsisi perempuan yang banyak sekali dilakukan oleh masyarakat. Kelompok feminisme ingin 14 Nuha merupakan ibu rumah tangga yang mengalami sirkumsisi pada masa kecilnya karena tradisi. Sejak dikeluarkan fatwa haram, Nuha tidak akan mensirkumsisi anak perempuannya. 59 memberikan sebuah informasi penting bahwa sirkumsisi sangat merugikan perempuan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Nawal el-Sadawi merupakan tokoh feminisme di Mesir yang lantang menentang tradisi sirkumsisi perempuan. Nawal mengungkapkan bahwa pada masa kecil dirinya disirkumsisi oleh keluarganya karena demi sebuah tradisi. Nawal menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan menurut kepercayaan masyarakat berfungsi menjaga kesucian dan kehormatan perempuan. Pada kenyataannya sirkumsisi pada perempuan tidak terlalu berpengaruh dalam menjaga kesucian dan kehormatan tersebut karena banyak perempuan yang disirkumsisi melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti masturbasi, seks diluar nikah, mengalami kasus perceraian, dan sebagainya. Dampak yang terasa oleh sirkumsisi pada perempuan adalah untuk mereduksi nafsu seksual perempuan. Oleh sebab itu tradisi sirkumsisi pada perempuan idealnya dihapuskan dari kehidupan sosial karena pada kenyataannya tidak ada manfaat dan tujuan yang benar (el-Saadawi, 1997: 65 dan Gollaher, 2000: 193-194) . 60 BAB III SIRKUMSISI PEREMPUAN SEBELUM DAN MASA ISLAM Dilihat dari konteks sejarah, sirkumsisi pada umumnya telah lama lahir sebelum Islam yaitu tahun 2000 sebelum Masehi atau 4000 tahun yang lalu. Manusia pertama yang melakukan sirkumsisi adalah Ibrahim, sedangkan perempuan yang pertama disirkumsisi adalah Hajar. Sirkumsisi terhadap Hajar juga dilakukan pada masa Ibrahim karena dia merupakan istri dari Ibrahim. Oleh karena itu, sirkumsisi perempuan juga telah ada jauh sebelum Islam lahir. Pada bab ini akan dijelaskan sirkumsisi perempuan secara historis dari masa sebelum Islam hingga lahirnya Islam. Selain hal tersebut, masalah-masalah mengenai sirkumsisi perempuan sebelum Islam akan dapat diketahui karena sirkumsisi perempuan sebelum Islam khususnya pada masa Mesir Kuno sangat berkaitan dengan sirkumsisi perempuan pada masa selanjutnya. 3.1 Sirkumsisi Sebelum Islam Sirkumsisi pada umumnya dikenal dan dilakukan oleh kaum laki-laki. Ibrahim adalah orang pertama yang melakukannya. Dilihat dari tempat persebaran sirkumsisi, terdapat tiga daerah pada masa kuno yang mengenal sirkumsisi yaitu Kanaan, Mesir Kuno, dan Hijaz. Persebaran sirkumsisi tersebut diduga karena pengaruh migrasi atau hijrah yang dilakukan Ibrahim. Ibrahim yang juga seorang utusan Tuhan melakukan imigrasi untuk mengenalkan perintah Tuhan, salah satunya sirkumsisi. 61 3.1.1 Sirkumsisi Ibrahim dan PenyebaranSirkumsisi Orang yang pertama menjalankan sirkumsisi adalah Ibrahim karena menerima perintah Tuhan. Sirkumsisi dilakukan oleh Ibrahim 15 di Kanaan setelah mendapat perintah dari Tuhan (Brower dan Johnson, 2007: 221). Hadist lainnya menjelaskan bahwa Ibrahim dikirim Tuhan untuk menyebarkan agama monoteis. Tuhan memberi perintah kepada Ibrahim untuk mencukur kumis, kuku, mencukur rambut ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan juga untuk melakukan sirkumsisi (Ibn Asakir, 1989: 37). Dalam haditsnya yang lain Ibn Asakir menjelaskan bahwa Ibrahim adalah orang yang pertama kali menjalankan praktek sirkumsisi, membiarkan rambut beruban, memuliakan tamu, mencukur kumis, memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, dan memakai pakaian dalam. Ibn al-Arabi menguatkan hadits dari Ibn Asakir bahwa tidak ada seorangpun yang menjalani praktek sirkumsisi sebelum Ibrahim (al-Arabi, 1972: 37). Ibrahim memang orang pertama yang menjalankan ritual sirkumsisi oleh dirinya sendiri atas perintah Tuhan, namun dia bukan orang pertama yang mengalami sirkumsisi.16Ibrahim diperkirakan lahir pada tahun 2000 sebelum Masehi di Ur, Irak. Ur merupakan kota dalam Kerajaan Babilonia (Kenee, 1999: 15 Banyak versi yang menjelaskan tentang usia Ibrahim ketika melakukan praktek sirkumsisi yaitu diusia 30, 70, 80, dan 130. Usia 80 tahun merupakan usia yang dipercayai umat Islam yang berdasarkan hadits dari Abu Harairah (al-Bukhari, 1999: 317). Ibnu Hajar menjelaskan dalam haditsnya bahwa Ibrahim melakukan praktek sirkumsisi terhadap dirinya sendiri ketika berusia 130 tahun dan hidup selama 80 tahun setelah praktek sirkumsisi tersebut (al-Qurthubi, 1987: 98). Meskipun Ibrahim menjalankan sirkumsisi dalam usia yang sudah tua yakni 80 tahun, umat Islam tidak harus melakukan sirkumsisi di usia tua seperti Ibrahim. 16 Nabi Adam, Idris, dan Nuh merupakan nabi yang telah dilahirkan dalam keadaan sirkumsisi. Perbedaannya Ibrahim menerima perintah sirkumsisi dari Tuhan sedangkan dia sendiri belum menjalani sirkumsisi sedangkan Nabi Adam, Idris dan Nuh lahir dalam keadaan sirkumsisi. Nabi Adam, Idris, Nuh, Luth, Syuaib, Sulaiman, Yusuf, Ismail, Yunus, Isa, dan Muhammad lahir dalam keadaan telah disirkumsisi (al-Qurthubi, 1987: 100). Kesimpulannya praktek sirkumsisi dilakukan pertama kali oleh Ibrahim dan telah dibenarkan agama-agama sebelum Islam yaitu Yahudi dan Kristen. 62 40 dan Stones, 2010: 18). Pada waktu itu Babilonia merupakan kerajaan besar di dunia yang memiliki peradaban yang tinggi selain Mesir Kuno (Dirks, 2006: 7678).17 Ibrahim tumbuh dan besar pada zaman pemerintahan Raja Namrud. Jika melihat daerah kelahiran, Ibrahim bukanlah orang Yahudi yang seperti diyakini banyak orang. Ibrahim merupakan pendatang dari Irak yang hijrah ke Palestina setelah mendapat tentangan dari Raja Namrud dalam masalah teologi. Ibrahim membawa agama baru yaitu agama menyembah satu Tuhan yang bertentangan dengan keyakinan Raja Namrud. Raja Namrud pada waktu itu mengangkat dirinya sebagai Tuhan karena mampu memberikan hidup dan matinya seseorang melalui kekuasaanya.18 Peristiwa hijrahnya Nabi Ibrahim ke daerah Kanaan yang sekarang dikenal dengan daerah Palestina tidak terlepas dari perselisihan teologi Ibrahim dengan Raja Namrud. Perselisihan tersebut dimulai Ibrahim dengan mengenalkan Tuhan kepada Namrud dan meminta Namrud untuk bertobat karena mengangkat dirinya sebagai Tuhan. Ajakan Ibrahim agar Raja Namrud menyembah kepada Tuhan ditolak oleh Namrud. Persilisihan Ibrahim dengan Raja Namrud semakin 17 Sama dengan Mesir yang bergantung dengan sungai Nil, Babilonia bergantung pada keberadaan Sungai Tigris dan Sungai Eufrat. Letak geografis antara dua sungai membuat Babilonia termasuk dalam peradaban Mesopotamia yang berasal dari dua kata, Mesos berarti tengah dan Potamus berarti sungai. Peradaban Mesopotamia hampir sama tuanya dengan peradaban Mesir Kuno, namun para sejarawan sepakat bahwa peradaban Mesir Kuno lebih tua daripada peradaban Mesopotamia (Yahya, 1999: 38). 18 Maksudnya adalah Raja Namrud membiarkan orang dihadapannya untuk tetap hidup dan membunuh orang yang ada dihadapannya . 63 memuncak ketika Ibrahim menghancurkan banyak patung di kuil pemujaan milik Raja Namrud (Halim, 2007: 38).19 Dari kejadian tersebut diketahui bahwa Ibrahim adalah pelakunya. Raja Namrud kemudian menghukum Ibrahim dengan dibakar hidup-hidup dengan disaksikan rakyat Babilonia dan juga sebagai supremasi kekuatan hukum Raja Namrud dimata rakyat Babilonia. Ibrahim tetap hidup dan selamat dari api karena mukjizat dari Tuhan. Setelah peristiwa pembakaran tersebut, Tuhan menyuruh Ibrahim untuk hijrah ke Haran dan kemudian ke Kanaan. Kanaan terkenal dengan daerah subur sehingga memungkinkan pertanian berkembang dengan baik di daerah tersebut. Ibrahim pada hakikatnya berasal dari daerah Babilonia yang terkenal subur karena dialiri oleh dua sungai dan sejarawan meyakini bahwa Ibrahim merupakan orang yang ahli dalam dunia pertanian karena ayahnya, Terah adalah seorang petani (Thornton, 2011: 35). Pemilihan daerah Kanaan mungkin untuk menjaga keahlian pertanian yang dimiliki Ibrahim. Pada zaman itu pula peradaban dapat dibangun tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan air yang melimpah darisungai. Di Kanaan terdapat sungai yang menjadi penggerak pertanian yaitu Sungai Jordan dan Sungai Litani. Di Kanaan pula Ibrahim mendapat perintah dari Tuhan untuk melakukan sirkumsisi (Brower dan Johnson, 2007: 221). Ibrahim mempunyai istri bernama Sarah yang masih mempunyai hubungan persaudaraan dengan Ibrahim dari daerah Ur. Ibrahim menikahi Sarah sebelum melakukan hijrah dari Ur ke Kanaan. Jadi Ibrahim hijrah atau berimigrasi 19 Kisah yang diyakini dalam Islam menjelaskan bahwa Ibrahim memotong kepala patung-patung di kuli tersebut dan menyisakan patung yang terbesar dengan maksud patung terbesarlah yang memotong patung-patung kecil yang mengelilinginya. 64 ke Kanaan dari Ur tidak sendiri melainkan dengan keluarganya (Dirks, 2006: 260). Ibrahim dan Sarah akhirnya hijrah ke Mesir ketika Kanaan mengalami kekeringan sehingga lahan-lahan pertanian di Kanaan gagal panen. Musim ekstrim tersebut juga mengakibatkan debit air Sungai Jordan dan Litani berkurang pesat yang tidak lagi memungkinkan ladang-ladang di daerah Kanaan digunakan lahan pertanian. Pertanian yang gagal di Kanaan tersebut mengakibatkan bencana kelaparan kemudian diiringi oleh penyebaran penyakit menular. Pemilihan Mesir tidak terlepas dari pertanian Mesir yang sudah maju dan juga keberadaan lahanlahan subur karena Mesir dialiri oleh Sungai Nil (Dirks, 2006: 86-90). Di Kerajaan Mesir, Ibrahim dan Sarah hidup sebagai petani. Pada zaman tersebut, Firaun atau Raja Mesir mempunyai kegemaran mengambil istri orang. Dalam kisah yang diyakini orang Muslim, Ibrahim mengelabuhi Firaun bahwa Sarah bukan istrinya melainkan adiknya. Oleh sebab itulah, Sarah tidak diganggu oleh Firaun karena Firaun hanya suka kepada perempuan yang telah bersuami (Dirks, 2006: 102). Hubungan Ibrahim dengan Firaun semakin dekat setelah Sarah berhasil mengobati penyakit kejang yang dialami oleh Firaun. Atas pertolongan Sarah, Ibrahim diberi budak perempuan Mesir yang bernama Hajar. Sarah kemudian menjadikan Hajar sebagai istri kedua Ibrahim dengan harapan Hajar dapat memberi keturunan kepada Ibrahim karena Sarah berpikir bahwa diusia tua dirinya tidak mungkin untuk hamil. Rumah tangga Ibrahim dengan Sarah sudah berlangsung lama namun Ibrahim dan Sarah tidak mempunyai anak. Menjadikan Hajar sebagai istri adalah solusi untuk memberikan Ibrahim keturunan (Dirks, 2006: 118). Tidak ada data secara pasti di Mesir ataukah di Kanaan, Ibrahim menikah dengan Hajar. 65 Di Kerajaan Mesir, Ibrahim beserta Sarah hidup makmur karena berhasil menjadi orang kaya karena dapat memaksimalkan pengetahuannya dalam dunia pertanian. Hidup Ibrahim yang makmur tersebut membuat iri penduduk asli Mesir. Pada akhirnya Ibrahim bersama Sarah dan Hajar kembali menuju Kanaan setelah Kanaan pulih dari kekeringan dan menjadi daerah yang subur lagi. Versi lain menyebutkan bahwa Ibrahim beserta Sarah dan Hajar pergi dari Mesir karena diusir oleh Firaun karena telah dipermalukan Sarah dengan penyakit kejangkejang setelah Firaun mencoba mengganggu Sarah (Dirks, 2006: 118). Setelah tiba di Kanaan, Ibrahim benar-benar membina hidup baru yang berbeda dengan kehidupan Kanaan sebelumnya. Perbedaan itu bukan berkaitan dengan dunia pertanian maupun kesuburan tanah Kanaan namun perbedaan itu berasal dari rumah tangga yang dibangun Ibrahim. Dahulu Ibrahim mempunyai satu istri yaitu Sarah dan hidup bertahun-bertahun dengannya. Ibrahim juga tidak mempedulikan untuk memperoleh anak dengan Sarah dan merasakan hidup bahagia dengan istrinya di Kanaan terlepas dari teror Raja Namrud di Babilonia. Di Kanaan, Ibrahim juga merasakan ketenangan batin karena bebas menjalankan ibadah sesuai keyakinannya dan menyebarkan apa yang diyakininya mengenai Tuhan kepada rakyat Kanaan. Ketenangan kehidupan rumah tangga Ibrahim mulai goyah ketika Hajar mengandung bayi yang kelak dinamakan Ismail. Sarah sebagai perempuan normal cemburu dengan keadaan tersebut. Di usia tua, Sarah tidak mungkin memberikan Ibrahim keturunan dan Hajarlah perempuan yang beruntung karena dapat memberikan Ibrahim keturunan (Asysyaal, 2005: 140). Agar rumah tangga 66 Ibrahim dengan Sarah berlanjut, Hajar dibawa Ibrahim ke selatan menuju daerah Hijaz tepatnya di Mekah (Sholikin, 2009: 44). 20Di Mekah, Ismail dilahirkan dan Ibrahim sangat bahagia karena menunggu keturunan sangat lama hingga masa tuanya. Tidak lama setelah kelahiran Ismail, Sarah dapat hamil di usia tua dan bayi yang dilahirkan Sarah diberi nama Ishak. Jadi Ibrahim mempunyai dua keturunan yaitu Ishak di Kanaan dan Ismail di Hijaz. Ishak mempunyai keturunan yang akhirnya keturunan Ishak melahirkan rasul-rasul yang membawa dua agama besar di Kanaan yaitu Yahudi dan Kristen. Dari Ismail melahirkan keturunan yang akhirnya melahirkan Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Di sumber lain Ibrahim mempunyai dua istri lagi yaitu Qanthura dan Hajun. Dari keduanya Ibrahim juga mempunyai keturunan (Dirks, 2006: 214-215). Dari kisah hijrahnya Ibrahim ke berbagai tempat di Timur Tengah dapat diketahui bahwa Ibrahim berasal dari daerah Babilonia. Ibrahim bukan orang Yahudi karena sebutan Yahudi dikenal ketika zaman Nabi Yusuf. Yehuda merupakan saudara Yusuf lain ibu, keturunan Yehuda mendominasi kehidupan orang Kanaan sehingga pada akhirnya orang Kanaan disebut dengan orang Yahudi. Ibrahim juga bukan orang Mesir dan juga bukan orang Arab. Ibrahim pada perkembangannya menurunkan keturunan yang akhirnya lahirlah orang Yahudi di Kanaan dari Ishak dan juga orang Arab Quraisy di Hijaz dari Ismail. Terdapat tiga daerah dalam kisah hijrah yang dilakukan Ibrahim yaitu Kanaan yang sekarang dikenal Palestina dan Israel, Mesir, dan Hijaz yang 20 Ibrahim membagi waktunya untuk hidup di Kanaan dan juga di Hijaz. Di Kanaan, Ibrahim membangun bahtera rumah tangga dengan Sarah, sedangkan di Hijaz, Ibrahim membangun rumah tangga dengan Hajar. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa Ibrahim mengenalkan poligami dengan memisahkan istri pertama dengan istri kedua di tempat yang berbeda. 67 sekarang menjadi bagian dari Arab Saudi. Ibrahim menjadi rasul ketika masih berada di Babilonia dengan mengenalkan konsep Tuhan yang satu dalam teologi monoteis. Tuhan menyuruh Ibrahim untuk tinggal di Kanaan dan menyebarkan kepercayaan disana karena Babilonia bukan tempat aman bagi Ibrahim untuk menyampaikan agama. Di Kanaanlah Ibrahim diduga mendapat perintah untuk sirkumsisi. Sejak itulah sirkumsisi menjadi sebuah kewajiban bagi keturunan lakilaki Ibrahim dan juga masyarakatnya. Di Mekah Ibrahim melakukan sirkumsisi kepada Ismail dan di Kanaan Ibrahim melakukan sirkumsisi kepada Ishak. Melalui alur hijrah Ibrahim dapat diketahui mengapa sirkumsisi tidak ditemukan di Babilonia dan dapat ditemukan di Kanaan, Mesir Kuno, dan Jazirah Arab dapat terjawab. Praktek sirkumsisi dapat ditemukan di Kanaan bersumber dari bukti yang terdapat di ajaran Yahudi yang selanjutnya diperkuat oleh Agama Kristen. Sirkumsisi di Mesir Kuno dapat ditelusuri dari penyebaran kepercayaan ajaran Tuhan ketika Ibrahim berada di Mesir Kuno. Di Mesir Kuno, Ibrahim bukanlah orang dari Kanaan satu-satunya. Terdapat juga orang-orang dari Kanaan yang ikut hijrah bersama Ibrahim dan membentuk koloni di Mesir Kuno karena Kanaan mengalami bencana kekeringan. Praktek sirkumsisi di Mesir Kuno juga kemungkinan dikenalkan oleh orang-orang Yahudi yang hijrah dari Kanaan ketika Yusuf anak dari Yakub mengajak banyak orang Yahudi pindah ke Mesir. Orang yahudi di Mesir Kuno sangat banyak hingga pada masa Musa, orang Yahudi hampir menyamai populasi orang Mesir asli. Peristiwa hari penyeberangan membuat sejarah orang Yahudi di Mesir Kuno berakhir karena orang Yahudi kembali lagi ke tanah yang dijanjikan yaitu Kanaan, yang sekarang menjadi Israel dan Palestina. Walaupun orang Yahudi telah hijrah ke tanah yang dijanjikan 68 namun warisan budaya orang Yahudi tetap ada di Mesir salah satunya adalah praktek sirkumsisi. Sementara sirkumsisi terdapat di Jazirah Arab karena Ismail tumbuh besar disana dan mengajarkan terhadap ajaran agama yang diyakininya yaitu agama yang dibawa oleh Ibrahim hingga praktek sirkumsisi terdapat dalam ajaran Agama Islam. 3.1.2 Sirkumsisi Mesir Kuno Sirkumsisi telah dikenal oleh peradaban kuno dunia khususnya di daerah Timur Tengah dan sekitar Laut Mediterania. Praktek sirkumsisi telah tercatat dalam manuskrip kuno Yunani (Feldman, 1996: 154). Dari manuskrip tersebut diketahui bahwa sirkumsisi berasal dari peradaban Mesir Kuno. Orang Mesir pada masa tersebut melakukan praktek sirkumsisi khususnya terhadap remaja laki-laki sebagai tanda menuju kehidupan dewasa. Selain masuk ke fase kehidupan dewasa, ternyata sirkumsisi merupakan salah satu cara untuk mengangkat status sosial laki-laki tersebut dan juga keluarganya. Selain hal tersebut, sirkumsisi juga mempunyai tujuan untuk menjaga stamina tubuh dan mengurangi resiko tertularnya penyakit kelamin (Gollaher, 2000: 22). Bukti bahwasanya sirkumsisi memang menjadi bagian dari kehidupan sosial Mesir Kuno adalah ditemukannya relief proses sirkumsisi di dinding makam Raja Mesir Kuno dinasti ke-6, yaitu Raja Ankma Hor di Piramid Saqqara. Relief tersebut menceritakan tentang sirkumsisi terhadap dua remaja Mesir Kuno. Relief dua remaja tersebut yang terdapat dalam makam Raja Ankma Hor 69 diperkirakan tahun 2000-an sebelum Masehi, mengingat dinasti ke-6 Mesir Kuno memerintah pada tahun 2350-2000 sebelum Masehi (Breasted, 1933: 10).21 Gambar 3.6Relief Sirkumsisi di Dinding Piramid Saqqara (www.d.umn.edu) Bukti lainnya adalah terdapat mumi-mumi yang ditemukan di Mesir Kuno ditemukan dalam keadaan telah disirkumsisi yang diperkirakan tahun 2500-1500 sebelum Masehi. Hanya orang-orang penting, golongan bangsawan, raja beserta keluarga raja yang dapat dijadikan mumi. Orang Mesir Kuno percaya bahwa orang Mesir terutama raja akan dapat hidup kembali karena raja merupakan keturunan Dewa Ra. Syarat untuk bisa hidup kembali syaratnya hanyalah satu yaitu tubuh harus tetap berwujud manusia dan tidak boleh hancur. Menjadikan jasad raja abadi merupakan satu-satunya cara agar dikemudian hari raja dapat hidup kembali (Rogers, 1956: 56-60). 21 Relief di dinding makam Raja Ankma Hor oleh orang Mesir Kuno kemudian banyak digambarkan di kertas papirus. Pada lembaran kertas tersebut dua remaja tersebut dilukis dengan warna yang berbeda yaitu dengan warna lebih terang dibandingkan tenaga medis atau orang yang bertugas untuk menyunat alat kelamin kedua remaja tersebut. Perbedaan warna tersebut mungkin untuk membedakan usia atau mungkin juga status sosial. Jika yang dimaksud adalah status sosial maka sirkumsisi merupakan ritual untuk remaja golongan bangsawan. 70 Museum Tahrir di Cairo menyimpan patung laki-laki dewasa yang telah disirkumsisi yang diperkirakan dibuat pada tahun 2230 sebelum Masehi yang dinamakan Merire Hashetef. Merire Hashetef sendiri bukanlah raja melainkan diyakini seorang bangsawan atau orang penting di Mesir Kuno simbol perwujudan laki-laki perkasa. Patung Merire Hashetef merupakan patung laki-laki yang mempunyai penis yang telah disirkumsisi (Bolnick dkk, 2012: 246). Gambar 3.7 Patung Merire di Museum Kairo (www.aboutcirc.com) Selain Merire Hashetef, Mesir Kuno mempunyai dewa kesuburan yang bernama Min. Kesuburan yang dimaksud pada masa Mesir Kuno lebih ke arah pertanian. Jadi lahan pertanian yang subur akan menjadikan kehidupan manusia akan makmur termasuk dalam hal kesuburan secara seksualitas. Dewa Min dilukiskan dalam relief sebagai dewa yang mempunyai penis besar karena ireksi dan telah disirkumsisi (Armour, 2001: 155 dan Najovits, 2003: 93).22 22 Patung lambang kesuburan dengan penis besar karena ereksi dan telah disirkumsisi sebagai perwujudan Dewa Min banyak ditemukan di Pasar Khan Khalili di pusat Kota Kairo 71 Gambar3.8 Relief Dewa Min, dewa kesuburan Mesir Kuno (www.flickr.com) Sirkumsisi Mesir Kuno dilakukan berdasarkan kepercayaan bahwasanya dewa orang-orang Mesir Kuno yaitu Dewa Ra yang dikenal sebagai Dewa Matahari telah mensirkumsisi alat kelaminnya sendiri. Tidak semua Raja Mesir atau Firaun ternyata melakukan ritual sirkumsisi. Amenhotep I adalah contoh raja yang tidak disirkumsisi. Amenhotep I memang tidak melakukan ritual sirkumsisi namun ritual tersebut tidak diperuntukkan kepada kalangan bawah seperti budak dan rakyat jelata. Sirkumsisi merupakan ritual untuk meniru Dewa Ra oleh sebab itulah hanya boleh untuk raja dan juga golongan bangsawan (Harris dan Weeks, 1973: 126-130). Bukti sirkumsisi pada relief, patung,dan mumi dalam keadaan sirkumsisi diperkirakan tahun 2500-1500 sebelum Masehi merupakan bukti bahwa Mesir Kuno merupakan peradaban manusia pertama yang melakukan praktek sirkumsisi. sebagai oleh-oleh khas Mesir selain patung Spinx. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa penis yang telah disirkumsisi mempunyai tempat penting dalam dunia seksologi. Penis yang disirkumsisi dapat ditafsirkan sebagai penis yang dapat memuaskan kaum perempuan karena ujung penis lebih besar daripada penis yang tidak disirkumsisi. 72 3.2 Sirkumsisi Perempuan Sebelum Islam Sirkumsisi perempuan sudah ada sejak masa Mesir Kuno. Perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Hajar. Pada masa selajutnya, sirkumsisi perempuan dilakukan oleh perempuan di Mesir Kuno dan menjadi sebuah tradisi. Jika dilihat dari kronologi sejarahnya, sirkumsisi perempuan pada masa tersebut melahirkan banyak kejanggalan sejarah yang menarik untuk dikaji. 3.2.1 Sirkumsisi Hajar Sirkumsisi yang dilakukan laki-laki dan perempuan pada saat ini selalu dikaitkan dengan Ibrahim dan Hajar. Ibrahim merupakan orang pertama yang melakukan sirkumsisi dan juga menyebarkan praktek sirkumsisi pada masyarakat. Ismail yang merupakan anak Ibrahim dari Hajar disirkumsisi oleh Ibrahim begitu pula dengan Ishak, anak Ibrahim dari Sarah disirkumsisi ketika berumur delapan hari (Sahlieh, 2012: 160). Sementara sirkumsisi perempuan diyakini diambil dari peristiwa sirkumsisi yang dialami Hajar yang kemudian dijadikan sumber hukum oleh Agama Islam selain berlandaskan hadist dan juga fatwa ulama. Sedangkan dalam Yahudi dan Kristen tidak ada hukum dalam sirkumsisi perempuan. Hajar disirkumsisi oleh Sarah karena cemburu ketika melihat Ibrahim lebih perhatian kepada Hajar yang sedang hamil. Sarah tidak bisa memberikan keturunan kepada Ibrahim seperti Hajar. Kecemburuan tersebut membuat Sarah bersumpah untuk memotong tiga bagian tubuh Hajar. Bagian tubuh yang diinginkan oleh Sarah adalah dua telinga dan hidung Hajar. Apabila Hajar cacat, maka Ibrahim tidak akan menyukainya lagi walaupun mengandung calon anaknya. Keinginan Sarah tersebut diketahui oleh Ibrahim dan kemudian 73 membujuk Sarah bahwa tindakan tersebut sangat keji. Atas saran Ibrahim pula keinginan Sarah diganti dengan tindikan di dua telinga dan sirkumsisi pada Hajar (al-Thabari, 1992: 130, al-Tsa’labi: 71, Ibn Katsir, 1993: 159, Ibn Qayyim 1995:103,al-Jahidh dan Abu Ustman 1996: 271, dan Ramadhan, 2012: 49-50). Sejak itulah peristiwa sirkumsisi Hajar dipakai landasan hukum dalam Islam selain berjalan dari Marwah ke Safah untuk mencari air karena Ismail kehausan ketika masih bayi. Peristiwa jalannya Hajar dari Marwah ke Safah tersebut dijadikan rukun dalam haji. 3.2.2 Sirkumsisi Perempuan Mesir Kuno Di negara Sudan pada saat ini, sirkumsisi perempuan lebih dikenal sebagai sirkumsisi warisan Firaun. Penyebutan praktek sirkumsisi terhadap perempuan tersebut dikarenakan Kerajaan Mesir Kuno mengenalkan praktek sirkumsisi perempuan ketika menaklukkan wilayah Nil Selatan yang sekarang menjadi wilayah Sudan (Sahlieh, 2012: 91). Fayyad (1998: 28) menjelaskan bahwa pendapat tersebut tidak benar karena peradaban Mesir Kuno hanya mengenal sirkumsisi terhadap laki-laki dan tidak mengenal sirkumsisi terhadap perempuan. Peradaban Mesir Kuno mengenal sirkumsisi terhadap laki-laki karena sekitar tahun 2000 sebelum Masehi sudah terdapat orang Yahudi yang tinggal di Mesir Kuno dan mempraktekkan sirkumsisi terhadap bayinya ketika berumur delapan hari. Sirkumsisi merupakan perintah Tuhan kepada Ibrahim dan perintah tersebut harus ditaati orang Yahudi dimanapun mereka tinggal. Fayyad juga menambahkan bahwasannya tradisi sirkumsisi perempuan merupakan ritual yang berasal dari suku di Afrika kemungkinan besar dari Sudan yang berhasil menaklukkan Mesir 74 Kuno. Setelah penaklukkan, suku tersebut memperkenalkan budaya mereka termasuk sirkumsisi perempuan. Terdapat tiga bukti tentang adanya praktek sirkumsisi di Mesir Kuno. Pertama adalah bukti tulisan dari Yunani pada tahun 163 sebelum Masehi yang ditulis di kertas papirus. Tulisan tersebut menjelaskan bahwa perempuan Mesir yang bernama Tathemis menjalani ritual sirkumsisi untuk memasuki dunia perempuan dewasa sebelum menjalani pernikahan. Kedua adalah bukti yang ditulis oleh Strabo23 bahwasanya anak laki-laki dan perempuan setelah lahir harus menjalani ritual sirkumsisi. Anak laki-laki dipotong kulit ujung pembungkus penis, sedangkan anak perempuan dipotong klitorisnya. Praktek tersebut dijalankan orang Yahudi dan juga orang Mesir (Greunbaum, 2001: 43). Bukti ketiga adalah catatan Philo24 yang menjelaskan bahwa anak laki-laki Mesir akan disirkumsisi ketika masuk dunia remaja dan anak perempuan akan disirkumsisi ketika sudah masuk masa menstruasi (Sly, 2013: 161). Tiga bukti dari catatan Yunani, Strabo, dan Philo menunjukkan bahwa Mesir sebelum masehi telah mengenal sirkumsisi perempuan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor diantaranya tanda kedewasaan, memasuki masa menstruasi, dan sebelum memasuki pernikahan. Praktek sirkumsisi tersebut dilakukan oleh perempuan Yahudi yang tinggal di Mesir dan juga perempuan Mesir asli. 23 Strabo merupakan sejarawan dari Yunani. Strabo menulis sejarah tentang Mesir kirakira pada tahun ke-25 sebelum Masehi. 24 Philo adalah seorang filsuf dari bangsa Yahudi. 75 3.2.3 Kejanggalan Sirkumsisi Perempuan Sebelum Islam Peristiwa sirkumsisi yang dialami oleh Hajar memang dilakukan pada masa Ibrahim. Dari sudut pandang historis, peristiwa sirkumsisi tersebut harus diketahui tempat terjadinya peristiwa. Jika tempat diketahui, maka akan mudah menganalisis penyebaran sirkumsisi perempuan. Masalahnya dalam sumber literatur tidak dijelaskan tempat terjadinya peristiwa sirkumsisi yang dialami Hajar. Tempat terjadinya peristiwa sirkumsisi Hajar tidak dapat dipisahkan dari pernikahan Hajar dengan Ibrahim. Tempat terjadinya pernikahan Hajar dan Ibrahim juga tidak tercacat secara jelas dalam sejarah. Intinya Ibrahim bertemu dengan Hajar di Mesir dan kemudian menikah karena Sarah tidak dapat memberikan Ibrahim keturunan hingga masa tuanya. Dari peristiwa sejarah tersebut terdapat dua kemungkinan tempat pernikahan Hajar dengan Ibrahim yaitu di Mesir dan Kanaan. Analisis pertama, pernikahan Hajar dengan Ibrahim terjadi di Mesir. Hal tersebut merupakan peristiwa yang terkait karena Hajar bertemu dengan Ibrahim di Mesir. Hajar merupakan perempuan Mesir yang dihadiahkan Raja Mesir atau Firaun kepada Sarah setelah mengobati penyakitnya. Jika pernikahan Ibrahim dilakukan di Mesir, maka alasan tersebarnya sirkumsisi perempuan di Mesir Kuno karena terpengaruh sirkumsisi yang dialami Hajar adalah benar. Kemungkinan besarnya, perempuan di Mesir Kuno melakukan sirkumsisi tersebut tidak lepas dari sosok Ibrahim. Keputusan sirkumsisi perempuan yang berasal dari Ibrahim 76 yang merupakan utusan Tuhan dianggap baik oleh masyarakat, walaupun tidak mengetahui latar belakangnya. Analisis kedua, pernikahan Hajar dengan Ibrahim terjadi di Kanaan. Hal tersebut terjadi karena Ibrahim dengan Sarah diusir oleh Firaun. Firaun mengusir Ibrahim dengan Sarah karena Firaun merasa malu karena menggoda Sarah. Setiap Firaun menggoda Sarah, dia terkena penyakit kejang-kejang. Sakit tersebut kemudian disembuhkan oleh Sarah. Sebagai hadiahnya Sarah diberikan perempuan Mesir sebagai pendampingnya atau budak. Untuk menutupi keburukan Firaun di Mesir Kuno, Ibrahim beserta keluarganya termasuk Hajar diusir dari Mesir. Ibrahim beserta keluarganya kembali ke Kanaan dan di tempat tersebut, Ibrahim menikah dengan Hajar. Di Kanaan, peristiwa sirkumsisi Hajar terjadi karena kecemburuan Sarah yang tidak dapat hamil seperti Hajar. Jika kronologi sejarah mengungkapkan hal tersebut, maka sirkumsisi perempuan yang terjadi di Mesir Kuno diperkenalkan oleh orang-orang Yahudi ketika melakukan imigrasi besar-besaran pada masa Yusuf. Yusuf tidak lain adalah cicit dari Ibrahim dengan Sarah. Imigrasi orang-orang Yahudi di Mesir Kuno terjadi dalam waktu yang lama yaitu hingga masa Musa. Pada masa Musa, populasi orang Yahudi berkembang pesat dan hampir menyamai populasi Mesir Kuno. Pada masa Musa tersebut, peristiwa bersejarah bagi orang-orang Yahudi terjadi karena diusir dari Mesir dan peristiwa tersebut dikenal dengan hari penyeberangan. Akhirnya orang-orang Yahudi kembali lagi ke Kanaan, tempat asal orang-orang Yahudi(Barth dan Marie-Claire, 2008: 167). 77 Sirkumsisi perempuan yang dikenalkan oleh orang-orang Yahudi ketika berimigrasi juga melahirkan keanehan. Keanehan tersebut adalah sirkumsisi perempuan tidak lagi dilakukan oleh perempuan-perempuan Yahudi ketika kembali lagi ke Kanaan. Mereka melakukan sirkumisisi hanya di Mesir Kuno sesuai dengan catatan Yunani, Strabo, dan Philo. Dari kejadian tersebut seakanakan ada rekayasa budaya yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Semestinya jika mereka melakukan sirkumsisi di Mesir Kuno, praktek tersebut seharusnya juga dilakukan di daerah baru yaitu Kanaan. Buktinya dapat dilihat pada masa sekarang yaitu perempuan-perempuan Yahudi di Israel dan di berbagai belahan dunia manapun kecuali perempuan Yahudi hitam Ethiopia tidak melakukan sirkumsisi perempuan. Kenyataan tersebut terbalik dengan tetap dilakukannya sirkumsisi oleh perempuan Mesir hingga masa sekarang. Alasan perempuan-perempuan Yahudi tidak lagi melakukan sirkumsisi perempuan melahirkan analisis baru yaitu sirkumsisi perempuan adalah tradisi anggapan, maksudnya pemahaman manusia dari peristiwa sejarah sirkumsisi Hajar. Kemungkinan terbesarnya adalah orang-orang Yahudi menganggap bahwa perempuan yang harus melakukan sirkumsisi adalah perempuan Mesir karena Hajar yang disirkumsisi dan bukanlah Sarah. Oleh sebab itu diduga adanya usaha untuk menciptakan interpretasi pemahaman bahwa perempuan Mesir harus melakukan sirkumsisi, karena Hajar istri dari Ibrahim adalah perempuan Mesir. Hal tersebut juga tetap menimbulkan masalah yaitu dalam catatan Strabo dan Philo membuktikan bahwa perempuan Yahudi di Mesir melakukan sirkumsisi seperti perempuan Mesir. 78 Mesir Kuno merupakan peradaban tertua di dunia yang mempunyai pengaruh besar di daerah-daerah sekitarnya dalam hal apapun termasuk tradisi budaya. Oleh karena itu penyebaran sirkumsisi perempuan di Afrika terdapat landasan yang kuat yaitu terpengaruh kehidupan sosial budaya peradaban Mesir Kuno. Tetapi hal tersebut masih menyimpan permasalahan yaitu mengapa sirkumsisi perempuan hanya terjadi di Afrika dan tidak terjadi di Yunani Kuno dan juga Mesopotamia. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yaitu mengenai interaksi sosial budaya. Jika sirkumsisi perempuan menyebar di wilayah selatan Mesir Kuno, maka interaksi sosial budaya Mesir Kuno terjadi karena ditunjang oleh keberadaan aliran Sungai Nil. Begitu pula dengan orangorang Yahudi, mereka hanya melakukan interaksi kehidupan sosial budaya dengan Mesir Kuno dan tidak melakukan interaksi dengan peradaban lainnya seperti Yunani Kuno dan Mesopotamia. Penyebaran sirkumsisi perempuan di Afrika selain mendapat pengaruh sosial budaya Mesir Kuno juga dapat dilihat dari peristiwa sirkumsisi Ratu Bilqis atau Ratu Saba sebelum menikah dengan Raja Sulaiman yang diperkirakan terjadi pada tahun 1000 sebelum Masehi. Ratu Bilqis merupakan pimpinan kerajaan di selatan Mesir Kuno yang bernama Kerajaan Saba. Menurut sejarahwan, Kerajaan Saba berasal dari daerah Abesinia yang sekarang bagian dari negara Ethiopia (Bruce, 1990: 341-342 dan Leslau, 1957: 93). Oleh sebab itu, pada masa sekarang ditemukan perempuan-perempuan Yahudi berkulit hitam atau Yahudi Ethiopia melakukan sirkumsisi karena meniru peristiwa sirkumsisi Ratu Bilqis. Karena itulah penyebaran sirkumsisi perempuan di negara-negara pedalaman Afrika lebih memungkinkan kalau menggunakan alasan tersebut, mengingat letak Kerajaan 79 Saba lebih memungkinkan untuk menyebarkan pengaruh sosial budaya daripada Mesir Kuno. Alasan inilah yang mungkin diyakini oleh Fayyad bahwa sirkumsisi perempuan bukan berasal dari Mesir Kuno. Catatan Strabo dan Philo juga menimbulkan problem tentang sirkumsisi perempuan yang disuga mengalami suatu perubahan terstruktur. Sirkumsisi perempuan menurut mereka sebagai tanda kedewasaan perempuan, menjaga kesucian, dan sebelum memasuki fase pernikahan. Sirkumsisi yang dialami Hajar mengungkapkan fakta lain yaitu Hajar disirkumsisi sudah dalam keadaan dewasa dan sudah menikah. Jika mengambil alasan sirkumsisi Ratu Bilqis mungkin alasan tersebut terdapat kebenarannya. Jadi dapat adanya kemungkinan bahwa yang memberi pengaruh sirkumsisi perempuan di Mesir Kuno adalah sosial budaya Kerajaan Saba di selatan Mesir Kuno. 3.3 Sirkumsisi Perempuan Masa Islam Sirkumsisi perempuan masa Islam terbagi menjadi dua yaitu pada masa Nabi Muhammad dan masa setelahnya. Pada masa Nabi Muhammad, sirkumsisi perempuan dapat diambil suatu kesimpulan bagaimana Rasulullah memandang sirkumsisi yang dilakukan kaum perempuan pada masa tersebut. Pada masa setelah Nabi Muhahammad, dapat diketahui bagaimana ulama-ulama Islam menafsirkan sirkumsisi perempuan. 80 3.3.1 Sirkumsisi Perempuan Masa Nabi Muhammad Pada masa Nabi Muhammad ditemukan bukti bahwasanya sirkumsisi perempuan dilakukan untuk para budak perempuan. Nabi Muhammad bertemu dengan Umm Athiyah25dan mengatakan kepadanyauntuk memotong sedikit dan jangan terlalu banyak. Kata “memotong” hingga saat ini banyak penafsiran. Banyak ulama berpendapat bahwa yang dipotong adalah kulit pembungkus klitoris namun pada praktek di berbagai negara Afrika khususnya Mesir yang dipotong adalah klitoris. Sirkumsisi menurut Nabi Muhammad dapat mempercantik wajah perempuan dan untuk kenikmatan suami jika sesuai ketentuan. Pada zaman tersebut Nabi Muhammad tidak melarang sirkumsisi perempuan namun hanya untuk membenarkan tata cara sirkumsisi agar tidak berbahaya bagi perempuan (al-Awwa, 1996: 218). Versi kedua Nabi Muhammad bertemu dengan perempuan bernama Umm Habibah yang melakukan sirkumsisi terhadap para budak perempuannya. Kemudian Nabi Muhammadberkomunikasi dengan Umm Habibah26 yang intinya Nabi Muhammad akan melarang tradisi sirkumsisi terhadap kaum perempuan jika diperbolehkan oleh masyarakat. Dari hal tersebut sebenarnya sirkumsisi tidak perlu dilakukan oleh perempuan karena jika terjadi kesalahan dalam melakukannya dapat membahayakan keselamatan perempuan. Dan Nabi Muhammad sendiri mengisyaratkan bahwa sirkumsisi agar tidak dilakukan, 25 Umm ‘Athiyah merupakan perempuan di masa Rasulullah yang pekerjaannya sebagai tenaga sirkumsisi atau juru khitan. 26 Umm ‘Athiyah atau Umm Habibah merupakan dua versi nama perempuan dalam hadist sirkumsisi perempuan, namun nama Umm ‘Athiyah lebih kuat karena lebih banyak disebutkan. 81 namun pada masa tersebut sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi (alJamal, 1995: 47). Bukti selanjutnya bahwa pada masa Nabi Muhammad telah ada praktek sirkumsisi perempuan adalah hadist dari Rasulullah sendiri. Hadis tersebut menjelaskan tentang kewajiban mandi karena bertemunya dua alat kelamin lakilaki dengan perempuan dengan memakai kata bertemunya dua khitan (Ayyub, 2007: 94).27Pada saat tersebut laki-laki telah disunahkan untuk melakukan sirkumsisi karena mengikuti ajaran Ibrahim dan juga perintah Nabi Muhammad. Sedangkan sirkumsisi pada alat kelamin perempuan merupakan warisan tradisi yang telah ada sebelum Nabi Muhammad sehingga Nabi Muhammad menjelaskan hadist dengan kata khitan bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya penjelasan tersebut membuktikan bahwa perempuan pada masa Nabi Muhammad mengenal tradisi sirkumsisi. Nabi Muhammad mempunyai empat putri dari istrinya yang bernama Siti Khadijah. Tidak terdapat bukti tertulis yang menyatakan bahwa keempat putri Nabi Muhammad melakukan sirkumsisi. Nabi Muhammad ternyata tidak mengikuti tradisi sirkumsisi perempuan yang terdapat di budaya Arab pada masa itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan boleh untuk tidak menjalankan praktek sirkumsisi (Al-Najjar, 1990: 38). 27 Hadis tersebut menjelaskan bahwa pada saat hubungan intim antara laki-laki dan perempuan walaupun tidak terjadi ejakulasi baik laki-laki dan perempuan, diwajibkan untuk mandi karena alat kelamin laki-laki bertemu dengan alat kelamin perempuan. 82 3.3.2 Sirkumsisi Perempuan Pasca Nabi Muhammad Tradisi sirkumsisi perempuan pasca Nabi Muhammad tetap berlanjut karena tidak terdapat aturan dalam Islam baik dari al-Quran maupun al-Hadist yang melarang tradisi tersebut. Tradisi sirkumsisi perempuan tetap menjadi bagian dari masyarakat Afrika khususnya Mesir, Sudan, Ethiopia, Somalia, dan negara sekitarnya karena sebelumnya sirkumsisi perempuan memang sudah terdapat lama di daerah tersebut. Tradisi sirkumsisi perempuan tetap tumbuh subur di daerah tersebut karena sirkumsisi perempuan mempunyai tujuan dan kepercayaan yang dibenarkan oleh budaya. Pada dasarnya semua anak perempuan Nabi Muhammad memang tidak ada yang disirkumsisi. Hal tersebut memang menjadi suatu kebenaran karena tidak ada sumber sejarah terutama dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi pada semua anak perempuan Nabi Muhammad. Fakta tersebut juga mengindikasikan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari tradisi budaya dan bukan kewajiban dan keutamaan bagi perempuan karena Nabi Muhammad sendiri tidak melaksanakan tradisi sirkumsisi perempuan layaknya sirkumsisi terhadap laki-laki yang telah diatur dalam hukum Islam. Sirkumsisi perempuan menjadi polemik yang tidak ada habisnya ketika dihadapkan dengan adanya hadist-hadist lain yang menjelaskan sirkumsisi perempuan Keberadaan hadist-hadist tersebut ternyata pengaruhnya sangat besar bagi keberadaan sirkumsisi perempuan hingga masa sekarang.Hadist yang menjelaskan mengenai sirkumsisi perempuan dari Umm ‘Athiyah dan hadisthadist lainnya yang menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan adalah keutamaan 83 bagi perempuan, pasca Nabi Muhammad ditafsirkan dan dijelaskan berbeda oleh ulama-ulama Islam sendiri dalam berbagai madzab. 3.4Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Budaya Sirkumsisi perempuan di Mesir merupakan warisan dari tradisi yang sudah lama dan sudah ada sebelum Islam. Pada saat ini, Islam dicurigai oleh Barat sebagai agama yang melegalkan praktek sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan oleh Barat dinilai sebagai kejahatan manusia yang merugikan kehidupan perempuan (Dux dan Simic, 2008: 156 dan Ross, 2008: 501). Dalam Islam sendiri memang terdapat ajaran yang menjelaskan tentang hukum sirkumsisi perempuan, namun para ulama Islam berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan bukanlah kewajiban yang harus dilakukan oleh perempuan layaknya laki-laki kecuali ulama Madzab Syafi’i yang mewajibkannya. Faktor tradisi dan budayalah yang membuat sirkumsisi perempuan menjelma seakan-akan tradisi tersebut benar dengan dilandasi oleh Islam. Pada kenyataannya praktek sirkumsisi perempuan memang ditemukan di daerah atau negara dengan penduduk mayoritasnya beragama Islam. Pada kasus lain sirkumsisi perempuan juga ditemukan di negara yang penduduknya tidak beragama Islam namun menjalankan tardisi tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa Islam bukan sumber dari tradisi sirkumsisi perempuan namun hanyalah sebagai tradisi budaya yang melekat selama ratusan bahkan ribuan tahun berdasarkan peristiwa sirkumsisi Hajar dan juga sirkumsisi Ratu Bilqis. Budaya mempunyai peran penting terhadap eksis atau tidaknya sebuah tradisi. Sebuah masyarakat yang mempunyai budaya kuat mempunyai 84 kecenderungan untuk menjaga tradisi budayanya. Tradisi apabila dilihat dari keterikatannya dibagi menjadi dua yaitu tradisi fleksibel dan tradisi non-fleksibel. Tradisi fleksibel merupakan tradisi yang dapat berubah seiring perkembangan waktu dan juga pengetahuan, sedangkan tradisi non-fleksibel mempunyai ketetapan yang kuat dalam kehidupan sosial masyarakat dan sulit sekali menerima perkembangan waktu serta pengetahuan. Tradisi non-fleksibel pada umumnya sangat terkait dengan kepercayaan atau agama sehingga meninggalkan atau mengubah sebuah tradisi akan menyebabkan keburukan, kecelakaan, dosa, dan sebagainya. Perempuan di kawasan Timur Tengah juga mempunyai tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang. Tradisi yang dilakukan tersebut tidak dilakukan tanpa adanya sebuah maksud dan tujuan. Tradisi tersebut dilakukan karena perempuan di kawasan Timur Tengah mempunyai landasan kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi-tradisi yang dilakukan perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir dapat dikategorikan dalam tradisi yang sifatnya fleksibel dan non-fleksibel. Pada tradisi fleksibel yang dipercayai perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir salah satunya adalah tradisi menjadi perempuan gemuk sebelum memasuki fase pernikahan. Sebelum era modern, perempuan di kawasan Timur Tengah mempunyai persepsi yang sama mengenai tata busana serta penampilan fisik. Perempuan-perempuan di Timur Tengah tersebut mempunyai anggapan yang sama pula dengan kecantikan yaitu perempuan yang cantik adalah 85 perempuan yang memiliki badan yang gemuk (Bagchi, 2011: 129 dan Hammond, 2005: 278). Masyarakat Mesir baik laki-laki dan perempuan meyakini bahwa perempuan gemuk merupakan perempuan subur yang bisa menurunkan keturunan yang banyak serta sehat. Kecantikan pada masa dahulu juga dilihat dari berat badan. Perempuan yang memiliki tubuh gemuk merupakan indikasi dari kecantikan perempuan. Indikasi tersebut juga muncul karena persepsi laki-laki pada zaman dahulu bahwa menikahi perempuan yang gemuk merupakan sesuatu yang membanggakan dan mendapat kehormatan dari masyarakat (Muhammad, komunikasi personal). Pada zaman dahulu juga gemuk mempunyai arti kemakmuran serta kekayaan. Perempuan gemuk menandakan bahwa dia berasal dari keluarga terpandang dan makmur sehingga dapat makan makanan yang lezat seperti daging dan susu. Sebaliknya perempuan yang kurus mempunyai arti bahwa perempuan tersebut tidak subur bahkan bisa dikatakan perempuan yang mempunyai resiko kemandulan. Selain itu, perempuan kurus mempunyai arti perempuan dari kalangan kelas bawah sehingga tidak bisa makan makanan yang enak seperti daging dan susu. Perempuan yang kurus pada zaman dahulu sulit mendapatkan calon suami sehingga ada cara untuk merubah penampilan menjadi perempuan gemuk. Atas dasar itulah menikahi perempuan kurus tidak menjadikan laki-laki tersebut terhormat melainkan akan dijadikan bahan pembicaraan bagi kelompok sosial atau masyarakatnya (Jabbour dkk, 2012: 251 dan Inhorn, 1996: 264). 86 Dari pertimbangan kepercayaan yang terkandung dalam perempuan gemuk serta tujuan sosialnya, para ibu di Timur Tengah pada zaman dahulu mempersiapkan anaknya menjadi gemuk ketika masa remaja sebelum menuju fase pernikahan. Misi untuk menjadikan anaknya menjadi gemuk sangat penting karena gemuk merupakan indikasi keluarga subur yang terhindar dari kemandulan, keluarga yang makmur tidak kekeruangan dalam segi ekonomi, serta keluarga yang terpandang. Memiliki anak perempuan yang gemuk akan menjadikan mudah bagi keluarga perempuan tersebut untuk mendapatkan jodoh yang diinginkan. Dengan kata lain sebenarnya kepercayaan terhadap kegemukan dalam kehidupan perempuan pada zaman dahulu sangat terkait dengan aspek ekonomi. Berbagai cara dilakukan untuk menjadikan anak-anak di Timur Tengah untuk menjadi gemuk. Dalam segi fisik dari aspek kesuburan dan juga pertumbuhan, anak-anak perempuan tentu memiliki perkembangan yang berbeda. Banyak anak perempuan memiliki pertumbuhan yang cepat dan mudah menjadi gemuk serta anak perempuan yang memiliki kecenderungan langsing dan sulit untuk menjadi gemuk. Hal tersebut adalah masalah bagi para ibu pada zaman dahulu di Timur Tengah. Jika mempunyai anak yang kurus dan tidak sesuai dengan keinginannya, karena ketakutan terhadap tradisi perempuan gemuk, para ibu di Timur Tengah mempunyai bebagai cara untuk menjadikan anaknya menjadi gadis yang gemuk. Cara tersebut adalah dengan memberikan susu unta yang dikonsumsi secara rutin setiap hari dalam jumlah yang banyak. 87 Di negara seperti Mauritania, Afghanistan, dan Kuwait anak perempuan dipaksa untuk meminum air susu unta dalam jumlah yang banyak. Dalam setiap hari rata-rata anak perempuan diwajibakan untuk meminum 5 sampai 15 liter air susu unta. Hal tersebut menjadi tradisi yang wajib dilakukan terutama di Mauritania (Gluckman dan Hanson, 2012: 41). Di Mesir juga seperti itu, namun dengan cara yang berbeda yaitu memakan makanan yang kaya mengandung protein dan juga lemak. Kebanyakan makanan di Mesir adalah makanan yang mengandung protein dan lemak yang tinggi. Pada saat ini gemuk masih dipercayai masyarakat Mesir bahwa perempuan gemuk merupakan perempuan yang cantik dan perempuan subur yang bisa memuaskan nafsu seks laki-laki sehingga perempuan gemuk masih dipercayai lebih mudah mendapat jodoh. Ibu-ibu di Mesir pada umumnya juga bertubuh gemuk dan hal tersebut menandakan bahwa keluarganya makmur dan suami bisa memenuhi kebutuhan istrinya dalam hal makan. Perempuan gemuk merupakan kategori tradisi fleksibel karena relatif bisa berubah seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Perempuan gemuk juga tidak diatur dalam agama atau kepercayaan sehingga meninggalkan tradisi tersebut tidak mendapat dosa atau keburukan disisi Tuhan. Pada saat sekarang trend untuk menjadi perempuan yang langsing sangat diinginkan perempuan di Timur Tengah terutama di kota-kota besar. Di Mesir sendiri, tren perempuan cantik adalah perempuan gemuk telah menurun terutama di kota besar seperti Kairo dan Alexandria yang juga merupakan representasi kota modern di Mesir (Russell, 2013: 309). Perempuan langsing di Mesir pada umumnya identik dengan perempan muda yang masih dalam jenjang sekolah baik di sekolah menengah atas maupun di perguruan tinggi. 88 Berbeda dengan perempuan muda Mesir, perempuan tua Mesir pada umumnya masih mempertahankan tradisi-tradisi budaya salah satunya persepsi perempuan cantik adalah perempuan yang gemuk. Disamping konsumsi teknologi informasi yang mayoritas merupakan perempuan muda, tingkat pendidikan juga mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas terhadap tradisi. Tingkat buta huruf di Mesir pada umumnya merupakan generasi tua lebih tepatnya lagi mengarah kepada kaum perempuan generasi tua. Sedangkan perempuan generasi muda lebih terbuka dan mengikuti perkembangan zaman karena mereka mempunyai pemahaman mengenai suatu masalah melalui pendidikan termasuk pemahaman tentang tradisi. Tradisi fleksibel selain perempuan gemuk adalah perempuan yang cantik adalah tradisi perempuan memakai pakaian berwarna hitam. Pada umumnya pakaian hitam merupakan pakaian yang spesial bagi perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir (Wilson, 2011: 103-105 dan Rugh, 1986: 136). Pakaian hitam menurut kepercayaan orang Mesir dan orang Timur Tengah pada umumnya adalah lambang kesuburan. Hal tersebut terkait dengan warna tanah subur yang warnanya kehitam-hitaman karena tercampur dengan air khususnya tanah di sekitar Sungai Nil (Leviton, 2014: 82). Boleh dikatakan bahwa maksud dari tanah yang berwarna hitam adalah tanah lumpur yang cocok digunakan untuk lahan pertanian. Biasanya lahan pertanian di Timur Tengah yang subur terletak tidak jauh dari aliran sungai seperti Sungai Nil, Tigris, Eufrat, Jordan, dan sebagainya. Tanah subur sangat dibutuhkan di Timur Tengah yang pada umumnya kondisi alamnya gersang karena sedikitnya curah hujan dan tanahnya berupa gurun pasir. 89 Tanah berwarna hitam mampu menumbuhkan tanaman seperti gandum, zaitun, kurma, anggur, dan sebagainya. Dalam kehidupan masyarakat, lambang kesuburan berkaitan erat dengan perempuan karena perempuanlah yang melahirkan keturunan. Sabir Ahmed Thaha, seorang dosen dan juga dekan di Fakultas Dakwah al-Azhar menjelaskan bahwa pakaian warna hitam bagi perempuan merupakan tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pakaian hitam yang dipakai kaum perempuan memiliki maksud dan tujuan antaranya lambang perempuan dewasa. Pada saat ini pakaian hitam masih banyak dipakai oleh perempuan-perempuan Mesir terutama di luar kota besar. Walaupun begitu perempuan di Kairo banyak juga ditemukan memakai pakaian berwarna hitam. Perempuan yang memakai pakaian berwarna hitam mempunyai arti bahwa perempuan tersebut merupakan perempuan yang subur sehingga bisa memberikan banyak keturunan selain kepercayaan perempuan gemuk adalah perempuan subur. Lebih baik lagi jika selain bertubuh gemuk, perempuan juga memakai pakaian berwarna hitam. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakaian hitam bagi perempuan merupakan sebuah doa dan harapan. Pada umumnya pemakai pakaian warna hitam merupakan perempuan generasi tua yang sudah menjadi ibu. Sedangkan perempuan generasi muda jarang ditemukan lagi memakai pakaian warna hitam dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut sama halnya yang terjadi pada pemahaman perempuan gemuk. Kecanggihan dunia informasi dan semakin majunya pendidikan merupakan faktor utama yang mengubah tradisi-tradisi tersebut. Perempuan muda yang berpikiran lebih terbuka dan mempunyai latar 90 pendidikan yang cukup meyakini, bahwa kesuburan pada perempuan dapat dibuktikan oleh dunia medis dan dapat dibentuk dari makanan serta pola hidup sehat dan bukan dari perempuan gemuk atau perempuan memakai pakaian berwarna hitam. Berbeda dengan tradisi yang sifatnya fleksibel, pemakaian niqab pada perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir termasuk tradisi non-fleksibel karena Agama Islam mengatur tentang pemakaian penutup aurat pada perempuan. Niqab merupakan pakaian yang menutup wajah perempuan kecuali mata. Tidak semua perempuan Mesir memakai niqab bahkan perempuan yang memakai niqab lebih sedikit dari jumlah perempuan Mesir yang memakai baju muslim biasa dengan hijab (Nanda dan Warms, 2011: 211). Pemakaian niqab oleh perempuan di Mesir tampaknya tidak sebanyak pemakaian niqab oleh perempuan di negara Timur Tengah yang lain. Pemahaman Islam yang lebih mendalam, toleran, dan keterbukaan negara Mesir dibandingkan negara-negara Timur Tengah yang lain membuat pemakaian niqab hanyalah menjadi pilihan bagi perempuan Mesir dalam memahami menutup aurat dan menjaga kehormatan. Pemakaian niqab dalam Islam terkait erat dengan pemahaman tentang batas aurat dalam Islam. Pemahaman aurat perempuan berbeda-beda dalam Islam. Semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Aurat perempuan tersebut menurut Madzab Syafi’i. Dalam Madzab Maliki semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Munurut Madzab Hanafi semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah dan kedua tangan. Sementara Madzab Hanbali semua badan perempuan adalah aurat, 91 pendapat yang lain mengatakan bahwa dalam Madzab Hanbali semua aurat kecuali wajah. Aurat perempuan tersebut merupakan aurat perempuan ketika bertemu dengan laki-laki yang bukan mahram. Lain lagi batasan aurat perempuan ketika mengerjakan shalat, bertemu sesama perempuan, dan bertemu dengan lakilaki mahramnya (Thawilah, 2007: 108-117). Niqab tidak hanya terkait dengan Islam. Tujuan pemakian niqab adalah untuk menjaga kehormatan perempuan dari kejahatan (Kolig, 2012: 198). Kejahatan kepada perempuan yang dimaksud adalah pemerkosaan, selingkuh, pelecehan seksual, fitnah, dan sebagainya. Banyak pakaian penutup aurat bagi perempuan dalam menjawab batasan aurat dalam perempuan. Pakaian penutup aurat perempuan tidak hanya niqab akan tetapi termasuk di dalamnya hijab atau kerudung dan burka. Hijab merupakan pakaian penutup aurat perempuan yang masih memperlihatkan seluruh wajah, niqab hanya memperlihatkan mata, sedangkan burka menutup kepala perempuan seluruhnya dengan menyisakan lubang-lubang kecil untuk mata (Grillo, 2009: 116). Pakaian penutup aurat tersebut lahir dipengaruhi oleh pemahaman hukum aurat perempuan yang berbeda dan juga dipengaruhi oleh sosial budaya geografi suatu wilayah. Islam sendiri mempunyai hukum dalam melindungi kehormatan perempuan dengan adanya aturan aurat perempuan. Salah satu cara untuk menutup aurat bagi perempuan Mesir adalah dengan memakai niqab. Dengan kata lain niqab mempunyai keterikatan kuat dengan hukum Islam karena sebagai pakaian penutup aurat perempuan. Banyak perempuan Mesir percaya bahwa menutup aurat bagi pemahamannya adalah dengan memakai niqab tapi banyak 92 juga perempuan Mesir percaya bahwa menutup aurat cukup dengan memakai hijab saja. Hal tersebut sah-sah saja karena madzab-madzab dam Islam berbeda dalam menafsirkan hukum aurat perempuan. Bagi perempuan yang meyakini bahwa niqab adalah suatu kewajiban maka sulit baginya untuk mengganti penampilannya dengan hijab atau bahkan melepas niqabnya sehingga terlihat wajah dan rambutnya. Tradisi niqab bukan seperti tradisi perempuan gemuk atau pakaian hitam yang mudah berubah sesuai perkembangan zaman. Konsep cantik dalam perempuan boleh saja terhegemoni oleh budaya barat bahwa cantik itu langsing, pandai berpenampilan, rambut terawat, dan sebagainya. Niqab merupakan tradisi yang mengikat bagi perempuan yang meyakini bahwa niqab adalah keharusan bagi dirinya karena niqab berkaitan erat dengan kehormatan perempuan yang terdapat dalam Islam. Tradisi non-fleksibel yang berhubungan dengan perempuan berikutnya adalah sirkumsisi. Sirkumsisi perempuan diperkirakan sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Hajar merupakan perempuan yang menjalani sirkumsisi pertama di dunia. Peristiwa sirkumsisi yang dialami oleh Hajar tidak terlepas dari rasa cemburu dan kemarahan Sarah. Sebagai istri kedua dan status Hajar yang merupakan budak sebelum diperistri Ibrahim menjadikan Sarah lebih kuat dari segi kedudukan dalam kehidupan rumah tangga. Kecemburuan Sarah membuat Hajar menerima praktek penyiksaan pada fisik yaitu kedua telinga Hajar ditindik dan alat kelamin Hajar disirkumsisi. Hal tersebut atas saran dari Ibrahim pula karena sebelumnya Sarah menginginkan pemotongan dua telinga dan pemotongan terhadap hidung Hajar (Ibn Katsir, 1993: 159). 93 Pada saat sekarang apa yang diterima oleh Hajar tersebut dari Sarah ditiru oleh mayoritas kaum perempuan di seluruh dunia yaitu tindikan pada telinga. Setelah peristiwa yang dialami Hajar tersebut, tindikan pada perempuan digunakan untuk penggunaan perhiasan pada perempuan hingga pada masa sekarang (Wheeler, 2002: 83). Begitu pula dengan sirkumsisi, banyak perempuan di dunia khususnya perempuan dari Agama Islam melaksanakan sirkumsisi karena sirkumsisi perempuan dijelaskan dalam hadist dan juga dalam ilmu fiqih. Islam telah sepakat dalam memandang sirkumsisi laki-laki yaitu sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Hadist Nabi Muhammad menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan bersifat mulia bagi perempuan namun tidak wajib layaknya laki-laki. Nabi Muhammad juga pernah berkata pada Umm ‘Athiyah untuk tidak memotong habis karena demi kebaikan terhadap perempuan tersebut dan juga suaminya ketika sudah menikah. Memang tidak disebutkan bagian yang dipotong, namun banyak ulama yang menafsirkan yang dipotong adalah kulit pembungkus klitoris dan bukan klitoris. Hadist Nabi Muhammad tersebut mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad mengatur tata cara sirkumsisi perempuan agar tidak merugikan perempuan maupun suami dari perempuan yang bersangkutan. Hadist dari Nabi Muhammad tersebut menjelaskan bahwa praktek sirkumsisi sudah ada pada zaman sebelum Nabi Muhammad. Sirkumsisi perempuan merupakan warisan tradisi yang sudah ada jauh sebelum Islam. Para sejarawan muslim serti Ibn Katsir, al-Tsa’labi, al-Thabari, dan sebagainya juga menulis bahwa sirkumsisi perempuan berasal dari Hajar. Hajar adalah perempuan 94 pertama yang disirkumsisi dan juga ditindik kedua telinganya. Dalam Yahudi dan Kristen tidak terdapat hukum dan kewajiban tentang sirkumsisi perempuan namun kedua agama tersebut mengenal akan kebenaran ajaran sirkumsisi laki-laki terutama Agama Yahudi. Dalam Agama Yahudi sirkumsisi laki-laki wajib dilakukan karena termasuk perintah Tuhan kepada Ibrahim. Dalam ritual pengorbanan Ismail oleh Ibrahim juga dikenal dalam Yahudi, namun perbedaannya adalah yang dikorbankan adalah Ishak (Sattar dan Rahman, 2010: 25). Jika dilihat dari latar belakang sejarah yang wajib diketahui adalah bahwasanya sirkumsisi yang dialami oleh Hajar bukan bertujuan untuk kebaikan akan tetapi tujuannya adalah untuk melukai fisiknya dan penyiksaan. Sirkumsisi tersebut juga bertujuan mengurangi kecantikan Hajar dan juga kemampuan seksualnya karena alat kelaminnya telah disirkumsisi. Perkembangan zaman ternyata menafsirkan lain dari peristiwa tersebut, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Ibrahim dihubungkan dengan kewajiban dan keharusan, padahal jika melihat dari latar belakang tentu kenyataannya akan berbeda. Sirkumsisi perempuan yang dialami oleh Hajar merupakan peristiwa dari zaman Ibrahim dan keputusan sirkumsisi perempuan tersebut juga saran dari Ibrahim karena Sarah sebenarnya ingin memotong hidung Hajar. Tradisi sirkumsisi yang dijalankan selama ribuan tahun tersebut, pada masa Islam berubah bahwasanya sirkumsisi perempuan merupakan praktek yang dianjurkan bagi perempuan karena mengandung kehormatan dan kemuliaan bagi perempuan yang didapat dari penafsiran hadist. Namun di dalam Islam tidak terdapat kesepakatan bahwa sirkumsisi merupakan hal wajib bagi perempuan. 95 Dari penjelasan tersebut, bisa disimpulkan lebih mendalam bahwa sirkumsisi perempuan bukan hanya merupakan tradisi yang berdiri sendiri namun agama juga mengatur keberadaan tradisi tersebut. Agama mengatur terhadap fenomena-fenomena yang terjadi pada sebuah masyarakat. Misalnya tentang hukum berperang, agama mengatur sedemikian rupa tentang peperangan karena menyangkut hal yang sangat penting pada masa tersebut. Contohnya ketika Islam diwajibkan berperang memusuhi kaum kafir karena jika tidak melawannya akan membahayakan keberadaan umat Islam sendiri (Kholil, 2001: 554-555). Contoh lain lagi adalah kasus dilarangnya meminum air keras dalam Islam. Meminum air keras pada masa sebelum Islam merupakan hal yang wajar karena minum air keras merupakan salah satu tradisi pada masyarakat pada waktu tersebut. Islam mengatur tradisi tersebut akhirnya melarang dengan hukum haram karena air keras lebih banyak mengandung kejelekan bagi orang yang meminumnya dan juga masyarakat (al-Hilali, 2005: 184). Contoh selanjutnya adalah poligami. Pada masa sebelum Islam, poligami merupakan praktek yang dilakukan laki-laki Jazirah Arab terutama laki-laki kaya dan kepala suku. Poligami pada masa sebelum Islam tidak mengenal batas. Islam mengatur hukum poligami karena Islam ingin membentuk kehidupan sosial yang teratur dan juga melindungi hakhak perempuan (al-Sya’rawi, 2007: 34). Hal tersebut disimpulkan bahwa hubungan tradisi budaya dengan agama sangat berkaitan. Superioritas hegemoni budaya semakin nyata ketika pada suatu masyarakat sudah mengenal agama tertentu namun ritual keagamannya masih bercampur dengan tradisi-tradisi yang ada pada budaya masyarakat tersebut. Keberadaan Islam Kejawen atau Kristen Kejawen di Indonesia merupakan hal 96 nyata bahwa hegemoni budaya pada situasi tertentu mengalahkan superioritas agama. Islam Kejawen di Jawa tentu berbeda dalam menjalankan ritual tradisi budayanya apabila dihubungkan dengan agama. Misalnya tradisi slametan yang tentu saja tidak terdapat dalam dunia Islam di Timur Tengah. Tradisi slametan mempunyai kekuatan dalam masyarakat Islam Jawa karena memasukkan unsur Islam pada ritual tradisinya. Pada hakikatnya slametan merupakan tradisi budaya masyarakat di Jawa sebelum memeluk agama Islam (Prabowo, 2003: 140). Pada kasus sirkumsisi perempuan dapat disimpulkan bahwa tradisi yang mengakar lama pada sebuah masyarakat sulit dihilangkan, apalagi Islam juga tidak melarang praktek sirkumsisi perempuan pada masa tersebut walaupun anakanak perempuan Nabi Muhammad tidak melakukan praktek sirkumsisi. Tradisi budaya kadang-kadang memiliki kekuatan yang lebih kuat dibandingkan agama itu sendiri. Misalnya tradisi pesta yang terdapat acara mabuk-mabukan masih terdapat dalam masyarakat walaupun jelas-jelas meminum air yang memabukkan adalah sesuatu yang dilarang. Tradisi sirkumsisi perempuan lebih abadi lagi karena Islam tidak melarangnya bahkan budaya mengambil landasan-landasan Islam yang menjelaskan tradisi sirkumsisi perempuan agar tradisi tersebut menjadi kebenaran seakan-akan Islam mengatur sirkumsisi perempuan. Keberadaan sirkumsisi perempuan yang masih ada hingga sekarang walaupun terdapat larangan dari pemerintah dan sanksi tegas menunjukkan bahwa kebenaran tradisi bersifat mutlak bagi masyarakat yang mempercayai bahwa tradisi tersebut dan didukung juga atas dasar pemahaman agama. Dalam budaya masyarakat tertentu sangat penting untuk mengambil hukum agama untuk 97 memperkuat keberadaan tradisi budaya. Masalah sirkumsisi perempuan sangat dimungkinkan bahwasanya tradisi tersebut dilindungi keberadaannya oleh landasan Agama Islam agar tradisi tersebut tetap terjaga walaupun landasan tersebut tidak kuat. Tindakan masyarakat tersebut dilakukan agar terjadi keharmonian tradisi budaya dengan ajaran Agama Islam. 3.5Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Patriarki Dalam struktur sosial, laki-laki memegang peranan dominan. Di peradaban manapun dan di budaya manapun laki-laki mempunyai dominasi serta kekuatan yang lebih besar daripada kaum perempuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua raja maupun pemimpin dari dahulu hingga sekarang adalah laki-laki walaupun sekarang perempuan sudah banyak yang menduduki posisi penting seperti perdana menteri dan presiden. Dilihat dari sejarah, sebenarnya sirkumsisi perempuan juga tercipta karena keputusan dari kaum laki-laki. Laki-laki pertama yang secara tidak langsung menciptakan praktek sirkumsisi perempuan adalah Ibrahim. Tujuan Ibrahim membuat keputusan besar sirkumsisi kepada istrinya sendiri yaitu Hajar tidak lain untuk menyelamatkan Hajar dari penyiksaan secara fisik yang akhirnya membuat Hajar cacat (Ibn Katsir, 1993: 159). Sarah selaku istri pertama menginginkan bahwasanya Hajar yang merupakan istri muda Ibrahim yang sebelumnya merupakan budak Sarah dari pemberian Firaun, harus dipotong hidung beserta kedua telinganya agar Ibrahim tidak lagi menyukainya karena Hajar menjadi perempuan yang cacat dan jelek. 98 Sarah menjatuhkan hukuman kepada Hajar didasari karena kecemburuan karena Hajar bisa hamil dan menurut pandangan Sarah, Ibrahim lebih sayang kepada Hajar. Ibrahim selaku kepala rumah tangga berupaya untuk menyelamatkan Siti Hajar dengan membujuk Sarah agar hukumannya diperingan yaitu dengan menindik kedua telinga Hajar dan mensirkumsisi alat kelaminnya. Dengan hukuman tersebut kecantikan Hajar dan juga nafsu seksualnya akan berkurang sehingga Sarah tidak perlu khawatir kehilangan kasih sayang dari Ibrahim. Pada akhirnya Sarah menyetujui usulan dari Ibrahim dan Hajar menjadi perempuan pertama di dunia yang disirkumsisi (al-Thabari, 1992: 130 dan alTsa’labi : 71) . Ibrahim merupakan utusan dari Tuhan yang menyebarkan agama tauhid yaitu menyembah satu Tuhan yaitu Allah. Tugas utama lain Ibrahim adalah menyadarkan manusia agar tidak menyembah lagi berhala-berhala, karena hal tersebut menyekutukan Tuhan. Selain hal tersebut Ibrahim juga merubah tatanan sosial yang buruk menjadi sebuah tatanan sosial yang baik. Ibrahim juga merupakan sosok cerdas yang membuat dirinya menjadi tokoh penting di daerah yang ditinggalinya. Ibrahim menjadi orang yang dituju masyarakat pada masa tersebut untuk bertanya, menyelesaikan masalah, dan sebagainya yang intinya merubah sesuatu yang tidak baik maupun sesuatu yang mengandung keraguraguan menjadi sesuatu yang baik dan benar. Ibrahim menjadi tokoh penting di daerah yang ditinggalinya karena masyarakat juga mempercayainya bahwa Ibrahim adalah utusan Tuhan (Sicker, 2001: 14 dan Hendel, 2005: 31-33). 99 Banyak hal yang dikerjakan Ibrahim dilakukan pula oleh pengikutnya. Sirkumsisi yang dilakukan sendiri oleh Ibrahim pada akhirnya dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan disyariatkan kepada kaum laki-laki dalam Agama Islam. Sementara dalam Agama Kristen, sirkumsisi laki-laki masih menjadi persoalan dan baptis merupakan pengganti dari sirkumsisi (Carson, 2000: 229). Sirkumsisi perempuan yang dialami Hajar pada akhirnya juga dilakukan oleh perempuanperempuan khususnya di wilayah Mesir Kuno. Ibrahim hidup di Mesir Kuno karena daerah Kanaan yang sekarang bagian dari Palestina dan Israel mengalami kekeringan sehingga tidak memungkinkan untuk hidup di Kanaan. Mesir Kuno menjadi tujuan Ibrahim karena Mesir Kuno memiliki tanah yang subur seperti Kanaan karena memiliki Sungai Nil. Sirkumsisi Hajar yang akhirnya menyebar Mesir Kuno menguatkan para sejarawan bahwa di daerah Afrika khususnya Mesir dan wilayah yang mendapat pengaruh dari Mesir Kuno seperti Sudan, Libya, Somalia, Ethiopia, dan sebagainya mengenal tradisi sirkumsisi perempuan. Diwajibkannya sirkumsisi bagi laki-laki karena pada dasarnya Ibrahim melakukan sirkumsisi karena perintah dari Tuhan. Sementara sirkumsisi perempuan yang ditiru oleh perempuan pada masa tersebut mengalami pergeseran tujuan. Sirkumsisi perempuan menurut jika dilihat dari latar belakang peritiswa sejarah bertujuan melukai fisik Hajar dan mengurangi kecantikannya. Hal tersebut bisa digeneralisasi bahwasanya tujuan sirkumsisi perempuan pada awalnya adalah melukai fisik dan mengurangi kecantikan perempuan. Disamping tujuan tersebut sebetulnya sirkumsisi perempuan juga mempunyai makna dan tujuan untuk menyelamatkan Hajar dari cacat fisik (Sellin, 2006: 18). Namun pengikut Ibrahim di Mesir pada waktu itu tidak melihat makna dan tujuan sirkumsisi perempuan 100 sebenarnya, namun hanya melihat bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sesuatu yang datang dari Ibrahim dan harus dicontoh karena Ibrahim adalah utusan Tuhan. Pada perkembangannya sirkumsisi perempuan menjadi tradisi yang sebenarnya menguntungkan bagi laki-laki. Sirkumsisi perempuan sebenarnya juga terjaga keberandaanya karena hegemoni laki-laki dalam kehidupan sosial. Dugaan tersebut berdasarkan bukti bahwa dalam kehidupan sosial pada saat ini di Timur Tengah khususnya di negara-negara yang terdapat praktek sirkumsisi perempuan terdapat praktek poligami (Scott dan Cavanaugh, 2004: 202). Sirkumsisi perempuan salah satunya bertujuan untuk mengurangi nafsu seksual perempuan. Dalam bahasa yang lebih halus sirkumsisi perempuan bertujuan untuk menstabilkan nafsu perempuan. Pada kenyataanya alat kelamin perempuan secara bentuk fisik berbedabeda. Perempuan yang memiliki klitoris yang kecil jika disirkumsisi maka perempuan tersebut akan menjadi dingin dalam kehidupan seksual hal tersebut juga sama pada perempuan yang memiliki klitoris yang besar jika mengalami sirkumsisi perempuan dengan memotong seluruh klitoris. Kaitannya dengan poligami adalah perempuan yang dipoligami akan menerima kehadiran perempuan lain karena pada kenyataannya perempuan tersebut tidak terlalu menikmati kehidupan seksualnya. Kesimpulannya poligami menyenangkan bagi laki-laki dan hanya biasa bagi perempuan dalam kehidupan seksual. Kenyataan akan terbalik jika perempuan dapat merasakan kehidupan seksualnya karena alat kelaminnya tidak mengalami kerusakan akbibat sirkumsisi. Perempuan tersebut 101 kemungkinan tidak akan menerima begitu saja poligami pada kehidupan sosial. Masalahnya pada daerah tertentu aturan adat dan agama melegalkan poligami dan perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk merubah peraturan tersebut karena perempuan tersebut bagian dari kehidupan sosial budaya dan kehidupan beragama. Hampir semua budaya di seluruh budaya mengenal praktek poligami dan hanya sedikit sekali budaya yang mengenal poliandri (Crooks dan Baur, 2010: 379). Praktek poliandri atau perempuan yang memiliki banyak suami dapat ditemukan di India bagian utara dan di Tibet. Poliandri dalam daerah tersebut dibenarkan oleh budaya, jadi poliandri dalam dua daerah tersebut wajar bahkan menjadi suatu kebanggaan (Ma, 2011: 242). Di berbagai budaya manapun di dunia dapat ditemukan praktek poligami terutama dilakukan oleh kepala suku, keluarga kerajaan, dan juga orang terpandang. Poligami menjadi kewajaran di berbagai daerah karena budaya juga mengatur tentang poligami. Poligami menjadi semakin kuat ketika dilegalkan pula dalam agama. Poligami merupakan simbol kekuasaan laki-laki karena laki-laki menjadi pemain kunci dalam kehidupan rumah tangga sementara perempuan menjadi obyek dan merelakan cintanya dibagi dalam satu keluarga. Dalam peradabanperadaban kuno raja bebas mempunyai istri dalam jumlah yang tidak terbatas. Perempuan dalam kehidupan raja tidak hanya berakhir pada istri-istrinya namun juga terdapat perempuan lain yaitu perempuan pelayan raja atau selir yang kemungkinan besar memiliki hubungan layaknya suami istri dengan raja (Turner, 2008: 105). Praktek poligami juga masih terdapat dalam kehidupan raja sampai 102 sekarang. Tidak hanya raja, kepala suku di beberapa daerah biasanya memiliki istri lebih dari satu. Mempunyai istri lebih dari satu mempunyai banyak makna serta tujuan antara lain sebagai kepala suku atau raja yang perkasa, mempunyai kekuasaan tak terbatas, untuk menaklukkan atau menjalin persahatan dengan daerah lain, dan sebagainya. Dengan adanya poligami seorang raja atau kepala suku menjadi tersamarkan kekurangannya (Gluckman, 2012: 135). Dari penjelasan di atas sebenarnya praktek poligami sudah ada sebelum Islam dan sebenarnya tidak ada alasan untuk memojokkan Islam dalam hal poligami karena sebetulnya poligami dalam Islam yang tertulis dalam al-Qur’an merupakan sebuah aturan dan pembatasan dalam poligami. Nabi Muhammad melakukan poligami karena berbagai alasan dan tujuan. Tidak semua perempuan yang dinikahi cantik dan berusia muda, akan tetapi Nabi Muhammad menikahi perempuan-perempuan untuk menolong karena statusnya sebagai janda dan juga untuk memperkuat Islam karena menikah dengan anak sahabatnya sendiri. Nabi Muhammad sebenarnya lebih lama hidup monogami dengan Khadijah daripada melakukan poligami (Ali, 2014: 138). Poligami yang terjadi pada kehidupan sekarang khususnya poligami yang dilakukan oleh orang Muslim sebenarnya hanya melihat dasar pembolehan dalam al-Qur’an tanpa melihat sejarah dan juga tanpa melihat poligami yang dilakukan Nabi Muhammad. Jika poligami sebenarnya dilakukan pada saat ini, mungkin laki-laki yang telah bersuami menikahi janda yang miskin, janda yang lebih tua dari umurnya. janda yang telah memiliki banyak anak, janda yang tidak beragama Islam, janda yang tidak cantik, dan sebagainya bukan istri kedua lebih muda dan 103 lebih cantik. Tapi kenyataannya berbeda dengan latar belakang sejarah polgami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Tradisi sirkumsisi perempuan menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kekuatan superior dalam kehidupan seksual. Sirkumsisi perempuan pada kenyataannya tidak terdapat tata cara dan hukum yang pasti dalam agama karena hingga saat ini sirkumsisi perempuan masih menjadi polemik dan diperdebatkan. Pada kenyataannya terdapat praktek sirkumsisi perempuan di daerah yang mayoritas beragama Islam seperti negara-negara di Afrika dan jarang ditemukan di daerah mayoritas Islam di daearah Asia jika dilihat dari faktor agama. Pada saat ini, sirkumsisi perempuan dapat digolongkan menjadi beberapa tipe. Jika perempuan meniru sirkumsisi perempuan Hajar tentu sekarang ditemukan satu tipe saja dan terdapat tata cara yang pasti mengenai sirkumsisi perempuan. Dari hal tersebut dapat diketahi bahwa budaya yang didalamnya terdapat elemen lakilaki memiliki peranan kuat sehingga sirkumsisi perempuan menjadi sebuah tafsiran yang sangat luas dalam tujuan dan juga tata caranya selama kurun waktu 4000 tahun. Tradisi sirkumsisi perempuan dilihat dari makna, tujuan, dan perkembangannya selama 4000 tahun dapat disimpulkan bahwa laki-laki menjadi kekuatan sentral dalam kehiudpan seksual. Laki-laki mempunyai kuasa akan poligami yang tidak terbatas jika dilihat dari sejarah. Laki-laki juga berhak memiliki kesucian perempuan yang dinikahinya karena salah satu tujuan sirkumsisi perempuan untuk menjaga keperawanan perempuan sehingga perempuan diharuskan melakukan sirkumsisi sebelum menikah. 104 Jika dilihat dari tiga sirkumsisi pada perempuan semuanya menguntungkan laki-laki. Tipe satu jenis kedua yang melibatkan pemotongan klitoris sangat berhubungan dengan poligami, begitu pula dengan tipe dua dan tipe tiga yang melibatkan pemotongan klitoris. Hal tersebut karena perempuan yang mengalami kerusakan atau kehilangan klitorisnya akan mengalami penurunan nafsu seksual atau seks dingin sehingga perempuan tersebut kurang peduli terhadap kehidupan seksualnya. Sirkumsisi tipe dua yang melibatkan pemotongan labia minora dalam jangka panjang akan menjaga keindahan bentuk vagina karena labia minora tidak akan bertambah panjang seiring bertambahnya usia. Keindahan vagina tersebut yang menguntungkan kaum laki-laki karena nafsu seksualnya terhadap pasangannya tetap terjaga. Sementara sirkumsisi tipe tiga sangat menguntungkan kaum laki-laki karena istrinya akan menjadi perawan sepanjang hidupnya. Sirkumsisi tipe tiga akan menyebabkan perempuan yang bersangkutan memiliki alat kelamin seperti gadis yang belum menikah karena lubang vaginanya telah dipersempit. Selain kebersihan, tujuan sirkumsisi pada umumnya pada laki-laki dan perempuan adalah untuk mencegah masturbasi (Abusharaf, 2006: 65). Masturbasi merupakan perbuatan tercela dalam agama. Masturbasi dilakukan baik oleh lakilaki dan perempuan karena nafsu seksual yang tidak terkontrol dan juga belum memasuki masa aktif melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan. Pada akhirnya untuk memuaskan nafsunya baik laki-laki maupun perempuan melakukan sendiri tanpa melibatkan lawan jenis. Pada perempuan untuk menstabilkan nafsu dengan melakukan sirkumsisi terdapat kebenaran karena dapat dibuktikan dalam aspek medis sedangkan untuk laki-laki, sirkumsisi tidak 105 mempunyai pengaruh karena nafsu seksual laki-laki terdapat dalam testisnya. Jika testis rusak atau hilang maka laki-laki sepenuhnya tidak mempunyai nafsu dan juga tidak bisa mempunyai keturunan. Perempuan sebaliknya, walaupun alat kelamin luarnya baik klitoris maupun labia minora rusak atau hilang masih bisa mempunyai keturunan karena alat reproduksi perempuan terdapat di dalam rahimnya yaitu terdapat di bagian dalam alat kelamin. Penjelasan itulah yang memperkuat alasan bahwa untuk mengurangi nafsu seksual tanpa merusak alat reproduksi hanya bisa dilakukan kepada perempuan saja. Sirkumsisi perempuan selain berhubungan dengan poligami jika dilihat dari sudut superioritas laki-laki terdapat keterkaitan dengan pernikahan. Hal tersebut dilandasi tradisi sirkumsisi pada perempuan sebelum menikah. Pernikahan antara laki-laki dan perempuan tujuan utamanya adalah untuk mempunyai keturunan dan mendapatkan kepuasan seksual yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan hidup. Hubungan sirkumsisi perempuan dalam kehidupan rumah tangga bisa dikatakan sangat terkait erat. Pada masyarakat Mesir yang hidup jauh dari kota besar, perempuan yang disirkumsisi mendapatkan tempat istimewa dalam kehidupan rumah tangga. Perempuan yang telah disirkumsisi lebih mudah menikah karena tradisi budaya menjelaskan bahwa sebaiknya perempuan sebelum menikah harus disirkumsisi. Pada hakikatnya masyarakat Mesir yang masih menjunjung tradisi sirkumsisi perempuan percaya bahwa perempuan yang telah disirkumsisi akan membawa kebagahiaan dalam rumah tangga. 106 Dominasi kaum laki-laki dalam kehidupan rumah tangga tidak hanya dalam kehidupan seksual saja, namun laki-laki juga bebas dari rasa salah dalam rumah tangga terutama masalah kemandulan. Padahal belum tentu kemandulan berasal dari kaum perempuan, bisa saja laki-lakinya yang mandul sehingga tidak bisa membuahi telur di rahim istrinya (Cadden, 1995: 241). Oleh sebab itu di Mesir terdapat tradisi menjadi perempuan gemuk lebih baik daripada perempuan kurus karena perempuan gemuk adalah calon istri yang subur dan tidak mandul. Di Mesir pula masih terdapat perempuan yang selalu memakai baju hitam yang mempunyai arti kesuburan pula. Kemungkinan hal tersebut dilakukan karena tekanan dari budaya atas superioritas kaum laki-laki. Kesalahan lain dalam rumah tangga yang dilimpahkan pada kaum perempuan juga adalah perceraian dan juga masalah perselingkuhan. Perceraian memang dapat terjadi karena masalah ekonomi namun dapat juga karena masalah cinta dan sebagainya. Perceraian antara suami dan istri karena ekonomi yang disalahkan biasanya perempuan karena tidak dapat menerima pendapatan suami atau tidak puas dengan pendapatan suami, padahal bisa saja pihak suami memang tidak bertanggungjawab. Begitu pula dengan kasus perselingkuhan, yang disalahkan juga perempuan padahal bisa saja yang memulai perselingkuhan tersebut laki-laki. Dalam kasus perselingkuhan mungkin juga disebabkan terlalu dinginnya perempuan dalam kehidupan seksual akibat alat kelaminnya telah disirkumsisi namun hal tersebut bukan kesalahan perempuan karena tradisi budayalah yang membuat aturan tersebut. Dalam hal rumah tangga, baik perceraian dan perselingkuhan seringkali perempuanlah yang dirugikan dari pada laki-laki terlebih dalam masalah yang menyangkut kekerasan dalam rumah tangga 107 (Harvey dan Gow, 1994: 75). Hal tersebut memang dibangun dari superioritas laki-laki yang didukung oleh kekuatan budaya dan pemahaman ajaran agama secara dangkal. Secara kehidupan sosial, perempuan Mesir memiliki kemajuan dari pada perempuan di negara Timur Tengah lainnya misalnya bisa bekerja layaknya kaum laki-laki di segala bidang, kecuali bidang yang menyangkut keagamaan. Secara penampilan dan cara hidup, perempuan Mesir juga lebih terbuka dari pada perempuan Timur Tengah lainnya. Jika dibandingkan dengan perempuan Arab Saudi yang menyetir mobil di jalanan umum saja dilarang, jelas perempuan Mesir lebih bebas dan juga mempunyai peran yang aktif dalam kehidupan sosial. Perempuan Mesir memang mempunyai keunggulan namun kekurangannya adalah perempuan Mesir adalah masih terbelenggu oleh tradisi sirkumsisi. Hal yang perlu diketahui lagi adalah hegemoni patriarki dalam kehidupan sosial berkaitan erat dengan agama. Keterkaitan tersebut adalah hampir semua ulama Islam di dunia didominasi oleh kaum laki-laki. Jabatan-jabatan strategis seperti ulama besar yang biasanya menjadi mufti yang tugasnya mengeluarkan fatwa adalah laki-laki dari masa perkembangan Islam hingga sekarang. Pada masa lalu tepatnya pada masa perkembangan madzab masalah sirkumsisi perempuan ditangan kaum laki-laki melalaui pemikiran ulama-ulam Islam. Oleh sebab itu, tradisi sirkumsisi perempuan secara tidak langsung tercipta karena peran kaum laki-laki yang menghegemoni kehidupan sosial budaya. 108 BAB IV SIRKUMSISI PEREMPUAN PERSPEKTIF ISLAM Sirkumsisi perempuan menjadi sebuah problem yang terus diperdebatkan pada masa awal Islam hingga sekarang. Hal tersebut terjadi karena pada masa awal Islam, sirkumsisi perempuan telah terdapat pada realita kehidupan sosial masyarakat. Hal tersebut didasarkan adanya hadist yang menjelaskan sirkumsisi bagi kaum perempuan. Permasalahan tersebut menjadi polemik karena sirkumsisi perempuan tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad juga tidak pernah melarang praktek sirkumsisi bagi perempuan. Walaupun al-Qur’an tidak menjelaskan secara langsung namun terdapat ayat yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah termasuk ibadah yang telah dilakukan oleh Ibrahim. Pada perkembangannya, ayat yang dimaksud dalam al-Qur’an tersebut ditafsirkan oleh para ulama mengandung perintah untuk melakukan sirkumsisi. Pada perkembangannya, perempuan juga terlibat dengan sirkumsisi. Hal tersebut diketahui bahwasannya Hajar adalah perempuan yang disirkumsisi. Madzab Syafi’i merupakan madzab yang menjelaskan bahwa sirkumsisi wajib bagi perempuan. Sementara madzab-madzab yang lain berbeda, yaitu perempuan boleh melakukan maupun tidak melakuakan sirkumsisi. Catatannya tidak ada satupun madzab tersebut yang melarang sirkumsisi bagi perempuan. 4.1 Hukum Sirkumsisi dalam Islam Sumber hukum Islam ada dua, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist. Untuk mengakji sirkumsisi perempuan dari sudut pandang Islam, sangat diperlukan dua sumber tersebut. Al-Qur’an merupakan perintah dari Allah dan al-Hadist 109 merupakan ucapan, tindakan, dan sikap Nabi Muhammad ketika masa hidupnya. Sirkumsisi perempuan sendiri merupakan tradisi kuno yang jauh ada sebelum Islam. Pada masa awal perkembangan Islam, tradisi tersebut telah bersinggungan dengan Islam. Hal tersebut dapat diketahui terdapatnya hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan pada masa tersebut. 4.1.1 Sirkumsisi Perkspektif al-Qur’an Di dalam al-Qur’an praktek sirkumsisi tidak dibahas namun memerintahkan umat Islam untuk mentaati Nabi Muhammad.28Dalam al-Qur’an hanya digambarkan secara umum seperti dalam Surat al-Baqarah ayat 124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakan dengan sempurna (2: 124). Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah termasuk orang musyrik” (16:123) Perintah Tuhan di yang tertulis dalam Surat al-Baqarah ayat 124 yaitu “beberapakalimat”29 ditafsirkan salah satunya adalah perintah untuk melakukan sirkumsisi yang tujuannya menyempurnakan ibadah Ibrahim kepada Tuhan. 28 Al-Qur’an tidak pernah membahas tentang keharusan sirkumsisi secara langsung. AlQur’an menyebut nama Ibrahim di dalam al-Qur’an sebanyak 69 kali diantaranya dipercaya mengandung perintah tentang sirkumsisi namun tidak disebutkan secara terang. 29 Dalam pandangan lain al-Thabari (1992: 143-146) menambahkan bahwa “beberapa kalimat” bermakna enam perintah Tuhan kepada Ibrahim mengenai tubuh yaitu mencukur rambut kemaluan, mencukur rambut ketiak, mencukur kumis, memotong kuku, mandi di Hari Jumat, dan sirkumsisi. Selain itu terdapat empat perintah Tuhan kepada Ibrahim yaitu mengelilingi Kabah, berjalan antara Marwah dan Safah, melempar setan dengan batu, dan pergi dari Arafah ke Muzdalifah. Keempat perintah tersebut dilakuakan ketika Ibrahim menjalankan ritual haji. AlThabari juga menjelaskan bahwa maksud dari “beberapa kalimat” tersebut adalah mengabaikan aturan suku ketika akan mengorbankan Ismail untuk disembelih dan perintah untuk melakukan sirkumsisi. Sedangkan al-Razi (1978: 37) menjelaskan bahwa maksud “beberapa kalimat” adalah mengenalkan Tuhan kepada ayah Ibrahim dan juga masyarakat Babilonia, shalat, puasa, bersedekah, dan berlaku ramah tamah kepada tamu. 110 Perintah terhadap Ibrahim lainnya seperti hijrah, melaksanakan haji, melakukan kurban, dan sebagainya. Kemudian di Surat al-Nahl ayat 123, Tuhan memerintah Nabi Muhammad untuk mengikuti ajaran yang telah dilaksanakan Nabi Ibrahim termasuk perintah untuk sirkumsisi. Al-Thabari (1978: 414-416) menjelaskan bahwa ada lima praktek kebersihan yang harus dilakukan Ibrahim di bagian kepala seperti mencukur kumis, berkumur, menghirup air dengan hidung, memakai kayu untuk membersihkan gigi atau bersiwak, dan memelihara uban. Perintah lainnya adalah lima praktek mengenai tubuh seperti memotong kuku, mencukur rambut kelamin, mencukur rambut ketiak, membersihkan alat kelamin dengan air, dan sirkumsisi. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (4: 59). Dantaatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat (3: 132). Dalam al-Qur’an ayat yang menjelaskan harus mentaati Nabi Muhammad yang banyak ditafsirkan mentaati perintahnya ditulis sebanyak 18 kali. Selain pada Surat Ali Imran ayat 132 dan Surat al-Nisa ayat 59, perintah untuk mentaati Nabi Muhammad juga terdapat pada Surat Ali Imran ayat 31, Surat al-Nisa ayat 65 dan 69, Surat al-A’raf ayat 158, Surat al-Anfal ayat 1, 20, 24, dan 46, Surat alTaubah ayat 71, Surat al-Nur ayat 56, Surat al-Ahzab ayat 36, Surat Muhammad 111 ayat 33, Surat al-Mujaddalah ayat 13, Surat al-Hasyr ayat 7, dan Surat alTaghabun ayat 12. Sirkumsisi secara umum memang tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam al-Qur’an, apalagi mengenai sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi ternyata dijelaskan dengan jelas dalam hadist terutama sirkumsisi terhadap laki-laki. Perintah dalam al-Qur’an tersebut merupakan perintah untuk mentaati Nabi Muhammad di dalam sesuatu yang tidak dijelaskan di al-Qur’an, begitu pula dengan hal shalat. Shalat memang diperintahkan di al-Qur’an namun tata cara shalat dijelaskan secara jelas di dalam hadist. Keberadaan sirkumsisi perempuan juga merupakan penjabaran dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan karena Nabi Muhammad dalam kenyataannya juga tidak pernah melarang keberadaan tradisi sirkumsisi perempuan di masanya. Nabi Muhammad hanya memberikan sebuah aturan dan juga pendapat mengenai sirkumsisi perempuan yang akhirnya melahirkan sebuah hadist yang hingga kini dijadikan acuan dalam sirkumsisi perempuan. 4.1.2 Sirkumsisi Perspektif Hadist Sumber hukum kedua sirkumsisi dalam Agama Islam adalah hadist. Pengertian hadist dibagi menjadi tiga yaitu perkataan Nabi Muhammad yang mengandung sebuah ketetapan, perbuatan Nabi Muhammad, dan sikap Nabi Muhammad atas tindakan para sahabat. Hadits merupakan penjabaran suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dan detail oleh al-Qur’an. Shalat merupakan ibadah bagi umat Islam yang tidak dijelaskan secara detail mengenai 112 gerakan, bacaan, jumlah rokaat dalam shalat, dan sebagainya namun dijelaskan dengan detail dalam hadist. Hadist menjelaskan bahwa Ibrahim merupakan orang pertama yang melakukan sirkumsisi dan tindakan yang dilakukan Ibrahim merupakan panutan bagi orang Muslim. Nabi Muhammad juga melakukan praktek sirkumsisi namun banyak versi30 yang menjelaskan tentang sirkumsisi Nabi Muhammad. Nabi Muhammad merupakan manusia pilihan Tuhan yang telah disirkumsisi sejak dilahirkan. Versi lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad disirkumsisi oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib ketika berusia tujuh hari (al-Ansari, 1986: 36). ﱠﺐ َﻋ ْﻦ اَﺑِ ْﻲ ِ ﺴﻴ َ َﺎب َﻋ ْﻦ َﺳ ِﻌ ْﻴ ِﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْ ُﻤ ٍ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ ﺑْ ُﻦ ﻗَـ َﺰ َﻋﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ ُﻢ ﺑْ ُﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ ْﺨﺘَﺎ ُن ِ ﺲ اﻟ ٌ َﺎل اﻟْ ِﻔﻄْ َﺮةُ َﺧ ْﻤ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ ﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ َﻋ ْﻦ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ِ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َر ِب َوﺗَـ ْﻘ ِﻠ ْﻴ ُﻢ اْ ِﻹﻇْ َﻔﺎ ِر ِ ﺺ اﻟﺸﱠﺎر ْﻂ َوﻗَ ﱡ ِ ْﻒ اْ ِﻹﺑ ُ َواْ ِﻹ ْﺳﺘِ ْﺤﺪَاد َُوﻧَـﺘ Telah bercerita kepadakuYahya bin Qazaah dari Ibrahim bin Sa’d dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau bersabda “Fitrah itu ada lima yaitu berkhitan (sirkumsisi), mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, dan memotong kuku”. (Hadist riwayat Ibn Majah). َج َﻋ ْﻦ أَﺑِ ْﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة أَ ﱠن ِ ِﻲ َﺣ ْﻤ َﺰَة َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ اﻟ ﱢﺰﻧَﺎ ِد َﻋ ِﻦ اْﻷَ ْﻋﺮ ْ ْﺐ ﺑْ ُﻦ أَﺑ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎأَﺑُﻮ اﻟْﻴَﻤَﺎ ِن أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌﻴ ﺎل ا ْﺧﺘَﺘَ َﻦ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ ُﻢ ﺑَـ ْﻌ َﺪ ﺛَﻤَﺎﻧِْﻴ َﻦ َﺳﻨَﺔً ﺑِﺎﻟْ َﻘﺪُوٍْم َ َﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ ﷲ ِ ْل ا َ َرﺳُﻮ 30 Terdapat empat versi mengenai sirkumsisi Nabi Muhammad. Versi pertama adalah Nabi Muhammad lahir dengan kondisi telah disirkumsisi dan tali pusarnya telah terpotong. Hal tersebut dijelaskan oleh Malik dan Ibn Abbas tentang sirkumsisi Nabi Muhammad. (al-Asbahani, 1988: 99). Versi kedua menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ketika berumur empat tahun disirkumisisi oleh Jibril ketika mensucikan Nabi Muhammad dengan cara membelah tubuh Nabi Muhammad dan kemudian membersihkan tubuh Nabi Muhammad dari segala kotoran termasuk kotoran yang ada dalam hati (al-Ashabani, 1988: 104). Versi ketiga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad disirkumsisi oleh kakeknya ketika berumur tujuh hari. Versi keempat menjelaskan bahwa sebenarnya Nabi Muhammad terlahir dalam keadaan telah disirkumsisi namun tidak sempurna. Kakeknya, Abdul Muthalib kemudian menyempurnakannya (al-Halabi, 1983: 54). 113 Telah bercerita kepadakuAbu al-Yaman dari Syu’aib bin Abu Hamzah dari Abu al-Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda “Ibrahim berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun dan beliau khitan dengan menggunakan kampak”. (Hadist riwayat Imam Bukhari). Hadist tersebut merupakan hadist shahih menurut ulama hadist karena periwayat hadistnya dapat dipercaya. Hadist tersebut menjelaskan lima perkara sunah yang dikerjakan manusia dalam membersihkan diri yaitu sirkumsisi, mencukur bulu kemaluan, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis. Sirkumsisi dalam hadist tersebut memang umum tanpa menjelaskan apakah sirkumsisi untuk laki-laki saja atau perempuan juga termasuk didalamnya. Imam Bukhari meriwayatkan hadist tentang waktu Nabi Ibrahim melakukan sirkumsisi yaitu pada umur delapan puluh tahun dengan menggunakan kampak. Hal tersebut dilakukan Ibrahim karena mendapat perintah dari Tuhan untuk membersihkan diri dari najis yaitu kotoran dari air kencing yang mengendap di kulit ujung penis. Tindakan Ibrahim tersebut akhirnya dilakukan juga oleh orang-orang setelahnya seperti orang-orang Yahudi dan akhirnya juga dilakukan oleh orang-orang Islam karena Nabi Muhammad juga memerintahkan orang Islam untuk melakukan sirkumsisi. Selain hadist tersebut, terdapat hadist lain yang berkaitan dengan sirkumsisi. Kekuatan hadist tersebut memang tidak sekuat hadist di atas, namun tidak semuanya lemah karena hadist-hadist tersebut juga mempunyai kesamaan yang juga dibenarkan oleh para ulama hadist. Uthaim Ibn Kulaibmenjelaskan bahwa kakek Nabi Muhammad mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa dia telah masuk Islam. Nabi Muhammad berkata kepada kakeknya “Cukurlah 114 rambutmu”. Sumber lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad berkata“Cukurlah rambutmu dan lakukanlahsirkumsisi” (Ibn Hajar, 1975: 341).Abu Hurairah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bersabda “Setiap orang yang masuk Islam harus disirkumsisi walaupun sudah tua” (Ibn Qayyim, 1995: 64). Seseorang bertanya kepada Rasulullah “Dapatkah seseorang yang belum disirkumsisi berhaji di Mekah?” Rasulullah menjawab “Tidak, hingga dia melakukan sirkumsisi” (Ibn Qayyim, 1995: 64).Hadist dari Ali,“Seseorang yang masuk Islam haruslah disirkumsisi meskipun telah berumur 80 tahun” (al-Kalini, 1981: 37).Hadist dari Ja’far al-Shadiq,“Salah satu ritual bagi bayi adalah mensirkumsisinya pada hari ke tujuh” (al-Kalini, 1981: 36). Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa sirkumsisi bagi orang Islam khususnya laki-laki sangat penting bahkan jika dilihat dari teks, hukumnya wajib karena Islam tidak lengkap tanpa sirkumsisi. Hadist-hadist tersebut tidak mencantumkan sirkumsisi yang dimaksud untuk laki-laki saja atau juga perempuan di dalamnya. Mayoritas ulama Islam menafsirkan bahwa yang dimaksud untuk bersirkumsisi adalah kaum laki-laki. 4.1.3 Sirkumsisi Perempuan Perspektif Hadist Pada dasarnya memang tidak terdapat hadist yang kuat dalam menjelaskan hukum sirkumsisi bagi perempuan. Keberadaan sirkumsisi perempuan yang sudah ada sebelum Islam membuat agama Islam secara tidak langsung juga terkait dengan sirkumsisi, karena Nabi Muhammad secara langsung juga pernah mengeluarkan hadist yang menjelaskan tentang sirkumsisi perempuan. Hadist dari Nabi Muhammad mengenai sirkumsisi perempuan pada hakikatnya tidak kuat 115 karena masalah runtutan pencerita hadist yang tidak kuat. Namun Ulama hadist juga meyakini bahwa hadist mengenai sirkumsisi perempuan memang benar ada namun hukumnya tidak wajib karena hadistnya tidak kuat. Berikut ini hadist yang menerangkan tentang sirkumsisi perempuan. ﱠﺣﻴ ِْﻢ اْﻷَ ْﺷ َﺠ ِﻌ ﱡﻲ ﻗَﺎﻻَ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ِﱠﺎب ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﺮ ِ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴﻤَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ ِﻦ اﻟ ﱢﺪ َﻣ ْﺸ ِﻘ ﱡﻲ َو َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮﻫ ِﻚ ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤ ْﻴ ٍﺮ َﻋ ْﻦ اُ ﱢم ِ ﱠﺎب اﻟْﻜ ُْﻮﻓِ ﱡﻲ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟْ َﻤﻠ ِ َﺎل َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮﻫ َ ﻣَﺮْوَا ُن َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺣﺴﱠﺎ ُن ﻗ ِﻲ ْ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠ ُﻬ َﻌﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻻَ ﺗُـ ْﻨ ِﻬﻜ َ َﺎل ﻟَﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ َ َﺖ ﺗَ ْﺨﺘِ ُﻦ ﺑِﺎﻟْ َﻤ ِﺪﻳْـﻨَ ِﺔ ﻓَـﻘ ْ َﻋ ِﻄﻴﱠﺔَ اْﻷَ ﻧْﺼَﺎ ِرﻳﱠِﺔ أَ ﱠن ا ْﻣ َﺮأَةً ﻛَﺎﻧ ْﻞ ِ َﺐ اِﻟَﻰ اﻟْﺒَـﻌ ِﻚ أَ ْﺣﻈَﻰ ﻟِ ْﻠﻤ َْﺮأَةِ َوأَﺣ ﱡ َ ﻓَِﺈ ﱠن ذَﻟ Telah bercerita kepadakuSulaiman ibn Abd al-Rahman al-Dimasyqi dan Abd alWahhab ibn Abd al-Rahim al-Asyja’i dari Marwan dari Muhammad ibn Hassan dari Abd al-Wahhab al-Kufi dari Abd al-Malik ibn Umair dari Ummi al-Athiyah al-Anshari yang berprofesi sebagai tenaga khitan perempuan di Madinah, Nabi Muhammad bersabda “Jangan berlebihan dalam memotong, karena sesungguhnya hal tersebut dapat memuaskan perempuan dan akan lebih menggairahkan dalam bersetubuh”. (Hadist riwayat Abu Dawud). Diriwayat lain berbunyi “Potonglah dan jangan berlebihan, karena sesungguhnya hal tersebut menyenangkan bagi perempuan dan disukai oleh suami”. Dalam hadist Nabi Muhammad berkata kepada Umm’Athiyah “Wahai Umm ‘Athiyah, potonglah namun jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suami”. (Abu Dawud, 1974: 421). Di riwayat lain, Nabi Muhammad berkata kepada perempuan yang bernama Umm Habibah“Apakah kamu akan tetap melakukan hal tersebut?” Kemudian perempuan tersebut menjawab “Sampai hal tersebut dilarang dan kamu melarang untuk melakukan hal tersebut (sirkumsisi perempuan)”. Kemudian Nabi Muhammad menjawab “Tentu saja jika diperbolehkan”. Kemudian Nabi Muhammad berkata “Wahai Umm Habibah, jika kamu 116 melakukannya maka janganlah berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan wajah dan dapat membuat senang suami” (Abu Dawud, 1974: 421). Ulama Mesir yang bernama Syeikh Jad al-Haq ‘Ali Jad al-Haq menjelaskan hadist yang menceritakan percakapan Nabi Muhammad dengan Umm Habibah merupakan hadist lemah (Sahlieh, 2012: 660). Sahlieh ( 2012: 189) juga menambahkan perempuan yang disirkumsisi oleh Umm ‘Athiyah atau Umm Habibah bukanlah perempuan dalam kategori luas namun perempuan yang satus sosialnya berupa budak dan perempuan Jawari.31 Suryadilaga (2009: 33) menjelaskan hadist dari Umm ‘Athiyah yang dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud terdiri dari tujuh periwayat yaitu Umm ‘Athiyah al-Anshari, Abd Malik Ibn Umair, Muhammad Ibn Hassan, Marwan, Abd al-Wahhab, Sulaiman Ibn Abd al-Rahman, dan Abu Dawud. Enam periwayat hadist diterima kecuali periwayat ketiga yaitu Muhammad Ibn Hassan. Jadi hadist dari Umm ‘Athiyah tentang sirkumsisi perempuan lemah. Hadist tersebut memang tidak kuat karena nama perempuan yang diceritakan dalam hadist pada hakikatnya berbeda yaitu Umm ‘Athiyah dan Umm Habibah.Walaupun terdapat perbedaan hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi Muhammad membuat aturan dalam sirkumsisi perempuan yang ada di Jazirah Arab pada waktu itu yaitu hati-hati dalam sirkumsisi dengan memerintah agar tidak berlebihan dalam memotong. َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اﻟ َْﻮﻟِْﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َ ِﺴ ﱡﻲ َو َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ َﻢ اﻟ ﱢﺪ َﻣ ْﺸ ِﻘ ﱡﻲ ﻗ ِ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﻠِ ُﻲ اﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ اﻟﻄﱠﻨَﺎﻓ ْج ِ ﺸﺔَ زَو َ َِﺎﺳ ُﻢ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋ ِ َﺎﺳ ِﻢ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﻟْﻘ ِ ُﻣ ْﺴﻠ ٍِﻢ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اْﻷ َْوزَا ِﻋ ﱡﻲ أَﻧْـﺒَﺄَﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ اﻟْﻘ 31 Perempuan Jawari merupakan perempuan dari musuh yang mengalami kekalahan dalam perang yang kemudian dijadikan budak 117 ﷲ ِ ْل ا ُ َﺐ اﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ ﻓَـ َﻌ ْﻠﺘُﻪُ أَﻧَﺎ َوَرﺳُﻮ َ ْﺨﺘَﺎﻧَﺎ ِن ﻓَـ َﻘ ْﺪ َوﺟ ِ ﺖ إِذَا اﻟْﺘَـﻘَﻰ اﻟ ْ َﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎﻟ َ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺎ ْﻏﺘَ َﺴ ْﻠﻨَﺎ َ Telah bercerita kepadakuAli ibn Muhammad al-Tanafasi dan Abd al-Rahman ibn Ibrahim al-Dimasyqi dari Walid ibn Muslim dari Auza’i dari Abd al-Rahman ibn al-Qasim dari al-Qasim ibn Muhammad dari Aisyah istri Nabi Muhammad, Siti Aisyah berkata “Jika telah bertemu dua khitan maka sungguh telah wajib mandi, saya melakukannya dengan Rasulullah, maka kamipun mandi”.(Hadist riwayat Ibn Majah) Siti Aisyah dalam hadistnya “Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi”. Siti Aisyah juga menambahkan ”Apabila khitan telah melewati khitan maka wajiblah mandi”. Di riwayat lain, Abu Hurairah menjelaskan bahwasanya Nabi Muhammad bersabda“Apabila telah duduk diantara empat cabang dan melekatnya khitan dengan khitan maka wajiblah mandi”.(al-Baihaqi, 1994: 462-468). Hadist di atas menjelaskan tentang sesuatu yang mewajibkan mandi untuk menghilangkan hadast besar. Sesuatu yang mewajibkan mandi salah satunya adalah bertemunya antara khitan atau alat kelamin laki-laki dengan perempuan. Boleh dikatakan hal yang mewajibkan mandi adalah berhubungan seksual baik dengan ejakulasi maupun tidak asalkan alat kelamin laki-laki dengan perempuan telah bertemu. Hadist tersebut juga mempunyai banyak penafsiran yaitu yang dimaksud khitan atau sirkumsisi pada perempuan adalah sebatas simbol terhadap alat kelamin namun di sisi lain bermakna sirkumsisi dalam arti sebenarnya. Jadi pada masa tersebut perempuan juga melakukan sirkumsisi layaknya laki-laki. 118 Hadist inilah yang melandasi tetap terjaganya sirkumsisi perempuan hingga sekarang. ْﺢ ﺑْ ِﻦ أُﺳَﺎ َﻣﺔَ َﻋ ْﻦ أَﺑِْﻴ ِﻪ أَ ﱠن ِ ﱠﺎج َﻋ ْﻦ اَﺑِﻲ اﻟْ َﻤﻠِﻴ ِ ﱠام َﻋ ِﻦ اﻟْ َﺤﺠ ِ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ َﺮﻳْ ٌﺞ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﺒﱠﺎ ٌد ﻳَـ ْﻌﻨِ ْﻲ اﺑْ َﻦ اﻟْﻌَﻮ َﺎل َﻣ ْﻜ ُﺮَﻣﺔٌ ﻟِﻠﻨﱢﺴَﺎ ِء ِ ْﺨﺘَﺎ ُن ُﺳﻨﱠﺔٌ ﻟِﻠ ﱢﺮﺟ ِ َﺎل اﻟ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ Telah bercerita kepadaku Suraij dari Abbad ibn al-Awwam dari al-Hajjaj dari Abu al-Malih ibn Usamah dari ayahnya (Usamah) sesungguhnya Nabi Muhammad bersabda “Khitan itu sunah bagi laki-laki dan sebuah kemuliaan bagi perempuan”. (Hadist riwayat dari Ahmad ibn Hanbal) Di riwayat lain “Khitan atau sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan kehormatan bagi perempuan”. Hadist tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Baihaqi (al-Baihaqi, 1994: 63). Hadist di atas tersebut, pada perkembangannya dijadikan landasan dalam sirkumsisi perempuan. Pada dasarnya hadist tersebut kuat karena para perawi hadistnya kuat dan terpercaya namun yang membuat lemah adalah terdapatnya satu perawi yang bernama Hajjaj Ibn Arthah yang dinilai lemah dan tidak terpercaya (al-Qurthubi, 1987: 99). Suryadilaga (2009: 38) menjelaskan bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh enam orang yaitu Usamah, Amir Ibn Usamah, Hajjaj Ibn Arthah, Abbad al-Awam, Surai, dan Ahmad Ibn Hanbal. Dari keenam orang periwayat hadist tersebut, periwayat ketiga yaitu Hajjaj Ibn Arthah tidak diterima yang menyebabkan hadist tersebut lemah. Hadist ini juga akhirnya membuat penafsiran sirkumsisi perempuan menjadi sangat luas terlebih dalam pandangan madzab-madzab Islam. Pada dasarnya memang kewajiban sirkumsisi hanya untuk kaum laki-laki.Kata kehormatan atau kemulian bagi perempuan dalam hadist tersebut menjadikan 119 tradisi sirkumsisi perempuan menjadi sebuah kebaikan bagi perempuan karena mengandung sebuah kehormatan atau kemuliaan bagi seorang perempuan. 4.2 Hukum Sirkumsisi Perempuan Tinjauan Madzab Islam Madzab-madzab dalam Islam berbeda dalam melihat sirkumsisi perempuan. Terdapat empat madzab besar yang berpengaruh dalam memberikan pandangan hukum sirkumsisi bagi kaum perempuan. Madzab-madzab tersebut adalah Madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Selain empat madzab tersebut juga dicantumkan pendapat sirkumsisi perempuan dari Syiah dan Ibadi. 4.2.1 Madzab Hanafi Pada dasarnya Imam Hanafi menilai bahwa sirkumsisi pada laki-laki hukumnya sunah sedangkan untuk perempuan merupakan sebuah kemuliaan atau kehormatan. Sirkumsisi pada laki-laki menurut Imam Hanafi sunah karena berdasarkan hadist yang menyebutkan bahwa fitrah atau sunah dari Nabi Muhammad ada lima salah satunya sirkumsisi. Hadist tersebut adalah kuat. Pada hadist lainnya juga dijelaskan bahwa Islam akan sempurna dengan adanya sirkumsisi. Kelayakan ibadah seperti shalat dan haji jelas membutuhkan kesucian jasmani dengan cara sirkumsisi pada laki-laki. Dari hal itu kesunahan pada Madzab Hanafi juga memiliki hukum setara dengan wajib. Imam Hanafi juga menilai bahwa perempuan tidak wajib untuk melakukan sirkumsisi karena tidak terdapat dasar hukum yang kuat baik dari al-Quran dan alHadist yang menjelaskan tentang sirkumsisi perempuan secara teks langsung. Sirkumsisi perempuan memang tidak wajib namun dari pandangan Imam Hanafi 120 sirkumsisi perempuan adalah suatu kemuliaan bagi perempuan. Perempuan boleh melakukan boleh juga tidak melakukan sirkumsisi (al-Hajj, 2006: 9). 4.2.2 Madzab Maliki Dalam masalah hukum sirkumsisi perempuan, Imam Maliki sama dengan Imam Hanafi. Menurut Imam Maliki hukum sirkumsisi bagi laki-laki sunah dan sirkumsisi bagi perempuan merupakan sebuah kemuliaan atau kehormatan. Perempuan boleh melakukan praktek sirkumsisi dan juga boleh tidak melakukannya karena menurut Imam Maliki tidak ada perintah tentang kesunahan maupun kewajiban mengenai sirkumsisi terhadap perempuan. Hukum kemuliaan atau kehormatan sirkumsisi bagi perempuan berdasarkan hadist namun yang menjelaskan hal tersebut namun hadist tersebut tidak kuat (al-Azhar, 2004: 26 dan al-Hajj, 2006: 9). 4.2.3 Madzab Syafi’i Imam Syafi’i menjelaskan bahwa sirkumsisi merupakan wajib bagi lakilaki dan perempuan. Pendapat dari Imam Syafi’i memang berbeda dari dua imam sebelumnya yaitu Imam Hanafi dan Imam Maliki. Jika sirkumsisi laki-laki menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki sunah, maka hukum sirkumsisi laki-laki menurut Imam Syafi’i adalah wajib. Mengenai sirkumsisi bagi perempuan, Imam Syafi’i juga menghukumi wajib karena dalam teks hadist shahih memang tidak dijelaskan sirkumsisi yang dimaksud bagi laki-laki atau bagi perempuan. Hadist tersebut menjelaskan bahwa salah satu kesunahan dalam hadist terdapat lima hal, salah satunya adalah sirkumsisi secara umum. 121 Pendapat wajib Imam Syafi’i mengenai sirkumsisi baik laki-laki dan perempuan juga berdasarkan al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 123 yaitu Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah termasuk orang musyrik”. Hal yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim yang harus diikuti salah satunya adalah perintah untuk sirkumsisi. Selain itu Imam Syafi’i juga mempunyai landasan dari hadist dari Imam Bukhari dan juga Imam Muslim yaitu “Ibrahim berkhitan (sirkumsisi) setelah berusia delapan puluh tahun dan beliau khitan dengan menggunakan kampak” dan hadist dari Ibnu Hibban dan Imam Hakim “Ibrahim berkhitan pada usia seratus dua puluh tahun” dan di riwayat lain mengatakan “Ibrahim berkhitan pada usia tujuh puluh tahun” (al-Azhar, 2004: 27, 43 dan al-Hajj, 2006: 9-10). 4.2.4 Madzab Hanbali Imam Hanbali berpedapat bahwa sirkumsisi bagi laki-laki adalah wajib namun bagi perempuan Imam Hanbali berpendapat hukumnya kemuliaan atau kehormatan sama seperti pendapat Imam Hanafi dan Imam Maliki. Imam Hanbali berpendapat bahwa sirkumsisi merupakan kewajiban karena mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yaitu kescucian dalam shalat itu wajib maka sesuatu yang mengikutinya juga wajib. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Imam Hanbali juga berpendapat bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan. Pendapat Imam Hanbali tersebut sama dengan pendapat Imam Syafi’i. Pendapat Imam Hanbali tentang kewajiban sirkumsisi bagi perempuan dinilai lebih kuat daripada pendapat Imam Hanbali yang menilai bahwa sirkumsisi merupakan kemuliaan atau kehormatan bagi perempuan. Ibnu Quddamah berpendapat sebaliknya yaitu 122 sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan sebuah kehormatan bagi perempuan adalah pendapat paling kuat dari Imam Hanbali mengenai sirkumsisi (al-Hajj, 2006: 11). 4.2.5 Pendapat Ulama dari Empat Madzab Ulama berikut merupakan ulama yang berasal dari empat madzab baik dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Ulama-ulama yang menganut empat madzab tersebut ternyata juga mempunyai pendapat sendiri tentang hukum sirkumsisi bagi laki-laki dan juga perempuan. Ulama yang menganut Madzab Hanafi belum tentu sama dengan pendapat Imam Hanafi atau Imam Abu Hanifah begitu pula dengan ulama yang menganut Madzab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali belum tentu juga sama pendapatnya mengenai hukum sirkumsisi dengan Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Berikut ini adalah pendapat ulama-ulama dari empat madzab: Ibn Jallab dari Madzab Maliki mengatakan Malik pernah berkata bahwa pokok sepuluh hukum salah satunya adalah sirkumsisi. Dan dia pecaya bahwa sirkumsisi adalah sunah bagi laki-laki dan perempuan (al-Marsafi, 1994: 62).Ibn Juzai dari Madzab Maliki mengatakan bahwa sirkumsisi sunah bagi perempuan, namun boleh juga tidak melakukan sirkumsisi (Ibn Juzai, 1979 :214).Al-Bahuti dari Madzab Hanbali mengatakan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan (al-Bahuti, 1983: 80).Al-Mardawi dari Madzab Hanbali mengatakan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan (alMardawi, 1986: 123).Ibn Mawdud dari Madzab Hanafi berkata bahwa sirkumsisi sunah bagi laki-laki dan perbuatan yang bagus bagi perempuan (Ibn Mawdud, 123 1993: 167).Al-Nawawi dari Madzab Syafi’i berkata bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan (al-Nawawi, 1990: 42). Dari sumber yang berasal dari ulama berbagai madzab tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada suatu ketetapan hukum mengenai sirkumsisi perempuan. Ibn Jallab dan Ibn Juzai dari madzab yang sama yaitu Maliki tidak sama dalam menentukan hukum sirkumsisi perempuan. Ibn Jallab mengatakan bahwa sirkumsisi sunah bagi laki-laki maupun perempuan, Ibn Juzai mengatakan bahwa sirkumsisi sunah bagi perempuan namun perempuan juga boleh tidak melakukan sirkumsisi. Sementara al-Mardawi dan al-Bahuti dari Madzab Hanbali berbeda dalam pandangan hukum sirkumsisi perempuan. Al-Mardawi mengatakan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan, al-Bahuti berpendapat bahwa baik laki-laki dan perempuan wajib untuk melakukan sirkumsisi. Sementara bagi laki-laki sirkumsisi terdapat satu kesepakatan yaitu sunah dan wajib. Sunah dalam pengertian Agama Islam bisa menjadi wajib jika sesuatu tersebut menjadi syarat dalam suatu ibadah. Hukum berwudhu dan tayyamum adalah sunah, namun salah satu syarat wajib untuk shalat adalah suci dari hadast kecil maupun besar. Wudhu dan tayyamum merupakan praktek untuk menghilangkan hadast kecil. Jadi berwudhu dan tayyamum merupakan suatu keharusan sebelum shalat jika dalam keadaan tidak suci. Begitu pula dengan sirkumsisi, dalam shalat diwajibkan bersih dari hadast kecil maupun besar dan juga najis. Penis yang belum disirkumsisi menurut ahli fiqih masih menyimpan sisa urin jadi shalat tidah sah selama masih terdapat najis. Urin merupakan contoh 124 najis. Jadi sirkumsisi merupakan hal yang harus dilakukan oleh laki-laki Muslim.Hukum sirkumsisi sunah bisa saja berarti wajib karena hal tersebut menjadi tradisi pada zaman Nabi Muhammad dan dari perspektif kesucian ibadah shalat. Sementara kata makrumah bukan berarti wajib namun mengandung arti mempunyai manfaat. Jadi menurut sudat pandang hadist tersebut sirkumsisi bagi perempuan tidak wajib (Sahlieh, 2012: 153). 4.2.6 Ulama Islam Diluar Empat Madzab Al-Amili dari Syiah berkata bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan baik bagi perempuan (al-Amili, 1973: 447).Al-Nazawi dari Ibadi berkata bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki. Jika laki-laki tersebut menolak untuk sirkumsisi dapat dijatuhi hukuman mati. Bagi perempuan sirkumsisi tidak wajib namun dapat melakukan sirkumsisi untuk memuliakan suami (al-Nazawi, 1982 :42). 4.3 Tafsiran Pemotongan Sirkumsisi Perempuan Hadist tentang sirkumsisi perempuan melahirkan kontroversi tentang bagian mana dari alat kelamin perempuan yang harus dipotong. Hadist dari Umm ‘Athiyah yang terdapat perintah untuk memotong namun tidak dilakukan secara berlebihan merupakan hadist yang mempunyai tafsiran bagian mana yang harus dipotong. Tafsiran paling kuat menurut pemikiran ulama, pemotongan yang dimaksud dalam hadist adalah pemotongan kulit pembungkus klitoris.Pemotongan kulit pembungkus klitoris juga ditekankan dilakukan secara sedikit dan tidak berlebihan hingga pangkalnya. Ulama yang menafsirkan pemotongan dalam sirkumsisi perempuan antara lain Ibnu Qoyyim al-Jauzi, al-Mawardi,dan alNawawi(al-Syaukani: 37, al-Nawawi, 1990: 302, Ibn Qayyim, 1995, dan Ibn 125 Hajar, 1975: 340). Ketiga ulama tersebut merupakan ulama dari Madzab Syafi’i. Penjelasan mengenai pemotongan dalam sirkumsisi perempuan sebagian besar dijelaskan oleh ulama dari Madzab Syafi’i karena madzab tersebut satu-satunya madzab yang memutuskan bahwa sirkumsisi perempuan adalah suatu kewajiban. Tafsiran tersebut mungkin meniru pemotongan terhadap sirkumsisi lakilaki. Dalam sirkumsisi laki-laki, pemotongan yang dimaksud adalah pemotongan kulit pembungkus ujung penis. Klitoris merupakan bagian dari alat kemain perempuan yang mempunyai kemiripan dengan penis dari segi bentuk namun berbeda dalam segi ukuran. Pada umumnya ukuran klitoris kecil, namun perempuan juga mempunyai ukuran klitoris yang besar. Klitoris juga memiliki kulit pembungkus layaknya penis. Jadi tafsiran pemotongan kulit pembungkus penis dapat diterima secara akal. 4.4 Problematika Sirkumsisi Perempuan Sirkumsisi perempuan apabila dilihat dari sumber hukum Islam yaitu hadist walaupun hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan tidak kuat, dalam kehidupan nyata ternyata sangat berbeda penerapannya, khususnya di negaranegara yang terdapat data praktek sirkumsisi perempuan misalnya Mesir, Sudan, Somalia, dan sebagainya. Dalam hadist sirkumsisi perempuan yang menceritakan tentang Umm ‘Athiyah diperintah oleh Rasulullah agar berhati-hati dalam proses sirkumsisi yaitu tidak memotong habis ditafsirkan bahwa pemotongannya hanya sedikit saja dan itu berupa kulit yang membungkus klitoris. Pada kenyataannya banyak sirkumsisi perempuan dalam kehidupan nyata klitoris perempuan terpotong dan bahkan hilang. Parahnya lagi tidak hanya klitoris saja yang 126 disirkumsisi, namun juga labia minora dan juga penjahitan labia mayora. Lembaga kesehatan dunia, World HealthOrganization berserta lembaga dunia yang lain mengelompokkan bahwa sirkumsisi perempuan di dunia, khususnya yang terjadi di negara-negara Afrika dapat digolongkan menjadi empat tipe. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi permasalahan serius dari sumber agama dari hadist dengan fakta lapangan. Jika fakta lapangan mengikuti tata cara seperti yang dijelaskan dalam hadist, tentu saja tidak ada ketiga tipe sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan pada saat ini tidak terdapat ketentuan pasti layaknya sirkumsisi laki-laki yang semuanya sepakat bahwa yang dipotong adalah kulit ujung pembungkus penis, sedangkan sirkumsisi perempuan terdapat banyak perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa praktek sirkumsisi perempuan kebanyakan tidak mengikuti ketentuan dalam hadist walaupun hadist tersebut lemah. Artinya kebanyakan praktek sirkumsisi perempuan yang dijalankan oleh perempuan di negara-negara Afrika merupakan ciptaan dari budaya. Budaya melahirkan suatu tradisi yang diyakini oleh masyarakat dengan kuat seakan-akan hal itu bersumber dari ajaran agama. Dari hadist tersebut pula dijelaskan bahwa sirkumsisi terhadap perempuan yang dilakukan oleh Umm ‘Athiyah di Jazirah Arab pada waktu tersebut hanyalah untuk perempuan dari kalangan budak atau perempuan Jawari yang merupakan perempuan dari pihak yang kalah perang kemudian tertawan dan dijadikan budak. Sirkumsisi perempuan juga dipertanyakan keabsahannya karena tidak ada anak perempuan dari Rasulullah satupun yang disirkumsisi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad melindungi hak anak-anak perempuannya. Dan pada 127 masa sekarang tidak ada data sirkumsisi perempuan di negara-negara teluk atau Jazirah Arab seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain, dan Qatar. Garis besarnya negara-negara tersebut tidak mengenal praktek sirkumsisi perempuan kecuali negara Yaman. Hal tersebut juga membuktikan jika hadist sirkumsisi itu suatu keharusan ataupun anjuran dalam Islam, sudah pasti banyak perempuan di negara-negara tersebut banyak yang akan melakukannya karena bagian dari perintah dalam agama. Faktanya hanya di negara-negara Afrika saja yang melakukan sirkumsisi terhadap perempuan bahkan perempuan non-muslim juga melakukannya. Praktek sirkumsisi perempuan dilakukan terhadap perempuan dari golongan budak jika dilihat dari latar belakangnya, namun fakta di lapangan membuktikan bahwa sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika termasuk Mesir, sirkumsisi perempuan dilakukan oleh semua perempuan tidak melihat dari golongan status sosial. Jika mengikuti hadist maka perempuan di negara-negara Afrika termasuk Mesir yang menjalankan sirkumsisi adalah perempuan dari golongan budak atau juga kalangan kelas bawah. Sirkumsisi perempuan merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh perempuan untuk menuju kehidupan dewasa, kehidupan rumah tangga, menjaga keperawanan, menghindari perselingkuhan, menambah kecantikan, dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika khususnya Mesir telah ada jauh sebelum Islam yaitu pada masa Mesir Kuno karena hal itu pula, sirkumsisi perempuan di Mesir disebut dengan sirkumsisi warisan Firaun. Sejarah yang ditulis oleh Strabo dan Philo juga membenarkan tentang adanya praktek 128 sirkumsisi perempuan yang ada di Mesir. Hal tersebut semakin memperkuat bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi. Sirkumsisi perempuan dalam penafsiran ulama-ulama Islam, khususnya ulama dari empat madzab sangat berbeda-beda. Para ulama dari empat madzab tersebut sepakat bahwa sirkumsisi laki-laki merupakan bagian dari syariat Islam dan hukumnya wajib bagi Madzab Syafi’i dan Hanbali dan sunah bagi Madzab Hanafi dan Maliki namun kesunahan dalam Madzab Hanafi dan Maliki tersebut hukumnya sunah yang harus dilakukan oleh Muslim laki-laki. Dalam melihat sirkumsisi perempuan, empat madzab tersebut berbeda. Hanya Madzab Syafi’i yang memandang sirkumsisi perempuan mutlak sebagai kewajiban bagi perempuan. Madzab lainnya memandang bahwa sirkumsisi perempuan bukanlah suatu kewajiban bagi perempuan. Artinya perempuan boleh tidak melakukan sirkumsisi perempuan dan tidak berdosa jika tidak melakukannya karena dasar hukum tentang sirkumsisi perempuan tidak kuat. Diluar empat madzab Islam Sunni yaitu Islam Syiah dan juga Ibadi tidak menjelaskan dalam hukumnya bahwa sirkumsisi perempuan merupakan suatu kewajiban bagi perempuan seperti halnya sirkumsisi untuk laki-laki. Hal tersebut menandakan bahwa sirkumsisi perempuan masih menjadi polemik dalam Islam dan tidak ada kesepakatan pasti dalam menentukan posisi sirkumsisi perempuan dalam segi hukum layaknya sirkumsisi laki-laki. Madzab Syafi’i merupakan madzab dalam Islam Sunni yang menjelaskan bahwa sirkumsisi bagi perempuan adalah wajib. Faktanya banyak negara dengan mayoritas penduduknya Muslim yang bermadzab Syafi’i tidak melakukan praktek 129 sirkumsisi perempuan. Negara mayoritas penduduknya Islam dengan Madzab Syafi’i seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam tidak ditemukan data tentang sirkumsisi perempuan namun masih terdapat dugaan adanya sirkumsisi perempuan akan tetapi prakteknya tidak seperti negara-negara di Afrika. Somalia, Djibouti, dan Yaman merupakan negara dengan penduduknya mayoritas bermadzab Syafi’i namun presentase sirkumsisi perempuan paling parah ditemukan di Somalia dan Djibauti saja yang secara geografis terletak di Afrika. Fakta lagi menunjukkan bahwa negara-negara Afrika yang terdapat data sirkumsisi perempuan tidak seluruhnya bermadzab