KEMUNDURAN DAN KERUNTUHAN DAULAH ABBASIYAH DI BAGHDAD (STUDI PUSTAKA) LATIFA ANNUM DALIMUNTHE Dosen Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangka Raya ABSTRAK Daulah Abbasiyah berkedudukan di Baghdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada daulah ini Islam mencapai puncak kejayaannya dalam segala bidang. Daulah Abbasiyah merupakan daulah terpanjang berkisar antara 750-1258 M. Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218H/813-833 M) terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya daulah Thahiriyah. Dimasa ini kisah jatuhnya ibukota Abbasiyah pada tahun 1258 yang didirikan oleh khalifah kedua, Al-Mansur terjadi setelah diblokade kota “Seribu Satu Malam”,dinding-dinding Baghdad diserang pasukan Hulako Khan pada bulan Januari 1258 M. . Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kemunduran hingga meyebabkan keruntuhan daulah Abbasiyah disebabkan beberapa faktor antara lain : (1) Pertentangan internal keluarga. Di dalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. ribuan orang terbunuh akibat peristiwa konflik antara al-Manshur melawan Abd Allah ibn Ali, pamannya sendiri. Konflik ini mengakibatkan keretakan psikologis yang mendalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan kekuatan luar. (2). Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasi kecil. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk meraih suatu kekuatan dan melahirkan persatuan diperlukan satu kesatuan yang utuh dan perlu adanya pigur seorang pemimpin yang dapat memberikan contoh tauladan kepada rakyatnya. Kata kunci: kemunduran, keruntuhan, daulah Abbsiyah, Baghdad ABSTRACT Daula Abbasid based in Baghdad. Hereditary approximately thirty-seven caliphs ever ruled this country. In this Daulah Islam reached its peak in all fields. Daula Abbasid is the longest ranges between 750-1258 Daulah M. During the caliphate of al-Ma'mun (198-218 AH / 813-833 AD) occurs disintegration which led to the emergence of Thahiriyah Daulah. These days the story of the fall of the capital of the Abbasid in 1258, founded by the second caliph, al-Mansur occur after the blockaded city "Thousand and One Nights", the walls of Baghdad attacked Hulako Khan's forces in January 1258 AD Based on the research results, that setback to cause the collapse of the Abbasid Daulah due to several factors, among others: (1) internal friction family. In the government extended family conflict. thousands of people were killed as a result of the events of conflict between al-Mansur against Abd Allah ibn Ali, his uncle. This conflict resulted in a profound psychological rift and eliminate family solidarity, thus inviting outside forces intervene. (2). Loss of control and the emergence of small dynasties. Based on the research results, it is recommended to achieve a strength and unity necessary spawned a coherent whole and the need for pigur a leader who can give an example of a role model to people. Keywords: setbacks, collapse, daulah Abbasid Baghdad PENDAHULUAN Nama Dinasti Abbasiyyah di ambil dari nama al-Abbas yang merupakan paman Nabi karena dinasti ini secara resmi diproklamirkan oleh Abd Allah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah Allah ibn Abbas. Meskipun pada dasarnya sama-sama termasuk di dalam keluarga Bani Hasyim, tetapi para keturunan al-Abbas mengklaim diri mereka lebih berhak menggantikan kedudukan Nabi sebagai pemimpin kaum muslimin dari pada keturunan Ali ibn Abi Thalib, sepupu dan sekaligus menantu Nabi, dengan alasan bahwa apabila paman masih ada maka pewarisan itu harus jatuh kepada paman Nabi (al-Abbas), bukan kepada anak paman (Ali).1 Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Drama besar politik dibuka oleh Abu AlAbbas (750-754 M) yang berperan sebagai pelopor. Irak menjadi panggung drama besar itu. Dalam khotbah penobatannya, yang disampaikan setahun sebelumnya di masjid Kufah, khalifah Abbasiyah pertama ini menyebut dirinya as-saffah, penumpah darah, yang kemudian menjadi julukannya. Julukan itu merupakan pertanda buruk karena dinasti yang baru muncul ini mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan kebijakannya. As-Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Islam ketiga setelah Khulafa ArRasyidin dan dinasti Umayah yang sangat besar dan berusia lama. Dari 750 M, hingga 1258 M, penerus Abu Al-Abbas memegang pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi, yang menggantikan pemerintahan sekuler (mulk) dinasti Umayah. Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada shalat Jumat, khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara sepupunya, Nabi 1 Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Ponorogo : STAIN Ponorogo, 2009, hal. 133 Muhammad saw. Akan tetapi masa pemerintahannya begitu singkat. As-Saffah meninggal (754- 775 M) karena penyakit cacar air ketika berusia 30-an. Saudaranya yang juga penerusnya, Abu Ja’far mendapat julukan Al-Mansur adalah khalifah terbesar dinasti Abbasiyah. Seluruh khalifah dinasti Abbasiyah berjumlah 35 orang berasal dari garis keturunannya.2 Pada mulanya ibu kota Negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi yang diangkat adalah Khalid bin Barmak berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol Negara, sekretaris Negara, dan kepolisian Negara di samping membenahi angkatan bersenjata.3 Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, dan terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyid (786809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun 2 3 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung :CV Pustaka Setia, 2008, hal. 128-129 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo, 1996, hal.51 ar-Rasyid untuk keperluan sosial; rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan.4 Bani Abbas mencapai masa keemasannya hanya pada periode pertama. Setelah itu dinasti mulai menurun hingga mengalami keruntuhan. PEMBAHASAN Berdirinya Daulah Bani Abbasiyah Perjuangan Bani Abbas secara intensif baru dimulai berkisar antara 5 (lima) tahun menjelang revolusi Abbasiyah. Pelopor utamanya adalah Muhammad bin Ali Al-Abbas di Hamimah. Ia telah banyak belajar dari kegagalan yang telah dialami oleh pengikut Ali (kaum Syiah) dalam melawan daulah Umayyah. Kegagalan ini terutama karena kurang terorganisasi dan kurangnya perencanaan. Dari itulah Muhammad bin Ali al-Abbas mengatur pergerakannya secara rapi dan terencana. Muhammad bin Ali al-Abbas mulai melakukan pergerakannya dengan langkah-langkah awal yang penting, diantaranya : pertama, membuat propaganda untuk menghasut rakyat menentang kekuasaan Umayah, serta menanamkan ide-ide baru tentang hak kekhalifahan, kedua, membentuk faksi-faksi hamimah, faksi Kufah dan faksi Khurasan. Faksi Hamimah didominasi oleh pengikut Syiah, faksi Kufah didominasi oleh pengikut bani Abbas. Sedang faksi Khurasan didominasi oleh para Mawali. Ketiga faksi bersatu dalam satu tujuan yaitu menumbangkan daulah Umayah. Ketiga, ide tentang persamaan antara orang Arab dan non Arab. Propaganda-propaganda itu berhasil membakar semangat api kebencian umat Islam kepada bani Umayah. Langkah pertama memperoleh sukses besar melalui propagandapropaganda yang dilakukan oleh Abu Muslim Al-Khurasani. Propaganda yang dikembangkan oleh Abu Muslim Al-Khurasani adalah bahwa Al-Abbas termasuk ahli bait, sehingga lebih 4 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2009, hal. 98 berhak menjadi khalifah. Abu Muslim juga menyebarluaskan kebencian dan kemarahan terhadap daulah Umayah yang selalu mengejar-ngejar dan membunuh ahli bait. Selain itu, juga mengembangkan ide-ide tentang persamaan antara orang-orang Arab dengan non-Arab. Setelah Muhammad bin Ali meninggal tahun 743 M, perjuangan dilanjutkan oleh saudaranya Ibrahim sampai tahun 749 M. Kemudian, sejak 749 M Ibrahin menyerahkan pucuk pimpinan kepada keponakannya, Abdullah bin Muhammad. Pada saat inilah revolusi Abbasiyah berlangsung. Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama daulah Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Al-Saffah berusaha dengan berbagai cara untuk membasmi keluarga Umayah. Antara lain dengan kekuatan senjata. Ia mengumpulkan tentaranya dan melantik pamannya sendiri Abdullah bin Ali sebagai pimpinannya. Target utama mereka adalah menyerang pusat kekuatan daulah Umayah di Damaskus, sekaligus untuk melenyapkan khalifah Marwan (khalifah terakhir bani Umayah). Pertempuran terjadi di lembah sungai Az-zab (Tigris). Pada pertempuran itu Marwan mengalami kekalahan dan mengundurkan diri ke Utara Syiria, Him, Damsyik, Palestina dan akhirnya sampai ke Mesir. Pasukan Abdullah bin Ali terus menyerangnya hingga terjadi lagi pertempuran di Mesir dan Marwan pun tewas.5 Daulah Abbasiyah mewarisi imperium dari daulah Umayyah. Hasil besar yang telah dicapai oleh daulah Abbasiyah dimungkinkan karena landasannya telah dipersiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah memanfaatkannya. Daulah Abbasiyah berkedudukan di Baghdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada daulah ini Islam mencapai puncak 5 