bentuk sediaan obat (bso)

advertisement
FARMAKOLOGI
STIKES ALMA ATA
PRODI S1 - KEPERAWATAN
SEMESTER GANJIL 2009/2010
. : 1P)
3 SKS (2T
PRESENSI : 10%
UTS
: 30%
UAS
: 40%
PENUGASAN : 20%
MUHIMMATUN NI’MAH, S.Si., Apt.
FARMAKOLOGI
I.
Sejarah Obat
Zaman Purba
daun/akar tanaman→dicoba (empiris) →pengalaman
→turun-temurun (tradisional).
Racun untuk obat
•
strichnin & kurare (racun panah suku indian & afrika)
→relaksan otot.
•
Nitrogen mustard (gas racun PD I) →sitostatika/anti kanker.
Obat nabati
•
Yg digunakan : rebusan/ekstrak →khasiat berbeda (asal
tanaman, waktu panen, cara pembuatannya →kurang
memuaskan.
Isolasi zat aktif dalam tanaman
mis : morfin dari Papaver somniferum.
digoksin dari Digitalis lanata.
vinkristin & vinblastin dari Vinea rosea.
Obat kimia sintetis (awal abad XX)
1. aspirin
2. sulfanilamid (1935)
3. penisillin (1940)
setelah tahun 1945 ilmu kimia, fisika, & farmasi/kedokteran
berkembang pesat→±500 obat baru/th →perubahan di bidang
farmakoterapi.
Farmakologi :
farmakon (obat) ; logos (ilmu)
Adl ilmu yg mempelajari interaksi antara obat dengan system biologik (MH/organisme).
•
perkembangan jaman → cabang - cabang ilmu tersendiri yg slg mendukung
•
FARMAKOGNOSI
pengetahuan & pengenalan obat yg berasal dari tanaman (mineral & hewan) & zat aktifnya.
BIOFARMASI
meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapetiknya
FARMAKOKINETIK
mempelajari proses biologic yg dialami oleh obat /nasib obat pd manusia sehat / pasien (MH /
organisme mempengaruhi obat)
nasib obat dalam tubuh : A D M E
FARMAKODINAMIK
mempelajari efek yang terjadi pd manusia / respon yg terjadi terhadap pemberian obat (obat
mempengaruhi organisme)
TOKSIKOLOGI
pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh (termasuk farmakodinamik karena
efek terapetik berhubungan dg efek toksik)
FARMAKOTERAPI
mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit/gejalanya.
•
•
•
•
•
• Obat jadi :
sediaan / paduan bahan yg siap digunakan untuk
mempengaruhi / menyelidiki sistem fisiologi / keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan & kontrasepsi.
(Permenkes no.917/menkes/per/X/tentang wajib daftar
obat jadi).
• Obat Generik : obat dengan nama resmi yg ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia atau INN (International Non-Proprietary Name) untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya.
• Obat Patent/Spesialite : obat jadi dengan nama dagang yg terdaftar atas
nama si pembuat atau yg dikuasakannya & dijual dg bungkus asli dari pabrik
yg memproduksinya.
• WHO → daftar obat dg nama resmi → official/generic name
• Cont:
Nama kimia
Nama generik
Nama patent
Asam asetil salisilat
Asetosal
Aspilets (medifarma)
Aspirin (bayer)
Asetaminofen
parasetamol
Sanmol (sanbe)
Pamol (interbat)
Penggolongan obat
I.
Obat Bebas (OB)
- obat dijual bebas di pasaran
- dapat dibeli tanpa resep dokter
- pada kemasan & etiket OB ditandai dengan lingkaran hijau
bergaris tepi hitam.
- con: parasetamol tab/sir, contrexyn tab, adelisyn drop, dll.
II.
Obat Bebas Terbatas (OBT)
- obat yg sebenarnya termasuk dalam obat keras daftar “W”
(“Waarschuwing” = peringatan).
- diperuntukkan bagi jenis penyakit yg pengobatannya
dianggap telah dapat ditetapkan sendiri oleh rakyat &
tidak begitu membahayakan (bila mengikuti aturan
pakainya), dijual dipasaran/dibeli tanpa resep dokter,
harus diserahkan dalam bungkusan aslinya (mencegah
pemalsuan/penukaran), dg tanda peringatan.
- pada kemasan OBT tertera lingkaran biru bergaris tepi
hitam.
- con : intunal F, CTM, Neozep F, dll.
III. Obat Keras & Psikotropika
Obat Keras (Daftar G = “Gevaarlijk”)
- Obat yg hanya boleh dibeli di apotek dg resep
dokter
- Dapat diulang tanpa resep baru jika prescriber
mencantumkan “iter” pada resep asli.
- Pada kemasan obat keras tertera huruf K dalam
lingkaran merah dengan garis tepi hitam.
- Con : antibiotika, hormon, obat suntik (semua).
Psikotropika (UU RI no.5 th. 1997)
- Adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik,
yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental & perilaku.
•
•
•
•
•
Cont. psikotropika :
Gol. I (26 zat), a.l.
Gol. II (14 zat), a.l.
Gol.III (9 zat), a.l.
Gol. IV (60 zat), a.l.
: Lisergida (LSD)
: Amfetamin (Benzedrine)
: Flunitrazepam (Rohypnol)
: Alprazolam (Xanax), Bromazepam
(Lexotan), Diazepam (Valisanbe,
Valium), Fenobarbital (Luminal),
Klobazam (Frisium), dll.
IV. Narkotika (UU RI no.22 th.1997)
- Adalah zat/obat yg berasal dari tanaman/bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yg dapat menyebabkan
penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri & menimbulkan
ketergantungan.
- Cont narkotika :
- Gol. I (26 bahan), a.l.
: Papaver Somniferum L., kokain,
heroin.
- Gol. II (87 zat/sediaan), a.l. : metadon, morfina, petidina.
- Gol. III (14 zat/sediaan), a.l. : etilmorfin, kodein.
Proses yg dialami obat
sebelum mencapai tempat kerjanya (target site) :
-Tablet pecah
A
Tablet
& zat aktif→ -Granul pecah
→
-Zat aktif lepas
-Zat aktif melarut
1. Fase biofarmasi
B
ADME
→
Obat + reseptor
Di target site
2.Fase
3.Fase
farmakokinetik Farmakodinamik
→
efek
•
•
•
A. Farmaceutical Availability (FA)
Kecepatan melarut (dissolution rate) & jumlah obat yg
melarut secara in vitro yg dibebaskan oleh obat dari tempat
pemberiannya & tersedia untuk diabsorpsi.
Untuk obat yg tahan asam lambung, urutan kecepatan
melarut dari berbagai bentuk sediaan obat secara menurun,
dg urutan sbb :
larutan, suspensi, serbuk, kapsul, tablet film coated, dragee,
tablet enteric coated, tablet kerja panjang (retard, sustained
released, zero order control/ZOC.
B. Bioavailabilitas (BA)
Persentase obat yg secara utuh diabsorpsi tubuh dari suatu
dosis tertentu yg diberikan & tersedia, untuk melakukan efek
terapetiknya.
-
-
1. FARMAKOKINETIK
MH mempengaruhi obat
Proses yg dilakukan tubuh terhadap obat,
yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme,
ekskresi.
Eliminasi : metabolisme & ekskresi.
1.a. ABSORBSI
• proses penyerapan obat dari tempat
pemberian ke sirkulasi darah sistemik.
Cara absorpsi obat/ mekanisme transport :
1. difusi pasif / sederhana/ non ionik
• ciri – ciri :
1. arah transport searah dg perbedaan kadar / gradient
kadar
• C1 > C2
• C1 = C2 = transport berhenti
• yg dapat menembus membran obat bebas
• Zat lipofil lebih mudah larut daripada zat hidrofil.
• C1 & C2 = kadar obat yg dapat menembus membrane
2. a). keadaan setimbang tercapai jika kadar obat yg dapat
menembus membrane di ke-2 sisi membrane sama.
2. b). Kecepatan transport tergantung konsentrasi obat.
Lanj…
3. kecepatan penetrasi / difusi untuk elektrolit lemah dipengaruhi
oleh pH lingkungan.
HA→H(+) + A(-)
α<1
HA : elektrolit lemah
α
: derajat ionisasi
4. kecepatan penetrasi / difusi dipengaruhi :
– luas permukaan tempat difusi ( Φ ) = A
– tebal membran (h)
– koefisien partisi dari senyawa (kp) =
kelarutan obat dalam lemak : kelarutan obat dalam air
– perbedaan kadar (C1 – C2)
– koefisien difusi (D)
• kecepatan penetrasi = D x kp x A x (C1 – C2)
h
2. Transport Aktif
a. melawan gradient kadar
b. membutuhkan energi
c. membutuhkan protein carier di membran sel untuk
mengangkut zat hidrofil.
d. Setelah melewati membran, obat dilepas kembali
e. bersifat spesifik (jk ada senyawa serupa dg molekul
terjadi kompetisi)
f. berjalan searah
walaupun C1<C2, jalannya tetap dari C1 ke C2 krn
ada C (carier).
g. Kecepatan transport tidak tergantung konsentrasi
obat.
Contoh : glukosa, as. Amino, as. Lemak, vit. B1, B2, &
B12.
3. Difusi Terfasilitasi
a. hampir sama dg transport aktif
b. perlu carier
c. arahnya searah
d. sifat spesifik
e. perlu energi
f. tidak melawan gradient
4. Transport konvektif (transport yg mengikuti aliran
medium)
a. mirip difusi pasif,molekul obat melalui pori – pori kecil (mis :
dinding kapiler) mengikuti aliran membran
b. dipengaruhi oleh :
– besarnya molekul
– kecepatan aliran medium
– muatan (ion bermuatan berlawanan dg di dinding pori
dapat melewatinya & mengikuti aliran).
Con : air & zat hidrofil dg BM < 200 (alkohol).
5. Transport pasangan ion
obat (+) R (-) → {obat} (+) {R} (-) → Netral difusi pasif.
• pembentukan pasangan ion dapat terjadi antara obat
dg komponen membran (pori)→ transport konvektif
6. Pinositosis / fagositosis
~ senyawa yg larut dalam lipid dapat menembus
membran dg baik→ engulting (ditelan)
~ vaksin polio aktif p.o ,melalui fagositosis.
Kecepatan absorpsi tergantung :
1. bentuk sediaan obat
• bentuk cair / terlarut > bentuk padat =
obat cair /
sirup / tetes
>>> tablet / kapsul / serbuk.
• Dissolution rate partikel sangat penting, makin halus
partikel, makin cepat larut & cepat diabsorpsi.
2. cara pemberian
pemberian secara injeksi i.v. > i.m. > s.c
Lanj…
3. sifat fisiko kimiawi obat
Pemberian obat p.o. diabsorpsi dari saluran lambung usus dg
fenomena sbb:
1. molekul utuh/tak terionisasi (lipofil) → mudah diabsorpsi
daripada ion hidrofil.
2. Lambung (pH = 2 / asam kuat)
a. Obat asam lemah (asetosal, barbiturat), sedikit
terionisasi → absorpsi baik.
b. Obat basa lemah (amfetamin, alkaloid), banyak
terionisasi → absorpsi sedikit.
3. Usus halus (pH = 6,6 – 7,6) = kebalikannya
a. Obat basa lemah → absorpsi baik.
b. Obat asam kuat/basa kuat → mudah terionisasi →
absorpsi lambat.
c. Zat lipofil mudah larut dalam cairan usus lebih mudah
diabsorpsi daripada zat sukar larut → perbedaan
konsentrasi di ke-2 sisi membran tinggi.
1.b. DISTRIBUSI
•
1.
Adalah penyebaran obat secara merata ke seluruh jaringan
tubuh melalui peredaran darah menuju ke tempat kerjanya
dalam sel (CIS).
Proses distribusi dipengaruhi oleh faktor :
Sifat fisika kimiawi
- makin lipofil, makin mudah menembus membran sel shg
cepat terdistribusi ke CIS.
- hati-hati pd wanita hamil trimester 2 & 3 karena potensial
menembus plasenta.
- obat lipofob terdistribusi hanya pd CES.
- con. Obat lipofil : sulfonamid, levodopa (dapat menembus
CCS), streptomisin.
2. Aliran darah ke dalam jaringan.
3. Ikatan obat – protein plasma.
obat dalam darah diikat reversibel oleh protein plasma.
-
-
hanya obat bebas yg aktif secara fisiologis.
obat bersifat asam & lipofil, terikat kuat pd albumin.
obat bersifat basa, terikat kuat pd globulin.
setiap obat mempunyai perbandingan tetap antara jumlah
molekul obat yg terikat protein plasma & yg bebas yg diukur in vitro
melalui konsentrasi obat dalam darah, “persentase pengikatan (PP).
Mis : warfarin (PP) = 99%.
kompetisi ikatan obat – protein.
con : asetosal (PP=50-80%) diberikan bersamaan dg warfarin
(antikoagulan), asetosal dapat mendesak warfarin dari ikatan
proteinnya, hingga PP-nya menurun . Penurunan dari 99% ke 98%
bermakna signifikan, yaitu kadar obat bebas (yg aktif) meningkat 2x
lipat dari 1% menjadi 2% & mengakibatkan perdarahan yg tidak
diinginkan.
• Lanj…
- Obat terikat protein menjadi tidak aktif karena tidak mengalami metabolisme
& ekskresi. Obat tersebut disimpan sbg :
a). Efek depot
Jika kadar obat bebas menurun, ikatan obat-protein pecah & obat
bebas terlepas kembali, shg kadar obat bebas stabil.
b). Kumulasi
obat tertentu mempunyai afinitas sangat besar terhadap jaringan
tertentu, shg ikatan obat protein akan ditimbun pada jaringan tersebut.
hal tsb bermanfaat untuk :
b.1. mengobati organ yg bersangkutan
mis : glikosida digitalis dikumulasi selektif dalam otot jantung.
b.2. menilai / mengevaluasi ES & efek toksik
mis : logam (ion Ca, ion Mg, ion Fe) & tetrasiklin, dikumulasi pd
tulang & gigi (menjadi kuning), shg tetrasiklin tidak boleh diberikan
pd anak < 8 tahun, ibu hamil / laktasi.
• untuk mengetahui seberapa luas obat terdistribusi dalam cairan badan
digunakan parameter :
• Volume Distribusi (VD) = jumlah obat dalam badan
kadar obat dalam plasma
• tetapi sulit & mahal → VD semu (perhitungan dosis berdasarkan kadar obat
dalam darah/plasma), dapat diprediksikan seberapa banyak /jauh obat
terdistribusi dalam badan, yaitu :
– VD ≤ 5 L (4% BB)
→ hanya terdistribusi dalam plasma
– VD ± 15 L (10 – 20 L)
→ obat terdistribusi ke CES
– VD ± 30 L / >
→ obat terdistribusi ke CIS
– VD ± 40 L
→ obat terdistribusi keseluruh tubuh
– VD ± 100 L / >
→ obat terdistribusi ke jaringan sekunder
(jaringan yg secara normal tdk berkembang tp krn >>> lemak/obesitas
mjd berkembang).
• Redistribusi : perpindahan obat dari tempat kerja ke darah / jaringan lain.
• Obat mengalami redistribusi, efeknya menurun.
1.c. METABOLISME / BIOTRANSFORMASI
• adl proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh
dan dikatalisis oleh enzim.
• pada dasarnya obat merupakan senyawa asing tidak diinginkan
tubuh ,tubuh berusaha merombak senyawa tsb menjadi
metabolit yg lebih hidrofil agar mudah diekskresikan melalui
ginjal.
• Obat →p.o. & rektal (sebagian) →diabsorpsi dari usus →sistem
pembuluh porta (vena portae) →hati →biotransformasi
→peredaran umum →jantung →seluruh tubuh →BA turun.
• obat →sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral/injeksi,
& rektal (sebagian) → peredaran umum →jantung →seluruh
tubuh →penurunan BA tidak signifikan karena obat tidak
mengalami biotransformasi di hepar.
Akibat Biotransformasi :
1.
senyawa obat menjadi inaktif krn aktifitas metabolit <<
aktifitas senyawa induk (biotransformasi berperan dalam
mengakhiri kerja obat).
mis : parasetamol (analgetik-antipiretik),lama-lama
dimetabolisme menjadi komponen-komponen→inaktif→tidak
berefek.
2.
senyawa obat / senyawa induk diubah menjadi senyawa lebih
polar,metabolitnya mudah larut dalam air (cairan fisiologi)
→mudah diekskresi melalui ginjal.
3.
senyawa obat diubah menjadi kurang toksik.
toksisitas metabolit << toksisitas senyawa induk
disebut juga “detoksikasi/detoksifikasi” (FPE hepar) = bioinaktivasi.
4. obat dimetabolisme
•
•
•
•
•
•
•
•
~ metabolitnya sama aktif
~ lebih aktif (bio-aktivasi)
~ lebih toksik
contoh:
obat > aktif oleh biotransformasi
kortison & prednisone
(menjadi kortisol & prednisolon)
fenasetin & kloralhidrat
(menjadi parasetamol & trikloretanol)
pirimidon & levodopa
(menjadi fenobarbital & dopamine)
metabolit dg aktivitas sama
CPZ = chlorpromazine
efedrin
senyawa-senyawa benzodiazepine
5. Obat →calon obat / pro drug (metabolisme) →
metabolit aktif (biotransformasi) → ekskresi.
• organ biotransformasi utama : hepar (FPE)
cont : efedrin, isoprenalin, thiazinamium,nortriptilin,
CPZ, reserpin, guanetidin, β-blockers (propranolol,
alprenolol, oksprenolol, metoprolol),morfin,
pentazosin, d-propoksifen, asetosal, parasetamol,
fenilbutazon.
• organ biotransformasi yg lain
☺paru –paru
☺ginjal
☺dinding usus (asetosal, salisilamid, lidokain)
☺dalam darah (succinylcholine)
☺dalam jaringan (catecholamine)
Jalur reaksi biotransformasi
1.
2.
Reaksi fase I / perombakan
- reaksi oksidasi dg enzim oksidatif cytokrom P450 di hati.
- reaksi reduksi.
- reaksi hidrolisa
- metabolit menjadi lebih polar/hidrofil, in aktif, aktif,
kurang aktif.
Reaksi fase II / penggabungan / konjugasi
- konjugasi molekul obat / metabolit fase I dg molekul
endogen.
- reaksi asetilasi dg asam asetat
- reaksi sulfatasi dg asam sulfat
- reaksi glukuronidasi dg asam glukuronat
- metilasi dg gugus metil asam amino / metionin
- metabolit lebih polar / hidrofil, in aktif (kecuali pro drug).
Faktor yg mempengaruhi kecepatan biotransformasi
1. Konsentrasi obat
• Kecepatan biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat
meningkat.
• Jika konsentrasi obat berada pd titik tertinggi maka semua
molekul enzim yg mengkatalisis biotransformasi ditempati
terus-menerus oleh molekul obat sehingga kecepatan
biotransformasi menjadi konstan.
2. Fungsi hati
• Gangguan fungsi hati, biotransformasi dapat menjadi lebih
cepat / lebih lambat sehingga efek obat lebih lemah / lebih
kuat dari yg diharapkan.
3. Usia
- Bayi baru lahir (neonati), semua enzim hati belum terbentuk
sempurna → biotransformasi lebih lambat (terutama
pembentukan glukuronida).
– adapula obat yg metabolismenya > cepat pada anak
daripada orang dewasa, shg dosisnya dinaikkan seperlunya
berdasarkan ukuran kadar plasma.
cont: fenitoin (antiepileptic), fenobarbital,karbamazepin,
valproat, etosuksimid.
– lansia / geriatric
kemunduran pada banyak proses fisiologi (fungsi ginjal,
filtrasi glomeruli, jumlah total air tubuh & albumin serum <<<,
enzim hepatic <<<) shg menyebabkan terhambatnya
biotransformasi shg berefek kumulasi & keracunan.
cont: digoxin, propranolol, fenilbutazon , kecuali fenitoin yg
dimetabolisme lebih cepat shg efeknya singkat.
4. variasi genetic
1. asetilasi (fs. II , reaksi pembentukan amida)
- INH
- prokainamid
- sulfonamide
- dapson
2. oksidasi (hidroxilasi) (fs. I)
- debrisoquin / debrisokina
• asetilator : - cepat : orang kulit putih (Eskimo, jepang)
lambat : orang kulit hitam
• cont :
• pemberian INH / isoniazid
• toksisitas obat / INH pada fenotipe asetilator :
• INH →
neuropati perifer
→ asetilator lambat
• INH →
kerusakan hepar
→ asetilator cepat
5. Penggunaan obat lain
- Induksi enzim : bila obat lipofil menstimulir pembentukan &
aktifitas enzim hati/mikrosomal, maka biotransformasi &
ekskresi obat lainnya dipercepat shg durasi & efeknya
dipersingkat.
- Con : interaksi induktor (rifampisin, griseofulvin, terbinavin,
fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, pirimidon) vs pil anti hamil.
Terjadi kegagalan pil KB shg kadar estrogen harian
ditingkatkan >±50 mikrogram.
- Inhibisi enzim : obat yg dapat menghambat / menginaktifkan
kerja enzim hati.
con. Inhibitor : simetidin, clotrimazol, mikonazol, ketokonazol,
ekonazol, alkohol, eritromisin, jus grape fruit, flavonoid (dalam
the, bawang putih, sayur, apel, anggur merah).
1.d. EKSKRESI
• Adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh dalam bentuk aktif /
metabolit.
• Organ terpenting : ginjal, gangguan fungsi ginjal mk dosis
dikurangi atau interval / waktu minum obat diperpanjang.
• ada beberapa cara lain :
1. kulit , bersama keringat
ex: paraldehid, bromida
2. paru – paru, melalui pernapasan
ex : alkohol, paraldehid, anastetika (kloroform, halotan,
siklopropan)
3. empedu
-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein =
pencahar)
- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu
→absorpsi→ eksistensi obat panjang → durasi lama →induksi
enzim → metabolit polar → ekskresi.
Lanj…
3. empedu
-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein =
pencahar)
- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu
→absorpsi→ eksistensi obat panjang → durasi lama →induksi
enzim → metabolit polar → ekskresi.
4. ASI : penting untuk bayi → keracunan
cont : alkohol, obat tidur, nikotin/rokok, alkaloid lain
(pH ASI < 6,7 lebih rendah pH darah 7,4).
obat-obat dalam jumlah besar diekskresi melalui ASI
cont : penisilin (sensitisasi), kloramfenikol, INH,
ergotamine,antikoagulan, antitiroid, karena system enzim
neonatus belum sempurna.
5. usus : diresorpsi usus keluar dg tinja
cont: sulfasuksidin, neomisin, sediaan Fe
• Lanj…
• mekanisme ekskresi pada ginjal :
1. filtrasi glomeruli (pasif)
obat & metabolit larut dalam plasma melintasi dinding glomeruli
secara pasif dengan ultrafiltrat.
2. transport aktif
• tubuli mensekresi zat aktif tertentu (ion asam organis :
penicillin, vitamin C, asam salisilat, probenesid). sekresi dibantu
enzim pengangkut → kompetisi
• ex : penisilin dg probenesid (obat encok) berkompetisi (enzim
pengangkutnya) → ekskresi antibiotic lambat → efek antibiotic
lama/panjang.
1.e. konsentrasi Plasma
• Untuk menilai obat (baru) secara klinis, ditetapkan
dosis & skema penakaran tepat, perlu keterangan
farmakokinetik, khususnya : kadar obat di tempat kerja
(target site) & dalam darah, perubahan kadar tersebut
dalam waktu tertentu.
• Besarnya efek obat tergantung pd konsentrasinya di
tempat kerja yg berhubungan erat dg konsentrasi
plasma.
• Konsentrasi obat dalam plasma, nilainya lebih kurang
sama dg konsentrasi dalam darah, dapat diukur dg
alat modern dg keseksamaan 0,001 mg.
• Kurva konsentrasi – waktu, berguna pd pemberian
obat yg dosis terapinya sempit/dosis terapi dekat dg
dosis toksis (ex : digoksin), pd fungsi ginjal / hati
terganggu shg eliminasi obat diperlambat, pd kasus
keracunan (ex : barbital, salisilat).
1.f. Waktu Paruh = Plasma Half Life = t½ (eliminasi)
• Adalah waktu yg dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat
dalam tubuh menjadi separuhnya selama eliminasi
(metabolisme & ekskresi).
• Kecepatan eliminasi obat & plasma t½ tergantung pd
kecepatan biotransformasi & ekskresi.
• Fungsi organ eliminasi penting, karena pd kerusakan hati /
ginjal t½ dapat meningkat 20 kali.
• Cara pemberian obat menentukan nilai t½ .
• Plasma Half Life = t½ (eliminasi) merupakan ukuran lamanya
efek obat, maka t½ bersama kurva konsentrasi-waktu sebagai
dasar untuk menentukan regimen dosis obat & frekuensi
pemberian obat yg rasional (berapa kali sehari sekian mg).
• Obat dg t½ panjang (>24 jam), pemberiannya 1 dd (digoksin).
• Obat dg t½ pendek & cepat dimetabolisme, regimennya 3 – 6
dd (oksitosin infus tetes kontinu).
II. FARMAKODINAMIKA
• mempelajari efek yg terjadi pada manusia/respon yg
terjadi terhadap pemberian obat (obat mempengaruhi
organisme).
• ex : parasetamol → analgetik/antipiretik
• Efek obat timbul karena interaksi antara molekul obat
dg reseptor pd sel organisme.
• Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd
jaringan, organ / sistem organisme.
• Obat pd umumnya memodifikasi fungsi tubuh yg
sudah ada, mis : stimulasi / depresi.
• Obat tidak membuat fungsi / efek baru.
• Interaksi obat-reseptor →hipotesis : gembok & anak
kunci.
mekanisme kerja obat
1.
•
•
2.
•
•
secara fisis
ex : diuretic osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia osmotik
(Mg & Na-sulfat).
Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat
lambat oleh usus → proses osmosis → menarik air
disekitarnya → volume isi usus >> besar → rangsangan
mekanis pada dinding usus → peristaltik >> → feses keluar
secara kimiawi
ex : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-hidroksida)
mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi
kimiawi.
zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu,
Hg, Pb, Zn) pada molekulnya dg ikatan kimiawi khusus →
membentuk kompleks shg tidak toksik &mudah diekskresi.
mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin
Lanj…
3.mengganggu proses metabolisme
• ex : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan
derivatnya pada sekresi tubular → ekskresi penisilin
lambat → efek diperpanjang.
• Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel,
sintesa protein / metabolisme DNA/RNA bakteri.
4. kompetisi
• untuk reseptor spesifik & enzim
RESEPTOR
• Adalah molekul (protein) di permukaan / di dalam sitoplasma
sel yg mengenal & mengikat molekul spesifik, menghasilkan
efek khusus pada sel.
• Hubungan dosis & respon
Obat + Reseptor ↔OR→efek
ikatan obat dg reseptor →ikatn ion, hidrogen, hidrofobik,
van der Walls, kovalen, atau campuran →reversibel.
semakin besar dosis obat →semakin besar efeknya pd
tubuh.
efek maksimal (bahkan stagnan) bila semua reseptor
sudah diduduki oleh molekul obat.
AGONIS
• Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen.
• Obat yg bisa “pas” menduduki reseptor & mengaktifkan
reseptor tsb shg menghasilkan efek farmakologis.
• Ex : salbutamol →agonis β2
petidin →agonis opioid
dopamin →agonis dopamin
ANTAGONIS
• Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu
menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu
mengaktifkan reseptor tsb shg tidak menimbulkan efek
farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya
secara kompetitif shg kerja agonis terhambat.
• Con :
• Beta-blockers (propranolol, metoprolol) →menghambat
reseptor beta pd saraf simpatik/adrenergik.
• antihistaminika →memblokir reseptor H1
• Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) →memblokir reseptor H2 (di
lambung).
• Allopurinol (enzim blockers) →merebut tempat xantin di enzim
xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat dihambat.
EFEK TERAPEUTIS
1. Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan
kuman, virus, parasit). Ex : antibiotika, fungisida, dll.
2. Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan,
penyebab yg lebih mendalam tidak dipengaruhi (mis :
kerusakan organ / saraf). Ex : analgetika, antihipertensi.
3. Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuaut oleh
organ tubuh yg sakit. Ex : insulin (DM), karena produksi insulin
oleh sel β pd pankreas berkurang.
• Efek terapeutis obat tergantung faktor :
1. Cara & bentuk pemberian obat
2. Sifat fisiko kimiawi (A,D,M,E)
3. Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran
darah)
4. Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).
PLASEBO
• Pengobatan dg sugesti/kepercayaan terhadap tenaga
kesehatan & obat yg diberikan.
• Obat plasebo tidak mempunyai kegiatan farmakologis, hanya
untuk menyenangkan/menenangkan pasien yg menurut
diagnosa dokter tidak ada kelainan organis atau untuk
menguatkan moral pasien yg tidak dapat disembuhkan lagi.
• Zat in aktif dalam plasebo : laktosa + kinin + pewarna.
• Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat
kuat.
PERMASALAHAN OBAT
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN =
ADVERSE DRUG REACTION)
Reaksi obat yg tidak diinginkan
• setiap efek yg tidak dikehendaki yg
merugikan / membahayakan pasien
(adverse reaction) dari suatu pengobatan.
Istilah penting yg perlu diketahui :
1.Efek Samping
• efek suatu obat yg tidak diinginkan untuk tujuan
terapi dg dosis yg dianjurkan. obat yg ideal adalah
yg bekerja cepat, selektif, untuk tempat tertentu &
hanya berkhasiat terhadap penyakit tertentu tanpa
aktivitas lain. pada suatu saat ES dapat sebagai
efek utama.
• Con :
a. Asetosal, ES : mengencerkan darah (merintangi
penggumpalan trombosit), bermanfaat untuk
prevensi sekunder infark otak / jantung.
b. Promethazin (antihistamin), ES : efek sedatif,
dikembangkan sbg psikofarmaka gol. Klorpromazin.
2. Efek Tambahan / Sekunder
• efek tidak langsung akibat efek utama obat.
cont : penggunaan antibitika (A.B) spectrum
luas / fungistatik mengganggu bakteri usus yg
memproduksi vitamin, tjd defisiensi vitamin,
diberi vit. B komplek.
3.Idiosinkrasi
• efek abnormal dari obat terhadap seseorang,
disebabkan kelainan faktor genetik pada pasien
yg bersangkutan. ex : pengobatan malaria dg
primaquin / pentaquin (pada orang kulit hitam
afrika) menyebabkan anemia hemolitik.
4. ALERGI
• Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh.
• Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat
dikurangi dg menurunkan dosis.
• Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein
asing), heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg
struktur kimia sama dapat terjadi alergi silang, mis : derv.
Penisilin & derv. Sefalosporin.
• Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),
hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik.
-steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas,
demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
-anemia aplastis (kloramfenikol).
5. Fotosensitisasi
• sangat peka terhadap cahaya akibat penggunaan
obat secara local / p.o.
• ex : tetrasiklin & derivatnya (p.o.)
6. Efek toksik
• bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi
menunjukkan gejala toksik. bila dosis dikurangi, efek
toksik berkurang. (pembahasan toksikologi)
7. Efek teratogen
• efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat
mengakibatkan cacat pada janin.
• Con : talidomid →focomelia
tetrasiklin →mengganggu pertumbuhan tulang &
gigi.
8. Toleransi
• peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus-menerus
untuk mencapai efek yg sama.
a). toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang /
binatang
b). toleransi sekunder / perolehan = habituasi = kebiasaan
habituasi (menurut WHO) : suatu gejala ketergantungan
psikologik terhadap suatu obat dg ciri-ciri :
• keinginan untuk selalu menggunakan obat
• tak ada / sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis
• menimbulkan beberapa ketergantungan psikis
• sesuatu efek yg merugikan (individu)
• bila dihentikan gangguan emosi
ex : merokok (nikotin)
c). toleransi silang
• timbul karena obat-obat mempunyai struktur kimia serupa /
derivatnya.
ex : fenobarbital & butobarbital
9. Adiksi
• pemberian obat yg menyebabkan toleransi,jika dihentikan
mendadak menimbulkan sindrom gejala putus obat (withdrawal
syndrome)
• menurut WHO
ketergantungan rohaniah & jasmaniah terhadap suatu obat,
ciri-ciri :
• adanya dorongan untuk selalu menggunakan obat tsb
• adanya kecenderungan kenaikan dosis
• timbul ketergantungan rohaniah & diikuti ketergantungan
badaniah
• menimbulkan kerugian terhadap masyarakat / individu sendiri
• penghentian penggunaan obat tsb menimbulkan efek hebat
secara jasmani & rohani (abstinensi)
ex : abuse narkotika (morfin, kokain, ganja)
10. Tachifilaksis
• peristiwa berkurangnya respon terhadap aksi obat pada
pengulangan dalam dosis yg sama. Respon mula-mula tidak
dapat diperoleh meskipun dosisnya diperbesar.
• ex : efdrin (TM) untuk glaucoma
11. Kumulasi
• fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil
pengulangan penggunaan obat & diabsorpsi lebih cepat
dibanding ekskresinya. adanya akumulasi obat , pada
pengulangan dg dosis terapi dapat terjadi efek toksik.
• ketr : no. 4,8,9,10,11efek-efek yg tidak dikehendaki pada
pengulangan / perpanjangan penggunaan obat
12. resistensi bakteri
• suatu keadaan dimana kemoterapetik untuk penyakit infeksi
kuman tidak bekerja lagi terhadap kuman tertentu yg memiliki
daya tahan kuat & resisten thd obat tsb.
13. kombinasi obat
• penggunaan 2 obat / > sbg campuran / bersama-sama
pada waktu bersamaan dapat menimbulkan efek sbb :
13.1. Antagonisme
• Efek obat I dikurangi/ditiadakan oleh obat II khasiat
farmakologinya berlawanan. Ex : adrenalin vs
histamin.
• Adrenalin :- sbg bronkodilator pd asma
- untuk terapi shock (memperkuat kerja
jantung & melawan hipotensi).
• Histamin :- kontraksi otot polos bronchi
- vasodilatasi semua pembuluh shg TD
turun.
13.1.a. Antagonisme kompetitif reversibel
Persaingan reversibel antara 2 obat untuk menduduki
reseptor yg sama.
Ex : morfin, metadon vs nalokson, nalorfin pd reseptor
opioid.
13.2.b. Antagonisme kompetitif ireversibel
Persaingan ireversibel antara beberapa logam berat (Cu,
Hg, Pb, Zn) pada molekul obat yg sama.
Ex : zat chelasi (penisilamin / dimetilsistein) berikatan dg
logam berat pd keracunan logam berat.
13.3.Sinergisme
• Kerja sama antara 2 obat yg menghasilkan efek sbb :
13.3.a. adisi (sumasi / penambahan)
• ex : asetosal & parasetamol ; trisulfa (sulfadiazine,
sulfamerazin, sulfametazin)
• campuran obat / obat yg diberikan bersama menimbulkan efek
yg merupakan jumlah dari efek @ obat secara terpisah pada
px.
13.3.b. Potensiasi (peningkatan potensi)
• Kombinasi ke-2 obat saling memperkuat shg menghasilkan
efek yg melebihi jumlah obat a + obat b.
• Ex : - estrogen + progesteron (kombinasi dg efek sama).
- kotrimoksazol (sulfametoksazol & trimetoprim)
- tiamin/piridoksin dg NSAIDs (kombinasi dg efek beda).
14. Interaksi obat
• Pemberian ≥2 obat pd pasien menimbulkan interaksi obat
dalam tubuhnya.
• Efek @ obat saling mengganggu &/ timbul ES yg tidak
diinginkan.
• Cara – cara interaksi obat
14.1. interaksi kimiawi
• Obat berinteraksi dg obat lain secara kimiawi.
• Ex : - fenitoin vs Ca²+.
- tetrasiklin vs logam valensi dua (Ca²+, Mg²+, Al²+, Fe²+).
14.2. kompetisi dg protein plasma
• Ex : analgetik (salisilat, fenilbutazon, indometasin) dapat
mendesak ikatan warfarin dg protein plasma →perdarahan.
14.3. Inhibisi enzim
• Bila obat (A) mengganggu / menghambat fungsi hati/enzim hati,
shg eliminasi obat (B) diperlambat akibatnya efek obat B
meningkat / toksik.
• Con :
Obat A
Obat B
Allopurinol
Merkaptopurin (sitostatika)
Disulfiram,
Sulfonilurea / tolbutamida,
metronidazol
Alkohol
cimetidin
Teofilin,
karbamazepin,fenitoin, zatzat kumarin, nifedipin,
diltiazem, verapamil,
diazepam
14.4. induksi enzim
• Obat (A) memacu pembentukan enzim hati sehingga
mempercepat eliminasi obat (B) & menyebabkan efek obat (B)
berkurang.
• Con:
Obat A
Obat B
Gol. Barbiturat (fenobarbital)
Antikoagulansia
Antiepileptika (fenitoin,
Antidepresan trisiklis
karbamazepin, lamotrigin,
(amitriptilin, imipramin)
felbamat)
Kortikosteroid
Fenobarbital
Estrogen (dalam pil KB)
Fenitoin
Primidon
Karbamazepin
Rifampisin
Interaksi Obat dg Makanan
•
Mempengaruhi farmakokinetika obat.
A.
Absorpsi
- obat diikat/diadsorpsi oleh makanan shg absorpsinya di
usus <<< akibatnya efeknya <<<.
- ex :
1. makanan kaya serat vs levastatin (penghambat
kolesterolsintetase).
2. sayuran kaya vit. K (bayam, brokoli) vs antikoagulansia,
maka vit. K menurunkan efek antikoagulansia.
3. tetrasiklin vs susu/makanan banyak mengandung Ca
terjadi ikatan khelat shg absorpsi tetrasiklin turun.
• Lanj…
B. Biotransformasi
• Makanan menghalangi biotransformasi obat shg kadar obat
dalam plasma meningkat, mengakibatkan efek toksik.
• Ex.1: antidepresiva MAO inhibitors (fenelzin, moclobemida) vs
makanan banyak mengandung amin / tiramin (keju, avokad,
anggur, bir, produk ragi, hati ayam, coklat), menyebabkan
senyawa amin dalam makanan tidak bisa diuraikan lagi oleh
monoaminoksidase karena sudah dihambat oleh MAO
inhibitors shg kadar amin dalam plasma meningkat & akibatnya
terjadi hipertensi hebat.
• Ex.2. : antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) vs grapefruit juice,
minuman tsb menghambat enzim sitokrom P450 pd dinding
usus shg BA antagonis Ca meningkat & menyebabkan
hipotensi hebat, takikardi, dll.
• Lanj…
C. Ekskresi
• Makanan kaya protein (daging, telur, ikan), roti, cake dapat
menurunkan pH urin (urin menjadi asam) shg mengurangi
reabsorpsi tubular obat basa lemah (mis : morfin) yg
mengakibatkan ekskresinya diperpanjang.
• Obat-obat yg meningkatkan kebutuhan terhadap vitamin
tertentu :
1. pil KB, INH, penisilamin, hidralazin →meningkatkan
kebutuhan piridoksin / vit. B6.
2. salisilat & tetrasiklin →menaikkan kebutuhan vit. C
3. parafin (laxadin) →menurunkan absorpsi vit. Larut lemak
shg kebutuhannnya meningkat.
15. Kontra Indikasi
• Kondisi patologis dimana obat tidak boleh digunakan.
ex : gangguan fungsi hati (parasetamol, ketokonazol).
gangguan fungsi ginjal (gentamisin).
16. inkompatibilitas farmakologis
• terjadi diluar tubuh / sebelum obat diberikan
• dua obat / > dicampur dalam satu wadah / obat suntik dalam cairan infuse
• ditandai perubahan fisika kimia (yg tak terlihat)
ex :
* penisilin dinonaktifkan oleh aminoglikosid
* gentamicin diinaktivasi oleh karbenisilin
* amfoterisin B mengendap dalam larutan fisiolagis (NaCl)/
larutan ringer (RL).
• kadangkala ada manfaatnya : heparin / antikoagulan (asam) dihambat dg
pemberian protamin (basa) = antidot spesifik terhadap overdosis heparin.
BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
•
1.
Faktor yg mempengaruhi pemilihan BSO
Faktor obat
- rasa obat pahit, amis, tidak enak →kapsul, emulsi, dragee.
- obat dirusak asam lambung (terutama jika diberikan p.o)→tablet salut
enterik, parenteral, suppositoria, tablet sublingual, tablet buccal.
2.
Faktor penderita
- bayi & anak →sirup, pulveres (p.o)
- tidak sadar/pingsan, tidak kooperatif/gila →parenteral, rektal
(suppositoria, enema).
- tingkat ekonomi →harga tablet/kapsul berbeda dg sirup.
3.
Faktor penyakit
- gawat/emergency →parenteral, aerosol, nebulizer.
- letak penyakit →mis : mata (TT, ZM), telinga (TT).
- penyakit kronis & frekuensi pemakaian yg sering →mis: peny. Jantung
(SR, oros, CR).
Fungsi BSO dari sisi biofarmasetika
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Melindungi agar zat aktif tidak rusak oleh udara,
kelembaban/cahaya →tablet salut.
Melindungi zat aktif tidak dirusak asam lambung jk digunakan
per oral →tablet salut enterik, tab.sub lingual, tab.buccal.
Menutupi / menghilangkan rasa pahit, rasa & bau yg tidak
enak dari obat →kapsul, tablet salut, sirup.
membuat serbuk yg tidak larut / tdk stabil dalam larutan
dibuat serbuk yg tidak larut & terdispersi dalam air (suspensi).
mencampur cairan seperti minyak agar terdispersi dalam
larutan air menjadi emulsi, melindungi rasa & bau tak enak
dari minyak (emulsi minyak ikan).
Memudahkan penggunaan obat untuk pengobatan setempat
shg diperoleh efek maksimal di tempat yg diobati →TM/ZM,
TT, tetes hidung, salep/cream untuk kulit.
•
7.
Lanj…
Agar obat mudah masuk dalam lubang badan, yaitu :
- rektum →suppositoria, enema.
- vaginal →insert/suppositoria vaginal, douche
- mata →TM,ZM, dll.
8. Mengatur pelepasan obat yg teliti, tepat, aman shg diperoleh
efek yg lama & teratur (tab/kaps SR, CR, Oros).
9. agar obat dapat segera masuk dalam peredaran darah /
jaringan badan (injeksi i.v. ; i.m.)
10. memperoleh aksi obat yg optimal dalam saluran pernapasan
(inhalasi / aerosol)
11. membuat sediaan obat yg berupa larutan, dimana obatnya
larut dalam zat pembawa yg dinginkan.
Klasifikasi BSO berdasarkan
konsistensinya
1.
BSO Padat
pulvis, pulveres, tablet, tab.salut (gula, film,enteric), tab.lepas
lambat, tab. Effervescent, tab.sublingual. Tab. Bukal, tab.
Kunyah, tab. Hisap, kapsul, tab. Vaginal, suppositoria, ovula,
pil, implan.
2.
BSO Semi Padat
salep, cream, jel, pasta, oculenta, linimenta, sabun.
3.
BSO Cair
larutan, eliksir, sirup, suspensi, emulsi, obat tetes, infusa,
kolutorium, gargarisma, lotio, enema, vaginal douche, vaksin,
imunoserum, infus i.v., injeksi, inhalasi, aerosol.
BSO PADAT
1.
•
•
2.
•
•
•
PULVIS (serbuk tidak terbagi)
Campuran homogen & kering bahan obat yg dihaluskan,
untuk pemakaian dalam/p.o.
Con : lacto-b, smecta.
PULVERES (puyer, serbuk yg terbagi)
serbuk yg dibagi dalam bobot sama (300-500 mg),
dibungkus menggunakan bahan pengemas yg cocok untuk
sekali minum, digunakan untuk obat dalam / p.o.
Kelebihan : berupa unit dose (sekali minum), dosis untuk
bayi/anak > tepat, disolusi > cepat dibanding tab/kaps,
mudah diberikan untuk bayi/anak.
Kekurangan : rasa obat tidak enak/pahit, dapat merangsang
mukosa mulut/sal.GI.
•
•
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Lanj…
Hal-hal yg diperhatikan pada pembuatan pulveres :
Assesment resep (prinsip 6T, 1W : tepat pasien, dignosa,
obat, indikasi, dosis & waspada ES).
Hitung kembali dosis obat (umur, BB, BSA)
Jika ada interaksi obat, hubungi prescriber.
Obat yg seharusnya tidak boleh digerus :
- sediaan lepas lambat (SR, CR, Oros).
- tablet salut, terutama salut enterik.
- obat dg IT sempit.
Mortir & stemper untuk menggerus obat dalam (p.o) tidak
boleh untuk meracik obat luar.
Jika obat yg dicampur lebih dari 2, gerus satu-persatu, obat
yg jumlahnya lebih sedikit gerus dulu.
Selalu menjaga kebersihan.
3.
pulvis adspersorius (serbuk tabur) : serbuk bebas dari
butiran kasar , untuk penggunaan luar (diracik = pulvis). cont :
serbuk luka (nebacetin powder, enbatic), deodorant tabur
(MBK, harum sari), anti gatal (herocyn, purol, caladin
powder), douche powder, insufflation.
4.
TABLET (compressi)
sediaan padat, mengandung 1jenis obat/>, dg / tanpa zat
tambahan.
5.
•
Tablet Salut Gula (sugar coated tablet) = “dragee”
Tablet yg disalut dg larutan gula, untuk estetika & identifikasi
zat penyalut bagian luar diberi warna.
tujuan : - menutupi rasa & bau yg tidak enak
- melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara,
lembab, cahaya.
•
6. tablet salut selaput (film coated tablet)
• tablet disalut dg lapisan yg dibuat dg cara pengendapan zat
penyalut dari pelarut yg cocok. lapisan selaput umumnya tidak
lebih dari 10% berat tablet.
• tujuan :
- menutupi rasa &bau yg tidak enak.
- melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara,
lembab, cahaya.
7. tablet salut enteric (enteric coated tablet)
= lepas tunda
• tablet disalut dg zat penyalut yg relatif tidak larut dalam asam
lambung, tapi larut & hancur dalam lingkungan basa (usus
halus).
• alasan tablet dibuat salut enteric :
– obat rusak / inaktif oleh asam lambung
– obat mengiritasi mukosa lambung
– obat dikehendaki berefek di usus
• Tujuan : menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung.
8. Tablet lepas lambat
• Tujuan : tablet dibuat sedemikian untuk melepaskan obatnya
secara perlahan sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka
waktu tertentu setelah obat diberikan.
• Tipe kerja : controlled-release, delayed-release, sustainedrelease, sustained-action, prolonged-release, prolonged-action,
timed-release, slow-release, extended-release, extendedaction.
• Ex : Isoptin SR.
9. Tablet effervescent
• Tablet berbuih yg dibuat dg cara kompresi granul yg
mengandung garam effervescent (Na-bikarbonat & asam
organik : sitrat, tartrat) atau bahan lain yg mampu melepaskan
gas CO2 ketika bercampur dg air.
10.
Tablet vaginal / vaginal insert /
suppositoria vaginal
• Tablet yg dimasukkan dalam vagina dg alat penyisip khusus, di
dalam vagina obat dilepaskan & berefek lokal.
• Ex : flagystatin tablet vaginal.
11.
Tablet sublingual & tablet bukal
• Tablet sublingual : tablet yg disisipkan di bawah lidah.
• Tablet bukal : tablet yg disisipkan diantara gusi & pipi.
• Keduanya tablet oral yg larut dalam kantung pipi/bawah lidah
untuk diabsorpsi melalui mukosa oral.
• Tujuan : - menghindari absorpsi obat dirusak oleh cairan
lambung
- memperbesar absorpsi obat ( absorpsi mukosa
oral >>> saluran pencernaan).
12.
Tablet hisap / Lozenges
• Adalah tablet yg dapat melarut / hancur perlahan dalam mulut.
Dibuat dg bahan dasar beraroma dan manis.
• Tujuan : untuk pengobatan iritasi lokal / infeksi mulut /
tenggorokan, dapat juga mengandung bahan aktif untuk
absorpsi sistemik setelah ditelan.
• Sinonim : - pastiles (lozenges dg zat tambahan gelatin &
gliserin / tablet hisap tuang)
- Troches (tablet hisap kempa).
13.
Tablet Kunyah
• Penggunaannya harus dikunyah, memberikan residu dg rasa
enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan
rasa pahit/tidak enak.
• Biasanya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak,
multivitamin, antasida, antibiotika tertentu.
14.
KAPSUL
• Adalah sediaan padat yg terdiri dari obat dalam cangkang
keras/lunak yg dapat melarut.
• Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dg/tanpa zat tambahan
lain.
• Kapsul cangkang keras diisi : serbuk, butiran/granul, bahan
semi padat/cairan, kapsul, tablet kecil.
• Kapsul cangkang lunak diisi : cairan, suspensi, pasta.
15.
PIL / PILLULAE
• Sediaan padat berupa massa bulat, mengandung satu / >
bahan obat, untuk pemakaian oral, berat ≤ 60 mg (granul),
≥ 300 mg (boli).
16.
OVULA
• sediaan padat yg digunakan melalui vagina , umumnya
berbentuk telur , dapat melarut, melunak / meleleh pada suhu
tubuh. Ex : Vagistin ovula.
17.
SUPPOSITORIA
• Bentuk sediaan padat yg digunakan dg cara dimasukkan
melalui lubang / celah pd tubuh (rektum, vagina, saluran urin),
umumnya berbentuk terpedo, dapat melarut, melunak / meleleh
pd suhu tubuh, memberikan efek lokal / sistemik.
16.
IMPLAN / PELLET
• tablet dg d = 2 – 3 mm, bentuk kecil, silindris, steril, panjang 8
mm, berisi obat dg kemurnian tinggi (dg atau tanpa bahan
eksipien), dibuat secara pengempaan atau pencetakan,
pemakaian secara implantasi dalam jaringan tubuh (s.c / dg
bantuan injektor khusus / sayatan bedah), untuk memperoleh
pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu
lama, digunakan untuk pemberian hormon (testosteron /
estradiol).
• Ex : Implanon
BSO SEMI PADAT
1. salep / unguenta
sediaan setengah padat yg mudah dioleskan & digunakan
sebagai obat luar, untuk pemakain topikal pd kulit / selaput
lendir).
2. krim / cremores
• sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung 1 / >
bahan obat terlarut / terdispersi dalam bahan dasar yg sesuai ,
digunakan sebagai emolien / untuk pemakain luar pd kulit.
3. jelly / gel
• salep yg lebih halus, umumnya cair, mengandung sedikit lilin /
tanpa lilin, digunakan pada membran mukosa, sebagai pelicin /
dasar salep campuran sederhana minyak & lemak dg titik lebur
rendah.
4. pasta
1. sediaan berupa massa lembek , untuk pemakaian luar,
digunakan sebagai antiseptic / pelindung kulit, cara pakai :
dioleskan lebih dulu pada kain kasa.
2. Sediaan semi padat yg mengandung 1 / > bahan obat, untuk
pemakaian topikal (kulit luar). Perbedaan dg salep : persentase
bahan padat pd pasta > besar shg pasta > kaku dp salep.
ex : pasta Zink oksida.
5. oculenta = salep mata
• salep steril untuk pengobatan mata , menggunakan dasar salep
yg cocok.
6. linimenta
• sediaan yg dipakai dg dioles & digosok dg penekanan agar
bahan obat menembus kulit.
7. Sabun
• Sediaan setengah padat yg diperoleh melalui reaksi
saponifikasi (reaksi penyabunan alkali dg asam lemak rantai
panjang).
• Konsistensi sabun tergantung dari alkali yg digunakan : KOH
(lunak), NaOH (keras).
BSO CAIR
1. Potio : bentuk sediaan cair yg diminum.
2. Lotio : bentuk sediaan cair untuk pemakaian luar.
1.
•
•
•
•
•
•
LARUTAN / SOLUTIONS
Sediaan cair yg mengandung bahan kimia terlarut.
Zat padat + cairan, dipanaskan 37°C menjadi larutan.
Pelarut : air suling, kecuali disebutkan lain.
Zat pelarut larutan :
- air suling
- spiritus, untuk melarutkan : champora, iodium, mentholum.
- aether : champhora
- minyak lemak : champora, mentholum, bromoform.
- parafin liquidum : champhora, mentholum, ephedrin.
- glycerium : phenolum, borax.
Penyimpanan larutan : untuk larutan yg mudah
terurai/berreaksi karena cahaya harus disimpan dalam botol
gelap/coklat.
Wadah / kemasan : harus mudah dikosongkan, volume boleh
> 1 liter.
•
1.
2.
3.
(Lanj..) Larutan dapat digunakan sbg :
Obat dalam (larutan oral) : eliksir, sirup.
Obat luar : larutan topikal, larutan irigasi.
Dimasukkan dalam rongga tubuh : larutan otik, larutan nasal,
larutan inhalasi, larutan ophtalmik, larutan parenteral, larutan
dialisis peritonial.
2.
ELIKSIR
larutan yg mempunyai rasa & bau sedap, selain mengandung
obat juga zat tambahan seperti : gula (sirup gula, sorbitol,
gliserin, sakarin), zat warna, zat pewangi, zat pengawet;
untuk obat dalam; pelarut utama : etanol (5 – 10%) untuk
mempertinggi kelarutan obat.
3.
SIRUP
sediaan cair berupa larutan , mengandung sakarosa dg kadar
tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0%.
ex : sirup simpleks (sirup bukan obat)
4. SUSPENSI
• sediaan yg mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus
& tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
• Syarat suspensi :
zat yg terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap.
suspensi tidak boleh terlalu kental, shg mudah dikocok,
endapan cepat terdispersi kembali & mudah dituang.
mengandung suspending agent sbg stabilisator.
• Suspensi digunakan sbg :
suspensi oral, con : amoxicilin dry sirup.
suspensi tetes telinga (bagian luar).
suspensi steril untuk injeksi, con : suspensi kortison asetat
steril, ampisilin steril untuk suspensi.
5. EMULSI
• sediaan yg mengandung bahan obat cair / larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi / surfaktan yg cocok.
6. OBAT TETES / GUTTAE
• sediaan cair berupa larutan suspensi / emulsi, untuk obat
dalam / luar, digunakan dg cara meneteskan menggunakan
penetes yg menghasilkan tetesan setara dg tetesan yg
dihasilkan penetes baku yg disebutkan FI.
7. GUTTAE (tanpa penjelasan lanjut), untuk obat dalam,
digunakan dg cara meneteskan obat ke dalam makanan /
minuman.
8. GUTTAE ORIS / TTS MULUT
• obat tetes untuk mulut dg cara mengencerkan lebih dulu dg air,
untuk dikumur-kumur, bukan untuk ditelan.
guttae auriculars / tetes telinga
• obat tetes untuk telinga dipakai dg meneteskan obat ke dalam
telinga
9.
10.
guttae nasals / tetes hidung
• dipakai dg cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung
11.
guttae opthalmicae / tetes mata
• sediaan steril berupa larutan / suspensi, digunakan untuk
mata dg cara meneteskan obat pada selaput lendir mata
disekitar bola mata & kelopak mata.
12. INFUSA
• sediaan cair yg dibuat dg cara menyari/mengekstraksi
simplisia nabati dg air pada T=90°C selama 15 menit.
13. KOLUTORIUM / obat cuci mulut
• larutan pekat dalam air yg mengandung bahan deodorant,
antiseptic, analgetik local / astringen.
14. gargarisma = gargle = obat kumur
• sediaan berupa larutan, dalam pekat yg harus diencerkan
sebelum digunakan,sebagai pengobatan / pencegahan infeksi
tenggorokan,
• tujuan : obat yg terkandung di dalamnya dapat langsung
terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan & tidak
dimaksudkan agar obat tersebut menjadi pelindung selaput
tenggorokan.
15. Lotio / Losio
• Preparat cair untuk penggunaan luar pd kulit, sebagai
pelindung / obat, dapat digunakan secara merata & cepat pd
permukaan kulit yg luas, setelah dipakai di kulit cepat kering &
meninggalkan lapisan tipis dari komponen obatnya pd
permukaan kulit.
16. ENEMA
• sediaan larutan yg dimasukkan dalam rectum dan usus besar
dan akan merangsang pengeluaran feses, volume enema
500 – 1500 ml.
• Sediaan larutan yg dimasukkan ke dalam rektum untuk
memperoleh efek lokal / absorpsi sistemik dari obatnya.
17. VAGINAL DOUCHE
• larutan dalam air yg disemprotkan ke dalam vagina (dg alat
khusus), sebagai antiseptic / pembersih.
18. INFUS I.V. / infundibilia
• sediaan steril berupa larutan / emulsi, bebas pirogen, isotonis
terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam
larutan / volume relatif banyak.
19. VAKSIN
• sediaan mengandung antigen dapat berupa kuman mati,
kuman inaktif / kuman hidup yg dilumpuhkan virulensinya tanpa
merusak potensi antigennya, untuk kekebalan aktif & khas
terhadap infeksi kuman / toksinnya.
20. IMUNOSERUM
• sediaan cair / kering beku,mengandung immunoglobulin khas
dari pemurnian serum hewan yg telah dikebalkan, khasiat :
menetralkan toksin kuman / bisa ular / mengikat kuman / virus /
antigen lain yg sama dg yg digunakan pada pembuatannya.
21. WATER FOR INJECTION
• air yg disuling 2x, untuk melarutkan sediaan injeksi yg berupa
serbuk.
22. INJEKSI
• Sediaan steril yg disuntikkan dg cara merobek jaringan ke
dalam kulit / melalui selaput lendir.
Sediaan steril (mnrt F.I.), untuk parenteral dapat berupa :
1. Larutan / emulsi yg dapat langsung diinjeksikan.
Con : injeksi aminofilin.
2. Serbuk steril / cairan pekat yg tidak mengandung dapar,
pengencer / bahan tambahan lain shg harus diencerkan dulu
dg pelarut yg sesuai persyaratan injeksi.
Con : ampicillin Na-steril.
3. Sediaan spt.no.2. mengandung 1 / > dapar, pengencer &
bahan tambahan lain shg dapat langsung digunakan.
con : siklofosfamid untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yg
sesuai, tidak disuntikkan i.v. atau ke dalam saluran spinal.
ex : suspensi kortison asetat steril.
5. Sediaan serbuk steril yg harus disuspensikan lebih dulu dg
bahan pembawa yg sesuai untuk injeksi.
con : ampicillin steril untuk suspensi.
23. INHALASI
• sediaan obat / larutan / suspensi terdiri dari 1 / > bahan obat yg
diberikan melalui saluran nafas hidung (mulut), disedot dg
memakai alat semprot mekanik, untuk memperoleh efek lokal /
sistemik. Sediaan obat biasanya dalam bentuk butiran kabut yg
sangat halus & seragam shg dapat mencapai bronkioli. Ex :
ventolin nebules
24. AEROSOL
• sediaan yg mengandung 1 / > zat berkhasiat dalam wadah
bertekanan, berisi propelan / campuran yg cukup untuk
memancarkan isinya hingga habis, dapat untuk obat luar /
untuk obat dalam. jika untuk obat dalam / inhalasi aerosol
dilengkapi dg pengatur dosis.
ex : kenalog spray (untuk obat luar, anti-inflamasi topikal).
25. Bentuk sediaan lainnya : PLESTER
bahan yg digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan
yg dapat melekat pd kulit & menempel pd pembalut. Tujuan :
melindungi & menyangga / memberikan daya perekat & daya
maserasi & memberikan pengobatan jika melekat pd kulit.
ex : plester estraderm TTS 50.
TTS = transdermal terapeutic system
RUTE / CARA
PEMBERIAN OBAT
•
Pemilihan rute / cara pemberian obat tergantung pada :
1.
Tujuan terapi / efek yg diinginkan
a. efek lokal : topikal, intravaginal, rektal, intranasal,
intraokuler, inhalasi / intrapulmonal.
b. efek sistemik : oral, sublingual, bukal, parenteral,
implantasi s.c., rektal.
2.
Sifat obat
a. obat merangsang mukosa mulut / mudah rusak oleh asam
lambung / obat menjadi inaktif oleh asam lambung & sal.
G.I. →sublingual (ISDN), parenteral (inj. Insulin), rektal
(aminofilin rektal).
•
2.
Lanj…
b. obat tidak diabsorpsi oleh usus (mis : streptomisin) →
parenteral (injeksi i.m.).
3.
Kondisi pasien & penyakit
- pasien tidak sadar/tidak kooperatif →parenteral / rektal.
- pasien kondisi gawat →parenteral (i.v.).
- pasien sulit / tidak mampu menelan →hindari p.o.
- penyakit kronis yg memerlukan efek obat cepat
→sublingual pd serangan angina.
Ctt : pemilihan BSO & rute / cara pemberian sebaiknya
didiskusikan dg pasien/keluarganya shg dapat meningkatkan
compliance / ketaatan pasien. Dg demikian tujuan terapi
dapat dicapai.
Klasifikasi Rute / Cara Pemberian Obat Berdasarkan
Tujuan Terapi / Efek Yg Diinginkan
I.
A.
•
•
•
•
EFEK SISTEMIK
ORAL
Disebut juga cara interal (intran = usus, melibatkan usus).
Tempat pemberian : mulut
Tempat absorpsi
: mukosa usus (duodenum)
Keuntungan pemberian oral :
•
mudah dilakukan oleh pasien sendiri
•
relative aman & murah
– aman, jika toksis obat dapat :
– dimuntahkan langsung
– digunakan emetic / carbo adsorben
– murah
– pasien dapat melakukan sendiri
– tanpa alat khusus
•
Efektif / praktis
• Lanj..
• Kerugian pemberian p.o. :
absorpsi obat tidak teratur & tidak maksimal. mis :
tetrasiklin & digoksin ±80%.
setelah diabsorpsi, obat melalui hati & mengalami FPE shg
BA rendah.
tidak efektif untuk pasien : muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif / gila.
obat dapat merangsang mukosa mulut (mis : aminofilin),
dpt diberikan d.c.
obat dapat diuraikan oleh asam lambung shg inaktif (mis :
benzilpenisilin, insulin, oksitosin, hormon steroid).
• Perkecualian :
jika pemberian p.o. ditujukan untuk efek lokal di usus, maka
obat tidak boleh diabsorpsi oleh pembuluh darah disepanjang
saluran G.I. (con : obat cacing, antibiotika untuk pengobatan
infeksi lambung – usus / digunakan sebelum pembedahan,
yakni : streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa
sulfonamid, & zat-zat kontras rontgen untuk foto lambungusus).
• BSO yg bisa diberikan oral / p.o :
tablet, kapsul, larutan, sirup, eliksir, suspensi, gel, serbuk.
B. SUBLINGUAL
• Tempat pemberian : obat diletakkan di bawah lidah.
• BSO : tablet, troches / lozenges
C. BUKKAL
• Tempat pemberian : obat diselipkan diantara gusi & pipi.
• BSO : tablet, troches / lozenges (tablet hisap).
• Keuntungan B & C :
a. efek cepat & sempurna karena obat langsung masuk ke
peredaran darah besar tanpa melalui hati.
b. untuk menghindari kerusakan obat dari saluran cerna
• Kerugian B & C :
jika digunakan terus-menerus, kurang praktis karena
merangsang mukosa mulut.
• no.B & C absorpsi obat melalui membran mukosa mulut (obat
sedikit sekali diabsorpsi melalui saluran cerna), memberi efek
sistemik.
D. PARENTERAL
• Artinya pemberian obat yg tidak melibatkan usus/sal. GI.
• Tempat pemberian : selain melalui saluran GI
(melalui injeksi).
Macam-macam cara pemberian parenteral / injeksi :
Istilah rute pemberian
Tempat pemberian
Tempat absorpsi
Intravena
Vena
Langsung masuk ke pemb. Vena
Intraarteri
Arteri
Langsung masuk ke pemb. Arteri
Intrakardiak
Jantung
Langsung masuk ke pemb. Jantung
Intraspinal / intrathecal
Tulang gelakang /
punggung
Kapiler vena pd dinding ruang subarachnoid
Intraosseous
Tulang
Langsung masuk ke pemb. Tulang
Intraarticular
Sendi
Langsung masuk ke pemb. Sendi
Intrasinovial
Area cairan sendi
Langsung masuk ke pemb.cairan sendi
Intrakutan/intradermal
Di dalam kulit
Kapiler kecil kulit scr inbibisi
Subkutan/hipodermal
Di bawah kulit
Idem
intramuskular
Otot
Langsung masuk ke pemb. Otot
intraperitonial
Rongga perut
Langsung masuk ke pemb. Rongga perut
– keuntungan pemberian parenteral :
• menghindari obat dirusak / menjadi inaktif dalam saluran
G.I
• bila obat sedikit diabsorpsi dalam sal. G.I hingga obat
tidak cukup untuk meninggalkan respon
• dikehendaki efek obat yg cepat, kuat, & sempurna dalam
keadaan gawat
• diperoleh kadar obat yg sudah ditentukan (i.v), karena
sedikit sekali dosis obat yg berkurang
• dapat diberikan pada pasien yg sulit menelan / tidak suka
diberi obat melalui oral.
– kerugian pemberian parenteral :
• efek toksiknya sukar dinetralkan bila terjadi kesalahan
pemberian obat
• karena dikehendaki steril, sediaan injeksi lebih mahal
• pasien tidak dapat memakai sendiri, perlu bantuan
tenaga ahli & peralatan khusus (tidak ekonomis)
• dibutuhkan cara aseptis, timbul rasa nyeri
• ada bahaya penularan hepatitis serum
– BSO : larutan, suspensi
II. EFEK LOKAL
A. Topikal / Epikutan / Transdermal
• Tempat pemberian
: permukaan kulit
• Keuntungan
: memberi efek lokal, aksinya lama
pada tempat yg sakit, sedikit diasorpsi
• jika terjadi absorpsi dapat melalui :
* transeluler
: menembus sel
* difusi
: masuk melalui celah sel
* kelenjar minyak
• BSO : ointment, krim, pasta, plester, serbuk, aerosol, lotion,
sediaan transdermal (transdermal patches, discs, solution).
B. Konjungtival
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
C. Intraokular
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
D. Intra nasal
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
: konjungtiva / selaput mata
: dioleskan pd membran mukosa mata,
efek lokal.
: contact lens insert, ointment.
: mata
: diteteskan pd membran mukosa
mata, efek lokal.
: suspensi, larutan.
: hidung
: diteteskan pd lubang hidung, efek
lokal.
: larutan, semprot, inhalan, salep.
E. Aural / intraselulaer
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
F. Vaginal
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
G.Rektal
• Tempat pemberian
• Tujuan
• BSO
: telinga
: diteteskan pd lubang telinga, efek
lokal.
: suspensi, larutan.
: vagina
: dimasukkan ke dalam lubang vagina,
efek lokal
: larutan, ointment, busa emulsi, gel,
tablet, insert, suppositoria.
: rektum / anus
: memperoleh efek lokal (antihemoroid)
& sistemik (asma).
: larutan, ointment, suppositoria,
enema.
• Keuntungan pemberian rektal :
– rectum & colon menyerap banyak obat perrektal (untuk efek
sistemik) menghindari kerusakan obat / obat menjadi tidak
aktif karena pengaruh lingkungan perut & usus.
– mudah diberikan untuk pasien muntah, sulit menelan, tidak
sadar
– obat yg diabsorpsi melalui rectal beredar dalam darah tidak
melalui hati sehingga tidak mengalami detoksikasi /
biotransformasi yg mengakibatkan obat terhindar dari tidak
aktif.
– kerugian :
• tidak menyenangkan
• absorpsi obatnya tidak teratur dan sukar ditentukan
H. Uretral
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
• BSO
11. Intrarespiratori
• Tempat pemberian
• Cara pemberian
: uretra
: dimasukkan ke dalam saluran
kencing, efek lokal.
: larutan, suppositoria.
: paru-paru
: disemprotkan dg kanister / inhalasi
gas/cairan masuk paru-paru, efek
lokal.
: aerosol
• BSO
• keuntungan :
• absorpsi cepat ,terhindar dari FPE di hati, pd penyakit
paru – paru (asma bronchial),obat dapat diberikan
langsung pada bronkus.
• kerugian :
• diperlukan alat & metoda khusus yg sulit dikerjakan,
sukar mengatur dosis, obatnya mengiritasi epitel paruparu
TERIMA KASIH
Download
Study collections