Syafi’i, bahkan mayoritas bermadzab Maliki yang jelas-jelas tidak mewajibkan sirkumsisi bagi perempuan. Negara-negara di Afrika yang bermadzab Maliki yang terdapat data sirkumsisi perempuan antara lain Sudan, Mauritania, Niger, Mali, Sierra Leone, Chad, Gambia, Guinea, Nigeria, Burkina Faso, dan Senegal. Hal tersebut semakin memperkuat bahwa tidak ada kaitan antara agama dengan sirkumsisi perempuan jika dilihat dari madzab Islam karena faktanya menunjukkan bukti yang bertolak belakang. Semakin besar kebenaran bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi budaya karena berkembang di negara-negara Afrika dan tidak hanya dilakukan oleh perempuan Muslim saja namun juga perempuan nonMuslim. Sementara jika melihat negara Mesir, negara yang diyakini sumber tradisi sirkumsisi perempuan jika dilihat dari madzab Islam berbeda pula dalam fakta lapangannya. Mesir mempunyai banyak madzab, yang terbanyak adalah Hanafi, Syafi’i dan Maliki. Hanafi merupakan madzab terbesar di Mesir hal tersebut 130 dibuktikan dengan ulama dari Madzab Hanafi banyak yang mengisi posisi penting di Mesir seperti Mufti Mesir dan juga pimpinan tertinggi Universitas al-Azhar yang disebut Syaikh al-Azhar. Ulama dari Madzab Syafi’i menempati posisi kedua namun juga pernah menduduki posisi penting tersebut namun jarang sekali. Pemerintah Mesir melarang sirkumsisi perempuan begitu juga fatwa ulama alAzhar dan keputusan Dar al-Ifta’ Mesir. Sirkumsisi perempuan di Mesir bagaikan sebuah keharusan yang dilakukan oleh perempuan Mesir walaupun sekarang praktek tersebut diyakini telah berkurang namun masih banyak terjadi di berbagai wilayah pedesaan Mesir. Seandainya mengikuti logika madzab, seharusnya jumlah perempuan Mesir yang melakukan sirkumsisi perempuan mungkin sebanyak 30 sampai 40 persen saja namun kenyataannya lebih dari 90 persen perempuan Mesir disirkumsisi. Sirkumsisi perempuan tidak hanya dilakukan oleh perempuan Muslim namun juga dilakukan oleh perempuan Kristen Koptik. Dari fakta-fakta di atas semakin jelas bahwa sirkumsisi perempuan merupakan warisan tradisi budaya. Jika sirkumsisi perempuan bagian dari syariat Islam, sudah tentu sirkumsisi perempuan mempunyai hukum yang jelas dan dibuktikan dengan kejelasan praktek seperti halnya sirkumsisi laki-laki. Islam juga tidak bisa dipungkiri secara tidak langsung terlibat dalam berlangsungnya sirkumsisi perempuan karena praktek tersebut juga dijelaskan dalam hadist namun hukumnya lemah dan jauh dari kuat. Hal yang perlu diketahui adalah Islam merupakan agama yang mengatur segala fenomena yang ada pada masanya dan fenomena tersebut sudah ada sebelum Islam misalnya poligami, minuman keras, perang, haji, dan sebagainya termasuk sirkumsisi perempuan. Islam memang bersentuhan dengan budaya pada masa perkembanganya dan hal tersebut 131 menjadikan Islam harus menentukan jawaban dan sikap atas fenomena budaya termasuk sirkumsisi perempuan. Hal yang penting juga adalah pada masa lalu banyak orang di Timur Tengah hidup sebagai orang yang tidak mempunyai pengetahuan dan tidak mempunyai keahlian baca tulis. Orang di Timur Tengah mengandalkan daya ingat dan sangat tergantung pada tokoh masyarakat (Shalih Mathar, komunikasi personal). Bisa saja penafsiran orang cendekiawan dalam Islam dipahami dengan salah oleh masyarakat dari kalangan bawah sehingga memakai penafsiran cendekiawan Islam hanya untuk menjaga tradisi yang telah ada seperti halnya hadist “Potonglah dan jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suami”dapat saja diartikan legalitas atas pemotongan klitoris tanpa memandang bahwa yang harus dipotong adalah kulit pembungkus klitorisnya dan alasan mencerahkan wajah atau mempercantik wajah dijadikan manfaat dari sirkumsisi yang dianggap benar oleh masyarakat. Dapat disimpulkan selain agama, masyarakat beserta budayanya mempunyai pengaruh besar terhadap sirkumsisi perempuan. 4.5 Sirkumsisi Perempuan di Negara Mayoritas Islam Sirkumsisi perempuan dilakukan di negara mayoritas muslim dengan jumlah yang besar di negara Mesir 91,1 % data tahun 2008, Sudan 90 % tahun 2000, Somalia 97,9% tahun 2006, Mauritania 72,2 % tahun 2007, Mali 85,2 % tahun 2006, Djibouti 93,1 % tahun 2006, Gambia 78,3% tahun 2006, Sierra Leone 94 % tahun 2006 dan Guinea 95,6 % tahun 2005. Selain negara tersebut sirkumsisi perempuan juga dilakukan di negara yang Islam tidak menjadi agama 132 mayoritas namun memiliki presentase yang sangat besar seperti Ethiopia 74,3 % tahun 2005, Burkina Faso 72,5 % tahun 2006, Eritrea 88,7% tahun 2002. Data sirkumsisi perempuan ditemukan di negara-negara Afrika baik di negara yang mayoritas penduduknya Islam dan Islam menjadi minoritas. Di luar negara-negara Afrika, data sirkumsisi perempuan di temukan juga di negara Yaman sebesar 38, 2 % tahun 2003 (Feldman-Jacobs dan Clifton, 2010: 5). Di negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia, Pakistan, Iran, Arab Saudi, Kuwait, Irak, Oman, Uni Emirat Arab, Suriah, Jordania, Turki, Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko tidak ditemukan sirkumsisi perempuan dipraktekkan layaknya di negara-negara Afrika seperti Mesir, Sudan, Somalia, dan sebagainya. Sirkumsisi perempuan ternyata juga dilakukan oleh perempuan non-muslim yaitu perempuan dari agama Kristen di negara Mesir, perempuan dari agama Kristen serta Yahudi di Ethiopia, dan perempuan non-Muslim di negara-negara seperti Sudan, Sierra Leone, Gambia, Liberia, Burkina Faso, Eritrea, dan sebagainya. Tabel 4.8 Data Sirkumsisi Perempuan (Population Reference Bereau, 2010) Negara Benin Burkina Faso Kamerun Afrika Tengah Chad Pantai Gading Djibouti Mesir Eritrea Ethiopia Gambia Tahun Presentase DHS 2006 MICS 2006 DHS 2004 MICS 2008 DHS 2004 MICS 2006 MICS 2006 DHS 2008 DHS 2002 DHS 2005 MICS 2006 12,9 72,5 1,4 25,7 44,9 36,4 93,1 91,1 88,7 74,3 78,3 133 Ghana Guinea Guinea Bissau Kenya Liberia Mali Mauritania Niger Nigeria Senegal Sierra Leone Somalia Tanzania Togo Uganda Yaman DHS MICS PAPFAM MICS 2006 DHS 2005 MICS 2006 DHS 2009 DHS 2007 DHS 2006 MICS 2007 DHS 2006 DHS 2008 DHS 2005 MICS 2006 MICS 2006 DHS 2005 MICS 2006 DHS 2006 PAPFAM 2003 3,8 95,6 44,5 27,1 58,2 85,2 72,2 2,2 29,6 28,2 94,2 97,6 14,6 5,8 0,6 38,2 : Demographic Health Surveys : Multiple Indicator Cluster Surveys : Pan Arab Project for Family Health Sementara itu, Unicef ( 2014: 84) menambahkan bahwa sirkumsisi perempuan secara juga dilakukan di Iraq oleh Suku Kurdistan. Suku Kurdistan mendiami wilayah utara Irak dan mempunyai populasi yang cukup besar di negara tersebut. Angka sirkumsisi perempuan di Irak menurut Unicef sebesar 8 persen. Untuk sirkumsisi di negara-negara Afrika, data yang dikeluarkan Unicef mempunyai kesamaan dengan data yang dikeluarkan oleh Population Reference Berau pada tahun 2010. 134 Gambar 4.9 Peta Penyebaran Sirkumsisi Perempuan (Unicef 2014) Hal tersebut menguatkan bahwa sirkumsisi perempuan hanyalah tradisi budaya dan bukan bagian dari syariat agama Islam. Jika sirkumsisi bagian dari syariat Agama Islam, sudah pasti semua perempuan di negara-negara mayoritas penduduknya muslim pasti akan melakukannya. Sirkumsisi perempuan semakin besar diduga sebagai warisan tradisi budaya Afrika khususnya tradisi budaya dari peradaban Mesir Kuno. Oleh sebab itu sirkumsisi merupakan warisan Islam merupakan kesalahan besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Islam memang memiliki keterkaitan dengan praktek sirkumsisi perempuan melalui hadist namun hadist tersebut semuanya lemah. 4.6 Fatwa Ulama Mesir Sejak tahun 1949, sirkumsisi perempuan sudah melahirkan masalah. Hal tersebut diketahui bahwa pada tahun tersebut, Syekh Hasin Muhammad Makhluf mengeluarkan fatwa mengenai sirkumsisi perempuan. Fatwa tersebut diikuti oleh 135 fatwa ulama-ulama lainnya hingga masa modern. Sebelum dikeluarkan fatwa haram sirkumsisi perempuan oleh Dar al-Ifta’ tahun 2008, tidak ada satupun ulama di Mesir yang mengharamkan sirkumsisi perempuan. Fatwa ulama-ulama di Mesir hanya sebatas mengkaji hukum sirkumsisi perempuan yaitu perempuan boleh tidak melakukan sirkumsisi. Pendapat tersebut dilihat dari hadist dan juga penafsiran madzab-madzab Islam. 4.6.1 Syekh Hasin Muhammad Makhluf Tahun 1949 Mayoritas ulama berpendapat bahwasanya sirkumsisi tidak wajib bagi perempuan dan perempuan yang tidak melakukan sirkumsisi tidak akan mendapat dosa. Sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki karena termasuk syariat Islam dari peristiwa sirkumsisi Nabi Ibrahim. Permasalahannya pada masa Syekh Makhluf sudah terdapat pertanyaan besar mengenai hakikat hukum sirkumsisi perempuan. Jawaban dari pertanyaan itu dijawab oleh Syekh Makhluf selaku ulama Dar alIfta’ yaitu lembaga pembuat keputusan hukum Islam di Mesir. Syekh Makhluf menjelaskan bahwa ulama pada masa lalu berbeda pendapat tentang hukum sirkumsisi laki-laki dan perempuan yaitu apakah wajib, sunah, atau tidak wajib. Perbedaan hukum tersebut sangat terlihat dalam hukum sirkumsisi perempuan. Dalam Madzab Syafi’i dari pendapat Imam Nawawi menjelaskan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan. Dalam Madzab Hanbali dari pendapat Ibnu Quddamah menjelaskan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan. Sirkumsisi bagi perempuan menurut Ibnu Quddamah sebatas sunah dan kehormatan bagi perempuan. Madzab Hanafi dan Maliki menjelaskan bahwa hukum sirkumsisi adalah sunah dan bagian 136 dari syariat Islam. Kesimpulannya sirkumsisi perempuan tidak wajib dari tinjauan Madzab Hanafi, Maliki, dan Hanbali bahkan sebagian ulama Madzab Syafi’i berpendapat bahwa perempuan tidak akan mendapat dosa jika tidak melakukan sirkumsisi perempuan karena sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki saja di dalam syariat Islam. Oleh sebab itu tidak berdosa jika perempuan tidak melakukan sirkumsisi (Dar al-Ifta’, 1981: 449). 4.6.2 Syekh Mahmud Syalthut Tahun 1951 Pada umumnya diketahui bahwa Ibrahim merupakan manusia pertama orang yang melakukan sirkumsisi. Pada masa sekarang sirkumsisi yang dilakukan Ibrahim tersebut dilakukan oleh laki-laki dan juga perempuan. Imam Bukhari dan Imam Muslim menulis dalam hadist shahihnya “Fitrah itu ada lima yaitu berkhitan (sirkumsisi), mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, dan memotong kuku”. Terdapat banyak hadis yang lain namun tidak sekuat hadist dari Imam Bukhari dan Muslim seperti “Seseorang yang masuk Islam maka harus disirkumsisi”, “Cukurlah rambut kafirmu dan sirkumsisilah”, dan sebagainya. Dalam masalah sirkumsisi perempuan terdapat hadist “Potonglah dan jangan berlebihan” dan juga “Sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan”. Dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan tersebut, para ulama berbeda pendapat dalam penafsiran hukumnya. Madzab Syafi’i berpendapat bahwa hukum sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan sedangkan Madzab Hanbali hukum sirkumsisi itu wajib hanya bagi laki-laki. Sementara itu Madzab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi itu sunah 137 bagi laki-laki dan sebuah kemuliaan atau kehormatan bagi perempuan (Liwa’ alIslam, 1951: 87-90). 4.6.3 Syekh Yusuf al-Qardhawi Tahun 1987 Pada tahun 1987, Syekh Yusuf Qardhawi berfatwa atas pertanyaan apa hukum sirkumsisi perempuan dalam Islam. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa masalah sirkumsisi perempuan terdapat banyak pendapat dari ulama dan juga dari dokter. Sirkumsisi perempuan bahkan menjadi sebuah polemik dan perdebatan hingga bertahun-tahun. Para dokter ada yang mendukung sirkumsisi perempuan dan juga ada yang menolak begitu pula dengan para ulama di Mesir. Nabi Muhammad berkata kepada perempuan yang pekerjaannya mensirkumsisi perempuan “Potonglah dan jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suaminya”. Kata potong mempunyai arti memotong namun sedikit sedangkan kata jangan berlebihan mempunyai arti tidak memotong habis dan kata setelahnya yaitu membuat wajah cerah dan menyenangkan suami mempunyai maksud tersendiri yaitu hal ini akan lebih baik. Umat Muslim di negara mayoritas beragama Islam berbeda pendapat dengan perintah yang terkandung dalam hadist tersebut, yaitu ada perempuan yang melakukan sirkumsisi dan juga tidak. Melihat hal tersebut seharusnya anak perempuan tidak melakukannya terlebih pada masa modern. Perempuan tidak akan berdosa jika tidak melakukan sirkumsisi dan sirkumsisi perempuan bukanlah untuk memuliakan perempuan. Sirkumsisi hanya wajib untuk laki-laki dan termasuk syariat Islam bahkan terdapat ulama yang mengancam untuk membunuh 138 orang yang menolak kewajiban sirkumsisi hingga dia kembali ke jalan yang benar (al-Qardhawi, 1987: 443). 4.6.4 Syekh Sayyid TanthawiTahun 1994 Ulama sepakat bahwa sirkumsisi merupakan sebuah kewajiban bagi lakilaki dan sirkumsisi diperbolehkan bagi perempuan. Perbedaan ulama dalam memandang sirkumsisi adalah mengenai kewajiban dalam hukumnya. Imam Abu Hanifah dan Imam Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi bagi laki-laki merupakan sunah dan bukan wajib seperti wajibnya sebuah fardhu, akan tetapi berdosa jika tidak melakukannya. Menurut Imam Syafi’i sirkumsisi hukumnya wajib bagi lakilaki dan perempuan. Menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan terdapat dua pendapat mengenai sirkumsisi perempuan yaitu wajib dan tidak, namun pendapat yang kuat menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal adalah wajib. Sirkumsisi bagi perempuan dilakukan dengan cara memotong sedikit kulit pembungkus klitoris dan bukan memotongnya sampai habis. Para ulama mengambil kesimpulan tersebut dari hadist Umm ‘Athiyah yang menjelaskan mengenai cara sirkumsisi perempuan yaitu “Jangan berlebihan karena hal tersebut menyenangkan bagi suami dan mencerahkan wajah”. Hadist tersebut juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad peduli akan hak dan keselamatan perempuan karena mencegah Umm ‘Athiyah untuk memotong habis kulit pada alat kelamin perempuan. Hadist tersebut juga membuktikan terdapat aturan dari Nabi Muhammad bahwa alat kelamin perempuan memiliki ukuran yang berbeda. Jika sirkumsisi dilakukan dengan cara yang benar maka kemampuan seksual 139 perempuan tidak akan hilang akan tetapi jika bagian kelamin yang dimaksud dipotong habis, maka rangsangan seksual tidak akan diterima dengan baik oleh perempuan. Jika perempuan tidak disirkumsisi, maka nafsu seksual perempuan akan tinggi dan sirkumsisi perempuan merupakan cara untuk mengendalikan atau menstabilkan nafsu seksual perempuan. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud sirkumsisi bagian dari syariat Islam adalah sirkumsisi bagi laki-laki. Para ulama tersebut tidak menyangkal kebenaran dan kekuatan dari hadist yang menjelaskan tentang hal tersebut. Hadis yang menjelaskan sirkumsisi perempuan semuanya tidak kuat atau sahih, bahkan semuanya lemah atau tidak kuat seperti hadis “Sirkumsisi sunah bagi laki-laki dan kemulian bagi perempuan”, “Jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suami”, “Cukurlah rambut kafirmu dansirkumsisilah”, “Seseorang yang masuk Islam harus disirkumsisi”. Pendapat hadist di atas lemah adalah pendapat dari Imam al-Syaukani dalam kitabnya Nil al-Authar. Dalam kitab ‘Aun al-Ma’bud yang menerangkankan kitab Sunan Abu Dawud terdapat pendapat bahwa hadist yang menjelaskan sirkumsisi terlalu banyak versi periwayat hadistnya sehingga membuat hadist tersebut lemah. Ibn Abd al-Bar menjelaskan dalam al-Tamhid bahwa mayoritas orang Islam meyakini bahwa sirkumsisi untuk kaum laki-laki saja. Dari fatwa Syekh Muhammad Syalthut mengenai sirkumsisi perempuan dapat diapahami bahwa sirkumsisi perempuan tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat. Syekh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah menjelaskan 140 bahwa hadist-hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan lemah. Syekh Muhammad ‘Urfah menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan tidak membuat perempuan yang bersangkutan menjadi perempuan yang subur. Banyak kepercayaan mengenai pengaruh sirkumsisi perempuan terhadap kehidupan perempuan tidak terbukti secara ilmiah. Pada kenyataannya sirkumsisi perempuan membuat kemampuan seksual perempuan berkurang ketika berhubungan seksual dengan suami. Maka dari itu sirkumsisi perempuan layaknya dilarang di Mesir seperti halnya di Turki dan Maroko (Sahlieh, 2012: 667). 4.6.5 Syekh Ali Jum’ah Tahun 2007 Pada tahun 2007 Mufti Mesir Syekh Ali Jum’ah mengeluarkan fatwa haram sirkumsisi perempuan. Fatwa tersebut dikeluarkan oleh Syekh Ali Jum’ah setelah terjadinya kematian anak perempuan berusia 11 tahun bernama Budour Ahmad Shaker karena kesalahan pemberian obat oleh seorang dokter sebelum melakukan sirkumsisi. Syekh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan bukan bagian dari syiar agama Islam namun warisan budaya kuno sebelum Islam (Esposito, 2011: 178). Syekh Ali Jum’ah menambahkan bahwa status hukum sirkumsisi perempuan juga bukan wajib atau keharusan. Fatwa Syekh Ali Jum’ah tersebut kemudian didukung oleh pimpinan tertinggi Universitas al-Azhar yaitu Syekh Sayyid Tanthawi yang pada waktu itu menjabat Syekh al-Azhar. Pada tahun 2008 Darul Ifta Mesir mengeluarkan fatwa haram terhadap sirkumsisi perempuan dan juga diikuti oleh kebijakan pemerintah Mesir mengenai sirkumsisi perempuan. Sejak tahun 2008 sirkumsisi perempuan benar- 141 benar menjadi praktek yang dilarang di Mesir namun di daerah yang jauh dari perkotaan, sirkumsisi perempuan masih dilakukan. 4.7 Fatwa Haram Darul Ifta Mesir Tahun 2008 Daru al-Ifta’ Mesir pada 2008 mengeluarkan fatwa pengaharaman sirkumsisi bagi perempuan. Dar al-Ifta’ berpendapat bahwa pengharaman sirkumsisi bagi perempuan tidak menyalahi syariat Agama Islam. Ulama-ulama hadist menurut Dar al-Ifta’ tidak ada satupun yang berpendapat bahwa hadist tentang sirkumsisi perempuan termasuk hadist kuat atau sahih. Oleh karena itu tidak dapat dijadikan landasan hukum. Dar al-Ifta’ mengambil pendapat dari ulama Madzab Syafi’i yaitu Imam Abu Bakar Ibn Mundzir al-Nisaburi bahwa tidak ada hadist mengenai sirkumsisi perempuan yang dilacak kebenarannya. Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa ulama dari Madzab Syafi’i juga masih ada yang mempermasalahkan kewajiban sirkumsisi perempuan. Imam Ibn Abd al-Barr al-Maliki dalam kitab alTamhid berpendapat bahwa permasalahan utama hadist perempuan adalah munculnya periwayat hadist yang bernama Hajaj Ibn Arthah. Oleh sebab itu sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki. Syams al-Haq al-‘Azhim Abadi dalam kitab ‘Aun al-Ma’bud yang menjelaskan kitab Sunan Abu Dawud berpendapat bahwa hadist tentang sirkumsisi perempuan diriwayatkan dari banyak versi dan semuanya lemah sehingga tidak dapat dijadikan landasan hukum. Al-Hafizh al‘Iraqi dalam kitab al-Mughna fi al-Ashfar berpendapat bahwa hadist dari Umm ‘Athiyah yang diriwayatkan Imam Hakim dan Imam Baihaqi dan hadist Umm ‘Athiyah yang diriwayatkan Abu Dawud merupakan hadist lemah. Al-Hafizh juga 142 menambahkan bahwa hadist sirkumsisi sunah bagi laki-laki dan sebuah kehormatan bagi perempuan yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Baihaqi adalah hadist lemah karena periwayat hadistnya. Imam al-Syaukani dalam kitabnya Nil al-Authar berpendapat bahwa hadist sirkumsisi perempuan tidak dapat dijadikan landasan hukum karena hadistnya tidak kuat. Syekh Sayyid alSabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah berpendapat bahwa hadist-hadist yang memerintahkan perempuan untuk sirkumsisi semuanya lemah. Imam Ibn al-Haj dalam kitab al-Mudkhal berpendapat bahwa hakikat sirkumsisi perempuan masih terjadi perdebatan antara dunia barat dan timur. Dari pendapat-pendapat tersebut, Dar al- Ifta’ Mesir berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan adalah sebuah budaya dan bukan bagian dari ibadah atau syariat. Sirkumsisi perempuan lahir bukan dari Islam akan tetapi dari warisan sosial budaya masa lalu. Dalam hadist sirkumsisi perempuan dari Umm ‘Athiyah terdapat periwayat bernama Muhammad Ibn Hassan yang melemahkan hadist tersebut karena periwayat tersebut termasuk orang yang kurang pandai. Dalam hadist sirkumsisi adalah sebuah kehormatan perempuan terdapat periwayat bernama Hajaj Ibn Arthah yang melemahkan hadist karena periwyat tersebut orang yang curang. Mengenai hadist yang menjelaskan bertemunya dua khitan yang ditekankan bukan wajib sirkumsisi melainkan kewajiban mandi setelah berhubungan seksual. Hal tersebut diperkuat oleh tindakan Nabi Muhammad yang tidak melakukan sirkumsisi pada anak-anak perempuannya. Selain hal tersebut, Dar al-Ifta’ juga tetap menjelaskan sirkumsisi perempuan yang dijelaskan oleh Imam al-Mardawi dan juga Imam al-Nawawi bahwa pemotongan yang diperbolehkan bagi perempuan hanyalah kulit pembungkus klitoris dan bukan 143 bagian yang lainnya. Pendapat tersebut merupakan sebuah pemikiran ulama terdahulu dan bukan bagian dari ketentuan syariat sehingga pengharaman sirkumsisi perempuan tidak bertentangan dengan Islam. 