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2009, hal. 44 kejayaannya dalam segala bidang. Daulah Abbasiyah merupakan daulah terpanjang berkisar antara 750-1258 M.6 Kemajuan Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mancapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 Malam. Baik segi politik, ekonomi dan budaya periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam. 7 Berikut kemajuan-kemajuan dapat dicatat sebagai berikut. Administrasi. Pada masa Umayah ada lima kementerian yang pokok, disebut diwan. Masa Abbasiyah menambah jumlah diwan diantaranya yang terkenal (1) Diwan al-Jund (war office). (2) Diwan al-Kharaj (Departement of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al-Khatam (Board of Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Departement). Kelima diwan yang terdapat di zaman Umayah itu pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6) Diwan al-Azimah (the audit and Account board). (7) Diwan al-Nazri fi al-Mazalim (appeals and investigation boards). (8) Diwan al-Nafaqat (the board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the board of crown lands). (10) Diwan al-Diya (the boardof states). (11) Diwan al-Sirr (the board of secrecy). (12) Diwan al-Ard (the board of military inspection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi (the board of request). Demi kelancaran administrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapa wilayah administrasi yang dapat disebut propinsi dan masing-masing propinsi yang dikepalai seorang amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggungjawab kepadanya. Khalifah 6 7 Ibid,, hal. 44 K. Ali, Sejarah Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 504 yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke propinsi lain. Pada umumnya pendapatan propinsi digunakan untuk propinsi dan sisanya dikirim ke pemerintah pusat.8 Gerakan Penerjemahan. Meski gerakan penerjemahan sudah dimulai sejak masa daulah Umayah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskahnaskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu terutama filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dari Syiria dan Majusi dari Persia. Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria kuno dulu sebelum ke dalam bahasa Arab. Hal ini dikarenakan para penerjemah biasanya adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dari bahasa Arab. Baitul Hikmah: Perpustakaan dan Observatorium. Baitul Hikamh merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Namun, berbeda dari institusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah, institusi ini diperluas penggunaannya. Pada masa Harun al-Rasyid, institusi bernama Khizanah alHikmah (Hazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait alHikmah. Pada masa ini, Baitul Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahka Ethiopia dan India. Di institusi ini, al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad ibn Musa al-Hawarizmi yang 8 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher : 2007, hal. 168-169 ahli dibidang aljabar dan astronomi. Direktur perpustakaan Baitul Hikmah sendiri adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlevi, Sahl ibn Harun. Di bawah kekuasaan al-Ma’mun, Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika. Sejak pertengahan abad ke-9, Baitul Hikamah dikuasai oleh satu mazhab penerjemah di bawah bimbingan Hunayn ibn Ishaq. Mereka menerjemahkan karya-karya keilmuan dari Galen serta karya-karya filsafat dan metafisika Aristoteles dan Plato. Di Baitul Hikmah terdapat juga observatorium astronomi untuk meneliti perbintangan.9 Kemunduran dan keruntuhan daulah Abbasiyah Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809) problem suksesi menjadi sangat kritis. Harun telah mewasiatkan tahta kekhilafahan kepada putra tertuanya, al-Amin dan kepada putranya yang lebih muda bernama al-Ma’mun, seorang gubernur Khurasan dan orang yang berhak menjabat tahta khilafah sepeninggal kakaknya. Setelah kematian Harun, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akibatnya pecahlah perang sipil. Al-Amin didukung oleh militer Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Ma’mun harusberjuang untuk memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-Ma’mun berhasil mengalahkan saudara tuanya, al-Amin dan mengklaim khilafah pada tahun 813, namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah melainkan juga melemahkan warga Irak dan sejumlah propinsi lainnya.10 Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218H/813-833 M) juga terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya daulah Thahiriyah, yang didirikan oleh Thahir, dia adalah mantan gubernur Khurasan dan menjadi jenderal militer Abbasiyah yang diangkat karena membantu merebut kekuasaan al-Amin. Al-Ma’mun telah memberikan jabatan kepada Thahir 9 10 Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,Yogyakarta : LESFI, hal. 103-105 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo, hal. 193-194 dan berjanji jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya.11 Kisah jatuhnya ibukota Abbasiyah pada tahun 1258, yang didirikan oleh khalifah kedua, al-Mansur terjadi setelah diblokade kota “Seribu Satu Malam”, dinding-dinding Baghdad yang kuat diserang oleh pasukan Hulako Khan pada bulan Januari 1258 M. Orang-orang Mongol tidak mau menerima syarat-syarat yang diajukan oleh pihak Abbasiyah untuk menerima penyerahan kota. Bahkan, mereka tidak dapat menerima ancaman yang direkayasa dan dipercayai oleh penduduk Baghdad, seperti akan hancur bagi siapa saja yang memusuhi khilafah Abbasiyah dan bila khalifah dibunuh, kesatuan alam alam akan terganggu, matahari akan bersembunyi, hujan akan terhenti turun, dan tumbuh-tumbuhantidak akan hidup lagi. Hulako tidak mau menerima ancaman yang berbau gaib itu karena ia sudah dinasehati oleh para astrolognya. Akhirnya, pasukan Mongol menyerang kota pada tanggal 1258 M.12 Kesimpulan Faktor kemunduran hingga meyebabkan keruntuhan daulah Abbasiyah sebagai berikut : (1). Pertentangan internal keluarga. Di dalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa konflik antara al-Manshur melawan Abd Allah ibn Ali, pamannya sendiri, al-Amin melawan al-Ma’mun, serta al-Mu’tashim melawan al-Abbas ibn al-Ma’mun. Konflik ini mengakibatkan keretakan psikologis yang mendalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan kekuatab luar. (2). Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasi kecil. Faktor kepribadian sangat menentukan terhadap keberhasilan seorang pemimpin. Kelemahan pribadi di antara khalifah Abbasiyah menyebabkan kehancuran system khalifah.Terutama karena mereka terbuai dalam kemewahan gaya hidup, sehingga kurang memperhatikan urusanurusan Negara. Mereka secara berturut-turut menggunakan kekuatan dari luar, seperti orang Turki, Seljuq dan buwaihi hanya dalam rangka mempertahankan pemerintahannya. Kekuatan 11 12 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban …….., hal. 112 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban……, hal. 181 luar ini secara lebih jauh dapat mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam kekhalifahan itu sendiri. Akibat lemahnya kekhalifahan di pusat pemerintahan, maka sedikit banyak penguasa daerah (gubernur) untuk melirik pada otonomsasi. Para gubernur (amir) yang berdomisili di wilayah barat kota Baghdad, seperti Aghlabiyah, Idrisiyah, Fhatimiyah, Umawiyah II, Thuluniyah, Hamdaniyah, maupun yang berdomisili di timur kota Baghdad, seperti Thahiriyah, Shafariyah, Ghaznawiyah, Samaniyah. Dalam keadaan kekacauan inilah pasukan Hulagu (Hulaku) Khan datang disertai dengan bala tentara Tartar (Tatar) pada tahun 1258 menghancurkan Baghdad dan meruntuhkan Daulah Abbasiyah. Saran 1. Dari faktor kemunduran dan keruntuhan daulah Abbsiyah di Baghdad seperti munculnya dinasti-dinasti kecil, penyebab langsung tergulingnya kekuasaan daulah Abbsiyah di Baghdad akibat serangan pusakan Hulagu (Hulaku-khan) tahun 1258 Masehi. Maka disarankan untuk meraih suatu kekuatan dan melahirkan persatuan diperlukan satu kesatuan yang utuh. 2. Dari faktor kemunduran dan keruntuhan daulah Abbsiyah di Baghdad seperti pertentangan internal keluarga, maka disarankan perlu adanya pigur seorang pemimpin yang dapat memberikan contoh tauladan kepada rakyatnya. DAFTAR PUSTAKA Ali, K, 2003, Sejarah Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta Karim, M.A, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta Lapidus, I.M, 2000, Sejarah Sosial Ummat Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta Maryam, S, dkk, 2002, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, LESFI, Yogyakarta Rofiq, C, 2009, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, STAIN Ponorogo Press, Ponorogo. Supriyadi, D, 2008, Sejarah Peradaban Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung Syukur, F, 2009, Sejarah Peradaban Islam, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang Thohir, A, 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta Yatim, B, 1996, Sejarah Peradaban Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta