1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirkumsisi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirkumsisi1 secara bahasa adalah pemotongan bagian dari alat kelamin
manusia (Ayyub, 2007: 25). Pada umumnya praktek sirkumsisi dilakukan oleh
laki-laki ketika masih bayi, anak-anak, maupun menjelang remaja. Di Indonesia
praktek sirkumsisi bagi laki-laki secara umum lebih dikenal dengan sunat dan
khitan.
Secara medis sirkumsisi terhadap laki-laki mempunyai banyak manfaat
bagi kesehatan. Medis menjelaskan bahwa penis yang belum disirkumsisi
mengakibatkan terjadinya pengendapan urin di ujung penis. Fakta tersebut
membuktikan bahwa penis yang sudah disirkumsisi mempunyai sisi positif dari
sudut pandang kesehatan karena penis akan bersih dari endapan urin. Penis yang
sudah disirkumsisi mempunyai resiko lebih kecil terhadap penularan penyakit
kelamin daripada penis yang belum disirkumsisi (Arifin, 2010: 205).
Sirkumsisi merupakan sebuah tradisi yang sudah ada di masa kuno. Salah
satu peradaban kuno yang menjalankan tradisi tersebut adalah peradaban Mesir
Kuno. Peradaban Mesir Kuno mempunyai tradisi sirkumsisi yang dapat diketahui
pada gambar-gambar di dinding Piramid Saqqara, salah satu piramid peninggalan
1
Penggunaan istilah “sirkumsisi” dipilih dalam penelitian ini daripada istilah “mutilasi
genital”, “sunat”, dan “khitan” karena istilah “sirkumsisi” mempunyai pemaknaan yang lebih luas
dan dikenal dalam dunia medis. Istilah “sunat” dan “khitan” tidak dipilih karena istilah-istilah
tersebut mempunyai kaitan erat dengan Islam dan ritual upacara. Istilah “mutilasi genital” tidak
dipilih karena istilah tersebut muncul karena fenomena sirkumsisi perempuan di Afrika yang
diduga menyebabkan kematian. Istilah “mutilasi genital” juga mempunyai pemaknaan
penghilangan organ genital secara ekstrim. Sementara istilah “sirkumsisi” merupakan istilah dalam
dunia kedokteran sehingga mempunyai pemahamahan yang lebih universal.
1
2
peradaban Mesir Kuno (Breasted, 1933: 10 dan Kandeel, 2007: 8). Selain terdapat
pada gambar-gambar dinding piramid, sirkumsisi juga dapat ditemukan di jasad
mumi (Strouhal, 1992: 29). Mumi yang ditemukan di Mesir menunjukkan bahwa
alat kelamin mumi sudah mengalami proses sirkumsisi. Para sejarahwan
menjelaskan bahwa praktek sirkumsisi di Mesir Kuno telah dipraktekkan kira-kira
pada tahun 2000 sebelum Masehi (Gollaher, 2000: 3).
Sirkumsisi tidak terlepas dari peristiwa Ibrahim yang mensirkumsisi
dirinya sendiri atas perintah Tuhan. Ibrahim merupakan sumber dari tiga agama
besar dunia yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam (Sholikhin, 2010: 167).2 Ketiga
agama tersebut juga membahas dan mempunyai hukum-hukum sendiri tentang
sirkumsisi. Yahudi memandang sirkumsisi sebagai hal yang harus dilakukan oleh
laki-laki Yahudi. Sirkumsisi dalam Yahudi dinamakan brit milah yang berarti
perjanjian untuk melakukan sirkumsisi (Handelman, 2000: 299). Sama halnya
dengan Yahudi, Kristen juga mengenal sirkumsisi karena Yesus menjalani praktek
sirkumsisi setelah hari ketujuh kelahirannya, walaupun kemudian Kristen tidak
mempraktekkan sirkumsisi karena digantikan oleh baptis (Jacobs, 2012: 43 dan
Carson, 2000: 229). Islam memandang sirkumsisi sebagai hal yang harus
dilakukan laki-laki agar mencapai kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah
khususnya shalat. Dari bukti-bukti tersebut, Yahudi, Kristen, dan Islam mengenal
2
Tiga agama tersebut lahir dari keturunan-keturunan Ibrahim yang dipilih oleh Tuhan.
Yahudi mempunyai kitab suci yang bernama Taurat yang diturunkan pada Musa, sedangkan Musa
merupakan keturunan Ibrahim dari Ishak. Kristen mempunyai kitab suci Bible, Yesus atau Isa
merupakan keturunan Ibrahim dari Ishak. Islam mepunyai kitab suci yang bernama al-Qur’an yang
diturunkan kepada Muhammad dan merupakan keturunan Ibrahim dari Ismail. Ishak merupakan
anak Ibrahim dari perkawinannya dengan Sarah, sedangkan Ismail merupakan anak Ibrahim dari
perkawinannya dengan Hajar (Shenk, 2006: 346).
3
sirkumsisi yang bersumber pada peristiwa Ibrahim karena mendapat perintah dari
Tuhan untuk bersirkumsisi.
Jika Ibrahim adalah manusia pertama yang melakukan sirkumsisi, Hajar
yang tidak lain adalah istri Ibrahim adalah perempuan pertama yang disirkumsisi.
Sirkumsisi yang dialami oleh Hajar terjadi karena Sarah selaku istri pertama
Ibrahim cemburu dan marah terhadap Hajar. Kecemburuan dan kemarahan Sarah
dikarenakan dia mandul, sedangkan Hajar dapat memberikan keturunan terhadap
Ibrahim. Sarah bersumpah momotong kedua telinga Hajar dan juga hidungnya.
Ibrahim kemudian mengubah hukuman Sarah tersebut dengan memberi tindikan
pada dua telinga Hajar, sedangkan pemotongan hidung diganti dengan sirkumsisi.
(al-Thabari, 1992: 130, al-Tsa’labi: 71, Ibn Katsir, 1993: 159, danIbn Qayyim
1995: 103). Sirkumsisi perempuan pada awalnya bertujuan untuk melukai Hajar,
seiring perkembangan waktu sangat lama menjadi sebuah tradisi yang dianggap
penting bagi kehidupan masyarakat dilihat dari sosial budaya dan agama. Hal
tersebut melahirkan sebuah tanda tanya besar dibalik fenomena tersebut.
Pada masa sekarang terdapat empat tipe sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi
perempuan jika dilihat dari aspek kesehatan sangat merugikan perempuan.
Sirkumsisi perempuan dapat menyebabkan sakit jangka pendek dan jangka
panjang. Efek buruk yang dialami perempuan jika melakukan sirkumsisi antara
lain infeksi, sakit nyeri di area alat kelamin, tetanus, pendarahan, dan yang
terparah adalah menyebabkan kematian (WHO, 2008: 33-34). Keberadaan tipe
sirkumsisi perempuan tersebut melahirkan masalah besar. Hajar adalah
perempuan pertama yang disirkumsisi, logikannya pasti terdapat satu tipe
4
sirkumsisi yang benar. Hajar tidak mungkin mempunyai sirkumsisi kompleks
karena sejarah mencatat dia hanya mengalami sirkumsisi satu kali. Keberadaan
tipe-tipe tersebut pasti terkena pengaruh evolusi rekayasa sirkumsisi yang dibuat
oleh sosial budaya dengan waktu yang sangat lama yaitu diperkirakan selama
4000 tahun.
Pada awal abad ketujuh Islam lahir di Jazirah Arab. Dalam
perkembangannya Islam bersinggungan dengan tradisi yang terdapat di dalam
fenomena kehidupan sosial pada masa itu, salah satunya sirkumsisi perempuan.
Akhirnya muncul hadist dari Umm Athiyah dan hadist-hadist lainnya tentang
sirkumsisi perempuan yang diperdebatkan hingga sekarang (Sahlieh, 2002: 189).
Pada kenyataannya sirkumsisi perempuan tidak dijelaskan dalam al-Quran, begitu
pula dengan sirkumsisi laki-laki. Sirkumsisi laki-laki dan perempuan banyak
dijelaskan di dalam hadist. Perbedaannya sirkumsisi laki-laki telah disepakati
hukumnya dalam Islam, sedangkan sirkumsisi perempuan diperdebatkan dan
dianggap lemah. Dalam beberapa puluh tahun kemudian, Islam berkembang di
daerah Jazirah Arab dan daerah sekitarnya. Tidak hanya wilayah yang
berkembang, Islam juga berkembang pesat dari kuantitas pemeluknya dan kualitas
ajaran agamanya. Pada masa itu lahir madzab-madzab Islam seperti Madzab
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali yang menjawab permasalahan-permasalahan
dalam Islam yang masih diperdebatkan. Madzab Hanafi, Maliki, dan Hanbali
berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan tidak mempunyai landasan yang kuat,
sementara Madzab Syafi’i berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan mempunyai
landasan kuat. Intinya tidak ada dari empat madzab tersebut yang melarang
sirkumsisi perempuan.
5
Sirkumsisi perempuan pada umumnya menjadi bagian kehidupan sosial di
negara-negara Afrika termasuk Mesir. Mesir merupakan negara pertama di Afrika
yang mengalami islamisasi dan merupakan pintu gerbang penyebaran Islam di
Afrika. Pada perkembangannya Islam berkembang sangat pesat di Mesir. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan berdirinya Dinasti Fatimiyah, Ayyubiyah, dan
Mamluk (Hitti, 2006: 797 dan Daftary, 2002: 148). Tidak hanya itu, Mesir juga
memiliki Universitas al-Azhar yang menjadi simbol ilmu-ilmu Islam di dunia
hingga sekarang (Hobbs, 1992: 8). Imam Syafi’i yang merupakan salah satu
penggagas madzab Islam juga dimakamkan di Mesir, namun madzab terbesar di
Mesir bukanlah Madzab Syafi’i akan tetapi Madzab Hanafi. Madzab Syafi’i
merupakan madzab terbesar kedua di Mesir disusul Madzab Maliki dan Hanbali.
Mengenai sirkumsisi perempuan, ternyata pemikiran ulama-ulama madzab
yang telah dirumuskan kira-kira 1300 tahun yang lalu tetap mempunyai pengaruh
kuat dan diakui kebenaran hasil pemikirannya. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan besar mengenai perkembangan pemikiran Islam dalam melihat
fenomena sosial. Jadi selama waktu 1300 tahun, ulama-ulama Islam termasuk
Mesir tidak menjawab fenomena sirkumsisi perempuan karena dianggap sudah
selesai. Oleh karena itu pemikiran Islam mengalami kebuntuan.
Kematian gadis Mesir pada tahun 20073 karena proses praktek sirkumsisi
perempuan, membuat lembaga fatwa Mesir yang bernama Dar al-Ifta’
mengeluarkan fatwa haram sirkumsisi pada tahun 2008 (Strong dan Cohen, 2013:
3
Gadis tersebut bernama Budour Ahmad Shaker yang meninggal akibat kesalahan
anastesi sebelum sirkumsisi. Setelah fatwa haram dikeluarkan tahun 2008, pada tahun 2013 terjadi
kasus serupa yaitu gadis berusia 13 tahun Suhair al-Bata’a meninggal setelah melakukan
sirkumsisi yang dilakukan oleh dokter.
6
113). Hal tersebut tidak terlepas dari desakan dunia internasional khususnya
negara-negara Barat. Tentu hal tersebut mengundang tanda tanya besar yaitu
kematian gadis-gadis Mesir lainnya akibat sirkumsisi perempuan di masa
sebelumnya yang tidak diketahui. Ternyata walaupun telah diharamkan,
sirkumsisi perempuan di Mesir tetap dilakukan masyarakat terutama di daerahdaerah pedesaan. Mereka masih menganggap bahwa sirkumsisi perempuan adalah
bagian dari syariat Islam yang harus dilakukan oleh perempuan.
Apabila dihubungkan dengan Indonesia, sirkumsisi perempuan di Mesir
dapat dijadikan landasan bahwasanya sirkumsisi dari sudut pandang Islam
tidaklah kuat sehingga jika sirkumsisi perempuan di Indonesia dapat dicegah
karena sirkumsisi perempuan tidak hanya terpengaruh oleh Islam namun juga
terpengaruh oleh warisan budaya kuno. Dari berbagai alasan yang telah
disebutkan di atas, sirkumsisi perempuan dari perspektif kehidupan sosial budaya
termasuk di dalamnya aspek historis dan dari perspektif Islam termasuk di
dalamnya hadist, madzab Islam, serta fatwa-fatwa ulama sangat penting dan
menarik untuk dilteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan
masalah dari penelitian yang berjudul “Sirkumsisi Perempuan di Mesir: Tradisi
Kontroversial Warisan Budaya danPemikiran Ulama Islam”sebagai berikut:
7
1. bagaimanakah
warisan
tinjauan analisis historis sirkumsisi perempuan dari
budaya dan Islam?
2. bagaimanakah pandangan madzab-madzab Islam dan ulama-ulama
Mesir mengenai sirkumsisi perempuan?
3. apakah tujuan sirkumsisi perempuan di Mesir perspektif kehidupan
sosial budaya?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
penelitian
yang
berjudul
“Sirkumsisi
Perempuan
di
Mesir:
Tradisi
KontroversialWarisan Budaya dan Pemikiran Ulama Islam” sebagai berikut:
1. menerangkan tinjauan analisis historis sirkumsisi perempuan dari
warisan
budaya dan Islam.
2. mengungkapkan pandangan madzab-madzab Islam dan ulama-ulama
Mesir mengenai sirkumsisi perempuan.
3. menjelaskan tujuan sirkumsisi perempuan di Mesir perspektif
kehidupan
sosial budaya.
1.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini terdapat tiga
perspektif, yaitu dari sudut pandang sosial budaya, medis,dan Islam. Keberadaan
tinjauan pustaka sangat penting dalam melakukan penelitian terhadap fenomena
sirkumsisi perempuan di Mesir karena sebagai acuan dasar dalam penelitian
8
sirkumsisi perempuan. Dengan adanya tinjauan pustaka, letak perbedaan dalam
penelitian mengenai sirkumsisi perempuan dapat diketahui.
1.4.1Perspektf Sosial Budaya
Sirkumsisi Perempuan merupakan sebuah praktek sosial dari warisan
budaya. Sirkumsisi perempuan tidak mempunyai hubungan dengan agama
khususnya Islam jika dilihat dari sejarahnya. Pendapat tersebut dikemukakan oleh
Abdur Rahman4, dalam penelitiannya yang berjudul Khitan al-Inats: Al-Asbab wa
al-Mu’taqidad. Sirkumsisi yang dilakukan oleh masyarakat Mesir menurutnya
lebih mengarah ke aspek sosial yaitu sirkumsisi perempuan adalah warisan
budaya, dengan sirkumsisi seorang perempuan dapat menjadi perempuan yang
sempurna, syarat menuju pernikahan, menjaga keperawanan, menghindari
perselingkuhan ketika berkeluarga, sirkumsisi perempuan sama saja seperti
sirkumsisi laki-laki, dan alasan kecantikan. Alasan-alasan tersebut tidak ada
hubungannya dengan Islam karena perempuan Kristen Koptik juga melakukan
sirkumsisi. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Rogaia Abusharaf dalam
penelitiannya yang berjudul Female Circumcision: Multicultural Perspectives
bahwa sirkumsisi perempuan dilakukan oleh kebanyakan perempuan karena
alasan-alasan kultural. Alasan-alasan kultural tersebut mengarah kepada warisan
budaya kuno dari masa Mesir Kuno. Oleh sebab itu sirkumsisi perempuan yang
terdapat di Afrika khususnya di Mesir dapat disebut sebagai Pharaonic
Circumcision atau Sirkumsisi Firaun.
4
Abdur Rahman adalah dosen Fakultas Kedokteran di Universitas al-Azhar. Walaupun
mempunyai latar belakang medis, Abdur Rahman tidak hanya menjelaskan sirkumsisi perempuan
yang ada di Mesir dari aspek medis namun juga sosial budaya. Abdur Rahman menolak bahwa
sirkumsisi perempuan merupakan tradisi warisan Islam (Rahman, 2008: 11).
9
1.4.2 Perspektif Medis
Sirkumsisi perempuan dari aspek medis setelah diteliti tidak memberi
manfaat dari segi kesehatan seperti yang telah dipercaya masyarakat Mesir.
Masyarakat Mesir percaya bahwa sirkumsisi dapat membuat perempuan menjadi
subur, sehat, dan membuat kehidupan rumah tangga menjadi bahagia. Miriam
Ibrahim Hindi5dalam penelitiannya Khitan al-Inats baina Ulama’ al-Syari’ah wa
al-Athiba’menjelaskan bahwa sirkumsisi dapat membahayakan dan merugikan
kehidupan perempuan. Membahayakan karena dapat mengakibatkan kematian dan
merugikan karena dalam jangka pendek maupun panjang, perempuan akan
merasakan efek dari sirkumsisi. Kerugian perempuan antara lain adalah rasa sakit
yang sering kambuh pada alat kelamin, kesakitan dalam berhubungan seksual,
terkena infeksi, pendarahan, dan frigiditas atau kemampuan seks yang lemah.
Pendapat serupa dipaparkan oleh Denniston, Hodges, dan Milos dalam
penelitiannya yang berjudul Male and Female Circumcision: Medical, Legal, and
Ethical Considerations in Pediatric Practice menjelaskan bahwa sirkumsisi
merugikan kesehatan perempuan. Selain kesehatan, sirkumsisi perempuan akan
mempengaruhi kehidupan seksual perempuan. Sebaliknya laki-laki diuntungkan
dengan sirkumsisi karena mengurangi potensi terkena penyakit kelamin.
1.4.3Perspektif Islam
Dalam
pandangan
Islam,
sirkumsisi
perempuan
masih
menjadi
kontroversi. Hatim al-Hajj dalam penelitiannya Khitan al-Inats baina al-Fiqh wa
5
Miriam Ibrahim Hindi adalah dosen Syariah Islam Universitas Kairo. Sesuai dengan
judul penelitiannya, dia memfokuskan penelitiannya dari segi hukum syariah dari berbagai hadist
yang menjelaskan sirkumsisi perempuan dan juga dari perspektif kedokteran (Hindi, 2001: 3).
10
al-Thibb menjelaskan bahwa masih terjadi perselisihan dari pandangan ulama dari
berbagai madzab dalam masalah sirkumsisi perempuan. Hal tersebut tidak terlepas
dari perbedaan dalam menafsirkan hadist mengenai sirkumsisi perempuan. Hanya
ulama dari Madzab Syafi’i yang berpendapat bahwa sirkumsisi wajib bagi
perempuan seperti laki-laki. Alfatih Suryadilaga dalam penelitiannya Aplikasi
Penelitian Hadist: Dari Teks ke Konteks menjelaskan bahwa hadist-hadist yang
menjelaskan sirkumsisi perempuan merupakan hadist yang lemah karena terdapat
periwayat hadist yang kurang terpercaya sebagai periwayat hadist.
Sirkumsisi perempuan yang awalnya dilakukan oleh Hajar 4000 tahun
yang lalu, pada masa sekarang terdapat empat tipe sirkumsisi perempuan. Secara
logika Hajar hanya mempunyai satu tipe sirkumsisi, namun kenyataannya tipe
tersebut berkembang. Diduga besar ada peranan sosial budaya dalam waktu kurun
waktu 4000 tahun. Kehidupan sosial budaya pada masa yang lama tersebut diduga
melahirkan rekayasa budaya dalam sirkumsisi perempuan diduga besar mendapat
pengaruh dari elemen di dalamnya termasuk kekuatan patriarki dan sistem
kepercayaan. Oleh karena itu, penelitian dengan analisis dari sudut pandang
kehidupan sosial budaya khususnya kehidupan sosial budaya masyarakat Mesir
mutlak digunakan.
Selain analisis kehidupan sosial budaya, penelitian ini juga menggali
permasalahan sirkumsisi perempuan perspektif Islam seperti hadist, madzab
Islam, dan fatwa ulama. Lahirnya hadist memang tidak lepas dari fenomena sosial
pada waktu itu. Adanya hadist sirkumsisi perempuan dalam Islam menandakan
bahwa sirkumsisi perempuan merupakan tradisi yang sudah ada pada masa
11
tersebut. Hadist sirkumsisi perempuan memang tidak kuat dan tidak dapat
dijadikan landasan hukum. Madzab-madzab Islam memberikan pemahaman dan
penafsiran mengenai sirkumsisi perempuan. Mengingat sirkumsisi perempuan
tidak ada dalam al-Qur’an dan tidak kuat dalam hadist, pemikiran ulama madzabmadzab Islam sangat membantu umat Islam pada masa tersebut. Fatwa-fatwa
ulama masa modern hingga lahirnya fatwa haram sirkumsisi perempuan dari Dar
al-Ifta Mesir6 pada tahun 2008 memberikan suatu masalah besar. Dari lahirnya
hadist hingga pengharaman sirkumsisi perempuan pada tahun 2008 terdapat
sesuatu yang mengganjal sehingga penelitian ini akan menganalisis pandangan
madzab-madzab Islam dan fatwa-fatwa ulama Mesir.Sirkumsisi perempuan di
Mesir merupakan gabungan dari dua aspek besar yaitu kepercayaan terhadap
sosial budaya dan pemahaman ajaran Islam. Penelitian ini membantah teori
tentang sirkumsisi perempuan yang merupakan tradisi warisan dari budaya saja.
Jadi penelitian ini membenarkan bahwa sirkumsisi perempuan memang warisan
dari budaya kuno namun pada perkembangan di masa Islam, ulama-ulama Islam
melalui pemikirannya menjadikan sirkumsisi perempuan bagian yang tidak dapat
terlepas dari Islam.
1.5 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori hegemoni.
Teori hegemoni dikenalkan oleh Antonio Gramsci. Gramsci menjelaskan bahwa
hegemoni muncul karena adanya dominasi golongan kelas atas terhadap golongan
kelas bawah dan golongan kelas bawah mendukung dengan adanya dominasi
6
Dar al-Ifta’ merupakan lembaga agama Islam yang berwenang mengeluarkan fatwafatwa yang terkait dengan permasalahan Islam secara nasional di Mesir. Dar al-Ifta’ dipimpin oleh
seorang mufti atau pimpinan ulama.
12
kelas atas tersebut. Kelas atas mengontrol kelas bawah dengan kekuatan namun
tidak mengakibatkan perlawanan terhadap kelas bawah (Gramsci, 2007:10). Di
dunia manapun terdapat hegemoni dalam kehidupan sosial karena dalam suatu
masyrakat terdapat kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas yang memiliki kekuatan
dan kekuasaan sangat leluasa dalam menunjukkan peran dalam kehidupan sosial
(Martin, 2002: 321 dan Rutherford, 2004: 44-45).
Fenomena sirkumsisi perempuan secara sistematis juga dilahirkan dari
hegemoni budaya patrilineal di Mesir. Budaya patrilineal di dunia telah
menghegemoni budaya matrilineal, buktinya adalah banyak fenomena sosial
budaya yang mengacu pada sisi laki-laki (Gelfer, 2014: 161). Budaya patrilineal
juga terdapat dalam ajaran Islam. Sebagai negara dengan mayoritas beragama
Islam, Mesir banyak terpengaruh oleh ajaran-ajaran Islam dalam bidang sosial
budaya di Mesir. Sebelum Islam ada di Mesir, negara tersebut mempunyai budaya
patrilineal. Hal tersebut dibuktikan dengan bukti arkeologis peninggalan
peradaban Mesir Kuno yang banyak mencontohkan dominasi laki-laki terhadap
perempuan dalam kehidupan sosial budaya (Allen, 2008: 2). WHO menjelaskan
bahwa sirkumsisi perempuan dilihat dari sisi medis sangat merugikan perempuan
karena tidak dapat menikmati hubungan seksual dan pada kasus yang lebih parah,
sirkumsisi terhadap perempuan dapat mengakibatkan kematian (Ross, 2008: 474).
Berbeda dengan perempuan, jika dilihat dari medis pula sirkumsisi sangat bagus
untuk laki-laki karena mereduksi resiko terkena penyakit kelamin. Hal-hal
tersebut menunjukkan bahwa laki-laki telah menghegemoni perempuan dilihat
dari sisi budaya patrilineal. Laki-laki dapat menikmati hubungan seksual,
sedangkan perempuan sulit bahkan tidak dapat menikmati hubungan seksual
13
(Munti, 2005: 43). Laki-laki dalam Islam juga diperbolehkan menikah dengan
empat perempuan sekaligus, sedangkan perempuan hanya diperbolehkan menikah
dengan seorang laki-laki saja. Hal yang patut diteliti dan dikaji adalah apakah ada
hubungan antara sirkumsisi perempuan dengan fenomena pernikahan laki-laki
tersebut. Jika terdapat fakta yang membuktikan hal tersebut maka adanya
hegemoni patrilineal dalam fenomena perkawinan memang benar adanya.
Selain aspek patrilineal, apabila dilihat dari kronologi sejarah, sirkumsisi
perempuan di Mesir ada kaitannya dengan Islam. Fenomena sirkumsisi
perempuan
di
Mesir
juga
menunjukkan
bahwa
ajaran
doktrin
Islam
mempengaruhi adanya sirkumsisi perempuan di Mesir hingga sekarang
(Abusharaf, 2006: 110). Fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir sampai
sekarang tetap dilakukan dan dianggap sebagai tradisi yang harus dilakukan oleh
perempuan Mesir. Faktanya perempuan Mesir menerima dengan adanya
fenomena sirkumsisi perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa doktrin agama
dapat mengontrol atau menghegemoni perempuan Mesir untuk melakukan
sirkumsisi padahal hukum sirkumsisi perempuan menurut Islam sendiri masih
banyak perdebatan (Moghisi, 2005: 287-388).
1.5.1 Hegemoni Budaya
Sebelum era modern, perempuan di kawasan Timur Tengah mempunyai
persepsi yang sama mengenai tata busana serta penampilan fisik. Perempuanperempuan di Timur Tengah tersebut mempunyai anggapan yang sama pula
dengan kecantikan yaitu perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki
badan yang gemuk (Bagchi, 2011: 129 dan Hammond, 2005: 278). Selain
14
perempuan gemuk adalah perempuan yang cantik adalah tradisi perempuan
memakai pakaian berwarna hitam. Pada umumnya pakaian hitam merupakan
pakaian yang spesial bagi perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir (Wilson,
2011: 103-105 dan Rugh, 1986: 136).
Anggapan
yang
dibangun
oleh
budaya tersebut menjadikan perempuan di Timur Tengah khususnya Mesir mudah
sekali ditemukan perempuan bertubuh gemuk dan juga perempuan dengan
memakai pakaian berwarna hitam karena lambang kecantikan.
Dari berbagai contoh-contoh tersebut hegemoni budaya dapat menjadi
hukum yang tidak tertulis yang diyakini masyarakat secara lingkup yang lebih
luas dengan dibantu oleh kekuasaan. Legitimasi merupakan elemen penting bagi
hegemoni budaya untuk menyebarkan kebenaran yang dianggap benar dan
menjadi kekekalan (Hulsether, 2007: 11 dan Adamson 1980: 106, 120). Dari
penjelasan tersebut dimungkinkan bahwa sirkumsisi pada kaum perempuan di
Mesir merupakan tradisi dari budaya yang sudah ada kemudian pada
perkembangannya dijadikan suatu kebenaran mutlak yang harus dilakukan
perempuan di Mesir.
1.5.2 Hegemoni Agama
Pada tradisi kuno, minum minuman keras yang dapat memabukkan
merupakan suatu bagian dari budaya. Tradisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sosial masyarakat. Pada masa awal Islam, tradisi tersebut tidak dilarang
sepenuhnya. Tradisi minum minuman keras dilarang secara penuh ketika datang
perintah dari Tuhan untuk tidak meminum minum keras. Turunnya perintah
Tuhan tersebut mengakibatkan adanya sebuah sanksi dan hukuman bagi yang
15
melanggar perintah Tuhan tersebut (Rabb, 2013: 146). Sebelum Islam datang,
poligami bagi laki-laki tidak mempunyai batasan artinya laki-laki dapat
mempunyai banyak istri sesuai dengan kemampuan harta yang dimiliki. Pada
masa Islam, poligami dibatasi dengan memiliki empat istri dan hal tersebut wajib
dipatuhi, walaupun seperti itu memiliki satu istri adalah jalan yang lebih baik (alQardhawi, 2001: 724).
Kedua kasus tersebut mengartikan bahwa agama mempunyai posisi kuat
dalam kehidupan manusia. Peraturan agama mengatur kehidupan manusia dengan
ketat dengan sanksi dan hukuman bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan
agama. Pada masalah sirkumsisi pada perempuan dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa agama mempunyai pengaruh yang kuat karena sirkumsisi
perempuan memang terdapat dalam hadis walaupun landasan hukumnya lemah.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode studi
pustaka dan lapangan. Dengan metode studi pustaka, dapat diperoleh data-data
tentang fenomena sirkumsisi perempuan di Mesir dilihat dari perspektif sejarah
sirkumsisi secara umum dan munculnya praktek sirkumsisi perempuan. Sejarah
sirkumsisi perempuan yang dimaksud adalah sejarah sebelum Islam seperti
sirkumsisi perempuan yang dilakukan Hajar, sirkumsisi perempuan masa Mesir
Kuno, dan juga sirkumsisi perempuan masa Islam. Dengan data historis tersebut
titik kontroversi sirkumsisi perempuan akan mudah disimpulkan. Selain dari
sumber sejarah juga diperlukan sumber dari ajaran Islam mengenai sirkumsisi
16
perempuan. Hal tersebut sangat diperlukan karena untuk analisis mengenai
sirkumsisi perempuan yang pada sekarang menjadi fenomena yang ada di dalam
kehidupan masyarakat, khususnya Mesir.
Sementara itu dari lapangan yaitu
dilakukan dengancara wawancara dengan beberapa ulama dari Universitas alAzhar dalam bidang hadist dan syariah. Selain dari ulama, beberapa masyarakat
Mesirjuga dilibatkan dalam wawancara. Dari wawancara tersebut, dapat diperoleh
informasi penting sirkumsisi perempuan di Mesir yang nantinya akan
dihubungkan dengan kehidupan sosial budaya dan Islam.
1.6.2 Penyediaan Data
Langkah pertama untuk menunjang penelitian mengenai sirkumsisi
perempuan adalah mengumpulkan berbagai literatur. Literatur yang dibutuhkan
adalah literatur sejarah, hadist-hadist, pandangan madzab-madzab Islam, dan juga
fatwa-fatwa ulama masa modern mengenai sirkumsisi perempuan. Setelah semua
data tersebut dapat dikumpulkan, maka analisis mengenai sisi kontroversi
sirkumsisi perempuan dapat dirumuskan. Untuk menguatkan data-data tersebut,
akan ditambahkan informasi dari komunikasi personal tentang sirkumsisi
perempuan di Mesir.
1.6.3 Analisis Data
Setelah data-data mengenai sirkumsisi perempuan telah terkumpul, maka
langkah yang dilakukan berikutnya adalah analisis data tersebut. Pertama adalah
analisis data mengenai sejarah sirkumsisi perempuan sebelum Islam. Jika
ditemukan kasus sirkumsisi perempuan sebelum Islam, maka sirkumsisi
perempuan bukanlah warisan Islam. Kedua adalah analisis data sirkumsisi
17
perempuan masa Islam khususnya data sirkumsisi perempuan di dalam hadisthadist. Jika hadist-hadist terdapat penjelasan mengenai sirkumsisi perempuan
maka sirkumsisi perempuan juga mendapat pengaruh dari Islam karena terdapat
dalam salah satu sumber ajaran agama. Ketiga adalah analisis data sirkumsisi
perempuan di dalam madzab-madzab Islam. Jika di dalam madzab-madzab Islam
terdapat penjelasan yang menguatkan sirkumsisi perempuan merupakan suatu
yang wajib atau keutamaan bagi perempuan, maka sirkumsisi perempuan juga
mendapat pengaruh dari madzab-madzab Islam. Terakhir adalah analisis data
sirkumsisi perempuan dari fatwa-fatwa ulama pada masa modern terhadap
sirkumsisi perempuan masa sekarang. Untuk menyempurnakan analisis-analisis
data tersebut, ditambahkan informasi mengenai sirkumsisi perempuan yang
diperoleh dari komunikasi personal.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penelitian yang berjudul “Sirkumsisi Perempuan di
Mesir:
Tradisi Kontroversial Warisan Budaya danPemikiran Ulama Islam”,
sistematika penulisan tersusun dalam lima bab. Bab I merupakan bab
pendahuluan. Bab II merupakan bab pembahasan yang menjelaskan tentang
sirkumsisi perempuan di Mesir Islam. Bab III merupakan bab pembahasan yang
menjelaskan sirkumsisi perempuan sebelum dan masa Islam. Bab IV merupakan
bab pembahasan yang menjelaskan sirkumsisi perempuan perspektif Islam. Bab V
merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari tesis.
18
BAB II
SIRKUMSISI PEREMPUAN DI MESIR
Mesir menjadi sorotan dunia internasional setelah pada tahun 2007 gadis
yang bernama Budour Ahmed Shaker meninggal karena kesalahan proses
sirkumsisi yang dilakukan oleh dokter. Kejadian tersebut melahirkan fatwa haram
yang dikeluarkan Dar al-Ifta Mesir pada tahun 2008. Fatwa haram tersebut
merupakan berita baik bagi dunia internasional yang sejak lama mengecam Mesir
sebagai salah satu pusat kajian Islam. Islam dicurigai mempunyai pengaruh yang
besar terhadap berlangsungnya praktek sirkumsisi perempuan. Walaupun fatwa
haram telah dikeluarkan, pada kenyataannya praktek sirkumsisi perempuan tetap
dilakukan terutama oleh anak-anak perempuan di wilayah pedesaan. Pada tahun
2013, gadis bernama Suhair al-Bata’a meninggal setelah disirkumsisi oleh seorang
dokter di Mesir. Hal tersebut menandakan fatwa haram tidak efektif untuk
mengakhiri praktek sirkumsisi perempuan.
2.1Praktek Sirkumsisi Perempuan di Mesir
Sirkumsisi perempuan di Mesir mempunyai sejarah dari kehidupan sosial
budaya sejak Mesir Kuno hingga datangnya Islam. Dengan sejarah panjang
tersebut, sirkumsisi perempuan menjadi sebuah tradisi yang tidak dapat
dilepaskan dalam kehidupan sosial masyarakat Mesir. Oleh sebab itu, sirkumsisi
perempuan di Mesir akan dijelaskan dari latar belakang dilakukannya sirkumsisi
bagi perempuan, tenaga ahli sirkumsisi perempuan, waktu pelaksanaan sirkumsisi,
dan juga hubungan sirkumsisi perempuan dengan, kemiskinan dan pendidikan.
2.1.1 Latar Belakang Sirkumsisi
19
Latar belakang sirkumsisi pada kaum perempuan terjadi karena empat
faktor. Empat faktor tersebut adalah faktor sosial, faktor kesehatan, faktor agama,
dan faktor internal. Keempat faktor tersebut mendorong perempuan harus
melakukan sirkumsisi berdasarkan tujuan dan manfaat dari sirkumsisi yang
dipercayai masyarakat.
2.1.1.1 Faktor Sosial
Abdur Rahman (2011: 6) dosen Fakultas Kedokteran Universitas al-Azhar
menjelaskan dalam penelitiannya bahwa latar belakang sirkumsisi perempuan
dalam perspektif sosial ada tujuh yaitu warisan budaya, dengan sirkumsisi seorang
perempuan dapat menjadi perempuan yang sempurna, syarat menuju pernikahan,
menjaga
keperawanan,
menghindari
perselingkuhan
ketika
berkeluarga,
sirkumsisi perempuan sama saja seperti sirkumsisi laki-laki, dan alasan
kecantikan.
Latar belakang berlangsungnya praktek sirkumsisi di Mesir salah satunya
karena alasan tradisi budaya yang telah ada sejak lama. Sirkumsisi diyakini telah
ada di Mesir sejak tahun 2000 sebelum Masehi. Bukti tersebut dapat diketahui
dari dinding Piramid Saqara yang menceritakan tentang ritual sirkumsisi dua
orang remaja (Breasted, 1933: 10). Sementara itu, sirkumsisi perempuan telah ada
sebelum Islam datang di Mesir. Penganut Kristen Koptik di Mesir telah
menjalankan ritual sirkumsisi kepada remaja perempuan sebagai tradisi dari
budaya (Shell-Duncan dan Hernlund, 2000: 263). Sirkumsisi bagi perempuan
mempunyai arti sangat penting karena sebagai modal untuk melangkah ke jenjang
pernikahan. Tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir diyakini sebuah tradisi yang
20
meniru peristiwa disirkumsisinya Hajar oleh Sarah karena sebuah kemarahan dan
kecemburuan (Ibn Katsir, 1993: 159). Sumber lainnya menerangkan bahwa
sirkumsisi perempuan di Afrika termasuk Mesir merupakan tradisi yang
diwariskan dari Ratu Saba dari Kerajaan Saba yang diperkirakan berasal dari
daerah Abesinia yang sekarang menjadi negara Ethiopia. Ratu Saba menjalani
ritual sirkumsisi sebelum berkunjung ke Yerusalem untuk menikah dengan Raja
Sulaiman (Sahlieh, 2012: 93 dan Leslau, 1957: 93). Oleh sebab itu perempuan
terdapat suatu kepercayaan sebelum menuju ke fase kehidupan rumah tangga
diharuskan untuk menjalani ritual sirkumsisi.
Jika melihat peristiwa sirkumsisi Hajar, sirkumsisi perempuan di Mesir
telah ada sejak 4000 tahun yang lalu karena Ibrahim diperkirakan hidup pada
tahun tersebut. Dalam masa waktu yang lama tersebut, tradisi akan menjadi
sebuah ketetapan dan kekekalan budaya yang tidak bisa dihapus selain oleh
perintah dari Tuhan. Dalam Yahudi dan Kristen tidak terdapat larangan sirkumsisi
perempuan karena kedua agama tersebut tidak mempunyai landasan hukum
mengenai sirkumsisi perempuan. Islam sebagai agama samawi terakhir juga tidak
terdapat landasan hukum untuk melarang tradisi sirkumsisi perempuan, bahkan
Islam mempunyai pandangan sendiri dalam masalah sirkumsisi perempuan.
Menjaga kesucian perempuan merupakan alasan pentingnya dilakukannya
sirkumsisi perempuan (Denniston dkk, 1999: 154). Perempuan yang telah
disirkumsisi baik tipe satu, dua, dan tiga akan lebih terkontrol nafsu seksualnya.
Sirkumsisi pada perempuan pada umumnya dilakukan ketika masa anak-anak dan
masa menjelang remaja. Tujuan sebenarnya sirkumsisi perempuan apabila dilihat
21
dari alasan tersebut adalah agar perempuan bisa menjaga kehidupan sosial dalam
pertemanan pada masa remaja hingga masa sebelum menikah. Dengan nafsu yang
terkontrol karena klitoris pada alat kelamin telah mengalami kerusakan ataupun
hilang membuat perempuan pada usia muda tidak terpancing dalam melakukan
hubungan seksual. Dalam arti yang lebih luas sirkumsisi perempuan bertujuan
untuk menjaga keperawanan perempuan karena keperawanan dalam perempuan di
Mesir sangatlah penting dan dalam dunia Islam tentunya (Grillo, 2008: 122).
Keperawanan hanya diberikan untuk suaminya saja dan bukan untuk orang lain
dengan cara yang tidak dibenarkan dalam norma dan agama.
Keperawanan merupakan harga mahal bagi perempuan di Mesir. Lanjut
atau tidaknya sebuah pernikahan di Mesir salah satunya ditentukan dari
keperawanan seorang istri. Pada malam pertama pernikahan, keluarga dari pihak
laki-laki dan juga perempuan akan menunggu malam pertama tersebut dan
melihat alas tidur pengantin setelah dipakai sepasang penagntin. Alas tidur malam
pertama di Mesir secara tradisi berwarna putih dan keperawanan perempuan akan
terlihat di malam pertama dari darah yang membekas di alas tidur yang berwarna
putih tersebut. Jika terdapat bekas darah perawan pada alas tidur tersebut, maka
kedua pihak keluarga tersebut akan senang dan sebaliknya jika tidak terdapat
darah perawan, maka pernikahan tersebut akan terancam dengan perceraian (Sety,
2008: 19-20). Sementara itu mempelai laki-laki untuk membuktikan istrinya
seorang perawan adalah dengan menunjukkan tisu yang terkena darah saat malam
pertama pada keluarganya. Jika istri mempelai laki-laki perawan maka kedua
keluarga besar baik dari mempelai laki-laki dan perempuan akan berteriak
22
lambang kegembiraan. Sebaliknya jika tidak perawan maka perkawinan tersebut
akan terancam dengan perceraian (Mahmud, komunikasi personal).
Selain menjaga keperawanan perempuan sebelum melangkah ke jenjang
pernikahan, sirkumsisi perempuan juga mencegah terhadap praktek masturbasi
pada perempuan sendiri. Artinya sirkumsisi bagi perempuan merupakan sesuatu
yang harus dilakukan sebelum menikah (Abusharaf, 2011: 163). Sirkumsisi
perempuan bertujuan untuk mengurangi nafsu yang dimiliki perempuan
sedangkan perempuan yang tidak disirkumsisi nafsu dalam dirinya akan tinggi
dan tidak terkontrol. Kekhawatiran terhadap perempuan yang tidak disirkumsisi
sebelum memasuki jenjang pernikahan adalah perempuan tersebut akan
memuaskan nafsunya dengan cara masturbasi selain melakukan seks dengan lakilaki. Masturbasi diluar batas misalnya dengan tangan atau material lain,
dikhawatrikan dapat merusak selaput dara yang berakibat hilangnya keperawanan.
Jadi keperawanan hilang pada perempuan tidak hanya disebabkan oleh hubungan
seksual, namun juga oleh sebab masturbasi. Oleh sebab itulah, keperawanan di
Mesir merupakan hal yang sangat penting dan harus dijaga oleh perempuan
sebelum menikah. Keperawanan merupakan kesucian perempuan yang harus
dijaga dan sirkumsisi perempuan diyakini sebagi cara terbaik untuk menjaga
kesucian tersebut. Intinya sirkumsisi perempuan dilakukan bertujuan untuk
menjaga keperawanan perempuan.
2.1.1.2 Faktor Kesehatan
Dalam aspek medis,Abdur Rahman (2011: 7) menjelaskan bahwa
masyarakat
mempunyai
keyakinan
bahwa
sirkumsisi
pada
perempuan
23
memberikan manfaat bagi kesehatan terhadap perempuan yang bersangkutan.
Manfaat kesehatan yang diyakini masyarakat yaitu sirkumsisi pada perempuan
akan menambah kesuburan, sirkumsisi perempuan dapat memperlancar proses
persalinan, perempuan yang tidak disirkumsisi akan menyakitkan bagi suaminya
ketika berhubungan seksual, perempuan yang tidak disirkumsisi dapat membuat
suaminya impotensi, dan sirkumsisi bagi perempuan dapat menjadikan alat
kelaminnya bersih dan membuat tubuh sehat.
Kebersihan merupakan alasan berikutnya untuk melakukan sirkumsisi
perempuan. Secara umum masyarakat percaya bahwa sirkumsisi perempuan
membuat alat kelamin perempuan bersih dan terhindar dari endapan air kencing
layaknya manfaat sirkumsisi laki-laki terhadap faktor kesehatan (Turshen, 2000:
162). Jika dilihat dari tipe sirkumsisi perempuan khususnya dan tipe tiga dengan
adanya penjahitan, alasan kebersihan memang masuk akal karena alat kelamin
perempuan akan lebih terjaga dari kotoran-kotoran dari luar seperti debu, kotoran
pakaian, maupun kotoran yang berasal dari tangan. Namun sirkumsisi perempuan
tipe tiga akan membawa masalah serius karena alat kelamin perempuan akan lebih
lembab karena sempitnya lubang vagina yang membuat alat kelamin perempuan
mudah sekali terkena penyakit keputihan yang berakibat mudahnya terkena
infeksi serta membuat aroma alat kelamin sangat berbau. Selain itu air kencing
tidak bisa optimal keluar karena sempitnya lubang vagina yang mengakibatkan
alat kelamin perempuan tidak benar-benar besih dari air kencing (Abusharaf,
2011: 48).
24
2.1.1.3 Faktor Agama
Faktor religius merupakan alasan lain yang melandasi dilakukannya
praktek sirkumsisi perempuan (Denniston dan Milos, 1997: 51). Agama
merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan sirkumsisi perempuan di
Mesir berlangsung dari generasi ke generasi. Pedoman hadist tentang sirkumsisi
perempuan yang dipegang teguh oleh masyarakat, tidak bisa dipungkiri lagi
sebagai pemicu tetap berlangsungnya tradisi sirkumsisi perempuan (Turshen,
2000: 145). Kepercayaan bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari
syariat Islam merupakan faktor penentu sirkumsisi perempuan. Selain keyakinan
harus atau tidaknya sirkumsisi perempuan, banyak juga ulama-ulama Islam yang
memandang bahwa sirkumsisi perempuan tidak wajib bagi perempuan. Pada
kenyataannya jika dilihat dari sejarah sirkumsisi perempuan memang bukan
warisan dari Islam. Sirkumsisi perempuan sudah ada sebelum Islam. Pada masa
Nabi Muhammad, sirkumsisi perempuan sudah ada dan sirkumsisi yang tertulis
dalam hadist merupakan bukti bahwa sirkumsisi perempuan sudah ada sebelum
Nabi Muhammad.
Abdur Rahman (2011: 8) juga menambahkan dalam penelitiannya, bahwa
dasar hukum sirkumsisi perempuan dalam Islam tidak kuat. Kelemahan hukum
sirkumsisi perempuan disebabkan karena dalam al-Qur’an tidak terdapat perintah
mengenai sirkumsisi perempuan. Selain itu tidak terdapat satupun ulama yang
berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari syariat Islam
yang harus dilakukan. Hadist-hadist Nabi Muhammad yang menjelaskan
sirkumsisi perempuan tidak ada yang kuat menurut ulama hadist. Abdur Rahman
25
juga menambahkan bahwa perempuan Kristen Koptik Mesir juga melakukan
sirkumsisi perempuan. Hal tersebut menandakan bahwa sirkumsisi perempuan
merupakan warisan budaya dan bukan dari syariat Islam.
Pendapat Abdur Rahman dalam melihat sirkumsisi perempuan dari aspek
Islam tampaknya terdapat kelemahan karena tidak melihat pendapat ulama dari
Madzab Syafi’i. Ulama-ulama Madzab Syafi’i menjelaskan bahwa sirkumsisi
perempuan merupakan sebuah kewajiban layaknya sirkumsisi yang dilakukan
oleh kaum laki-laki. Pendapat Abdur Rahman tersebut merupakan bentuk
penyangkalan adanya keterlibatan Islam dalam hal ini yang dimaksud adalah
personalnya dalam lahirnya sirkumsisi perempuan.
2.1.1.4 Faktor Internal
Berjalannya praktek sirkumsisi perempuan juga tidak bisa terlepas dari
faktor orangtua. Orangtua merupakan alasan internal dari berlangsungnya praktek
sirkumsisi perempuan di Mesir. Keterikatan terhadap tradisi yang sangat kuat,
faktor agama, alasan menjaga kebersihan, menjaga keperawanan sebelum
menikah merupakan faktor eksternal. Semua faktor eksternal bisa ditolak jika
orangtua melawan semua faktor tersebut agar tidak melakukan sirkumsisi
terhadap anak-anak perempuannya. Kebanyakan orangtua di Mesir menginginkan
anak perempuannya untuk melakukan praktek sirkumsisi perempuan demi
kehormatan keluarga dan anak perempuannya (Knox dan Schacht, 2007: 60 dan
Atiya, 1982: 137). Pada saat ini, pada masyarakat perkotaan, keinginan orangtua
untuk menyarankan sirkumsisi terhadap anak perempuannya menurun karena
sosialisasi bahaya sirkumsisi perempuan. Pada masyarakat pedesaan di Mesir,
26
kebanyakan orangtua tetap melakukan tradisi sirkumsisi terhadap anak-anak
perempuannya. Pada umumnya praktek sirkumsisi perempuan dilakukan di dokter
atau tenaga ahli medis sesuai dengan peraturan Pemerintah Mesir namun pada
tahun 2008, Pemerintah Mesir telah mengeluarkan undang-undang larangan
praktek sirkumsisi perempuan setelah diharamkannya sirkumsisi perempuan oleh
Dar al-Ifta’ Mesir.
2.1.2 Tenaga Ahli Sirkumsisi
Dalam praktek sirkumsisi tentu saja kebutuhan mengenai tenaga ahli
merupakan hal yang sangat penting. Setidaknya terdapat tiga tenaga ahli yang
dipercaya masyarakat Mesir untuk melakukan praktek sirkumsisi perempuan.
Tenaga ahli tersebut antara lain dokter, tenaga medis atau perawat, dan daya atau
tenaga medis tradisional (El-Zanaty dan Way, 2009: 196).
Dokter merupakan tenaga ahli yang dipercaya masyarakat Mesir untuk
melakukan
praktek
sirkumsisi
terhadap
anak-anak
perempuan
mereka.
Masyarakat mempunyai beberapa alasan untuk membawa anak-anak perempuan
mereka untuk melakukan praktek sirkumsisi di dokter. Alasan pertama yang
sangat penting adalah dokter mempunyai alat medis yang lengkap disertai
kemampuan dan pengalaman dalam melakukan sirkumsisi. Hal tersebut akan
menjamin keselamatan anak-anak perempuan yang melakukan praktek sirkumsisi.
Alasan kedua adalah aturan pemerintah Mesir untuk melakukan sirkumsisi
perempuan di tempat yang diperbolehkan oleh pemerintah yaitu dokter baik di
rumah sakit maupun di tempat praktek serta tenaga ahli medis seperti perawat
(Sayyid Ahmad, komunikasi personal).
27
Pada tahun 2008, Pemerintah Mesir mengeluarkan peraturan yang intinya
melarang sirkumsisi perempuan di Mesir setelah pemberitaan besar-besaran kasus
anak perempuan Mesir yang meninggal setelah melakukan praktek sirkumsisi
(Rutherford, 2013: 186). Walaupun larangan sirkumsisi perempuan di Mesir telah
disahkan namun masyarakat Mesir tetap melakukan sirkumsisi perempuan karena
alasan faktor eksternal seperti tradisi, agama, kebersihan, kehormatan, dan
kesucian perempuan. Masyarakat Mesir khususnya para orangtua memandang
bahwa sirkumsisi perempuan merupakan masa depan anak perempuan mereka.
Tidak melakukan sirkumsisi berarti meninggalkan budaya serta agama. Tidak
melakukan
sirkumsisi
mengindikasikan
melepaskan
sisi-sisi
kehormatan
perempuan (Konrad dkk, 2006: 131).
Selain dokter, masyarakat Mesir melakukan sirkumsisi terhadap anak-anak
perempuan mereka di tempat para perawat yang ahli melakukan sirkumsisi
perempuan. Alasan masyarakat Mesir mempercayai perawat untuk melakukan
sirkumsisi terhadap anak-anak perempuan mereka adalah dari aspek medis yaitu
mereka mempunyai keahlian dan alat medis yang lengkap layaknya seorang
dokter. Disamping itu biaya yang dikeluarkan masyarakat Mesir tidak sebanyak di
tempat dokter.
Sebelum tahun 2008, jumlah praktek sirkumsisi perempuan yang
dilakukan dokter dan perawat sangat banyak karena kesadaran masyarakat Mesir
akan keselamatan anak-anak perempuan mereka dibandingkan melakukan praktek
28
sirkumsisi pada daya.7 Walaupun masyarakat Mesir mempercayakan melakukan
sirkumsisi ke dokter maupun perawat tetap saja terdapat kasus kematian anakanak perempuan ketika melakukan praktek sirkumsisi, puncaknya kematian gadis
yang bernama Budour Ahmad Shaker pada tahun 2007 (Strong dan Cohen 2013:
113). Akibat kasus itulah pemerintah Mesir menetapkan bahwa sirkumsisi
perempuan dilarang di Mesir karena dunia medis tetap tidak menjamin
keselamatan nyawa anak-anak perempuan yang melakukan sirkumsisi atas
keinginan orangtua dan keluarga besar mereka.
Peraturan tentang larangan sirkumsisi perempuan oleh pemerintah Mesir
pada tahun 2008 mempunyai dampak yang sangat besar bagi praktek sirkumsisi
perempuan. Dokter dan perawat dilarang menerima praktek sirkumsisi
perempuan. Akibat larangan dari pemerintah tersebut, terdapat para dokter dan
perawat yang tetap menerima praktek sirkumsisi perempuan melakukannya
dengan cara ilegal atau diluar aturan resmi pemerintah. Larangan sirkumsisi pada
tahun 2008 mengakibatkan banyak dokter dan perawat menolak untuk menerima
praktek sirkumsisi. Dokter dan perawat yang tetap melakukan praktek sirkumsisi
dapat dikenai sanksi tegas dari pemerintah berupa denda 1000 sampai 5000 Pound
Mesir jika menghilangkan nyawa anak-anak perempuan karena sirkumsisi (Kelly
dan Breslin, 2010: 113). Sayangnya sanksi yang telah ditetapkan pemerintah
tersebut tidak pernah berjalan dengan semestinya yang mengakibatkan larangan
sirkumsisi perempuan tidak efektif. Daerah pedesaan masih banyak melakukan
sirkumsisi perempuan karena daerah pedesaan
7
menjunjung tradisi sirkumsisi
Daya merupakan perempuan yang berprofesi sebagai tenaga ahli dalam proses kelahiran
secara tradisional dan juga tenaga ahli sirkumsisi secara tradisional (El-Mehairy, 1984: 30 dan
Morgan, 1996: 197).
29
perempuan. Akibatnya pada tahun 2013, gadis Mesir bernama Suhair al-Bata’a
meninggal setelah disirkumsisi oleh seorang dokter dengan praktek illegal (The
Guardian, 2014).
Sebelum sirkumsisi perempuan menjadi perbincangan di dunia, yaitu
sebelum tahun 1990, masyarakat Mesir baik di perkotaan dan di pedesaan
mempercayakan daya sebagai orang yang bertugas untuk melakukan sirkumsisi
terhadap anak-anak perempuan mereka (Mayfield, 2012: 186).
Dibandingkan dengan dokter dan perawat, daya lebih mempunyai
pengaruh dalam praktek sirkumsisi perempuan. Dokter dan perawat memang
memiliki pengetahuan medis yang luas dan ditunjang peralatan yang lengkap
namun daya memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh dokter maupun perawat
yaitu tradisi. Dayamemiliki tradisi yang kuat karena telah ada dan menemani
perjalanan sirkumsisi perempuan dari generasi ke generasi sebelum alat-alat dan
obat-obatan dari medis dikenal luas oleh masyarakat Mesir (Mayfield, 2012: 183185).
Tabel 2.1 Tenaga Sirkumsisi Perempuan di Mesir, Perempuan Usia 15-49 Tahun (DHS
2008)
Tenaga Sirkumsisi
Dokter
Perawat Kesehatan
Daya
Barber
Ghagaria
Tidak Diketahui
Presentase
24,2
7,7
62,7
2,1
1,5
1,6
30
Tabel 2.2 Tenaga Sirkumsisi Perempuan di Mesir, Perempuan Usia 0-17 Tahun (DHS
2008)
Tenaga Sirkumsisi
Dokter
Perawat Kesehatan
Daya
Barber
Ghagaria
Tidak Diketahui
Presentase
71,6
5,8
20,7
1
0,2
0,7
Keberadaan daya diduga telah ada di Mesir sejak zaman Mesir Kuno
karena sirkumsisi perempuan di Mesir biasanya disebut sirkumsisi warisan Firaun.
Keberadaan daya memperkuat dugaan bahwa profesi tersebut bagian dari masa
kuno dan menyebar di daerah-daerah sekitarnya. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan hadirnya Umm ‘Athiyah di dalam hadist yang mempunyai profesi
tersebut. Daya yang merupakan perempuan menjadi nilai lebih dibandingkan
dokter dan perawat karena sirkumsisi perempuan hendaknya yang melakukan
adalah seorang perempuan sedangkan dokter dan perawat yang ahli dalam
sirkumsisi belum tentu berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut berkaitan
dengan hukum aurat dalam Islam dan juga norma kesopanan. Oleh sebab itu daya
mempunyai posisi istimewa bagi masyarakat Mesir dalam hal sirkumsisi
perempuan.
2.1.3 Waktu Sirkumsisi
Sirkumsisi bagi laki-laki merupakan suatu hal yang harus dilakukan
walaupun hukum asalnya adalah sunah. Kesempurnaan Islam bagi laki-laki salah
satunya ditentukan oleh sirkumsisi karena sirkumsisi merupakan langkah untuk
31
menuju kesucian dalam beribadah kepada Tuhan. Waktu sirkumsisi dalam hadis
memang tidak terbatas karena melihat periodesasi seseorang masuk Islam.8
Pada kasus sirkumsisi perempuan pada umumnya batas pelaksanaan
sirkumsisi adalah sebelum memasuki usia pernikahan (Somervill, 2008: 46). Hal
tersebut sangat berbeda dengan waktu sirkumsisi laki-laki. Jika melihat peristiwa
Nabi Muhammad yang memberi peringatan kepada Umm ‘Athiyah untuk tidak
memotong terlalu banyak agar menjadikan perempuan yang bersangkutan lebih
cantik dan membuat perempuan lebih disenangi laki-laki ketika berhubungan
seksual sangat jelas bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi yang
tujuan utamanya adalah suami perempuan tersebut. Suami berhak mendapatkan
kepuasan dan juga mendapatkan keperawanan yang terjaga oleh sirkumsisi.
Waktu sirkumsisi perempuan di Mesir pada umumnya dilakukan pada
umur 7 sampai 12 tahun. Disamping waktu tersebut juga ada sirkumsisi yang
dilakukan ketika usia bayi hingga usia 6 tahun dan juga usia setalah berumur 12
tahun namun angka sirkumsisi pada waktu tersebut hanya sedikit (El-Zanaty dan
Way, 2009: 201). Pelaksanaan pada umur tersebut dilandasi oleh beberapa alasan.
Alasan yang paling kuat adalah pada masa tersebut alat kelamin sudah dianggap
siap dan kekuatan mental pada perempuan sudah terbentuk. Jika sirkumsisi
perempuan dilaksanakan ketika masih bayi, alat kelamin pada perempuan
dianggap masih belum kuat dan resiko akan terjadinya infeksi dan pendarahan
8
Jika seseorang masuk Islam pada usia 40 tahun maka hendaknya melakukan sirkumsisi
tidak lama setelahnya. Sirkumsisi bagi laki-laki sebaiknya dilakukan sebelum memasuki usia
dewasa yang ditentukan dalam Islam yaitu dari bayi hingga masa pubertas.
32
yang mengakibatkan kematian akan besar. Ketika usia masih bayi, klitoris masih
kecil sekali dan pertumbuhan klitoris masih belum bisa diketahui.
Tabel 2.3 Usia Sirkumsisi Perempuan di Mesir (DHS 2008)
Usia
Presentase
<3
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
13-14
15-17
Tidak Diketahui
4,6
3,2
9,4
14,9
39,8
22,1
4,1
0,4
1,6
Pada usia 7 tahun, sirkumsisi perempuan dapat ditentukan karena pada
perkembangannya besar dan kecil klitoris pada perempuan berbeda. Jika orangtua
menginginkan sirkumsisi perempuan tipe satu jenis pertama maka besar kecil
klitoris tidak ada pengaruhnya karena sasaran sirkumsisi adalah kulit pembungkus
klitoris. Sedangkan pada sirkumsisi perempuan tipe satu jenis kedua, sirkumsisi
perempuan dapat dijadikan ketentuan pemotongan banyak atau sedikit dari
klitoris. Nafsu seksual pada perempuan dapat diketahui dari besar atau kecilnya
klitoris. Banyak atau tidaknya klitoris yang dipotong bisa ditentukan dari besar
kecilnya klitoris perempuan dan waktu pelaksanaan sirkumsisi yang paling tepat
adalah ketika perempuan berusia 7 hingga 12 tahun.
Disamping alasan alat kelamin khususnya klitoris, alasan berikutnya
adalah perkembangan mental. Usia 7 hingga 12 tahun dinilai usia yang tepat untuk
sirkumsisi perempuan. Usia 7 hingga 12 tahun juga dinilai sudah kuat menahan
33
rasa sakit. Selain hal tersebut, perempuan dalam usia tersebut timbul rasa
kepercayaan diri dan keberanian untuk melakukan sirkumsisi perempuan
sebagaimana lingkungan dan tradisi mengharuskan anak-anak perempuan
melakukannya. Usia 12 tahun ke atas terlebih usia-usia menjelang pernikahan
seperti 17 hingga 22 tahun dinilai kurang tepat karena dari segi fisik perempuan
sudah dalam keadaan sangat dewasa.
Pemulihan setelah sirkumsisi juga dijadikan bahan pertimbangan mengapa
sirkumsisi perempuan dilakukan pada usia tersebut. Jika sirkumsisi dilakukan
pada usia dewasa maka bekas dari sirkumsisi dikhawatirkan belum hilang yang
tentu saja mempengaruhi dalam kehidupan seksual ketika sudah menikah. Jika
sirkumsisi dilakukan pada usia bayi dikhawatirkan terjadinya kesalahan dalam
proses sirkumsisi.
Masa menstruasi merupakan alasan penting dilaksanakannya sirkumsisi
perempuan pada usia 7 hingga 12 tahun. Berdasarkan agama Islam, menstruasi
pada perempuan dimulai ketika berusia 9 tahun, sedangkan menstruasi yang
datang lebih cepat atau lebih lambat dapat dipengaruhi dari berbagai faktor
misalnya genetika, lingkungan, makanan, dan faktor-faktor lainnya. Pada
umumnya perempuan di Mesir mendapatkan menstruasi ketika berumur 12 tahun
(Shalih Mathar, komunikasi personal). Sirkumsisi perempuan di Mesir dilakukan
ketika perempuan yang bersangkutan belum memasuki masa menstruasi. Jika
sirkumsisi dilaksanakan pada masa aktif menstruasi, maka pemulihan sirkumsisi
akan lebih lama dan beresiko terjadi infeksi karena terkena darah menstruasi.
34
2.1.4 Sirkumsisi Perempuan, Kemiskinan, dan Pendidikan
Penduduk Mesir saat ini diperkirakan berjumlah 80 juta dari angka kasar
sensus penduduk tahun 2007 dan diperkirakan lebih dari 90 juta di tahun 2015.
Persebaran penduduk Mesir sangat tidak merata yaitu 95 persen di Kairo dan
kota-kota lain sepanjang aliran Sungai Nil (Lababidy dan Rancy, 2008: 1).9 Kairo
yang merupakan ibu kota Mesir dan kota yang mempunyai penduduk terbesar dan
terpadat juga dialiri oleh Sungai Nil. Hal tersebut membuat perbedaan mencolok
antara kawasan perkotaan yang padat akan penduduk dengan kawasan pedesaan
yang hanya dihuni oleh penduduk-penduduk tradisional. Jika dilihat dari satelit
luar angkasa di malam hari sangat tampak sekali bahwa penduduk Mesir
terkonsentrasi di sepanjang Sungai Nil yang menyebabkan daerah tersebut sangat
terang dan bercahaya karena pemakaian energi yang sangat besar.
Tabel 2.4Wilayah Persebaran Sirkumsisi Perempuan di Mesir (DHS 2008)
Wilayah Penyebaran
Perkotaan
Pedesaan
Presentase
85,1
95,1
Dalam masalah pendidikan, Mesir merupakan salah satu negara terkemuka
di Afrika. Universitas-universitas terkenal di Afrika juga terdapat di Mesir.10
Mesir memang memiliki universitas-universitas ternama namun kenyataannya
9
Permukiman penduduk Mesir terkonsentrasi di sepanjang Sungai Nil begitu pula
persebaran kota-kota yang menjadi ibu kota provinsi seperti Aswan, Asyut, Faiyum, Luxor, Qena,
Sohag, Tanta, Giza, Subra, dan Mansura.
10
Mesir memiliki universitas publik yang terkenal yaitu Universitas Kairo dan
Universitas Ain Shams. Uang kuliah di universitas tersebut dapat mencapai 1500 poundsterling per
tahun.
35
tingkat buta huruf di Mesir masih sangat tinggi yaitu sebesar 26,8 persen pada
tahun 2008 dan perempuan merupakan penduduk yang memiliki angka terbesar
dalam angka buta huruf. Lembaga internasional memberikan informasi bahwa
tingkat buta huruf di Mesir masih sangat tinggi yaitu 40 persen pada tahun 2005
(Arnett, 2007: 264).
Angka buta huruf di Mesir dipengaruhi oleh tingkat pendapatan penduduk
yang rendah. Pendapatan per kapita Mesir sekitar 3200 Dollar Amerika menurut
catatan International Monetary Fund pada tahun 2012. Pendapatan per kapita
yang kecil tersebut dikarenakan ekonomi Mesir memburuk setelah terjadinya
revolusi pada tahun 2011 dan masih terasa hingga sekarang. Pendapatan per
kapita tersebut jauh dari angka ideal pendapatan per kapita sebuah negara yang
makmur yaitu di atas 10000 Dollar Amerika Serikat.
Terdapat dua golongan penduduk Mesir apabila dilihat dari pendapatan
ekonominya. Pertama adalah penduduk yang sangat kaya dan penduduk yang
miskin. Penduduk yang kaya pada umumnya dapat bersekolah hingga jenjang
universitas bahkan bersekolah hingga luar negeri seperti di berbagai negara Eropa
dan Amerika Serikat. Sedangkan penduduk miskin tidak mampu menyekolahkan
anaknya hingga perguruan tinggi karena perguruan tinggi di Mesir membutuhkan
biaya yang banyak yaitu sekitar 1500 Poundsterling per tahun kecuali Universitas
al-Azhar yang tidak memungut biaya kuliah.11
Tabel 2.5 Sirkumsisi Perempuan di Mesir Menurut Tingkat Pendidikan (DHS 2008)
11
Unversitas al-Azhar tidak memungut biaya kuliah kecuali biaya administrasi yang per
tahunnya hanya 100 Pound Mesir.
36
Tingkat Pendidikan
Presentase
Tidak Bersekolah
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah
Sekolah Menengah Atas
hingga Perguruan Tinggi
97,6
96,4
88,8
87,4
Sirkumsisi perempuan di Mesir berhubungan sangat erat dengan
pendidikan dan juga tingkat kemiskinan. Data statistik Mesir pada tahun 2008
menunjukkan bahwa penduduk dari kalangan berpendidikan jumlah presentase
perempuan yang melakukan sirkumsisi lebih rendah dibandingkan keluarga dari
kalangan tidak berpendidikan. Begitu pula dari keluarga dari kalangan atas atau
kaya, angka sirkumsisi perempuan juga lebih rendah dari keluarga miskin di
Mesir. Keluarga dari kalangan berpendidikan ketertarikan terhadap sirkumsisi
perempuan menurun karena mereka sadar betul akan bahaya sirkumsisi dan
sirkumsisi hanyalah sebuah warisan budaya dan landasan dari agama masih
banyak perdebatan (El-Zanaty dan Way, 2009: 200).
Tabel 2.6 Sirkumsisi Perempuan di Mesir Menurut Ekonomi Keluarga (DHS 2008)
Ekonomi Keluarga
Miskin
Menengah Bawah
Menengah
Menengah Atas
Kaya
Presentase
95,4
96,1
95,2
91,8
78,3
Sirkumsisi perempuan tidak bisa dilepaskan dari masyarakat miskin
karena sirkumsisi merupakan sebuah tradisi untuk kehormatan perempuan di
kehidupan sosial. Kalangan penduduk miskin dan tidak berpendidikan juga masih
37
meyakini bahwa sirkumsisi perempuan sangat mempunyai keterkaitan dengan
faktor ekonomi karena sirkumsisi perempuan merupakan elemen penting dalam
menuju dunia pernikahan. Pada umumnya sirkumsisi perempuan masih menjadi
tradisi yang masih dijunjung tinggi di daerah pedesaan dan daerah yang jauh dari
kota besar seperti Kairo dan Alexandria
2.2 Jenis Sirkumsisi Perempuan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari praktek sirkumsisi perempuan
di negara-negara Afrika termasuk Mesir, World Health Organization (WHO) dan
juga lembaga-lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa menyimpulkan
bahwa sirkumsisi perempuan dapat digolongkan menjadi empat tipe sirkumsisi
(WHO, 2008: 24). Keempat tipe sirkumsisi tersebut mempunyai perbedaan
masing-masing dalam proses praktek sirkumsisinya. Hal tersebut menjelaskan
bahwa tidak ada kejelasan maupun kesepakatan dalam sirkumsisi terhadap
perempuan layaknya sirkumsisi laki-laki yang telah disepakati bagian dari alat
kelamin yang harus disirkumsisi yaitu kulit pembungkus ujung penis.
38
Gambar 2.1 Anatomi Eksternal Vagina (body-disease.com)
Tabel 2.7 Tipe-tipe Sirkumsisi Perempuan menurut WHO
Tipe Sirkumsisi Perempuan WHO
Tahun 2008
Tipe Sirkumsisi Perempuan WHO
Tahun 1995
Tipe I: Pemotongan sebagian atau
seluruh klitoris/ sebagian atau seluruh
kulit
pembungkus
klitoris
atau
Clitoridectomy.
Tipe Ia: Menghilangkan kulit klitoris
Tipe Ib: Menghilangkan klitoris beserta
kulit pembungkusnya
Tipe II: Menghilangkan sebagian atau
seluruh klitoris dan labia minora
dengan atau tanpa memotong labia
mayora
Tipe IIa: Menghilangkan labia minora
Tipe IIb: Menghilangkan sebagian atau
seluruh klitoris dan labia minora
Tipe IIc: Menghilangkan sebagian atau
seluruh klitoris, labia minora, dan labia
mayora.
Tipe I: Pemotongan kulit pembungkus
klitoris dengan atau tanpa pemotongan
sebagian kecil klitoris
Tipe II: Pemotongan klitoris dan
pemotongan sebagian atau seluruh labia
minora
39
Tipe III: Penyempitan lubang vagina
dengan menghilangkan labia minora
dan labia majora kemudian dijahit tanpa
atau dengan menghilangkan klitoris
Tipe IIIa: Penyempitan lubang vagina
dengan menghilangkan labia minora
Tipe IIIb: Penyempitan lubang vagina
dengan menghilangkan labia mayora
Tipe IV: Tidak bisa diklasifikasikan,
Semua hal yang menyakitkan dan
membahayakan
alat
kelamin
perempuan tanpa prosedur medis
seperti
penusukan,
penindikan,
mengikis, dan membakar.
Tipe III: Pemotongan sebagian atau
seluruh bagian luar alat kelamin
perempuan kemudian dijahit untuk
menyempitkan lubang vagina
Tipe IV: Tidak bisa diklasifikasikan,
penusukan dan penindikan pada klitoris
dan atau labia, peregangan klitoris dan
atau labia, membakar klitoris, mengikis
atau juga memotong lubang vagina,
menggunakan ramuan atau zat herbal
yang menyebabkan pendarahan dan
juga
mempunyai
tujuan
mengencangkan dan menyempitkan
vagina.
Gambar 2.2 Tipe Sirkumsisi Perempuan (whobroughttheblonde.com)
2.2.1 Sirkumsisi Perempuan Tipe I
40
Sirkumsisi tipe satu sering disebut sebagai Sunna Circumcision
(Nyanweso, 2014: 23).12 Sirkumsisi perempuan tipe satu merupakan tipe
sirkumsisi perempuan paling banyak dilakukan di berbagai negara Afrika
termasuk Mesir (Kaplan, 2011: 315).
Semua sirkumsisi perempuan pada
hakikatnya dapat membahayakan keselamatan perempuan akan tetapi sirkumsisi
perempuan tipe satu memiliki resiko lebih kecil mengakibatkan kematian jika
dilakukan dengan prosedur yang benar dan dilakuakan oleh tenaga ahli medis
seperti dokter atau perawat. Rumah sakit di Mesir maupun dokter tidak pernah
mendata secara pasti tentang praktek sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi
perempuan merupakan permintaan dari orangtua perempuan baik ayah maupun
ibunya dikarenakan berbagai faktor dari agama, budaya, kebersihan, menjaga
kehormatan perempuan, dan sebagainya.
Gambar 2.3 Sirkumsisi Perempuan Tipe I (about-fgm.co.uk)
Sirkumsisi perempuan tipe satu terbagi menjadi dua jenis menurut WHO
pada tahun 2008 dan berbeda dengan keputusan WHO pada tahun 1995. Jenis
12
Sirkumsisi tipe satu dengan memotong sedikit kulit pembungkus klitoris merupakan
penafsiran sirkumsisi secara Islam. Hal tersebut merupakan penafsiran dari Madzab Syafi’i seperti
yang telah dijelaskan oleh Ibn Qoyyim, Imam al-Mawardi, dan Imam al-Nawawi di dalam kitabkitabnya.
41
pertama adalah sirkumsisi perempuan dengan menghilangkan kulit klitoris.
Sekilas sirkumsisi tersebut mirip dengan sirkumsisi pada laki-laki karena
menghilangkan kulit yang menutupi ujung penis. Begitu pula dengan sirkumsisi
perempuan tipe satu jenis pertama yaitu menghilangkan kulit yang menutupi
klitoris.
Sirkumsisi perempuan tersebut mempunyai resiko paling kecil terhadap
keselamatan perempuan karena kasus kematian perempuan yang paling banyak
disebabkan karena adanya pendarahan hebat akibat pemotongan sebagian atau
seluruh dari klitoris. Namun sirkumsisi tipe satu jenis pertama bisa saja
membahayakan keselematan perempuan jika dilakukan tidak sesuai dengan
prosedur seperti pisau dan alat-alat sirkumsisi yang tidak steril dan kotor. Infeksi
pada alat kelamin perempuan tetap menjadi ancaman dalam jangka pendek
maupun panjang jika tidak mendapat perhatian dan pengecekan serius dari tenaga
ahli. Bahaya tetanus juga mengancam jika alat sirkumsisi berupa pisau dan alat
lainnya tidak steril. Artinya penyakit di alat kelamin dan kematian tetap
mengancam keselamaan perempuan jika tidak dilakukan oleh tenaga ahli medis
dan sesuai dengan prosedur medis.
Sirkumsisi perempuan tipe satu jenis kedua sirkumsisi perempuan dengan
memotong sebagian kecil maupun sedang klitoris ataupun memotong seluruh
klitoris. Pada sirkumsisi tipe pertama jenis kedua tersebut sangat membahayakan
keselamatan perempuan karena dapat mengakibatkan pendarahan hebat dan
apabila pendarahan tidak bisa dihentikan dapat mengakibatkan kematian.
Mayoritas perempuan yang meninggal karena melakukan praktek sirkumsisi
42
dengan pemotongan klitoris. Dari sudut medis pemotongan seluruh klitoris
mempunyai resiko terbesar terhadap keselamatan jiwa perempuan daripada
pemotongan sebagian klitoris, namun intinya pemotongan klitoris baik kecil,
sedang, maupun secara keseluruhan sangat berbahaya.
Klitoris merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang paling peka
terhadap rangsangan seksual (West, 1999: 126). Tidak bisa dipungkiri bahwa
dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual sangatlah penting bagi
kehidupan perempuan dan laki-laki. Hubungan seksual dapat menjadikan rumah
tangga menjadi harmonis terlebih dengan kehadiran anak. Bagi kehidupan seksual
laki-laki, kenikmatan seksual didapatkan ketika mengalami orgasme yaitu proses
ejakulasi atau keluarnya cairan sperma dari penis. Begitu juga perempuan,
kenikmatan seksual didapatkan ketika mengalami orgasme yaitu ketika vagina
mengalami rangsangan hebat ketika berhubungan seksual. Orgasme pada
perempuan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu orgasme klitoral, orgasme
vaginal, dan orgasme kombinasi antara klitoral dan vaginal (Sundahl, 2003: 93).
Perempuan yang disirkumsisi akan mengalami kerusakan pada klitorisnya dan
dapat dipastikan tidak bisa atau sulit mencapai orgasme klitoral. Orgasme sendiri
juga terbagi menjadi dua yaitu orgasme kering dan orgasme basah. Orgasme
kering adalah ketika vagina tidak mengeluarkan cairan basah seperti air kencing
sedangkan orgasme basah ketika vagina mengeluarkan cairan seperti air kencing.
Perempuan yang menjalankan praktek sirkumsisi perempuan tipe satu
jenis pertama menurut medis masih dapat menikmati hubungan seksual secara
utuh karena klitoris masih dalam keadaan utuh. Perbedaan dengan klitoris normal
43
hanya pada ada dan tidak adanya kulit disekeliling klitoris. Perempuan yang
menjalankan praktek sirkumsisi tipe satu jenis kedua lebih sulit menikmati
hubungan seksual dalam kehidupan rumah tangga karena klitoris mengalami
kerusakan. Perempuan akan dingin dalam kehidupan seksualnya karena
klitorisnya rusak akibat dari sirkumsisi. Pada kasus tersebut perempuan sangat
dirugikan dalam kehidupan seksual ketika membangun kehidupan rumah tangga
walaupun alat reproduksi masih normal.
2.2.2 Sirkumsisi Perempuan Tipe II
Sirkumsisi perempuan tipe kedua adalah sirkumsisi perempuan dengan
memotong seluruh klitoris disertai penghilangan sebagian atau seluruh labia
minora. Sirkumsisi tipe dua menurut WHO terbagi menjadi tiga jenis. Tipe kedua
jenis pertama adalah sirkumsisi perempuan dengan memotong labia minora. Jenis
kedua adalah sirkumsisi perempuan dengan memotong sebagian atau seluruh
bagian dari klitoris dan labia minora. Jenis ketiga adalah memotong sebagian atau
seluruh bagian dari klitoris, labia minora, dan labia mayora.
Gambar 2.4 Sirkumsisi Perempuan Tipe II (about-fgm.co.uk)
44
Sirkumsisi perempuan tipe dua tidak hanya memotong klitoris saja namun
juga memotong bagian yang lain yaitu labia minora dan labia mayora. Labia
minora merupakan bagian dari alat kelamin perempuan berupa kulit yang terdapat
di dua sisi lubang vagina yaitu sebelah kiri dan kanan. Labia minora juga
termasuk bagian dari alat kelamin perempuan yang peka terhadap rangsangan
seksual selain klitoris (Kinsey, 1998: 576-578). Jadi perempuan yang mengalami
sirkumsisi perempuan tipe kedua akan lebih sulit mencapai orgasme daripada
perempuan yang mengalami sirkumsisi tipe satu, kecuali sirkumsisi tipe kedua
jenis pertama karena hanya memotong labia minora saja. Sirkumsisi perempuan
akan berbahaya jika melibatkan pemotongan klitoris.
Labia minora merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang
mempunyai arti khusus jika dipandang dari budaya. Di kebudayaan Suku Pigmis
dan Bushmen di Afrika keberadaan labia minora perempuan sangat penting,
bahkan perempuan yang cantik dapat dikategorikan dari labia minoranya.
Perempuan cantik adalah perempuan yang memiliki labia minora yang panjang
(Cavalli-Sforza dkk, 1994: 167). Oleh karena itu perempuan di suku tersebut
mempunyai tradisi untuk memanjangkan labia minora agar dicintai oleh
suaminya. Tujuan pemotongan labia minora dalam sirkumsisi perempuan
sebenarnya dapat dikaji alasan pemotongan tersebut. Salah satu alasannya adalah
agar menjaga bentuk fisik alat kelamin perempuan tetap menarik karena semakin
bertambah umur seorang perempuan, labia minora akan semakin memanjang.
45
2.2.3 Sirkumsisi Perempuan Tipe III
Sirkumsisi perempuan tipe tiga merupakan sirkumsisi perempuan paling
rumit dan sirkumsisi paling menyakitkan bagi perempuan. Perbedaannya dengan
sirkumsisi perempuan tipe satu dan dua sangat mencolok dan banyak sekali.
Sirkumsisi tipe tiga terbagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah
menghilangkan labia minora dan kemudian dijahit untuk menyempitkan lubang
vagina. Hal tersebut belum dengan pemotongan klitoris. Jenis kedua adalah tanpa
menghilangkan labia minora namun labia mayora dihilangkan kemudiian dijahit
untuk menyempitkan lubang vagina. Hal tersebut belum diikuti juga oleh
pemotongan klitoris. Tujuan sirkumsisi tipe tiga adalah menyempitkan lubang
vagina dan tipe ini sering dihubungkan dengan sirkumsisi perempuan warisan
Mesir Kuno (French dkk, 1998: 94).
Gambar 2.5 Sirkumsisi Perempuan Tipe III (abouf-fgm.co.uk)
Sebelum tahun 2008, WHO mendeskripsikan sirkumsisi tipe tiga
mengharuskan perempuan menghilangkan sebagian atau seluruh labia minora,
kemudian menjahit labia mayora seluruhnya sehingga hanya menyisakan lubang
vagina yang cukup untuk keluar air kencing dan juga darah menstruasi pada
46
perempuan. Sirkumsisi perempuan dengan menyempitkan lubang vagina tersebut
biasanya juga diikuti dengan pemotongan seluruh klitoris. Sirkumsisi perempuan
tersebut tidak hanya membahayakan jiwa perempuan namun juga menyiksa
perempuan dalam jangka pendek maupun panjang.
Dalam jangka pendek perempuan akan mengalami kesakitan luar biasa.
Dalam jangka panjang perempuan yang mengalami praktek sirkumsisi perempuan
tipe tiga sangat dingin dan hampir tidak dapat merasakan kenikmatan hubungan
seksual sepanjang hidupnya, selain itu akan mengalami kesulitan dalam proses
melahirkan. Sempitnya lubang vagina akibat penjahitan labia mayora pada alat
kelamin perempuan mengakibatkan bayi kesulitan dikeluarkan dari rahim. Tidak
jarang perempuan dalam proses melahirkan meninggal karena kehabisan tenaga
karena sempitnya lubang vagina dalam proses melahirkan. Tidak jarang juga
korbannya adalah bayi karena kendala lamanya proses melahirkan. Pada kasus
tertentu juga perempuan beserta bayinya sama-sama tidak bisa diselamatkan
karena sempitnya lubang vagina (WHO, 2008: 11). Sirkumsisi tipe tiga sangat
jarang dilakukan perempuan Mesir kecuali perempuan Mesir bagian selatan
namun banyak dijumpai di negara-negara Afrika seperti Djibouti, Sudan,
Ethiopia, dan Somalia (Kaplan, 2011: 316).
2.2.4 Sirkumsisi Perempuan Tipe IV
Sirkumsisi perempuan tipe empat merupakan sirkumsisi perempuan yang
tidak dapat diklasifikasikan atau digolongkan dalam tipe satu, dua, dan tiga.
Sirkumsisi tipe empat tidak disebabkan oleh praktek sirkumsisi seperti tiga tipe
lainnya, namun sirkumsisi tipe empat adalah alat kelamin perempuan yang telah
47
mengalami perubahan dari bentuk normalnya. Penambahan aksesoris perempuan
seperti cincin, gelang, jarum, dan sebagainya di bagian alat kelamin perempuan
juga termasuk klasifikasi sirkumsisi tipe empat. Misalnya penindikan di klitoris
dengan cincin, pemasangan jarum di kulit klitoris, pemasangan cincin di labia
minora, pemasangan cincin di labia mayora, pemanjangan labia minora, dan
sebagainya termasuk klasifikasi sirkumsisi tipe empat.
Sirkumsisi tipe empat menurut dunia medis sebaiknya juga dihindari
karena pada hakikatnya dapat menimbulkan infeksi yang membahayakan
keselamatan jiwa perempuan dan mengurangi rangsangan seksual ketika
berhubungan intim. Sirkumsisi tipe empat memang tidak ada hubungannya
dengan agama, kepercayaan, budaya layaknya sirkumsisi tipe satu, dua, dan tiga
namun sirkumsisi tipe empat mempunyai hubungan dengan perkembangan
kehidupan masa modern. Alat kelamin yang mengalami penambahan aksesoris
dengan penindikan, penjahitan, maupun pemasangan material lainnya, identik
dengan dunia mode agar alat kelamin perempuan terlihat lebih menarik dihadapan
pasangannya. Kebanyakan perempuan yang dikategorikan sirkumsisi tipe empat
adalah perempuan muda yang mengikuti perkembangan dunia mode. Sirkumsisi
perempuan tipe empat sangat banyak dijumpai dan terdapat di negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat yang terkenal akan kebebasan dalam mengekspresikan
kehidupan termasuk kehidupan pribadinya salah satunya kehidupan seksual
(Llyod, 2003: 30, Torgovnick, 1998: 196, dan Gaffaney, 2012: 92-96).
Sirkumsisi perempuan tipe empat tidak berlaku untuk alat kelamin
perempuan yang mengalami perubahan setelah operasi yang sesuai dengan
48
prosedur medis. Pada saat ini terdapat operasi pengecilan lubang vagina yang
dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi lubang vagina seperti masa muda
yaitu sebelum fase aktif dalam berhubungan seksual (Krassner, 2005: 225).
Operasi lainnya yang menyangkut perubahan alat kelamin dari fisik luarnya
adalah operasi pengecilan labia minora. Ketika perempuan memasuki umur 40
tahun ke atas hingga usia lanjut, labia minora akan melebar dan lebih elastis
sehingga alat kelamin perempuan tampak tidak menarik dari fisik luarnya. Operasi
pengecilan labia minora bertujuan untuk mengembalikan bentuk labia minora
seperti masa muda yaitu tidak panjang dan menonjol keluar (Crooks dan Baur,
2014: 53 dan Alam dan Pongprutthipan, 2010: 201-203).
2.3 Sirkumsisi Perempuan Tinjauan Medis
Dunia medis menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan yang dikenal di
dunia saat ini yaitu tipe satu, dua, tiga, dan empat dapat membahayakan kesehatan
bahkan banyak kasus gadis meninggal dalam proses dan setelah sirkumsisi. Kasus
kematian tersebut banyak ditemukan di berbagai negara di Afrika termasuk Mesir.
Medis menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan dalam jangka pendek
mengakibatkan pendarahan hebat karena pemotongan klitoris. Klitoris merupakan
bagian kelamin perempuan yang memiliki kesamaan dengan penis laki-laki
namun berbeda dalam volume besarnya. Dalam klitoris terdapat banyak pembuluh
darah dan juga otot seperti penis. Jika klitoris dipotong sepenuhnya, dapat
mengakibatkan pendarahan hebat yang bisa mengakibatkan kematian dalam
waktu dekat. Selain pendarahan, pemotongan klitoris juga bisa mengakibatkan
49
infeksi karena alat sirkumsisi yang tidak terjamin kebersihannya. Alat kelamin
perempuan juga rentan terkena tetanus karena alat sirkumsisi tersebut.
Sirkumsisi perempuan tipe satu, dua, dan tiga akan mempengaruhi
kesehatan dalam jangka pendek. Gangguan kesehatan tersebut antara lain rasa
sakit yang parah, gangguan kejiwaan karena rasa sakit, pendarahan parah,
kesulitan dalam buang air kecil, infeksi, tertular virus HIV/AIDS karena alat
sirkumsisi tidak steril dan digunakan bergantian, kematian, trauma, gangguan
pada labia, dan pengulangan proses sirkumsisi. Kematian dari kasus sirkumsisi
perempuan biasanya disebabkan karena pendarahan hebat yang tidak dapat
berhenti, infeksi parah, dan juga tetanus. Pengulangan proses sirkumsisi bisanya
terjadi pada sirkumsisi perempuan tipe tiga karena tipe tersebut paling rumit dan
sering sekali terjadi kegagalan (WHO, 2008: 33).
Sirkumsisi perempuan tipe satu, dua, dan tiga juga akan mempengaruhi
kesehatan dalam jangka panjang. Gangguan tersebut akan dirasakan dampaknya
bagi perempuan yang bersangkutan dalam waktu yang sangat lama bahkan
sepanjang hidupnya. Gangguan kesehatan tersebut antara lain rasa sakit yang
sering kambuh, infeksi alat kelamin, benjolan kulit pada alat kelamin, infeksi
saluran reproduksi, infeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS, turunnya
kualitas seksual, kesulitan melahirkan, keselamatan bayi terancam ketika proses
melahirkan, dan gangguan kejiwaan. Dalam jangka panjang perempuan yang
bersangkutan tidak dapat orgasme ketika berhubungan seksual karena bagian alat
kelamin yang peka terhadap rangsangan seksual seperti klitoris, labia minora, dan
labia majora mengalami kerusakan. Pada sirkumsisi tipe tiga akan mengakibatkan
50
kesulitan dalam proses melahirkan dan membahayakan nyawa bayi karena lubang
vagina terlalu sempit (WHO, 2008: 34).
Selain terdapat gangguan kesehatan jangka pendek dan juga jangka
panjang pada sirkumsisi perempuan tipe tiga, terdapat resiko gangguan kesehatan
tambahan antara lain operasi pelebaran lubang vagina ketika proses melahirkan,
gangguan buang air kecil, gangguan menstruasi, hubungan seksual terasa
menyakitkan, dan gangguan kesuburan. Semua gangguan tersebut terjadi karena
lubang vagina mengalami pengecilan. Hal tersebut yang membuat rasa sakit
ketika berhubungan seksual namun menyenangkan bagi laki-laki karena
merasakan kepuasan seksual dari lubang vagina yang kecil dari perempuan yang
melakukan sirkumsisi tipe tiga (WHO, 2008: 35).
2.4 Hubungan Jenis Sirkumsisi Perempuan dengan Budaya dan Islam
Jika melihat penafsiran ulama Islam bahwa yang dipotong dalam
sirkumsisi perempuan adalah kulit pembungkus klitoris. Hal tersebut merupakan
penafsiran dari hadist-hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan terutama
hadist dari Umm ‘Athiyah. Pemotongan kulit pembungkus klitoris tanpa
melibatkan pemotongan klitoris merupakan sirkumsisi perempuan tipe satu jenis
pertama. Hadist dari Umm Athiyah juga memungkinkan penafsiran lain yaitu
dengan melibatkan pemotongan klitoris namun tidak sampai habis. Sirkumsisi
tersebut termasuk tipe satu jenis kedua. Melihat hal tersebut maka sirkumsisi
perempan tipe satu merupakan hasil pemikiran ulama Islam karena hadist dari
Umm Athiyah yang terdapat kata “potonglah namun janga berlebihan” tidak
terdapat maksud yang jelas bagian mana yang harus dipotong. Hal tersebut
51
menandakan pemotongan kulit klitoris merupakan pemikiran ulama Islam masa
lalu karena meniru pemotongan sirkumsisi laki-laki. Nabi Muhammad pada
kenyataannya tidak mensirkumsisi anak-anak perempuannya jika sirkumsisi
merupakan hal wajib bagi perempuan.
Sirkumsisi perempuan tipe dua dan tiga merupakan sirkumsisi yang
melibatkan pemotongan klitoris, labia minora, labia mayora, dan menyempitkan
lubang vagina. Ulama Islam tidak pernah menafsirkan hadist sirkumsisi
perempuan dengan memotong labia minora dan labia mayora apalagi
menyempitkan lubang vagina. Intinya tipe dua dan tiga bukanlah pemikiran ulama
Islam. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa sirkumsisi perempuan tipe dua dan
tiga merupakan warisan budaya terutama budaya Mesir Kuno.
Tipe empat merupakan tipe yang tidak bisa digolongkan dan disamakan
dengan tiga tipe lainnya seperti pembakaran, penusukan, penindikan, dan lain-lain
yang intinya membuat alat kelamin perempuan dari luar mengalami perubahan
tanpa melibatkan pemotongan. Pada masa sekarang banyak ditemukan fenomena
penindikan klitoris, labia minora, dan labia mayora. Fenomena tersebut banyak
dilakukan di negara-negara Eropa khususnya remaja perempuan yang tujuannya
memperindah alat kelaminnya agar menarik. Pada suku pedalaman di Afrika
ditemukan tradisi pemanjangan labia minora. Tradisi tersebut dilakukan oleh
perempuan karena anggapan perempuan yang cantik diperoleh dari tradisi
tersebut. Jadi tipe empat merupakan pengaruh budaya modern dan juga tradisi
budaya pada masyarakat tertentu tanpa melibatkan pemotongan.
52
2.5 Mitos dan Fakta Sirkumsisi Perempuan
Terdapat banyak tujuan tradisi sirkumsisi perempuan yang dilakukan oleh
perempuan Mesir. Tujuan tersebut sebenarnya dilandasi pula oleh kepercayaan
yang terkandung dalam tradisi sirkumsisi perempuan. Kepercayaan atau
keyakinan masyarakat Mesir terhadap sirkumsisi perempuan sebenarnya
berhubungan dengan latar belakang harus dilakukannya sirkumsisi perempuan
pada anak-anak perempuan mereka. Kepercayaan masyarakat Mesir terhadap
sirkumsisi perempuan antara lain perempuan yang disirkumsisi dipercaya menjadi
perempuan yang suci, perempuan yang terhormat, perempuan yang cantik, dan
perempuan yang membawa kebagahiaan dalam kehidupan rumah tangga (Momoh,
2005: 10).
Perempuan yang suci mempunyai makna bahwa perempuan yang
disirkumsisi dalam hidupnya akan terhindar dari dosa besar yang dilarang oleh
agama. Perempuan yang telah disirkumsisi dipercaya menjadi perempuan yang
bisa menjaga kesuciannya karena tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah ataupun tidak melakukan hubungan seksual selain dengan suaminya.
Perempuan yang telah disirkumsisi juga dipercaya tidak akan melakukan
perbuatan yang dicela oleh agama seperti masturbasi. Oleh sebab itulah
perempuan yang telah disirkumsisi mampu mengendalikan nafsu seksual mereka
sehingga terhindar dari godaan yang datang dari dalam dirinya dan juga dari luar
seperti laki-laki yang bukan suaminya serta pengaruh buruk dari lingkungan.
Perempuan yang disirkumsisi akan menjadi perempuan yang suci terlepas
dari dosa besar karena penyimpangan seksual sebenarnya memang benar karena
53
perempuan yang disirkumsisi nafsu seksualnya lebih terkontrol dan bahkan nafsu
seksualnya sangat lemah (Shell-Duncan dan Hernlund, 2000: 118). Pada
kenyataan di masa sekarang dengan perkembangan teknologi dan informasi tanpa
kendali, sangat mempengaruhi kehidupan sosial baik bagi laki-laki dan
perempuan. Perkembangan teknologi dan informasi tidak berdiri sendiri namun
juga terdapat perkembangan gaya hidup yang berbeda dari masa ke masa akibat
pengaruh pengetahuan, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Di Mesir pada saat ini
sudah ditemukan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda dari dua
ata tiga dekade yang lalu. Seks sebelum nikah juga dikenal di Mesir di masa
sekarang (Somervill, 2008: 46). Selain itu di Mesir juga terdapat praktek prostitusi
yang pekerja seksnya dari perempuan berbagai usia walaupun prostitusi dilarang
di Mesir (Wilson, 2011: 225 dan Rogan, 2002: 77-82). Tingkat prostitusi di Mesir
juga tercatat meningkat karena naiknya tingkat kemiskinan.
Perempuan Mesir yang berumur 20 tahun lebih yang hidup di masa
sekarang dipastikan mengalami sirkumsisi perempuan karena kesadaran akan
bahaya sirkumsisi perempuan baru terjadi di tahun 2000 ke atas dan itupun hanya
terdapat pada masyarakat kota dan juga masyarakat yang mempunyai pendidikan
tinggi yang telah meninggalkan tradisi tersebut. Fakta sosial tersebut
menunjukkan bahwa sirkumsisi perempuan dipercaya dapat membuat perempuan
yang bersangkutan menjadi perempuan yang suci pada masa sekarang tidak bisa
dijamin. Kekuatan moral, lingkungan, ekonomi, dan agama merupakan faktor
utama dalam menjaga kesucian perempuan dan bukanlah sirkumsisi.
54
Kepercayaan lainnya dalam sirkumsisi perempuan adalah dapat membuat
perempuan yang bersangkutan menjadi perempuan yang terhormat dalam
pandangan masyarakat. Perempuan yang telah disirkumsisi dianggap mampu
menjaga keperawanan dan juga kesucian mereka sehingga dalam pandangan
masyarakat, perempuan yang telah disirkumsisi mempunyai posisi yang istimewa
di masyarakat. Perempuan yang telah disirkumsisi tidak membawa keburukan dan
membawa kebaikan karena terhindar dari perbuatan dosa dan tercela. Maksud dari
perbuatan dosa dan tercela tersebut adalah perbuatan yang dilarang agama seperti
melakukan hubungan seksual sebelum menikah, selingkuh, dan penyimpangan
seksual lainnya. Sirkumsisi pada perempuan juga diyakini menjadikan perempuan
dapat melakukan hal-hal positif sepanjang hidupnya dan perempuan yang tidak
disirkumsisi lebih mudah melakukan hal-hal yang negatif sehingga tidak
mempunyai posisi istimewa di kehidupan sosialnya.
Fakta sosialnya hubungan sirkumsisi perempuan terhadap kehormatan
perempuan sendiri banyak yang tidak terbukti. Dalam kasus seksual seperti
hubungan diluar pernikahan baik itu perselingkuhan, seks bebas, prostitusi
memang terdapat di Mesir namun jumlahnya sangat sedikit. Hal tersebut
dipengaruhi karena masalah penyimpangan seks merupakan hal tercela dan tabu
di dunia Islam walaupun Islam banyak menjelaskan sesuatu yang berhubungan
dengan seks terutama dalam fiqih Islam (Boisvert dan Johnson, 2012: 79).
Kehormatan perempuan tidak hanya berhubungan dengan masalah seks, namun
juga masalah lain yang mempengaruhi kehormatan perempuan itu sendiri. Mesir
pada masa sekarang masih terkena dampak revolusi tahun 2011. Revolusi Mesir
tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Mesir. Pendapatan per kapita
55
Mesir sekarang sekitar 3200 dollar Amerika Serikat dan rakyat Mesir sekarang
merasakan kesulitan ekonomi. Akibatnya tingkat kriminalitas di Mesir dan juga
angka kemiskinan meningkat (Wohlmuth dkk, 2014: 267).
Kemiskinan di Mesir, selain meningkatnya angka kriminalitas juga bisa
dilihat dari banyaknya jumlah pengemis di jalan-jalan. Keberadaan pengemis
mayoritas di Mesir merupakan kaum perempuan. Mereka mengemis seringkali
membawa anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka mengemis biasanya
menggunakan pakaian hitam serta berniqab. Pengemis perempuan di Mesir
mayoritas sudah berkeluarga dan mereka dapat dipastikan melakukan sirkumsisi
perempuan di masa mudanya karena pada masa lalu belum terdapat kesadaran
bahaya sirkumsisi perempuan dan menilai sirkumsisi perempuan adalah bagian
dari masyarakat. Kemiskinan di Mesir pada masa sekarang menyebabkan adanya
pernikahan kontrak yang sering terjadi di daerah Hawamidiyyah (Inter Press
Service, 2013).13 Hal tersebut menunjukkan bahwa kehormatan perempuan dalam
masyarakat tidak bergantung pada sirkumsisi perempuan namun juga dipengaruhi
faktor ekonomi.
Kepercayaan berikutnya adalah sirkumsisi perempuan menjadikan
perempuan cantik. Kepercayaan masyarakat tersebut didapatkan dari hadist yang
menceritakan keutamaan sirkumsisi bagi perempuan salah satunya adalah
membuat wajah perempuan yang bersangkutan bercahaya maksudnya adalah
berwajah cantik.
13
Dalam dunia medis belum dibuktikan kebenaran bahwa
Hawamidiyah terletak 30 kilometerdi selatan Kairo. Perempuan-perempuan muda di
daerah tersebut dinikahkan keluarga mereka dengan laki-laki dari negara-negara teluk dengan
imbalan uang dan harta dalam jumlah yang banyak. Pernikahan kontrak tersebut terjadi di musim
panas karena orang dari negara teluk banyak berlibur ke Mesir.
56
sirkumsisi perempuan dapat mempercantik wajah, fakta yang dapat dibuktikan
secara ilmiah adalah sirkumsisi perempuan memperlemah nafsu seksual
perempuan. Kecantikan dari sisi fisik didapatkan perempuan dari berbagai aspek
diantaranya faktor keturunan, makanan bergizi, perawatan wajah dan tubuh,
olahraga teratur, dan juga berpikir positif. Jadi belum dapat dibuktikan bahwa
sirkumsisi perempuan dapat mempercantik perempuan. Mungkin hadist tersebut
mempunyai arti dalam arti luas dan penafsiran lebih luas yaitu dengan nafsu
terkontrol, perempuan yang disirkumsisi tidak akan melakukan perbuatan tercela
sehingga dihormati atau tidak dipermalukan oleh perbuatannya sendiri.
Keyakinan berikutnya adalah sirkumsisi pada perempuan akan membuat
hidup rumah tangganya akan bahagia. Faktor kepercayaan tersebut yang
menjadikan anak-anak perempuan Mesir harus melakukan tradisi sirkumsisi
perempuan sebelum menikah. Perempuan yang tidak disirkumsisi dipercaya tidak
akan membawa kebaikan dalam rumah tangga karena kesuciannya dianggap tidak
terjaga padahal perempuan yang tidak disirkumsisi dapat memberikan kepuasan
bagi suaminya Kebahagian yang dimaksud masyarakat Mesir dari perempuan
yang disirkumsisi adalah akan tercipta keharmonisan dan kerukunan antara suami
dan istri. Selain itu rumah tangganya akan selalu hidup rukun hingga kematianlah
yang akan memisahkan pasangan suami istri. Artinya rumah tangga tersebut jauh
akan pertengkaran, kekerasan, perselingkuhan, dan perceraian karena perempuan
tersebut selalu bisa membahagiakan suaminya.
Fakta sosialnya adalah tidak semua perempuan yang disirkumsisi
mendapatkan rumah tangga yang bahagia seperti apa yang dipercayai masyarakat.
57
Kasus perceraian di Mesir walaupun tidak banyak namun bisa ditemukan.
Terdapat berbagai macam faktor yang menyebabkan perceraian terjadi,
diantaranya adalah ketidakcocokan, perselingkuhan, kekerasan rumah tangga,
kemandulan, dan juga masalah-masalah lainnya. Walaupun tidak disebutkan
alasan gangguan seksual atau kepuasan seksual bisa saja faktor tersebut menjadi
alasan karena perempuan yang disirkumsisi cenderung dingin dalam kehidupan
seksualnya sehingga tidak bisa mengimbangi nafsu seksual suaminya yang
membuat suaminya menjadi kecewa. Dugaan terebut bisa menjadi penyebab
kehancuran rumah tangga. Hal tersebut menjelaskan dan juga mengajarkan bahwa
sirkumsisi perempuan dapat menjadi malapetaka bagi perempuan tersebut dalam
kehidupan rumah tangga.
2.6 Sirkumsisi Perempuan Perspektif Perempuan Mesir
Bagi kalangan perempuan di Mesir, sebelum pemberitaan bahaya
sirkumsisi bagi perempuan disebarluaskan dan fatwa haram sirkumsisi perempuan
dikeluarkan oleh Dar al-Ifta’ Mesir, sirkumsisi perempuan menjadi suatu bagian
yang tidak dapat dilepaskan oleh kehidupan sosial. Sirkumsisi perempuan
dilakukan karena dibenarkan oleh tradisi budaya yaitu simbol kedewasaan dan
menjaga kesucian perempuan. Dalam jangka panjang, sirkumsisi perempuan
diperlukan perempuan Mesir untuk menuju pernikahan. Hal tersebut sangat biasa
dilakukan oleh perempuan perempuan yang hidup jauh dari perkotaan.
Pada dasarnya perempuan dewasa yang telah mengalami sirkumsisi pada
masa kecilnya tidak mengetahui alasan sirkumsisi. Hal yang hanya diketahui
perempuan adalah bahwasanya sirkumsisi bagi perempuan bagian dari tradisi
58
yang telah lama ada. Dorongan untuk melakukan sirkumsisi paling besar
didapatkan dari faktor keluarga. Pada umunya keluarga yang bersangkutan baik
ayah dan ibu akan mengantar anaknya ke tempat dokter, perawat, atau daya untuk
melakukan sirkumsisi pada masa anak-anak. Setelah pemberitaan besar-besaran
tentang bahaya sirkumsisi dan adanya ancaman denda dan sanksi membuat tradisi
tersebut pada saat ini tidak umum lagi dilakukan oleh masyarakat. Keluarga yang
tetap melakukan sirkumsisi adalah keluarga yang sangat menjunjung tinggi bahwa
sirkumsisi perempuan adalah bagian dari syariat Islam (Nuha, komunikasi
personal).14
Pendapat serupa juga disampaikan oleh seorang mahasiswi yang juga masa
kecilnya mengalami sirkumsisi perempuan. Baginya sirkumsisi perempuan pada
tahun 2000 kebawah masih umum dilakukan oleh perempuan-perempuan Mesir
karena dibenarkan oleh tradisi budaya dan adanya pendapat bagian dari ajaran
Islam. Baginya pemberitaan dari efek bahaya sirkumsisi perempuan sangat
merisaukan dirinya pada saat menikah kelak yaitu tentang frigiditas (Fatima,
komunikasi personal).
Sirkumsisi perempuan tidak selamanya diterima oleh kehidupan sosial
masyarakat Mesir. Pada masa sekarang banyak sekali perlawanan-perlawanan
kelompok feminisme yang menentang sirkumsisi perempuan. Sebelum fatwa
haram sirkumsisi terhadap perempuan dikeluarkan, feminisme lebih dahulu
menyuarakan pendapatnya untuk menolak kehadiran sirkumsisi perempuan yang
banyak sekali dilakukan oleh masyarakat. Kelompok feminisme ingin
14
Nuha merupakan ibu rumah tangga yang mengalami sirkumsisi pada masa kecilnya karena
tradisi. Sejak dikeluarkan fatwa haram, Nuha tidak akan mensirkumsisi anak perempuannya.
59
memberikan sebuah informasi penting bahwa sirkumsisi sangat merugikan
perempuan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Nawal el-Sadawi merupakan tokoh feminisme di Mesir yang lantang
menentang tradisi sirkumsisi perempuan. Nawal mengungkapkan bahwa pada
masa kecil dirinya disirkumsisi oleh keluarganya karena demi sebuah tradisi.
Nawal
menjelaskan bahwa sirkumsisi
perempuan menurut
kepercayaan
masyarakat berfungsi menjaga kesucian dan kehormatan perempuan. Pada
kenyataannya sirkumsisi pada perempuan tidak terlalu berpengaruh dalam
menjaga kesucian dan kehormatan tersebut karena banyak perempuan yang
disirkumsisi melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti masturbasi, seks diluar
nikah, mengalami kasus perceraian, dan sebagainya. Dampak yang terasa oleh
sirkumsisi pada perempuan adalah untuk mereduksi nafsu seksual perempuan.
Oleh sebab itu tradisi sirkumsisi pada perempuan idealnya dihapuskan dari
kehidupan sosial karena pada kenyataannya tidak ada manfaat dan tujuan yang
benar (el-Saadawi, 1997: 65 dan Gollaher, 2000: 193-194) .
60
BAB III
SIRKUMSISI PEREMPUAN SEBELUM DAN MASA ISLAM
Dilihat dari konteks sejarah, sirkumsisi pada umumnya telah lama lahir
sebelum Islam yaitu tahun 2000 sebelum Masehi atau 4000 tahun yang lalu.
Manusia pertama yang melakukan sirkumsisi adalah Ibrahim, sedangkan
perempuan yang pertama disirkumsisi adalah Hajar. Sirkumsisi terhadap Hajar
juga dilakukan pada masa Ibrahim karena dia merupakan istri dari Ibrahim. Oleh
karena itu, sirkumsisi perempuan juga telah ada jauh sebelum Islam lahir. Pada
bab ini akan dijelaskan sirkumsisi perempuan secara historis dari masa sebelum
Islam hingga lahirnya Islam. Selain hal tersebut, masalah-masalah mengenai
sirkumsisi perempuan sebelum Islam akan dapat diketahui karena sirkumsisi
perempuan sebelum Islam khususnya pada masa Mesir Kuno sangat berkaitan
dengan sirkumsisi perempuan pada masa selanjutnya.
3.1 Sirkumsisi Sebelum Islam
Sirkumsisi pada umumnya dikenal dan dilakukan oleh kaum laki-laki.
Ibrahim adalah orang pertama yang melakukannya. Dilihat dari tempat persebaran
sirkumsisi, terdapat tiga daerah pada masa kuno yang mengenal sirkumsisi yaitu
Kanaan, Mesir Kuno, dan Hijaz. Persebaran sirkumsisi tersebut diduga karena
pengaruh migrasi atau hijrah yang dilakukan Ibrahim. Ibrahim yang juga seorang
utusan Tuhan melakukan imigrasi untuk mengenalkan perintah Tuhan, salah
satunya sirkumsisi.
61
3.1.1 Sirkumsisi Ibrahim dan PenyebaranSirkumsisi
Orang yang pertama menjalankan sirkumsisi adalah Ibrahim karena
menerima perintah Tuhan. Sirkumsisi dilakukan oleh Ibrahim 15 di Kanaan setelah
mendapat perintah dari Tuhan (Brower dan Johnson, 2007: 221). Hadist lainnya
menjelaskan bahwa Ibrahim dikirim Tuhan untuk menyebarkan agama monoteis.
Tuhan memberi perintah kepada Ibrahim untuk mencukur kumis, kuku, mencukur
rambut ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan juga untuk melakukan sirkumsisi
(Ibn Asakir, 1989: 37). Dalam haditsnya yang lain Ibn Asakir menjelaskan bahwa
Ibrahim adalah orang yang pertama kali menjalankan praktek sirkumsisi,
membiarkan rambut beruban, memuliakan tamu, mencukur kumis, memotong
kuku, mencukur rambut kemaluan, dan memakai pakaian dalam. Ibn al-Arabi
menguatkan hadits dari Ibn Asakir bahwa tidak ada seorangpun yang menjalani
praktek sirkumsisi sebelum Ibrahim (al-Arabi, 1972: 37).
Ibrahim memang orang pertama yang menjalankan ritual sirkumsisi oleh
dirinya sendiri atas perintah Tuhan, namun dia bukan orang pertama yang
mengalami sirkumsisi.16Ibrahim diperkirakan lahir pada tahun 2000 sebelum
Masehi di Ur, Irak. Ur merupakan kota dalam Kerajaan Babilonia (Kenee, 1999:
15
Banyak versi yang menjelaskan tentang usia Ibrahim ketika melakukan praktek
sirkumsisi yaitu diusia 30, 70, 80, dan 130. Usia 80 tahun merupakan usia yang dipercayai umat
Islam yang berdasarkan hadits dari Abu Harairah (al-Bukhari, 1999: 317). Ibnu Hajar menjelaskan
dalam haditsnya bahwa Ibrahim melakukan praktek sirkumsisi terhadap dirinya sendiri ketika
berusia 130 tahun dan hidup selama 80 tahun setelah praktek sirkumsisi tersebut (al-Qurthubi,
1987: 98). Meskipun Ibrahim menjalankan sirkumsisi dalam usia yang sudah tua yakni 80 tahun,
umat Islam tidak harus melakukan sirkumsisi di usia tua seperti Ibrahim.
16
Nabi Adam, Idris, dan Nuh merupakan nabi yang telah dilahirkan dalam keadaan
sirkumsisi. Perbedaannya Ibrahim menerima perintah sirkumsisi dari Tuhan sedangkan dia sendiri
belum menjalani sirkumsisi sedangkan Nabi Adam, Idris dan Nuh lahir dalam keadaan sirkumsisi.
Nabi Adam, Idris, Nuh, Luth, Syuaib, Sulaiman, Yusuf, Ismail, Yunus, Isa, dan Muhammad lahir
dalam keadaan telah disirkumsisi (al-Qurthubi, 1987: 100). Kesimpulannya praktek sirkumsisi
dilakukan pertama kali oleh Ibrahim dan telah dibenarkan agama-agama sebelum Islam yaitu
Yahudi dan Kristen.
62
40 dan Stones, 2010: 18). Pada waktu itu Babilonia merupakan kerajaan besar di
dunia yang memiliki peradaban yang tinggi selain Mesir Kuno (Dirks, 2006: 7678).17
Ibrahim tumbuh dan besar pada zaman pemerintahan Raja Namrud. Jika
melihat daerah kelahiran, Ibrahim bukanlah orang Yahudi yang seperti diyakini
banyak orang. Ibrahim merupakan pendatang dari Irak yang hijrah ke Palestina
setelah mendapat tentangan dari Raja Namrud dalam masalah teologi. Ibrahim
membawa agama baru yaitu agama menyembah satu Tuhan yang bertentangan
dengan keyakinan Raja Namrud. Raja Namrud pada waktu itu mengangkat dirinya
sebagai Tuhan karena mampu memberikan hidup dan matinya seseorang melalui
kekuasaanya.18
Peristiwa hijrahnya Nabi Ibrahim ke daerah Kanaan yang sekarang dikenal
dengan daerah Palestina tidak terlepas dari perselisihan teologi Ibrahim dengan
Raja Namrud. Perselisihan tersebut dimulai Ibrahim dengan mengenalkan Tuhan
kepada Namrud dan meminta Namrud untuk bertobat karena mengangkat dirinya
sebagai Tuhan. Ajakan Ibrahim agar Raja Namrud menyembah kepada Tuhan
ditolak oleh Namrud. Persilisihan Ibrahim dengan Raja Namrud semakin
17
Sama dengan Mesir yang bergantung dengan sungai Nil, Babilonia bergantung pada
keberadaan Sungai Tigris dan Sungai Eufrat. Letak geografis antara dua sungai membuat
Babilonia termasuk dalam peradaban Mesopotamia yang berasal dari dua kata, Mesos berarti
tengah dan Potamus berarti sungai. Peradaban Mesopotamia hampir sama tuanya dengan
peradaban Mesir Kuno, namun para sejarawan sepakat bahwa peradaban Mesir Kuno lebih tua
daripada peradaban Mesopotamia (Yahya, 1999: 38).
18
Maksudnya adalah Raja Namrud membiarkan orang dihadapannya untuk tetap hidup
dan membunuh orang yang ada dihadapannya .
63
memuncak ketika Ibrahim menghancurkan banyak patung di kuil pemujaan milik
Raja Namrud (Halim, 2007: 38).19
Dari kejadian tersebut diketahui bahwa Ibrahim adalah pelakunya. Raja
Namrud kemudian menghukum Ibrahim dengan dibakar hidup-hidup dengan
disaksikan rakyat Babilonia dan juga sebagai supremasi kekuatan hukum Raja
Namrud dimata rakyat Babilonia. Ibrahim tetap hidup dan selamat dari api karena
mukjizat dari Tuhan. Setelah peristiwa pembakaran tersebut, Tuhan menyuruh
Ibrahim untuk hijrah ke Haran dan kemudian ke Kanaan. Kanaan terkenal dengan
daerah subur sehingga memungkinkan pertanian berkembang dengan baik di
daerah tersebut. Ibrahim pada hakikatnya berasal dari daerah Babilonia yang
terkenal subur karena dialiri oleh dua sungai dan sejarawan meyakini bahwa
Ibrahim merupakan orang yang ahli dalam dunia pertanian karena ayahnya, Terah
adalah seorang petani (Thornton, 2011: 35). Pemilihan daerah Kanaan mungkin
untuk menjaga keahlian pertanian yang dimiliki Ibrahim. Pada zaman itu pula
peradaban dapat dibangun tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan air yang
melimpah darisungai. Di Kanaan terdapat sungai yang menjadi penggerak
pertanian yaitu Sungai Jordan dan Sungai Litani. Di Kanaan pula Ibrahim
mendapat perintah dari Tuhan untuk melakukan sirkumsisi (Brower dan Johnson,
2007: 221).
Ibrahim mempunyai istri bernama Sarah yang masih mempunyai
hubungan persaudaraan dengan Ibrahim dari daerah Ur. Ibrahim menikahi Sarah
sebelum melakukan hijrah dari Ur ke Kanaan. Jadi Ibrahim hijrah atau berimigrasi
19
Kisah yang diyakini dalam Islam menjelaskan bahwa Ibrahim memotong kepala
patung-patung di kuli tersebut dan menyisakan patung yang terbesar dengan maksud patung
terbesarlah yang memotong patung-patung kecil yang mengelilinginya.
64
ke Kanaan dari Ur tidak sendiri melainkan dengan keluarganya (Dirks, 2006:
260). Ibrahim dan Sarah akhirnya hijrah ke Mesir ketika Kanaan mengalami
kekeringan sehingga lahan-lahan pertanian di Kanaan gagal panen. Musim
ekstrim tersebut juga mengakibatkan debit air Sungai Jordan dan Litani berkurang
pesat yang tidak lagi memungkinkan ladang-ladang di daerah Kanaan digunakan
lahan pertanian. Pertanian yang gagal di Kanaan tersebut mengakibatkan bencana
kelaparan kemudian diiringi oleh penyebaran penyakit menular. Pemilihan Mesir
tidak terlepas dari pertanian Mesir yang sudah maju dan juga keberadaan lahanlahan subur karena Mesir dialiri oleh Sungai Nil (Dirks, 2006: 86-90).
Di Kerajaan Mesir, Ibrahim dan Sarah hidup sebagai petani. Pada zaman
tersebut, Firaun atau Raja Mesir mempunyai kegemaran mengambil istri orang.
Dalam kisah yang diyakini orang Muslim, Ibrahim mengelabuhi Firaun bahwa
Sarah bukan istrinya melainkan adiknya. Oleh sebab itulah, Sarah tidak diganggu
oleh Firaun karena Firaun hanya suka kepada perempuan yang telah bersuami
(Dirks, 2006: 102). Hubungan Ibrahim dengan Firaun semakin dekat setelah Sarah
berhasil mengobati penyakit kejang yang dialami oleh Firaun. Atas pertolongan
Sarah, Ibrahim diberi budak perempuan Mesir yang bernama Hajar. Sarah
kemudian menjadikan Hajar sebagai istri kedua Ibrahim dengan harapan Hajar
dapat memberi keturunan kepada Ibrahim karena Sarah berpikir bahwa diusia tua
dirinya tidak mungkin untuk hamil. Rumah tangga Ibrahim dengan Sarah sudah
berlangsung lama namun Ibrahim dan Sarah tidak mempunyai anak. Menjadikan
Hajar sebagai istri adalah solusi untuk memberikan Ibrahim keturunan (Dirks,
2006: 118). Tidak ada data secara pasti di Mesir ataukah di Kanaan, Ibrahim
menikah dengan Hajar.
65
Di Kerajaan Mesir, Ibrahim beserta Sarah hidup makmur karena berhasil
menjadi orang kaya karena dapat memaksimalkan pengetahuannya dalam dunia
pertanian. Hidup Ibrahim yang makmur tersebut membuat iri penduduk asli
Mesir. Pada akhirnya Ibrahim bersama Sarah dan Hajar kembali menuju Kanaan
setelah Kanaan pulih dari kekeringan dan menjadi daerah yang subur lagi. Versi
lain menyebutkan bahwa Ibrahim beserta Sarah dan Hajar pergi dari Mesir karena
diusir oleh Firaun karena telah dipermalukan Sarah dengan penyakit kejangkejang setelah Firaun mencoba mengganggu Sarah (Dirks, 2006: 118).
Setelah tiba di Kanaan, Ibrahim benar-benar membina hidup baru yang
berbeda dengan kehidupan Kanaan sebelumnya. Perbedaan itu bukan berkaitan
dengan dunia pertanian maupun kesuburan tanah Kanaan namun perbedaan itu
berasal dari rumah tangga yang dibangun Ibrahim. Dahulu Ibrahim mempunyai
satu istri yaitu Sarah dan hidup bertahun-bertahun dengannya. Ibrahim juga tidak
mempedulikan untuk memperoleh anak dengan Sarah dan merasakan hidup
bahagia dengan istrinya di Kanaan terlepas dari teror Raja Namrud di Babilonia.
Di Kanaan, Ibrahim juga merasakan ketenangan batin karena bebas menjalankan
ibadah sesuai keyakinannya dan menyebarkan apa yang diyakininya mengenai
Tuhan kepada rakyat Kanaan.
Ketenangan kehidupan rumah tangga Ibrahim mulai goyah ketika Hajar
mengandung bayi yang kelak dinamakan Ismail. Sarah sebagai perempuan normal
cemburu dengan keadaan tersebut. Di usia tua, Sarah tidak mungkin memberikan
Ibrahim keturunan dan Hajarlah perempuan yang beruntung karena dapat
memberikan Ibrahim keturunan (Asysyaal, 2005: 140). Agar rumah tangga
66
Ibrahim dengan Sarah berlanjut, Hajar dibawa Ibrahim ke selatan menuju daerah
Hijaz tepatnya di Mekah (Sholikin, 2009: 44). 20Di Mekah, Ismail dilahirkan dan
Ibrahim sangat bahagia karena menunggu keturunan sangat lama hingga masa
tuanya. Tidak lama setelah kelahiran Ismail, Sarah dapat hamil di usia tua dan
bayi yang dilahirkan Sarah diberi nama Ishak. Jadi Ibrahim mempunyai dua
keturunan yaitu Ishak di Kanaan dan Ismail di Hijaz. Ishak mempunyai keturunan
yang akhirnya keturunan Ishak melahirkan rasul-rasul yang membawa dua agama
besar di Kanaan yaitu Yahudi dan Kristen. Dari Ismail melahirkan keturunan yang
akhirnya melahirkan Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Di
sumber lain Ibrahim mempunyai dua istri lagi yaitu Qanthura dan Hajun. Dari
keduanya Ibrahim juga mempunyai keturunan (Dirks, 2006: 214-215).
Dari kisah hijrahnya Ibrahim ke berbagai tempat di Timur Tengah dapat
diketahui bahwa Ibrahim berasal dari daerah Babilonia. Ibrahim bukan orang
Yahudi karena sebutan Yahudi dikenal ketika zaman Nabi Yusuf. Yehuda
merupakan saudara Yusuf lain ibu, keturunan Yehuda mendominasi kehidupan
orang Kanaan sehingga pada akhirnya orang Kanaan disebut dengan orang
Yahudi. Ibrahim juga bukan orang Mesir dan juga bukan orang Arab. Ibrahim
pada perkembangannya menurunkan keturunan yang akhirnya lahirlah orang
Yahudi di Kanaan dari Ishak dan juga orang Arab Quraisy di Hijaz dari Ismail.
Terdapat tiga daerah dalam kisah hijrah yang dilakukan Ibrahim yaitu
Kanaan yang sekarang dikenal Palestina dan Israel, Mesir, dan Hijaz yang
20
Ibrahim membagi waktunya untuk hidup di Kanaan dan juga di Hijaz. Di Kanaan,
Ibrahim membangun bahtera rumah tangga dengan Sarah, sedangkan di Hijaz, Ibrahim
membangun rumah tangga dengan Hajar. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa Ibrahim
mengenalkan poligami dengan memisahkan istri pertama dengan istri kedua di tempat yang
berbeda.
67
sekarang menjadi bagian dari Arab Saudi. Ibrahim menjadi rasul ketika masih
berada di Babilonia dengan mengenalkan konsep Tuhan yang satu dalam teologi
monoteis. Tuhan menyuruh Ibrahim untuk tinggal di Kanaan dan menyebarkan
kepercayaan disana karena Babilonia bukan tempat aman bagi Ibrahim untuk
menyampaikan agama. Di Kanaanlah Ibrahim diduga mendapat perintah untuk
sirkumsisi. Sejak itulah sirkumsisi menjadi sebuah kewajiban bagi keturunan lakilaki Ibrahim dan juga masyarakatnya. Di Mekah Ibrahim melakukan sirkumsisi
kepada Ismail dan di Kanaan Ibrahim melakukan sirkumsisi kepada Ishak.
Melalui alur hijrah Ibrahim dapat diketahui mengapa sirkumsisi tidak
ditemukan di Babilonia dan dapat ditemukan di Kanaan, Mesir Kuno, dan Jazirah
Arab dapat terjawab. Praktek sirkumsisi dapat ditemukan di Kanaan bersumber
dari bukti yang terdapat di ajaran Yahudi yang selanjutnya diperkuat oleh Agama
Kristen. Sirkumsisi di Mesir Kuno dapat ditelusuri dari penyebaran kepercayaan
ajaran Tuhan ketika Ibrahim berada di Mesir Kuno. Di Mesir Kuno, Ibrahim
bukanlah orang dari Kanaan satu-satunya. Terdapat juga orang-orang dari Kanaan
yang ikut hijrah bersama Ibrahim dan membentuk koloni di Mesir Kuno karena
Kanaan mengalami bencana kekeringan. Praktek sirkumsisi di Mesir Kuno juga
kemungkinan dikenalkan oleh orang-orang Yahudi yang hijrah dari Kanaan ketika
Yusuf anak dari Yakub mengajak banyak orang Yahudi pindah ke Mesir. Orang
yahudi di Mesir Kuno sangat banyak hingga pada masa Musa, orang Yahudi
hampir menyamai populasi orang Mesir asli. Peristiwa hari penyeberangan
membuat sejarah orang Yahudi di Mesir Kuno berakhir karena orang Yahudi
kembali lagi ke tanah yang dijanjikan yaitu Kanaan, yang sekarang menjadi Israel
dan Palestina. Walaupun orang Yahudi telah hijrah ke tanah yang dijanjikan
68
namun warisan budaya orang Yahudi tetap ada di Mesir salah satunya adalah
praktek sirkumsisi. Sementara sirkumsisi terdapat di Jazirah Arab karena Ismail
tumbuh besar disana dan mengajarkan terhadap ajaran agama yang diyakininya
yaitu agama yang dibawa oleh Ibrahim hingga praktek sirkumsisi terdapat dalam
ajaran Agama Islam.
3.1.2 Sirkumsisi Mesir Kuno
Sirkumsisi telah dikenal oleh peradaban kuno dunia khususnya di daerah
Timur Tengah dan sekitar Laut Mediterania. Praktek sirkumsisi telah tercatat
dalam manuskrip kuno Yunani (Feldman, 1996: 154). Dari manuskrip tersebut
diketahui bahwa sirkumsisi berasal dari peradaban Mesir Kuno. Orang Mesir pada
masa tersebut melakukan praktek sirkumsisi khususnya terhadap remaja laki-laki
sebagai tanda menuju kehidupan dewasa. Selain masuk ke fase kehidupan dewasa,
ternyata sirkumsisi merupakan salah satu cara untuk mengangkat status sosial
laki-laki tersebut dan juga keluarganya. Selain hal tersebut, sirkumsisi juga
mempunyai tujuan untuk menjaga stamina tubuh dan mengurangi resiko
tertularnya penyakit kelamin (Gollaher, 2000: 22).
Bukti bahwasanya sirkumsisi memang menjadi bagian dari kehidupan
sosial Mesir Kuno adalah ditemukannya relief proses sirkumsisi di dinding
makam Raja Mesir Kuno dinasti ke-6, yaitu Raja Ankma Hor di Piramid Saqqara.
Relief tersebut menceritakan tentang sirkumsisi terhadap dua remaja Mesir Kuno.
Relief dua remaja tersebut yang terdapat dalam makam Raja Ankma Hor
69
diperkirakan tahun 2000-an sebelum Masehi, mengingat dinasti ke-6 Mesir Kuno
memerintah pada tahun 2350-2000 sebelum Masehi (Breasted, 1933: 10).21
Gambar 3.6Relief Sirkumsisi di Dinding Piramid Saqqara (www.d.umn.edu)
Bukti lainnya adalah terdapat mumi-mumi yang ditemukan di Mesir Kuno
ditemukan dalam keadaan telah disirkumsisi yang diperkirakan tahun 2500-1500
sebelum Masehi. Hanya orang-orang penting, golongan bangsawan, raja beserta
keluarga raja yang dapat dijadikan mumi. Orang Mesir Kuno percaya bahwa
orang Mesir terutama raja akan dapat hidup kembali karena raja merupakan
keturunan Dewa Ra. Syarat untuk bisa hidup kembali syaratnya hanyalah satu
yaitu tubuh harus tetap berwujud manusia dan tidak boleh hancur. Menjadikan
jasad raja abadi merupakan satu-satunya cara agar dikemudian hari raja dapat
hidup kembali (Rogers, 1956: 56-60).
21
Relief di dinding makam Raja Ankma Hor oleh orang Mesir Kuno kemudian banyak
digambarkan di kertas papirus. Pada lembaran kertas tersebut dua remaja tersebut dilukis dengan
warna yang berbeda yaitu dengan warna lebih terang dibandingkan tenaga medis atau orang yang
bertugas untuk menyunat alat kelamin kedua remaja tersebut. Perbedaan warna tersebut mungkin
untuk membedakan usia atau mungkin juga status sosial. Jika yang dimaksud adalah status sosial
maka sirkumsisi merupakan ritual untuk remaja golongan bangsawan.
70
Museum Tahrir di Cairo menyimpan patung laki-laki dewasa yang telah
disirkumsisi yang diperkirakan dibuat pada tahun 2230 sebelum Masehi yang
dinamakan Merire Hashetef. Merire Hashetef sendiri bukanlah raja melainkan
diyakini seorang bangsawan atau orang penting di Mesir Kuno simbol perwujudan
laki-laki perkasa. Patung Merire Hashetef merupakan patung laki-laki yang
mempunyai penis yang telah disirkumsisi (Bolnick dkk, 2012: 246).
Gambar 3.7 Patung Merire di Museum Kairo (www.aboutcirc.com)
Selain Merire Hashetef, Mesir Kuno mempunyai dewa kesuburan yang
bernama Min. Kesuburan yang dimaksud pada masa Mesir Kuno lebih ke arah
pertanian. Jadi lahan pertanian yang subur akan menjadikan kehidupan manusia
akan makmur termasuk dalam hal kesuburan secara seksualitas. Dewa Min
dilukiskan dalam relief sebagai dewa yang mempunyai penis besar karena ireksi
dan telah disirkumsisi (Armour, 2001: 155 dan Najovits, 2003: 93).22
22
Patung lambang kesuburan dengan penis besar karena ereksi dan telah disirkumsisi
sebagai perwujudan Dewa Min banyak ditemukan di Pasar Khan Khalili di pusat Kota Kairo
71
Gambar3.8 Relief Dewa Min, dewa kesuburan Mesir Kuno (www.flickr.com)
Sirkumsisi Mesir Kuno dilakukan berdasarkan kepercayaan bahwasanya
dewa orang-orang Mesir Kuno yaitu Dewa Ra yang dikenal sebagai Dewa
Matahari telah mensirkumsisi alat kelaminnya sendiri. Tidak semua Raja Mesir
atau Firaun ternyata melakukan ritual sirkumsisi. Amenhotep I adalah contoh raja
yang tidak disirkumsisi. Amenhotep I memang tidak melakukan ritual sirkumsisi
namun ritual tersebut tidak diperuntukkan kepada kalangan bawah seperti budak
dan rakyat jelata. Sirkumsisi merupakan ritual untuk meniru Dewa Ra oleh sebab
itulah hanya boleh untuk raja dan juga golongan bangsawan (Harris dan Weeks,
1973: 126-130). Bukti sirkumsisi pada relief, patung,dan mumi dalam keadaan
sirkumsisi diperkirakan tahun 2500-1500 sebelum Masehi merupakan bukti
bahwa Mesir Kuno merupakan peradaban manusia pertama yang melakukan
praktek sirkumsisi.
sebagai oleh-oleh khas Mesir selain patung Spinx. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa
penis yang telah disirkumsisi mempunyai tempat penting dalam dunia seksologi. Penis yang
disirkumsisi dapat ditafsirkan sebagai penis yang dapat memuaskan kaum perempuan karena ujung
penis lebih besar daripada penis yang tidak disirkumsisi.
72
3.2 Sirkumsisi Perempuan Sebelum Islam
Sirkumsisi perempuan sudah ada sejak masa Mesir Kuno. Perempuan
pertama yang disirkumsisi adalah Hajar. Pada masa selajutnya, sirkumsisi
perempuan dilakukan oleh perempuan di Mesir Kuno dan menjadi sebuah tradisi.
Jika dilihat dari kronologi sejarahnya, sirkumsisi perempuan pada masa tersebut
melahirkan banyak kejanggalan sejarah yang menarik untuk dikaji.
3.2.1 Sirkumsisi Hajar
Sirkumsisi yang dilakukan laki-laki dan perempuan pada saat ini selalu
dikaitkan dengan Ibrahim dan Hajar. Ibrahim merupakan orang pertama yang
melakukan sirkumsisi dan juga menyebarkan praktek sirkumsisi pada masyarakat.
Ismail yang merupakan anak Ibrahim dari Hajar disirkumsisi oleh Ibrahim begitu
pula dengan Ishak, anak Ibrahim dari Sarah disirkumsisi ketika berumur delapan
hari (Sahlieh, 2012: 160). Sementara sirkumsisi perempuan diyakini diambil dari
peristiwa sirkumsisi yang dialami Hajar yang kemudian dijadikan sumber hukum
oleh Agama Islam selain berlandaskan hadist dan juga fatwa ulama. Sedangkan
dalam Yahudi dan Kristen tidak ada hukum dalam sirkumsisi perempuan.
Hajar disirkumsisi oleh Sarah karena cemburu ketika melihat Ibrahim
lebih perhatian kepada Hajar yang sedang hamil. Sarah tidak bisa memberikan
keturunan kepada Ibrahim seperti Hajar. Kecemburuan tersebut membuat Sarah
bersumpah untuk memotong tiga bagian tubuh Hajar. Bagian tubuh yang
diinginkan oleh Sarah adalah dua telinga dan hidung Hajar. Apabila Hajar cacat,
maka Ibrahim tidak akan menyukainya lagi walaupun mengandung calon
anaknya. Keinginan Sarah tersebut diketahui oleh Ibrahim dan kemudian
73
membujuk Sarah bahwa tindakan tersebut sangat keji. Atas saran Ibrahim pula
keinginan Sarah diganti dengan tindikan di dua telinga dan sirkumsisi pada Hajar
(al-Thabari, 1992: 130, al-Tsa’labi: 71, Ibn Katsir, 1993: 159, Ibn Qayyim
1995:103,al-Jahidh dan Abu Ustman 1996: 271, dan Ramadhan, 2012: 49-50).
Sejak itulah peristiwa sirkumsisi Hajar dipakai landasan hukum dalam Islam
selain berjalan dari Marwah ke Safah untuk mencari air karena Ismail kehausan
ketika masih bayi. Peristiwa jalannya Hajar dari Marwah ke Safah tersebut
dijadikan rukun dalam haji.
3.2.2 Sirkumsisi Perempuan Mesir Kuno
Di negara Sudan pada saat ini, sirkumsisi perempuan lebih dikenal sebagai
sirkumsisi warisan Firaun. Penyebutan praktek sirkumsisi terhadap perempuan
tersebut dikarenakan Kerajaan Mesir Kuno mengenalkan praktek sirkumsisi
perempuan ketika menaklukkan wilayah Nil Selatan yang sekarang menjadi
wilayah Sudan (Sahlieh, 2012: 91). Fayyad (1998: 28) menjelaskan bahwa
pendapat tersebut tidak benar karena peradaban Mesir Kuno hanya mengenal
sirkumsisi terhadap laki-laki dan tidak mengenal sirkumsisi terhadap perempuan.
Peradaban Mesir Kuno mengenal sirkumsisi terhadap laki-laki karena sekitar
tahun 2000 sebelum Masehi sudah terdapat orang Yahudi yang tinggal di Mesir
Kuno dan mempraktekkan sirkumsisi terhadap bayinya ketika berumur delapan
hari. Sirkumsisi merupakan perintah Tuhan kepada Ibrahim dan perintah tersebut
harus ditaati orang Yahudi dimanapun mereka tinggal. Fayyad juga menambahkan
bahwasannya tradisi sirkumsisi perempuan merupakan ritual yang berasal dari
suku di Afrika kemungkinan besar dari Sudan yang berhasil menaklukkan Mesir
74
Kuno. Setelah penaklukkan, suku tersebut memperkenalkan budaya mereka
termasuk sirkumsisi perempuan.
Terdapat tiga bukti tentang adanya praktek sirkumsisi di Mesir Kuno.
Pertama adalah bukti tulisan dari Yunani pada tahun 163 sebelum Masehi yang
ditulis di kertas papirus. Tulisan tersebut menjelaskan bahwa perempuan Mesir
yang bernama Tathemis menjalani ritual sirkumsisi untuk memasuki dunia
perempuan dewasa sebelum menjalani pernikahan. Kedua adalah bukti yang
ditulis oleh Strabo23 bahwasanya anak laki-laki dan perempuan setelah lahir harus
menjalani ritual sirkumsisi. Anak laki-laki dipotong kulit ujung pembungkus
penis, sedangkan anak perempuan dipotong klitorisnya. Praktek tersebut
dijalankan orang Yahudi dan juga orang Mesir (Greunbaum, 2001: 43).
Bukti ketiga adalah catatan Philo24 yang menjelaskan bahwa anak laki-laki
Mesir akan disirkumsisi ketika masuk dunia remaja dan anak perempuan akan
disirkumsisi ketika sudah masuk masa menstruasi (Sly, 2013: 161). Tiga bukti
dari catatan Yunani, Strabo, dan Philo menunjukkan bahwa Mesir sebelum masehi
telah mengenal sirkumsisi perempuan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
diantaranya tanda kedewasaan, memasuki masa menstruasi, dan sebelum
memasuki pernikahan. Praktek sirkumsisi tersebut dilakukan oleh perempuan
Yahudi yang tinggal di Mesir dan juga perempuan Mesir asli.
23
Strabo merupakan sejarawan dari Yunani. Strabo menulis sejarah tentang Mesir kirakira pada tahun ke-25 sebelum Masehi.
24
Philo adalah seorang filsuf dari bangsa Yahudi.
75
3.2.3 Kejanggalan Sirkumsisi Perempuan Sebelum Islam
Peristiwa sirkumsisi yang dialami oleh Hajar memang dilakukan pada
masa Ibrahim. Dari sudut pandang historis, peristiwa sirkumsisi tersebut harus
diketahui tempat terjadinya peristiwa. Jika tempat diketahui, maka akan mudah
menganalisis penyebaran sirkumsisi perempuan. Masalahnya dalam sumber
literatur tidak dijelaskan tempat terjadinya peristiwa sirkumsisi yang dialami
Hajar.
Tempat terjadinya peristiwa sirkumsisi Hajar tidak dapat dipisahkan dari
pernikahan Hajar dengan Ibrahim. Tempat terjadinya pernikahan Hajar dan
Ibrahim juga tidak tercacat secara jelas dalam sejarah. Intinya Ibrahim bertemu
dengan Hajar di Mesir dan kemudian menikah karena Sarah tidak dapat
memberikan Ibrahim keturunan hingga masa tuanya. Dari peristiwa sejarah
tersebut terdapat dua kemungkinan tempat pernikahan Hajar dengan Ibrahim yaitu
di Mesir dan Kanaan.
Analisis pertama, pernikahan Hajar dengan Ibrahim terjadi di Mesir. Hal
tersebut merupakan peristiwa yang terkait karena Hajar bertemu dengan Ibrahim
di Mesir. Hajar merupakan perempuan Mesir yang dihadiahkan Raja Mesir atau
Firaun kepada Sarah setelah mengobati penyakitnya. Jika pernikahan Ibrahim
dilakukan di Mesir, maka alasan tersebarnya sirkumsisi perempuan di Mesir Kuno
karena terpengaruh sirkumsisi yang dialami Hajar adalah benar. Kemungkinan
besarnya, perempuan di Mesir Kuno melakukan sirkumsisi tersebut tidak lepas
dari sosok Ibrahim. Keputusan sirkumsisi perempuan yang berasal dari Ibrahim
76
yang merupakan utusan Tuhan dianggap baik oleh masyarakat, walaupun tidak
mengetahui latar belakangnya.
Analisis kedua, pernikahan Hajar dengan Ibrahim terjadi di Kanaan. Hal
tersebut terjadi karena Ibrahim dengan Sarah diusir oleh Firaun. Firaun mengusir
Ibrahim dengan Sarah karena Firaun merasa malu karena menggoda Sarah. Setiap
Firaun menggoda Sarah, dia terkena penyakit kejang-kejang. Sakit tersebut
kemudian disembuhkan oleh Sarah. Sebagai hadiahnya Sarah diberikan
perempuan Mesir sebagai pendampingnya atau budak. Untuk menutupi keburukan
Firaun di Mesir Kuno, Ibrahim beserta keluarganya termasuk Hajar diusir dari
Mesir. Ibrahim beserta keluarganya kembali ke Kanaan dan di tempat tersebut,
Ibrahim menikah dengan Hajar. Di Kanaan, peristiwa sirkumsisi Hajar terjadi
karena kecemburuan Sarah yang tidak dapat hamil seperti Hajar.
Jika kronologi sejarah mengungkapkan hal tersebut, maka sirkumsisi
perempuan yang terjadi di Mesir Kuno diperkenalkan oleh orang-orang Yahudi
ketika melakukan imigrasi besar-besaran pada masa Yusuf. Yusuf tidak lain
adalah cicit dari Ibrahim dengan Sarah. Imigrasi orang-orang Yahudi di Mesir
Kuno terjadi dalam waktu yang lama yaitu hingga masa Musa. Pada masa Musa,
populasi orang Yahudi berkembang pesat dan hampir menyamai populasi Mesir
Kuno. Pada masa Musa tersebut, peristiwa bersejarah bagi orang-orang Yahudi
terjadi karena diusir dari Mesir dan peristiwa tersebut dikenal dengan hari
penyeberangan. Akhirnya orang-orang Yahudi kembali lagi ke Kanaan, tempat
asal orang-orang Yahudi(Barth dan Marie-Claire, 2008: 167).
77
Sirkumsisi perempuan yang dikenalkan oleh orang-orang Yahudi ketika
berimigrasi juga melahirkan keanehan. Keanehan tersebut adalah sirkumsisi
perempuan tidak lagi dilakukan oleh perempuan-perempuan Yahudi ketika
kembali lagi ke Kanaan. Mereka melakukan sirkumisisi hanya di Mesir Kuno
sesuai dengan catatan Yunani, Strabo, dan Philo. Dari kejadian tersebut seakanakan ada rekayasa budaya yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Semestinya
jika mereka melakukan sirkumsisi di Mesir Kuno, praktek tersebut seharusnya
juga dilakukan di daerah baru yaitu Kanaan. Buktinya dapat dilihat pada masa
sekarang yaitu perempuan-perempuan Yahudi di Israel dan di berbagai belahan
dunia manapun kecuali perempuan Yahudi hitam Ethiopia tidak melakukan
sirkumsisi perempuan. Kenyataan tersebut terbalik dengan tetap dilakukannya
sirkumsisi oleh perempuan Mesir hingga masa sekarang.
Alasan perempuan-perempuan Yahudi tidak lagi melakukan sirkumsisi
perempuan melahirkan analisis baru yaitu sirkumsisi perempuan adalah tradisi
anggapan, maksudnya pemahaman manusia dari peristiwa sejarah sirkumsisi
Hajar. Kemungkinan terbesarnya adalah orang-orang Yahudi menganggap bahwa
perempuan yang harus melakukan sirkumsisi adalah perempuan Mesir karena
Hajar yang disirkumsisi dan bukanlah Sarah. Oleh sebab itu diduga adanya usaha
untuk menciptakan interpretasi pemahaman bahwa perempuan Mesir harus
melakukan sirkumsisi, karena Hajar istri dari Ibrahim adalah perempuan Mesir.
Hal tersebut juga tetap menimbulkan masalah yaitu dalam catatan Strabo dan
Philo membuktikan bahwa perempuan Yahudi di Mesir melakukan sirkumsisi
seperti perempuan Mesir.
78
Mesir Kuno merupakan peradaban tertua di dunia yang mempunyai
pengaruh besar di daerah-daerah sekitarnya dalam hal apapun termasuk tradisi
budaya. Oleh karena itu penyebaran sirkumsisi perempuan di Afrika terdapat
landasan yang kuat yaitu terpengaruh kehidupan sosial budaya peradaban Mesir
Kuno. Tetapi hal tersebut masih menyimpan permasalahan yaitu mengapa
sirkumsisi perempuan hanya terjadi di Afrika dan tidak terjadi di Yunani Kuno
dan juga Mesopotamia. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru
yaitu mengenai interaksi sosial budaya. Jika sirkumsisi perempuan menyebar di
wilayah selatan Mesir Kuno, maka interaksi sosial budaya Mesir Kuno terjadi
karena ditunjang oleh keberadaan aliran Sungai Nil. Begitu pula dengan orangorang Yahudi, mereka hanya melakukan interaksi kehidupan sosial budaya
dengan Mesir Kuno dan tidak melakukan interaksi dengan peradaban lainnya
seperti Yunani Kuno dan Mesopotamia.
Penyebaran sirkumsisi perempuan di Afrika selain mendapat pengaruh
sosial budaya Mesir Kuno juga dapat dilihat dari peristiwa sirkumsisi Ratu Bilqis
atau Ratu Saba sebelum menikah dengan Raja Sulaiman yang diperkirakan terjadi
pada tahun 1000 sebelum Masehi. Ratu Bilqis merupakan pimpinan kerajaan di
selatan Mesir Kuno yang bernama Kerajaan Saba. Menurut sejarahwan, Kerajaan
Saba berasal dari daerah Abesinia yang sekarang bagian dari negara Ethiopia
(Bruce, 1990: 341-342 dan Leslau, 1957: 93). Oleh sebab itu, pada masa sekarang
ditemukan perempuan-perempuan Yahudi berkulit hitam atau Yahudi Ethiopia
melakukan sirkumsisi karena meniru peristiwa sirkumsisi Ratu Bilqis. Karena
itulah penyebaran sirkumsisi perempuan di negara-negara pedalaman Afrika lebih
memungkinkan kalau menggunakan alasan tersebut, mengingat letak Kerajaan
79
Saba lebih memungkinkan untuk menyebarkan pengaruh sosial budaya daripada
Mesir Kuno. Alasan inilah yang mungkin diyakini oleh Fayyad bahwa sirkumsisi
perempuan bukan berasal dari Mesir Kuno.
Catatan Strabo dan Philo juga menimbulkan problem tentang sirkumsisi
perempuan yang disuga mengalami suatu perubahan terstruktur. Sirkumsisi
perempuan menurut mereka sebagai tanda kedewasaan perempuan, menjaga
kesucian, dan sebelum memasuki fase pernikahan. Sirkumsisi yang dialami Hajar
mengungkapkan fakta lain yaitu Hajar disirkumsisi sudah dalam keadaan dewasa
dan sudah menikah. Jika mengambil alasan sirkumsisi Ratu Bilqis mungkin alasan
tersebut terdapat kebenarannya. Jadi dapat adanya kemungkinan bahwa yang
memberi pengaruh sirkumsisi perempuan di Mesir Kuno adalah sosial budaya
Kerajaan Saba di selatan Mesir Kuno.
3.3 Sirkumsisi Perempuan Masa Islam
Sirkumsisi perempuan masa Islam terbagi menjadi dua yaitu pada masa
Nabi Muhammad dan masa setelahnya. Pada masa Nabi Muhammad, sirkumsisi
perempuan dapat diambil suatu kesimpulan bagaimana Rasulullah memandang
sirkumsisi yang dilakukan kaum perempuan pada masa tersebut. Pada masa
setelah Nabi Muhahammad, dapat diketahui bagaimana ulama-ulama Islam
menafsirkan sirkumsisi perempuan.
80
3.3.1 Sirkumsisi Perempuan Masa Nabi Muhammad
Pada masa Nabi Muhammad ditemukan bukti bahwasanya sirkumsisi
perempuan dilakukan untuk para budak perempuan. Nabi Muhammad bertemu
dengan Umm Athiyah25dan mengatakan kepadanyauntuk memotong sedikit dan
jangan terlalu banyak. Kata “memotong” hingga saat ini banyak penafsiran.
Banyak ulama berpendapat bahwa yang dipotong adalah kulit pembungkus
klitoris namun pada praktek di berbagai negara Afrika khususnya Mesir yang
dipotong
adalah
klitoris.
Sirkumsisi
menurut
Nabi
Muhammad
dapat
mempercantik wajah perempuan dan untuk kenikmatan suami jika sesuai
ketentuan. Pada zaman tersebut Nabi Muhammad tidak melarang sirkumsisi
perempuan namun hanya untuk membenarkan tata cara sirkumsisi agar tidak
berbahaya bagi perempuan (al-Awwa, 1996: 218).
Versi kedua Nabi Muhammad bertemu dengan perempuan bernama Umm
Habibah yang melakukan sirkumsisi terhadap para budak perempuannya.
Kemudian Nabi Muhammadberkomunikasi dengan Umm Habibah26 yang intinya
Nabi Muhammad akan melarang tradisi sirkumsisi terhadap kaum perempuan jika
diperbolehkan oleh masyarakat. Dari hal tersebut sebenarnya sirkumsisi tidak
perlu dilakukan oleh perempuan karena jika terjadi kesalahan dalam
melakukannya dapat membahayakan keselamatan perempuan. Dan Nabi
Muhammad sendiri mengisyaratkan bahwa sirkumsisi agar tidak dilakukan,
25
Umm ‘Athiyah merupakan perempuan di masa Rasulullah yang pekerjaannya sebagai
tenaga sirkumsisi atau juru khitan.
26
Umm ‘Athiyah atau Umm Habibah merupakan dua versi nama perempuan dalam hadist
sirkumsisi perempuan, namun nama Umm ‘Athiyah lebih kuat karena lebih banyak disebutkan.
81
namun pada masa tersebut sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi (alJamal, 1995: 47).
Bukti selanjutnya bahwa pada masa Nabi Muhammad telah ada praktek
sirkumsisi perempuan adalah hadist dari Rasulullah sendiri. Hadis tersebut
menjelaskan tentang kewajiban mandi karena bertemunya dua alat kelamin lakilaki dengan perempuan dengan memakai kata bertemunya dua khitan (Ayyub,
2007: 94).27Pada saat tersebut laki-laki telah disunahkan untuk melakukan
sirkumsisi karena mengikuti ajaran Ibrahim dan juga perintah Nabi Muhammad.
Sedangkan sirkumsisi pada alat kelamin perempuan merupakan warisan tradisi
yang telah ada sebelum Nabi Muhammad sehingga Nabi Muhammad menjelaskan
hadist dengan kata khitan bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya
penjelasan tersebut membuktikan bahwa perempuan pada masa Nabi Muhammad
mengenal tradisi sirkumsisi.
Nabi Muhammad mempunyai empat putri dari istrinya yang bernama Siti
Khadijah. Tidak terdapat bukti tertulis yang menyatakan bahwa keempat putri
Nabi Muhammad melakukan sirkumsisi. Nabi Muhammad ternyata tidak
mengikuti tradisi sirkumsisi perempuan yang terdapat di budaya Arab pada masa
itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan boleh untuk tidak menjalankan
praktek sirkumsisi (Al-Najjar, 1990: 38).
27
Hadis tersebut menjelaskan bahwa pada saat hubungan intim antara laki-laki dan
perempuan walaupun tidak terjadi ejakulasi baik laki-laki dan perempuan, diwajibkan untuk mandi
karena alat kelamin laki-laki bertemu dengan alat kelamin perempuan.
82
3.3.2 Sirkumsisi Perempuan Pasca Nabi Muhammad
Tradisi sirkumsisi perempuan pasca Nabi Muhammad tetap berlanjut
karena tidak terdapat aturan dalam Islam baik dari al-Quran maupun al-Hadist
yang melarang tradisi tersebut. Tradisi sirkumsisi perempuan tetap menjadi bagian
dari masyarakat Afrika khususnya Mesir, Sudan, Ethiopia, Somalia, dan negara
sekitarnya karena sebelumnya sirkumsisi perempuan memang sudah terdapat lama
di daerah tersebut. Tradisi sirkumsisi perempuan tetap tumbuh subur di daerah
tersebut karena sirkumsisi perempuan mempunyai tujuan dan kepercayaan yang
dibenarkan oleh budaya.
Pada dasarnya semua anak perempuan Nabi Muhammad memang tidak
ada yang disirkumsisi. Hal tersebut memang menjadi suatu kebenaran karena
tidak ada sumber sejarah terutama dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi pada
semua anak perempuan Nabi Muhammad. Fakta tersebut juga mengindikasikan
bahwa sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari tradisi budaya dan bukan
kewajiban dan keutamaan bagi perempuan karena Nabi Muhammad sendiri tidak
melaksanakan tradisi sirkumsisi perempuan layaknya sirkumsisi terhadap laki-laki
yang telah diatur dalam hukum Islam.
Sirkumsisi perempuan menjadi polemik yang tidak ada habisnya ketika
dihadapkan dengan adanya hadist-hadist lain yang menjelaskan sirkumsisi
perempuan Keberadaan hadist-hadist tersebut ternyata pengaruhnya sangat besar
bagi keberadaan sirkumsisi perempuan hingga masa sekarang.Hadist yang
menjelaskan mengenai sirkumsisi perempuan dari Umm ‘Athiyah dan hadisthadist lainnya yang menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan adalah keutamaan
83
bagi perempuan, pasca Nabi Muhammad ditafsirkan dan dijelaskan berbeda oleh
ulama-ulama Islam sendiri dalam berbagai madzab.
3.4Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Budaya
Sirkumsisi perempuan di Mesir merupakan warisan dari tradisi yang sudah
lama dan sudah ada sebelum Islam. Pada saat ini, Islam dicurigai oleh Barat
sebagai agama yang melegalkan praktek sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi
perempuan oleh Barat dinilai sebagai kejahatan manusia yang merugikan
kehidupan perempuan (Dux dan Simic, 2008: 156 dan Ross, 2008: 501). Dalam
Islam sendiri memang terdapat ajaran yang menjelaskan tentang hukum sirkumsisi
perempuan, namun para ulama Islam berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan
bukanlah kewajiban yang harus dilakukan oleh perempuan layaknya laki-laki
kecuali ulama Madzab Syafi’i yang mewajibkannya. Faktor tradisi dan budayalah
yang membuat sirkumsisi perempuan menjelma seakan-akan tradisi tersebut benar
dengan dilandasi oleh Islam. Pada kenyataannya praktek sirkumsisi perempuan
memang ditemukan di daerah atau negara dengan penduduk mayoritasnya
beragama Islam. Pada kasus lain sirkumsisi perempuan juga ditemukan di negara
yang penduduknya tidak beragama Islam namun menjalankan tardisi tersebut. Hal
tersebut menandakan bahwa Islam bukan sumber dari tradisi sirkumsisi
perempuan namun hanyalah sebagai tradisi budaya yang melekat selama ratusan
bahkan ribuan tahun berdasarkan peristiwa sirkumsisi Hajar dan juga sirkumsisi
Ratu Bilqis.
Budaya mempunyai peran penting terhadap eksis atau tidaknya sebuah
tradisi. Sebuah masyarakat yang mempunyai budaya kuat mempunyai
84
kecenderungan untuk menjaga tradisi budayanya. Tradisi apabila dilihat dari
keterikatannya dibagi menjadi dua yaitu tradisi fleksibel dan tradisi non-fleksibel.
Tradisi fleksibel merupakan tradisi yang dapat berubah seiring perkembangan
waktu dan juga pengetahuan, sedangkan tradisi non-fleksibel mempunyai
ketetapan yang kuat dalam kehidupan sosial masyarakat dan sulit sekali menerima
perkembangan waktu serta pengetahuan. Tradisi non-fleksibel pada umumnya
sangat terkait dengan kepercayaan atau agama sehingga meninggalkan atau
mengubah sebuah tradisi akan menyebabkan keburukan, kecelakaan, dosa, dan
sebagainya.
Perempuan di kawasan Timur Tengah juga mempunyai tradisi yang masih
dilakukan hingga sekarang. Tradisi yang dilakukan tersebut tidak dilakukan tanpa
adanya sebuah maksud dan tujuan. Tradisi tersebut dilakukan karena perempuan
di kawasan Timur Tengah mempunyai landasan kepercayaan yang diwarisi secara
turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi-tradisi yang dilakukan
perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir dapat dikategorikan dalam tradisi
yang sifatnya fleksibel dan non-fleksibel.
Pada tradisi fleksibel yang dipercayai perempuan di Timur Tengah
termasuk Mesir salah satunya adalah tradisi menjadi perempuan gemuk sebelum
memasuki fase pernikahan. Sebelum era modern, perempuan di kawasan Timur
Tengah mempunyai persepsi yang sama mengenai tata busana serta penampilan
fisik. Perempuan-perempuan di Timur Tengah tersebut mempunyai anggapan
yang sama pula dengan kecantikan yaitu perempuan yang cantik adalah
85
perempuan yang memiliki badan yang gemuk (Bagchi, 2011: 129 dan Hammond,
2005: 278).
Masyarakat Mesir baik laki-laki dan perempuan meyakini bahwa
perempuan gemuk merupakan perempuan subur yang bisa menurunkan keturunan
yang banyak serta sehat. Kecantikan pada masa dahulu juga dilihat dari berat
badan. Perempuan yang memiliki tubuh gemuk merupakan indikasi dari
kecantikan perempuan. Indikasi tersebut juga muncul karena persepsi laki-laki
pada zaman dahulu bahwa menikahi perempuan yang gemuk merupakan sesuatu
yang membanggakan dan mendapat kehormatan dari masyarakat (Muhammad,
komunikasi personal). Pada zaman dahulu juga gemuk mempunyai arti
kemakmuran serta kekayaan. Perempuan gemuk menandakan bahwa dia berasal
dari keluarga terpandang dan makmur sehingga dapat makan makanan yang lezat
seperti daging dan susu. Sebaliknya perempuan yang kurus mempunyai arti bahwa
perempuan tersebut tidak subur bahkan bisa dikatakan perempuan yang
mempunyai resiko kemandulan. Selain itu, perempuan kurus mempunyai arti
perempuan dari kalangan kelas bawah sehingga tidak bisa makan makanan yang
enak seperti daging dan susu. Perempuan yang kurus pada zaman dahulu sulit
mendapatkan calon suami sehingga ada cara untuk merubah penampilan menjadi
perempuan gemuk. Atas dasar itulah menikahi perempuan kurus tidak menjadikan
laki-laki tersebut terhormat melainkan akan dijadikan bahan pembicaraan bagi
kelompok sosial atau masyarakatnya (Jabbour dkk, 2012: 251 dan Inhorn, 1996:
264).
86
Dari pertimbangan kepercayaan yang terkandung dalam perempuan gemuk
serta tujuan sosialnya, para ibu di Timur Tengah pada zaman dahulu
mempersiapkan anaknya menjadi gemuk ketika masa remaja sebelum menuju fase
pernikahan. Misi untuk menjadikan anaknya menjadi gemuk sangat penting
karena gemuk merupakan indikasi keluarga subur yang terhindar dari
kemandulan, keluarga yang makmur tidak kekeruangan dalam segi ekonomi, serta
keluarga yang terpandang. Memiliki anak perempuan yang gemuk akan
menjadikan mudah bagi keluarga perempuan tersebut untuk mendapatkan jodoh
yang diinginkan. Dengan kata lain sebenarnya kepercayaan terhadap kegemukan
dalam kehidupan perempuan pada zaman dahulu sangat terkait dengan aspek
ekonomi.
Berbagai cara dilakukan untuk menjadikan anak-anak di Timur Tengah
untuk menjadi gemuk. Dalam segi fisik dari aspek kesuburan dan juga
pertumbuhan, anak-anak perempuan tentu memiliki perkembangan yang berbeda.
Banyak anak perempuan memiliki pertumbuhan yang cepat dan mudah menjadi
gemuk serta anak perempuan yang memiliki kecenderungan langsing dan sulit
untuk menjadi gemuk. Hal tersebut adalah masalah bagi para ibu pada zaman
dahulu di Timur Tengah. Jika mempunyai anak yang kurus dan tidak sesuai
dengan keinginannya, karena ketakutan terhadap tradisi perempuan gemuk, para
ibu di Timur Tengah mempunyai bebagai cara untuk menjadikan anaknya menjadi
gadis yang gemuk. Cara tersebut adalah dengan memberikan susu unta yang
dikonsumsi secara rutin setiap hari dalam jumlah yang banyak.
87
Di negara seperti Mauritania, Afghanistan, dan Kuwait anak perempuan
dipaksa untuk meminum air susu unta dalam jumlah yang banyak. Dalam setiap
hari rata-rata anak perempuan diwajibakan untuk meminum 5 sampai 15 liter air
susu unta. Hal tersebut menjadi tradisi yang wajib dilakukan terutama di
Mauritania (Gluckman dan Hanson, 2012: 41). Di Mesir juga seperti itu, namun
dengan cara yang berbeda yaitu memakan makanan yang kaya mengandung
protein dan juga lemak. Kebanyakan makanan di Mesir adalah makanan yang
mengandung protein dan lemak yang tinggi. Pada saat ini gemuk masih dipercayai
masyarakat Mesir bahwa perempuan gemuk merupakan perempuan yang cantik
dan perempuan subur yang bisa memuaskan nafsu seks laki-laki sehingga
perempuan gemuk masih dipercayai lebih mudah mendapat jodoh. Ibu-ibu di
Mesir pada umumnya juga bertubuh gemuk dan hal tersebut menandakan bahwa
keluarganya makmur dan suami bisa memenuhi kebutuhan istrinya dalam hal
makan. Perempuan gemuk merupakan kategori tradisi fleksibel karena relatif bisa
berubah seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Perempuan gemuk
juga tidak diatur dalam agama atau kepercayaan sehingga meninggalkan tradisi
tersebut tidak mendapat dosa atau keburukan disisi Tuhan.
Pada saat sekarang trend untuk menjadi perempuan yang langsing sangat
diinginkan perempuan di Timur Tengah terutama di kota-kota besar. Di Mesir
sendiri, tren perempuan cantik adalah perempuan gemuk telah menurun terutama
di kota besar seperti Kairo dan Alexandria yang juga merupakan representasi kota
modern di Mesir (Russell, 2013: 309). Perempuan langsing di Mesir pada
umumnya identik dengan perempan muda yang masih dalam jenjang sekolah baik
di sekolah menengah atas maupun di perguruan tinggi.
88
Berbeda dengan perempuan muda Mesir, perempuan tua Mesir pada
umumnya masih mempertahankan tradisi-tradisi budaya salah satunya persepsi
perempuan cantik adalah perempuan yang gemuk. Disamping konsumsi teknologi
informasi yang mayoritas merupakan perempuan muda, tingkat pendidikan juga
mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas terhadap tradisi. Tingkat buta huruf di
Mesir pada umumnya merupakan generasi tua lebih tepatnya lagi mengarah
kepada kaum perempuan generasi tua. Sedangkan perempuan generasi muda lebih
terbuka dan mengikuti perkembangan zaman karena mereka mempunyai
pemahaman mengenai suatu masalah melalui pendidikan termasuk pemahaman
tentang tradisi.
Tradisi fleksibel selain perempuan gemuk adalah perempuan yang cantik
adalah tradisi perempuan memakai pakaian berwarna hitam. Pada umumnya
pakaian hitam merupakan pakaian yang spesial bagi perempuan di Timur Tengah
termasuk Mesir (Wilson, 2011: 103-105 dan Rugh, 1986: 136). Pakaian hitam
menurut kepercayaan orang Mesir dan orang Timur Tengah pada umumnya
adalah lambang kesuburan. Hal tersebut terkait dengan warna tanah subur yang
warnanya kehitam-hitaman karena tercampur dengan air khususnya tanah di
sekitar Sungai Nil (Leviton, 2014: 82). Boleh dikatakan bahwa maksud dari tanah
yang berwarna hitam adalah tanah lumpur yang cocok digunakan untuk lahan
pertanian. Biasanya lahan pertanian di Timur Tengah yang subur terletak tidak
jauh dari aliran sungai seperti Sungai Nil, Tigris, Eufrat, Jordan, dan sebagainya.
Tanah subur sangat dibutuhkan di Timur Tengah yang pada umumnya kondisi
alamnya gersang karena sedikitnya curah hujan dan tanahnya berupa gurun pasir.
89
Tanah berwarna hitam mampu menumbuhkan tanaman seperti gandum, zaitun,
kurma, anggur, dan sebagainya.
Dalam kehidupan masyarakat, lambang kesuburan berkaitan erat dengan
perempuan karena perempuanlah yang melahirkan keturunan. Sabir Ahmed
Thaha, seorang dosen dan juga dekan di Fakultas Dakwah al-Azhar menjelaskan
bahwa pakaian warna hitam bagi perempuan merupakan tradisi yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Pakaian hitam yang dipakai kaum perempuan memiliki
maksud dan tujuan antaranya lambang perempuan dewasa. Pada saat ini pakaian
hitam masih banyak dipakai oleh perempuan-perempuan Mesir terutama di luar
kota besar. Walaupun begitu perempuan di Kairo banyak juga ditemukan
memakai pakaian berwarna hitam. Perempuan yang memakai pakaian berwarna
hitam mempunyai arti bahwa perempuan tersebut merupakan perempuan yang
subur sehingga bisa memberikan banyak keturunan selain kepercayaan perempuan
gemuk adalah perempuan subur. Lebih baik lagi jika selain bertubuh gemuk,
perempuan juga memakai pakaian berwarna hitam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pakaian hitam bagi perempuan merupakan sebuah doa dan harapan.
Pada umumnya pemakai pakaian warna hitam merupakan perempuan
generasi tua yang sudah menjadi ibu. Sedangkan perempuan generasi muda jarang
ditemukan lagi memakai pakaian warna hitam dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor yang mempengaruhi hal tersebut sama halnya yang terjadi pada
pemahaman perempuan gemuk. Kecanggihan dunia informasi dan semakin
majunya pendidikan merupakan faktor utama yang mengubah tradisi-tradisi
tersebut. Perempuan muda yang berpikiran lebih terbuka dan mempunyai latar
90
pendidikan yang cukup meyakini, bahwa kesuburan pada perempuan dapat
dibuktikan oleh dunia medis dan dapat dibentuk dari makanan serta pola hidup
sehat dan bukan dari perempuan gemuk atau perempuan memakai pakaian
berwarna hitam.
Berbeda dengan tradisi yang sifatnya fleksibel, pemakaian niqab pada
perempuan di Timur Tengah termasuk Mesir termasuk tradisi non-fleksibel karena
Agama Islam mengatur tentang pemakaian penutup aurat pada perempuan. Niqab
merupakan pakaian yang menutup wajah perempuan kecuali mata. Tidak semua
perempuan Mesir memakai niqab bahkan perempuan yang memakai niqab lebih
sedikit dari jumlah perempuan Mesir yang memakai baju muslim biasa dengan
hijab (Nanda dan Warms, 2011: 211). Pemakaian niqab oleh perempuan di Mesir
tampaknya tidak sebanyak pemakaian niqab oleh perempuan di negara Timur
Tengah yang lain. Pemahaman Islam yang lebih mendalam, toleran, dan
keterbukaan negara Mesir dibandingkan negara-negara Timur Tengah yang lain
membuat pemakaian niqab hanyalah menjadi pilihan bagi perempuan Mesir dalam
memahami menutup aurat dan menjaga kehormatan.
Pemakaian niqab dalam Islam terkait erat dengan pemahaman tentang
batas aurat dalam Islam. Pemahaman aurat perempuan berbeda-beda dalam Islam.
Semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah, telapak tangan, dan telapak
kaki. Aurat perempuan tersebut menurut Madzab Syafi’i. Dalam Madzab Maliki
semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Munurut
Madzab Hanafi semua badan perempuan adalah aurat kecuali wajah dan kedua
tangan. Sementara Madzab Hanbali semua badan perempuan adalah aurat,
91
pendapat yang lain mengatakan bahwa dalam Madzab Hanbali semua aurat
kecuali wajah. Aurat perempuan tersebut merupakan aurat perempuan ketika
bertemu dengan laki-laki yang bukan mahram. Lain lagi batasan aurat perempuan
ketika mengerjakan shalat, bertemu sesama perempuan, dan bertemu dengan lakilaki mahramnya (Thawilah, 2007: 108-117).
Niqab tidak hanya terkait dengan Islam. Tujuan pemakian niqab adalah
untuk menjaga kehormatan perempuan dari kejahatan (Kolig, 2012: 198).
Kejahatan kepada perempuan yang dimaksud adalah pemerkosaan, selingkuh,
pelecehan seksual, fitnah, dan sebagainya. Banyak pakaian penutup aurat bagi
perempuan dalam menjawab batasan aurat dalam perempuan. Pakaian penutup
aurat perempuan tidak hanya niqab akan tetapi termasuk di dalamnya hijab atau
kerudung dan burka. Hijab merupakan pakaian penutup aurat perempuan yang
masih memperlihatkan seluruh wajah, niqab hanya memperlihatkan mata,
sedangkan burka menutup kepala perempuan seluruhnya dengan menyisakan
lubang-lubang kecil untuk mata (Grillo, 2009: 116). Pakaian penutup aurat
tersebut lahir dipengaruhi oleh pemahaman hukum aurat perempuan yang berbeda
dan juga dipengaruhi oleh sosial budaya geografi suatu wilayah.
Islam sendiri mempunyai hukum dalam melindungi kehormatan
perempuan dengan adanya aturan aurat perempuan. Salah satu cara untuk
menutup aurat bagi perempuan Mesir adalah dengan memakai niqab. Dengan kata
lain niqab mempunyai keterikatan kuat dengan hukum Islam karena sebagai
pakaian penutup aurat perempuan. Banyak perempuan Mesir percaya bahwa
menutup aurat bagi pemahamannya adalah dengan memakai niqab tapi banyak
92
juga perempuan Mesir percaya bahwa menutup aurat cukup dengan memakai
hijab saja. Hal tersebut sah-sah saja karena madzab-madzab dam Islam berbeda
dalam menafsirkan hukum aurat perempuan.
Bagi perempuan yang meyakini bahwa niqab adalah suatu kewajiban maka
sulit baginya untuk mengganti penampilannya dengan hijab atau bahkan melepas
niqabnya sehingga terlihat wajah dan rambutnya. Tradisi niqab bukan seperti
tradisi perempuan gemuk atau pakaian hitam yang mudah berubah sesuai
perkembangan zaman. Konsep cantik dalam perempuan boleh saja terhegemoni
oleh budaya barat bahwa cantik itu langsing, pandai berpenampilan, rambut
terawat, dan sebagainya. Niqab merupakan tradisi yang mengikat bagi perempuan
yang meyakini bahwa niqab adalah keharusan bagi dirinya karena niqab berkaitan
erat dengan kehormatan perempuan yang terdapat dalam Islam.
Tradisi non-fleksibel yang berhubungan dengan perempuan berikutnya
adalah sirkumsisi. Sirkumsisi perempuan diperkirakan sudah ada sejak 4000 tahun
yang lalu. Hajar merupakan perempuan yang menjalani sirkumsisi pertama di
dunia. Peristiwa sirkumsisi yang dialami oleh Hajar tidak terlepas dari rasa
cemburu dan kemarahan Sarah. Sebagai istri kedua dan status Hajar yang
merupakan budak sebelum diperistri Ibrahim menjadikan Sarah lebih kuat dari
segi kedudukan dalam kehidupan rumah tangga. Kecemburuan Sarah membuat
Hajar menerima praktek penyiksaan pada fisik yaitu kedua telinga Hajar ditindik
dan alat kelamin Hajar disirkumsisi. Hal tersebut atas saran dari Ibrahim pula
karena sebelumnya Sarah menginginkan pemotongan dua telinga dan pemotongan
terhadap hidung Hajar (Ibn Katsir, 1993: 159).
93
Pada saat sekarang apa yang diterima oleh Hajar tersebut dari Sarah ditiru
oleh mayoritas kaum perempuan di seluruh dunia yaitu tindikan pada telinga.
Setelah peristiwa yang dialami Hajar tersebut, tindikan pada perempuan
digunakan untuk penggunaan perhiasan pada perempuan hingga pada masa
sekarang (Wheeler, 2002: 83). Begitu pula dengan sirkumsisi, banyak perempuan
di dunia khususnya perempuan dari Agama Islam melaksanakan sirkumsisi karena
sirkumsisi perempuan dijelaskan dalam hadist dan juga dalam ilmu fiqih. Islam
telah sepakat dalam memandang sirkumsisi laki-laki yaitu sebuah kewajiban yang
harus dilakukan.
Hadist Nabi Muhammad menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan
bersifat mulia bagi perempuan namun tidak wajib layaknya laki-laki. Nabi
Muhammad juga pernah berkata pada Umm ‘Athiyah untuk tidak memotong
habis karena demi kebaikan terhadap perempuan tersebut dan juga suaminya
ketika sudah menikah. Memang tidak disebutkan bagian yang dipotong, namun
banyak ulama yang menafsirkan yang dipotong adalah kulit pembungkus klitoris
dan bukan klitoris. Hadist Nabi Muhammad tersebut mengindikasikan bahwa
Nabi Muhammad mengatur tata cara sirkumsisi perempuan agar tidak merugikan
perempuan maupun suami dari perempuan yang bersangkutan.
Hadist dari Nabi Muhammad tersebut menjelaskan bahwa praktek
sirkumsisi sudah ada pada zaman sebelum Nabi Muhammad. Sirkumsisi
perempuan merupakan warisan tradisi yang sudah ada jauh sebelum Islam. Para
sejarawan muslim serti Ibn Katsir, al-Tsa’labi, al-Thabari, dan sebagainya juga
menulis bahwa sirkumsisi perempuan berasal dari Hajar. Hajar adalah perempuan
94
pertama yang disirkumsisi dan juga ditindik kedua telinganya. Dalam Yahudi dan
Kristen tidak terdapat hukum dan kewajiban tentang sirkumsisi perempuan namun
kedua agama tersebut mengenal akan kebenaran ajaran sirkumsisi laki-laki
terutama Agama Yahudi. Dalam Agama Yahudi sirkumsisi laki-laki wajib
dilakukan karena termasuk perintah Tuhan kepada Ibrahim. Dalam ritual
pengorbanan Ismail oleh Ibrahim juga dikenal dalam Yahudi, namun
perbedaannya adalah yang dikorbankan adalah Ishak (Sattar dan Rahman, 2010:
25).
Jika dilihat dari latar belakang sejarah yang wajib diketahui adalah
bahwasanya sirkumsisi yang dialami oleh Hajar bukan bertujuan untuk kebaikan
akan tetapi tujuannya adalah untuk melukai fisiknya dan penyiksaan. Sirkumsisi
tersebut juga bertujuan mengurangi kecantikan Hajar dan juga kemampuan
seksualnya karena alat kelaminnya telah disirkumsisi. Perkembangan zaman
ternyata menafsirkan lain dari peristiwa tersebut, yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan Ibrahim dihubungkan dengan kewajiban dan keharusan,
padahal jika melihat dari latar belakang tentu kenyataannya akan berbeda.
Sirkumsisi perempuan yang dialami oleh Hajar merupakan peristiwa dari zaman
Ibrahim dan keputusan sirkumsisi perempuan tersebut juga saran dari Ibrahim
karena Sarah sebenarnya ingin memotong hidung Hajar. Tradisi sirkumsisi yang
dijalankan selama ribuan tahun tersebut, pada masa Islam berubah bahwasanya
sirkumsisi perempuan merupakan praktek yang dianjurkan bagi perempuan karena
mengandung kehormatan dan kemuliaan bagi perempuan yang didapat dari
penafsiran hadist. Namun di dalam Islam tidak terdapat kesepakatan bahwa
sirkumsisi merupakan hal wajib bagi perempuan.
95
Dari penjelasan tersebut, bisa disimpulkan lebih mendalam bahwa
sirkumsisi perempuan bukan hanya merupakan tradisi yang berdiri sendiri namun
agama juga mengatur keberadaan tradisi tersebut. Agama mengatur terhadap
fenomena-fenomena yang terjadi pada sebuah masyarakat. Misalnya tentang
hukum berperang, agama mengatur sedemikian rupa tentang peperangan karena
menyangkut hal yang sangat penting pada masa tersebut. Contohnya ketika Islam
diwajibkan berperang memusuhi kaum kafir karena jika tidak melawannya akan
membahayakan keberadaan umat Islam sendiri (Kholil, 2001: 554-555). Contoh
lain lagi adalah kasus dilarangnya meminum air keras dalam Islam. Meminum air
keras pada masa sebelum Islam merupakan hal yang wajar karena minum air
keras merupakan salah satu tradisi pada masyarakat pada waktu tersebut. Islam
mengatur tradisi tersebut akhirnya melarang dengan hukum haram karena air
keras lebih banyak mengandung kejelekan bagi orang yang meminumnya dan
juga masyarakat (al-Hilali, 2005: 184). Contoh selanjutnya adalah poligami. Pada
masa sebelum Islam, poligami merupakan praktek yang dilakukan laki-laki
Jazirah Arab terutama laki-laki kaya dan kepala suku. Poligami pada masa
sebelum Islam tidak mengenal batas. Islam mengatur hukum poligami karena
Islam ingin membentuk kehidupan sosial yang teratur dan juga melindungi hakhak perempuan (al-Sya’rawi, 2007: 34). Hal tersebut disimpulkan bahwa
hubungan tradisi budaya dengan agama sangat berkaitan.
Superioritas hegemoni budaya semakin nyata ketika pada suatu
masyarakat sudah mengenal agama tertentu namun ritual keagamannya masih
bercampur dengan tradisi-tradisi yang ada pada budaya masyarakat tersebut.
Keberadaan Islam Kejawen atau Kristen Kejawen di Indonesia merupakan hal
96
nyata bahwa hegemoni budaya pada situasi tertentu mengalahkan superioritas
agama. Islam Kejawen di Jawa tentu berbeda dalam menjalankan ritual tradisi
budayanya apabila dihubungkan dengan agama. Misalnya tradisi slametan yang
tentu saja tidak terdapat dalam dunia Islam di Timur Tengah. Tradisi slametan
mempunyai kekuatan dalam masyarakat Islam Jawa karena memasukkan unsur
Islam pada ritual tradisinya. Pada hakikatnya slametan merupakan tradisi budaya
masyarakat di Jawa sebelum memeluk agama Islam (Prabowo, 2003: 140).
Pada kasus sirkumsisi perempuan dapat disimpulkan bahwa tradisi yang
mengakar lama pada sebuah masyarakat sulit dihilangkan, apalagi Islam juga
tidak melarang praktek sirkumsisi perempuan pada masa tersebut walaupun anakanak perempuan Nabi Muhammad tidak melakukan praktek sirkumsisi. Tradisi
budaya kadang-kadang memiliki kekuatan yang lebih kuat dibandingkan agama
itu sendiri. Misalnya tradisi pesta yang terdapat acara mabuk-mabukan masih
terdapat dalam masyarakat walaupun jelas-jelas meminum air yang memabukkan
adalah sesuatu yang dilarang. Tradisi sirkumsisi perempuan lebih abadi lagi
karena Islam tidak melarangnya bahkan budaya mengambil landasan-landasan
Islam yang menjelaskan tradisi sirkumsisi perempuan agar tradisi tersebut menjadi
kebenaran seakan-akan Islam mengatur sirkumsisi perempuan.
Keberadaan sirkumsisi perempuan yang masih ada hingga sekarang
walaupun terdapat larangan dari pemerintah dan sanksi tegas menunjukkan bahwa
kebenaran tradisi bersifat mutlak bagi masyarakat yang mempercayai bahwa
tradisi tersebut dan didukung juga atas dasar pemahaman agama. Dalam budaya
masyarakat tertentu sangat penting untuk mengambil hukum agama untuk
97
memperkuat keberadaan tradisi budaya. Masalah sirkumsisi perempuan sangat
dimungkinkan bahwasanya tradisi tersebut dilindungi keberadaannya oleh
landasan Agama Islam agar tradisi tersebut tetap terjaga walaupun landasan
tersebut tidak kuat. Tindakan masyarakat tersebut dilakukan agar terjadi
keharmonian tradisi budaya dengan ajaran Agama Islam.
3.5Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Patriarki
Dalam struktur sosial, laki-laki memegang peranan dominan. Di peradaban
manapun dan di budaya manapun laki-laki mempunyai dominasi serta kekuatan
yang lebih besar daripada kaum perempuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir
semua raja maupun pemimpin dari dahulu hingga sekarang adalah laki-laki
walaupun sekarang perempuan sudah banyak yang menduduki posisi penting
seperti perdana menteri dan presiden.
Dilihat dari sejarah, sebenarnya sirkumsisi perempuan juga tercipta karena
keputusan dari kaum laki-laki. Laki-laki pertama yang secara tidak langsung
menciptakan praktek sirkumsisi perempuan adalah Ibrahim. Tujuan Ibrahim
membuat keputusan besar sirkumsisi kepada istrinya sendiri yaitu Hajar tidak lain
untuk menyelamatkan Hajar dari penyiksaan secara fisik yang akhirnya membuat
Hajar cacat (Ibn Katsir, 1993: 159). Sarah selaku istri pertama menginginkan
bahwasanya Hajar yang merupakan istri muda Ibrahim yang sebelumnya
merupakan budak Sarah dari pemberian Firaun, harus dipotong hidung beserta
kedua telinganya agar Ibrahim tidak lagi menyukainya karena Hajar menjadi
perempuan yang cacat dan jelek.
98
Sarah menjatuhkan hukuman kepada Hajar didasari karena kecemburuan
karena Hajar bisa hamil dan menurut pandangan Sarah, Ibrahim lebih sayang
kepada
Hajar.
Ibrahim
selaku
kepala
rumah
tangga
berupaya
untuk
menyelamatkan Siti Hajar dengan membujuk Sarah agar hukumannya diperingan
yaitu dengan menindik kedua telinga Hajar dan mensirkumsisi alat kelaminnya.
Dengan hukuman tersebut kecantikan Hajar dan juga nafsu seksualnya akan
berkurang sehingga Sarah tidak perlu khawatir kehilangan kasih sayang dari
Ibrahim. Pada akhirnya Sarah menyetujui usulan dari Ibrahim dan Hajar menjadi
perempuan pertama di dunia yang disirkumsisi (al-Thabari, 1992: 130 dan alTsa’labi : 71) .
Ibrahim merupakan utusan dari Tuhan yang menyebarkan agama tauhid
yaitu menyembah satu Tuhan yaitu Allah. Tugas utama lain Ibrahim adalah
menyadarkan manusia agar tidak menyembah lagi berhala-berhala, karena hal
tersebut menyekutukan Tuhan. Selain hal tersebut Ibrahim juga merubah tatanan
sosial yang buruk menjadi sebuah tatanan sosial yang baik. Ibrahim juga
merupakan sosok cerdas yang membuat dirinya menjadi tokoh penting di daerah
yang ditinggalinya. Ibrahim menjadi orang yang dituju masyarakat pada masa
tersebut untuk bertanya, menyelesaikan masalah, dan sebagainya yang intinya
merubah sesuatu yang tidak baik maupun sesuatu yang mengandung keraguraguan menjadi sesuatu yang baik dan benar. Ibrahim menjadi tokoh penting di
daerah yang ditinggalinya karena masyarakat juga mempercayainya bahwa
Ibrahim adalah utusan Tuhan (Sicker, 2001: 14 dan Hendel, 2005: 31-33).
99
Banyak hal yang dikerjakan Ibrahim dilakukan pula oleh pengikutnya.
Sirkumsisi yang dilakukan sendiri oleh Ibrahim pada akhirnya dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dan disyariatkan kepada kaum laki-laki dalam Agama Islam.
Sementara dalam Agama Kristen, sirkumsisi laki-laki masih menjadi persoalan
dan baptis merupakan pengganti dari sirkumsisi (Carson, 2000: 229). Sirkumsisi
perempuan yang dialami Hajar pada akhirnya juga dilakukan oleh perempuanperempuan khususnya di wilayah Mesir Kuno. Ibrahim hidup di Mesir Kuno
karena daerah Kanaan yang sekarang bagian dari Palestina dan Israel mengalami
kekeringan sehingga tidak memungkinkan untuk hidup di Kanaan. Mesir Kuno
menjadi tujuan Ibrahim karena Mesir Kuno memiliki tanah yang subur seperti
Kanaan karena memiliki Sungai Nil. Sirkumsisi Hajar yang akhirnya menyebar
Mesir Kuno menguatkan para sejarawan bahwa di daerah Afrika khususnya Mesir
dan wilayah yang mendapat pengaruh dari Mesir Kuno seperti Sudan, Libya,
Somalia, Ethiopia, dan sebagainya mengenal tradisi sirkumsisi perempuan.
Diwajibkannya sirkumsisi bagi laki-laki karena pada dasarnya Ibrahim
melakukan sirkumsisi karena perintah dari Tuhan. Sementara sirkumsisi
perempuan yang ditiru oleh perempuan pada masa tersebut mengalami pergeseran
tujuan. Sirkumsisi perempuan menurut jika dilihat dari latar belakang peritiswa
sejarah bertujuan melukai fisik Hajar dan mengurangi kecantikannya. Hal tersebut
bisa digeneralisasi bahwasanya tujuan sirkumsisi perempuan pada awalnya adalah
melukai fisik dan mengurangi kecantikan perempuan. Disamping tujuan tersebut
sebetulnya sirkumsisi perempuan juga mempunyai makna dan tujuan untuk
menyelamatkan Hajar dari cacat fisik (Sellin, 2006: 18). Namun pengikut Ibrahim
di Mesir pada waktu itu tidak melihat makna dan tujuan sirkumsisi perempuan
100
sebenarnya, namun hanya melihat bahwa sirkumsisi perempuan merupakan
sesuatu yang datang dari Ibrahim dan harus dicontoh karena Ibrahim adalah
utusan Tuhan.
Pada perkembangannya sirkumsisi perempuan menjadi tradisi yang
sebenarnya menguntungkan bagi laki-laki. Sirkumsisi perempuan sebenarnya juga
terjaga keberandaanya karena hegemoni laki-laki dalam kehidupan sosial. Dugaan
tersebut berdasarkan bukti bahwa dalam kehidupan sosial pada saat ini di Timur
Tengah khususnya di negara-negara yang terdapat praktek sirkumsisi perempuan
terdapat praktek poligami (Scott dan Cavanaugh, 2004: 202). Sirkumsisi
perempuan salah satunya bertujuan untuk mengurangi nafsu seksual perempuan.
Dalam bahasa yang lebih halus sirkumsisi perempuan bertujuan untuk
menstabilkan nafsu perempuan.
Pada kenyataanya alat kelamin perempuan secara bentuk fisik berbedabeda. Perempuan yang memiliki klitoris yang kecil jika disirkumsisi maka
perempuan tersebut akan menjadi dingin dalam kehidupan seksual hal tersebut
juga sama pada perempuan yang memiliki klitoris yang besar jika mengalami
sirkumsisi perempuan dengan memotong seluruh klitoris. Kaitannya dengan
poligami adalah perempuan yang dipoligami akan menerima kehadiran
perempuan lain karena pada kenyataannya perempuan tersebut tidak terlalu
menikmati kehidupan seksualnya. Kesimpulannya poligami menyenangkan bagi
laki-laki dan hanya biasa bagi perempuan dalam kehidupan seksual. Kenyataan
akan terbalik jika perempuan dapat merasakan kehidupan seksualnya karena alat
kelaminnya tidak mengalami kerusakan akbibat sirkumsisi. Perempuan tersebut
101
kemungkinan tidak akan menerima begitu saja poligami pada kehidupan sosial.
Masalahnya pada daerah tertentu aturan adat dan agama melegalkan poligami dan
perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk merubah peraturan tersebut karena
perempuan tersebut bagian dari kehidupan sosial budaya dan kehidupan
beragama.
Hampir semua budaya di seluruh budaya mengenal praktek poligami dan
hanya sedikit sekali budaya yang mengenal poliandri (Crooks dan Baur, 2010:
379). Praktek poliandri atau perempuan yang memiliki banyak suami dapat
ditemukan di India bagian utara dan di Tibet. Poliandri dalam daerah tersebut
dibenarkan oleh budaya, jadi poliandri dalam dua daerah tersebut wajar bahkan
menjadi suatu kebanggaan (Ma, 2011: 242). Di berbagai budaya manapun di
dunia dapat ditemukan praktek poligami terutama dilakukan oleh kepala suku,
keluarga kerajaan, dan juga orang terpandang. Poligami menjadi kewajaran di
berbagai daerah karena budaya juga mengatur tentang poligami. Poligami menjadi
semakin kuat ketika dilegalkan pula dalam agama.
Poligami merupakan simbol kekuasaan laki-laki karena laki-laki menjadi
pemain kunci dalam kehidupan rumah tangga sementara perempuan menjadi
obyek dan merelakan cintanya dibagi dalam satu keluarga. Dalam peradabanperadaban kuno raja bebas mempunyai istri dalam jumlah yang tidak terbatas.
Perempuan dalam kehidupan raja tidak hanya berakhir pada istri-istrinya namun
juga terdapat perempuan lain yaitu perempuan pelayan raja atau selir yang
kemungkinan besar memiliki hubungan layaknya suami istri dengan raja (Turner,
2008: 105). Praktek poligami juga masih terdapat dalam kehidupan raja sampai
102
sekarang. Tidak hanya raja, kepala suku di beberapa daerah biasanya memiliki
istri lebih dari satu. Mempunyai istri lebih dari satu mempunyai banyak makna
serta tujuan antara lain sebagai kepala suku atau raja yang perkasa, mempunyai
kekuasaan tak terbatas, untuk menaklukkan atau menjalin persahatan dengan
daerah lain, dan sebagainya. Dengan adanya poligami seorang raja atau kepala
suku menjadi tersamarkan kekurangannya (Gluckman, 2012: 135).
Dari penjelasan di atas sebenarnya praktek poligami sudah ada sebelum
Islam dan sebenarnya tidak ada alasan untuk memojokkan Islam dalam hal
poligami karena sebetulnya poligami dalam Islam yang tertulis dalam al-Qur’an
merupakan sebuah aturan dan pembatasan dalam poligami. Nabi Muhammad
melakukan poligami karena berbagai alasan dan tujuan. Tidak semua perempuan
yang dinikahi cantik dan berusia muda, akan tetapi Nabi Muhammad menikahi
perempuan-perempuan untuk menolong karena statusnya sebagai janda dan juga
untuk memperkuat Islam karena menikah dengan anak sahabatnya sendiri. Nabi
Muhammad sebenarnya lebih lama hidup monogami dengan Khadijah daripada
melakukan poligami (Ali, 2014: 138).
Poligami yang terjadi pada kehidupan sekarang khususnya poligami yang
dilakukan oleh orang Muslim sebenarnya hanya melihat dasar pembolehan dalam
al-Qur’an tanpa melihat sejarah dan juga tanpa melihat poligami yang dilakukan
Nabi Muhammad. Jika poligami sebenarnya dilakukan pada saat ini, mungkin
laki-laki yang telah bersuami menikahi janda yang miskin, janda yang lebih tua
dari umurnya. janda yang telah memiliki banyak anak, janda yang tidak beragama
Islam, janda yang tidak cantik, dan sebagainya bukan istri kedua lebih muda dan
103
lebih cantik. Tapi kenyataannya berbeda dengan latar belakang sejarah polgami
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad.
Tradisi sirkumsisi perempuan menunjukkan bahwa laki-laki memiliki
kekuatan superior dalam kehidupan seksual. Sirkumsisi perempuan pada
kenyataannya tidak terdapat tata cara dan hukum yang pasti dalam agama karena
hingga saat ini sirkumsisi perempuan masih menjadi polemik dan diperdebatkan.
Pada kenyataannya terdapat praktek sirkumsisi perempuan di daerah yang
mayoritas beragama Islam seperti negara-negara di Afrika dan jarang ditemukan
di daerah mayoritas Islam di daearah Asia jika dilihat dari faktor agama. Pada saat
ini, sirkumsisi perempuan dapat digolongkan menjadi beberapa tipe. Jika
perempuan meniru sirkumsisi perempuan Hajar tentu sekarang ditemukan satu
tipe saja dan terdapat tata cara yang pasti mengenai sirkumsisi perempuan. Dari
hal tersebut dapat diketahi bahwa budaya yang didalamnya terdapat elemen lakilaki memiliki peranan kuat sehingga sirkumsisi perempuan menjadi sebuah
tafsiran yang sangat luas dalam tujuan dan juga tata caranya selama kurun waktu
4000 tahun.
Tradisi
sirkumsisi
perempuan
dilihat
dari
makna,
tujuan,
dan
perkembangannya selama 4000 tahun dapat disimpulkan bahwa laki-laki menjadi
kekuatan sentral dalam kehiudpan seksual. Laki-laki mempunyai kuasa akan
poligami yang tidak terbatas jika dilihat dari sejarah. Laki-laki juga berhak
memiliki kesucian perempuan yang dinikahinya karena salah satu tujuan
sirkumsisi perempuan untuk menjaga keperawanan perempuan sehingga
perempuan diharuskan melakukan sirkumsisi sebelum menikah.
104
Jika
dilihat
dari
tiga
sirkumsisi
pada
perempuan
semuanya
menguntungkan laki-laki. Tipe satu jenis kedua yang melibatkan pemotongan
klitoris sangat berhubungan dengan poligami, begitu pula dengan tipe dua dan tipe
tiga yang melibatkan pemotongan klitoris. Hal tersebut karena perempuan yang
mengalami kerusakan atau kehilangan klitorisnya akan mengalami penurunan
nafsu seksual atau seks dingin sehingga perempuan tersebut kurang peduli
terhadap kehidupan seksualnya. Sirkumsisi tipe dua yang melibatkan pemotongan
labia minora dalam jangka panjang akan menjaga keindahan bentuk vagina karena
labia minora tidak akan bertambah panjang seiring bertambahnya usia. Keindahan
vagina tersebut yang menguntungkan kaum laki-laki karena nafsu seksualnya
terhadap pasangannya tetap terjaga. Sementara sirkumsisi tipe tiga sangat
menguntungkan kaum laki-laki karena istrinya akan menjadi perawan sepanjang
hidupnya. Sirkumsisi tipe tiga akan menyebabkan perempuan yang bersangkutan
memiliki alat kelamin seperti gadis yang belum menikah karena lubang vaginanya
telah dipersempit.
Selain kebersihan, tujuan sirkumsisi pada umumnya pada laki-laki dan
perempuan adalah untuk mencegah masturbasi (Abusharaf, 2006: 65). Masturbasi
merupakan perbuatan tercela dalam agama. Masturbasi dilakukan baik oleh lakilaki dan perempuan karena nafsu seksual yang tidak terkontrol dan juga belum
memasuki masa aktif melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan.
Pada akhirnya untuk memuaskan nafsunya baik laki-laki maupun perempuan
melakukan sendiri tanpa melibatkan lawan jenis. Pada perempuan untuk
menstabilkan nafsu dengan melakukan sirkumsisi terdapat kebenaran karena dapat
dibuktikan dalam aspek medis sedangkan untuk laki-laki, sirkumsisi tidak
105
mempunyai pengaruh karena nafsu seksual laki-laki terdapat dalam testisnya. Jika
testis rusak atau hilang maka laki-laki sepenuhnya tidak mempunyai nafsu dan
juga tidak bisa mempunyai keturunan. Perempuan sebaliknya, walaupun alat
kelamin luarnya baik klitoris maupun labia minora rusak atau hilang masih bisa
mempunyai keturunan karena alat reproduksi perempuan terdapat di dalam
rahimnya yaitu terdapat di bagian dalam alat kelamin. Penjelasan itulah yang
memperkuat alasan bahwa untuk mengurangi nafsu seksual tanpa merusak alat
reproduksi hanya bisa dilakukan kepada perempuan saja.
Sirkumsisi perempuan selain berhubungan dengan poligami jika dilihat
dari sudut superioritas laki-laki terdapat keterkaitan dengan pernikahan. Hal
tersebut dilandasi tradisi sirkumsisi pada perempuan sebelum menikah.
Pernikahan antara laki-laki dan perempuan tujuan utamanya adalah untuk
mempunyai keturunan dan mendapatkan kepuasan seksual yang akhirnya
mendapatkan kebahagiaan hidup. Hubungan sirkumsisi perempuan dalam
kehidupan rumah tangga bisa dikatakan sangat terkait erat. Pada masyarakat Mesir
yang hidup jauh dari kota besar, perempuan yang disirkumsisi mendapatkan
tempat istimewa dalam kehidupan rumah tangga. Perempuan yang telah
disirkumsisi lebih mudah menikah karena tradisi budaya menjelaskan bahwa
sebaiknya perempuan sebelum menikah harus disirkumsisi. Pada hakikatnya
masyarakat Mesir yang masih menjunjung tradisi sirkumsisi perempuan percaya
bahwa perempuan yang telah disirkumsisi akan membawa kebagahiaan dalam
rumah tangga.
106
Dominasi kaum laki-laki dalam kehidupan rumah tangga tidak hanya
dalam kehidupan seksual saja, namun laki-laki juga bebas dari rasa salah dalam
rumah tangga terutama masalah kemandulan. Padahal belum tentu kemandulan
berasal dari kaum perempuan, bisa saja laki-lakinya yang mandul sehingga tidak
bisa membuahi telur di rahim istrinya (Cadden, 1995: 241). Oleh sebab itu di
Mesir terdapat tradisi menjadi perempuan gemuk lebih baik daripada perempuan
kurus karena perempuan gemuk adalah calon istri yang subur dan tidak mandul.
Di Mesir pula masih terdapat perempuan yang selalu memakai baju hitam yang
mempunyai arti kesuburan pula. Kemungkinan hal tersebut dilakukan karena
tekanan dari budaya atas superioritas kaum laki-laki.
Kesalahan lain dalam rumah tangga yang dilimpahkan pada kaum
perempuan juga adalah perceraian dan juga masalah perselingkuhan. Perceraian
memang dapat terjadi karena masalah ekonomi namun dapat juga karena masalah
cinta dan sebagainya. Perceraian antara suami dan istri karena ekonomi yang
disalahkan biasanya perempuan karena tidak dapat menerima pendapatan suami
atau tidak puas dengan pendapatan suami, padahal bisa saja pihak suami memang
tidak bertanggungjawab. Begitu pula dengan kasus perselingkuhan, yang
disalahkan juga perempuan padahal bisa saja yang memulai perselingkuhan
tersebut laki-laki. Dalam kasus perselingkuhan mungkin juga disebabkan terlalu
dinginnya perempuan dalam kehidupan seksual akibat alat kelaminnya telah
disirkumsisi namun hal tersebut bukan kesalahan perempuan karena tradisi
budayalah yang membuat aturan tersebut. Dalam hal rumah tangga, baik
perceraian dan perselingkuhan seringkali perempuanlah yang dirugikan dari pada
laki-laki terlebih dalam masalah yang menyangkut kekerasan dalam rumah tangga
107
(Harvey dan Gow, 1994: 75). Hal tersebut memang dibangun dari superioritas
laki-laki yang didukung oleh kekuatan budaya dan pemahaman ajaran agama
secara dangkal.
Secara kehidupan sosial, perempuan Mesir memiliki kemajuan dari pada
perempuan di negara Timur Tengah lainnya misalnya bisa bekerja layaknya kaum
laki-laki di segala bidang, kecuali bidang yang menyangkut keagamaan. Secara
penampilan dan cara hidup, perempuan Mesir juga lebih terbuka dari pada
perempuan Timur Tengah lainnya. Jika dibandingkan dengan perempuan Arab
Saudi yang menyetir mobil di jalanan umum saja dilarang, jelas perempuan Mesir
lebih bebas dan juga mempunyai peran yang aktif dalam kehidupan sosial.
Perempuan Mesir memang mempunyai keunggulan namun kekurangannya adalah
perempuan Mesir adalah masih terbelenggu oleh tradisi sirkumsisi.
Hal yang perlu diketahui lagi adalah hegemoni patriarki dalam kehidupan
sosial berkaitan erat dengan agama. Keterkaitan tersebut adalah hampir semua
ulama Islam di dunia didominasi oleh kaum laki-laki. Jabatan-jabatan strategis
seperti ulama besar yang biasanya menjadi mufti yang tugasnya mengeluarkan
fatwa adalah laki-laki dari masa perkembangan Islam hingga sekarang. Pada masa
lalu tepatnya pada masa perkembangan madzab masalah sirkumsisi perempuan
ditangan kaum laki-laki melalaui pemikiran ulama-ulam Islam. Oleh sebab itu,
tradisi sirkumsisi perempuan secara tidak langsung tercipta karena peran kaum
laki-laki yang menghegemoni kehidupan sosial budaya.
108
BAB IV
SIRKUMSISI PEREMPUAN PERSPEKTIF ISLAM
Sirkumsisi perempuan menjadi sebuah problem yang terus diperdebatkan
pada masa awal Islam hingga sekarang. Hal tersebut terjadi karena pada masa
awal Islam, sirkumsisi perempuan telah terdapat pada realita kehidupan sosial
masyarakat. Hal tersebut didasarkan adanya hadist yang menjelaskan sirkumsisi
bagi kaum perempuan. Permasalahan tersebut menjadi polemik karena sirkumsisi
perempuan tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad juga tidak
pernah melarang praktek sirkumsisi bagi perempuan. Walaupun al-Qur’an tidak
menjelaskan secara langsung namun terdapat ayat yang memerintahkan untuk
mentaati Rasulullah termasuk ibadah yang telah dilakukan oleh Ibrahim. Pada
perkembangannya, ayat yang dimaksud dalam al-Qur’an tersebut ditafsirkan oleh
para ulama mengandung perintah untuk melakukan sirkumsisi.
Pada perkembangannya, perempuan juga terlibat dengan sirkumsisi. Hal
tersebut diketahui bahwasannya Hajar adalah perempuan yang disirkumsisi.
Madzab Syafi’i merupakan madzab yang menjelaskan bahwa sirkumsisi wajib
bagi perempuan. Sementara madzab-madzab yang lain berbeda, yaitu perempuan
boleh melakukan maupun tidak melakuakan sirkumsisi. Catatannya tidak ada
satupun madzab tersebut yang melarang sirkumsisi bagi perempuan.
4.1 Hukum Sirkumsisi dalam Islam
Sumber hukum Islam ada dua, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist. Untuk
mengakji sirkumsisi perempuan dari sudut pandang Islam, sangat diperlukan dua
sumber tersebut. Al-Qur’an merupakan perintah dari Allah dan al-Hadist
109
merupakan ucapan, tindakan, dan sikap Nabi Muhammad ketika masa hidupnya.
Sirkumsisi perempuan sendiri merupakan tradisi kuno yang jauh ada sebelum
Islam. Pada masa awal perkembangan Islam, tradisi tersebut telah bersinggungan
dengan Islam. Hal tersebut dapat diketahui terdapatnya hadist yang menjelaskan
sirkumsisi perempuan pada masa tersebut.
4.1.1 Sirkumsisi Perkspektif al-Qur’an
Di
dalam
al-Qur’an
praktek
sirkumsisi
tidak
dibahas
namun
memerintahkan umat Islam untuk mentaati Nabi Muhammad.28Dalam al-Qur’an
hanya digambarkan secara umum seperti dalam Surat al-Baqarah ayat 124.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat,
lalu dia melaksanakan dengan sempurna (2: 124).
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama
Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah termasuk orang musyrik” (16:123)
Perintah Tuhan di yang tertulis dalam Surat al-Baqarah ayat 124 yaitu
“beberapakalimat”29 ditafsirkan salah satunya adalah perintah untuk melakukan
sirkumsisi yang tujuannya menyempurnakan ibadah Ibrahim kepada Tuhan.
28
Al-Qur’an tidak pernah membahas tentang keharusan sirkumsisi secara langsung. AlQur’an menyebut nama Ibrahim di dalam al-Qur’an sebanyak 69 kali diantaranya dipercaya
mengandung perintah tentang sirkumsisi namun tidak disebutkan secara terang.
29
Dalam pandangan lain al-Thabari (1992: 143-146) menambahkan bahwa “beberapa
kalimat” bermakna enam perintah Tuhan kepada Ibrahim mengenai tubuh yaitu mencukur rambut
kemaluan, mencukur rambut ketiak, mencukur kumis, memotong kuku, mandi di Hari Jumat, dan
sirkumsisi. Selain itu terdapat empat perintah Tuhan kepada Ibrahim yaitu mengelilingi Kabah,
berjalan antara Marwah dan Safah, melempar setan dengan batu, dan pergi dari Arafah ke
Muzdalifah. Keempat perintah tersebut dilakuakan ketika Ibrahim menjalankan ritual haji. AlThabari juga menjelaskan bahwa maksud dari “beberapa kalimat” tersebut adalah mengabaikan
aturan suku ketika akan mengorbankan Ismail untuk disembelih dan perintah untuk melakukan
sirkumsisi. Sedangkan al-Razi (1978: 37) menjelaskan bahwa maksud “beberapa kalimat” adalah
mengenalkan Tuhan kepada ayah Ibrahim dan juga masyarakat Babilonia, shalat, puasa,
bersedekah, dan berlaku ramah tamah kepada tamu.
110
Perintah terhadap Ibrahim lainnya seperti hijrah, melaksanakan haji, melakukan
kurban, dan sebagainya. Kemudian di Surat al-Nahl ayat 123, Tuhan memerintah
Nabi Muhammad untuk mengikuti ajaran yang telah dilaksanakan Nabi Ibrahim
termasuk perintah untuk sirkumsisi.
Al-Thabari (1978: 414-416) menjelaskan bahwa ada lima praktek
kebersihan yang harus dilakukan Ibrahim di bagian kepala seperti mencukur
kumis, berkumur, menghirup air dengan hidung, memakai kayu untuk
membersihkan gigi atau bersiwak, dan memelihara uban. Perintah lainnya adalah
lima praktek mengenai tubuh seperti memotong kuku, mencukur rambut kelamin,
mencukur rambut ketiak, membersihkan alat kelamin dengan air, dan sirkumsisi.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama dan lebih baik akibatnya (4: 59).
Dantaatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat (3: 132).
Dalam al-Qur’an ayat yang menjelaskan harus mentaati Nabi Muhammad
yang banyak ditafsirkan mentaati perintahnya ditulis sebanyak 18 kali. Selain
pada Surat Ali Imran ayat 132 dan Surat al-Nisa ayat 59, perintah untuk mentaati
Nabi Muhammad juga terdapat pada Surat Ali Imran ayat 31, Surat al-Nisa ayat
65 dan 69, Surat al-A’raf ayat 158, Surat al-Anfal ayat 1, 20, 24, dan 46, Surat alTaubah ayat 71, Surat al-Nur ayat 56, Surat al-Ahzab ayat 36, Surat Muhammad
111
ayat 33, Surat al-Mujaddalah ayat 13, Surat al-Hasyr ayat 7, dan Surat alTaghabun ayat 12.
Sirkumsisi secara umum memang tidak dijelaskan secara eksplisit di
dalam al-Qur’an, apalagi mengenai sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi ternyata
dijelaskan dengan jelas dalam hadist terutama sirkumsisi terhadap laki-laki.
Perintah dalam al-Qur’an tersebut merupakan perintah untuk mentaati Nabi
Muhammad di dalam sesuatu yang tidak dijelaskan di al-Qur’an, begitu pula
dengan hal shalat. Shalat memang diperintahkan di al-Qur’an namun tata cara
shalat dijelaskan secara jelas di dalam hadist. Keberadaan sirkumsisi perempuan
juga merupakan penjabaran dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan
karena Nabi Muhammad dalam kenyataannya juga tidak pernah melarang
keberadaan tradisi sirkumsisi perempuan di masanya. Nabi Muhammad hanya
memberikan sebuah aturan dan juga pendapat mengenai sirkumsisi perempuan
yang akhirnya melahirkan sebuah hadist yang hingga kini dijadikan acuan dalam
sirkumsisi perempuan.
4.1.2 Sirkumsisi Perspektif Hadist
Sumber hukum kedua sirkumsisi dalam Agama Islam adalah hadist.
Pengertian hadist dibagi menjadi tiga yaitu perkataan Nabi Muhammad yang
mengandung sebuah ketetapan, perbuatan Nabi Muhammad, dan sikap Nabi
Muhammad atas tindakan para sahabat. Hadits merupakan penjabaran suatu
masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dan detail oleh al-Qur’an. Shalat
merupakan ibadah bagi umat Islam yang tidak dijelaskan secara detail mengenai
112
gerakan, bacaan, jumlah rokaat dalam shalat, dan sebagainya namun dijelaskan
dengan detail dalam hadist.
Hadist menjelaskan bahwa Ibrahim merupakan orang pertama yang
melakukan sirkumsisi dan tindakan yang dilakukan Ibrahim merupakan panutan
bagi orang Muslim. Nabi Muhammad juga melakukan praktek sirkumsisi namun
banyak versi30 yang menjelaskan tentang sirkumsisi Nabi Muhammad. Nabi
Muhammad merupakan manusia pilihan Tuhan yang telah disirkumsisi sejak
dilahirkan. Versi lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad disirkumsisi oleh
kakeknya yang bernama Abdul Muthalib ketika berusia tujuh hari (al-Ansari,
1986: 36).
‫ﱠﺐ َﻋ ْﻦ اَﺑِ ْﻲ‬
ِ ‫ﺴﻴ‬
َ ‫َﺎب َﻋ ْﻦ َﺳ ِﻌ ْﻴ ِﺪ ﺑْ ِﻦ اﻟْ ُﻤ‬
ٍ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻳَ ْﺤﻴَﻰ ﺑْ ُﻦ ﻗَـ َﺰ َﻋﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ ُﻢ ﺑْ ُﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ‬
‫ْﺨﺘَﺎ ُن‬
ِ ‫ﺲ اﻟ‬
ٌ ‫َﺎل اﻟْ ِﻔﻄْ َﺮةُ َﺧ ْﻤ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
َ ‫ﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨﻪُ َﻋ ْﻦ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ‬
ِ ‫ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ َر‬
‫ِب َوﺗَـ ْﻘ ِﻠ ْﻴ ُﻢ اْ ِﻹﻇْ َﻔﺎ ِر‬
ِ ‫ﺺ اﻟﺸﱠﺎر‬
‫ْﻂ َوﻗَ ﱡ‬
ِ ‫ْﻒ اْ ِﻹﺑ‬
ُ ‫َواْ ِﻹ ْﺳﺘِ ْﺤﺪَاد َُوﻧَـﺘ‬
Telah bercerita kepadakuYahya bin Qazaah dari Ibrahim bin Sa’d dari Ibnu
Syihab dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau
bersabda “Fitrah itu ada lima yaitu berkhitan (sirkumsisi), mencukur bulu
kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, dan memotong kuku”. (Hadist
riwayat Ibn Majah).
‫َج َﻋ ْﻦ أَﺑِ ْﻲ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮَة أَ ﱠن‬
ِ ‫ِﻲ َﺣ ْﻤ َﺰَة َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ اﻟ ﱢﺰﻧَﺎ ِد َﻋ ِﻦ اْﻷَ ْﻋﺮ‬
ْ ‫ْﺐ ﺑْ ُﻦ أَﺑ‬
ُ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎأَﺑُﻮ اﻟْﻴَﻤَﺎ ِن أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ ُﺷ َﻌﻴ‬
‫ﺎل ا ْﺧﺘَﺘَ َﻦ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ ُﻢ ﺑَـ ْﻌ َﺪ ﺛَﻤَﺎﻧِْﻴ َﻦ َﺳﻨَﺔً ﺑِﺎﻟْ َﻘﺪُوٍْم‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
َ ‫ﷲ‬
ِ ‫ْل ا‬
َ ‫َرﺳُﻮ‬
30
Terdapat empat versi mengenai sirkumsisi Nabi Muhammad. Versi pertama adalah Nabi
Muhammad lahir dengan kondisi telah disirkumsisi dan tali pusarnya telah terpotong. Hal tersebut
dijelaskan oleh Malik dan Ibn Abbas tentang sirkumsisi Nabi Muhammad. (al-Asbahani, 1988:
99). Versi kedua menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ketika berumur empat tahun disirkumisisi
oleh Jibril ketika mensucikan Nabi Muhammad dengan cara membelah tubuh Nabi Muhammad
dan kemudian membersihkan tubuh Nabi Muhammad dari segala kotoran termasuk kotoran yang
ada dalam hati (al-Ashabani, 1988: 104). Versi ketiga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad
disirkumsisi oleh kakeknya ketika berumur tujuh hari. Versi keempat menjelaskan bahwa
sebenarnya Nabi Muhammad terlahir dalam keadaan telah disirkumsisi namun tidak sempurna.
Kakeknya, Abdul Muthalib kemudian menyempurnakannya (al-Halabi, 1983: 54).
113
Telah bercerita kepadakuAbu al-Yaman dari Syu’aib bin Abu Hamzah dari Abu
al-Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda “Ibrahim
berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun dan beliau khitan dengan
menggunakan kampak”. (Hadist riwayat Imam Bukhari).
Hadist tersebut merupakan hadist shahih menurut ulama hadist karena
periwayat hadistnya dapat dipercaya. Hadist tersebut menjelaskan lima perkara
sunah yang dikerjakan manusia dalam membersihkan diri yaitu sirkumsisi,
mencukur bulu kemaluan, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur
kumis. Sirkumsisi dalam hadist tersebut memang umum tanpa menjelaskan
apakah sirkumsisi untuk laki-laki saja atau perempuan juga termasuk didalamnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadist tentang waktu Nabi Ibrahim
melakukan sirkumsisi yaitu pada umur delapan puluh tahun dengan menggunakan
kampak. Hal tersebut dilakukan Ibrahim karena mendapat perintah dari Tuhan
untuk membersihkan diri dari najis yaitu kotoran dari air kencing yang
mengendap di kulit ujung penis. Tindakan Ibrahim tersebut akhirnya dilakukan
juga oleh orang-orang setelahnya seperti orang-orang Yahudi dan akhirnya juga
dilakukan oleh orang-orang Islam karena Nabi Muhammad juga memerintahkan
orang Islam untuk melakukan sirkumsisi.
Selain hadist tersebut, terdapat hadist lain yang berkaitan dengan
sirkumsisi. Kekuatan hadist tersebut memang tidak sekuat hadist di atas, namun
tidak semuanya lemah karena hadist-hadist tersebut juga mempunyai kesamaan
yang juga dibenarkan oleh para ulama hadist. Uthaim Ibn Kulaibmenjelaskan
bahwa kakek Nabi Muhammad mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa dia
telah masuk Islam. Nabi Muhammad berkata kepada kakeknya “Cukurlah
114
rambutmu”. Sumber lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad berkata“Cukurlah
rambutmu dan lakukanlahsirkumsisi” (Ibn Hajar, 1975: 341).Abu Hurairah
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bersabda “Setiap orang yang masuk Islam
harus disirkumsisi walaupun sudah tua” (Ibn Qayyim, 1995: 64).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah “Dapatkah seseorang yang belum
disirkumsisi berhaji di Mekah?” Rasulullah menjawab “Tidak, hingga dia
melakukan sirkumsisi” (Ibn Qayyim, 1995: 64).Hadist dari Ali,“Seseorang yang
masuk Islam haruslah disirkumsisi meskipun telah berumur 80 tahun” (al-Kalini,
1981: 37).Hadist dari Ja’far al-Shadiq,“Salah satu ritual bagi bayi adalah
mensirkumsisinya pada hari ke tujuh” (al-Kalini, 1981: 36).
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa sirkumsisi bagi orang Islam
khususnya laki-laki sangat penting bahkan jika dilihat dari teks, hukumnya wajib
karena Islam tidak lengkap tanpa sirkumsisi. Hadist-hadist tersebut tidak
mencantumkan sirkumsisi yang dimaksud untuk laki-laki saja atau juga
perempuan di dalamnya. Mayoritas ulama Islam menafsirkan bahwa yang
dimaksud untuk bersirkumsisi adalah kaum laki-laki.
4.1.3 Sirkumsisi Perempuan Perspektif Hadist
Pada dasarnya memang tidak terdapat hadist yang kuat dalam menjelaskan
hukum sirkumsisi bagi perempuan. Keberadaan sirkumsisi perempuan yang sudah
ada sebelum Islam membuat agama Islam secara tidak langsung juga terkait
dengan sirkumsisi, karena Nabi Muhammad secara langsung juga pernah
mengeluarkan hadist yang menjelaskan tentang sirkumsisi perempuan. Hadist dari
Nabi Muhammad mengenai sirkumsisi perempuan pada hakikatnya tidak kuat
115
karena masalah runtutan pencerita hadist yang tidak kuat. Namun Ulama hadist
juga meyakini bahwa hadist mengenai sirkumsisi perempuan memang benar ada
namun hukumnya tidak wajib karena hadistnya tidak kuat. Berikut ini hadist yang
menerangkan tentang sirkumsisi perempuan.
‫ﱠﺣﻴ ِْﻢ اْﻷَ ْﺷ َﺠ ِﻌ ﱡﻲ ﻗَﺎﻻَ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ‬
ِ‫ﱠﺎب ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﺮ‬
ِ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴﻤَﺎ ُن ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ ِﻦ اﻟ ﱢﺪ َﻣ ْﺸ ِﻘ ﱡﻲ َو َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮﻫ‬
‫ِﻚ ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤ ْﻴ ٍﺮ َﻋ ْﻦ اُ ﱢم‬
ِ ‫ﱠﺎب اﻟْﻜ ُْﻮﻓِ ﱡﻲ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟْ َﻤﻠ‬
ِ ‫َﺎل َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ َْﻮﻫ‬
َ ‫ﻣَﺮْوَا ُن َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﺣﺴﱠﺎ ُن ﻗ‬
‫ِﻲ‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠ ُﻬ َﻌﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻻَ ﺗُـ ْﻨ ِﻬﻜ‬
َ ‫َﺎل ﻟَﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ‬
َ ‫َﺖ ﺗَ ْﺨﺘِ ُﻦ ﺑِﺎﻟْ َﻤ ِﺪﻳْـﻨَ ِﺔ ﻓَـﻘ‬
ْ ‫َﻋ ِﻄﻴﱠﺔَ اْﻷَ ﻧْﺼَﺎ ِرﻳﱠِﺔ أَ ﱠن ا ْﻣ َﺮأَةً ﻛَﺎﻧ‬
‫ْﻞ‬
ِ ‫َﺐ اِﻟَﻰ اﻟْﺒَـﻌ‬
‫ِﻚ أَ ْﺣﻈَﻰ ﻟِ ْﻠﻤ َْﺮأَةِ َوأَﺣ ﱡ‬
َ ‫ﻓَِﺈ ﱠن ذَﻟ‬
Telah bercerita kepadakuSulaiman ibn Abd al-Rahman al-Dimasyqi dan Abd alWahhab ibn Abd al-Rahim al-Asyja’i dari Marwan dari Muhammad ibn Hassan
dari Abd al-Wahhab al-Kufi dari Abd al-Malik ibn Umair dari Ummi al-Athiyah
al-Anshari yang berprofesi sebagai tenaga khitan perempuan di Madinah, Nabi
Muhammad bersabda “Jangan berlebihan dalam memotong, karena
sesungguhnya hal tersebut dapat memuaskan perempuan dan akan lebih
menggairahkan dalam bersetubuh”. (Hadist riwayat Abu Dawud).
Diriwayat lain berbunyi “Potonglah dan jangan berlebihan, karena
sesungguhnya hal tersebut menyenangkan bagi perempuan dan disukai oleh
suami”. Dalam hadist Nabi Muhammad berkata kepada Umm’Athiyah “Wahai
Umm ‘Athiyah, potonglah namun jangan berlebihan karena hal tersebut dapat
mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suami”. (Abu Dawud, 1974: 421).
Di riwayat lain, Nabi Muhammad berkata kepada perempuan yang
bernama Umm Habibah“Apakah kamu akan tetap melakukan hal tersebut?”
Kemudian perempuan tersebut menjawab “Sampai hal tersebut dilarang dan
kamu melarang untuk melakukan hal tersebut (sirkumsisi perempuan)”.
Kemudian Nabi Muhammad menjawab “Tentu saja jika diperbolehkan”.
Kemudian Nabi Muhammad berkata “Wahai Umm Habibah, jika kamu
116
melakukannya
maka
janganlah
berlebihan
karena
hal
tersebut
dapat
mencerahkan wajah dan dapat membuat senang suami” (Abu Dawud, 1974:
421). Ulama Mesir yang bernama Syeikh Jad al-Haq ‘Ali Jad al-Haq menjelaskan
hadist yang menceritakan percakapan Nabi Muhammad dengan Umm Habibah
merupakan hadist lemah (Sahlieh, 2012: 660). Sahlieh ( 2012: 189) juga
menambahkan perempuan yang disirkumsisi oleh Umm ‘Athiyah atau Umm
Habibah bukanlah perempuan dalam kategori luas namun perempuan yang satus
sosialnya berupa budak dan perempuan Jawari.31
Suryadilaga (2009: 33) menjelaskan hadist dari Umm ‘Athiyah yang
dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud terdiri dari tujuh periwayat yaitu Umm
‘Athiyah al-Anshari, Abd Malik Ibn Umair, Muhammad Ibn Hassan, Marwan,
Abd al-Wahhab, Sulaiman Ibn Abd al-Rahman, dan Abu Dawud. Enam periwayat
hadist diterima kecuali periwayat ketiga yaitu Muhammad Ibn Hassan. Jadi hadist
dari Umm ‘Athiyah tentang sirkumsisi perempuan lemah. Hadist tersebut memang
tidak kuat karena nama perempuan yang diceritakan dalam hadist pada hakikatnya
berbeda yaitu Umm ‘Athiyah dan Umm Habibah.Walaupun terdapat perbedaan
hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi Muhammad membuat
aturan dalam sirkumsisi perempuan yang ada di Jazirah Arab pada waktu itu yaitu
hati-hati dalam sirkumsisi dengan memerintah agar tidak berlebihan dalam
memotong.
‫َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اﻟ َْﻮﻟِْﻴ ُﺪ ﺑْ ُﻦ‬
َ ‫ِﺴ ﱡﻲ َو َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ اِﺑْـﺮَا ِﻫ ْﻴ َﻢ اﻟ ﱢﺪ َﻣ ْﺸ ِﻘ ﱡﻲ ﻗ‬
ِ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﻠِ ُﻲ اﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ اﻟﻄﱠﻨَﺎﻓ‬
‫ْج‬
ِ ‫ﺸﺔَ زَو‬
َ ِ‫َﺎﺳ ُﻢ ﺑْ ُﻦ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋ‬
ِ ‫َﺎﺳ ِﻢ أَ ْﺧﺒَـ َﺮﻧَﺎ اﻟْﻘ‬
ِ ‫ُﻣ ْﺴﻠ ٍِﻢ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ اْﻷ َْوزَا ِﻋ ﱡﻲ أَﻧْـﺒَﺄَﻧَﺎ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ﺑْ ُﻦ اﻟْﻘ‬
31
Perempuan Jawari merupakan perempuan dari musuh yang mengalami kekalahan
dalam perang yang kemudian dijadikan budak
117
‫ﷲ‬
ِ ‫ْل ا‬
ُ ‫َﺐ اﻟْﻐُ ْﺴ ُﻞ ﻓَـ َﻌ ْﻠﺘُﻪُ أَﻧَﺎ َوَرﺳُﻮ‬
َ ‫ْﺨﺘَﺎﻧَﺎ ِن ﻓَـ َﻘ ْﺪ َوﺟ‬
ِ ‫ﺖ إِذَا اﻟْﺘَـﻘَﻰ اﻟ‬
ْ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎﻟ‬
َ ‫اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺎ ْﻏﺘَ َﺴ ْﻠﻨَﺎ‬
َ
Telah bercerita kepadakuAli ibn Muhammad al-Tanafasi dan Abd al-Rahman ibn
Ibrahim al-Dimasyqi dari Walid ibn Muslim dari Auza’i dari Abd al-Rahman ibn
al-Qasim dari al-Qasim ibn Muhammad dari Aisyah istri Nabi Muhammad, Siti
Aisyah berkata “Jika telah bertemu dua khitan maka sungguh telah wajib mandi,
saya melakukannya dengan Rasulullah, maka kamipun mandi”.(Hadist riwayat
Ibn Majah)
Siti Aisyah dalam hadistnya “Jika seorang lelaki telah duduk di antara
cabang wanita yang empat dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain
maka telah wajib mandi”. Siti Aisyah juga menambahkan ”Apabila khitan telah
melewati khitan maka wajiblah mandi”. Di riwayat lain, Abu Hurairah
menjelaskan bahwasanya Nabi Muhammad bersabda“Apabila telah duduk
diantara empat cabang dan melekatnya khitan dengan khitan maka wajiblah
mandi”.(al-Baihaqi, 1994: 462-468).
Hadist di atas menjelaskan tentang sesuatu yang mewajibkan mandi untuk
menghilangkan hadast besar. Sesuatu yang mewajibkan mandi salah satunya
adalah bertemunya antara khitan atau alat kelamin laki-laki dengan perempuan.
Boleh dikatakan hal yang mewajibkan mandi adalah berhubungan seksual baik
dengan ejakulasi maupun tidak asalkan alat kelamin laki-laki dengan perempuan
telah bertemu. Hadist tersebut juga mempunyai banyak penafsiran yaitu yang
dimaksud khitan atau sirkumsisi pada perempuan adalah sebatas simbol terhadap
alat kelamin namun di sisi lain bermakna sirkumsisi dalam arti sebenarnya. Jadi
pada masa tersebut perempuan juga melakukan sirkumsisi layaknya laki-laki.
118
Hadist inilah yang melandasi tetap terjaganya sirkumsisi perempuan hingga
sekarang.
‫ْﺢ ﺑْ ِﻦ أُﺳَﺎ َﻣﺔَ َﻋ ْﻦ أَﺑِْﻴ ِﻪ أَ ﱠن‬
ِ ‫ﱠﺎج َﻋ ْﻦ اَﺑِﻲ اﻟْ َﻤﻠِﻴ‬
ِ ‫ﱠام َﻋ ِﻦ اﻟْ َﺤﺠ‬
ِ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﺳ َﺮﻳْ ٌﺞ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﺒﱠﺎ ٌد ﻳَـ ْﻌﻨِ ْﻲ اﺑْ َﻦ اﻟْﻌَﻮ‬
‫َﺎل َﻣ ْﻜ ُﺮَﻣﺔٌ ﻟِﻠﻨﱢﺴَﺎ ِء‬
ِ ‫ْﺨﺘَﺎ ُن ُﺳﻨﱠﺔٌ ﻟِﻠ ﱢﺮﺟ‬
ِ ‫َﺎل اﻟ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
َ ‫اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ‬
Telah bercerita kepadaku Suraij dari Abbad ibn al-Awwam dari al-Hajjaj dari
Abu al-Malih ibn Usamah dari ayahnya (Usamah) sesungguhnya Nabi
Muhammad bersabda “Khitan itu sunah bagi laki-laki dan sebuah kemuliaan
bagi perempuan”. (Hadist riwayat dari Ahmad ibn Hanbal)
Di riwayat lain “Khitan atau sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan
kehormatan bagi perempuan”. Hadist tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Imam Baihaqi (al-Baihaqi, 1994: 63). Hadist di atas tersebut, pada
perkembangannya dijadikan landasan dalam sirkumsisi perempuan. Pada dasarnya
hadist tersebut kuat karena para perawi hadistnya kuat dan terpercaya namun yang
membuat lemah adalah terdapatnya satu perawi yang bernama Hajjaj Ibn Arthah
yang dinilai lemah dan tidak terpercaya (al-Qurthubi, 1987: 99). Suryadilaga
(2009: 38) menjelaskan bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh enam orang yaitu
Usamah, Amir Ibn Usamah, Hajjaj Ibn Arthah, Abbad al-Awam, Surai, dan
Ahmad Ibn Hanbal. Dari keenam orang periwayat hadist tersebut, periwayat
ketiga yaitu Hajjaj Ibn Arthah tidak diterima yang menyebabkan hadist tersebut
lemah.
Hadist ini juga akhirnya membuat penafsiran sirkumsisi perempuan
menjadi sangat luas terlebih dalam pandangan madzab-madzab Islam. Pada
dasarnya memang kewajiban sirkumsisi hanya untuk kaum laki-laki.Kata
kehormatan atau kemulian bagi perempuan dalam hadist tersebut menjadikan
119
tradisi sirkumsisi perempuan menjadi sebuah kebaikan bagi perempuan karena
mengandung sebuah kehormatan atau kemuliaan bagi seorang perempuan.
4.2 Hukum Sirkumsisi Perempuan Tinjauan Madzab Islam
Madzab-madzab dalam
Islam
berbeda dalam
melihat
sirkumsisi
perempuan. Terdapat empat madzab besar yang berpengaruh dalam memberikan
pandangan hukum sirkumsisi bagi kaum perempuan. Madzab-madzab tersebut
adalah Madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Selain empat madzab
tersebut juga dicantumkan pendapat sirkumsisi perempuan dari Syiah dan Ibadi.
4.2.1 Madzab Hanafi
Pada dasarnya Imam Hanafi menilai bahwa sirkumsisi pada laki-laki
hukumnya sunah sedangkan untuk perempuan merupakan sebuah kemuliaan atau
kehormatan. Sirkumsisi pada laki-laki menurut Imam Hanafi sunah karena
berdasarkan hadist yang menyebutkan bahwa fitrah atau sunah dari Nabi
Muhammad ada lima salah satunya sirkumsisi. Hadist tersebut adalah kuat. Pada
hadist lainnya juga dijelaskan bahwa Islam akan sempurna dengan adanya
sirkumsisi. Kelayakan ibadah seperti shalat dan haji jelas membutuhkan kesucian
jasmani dengan cara sirkumsisi pada laki-laki. Dari hal itu kesunahan pada
Madzab Hanafi juga memiliki hukum setara dengan wajib.
Imam Hanafi juga menilai bahwa perempuan tidak wajib untuk melakukan
sirkumsisi karena tidak terdapat dasar hukum yang kuat baik dari al-Quran dan alHadist yang menjelaskan tentang sirkumsisi perempuan secara teks langsung.
Sirkumsisi perempuan memang tidak wajib namun dari pandangan Imam Hanafi
120
sirkumsisi perempuan adalah suatu kemuliaan bagi perempuan. Perempuan boleh
melakukan boleh juga tidak melakukan sirkumsisi (al-Hajj, 2006: 9).
4.2.2 Madzab Maliki
Dalam masalah hukum sirkumsisi perempuan, Imam Maliki sama dengan
Imam Hanafi. Menurut Imam Maliki hukum sirkumsisi bagi laki-laki sunah dan
sirkumsisi bagi perempuan merupakan sebuah kemuliaan atau kehormatan.
Perempuan boleh melakukan praktek sirkumsisi dan juga boleh tidak
melakukannya karena menurut Imam Maliki tidak ada perintah tentang kesunahan
maupun kewajiban mengenai sirkumsisi terhadap perempuan. Hukum kemuliaan
atau kehormatan sirkumsisi bagi perempuan berdasarkan hadist namun yang
menjelaskan hal tersebut namun hadist tersebut tidak kuat (al-Azhar, 2004: 26 dan
al-Hajj, 2006: 9).
4.2.3 Madzab Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa sirkumsisi merupakan wajib bagi lakilaki dan perempuan. Pendapat dari Imam Syafi’i memang berbeda dari dua imam
sebelumnya yaitu Imam Hanafi dan Imam Maliki. Jika sirkumsisi laki-laki
menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki sunah, maka hukum sirkumsisi laki-laki
menurut Imam Syafi’i adalah wajib. Mengenai sirkumsisi bagi perempuan, Imam
Syafi’i juga menghukumi wajib karena dalam teks hadist shahih memang tidak
dijelaskan sirkumsisi yang dimaksud bagi laki-laki atau bagi perempuan. Hadist
tersebut menjelaskan bahwa salah satu kesunahan dalam hadist terdapat lima hal,
salah satunya adalah sirkumsisi secara umum.
121
Pendapat wajib Imam Syafi’i mengenai sirkumsisi baik laki-laki dan
perempuan juga berdasarkan al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 123 yaitu Kemudian
kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus
dan dia bukanlah termasuk orang musyrik”. Hal yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim yang harus diikuti salah satunya adalah perintah untuk sirkumsisi. Selain
itu Imam Syafi’i juga mempunyai landasan dari hadist dari Imam Bukhari dan
juga Imam Muslim yaitu “Ibrahim berkhitan (sirkumsisi) setelah berusia delapan
puluh tahun dan beliau khitan dengan menggunakan kampak” dan hadist dari
Ibnu Hibban dan Imam Hakim “Ibrahim berkhitan pada usia seratus dua puluh
tahun” dan di riwayat lain mengatakan “Ibrahim berkhitan pada usia tujuh puluh
tahun” (al-Azhar, 2004: 27, 43 dan al-Hajj, 2006: 9-10).
4.2.4 Madzab Hanbali
Imam Hanbali berpedapat bahwa sirkumsisi bagi laki-laki adalah wajib
namun bagi perempuan Imam Hanbali berpendapat hukumnya kemuliaan atau
kehormatan sama seperti pendapat Imam Hanafi dan Imam Maliki. Imam Hanbali
berpendapat bahwa sirkumsisi merupakan kewajiban karena mengikuti pendapat
Ibnu Taimiyah yaitu kescucian dalam shalat itu wajib maka sesuatu yang
mengikutinya juga wajib. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Imam Hanbali
juga berpendapat bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan. Pendapat
Imam Hanbali tersebut sama dengan pendapat Imam Syafi’i. Pendapat Imam
Hanbali tentang kewajiban sirkumsisi bagi perempuan dinilai lebih kuat daripada
pendapat Imam Hanbali yang menilai bahwa sirkumsisi merupakan kemuliaan
atau kehormatan bagi perempuan. Ibnu Quddamah berpendapat sebaliknya yaitu
122
sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan sebuah kehormatan bagi perempuan adalah
pendapat paling kuat dari Imam Hanbali mengenai sirkumsisi (al-Hajj, 2006: 11).
4.2.5 Pendapat Ulama dari Empat Madzab
Ulama berikut merupakan ulama yang berasal dari empat madzab baik dari
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Ulama-ulama yang menganut empat madzab
tersebut ternyata juga mempunyai pendapat sendiri tentang hukum sirkumsisi bagi
laki-laki dan juga perempuan. Ulama yang menganut Madzab Hanafi belum tentu
sama dengan pendapat Imam Hanafi atau Imam Abu Hanifah begitu pula dengan
ulama yang menganut Madzab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali belum tentu juga sama
pendapatnya mengenai hukum sirkumsisi dengan Imam Syafi’i, Imam Malik, dan
Imam Ahmad Ibn Hanbal. Berikut ini adalah pendapat ulama-ulama dari empat
madzab:
Ibn Jallab dari Madzab Maliki mengatakan Malik pernah berkata bahwa
pokok sepuluh hukum salah satunya adalah sirkumsisi. Dan dia pecaya bahwa
sirkumsisi adalah sunah bagi laki-laki dan perempuan (al-Marsafi, 1994: 62).Ibn
Juzai dari Madzab Maliki mengatakan bahwa sirkumsisi sunah bagi perempuan,
namun boleh juga tidak melakukan sirkumsisi (Ibn Juzai, 1979 :214).Al-Bahuti
dari Madzab Hanbali mengatakan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan
perempuan (al-Bahuti, 1983: 80).Al-Mardawi dari Madzab Hanbali mengatakan
bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan (alMardawi, 1986: 123).Ibn Mawdud dari Madzab Hanafi berkata bahwa sirkumsisi
sunah bagi laki-laki dan perbuatan yang bagus bagi perempuan (Ibn Mawdud,
123
1993: 167).Al-Nawawi dari Madzab Syafi’i berkata bahwa sirkumsisi wajib bagi
laki-laki dan perempuan (al-Nawawi, 1990: 42).
Dari sumber yang berasal dari ulama berbagai madzab tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada suatu ketetapan hukum mengenai sirkumsisi
perempuan. Ibn Jallab dan Ibn Juzai dari madzab yang sama yaitu Maliki tidak
sama dalam menentukan hukum sirkumsisi perempuan. Ibn Jallab mengatakan
bahwa sirkumsisi sunah bagi laki-laki maupun perempuan, Ibn Juzai mengatakan
bahwa sirkumsisi sunah bagi perempuan namun perempuan juga boleh tidak
melakukan sirkumsisi. Sementara al-Mardawi dan al-Bahuti dari Madzab Hanbali
berbeda dalam pandangan hukum sirkumsisi perempuan. Al-Mardawi mengatakan
bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan, al-Bahuti
berpendapat bahwa baik laki-laki dan perempuan wajib untuk melakukan
sirkumsisi. Sementara bagi laki-laki sirkumsisi terdapat satu kesepakatan yaitu
sunah dan wajib.
Sunah dalam pengertian Agama Islam bisa menjadi wajib jika sesuatu
tersebut menjadi syarat dalam suatu ibadah. Hukum berwudhu dan tayyamum
adalah sunah, namun salah satu syarat wajib untuk shalat adalah suci dari hadast
kecil maupun besar. Wudhu dan tayyamum merupakan praktek untuk
menghilangkan hadast kecil. Jadi berwudhu dan tayyamum merupakan suatu
keharusan sebelum shalat jika dalam keadaan tidak suci. Begitu pula dengan
sirkumsisi, dalam shalat diwajibkan bersih dari hadast kecil maupun besar dan
juga najis. Penis yang belum disirkumsisi menurut ahli fiqih masih menyimpan
sisa urin jadi shalat tidah sah selama masih terdapat najis. Urin merupakan contoh
124
najis. Jadi sirkumsisi merupakan hal yang harus dilakukan oleh laki-laki
Muslim.Hukum sirkumsisi sunah bisa saja berarti wajib karena hal tersebut
menjadi tradisi pada zaman Nabi Muhammad dan dari perspektif kesucian ibadah
shalat. Sementara kata makrumah bukan berarti wajib namun mengandung arti
mempunyai manfaat. Jadi menurut sudat pandang hadist tersebut sirkumsisi bagi
perempuan tidak wajib (Sahlieh, 2012: 153).
4.2.6 Ulama Islam Diluar Empat Madzab
Al-Amili dari Syiah berkata bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan
baik bagi perempuan (al-Amili, 1973: 447).Al-Nazawi dari Ibadi berkata bahwa
sirkumsisi wajib bagi laki-laki. Jika laki-laki tersebut menolak untuk sirkumsisi
dapat dijatuhi hukuman mati. Bagi perempuan sirkumsisi tidak wajib namun dapat
melakukan sirkumsisi untuk memuliakan suami (al-Nazawi, 1982 :42).
4.3 Tafsiran Pemotongan Sirkumsisi Perempuan
Hadist tentang sirkumsisi perempuan melahirkan kontroversi tentang
bagian mana dari alat kelamin perempuan yang harus dipotong. Hadist dari Umm
‘Athiyah yang terdapat perintah untuk memotong namun tidak dilakukan secara
berlebihan merupakan hadist yang mempunyai tafsiran bagian mana yang harus
dipotong. Tafsiran paling kuat menurut pemikiran ulama, pemotongan yang
dimaksud dalam hadist adalah pemotongan kulit pembungkus klitoris.Pemotongan
kulit pembungkus klitoris juga ditekankan dilakukan secara sedikit dan tidak
berlebihan hingga pangkalnya. Ulama yang menafsirkan pemotongan dalam
sirkumsisi perempuan antara lain Ibnu Qoyyim al-Jauzi, al-Mawardi,dan alNawawi(al-Syaukani: 37, al-Nawawi, 1990: 302, Ibn Qayyim, 1995, dan Ibn
125
Hajar, 1975: 340). Ketiga ulama tersebut merupakan ulama dari Madzab Syafi’i.
Penjelasan mengenai pemotongan dalam sirkumsisi perempuan sebagian besar
dijelaskan oleh ulama dari Madzab Syafi’i karena madzab tersebut satu-satunya
madzab yang memutuskan bahwa sirkumsisi perempuan adalah suatu kewajiban.
Tafsiran tersebut mungkin meniru pemotongan terhadap sirkumsisi lakilaki. Dalam sirkumsisi laki-laki, pemotongan yang dimaksud adalah pemotongan
kulit pembungkus ujung penis. Klitoris merupakan bagian dari alat kemain
perempuan yang mempunyai kemiripan dengan penis dari segi bentuk namun
berbeda dalam segi ukuran. Pada umumnya ukuran klitoris kecil, namun
perempuan juga mempunyai ukuran klitoris yang besar. Klitoris juga memiliki
kulit pembungkus layaknya penis. Jadi tafsiran pemotongan kulit pembungkus
penis dapat diterima secara akal.
4.4 Problematika Sirkumsisi Perempuan
Sirkumsisi perempuan apabila dilihat dari sumber hukum Islam yaitu
hadist walaupun hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan tidak kuat, dalam
kehidupan nyata ternyata sangat berbeda penerapannya, khususnya di negaranegara yang terdapat data praktek sirkumsisi perempuan misalnya Mesir, Sudan,
Somalia, dan sebagainya. Dalam hadist sirkumsisi perempuan yang menceritakan
tentang Umm ‘Athiyah diperintah oleh Rasulullah agar berhati-hati dalam proses
sirkumsisi yaitu tidak memotong habis ditafsirkan bahwa pemotongannya hanya
sedikit saja dan itu berupa kulit yang membungkus klitoris. Pada kenyataannya
banyak sirkumsisi perempuan dalam kehidupan nyata klitoris perempuan
terpotong dan bahkan hilang. Parahnya lagi tidak hanya klitoris saja yang
126
disirkumsisi, namun juga labia minora dan juga penjahitan labia mayora.
Lembaga kesehatan dunia, World HealthOrganization berserta lembaga dunia
yang lain mengelompokkan bahwa sirkumsisi perempuan di dunia, khususnya
yang terjadi di negara-negara Afrika dapat digolongkan menjadi empat tipe.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi permasalahan serius dari
sumber agama dari hadist dengan fakta lapangan. Jika fakta lapangan mengikuti
tata cara seperti yang dijelaskan dalam hadist, tentu saja tidak ada ketiga tipe
sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan pada saat ini tidak terdapat
ketentuan pasti layaknya sirkumsisi laki-laki yang semuanya sepakat bahwa yang
dipotong adalah kulit ujung pembungkus penis, sedangkan sirkumsisi perempuan
terdapat banyak perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa praktek sirkumsisi
perempuan kebanyakan tidak mengikuti ketentuan dalam hadist walaupun hadist
tersebut lemah. Artinya kebanyakan praktek sirkumsisi perempuan yang
dijalankan oleh perempuan di negara-negara Afrika merupakan ciptaan dari
budaya. Budaya melahirkan suatu tradisi yang diyakini oleh masyarakat dengan
kuat seakan-akan hal itu bersumber dari ajaran agama.
Dari hadist tersebut pula dijelaskan bahwa sirkumsisi terhadap perempuan
yang dilakukan oleh Umm ‘Athiyah di Jazirah Arab pada waktu tersebut hanyalah
untuk perempuan dari kalangan budak atau perempuan Jawari yang merupakan
perempuan dari pihak yang kalah perang kemudian tertawan dan dijadikan budak.
Sirkumsisi perempuan juga dipertanyakan keabsahannya karena tidak ada anak
perempuan dari Rasulullah satupun yang disirkumsisi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad melindungi hak anak-anak perempuannya. Dan pada
127
masa sekarang tidak ada data sirkumsisi perempuan di negara-negara teluk atau
Jazirah Arab seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain, dan
Qatar. Garis besarnya negara-negara tersebut tidak mengenal praktek sirkumsisi
perempuan kecuali negara Yaman. Hal tersebut juga membuktikan jika hadist
sirkumsisi itu suatu keharusan ataupun anjuran dalam Islam, sudah pasti banyak
perempuan di negara-negara tersebut banyak yang akan melakukannya karena
bagian dari perintah dalam agama. Faktanya hanya di negara-negara Afrika saja
yang melakukan sirkumsisi terhadap perempuan bahkan perempuan non-muslim
juga melakukannya.
Praktek sirkumsisi perempuan dilakukan terhadap perempuan dari
golongan budak jika dilihat dari latar belakangnya, namun fakta di lapangan
membuktikan bahwa sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika termasuk
Mesir, sirkumsisi perempuan dilakukan oleh semua perempuan tidak melihat dari
golongan status sosial. Jika mengikuti hadist maka perempuan di negara-negara
Afrika termasuk Mesir yang menjalankan sirkumsisi adalah perempuan dari
golongan budak atau juga kalangan kelas bawah. Sirkumsisi perempuan
merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh perempuan untuk menuju
kehidupan dewasa, kehidupan rumah tangga, menjaga keperawanan, menghindari
perselingkuhan, menambah kecantikan, dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa
sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika khususnya Mesir telah ada jauh
sebelum Islam yaitu pada masa Mesir Kuno karena hal itu pula, sirkumsisi
perempuan di Mesir disebut dengan sirkumsisi warisan Firaun. Sejarah yang
ditulis oleh Strabo dan Philo juga membenarkan tentang adanya praktek
128
sirkumsisi perempuan yang ada di Mesir. Hal tersebut semakin memperkuat
bahwa sirkumsisi perempuan merupakan sebuah tradisi.
Sirkumsisi perempuan dalam penafsiran ulama-ulama Islam, khususnya
ulama dari empat madzab sangat berbeda-beda. Para ulama dari empat madzab
tersebut sepakat bahwa sirkumsisi laki-laki merupakan bagian dari syariat Islam
dan hukumnya wajib bagi Madzab Syafi’i dan Hanbali dan sunah bagi Madzab
Hanafi dan Maliki namun kesunahan dalam Madzab Hanafi dan Maliki tersebut
hukumnya sunah yang harus dilakukan oleh Muslim laki-laki. Dalam melihat
sirkumsisi perempuan, empat madzab tersebut berbeda. Hanya Madzab Syafi’i
yang memandang sirkumsisi perempuan mutlak sebagai kewajiban bagi
perempuan. Madzab lainnya memandang bahwa sirkumsisi perempuan bukanlah
suatu kewajiban bagi perempuan. Artinya perempuan boleh tidak melakukan
sirkumsisi perempuan dan tidak berdosa jika tidak melakukannya karena dasar
hukum tentang sirkumsisi perempuan tidak kuat. Diluar empat madzab Islam
Sunni yaitu Islam Syiah dan juga Ibadi tidak menjelaskan dalam hukumnya
bahwa sirkumsisi perempuan merupakan suatu kewajiban bagi perempuan seperti
halnya sirkumsisi untuk laki-laki. Hal tersebut menandakan bahwa sirkumsisi
perempuan masih menjadi polemik dalam Islam dan tidak ada kesepakatan pasti
dalam menentukan posisi sirkumsisi perempuan dalam segi hukum layaknya
sirkumsisi laki-laki.
Madzab Syafi’i merupakan madzab dalam Islam Sunni yang menjelaskan
bahwa sirkumsisi bagi perempuan adalah wajib. Faktanya banyak negara dengan
mayoritas penduduknya Muslim yang bermadzab Syafi’i tidak melakukan praktek
129
sirkumsisi perempuan. Negara mayoritas penduduknya Islam dengan Madzab
Syafi’i seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam tidak ditemukan data
tentang sirkumsisi perempuan namun masih terdapat dugaan adanya sirkumsisi
perempuan akan tetapi prakteknya tidak seperti negara-negara di Afrika. Somalia,
Djibouti, dan Yaman merupakan negara dengan penduduknya mayoritas
bermadzab Syafi’i namun presentase sirkumsisi perempuan paling parah
ditemukan di Somalia dan Djibauti saja yang secara geografis terletak di Afrika.
Fakta lagi menunjukkan bahwa negara-negara Afrika yang terdapat data
sirkumsisi perempuan tidak seluruhnya bermadzab Syafi’i, bahkan mayoritas
bermadzab Maliki yang jelas-jelas tidak mewajibkan sirkumsisi bagi perempuan.
Negara-negara di Afrika yang bermadzab Maliki yang terdapat data sirkumsisi
perempuan antara lain Sudan, Mauritania, Niger, Mali, Sierra Leone, Chad,
Gambia, Guinea, Nigeria, Burkina Faso, dan Senegal. Hal tersebut semakin
memperkuat bahwa tidak ada kaitan antara agama dengan sirkumsisi perempuan
jika dilihat dari madzab Islam karena faktanya menunjukkan bukti yang bertolak
belakang. Semakin besar kebenaran bahwa sirkumsisi perempuan merupakan
sebuah tradisi budaya karena berkembang di negara-negara Afrika dan tidak
hanya dilakukan oleh perempuan Muslim saja namun juga perempuan nonMuslim.
Sementara jika melihat negara Mesir, negara yang diyakini sumber tradisi
sirkumsisi perempuan jika dilihat dari madzab Islam berbeda pula dalam fakta
lapangannya. Mesir mempunyai banyak madzab, yang terbanyak adalah Hanafi,
Syafi’i dan Maliki. Hanafi merupakan madzab terbesar di Mesir hal tersebut
130
dibuktikan dengan ulama dari Madzab Hanafi banyak yang mengisi posisi penting
di Mesir seperti Mufti Mesir dan juga pimpinan tertinggi Universitas al-Azhar
yang disebut Syaikh al-Azhar. Ulama dari Madzab Syafi’i menempati posisi
kedua namun juga pernah menduduki posisi penting tersebut namun jarang sekali.
Pemerintah Mesir melarang sirkumsisi perempuan begitu juga fatwa ulama alAzhar dan keputusan Dar al-Ifta’ Mesir. Sirkumsisi perempuan di Mesir bagaikan
sebuah keharusan yang dilakukan oleh perempuan Mesir walaupun sekarang
praktek tersebut diyakini telah berkurang namun masih banyak terjadi di berbagai
wilayah pedesaan Mesir. Seandainya mengikuti logika madzab, seharusnya
jumlah perempuan Mesir yang melakukan sirkumsisi perempuan mungkin
sebanyak 30 sampai 40 persen saja namun kenyataannya lebih dari 90 persen
perempuan Mesir disirkumsisi. Sirkumsisi perempuan tidak hanya dilakukan oleh
perempuan Muslim namun juga dilakukan oleh perempuan Kristen Koptik.
Dari fakta-fakta di atas semakin jelas bahwa sirkumsisi perempuan
merupakan warisan tradisi budaya. Jika sirkumsisi perempuan bagian dari syariat
Islam, sudah tentu sirkumsisi perempuan mempunyai hukum yang jelas dan
dibuktikan dengan kejelasan praktek seperti halnya sirkumsisi laki-laki. Islam
juga tidak bisa dipungkiri secara tidak langsung terlibat dalam berlangsungnya
sirkumsisi perempuan karena praktek tersebut juga dijelaskan dalam hadist namun
hukumnya lemah dan jauh dari kuat. Hal yang perlu diketahui adalah Islam
merupakan agama yang mengatur segala fenomena yang ada pada masanya dan
fenomena tersebut sudah ada sebelum Islam misalnya poligami, minuman keras,
perang, haji, dan sebagainya termasuk sirkumsisi perempuan. Islam memang
bersentuhan dengan budaya pada masa perkembanganya dan hal tersebut
131
menjadikan Islam harus menentukan jawaban dan sikap atas fenomena budaya
termasuk sirkumsisi perempuan.
Hal yang penting juga adalah pada masa lalu banyak orang di Timur
Tengah hidup sebagai orang yang tidak mempunyai pengetahuan dan tidak
mempunyai keahlian baca tulis. Orang di Timur Tengah mengandalkan daya ingat
dan sangat tergantung pada tokoh masyarakat (Shalih Mathar, komunikasi
personal). Bisa saja penafsiran orang cendekiawan dalam Islam dipahami dengan
salah oleh masyarakat dari kalangan bawah sehingga memakai penafsiran
cendekiawan Islam hanya untuk menjaga tradisi yang telah ada seperti halnya
hadist “Potonglah dan jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mencerahkan
wajah dan menyenangkan bagi suami”dapat saja diartikan legalitas atas
pemotongan klitoris tanpa memandang bahwa yang harus dipotong adalah kulit
pembungkus klitorisnya dan alasan mencerahkan wajah atau mempercantik wajah
dijadikan manfaat dari sirkumsisi yang dianggap benar oleh masyarakat. Dapat
disimpulkan selain agama, masyarakat beserta budayanya mempunyai pengaruh
besar terhadap sirkumsisi perempuan.
4.5 Sirkumsisi Perempuan di Negara Mayoritas Islam
Sirkumsisi perempuan dilakukan di negara mayoritas muslim dengan
jumlah yang besar di negara Mesir 91,1 % data tahun 2008, Sudan 90 % tahun
2000, Somalia 97,9% tahun 2006, Mauritania 72,2 % tahun 2007, Mali 85,2 %
tahun 2006, Djibouti 93,1 % tahun 2006, Gambia 78,3% tahun 2006, Sierra Leone
94 % tahun 2006 dan Guinea 95,6 % tahun 2005. Selain negara tersebut
sirkumsisi perempuan juga dilakukan di negara yang Islam tidak menjadi agama
132
mayoritas namun memiliki presentase yang sangat besar seperti Ethiopia 74,3 %
tahun 2005, Burkina Faso 72,5 % tahun 2006, Eritrea 88,7% tahun 2002. Data
sirkumsisi perempuan ditemukan di negara-negara Afrika baik di negara yang
mayoritas penduduknya Islam dan Islam menjadi minoritas. Di luar negara-negara
Afrika, data sirkumsisi perempuan di temukan juga di negara Yaman sebesar 38, 2
% tahun 2003 (Feldman-Jacobs dan Clifton, 2010: 5).
Di negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti
Indonesia, Pakistan, Iran, Arab Saudi, Kuwait, Irak, Oman, Uni Emirat Arab,
Suriah, Jordania, Turki, Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko tidak ditemukan
sirkumsisi perempuan dipraktekkan layaknya di negara-negara Afrika seperti
Mesir, Sudan, Somalia, dan sebagainya. Sirkumsisi perempuan ternyata juga
dilakukan oleh perempuan non-muslim yaitu perempuan dari agama Kristen di
negara Mesir, perempuan dari agama Kristen serta Yahudi di Ethiopia, dan
perempuan non-Muslim di negara-negara seperti Sudan, Sierra Leone, Gambia,
Liberia, Burkina Faso, Eritrea, dan sebagainya.
Tabel 4.8 Data Sirkumsisi Perempuan (Population Reference Bereau, 2010)
Negara
Benin
Burkina Faso
Kamerun
Afrika Tengah
Chad
Pantai Gading
Djibouti
Mesir
Eritrea
Ethiopia
Gambia
Tahun
Presentase
DHS 2006
MICS 2006
DHS 2004
MICS 2008
DHS 2004
MICS 2006
MICS 2006
DHS 2008
DHS 2002
DHS 2005
MICS 2006
12,9
72,5
1,4
25,7
44,9
36,4
93,1
91,1
88,7
74,3
78,3
133
Ghana
Guinea
Guinea Bissau
Kenya
Liberia
Mali
Mauritania
Niger
Nigeria
Senegal
Sierra Leone
Somalia
Tanzania
Togo
Uganda
Yaman
DHS
MICS
PAPFAM
MICS 2006
DHS 2005
MICS 2006
DHS 2009
DHS 2007
DHS 2006
MICS 2007
DHS 2006
DHS 2008
DHS 2005
MICS 2006
MICS 2006
DHS 2005
MICS 2006
DHS 2006
PAPFAM 2003
3,8
95,6
44,5
27,1
58,2
85,2
72,2
2,2
29,6
28,2
94,2
97,6
14,6
5,8
0,6
38,2
: Demographic Health Surveys
: Multiple Indicator Cluster Surveys
: Pan Arab Project for Family Health
Sementara itu, Unicef ( 2014: 84) menambahkan bahwa sirkumsisi
perempuan secara juga dilakukan di Iraq oleh Suku Kurdistan. Suku Kurdistan
mendiami wilayah utara Irak dan mempunyai populasi yang cukup besar di negara
tersebut. Angka sirkumsisi perempuan di Irak menurut Unicef sebesar 8 persen.
Untuk sirkumsisi di negara-negara Afrika, data yang dikeluarkan Unicef
mempunyai kesamaan dengan data yang dikeluarkan oleh Population Reference
Berau pada tahun 2010.
134
Gambar 4.9 Peta Penyebaran Sirkumsisi Perempuan (Unicef 2014)
Hal tersebut menguatkan bahwa sirkumsisi perempuan hanyalah tradisi
budaya dan bukan bagian dari syariat agama Islam. Jika sirkumsisi bagian dari
syariat Agama Islam, sudah pasti semua perempuan di negara-negara mayoritas
penduduknya muslim pasti akan melakukannya. Sirkumsisi perempuan semakin
besar diduga sebagai warisan tradisi budaya Afrika khususnya tradisi budaya dari
peradaban Mesir Kuno. Oleh sebab itu sirkumsisi merupakan warisan Islam
merupakan kesalahan besar, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Islam memang
memiliki keterkaitan dengan praktek sirkumsisi perempuan melalui hadist namun
hadist tersebut semuanya lemah.
4.6 Fatwa Ulama Mesir
Sejak tahun 1949, sirkumsisi perempuan sudah melahirkan masalah. Hal
tersebut diketahui bahwa pada tahun tersebut, Syekh Hasin Muhammad Makhluf
mengeluarkan fatwa mengenai sirkumsisi perempuan. Fatwa tersebut diikuti oleh
135
fatwa ulama-ulama lainnya hingga masa modern. Sebelum dikeluarkan fatwa
haram sirkumsisi perempuan oleh Dar al-Ifta’ tahun 2008, tidak ada satupun
ulama di Mesir yang mengharamkan sirkumsisi perempuan. Fatwa ulama-ulama
di Mesir hanya sebatas mengkaji hukum sirkumsisi perempuan yaitu perempuan
boleh tidak melakukan sirkumsisi. Pendapat tersebut dilihat dari hadist dan juga
penafsiran madzab-madzab Islam.
4.6.1 Syekh Hasin Muhammad Makhluf Tahun 1949
Mayoritas ulama berpendapat bahwasanya sirkumsisi tidak wajib bagi
perempuan dan perempuan yang tidak melakukan sirkumsisi tidak akan mendapat
dosa. Sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki karena termasuk syariat Islam dari
peristiwa sirkumsisi Nabi Ibrahim. Permasalahannya pada masa Syekh Makhluf
sudah terdapat pertanyaan besar mengenai hakikat hukum sirkumsisi perempuan.
Jawaban dari pertanyaan itu dijawab oleh Syekh Makhluf selaku ulama Dar alIfta’ yaitu lembaga pembuat keputusan hukum Islam di Mesir.
Syekh Makhluf menjelaskan bahwa ulama pada masa lalu berbeda
pendapat tentang hukum sirkumsisi laki-laki dan perempuan yaitu apakah wajib,
sunah, atau tidak wajib. Perbedaan hukum tersebut sangat terlihat dalam hukum
sirkumsisi perempuan. Dalam Madzab Syafi’i dari pendapat Imam Nawawi
menjelaskan bahwa sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan. Dalam
Madzab Hanbali dari pendapat Ibnu Quddamah menjelaskan bahwa sirkumsisi
wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan. Sirkumsisi bagi perempuan
menurut Ibnu Quddamah sebatas sunah dan kehormatan bagi perempuan. Madzab
Hanafi dan Maliki menjelaskan bahwa hukum sirkumsisi adalah sunah dan bagian
136
dari syariat Islam. Kesimpulannya sirkumsisi perempuan tidak wajib dari tinjauan
Madzab Hanafi, Maliki, dan Hanbali bahkan sebagian ulama Madzab Syafi’i
berpendapat bahwa perempuan tidak akan mendapat dosa jika tidak melakukan
sirkumsisi perempuan karena sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki saja di dalam
syariat Islam. Oleh sebab itu tidak berdosa jika perempuan tidak melakukan
sirkumsisi (Dar al-Ifta’, 1981: 449).
4.6.2 Syekh Mahmud Syalthut Tahun 1951
Pada umumnya diketahui bahwa Ibrahim merupakan manusia pertama
orang yang melakukan sirkumsisi. Pada masa sekarang sirkumsisi yang dilakukan
Ibrahim tersebut dilakukan oleh laki-laki dan juga perempuan. Imam Bukhari dan
Imam Muslim menulis dalam hadist shahihnya “Fitrah itu ada lima yaitu
berkhitan (sirkumsisi), mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur
kumis, dan memotong kuku”. Terdapat banyak hadis yang lain namun tidak sekuat
hadist dari Imam Bukhari dan Muslim seperti “Seseorang yang masuk Islam
maka harus disirkumsisi”, “Cukurlah rambut kafirmu dan sirkumsisilah”, dan
sebagainya. Dalam masalah sirkumsisi perempuan terdapat hadist “Potonglah dan
jangan berlebihan” dan juga “Sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan kemuliaan bagi
perempuan”. Dari hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan tersebut, para
ulama berbeda pendapat dalam penafsiran hukumnya. Madzab Syafi’i
berpendapat bahwa hukum sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan perempuan
sedangkan Madzab Hanbali hukum sirkumsisi itu wajib hanya bagi laki-laki.
Sementara itu Madzab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi itu sunah
137
bagi laki-laki dan sebuah kemuliaan atau kehormatan bagi perempuan (Liwa’ alIslam, 1951: 87-90).
4.6.3 Syekh Yusuf al-Qardhawi Tahun 1987
Pada tahun 1987, Syekh Yusuf Qardhawi berfatwa atas pertanyaan apa
hukum sirkumsisi perempuan dalam Islam. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa
masalah sirkumsisi perempuan terdapat banyak pendapat dari ulama dan juga dari
dokter. Sirkumsisi perempuan bahkan menjadi sebuah polemik dan perdebatan
hingga bertahun-tahun. Para dokter ada yang mendukung sirkumsisi perempuan
dan juga ada yang menolak begitu pula dengan para ulama di Mesir. Nabi
Muhammad berkata kepada perempuan yang pekerjaannya mensirkumsisi
perempuan “Potonglah dan jangan berlebihan karena hal tersebut dapat
mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suaminya”. Kata potong
mempunyai arti memotong namun sedikit sedangkan kata jangan berlebihan
mempunyai arti tidak memotong habis dan kata setelahnya yaitu membuat wajah
cerah dan menyenangkan suami mempunyai maksud tersendiri yaitu hal ini akan
lebih baik. Umat Muslim di negara mayoritas beragama Islam berbeda pendapat
dengan perintah yang terkandung dalam hadist tersebut, yaitu ada perempuan
yang melakukan sirkumsisi dan juga tidak. Melihat hal tersebut seharusnya anak
perempuan tidak melakukannya terlebih pada masa modern. Perempuan tidak
akan berdosa jika tidak melakukan sirkumsisi dan sirkumsisi perempuan bukanlah
untuk memuliakan perempuan. Sirkumsisi hanya wajib untuk laki-laki dan
termasuk syariat Islam bahkan terdapat ulama yang mengancam untuk membunuh
138
orang yang menolak kewajiban sirkumsisi hingga dia kembali ke jalan yang benar
(al-Qardhawi, 1987: 443).
4.6.4 Syekh Sayyid TanthawiTahun 1994
Ulama sepakat bahwa sirkumsisi merupakan sebuah kewajiban bagi lakilaki dan sirkumsisi diperbolehkan bagi perempuan. Perbedaan ulama dalam
memandang sirkumsisi adalah mengenai kewajiban dalam hukumnya. Imam Abu
Hanifah dan Imam Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi bagi laki-laki merupakan
sunah dan bukan wajib seperti wajibnya sebuah fardhu, akan tetapi berdosa jika
tidak melakukannya. Menurut Imam Syafi’i sirkumsisi hukumnya wajib bagi lakilaki dan perempuan. Menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal sirkumsisi wajib bagi
laki-laki dan terdapat dua pendapat mengenai sirkumsisi perempuan yaitu wajib
dan tidak, namun pendapat yang kuat menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal adalah
wajib.
Sirkumsisi bagi perempuan dilakukan dengan cara memotong sedikit kulit
pembungkus klitoris dan bukan memotongnya sampai habis. Para ulama
mengambil kesimpulan tersebut dari hadist Umm ‘Athiyah yang menjelaskan
mengenai cara sirkumsisi perempuan yaitu “Jangan berlebihan karena hal
tersebut menyenangkan bagi suami dan mencerahkan wajah”. Hadist tersebut
juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad peduli akan hak dan keselamatan
perempuan karena mencegah Umm ‘Athiyah untuk memotong habis kulit pada
alat kelamin perempuan. Hadist tersebut juga membuktikan terdapat aturan dari
Nabi Muhammad bahwa alat kelamin perempuan memiliki ukuran yang berbeda.
Jika sirkumsisi dilakukan dengan cara yang benar maka kemampuan seksual
139
perempuan tidak akan hilang akan tetapi jika bagian kelamin yang dimaksud
dipotong habis, maka rangsangan seksual tidak akan diterima dengan baik oleh
perempuan. Jika perempuan tidak disirkumsisi, maka nafsu seksual perempuan
akan tinggi dan sirkumsisi perempuan merupakan cara untuk mengendalikan atau
menstabilkan nafsu seksual perempuan.
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud sirkumsisi bagian dari syariat
Islam adalah sirkumsisi bagi laki-laki. Para ulama tersebut tidak menyangkal
kebenaran dan kekuatan dari hadist yang menjelaskan tentang hal tersebut. Hadis
yang menjelaskan sirkumsisi perempuan semuanya tidak kuat atau sahih, bahkan
semuanya lemah atau tidak kuat seperti hadis “Sirkumsisi sunah bagi laki-laki
dan kemulian bagi perempuan”, “Jangan berlebihan karena hal tersebut dapat
mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suami”, “Cukurlah rambut kafirmu
dansirkumsisilah”, “Seseorang yang masuk Islam harus disirkumsisi”.
Pendapat hadist di atas lemah adalah pendapat dari Imam al-Syaukani
dalam
kitabnya
Nil
al-Authar.
Dalam
kitab
‘Aun
al-Ma’bud
yang
menerangkankan kitab Sunan Abu Dawud terdapat pendapat bahwa hadist yang
menjelaskan sirkumsisi terlalu banyak versi periwayat hadistnya sehingga
membuat hadist tersebut lemah. Ibn Abd al-Bar menjelaskan dalam al-Tamhid
bahwa mayoritas orang Islam meyakini bahwa sirkumsisi untuk kaum laki-laki
saja.
Dari fatwa Syekh Muhammad Syalthut mengenai sirkumsisi perempuan
dapat diapahami bahwa sirkumsisi perempuan tidak bisa dijadikan dasar hukum
yang kuat. Syekh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah menjelaskan
140
bahwa hadist-hadist yang menjelaskan sirkumsisi perempuan lemah. Syekh
Muhammad ‘Urfah menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan tidak membuat
perempuan yang bersangkutan menjadi perempuan yang subur. Banyak
kepercayaan mengenai pengaruh sirkumsisi perempuan terhadap kehidupan
perempuan tidak terbukti secara ilmiah. Pada kenyataannya sirkumsisi perempuan
membuat kemampuan seksual perempuan berkurang ketika berhubungan seksual
dengan suami. Maka dari itu sirkumsisi perempuan layaknya dilarang di Mesir
seperti halnya di Turki dan Maroko (Sahlieh, 2012: 667).
4.6.5 Syekh Ali Jum’ah Tahun 2007
Pada tahun 2007 Mufti Mesir Syekh Ali Jum’ah mengeluarkan fatwa
haram sirkumsisi perempuan. Fatwa tersebut dikeluarkan oleh Syekh Ali Jum’ah
setelah terjadinya kematian anak perempuan berusia 11 tahun bernama Budour
Ahmad Shaker karena kesalahan pemberian obat oleh seorang dokter sebelum
melakukan sirkumsisi. Syekh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa sirkumsisi
perempuan bukan bagian dari syiar agama Islam namun warisan budaya kuno
sebelum Islam (Esposito, 2011: 178). Syekh Ali Jum’ah menambahkan bahwa
status hukum sirkumsisi perempuan juga bukan wajib atau keharusan. Fatwa
Syekh Ali Jum’ah tersebut kemudian didukung oleh pimpinan tertinggi
Universitas al-Azhar yaitu Syekh Sayyid Tanthawi yang pada waktu itu menjabat
Syekh al-Azhar. Pada tahun 2008 Darul Ifta Mesir mengeluarkan fatwa haram
terhadap sirkumsisi perempuan dan juga diikuti oleh kebijakan pemerintah Mesir
mengenai sirkumsisi perempuan. Sejak tahun 2008 sirkumsisi perempuan benar-
141
benar menjadi praktek yang dilarang di Mesir namun di daerah yang jauh dari
perkotaan, sirkumsisi perempuan masih dilakukan.
4.7 Fatwa Haram Darul Ifta Mesir Tahun 2008
Daru al-Ifta’ Mesir pada 2008 mengeluarkan fatwa pengaharaman
sirkumsisi bagi perempuan. Dar al-Ifta’ berpendapat bahwa pengharaman
sirkumsisi bagi perempuan tidak menyalahi syariat Agama Islam. Ulama-ulama
hadist menurut Dar al-Ifta’ tidak ada satupun yang berpendapat bahwa hadist
tentang sirkumsisi perempuan termasuk hadist kuat atau sahih. Oleh karena itu
tidak dapat dijadikan landasan hukum.
Dar al-Ifta’ mengambil pendapat dari ulama Madzab Syafi’i yaitu Imam
Abu Bakar Ibn Mundzir al-Nisaburi bahwa tidak ada hadist mengenai sirkumsisi
perempuan yang dilacak kebenarannya. Pendapat tersebut mengindikasikan
bahwa ulama dari Madzab Syafi’i juga masih ada yang mempermasalahkan
kewajiban sirkumsisi perempuan. Imam Ibn Abd al-Barr al-Maliki dalam kitab alTamhid berpendapat bahwa permasalahan utama hadist perempuan adalah
munculnya periwayat hadist yang bernama Hajaj Ibn Arthah. Oleh sebab itu
sirkumsisi hanya wajib bagi laki-laki. Syams al-Haq al-‘Azhim Abadi dalam kitab
‘Aun al-Ma’bud yang menjelaskan kitab Sunan Abu Dawud berpendapat bahwa
hadist tentang sirkumsisi perempuan diriwayatkan dari banyak versi dan
semuanya lemah sehingga tidak dapat dijadikan landasan hukum. Al-Hafizh al‘Iraqi dalam kitab al-Mughna fi al-Ashfar berpendapat bahwa hadist dari Umm
‘Athiyah yang diriwayatkan Imam Hakim dan Imam Baihaqi dan hadist Umm
‘Athiyah yang diriwayatkan Abu Dawud merupakan hadist lemah. Al-Hafizh juga
142
menambahkan bahwa hadist sirkumsisi sunah bagi laki-laki dan sebuah
kehormatan bagi perempuan yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Baihaqi
adalah hadist lemah karena periwayat hadistnya. Imam al-Syaukani dalam
kitabnya Nil al-Authar berpendapat bahwa hadist sirkumsisi perempuan tidak
dapat dijadikan landasan hukum karena hadistnya tidak kuat. Syekh Sayyid alSabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah berpendapat bahwa hadist-hadist yang
memerintahkan perempuan untuk sirkumsisi semuanya lemah. Imam Ibn al-Haj
dalam kitab al-Mudkhal berpendapat bahwa hakikat sirkumsisi perempuan masih
terjadi perdebatan antara dunia barat dan timur.
Dari pendapat-pendapat tersebut, Dar al- Ifta’ Mesir berpendapat bahwa
sirkumsisi perempuan adalah sebuah budaya dan bukan bagian dari ibadah atau
syariat. Sirkumsisi perempuan lahir bukan dari Islam akan tetapi dari warisan
sosial budaya masa lalu. Dalam hadist sirkumsisi perempuan dari Umm ‘Athiyah
terdapat periwayat bernama Muhammad Ibn Hassan yang melemahkan hadist
tersebut karena periwayat tersebut termasuk orang yang kurang pandai. Dalam
hadist sirkumsisi adalah sebuah kehormatan perempuan terdapat periwayat
bernama Hajaj Ibn Arthah yang melemahkan hadist karena periwyat tersebut
orang yang curang. Mengenai hadist yang menjelaskan bertemunya dua khitan
yang ditekankan bukan wajib sirkumsisi melainkan kewajiban mandi setelah
berhubungan seksual. Hal tersebut diperkuat oleh tindakan Nabi Muhammad yang
tidak melakukan sirkumsisi pada anak-anak perempuannya. Selain hal tersebut,
Dar al-Ifta’ juga tetap menjelaskan sirkumsisi perempuan yang dijelaskan oleh
Imam al-Mardawi dan juga Imam al-Nawawi bahwa pemotongan yang
diperbolehkan bagi perempuan hanyalah kulit pembungkus klitoris dan bukan
143
bagian yang lainnya. Pendapat tersebut merupakan sebuah pemikiran ulama
terdahulu dan bukan bagian dari ketentuan syariat sehingga pengharaman
sirkumsisi perempuan tidak bertentangan dengan Islam.
4.8AnalisisTerhadap Penafsiran Ulama dan Fatwa Haram
Penafsiran mengenai sirkumsisi perempuan dalam Islam berkembang
ketika madzab-madzab Islam seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali
berkembang. Pada masa itulah pandangan mengenai sirkumsisi perempuan
menjadi sebuah pencerahan pada waktu itu. Tidak dapat dipungkiri pendapatpendapat ulama Islam pada madzab-madzab Islam tersebut masih mempunyai
pengaruh yang besar hingga masa sekarang, bahkan pendapat-pendapat tersebut
dijadikan alasan para ulama dalam memandang sirkumsisi perempuan seperti
Syekh Muhammad Makhluf, Syekh Syalthut, dan sebagainya.
Hanya Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa sirkumsisi perempuan
merupakan sebuah kewajiban. Pendapat Imam Syafi’i tersebut pada akhirnya
diikuti sebagian besar ulama yang bermadzab Syafi’i. Sedangkan Imam Hanafi
dan Maliki berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan bukanlah kewajiban
melainkan hanya sebuah kehormatan dan kemuliaan bagi perempuan. Artinya
perempuan boleh tidak melakukannya. Sedangkan Imam Ahmad Ibn Hanbal
terdapat dua pendapat yaitu pertama sama seperti pendapat Imam Hanafi dan
Imam Maliki dan pendapat kedua sama seperti Imam Syafi’i. Ketika masyarakat
awam memahami kata “kemuliaan bagi perempuan” dapat juga dipamahi sebagai
sesuatu jika dilakukan akan lebih baik. Ketiga madzab tersebut juga tidak
melarang sirkumsisi perempuan dalam bentuk pengharaman karena Nabi
144
Muhammad juga tidak pernah mengeluarkan hadist tentang pengharaman
sirkumsisi bagi perempuan. Hal tersebutlah yang menjadikan sirkumsisi
perempuan menjadi sebuah kontroversi hingga sekarang.
Sebenarnya pendapat tentang sirkumsisi perempuan dari keempat imam
besar dari madzab-madzab tersebut, selain penafsiran dari sumber ajaran Islam
baik al-Qur’an dan al-Hadist juga dapat dipengaruhi oleh latar belakangnya
kehidupan sosialnya.32 Jika keempat imam besar tersebut juga mengkaji masalah
sirkumsisi perempuan dari sejarah sebelum Islam mungkin hasil pemikirannya
akan lain. Secara garis besar pendapat keempat imam besar tersebut mengenai
sirkumsisi perempuan adalah keempat imam besar tersebut berhasil menjawab
permasalahan sosial masyarakat pada masa itu terlepas akan mewariskan sisi
kontroversial sirkumsisi perempuan pada masa setelahnya.
Al-Qur’an memang tidak terkandung muatan sirkumsisi perempuan secara
tekstual, namun hadist yang menerangkan mengenai sirkumsisi perempuan
walapun hadist tersebut lemah. Artinya hadist yang menerangkan sirkumsisi
perempuan tidak dapat dijadikan landasan dalam menentukan hukum sirkumsisi
perempuan. Dalam memandang Islam, untuk mengkaji ajarannya juga diperlukan
pandangan dan penafsiran ulama. Pandangan dan penafsiran ulama itulah yang
akhirnya membentuk madzab-madzab dalam Islam.
32
Imam Syafi’i menyatakan bahwa sirkumsisi perempuan wajib karena ia tinggal di Mesir
yang pada waktu itu sirkumsisi perempuan adalah bagian dari kehidupan sosial budaya Mesir.
Sedangkan ketiga imam lainnya tidak berpendapat bulat seperti Imam Syafi’i mengenai sirkumsisi
perempuan karena mereka tinggal di tempat yang sirkumsisi perempuan tidak menjadi bagian dari
kehidupan sosial. Seperti diketahui bahwa Imam Hanafi menghabiskan hidupnya di Baghdad, Iraq
begitu pula dengan Imam Hanbali, sedangkan Imam Maliki menghabiskan hidupnya di Madinah,
Arab Saudi (Hussain, 2005: 32-34).
145
Pada awalnya kehadiran pemikir-pemikir Islam dalam menafsirkan Islam
sangat diperlukan karena pada awalnya perkembangan Islam hanya sebatas dari
al-Qur’an dan belum terdapat kajian hadist secara dalam. Pemikir-pemikir Islam
yang terhimpun dalam madzab pada masa tersebut memang dibutuhkan umat
Islam dalam memahami Islam dan menerapkannya pada kehidupan sosial. Hadist
pada masa tersebut sudah ada namun kajiannya tidak mendalam. Pada masa
setelah ulama madzab Islam seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali
barulah muncul ulama-ulama hadist. Ulama-ulama di bidang hadist yang terkenal
adalah Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Pada perkembangannya ulama-ulama tidak mengharamkan fenomena
sirkumsisi perempuan setelah ilmu hadist berkembang. Catatan intinya adalah
hadist tentang sirkumsisi perempuan lemah dan tidak dapat dijadikan landasan
hukum karena terdapat pencerita hadist yang ditolak. Meskipun lemah, hadist
mengenai sirkumsisi perempuan tidak digolongkan sebagai hadist palsu. Hal
itulah
yang menjadikan hingga sekarang sirkumsisi
perempuan masih
diperdebatkan. Permasalahannya lagi adalah pada masa tersebut, pengaruh
pemikiran madzab Islam tetap kuat bahkan hingga masa sekarang, karena untuk
memahami hadist juga diperlukan sebuah penafsiran.
Tahun 2008 merupakan tahun bersejarah karena Dar al-Ifta’ Mesir selaku
lembaga fatwa resmi di Mesir mengeluarkan keputusan fatwa mengharamkan
sirkumsisi perempuan. Keputusan tersebut dipicu oleh matinya gadis Mesir
bernama Budour di usia 11 tahun. Selain kematian Budour, sebenarnya Mesir
146
telah didesak dan dikecam oleh dunia internasional33 agar menghentikan tradisi
sirkumsisi perempuan. Desakan dan kecaman dari dunia internasional tersebut
muncul karena sirkumsisi perempuan di negara-negara Afrika khususnya Mesir
diduga menyebabkan kematian banyak perempuan setelah melakukan sirkumsisi
yang dilakukan pada masa anak-anak.
Sebernarnya secara garis besar fatwa haram tersebut dapat ditarik garis
merah yaitu posisi Islam khususnya pemikiran ulama selama kurang lebih 1000
tahun mengalami kebuntuan atau stagnasi dalam memandang fenomena
sirkumsisi perempuan. Hal tersebut juga mengundang kecurigaan bahwa pada
masa lalu terdapat perempuan yang meninggal akibat sirkumsisi dan posisi Islam
diam melihat hal tersebut. Fatwa haram tersebut juga menandakan bahwa Islam
takut terhadap desakan internasional padahal semestinya Islam mampu menjadi
solusi semua masalah yang muncul di dunia karena Islam selaras dengan
perkembangan zaman.
Fatwa haram Dar al-Ifta’ Mesir diharapkan akan membawa harapan cerah
bagi kehidupan perempuan di Mesir. Perempuan akan bebas dari belenggu
sirkumsisi yang menurut dunia internasional merugikan perempuan dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Kenyataannya masih banyak anak-anak perempuan
terutama di daerah pedesaan di Mesir yang masih melakukan sirkumsisi. Fatwa
haram tersebut memang menjadi harapan, namun secara legitimasi hal tersebut
sebenarnya merugikan bagi Islam sendiri. Dengan mengeluarkan fatwa haram
33
Peringatan tersebut datang dari lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa terutama
dari World Health Organization (WHO) dan United Nation Childern’s Fund (Unicef). Peringatan
larangan sirkumsisi perempuan secara besar-besaran ditujukan kepada Mesir di masa rezim
Presiden Husni Mubarak. Selain lembaga tersebut, kecaman juga datang dari lembaga sosial
masyarakat dari berbagai negara khusunya negara-negara Barat.
147
menunjukkan bahwa sirkumsisi perempuan yang ada di Mesir dan juga di dunia
pada umumnya adalah produk Islam. Semestinya Dar al-Ifta cukup mengeluarkan
larangan melakukan sirkumsisi perempuan tipe satu karena sirkumsisi yang perlu
diluruskan Islam adalah sirkumsisi tipe satu. Sirkumsisi tipe satu adalah hasil
penafsiran ulama Islam mengenai hadist sirkumsisi perempuan. Tipe-tipe lainnya
yaitu dua, tiga, dan empat bukanlah urusan Islam karena tipe sirkumsisi tersebut
adalah bagian dari kehidupan sosial budaya dari masa sebelum Islam hingga masa
sekarang. Pemilihan kata dalam fatwa sebenarnya harus dipikirkan oleh Dar alIfta’ yaitu seharusnya tidak menggunakan kata “haram”.
Fatwa haram Dar al-Ifta’ Mesir pada tahun tersebut melahirkan dua kubu
yaitu setuju dan menolak fatwa haram yang telah dikeluarkan. Dua kubu tersebut
tidak hanya dari masyarakat namun juga dari ulama-ulama al-Azhar. Ulamaulama al-Azhar yang meyakini bahwa sirkumsisi perempuan tidak ada kaitannya
dengan syariat Islam tentu saja setuju dengan keputusan tersebut, bahkan fatwa
haram tersebut lahir atas desakan dan masukan ulama-ulama seperti Syekh Ali
Jum’ah dan Syekh Sayyid Tanthawi. Sementara ulama yang menolak fatwa haram
merupakan ulama yang meyakini sirkumsisi perempuan merupakan bagian dari
Islam.
Perlu diketahui bahwasanya ulama-ulama al-Azhar terpecah menjadi dua
diduga karena komposisi madzab. Universitas al-Azhar didominasi ulama
bermadzab Hanafi. Hal tersebut dapat dilihat dari jabatan tertinggi yaitu Syaikh
al-Azhar yang didominasi dari ulama Madzab Hanafi sejak berdirinya Universitas
al-Azhar. Ulama-ulama Madzab Syafi’i berada di urutan kedua. Jabatan Syaikh
148
al-Azhar pernah dipegang oleh ulama Madzab Syafi’i namun tidak sering seperti
ulama dari Madzab Hanafi. Ulama dari Madzab Maliki juga pernah menjabat
Syaikh al-Azhar namun jumlahnya lebih sedikit daripada ulama Madzab Syafi’i.
Sementara itu ulama dari Madzab Hanbali belum pernah memegang jabatan
tertinggi Universitas al-Azhar tersebut.
Misalnya dalam memandang hadist sirkumsisi perempuan dari Umm
Athiyah dan hadist tentang kemuliaan sirkumsisi bagi perempuan menurut
Mustafa Abu Imarah bukanlah hadist yang lemah namun kedua hadist tersebut
adalah hadist dalam tingkatan hasan34. Namun Sabir Ahmed Thaha menjelaskan
bahwa hadist-hadist tentang sirkumsisi perempuan semuanya lemah dan
sirkumsisi perempuan bukanlah bagian dari syariat Islam 35. Mengenai keilmuan,
seluruh pengajar di Universitas al-Azhar tidak perlu diragukan lagi ilmu
keislamannya karena mereka hafal al-Quran dan juga hafal hadist dalam jumlah
yang telah ditentukan. Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena perbedaan
interpretasi suatu masalah dari sudut pandang madzab Islam.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ketika terjadi polemik
pengharaman sirkumsisi perempuan ulama-ulama yang menolak keputusan
tersebut adalah ulama dari Madzab Syafi’i karena sirkumsisi perempuan bagian
dari syariat Islam. Sirkumsisi perempuan membahayakan nyawa dan kesehatan
perempuan karena tata cara sirkumsisi yang dilakukan salah. Jika sirkumsisi
terhadap kaum perempuan dilakukan dengan benar yaitu memotong sedikit kulit
pembungkus klitoris seperti yang telah dijelaskan Ibn Qayyim, Imam Nawawi,
34
Mustafa Abu Imarah adalah ulama dan dosen hadist di Universitas al-Azhar.
Sabir Ahmed Thaha adalah ulama dan dosen dakwah Islam di Universitas al-Azhar.
Saat ini dia menjabat Dekan Fakultas Dakwah Islam Universitas al-Azhar.
35
149
dan Ibn Hajar dalam karya-karya mereka maka sirkumsisi tidak akan
membahayakan perempuan. Sirkumsisi yang dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan ketentuan akan memberikan manfaat bagi perempuan yaitu hidupnya akan
lebih baik.
Fatwa
haram
tersebut
tidak
hanya
menyangkut
Islam
saja.
Permasalahannya bagaimana posisi perempuan Kristen Koptik yang masih
melakukan sirkumsisi. Secara logika tentu saja perempuan tersebut dibebaskan
untuk melakukan sesuatu yang diyakininya karena bukan urusan Islam lagi. Jika
tidak ada dalam Agama Kristen Koptik, maka sirkumsisi perempuan merupakan
bagian dari kehidupan sosial. Islam tidak mempunyai kewenangan dalam masalah
tersebut karena kewenangan larangan sirkumsisi bagi perempuan Kristen Koptik
merupakan urusan pemerintah atau juga urusan Kristen Koptik sendiri. Logikanya
jika sirkumsisi perempuan diharamkan maka Islam tidak mempunyai kewenangan
lagi mengenai sirkumsisi perempuan karena bukan bagian dari Islam. Jika
diharamkan bagaimana posisi perempuan yang masih melakukan dan umat Islam
yang masih mempercayainya.
Sebenarnya desakan dan kecaman internasional ke Mesir harus dipahami
secara mendalam. Hanya Mesir yang menerima kecaman mengenai sirkumsisi
perempuan secara besar-besaran padahal Sudan, Ethiopia, dan Somalia serta
negara-negara Afrika lainnya memiliki kasus serupa. Mesir memiliki ulama-ulama
Islam yang diakui dunia dari masa lalu hingga sekarang dan juga memiliki
Universitas al-Azhar yang menjadi jantung kajian ilmu-ilmu Islam. Jika Mesir
berhasil merubah persepsi sirkumsisi perempuan, dunia internasional khususnya
150
negar-negara Barat menganggap negara-negara lainnya akan mengikuti langkah
Mesir. Tetapi desakan dan kecaman terhadap Mesir harus tetap dikritisi karena
desakan dan kecaman tersebut seakan-akan mempunyai kesan memojokkan Islam
karena Mesir merupakan negara mayoritas beragama Islam dan juga sebagai
negara yang mempunyai keterkaitan erat dengan Islam.
4.9Sirkumsisi Perempuan dan Hegemoni Agama
Agama bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Agama
dibutuhkan manusia sebagai alat perantara antara dirinya dengan Tuhannya.
Dalam agama juga dijelaskan bahwa kehidupan di dunia bukanlah segalanya.
Kehidupan setelah kematian merupakan kehidupan sesungguhnya bagi manusia.
Adanya surga dan neraka adalah alasan penting bagi manusia membutuhkan
agama. Untuk mencapai surga dan menghindari neraka manusia diharuskan
melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan di dunia.
Agama merupakan faktor penting yang berperan dalam berlangsungnya
tradisi sirkumsisi dari generasi ke generasi. Tradisi sirkumsisi perempuan menjadi
sebuah tradisi yang kuat dikarenakan berhubungan dengan ajaran agama. Agama
yang berperan dalam terjaganya tradisi perempuan di Mesir hingga saat ini adalah
Agama Islam. Islam terkait dengan tradisi sirkumsisi perempuan karena di dalam
ajaran Islam yaitu hadist dan ilmu fiqih membahas juga tentang keutamaan
sirkumsisi bagi perempuan walaupun tidak wajib.
151
Sebelum Islam, besar dugaan tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir
terjaga keberadaannya karena pengaruh agama sebelumnya yaitu kepercayaan
Mesir Kuno. Walaupun agama di Mesir sebelum Islam adalah Kristen Koptik
tetap saja masyarakat Mesir pada waktu tersebut tetap membawa kepercayaan
Mesir Kuno yang mempengaruhi budaya masyarakatnya. Apabila dilihat dari
kronologi waktu, maka tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir juga bertepatan
dengan masa Ibrahim menetap di Mesir Kuno (Greumbaum, 2001: 43, ShellDuncan dan Hernlund, 2000: 4, dan Denniston dkk, 1999: 188). Sebelum Islam,
tradisi sirkumsisi perempuan dipercaya membuat perempuan menjadi suci.
Kesucian perempuan tersebut yang dibutuhkan laki-laki Mesir untuk dijadikan
istri. Dari perempuan suci tersebut maka diperolehlah kebahagian dan
ketentraman dalam mengarungi kehidupan rumah tangga (Graves-Brown, 2010:
55).
Hukum dalam Islam sebenarnya juga diputuskan sesuai dengan kondisi
sosial budaya pada waktu itu. Pada masa Nabi Muhammad memang ditemukan
pratek sirkumsisi perempuan dan terdapat hadist yang menceritakan tentang
sirkumsisi perempuan. Hadist tentang sirkumsisi perempuan tersebut menurut
ulama hadist memang bukan kewajiban bagi perempuan namun hanya sebatas
kebolehan yaitu sebuah kehormatan atau kemuliaan bagi perempuan.
Hukum sirkumsisi perempuan tidak wajib sebetulnya bisa diketahui dari
sikap Nabi Muhammad dalam mengambil keputusan mengenai sirkumsisi
perempuan yaitu pemotongan dilakukan dengan hati-hati dan tidak dihabiskan
atau dipotong sedikit saja demi kebaikan perempuan yang bersangkutan dan calon
152
suaminya kelak. Hal tersebut membuktikan bahwa Nabi Muhammad mengatur
tradisi sirkumsisi perempuan dari yang berbahaya menjadi sebuah tradisi yang
lebih aman. Sirkumsisi perempuan hukumnya tidak wajib bagi perempuan dapat
diketahui juga bahwasanya semua anak-anak perempuan Nabi Muhammad tidak
ada yang melakukan sirkumsisi. Dari hal tersebut Nabi Muhammad jelas sekali
tidak mengikuti tradisi sirkumsisi perempuan dan sebenarnya hal tersebut bisa
menjadi hukum kuat yang menjelaskan bahwa perempuan tidak wajib sirkumsisi.
Pada kenyataanya di Mesir dan di negara yang melakukan praktek sirkumsisi
perempuan tidak melihat hal tersebut, namun melihat hadist yang menjelaskan
sirkumsisi perempuan merupakan sebuah kemuliaan bagi perempuan yang
ditafsirkan kesunahan bagi perempuan.
Tradisi sirkumsisi perempuan yang mempunyai dasar agama membuat
tradisi tersebut menjadi kuat di dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada kasus
tertentu sebuah keluarga menolak sirkumsisi perempuan karena sirkumsisi
perempuan pada kenyataannya bukanlah suatu kewajiban bagi perempuan.
Keluarga tersebut kemungkinan besar meruapakan keluarga yang telah paham
akan agama dan juga merupakan keluarga yang secara kultur sosial terbuka dan
melawan tradisi yang dianggapnya bertentangan dengan keyakinan yang
dipercayainya. Keluarga tersebut kemungkinan juga merupakan keluarga dari latar
belakang pendidikan yang tinggi dan kemungkinan juga sudah terpengaruh
kehidupan modern. Syekh Sayyid Thanthawi mengungkapkan bahwa beliau tidak
melakukan tradisi sirkumsisi kepada anak-anak perempuannya.
153
Permasalahannya tradisi sirkumsisi perempuan di Mesir sangat subur
dipraktekkan di daerah yang jauh dari kota besar seperti Provinsi Aswan, Luxor,
Qena, Asyut, Laut Merah, Minya, Beni Suef, Matrouh, Wadi Jadid, Sohag, dan
Faiyum. Keluarga dari desa di provinsi tersebut pada umumnya masih melakukan
tradisi sirkumsisi perempuan hingga sekarang walaupun Mesir telah melarang
tradisi tersebut dari tahun 2008 (Abusharaf, 2006: 106 dan Bodman dan Tohidi,
1998: 48).
Keluarga yang masih menjalankan tradisi sirkumsisi perempuan bagi
anak-anak perempuannya menjelaskan bahwa sirkumsisi perempuan yang di
lakukan mereka merupakan bagian dari ajaran Agama Islam dan harus dilakukan.
Landasan mereka antara lain hadist yang menjelaskan bahwa sirkumsisi
perempuan adalah sebuah kemuliaan dan kehormatan bagi perempuan. Selain
hadist, rujukan mereka adalah pendapat ulama terdahulu khususnya ulama
Madzab Syafi’i yang menyatakan bahwa sirkumsisi merupakan suatu kewajiban
bagi perempuan. Pendapat kewajiban tersebut diambil dari pendapat ulama yang
mewajibkan sirkumsisi perempuan dari Madzab Syafi’i. Banyak masyarakat
diluar kota besar seperti Kairo, masih banyak perempuan yang masih menjalankan
tradisi sirkumsisi karena keyakinan bagian dari syariat Islam. Ahmad, masyarakat
dari Bani Suef menjelaskan bahwa keluarganya masih menjalankan tradisi
sirkumsisi perempuan baik istrinya dan juga anak-anaknya karena sesuai dengan
Islam. Hal yang sama juga terjadi di lingkungannya (Ahmad, komunikasi
personal). Landasan dari agama yang diyakini masyarakat tersebut menunjukkan
bahwa agama mempunyai peranan penting mengenai terjaganya sirkumsisi
perempuan hingga masa sekarang.
Download