4.8AnalisisTerhadap Penafsiran Ulama dan Fatwa Haram Penafsiran mengenai sirkumsisi perempuan dalam Islam berkembang ketika madzab-madzab Islam seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berkembang. Pada masa itulah pandangan mengenai sirkumsisi perempuan menjadi sebuah pencerahan pada waktu itu. Tidak dapat dipungkiri pendapatpendapat ulama Islam pada madzab-madzab Islam tersebut masih mempunyai pengaruh yang besar hingga masa sekarang, bahkan pendapat-pendapat tersebut dijadikan alasan para ulama dalam memandang sirkumsisi perempuan seperti Syekh Muhammad Makhluf, Syekh Syalthut, dan sebagainya. Hanya Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah kewajiban. Pendapat Imam Syafi’i tersebut pada akhirnya diikuti sebagian besar ulama yang bermadzab Syafi’i. Sedangkan Imam Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan bukanlah kewajiban melainkan hanya sebuah kehormatan dan kemuliaan bagi perempuan. Artinya perempuan boleh tidak melakukannya. Sedangkan Imam Ahmad Ibn Hanbal terdapat dua pendapat yaitu pertama sama seperti pendapat Imam Hanafi dan Imam Maliki dan pendapat kedua sama seperti Imam Syafi’i. Ketika masyarakat awam memahami kata “kemuliaan bagi perempuan” dapat juga dipamahi sebagai sesuatu jika dilakukan akan lebih baik. Ketiga madzab tersebut juga tidak melarang sirkumsisi perempuan dalam bentuk pengharaman karena Nabi 144 Muhammad juga tidak pernah mengeluarkan hadist tentang pengharaman sirkumsisi bagi perempuan. Hal tersebutlah yang menjadikan sirkumsisi perempuan menjadi sebuah kontroversi hingga sekarang. Sebenarnya pendapat tentang sirkumsisi perempuan dari keempat imam besar dari madzab-madzab tersebut, selain penafsiran dari sumber ajaran Islam baik al-Qur’an dan al-Hadist juga dapat dipengaruhi oleh latar belakangnya kehidupan sosialnya.32 Jika keempat imam besar tersebut juga mengkaji masalah sirkumsisi perempuan dari sejarah sebelum Islam mungkin hasil pemikirannya akan lain. Secara garis besar pendapat keempat imam besar tersebut mengenai sirkumsisi perempuan adalah keempat imam besar tersebut berhasil menjawab permasalahan sosial masyarakat pada masa itu terlepas akan mewariskan sisi kontroversial sirkumsisi perempuan pada masa setelahnya. Al-Qur’an memang tidak terkandung muatan sirkumsisi perempuan secara tekstual, namun hadist yang menerangkan mengenai sirkumsisi perempuan walapun hadist tersebut lemah. Artinya hadist yang menerangkan sirkumsisi perempuan tidak dapat dijadikan landasan dalam menentukan hukum sirkumsisi perempuan. Dalam memandang Islam, untuk mengkaji ajarannya juga diperlukan pandangan dan penafsiran ulama. Pandangan dan penafsiran ulama itulah yang akhirnya membentuk madzab-madzab dalam Islam. 32 Imam Syafi’i menyatakan bahwa sirkumsisi perempuan wajib karena ia tinggal di Mesir yang pada waktu itu sirkumsisi perempuan adalah bagian dari kehidupan sosial budaya Mesir. Sedangkan ketiga imam lainnya tidak berpendapat bulat seperti Imam Syafi’i mengenai sirkumsisi perempuan karena mereka tinggal di tempat yang sirkumsisi perempuan tidak menjadi bagian dari kehidupan sosial. Seperti diketahui bahwa Imam Hanafi menghabiskan hidupnya di Baghdad, Iraq begitu pula dengan Imam Hanbali, sedangkan Imam Maliki menghabiskan hidupnya di Madinah, Arab Saudi (Hussain, 2005: 32-34). 145 Pada awalnya kehadiran pemikir-pemikir Islam dalam menafsirkan Islam sangat diperlukan karena pada awalnya perkembangan Islam hanya sebatas dari al-Qur’an dan belum terdapat kajian hadist secara dalam. Pemikir-pemikir Islam yang terhimpun dalam madzab pada masa tersebut memang dibutuhkan umat Islam dalam memahami Islam dan menerapkannya pada kehidupan sosial. Hadist pada masa tersebut sudah ada namun kajiannya tidak mendalam. Pada masa setelah ulama madzab Islam seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali barulah muncul ulama-ulama hadist. Ulama-ulama di bidang hadist yang terkenal adalah Imam Bukhari dan Imam Muslim. Pada perkembangannya ulama-ulama tidak mengharamkan fenomena sirkumsisi perempuan setelah ilmu hadist berkembang. Catatan intinya adalah hadist tentang sirkumsisi perempuan lemah dan tidak dapat dijadikan landasan hukum karena terdapat pencerita hadist yang ditolak. Meskipun lemah, hadist mengenai sirkumsisi perempuan tidak digolongkan sebagai hadist palsu. Hal itulah yang menjadikan hingga sekarang sirkumsisi perempuan masih diperdebatkan. Permasalahannya lagi adalah pada masa tersebut, pengaruh pemikiran madzab Islam tetap kuat bahkan hingga masa sekarang, karena untuk memahami hadist juga diperlukan sebuah penafsiran. Tahun 2008 merupakan tahun bersejarah karena Dar al-Ifta’ Mesir selaku lembaga fatwa resmi di Mesir mengeluarkan keputusan fatwa mengharamkan sirkumsisi perempuan. Keputusan tersebut dipicu oleh matinya gadis Mesir bernama Budour di usia 11 tahun. Selain kematian Budour, sebenarnya Mesir 146 telah didesak dan dikecam oleh dunia internasional33 agar menghentikan tradisi sirkumsisi perempuan. Desakan dan kecaman dari dunia internasional tersebut muncul karena sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika khususnya Mesir diduga menyebabkan kematian banyak perempuan setelah melakukan sirkumsisi yang dilakukan pada masa anak-anak. Sebernarnya secara garis besar fatwa haram tersebut dapat ditarik garis merah yaitu posisi Islam khususnya pemikiran ulama selama kurang lebih 1000 tahun mengalami kebuntuan atau stagnasi dalam memandang fenomena sirkumsisi perempuan. Hal tersebut juga mengundang kecurigaan bahwa pada masa lalu terdapat perempuan yang meninggal akibat sirkumsisi dan posisi Islam diam melihat hal tersebut. Fatwa haram tersebut juga menandakan bahwa Islam takut terhadap desakan internasional padahal semestinya Islam mampu menjadi solusi semua masalah yang muncul di dunia karena Islam selaras dengan perkembangan zaman. Fatwa haram Dar al-Ifta’ Mesir diharapkan akan membawa harapan cerah bagi kehidupan perempuan di Mesir. Perempuan akan bebas dari belenggu sirkumsisi yang menurut dunia internasional merugikan perempuan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kenyataannya masih banyak anak-anak perempuan terutama di daerah pedesaan di Mesir yang masih melakukan sirkumsisi. Fatwa haram tersebut memang menjadi harapan, namun secara legitimasi hal tersebut sebenarnya merugikan bagi Islam sendiri. Dengan mengeluarkan fatwa haram 33 Peringatan tersebut datang dari lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa terutama dari World Health Organization (WHO) dan United Nation Childern’s Fund (Unicef). Peringatan larangan sirkumsisi perempuan secara besar-besaran ditujukan kepada Mesir di masa rezim Presiden Husni Mubarak. Selain lembaga tersebut, kecaman juga datang dari lembaga sosial masyarakat dari berbagai negara khusunya negara-negara Barat. 147 menunjukkan bahwa sirkumsisi perempuan yang ada di Mesir dan juga di dunia pada umumnya adalah produk Islam. Semestinya Dar al-Ifta cukup mengeluarkan larangan melakukan sirkumsisi perempuan tipe satu karena sirkumsisi yang perlu diluruskan Islam adalah sirkumsisi tipe satu. Sirkumsisi tipe satu adalah hasil penafsiran ulama Islam mengenai hadist sirkumsisi perempuan. Tipe-tipe lainnya yaitu dua, tiga, dan empat bukanlah urusan Islam karena tipe sirkumsisi tersebut adalah bagian dari kehidupan sosial budaya dari masa sebelum Islam hingga masa sekarang. Pemilihan kata dalam fatwa sebenarnya harus dipikirkan oleh Dar alIfta’ yaitu seharusnya tidak menggunakan kata “haram”. Fatwa haram Dar al-Ifta’ Mesir pada tahun tersebut melahirkan dua kubu yaitu setuju dan menolak fatwa haram yang telah dikeluarkan. Dua kubu tersebut tidak hanya dari masyarakat namun juga dari ulama-ulama al-Azhar. Ulamaulama al-Azhar yang meyakini bahwa sirkumsisi perempuan tidak ada kaitannya dengan syariat Islam tentu saja setuju dengan keputusan tersebut, bahkan fatwa haram tersebut lahir atas desakan dan masukan ulama-ulama seperti Syekh Ali Jum’ah dan Syekh Sayyid Tanthawi. Sementara ulama yang menolak fatwa haram merupakan ulama yang meyakini sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari Islam. Perlu diketahui bahwasanya ulama-ulama al-Azhar terpecah menjadi dua diduga karena komposisi madzab. Universitas al-Azhar didominasi ulama bermadzab Hanafi. Hal tersebut dapat dilihat dari jabatan tertinggi yaitu Syaikh al-Azhar yang didominasi dari ulama Madzab Hanafi sejak berdirinya Universitas al-Azhar. Ulama-ulama Madzab Syafi’i berada di urutan kedua. Jabatan Syaikh 148 al-Azhar pernah dipegang oleh ulama Madzab Syafi’i namun tidak sering seperti ulama dari Madzab Hanafi. Ulama dari Madzab Maliki juga pernah menjabat Syaikh al-Azhar namun jumlahnya lebih sedikit daripada ulama Madzab Syafi’i. Sementara itu ulama dari Madzab Hanbali belum pernah memegang jabatan tertinggi Universitas al-Azhar tersebut. Misalnya dalam memandang hadist sirkumsisi perempuan dari Umm Athiyah dan hadist tentang kemuliaan sirkumsisi bagi perempuan menurut Mustafa Abu Imarah bukanlah hadist yang lemah namun kedua hadist tersebut adalah hadist dalam tingkatan hasan34. Namun Sabir Ahmed Thaha menjelaskan bahwa hadist-hadist tentang sirkumsisi perempuan semuanya lemah dan sirkumsisi perempuan bukanlah bagian dari syariat Islam 35. Mengenai keilmuan, seluruh pengajar di Universitas al-Azhar tidak perlu diragukan lagi ilmu keislamannya karena mereka hafal al-Quran dan juga hafal hadist dalam jumlah yang telah ditentukan. Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena perbedaan interpretasi suatu masalah dari sudut pandang madzab Islam. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ketika terjadi polemik pengharaman sirkumsisi perempuan ulama-ulama yang menolak keputusan tersebut adalah ulama dari Madzab Syafi’i karena sirkumsisi perempuan bagian dari syariat Islam. Sirkumsisi perempuan membahayakan nyawa dan kesehatan perempuan karena tata cara sirkumsisi yang dilakukan salah. Jika sirkumsisi terhadap kaum perempuan dilakukan dengan benar yaitu memotong sedikit kulit pembungkus klitoris seperti yang telah dijelaskan Ibn Qayyim, Imam Nawawi, 34 Mustafa Abu Imarah adalah ulama dan dosen hadist di Universitas al-Azhar. Sabir Ahmed Thaha adalah ulama dan dosen dakwah Islam di Universitas al-Azhar. Saat ini dia menjabat Dekan Fakultas Dakwah Islam Universitas al-Azhar. 35 149 dan Ibn Hajar dalam karya-karya mereka maka sirkumsisi tidak akan membahayakan perempuan. Sirkumsisi yang dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan akan memberikan manfaat bagi perempuan yaitu hidupnya akan lebih baik. Fatwa haram tersebut tidak hanya menyangkut Islam saja. Permasalahannya bagaimana posisi perempuan Kristen Koptik yang masih melakukan sirkumsisi. Secara logika tentu saja perempuan tersebut dibebaskan untuk melakukan sesuatu yang diyakininya karena bukan urusan Islam lagi. Jika tidak ada dalam Agama Kristen Koptik, maka sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Islam tidak mempunyai kewenangan dalam masalah tersebut karena kewenangan larangan sirkumsisi bagi perempuan Kristen Koptik merupakan urusan pemerintah atau juga urusan Kristen Koptik sendiri. Logikanya jika sirkumsisi perempuan diharamkan maka Islam tidak mempunyai kewenangan lagi mengenai sirkumsisi perempuan karena bukan bagian dari Islam. Jika diharamkan bagaimana posisi perempuan yang masih melakukan dan umat Islam yang masih mempercayainya. Sebenarnya desakan dan kecaman internasional ke Mesir harus dipahami secara mendalam. Hanya Mesir yang menerima kecaman mengenai sirkumsisi perempuan secara besar-besaran padahal Sudan, Ethiopia, dan Somalia serta negara-negara Afrika lainnya memiliki kasus serupa. Mesir memiliki ulama-ulama Islam yang diakui dunia dari masa lalu hingga sekarang dan juga memiliki Universitas al-Azhar yang menjadi jantung kajian ilmu-ilmu Islam. Jika Mesir berhasil merubah persepsi sirkumsisi perempuan, dunia internasional khususnya 150 negar-negara Barat menganggap negara-negara lainnya akan mengikuti langkah Mesir. Tetapi desakan dan kecaman terhadap Mesir harus tetap dikritisi karena desakan dan kecaman tersebut seakan-akan mempunyai kesan memojokkan Islam karena Mesir merupakan negara mayoritas beragama Islam dan juga sebagai negara yang mempunyai keterkaitan erat dengan Islam. 4.9Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Agama Agama bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Agama dibutuhkan manusia sebagai alat perantara antara dirinya dengan Tuhannya. Dalam agama juga dijelaskan bahwa kehidupan di dunia bukanlah segalanya. Kehidupan setelah kematian merupakan kehidupan sesungguhnya bagi manusia. Adanya surga dan neraka adalah alasan penting bagi manusia membutuhkan agama. Untuk mencapai surga dan menghindari neraka manusia diharuskan melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan di dunia. Agama merupakan faktor penting yang berperan dalam berlangsungnya tradisi sirkumsisi dari generasi ke generasi. Tradisi sirkumsisi perempuan menjadi sebuah tradisi yang kuat dikarenakan berhubungan dengan ajaran agama. Agama yang berperan dalam terjaganya tradisi perempuan di Mesir hingga saat ini adalah Agama Islam. Islam terkait dengan tradisi sirkumsisi perempuan karena di dalam ajaran Islam yaitu hadist dan ilmu fiqih membahas juga tentang keutamaan sirkumsisi bagi perempuan walaupun tidak wajib. 151 Sebelum Islam, besar dugaan tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir terjaga keberadaannya karena pengaruh agama sebelumnya yaitu kepercayaan Mesir Kuno. Walaupun agama di Mesir sebelum Islam adalah Kristen Koptik tetap saja masyarakat Mesir pada waktu tersebut tetap membawa kepercayaan Mesir Kuno yang mempengaruhi budaya masyarakatnya. Apabila dilihat dari kronologi waktu, maka tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir juga bertepatan dengan masa Ibrahim menetap di Mesir Kuno (Greumbaum, 2001: 43, ShellDuncan dan Hernlund, 2000: 4, dan Denniston dkk, 1999: 188). Sebelum Islam, tradisi sirkumsisi perempuan dipercaya membuat perempuan menjadi suci. Kesucian perempuan tersebut yang dibutuhkan laki-laki Mesir untuk dijadikan istri. Dari perempuan suci tersebut maka diperolehlah kebahagian dan ketentraman dalam mengarungi kehidupan rumah tangga (Graves-Brown, 2010: 55). Hukum dalam Islam sebenarnya juga diputuskan sesuai dengan kondisi sosial budaya pada waktu itu. Pada masa Nabi Muhammad memang ditemukan pratek sirkumsisi perempuan dan terdapat hadist yang menceritakan tentang sirkumsisi perempuan. Hadist tentang sirkumsisi perempuan tersebut menurut ulama hadist memang bukan kewajiban bagi perempuan namun hanya sebatas kebolehan yaitu sebuah kehormatan atau kemuliaan bagi perempuan. Hukum sirkumsisi perempuan tidak wajib sebetulnya bisa diketahui dari sikap Nabi Muhammad dalam mengambil keputusan mengenai sirkumsisi perempuan yaitu pemotongan dilakukan dengan hati-hati dan tidak dihabiskan atau dipotong sedikit saja demi kebaikan perempuan yang bersangkutan dan calon 152 suaminya kelak. Hal tersebut membuktikan bahwa Nabi Muhammad mengatur tradisi sirkumsisi perempuan dari yang berbahaya menjadi sebuah tradisi yang lebih aman. Sirkumsisi perempuan hukumnya tidak wajib bagi perempuan dapat diketahui juga bahwasanya semua anak-anak perempuan Nabi Muhammad tidak ada yang melakukan sirkumsisi. Dari hal tersebut Nabi Muhammad jelas sekali tidak mengikuti tradisi sirkumsisi perempuan dan sebenarnya hal tersebut bisa menjadi hukum kuat yang menjelaskan bahwa perempuan tidak wajib sirkumsisi. Pada kenyataanya di Mesir dan di negara yang melakukan praktek sirkumsisi perempuan tidak melihat hal tersebut, namun melihat hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan merupakan sebuah kemuliaan bagi perempuan yang ditafsirkan kesunahan bagi perempuan. Tradisi sirkumsisi perempuan yang mempunyai dasar agama membuat tradisi tersebut menjadi kuat di dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada kasus tertentu sebuah keluarga menolak sirkumsisi perempuan karena sirkumsisi perempuan pada kenyataannya bukanlah suatu kewajiban bagi perempuan. Keluarga tersebut kemungkinan besar meruapakan keluarga yang telah paham akan agama dan juga merupakan keluarga yang secara kultur sosial terbuka dan melawan tradisi yang dianggapnya bertentangan dengan keyakinan yang dipercayainya. Keluarga tersebut kemungkinan juga merupakan keluarga dari latar belakang pendidikan yang tinggi dan kemungkinan juga sudah terpengaruh kehidupan modern. Syekh Sayyid Thanthawi mengungkapkan bahwa beliau tidak melakukan tradisi sirkumsisi kepada anak-anak perempuannya. 153 Permasalahannya tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir sangat subur dipraktekkan di daerah yang jauh dari kota besar seperti Provinsi Aswan, Luxor, Qena, Asyut, Laut Merah, Minya, Beni Suef, Matrouh, Wadi Jadid, Sohag, dan Faiyum. Keluarga dari desa di provinsi tersebut pada umumnya masih melakukan tradisi sirkumsisi perempuan hingga sekarang walaupun Mesir telah melarang tradisi tersebut dari tahun 2008 (Abusharaf, 2006: 106 dan Bodman dan Tohidi, 1998: 48). Keluarga yang masih menjalankan tradisi sirkumsisi perempuan bagi anak-anak perempuannya menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan yang di lakukan mereka merupakan bagian dari ajaran Agama Islam dan harus dilakukan. Landasan mereka antara lain hadist yang menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan adalah sebuah kemuliaan dan kehormatan bagi perempuan. Selain hadist, rujukan mereka adalah pendapat ulama terdahulu khususnya ulama Madzab Syafi’i yang menyatakan bahwa sirkumsisi merupakan suatu kewajiban bagi perempuan. Pendapat kewajiban tersebut diambil dari pendapat ulama yang mewajibkan sirkumsisi perempuan dari Madzab Syafi’i. Banyak masyarakat diluar kota besar seperti Kairo, masih banyak perempuan yang masih menjalankan tradisi sirkumsisi karena keyakinan bagian dari syariat Islam. Ahmad, masyarakat dari Bani Suef menjelaskan bahwa keluarganya masih menjalankan tradisi sirkumsisi perempuan baik istrinya dan juga anak-anaknya karena sesuai dengan Islam. Hal yang sama juga terjadi di lingkungannya (Ahmad, komunikasi personal). Landasan dari agama yang diyakini masyarakat tersebut menunjukkan bahwa agama mempunyai peranan penting mengenai terjaganya sirkumsisi perempuan hingga masa sekarang.